Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAB KHUSUS

MODUL 7

PENDIDIKAN KHUSUS ANAK TUNADAKSA dan TUNALARAS

Disusun oleh :

1. Prihatin Suciyati (858696038)


2. Qudsiyah Khoiriyah Permatasari (858696006)
3. Siti Maftucha (858696385)
4. Siti Nur Lailiyatul Khasanah (858695946)
5. Siti Soffatul Munawwaroh (858695953)

UPBJJ KALIOGO DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN TUBAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2021
MAKALAH

PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAB KHUSUS

MODUL 7

PENDIDIKAN KHUSUS ANAK TUNADAKSA dan TUNALARAS

Disusun oleh :

1. Prihatin Suciyati (858696038)


2. Qudsiyah Khoiriyah Permatasari (858696006)
3. Siti Maftucha (858696385)
4. Siti Nur Lailiyatul Khasanah (858695946)
5. Siti Soffatul Munawwaroh (858695953)

UPBJJ KALIOGO DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN TUBAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2021

Kata Pengantar

i
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.

Makalah ini disusun dari berbagai sumber yang ada sangkut pautnya dengan materi
makalah ini, baik itu yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Semuanya demi
kesempurnaan isi makalah ini. Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Rembang, 08 April 2021

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

ii
KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah2
C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

KB 1 : DEFINISI, PENYEBAB, KLASIFIKASI, dan DAMPAK TUNADAKSA 3

A. Pengertian dan Definisi Anak Tunadaksa 3


B. Penyebab Ketunadaksan 3
C. Klasifikasi Anak Tunadaksa 3
D. Dampak Tunadaksa 5

KB 2 : KEBUTUHAN KHUSUS dan PROFIL PENDIDIKAN ANAK TUNADAKSA 6

A. Kebutuhan Khusus Anak Tunadaksa 6


B. Profil Pendidikan Anak Tunadaksa 6

KB 3: DEFINISI, PENYEBAB, KLASIFIKASI, dan DAMPAK KETUNALARASAN 13

A. Pengertian dan Definisi Anak Tunalaras 13


B. Penyebab Ketunalarasan 14
C. Klasifikasi Anak Tunalaras 15
D. Dampak Tunalaras 15

KB 4: KEBUTUHAN KHUSUS dan PROFIL PENDIDIKAN ANAK TUNALARAS 16

A. Kebutuhan Khusus Anak Tunadaksa 16


B. Profil Pendidikan Anak Tunadaksa 17

BAB III PENUTUP 18

iii
A. KESIMPULAN 18
B. SARAN 18

DAFTAR PUSTAKA 19

iv
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna. Di
antara makhluk lainnya manusialah yang memiliki bentuk dan struktur yang paling
sempurna. Maka dari itu sebagai manusia yang bersyukur kita wajib menggunakan
pemberian itu dengan sebaik-baiknya dengan cara merawat serta mengembangkan
potensinya semaksimal mungkin pada kenyataannya masih banyak manusia yang
memiliki keterbatasan dalam hal fisik maupun mental, salah satunya penyandang
tunadaksa disekitar kita. Tunadaksa (cacat tubuh) adalah salah satu bentuk keterbatasan
manusia yang terjadi pada fisiknya, seperti pada sistem otot, tulang dan persendian akibat
dari adanya penyakit dari kecelakaan, bawaan sejak lahir atau kerusakan di otak.

Kelainan cacat fisik yang dimiliki oleh beberapa orang, terkadang membuat
mereka rendah diri dan tidak percaya diri. Rasa kurang percaya diri ini sering terlihat di
saat mereka ingin mendapatkan pekerjaan yanglayak, pendidikan, atau kesempatan untuk
menunjukkan bakat atau keahlian yangdimiliki oleh tuna daksa.Persepsi masyarakat
awam tentang anak berkelainan fungsi anggota tubuh (anak tunadaksa) sebagai salah satu
jenis anak berkelainan dalam konteks Pendidikan Luar Biasa (Pendidikan Khusus) masih
dipermasalahkan. Munculnya permasalahan tersebut terkait dengan asumsi bahwa anak
tunadaksa (kehialangan salah satu atau lebih fungsianggota tubuh) pada kenyataannya
banyak yang tidak mengalami kesulitan untuk menititugas perkembangannya, tanpa harus
masuk sekolah khusus untuk anak tunadaksa(khususnya tunadaksa ringan).

Secara umum dikenal dua macam anak tunadaksa. Pertama, anak tuna daksa yang
disebabkan karena penyakit polio, yang mengakibatkan terganggunya salah satu
fungsianggota badan. Anak tunadaksa kelompok ini sering disebut orthopedically
handicapped,tidak mengalami hambatan perkembangan kecerdasannya. Oleh karena itu
mereka dapat belajar mengikuti program sekolah biasa.
Kedua, anak tunadaksa yang disebabkan oleh gangguan neurologis. Anak tuna daksa
kelompok ini mengalami gangguan gerak dan kebanyakan dari mereka

1
mengalamigannguan kecerdasan dan sering disebut neurologically handicapped atau
secara khususmereka disebut penyandang cerebral palsy. Anak tuna daksa kelompok
inimembutuhkan layanan pendidikan luar biasa.Anakyang mengalami gangguan gerakan
pada taraf sedang dan berat,umumnya dimasukkan ke sekolah luar biasa (SLB),
sedangkan anak yang mengalami gangguan gerakan dalam taraf ringan banyak ditemukan
sekolah ± sekolah umum. Namun jika mereka tidak mendapatkan pelayanan khusus
dapatmenyebabkan terjadinya kesulitan belajar yang serius.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari anak Tuna Daksa dan Tuna Laras?
2. Apa penyebab dari Tuna Daksa dan Tuna Laras?
3. Bagaimana Klasifikasi dari anak Tuna Daksa dan Tuna Laras?
4. Bagaimana dampak dari anak Tuna Daksa dan Tuna Laras?
5. Apa saja kebutuhan khusus dan profil Pendidikan dari anak Tuna Daksa dan Tuna
Laras?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari anak Tuna Daksa dan Tuna Laras
2. Mengetahui penyebab dari Tuna Daksa dan Tuna Laras
3. Mengetahui Klasifikasi dari anak Tuna Daksa dan Tuna Laras
4. Mengetahui dampak dari anak Tuna Daksa dan Tuna Laras
5. Mengetahui saja kebutuhan khusus dan profil Pendidikan dari anak Tuna Daksa dan
Tuna Laras

2
BAB II

Pembahasan

KEGIATAN BELAJAR 1

DEFINISI, PENYEBAB, KLASIFIKASI, dan DAMPAK TUNADAKSA

A. Pengertian Dan Definisi Anak Tunadaksa


Anak tunadaksa sering disebut dengan istilah anak cacat tubuh, cacat fisik, dan
cacat ortopedi. Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna berarti rugi atau kurang dan daksa
yang berarti tubuh”. Tunadaksa adalah anak yang memiliki anggota tubuh tidak
sempurna, sedangkan istilah cacat tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut
anak cacat pada anggota tubuhnya, bukan cacat indra.

B. Penyebab Ketunadaksaan
Penyebab terjadinya ketunadaksaan dapat dikelompokkan menurut saat
terjadinya, yaitu:
1. Sebab-sebab sebelum kelahiran (fase prenatal)
Pada fase ini kerusakan dapat disebabkan oleh : penyakit yang menyerang ibu hamil
bayi dalam kandungan terkena radiasi, ibu hamil mengalami kecelakaan, Rh bayi
tidak sama dengan ibunya.
2. Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal)
Hal-hal yang menyebabkan ketunadaksaan pada saat Natal, antara lain : proses
kelahiran yang terlalu lama karena pinggul Ibu kecil sehingga bayi mengalami
kekurangan zat asam, rusaknya jaringan saraf otak akibat kelahiran yang dipaksa bayi
lahir sebelum waktunya.
3. Sebab-sebab setelah proses kelahiran (fase postnatal)
Hal-hal yang dapat mengakibatkan kerusakan otak setelah bayi dilahirkan, antara lain
: kecelakaan yang merusak otak bayi, penyakit atau tumor otak, virus polio
menyerang sumsum tulang belakang anak.

C. Klasifikasi Anak Tunadaksa


Penggolongan anak tunadaksa bermacam-macam salah satu diantaranya dilihat
dari sistem kelainannya yang terdiri dari:

3
1. Kelainan pada sistem cerebral (cerebral system)
2. Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system)
Penyandang kelainan pada sistem cerebral, kelainannya terletak pada sistem
saraf pusat, seperti cerebral palsy (CP) atau kelumpuhan otak. Cerebral Palsy
ditandai oelh adanya kelainan gerak, sikap atau bentuk tubuh, gangguan koordinasi,
kadang-kadang disertai gangguan psikologis dan sesnsoris yang disebebkan oleh
adanya kerusakan atau kecacatan pada masa perkembangan otak.
Menurut derajat kecacatannya, cerebral palsy diklasifikasikan menjadi (1)
ringan, dengan ciri-ciri: dapat berjalan tanpa alat bantu, bicara jelas dan dapat
menolong diri; (2) sedang, dengan ciri-ciri: membutuhkan bantuan untuk latihan
berbicara, berjalan, mengurus diri, dan alat-alat khusus seperti brace; dan (3) berat,
dengan ciri-ciri: membutuhkan perawatan tetap dalam ambulasi, bicara, dan
menolong diri.
Sedangkan menurut letak kelainan diotak dan fungsi geraknya cerebral palsy
dibedakan atas: spastik, dyskenisia, ataxia dan jenis campuran. Golongan anak
tunadaksa berikut ini tidal mustahil akan belajar bersama dengan anak normal dan
banyak ditemukan pada kelas-kelas biasa. Penggolongan anak tunadaksa dalam
kelompok kelainan sistem otot dan rangka tersebut adalah sebagai berikut:
a. Poliomylitis
Ini merupakan suatu infeksi pada sumsum tulang belakang yang
disebabkan oleh virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan dan sifatnya
menetap. Dilihat dari sel-sel motoric yang rusak, kelumpuhan anak polio dapat
dibedakan menjadi:
1) Tipe spinal, yaitu kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada, tangan dan
kaki.
2) Tipe bulbaris, kelumpuhan fungsi motoric pada satu atau lebih saraf tepi
dengan ditandai adanya gangguan pernapasan
3) Tipe bulbospinalis, gabungan anatar tipe spinal dan bulbaris
4) Encephalitis yang biasanya disertai dengan demam, kesadaran menurun,
tremor, dan kadang-kadang kejang.
b. Muscle Dystrophy
Jenis penyakit yang mengakibatkan otot tidak berkembang karena
mengalami kelumpuhan yang sifatnya progresif dan simetris.
c. Spina Bifida

4
Merupakan jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan
terbukanya satu atau tiga ruas tulang belakang dan tidal tertutupnya kembali
selama proses perkembangan
D. Dampak Tunadaksa
1. Dampak aspek akademik
Pada umumnya tingkat kecerdasan anak tunadaksa yang mengalami kelaina
pada sistem otot dan rangka adalah normal, sehingga dapat mengikuti pelajaran sama
dengan anak normal, sedangkan anak tunadaksa yang mengalami kelainaan pada
sistem cerebral, tingkat kecerdasannya berentang mulai dari tingkat rendah sampai
dengan tingkat tinggi.
2. Dampak sosial/emosional
Dampak sosial/emosional anak tunadaksa bermula dari konsep diri anak yang
mersa dirinya cacat, tidal berguna, dan menjadi beban orang lain yang
mengakibatkan mereka malas belajar, bermain. Kehadiran anak cacat yang tidal
diterima oleh orang tua dan disingkirkan dari masyarakat akan merusak
perkembangan pribadi anak.
3. Dampak Fisik/Kesehatan
Dampak fisik/kesehatan anak tunadaksa biasanya seain mengalami cacat tubuh
adalah kecenderungan mengalami gangguan lainnya, seperti sakit gigi, berkurangnya
daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara dan lain-lain. Kelainan tambahan itu
banyak ditemukan pada anak tunadaksa sistem cerebral.

5
KEGIATAN BELAJAR 2
KEBUTUHAN KHUSUS DAN PROFIL PENDIDIKAN ANAK TUNADAKSA
A. Kebutuhan Khusus Anak Tunadaksa

Kelainan fisik dan gangguan kesehatan begitu luas, sehingga mereka


membutuhkan hal-hal sebagai berikut.

1. Kebutuhan akan keleluasaan gerak dan memosisikan diri


Kesulitan gerak dari tingkat ringan sampai berat tentu saja membutuhkan alat-
alat khusus untuk bergerak seperti kursi roda, alat penopang, tongkat. dan semua ini
tentu membutuhkan ruangan yang luas dengan lantai lantai agar memudahkan mereka
untuk mengeksplorasi ruangan.
2. Kebutuhan komunikasi
Kemampuan berkomunikasi anak tunadaksa sangat beragam, yakni ada yang
lahir dalam berkomunikasi membaca berhitung dan menulis. tetapi di antara mereka
ada yang mengalami kesulitan dalam hal itu terutama bagi mereka yang tergolong
cerebral palsy. mereka yang tergolong berat kemungkinan tidak mampu menggunakan
otot-otot bicaranya.mereka juga mengalami kesulitan untuk menggerakkan kepala dan
mata yang dibutuhkan dalam baca dan menulis. oleh karena itu dapat dibantu dengan
alat komunikasi khusus misalnya disediakan papan komunikasi sehingga siswa dapat
menunjukkan gambar sesuai dengan kata yang disebutkan guru.
3. Kebutuhan ketrampilan memelihara diri
Anak-anak perkelahian fisik membutuhkan latihan dan bantuan dalam
melakukan kegiatan bina diri, seperti : merawat diri (kegiatan makan minum),
kebersihan badan yaitu mandi sikat gigi cuci tangan dan kaki, mengurus diri
berpakaian dan berhias, menolong diri mengendalikan dan menghindari bahaya benda
tajam terlarang binatang buas, komunikasi menyampaikan keinginan dan memahami
pesan orang lain
4. Kebutuhan Psikososial
Bagi remaja dengan kelainan fisik, banyak yang mengalami tidak percaya diri
dan harga diri sehingga akan mengakibatkan keterbatasan dalam bergaul.
B. Profil Pendidikan Anak Tunadaksa
1. Tujuan Pendidikan

6
Tujuan pendidikan anak tunadaksa mengacu Peraturan Pemerintah No. 72
Tahun 1991 agar peserta didik mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan
keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan
hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar, serta
dapat mengemabngkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan
lanjutan.. Connor (1975) dalam Musyafak Asyari (1995) mengemukakan bahwa
dalam pendidikan anak tunadaksa perlu dikembangkan tujuh aspek yang
diadaptasikan sebagai berikut.
a. Pengembangan intelektual dan akademik
Pengembangan aspek ini dapat dilakukan secara formal di sekolah mulai
kegiatan pembelajaran.
b. Membantu perkembangan fisik
Oleh karena anak tunadaksa mengalami kecacatan fisik maka dalam proses
pendidikan guru harus turut bertanggung jawab terhadap pengembangan
fisiknya dengan cara bekerja sama dengan staf medis.
c. Meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak
Dalam proses pendidikan, para guru bekerja sama dengan psikolog harus
menanamkan konsep diri yang positif terhadap kedaulatan rakyat dapat
menerima dirinya.
d. Mematangkan aspek social
Aspek sosial yang meliputi kegiatan kelompok dan kebersamaannya perlu
dikembangkan dengan pemberian peran kepada anak tunadaksa agar turut serta
bertanggung jawab atas tugas yang diberikan serta dapat bekerja sama dengan
kelompoknya.
e. Meningkatkan ekspresi diri
Ekspresi diri anak tunadaksa perlu ditingkatkan melalui kegiatan kesenian
keterampilan atau kerajinan
f. Mempersiapkan masa depan anak
Dalam proses pendidikan guru dan personel lainnya bertugas untuk
menyiapkan masa depan anak hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
membiasakan anak bekerja sesuai dengan kemampuannya, membekali mereka
dengan latihan keterampilan yang menghasilkan sesuatu yang dapat dijadikan
bekal hidupnya.
2. Sistem Pendidikan

7
Sesuai dengan pengorganisasian tempat pendidikan maka sistem pendidikan
anak tunadaksa dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Pendidikan Integrasi (terpadu)
Walaupun pendidikan anak tunadaksa di Indonesia banyak dilakukan
melalui jalur sekolah khusus, vaitu anak tunadaksa ditempatkan secara khusus
di SLB-D (Sekolah Luar Biasa bagian D), namun anak tunadaksa ringan (jenis
poliomyelitis) telah ada yang mengikuti pendidikan di sekolah biasa. Sementara
ini anak tunadaksa yang mengikuti pendidikan di sekolah umum harus
mengikuti pendidikan sepenuhnya tanpa memperoleh program khusus sesuai
dengan kebutuhannya. Akibatnya, mercka memperoleh nilai hanya berdasarkan
hadiah terutama dalam mata pelajaran yang berkaitan dengan kegiatan fisik
(Astati, 2000). Sehubungan dengan itu Kirk (1986)
mengemukakan bahwa adaptasi pendidikan anak tunadaksa apabila ditempatkan
di sekolah umum adalah sebagai berikut.
1) Penempatan di kelas reguler
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.
a) Menyiapkan lingkungan belajar tambahan sehingga memungkinkan anak
tunadaksa untuk bergerak sesuai dengan kebutuhannya, misalnya
membangun trotoar, pintu agak besar sehingga anak dapat menggunakan
kursi roda.
b) Menyiapkan program khusus untuk mengejar ketinggalan anak tunadaksa
karena anak sering tidak masuk sekolah.
(1) Guru harus mengadakan kontak secara intensif dengan siswanya untuk
melihat masalah fisiknya secara langsung.
(2) Perlu mengadakan rujukan ke ahli terkait apabila timbul masalah fisik
dan kesehatan yang lebih parah.
2) Penempatan di ruang sumber belajar dan kelas khusus
Murid yang mengalami ketinggalan dari temannya di kelas regular karena
ia sakit-sakitan, diberi layanan tambahan oleh guru di ruang Sumber. Murid
yang datang ke ruang sumber tergantung pada materi pelajaran yang menjadi
ketinggalannya, sedangkan siswa yang mengunjungi kelas khusus biasanya anak
yang mengalami kelainan fisik
b. Pendidikan segregasi (terpisah)

8
Penyelenggaraan pendidikan bagi anak tunadaksa yang ditempatkan di
tempat khusus, seperti sekolah khusus yang menggunakan kurikulum
Pendidikan Luar Biasa Anak Tunadaksa. Saat ini menggunakan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Anak Tunadaksa..Lama pendidikan dan
penjenjangan serta isi kurikulum tiap jenjang adalah sebagai berikut.
1) TKLB (Taman Kanak-kanak Luar Biasa) berlangsung satu sampai tiga
tahun dan isi kurikulumnya, meliputi pengembangan Kemampuan Dasar
(Moral Pancasila, Agama, Disiplin, Perasaan, Emosi, dan Kemampuan
Bermasyarakat), Pengembangan Bahasa, Daya Pikir, Daya Cipta,
Keterampilan dan Pendidikan Jasmani. Usia anak yang diterima
sekurang-kurangnya 3 tahun.
2) SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) berlangsung sekurang-kurangnya
enam tahun dan usia anak yang diterima sekurang-kurangnya enam
tahun. Isi kurikulumnya terdiri atas: Program Umum meliputi mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan
Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, IPS, IPA, Kerajinan Tangan dan
Kesenian, serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan; program khusus
(Bina Diri dan Bina Gerak), dan Muatan Lokal (Bahasa Daerah,
Kesenian, dan Bahasa Inggris).
3) SLTPLB (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa) berlangsung
sekurang-kurangnya 3 tahun, dan siswa yang diterima adalah tamatan
SDLB, dan mereka yang berusia 13 tahun ke atas. Isi kurikulumnya
terdiri atas program umum (Pendidikan Pancasila, Kewarganegaraan,
Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS,
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Bahasa Inggris), program. (Bina
Diri dan Bina Gerak), program muatan lokal (Bahasa Daerah, Kesenian
Daerah).
4) SMLB (Sekolah Menengah Luar Biasa) berlangsung sekurang-
kurangnya tiga tahun, dan siswa yang diterima adalah tamatan SLTPLB,
dan mereka yang berusia 16-18 tahun. Isi kurikulumnya meliputi
program umum sama dengan tingkat SLTPLB, program pilihan terdiri
atas paket Keterampilan Rekayasa, Pertanian, Usaha dan Perkantoran,
Kerumahtanggaan, dan Kesenian. Di jenjang ini, anak tunadaksa
diarahkan pada penguasaan salah satu jenis keterampilan sebagai bekal

9
hidupnya, atau untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi bagi
mereka yang memiliki kecerdasan normal ataupun di atas normal.

c. Sistem Inklusif
Anak tunadaksa yang kelainannya ringan lebih baik mengikuti
pendidikan bersama-sama dengan anak biasa di kelas atau sekolah reguler. Di
sana mereka akan mengikuti program pendidikan yang disesuaikan dengan
kemampuannya bila hal itu dibutuhkan, dan disediakan fasilitas lain yang
memungkinkan bagi anak-anak tersebut untuk bergerak lebih baik dan luas.
Tidak jarang anak-anak ini dapat mencapai tingkat pendidikan yang tinggi
walaupun mengalami kesulitan dalam bergerak. Namun ada beberapa anak yang
mengalami ketidakmampuan dalam melanjutkan pendidikannya yang
disebabkan oleh kesulitan dalam gerakan dan keterbatasan kecerdasannya.
Kelompok yang terakhir ini banyak ditempatkan di sekolah khusus (bentuk
segregasi).
3. Pelaksanaan pembelajaran
Dalam pelaksanaan pembelajaran akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan
dengan keterlaksanaannya, seperti berikut.
a. Perencanaan kegiatan belajar-mengajar
Sehubungan dengan perencanaan kegiatan pembelajaran bagi anak
tunadaksa, Ronald L. Taylor (1984) mengemukakan, apabila penyandang cacat
menerima pelayanan pendidikan di «sekolah formal maka ia harus memperoleh
pelayanan pendidikan yang diindividualisasikan. Dalam rangka
mengembangkan program pendidikan yang diindividualisasikan, banyak
informasi/data yang diperlukan dan salah satunya dihasilkan melalui
assessment. Adapun langkah-langkah utama dalam merancang suatu program
pendidikan individual (PPI) adalah sebagai berikut.
1) Membentuk tim PPI atau Tim Penilai Program Pendidikan yang
diindividualisasikan (TP3I), yang mencakup guru khusus, guru reguler,
diagnostician, kepala sekolah, orang tua, siswa, serta personel lain yang
diperlukan.
2) Menilai kekuatan dan kelemahan serta minat siswa yang dapat dilakukan
dengan assessment.

10
3) Mengembangkan tujuan-tujuan jangka panjang dan sasaran-sasaran jangka
pendek.
4) Merancang metode dan prosedur pencapaian tujuan
5) Menentukan metode dan evaluasi kemajuan

b. Prinsip pembelajaran
Ada beberapa prinsip utama dalam memberikan pendidikan pada anak
tunadaksa, di antaranya sebagai berikut.
1) Prinsip multisensori (banyak indra)
Proses pendidikan anak tunadaksa sedapat mungkin memanfaatkan dan
mengembangkan indra-indra yang ada dalam diri anak karena banyak anak
tunadaksa yang mengalami gangguan indra. Dengan pendekatan
multisensori, kelemahan pada indra lain dapat difungsikan sehingga dapat
membantu proses pemahaman.
2) Prinsip individualisasi
Individualisasi mengandung arti bahwa titik tolak layanan Pendidikan
adalah kemampuan anak secara individu. Model layanan pendidikannya
dapat berbentuk klasikal dan individual. Dalam model klasikal, layanan
pendidikan diberikan pada kelompok individu yang cenderung memiliki
kemampuan yang hampir sama, dan bahan pelajaran yang diberikan pada
masing-masing anak sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.

4. Penataan Lingkungan belajar dan Sarana khusus


Beberapa kondisi khusus mengenai gedung sekolah adalah sebagai berikut.
a. Macam-macam ruangan khusus
b. Jalan masuk menuju sekolah sebaiknya dibaut keras dan rata yang
memungkinkan anak tunadaksa yang memakai alat bantu dapat bergerak dengan
aman.
c. Tangga sebaiknya disediakan jalur lantai yang dibuat miring dan landau
d. Lantai bangunan baik didalam dan diluar gedung sebaiknya dibuat dari bahan
yang tidak licin
e. Pintu-pintu ruangan sebaiknya lebih lebar dari pintu biasa

11
f. Untuk menghubungkan kelas sebaiknya disediakan lorong yang lebar dan ada
pegangan ditembok
g. Pada beberapa dinding lorong dapat dipasang cermin besar
h. Kamar mandi sebaiknya dekat dengan kelas
i. Dipasang WC duduk agar anak tidal perlu berongkok
j. Kelas sebaiknya dilengkapi dengan meja dan kursi yang kosntruksinya
disesuaikan dengan kondisi kecacatan anak.

5. Personel
Personel yang dibutuhkan dalam penyeleneggaraan pendidikan anak
tunadaksa adalah sebagai berikut.
a. Guru yang berlatarbelakang pendidikan luar biasa
b. Guru yang memiliki keahlian khusus
c. Guru sekolah biasa
d. Dokter umum
e. Dokter ahli ortopedi
f. Neurolog
g. Ahli terapi lain
6. Evaluasi
Evaluasi belajar dilakukan sesuai dengan berat ringannya kelainan. Seperti:
a) anak yang kelainannya ringan yang dapat mengikuti pembelajaran secara
reguler dan hanya membutuhkan program khusus, maka evaluasinva akan
mengikuti evaluasi yang berlaku secara reguler dan bagi program khususnya harus
dievaluasi secara khusus; b) anak yang kelainannya berat tentu saja harus
dievaluasi sesuai dengan kebutuhan dan program yang
diperuntukkan kepadanya, serta berlangsung secara terus menerus dengan
memakai sistem penilaian yang khusus pula.

12
KEGIATAN BELAJAR 3
DEFINISI, KLASIFIKASI, PENYEBAB, DAN DAMPAK KETUNALARASAN
A. Pengertian dan Definisi Anak Tunalaras
Istilah resmi “ tunalaras” baru dikenal dalam dunia pendidikan luar biasa. Istilah
tuna yang berarti kurang dan laras berarti sesuai. Jadi, anak tunalaras berarti anak yang
bertingkah laku kurang sesuai dengan lingkungan. Perilakunya sering bertentangan
dengan norma-norma yang terdapat didalam masayarakat tempat ia berada.
Seperti halnya istilah, definisi mengenai tunalaras juga beraneka ragam. Berbagai
definisi yang diadaptasi oleh Lynch dan Lewis (1988) adalah sebagai berikut.
1. Public Law 94-242 ( Undang-undang tentang PLB di Amerika Serikat)
mengemukakan pengertian tunalaras dengan istilah gangguan emosi, Gangguan
emosi adalah suatu kondisi yang menunjukkan salah satu atau lebih gejala berikut
dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat yang tinggi yang mempengaruhi
prestasi belajar.
a. Ketidakmampuan belajar dan tidal dapat dikaitkan dengan faktor kecerdasan,
pengindraan atau kesehatan.
b. Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan teman dan guru
c. Bertingkah lakuyang tidal pantas pada keadaan normal
d. Perasaan tertekan atau tidal bahagia terus menerus
e. Cenderung menunjukkan gejala fisik seperti takut pada masalah sekolah
2. Kauffman (1977) mengemukakan bahwa penyandang tunalaras adalah anak yang
secara kronis dan mencolok berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara yang
secara sosial tidal dapat diterima atau secara pribadi tidal menyenangkan tetapi
masih dapat diajar untuk bersikap secara sosial dapat diterima dan secara pribadi
menyenangkan
3. Schmid dan Mercer (1981) mengemukakan bahwa anak tuna laras adalah anak yang
secara kondisi dan terus menerus menunjukkan penyimpangan tingkah laku tingkat

13
berat yang mempengaruhi proses belajar meskipun telah menerima layanan belajar
serta bimbingan seperti anak lain.
4. Nelson (1981) mengemukakan bahwa tingkah laku seorang murid dikatakan
menyimpang jika:
a. Menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap tidal normal
menurut usia dan jenis kelamin.
b. Penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan intensitas tinggi
c. Penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relative lama
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa membuat definisi atau
batasan mengenai tunalaras sangtalah sulit karena definisi tersebut harus
menggambarkan keadaan tunalaras secara jelas. Beberapa komponen yang penting
diperhatikan adalah:
1. Adanya penyimpangan perilaku terus-menerus menurut norma yang berlaku
sehingga menimbulkan ketidakmampuan belajar dan penyesuaian diri.
2. Penyimpangan itu tetap ada walaupun telah menerima layanan belajar serta
bimbingan.
B. Klasifikasi Anak Tunalaras
Pengklasifikasian anak tunalaras banyak ragamnya diantara sebagai berikut.
1. Klasifikasi yang dikemukakan oleh Rosembera, dkk (1992) adalah anak tuna laras
dapat dikelompokkan atas tingkah laku yang beresiko tinggi dan rendah. Yang
beresiko tinggi, yaitu hiperaktif, agresif, pembangkang, delinkuensi dan anak yang
menarik diri dari pergaulan sosial, sedangkan yang beressiko rendah yaitu autisme
dan skizofrenia.
2. Sistem klasifikasi kelainan perilaku yang dikemukakan oleh Quay, 1979 dalam
Samuel A. Kirk and James J. Gallagher (1986) yang dialihbahasakan oleh Moh.
Amin, dkk (1991: 51) adalah sebagai berikut.
a. Anak yang mengalami gangguan perilaku yang kacau mengacu pada tipe anak
yang melawan kekuasaan
b. Anak yang cemas menarik diri adalah anak yang pemalu, takut-takut, menyendiri,
peka dan penurut mereka tertekan batinnya.
c. Dimensi ketidakmatangan mengacu pada anak yang tidak ada perhatian, lambat,
tak berminat sekolah, pemalas, suka melamun dan pendiam.
d. Anak agresi sosialisasi mempunyai ciri masalah perilaku yang saman dengan
gangguan perilaku yang bersosialisasi dengan “geng” tertentu.

14
C. Penyebab Ketunalarasan
Faktor penyebab timbulnya masalah perilaku sangatlah kompleks, namun faktor ini
dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1. Faktor keturunan
Faktor keturunan adalah adanya garis keturunan yang menderita depresi dapat
menambah kemungkinan bagi seseorang mempunyai depresi

2. Faktor kerusakan fisik


Faktor penyeybab gangguan emosional dalam hal ini adalah: kelainan saraf,
cidera, problem kimiawi tubuh dan metabolisme, genetika dan penyakit
3. Faktor lingkungan
Penyebab karena faktor lingkungan adalah: hubungan keluarga yang tidal
harmonis, tekanan masyarakat, pengaruh sekolah seperti interaksi guru dan murid atau
murid itu sendiri yang tidal baik, pengaruh komunitas anak dan remaja
4. Faktor lain
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah pengaruh alkohol dan
penyalahgunanan obat-obatan.
D. Dampak Anak Tunalaras
1. Dampak akademik
Kelainan perilaku akan mengakibatkan adanya penyesuaian sosial dan
sekolah yang buruk. Akibat penyesuaian yang buruk tersebut maka dalam belajarnya
memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut.
a. Pencapaian hasil belajar yang jauh dibawah rata-rata
b. Sering kali dikirim ke kepala sekolah atau ruang bimbingan untuk tindakan
disclipiner
c. Sering kali tidal naik kelas
d. Sering kali membolos sekolah
e. Lebih sering dikirim ke lembaga kesehatan dengan alasan sakit
f. Anggota kelaurga, terutama orang tua lebih sering mendapat panggilan dari
petugas kesehatan
g. Orang yang bersangkutan lebih sering berurusan dengan polisi
h. Lebih sering menjalani masa percobaan dari yang berwenang
i. Lebih sering melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran lalu lintas

15
j. Lebih sering dikirim ke klinik bimbingan
2. Dampak Sosial/emosional
a. Aspek sosial
1. Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain.
2. Perilaku tersebut ditandai dengan tindakan agresif
3. Melakukan kejahatan remaja
b. Aspek emosional
1. Adanya hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak
2. Adanya rasa gelisah
3. Dampak fisik/kesehatan
Dampak fisik anak tunalaras ditandai dengan adanya gangguan makan,
gangguan tidur, dan gangguan gerakan. Sering kali anak merasakan ada sesuatu yang
tida beres pada jasmaninya, ia mudah mendapat kecelakaan, merasa cemas terhadap
kesehatannya, merasa seolah-olah sakit.

KEGIATAN BELAJAR 4
KEBUTUHAN KHUSUS DAN PROFIL PENDIDIKAN ANAK TUNALARAS
A. Kebutuhan Khusus Anak Tunalaras
Untuk membahas kebutuhan khusus anak tunalaras maka perlu dilakukan hal-hal
sebagai berikut.
1. Kebutuhan akan penyesuaian lingkungan belajar maupun proses pembelajaran yang
sesuai dengan anak tunalaras
2. Kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan fisik sebaiknya mengembangkan
bakat dan kemampuan intelektual
3. Kebutuhan akan penguasaan ketrampilan khusus untuk bekal hidupnya
4. Kebutuhan akan adanya kesempatan sebainya agar anak dapat menyesuaikan diri
dengan baik terhadap lingkungan atau terhadap norma di masyarakat
5. Kebutuhan akan adanya rasa aman, agar mereka memiliki rasa percaya diri dan
mereka merasa tidal tersiakan oleh lingkungan sekitar.
6. Kebutuhan akan adanya suasana yang tidal menambah rasa rendah diri, rsa bersalah
bagi anak tunalaras
B. Profil Pendidikan Anak Tunalaras
1. Tujuan layanan

16
Mengurangi atau menghilangkan kondisi yang tidak menguntungkan yang
menimbulkan atau menambah adanya gangguan perilaku.
2. Model/Strategi Pembelajaran
a. Model layanan
Jenis model layanan yang diberikan kepada anak tunalaras adalah: Model
biogenetic, model tingkah laku, model psikodinamika, model ekologis

b. Teknik/pendekatan
Teknik yang digunakan dalam mengatasi masalah perilaku adalah: Perawatan
dengan obat, modifikasi perilaku, strategi psikodinamika, strategi ekologi.
3. Tempat Layanan
Tempat layanan pendidikan bagi anak yang mengalami gangguan perilaku adalah:
a. Tempat khusus
b. Disekolah inklusi
4. Sarana
Sarana pendidikan pada dasarnya tidal berbeda dengan sarana pendidikan biasa.
Hanya saja membutuhkan ruangan khusus, misalnya ruangan konsulasi psikologi,
atau bimbingan dan konseling; ruang pemeriksaan kesehatan, ruangan terapi fisik
melalui olahraga, permainan dan lain-lain.
5. Personil
Personel yang dibutuhkan untuk anak tunalaras adalah guru yang berpengalaman dan
matang kepribadiannya, tenaga ahli bidang keilmuan lain, yakni psikolog, konselor,
psikiater, neurology, dan pekerja sosial
6. Evaluasi
Evaluasi yang digunakan dalam pendidikan anak tunalaras adalah evaluasi yang
berkaitan dengan prestasi belajar. Pada dasarnya evaluasi ini sama dengan evaluasi
yang dilakukan pada anak biasa disekolah regular. Selain itu ada hal yang paling
penting dievaluasi adalah aspek kesehatan mentalnya.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak tunadaksa sering disebut dengan istilah anak cacat tubuh, cacat fisik, dan
cacat ortopedi. Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna berarti rugi atau kurang dan
daksa yang berarti tubuh”. Tunadaksa adalah anak yang memiliki anggota tubuh tidak
sempurna, sedangkan istilah cacat tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut
anak cacat pada anggota tubuhnya, bukan cacat indra.
Penyebab terjadinya ketunadaksaan dapat dikelompokkan menurut saat
terjadinya, yaitu: Sebab-sebab sebelum kelahiran (fase prenatal), Sebab-sebab pada
saat kelahiran (fase natal), Sebab-sebab setelah proses kelahiran (fase postnatal).
Penggolongan anak tunadaksa bermacam-macam salah satu diantaranya dilihat dari
sistem kelainannya yang terdiri dari: Kelainan pada sistem cerebral (cerebral system)
dan Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system).
Istilah resmi “ tunalaras” baru dikenal dalam dunia pendidikan luar biasa.
Istilah tuna yang berarti kurang dan laras berarti sesuai. Jadi, anak tunalaras berarti
anak yang bertingkah laku kurang sesuai dengan lingkungan. Perilakunya sering
bertentangan dengan norma-norma yang terdapat didalam masayarakat tempat ia
berada. Faktor penyebab timbulnya masalah perilaku sangatlah kompleks, namun
faktor ini dapat dikelompokkan sebagai berikut. Faktor keturunan, Faktor kerusakan
fisik, dan Faktor lingkungan.

B. Saran

Masyarakat sebaiknya diberi penyuluhan mengenai sekolah inklusif dan


program layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, sehingga orang tua yang

18
memiliki anak berkebutuhan khusus dapat dapat memberikan anaknya terapi. Jadi
anak yang memerlukan pendidikan khusus seperti anak tunadaksa dan tunalaras dapat
mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Wardani, IGAK, dkk (2020).  Pengantar Anak Berkebutuhan Khusus. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.

Apri Dwi Prasetni. 2013. Makalah ABK Tunadaksa.


https://aprileopgsd.wordpress.com/2013/10/12/makalah-abk-tuna-daksa/. (diakses tanggal 12
O ktober 2013)

http://www.slbk-batam.org/index.php?pilih=hal&id=73 diakses tanggal 22/09/2013

19

Anda mungkin juga menyukai