Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK DENGAN TUNA RUNGU


DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) NEGERI
POLEWALI MANDAR

OLEH

Inka Melinda, S.Kep

N.21.012

Ci Lahan Ci Institusi

( ) ( )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA GENERASI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


Konsep Dasar Penyakit
1. Defenisi
Anak tuna daksa adalah anak yang mempunyai kelainan ortopedik
atau salah satu bentuk berupa gangguan dari fungsi normal pada tulang,
otot, dan persendian yang mungkin karena bawaan sejak lahir, penyakit
atau kecelakaan, sehingga apabila mau bergerak atau berjalan memerlukan
alat bantu.
Didalam Wikipedia, pengertian Tunadaksa adalah individu yang
memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular
dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan,
termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan
pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam
melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi,
sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan
koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan
fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
2. Etiologi
a. Sebelum lahir (fase prenatal)
Kerusakan terjadi pada saat bayi saat masih dalam kandungan
disebabkan:
1) Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung
sehingga menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya.
2) Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali
pusar tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di
dalam otak.
3) Bayi dalam kandungan terkena radiasi yang langsung
mempengaruhi sistem syarat pusat sehingga struktur maupun
fungsinya terganggu.
4) Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma yang dapat
mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat.
Misalnya, ibu jatuh dan perutnya terbentur dengan cukup keras dan
secara kebetulan mengganggu kepala bayi, maka dapat merusak
sistem syaraf pusat.
b. Saat kelahiran (fase natal/perinatal)
Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat
bayi dilahirkan antara lain:
1) Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang yang
kecil pada ibu sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen. Hal
ini kemudian menyebabkan terganggunya sistem metabolisme
dalam otak bayi sehingga jaringan syaraf pusat mengalami
kerusakan.
2) Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang
mengalami kesulitan sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak
pada bayi.
3) Pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan
karena operasi dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis
dapat mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi sehingga otak
mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya.
c. Setelah proses kelahiran (fase post natal)
Fase setelah kelahiran adalah masa di mana bayi mulai dilahirkan
sampai masa perkembangan otak dianggap selesai, yaitu pada usia
lima tahun. Hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan setelah bayi
lahir adalah:
1) Kecelakaan/trauma kepala, amputasi.
2) Infeksi penyakit yang menyerang otak.
3. Tanda dan Gejala
Banyak jenis dan variasi anak tuna daksa, sehingga untuk
mengidentifikasi karakteristiknya diperlukan pembahasan yang sangat
luas. Berdasarkan berbagai sumber ditemukan beberapa karakteristik
umum bagi anak tuna daksa, diantara lain sebagai berikut (Desi
Rahayuningsi, 2016) :
a. Karakteristik Kepribadian
b. Mereka yang cacat sejak lahir tidak pernah memperoleh pengalaman,
yang demikian ini tidak menimbulkan frustasi.
c. Tidak ada hubungan antara pribadi yang tertutup dengan lamanya
kelainan fisik yang diderita.
d. Adanya kelainan fisik tidak memperngaruhi kepribadian atau ketidak
mampuan individu dalam menyesuaikan diri.
e. Anak cerebal-pakcy dan polio cenderung memiliki rasa takut daripada
yang mengalami sakit jantung.
f. Karakteristik Emosi-sosial
g. Kegiatan-kegiatan jasmani yang tidak dapat dijangkau oleh anak tuna
daksa dapat berakibat timbulnya problem emosi, perasaan dan dapat
menimbulkanfrustasi yang berat.
h. Keadaan tersebut dapat berakibat fatal, yaitu mereka menyingkirkan
diri dari keramaian.
i. Anak tuna daksa cenderung acuh bila dikumpulkan bersama anak-anak
normal dalam suatu permainan.
j. Akibat kecacatanya mereka dapat mengalami keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan lingkunganya
k. Karakteristik Intelegensi
1) Tidak ada hubungan antara tingkat kecerdasan dan kecacatan, tapi
ada beberapa kecenderungan adanya penurunan sedemikian rupa
kecerdasan individu bila kecacatanya meningkat.
2) Hasil penelitian ternyata IQ anak tuna daksa rata-rata normal
l. Karakteristik Fisik
1) Selain memiliki kecacatan tubuh, ada kecenderungan mengalami
gangguan-gangguan lain, misalnya: sakit gigi, berkurangnya daya
pendengaran, penglihatan, gangguan bicara dan sebagainya.
2) Kemampuan motorik terbatas dan ini dapat dikembangkan sampai
pada batas-batas tertentu.
Adanya berbagai karakteristik tersebut bukan berarti bahwa setiap
anak tuna daksa memiliki semua karakteristik yang diungkapkan, namun
bisa saja terjadi salah satunya tidak dimiliki.
Dari karakteristik tersebut menimbulkan dampak positif maupun
dampak negatif. Dari dampak negatif timbul masalah-masalah yang
muncul yang berkaitan dengan posisi siswa disekolah. Permasalahan
tersebut dapat digolongkan menjadi beberapa masalah, yaitu (Laila, 2018):
a. Masalah kesulitan belajar
Terjadinya kelainan pada otak, sehingga fungsi fikirnya terganggu
persepsi. Apalagi bagi anak tuna daksa yang disertai dengan cacat-
cacat lainya dapat menimbulkan komplikasi yang secara otomatis
dapat berpengaruh terhadap kemampuan menyerap materi yang
diberikan.
b. Masalah sosialisasi
Anak tuna daksa mengalami berbagai kesulitan dan hambatan
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Hal ini dapat terjadi
karena kelainan jasmani, sehingga mereka tidak diterima oleh teman-
temannya, diisolasi, dihina, dibenci, dan bahkan tidak disukai sama
sekali kehadiranya dan sebagainya.
c. Masalah kepribadian
Masalah kepribadian dapat berwujud kurangnya ketahanan diri
bahkan tidak adanya kepercayaan diri, mudah tersinggung dan
sebagainya.
d. Masalah ketrampilan dan pekerjaan
Anak tuna daksa memiliki kemampuan fisik yang terbatas, namun
di lain pihak bagi mereka yang memiliki kecerdasan yang normal
ataupun yang kurang perlu adanya pembinaan diri sehingga hidupnya
tidak sepenuhnya menggantungkan diri pada orang lain. Karena itu
dengan modal kemampuan yang dimilikinya perlu diberikan
kesempatan yang sebanyak-banyaknya untuk dapat mengembangkan
lewat latihan ketrampilan dan kerja yang sesuai dengan potensinya,
sehingga setelah selesai masa pendidikan mereka dapat menghidupi
dirinya, tidak selalu mengharapkan pertolongan oranglain. Di lain
pihak dianggap perlu sekali adanya kerja sama yang baik dengan
perusahaan baik negeri maupun swasta untuk dapat menampung
mereka.
e. Masalah latihan gerak
Kondisi anak tuna daksa yang sebagian besar mengalami gangguan
dalam gerak. Agar kelainanya itu tidak semakin parah dan dengan
harapan supaya kondisi fungsional dapat pulih ke posisi semula,
dianggap perlu adanya latihan yang sistematis dan berlanjut.misalnya
terapi-fisik (fisio-therapy), terapi-tari (dance-therapy), terapi-bermain
(play-therapy), dan terapi-okupasional (occupotional-therapy).
4. Pathway
Tunadaksa
Biologis Trauma
(Genetik ,pre natal,natal,post natal) ( kecelakaan )

Efek obat yang dikonsumsi Infeksi Pewarisan alel dominan autosomal Trauma langsung dan keadaan patologis
saat kehamilan (rubella,polio)
heterozigot (Bb) Fraktur

kerusakan pada sistem saraf pusat


serebelum (otak kecil) brakidaktili terputusnya kontuinitas tulang

- Berfungsi membantu menjaga gangguan citra tubuh perubahan jaringan sekitar


kellseimbangan tubuh
- Mengendalikan koordinasi otot pergeseran fragmen tulang

Neoserebelum - Hambatan mobilitas fisik deformitas


- Hambatan komunikasi verbal gangguan bentuk tubuh
Ataksia, rigid,kelumpuhan, kelemahan hipotonus
gangguanbicara,spastik,athetoid,tremor gangguan citra tubuh
5. Penatalaksanaan
Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu anak
dengan kelainan fisik, antara lain (Dwi, 2017):
a. Bina Mandiri :
 Kenali kondisi anak. Kondisi anak dapat dikenali dengan
melakukan diagnosa dan perawatan yang tepat. Dengan mengenali
kondisi anak, guru dapat menentukan perlakuan yang tepat sesuai
kekurangan pada fisik anak.
 Bersikap positif. Selalu memberi dukungan dan pengertian pada
anak tetapi tidak memberi harapan palsu.
 Selalu memberi cinta. Cinta dan kasih sayang orang di sekeliling
menjadi kekuatan terbesar bagi anak untuk mengatasi
kekurangannya. Tunjukkan rasa cinta tanpa pamrih melalui
pelukan, ciuman, genggaman tangan, meluangkan waktu untuk
meberi bantuan.
 Menghadirkan keadaan normal. Selalu menciptakan kegiatan yang
normal. Kegiatan yang disusun tidak terlalu memanjakan atau
melindungi anak, karena akan menghambat perkembangan anak.
 Selalu menghargai anak melalui kata-kata maupun tindakan.
Memberitahu kelebihan anak yang dapat digunakan untuk
menghadapi permasalahan anak.
 Memberikan fasilitas berupa berbagai alat bantu untuk menambah
dan mempermudah anak beraktivitas.
 Membantu anak berinteraksi. Bagaimana menghadapi dan
menerima kehadiran anak lain. Melibatkan anak secara aktif pada
berbagai kegiatan.
b. Rehabilitasi medik :
 Fisioterapi : relaksasi, terapi manipulasi, latihan keseimbangan, latihan
koordinasi, latihan mobilisasi, latihan ambulasi dan latihan Bobath
dengan
 Teknik inhibisi, fasilitasi dan stimulasi latihan dapat diberikan ditempat
tidur, di gymnasium, di kolam renang.
 Terapi Okupasi :
- Latihan diberikan dalam bentuk aktifitas permainan, dengan
menggunakan plastisin, manik-manik, puzzle; dengan berbagai
bentuk gerakan, ketepatan arah, permainan yang memerlukan
keberanian.
- Aktifitas kehidupan sehari-hari : berpakaian, makan minum,
penggunaan alat perkakas rumah tangga dan aktifitas belajar.
- Seni dan ketrampilan : menggunting, menusuk, melipat, menempel
dan mengamplas.
 Terapi Wicara : pada anak dengan gangguan komunikasi/bicara dengan
latihan dalam bahasa pasif : anggota tubuh, benda-benda di
dalam/diluar rumah dan disekolah dan dalam bahasa konsonan, suku
kata, kata dan kalimat dengan pengucapan huruf hidup/vokal.
 Terapi Musik : tujuannya menumbuhkembangkan potensi-potensi pada
anak yang berkelainan baik fisik, mental intelektual maupun sosial
emosional sehingga mereka akan berkembang menjadi percaya diri
sendiri. Pelayanan tersebut dengan cara melatih : ritme, nada dan irama,
interfal, tarian, drama, cerita, senam, pengenalan alat musik, pengenalan
lagu, latihan baca sajak/puisi.
 Psikolog : pemeriksaan kecerdasan, psikoterapi, edukasi pada orang tua
dan keluarga agar dapat menghadapi anak dengan kelainan tersebut.
 Sosial Medik : memberikan pelayanan mencari data keluarga, sosial,
ekonomi, pendidikan, lingkungan tempat tinggal, dsb. Yang dapat
bermanfaat bagi para dokter dan terapis dalam menyusun program
rehabilitasi. Selain itu pelayanan yang berhubungan dengan Yayasan-
yayasan sosial lainnya, Kantor Departemen sosial, Rumah sakit,
Sekolah, sehingga dapat terjalin hubungan erat dengan berbagai instansi
yang sangat penting untuk keberhasilan program rehabilitasi.
 Ortotik Prostetik : memberikan pelayanan pembuatan alat-alat bantu;
misal brace, tongkat ketiak, kaki tiruan, kursi roda.
c. Koreksi operasi
Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan
otot yang antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas.
Tindakan operasi lebih sering dilakukan pada tipe spastic dari pada tipe
lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota gerak bawah disbanding
dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang dilakukan disesuaikan
dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf motorik,
tendon, otot atau pada tulang.
d. Obat – obatan
Pemberian obat-obatan bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah
laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan kejang. Pada
penderita yang kejang pemberian obat anti kejang memamerkan hasil yang
baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada tipe spastik dan atetosis obat ini
kurang berhasil. Pada penderita dengan kejang diberikan maintenance anti
kejang yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya, misalnya
luminal, dilatin dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan,
otot golongan benzodiazepine, misalnya : valium, Librium atau mogadon
dapat dicoba. Pada keadaan choreoathetosis diberikan artane. Tofranil
(imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang
hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5 – 10 mg pada pagi hari
dan 2,5 – 5 mg pada waktu tengah hari.
Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian
1.1 Identitas
a. Identitas Klien
1) Nama klien
2) Umur
3) Jenis kelamin
4) Alamat tempat tinggal
5) Agama
6) Suku/bangsa
b. Identitas Penanggung Jawab
1) Nama penaggung jawab
2) Umur
3) Alamat tempat tinggal
4) Hubungan dengan klien
1.2 Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Keluhan Utama
Perawat bertanya apa keluhan utama yang sering dirasakan oleh klien.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan pada klien tentang penyakitnya saat ini, sejak kapan, tanyaka
apakah klien pernah meminta pertolongan .
c. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Tanyakan pada klien tentang penyakit yang pernah dialaminya
sebelumnya terutama pada faktor –faktor penyebab yang dapat
menyebabkan tunadaksa seperti (faktor pre natal, natal, dan post natal ).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan pada kleuarga klien apakah ada dikeluarga klien yang
menderita tunadaksa.
1.3 Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas/istirahat
 Ataksia
 Rigid
 Kelumpuhan
(monoplegia,hemiplegia,paraplegia,diplegia,triplegia,
quardriplegia, polio-mylitis)
 Kelemahan
 Tidak mampu menggenggam
 Kekakuan
 Tidak mampu mandiri
 Hipotonus
b. Integritas ego
 Cendrung merasa malu
 Menarik diri
 Tidak percaya diri
 Sensitif
c. Neurosensori
 Spastik
 Athetoid
 Tremor
d. Keamanan
 Tidak mampu beraktivitas sendiri ( tidak mampu melakukan adl )
 Penurunan tonus otot
 Mememerlukan bantuan orang tua.
e. Interaksi sosial
 Gangguan berbicara
 Gangguan pendengaran
 Gangguan emosi
1.4 Pemeriksaaan Penunjang
 Pemeriksaan klinis untuk mengidentifikasi ketidaknormalan tonus,
seringnya terjadi hipotonik yang diikuti dengan hipertonik,
ketidaknormalan postur dan keterlambatan perkembangan motorik.
 Ultrasonografi
 CT scan untuk mendeteksi lesi-lesi susunan saraf pusat
 MRI untuk mendeteksi lesi-lesi kecil.
 Pemeriksaan mata dan pendengaran
 Pemeriksaan Elektro Ensefalografi
 Penilaian psikologik perlu dilakukan untuk menentukan tingkat
pendidikan yang diperlukan
 Pemeriksaan darah biasanya dalam batas normal.

5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul:
 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
 Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem
saraf pusat.
 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan trauma atau cedera

6. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1. Hambatan mobilitas NOC: NIC:
fisik berhubungan Keseimbangan ( balence) latihan terapy keseimbangan
dengan gangguan Defenisi: ( exercise therapy: balance)
neuromuskuler Kemampuan untuk menjaga Defenisi: penggunaan kegiatan
keseimbangan tubuh ( ability to tertentu, postur, dan gerakan
maintain body equilibrum) untuk mempertahankan,
 Menjaga pertukaran atau mengembalikan
Keseimbangan saat keseimbangan (use of specific
berdiri (1/2/3/4/5) activities, posture, and
cttn: 5= dapat diterima movements to maintain, exchange
 Menjaga or restore balance).
keseimbangan saat  Menentukan kemampuan
berjalan ( 1/2/3/4/5) pasien untuk
cttn: 5= dapat diterima berpartisipasi dalam
 Mempertahankan kegiatan yang
posture ( 1/2/3/4/5) membutuhkan
cttn: 5= dapat diterima keseimbangan
 Berkolaborasi dengan ahli
terapis fisik, pekerjaan,
dan rekreasi dalam
mengembangkan dan
melaksanakan program
latihan, yang sesuai .
 Evaluasi fungsi sensory
(seperti : pendengan,
penglihatan )
 Menyediakan lingkungan
yang aman untuk praktik
latihan
 Membantu pasien
berpartisipasi dalam
latihan peregangan sambil
berbaring, duduk dan
berdiri.
 Bantu berdiri atau duduk
sambil mengerakkan dari
sisi satu ke sisi satu
membantu merangsang
mekanisme
keseimbanagan.

2. Hambatan NOC: NIC:


komunikasi verbal Komunikasi Meningkatkan komunikasi:
berhubungan dengan Definisi: gangguan berbicara.
perubahan pada Penerimaan, interpretasi, dan Definisi:
sistem saraf pusat. ekspresi baik secara lisan, Penggunaan strategi untuk
tertulis, maupun nonverbal. meningkatkan kemampuan
 Menggunakan pesan komunikasi pada orng dgn ggg
lisan/ verbal berbicara
(1/2/3/4/5) Cttn: 5 =  Memamntau kesecepatan
tidak terganggu berbicara, tekanan,
 Menggunakan pesan kecepatan, kualitas,
non verbal (1/2/3/4/5) volume dan artikulasi
Cttn: 5 = tidak  Memantau anatomi
terganggu kognitif dan proses
 Pertukaran pesan fisiologis yang
secara akurat dengan berhubungan dengan
orang lain (1/2/3/4/5) kemampuan berbicara
Cttn: 5 = tidak  Anjurkan pasien atau
terganggu keluarga pada proses
anatomi dan fisiologi
kognitif yang terlibat
dalam kemampuan
berbicara
 Berkolaborasi dengan
keluarga dan ahli patologi
atau terapis untuk
mengembangkan rencana
untuk komunikasi yang
efektif
 Instruksikan pasient untuk
berbicara dengan pelan
3. Gangguan citra tubuh NOC: NIC:
berhubungan dengan Citra tubuh Perbaikan citra tubuh ( body
trauma atau sedera Defenisi: image enhancemnet )
Persepsi penanpilan dan fungsi Defenisi :
tubuh itu sendiri. Meningkatkan persepsi pasien
 Penyesuaian terhadap sadar dan tidak sadar terhadap
perubahan tubuh sikap tubuhnya
dalam statsu kesehatan  Menentukan pengecualian
( 1/2/3/4/5) cttn 5= citra tubuh pasien
tetap posistif. berdasarkan tahap
 Penyesuaian terhadap perkembangan
perubahan tubuh akibat  Menggunakan pedoman
operasi (1/2/3/4/5) cttn antisipatif untuk
5= tetap posistif. mempersiapkan pasien
akan perubahan prediksi
dalam citra tubuhnya
 Membantu pasien untuk
mendiskusikan perubahan
yang disebabkan oleh
penyakit atau operasi
yang sesuai
 Mengidentifikasi strategi
yang digunakan i oleh
orang tua dalam
menanggapi perubahan
dalam penampilan anak
 Memastikan apakah
perubahan citra tubuh
telah memberikan
kontribusi terhadap
peningkatan isolasi sosial
DAFTAR PUSTAKA
Agung, S. (2012). Penyesuaian Diri pada Remaja Tuna Daksa Bawaan .

Batti,Gabriella. (2009) . makalah anak tunadaksa

BUlecheck, G., Butcher, H., Dochterman, J., & Wagner , C. (2013). NUrsing
Interventions Classification ( NIC ). United States of America: ELSEIVER.

Hermanto. (2010). BUKU PENGANGAN KULIAH BINA GERAK & AKSESIBILITAS .


Yogyakarta.

Longmore, M., Wilkinson , I., Davidson, E., Foulkes, A., & Mafi, A. (2013). BUKU
SAKU OXFORD KEDOKTERAN KLINIS EDISI 8. Jakarta : PENERBIT BUKU
KEDOKTERAN EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification ( NOC ) Measurement of Health Outcomes Fifth Edition. United
States of America: ELSEVIER.

Price, S., & Wilson , L. (2005). PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
EDISI 6 Volume 1. Jakarta: PENERBIT BUKU KEDOKTERAN EGC.

Price, S., & Wilson, L. (2005). PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta: PENERBIT BUKU KEDOKTERAN EGC.

Saputra, L. (2014). ILUSTRASI BERWARNA ANATOMI DAN FISIOLOGI. Tangerang


Selatan : BINRUPA AKSARA Publisher.

Somantri,Sujihati.(2006). makalah anak tunadaksa psikologi anak luar biasa.

Suriani, I. (2012). MENINGKATKAN PRILAKU PERCAYA DIRI ANAK


TUNADAKSA MELALUI PERMAINAN BOLA LEMPAR KERANJANG.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, 2.

Syaifuddin. (2011). ANATOMI TUBUH MANUSIA Edisi 2. Jakarta: Penerbit Slemba


Medika .

Virlia, S., & Wijaya, A. (2015). Penerimaan Diri Pada Penyandang Tunadaksa. seminar
psikologi dan kemanusian, 372.

Wilkinson , J., & Ahern, N. (2011). BUKU SAKU DIAGNOSA KEPERAWATAN NANDA
NIC NOC EDISI 9. Jakarta : PENERBIT BUKU KEDOKTERAN EGC.

Anda mungkin juga menyukai