Anda di halaman 1dari 54

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Batasan Konsep
Ada beberapa konsep yang terkait dalam penelitian mengenai praktik
mitigasi bencana banjir masyarakat Kampung Sewu, Kota Surakarta. Konsep-
konsep ini penulis susun dengan menggunakan berbagai literatur yang terkait dan
mengambil yang dirasa penting serta sesuai dengan judul penelitian, diantaranya
sebagai berikut :
1. Mitigasi Bencana
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2008: 2).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 64
Tahun 2010 Pasal 1 (4) yang dimaksud dengan mitigasi bencana adalah upaya
untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur atau fisik melalui
pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun non-struktur atau non-fisik
melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil. Dan pada Pasal 14 secara jelas disebutkan
kegiatan mitigasi bencana selain diorientasikan kepada kegiatan fisik juga non-
fisik (Priyowidodo, 2013: 3-4).
Mitigasi diartikan sebagai setiap tindakan berkelanjutan yang dilakukan
untuk mengurangi atau menghilangkan risiko jangka panjang terhadap harta
dan jiwa manusia. Sehingga mitigasi dapat dikatakan sebagai sebuah
commitmenghindari
mekanisme agar masyarakat dapat to user dampak dari bencana yang

12
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

potensial terjadi. Tindakannya dapat berfokus pada penghindaran bencana,


khususnya menghindari penempatan manusia dan harta benda di daerah
berbahaya. Termasuk usaha untuk mengendalikan bahaya melalui berbagai
pembangunan fasilitas khusus dan penerapan teknologi tertentu (Wijanarko,
2006: 25).
Dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyatakan bahwa penyelenggaraan
penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Pada dasarnya
penyelenggaraan penanggulangan bencana terdapat tiga tahapan yaitu :
a. Pra bencana yang meliputi:
1) Situasi tidak terjadi bencana
2) Situasi terdapat potensi bencana
b. Saat tanggap darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana.
c. Pasca bencana yang dilakukan dalam situasi setelah terjadi bencana.
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang
dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi
risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya
dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif.
Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah:
a. Penyusunan peraturan perundang-undangan.
b. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
c. Pembuatan pedoman/standar/prosedur.
d. Pembuatan brosur/leaflet/poster.
e. Penelitian atau pengkajian karakteristik bencana.
f. Pengkajian atau analisis risiko bencana.
g. Internalisasi penanggulangan bencana dalam muatan lokal
pendidikan.
h. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana.
commit
i. Perkuatan unit-unit sosial to user
dalam masyarakat, seperti forum.
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

j. Pengarusutamaan penanggulangan bencana dalam perencanaan


pembangunan.
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif
antara lain:
a. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan bahaya, larangan
memasuki daerah rawan bencana dan sebagainya.
b. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
penataan ruang, Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan peraturan lain
yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
c. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
d. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah
yang lebih aman.
e. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
f. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
evakuasi jika terjadi bencana.
g. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak bencana.
Dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan
Bencana, adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang
bersifat non-struktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan yang
bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana) (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, 2008: 16-17). Mitigasi bencana adalah istilah yang
digunakan untuk menunjuk pada semua tindakan untuk mengurangi dampak
dari satu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk
kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan risiko jangka panjang. Mitigasi
bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk
mengurangi risiko-risiko yang terkait dengan bahaya-bahaya karena ulah
manusia dan bahaya alam yang sudah diketahui dan proses perencanaan untuk
respons yang efektif terhadap bencana-bencana yang benar-benar terjadi
(Coburn, 1994: 9). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

2. Bencana Banjir
Dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2007 Tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1 Ayat 1 yang dimaksud dengan
bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Bencana merupakan suatu peristiwa alam yang disebabkan oleh faktor
manusia maupun faktor alam yang berpotensi merugikan kehidupan manusia,
mengganggu kehidupan normal, serta hilangnya harta dan benda. Sebagian
besar definisi bencana mencerminkan karakteristik yaitu gangguan terhadap
kehidupan normal, efek terhadap manusia, seperti menjadi korban, luka atau
cacat, gangguan kesehatan, efek terhadap struktur sosial dan kebutuhan
masyarakat (Candhra, 2013: 25). Bencana banjir merupakan bencana yang
paling sering melanda Indonesia. Curah hujan di atas normal dan adanya
pasang naik air laut merupakan penyebab utama terjadinya banjir. Selain itu
faktor ulah manusia juga berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak
tepat, pembuangan sampah ke dalam sungai, pembangunan permukinan di
daerah daratan banjir dan sebagainya (Badan Nasional Penanggulangan
Bencana, 2012: 17-18).
Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat
meluapnya air yang melebihi kapasitas pembuangan air di suatu wilayah dan
menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi. Sumber-sumber banjir adalah
curah hujan tinggi, baik di suatu kawasan maupun di hulu sungai, luapan air
sungai akibat tingginya curah hujan di hulu sungai, runtuhnya bendungan,
naiknya air laut (pasang atau rob) dan yang paling berisiko tinggi adalah
tsunami (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2012: 20). Banjir adalah
bencana akibat curah hujan yang tinggi dengan tidak diimbangi dengan saluran
pembuangan air yang memadai sehingga merendam wilayah-wilayah yang
commit to user
tidak dikehendaki oleh orang-orang yang ada di sana. Banjir bisa juga terjadi
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

karena jebolnya sistem aliran air yang ada sehingga daerah yang rendah
terkena dampak kiriman banjir (Aminudin, 2013 : 9).
Definisi lain menyebutkan banjir adalah aliran di permukaan tanah
(surface water) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran
drainase atau sungai, sehingga melimpah ke kanan dan kiri serta menimbulkan
genangan atau aliran dalam jumlah melebihi normal dan mengakibatkan
kerugian pada manusia. Kategori atau jenis banjir terbagi berdasarkan lokasi
sumber aliran permukaannya dan berdasarkan mekanisme terjadinya banjir,
diantaranya sebagai berikut :
a. Berdasarkan lokasi sumber aliran permukaannya :
1) Banjir kiriman (banjir bandang), merupakan banjir yang
diakibatkan oleh tingginya curah hujan di daerah hulu sungai.
2) Banjir lokal, merupakan banjir yang terjadi karena volume hujan
setempat yang melebihi kapasitas pembuangan di suatu wilayah.
b. Berdasarkan mekanisme terjadinya banjir, diantaranya sebagai
berikut :
1) Regular flood, merupakan banjir yang diakibatkan oleh hujan.
2) Irregular flood, merupakan banjir yang diakibatkan oleh selain
hujan, seperti tsunami, gelombang pasang dan hancurnya
bendungan (Rahayu, 2009: 2-3).

B. Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan teori praktik sosial yang dikemukakan oleh
Pierre Bourdieu. Teori praktik sosial yang dikemukakan oleh Bourdieu mencoba
memberikan pemahaman mengenai apa yang dilakukan oleh orang-orang setiap
hari dan melakukannya tanpa kehilangan wawasan atas pola yang lebih luas dari
kehidupan sosial. Bourdieu berpendapat bahwa kehidupan sosial tidak dapat
dipahami semata-mata sebagai agregat (gabungan atau penyatuan) perilaku
individu. Berikut ini rumus generatif mengenai praktik sosial dengan persamaan :
(Habitus x Modal) + Arena = Praktik (Demartoto, 2014: 27).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

1. Habitus
Secara literer, habitus adalah berasal dari bahasa Latin yang mengacu
pada kondisi, penampakan atau situasi yang tipikal atau habitual, khususnya
pada tubuh. Pierre Bourdieu adalah seorang sosiolog Perancis yang
menjabarkan konsep habitus pertama kali pada tahun 1967. Menurut Bourdieu
bahwa habitus adalah suatu sistem skema generatif yang didapatkan dan
disesuaikan secara objektif dengan kondisi khas dimana dia dibangun. Konsep
habitus adalah sebagai alternatif solusi yang ditawarkan subjektivisme
(kesadaran, subjek dan lainnya). Bourdieu berusaha memahami kemampuan
kreatif, aktif dan inventif agen-agen manusia. Tetapi disisi lain konsep ini tidak
melekatkan kemampuan tersebut kepada pikiran secara universal (Demartoto,
2014: 28).
Habitus adalah “struktur-struktur mental atau kognitif” melalui mana
orang berurusan dengan dunia sosial. Orang dikaruniai dengan serangkaian
skema yang diinternalisasi melalui itu mereka merasakan, mengerti,
mengapresiasi dan mengevaluasi dunia sosial. Melalui skema-skema
demikianlah orang menghasilkan praktik-praktik mereka maupun merasakan
dan mengevaluasinya. Secara dialektis, habitus adalah produk internalisasi
struktur-struktur dunia sosial (Ritzer, 2010 : 903).
Dalam faktanya, kita dapat memikirkan habitus sebagai struktur-
struktur sosial yang diinternalisasikan. Mereka adalah seperti suatu akal sehat.
Mereka mencerminkan pembagian objektif struktur kelas, seperti kelompok-
kelompok, gender dan kelas-kelas sosial. Suatu habitus diperoleh sebagai hasil
dari pekerjaan jangka panjang dalam suatu posisi di dunia sosial. Dengan
demikian habitus bervariasi tergantung pada hakikat posisi seseorang di dunia
tersebut, tidak setiap orang mempunyai habitus yang sama. Akan tetapi, para
pemangku posisi yang sama di dalam dunia sosial cenderung mempunyai
habitus yang serupa. Habitus menjadi suatu fenomena kolektif. Habitus
mengizinkan orang untuk memaknai dunia sosial, tetapi keberadaan banyak
habitus berarti bahwa dunia sosial dan struktur-strukturnya tidak memaksakan
commit
dirinya secara seragam pada semua to user
aktor (Ritzer, 2010: 904).
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

Bourdieu mendefinisikan habitus sebagai pengkondisian yang


dikaitkan dengan syarat-syarat keberadaan suatu kelas. Menurutnya sistem-
sistem disposisi tahan waktu dan dapat diwariskan, struktur-struktur yang
dibentuk, yang kemudian akan berfungsi juga sebagai struktur-struktur yang
membentuk adalah merupakan hasil dari suatu habitus. Dengan demikian,
habitus adalah merupakan hasil keterampilan yang menjadi tindakan praktis
(tidak selalu disadari) yang kemudian diterjemahkan menjadi suatu
kemampuan yang kelihatannya alamiah dan berkembang dalam lingkungan
sosial tertentu. Habitus menghasilkan perbedaan gaya hidup dan praktik-
praktik kehidupan yang diperoleh dari pengalaman individu dalam berinteraksi.
Berdasarkan uraian di atas, maka definisi habitus yang dikemukakan Bourdieu
dapat diformulasikan menjadi sumber penggerak tindakan, pemikiran dan
representasi. Hal ini mencakup beberapa prinsip bahwa habitus mencakup
dimensi kognitif dan afektif yang terejewantahkan dalam sistem disposisi
(Harker, 2009: 13).
Bourdieu secara formal mendefinisikan habitus sebagai “sistem
disposisi yang bertahan lama dan bisa dialihpindahkan (transposable), struktur
yang distrukturkan yang diasumsikan berfungsi sebagai penstruktur struktur-
struktur (structured structures predisposed to function as structuring
structure), yaitu sebagai prinsip-prinsip yang melahirkan dan
mengorganisasikan praktik-praktik dan representasi-representasi yang bisa
diadaptasikan secara objektif kepada hasil-hasilnya tanpa mengandaikan suatu
upaya sadar mencapai tujuan-tujuan tertentu atau penguasaan cepat atas cara
dan operasi yang diperlukan untuk mencapainya. Karena sifatnya “teratur” dan
“berkala”, secara objektif, tapi bukan produk kepatuhan terhadap aturan-aturan,
prinsip-prinsip ini bisa disatupadankan secara kolektif tanpa harus menjadi
produk tindakan pengorganisasian seorang pelaku (Demartoto, 2014: 28).
Habitus yang tersedia pada satu waktu tertentu telah diciptakan selama
rangkaian sejarah kolektif : “habitus, produk sejarah, menghasilkan praktik-
praktik individu dan kolektif oleh karenanya sejarah sesuai dengan skema-
skema yang ditimbulkan olehcommit to user
sejarah”. Habitus yang dinyatakan di dalam
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

setiap individu tertentu diperoleh selama rangkaian sejarah individual dan


merupakan suatu fungsi titik tertentu di dalam sejarah sosial tempat ia terjadi.
Habitus bersifat langgeng dan arahnya dapat dibalik, yakni dapat dipindahkan
dari suatu medan ke medan lainnya. Akan tetapi, orang-orang dimungkinkan
untuk mempunyai suatu habitus yang tidak tepat lalu menderita, hal itu disebut
Bourdieu sebagai hysteresis (Ritzer, 2010: 904).
Habitus memproduksi dan diproduksi oleh dunia sosial. Di satu sisi,
habitus adalah suatu “struktur yang menstrukturkan” yakni ia adalah struktur
yang menyusun dunia sosial. Dengan demikian, habitus mengizinkan Bourdieu
terhindar dari keharusan untuk memilih diantara subjektivisme dan
objektivisme. Praktiklah yang menengahi antara habitus dan dunia sosial. Di
satu sisi, melalui praktiklah habitus diciptakan, di sisi lain, dunia sosial
diciptakan sebagai hasil dari praktik. Bourdieu mengungkapkan fungsi mediasi
praktik ketika dia mendefinisikan habitus sebagai sistem disposisi yang
distrukturkan dan menstrukturkan yang dibentuk oleh praktik dan senantiasa
ditujukan kepada fungsi-fungsi praktis. Meskipun habitus adalah struktur yang
diinternalisasi yang membatasi pemikiran dan pilihan tindakan, ia tidak
menentukannya. Habitus berfungsi di bawah level kesadaran dan bahasa di luar
jangkauan pemeriksaan introspektif yang teliti dan pengendalian oleh
kehendak. Meskipun kita tidak sadar atas habitus dan pelaksanaannya, ia
menyatakan dirinya di dalam aktivitas-aktivitas kita yang paling praktis, seperti
cara kita makan, berjalan, berbicara dan bahkan membuang ingus. (Ritzer,
2010: 906).
Habitus yang dimaksud di sini bukanlah sekadar kebiasaan atau tabiat
yang melekat dalam kepribadian seseorang. Habitus mencerminkan pembagian
objektif dalam struktur kelas seperti menurut umur, jenis kelamin, kelompok
dan kelas sosial. Habitus diperoleh sebagai akibat dari lamanya posisi dalam
kehidupan sosial yang diduduki. Jadi habitus akan berbeda-beda, tergantung
pada wujud posisi seseorang dalam kehidupan sosial. Tidak setiap orang sama
kebiasaannya, orang yang menduduki posisi yang sama cenderung memiliki
kebiasaan yang sama. Dalamcommit to userini, habitus dapat pula menjadi
pengertian
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

fenomena kolektif (bersama). Habitus memungkinkan orang memahami dunia


sosial, tetapi dengan adanya banyak habitus berarti kehidupan sosial dan
strukturnya tidak dapat dipaksakan seragam kepada seluruh aktor. Habitus
yang ada pada waktu tertentu merupakan hasil ciptaan kehidupan kolektif yang
berlangsung selama periode historis yang relatif panjang (Krisdinanto, 2014 :
198-200).
Teori habitus dari Pierre Bourdieu adalah untuk menjembatani
subjektivisme. Habitus diperoleh atau terbentuk melalui proses yang panjang,
tergantung pada tempat dimana aktor itu tinggal. Habitus menghasilkan atau
dihasilkan oleh dunia sosial. Di sisi lain habitus adalah struktur yang
menstrukturkan dunia sosial (menstrukturkan struktur). Tetapi di sisi lain,
habitus adalah struktur yang distrukturkan oleh dunia sosial (struktur yang
terstruktur). Melalui suatu praktik, habitus diciptakan, tetapi dapat juga bahwa
habitus akibat dari praktik tersebut (Demartoto, 2014: 28).
Menurut Bourdieu, disposisi dipresentasikan habitus bersifat :
a. „Bertahan lama‟, bertahan di sepanjang waktu tertentu dari
kehidupan seorang agen.
b. „Bisa dialihpindahkan‟, sanggup melahirkan praktik-praktik
diberbagai arena aktivitas yang beragam.
c. „Struktur yang distrukturkan‟, mengikutsertakan kondisi-kondisi
sosial objektif pembentukannya.
d. „Struktur-struktur yang menstrukturkan‟, mampu melahirkan
praktik-praktik yang sesuai dengan situasi khusus dan tertentu.
Bourdieu mencoba mempertahankan makna asli konsep ini dalam
hubungannya antara tubuh dan habitus; (a) dalam nalar yang sepele, habitus
hanya ada selama ia ada di dalam kepala aktor (kepala adalah bagian dari
tubuh); (b) habitus hanya di dalam, melalui dan disebabkan oleh praksis aktor
dan interaksi antara mereka dan dengan lingkungan yang melingkupinya; (c)
taksonomi praksis, inti skema habitus berakar dalam pengalaman sensoris dari
cara pandang seseorang yang disimbolkan. Bourdieu menyatakan bahwa
habitus sekedar menyarankan commit to user
apa yang seharusnya dipikirkan dan apa yang
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

seharusnya dipilih untuk dilakukan. Habitus memberikan prinsip yang


digunakan orang dalam memilih strategi yang akan mereka gunakan di dunia
sosial. Bourdieu melihat habitus sebagai faktor penting yang berkontribusi
untuk reproduksi sosial, karena merupakan pusat untuk menghasilkan dan
mengatur praktik yang membentuk kehidupan sosial (Demartoto, 2014: 29).
Dalam Demartoto (2014 : 29-30) Bourdieu menjelaskan bahwa
habitus merupakan struktur intern yang selalu dalam proses restrukturasi. Jadi
praktik-praktik dan representasi kita tidak sepenuhnya deterministik (pelaku
bisa memilih), namun juga tidak sepenuhnya bebas (pilihan ditentukan oleh
habitus). Habitus mampu menggerakkan, bertindak dan mengorientasikan
sesuai dengan posisi yang ditempati pelaku dalam lingkup sosial, menurut
logika arena pertarungan dan situasi yang melibatkannya. Teori habitus ini
mencoba mengatasi dualisme kebebasan dan determinisme yang seakan-akan
memenjara tindakan-tindakan dalam kerangka pembatas, tetapi di lain pihak
habitus memberikan peluang bagi konsep individu otonom, bebas dan rasional.
Bourdieu mengungkapkan beberapa aspek dalam habitus, yaitu :
a. Habitus merupakan seperangkat pengetahuan. Yang dimaksud
dengan pengetahuan adalah cara yang dimiliki agen untuk
memahami dunia, kepercayaan dan nilai-nilai dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Habitus dimiliki oleh agen, yang artinya dalam setiap tindakan,
nilai dan cara bertindak yang dimiliki agen dipengaruhi kondisi
objektif kulturalnya dan semua hal tersebut juga melekat pada diri
agen dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
c. Habitus dibentuk dalam momen praktik. Dalam artian, habitus
dilakukan oleh agen yang bersangkutan dalam menemui masalah
kehidupan sehari-hari.
d. Habitus bekerja di bawah ketidaksadaran.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

Habitus secara sederhana dapat disebut sebagai suatu bentuk


kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam kehidupan sehari-hari.
Secara keseluruhan, habitus menyatu dalam nilai-nilai yang dianut oleh agen
seperti: sistem, aturan, hukum, struktur, pemaknaan dalam kehidupan sehari-
hari dan juga persepsi agen. Bourdieu merumuskan habitus untuk menganalisis
perilaku manusia. Habitus dapat dilihat dari nilai-nilai yang dihayati manusia
yang tercipta melalui proses sosialisasi yang berlangsung lama dan menjadi
cara berpikir dan pola perilaku yang menetap di dalam diri manusia tersebut
(Demartoto, 2014: 29-30).

2. Modal
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap individu menempati suatu posisi
dalam ruang sosial. Ruang itu tidak definisikan oleh keanggotaan kelas sosial,
namun melalui jumlah setiap jenis modal yang dimiliki. Modal merupakan aset
yang dimiliki individu dalam lingkungan sosialnya. Modal ini digunakan untuk
menentukan posisi dalam suatu ranah. Modal harus selalu diproduksi dan
direproduksi kembali. Menurut Bourdieu, konsep „modal‟ meskipun
merupakan konsep khasanah ilmu ekonomi, tetapi dapat diaplikasikan dalam
ilmu sosial, karena cirinya mampu menjelaskan hubungan-hubungan
kekuasaan. Dalam ranah sosial menurut Bourdieu bahwa modal terakumulasi
melalui investasi, modal bisa diartikan kepada orang lain melalui warisan dan
modal dapat memberikan keuntungan sesuai dengan kesempatan yang dimiliki
oleh pemiliknya untuk mengoperasikan penempatannya (Demartoto, 2014: 30-
31).
Bourdieu menyatakan bahwa modal memiliki definisi yang sangat
luas, modal mempunyai nilai simbolik dan signifikansi secara kultural. Modal
sebagai relasi sosial yang terdapat di dalam suatu sistem pertukaran baik
material maupun simbol tanpa adanya perbedaan. Bourdieu membedakan
modal tersebut menjadi empat, yaitu modal ekonomi, modal sosial, modal
budaya dan modal simbolik. Adapun beberapa modal yang dikemukakan oleh
Boudieu adalah sebagai berikutcommit
: to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

a. Modal Ekonomi.
Modal ekonomi merupakan segala bentuk modal yang dimiliki
berupa materi, misalnya uang, emas, mobil, tanah dan lain-lain. Dalam
ilmu ekonomi, modal (capital) sering ditafsirkan sebagai uang.
Terutama jika berkaitan dengan pembelian peralatan, mesin-mesin,
atau fasilitas-fasilitas produktif lainnya. Untuk menyatakan uang yang
digunakan untuk melaksanakan pembelian tersebut adalah sebagai
modal finansial (financial capital). Seorang ahli ekonomi akan
menyatakan pembelian demikian sebagai investasi. Modal dalam arti
sempit adalah alat-alat produksi yang telah diproduksi. Dalam arti
yang lebih luas modal berarti pula setiap penambahan dalam
pengetahuan yang menyebabkan prestasi ekonomi pada masa yang
akan datang bertambah.

b. Modal Sosial
Modal sosial terdiri dari relasi-relasi sosial yang bernilai
diantara orang-orang (Ritzer, 2014: 907). Bourdie menyebutkan
bahwa modal sosial ialah hubungan-hubungan dan jaringan hubungan-
hubungan yang merupakan sumber daya yang berguna dalam
penentuan dan reproduksi kedudukan-kedudukan sosial. Gagasan
modal sosial adalah bahwa jaringan sosial merupakan aset yang sangat
bernilai. Jaringan memberikan dasar bagi kohesi sosial karena
mendorong orang yang bekerja sama satu sama lain dan tidak sekedar
dengan orang yang mereka kenal secara langsung untuk memperoleh
manfaat timbal balik.
Modal sosial adalah bagian-bagian dari organisasi sosial seperti
kepercayaan, norma dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi
masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan yang
terkoordinasi. Modal sosial juga didefinisikan sebagai kapabilitas
yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat
commit todari
atau bagian-bagian tertentu usermasyarakat tersebut. Selain itu,
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

konsep ini juga diartikan sebagai serangkaian nilai atau norma


informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok
yang memungkinkan terjalinnya kerjasama. Modal hubungan sosial
yang jika diperlukan akan memberikan „dukungan-dukungan
bermanfaat‟, seperti modal harga diri dan kehormatan yang sering kali
diperlukan jika orang ingin menarik para klien ke dalam posisi yang
penting secara sosial dan yang bisa menjadi alat tukar, misalnya dalam
karier politik.
Selanjutnya Bourdieu memperbaiki pandangannya dengan
menyampaikan kesimpulan tentang modal sosial, bahwa agar modal
sosial mampu terjaga nilainya, individu harus mengupayakannya.
Modal sosial adalah jumlah sumber daya, aktual atau maya yang
berkumpul pada seorang individual atau kelompok karena memiliki
jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan
pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalkan. Woolcock
mengajukan tiga dimensi dari modal sosial, yaitu bonding, bridging
dan linking. Menurutnya bahwa :
1) Modal sosial yang bersifat mengikat (bonding social capital)
merujuk pada hubungan antar individu yang berada dalam
kelompok primer atau lingkungan ketetanggaan yang saling
berdekatan. Komunitas-komunitas yang menunjukkan kohesi
internal yang kuat akan lebih mudah dan lancar dalam
berbagai pengetahuan.
2) Modal sosial yang bersifat menjembatani (bridging social
capital) adalah hubungan yang terjalin termasuk pula orang-
orang dari komunitas, budaya, atau latar belakang sosial-
ekonomi yang berbeda. Individu-individu dalam komunitas
yang mencerminkan dimensi modal sosial yang bersifat
menjembatani akan mudah mengumpulkan informasi dan
pengetahuan dari lingkungan di luar komunitasnya dan tetap
memperoleh commit to user
informasi yang aktual dari luar kelompoknya.
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

Tipe modal sosial ini menunjuk pada hubungan antar


individu yang memiliki kekuasaan atau akses pada bisnis dan
hubungan sosial melalui kelompok-kelompok sekunder.
3) Modal sosial yang bersifat mengaitkan (linking social
capital) memungkinkan individu-invidu untuk menggali dan
mengelola sumber daya, ide, informasi dan pengetahuan
dalam suatu komunitas atau kelompok pada level
pembentukan dan partisipasi dalam organisasi formal.
Di dalam suatu masyarakat, ternyata mempunyai unsur-unsur
pokok modal sosial yang kemudian akan menghasilkan seberapa besar
kemampuan masyarakat atau asosiasi itu untuk bekerja sama
membangun suatu jaringan untuk mencapai tujuan bersama
(Demartoto, 2014: 31-32).
Unsur-unsur pokok itu terdiri dari :
1) Partisipasi dalam Suatu Jaringan
Modal sosial tidak dibangun hanya oleh satu individu,
melainkan akan terletak pada kecenderungan yang tumbuh
dalam suatu kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian
penting dari nilai-nilai yang melekat.
2) Resiprositas
Modal sosial selalu diwarnai oleh kecenderungan saling tukar
kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar
kelompok itu sendiri. Pola pertukaran ini bukanlah sesuatu
yang dilakukan secara resiprokal (bersifat saling berbalasan)
seketika seperti dalam proses jual beli, melainkan suatu
kombinasi jangka pendek dan jangka panjang dalam nuansa
altruism (semangat untuk membantu dan mementingkan
kepentingan orang lain).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

3) Kepercayaan (Trust)
Rasa kepercayaan (mempercayai) adalah suatu bentuk
keinginan untuk mengambil risiko dalam hubungan-
hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakni bahwa
yang lain akan senantiasa bertindak dalam suatu pola
tindakan yang saling mendukung. Dalam pandangan
Fukuyama, kepercayaan (trust) adalah sikap saling
mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat
tersebut bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi
pada peningkatan modal sosial.
4) Norma Sosial
Norma merupakan sekumpulan aturan yang diharapkan
dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu
entitas sosial tertentu. Norma-norma ini biasanya
terinstitusionalisasi dan mengandung sanksi sosial yang dapat
mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari
kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya.
5) Nilai-nilai
Nilai-nilai merupakan sesuatu ide yang telah turun-temurun
dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok
masyarakat.
6) Tindakan yang Pro-aktif
Salah satu unsur penting modal sosial adalah keinginan yang
kuat dari para anggota kelompok untuk tidak saja
berpartisipasi tetapi senantiasa mencari jalan bagi
keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan masyarakat.
Mereka melibatkan diri dan mencari kesempatan-kesempatan
yang memperkaya, tidak saja dari sisi material tetapi juga
kekayaan hubungan-hubungan sosial dan menguntungkan
kelompok, tanpa merugikan orang lain, secara bersama-sama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

c. Modal Budaya
Modal budaya, terdiri dari keakraban dengan dan kemudahan
dalam memanfaatkan bentuk-bentuk budaya yang dilembagakan,
misalnya melalui universitas yang ada di puncak hierarki budaya
masyarakat (Ritzer, 2014: 907-909). Pierre Bourdieu mengemukakan
konsep modal budaya (cultural capital) untuk menjelaskan hubungan
antara kelas sosial dengan budaya. Modal budaya memiliki sebuah
struktur nilai tersendiri, yang terlepas dari modal ekonomi serta
berperan penting dalam mereproduksikan ketidaksertaan antar kelas
sosial, bukan hanya modal ekonomi tetapi juga modal budaya
(Demartoto, 2014: 34).
Modal budaya adalah sebuah modal yang diperoleh seseorang
dengan cara yang terbentuk dan terinternalisasi padanya sejak dia
kecil, misalnya melalui ajaran dari orang tuanya serta pengaruh dari
lingkungan keluarga. Sehubungan dengan hal itu, ia menyatakan
bahwa cita rasa atau taste seseorang dapat dianggap sebagai modal
budaya. Cita rasa seseorang sangat mengandalkan pada modal budaya
yang dimiliki seseorang tidak hanya memperlihatkan status sosialnya,
tetapi juga menimbulkan sistem pembedaan. Menurut Bourdieu,
seseorang itu juga ingin menunjukkan dirinya sebagai yang tergolong
dalam kelas sosial tertentu secara langsung maupun tidak. Hal ini
kadang-kadang terlihat sangat wajar, karena habitus itu terinternalisasi
pada orang itu (Demartoto, 2014: 34).
Bourdieu merinci lebih jauh tentang modal budaya, yang pada
dasarnya menunjuk pada suatu keadaan (state) yang memiliki tiga
dimensi; (1) dimensi manusia yang wujudnya adalah badan; (2)
dimensi objek dalam bentuk apa saja yang pernah dihasilkan oleh
manusia; (3) dimensi institusional, khususnya menunjuk pada
pendidikan. Dimensi manusia dari modal budaya adalah keadaan yang
terwujud dalam badan manusia atau yang menyatu dengan manusia
sebagai satu kesatuan commit to user
(Demartoto, 2014: 34).
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

Manusia sebagai antropos mengandung potensi dalam diri fisik


dan pikirannya sesuatu kekuatan ekonomik, yang menjadi dasar untuk
mengembangkan modal dari manusia itu sendiri. Dan dimensi objek
menunjuk pada keadaan yang sudah dibendakan atau dijadikan objek
oleh manusia yang dalam proses selanjutnya keadaan yang membenda
tersebut menjadi objek dalam dirinya sendiri sehingga dia terlepas dari
manusia yang membentuknya. Sedangkan dimensi institusional
menunjuk pada keadaan dimana benda-benda sudah menunjukkan
entitas yang sama sekali terpisah dan mandiri yang ditunjukkan
dengan sistem pendidikan yang dapat menjamin kualitas modal
manusia yang dihasilkan (Demartoto, 2014: 34).

d. Modal Simbolik
Modal simbolik berasal dari kehormatan dan gengsi seseorang
(Ritzer, 2014: 907). Bourdieu menjelaskan bahwa modal simbolik
tidak lepas dari kekuasaan simbolik, yaitu kekuasaan yang
memungkinkan untuk mendapatkan setara dengan apa yang diperoleh
melalui kekuasaan fisik dan ekonomi akibat adanya suatu mobilitas.
Modal simbolik bisa berupa kantor yang luas di daerah elit, mobil
mahal dengan sopirnya, namun modal simbolik juga bisa berupa
petunjuk-petunjuk yang tidak mencolok mata yang menunjukkan
status tinggi dari pemiliknya (gelar pendidikan), cara bagaimana
membuat tamu menanti, maupun cara mengafirmasi otoritas
(Demartoto, 2014: 35).
Pertukaran yang paling hebat menurut Bourdieu adalah
pertukaran simbolik, karena dalam bentuk inilah bentuk modal yang
berbeda dipersepsi dan dikenali sebagai sesuatu yang legitimate.
Untuk menggambarkan penjelasan mengenai modal di atas adalah
penggunaan kekuasaan sebagai modal simbolik untuk mewakili
pendapat umum mencoba mempresentasikan dunia sosial melalui
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

penggunaan hukum yang bertujuan untuk memberikan negara sebuah


jaminan dalam segala bentuk nominasi resmi (Demartoto, 2014: 35).
Dan pada akhirnya akan memberikan sebuah identitas yang
resmi. Identitas ini akan dapat memunculkan pengidentitasan baru
tentang modal ekonomi dan budaya. Bourdieu menjelaskan bahwa
modal simbolik menunjuk kepada modal yang secara simbolik
dimengerti dalam hubungannya dengan pengetahuan, atau lebih
tepatnya lagi dalam hubungan dengan penolakan atau penerimaan,
yang mengandaikan adanya intervensi (campur tangan) habitus
sebagai suatu kapasitas kognitif yang dibentuk secara sosial
(Demartoto, 2014: 35).

3. Ranah, Arena atau Medan (Field)


Habitus tercipta dalam suatu arena, habitus antara aktor satu dengan aktor
yang lainnya berbeda. Hal itu tergantung arena atau ranah dimana mereka
berada. Dalam pandangan Bourdieu, hubungan-hubungan yang membentuk
suatu jaringan relasi. Ranah tidak bisa dipisahkan dari ruang sosial, dimana
ruang sosial tersebut merupakan suatu ruang yang integral, yang berisi suatu
sistem-sistem. Di dalam suatu arena terdapat suatu pertarungan yang
memperebutkan modal. Pertarungan tersebut diperkuat juga oleh modal, jadi
arena itu merupakan arena kekuatan, yang dimana di dalamnya terjadi
perebutan akses terhadap kekuasaan (Demartoto, 2014: 35).
Medan adalah suatu jaringan relasi antara pendirian-pendirian objektif
yang ada di dalamnya. Hubungan itu terpisah dari kesadaran dan kehendak
individu. Mereka bukan interaksi-interaksi atau ikatan-ikatan intersubjektif
antar individu. Bourdieu melihat medan menurut definisinya, sebagai suatu
arena pertempuran bahwa medan juga adalah suatu medan perjuangan. Struktur
medan itulah yang menunjang dan menuntun strategi-strategi yang digunakan
para pemangku posisi tersebut, secara individual atau kelompok, untuk
melindungi atau meningkatkan posisi mereka dan memaksakan prinsip
hierarkisasi yang paling baikcommit to user
bagi produk-produk mereka sendiri. Medan
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

adalah suatu tipe pasar terbuka yang kompetitif tempat berbagai jenis modal
(ekonomi, sosial, budaya, dan simbolik) dipergunakan dan disebarkan. Akan
tetapi, yang paling penting adalah medan kekuasaan (politik), hierarki
hubungan kekuasaan di dalam medan politis membantu menstrukturkan semua
medan lainnya (Ritzer, 2014: 907-909).
Bourdieu menjelaskan proses tiga langkah untuk menganalisis suatu
medan. Langkah pertama, yang mencerminkan keunggulan medan kekuasaan
ialah melacak hubungan setiap medan spesifik ke medan politis. Langkah
kedua ialah memetakan struktur objektif relasi-relasi antar posisi-posisi yang
ada di dalam medan itu. Posisi berbagai agen di dalam medan itu ditentukan
oleh jumlah dan bobot relatif modal yang mereka miliki. Modal yang
memungkinkan orang untuk mengendalikan nasibnya sendiri dan nasib orang
lain. Tentu saja ide itu diambil dari lingkungan ekonomi dan makna modal
ekonomik jelas (Ritzer, 2014: 907).
Dalam Demartoto (2014 : 36), konsep arena ini untuk memahami sebuah
situasi atau suatu konteks tanpa kembali jatuh ke dalam determinisme analisis
objektif. Arena didefinisikan sebagai ruang yang terstruktur dengan kaidah-
kaidah keberfungsiannya sendiri, dengan relasi-relasi kekuasaannya sendiri,
yang pas dari kaidah politik dan kaidah ekonomi. Bourdieu menganalisis arena
menjadi tiga konsep, yaitu :
a. Merefleksikan keutamaan arena kekuasaan, menelusuri hubungan
arena spesifik tertentu dengan arena politik.
b. Memetakan struktur subjektif hubungan antar posisi di dalam arena
tersebut.
c. Menentukan sifat habitus agen yang menduduki berbagai jenis agen di
dalam arena tersebut.
Dalam menggaris bawahi pentingnya habitus maupun medan, Bourdieu
menolak perpecahan diantara para individualisme metodologis dan holis
metodologis, yakni Bourdieu sangat memerhatikan hubungan diantara habitus
dan medan. Bourdieu melihat hal tersebut berjalan dengan dua cara. Di satu
commit to
sisi, medan mengkondisikan habitus, di user
sisi lain, habitus membentuk medan
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

sebagai sesuatu yang bermakna, yang mempunyai pengertian dan nilai, yakni
bernilai untuk investasi energi (Ritzer, 2014: 907-909). Menurut Bourdieu,
bahwa arena merupakan suatu sistem posisi sosial yang terstruktur, yang
dikuasai oleh individual atau institusi. Arena merupakan konteks mediasi yang
di dalamnya terdapat faktor eksternal (situasi yang berubah). Di dalam suatu
arena yang memiliki modal adalah yang dominan, yang sedikit memiliki modal
adalah yang didominasi. Namun, setiap karakteristik ada dalam bentuk yang
tidak tereduksi dan spesifik di tiap-tiap arena (Demartoto, 2014: 36).
Arena merupakan hal yang kompetitif yang di dalamnya terdapat
berbagai jenis modal, antara lain modal ekonomi, sosial, budaya, dan simbolik
yang digunakan dan dimanfaatkan. Namun arena kekuasaan (politik) yang
berfungsi menstrukturkan semua arena tersebut. Bourdieu memiliki pandangan
relasionisme metodologis yang lebih memperhatikan hubungan antara habitus
dengan arena. Di satu sisi arena mengkondisikan habitus sedangkan di sisi lain
habitus menciptakan arena sebagai sesuatu yang layak untuk mendapatkan
strategi energi. Posisi dari berbagai agen di arena tersebut ditentukan oleh
jumlah dan bobot relatif modal yang mereka kuasai (Demartoto, 2014: 36).

4. Praktik
Menurut Bourdieu pertama, seluruh kehidupan sosial pada dasarnya
adalah bersifat praksis. Praksis itu berada dalam ruang dan waktu, ini berarti
bahwa praksis dapat diamati dari tiga dimensi (modal, habitus dan dominasi
simbolik) dan dari waktu ke waktu. Praksis secara intrinsik didefinisikan oleh
temponya. Jadi segala analisis praksis memerlukan tempo sebagai karakteristik
sentral dalam inti analisisnya. Kedua, Bourdieu mengemukakan bahwa praksis
tidak secara sadar diatur dan digerakkan. Bourdieu memusatkan perhatian pada
praktik untuk mengelakkan dilema antara objektivisme dan subjektivisme.
Praktik merupakan hasil hubungan dialektika antara struktur dan keagenan
(Demartoto, 2014: 36-37).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

Dalam hal ini praktik tidak ditentukan secara objektif, tetapi bukan pula
hasil dari kemauan bebas. Praktik memiliki rumus sendiri yaitu (Habitus x
Modal) + Ranah = Praktik. Dengan kata lain, habitus yang membawa modal
untuk bersaing dalam sebuah ranah adalah praktik. Menurut Jenkins bahwa
dalam praktik, aktor tidak hanya berhadapan dengan situasi yang tengah
dihadapinya, melainkan berhadapan dengan situasi lainnya juga. Karena
mereka merupakan bagian yang integral dalam situasi-situasi tersebut. Karena
di dalamnya mereka tumbuh, belajar dan mendapatkan pengalaman,
kompetensi kultural praksis, posisi dalam ruang sosial. Tetapi sering kali
kebanyakan orang menerima dunia sosial secara apa adanya, mereka tidak
memikirkan, karena merasa tidak harus melakukannya. Dan inilah yang disebut
Bourdieu dengan Doxa. Doxa wacana yang dominan atau sesuatu yang
„menyerah‟ (Demartoto, 2014: 37).
Suatu pemahaman itu ada dan tidak perlu dipertanyakan lagi karena
memang sudah mencapai suatu kebenaran yang diketahui bersama. Bahkan
Bourdieu juga mengungkapkan bahwa agen dan masyarakat akan terus
memproduksi dan mereproduksi pembedaan dalam lingkungan mereka.
Pembedaan (distinction) akan terus ada, karena setiap individu memiliki kadar
modal yang berbeda-beda antara satu dan lainnya. Dan tanpa disadari,
kepemilikan tersebut menciptakan identitas tersendiri bagi mereka yang merasa
punya kesamaan dalam hal modal (Demartoto, 2014: 37).
Menurut Bourdieu, selera tercipta bukan dengan tiba-tiba dan bersifat
instan, melainkan melalui proses jangka panjang atau habitus. Selera ternyata
juga praktik yang antara lain membantu memberikan seorang individu maupun
orang lain pemahaman mengenai posisinya di dalam tatanan sosial. Selera
mengungkapkan sistem representasi yang khas pada kelompok sosial tertentu,
posisi mereka dalam masyarakat dan keinginan untuk menempatkan diri dalam
tangga kekuasaan. Selain distinction dan selera, adapun istilah kekerasan
simbolik yang digunakan Bourdieu untuk menunjukkan sebuah kekerasan yang
tidak disadari (Demartoto, 2014: 37).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

Dalam pandangan ini, kekuasaan simbolik merupakan sebuah kekuasaan


pentahbisan (cara penerimaan seseorang ke dalam suatu struktur), sebuah
kekuasaan untuk menyembunyikan atau menampakkan sesuatu lewat simbol.
Dalam menyembunyikan dominasinya, kekuasaan simbolik menjalankan
bentuk-bentuk yang halus agar tidak dikenali. Begitu halusnya praktik
dominasi yang terjadi menyebabkan mereka yang didominasi tidak sadar
bahkan mereka menyerahkan dirinya untuk masuk ke dalam lingkaran
dominasi. Dominasi yang mengambil bentuk halus inilah yang disebut
Bourdieu sebagai kekerasan simbolik (symbolic violence), yaitu sebuah
kekerasan yang lembut, sebuah kekerasan yang tidak kasat mata. Secara lebih
lengkap, kekerasan simbolik merupakan suatu bentuk kekerasan yang halus
dan tidak tampak yang dibaliknya menyembunyikan praktik dominasi
(Demartoto, 2014: 37-38).

C. Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini,
diantaranya penelitian yang berjudul Traditional Wisdom for Disaster Mitigation
in History of Japanese Architectures and Historic Cities yang ditulis oleh
Takeyuki Okubo dalam Jurnal Cultural Heritage, volume 20, halaman 715-724,
terbit pada tanggal 24 Mei 2016. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa
bangunan tradisional dan kota-kota di Jepang telah mampu bertahan dari dampak
bencana alam jangka panjang karena adanya status warisan mereka. Studi ini
menjelaskan pandangan lama dan pandangan baru mengenai kasus di Jepang yang
berkaitan dengan desain bangunan tradisional dan kota-kota bersejarah yang
canggih dengan tetap menjaga pola tradisional. Bahan-bahan yang terbatas dan
teknologi dari masa lalu, yang merupakan desain untuk mitigasi bencana yang
memang tidak dapat dihindari. Mitigasi bencana merupakan upaya
penanggulangan bencana, dimana bencana bagi Jepang memang tidak dapat
dihindari, kerugian minimal yang terjadi adalah adanya kerusakan infrastruktur.
Maka diperlukan pencegahan bencana yang bertujuan meminimalisir terjadinya
commit
kerusakan infrastruktur, bahkan to user modern terbaru tidak dapat
teknologi
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

menghindarkan dari adanya kerusakan infrastruktur yang disebabkan oleh


bencana, seperti gempa bumi di Kobe pada tahun 1995 dan tsunami pada tahun
2011. Dengan adanya warisan budaya yang berhubungan dengan kearifan
tradisional, mengakibatkan adanya pertahanan dari banyaknya bencana yang
terjadi di Jepang. Penelitian ini memperkenalkan kota tradisional Jepang dan
bangunan-bangunan arsitektual dari sudut pandang perlawanan mereka terhadap
bencana dan keberlangsungan hidup dengan menggunakan bahan-bahan yang
terbatas dan teknologi yang tersedia saat itu. Sesuai konteks, bencana alam yang
ditargetkan dibagi menjadi empat bagian, yaitu gempa, kebakaran kota, banjir dan
lain-lain termasuk tsunami dan angin ribut. Bencana selalu menimbulkan risiko,
adanya pengetahuan tradisional yang kuat menjadikan masyarakat yang terkena
bencana telah beradaptasi dengan metode mitigasi bencana dalam desain
arsitektur modern dan lebih lanjut untuk generasi yang akan datang.
Penelitian selanjutnya berjudul Children and Cultural Influences in a
Natural Disaster : Flood Response in Surakarta, Indonesia yang ditulis oleh
Heather Taylor dan Robin Peace dalam International Journal of Disaster Risk
Reduction, volume 13, halaman 76-84 terbit pada 21 April 2015. Penelitian ini
merupakan studi eksplorasi, penjelasan dan berusaha untuk memahami dampak
sosial akibat peristiwa bencana banjir pada kehidupan anak-anak. Studi ini
menekankan pada ide-ide dan perspektif yang dipegang oleh anak-anak. Data
diambil dari komunitas yang hidup di sepanjang Sungai Bengawan Solo, Jawa
Tengah dimana tempat ini sering terjadi bencana banjir yang berdampak pada
kerusakan lingkungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan ilmu sosial
konstruktivis yang pragmatik dengan mixed method sebagai pengumpulan dan
analisa tematik datanya. Secara keseluruhan hasil penelitian ini secara khusus
meneliti pengaruh budaya sebagai temuannya. Empat unsur-unsur budaya yang
berpengaruh, diidentifikasi sebagai berikut : (1) praktik budaya gotong royong
(budaya saling membantu), (2) peran Pemerintah Daerah, (3) adanya pengaruh
agama, (4) dan posisi anak-anak dalam budaya Indo-Jawa. Tindakan yang
dilakukan anak-anak menjadi prioritas dalam penelitian ini. Bahwa tindakan yang
commitbudaya
dilakukan anak-anak mencerminkan to user Indo-Jawa dan yang menjadi
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

kendalanya adalah kondisi tempat tinggal mereka. Gotong royong, struktur


Pemerintah Daerah dan adanya agama yang ada di sana mampu memperkuat
pertahanan mereka terhadap bencana. Budaya yang dimiliki dan nilai-nilai yang
telah melekat dalam diri anak-anak dapat berperan dalam menanggulangi bencana
banjir dan memungkinkan mereka untuk bertindak sesuai kemampuan mereka.
Penelitian selanjutnya berjudul Impact of Disaster Mitigation/Prevention
Urban Structure on Future Urban Thermal Environment yang ditulis oleh Satoru
Lizuka, Yingli Xuan dan Yumi Kondo dalam Jurnal Sustainable Cities and
Society, volume 19, halaman 414-420, terbit pada tanggal 18 Juli 2015. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa bencana gempa bumi sangat mungkin terjadi
dan juga tsunami serta tanah longsor. Dalam waktu dekat yang telah ditunjukkan
di area metropolitan terbesar di Jepang yaitu Nagoya. Di Nagoya telah terjadi
gempa besar berkekuatan 8 Skala Richter (SR) setiap 100-150 tahun. Gempa bumi
besar terakhir di Nagoya terjadi pada tahun 1944. Oleh karena itu, sudut pandang
mitigasi bencana atau pencegahan terhadap gempa bumi besar diharapkan sangat
penting untuk masa depan perencanaan kota di wilayah metropolitan Nagoya. Di
sisi lain, penduduk di wilayah metropolitan Nagoya diharapkan menurun di masa
depan. Seperti penurunan populasi biasanya mengarah ke pengurangan di wilayah
urban. Dalam studi ini, ada tiga mitigasi bencana model struktur mitigasi bencana
di kota yang dirancang untuk perencanaan urban di masa depan hingga tahun
2050 mendatang (target masa depan dimana sekitar 100 tahun lalu sejak gempa
bumi besar terakhir terjadi) di wilayah metropolitan Nagoya dengan
mempertimbangkan pengurangan di wilayah urban menurut yang diproyeksikan
mengalami penurunan populasi. Selanjutnya, dampak pengenalan model
penanggulangan atau pencegahan bencana (mitigasi bencana), yaitu (1) model
mitigasi bencana atau pencegahan bencana akibat kerusakan bencana tsunami, (2)
model mitigasi bencana atau pencegahan bencana akibat kerusakan gerak kuat
(gempa bumi), dan (3) model mitigasi bencana atau pencegahan bencana akibat
kerusakan tanah longsor. Di masa depan (pada tahun 2050) lingkungan termal
kuantitatif diselidiki menggunakan model atmosfer daerah penelitian cuaca dan
peramalan (WRF). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

Penelitian selanjutnya berjudul Factors of Influence on Flood Damage


Mitigation Behaviour by Households yang ditulis oleh Jennifer K. Poussin, W.J.
Wouter Botzen, Jeroen C.J.H. Aerts dalam Jurnal Environmental Science and
Policy, volume 40, halaman 69-77, terbit pada tanggal 9 Mei 2014. Berdasarkan
kajian pustaka, karya ini mengusulkan dan secara empiris menggunakan tes versi
The Protection Motivation Theory (PMT) dari kesiapsiagaan individu untuk
mengatasi terjadinya bencana. Survei dalam penelitian ini dilakukan di 885 rumah
tangga di daerah rawan bencana banjir di Perancis. Model regresi memberikan
wawasan ke dalam faktor pengaruh pada pelaksanaan tiga kategori mitigasi risiko
bencana banjir dan kebiasaan rumah tangga untuk menerapkan tindakan-tindakan
(tambahan). Meskipun hasilnya berbeda per kategori, keseluruhan temuan
menunjukkan bahwa penilaian ancaman terhadap terjadinya bencana memiliki
efek yang kecil pada perilaku masyarakat dalam melakukan mitigasi bencana.
Sementara untuk mengatasi penilaian memiliki pengaruh yang lebih penting.
Beberapa variabel yang telah ditambahkan ke dalam kerangka PMT tampaknya
berpengaruh dalam rumah tangga untuk memutuskan melakukan tindakan
kesiapsiagaan terhadap bencana, seperti pengalaman terjadinya bencana banjir
yang sudah pernah dialami, kebijakan manajemen risiko bencana banjir lokal dan
insentif serta jaringan sosial. Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat dua
rekomendasi kebijakan yang dibuat untuk meningkatkan kepekaan individu untuk
melakukan tindakan kesiapsiagaan terhadap terjadinya bencana banjir,
meningkatkan komunikasi dan sosialisasi untuk melakukan langkah-langkah
mitigasi bencana banjir terhadap kerusakan harta benda akibat bencana banjir dan
menyediakan insentif keuangan tambahan.
Penelitian selanjutnya berjudul Integrating Disaster Mitigation Strategis in
Land Use and Transport Plan Interaction yang ditulis oleh Fahmi, Paul Timms
dan Simon Shepherd dalam Jurnal Procedia Social and Behavioral Sciences,
volume 111, halaman 488-497, terbit pada tahun 2013. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa Land Use and Transport Interaction (LUTI) merupakan
rencana pembangunan perkotaan yang berkelanjutan harus mencapai utilitas yang
diharapkan dalam aspek teknis,commit to user lingkungan, dan sosial untuk
ekonomi,
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

perencanaan strategis kota jangka panjang. Bahkan, kemacetan dan kepadatan


penduduk yang memberikan kontribusi untuk emisi karbon, yang sebagian besar
masalah yang dihadapi oleh banyak kota di seluruh dunia. Untuk kota yang
berisiko tinggi di daerah rawan bencana, strategi yang dipilih dalam rencana
penggunaan tanah dan transportasi harus tidak hanya berurusan dengan masalah
emisi karbon tetapi juga harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya
bencana. Hasil penelitian ini menyajikan pendekatan integrasi strategi mitigasi
bencana dalam penggunaan Land-Use and Transport Interaction (LUTI).
Pendekatan dalam penelitian ini menggabungkan mitigasi bencana dengan tanah
konvensional yang menggunakan transportasi strategi untuk mencapai tujuan
pengurangan risiko perkotaan dan keberlanjutan transportasi kota. Strategi dalam
penelitian ini disajikan dengan menggunakan studi kasus, dapat dikatakan Banda
Aceh Integrated Land Use and Transport Plan (BILT). Pendekatan BILT ini
memberikan wawasan baru pada penggunaan lahan dan rencana interaksi
transportasi dengan menggunakan konvensional transportasi yang strategis,
tentang bagaimana membuat perencanaan kota strategis jangka panjang yang
berisiko tinggi dalam meminimalkan risiko bencana dan mencapai pengurangan
emisi karbon secara bersamaan dalam konteks pengurangan urban risiko
berkelanjutan.
Penelitian selanjutnya berjudul Environmental Impact Assessment of
Structure Flood Mitigation Measures by A Rapid Impact Assessment Matrix
(RIAM) Technique : A Case Study in Metro Manila, Philippines yang ditulis oleh
Romeo Gilbuena Jr, Akira Kawamura, Reynaldo Medina, Hideo Amaguchi,
Naoko Nakagawa dan Duong Du Bui dalam Jurnal Science of the Total
Environment, volume 456-457, halaman 137, terbit pada tanggal 12 April 2013.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam beberapa dekade terakhir,
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam proses perencanaan
proyek infrastruktur telah menciptakan kesadaran yang signifikan pada manfaat
lingkungan dan pembangunan perkotaan berkelanjutan di seluruh dunia. Di kota-
kota besar yang independen di Filipina, seperti Metro Manila, bahwa prioritas
commit tountuk
yang diberikan oleh pemerintah nasional user langkah-langkah Structure Flood
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

Mitigation Measures (SFMM) karena bencana banjir dalam frekuensi yang tinggi
terus menerus terjadi, yang diperburuk oleh perubahan iklim. (Environmental
Impact Assessment) EIA dengan demikian harus selalu hati-hati dan efektif
dijalankan untuk memaksimalkan potensi manfaat dari SFMM. Praktik umum EIA
di Filipina umumnya kualitatif dan tidak memiliki metologi yang jelas dalam
mengevaluasi sistem multi kriteria. Dengan demikian, studi ini menggunakan
teknik Rapid Impact Assessment Matrix (RIAM) yang merupakan penilaian
dampak cepat untuk menyediakan sebuah metode yang akan secara sistematis dan
kuantitatif menilai dampak sosial-ekonomi dan lingkungan SFMM yang dilakukan
di Metro Manila. Teknik RIAM sedikit dimodifikasi agar sesuai dengan
persyaratan dari studi ini. Skala dampak ditentukan untuk setiap dampak yang
dirasakan dan berdasarkan hasilnya, SFMM yang digunakan untuk Metro Manila
membawa manfaat yang signifikan. Namun, dampak negatif yang signifikan dapat
juga mungkin terjadi. Modifikasi yang diusulkan sangat kompatibel dengan
RIAM, dan hasil analisis RIAM memberi tampilan yang jelas dari dampak yang
terkait dengan pelaksanaan proyek-proyek SFMM. Hal ini dapat membuktikan
bahwa praktik EIA penting dilakukan di Filipina.
Penelitian selanjutnya berjudul Public and Private Mitigation for Natural
Disasters in Japan, yang ditulis oleh Kazuyuki Iwata, Yutaka Ito dan Shunsuke
Managi dalam International Journal of Disaster Risk Reduction, volume 7,
halaman 39-50, terbit pada tanggal 25 Desember 2013. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa peningkatan jumlah studi yang menganalisis hubungan
antara tingkat kerusakan dan bencana alam, tetapi studi-studi tersebut tidak
mengulas perbedaan antara mitigasi bencana publik dan mitigasi bencana individu
(personal). Penelitian ini secara empiris membedakan kedua jenis mitigasi
tersebut menggunakan data Jepang Prefekur Panel dari tahun 1975 hingga tahun
2007. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mitigasi bencana publik dan
mitigasi individu (personal) telah memberikan kontribusi untuk mengurangi
kerusakan total akibat terjadinya bencana alam. Hasil estimasi biaya dan manfaat
rasio untuk setiap prefektur menegaskan bahwa upaya mitigasi bencana prefektur
perkotaan kurang efektif daripadacommit to pedesaan
prefektur user yang berfokus pada bencana
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

besar dan kecil. Oleh karena itu, prefektur perkotaan perlu menilai kembali
langkah-langkah mitigasi bencana secara umum. Selanjutnya, untuk mengurangi
kerusakan akibat bencana yang ekstrim, pembuatan kebijakan diperlukan untuk
investasi dalam perbaikan mitigasi infrastruktur ketika dihadapkan dengan
probabilitas yang tinggi untuk bencana.
Penelitian selanjutnya berjudul Integrating Vulnerability Analysis and Risk
Assessment in Flood Loss Mitigation : An Evolution of Barriers and Challenges
Based on Evidence from Ireland, yang ditulis oleh James M. Jeffers dalam Jurnal
Applied Geography, volume 37, halaman 44-51, terbit pada tahun 2013. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun mendapat kritikan dari ahli bencana
geografi, ekologi politik dan ilmuwan sosial lainnya, kebijakan bencana banjir dan
pengambilan keputusan tetap didominasi oleh pendekatan teknokratik dengan
risiko bahaya yang tinggi. Bahaya terhadap lingkungan dipahami melalui lensa
modernisasi ekologi yang mengukur pada risiko biofisik dan perbaikan teknologi.
Kerugian yang dialami akibat terjadinya bencana banjir dibedakan dari peristiwa
bencana banjir dengan pencegahan menjadi suatu keseluruhan tujuan dari
kebijakan dan pengambilan keputusan. Risiko panjang sebagai suatu kekuatan
egaliter yang mempengaruhi semua orang dan kerentanan sosial-ekonomi jarang
dianggap dalam pengambilan keputusan lokal. Hasil penelitian empiris dari tiga
kota besar di pesisir Irlandia penelitian ini menyajikan hasil dengan pendekatan
teknokratik. Hasil penelitian kualitatif ini, dilakukan dengan melakukan
wawancara semi terstruktur dengan pengambilan keputusan lokal dan konten
analisis kebijakan lokal dan beberapa rintangan dan tantangan untuk integrasi
kerentanan penelitian ke dalam kebijakan publik.
Penelitian selanjutnya berjudul Mitigation of Climate Change Effect Though
Non-structural Flood Disaster Management in Pekan Town, Malaysia yang
ditulis oleh Mohammad Abdul Mohit dan Gajikoh Mohamed Sellu, dalam Jurnal
Procedia Social and Behavioral Sciences, volume 85, halaman 564-573, terbit
pada tahun 2013. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa bencana banjir
membawa penderitaan hidup bagi ribuan warga Malaysia setiap tahun. Kota
commitsecara
Pekan terletak di tepi Sungai Pahang, to user
teratur mengalami kerusakan fisik
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

dan ekonomi akibat bencana banjir yang terjadi setiap tahun. Hal ini diantisipasi
berdampak pada perubahan iklim melalui kenaikan permukaan laut yang
memperburuk aliran (deras) dan kedalaman bencana banjir di Kota Pekan.
Penelitian ini fokus pada bencana banjir yang terjadi di Kota Pekan, menilai
intensitas bencana banjir yang terjadi serta akibatnya, mengantisipasi keparahan
bencana banjir akibat kenaikan permukaan laut dan yang terakhir komunitas
mitigasi bencana banjir berkelanjutan untuk membenahi kota-kota yang terkena
bencana banjir.
Penelitian selanjutnya berjudul A Community-Based Approach To Flood
Hazard and Vulnerability Assessment In Flood Prone Areas, A Case Study in
Kelurahan Sewu, Surakarta City, Indonesia yang ditulis oleh Muhammad Zein
dalam Thesis of Gadjah Mada University International Institude For Geo-
Information Science and Earth Observation pada tahun 2010. Hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa Kelurahan Sewu, Kota Surakarta terletak di daerah yang
rawan bencana banjir. Bencana banjir terbesar terjadi pada akhir Desember 2007
yang menyebabkan bencana banjir di seluruh kampung. Memperkuat dan
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap daerah yang rawan bencana banjir
diperlukan dalam rangka untuk mengurangi kerentanan dan risiko bencana banjir.
Komunitas yang memiliki pengetahuan tentang bencana sangat penting untuk
meningkatkan kesiapan dan mitigasi untuk mengurangi dampak karena bencana
banjir. Penelitian difokuskan pada skala lokal dan didasarkan pada pengetahuan
masyarakat tentang bahaya bencana banjir, mengidentifikasi elemen risiko dan
menilai kerentanan dari masing-masing elemen pada risiko bencana banjir. Data
primer yang diperoleh melalui wawancara 104 responden dengan menggunakan
purposive sampling, hal ini dipilih berdasarkan jenis struktural bangunan rumah,
jarak dari tanggul sungai, dan ketinggian. Karakteristik umum dari komunitas
yang diamati meliputi kebersihan karena kerentanan sosial terhadap bencana
banjir. Masyarakat memiliki kebiasaan dalam menghadapi bahaya bencana banjir
melalui organisasi dan tradisi lokal. Geographic Information System (GIS)
digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi tentang penyebab
bencana banjir, kedalaman, dan commit to user seperti yang diproses dengan
durasi. Informasi
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

menggunakan kriging sederhana di perangkat lunak ILWIS dengan model


Gaussian Semivariogram menetapkan kedalaman air bah dan banjir peta durasi.
Delapan Rukun Tetangga (RT) ditemukan sebagai daerah yang paling rawan
bahaya bencana banjir. Kerentanan sosial dan fisik diteliti kemudian dipetakan.
Empat jenis struktural umum bangunan rumah dari sembilan jenis struktur
bangunan rumah yang ditemukan dalam studi kasus ini. Hubungan antara
kedalaman bencana banjir dan tanggul untuk jenis struktural yang diplot ke dalam
kerentanan kurva. Struktur bangunan masyarakat bantaran Kampung Sewu yang
paling memiliki kerentanan terhadap bencana banjir adalah tipe struktural dengan
lantai dan dinding bambu. Struktur bangunan pemukiman masyarakat yang
memiliki kerentanan terhadap bencana banjir rendah adalah setidaknya dengan
beton dan keramik lantai serta dinding beton, dan atap rumah yang terbuat dari
tanah liat. Kerentanan terhadap bencana banjir ini pula terkait dengan penghasilan
setiap Kepala Keluarga (KK) yang ada. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi
kepala rumah tangga maka bangunan rumah yang dimiliki semakin baik dan
kokoh terhadap bencana banjir yang sering terjadi. Hal tersebut akan
meminimalisir adanya kerusakan yang parah apabila terjadi bencana banjir.
Tingkat sosial ekonomi yang tinggi berpengaruh pada tingkat permanen bangunan
rumah yang dihuni setiap Kepala Keluarga (KK). Hasilnya menunjukkan bahwa
hanya sedikit rumah tangga yang memiliki kerentanan tinggi, sebagian besar
rumah tangga memiliki kerentanan yang moderat dan rendah untuk sosial
ekonominya. Itu sebabnya orang-orang masih tinggal di daerah rawan bencana
banjir karena mereka merasa tidak memiliki kerentanan yang tinggi terhadap
bencana banjir yang terjadi setiap tahunnya. Di sisi lain, kemampuan mereka
seperti sebagai organisasi sosial dan tradisi lokal juga membantu mereka untuk
segera melakukan pemulihan setelah terjadi bencana banjir.
Penelitian selanjutnya berjudul Indeks Kerentanan Banjir Berbasis Prediksi
Iklim untuk Mitigasi Kebencanaan Banjir Jangka Panjang di Daerah Aliran
Sungai (DAS) Bengawan Solo, ditulis oleh Armi Susandi, Arityo R. Wijaya dan
Fadhli M. Firdaus dalam Jurnal Riset Kebencanan Indonesia, volume 2, nomor 1,
commit
halaman 1-7 terbit pada bulan Mei 2016.toHasil
user dari penelitian ini menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

bahwa secara topografi, kondisi di sekitar cakupan DAS Bengawan Solo memiliki
kecenderungan datar sub-DAS dari hilir Bengawan Solo membentuk aliran sungai
yang melebar dan semakin menyempit ke arah hulunya, melalui dataran aluvial
dan menjadi wilayah pengairan. Observasi dari tutupan lahan melalui satelit
menunjukkan sebagian besar wilayah DAS Bengawan Solo. Dalam studi ini, akan
diberikan analisis indeks kerentanan bencana banjir secara komprehensif dan
detail bersifat keruangan (spasial) dan waktu (temporal) dalam bentuk zonasi
wilayah rawan, serta juga akan dibahas mengenai evaluasi terhadap metode
analisis tersebut berdasarkan berita kejadian bencana banjir lampau di media
massa. Hasil yang diperoleh dari penelitian mengenai analisis kerawanan dan
pengurangan risiko bencana banjir berbasis SIG di DAS Bengawan Solo adalah
parameter-parameter penentu kerawanan bencana banjir di DAS Bengawan Solo,
yaitu curah hujan, tutupan lahan, kelerengan dan kejadian bencana banjir pada
tingkat desa. Daerah-daerah yang memiliki kerawanan terhadap bencana banjir
dapat dipetakan sekaligus diberikan indikator tingkatan kerawanannya, yaitu
tingkatan aman, rendah, sedang atau menengah, rentan dan sangat rentan.
Selanjutnya penelitian yang berjudul Aplikasi Mitigasi Bencana di Sub-
Daerah Aliran Sungai Kreo pada Prediksi Hujan-Limpasan Menggunakan
Openlisem, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, ditulis oleh Khairunnisa Adhar,
Muh Aris Marfal dan Sunarto dalam Jurnal Riset dan Kebencanaan Indonesia,
volume 2, nomor 1, halaman 8-18 terbit pada bulan Mei 2016. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa bencana banjir merupakan fenomena yang
telah dihadapi Kota Semarang sejak abad ke 19. Pemerintah Kolonial Belanda
menghadapi hal ini dengan membangun Banjir Kanal Barat (BKB) dan Banjir
Kanal Timur (BKT) [1]. Penelitian terdahulu menyimpulkan bahwa terdapat tiga
(3) jenis banjir di Kota Semarang, yaitu Banjir Lokal, Banjir Pasang dan Banjir
Limpasan Sungai [2]. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis pengaruh
perubahan lahan tahun 1994 ke 2013 terhadap limpasan, mengamati dampak yang
ditimbulkan perencanaan ruang sebagai mitigasi non-struktural, serta pengaruh
mitigasi struktural, Bendungan dan Waduk Jatibarang terhadap limpasan di DAS
Kreo. Pada komposisi tutupan commit
lahan to user 2013, waktu puncak pelepasan
tahun
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

merupakan yang terlama yaitu 3,48 jam dengan nilai intersepsi dan infiltrasi
terbesar. Tutupan Lahan dengan komposisi sesuai RT/RW memiliki nilai puncak
pelepasan (l/s) terendah dengan waktu puncak pelepasan 2,53 jam. Simulasi
model prakiraan ini menunjukkan komposisi luas tutupan area terbangun pada
RT/RW dapat mengurangi jumlah pelepasan pada hujan skala besar (100
tahunan). Setelah waduk Jatibarang dan bendungan diintegrasikan dengan
ketinggian area waduk pada kondisi terisi penuh, terjadi peningkatan waktu
puncak pelepasan dan pelepasan puncak, karena area permukaan air tidak
memiliki intersepsi maupun infiltrasi.
Penelitian selanjutnya yang berjudul Kesiapsiagaan Bencana Berbasis
Masyarakat di Kawasan Wisata Kotagede, Yogyakarta ditulis oleh Sudibyakto,
Danang Sri Hadmoko, Dyah R. Hizbaron, Emi Dwi Suryanti, I Made Susmayadi
dan Efrinda Ari Ayuningtyas dalam Jurnal Riset Kebencanaan Indonesia, volume
1, nomor 1, halaman 58-66 terbit pada bulan Mei 2015. Hasil dari penelitian ini
menyatakan bahwa Yogyakarta merupakan salah satu wilayah rawan bencana di
Indonesia yang menjadi pusat pembelajaran bagi berbagai upaya penanggulangan
risiko bencana. Ekspresi keruangan yang ditampakkan tidak jauh berbeda, yaitu
suatu kawasan permukiman dan jasa yang padat penduduk dengan segenap
kelengkapan fasilitas khas kota, dan dipertegas dengan kekhasan arsitektur
tradisional Jawa di beberapa sudut wilayah seperti Kotagede, yang didominasi
dengan adanya rumah joglo dan beberapa peninggalan sejarah Kerajaan Mataram
lainnya. Keberadaan wilayah ini sangat menarik untuk dicermati, mengingat
kapasitas masyarakat yang cukup tinggi dan dapat menjadi tolok ukur bagi proses
ketangguhan menghadapi bencana, bagi kawasan lainnya di Yogyakarta dan
sekitarnya yang secara fisik menghadapi berbagai potensi bahaya seperti gempa
dan bahaya turunannya yaitu kebakaran. Penelitian dilakukan menggunakan
pendekatan partisipatif, yang mana berbagai lapisan masyarakat dilibatkan baik
sebagai objek dan subjek penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menemukenali dan memetakan hal yang telah dilakukan oleh banyak pihak di
wilayah tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat telah
memiliki kemampuan untuk membuatcommitpeta
to user
partisipatif terhadap jalur evakuasi.
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

Jalur tersebut meliputi jalur utara dan selatan. Jalur utara menyediakan lebih
banyak alternatif untuk mengakses Tempat Evakuasi Sementara (TES)
dibandingkan jalur selatan. Rekomendasi bagi penelitian selanjutnya adalah
menemukenali kapasitas masyarakat terkait dengan upaya mitigasi dan
kesiapsiagaan khusus bagi kawasan cagar budaya. Karena dalam penelitian ini
belum mampu menarik benang merah antara tingginya kapasitas masyarakat di
sekitar cagar budaya dengan objek cagar budayanya secara khusus.
Selanjutnya penelitian yang berjudul Strategi Adaptasi dan Mitigasi
Bencana Banjir pada Masyarakat di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun
yang ditulis oleh Zulfahmi Tarigan dalam Tesis Program Studi Magister Studi
Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Medan pada tahun 2015. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa wilayah
bantaran sungai di Indonesia merupakan salah satu wilayah yang sangat rentan
terhadap dampak perubahan iklim. Dampak tersebut meliputi perubahan pola
cuaca dan iklim setempat yang menyebabkan pola dan debit air sungai tidak dapat
diperhitungkan dan dapat dengan tiba-tiba meningkat dan mengakibatkan banjir.
Di Kota Medan sendiri, masalah bencana banjir telah menjadi masalah yang rutin
bagi masyarakat di kelurahan Aur karena mereka tinggal tepat di bibir sungai
Deli. Bencana banjir telah berlangsung selama puluhan tahun dan masyarakat
kelurahan Aur dan Pemerintah Kota Medan telah terbiasa dan telah
mempersiapkan strategi adaptasi dan mitigasi untuk mengurangi strategi adaptasi
masyarakat dalam menghadapi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran
Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan
Maimun dan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan mitigasi
bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan
Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun. Metode yang dipakai
dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif yang
menekankan pada proses dimaksudkan agar peneliti dan proses penelitian tidak
terjebak pada kerangka pemikiran teoritik yang kaku dan bersifat streotipik,
dengan tujuh orang informan. Dari hasil penelitian diperoleh adapun strategi yang
dilakukan masyarakat Kelurahancommit to user
Aur dalam menghadapi bencana banjir adalah
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

dengan meninggikan bangunan rumah yang terletak di bibir sungai, membuat


dinding penahan di bibir sungai, mendengarkan pengumuman kejadian banjir dari
radio, mematikan aliran listrik, memindahkan barang berharga dan obat-obatan ke
tempat yang tinggi, tidak melintasi genangan banjir bila masih dapat dihindari.
Selanjutnya untuk mitigasi pra-bencana banjir Pemerintah dan masyarakat
melaksanakan proyek pembangunan Flood Control Project (FCP) dan himbauan
larangan membuang sampah di sungai. Pada saat terjadi bencana mereka
mendirikan posko darurat dan dapur umum untuk keperluan masyarakat korban
bencana banjir. Untuk mitigasi pasca bencana banjir Pemerintah telah
mengupayakan relokasi masyarakat di sekitar bibir sungai ke rusunawa dan
memberikan sosialisasi akan bahaya tinggal di wilayah bibir sungai. Akan tetapi
usaha relokasi masyarakat tidak dipatuhi karena masyarakat merasa lokasi
rusunawa terlalu jauh dari wilayah perkotaan dan mereka beranggapan sudah
nyaman tinggal di Kelurahan Aur.
Penelitian berikutnya berjudul Mitigasi Bencana Berbasis Kearifan Lokal
Masyarakat Baduy yang ditulis oleh Suparmini, Sriadi Setyawati dan Dyah
Respati Suryo Sumunar dalam Jurnal Penelitian Humaniora, volume 19 nomor
1, halaman 47-64, terbit pada bulan April 2014. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui (1) kearifan lokal masyarakat Baduy yang tinggal di Desa Kanekes,
Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Provinsi Banten, dan (2) kearifan
lokal yang berkaitan dengan mitigasi bencana alam gempa bumi, banjir, tanah
longsor, dan kebakaran. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, dokumentasi dan wawancara.
Analisis data secara kualitatif, melalui reduksi data, penyajian data, hingga
pengambilan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat
Baduy, tetap memegang kuat kepercayaan dan adat istiadatnya serta meniti hari
demi hari dengan penuh kearifan. Kepercayaan dan adat istiadat itu menjadi
pikukuh (aturan) yang senantiasa menjadi falsafah hidup dan keseharian
masyarakat Baduy. Kearifan lokal masyarakat Baduy berkaitan dengan mitigasi
bencana gempa bumi, tanah longsor, banjir, dan kebakaran tercermin dalam (1)
tradisi perladangan, yakni dengancommit
aturan topemilihan
user lokasi ladang (huma), waktu
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

berladang, tata cara membuka dan membakar lahan, hingga peralatan yang
diperbolehkan untuk digunakan. Tradisi perladangan menghindarkan dari bahaya
longsor, dan kebakaran. (2) Aturan dan pikukuh dalam membuat bangunan rumah,
jembatan, lumbung, dan sebagainya dengan bahan bambu, ijuk dan kirey tanpa
paku. Bangunan didirikan di atas tanah menyesuaikan kontur tanah, didirikan di
atas umpak, tidak diperbolehkan mengubah kontur tanah. Hal itu merupakan
mitigasi terhadap bencana gempa, longsor, banjir, dan kebakaran. (3) Pembagian
zona hutan dalam tiga wilayah sebagai wujud nyata pelestarian ekosistem dan
merupakan mitigasi terhadap bencana longsor, banjir, erosi, dan bencana lainnya.
Penelitian selanjutnya berjudul Pengetahuan Masyarakat dalam Mitigasi
Bencana Banjir di Desa Penolih Kecamatan Kaligondang Kabupaten
Purbalingga yang ditulis oleh Nike Awaliyah, Esti Sarjanti dan Suwarno dalam
Jurnal Geoedukasi, volume 3, nomor 2, halaman 92-95, terbit pada bulan Oktober
2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan masyarakat Desa
Penolih Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga dalam mitigasi bencana
banjir. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Jumlah populasi
penelitian adalah 56 Kepala Keluarga (KK). Jumlah populasi penelitian adalah 56
Kepala Keluarga (KK). Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total
sampling yaitu seluruh warga yang terkena bencana banjir yaitu Dusun II, III dan
IV sebanyak 56 Kepala Keluarga (KK). Analisis data yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif menggunakan tabel frekuensi, persentase dan pengharkatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat dalam mitigasi
bencana banjir di Desa Penolih Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga
termasuk dalam kategori sedang dinilai dari aspek pengetahuan mitigasi bencana
banjir, aspek pengendalian banjir, aspek sistem sarana dan prasarana, dan aspek
sikap partisipasi. Pengetahuan masyarakat dalam mitigasi bencana sebelum banjir
termasuk dalam kategori sedang, sedangkan pengetahuan masyarakat dalam
mitigasi bencana saat banjir termasuk dalam kategori sedang dan pengetahuan
masyarakat dalam mitigasi bencana setelah banjir termasuk dalam kategori tinggi.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id

Selanjutnya penelitian yang ditulis oleh Pramudita Budi Rahayu, Laode


Asrul dan Muhammad Akbar dengan judul Peran Media Cetak Lokal dalam
Mitigasi Bencana Banjir Terhadap Kesadaran Masyarakat di Kota Makassar
dalam Jurnal Analisis, volume 3, nomor 2, halaman 136-142, terbit pada bulan
Desember 2014. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa salah satu peran
media massa cetak adalah mengedukasi masyarakat, diantaranya mengedukasi
masyarakat akan bencana banjir. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan peran media cetak lokal Fajar dan Tribun Timur tentang mitigasi
bencana banjir. Metode penelitian ini kualitatif dengan menggunakan teknik
analisis isi. Hasil penelitian mendeskripsikan peran media cetak lokal yaitu Fajar
dan Tribun Timur pada periode pra bencana banjir, pada saat bencana banjir, dan
pasca bencana banjir. Pada periode pra bencana banjir media cukup berperan
menyadarkan masyarakat dengan berita-beritanya sebanyak 21 berita atau 46,6%
untuk Fajar dan 24 berita atau 53,4% untuk Tribun Timur. Pada periode pada saat
bencana banjir peran media massa cetak banyak terlihat melalui pemberitaannya
yaitu Fajar menurunkan 97 berita dan Tribun Timur sebanyak 31 berita. Untuk
periode pasca banjir Fajar menurunkan 14 berita dan Tribun Timur sebanyak 9
berita. Disimpulkan bahwa media massa cetak lokal cukup berperan dalam
mitigasi bencana banjir dalam menyadarkan masyarakat melalui berita-berita yang
diturunkan. Diharapkan masyarakat dapat sadar akan bahaya bencana banjir dan
menjaga lingkungan.
Penelitian selanjutnya berjudul Mitigasi Bencana Banjir Rob di Jakarta
Utara yang ditulis oleh Rangga Chandra K dan Rima Dewi Supriharjo dalam
Jurnal Teknik Pomits, volume 2, nomor 1, halaman 2337-3539 terbit pada tahun
2013. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa fenomena bencana banjir rob
beserta dampak negatif yang telah ditimbulkan di Jakarta Utara mengindikasikan
kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya
bencana banjir. Kawasan pesisir Jakarta Utara berada pada ketinggian 0-3 m di
atas permukaan air laut, banjir dan banjir rob di Jakarta Utara memiliki ketinggian
sampai 100 cm oleh karena itu perlu merumuskan tingkat risiko banjir rob sebagai
upaya untuk mengurangi dampak commit to user
yang akan terjadi serta memposisikan
perpustakaan.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id

masyarakat dan daerah yang bersangkutan pada tingkatan risiko yang berbeda.
Dalam mencapai tujuan penelitian, dilakukan identifikasi faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kerentanan (vulnerability) menggunakan analisa deskriptif
untuk mendapatkan faktor-faktor kerentanan yang berpengaruh terhadap banjir
rob kemudian faktor tersebut diperkuat menggunakan analisa delphi, dari hasil
delphi ini dihitung bobot dari setiap faktor dengan analisa Analitycal Hierarchy
Process (AHP) expert, identifikasi karakteristik ancaman bahaya (hazard)
menggunakan analisis weighted overlay dari variabel ketinggian dan durasi
genangan serta kapasitas menggunakan analisa delphi, selanjutnya memberikan
bobot faktor-faktor yang diperoleh dari sasaran sebelum menggunakan analisa
AHP menentukan zona kerentanan dan kapasitas menggunakan analisis overlay
weighted sum pada faktor-faktor kerentanan dan kapasitas, dalam merumuskan
zona risiko bencana banjir rob menggunakan metode Raster Calculator dengan
memperhatikan fungsi risiko yang dipengaruhi oleh ancaman bahaya dan
kerentanan. Kemudian didapat peta risiko bencana banjir rob yang diklasifikasi ke
dalam 5 kelas atau hierarki berdasarkan dengan pedoman penanggulangan
bencana. Dari penelitian ini didapatkan luas wilayah yang berada pada tingkat
risiko banjir rob sangat tinggi sampai dengan kurang berisiko dan kecamatan yang
paling berisiko adalah Kecamatan Cilincing, Kecamatan Koja dan Kecamatan
Tanjung Priok.
Penelitian selanjutnya berjudul Strategi Penguatan Kapasitas Stakeholders
dalam Adaptasi dan Mitigasi Banjir di Kota Surakarta yang ditulis oleh Muzakar
Isa, M. Farid Wajdi, Syamsudin dan Anton A. Setyawan dalam Jurnal
Manajemen dan Bisnis, volume 17, nomor 2 halaman 99-110 terbit pada bulan
Desember 2013. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kesiapan
stakeholders dalam adaptasi dan mitigasi bencana banjir di Kota Surakarta, dan
menyusun strategi penguatan kapasitas dalam adaptasi dan mitigasi bencana banjir
di Kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method, yaitu
gabungan antara pendekatan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Tokoh kunci
sebanyak 25 orang yang diambil secara purposive quoted sampling. Deskriptif
commit
statistik dipakai untuk menganalisis datatopenelitian
user dan juga dilengkapi dengan
perpustakaan.uns.ac.id 49
digilib.uns.ac.id

metode Analysis Hierarchy Proccess (AHP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa


stakeholders belum optimal dalam melakukan upaya mitigasi dan adaptasi
terhadap bahaya bencana banjir. Strategi penguatan kapasitas dapat dilakukan
melalui (a) menyusun renstra atas penanggulangan bencana banjir, (b) pendidikan,
pelatihan dan sosialisasi terhadap adaptasi dan mitigasi bencana banjir, (c)
pembangunan dan perbaikan aspek fisik, (d) partisipasi masyarakat dalam mitigasi
bencana banjir, (e) perencanaan dan penyediaan logistik, dana, dan peralatan, (f)
penyusunan SOP banjir, dan (g) mendorong perlindungan aset melalui asuransi.
Penelitian selanjutnya berjudul Kajian Mitigasi Bencana Banjir Bandang
Kecamatan Leuser Aceh Tenggara Melalui Analisis Perilaku Sungai dan Daerah
Aliran Sungai yang ditulis oleh Azmeri dan Devi Sundary dalam Konferensi
Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
pada tanggal 24-26 Oktober 2013. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
bencana banjir bandang yang terjadi pada Jumat malam, 17 Agustus 2012 sekitar
pukul 22.00 di Sungai Lawe Liang Pangi Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi
Aceh diawali hujan dengan intensitas yang cukup tinggi selama tiga hari berturut-
turut. Bencana banjir tersebut mengakibatkan jalan longsor pada lima belas lokasi.
Daerah yang paling parah mengalami kerusakan adalah Desa Naga Timbul, Suka
Damae, Sepakat, Gaya Sendah, Punce Nali, dan Bun-bun Indah. Tujuan kajian ini
dilaksanakan untuk menganalisa perilaku sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS)
agar dapat memberikan rekomendasi bagi mitigasi bencana banjir bandang yang
merupakan kejadian yang berulang di daerah studi. Dari hasil kajian diperoleh
data sebagai informasi bahwa jenis tanah yang menghampar merupakan lanau
berpasir halus sedikit lempung dan berwarna coklat tua, yang merupakan jenis
tanah yang peka terhadap erosi. Sementara topografi DAS Lawe Liang Pangi
merupakan pegunungan dengan kemiringan sedang hingga curam dan banyak
dijumpai alur sungai yang berbelok (meandering). Berdasarkan hasil kajian
karena telah terlanjur terjadi sodetan, maka direkomendasikan untuk memberikan
perlindungan berupa penempatan peredam energi untuk daerah sungai yang
kemiringannya terjal untuk menghindari perubahan rezim sungai. Rekomendasi
commit
lainnya terhadap penanggulangan dan tomitigasi
user bencana banjir bandang di
perpustakaan.uns.ac.id 50
digilib.uns.ac.id

Kecamatan Leuser Kabupaten Aceh Tenggara, yaitu penanggulangan dan mitigasi


bencana banjir berupa tindakan struktural yang disesuaikan dengan tipikal lokasi
rawan bencana banjir bandang dan tindakan non-struktural termasuk pekerjaan
vegetasi dan edukasi publik untuk pengelolaan lahan budidaya.
Penelitian selanjutnya berjudul Model Strategi Mitigasi Berbasis
Kepentingan Perempuan pada Komunitas Survivor di Wilayah Rawan Banjir,
ditulis oleh Tri Joko Sri Haryono, Toetik Koesbardiati dan Sri Endah Kinasih
dalam Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, volume 25, nomor 3, halaman
184-194, terbit pada bulan Juli-September 2012. Penelitian ini bertujuan untuk
memahami bagaimana fokus manajemen bencana banjir pada peran serta
masyarakat dalam penanggulangan bencana. Masyarakat tidak hanya sebagai
objek bencana tapi juga sebagai pelaku bencana banjir. Program ini didasarkan
pada masyarakat sebagai korban bencana banjir, harus diberdayakan dengan
pengetahuan dan keterampilan yang memadai, sehingga mampu menangani
dampak bencana banjir dan upaya pengurangan risiko. Namun program tersebut
jarang atau bahkan tidak pernah melibatkan perempuan sebagai korban bencana
alam. Dampaknya justru perempuan korban yang paling menderita ketika bencana
banjir. Bila ada bencana seperti banjir di Lamongan dan Bojonegoro, perempuan
selalu di tempat kedua. Tujuan dari penelitian ini sebagai model formulasi
masukan dari strategi mitigasi dan manajemen pengembangan bencana alam
berdasarkan kepentingan perempuan di daerah rawan bencana banjir dari orang-
orang yang selamat di Jawa Timur. Data penelitian ini diperoleh dari wawancara
dan observasi mendalam dengan tokoh masyarakat dari strategi mitigasi bencana
banjir. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan komunitas survivor
dimana perempuan yang memiliki berbagai pengetahuan, pengalaman budaya,
dan kredibilitas tidak pernah terlibat dalam mitigasi bencana banjir dalam
menemukan beberapa hal yang mereka butuhkan seperti air, makanan,
pemukiman dan kesehatan bagi keluarga mereka. Komunitas survivor sangat
penting untuk merumuskan solusi untuk menstabilkan wilayahnya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 3
Research Gap
No Judul Tujuan Metode Persamaan Perbedaan
Penelitian
1. Takeyuki Okubo. 2016. Untuk Studi pustaka dengan Sama-sama mengkaji Lokasi penelitian di kota-kota besar Jepang,
Traditional Wisdom for mengungkapkan mengumpulkan mitigasi bencana. seperti Kobe sedangkan penelitian ini
Disaster Mitigation in alasan mengapa dokumen-dokumen dilakukan di wilayah sempadan Sungai
History of Japanese bangunan tradisional sejarah bencana dan Bengawan Solo tepatnya di Kampung Sewu.
Architectures and Historic dan kota-kota di diurutkan Penelitian terdahulu meneliti kearifan lokal
Cities. Journal of Cultural Jepang telah mampu berdasarkan jenis dalam melakukan mitigasi bencana pada
Heritage. Volume 20 bertahan dari dampak bencana. sejarah arsitektur Jepang dan kota-kota
bencana alam jangka bersejarah di Jepang, sedangkan penelitian ini
panjang. fokus meneliti praktik mitigasi bencana banjir
yang dilakukan masyarakat Kampung Sewu.

2. Heather Taylor dan Robin Untuk memahami Menggunakan mixed Sama-sama mengkaji Lokasi penelitian pada penelitian terdahulu
Peace. 2015. Children and dampak sosial akibat method design bencana banjir yang berada di sepanjang Sungai Bengawan Solo
Cultural Influences in a peristiwa bencana berada di sepanjang sedangkan penelitian ini dilakukan di
Natural Disaster : Flood banjir pada Sungai Bengawan sempadan Sungai Bengawan Solo hanya fokus
Response in Surakarta, kehidupan anak-anak Solo. di Kampung Sewu. Pada penelitian terdahulu
Indonesia. International yang hidup di meneliti dampak sosial akibat bencana banjir
Journal of Disaster Risk sepanjang Sungai pada anak-anak dengan mengamati budaya
Reduction. Volume 13 Bengawan Solo, Jawa-Indonesia, sedangkan dalam penelitian
Jawa Tengah, ini meneliti praktik mitigasi bencana banjir
Indonesia. yang dilakukan masyarakat sempadan Sungai
Bengawan Solo.

51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 52

No Judul Tujuan Metode Persamaan Perbedaan


Penelitian
3. Satoru Lizuka, Yingli Xuan Untuk mengetahui Metode kuantitatif Sama-sama meneliti Lokasi penelitian pada penelitian terdahulu
dan Yumi Kondo. 2015. bencana gempa bumi mitigasi bencana. berada di area metropolitan Negara Jepang
Impact of Disaster yang terjadi di tepatnya di Kota Nagoya, sedangkan pada
Mitigation/Prevention Urban Nagoya, Jepang. penelitian ini lokasi penelitian berada di
Structure on Future Urban sempadan Sungai Bengawan Solo tepatnya di
Thermal Environment. Jurnal Kampung Sewu. Pada penelitian terdahulu
Sustainable Cities nad meneliti bencana gempa bumi yang terjadi di
Society. Volume 19 Kota Nagoya, Jepang dengan sudut pandang
mitigasi bencana sebagai perencanaan kota di
wilayah Kota Nagoya untuk masa depan,
sedangkan pada penelitian ini meneliti praktik
mitigasi bencana banjir masyarakat Kampung
Sewu.

4. Jennifer K. Poussin, W.J. Untuk mengetahui Menggunakan Sama-sama meneliti Lokasi penelitian terdahulu berada di Perancis
Wouter Botzen, Jeroen C.J.H. kesiapsiagaan metode survey dan mitigasi bencana sedangkan pada penelitian ini lokasi penelitian
Aerts. 2014. Factors of individu dalam deskripsi sampel. banjir pada masyarakat berada di Kampung Sewu. Penelitian terdahulu
Influence on Flood Damage rumah tangga saat sekitar sungai. meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi
Mitigation Behaviour by menghadapi bencana perilaku mitigasi bencana banjir yang
Households. Jurnal banjir. diakibatkan kebiasaan dalam kegiatan rumah
Environmental Science and tangga, sedangkan penelitian ini meneliti
Policy. Volume 40 praktik mitigasi bencana banjir yang
dilakukan oleh masyarakat Kampung Sewu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 53

No Judul Tujuan Metode Persamaan Perbedaan


Penelitian
5. Fahmi, Paul Timms dan Untuk mengetahui Menggunakan Sama-sama meneliti Lokasi penelitian terdahulu berada di Banda
Simon Shepherd. 2013. integrasi bangunan pendekatan studi mitigasi bencana Aceh, Indonesia sedangkan penelitian ini
Disaster Mitigation Strategis mitigasi bencana kasus. banjir. berada di Kampung Sewu. Penelitian terdahulu
in Land Use and Transport banjir dengan meneliti rencana pembangunan berkelanjutan
Plan Interaction. Jurnal menggunakan untuk mitigasi bencana banjir yang
Procedia Social and strategi Land Use menggunakan strategi Land Use and Transport
Behavioral Sciences. Volume and Transport Plan Interaction (LUTI) pada daerah yang rawan
111. Interaction (LUTI). bencana banjir, sedangkan penelitian ini
meneliti praktik mitigasi bencana banjir yang
dilakukan masyarakat Kampung Sewu.

6. Romeo Gilbuena Jr, Akira Untuk mengetahui Menggunakan Sama-sama meneliti Lokasi penelitian terdahulu berada di Kota
Kawamura, Reynaldo Analisis Mengenai pendekatan studi mitigasi bencana Manilla, Filipina sedangkan pada penelitian ini
Medina, Hideo Amaguchi, Dampak Lingkungan kasus dengan teknik banjir. dilakukan di sempadan Sungai Bengawan Solo
Naoko Nakagawa dan Duong (AMDAL) dalam Rapid Impact tepatnya di Kampung Sewu. Penelitian
Du Bui d. 2013. proses perencanaan Assessment Matrix terdahulu meneliti Analisis Mengenai Dampak
Environmental Impact proyek infrastruktur (RIAM) dan Lingkungan (AMDAL) dalam proses
Assesment of Structure Flood dalam menciptakan kuantitatif untuk perencanaan proyek infrastruktur dalam
Mitigation Measures by A kesadaran yang menilai dampak menciptakan kesadaran yang signifikan pada
Rapid Impact Assessment signifikan pada sosial-ekonomi serta manfaat lingkungan dan pembangunan
Matrix (RIAM) Technique : A manfaat lingkungan lingkungan SFMM perkotaan berkelanjutan di Kota Manila,
Case Study in Metro Manila, dan pembangunan yang dilakukan di Filipina sedangkan pada penelitian ini meneliti
Philippines. Jurnal Science of perkotaan Manila, Filipina. praktik mitigasi bencana banjir yang dilakukan
the Total Environment. berkelanjutan di Kota masyarakat sempadan Sungai Bengawan Solo
Volume 456-457. Manila, Filipina. yang tinggal di Kampung Sewu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 54

No Judul Tujuan Metode Persamaan Perbedaan


Penelitian
7. Kazuyuki Iwata, Yutaka Ito Untuk mengetahui Menggunakan Sama-sama meneliti Lokasi penelitian terdahulu berada di Jepang,
dan Shunsuke Managi. 2013. mitigasi bencana metode kuantitatif mitigasi bencana yang sedangkan penelitian ini berada di Kampung
Public and Private secara alami yang dilakukan oleh Sewu. Penelitian terdahulu meneliti mitigasi
Mitigation for Natural dilakukan oleh masyarakat terdampak bencana yang dilakukan secara publik lebih
Disasters in Japan. publik dan individu bencana. memberikan kontribusi besar pada pencegahan
International Journal of di Jepang. terjadinya bencana daripada secara personal.
Disaster Risk Reduction. Sedangkan pada penelitian ini meneliti praktik
Volume 7. mitigasi bencana banjir yang dilakukan
masyarakat Kampung Sewu.

8. James M. Jeffers. 2013. Untuk mengintegrasi Menggunakan Sama-sama meneliti Lokasi penelitian pada penelitian terdahulu
Integrating Vulnerability kerentanan dan risiko metode kualitatif tentang mitigasi berada di tiga kota besar yaitu di Republik
Analysis and Risk Assessment dalam mitigasi dengan pendekatan bencana banjir. Irlandia, Dublin dan Galway sedangkan pada
in Flood Loss Mitigation : An bencana banjir di teknokratik penelitian ini berada di satu kampung yang
Evolution of Barriers and Irlandia. terletak di sempadan Sungai Bengawan Solo
Challenges Based on tepatnya di Kampung Sewu, Kota Surakarta.
Evidence from Ireland. Penelitian terdahulu meneliti kerentanan dan
Jurnal Applied Geography. risiko dalam mitigasi bencana banjir,
Volume 37. sedangkan penelitian ini meneliti praktik
mitigasi bencana banjir yang dilakukan
masyarakat Kampung Sewu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 55

No Judul Tujuan Metode Persamaan Perbedaan


Penelitian
9. Mohammad Abdul Mohit dan Untuk mengetahui Menggunakan mixed Sama-sama meneliti Lokasi penelitian pada penelitian terdahulu
Gajikoh Mohamed Sellu. bahaya bencana method tentang mitigasi berada di Kota Pekan, Malaysia yang terletak
2013. Mitigation of Climate banjir yang terjadi di bencana banjir dan di tepi Sungai Pahang, sedangkan penelitian ini
Change Effect Though Non- tepian Sungai Pahang bahaya bencana banjir berada di Kampung Sewu. Pada penelitian
structural Flood Disaster bagi warga bagi masyarakat yang terdahulu meneliti bahaya bencana banjir bagi
Management in Pekan Town, masyarakat Kota tinggal di tepi sungai. masyarakat Kota Pekan yang tinggal di tepi
Malaysia. Jurnal Procedia Pekan yang tinggal Sungai Pahang dan meneliti mitigasi bencana
Social and Behavioral ditepiannya. banjir terhadap perubahan iklim yang terjadi
Sciences. Volume 85 secara non-struktural, sedangkan pada
penelitian ini meneliti praktik mitigasi bencana
banjir yang dilakukan masyarakat Kampung
Sewu.

10. Muhammad Zein. 2010. A Untuk mengetahui Menggunakan Lokasi penelitian Penelitian terdahulu menggunakan pendekatan
Community-Based Approach bahaya bencana metode kualitatif sama-sama di studi kasus untuk menggali data mengenai
To Flood Hazard and banjir dan kerentanan dengan pendekatan Kampung Sewu, Kota bahaya bencana banjir dan kerentanan terhadap
Vulnerability Assessment in terhadap bencana studi kasus. Surakarta. bencana banjir, sedangkan penelitian ini
Flood Prone Areas. Thesis of banjir di daerah yang menggunakan pendekatan fenomenologi untuk
Gadjah Mada University. rawan terhadap meneliti praktik mitigasi bencana banjir yang
International Institute For bencana banjir. dilakukan masyarakat sempadan Sungai
Geo-Information Science and Bengawan Solo yang tinggal di Kampung
Earth Observation Sewu, Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 56

No Judul Tujuan Metode Persamaan Perbedaan


Penelitian
11 Armi Susandi, Arityo R. Untuk menganalisis Menggunakan Sama-sama meneliti Lokasi penelitian pada penelitian terdahulu
Wijaya dan Fadhli M. indeks kerentanan metode kuantitatif. mitigasi bencana dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS)
Firdaus. 2016. Indeks bencana banjir secara banjir. Sungai Bengawan Solo sedangkan pada
Kerentanan Banjir Berbasis komprehensif dan penelitian ini lokasi penelitian dilakukan di
Prediksi Iklim untuk Mitigasi detail bersifat Kampung Sewu. Pada penelitian terdahulu
Kebencanaan Banjir Jangka keruangan (spasial) meneliti indeks kerentanan bencana banjir
Panjang di Daerah Aliran dan waktu (temporal) yang berbasis prediksi iklim untuk mitigasi
Sungai (DAS) Bengawan dalam kebencanaan banjir jangka panjang, sedangkan
Solo. Jurnal Riset bentuk zonasi pada penelitian ini fokus meneliti praktik
Kebencanan Indonesia. wilayah rawan mitigasi bencana banjir.
Volume 2, Nomor 1. bencana banjir.

12 Khairunnisa Adhar, Muh Aris Untuk menganalisis Menggunakan Sama-sama meneliti Lokasi penelitian terdahulu dilakukan di
Marfal dan Sunarto. 2016. pengaruh perubahan metode kuantitatif. mitigasi bencana Sungai Kreo, Semarang sedangkan pada
Aplikasi Mitigasi Bencana di lahan tahun 1994 ke banjir. penelitian ini dilakukan di sempadan Sungai
Sub-Daerah Aliran Sungai tahun 2013 terhadap Bengawan Solo tepatnya di Kampung Sewu,
Kreo pada Prediksi Hujan- limpasan, mengamati Kota Surakarta. Pada penelitian terdahulu
Limpasan Menggunakan dampak yang menganalisis pengaruh perubahan lahan tahun
Openlisem, Provinsi Jawa ditimbulkan 1994 ke tahun 2013 terhadap limpasan,
Tengah, Indonesia. Jurnal perencanaan ruang mengamati dampak yang ditimbulkan
Riset dan Kebencanaan sebagai mitigasi non- perencanaan ruang sebagai mitigasi non-
Indonesia. Volume 2, Nomor struktural, serta struktural, serta pengaruh mitigasi struktural,
1. pengaruh mitigasi Bendungan dan Waduk Jatibarang terhadap
struktural, limpasan di DAS Kreo. Sedangkan pada
Bendungan dan penelitian ini fokus meneliti praktik mitigasi
Waduk Jatibarang bencana banjir yang dilakukan masyarakat
terhadap limpasan di sempadan Sungai Bengawan Solo tepatnya di
DAS Kreo. Kampung Sewu, Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 57

No Judul Tujuan Metode Persamaan Perbedaan


Penelitian
12 Sudibyakto, Danang Sri Untuk mengetahui Menggunakan Sama-sama meneliti Lokasi penelitian pada penelitian terdahulu
Hadmoko, Dyah R. Hizbaron, kesiapsiagaan metode kualitatif. masyarakat yang berada di kawasan wisata Kotagede,
Emi Dwi Suryanti, I Made masyarakat yang tinggal di kawasan Yogyakarta sedangkan pada penelitian ini
Susmayadi dan Efrinda Ari tinggal di kawasan rawan bencana. berada di sempadan Sungai Bengawan Solo
Ayuningtyas. 2015. wisata Kotagede, tepatnya di Kampung Sewu. Pada penelitian
Kesiapsiagaan Bencana Yogyakarta dalam terdahulu meneliti kesiapsiagaan masyarakat
Berbasis Masyarakat di menghadapi bencana. yang tinggal di kawasan rawan bencana
Kawasan Wisata Kotagede, sedangkan pada penelitian ini meneliti praktik
Yogyakarta. Jurnal Riset mitigasi bencana banjir yang dilakukan
Kebencanaan Indonesia. masyarakat sempadan Sungai Bengawan Solo
Volume 1. di Kampung Sewu, Kota Surakarta.

13 Zulfahmi Tarigan. 2015. Untuk mengetahui Menggunakan Sama-sama meneliti Lokasi penelitian pada penelitian terdahulu
Strategi Adaptasi dan strategi adaptasi dan metode kualitatif. mitigasi bencana dilakukan di Kelurahan Kampung Aur,
Mitigasi Bencana Banjir mitigasi bencana banjir. Kecamatan Medan Maimun sedangkan pada
pada Masyarakat di banjir pada penelitian ini dilakukan di sempadan Sungai
Kelurahan Aur Kecamatan masyarakat di Bengawan Solo tepatnya di Kampung Sewu.
Medan Maimun. Tesis Kelurahan Aur Pada penelitian terdahulu meneliti strategi
Program Studi Magister Studi Kecamatan Medan Adaptasi Masyarakat dalam mengahadapi
Pembangunan Fakultas Ilmu Maimun. bencana banjir pada masyarakat di Daerah
Sosial dan Ilmu Politik Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan
Universitas Sumatera Utara Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan
Medan Maimun, sedangkan pada penelitian ini
meneliti praktik mitigasi bencana banjir yang
dilakukan masyarakat sempadan Sungai
Bengawan Solo yang tinggal di Kampung
Sewu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 58

No Judul Tujuan Metode Persamaan Perbedaan


Penelitian
14 Azmeri dan Devi Sundary. Untuk mengetahui Menggunakan Sama-sama meneliti Lokasi pada penelitian terdahulu dilakukan di
Kajian Mitigasi Bencana mitigasi bencana metode kualitatif. mitigasi bencana Sungai Lawe Liang Pangi Kabupaten Aceh
Banjir Bandang Kecamatan banjir bandang yang banjir. Tenggara, Provinsi Aceh sedangkan pada
Leuser Aceh Tenggara terjadi di Kecamatan penelitian ini dilakukan di Kampung Sewu.
Melalui Analisis Perilaku Leuser Aceh Pada penelitian terdahulu menganalisa perilaku
Sungai dan Daerah Aliran Tenggara melalui sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) agar
Sungai. Konferensi Nasional analisis perilaku dapat memberikan rekomendasi bagi mitigasi
Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) sungai dan Daerah bencana banjir bandang yang merupakan
Universitas Sebelas Maret Aliran Sungai kejadian berulang di daerah studi. Sedangkan
(UNS) Surakarta pada (DAS). pada penelitian ini fokus meneliti praktik
tanggal 24-26 Oktober 2013. mitigasi bencana banjir yang dilakukan
masyarakat sempadan Sungai Bengawan Solo
yang tinggal di Kampung Sewu.

15 Suparmini, Sriadi Setyawati Untuk mengetahui Menggunakan Sama-sama meneliti Lokasi penelitian pada penelitian terdahulu
dan Dyah Respati Suryo kearifan lokal yang metode kualitatif. mitigasi bencana yang berada di Desa Kanekes, Kecamatan
Sumunar. 2014. Mitigasi berkaitan dengan dilakukan oleh Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi
Bencana Berbasis Kearifan mitigasi bencana masyarakat yang Banten. Sedangkan pada penelitian ini
Lokal Masyarakat Baduy. alam oleh tinggal di daerah dilakukan di Kampung Sewu. Pada penelitian
Jurnal Penelitian masyarakat Baduy rawan bencana. terdahulu meneliti kearifan lokal tradisional
Humaniora, Volume 19, yang tinggal di Desa masyarakat Baduy yang berkaitan dengan
Nomor 1 Kanekes, Kecamatan mitigasi bencana, khususnya, gempa bumi,
Leuwidamar, banjir, tanah longsor, dan kebakaran.
Kabupaten Lebak, Sedangkan pada penelitian ini fokus meneliti
Provinsi Banten. praktik mitigasi bencana banjir yang dilakukan
masyarakat Kampung Sewu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 59

No Judul Tujuan Metode Persamaan Perbedaan


Penelitian
16 Nike Awaliyah, Esti Sarjanti Untuk mengetahui Menggunakan Sama-sama meneliti Lokasi penelitian terdahulu berada di Desa
dan Suwarno. 2014. pengetahuan metode survai. mitigasi bencana Penolih, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten
Pengetahuan Masyarakat masyarakat Desa banjir yang dilakukan Purbalingga sedangkan pada penelitian ini
dalam Mitigasi Bencana Penolih Kecamatan oleh masyarakat dilakukan di Kampung Sewu yang merupakan
Banjir di Desa Penolih Kaligondang, sekitar sungai. wilayah sempadan Sungai Bengawan Solo,
Kecamatan Kaligondang Kabupaten Kota Surakarta. Pada penelitian terdahulu
Kabupaten Purbalingga. Purbalingga dalam meneliti pengetahuan masyarakat Desa Penolih
Jurnal Geoedukasi, Volume mitigasi bencana Kecamatan Kaligondang, Kabupaten
3, Nomor 2 banjir. Purbalingga dalam mitigasi bencana banjir.
Sedangkan pada penelitian ini fokus meneliti
praktik mitigasi bencana banjir yang dilakukan
masyarakat Kampung Sewu.

17 Pramudita Budi Rahayu, Untuk Menggunakan Sama-sama meneliti Lokasi penelitian pada penelitian terdahulu
Laode Asrul dan Muhammad mendeskripsikan metode kualitatif. mitigasi bencana dilakukan di Makasar sedangkan pada
Akbar. 2014. Peran Media peran media massa banjir. penelitian ini dilakukan di Kampung Sewu,
Cetak Lokal dalam Mitigasi cetak lokal Fajar dan Kota Surakarta. Pada penelitian terdahulu
Bencana Banjir Terhadap Tribun Timur tentang meneliti peran media massa Fajar dan Tribun
Kesadaran Masyarakat di mitigasi bencana Timur dalam mengedukasi masyarakat akan
Kota Makassar. Jurnal banjir. bahaya bencana banjir. Sedangkan pada
Analisis, Volume 3, Nomor 2 penelitian ini fokus meneliti praktik mitigasi
bencana banjir yang dilakukan masyarakat
Kampung Sewu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 60

No Judul Tujuan Metode Persamaan Perbedaan


Penelitian
18 Rangga Chandra K dan Rima Untuk mengetahui Menggunakan Sama-sama meneliti Lokasi penelitian pada penelitian terdahulu
Dewi Supriharjo. 2013. fenomena bencana analisis deskriptif, mitigasi bencana berada di Jakarta Utara sedangkan pada
Mitigasi Bencana Banjir Rob banjir rob beserta analisis delphi dan banjir . penelitian ini berada di Kampung Sewu, Kota
di Jakarta Utara. Jurnal dampak negatif yang analisis Analitycal Surakarta. Pada penelitian terdahulu meneliti
Teknik Pomits, Volume 2, telah ditimbulkan di Hierarchy Process fenomena bencana banjir rob beserta dampak
Nomor 1 Jakarta Utara dalam (AHP). negatif yang telah ditimbulkan di Jakarta Utara
menghadapi mengindikasikan kurangnya kewaspadaan dan
ancaman bahaya kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya
bencana banjir. bencana banjir. Sedangkan pada penelitian ini
meneliti praktik mitigasi bencana banjir yang
dilakukan masyarakat Kampung Sewu.

19 Muzakar Isa, M. Farid Wajdi, Untuk menganalisis Menggunakan Sama-sama meneliti Lokasi penelitian pada penelitian terdahulu
Syamsudin dan Anton A. tingkat kesiapan pendekatan mixed mitigasi bencana berada di Kota Surakarta sedangkan pada
Setyawan. 2013. Strategi stakeholders dalam method, banjir. penelitian ini hanya berada di Kampung Sewu,
Penguatan Kapasitas adaptasi dan mitigasi Kota Surakarta. Pada penelitian terdahulu
Stakeholders dalam Adaptasi bencana banjir di meneliti tingkat kesiapan stakeholders dalam
dan Mitigasi Banjir di Kota Kota Surakarta, dan adaptasi dan mitigasi bencana banjir di Kota
Surakarta. Jurnal menyusun strategi Surakarta, dan menyusun strategi penguatan
Manajemen dan Bisnis, penguatan kapasitas kapasitas dalam adaptasi dan mitigasi bencana
Volume 17, Nomor 2 dalam adaptasi dan banjir di Kota Surakarta, sedangkan pada
mitigasi bencana penelitian ini fokus meneliti praktik mitigasi
banjir di Kota bencana banjir yang dilakukan masyarakat
Surakarta. Kampung Sewu.
(Sumber : Disarikan dari hasil observasi data sekunder, Januari 2017)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 61

Berdasarkan pemaparan 10 penelitian internasional terdahulu dan 10 penelitian nasional terdahulu yang relevan dengan
penelitian ini, maka penulis merangkum beberapa hal yang penting terkait kebaharuan penelitian ini ke dalam Tabel 4 di bawah ini :

Tabel 4
Kebaharuan Penelitian
Judul Tujuan Metode Kebaharuan Penelitian
Praktik Mitigasi Bencana Untuk mengetahui praktik Metode kualitatif 1. Penelitian ini fokus kepada :
Banjir Masyarakat mitigasi bencana banjir dengan a. Praktik mitigasi bencana banjir masyarakat sempadan Sungai
Kampung Sewu Kota masyarakat Kampung Sewu, menggunakan Bengawan Solo yang tinggal di Kampung Sewu, Kota
Surakarta. Kota Surakarta. pendekatan Surakarta dan stakeholders yang terlibat.
fenomenologi b. Habitus praktik mitigasi bencana banjir masyarakat
Alfred Schutz. sempadan Sungai Bengawan Solo yang tinggal di Kampung
Sewu, Kota Surakarta.
c. Modal yang dimiliki masyarakat sempadan Sungai
Bengawan Solo yang tinggal di Kampung Sewu, Kota
Surakarta dan stakeholders yang terlibat dalam melakukan
praktik mitigasi bencana banjir.
d. Ranah, arena atau medan (field) dalam praktik mitigasi
bencana banjir masyarakat sempadan Sungai Bengawan Solo
yang tinggal diS Kampung Sewu, Kota Surakarta dan
stakeholders yang terlibat.
2. Penelitian ini dikaji berdasarkan sudut pandang sosiologi dengan
menggunakan Teori Praktik Pierre Bourdieu dengan rumus
(Habitus x Modal) + Arena = Praktik.
(Sumber : Disarikan dari hasil observasi data sekunder, Januari 2017)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

D. Kerangka Berpikir
Sungai Bengawan Solo merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat
Jawa terutama yang tinggal di sekitarnya termasuk wilayah sempadan Sungai
Bengawan Solo. Sungai Bengawan Solo memiliki manfaat untuk berbagai
kepentingan, baik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, ekonomi, pertanian,
transportasi, sosial, budaya dan sebagainya. Aktifitas sehari-hari masyarakat
Kampung Sewu, Kota Surakarta tidak bisa dilepaskan dari Sungai Bengawan
Solo. Awalnya masyarakat sempadan sungai hidup berhadapan dengan sungai,
namun seiring berjalannya waktu masyarakat sempadan sungai hidup beriringan
dengan sungai hingga pada akhirnya membelakangi sungai. Dari sini fungsi
sungai yang seharusnya mulai berubah.
Masyarakat sempadan Sungai Bengawan Solo mulai menggunakan
sungai sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga dan hampir sebagian
besar perusahaan-perusahaan besar membuang limbahnya ke aliran Sungai
Bengawan Solo. Hingga akhirnya Sungai Bengawan Solo berubah fungsi menjadi
pengangkut sampah dari hulu ke hilir. Di samping itu, Indonesia merupakan
negara yang memiliki tingkat rawan bencana alam yang cukup tinggi diantaranya
bencana banjir, gempa bumi, gunung berapi, longsor, tsunami dan lain-lain.
Dengan adanya faktor alam dan ulah manusia, terjadilah bencana banjir. Indonesia
memang rawan terjadi bencana banjir apalagi pada musim penghujan dan pada
musim kemarau basah.
Kota Surakarta menjadi daerah yang cukup sering mengalami bencana
banjir saat musim penghujan tiba, salah satu wilayahnya adalah Kampung Sewu
yang selalu terkena bencana banjir setiap tahun pada musim penghujan. Bencana
banjir yang melanda Kampung Sewu terjadi tujuh sampai dua belas kali selama
musim penghujan. Ditambah lagi pada tahun 2016 terjadi musim kemarau basah,
dan pada masa itu Kampung Sewu mengalami bencana banjir satu sampai dua
kali. Cuaca ekstrim menjadi faktor pendorong terjadinya bencana banjir pada
musim kemarau basah tahun 2016 yang lalu. Didukung juga dengan masih
banyaknya masyarakat Kampung Sewu yang bertahan tinggal di bantaran Sungai
commit to user

62
perpustakaan.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id

Bengawan Solo. Hal tersebut semakin meningkatkan potensi terjadinya bencana


banjir di Kampung Sewu.
Bencana banjir berakibat pada adanya korban jiwa dan kerugian materi
serta kerugian-kerugian yang lain. Oleh karena itu dengan berpijak pada teori
praktik yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu, maka praktik mitigasi bencana
banjir masyarakat sempadan Sungai Bengawan Solo yang tinggal di Kampung
Sewu ini dianalisis menggunakan teori praktik yang dikemukakan oleh Bourdieu
dengan pendekatan fenomenologi Alfred Schutz. Praktik mitigasi bencana banjir
memiliki dua tindakan praktik, yaitu yang pertama praktik mitigasi bencana banjir
secara struktural dan yang kedua praktik mitigasi bencana banjir secara non-
struktural.
Praktik mitigasi bencana banjir secara struktural dilakukan dengan
membangun bendungan atau tanggul sungai, parafet, pompa air, pintu air,
pembuatan sumur resapan, lubang biopori dan penghijauan di wilayah hulu
Sungai Bengawan Solo serta pembuatan green belt di wilayah hilir Sungai
Bengawan Solo. Praktik mitigasi bencana banjir secara non-struktural dilakukan
dengan membuat manajemen risiko bencana banjir, prediksi dan peringatan
bencana banjir, serta partisipasi komunitas atau masyarakat. Bourdieu
memberikan pemahaman mengenai apa yang dilakukan oleh orang-orang setiap
hari dan melakukannya tanpa kehilangan wawasan atas pola yang lebih luas dari
kehidupan sosial. Bourdieu berpendapat bahwa kehidupan sosial tidak dapat
dipahami semata-mata sebagai agregat perilaku individu. Berikut ini rumus
generatif mengenai praktik sosial dengan persamaan : (Habitus x Modal) +
Arena = Praktik
Dengan mengkaji habitus yang terbentuk sebagai kebiasaan (habit)
masyarakat sempadan Sungai Bengawan Solo yang tinggal di Kampung Sewu,
Kota Surakarta. Habitus sikap tenang dan mandiri dalam menghadapi bencana
banjir yang dimiliki oleh masyarakat sempadan Sungai Bengawan Solo di
Kampung Sewu, Kota Surakarta membawa modal bagi masyarakat Kampung
Sewu dan stakeholders untuk menghasilkan praktik mitigasi bencana banjir.
commit
Modal masyarakat sempadan Sungai to user Solo yang tinggal di Kampung
Bengawan
perpustakaan.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id

Sewu, Kota Surakarta meliputi, modal ekonomi, modal sosial, modal budaya dan
modal simbolik. Beberapa modal tersebut dilakukan bersamaan dengan habitus di
dalam sebuah ranah, yaitu sempadan Sungai Bengawan Solo tepatnya di
Kampung Sewu hingga menghasilkan tindakan praktik. Praktik mitigasi bencana
banjir yang dilakukan oleh masyarakat sempadan Sungai Bengawan Solo
membuat masyarakat Kampung Sewu menjadi tangguh terhadap bencana banjir
yang kapan saja bisa melanda kehidupan mereka. Sehingga masyarakat Kampung
Sewu tangguh terhadap bencana banjir. Maka dari itu masyarakat Kampung Sewu
memiliki habitus sikap tenang dan mandiri dalam setiap menghadapi bencana
banjir. Hal tersebut menciptakan tindakan praktik mitigasi bencana banjir yang
dilakukan masyarakat lokal Kampung Sewu dan beberapa stakeholders yang
terlibat di dalamnya.
Dengan ketenangan, kemandirian dan ketangguhan yang dimiliki
masyarakat Kampung Sewu membuat masyarakat Kampung Sewu hidup hamonis
bersama bencana banjir yang setiap tahun melanda mereka. Bagi masyarakat
Kampung Sewu bencana banjir yang setiap tahun terjadi di ranah mereka
bukanlah sebuah bencana melainkan sebuah rutinitas yang harus mereka hadapi
setiap tahun sehingga memunculkan habitus tenang, mandiri dan tangguh dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Sehingga mitigasi bencana banjir merupakan
praktik yang telah lama dilakukan masyarakat Kampung Sewu. Praktik mitigasi
bencana banjir dilakukan sebelum, pada saat dan setelah bencana banjir terjadi.
Dan praktik mitigasi bencana banjir dilakukan secara cepat dan tepat, berdasarkan
habitus sikap tenang dan mandiri yang dimiliki masyarakat Kampung Sewu.
Sehingga masyarakat Kampung Sewu memiliki kehidupan harmoni bersama
bencana banjir. Harmoni bersama bencana banjir menjadi sebuah fenomena
menarik yang dimiliki oleh masyarakat Kampung Sewu.
Untuk lebih jelasnya, penulis merumuskan kerangka berpikir ke dalam
Bagan 1 di bawah ini :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 65
digilib.uns.ac.id

Sungai
Sungai Bengawan Solo Indonesia

Rawan bahaya
Aktivitas masyarakat Kampung Sewu: bencana alam
1. Kebudayaan. (banjir, gempa
2. Hidup berdampingan lalu bumi, gunung api,
beriringan hingga akhirnya longsor, tsunami).
membelakangi sungai.
3. Membuang limbah rumah
tangga dan sampah di sungai.

Ulah manusia Alam

Bencana Banjir

Korban jiwa dan


Praktik mitigasi kerugian materi Praktik mitigasi
bencana banjir secara bencana banjir
struktural atau secara non-
struktural :
infrastruktur
1. Prediksi dan
(membangun tanggul, peringatan banjir.
parafet, membuat Mitigasi Bencana 2. Manajemen
pompa air, pintu air, risiko banjir.
sumur resapan, 3. Partisipasi
lubang biopori dan komunitas/
green belt). masyarakat.
(Habitus x Modal) + Arena = Praktik

Masyarakat Kampung Sewu tangguh terhadap bencana banjir sehingga


memiliki harmoni bersama bencana banjir

Bagan
commit 1
to user
Kerangka Berpikir

Anda mungkin juga menyukai