BAB I
PENDAHULUAN
2.
3.
4.
3.
4.
5.
BAB II
PEMBAHASAN
Polydactylism (jari yang lebih dari lima pada masing-masing tangan atau kaki).
Syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu dengan yang lainnya).
Cretinism (kerdil/katai).
b.
Erbs palsy (kerusakan pada syaraf lengan akibat tertekan atau tertarik waktu
kelahiran).
c.
Infeksi:
Stills disease (radang pada tulang yang menyebabkan kerusakan permanen pada
tulang).
d.
Patah tulang.
e.
Tumor:
Osteosisfibrosa cystica (kista atau kentang yang berisi cairan di dalam tulang).
Aspek fisik merupakan potensi yang berkembang dan harus dikembangkan oleh individu.
Pada anak tunadaksa, potensi itu tidak utuh karena ada bagian tubuh yang tidak
sempurna. Potensi itu tidak utuh karena ada bagian Secara umum perkembangan fisik
anak tunadaksa dapat dikatakan hampir sama dengan anak normal kecuali bagian-bagian
tubuh yang mengalami kerusakan atau bagian-bagian tubuh lain yang terpengaruh oleh
kerusakan tersebut.
2.
Untuk mengembangkan fungsi kognitif sebagai alat adaptasi terhadap lingkungan, dapat
dilakukan melalui dua proses yang saling memengaruhi. Proses tersebut yakni asimilasi
(integritas elemen-elemen dari luar terhadap struktur yang sudah lengkap pada organism)
dan akomodasi (proses dimana terjadi perubahan pada subjek agar bisa menyesuaikan
terhadap objek yang ada di luar dirinya).
Tunadaksa di bagi menjadi dua yaitu tunadaksa ortopedi dan tunadaksa saraf, meski
keduanya termasuk dalam tunadaksa yang memiliki gejala kesulitan yang sama, namun
jika ditelaah lebih lanjut terdapat perbedaan yang mendasar. Dari segi kognitif misalnya,
wujud konkretnya dapat dilihat dari angka indeks kecerdasan (IQ). Kondisi
ketunadaksaan pada anak sebagian besar menimbulkan kesulitan belajar dan
perkembangan kognitif. Khususnya anak cerebral palsy, selain mengalami kesulitan
dalam belajar dan perkembangan fungsi kognitifnya, mereka pun seringkali mengalami
kesulitan dalam komunikasi, presepsi, maupun control geraknya, bahkan beberapa
penelitian sebagian besar diketahui terbelakang mental (tunagrahita).
1)
Athetosis, yaitu kerusakan pada basal banglia yang mengakibatkan gerakangerakan menjadi tidak terkendali dan tidak terarah.
Tremor, yaitu kerusakan pada basal ganglia yang berakibat timbulnya getarangetaran berirama, baik yang bertujuan maupun yang tidak bertujuan.
Rigidity, yaitu kerusakan pada basal ganglia yang mengakibatkan kekakuan pada
otot-otot.
Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan kerusakan di dalam otak pada anak-anak
yang kemudian mengakibatkan cacat cerebral palsy. Hal itu bisa terjadi sebelum anak
dilahirkan, pada saat dilahirkan, maupun setelah dilahirkan.
a.
Kelahiran prematur.
b.
Penggunaan alat-alat pada waktu proses kelahiran yang sulit, misalnya: tang,
tabung, vacum, dll.
c.
Penyakit tuberculosis.
Radang otak.
2)
Untuk mengetahui tingkat intelegensi anak tunadaksa dapat digunakan tes yang telah
dimodifikasi agar sesuai dengan anak tunadaksa. Tes tersebut antara lain Hausserman
Test (untuk anak tunadaksa ringan), Illinois Test (The Psycholinguistis Ability), dan
Peabody Picture Vocabulary Test. Lee dalam Soemantri (2007:129) mengungkapkan hasil
penelitian yang menggunakan tes Binet untuk mengukur tingkat intelegensi anak
tunadaksa yang berumur antara 3 sampai 16 tahun sebagai berikut:
i.
ii.
iii.
(i)
Setiap manusia memilki potensi untuk berbahasa, potensi tersebut akan berkembang
menjadi kecakapan berbahasa melalui proses yang berlangsung sejalan dengan kesiapan
dan kematangan sensori motoriknya. Pada anak tunadaksa jenis polio, perkembangan
bahasa/bicaranya tidak begitu anak normal, lain halnya dengan anak cerebral palsy.
Terjadinya kelainan bicara pada anak cerbral palsy disebabkan oleh ketidakmampuan
dalam kondisi motorik organ bicaranya akibat kerusakan atau kelainan sistem neumotor.
Gangguan bicara pada anak cerebral palsy biasanya berupa kesulitan artikulasi, phonasi,
dan sistem respirasi.
Adanya gangguan bicara pada anak cerebral palsy mengakibatkan mereka mengalami
problem psikologis yang disebabkan kesulitan dalam mengungkapkan pikiran, keinginan,
atau kehendaknya. Mereka biasanya menjadi mudah tersinggung, tidak memberikan
perhatian yang lama terhadap sesuatu, merasa terasing dari keluarga dan temannya.
4.
Banyak masalah yang muncul sehubungan dengan sikap dan perlakuan anak-anak normal
yang berinteraksi dengan anak-anak tunadaksa. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
usia ketika ketunadaksaan mulai terjadi turut mempengaruhi perkembangan emosi anak
tersebut. Anak tunadaksa sejak kecil mengalami perkembangan emosi sebagai tunadaksa
secara bertahap. Sedangkan anak yang mengalami ketunadaksaan setelah besar
mengalaminya sebagai suatu hal yang mendadak, disamping anak yang bersangkutan
pernah menjalani kehidupan sebagai orang yang normal sehingga keadaan tunadaksa
dianggap sebagai suatu kemunduran dan sulit untuk diterima oleh anak yang
bersangkutan. Dukungan orang tua dan orang-orang di sekelilingnya merupakan hal yang
sangat berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan emosi anak tunadaksa. Orang tua
anak tunadaksa sering memperlakukan anak-anak mereka dengan sikap terlalu
melindungi, misalnya dengan memenuhi segala keinginannya dan memenuhi secara
berlebihan. Di samping itu ada juga orang tua yang menyebabkan anak-anak tunadaksa
merasakan ketergantungan sehingga merasa takut serta cemas dalam menghadapi
lingkungan yang tidak dikenalnya.
5.
keberhasilan seseorang sering diukur dari prestasinya dan di dalam masyarakat dikenal
norma tertentu bagi prestasi individu. Keterbatasan kemampuan anak tunadaksa
seringkali menyebabkan mereka menarik diri dari pergaulan masyarakat yang
mempunyai prestasi yang jauh di luar jangkauannya.
Secara umum anak-anak normal menunjukkan sikap yang berbeda terhadap anak-anak
tunadaksa bila dibadingkan dengan sikap mereka terhadap anak-anak normal. Demikian
pula hanya sikap guru. Perbedaan perlakuan ini nampaknya berkaitan dengan refrence
group yang berbeda antara anak normal dan anak tunadaksa.
6.
Terdapat hal yang tidak menguntungkan bagi perkembangan kepribadian anak tunadaksa,
antara lain:
Hal-hal sebagaimana dijelaskan diatas, efek tidak langsung akibat ketunadaksaan yang
dialami seseorang dapat menimbulkan sifat hargadiri rendah, kurang percaya diri, kurang
memiliki inisiatif, atau mematikan kreatifitasnya. Faktor dominan yang memengaruhi
perkembangan kepribadian atau emosi anak adalah lingkungan. Atas dasar itulah presepsi
sosial yang dapat menjatuhkan perasaan anak tunadaksa akan berpengaruh terhadap self
concept-nya. Hal ini disebabkan sikap belaskasihan dari orang lain sering digunakan oleh
tunadaksa.
Hal lain yang menjadi problem penyesuaian anak tunadaksa adalah perasaan bahwa
orang lain terlalu membesar-besarkan ketidakmampuannya. Ketiadaan kesempatan untuk
berpartisipasi praktis menyebabkan anak tunadaksa sukar untuk mengadakan penyesuaian
sosial yang baik. Demikian juga sikap masyarakat, secara langsung atau tidak langsung
memiliki pengaruh yang besar terhadap penyesuaian anak tunadaksa. Sikap masyarakat
terhadap anak kondisi ketunaan yang dialami anak tunadaksa seringkali bertentangan
dengan penilaian penderita sendiri. Konfrontasi antara sikap masyarakat dengan penilaian
anak sendiri terhadap ketunaan, dalam mencari penyelesaiannya terdapat kemungkinankemungkinan sebagai berikut:
Berdasarkan latar belakang anak tunadaksa yang mengalami kesulitan dalm proses
penyesuaian sosialnya, berikut ini beberapa petunjuk yang dapat digunakan anak
tunadaksa dalam mencapai proses penyesuaian sosial yang sehat antara lain:
a)
Rehabilitasi Medis
Dalam rehabilitasi medis ada beberapa teknik yang dapat digunakan, antara lain operasi
ortopedi, fisioterapi, actives in daily living (ADL), occupational therapy atau terapi tugas,
pemberian pemberian protease, pemberian alat-alat ortopedi, dan bantuan teknis lainnya.
Operasi ortopedi dilakukan sebagai usaha untuk memperbaiki salah bentukdan salah
gerak dengan mengurangi atau menghilangkan bagian yang menyebabkan terjadinya
kesalahan bentuk atau gerak.
Fisioterapi adalah melatih otot-otot bagian badan yang mengalami kelainan, yang
dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan medis. Dalam latihan ini melibatkan
otot atau gerak secara aktif melalui berbagai kegiatan fisik, latihan berjalan, latihan
keseimbangan, dan lain-lain. Untuk latihan fisioterapi ini sarana dan metode yang
digunakan sangat bervariasi, meliputi pengunaan air (bydrotherapy), penggunaan panas
sinar (thermotherapy), penggunaan listrik (electric therapy), penggunaan gerak-gerak
(kinesiotherapy), atau melalui pemijatan (massage).
Activities daily living adalah latihan berbagai kegiatan sehari-hari, dengan maksud
untuk melatih penderita agar mampu melakukan gerakan atau perbuatan menurut
keterbatasan kemampuan fisiknya. Latihan kegiatan sehari-hari dapat dikaitkan dengan
aktivitas di lingkunganrumah maupun dalam hubungannya dengan pekerjaan dan
kehidupan sosialnya.
Occupational therapy adalah bentuk usaha atau aktifitas bersifat fisik dan psikis
dengan tujuan membantu penderita tunadaksa agar menjadi lebih baik dan kuat dari
kondisi sebelumnya melalui sejumlah tugas atau pekerjaan tertentu. Sarana yang dapat
digunakan dalam kegiatan terapi tugas ini antara lain melukis, memahat, membuat
kerajinan tangan, menyulam, merajut, untuk melatih kemampuan tangan. Pemberian
protease adalah pemberian perangkat tiruan untuk mengganti bagian-bagian dari tubuh
yang hilang atau cacat, misalnya kaki tiruan, tangan tiruan, mata tiruan, gigi tiruan, dan
sebagainya. Dilihat dari kegunaannya protease bagi penyandang tunadaksa dapat bersifat
fungsional (mampu menggantikan funfsi tubuh lain) dan bersifat kosmetik (sebagai
pelengkap untuk menambah kepantasan atau keindahan).
Perangkat ortopedi adalah perangkat yang berfungsi untuk menguatkan bagian-bagian
tubuh yang lemah atau layu. Perangkat tersebut dapat berupa brance dan spint. Dilihat
dari fungsinya perangkat ortopedi dapat dibagi menjadi:
Perangkat yang berfungsi sebagai penguat bagian tulang punggung dan badan.
Perangkat yang berfungsi sebagai penguat bagian-bagian anggota gerak atas.
b)
Rehabilitasi Vokasional
Rehabilitasi vokasional atau karya adalah rehabilitasi penderita kelainan fungsi tubuh
bertujuan member kesempatan anak tunadaksa untuk bekerja. Metode atau pendekatan
yang lazim digunakan dalam rehabilitasi vokasi ini antara lain:
Counseling, adalah penyuluhan yang bertujuan untuk menumbuhkan keberanian atau
kemauan penderita tunadaksa yang diperoleh setelah lahir, sebeb ada kalanya mereka
tidak memahami jalan keluarnya setelah menderita ketunaan, untuk bangkit kembali.
Revalidasi, merupakan upaya mempersiapkan fisik, mental, dan sosial anak tunadaksa
untuk memperoleh bimbingan jabatan dan latihan kerja.
Vocasional guide, adalah pemberian bimbingan kepada penderita tunadaksa dalam
kaitannya pemilihan jabatan yang sesuai dengan kondisinya.
Vocasional assessment, merupakan penialian terhadap kemampuan penyandang
kelainan melalui sebuah bengkel kerja dalam melakukan berbagai aktivitas keterampilan.
Team work, adalah kerjasama antar berbagai ahli yang tergabung dalam tim
rehabilitasi, seperti kedokteran, ahli terapi fisik, pekerja sosial, konselor, psikolog,
ortopedagog, dan tenaga ahli lainnya.
Vocasional training, adalah pemberian kesempatan latihan kerja agar penyandang
tunadaksa mandiri dan produktif, serta berguna bagi masyarakat di sekitarnya.
Selective placement, adalah penempatan para penyandang tunadaksa pada jabatan
c)
Rehabilitasi Psikososial
Rehabilitasi psikososial adalah rehabilitasi yang dilakukan dengan harapan mereka dapat
mengurangi dampak psikososial yang kurang menguntungkan bagi perkembangan
dirinya. Pelaksanaan rehabilitasi psikososial dalam kaitannya dengan program rehabilitasi
yang lain dilakukan secara bersamaan dan terintegrasi. Sasaran yang hendak dicapai
dalam program rehabilitasi psikososial ini secara khusus yaitu:
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
tunadaksa adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya
disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi
secara normal akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan yang tidak sempurna sehingga
untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan secara khusus. Seperti juga kondisi
ketuntasan yang lain, kondisi kelainan pada fungsi anggota tubuh atau tunadaksa dapat
terjadi pada saat sebelum anak lahir (prenatal), saat lahir (neonatal), dan setelah anak
lahir (postnatal). Insiden kelainan fungsi anggota tubuh atau ketunadaksaan yang terjadi
sebelum bayi lahir atua ketika dalam kandungan, diantaranya dikarenakan faktor genetik
dan kerusakan pada system saraf pusat. Sama seperti bentuk kelainan atau ketuntasan
yang lain, kelainan fungsi anggota tubuh atau tunadaksa yang dialami seseorang memiliki
konsekuensi atau akibat yang hampir serupa, terutama pada aspek kejiwaan penderita,
baik berefek langsung maupun tidak langsung. Jenis rehabilitasi bagi penyandang
tunadaksa menurut kebutuhannya ada 3 macam, yaitu rehabilitasi medis, rehabilitasi
vokasional, dan rehabilitasi psikososial.
http://maimunhazmi.blogspot.co.id/2015/06/makalah-anak-berkebutuhan-khusus_2.html
[1] Dra. Hj. T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2005), hlm. 121.
[2] Ibid, hlm. 123-125.
[3] Ibid, hlm. 12