Anda di halaman 1dari 7

Dampak Gangguan Pendengaran/Ketunarunguan

Pendengaran merupakan sensori terpenting untuk perkembangan bicara dan

bahasa, berkomunikasi dan belajar. Kehilangan pendengaran terjadi sejak lahir,

dampaknya lebih serius terhadap perkembangan anak.

Ketika anak telah terdiagnosa menderita kehilangan pendengaran, anak pada

awalnya akan kesulitan memunculkan emosi dalam perilaku cemas, takut, marah atau

depresi. Self-esteem (rasa percaya diri) mereka akan rendah karena berkurangnya

komunikasi dan kemampuan bahasa mereka, dan tingkat kepercayaan diri mereka

juga ikut terpengaruh.

Tapi anak tunarungu dalam segi komunikasi dan bahasa, mereka akan belajar

untuk membangun keterampilan komunikasi dalam bentuk lain, seperti bahasa tubuh,

gerak tubuh, atau ekspresi wajah, yang akan mewakili informasi tentang apa yang

diinginkan seseorang dan apa yang dirasakan.

Dampak kehilangan pendengaran terhadap perkempangan anak dapat

dikatagorikan sebagai berikut :

1. Terlambatnya perkembangan

Baik dalam keterampilan komunikasi secara reseptif maupun ekspresif.

Bahasa reseptif merujuk kepada kemahiran memahami bahasa. Atau dengan

kata lain dapat diartikan kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa

yang didengar. Biasanya anak tunarungu mengalami kesulitan dengan

pemahaman apa yang dikatakan kepada mereka.


Bahasa ekspresif merujuk kepada kemahiran memilih kata dan menyusun kata

dengan baik, kebolehan memilih kata yang sesuai untuk melahirkan pemikiran

(makna), dan menggunakan berbagai fungsi bahasa.

2. Keterbatasan bahasa menyebabkan masalah dalam belajar sehingga rendahnya

prestasi belajar.

- Anak dengan kehilangan pendengaran memiliki kesulitan dengan semua

prestasi akademik, khususnya konsep matematika. Matematika adalah

pelajaran abstrak. Dalam pelaksanaan pembelajaran matematika

menggunakan simbol-simbol dan aturan terstruktur. Penjelasan mengenai

konsep abstrak sangat sulit diterima oleh anak tunarungu pada tingkat

pendidikan dasar.

- Anak dengan kehilangan pendengaran ringan, rata-ratanya mencapai satu

sampai empat tahun lebih rendah dari anak sebaya mereka yang

mendengar, kecuali manajemen yang sesuai kebutuhannya sesegera

mungkin diberikan.

- Anak dengan kehilangan pendengaran yang berat biasanya hanya dapat

mencapai kelas yang lebih rendah dari kelas tiga atau empat, kecuali

pendidikan intervensi yang tepat terlaksana sejak dini.

- Kesenjangan dalam prestasi akademik diantara anak pada umumnya dan

anak dengan kehilangan pendengaran biasanya melebar seiring dengan

perkembangan sekolah mereka.

(Level prestasi berkaitan dengan keterlibatan orang tua dan kuantitas,

kualitas, dan tepatnya layanan yang diterima oleh anak).


3. Kesulitan berkomunikasi cenderung mengarah kepada rendahnya konsep diri.

“Bagaimana gambaran kita pada diri kita sendiri.”

Persepsi diri boleh bersifat psikologis, fisik, spiritual, sosial, dan intelektual.

Dengan demikian, konsep diri merupakan persepsi atau pandangan dan

perasaan kita tentang diri kita sendiri..

4. Mungkin berdampak terhadap kesempatan peluang kerja.

Dampak khusus :

1. Terhadap keterbatasan kosa kata. Perolehan kosa kata berkembang sangat

lambat.

Sulit memahami kata-kata yang abstrak seperti sebelum, sesudah, sama

dengan, cemburu dsb. Juga kesulitan dengan fungsi kata seperti sesuatu ,

mereka, sebuah dsb. Kesenjangan kosakata antara anak mendengar dan

mereka yang kehilangan pendengaran menjadi melebar sesuai perkembangan

usia.

2. Anak memiliki kesulitan untuk memahami kata yang memiliki arti ganda.

Contohnya, kata malang bisa berarti nasib atau malang berarti kota.

3. Struktur kalimat

Anak dengan kehilangan pendengeran memahami dan menghasilkan kalimat

yang lebih pendek dan sederhana. Kesulitan dalam memahami tulisan yang

kalimatnya kompleks, seperti “guru yang mengajar matematika hari ini sakit.”

atau kalimat pasif “bola itu dilemparkan oleh Mary.”


4. Tidak dapat memahami kata-kata dengan imbuhan akhiran, awalan, maupun

campuran. Ini mengarah pada ketidakpahaman dan kesalah pahaman pada

kalimat, kata kerja, jamak, dan dan kepunyaan.

5. Mampu berbicara keras atau tidak terlalu keras. Kadang mereka biasanya

bergumam, tidak memiliki intonasi.

Berbagai dampak ketunarunguan yang dikemukakan dari berbagai ahli :

1. Menurut Sadjaah (2005:36) mengemukakan salah satu dampak ketunarunguan

adalah perkembangan bicara dan bahasa. Perkembangan bicara dan bahasa

terhambat sebagai akibat dari terbatasnya pemerolehan bahasa dan

pembendaharaan kata (vocabulary) dan mengakibatkan terlambatnya dalam

berkomunikasi secara oral baik secara ekspresif (bicara dan menulis) maupun

secara reseptif (menangkap bicara orang lain maupun membaca). Pola

komunikasi yang nampak pada anak tunarungu adalah mereka kurang dapat

menggunakan aturan tata bahasa yang benar, kata-katanya sederhana, sering

menggunakan kalimat yang pendek, sering kurang menggunakan kata

imbuhan.

2. Ketunarunguan tersebut membawa dampak bagi penyandang tunarungu itu

sendiri, menurut pendapat Murni Winarsih (2007: 33-37) dampak

ketunarunguan dalam kehidupan sehari-hari dikemukakan:

1) Perkembangan motorik. Anak tunarungu mengalami gangguan dalam

keseimbangan dan koordinasi umum


2) Perkembangan kognitif. Anak tunarungu mengalami keterlambatan

kognitif yang disebabkan keterlambatan kemampuan bahasa mereka.

3) Perkembangan emosional dan sosial. Anak tunarungu tidak dapat

mendengar bunyi latar yang terjadi di sekitarnya. Mereka sering

menghadapi suatu yang disadari secara tiba-tiba. Perasaan ini berdampak

pada perkembangan emosi dan sosial sebagai berikut:

a. Anak tunarungu memiliki sifat egosentris.

Anak tunarungu sering mengalami perasaan dan pikiran yang berlebihan

sehingga mereka sulit melakukan adaptasi dengan lingkungan sosial.

b. Memiliki sifat impulse

Anak tunarungu melakukan tindakan yang diinginkan tanpa

mengantisipasi akibat dari perbuatannya.

c. Sifat kaku. Sifat yang dimiliki anak tunarungu menunjukkan sifat yang

kurang luwes dalam memandang dunia dan tugas-tugas kesehariannya.

d. Sifat lekas marah dan mudah tersinggung. Dalam percakapan sehari-hari

anak tunarungu berprasangka orang lain sedang membicarakannya,

sehingga anak tunarungu mudah tersinggung.

e. Perasaan ragu-ragu dan khawatir.

3. Pendapat serupa juga dibenarkan oleh Bandi Delphie (2007:111-113).

Hambatan yang ditimbulkan akibat ketunarunguan yang dialami anak dalam

kehidupan sehari-hari dapat penulis kemukakan:

1) Pada umumnya anak tunarungu mempunyai kesulitan psikologis yang

diperoleh dari sejumlah faktor eksternal.


2) Keterampilan kognitif anak tunarungu pada umumnya mempunyai

kemampuan mengingat singkat.

3) Perkembangan bahasa anak tunarungu secara umum kurang sempurna.

Komunikasi kurang baik, seperti berbicara terbata-bata, ucapan yang

membingungkan, gagap dan sulit dipahami.

4) Perkembangan bahasa khususnya pemahaman bahasa kurang sempurna.

5) Anak tunarungu pada umumnya mengalami kesulitan pada keseimbangan

dan koordinasi gerak tubuh, termasuk didalamnya koordinasi dinamika

gerak, koordinasi gerak visual dan gerak berpindah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang tunarungu tidak hanya

mengalami gangguan pendengaran, tetapi berdampak kompleks dalam kehidupan

sehari-hari. Kehilangan pendengaran tersebut mempengaruhi aspek psikologis, emosi

dan sosial, akademis, komunikasi dan perkembangan bahasa, serta perkembangan

fisiknya.
DAFTAR PUSTAKA

Desiningrum, Dinie Ratri. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Psikosain,


Yogyakarta.

Soemantri, Sutjihati.2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Refika Aditama, Jakarta.

Tri, S.N. 2012. Penerapan Metode Mind Map Untuk Meningkatkan Kemampuan
Membaca Pemahaman Siswa Tunarungu Kelas 3 Di SLB As-Syifa Lombok Timur.
Universitas Negeri Yogyakarta.

Ririanti, T.V.A. 2013. Penggunaan Metode Audiolingual Terhadap Keterampilan


Menyimak Pada Siswa Tunarungu. Universitas Negeri Surabaya.

Roslina, P & Abdul Wahid. 2008. Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif dalam
Komunikasi Verbal : Pemelajaran Bahasa Melayu Kanak-Kanak Sindrom Down.
Jilid 19: Hal. 156-159.

Anda mungkin juga menyukai