Anda di halaman 1dari 13

TUGAS PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

“TUNA DAKSA”

Disusun Oleh :
1. Zulaikah (F.131.18.0065)
2. Meitha Yuni Suliyandani (F.131.18.0138)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SEMARANG

SEMARANG

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …........................................................................................................................ 2

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG ………………………………………………………….. 3


1.2 RUMUSAN MASALAH ……………………………………………………….. 4
1.3 TUJUAN MASALAH ………………………………………………………….. 4

BAB II. ISI

1.1 PENGERTIAN TUNA DAKSA ……………………………………………….. 5


1.2 KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN YANG DIHADAPI ANAK TUNA
DAKSA …………………………………………………………………………. 6
1.3 PENYEBAB ANAK TUNA DAKSA ………………………………………….. 7
1.4 PERKEMBANGAN KOGNITIF PADA ANAK TUNA DAKSA …………….. 9
1.5 TUJUAN PENDIDIKAN ANAK TUNA DAKSA …………………………….. 10
1.6 MODEL PENDIDIKAN ANAK TUNA DAKSA ……………………………… 11

BAB III. PENUTUP

1.1 KESIMPULAN …………………………………………………………………. 12


1.2 SARAN …………………………………………………………………………. 12

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………. 13

1.7

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tunadaksa adalah seseorang atau anak yang memiliki cacat fisik, tubuh, dan cacat
orthopedi. Dalam bahasa asing sering kali di jumpai istilah crippled, physically disabled,
physically handicapped. Tunadaksa merupakan istilah lain dari cacat tubuh/tuna fisik yaitu
berbagai kelainan bentuk tubuh yang mengakibatkan kelainan fungsi dari tubuh untuk
melakukan gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Tunadaksa juga didefinisikan sebagai seorang
individu yang memiliki gangguan gerak disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur
tulang yang bersifat bawaan sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi,
polio dan lumpuh (Misbach, 2012). Citra tubuh adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara
sadar dan tidak sadar sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, dan
fungsi penampilan tubuh saat. ini dan masa lalu (Arwono dan Wartonah, 2011). Persepsi,
perasaan, dan kepercayaan terkait tubuh pada penyandang tunadaksa yang mengalami gangguan
citra tubuh sangat membutuhkan dukungan keluarga. Keluarga merupakan lingkungan pertama
yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan termasuk perkembangan
sosial penyandang tunadaksa. Dukungan keluarga mempengaruhi pembentukan konsep diri pada
bagian citra tubuh penyandang tuna daksa (Misbach, 2012).
Dalam kehidupan sehari harinya, tunadaksa memiliki kebutuhan yang sama dengan
manusia lainnya salah satu kebutuhan tersebut adalah kebutuhan untuk berinteraksi dan
bersosialisi dengan masyarakat lainnya. Akan tetapi, dengan adanya kekurangan dan
keterbatasan tersebut, penyandang tunadaksa sering sekali diremehkan dan dipandang sebelah
mata oleh orang-orang di sekitarnya. Hal tersebut mempengaruhi rasa percaya diri para
penyandang tunadaksa (Nova yahana, 2016). Oleh karena itu mereka dapat membangun
hubungan negatif dengan tubuh mereka, mengingat pengaruh yang datang kedalam kontak
dengan orangorang yang dapat menciptakan citra tubuh bagi individu penyandang tunadaksa
(dalam Rafael, Ferreriera, Morgado, Rafael & Teixeira, 2010).
Untuk dapat membantu mengoptimalkan perkembangan penyandang tunadaksa, keluarga
diharapkan untuk selalu memberikan dukungan kepada anak tersebut. Dukungan keluarga dapat

3
berupa dukungan informasi seperti orang tua yang memberikan nasehat pada penyandang
tunadaksa saat penyandang tunadaksa melawan orang tua, dukungan emosional seperti orang tua
yang memberikan perhatian dan kasih sayang pada penyandang tuna daksa, dukungan instrumen
seperti orang tua memberikan uang atau benda yang dapat menunjang perkembangan
penyandang tunadaksa, dan dukungan penilaian seperti orang tua yang membimbing anak
tunadaksa (Friedman, 1998). Dukungan keluarga dalam dukungan sosial dalam memberikan
dukungan ataupun pertolongan dan bantuan pada anggota keluarga penyandang tunadaksa.
Dukungan sosial adalah kenyamanan secara fisik dan 4 psikologis yang diberikan oleh
teman/anggota keluarga (Baron dan Byrne, 2005).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah ini adalah:
1. Pengertian anak tuna daksa?
2. Bagaimana karakteristik dan permasalahan yang dihadapi anak tuna daksa?
3. Apa penyebab anak tuna daksa?
4. Bagaimana perkembangan kognitif anak tuna daksa?
5. Apa tujuan dari pendidikan anak tuna daksa?
6. Bagaimana model pendidikan anak tuna daksa?

C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu anak tuna daksa.
2. Untuk mengetahui karateristik dan permasalahan apa saja yang dihadapi anak tuna daksa.
3. Untuk mengetahui penyebab anak mengalami tuna daksa.
4. Untuk mengetahui perkembangan kognitif yang dihadapi anak tuna daksa.
5. Untuk mengetahui tujuan dari pendidikan anak tuna daksa.
6. Untuk mengetahui model pendidikan apa saja yang diberikan oleh anak penyandang tuna
daksa.

4
BAB II
ISI

1. Pengertian Tunadaksa
Tunadaksa berasal dari kata “ Tuna “ yang berarti rugi, kurang dan “daksa“berarti
tubuh. Dalam banyak literatur cacat tubuh atau kerusakan tubuh tidak terlepas dari
pembahasan tentang kesehatan sehingga sering dijumpai judul “Physical and Health
Impairments“ (kerusakan atau gangguan fisik dan kesehatan). Hal ini disebabkan karena
seringkali terdapat gangguan kesehatan. Sebagai contoh, otak adalah pusat kontrol
seluruh tubuh manusia. Apabila ada sesuatu yang salah pada otak (luka atau infeksi),
dapat mengakibatkan sesuatu pada fisik/tubuh, pada emosi atau terhadap fungsi-fungsi
mental, luka yang terjadi pada bagian otak baik sebelum, pada saat, maupun sesudah
kelahiran, menyebabkan retardasi dari mental.
Secara etimologis, gambaran seseorang diidenttifikasikan mengalami
ketunadaksaan, yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi
anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk dan
akibatnya kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami
penurunan. Secara definitif pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah
ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh
berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya secara normal,
akibat luka, penyakit, atau pertmbuha tidak sempurna. Sehingga untuk kepentingan
pembelajarannya perlu layanan khusus.
Secara definitif pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) yaitu,
ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya yang disebabkan oleh
berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal,
akibat luka, penyakit atau pertumbuhan tidak sempurna.
Menurut Sunaryo dalam Kanarya (2014: 9) menyatakan bahwa : “Tunadaksa
didefinisikan sebagai anak yang mempunyai keterbatasan dalam kemampuan anggota
tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota
tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal, akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan
tidak sempurna.

5
Menurut Kneedler dalam Kanarya (2014: 9) mengatakan bahwa “Tunadaksa
adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang,
sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan khusus”.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa
tunadaksa merupakan keadaan dimana seseorang mengalami hambatan atau
penyimpangan baik segi fungsi atau bentuk yang disebabkan oleh kerusakan cerebral,
otot, dan persendian.

2. Karakteristik dan Permasalahan yang Dihadapi Anak Tuna Daksa


1) Karakteristik Umum
Anak tunadaksa yang beragam jenis dan tingkat kecacatan serta pengaruh-
pengaruh lain akan membentuk dan mencoraki masing-masing diri mereka. Bentuk
dan corak masing-masing anak tunadaksa tidak lepas dengan bentukan lingkungan,
disamping yang sifat bawaan. Bawaan dalam pengertian ini yang melekat dengan
tetapnya kecacatan terutama yang berhubungan dengan kelainan pada sistem syaraf
pusat. Meskipun terdapat perbedaan karena faktor-faktor tersebut, karateristik anak
tunadaksa masih ada kesamaannya. Kesamaan karateristik tidak dapat diartikan
sebagai persamaan sama dan sebangun seperti pada bangun segiempat, tetapi bersifat
kecenderungannya sama. Ketidaksamaan tersebut didasarkan oleh keunikan diri
manusia. Lewandowski dan Cruickshank dalam Assjari (1995: 63) mengemukakan
enam faktor yang mempengaruhi diri anak tunadaksa, yaitu: (1) usia terjadinya
ketunadaksaan, (2) derajat kecacatan, (3) kondisi-kondisi yang tampak, (4) dukungan
keluarga dan sosial, (5) sikap terhadap anak tunadaksa, (6) status sosial lingkungan.

2) Karakteristik Penyandang Kelainan Sistem Cerebral


Penyandang kelainan sistem cerebral, cerebral palsy, kelainannya terletak pada
sistem syaraf pusat yaitu otak. Menurut Kanarya (2014) kelainan lain pada anak
cerebral palsy sebagai akibat adanya kerusakan sistem cerebral yaitu:
a) Gangguan motorik
Anak-anak cerebral palsy mengalami gangguan fungsi; motoriknya. Gangguan
motoriknya berupa kekakuan.

6
b) Gangguan sensorik
Anak cerebral palsy juga ada yang mengalami gangguan sensorik, beberapa
gangguan sensorik salah satunya penglihatan, Gangguan penglihatan pada
cerebral palsy terjadi karena ketidakseimbangan otot-otot mata sebagai akibat
kerusakan otak.

3. Karakteristik Penyandang Kelainan Sistem Musclus Skeletal


Kelainan sistem musclus skeletal bentuknya berupa kelumpuhan otot, kerusakan
otot, dan kelemahan otot. Kelainan otot-otot tersebut mengganggu gerakan lokomosi,
gerakan ditempat, dan mobilisasi. Ada sebagian anak dengan gangguan gerak yang
berat, ringan, dan sedang. Untuk berpindah tempat perlu alat ambulasi, juga perlu alat
bantu dalam memenuhi kebutuhannya, yaitu memenuhi kebtuhan gerak. Dalam
kehidupan sehari-hari anak perlu bantuan dan alat yang memadai termasuk tempat dan
lingkungan yang sangat berpengaruh.

3. Penyebab Anak Tuna Daksa


Faktor penyebab ketunadaksaan ada beberapa macam sebab yang dapat
menimbulkan kerusakan pada anak hingga menjadi tunadaksa. Kerusakan tersebut ada
yang terletak dijaringan otak, jaringan sum-sum tulang belakang, pada sistem musculuc
skeletal. Ada keragaman jenis tunadaksa dan masing-masing kerusakan timbulnya
berbeda-beda. Dilihat dari saat terjadinya kerusakan otak dapat terjadi pada masa
sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir. Sebab-sebab terjadinya anak cerebral palsy:
1. Sebelum Lahir (Fase Prenatal)
Kerusakan terjadi pada saat bayi masih dalam kandungan, kerusakan disebabkan
oleh: (a) infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga
menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya, misalnya infeksi, syphilis, rubella,
dan typhus abdominolis (b) kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran
terganggu, tali pusat tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf di dalam otak.
(c) bayi dalam kandungan terkena radiasi. Radiasi langsung mempengaruhi sistem
syaraf pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu. (d) ibu yang sedang

7
mengandung mengalami trauma (kecelakaan) yang mengakibatkan terganggunya
pembentukan sistem syaraf pusat.
2. Saat kelahiran (fase natal, peri natal)
Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi dilahirkan
antara lain :
a. Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang ibu kecil sehingga bayi
mengalami kekurangan oksigen, kekurangan oksigen menyebabkan terganggunya
sistem metabolisme dalam otak bayi, akibatnya jaringan syaraf pusat mengalami
kerusakan.
b. Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami
kesulitan sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi.
c. Pemakaian anestasi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melairkan karena operasi
dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem
persyarafan otak bayi, sehingga otak mengalami kelainan struktur ataupun
fungsinya.
d. Premature
e. Bayi sungsang, tidak sesuai dengan posisi yang normal.
3. Setelah proses kelahiran (fase post natal).
Fase setelah kelahiran adalah masa mulai bayi dilahirkan sampai masa perkembangan
otak dianggap selesai, yaitu pada usia 5 tahun. Hal-hal yang dapat menyebabkan
kecacatan setelah bayi lahir adalah:
a. Faktor penyakit, seperti meningitis (radang selaput otak) encepalis (radang otak)
influenza, diphtheria, partusis dan lain-lain.
b. Penyakit typoid atau dyphteri yang memungkinkan dapat mengakibatkan bayi
kekurangan oksigen (anoxia).
c. Faktor kecelakaan yang dapat merusak otak bayi, misalnya kecelakaan lalu lintas,
terkena benturan benda keras, terjatuh dari tempat yang berbahaya bagi tubuhnya,
khususnya bagian kepala yang melindungi otak.
d. Keracunan carbon monoksida.
e. Pertumbuhan tubuh/tulang yang tidak sempurna.

8
f. Tercekik, dapat menyebabkan terganggunya sistem peredaran darah otak sehingga
sel-sel syaraf mengalami kerusakan.
g. Tumor otak
4. Polio myelitis
Polio melitis terjadi pada diri anak melalui virus volio. Infeksi ini terjadi pada masa
kanak-kanak. Oleh karena itu penyakit ini dinamakan “penyakit lumpuh anak-anak”
(infantile paralysis). Virus polio masuk kedalam tubuh anak-anak melalui tonsil, usus,
urat syaraf atau lewat darah yang akhirnya sampai di sum-sum (myelum) dan
berkembang biak. Dalam proses pekembangbiakannya, virus ini menimbulkan
peradangan dan merusak sel-sel motork yang terdapat pada sum-sum tulang belakang.
Rusaknya jaringan syaraf motorik di sum-sum tulang belakang mengakibatkan
lumpuhnya otot-otot kaki yang di syarafnya. Penyakit polio pada umumnya
menyerang anak-anak yang berusia dua tahun sampai enam tahun. Kenyataan yang
pernah terjadi di Indonesia, anak-anak yang usianya kurang satu tahun dan dewasa
yang terserang penyakit ini. Untuk mencegahnya terjadinya serangan penyakit polio,
maka bayi perlu diberikan vaksinsi polio.

4. Perkembangan Kognitif pada Anak Tunadaksa


Perkembangan kognitif pada anak tunadaksa ini kaitannya dengan adanya
hambatan-hambatan akibat kelainan pada otak maupun sistem saraf. Dalam hal ini
adapun tunadaksa yang hanya kelainan fisik dan adapun yang disertai gangguan lain
seperti gangguan persepsi, kecerdasan maupun komunikasi.
Menurut Piaget mengatakan bahwa semakin besar hambatan yang dialami anak
dalam berasimilasi dan berkomunikasi dengan lingkungannya, maka besar pula hambatan
yang dialami anak dalam perkembangan kognitifnya.
Menurut Gunarsa (dalam Merangin et al., 2018: 27) mengatakan bahwa ada empat
aspek yang dalam perkembangan kognitif anak tunadaksa, yaitu:
a. Kematangan merupakan perkembangan susunan saraf. Misalnya kemampuan
mendengar disebabkan oleh kematangan yang sudah dicapai oleh susunan saraf
tersebut.

9
b. Pengalaman dimana hubungan timbal balik antara organism dengan lingkungan
dan dunianya.
c. Transmisi sosial dimana pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan
lingkungan sosial.
d. Ekuilibrasi yakni adanya kemampuan yang mengatur dalam diri anak, agar anak
mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap
lingkungannya.

5. Tujuan Pendidikan Anak Tunadaksa


Banyak masyarakat beranggapan bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan
suatu beban atau aib bagi keluarganya, bahkan adapula yang memperlakukan anaknya
secara tidak adil sehingga sebagian orangtua yang memiliki ABK lebih memilih untuk
tetap dirumah daripada menyekolahkannya.
Adapun permasalahan yang dihadapi anak tunadaksa didalam dunia pendidikan
yaitu jasmani, psikologis dan sosial dikarenakan mereka memiliki kemampuan terbatas.
Bahkan secara dasar pendidikan yang diperlukan anak tunadaksa itu pendidikan jasmani,
karena pendidikan jasmani merupakan salah satu aspek pendidikan secara keseluruhan.
Oleh karena itu adapun tujuan dari pendidikan untuk ABK tunadaksa yaitu (dalam Engel,
2022: 280):
a. Mendorong mengembangkan secara intelektual dan skolastik.
b. Mendorong kemajuan fisik dari anak tersebut sembari diiringi bagaimana
perkembangannya.
c. Mendorong semangat anak serta membantu dalam mengembangkan emosi dan
bagaimana proses penerimaan jati diri anak.
d. Membuat sudut sosial.
e. Mendorong dalam hal moral anak.
f. Meningkatkan artikulasi pada anak.
g. Membantu untuk kemajuan masa depan anak.

Dalam hal ini menuntut penyelenggaraan layanan pendidikan yang


mempersyaratkan betapa pentingnya mengetahui perilaku anak sebagai kompenen

10
mempertimbangkan dalam pengembangan program pembelajaran atau intervensi untuk
mencapai tujuan dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus tunadaksa.

6. Model Pendidikan Anak Tunadaksa


Model pendidikan untuk anak tunadaksa harus sesuai dengan jenis kelainannya,
derajat kelainannya serta jumlah peserta didik dikelas. Hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan proses pembelajaran, dimana model layanan pendidikan untuk anak
tunadaksa dibagi menjadi: (a) sekolah luar biasa yang ditujukan bagi anak tunadaksa
yang memiliki masalah yang kebih serius dengan kemampuan intelektualnya serta
emosionalnya. Sedangkan (b) sekolah inklusif untuk anak tunadaksa dengan masalah
yang ringan dan dijadikan satu dengan anak yang normal.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tunadaksa merupakan keadaan dimana seseorang mengalami hambatan atau
penyimpangan baik segi fungsi atau bentuk yang disebabkan oleh kerusakan cerebral,
otot, dan persendian. Ada beberapa karakteristik dan permasalahan yang dihadapi anak
tuna daksa, yaitu karakterisitik umum, karakteristik penyandang kelainan sistem cerebral,
dan karakteristik penyandang kelainan sistem musclus skeletal. Perkembangan kognitif
pada anak tunadaksa berkaitan dengan adanya hambatan-hambatan akibat kelainan pada
otak maupun sistem saraf. Tuna daksa ada yang hanya kelainan fisik dan adapun yang
disertai gangguan lain seperti gangguan persepsi, kecerdasan maupun komunikasi. Model
pendidikan untuk anak tunadaksa harus sesuai dengan jenis kelainannya, derajat
kelainannya serta jumlah peserta didik dikelas.
B. Saran
Dalam penyusunan Makalah ini pasti ada kekurangan dan kelebihan, maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar kedepannya penulis dapat
membuat makalah yang lebih baik lagi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Baron, R.A. dan Byrne, D. (2005). Psikologi sosial. Edisi kesepuluh: jilid 2. Jakarta: Erlangga.

D, Misbach. (2012). Seluk Beluk Tunadaksa & Strategi Pembelajarannya. Yogyakarta: Javalitera

Engel. (2022). Peningkatan Penguasaan Kosakata Melalui Bermain Teka-Teki Silang Pada
Murid Tunadaksa Kelas Dasar Iii Di Slb Negeri 1 Makassar. Paper Knowledge . Toward a
Media History of Documents.

Friedman, M. Marilyn.( 1998). Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik. Jakarta : EGC. 13.

Merangin, D. I. D., Pattiselanno, F., Mentansan, G., Nijman, V., Nekaris, K. A. I., Pratiwi, A. I.
N., Studi, P., Nutrisi, I., Makanan, D. A. N., Peternakan, F., Penulisan, P., Ilmiah, K.,
Berbagai, P., Cahaya, I., Lapangan, D. I., Eropa, A., Geometry, R., Analysis, G., Nasution,
R. D., … Bismark, M. (2018). Title. 2016 ,)2(2 ,‫مجلة اسيوط للدراسات البيئة‬.

Tarwoto dan Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta.


Salemba Medika.

Yani Meimulyani dan Caryoto, Media Pembelajaran Adaptif (Jakarta Timur: Luxima, 2013),
p.19.

13

Anda mungkin juga menyukai