Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna. Di
antara makhluk lainnya manusialah yang memiliki bentuk dan struktur yang paling
sempurna. Maka dari itu sebagai manusia yang bersyukur kita wajib menggunakan
pemberian itu dengan sebaik-baiknya dengan cara merawat serta mengembangkan
potensinya semaksimal mungkin pada kenyataannya masih banyak manusia yang
memiliki keterbatasan dalam hal fisik maupun mental, salah satunya penyandang
tunadaksa disekitar kita. Tunadaksa (cacat tubuh) adalah salah satu bentuk
keterbatasan manusia yang terjadi pada fisiknya, seperti pada sistem otot, tulang dan
persendian akibat dari adanya penyakit dari kecelakaan, bawaan sejak lahir atau
kerusakan di otak. Kelainan atau kecacatan yang disandang oleh seseorang memiliki
dampak langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder) baik terhadap diri anak
yang memiliki kecacatan itu sendiri maupun terhadap keluarga dan masyarakat.
Karena itu masalah tersebut perlu memperoleh penanganan sesuai dengan kebutuhan.
Pada dasarnya penyandang tunadaksa dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu,
kebutuhan untuk memperoleh pelayanan medis guna mengurangi permasalahan yang
dialami anak di bidang medis. Kebutuhan untuk memperoleh pelayanan rehabilitasi
dan habilitasi guna mengurangi gangguan fungsi sebagai dampak dari adanya
kecacatan tunadaksa dan kebutuhan untuk memperoleh pendidikan khusus.

1.2 Rumusan Masalah


Dari beberapa penjelasan di atas, maka dalam makalah ini penulis akan
merumuskan beberapa masalah, sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari anak tunadaksa?
2. Bagaimana etiologi dari anak tunadaksa?
3. Bagaimana klasifikasi anak tunadaksa?
4. Apa saja karakteristik dari anak tunadaksa?
5. Bagaimana bentuk rehabilitasi anak tunadaksa?
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah PAI bagi Anak Berkebutuhan
Khusus.
2. Untuk mengetahui arti dari anak tunadaksa.
3. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi anak tunadaksa.
4. Untuk mengetahui karakteristik yang dimiliki dari anak tunadaksa.
5. Untuk mengetahui cara yang tepat dalam merehabilitasi anak tunadaksa.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Anak Tunadaksa


Tunadaksa merupakan suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat
gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya yang
normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau dapat juga
disebabkan oleh pembawaan sejak lahir (White House Conference, 1931).
Tunadaksa sering juga diartikan sebagai suatu kondisi yang menghambat kegiatan
individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot, sehingga
mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan dan untuk
berdiri sendiri.
Tuna daksa sering disebut juga cacat tubuh, cacat fisik dan cacat ortopedi.
Tunadaksa berasal dari kata “ tuna yang berarti rugi atau kurang dan daksa yang
berarti tubuh. Tunadaksa adalah anak yang tidak memiliki tubuh dengan
sempurna. Sedangkan istilah cacat tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk
menyebut anak cacat pada anggota tubuhnya, bukan cacat inderanya. Selanjutnya
cacat ortopedi terjemahan dari bahasa Inggris orthopedically handicapped.
Ortopedic mempunyai arti hubungan dengan otot, tulang dan persendian. Dengan
demikian cacat ortopedi kelainannya terletak pada sapek otot, tulang dan
persendian atau dapat juga merupakan akibat adanya kelainan yang terletak pada
pusat pengatur sistem otot, tulang dan persendian.
Dari berbagai pengertian di atas dapatkami simpulkan bahwa anak
tunadaksa adalah seseorang yang mengalami kerusakan atau kelainan pada
tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya secara normal sehingga mengakibatkan
gangguan pada komunikasi, bersosialisasi, dan berkembang bagi dirinya.
2.2 ETIOLOGI

Ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak
hingga menjadi tuna daksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak dijaringan otak,
jaringan sumsum tulang belakang, pada sistem musculus skeletal.
Adanya keragaman jenis tuna daksa dan masing-masing kerusakan
timbulnya berbeda-beda. Dilihat dari saat terjadinya kerusakan otak dapat terjadi
pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir.
1. Sebab-sebab Sebelum Lahir (Fase Prenatal),
a. Gangguan pertumbuhan otak
b. Penyakit metabolisme
c. Penyakit plasma
d. Penyakit ibu
2. Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal),
a. Partus lama
b. Trauma kelahiran dan perdarahan subdural
c. Prematuritas
d. Pertumbuhan atau lilitan tali pusar
e. Atelektasis yang menetap
f. Aspirasi isi lambung dan usus
g. Sedasi berat pada tubuh ibu
3. Sebab-sebab setelah proses kelahiran (post natal),
a. Penyakit infeksi (ensefalitis)
b. Lesi oleh trauma

2.3 Klasifikasi Tunadaksa


Menurut Frances G. Koening, tunadaksa dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kerusakan yang dibawa sejak lahir atau kerusakan yang merupakan keturunan,
meliputi:
1. Club-foot (kaki seperti tongkat).
2. Club-hand (tangan seperti tongkat).
3. Polydactylism (jari yang lebih dari lima pada masing-masing tangan atau
kaki).
4. Syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu dengan yang
lainnya).
5. Torticolis (gangguan pada leher sehingga kepala terkulai ke muka).
6. Spina-bifida (sebagian dari sumsum tulang belakang tidak tertutup).
7. Cretinism (kerdil/katai).
8. Mycrocephalus (kepala yang kecil, tidak normal).
9. Hydrocepalus (kepala yang besar karena berisi cairan).
10. Clefpalats (langit-langit mulut yang berlubang).
11. Herelip (gangguan padabibir dan mulut
12. Congenital hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha).
13. Congenital amputation (bayi yang dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu).
14. Fredresich ataxia (gangguan pada sumsum tulang belakang).
15. Coxa valga (gangguan pada sendi paha, terlalu besar).
16. Syphilis (kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit syphilis).
b. Kerusakan pada waktu kelahiran:
1. Erb’s palsy (kerusakan pada syaraf lengan akibat tertekan atau tertarik waktu
kelahiran).
2. Fragilitas osium (tulang yang rapuh dan mudah patah).
c. Infeksi:
1. Tuberkulosis tulang (menyerang sendi paha sehingga menjadi kaku).
2. Osteomyelitis (radang di dalam dan di sekeliling sumsum tulang karena
bakteri).
3. Poliomyelitis (infeksi virus yang mungkin menyebabkan kelumpuhan).
4. Pott’s disease (tuberkulosis sumsum tulang belakang).
5. Still’s disease (radang pada tulang yang menyebabkan kerusakan permanen
pada tulang).
6. Tuberkulosis pada lutut atau pada sendi lain.
d. Kondisi traumatik atau kerusakan traumatik:
1. Amputasi (anggota tubuh dibuangakibat kecelakaan).
2. Kecelakaan akibat luka bakar.
3. Patah tulang.
e. Tumor:
1. Oxostosis (tumor tulang).
2. Osteosisfibrosa cystica (kista atau kentang yang berisi cairan di dalam
tulang).
2.2.1 Ketunadaksaan dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
a. Sebab-sebab yang timbul sebelum kelahiran, yaitu faktor keturunan, trauma dan
infeksi pada waktu kehamilan, usia ibu yang sudah lanjut pada waktu melahirkan
anak, pendarahan pada waktu kehamilan, dan keguguran yang dialami ibu.
b. Sebab-sebab yang timbul pada waktu kelahiran, yaitu penggunaan alat-alat pembantu
kelahiran (seperti tang, tabung, vacum, dll.) yang tidak lancar, serta penggunaan obat
bius pada waktu kelahiran..
c. Sebab-sebab sesudah kelahiran, yaitu infeksi, trauma, tumor.

2.4 Karakteristik Anak Tunadaksa


1. Perkembangan Fisik Anak Tunadaksa
Aspek fisik merupakan potensi yang berkembang dan harus dikembangkan
oleh individu. Pada anak tunadaksa, potensi itu tidak utuh karena ada bagian tubuh
yang tidak sempurna. Potensi itu tidak utuh karena ada bagian Secara umum
perkembangan fisik anak tunadaksa dapat dikatakan hampir sama dengan anak
normal kecuali bagian-bagian tubuh yang mengalami kerusakan atau bagian-bagian
tubuh lain yang terpengaruh oleh kerusakan tersebut.
2. Perkembangan Kognitif Anak Tunadaksa
Implikasi dalam konteks perkembangan kognitif menurut Gunarsa dalam Efendi
ada empat aspek yang turut mewarnai, yaitu:
a) Kematangan, kematangan merupakan perkembangan susunan saraf misalnya
mendengar yang diakibatkan kematangan susunan sarat tersebut.
b) Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara organism dengan lingkungan
dan dunianya.
c) Transmisi sosial, yaitu pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan
lingkungan sosial.
d) Ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan yang mengatur dalam diri anak.
Untuk mengembangkan fungsi kognitif sebagai alat adaptasi terhadap
lingkungan, dapat dilakukan melalui dua proses yang saling memengaruhi. Proses
tersebut yakni asimilasi (integritas elemen-elemen dari luar terhadap struktur yang
sudah lengkap pada organism) dan akomodasi (proses dimana terjadi perubahan pada
subjek agar bisa menyesuaikan terhadap objek yang ada di luar dirinya).
Tunadaksa di bagi menjadi dua yaitu tunadaksa ortopedi dan tunadaksa saraf,
meski keduanya termasuk dalam tunadaksa yang memiliki gejala kesulitan yang
sama, namun jika ditelaah lebih lanjut terdapat perbedaan yang mendasar. Dari segi
kognitif misalnya, wujud konkretnya dapat dilihat dari angka indeks kecerdasan (IQ).
Kondisi ketunadaksaan pada anak sebagian besar menimbulkan kesulitan belajar dan
perkembangan kognitif. Khususnya anak cerebral palsy, selain mengalami kesulitan
dalam belajar dan perkembangan fungsi kognitifnya, mereka pun seringkali
mengalami kesulitan dalam komunikasi, presepsi, maupun control geraknya, bahkan
beberapa penelitian sebagian besar diketahui terbelakang mental (tunagrahita).
1) Klasifikasi Cerebral Palsy
Menurut Bakwin-Bakwin, cerebral palsy dapat dibedakan sebagai berikut:
· Spasticity, yaitu kerusakan pada cortex cerebri yang menyebabkan hiperactive
reflex dan stretch reflex. Spasticity dapat dibedakan menjadi:
1. Paraplegia, apabila kelainan menyerang kedua tungkai.
2. Quadriplegia, apabila kelainan menyerang kedua lengan dan kedua tungkai.
3. Hemiplegia, apabila kelainan menyerang satu lengan dan satu tungkai yang
terletak pada belahan tubuh yang sama.
4. Athetosis, yaitu kerusakan pada basal banglia yang mengakibatkan gerakan-
gerakan menjadi tidak terkendali dan tidak terarah.
5. Ataxia, yaitu kerusakan pada cerebellum yang mengakibatkan adanya gangguan
pada keseimbangan.
6. Tremor, yaitu kerusakan pada basal ganglia yang berakibat timbulnya getaran-
getaran berirama, baik yang bertujuan maupun yang tidak bertujuan.
7. Rigidity, yaitu kerusakan pada basal ganglia yang mengakibatkan kekakuan pada
otot-otot.
Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan kerusakan di dalam otak pada anak-anak
yang kemudian mengakibatkan cacat cerebral palsy. Hal itu bisa terjadi sebelum anak
dilahirkan, pada saat dilahirkan, maupun setelah dilahirkan.
a. Sebab-sebab yang timbul sebelum kelahiran:
1. Faktor kongenital ketidaknormalan sel kelamin pria.
2. Pendarahan waktu kehamilan.
3. Trauma atau infeksi pada waktu kehamilan.
4. Kelahiran prematur.
5. Keguguran yang sering dialami Ibu.
6. Usia Ibu yang sudah lanjut pada waktu melahirkan anak.
b. Sebab-sebab yang timbul pada waktu kelahiran:
1. Penggunaan alat-alat pada waktu proses kelahiran yang sulit, misalnya: tang,
tabung, vacum, dll.
2. Penggunaan obat bius pada waktu proses kelahiran.
c. Sebab-sebab yang timbul setelah kelahiran:
1. Penyakit tuberculosis.
2. Radang selaput otak.
3. Radang otak.
4. Keracunan arsen atau karbon monoksida.
2) Keadaan Intelegensi Anak Tunadaksa
Untuk mengetahui tingkat intelegensi anak tunadaksa dapat digunakan tes
yang telah dimodifikasi agar sesuai dengan anak tunadaksa. Tes tersebut antara
lain Hausserman Test (untuk anak tunadaksa ringan), Illinois Test (The
Psycholinguistis Ability), dan Peabody Picture Vocabulary Test. Lee dalam
Soemantri (2007:129) mengungkapkan hasil penelitian yang menggunakan tes Binet
untuk mengukur tingkat intelegensi anak tunadaksa yang berumur antara 3 sampai 16
tahun sebagai berikut:
1. IQ tunadaksa berkisar (range) antara 35-138
2. Rata-rata (mean) mereka adalah IQ 57
3. Klasifikasi tunadaksa yang lain yaitu:
4. Anak polio mempunyai rata-rata intelegensi yang tinggi yaitu IQ 92
5. Anak yang TBC tulang rata-rata IQ 88
6. Anak yang cacat kongenital rata-rata IQ 61
7. Anak yang spastis rata-rata IQ 69
8. Anak cacat pada pusat syaraf rata-rata IQ 74[3]
Pada anak cerebal palsy, kelainan yang mereka derita secara langsung
menimbulkan kesulitan belajar dan perkembangan intelegensi. Mereka lebih banyak
mengalami kesulitan daripada anak tunadaksa pada umumnya. Mereka banyak
mengalami kesulitan baik dalam komunikasi, persepsi, maupun kontrol gerak. Hasil
pengukuran intelegensi anak cerebral palsy tidak menunjukkan kurva normal,
semakin tinggi IQ semakin sedikit jumlahnya.
3. Perkembangan Bahasa/Bicara Anak Tunadaksa
Setiap manusia memilki potensi untuk berbahasa, potensi tersebut akan
berkembang menjadi kecakapan berbahasa melalui proses yang berlangsung sejalan
dengan kesiapan dan kematangan sensori motoriknya. Pada anak tunadaksa jenis
polio, perkembangan bahasa/bicaranya tidak begitu anak normal, lain halnya dengan
anak cerebral palsy. Terjadinya kelainan bicara pada anak cerbral palsy disebabkan
oleh ketidakmampuan dalam kondisi motorik organ bicaranya akibat kerusakan atau
kelainan sistem neumotor. Gangguan bicara pada anak cerebral palsy biasanya berupa
kesulitan artikulasi, phonasi, dan sistem respirasi.
Adanya gangguan bicara pada anak cerebral palsy mengakibatkan mereka
mengalami problem psikologis yang disebabkan kesulitan dalam mengungkapkan
pikiran, keinginan, atau kehendaknya. Mereka biasanya menjadi mudah tersinggung,
tidak memberikan perhatian yang lama terhadap sesuatu, merasa terasing dari
keluarga dan temannya.
4. Perkembangan Emosi Anak Tunadaksa
Banyak masalah yang muncul sehubungan dengan sikap dan perlakuan anak-
anak normal yang berinteraksi dengan anak-anak tunadaksa. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa usia ketika ketunadaksaan mulai terjadi turut mempengaruhi
perkembangan emosi anak tersebut. Anak tunadaksa sejak kecil mengalami
perkembangan emosi sebagai tunadaksa secara bertahap. Sedangkan anak yang
mengalami ketunadaksaan setelah besar mengalaminya sebagai suatu hal yang
mendadak, disamping anak yang bersangkutan pernah menjalani kehidupan sebagai
orang yang normal sehingga keadaan tunadaksa dianggap sebagai suatu kemunduran
dan sulit untuk diterima oleh anak yang bersangkutan. Dukungan orang tua dan
orang-orang di sekelilingnya merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan kehidupan emosi anak tunadaksa. Orang tua anak tunadaksa sering
memperlakukan anak-anak mereka dengan sikap terlalu melindungi, misalnya dengan
memenuhi segala keinginannya dan memenuhi secara berlebihan. Di samping itu ada
juga orang tua yang menyebabkan anak-anak tunadaksa merasakan ketergantungan
sehingga merasa takut serta cemas dalam menghadapi lingkungan yang tidak
dikenalnya.
5. Perkembangan Sosial Anak Tunadaksa
Keanekaragaman pengaruh perkembangan yang bersifat negatif menimbulkan
resiko bertambah besarnya kemungkinan munculnya kesulitan dalam penyesuaian
diri pada anak tunadaksa. Sebenarnya kondisi sosial yang positif menunjukkan
kecenderungan untuk menetralisasi akibat keadaan tunadaksa tersebut. Nampak atau
tidak nampaknya keadaan tunadaksa itu merupakan faktor yang penting dalam
penyesuaian diri anak tunadaksa dengan lingkungannya, karena hal itu sangat
berpengaruh terhadap sikap dan perlakuan anak-anak normal terhadap anak-anak
tunadaksa.
Sikap orang tua, keluarga, teman sebaya, teman sekolah, dan masyarakat pada
umumnya sangat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anak tunadaksa.
Dengan demikian akan mempengaruhi respon sebagian terhadap lingkungannya.
Ejekan dan gangguan anak-anak normal terhadap anak tunadaksa akan menimbulkan
kepekaan efektif pada anak tunadaksa yang tidak jarang mengakibatkan timbulnya
perasaan negatif pada diri mereka terhadap lingkungan sosialnya. Keadaan ini
menyebabkan hambatan pergaulan sosial anak tunadaksa. Di jaman yang sudah
demikian maju seperti sekarang ini, keberhasilan seseorang sering diukur dari
prestasinya dan di dalam masyarakat dikenal norma tertentu bagi prestasi individu.
Keterbatasan kemampuan anak tunadaksa seringkali menyebabkan mereka menarik
diri dari pergaulan masyarakat yang mempunyai prestasi yang jauh di luar
jangkauannya.
Secara umum anak-anak normal menunjukkan sikap yang berbeda terhadap
anak-anak tunadaksa bila dibadingkan dengan sikap mereka terhadap anak-anak
normal. Demikian pula hanya sikap guru. Perbedaan perlakuan ini nampaknya
berkaitan dengan refrence group yang berbeda antara anak normal dan anak
tunadaksa.

6. Perkembangan Kepribadian Anak Tunadaksa


Terdapat hal yang tidak menguntungkan bagi perkembangan kepribadian anak
tunadaksa, antara lain:

1. Terhambatnya aktivitas normal sehingga menimbulkan perasaan frustasi.


2. Timbulnya kekhawatiran orang tua yang berlebihan yang justru akan
menghambat terhadap perkembangan kepribadian anak karena orang tua
biasanya cenderung over protective.
3. Perlakuan orang sekitar yang membedakan terhadap anak tunadaksa
menyebabkan anak merasa bahwa dirinya berbeda dengan orang lain.

Hal-hal sebagaimana dijelaskan diatas, efek tidak langsung akibat


ketunadaksaan yang dialami seseorang dapat menimbulkan sifat hargadiri rendah,
kurang percaya diri, kurang memiliki inisiatif, atau mematikan kreatifitasnya. Faktor
dominan yang memengaruhi perkembangan kepribadian atau emosi anak adalah
lingkungan. Atas dasar itulah presepsi sosial yang dapat menjatuhkan perasaan anak
tunadaksa akan berpengaruh terhadap self concept-nya. Hal ini disebabkan sikap
belaskasihan dari orang lain sering digunakan oleh tunadaksa.
Hal lain yang menjadi problem penyesuaian anak tunadaksa adalah perasaan
bahwa orang lain terlalu membesar-besarkan ketidakmampuannya. Ketiadaan
kesempatan untuk berpartisipasi praktis menyebabkan anak tunadaksa sukar untuk
mengadakan penyesuaian sosial yang baik. Demikian juga sikap masyarakat, secara
langsung atau tidak langsung memiliki pengaruh yang besar terhadap penyesuaian
anak tunadaksa. Sikap masyarakat terhadap anak kondisi ketunaan yang dialami anak
tunadaksa seringkali bertentangan dengan penilaian penderita sendiri. Konfrontasi
antara sikap masyarakat dengan penilaian anak sendiri terhadap ketunaan, dalam
mencari penyelesaiannya terdapat kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:

1. Anak tunadaksa mungkin sekali menolak respons lingkungan terhadap


dirinya.
2. Mungkin pula anak tunadaksa meninggalakan sama sekali penilaian terhadap
dirinya.
3. Atau mungkin pula anak tunadaksa mencari jalan tengah antara kedua respons
di atas.

Berdasarkan latar belakang anak tunadaksa yang mengalami kesulitan dalm


proses penyesuaian sosialnya, berikut ini beberapa petunjuk yang dapat digunakan
anak tunadaksa dalam mencapai proses penyesuaian sosial yang sehat antara lain:

1. Hendaknya penderita menghadapi kenyataan secara objektif.


2. Menyadari masalah yang dihadapi di dalam interaksi sosial.
3. Mengusahakan mendapatkan pengobatan atau terapi semaksimal mungkin.
4. Mencari alat bantu atau prothese yang akan membantu meringankan hambatan
yang disebabkan oleh kenetraannya.
5. Berusaha mendapatkan pendidikan.
6. Berupaya memberikan bimbingan dan penyuluhan.
7. Berusaha memusatkan perhatian pada kemampuan yang dimiliki.

2.4 Rehabilitasi Anak Tunadaksa


Maksud rehabilitasi disini adalah suatu upaya yang dilakuakan pada
penyandang kelainan fungsi tubuh atau tunadaksa, agar memiliki kesanggupan untuk
berbuat sesuatu yang berguna baik bagi dirinya maupun orang lain. Sebagaimana
telah di singgung pada bagian sebelumnya bahwa kelainan pada fungsi anggota
tubuh, baik yang tergolong pada tunadaksa ortopedi maupun neurologis akan
berpengaruh terhadap kemampuan fisik, mental, dan sosial dalam meniti tugas
perkembangannya. Oleh karena itu, tekanan rehabilitasi penderita tunadaksa
hendaknya menitikberatkan kepada aspek-aspek tersebut. Jenis rehabilitasi bagi
penyandang tunadaksa menurut kebutuhannya antara lain:
a) Rehabilitasi Medis
Dalam rehabilitasi medis ada beberapa teknik yang dapat digunakan, antara
lain operasi ortopedi, fisioterapi, actives in daily living (ADL), occupational
therapy atau terapi tugas, pemberian pemberian protease, pemberian alat-alat
ortopedi, dan bantuan teknis lainnya.
1. Operasi ortopedi dilakukan sebagai usaha untuk memperbaiki salah bentukdan
salah gerak dengan mengurangi atau menghilangkan bagian yang menyebabkan
terjadinya kesalahan bentuk atau gerak.
2. Fisioterapi adalah melatih otot-otot bagian badan yang mengalami kelainan, yang
dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan medis. Dalam latihan ini
melibatkan otot atau gerak secara aktif melalui berbagai kegiatan fisik, latihan
berjalan, latihan keseimbangan, dan lain-lain. Untuk latihan fisioterapi ini sarana
dan metode yang digunakan sangat bervariasi, meliputi pengunaan air
(bydrotherapy), penggunaan panas sinar (thermotherapy), penggunaan listrik
(electric therapy), penggunaan gerak-gerak (kinesiotherapy), atau melalui
pemijatan (massage).
3. Activities daily living adalah latihan berbagai kegiatan sehari-hari, dengan maksud
untuk melatih penderita agar mampu melakukan gerakan atau perbuatan menurut
keterbatasan kemampuan fisiknya. Latihan kegiatan sehari-hari dapat dikaitkan
dengan aktivitas di lingkunganrumah maupun dalam hubungannya dengan
pekerjaan dan kehidupan sosialnya.
4. Occupational therapy adalah bentuk usaha atau aktifitas bersifat fisik dan psikis
dengan tujuan membantu penderita tunadaksa agar menjadi lebih baik dan kuat
dari kondisi sebelumnya melalui sejumlah tugas atau pekerjaan tertentu. Sarana
yang dapat digunakan dalam kegiatan terapi tugas ini antara lain melukis,
memahat, membuat kerajinan tangan, menyulam, merajut, untuk melatih
kemampuan tangan. Pemberian protease adalah pemberian perangkat tiruan untuk
mengganti bagian-bagian dari tubuh yang hilang atau cacat, misalnya kaki tiruan,
tangan tiruan, mata tiruan, gigi tiruan, dan sebagainya. Dilihat dari kegunaannya
protease bagi penyandang tunadaksa dapat bersifat fungsional (mampu
menggantikan funfsi tubuh lain) dan bersifat kosmetik (sebagai pelengkap untuk
menambah kepantasan atau keindahan).
5. Perangkat ortopedi adalah perangkat yang berfungsi untuk menguatkan bagian-
bagian tubuh yang lemah atau layu. Perangkat tersebut dapat
berupa brance dan spint. Dilihat dari fungsinya perangkat ortopedi dapat dibagi
menjadi:

1. Perangkat yang berfungsi sebagai penguat bagian tulang punggung dan badan.
2. Perangkat yang berfungsi sebagai penguat bagian-bagian anggota gerak atas.
3. Perangkat yang berfungsi sebagai penguat anggota gerak bawah.

(a) Adapun fungsi kedua dari alat tersebut antara lain:

1. Menguatkan dan mengembalikan fungsi.


2. Mencegah agar tidak menimbulkan salah bentuk.
3. Pembatasan gerak.
4. Perbaikan salah bentuk.
(b) Rehabilitasi Vokasional
Rehabilitasi vokasional atau karya adalah rehabilitasi penderita kelainan
fungsi tubuh bertujuan member kesempatan anak tunadaksa untuk bekerja. Metode
atau pendekatan yang lazim digunakan dalam rehabilitasi vokasi ini antara lain:
1. Counseling, adalah penyuluhan yang bertujuan untuk menumbuhkan keberanian
atau kemauan penderita tunadaksa yang diperoleh setelah lahir, sebeb ada kalanya
mereka tidak memahami jalan keluarnya setelah menderita ketunaan, untuk
bangkit kembali.
2. Revalidasi, merupakan upaya mempersiapkan fisik, mental, dan sosial anak
tunadaksa untuk memperoleh bimbingan jabatan dan latihan kerja.
3. Vocasional guide, adalah pemberian bimbingan kepada penderita tunadaksa
dalam kaitannya pemilihan jabatan yang sesuai dengan kondisinya.
4. Vocasional assessment, merupakan penialian terhadap kemampuan penyandang
kelainan melalui sebuah bengkel kerja dalam melakukan berbagai aktivitas
keterampilan.
5. Team work, adalah kerjasama antar berbagai ahli yang tergabung dalam tim
rehabilitasi, seperti kedokteran, ahli terapi fisik, pekerja sosial, konselor,
psikolog, ortopedagog, dan tenaga ahli lainnya.
6. Vocasional training, adalah pemberian kesempatan latihan kerja agar penyandang
tunadaksa mandiri dan produktif, serta berguna bagi masyarakat di sekitarnya.
7. Selective placement, adalah penempatan para penyandang tunadaksa pada
jabatan setelah selesai menjalani pendidikan dan latihan selama rehabilitasi.
8. Follow up, adalah tindak lanjut yang dilaksanakan setelah penyandang tunadaksa
menempati jabatan pekerjaan.
c) Rehabilitasi Psikososial
Rehabilitasi psikososial adalah rehabilitasi yang dilakukan dengan harapan
mereka dapat mengurangi dampak psikososial yang kurang menguntungkan bagi
perkembangan dirinya. Pelaksanaan rehabilitasi psikososial dalam kaitannya dengan
program rehabilitasi yang lain dilakukan secara bersamaan dan terintegrasi. Sasaran
yang hendak dicapai dalam program rehabilitasi psikososial ini secara khusus yaitu:
1. Meminimalkan dampak psikososial sebagai akibat kelainan yang dideritanya,
seperti rendah diri, putus asa, mudah tersinggung, cemas, lekas marah, dan
lain-lain.
2. Meningkatkan kemampuan dan kepercayaan diri, memupuk semangat juang
dalam meraih kehidupan dan penghidupan yang lebih baik, serta menyadarkan
pada tanggungjawab diri sendiri, keluarga, masyarakat dan Negara.
3. Mempersiapkan mental penyandang kelainan kelak setelah terjun di
masyarakat sehingga dapat berperan aktif tanpa harus merasa canggung atau
terbebani oleh ketunaan atau kelainannya.
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka kelompok tujuh dapat
menyimpulkan bahwa tunadaksa adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk
melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh
untuk melaksanakan fungsi secara normal akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan
yang tidak sempurna sehingga untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan
secara khusus. Seperti juga kondisi ketuntasan yang lain, kondisi kelainan pada
fungsi anggota tubuh atau tunadaksa dapat terjadi pada saat sebelum anak lahir
(prenatal), saat lahir (neonatal), dan setelah anak lahir (postnatal). Insiden kelainan
fungsi anggota tubuh atau ketunadaksaan yang terjadi sebelum bayi lahir atua ketika
dalam kandungan, diantaranya dikarenakan faktor genetik dan kerusakan pada system
saraf pusat. Sama seperti bentuk kelainan atau ketuntasan yang lain, kelainan fungsi
anggota tubuh atau tunadaksa yang dialami seseorang memiliki konsekuensi atau
akibat yang hampir serupa, terutama pada aspek kejiwaan penderita, baik berefek
langsung maupun tidak langsung. Jenis rehabilitasi bagi penyandang tunadaksa
menurut kebutuhannya ada 3 macam, yaitu rehabilitasi medis, rehabilitasi vokasional,
dan rehabilitasi psikososial.

Anda mungkin juga menyukai