Anda di halaman 1dari 30

Perkembangan Pengurangan

Risiko Bencana
Kelompok 1
Anisha Yuliana 11190183000043
Ardy Jannati 11190183000049
Risa Maulida 11190183000051
Septia Indah Cahyani 11190183000062
Adilah Fahriya 11190183000071
Agnes Azzahra Agustina 11190183000089
A. Sejarah Pengurangan Risiko
Bencana
Sejarah Lembaga Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
terbentuk tidak terlepas dari perkembangan penanggulangan bencana
pada masa kemerdekaan hingga bencana alam berupa gempa bumi
dahsyat di Samudera Hindia pada abad 20. Sementara itu,
perkembangan tersebut sangat dipengaruhi pada konteks situasi, cakupan
dan paradigma penanggulangan bencana.

Melihat kenyataan saat ini, berbagai bencana yang dilatarbelakangi


kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis mendorong
Indonesia untuk membangun visi untuk membangun ketangguhan bangsa
dalam menghadapi bencana
1966 - 1967
1945 - 1966 BP2BAP
BPKKP Pemerintah membentuk Badan
Badan Penolong Keluarga Korban Pertimbangan Penanggulangan Bencana
Perang (BPKKP) didirikan pada 20 Alam Pusat (BP2BAP) melalui Keputusan
Agustus 1945 ini berfokus pada kondisi Presiden Nomor 256 Tahun 1966.
situasi perang pasca kemerdekaan Penanggung jawab untuk lembaga ini
Indonesia. Badan ini bertugas untuk adalah Menteri Sosial. Aktivitas BP2BAP
menolong para korban perang dan berperan pada penanggulangan tanggap
keluarga korban semasa perang darurat dan bantuan korban bencana.
kemerdekaan. Melalui keputusan ini, paradigma
penanggulangan bencana berkembang
tidak hanya berfokus pada bencana yang
disebabkan manusia tetapi juga bencana
alam.
1967 - 1979
TKP2BA
1979 - 1990
Tim Koordinasi Nasional
Bakornas PB
Penanggulangan Bencana Alam
Bencana tidak hanya disebabkan
(TKP2BA).
karena alam tetapi juga non alam serta
sosial. Bencana non alam seperti
kecelakaan transportasi, kegagalan
1967 - 1979
teknologi, dan konflik sosial mewarnai
Bakornas PBA
pemikiran penanggulangan bencana
Badan Koordinasi Nasional
pada periode ini. Hal tersebut yang
Penanggulangan Bencana Alam (Bakornas
melatarbelakangi penyempurnaan
PBA) yang diketuai oleh Menkokesra dan
Badan Koordinasi Nasional
dibentuk dengan Keputusan Presiden
Penanggulangan Bencana Alam menjadi
Nomor 28 tahun 1979. Aktivitas manajemen
Badan Koordinasi Nasional
bencana mencakup pada tahap
Penanggulangan Bencana (Bakornas
pencegahan, penanganan darurat, dan
PB).
rehabilitasi.
2000 - 2005
Bakornas PBP
Indonesia mengalami krisis multidimensi
sebelum periode ini. Bencana sosial yang 2005 - 2008
terjadi di beberapa tempat kemudian Bakornas PB
memunculkan permasalahan baru. Badan ini memiliki fungsi koordinasi yang
Permasalahan tersebut membutuhkan didukung oleh pelaksana harian sebagai unsur
penanganan khusus karena terkait dengan pelaksana penanggulanagn bencana. Sejalan
pengungsian. Oleh karena itu, Bakornas PB dengan itu, pendekatan paradigma
kemudian dikembangkan menjadi Badan pengurangan resikobencana menjadi perhatian
Koordinasi Nasional Penanggulangan utama.
Bencana dan Penanganan Pengungsi
(Bakornas PBP).
Metamorfosa terbentuknya BNPB dari
tahun 1945 sampai sekarang.
Dengan luas Wilayah 3.238,26 Km2, Kab.
Malang terluas kedua dari 38 kab./kota di
Jawa Timur.
Terdapat 9 gunung api aktif & non aktif
2008 - Sekarang
yang menyebar merata.
BNPB
BNPB terdiri atas kepala, unsur pengarah
penanggulangan bencana, dan unsur
pelaksana penanggulangan bencana.
BNPB memiliki fungsi pengkoordinasian
pelaksanaan kegiataan penanggulangan
bencana secara terencana, terpadu, dan
menyeluruh.
Kondisi topografi juga menunjukan
potensi hutan yang besar &
menghasilkan sumber air yang
mengalir melalui 18 sungai.
Memperhatikan kondisi wilayah
tersebut dan UU Nomor 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan
Bencana, maka dibentuklah BPBD
Kabupaten Malang melalui PerDa
Nomor 4 Tahun 2011 dan PerBup
Nomor 25 Tahun 2011 tentang
Organisasi Perangkat Daerah
Badan Penanggulangan Bencana
Daerah.
B. Perkembangan Pengurangan
Risiko Bencana
A. Konsep Pengurangan Risiko
Bencana (PRB)
Pengurangan risiko bencana adalah sebuah kerangka konsep kerja yang
bagian-bagannya sudah mempertimbangkan segala kemungkinan untuk
meminimalisir adanya risiko kematian dan bencana melalui lingkungan
masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menghindari (mencegah) atau
membatasi (menghadapi dan mempersiapkan) dampak yang diakibatkan
oleh bencana di mana dalam konteks yang lebih luar dari pembangunan
berkelanjutan.
Adapun tahap-tahap kegiatan yang dilakukan prabencana saat tidak
terjadi bencana:
a. Perencanaan b. Pengurangan risiko
penanggulangan bencana bencana
Proses penyusunan rencana penanggulangan
bencana mencakup: Pengurangan risiko bencana (PRB) ini
• Pengenalan dan pengkajian ancaman mencakup beberapa kegiatan seperti:
bencana • Pengenalan dan pemantauan risiko
• Pemahaman terkait kerentanan bencana
masyarakat • Perencanaan partisipatif
• Analisis kemungkinan dampak bencana penanggulangan bencana
• Pilihan tindakan pengurangan risiko • Pengembangan budaya sadar bencana
bencana • Peningkatan komitmen terhadap pelaku
• Penentuan mekanisme dan penanggulangan bencana
penanggulangan dampak bencana • Penerapan upaya fisik, non fisik dan
• Alokasi tugas, kewenangan dan sumber pengaturan penanggulangan bencana
daya yang tersedia
Adapun tahap-tahap kegiatan yang dilakukan prabencana saat tidak
terjadi bencana:
c. Pencegahan d. Pemaduan dalam
perencanaan pembangunan
Kegiatan pencegahan ini mencakup:
• Identifikasi dan pengenalan dengan pasti
tentang sumber bahaya atau ancaman bencana e. Persyaratan analisis risiko
• Kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan bencana
sumber daya alam baik secara tiba-tiba atau
berangsur berpotensi menjadi sumber dari bahaya f. Pelaksanaan dan
bencana penegakkan rencana tata
• Pemantauan penggunaan teknologi yang secara ruang
tiba-tiba dan/atau berangsur yang berpotensi
sebagai sumber ancaman atau bahaya
g. Pendidikan dan pelatihan
• Pengelolaan tata ruang dan lingkungan hidup
• Penguatan ketahanan sosial masyarakat
h. Persyaratan standar teknis
penanggulangan bencana
C. Upaya Pengurangan Risiko
Bencana
Upaya-upaya
pengurangan risiko
bencana adalah bagian
dari proses manajemen
risiko bencana yang
didasarkan pada konsep
manajemen risiko.
Upaya pengurangan risiko melalui proses
sebagai berikut:
Menghindari sumber- Memindahkan arah
sumber bahaya. ancaman dari
Misalnya, tidak Merubah atau masyarakat yang
membangun di daerah memodifikasi ancaman. rawan. Misalnya,
yang rawan banjir atau Misalnya, upaya dengan membuat
daerah dengan tingkat menurunkan hujan tanggul sungai untuk
kerawanan fisik yang secara artifisial untuk menahan dan
tinggi terhadap gempa. mengatasi kekeringan. mengarahkan aliran
air dan sebagainya.

Beradaptasi terhadap
ancaman bahaya.
Misalnya, dengan
Memindahkan risiko
membuat peraturan
kepada pihak lain.
bangunan untuk
Misalnya, memiliki
bangunan yang tahan
asuransi bencana.
bencana seperti gempa,
angin kencang, banjir
dan sebagainya.
Sebelum Desember 2004, upaya
kesiapsiagaan terhadap bencana
lebih banyak dilakukan secara
sectoral dan parsial sesuai dengan
kebutuhannya. Namun setelah
bencana Tsunami Aceh Desember
2004, upaya peningkatan
kesiapsiagaan ini harus dilakukan
secara intersectoral dan
melibatkan seluruh pemangku
kepentingan (stakeholder)
masyarakat.
C. Pengurangan risiko bencana
dalam pembangunan
berkelanjutan (SDG’s)
Pembangunan merupakan sebuah proses perubahan
multisektoral yang telah direncanakan, dan dilakukan
dengan mempertimbangkan potensi – potensi yang
ada di suatu lingkup wilayah tertentu. Pengetahuan
masyarakat mengenai pembangunan berkelajutan
masih dalam taraf rendah
Pembangunan berkelanjutan memiliki tantangan yang
beragam. Beberapa tantangan pembangunan
berkelanjutan diantaranya adalah permasalahan
Demografi. Tantangan lain yang perlu diperhatikan
saat ini adalah permasalahan Bencana
Pembangunan berkelanjutan dan pengurangan risiko
bencana secara intrinsik saling terkait. Suatu bencana
alam besar baik itu gempa bumi, badai, tsunami atau
tanah longsor dapat membatalkan progress
pembangunan yang telah dilaksanakan dan dapat
menghambat pembangunan selama bertahun-tahun.
Masyarakat membangun infrastruktur di tempat-
tempat yang berhadapan dengan kekuatan alam
serta rawan bahaya.

Menurut PBB, sekitar 44% penduduk dunia sekarang


tinggal dalam jarak 150 km dari pantai. Individu
membuat keputusan untuk tinggal di lokasi berbahaya
diluar kepentingan atau karena tidak adanya pilihan
lagi.
Dalam beberapa kasus,
bahaya dari alam dan
teknologi bergabung untuk
memperparah bahaya kepada
komunitas dan masyarakat
pada umumnya.
Tindakan manusia yang
merusak lingkungan menjadi
penyebabnya karena
memperburuk risiko dari
bahaya alam dan
meningkatnya paparan yang
mengarah pada bencana.
Contoh kasus adalah
penebangan hutan bakau
secara luas di pantai Asia
Tenggara yang memberi jalan
untuk akuakultur.
Kerugian akibat bencana terus meningkat dan sekarang
menempatkan beban besar pada komunitas global dalam
hal hilangnya nyawa, kerusakan properti, tua dan
kesempatan hilang. Sumber daya yang dikonsumsi oleh
bencana alam adalah langsung dari pembangunan.
Peningkatan kerugian, tentu saja, tidak dapat terutama
disebabkan oleh perubahan iklim dan faktor lingkungan
lainnya. Sebagian besar peningkatan ini disebabkan oleh
pertumbuhan penduduk, misalnya, pergerakan besar
penduduk ke arah pantai dan pembangunan infrastruktur di
lokasi berbahaya.
Salah satu sasaran SDG adalah
memberantas kemiskinan. Artinya
pembangunan yang bertujuan
untuk menyejahterakan
masyarakat, dan jangan malah
menyebabkan masyarakat menjadi
sengsara, baik
dikarenakanpembangunan
tersebut tidak mempertimbangkan
aspek kebencanaan,
maupunpembangunan itu sendiri
yang justru menyebabkan kejadian
bencana.
Kaitannya dengan pengentasan kemiskinan, idealnya dalamPRB memasuk-
kan aturan terkait kegiatan pencegahan, yaitu berupa legislasi baik di
tingkat nasional maupun daerah untuk melindungi penduduk yang terkena
bencana menjadi jatuh miskin. Seperti misalnya legislasi terhadap hutan
lindung sebagai sumber air pertanian, legislasi pembuangan limbah
industri yang dapat mengganggu wilayah pertanian dan perikanan,
legislasi yang mewajibkan mempertimbangkan aspek kebencanaan dalam
pembangunan infrastruktur, legislasi terkait alih fungsi lahan dari pertanian
ke perumahan, serta legislasi untuk melindungi pantai dan terumbu karang.
Sebenarnya untuk
melaksanakan pembangunan
yang berkelanjutan, semua
pihak dapat terlibat, baik itu
lembaga maupun individu.
Pengurangan secara signifikan risiko dan
kerugianakibat bencana dengan cara:

(2) mencegah dan


menurunkan
(1) mencegah keterpaparandan
timbulnya bencana kerentanan,
m en g ur ang i risiko meningkatkan resiliensi
dan
n c a na melalui peningkatan
jika te rjad i b e
kesiapsiagaan, tangga-
pan, dan pemulihan
Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (TPB),
dimaksudkan untuk
memberikan gambaran terkait
sektor-sektor strategis yang
dapat dijadikan sasaran
pembangunan.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(TPB/ SDG’s) dapat memberikan
gambaran isu – isu strategis serta
sasaran pembangunan sesuai dengan
tema yang sedang berkembang pada
global. masing-masing daerah
memiliki potensi dan sumberdaya yang
berbeda. Sehingga perlakukan yang
diterapkan di daerah tidak bisa sama.
Tujuan pembangunan berkelanjutan
untuk penanggulangan bencana,
dapat menjamin keberlangsungan
hidup masyarakat apabila
dilaksanakan secara optimal.
Referensi
Nakamura T, Fujisawa M, Shaw R (2014) Towards the establishment of sustainable campus. In: Shaw R, Yukihiko O
(eds) Education for sustainable development and disaster risk reduction. Springer, Tokyo, pp 177–187

Fauz, A, dkk. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Untuk Penanggulangan Bencana. AJIE - Asian Journal of
Innovation and Entrepreneurship (e-ISSN: 2477- 0574; p-ISSN: 2477-3824) Vol. 04, Issue. 03, September 2019

[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. National ActionPlan for Disaster Risk Reduction
2010-2012. Jakarta

[BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2010a. Rencana StrategisBadan Nasional Penanggulangan
Bencana Tahun 2010-2014. Jakarta.

Sunarti, E. (2015) Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencanadenganpencapaian Tujuan Pembangunan


Berkelanjutan. Vol. I : 37–48

Anda mungkin juga menyukai