DI BUAT OLEH :
NIM : 20144010057
KELAS : V/B
TAHUN 2022/2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya .
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”MANEJEMEN BENCANA“
Dalam penyusunan makalah mungkin ada sedikit hambatan. Namun berkat bantuan
dukungan dari teman-teman serta bimbingan dari dosen pembimbing. Sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan
dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Saya juga tidak lupa mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak, atas bantuan,dukungan dan doa nya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini dan
dapat mengetahui tentang Manajemen bencana tentang mitigasi dan pegurangan resiko
bencana Makalah ini mungkin kurang sempurna, untuk itu saya mengharap kritik dan saran
untuk penyempurnaan makalah ini.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..……2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….....3
PENDAHULUAN…………………………………………………………………….............4
A. Latar belakang…………………………………...…………………………………….4
B. Tujuan……………………...…………………………………………………………..4
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan………………………………………………………………………..….16
B. Saran …………………………………………………………………………………16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah salah satu negara yang rawan akibat berbagai bencana alam,
seperti Gempa bumi, tsunami tanah longsor dan banjir. Sebagai sumber awal mengapa
Indonesia menjadi wilayah yang rawan bencana salah satunya adalah karena
Indonesia masuk dalam wilayah jalur lingkaran api atau yang sering disebut dengan
Cincin Api (Ring Of Fire). Cincin Api Pasifik adalah gugusan gunung berapi di
kawasan Pasifik yang melewati wilayah Indonesia, sehingga membuat wilayah ini
rawan letusan vulkanik dan gempa bumi. Cincin Api Pasifik berbentuk seperti tapal
kuda mengelilingi cekungan samudera pasifik dengan panjang jalur kurang lebih
40.000 km. Tercatat, sekitar 90 persen kejadian gempa bumi di seluruh dunia terjadi
di Cincin Api Pasifik. Dan sekitar 81 persen gempa di jalur Cincin Api Pasifik
merupakan gempa terbesar di dunia. Jalur Cincin Api Pasifik menyebabkan
terdapatnya sekitar 400 gunung api di Indonesia, dengan 130 diantaranya merupakan
gunung api dengan status aktif.
Dengan banyaknya gunung api tersebut membuat tanah Indonesia subur, dan
juga kaya akan mineral berharga. Namun di balik semua itu, bumi Indonesia
menyimpan bencana yang sewaktu waktu terjadi, baik dari letusan vulkanik gunung
api maupun gempa bumi. Selain gempa bumi, Indonesia ternyata rentan juga terhadap
bencana alam seperti tsunami, tanah longsor, angin puting beliung dan banjir yang
dalam 10 tahun terakhir ini melanda Indonesia, diantara macam bencana tersebut yang
mengancam adalah banjir. Banjir masih mendominasi jenis bencana di Indonesia,
nomor duanya puting beliung.2 Hal semacam ini apabila tidak dilakukan penanganan
secara responsive oleh pemerintah maka dapat mengakibatkan dampak yang sangat
buruk pada kehidupan manusia, ekonomi, dan lingkungan.
B. TUJUAN
1) Mahasiswa dapat memahami manajemen Mitigasi bencana
2) Mahasiswa dapat memahami apa itu bahaya (HAZARD)
3) Mahasiswa dapat memahami apa itu kerentanan (VULNERABILITY)
4) Mahasiswa dapat memahami apa itu kemampuan masyarakat (CAPACITY)
5) Mahasiswa dapat memahami apa itu risiko bencana (RISK)
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mitigasi Bencana
1. Pengertian mitigasi bencana
Mitigasi didefinisikan sebagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi
dampak dari bencana, baik bencana alam, bencana ulah manusia maupun
gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat. Dalam konteks
bencana, dekenal dua macam yaitu :
a. Bencana alam yang merupakan suatu serangkaian peristiwa bencana yang
disebabkan oleh fakto alam, yaitu berupa gempa, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan tanah longsor, dll.
b. bencana sosial merupakan suatu bencana yang diakibatkan oleh manusia,
seperti konflik social, penyakit masyarakat dan teror.
Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai
suatu titik tolak utama dari manajemen bencana.
Ada empat hal penting dalam mitigasi bencana, yaitu :
a. Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis
bencana.
b. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat
dalam menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana.
c. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari
d. mengetahui cara penyelamatan diri jika bencana timbul, dan Pengaturan
dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman
bencana.
5
bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early Warning System
yang digunakan untuk memprediksi terjadinya gelombang tsunami.
Mitigasi struktural adalah upaya untuk mengurangi kerentanan
(vulnerability) terhadap bencana dengan cara rekayasa teknis bangunan
tahan bencana. Bangunan tahan bencana adalah bangunan dengan
struktur yang direncanakan sedemikian rupa sehingga bangunan tersebut
mampu bertahan atau mengalami kerusakan yang tidak membahayakan
apabila bencana yang bersangkutan terjadi. Rekayasa teknis adalah
prosedur perancangan struktur bangunan yang telah memperhitungkan
karakteristik aksi dari bencana.
b. Bencana Non-strukural
Mitigasi non-struktural adalah upaya mengurangi dampak
bencana selain dari upaya tersebut diatas. Bisa dalam lingkup upaya
pembuatan kebijakan seperti pembuatan suatu peraturan. Undang-
Undang Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah upaya non-struktural
di bidang kebijakan dari mitigasi ini. Contoh lainnya adalah pembuatan
tata ruang kota, capacity building masyarakat, bahkan sampai
menghidupkan berbagai aktivitas lain yang berguna bagi penguatan
kapasitas masyarakat, juga bagian dari mitigasi ini. Ini semua dilakukan
untuk, oleh dan di masyarakat yang hidup di sekitar daerah rawan
bencana.
Kebijakan non struktural meliputi legislasi, perencanaan wilayah,
dan asuransi. Kebijakan non struktural lebih berkaitan dengan kebijakan
yang bertujuan untuk menghindari risiko yang tidak perlu dan merusak.
Tentu, sebelum perlu dilakukan identifikasi risiko terlebih dahulu.
Penilaian risiko fisik meliputi proses identifikasi dan evaluasi tentang
kemungkinan terjadinya bencana dan dampak yang mungkin
ditimbulkannya.
Kebijakan mitigasi baik yang bersifat struktural maupun yang
bersifat non struktural harus saling mendukung antara satu dengan yang
lainnya. Pemanfaatan teknologi untuk memprediksi, mengantisipasi dan
mengurangi risiko terjadinya suatu bencana harus diimbangi dengan
penciptaan dan penegakan perangkat peraturan yang memadai yang
didukung oleh rencana tata ruang yang sesuai. Sering terjadinya
6
peristiwa banjir dan tanah longsor pada musim hujan dan kekeringan di
beberapa tempat di Indonesia pada musim kemarau sebagian besar
diakibatkan oleh lemahnya penegakan hukum dan pemanfaatan tata
ruang wilayah yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar.
Teknologi yang digunakan untuk memprediksi, mengantisipasi dan
mengurangi risiko terjadinya suatu bencana pun harus diusahakan agar
tidak mengganggu keseimbangan lingkungan di masa depan.
7
8) Mempelajari tata guna lahan untuk melindungi masyarakat yang tinggal di
daerah yang rentan bencana dan kerugian, baik secara sosial, ekonomi,
maupun implikasi politik.
9) Mudah dimengerti dan diikuti oleh masyarakat.
8
geologi di suatu kawasan tertentu. Koordinasi pemerintah daerah dalam
hal penyebaran informasi diperlukan mengingat Indonesia sangat luas.
d. Sosialisasi dan Penyuluhan
Sosialisasi dan penyuluhan tentang segala aspek kebencanaan kepada
SATKOR-LAK PB, SATLAK PB, dan masyarakat bertujuan
meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan menghadapi bencana jika
sewaktu-waktu terjadi. Hal penting yang perlu diketahui masyarakat dan
Pemerintah Daerah ialah mengenai hidup harmonis dengan alam di daerah
bencana, apa yang perlu ditakukan dan dihindarkan di daerah rawan
bencana, dan mengetahui cara menyelamatkan diri jika terjadi bencana.
e. Pelatihan/Pendidikan
Pelatihan difokuskan kepada tata cara pengungsian dan penyelamatan
jika terjadi bencana. Tujuan latihan lebih ditekankan pada alur informasi
dari petugas lapangan, pejabat teknis, SATKORLAK PB, SATLAK PB
dan masyarakat sampai ke tingkat pengungsian dan penyelamatan korban
bencana. Dengan pelatihan ini terbentuk kesiagaan tinggi menghadapi
bencana akan terbentuk.
f. Peringatan Dini
Peringatan dini dimaksudkan untuk memberitahukan tingkat kegiatan
hasil pengamatan secara kontinyu di suatu daerah rawan dengan tujuan
agar persiapan secara dini dapat dilakukan guna mengantisipasi jika
sewaktu-waktu terjadi bencana. Peringatan dini tersebut disosialisasikan
kepada masyarakat melalui pemerintah daerah dengan tujuan memberikan
kesadaran masyarakat dalam menghindarkan diri dari bencana. Peringatan
dini dan hasil pemantauan daerah rawan bencana berupa saran teknis dapat
berupa antana lain pengalihan jalur jalan (sementara atau seterusnya),
pengungsian dan atau relokasi, dan saran penanganan lainnya.
9
penelitian bagi para praktisi medis, ekonomi dan ilmu social, ilmu
pengetahuan masih relative muda, contohnya, sebagian besar catatan dari
gempa yang menimbulkan kerusakan dengan menggunakan instrumen
instrumen pembaca gerakan kuat diperoleh kurang lebih tiga puluh delapan
tahun yang lalu, dan hanya semenjak adanya foto satelit badai-badai ropis
sudah bisa secara rutin melacak.
10
b) Bantuan darurat
c) Pemulihan
d) Rehabilitasi.
e) Rekonstruks.
Program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial,
dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang
sama atau lebih baik dari sebelumnya.
11
negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan
beragam baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun
kedaruratan komplek.
Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami,
letusan gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan
hutan, kebakaran perkotaan dan permukiman, angin badai, wabah penyakit,
kegagalan teknologi dan konflik sosial. Potensi bencana yang ada di
Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi
bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard).
Desa Dompyong memiliki beberapa ancaman bahaya bencana yang
pernah terjadi beberapa waktu yang lalu. Bencana yang pernah terjadi
diantaranya bencana tanah longsor, kebakaran hutan, puting beliung.
Kejadian tanah longsor di tahun 1976 menyebabkan 5 orang meninggal
dunia, 3 rumah rusak di RT.07. Kejadian kebakaran hutan tahun 1991-1992.
Serta kejadian bencana putting bulan agustus 2016.
b) Kerentanan
Kerentanan merupakan suatu kondisi ketidakmampuan masyarakat
dalam menghadapi ancaman. Kerentanan ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor di antaranya adalah fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan. Kerentanan
fisik merupakan kerentanan yang paling mudah teridentifikasi karena jelas
terlihat seperti ketidak mampuan fisik (cacat, kondisi sakit, tua, kerusakan
jalan dan sebagainya), sedangkan kerentanan lainnya sering agak sulit
diidentifikasi secara jelas
Menurut Chambers, kerentanan merupakan cerminan dari keadaan
tanpa penyangga atau cadangan untuk menghadapi hal-hal yang tidak
terduga. Seperti keharusan untuk memenuhi kewajiban sosial (menyediakan
mas kawin, menyelenggarakan perhelatan pengantin atau upacara adat,
kematian), musibah, ketidakmampuan fisik, foya-foya, dan pemerasan.
Mendefinisikan kerentanan yang dialami oleh seseorang karena faktor yang
berkaitan dengan kemiskinan. Orang terpaksa menjual atau menggadaikan
kekayaan untuk menghadapi keadaan darurat, akibat guncangan atau
kejadian yang mendadak, serta ketidakberdayaan yang dicerminkan dengan
ketergantungan seseorang terhadap majikan atau orang yang dijadikan
gantungan hidupnya.
12
Kerentanan (vulnerability) juga dapat diartikan sebagai keadaan atau
sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan
menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa :
1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa
daya tahan menghadapi bahaya tertentu.
2. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat
menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada
umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu
lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan
finansial yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau
mitigasi bencana.
3. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan
terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan
pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi
tingkat kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang
rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi bahaya.
4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi
kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit
air akan selalu terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di
lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah
longsor dan sebagainya.
c) Capacity atau kapasitas masyarakat
Kapasitas atau kemampuan merupakan kombinasi dari semua kekuatan
dan sumber daya yang ada dalam masyarakat, kelompok, atau organisasi
yang dapat mengurangi tingkat risiko atau dampak bencana. Penilaian
kapasitas mengidentifikasi kekuatan dan sumber daya yang ada pada setiap
individu, rumah tangga, dan masyarakat untuk mengatasi, bertahan,
mencegah, menyiapkan, mengurangi risiko, atau segera pulih dari bencana.
Kegiatan ini akan mengidentifikasi status kemampuan komunitas di
desa/kelurahan pada setiap sektor (sosial, ekonomi, keuangan, fisik dan
13
lingkungan) yang dapat dioptimalkan dan dimobilisasikan untuk mengurangi
kerentanan dan risiko bencana.
Harus diakui bahwa kapasitas penanggulangan bencana di Indonesia
masih perlu diperkuat. Kekuatan-kekuatan dan daya tahan yang ada di
masyarakat harus terus diidentifikasi dan dikembangkan. Nilai-nilai budaya
yang mengakar di masyarakat perlu terus digali dan ditumbuhkembangkan
sebagai kekuatan modal sosial yang akan mendukung pencapaian masyarakat
tangguh terhadap bencana. Dengan memanfaatkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sesuai maka perkuatan kemampuan bangsa
kita dalam menghadapi bencana akan merupakan suatu kenyataan dan
bencana dapat kita tekan baik jumlah maupun dampak yang dikabulkannya.
3. Jenis-jenis hazard
Berdasarkan United International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR),
bahaya ini dibedakan menjadi lima kelompok yaitu:
a. Bahaya beraspek geologi antara lain gempa bumi, tsunami, gunung api,
gerakan tanah (mass movement) sering dikenal sebagai tanah longsor.
b. Bahaya beraspek hidrometeorologi antara lain banjir, kekeringan, angin
topan, gelombang pasang.
c. Bahaya beraspek bilogi antara lain: wabah penyakit, hama dan penyakit
tanaman dan hewan/ ternak.
d. Bahaya beraspek teknologi antara lain: kecelakaan transportasi, kecelakaan
industri, kegagalan teknologi.
e. Bahaya beraspek lingkungan antara lain: kebakaran hutan, kerusakan
lingkungan, pencemaran limbah.
14
Kerentangan
Resiko bencana = ancaman x _____________
Kapasitas
Penting untuk dicatat bahwa pendekatan ini tidak dapat disamakan dengan
rumus matematika. Pendekatan ini digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara
ancaman, kerentanan dan kapasitas yang membangun perspektif tingkat risiko
bencana suatu kawasan. Berdasarkan pendekatan tersebut, terlihat bahwa tingkat
risiko bencana amat bergantung pada :
8. Tingkat ancaman kawasan;
9. Tngkat kerentanan kawasan yang terancam;
10. Tingkat kapasitas kawasan yang terancam.
Upaya pengkajian risiko bencana pada dasarnya adalah menentukan besaran 3
komponen risiko tersebut dan menyajikannya dalam bentuk spasial maupun non
spasial agar mudah dimengerti. Pengkajian risiko bencana digunakan sebagai
landasan penyelenggaraan penanggulangan bencana disuatu kawasan.
Penyelenggaraan ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko bencana.
Upaya pengurangan risiko bencana berupa :
1. Memperkecil ancaman kawasan;
2. Mengurangi kerentanan kawasan yang terancam;
3. Meningkatkan kapasitas kawasan yang terancam.
15
BAB III
PENUTUP
A. SARAN
Indonesia merupakan salah satu yang rawan bencana sehingga di perlukan
manajemen atau penanggulangan bencana yang tepat dan terancam. Manajemen
bencana merupakan srangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap
darurat, dan rehabilitas. Manajemen bencana ini mulai dari tahap pra bencana, tahap
tanggap darurat, tahap pasca bencana.
B. KESIMPULAN
Masalah penanggulangan bencana tidak hanya menjadi beban pemerintahan atau
lembaga – lembaga yang terkait. Tetapi juga di perlukan dukungan dari masyarakat
umum. Diharapkan masyarakat dari tiap lapisan dapat ikut berpatisipasi dalam upaya
penanggulangan bencana.
16
DAFTAR PUSTAKA
https://eprints.umm.ac.id/33775/2/jiptummpp-gdl-ariefsetia-43085-2-babi.pdf
https://digilib.uinsby.ac.id/18972/10/Bab%202.pdf
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2008, Peraturan Kepala BNPB/No. 4
Tahun 2008/Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana,
Jakarta.
Dheasy, C. 2012. Makalah Mitigasi Bencana. file:///D:/kesmas/Cii Dheasy Makalah
Mitigasi Bencana.htm. Di akses tanggal 26 september 2015. Di
www.google.com.
Robert Chambers, PRA Participatory Rural Appraisal: Memahami Desa Secara
Partisipatif, (Y.Sukoco, Penerjemah), (Yogyakarta: Yayasan Mitra Tani, 2001)
Syamsul Maarif, Pikiran dan Gagasan Penanggulangan Bencana Berbasis di
Indonesia,(Jakarta: BNBP, 2012).
Setiawan,. D. 2013. Mitigasi Bencana Alam. file:///D:/kesmas/MITIGASI BENCANA
ALAM DS Self Development.htm. Di akses tanggal 26 september 2015. Di
www.google.com.
17