Anda di halaman 1dari 28

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................iii

DAFTAR ISI.................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................2

C. Tujuan................................................................................................3

D. Manfaat Makalah...............................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................4

A. Pengantar Analisis Resiko Bencana...................................................4

B. Pengertian Resiko Bencana, Bahaya, dan Kerentanan......................5

C. Jenis-Jenis Bencana di Indonesia.......................................................8

D. Siklus Bencana dan Penanggulangan Bencana................................11

E. Vulnerability / Kerentanan...............................................................15

F. Capanility/ Kemampuan..................................................................16

G. Risiko (risk)......................................................................................17

H. Faktor Penentu Risiko Bencana.......................................................17

I. Tujuan Analisa Resiko Bencana......................................................19

J. Langkah-Langkah Analisa Resiko...................................................21

K. Peran Perawat Analisis Resiko........................................................21

L. Analisa Bahaya,Kerentanan dan Kapasitas......................................22

BAB III PENUTUP......................................................................................26


A. Kesimpulan......................................................................................26

B. Saran.................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif atas
sistem penyesuaian dalam merespon ancaman. Renspon itu bersifat jangka
pendek yang disebut mekanisme penyesuaian (coping mechanism) atau
yang lebih jangka panjang yang dikenal sebagai mekanisme adaptasi
(adaptatif mechanism). Mekanisme dalam menghadapi perubahan dalam
jangka pendek terutama bertujuan untuk mengakses kebutuhan hidup
dasar: keamanan, sandang, pangan, sedangkan jangka panjang bertujuan
untuk memperkuat sumber-sumber kehidupannya.

Masalah bencana akibat lingkungan mulai semakin mencuat ke


permukaan,baik yang disebabkan oleh proses alam itu sendiri maupun
yang disebabkan karena ulah manusia di dalam membangun sarana dan
memenuhi kebutuhan hidupnya. Kasus-kasus mengenai perubahan tata
guna lahan di daerah tangkapan air hujan di hulu menjadi padat penduduk
karena berubah menjadi pemukiman. Hal tersebut berdampak pada banjir
yang sering terjadi di daerah bawahnya atau daerah hilir. Konversi lahan
ini sedikit banyak telah berpengaruh terhadap menurunnya kualitas
lingkungan.

Oleh karena itu di dalam proses pembangunan tidak dengan sendirinya


mengurangi risiko terhadap bahaya alam. Sebaliknya tanpa disadari
pembangunan dapat menciptakan bentuk-bentuk kerentanan baru atau
memperburuk kerentanan yang telah ada. Persoalan-persolaan yang
muncul sebagai akibat dari proses pembangunan ini perlu diarahkan pada
suatu paradigma pembangunan yang ramah lingkungan, yaitu
“pembangunan yang berkelanjutan” maka pembangunan tersebut harus
didasarkan atas pengetahuan yang lebih baik tentang karakteristik alam
dan manusia (masyarakat).
Banyak masalah yang berkaitan dengan bencana alam. Kehilangan dan
kerusakan termasuk yang paling sering harus dialami bersama datangnya
bencana itu. Harta benda dan manusia terpaksa harus direlakan, dan itu
semua bukan masalah yang mudah. Dalam arti mudah difahami dan
mudah diterima oleh mereka yang mengalami. Bayangkan saja harta yang
dikumpulkan sedikit demi sedikit, dipelihara bertahun-tahun lenyap
seketika.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengantar analisis resiko bencana ?
2. Apa pengertian resiko bencana, bahaya dan kerentanan?
3. Apa saja jenis-jenis bencana ?
4. Apa saja faktor penentu resiko bencana?
5. Bagaimana tujuan analisis resiko bencana?
6. Bagaimana langkah-langkah analisis resiko?

C. Tujuan
1) Tujuan Umum
Tujuan umum untuk mengetahui konsep tentang
pengelolaan/penanganan bencana di berbagai fase (Pre, saat, dan pasca)
bencana.

2) Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengantar analisis resiko bencana .
b. Untuk mengetahui pengertian resiko bencana, bahaya dan
kerentanan.
c. Untuk mengetahui jenis-jenis bencana.
d. Untuk mengetahui faktor penentu resiko bencana.
e. Untuk mengetahui tujuan analisis resiko bencana.
f. Untuk mengetahui langkah-langkah analisis resiko.
D. Manfaat Makalah
Diharapkan manfaat dari pembahasan ini adalah dapat menambah
pengetahuan pembaca tentang pengelolaan dan penanganan bencana
diberbagai fase (Pre, saat, pasca) bencana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengantar Analisis Resiko Bencana


Manajemen Resiko Bencana Proses identifikasi , analisis dan
kuantifikasi kebolehjadian kerugian (probability of losses ) agar
kebolehjadian Kerugian (probability of losses) agar digunakan untuk
mengambil tindakan pencegahan atau mitigasi dan pemulihan.

Secara umum, peran manusia dalam bencana meliputi :

1. Ketidakmampuan dan/atau kurangnya kemauan untuk mencegah atau


mengurangi ancaman.
2. Ketidakmampuan dan/atau kurangnya kemauan untuk menghilangkan
atau mengurangi kerentanan. Bahkan, manusia seringkali
meningkatkan kerentanan dengan berbagai perilaku yang tidak sensiti f
terhadap potensi bencana.
Ketidakmampuan dan/atau kurangnya kemauan untuk
meningkatkan kapasitas dalam menghadapi potensi bencana. Sebagaimana
penjelasan di atas, maka model yang menjelaskan dinamika bencana
sebagai berikut:
B
Anca Ker
e
man enta
nan

Kapa
sitas
B. Pengertian Resiko Bencana, Bahaya, dan Kerentanan
Secara geografis Indonesia merupakan kepulauan yang terletak pada
pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua
Australia, lempeng Samudra Hindia dan lempeng Samudra Pasifik. Pada
bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc)
yang memanjang dari pulau Sumatra-Jawa-Nusa TenggaraSulawesi yang
sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang
didominasi rawa rawa. Kondisi tersebut berpotensi sekaligus rawan
bencana letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah
Alongsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu
negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari
10 kali tingkat kegempaan di Amerika Serikat..

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam


dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU
No. 24 tahun 2007)

Bencana (disaster) adalah suatu gangguan serius terhadap


keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang
meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan
dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk
mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. (ISDR, 2004
dalam MPBI, 2007). Bencana dapat dibedakan menjadi dua yaitu bencana
oleh faktor alam (natural disaster) seperti letusan gunungapi, banjir,
gempa, tsunami, badai, longsor, dan bencana oleh faktor non alam ataupun
faktor manusia (man-made disaster) seperti konflik sosial dan kegagalan
teknologi.

Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif attas


sistem penyesuaian dalam merespon ancaman (Paripurno, 2002). Renspon
itu bersifat jangka pendek yang disebut mekanisme penyesuaian (coping
mechanism) atau yang lebih jangka panjang yang dikenal sebagai
mekanisme adaptasi (adaptatif mechanism). Mekanisme dalam
menghadapi perubahan dalam jangka pendek terutama bertujuan untuk
mengakses kebutuhan hidup dasar: keamanan, sandang, pangan,
sedangkan jangka panjang bertujuan untuk memperkuat sumber-sumber
kehidupannya (Paripurno, 2002).

Bahaya (hazard) adalah suatu fenomena fisik, fenomena, atau


aktivitas manusia yang berpotensi merusak, yang bisa menyebabkan
hilangnya nyawa atau cidera, kerusakan harta-benda, gangguan sosial dan
ekonomi atau kerusakan lingkungan (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007) atau
peristiwa kejadian potensial yang merupakan ancaman terhadap kesehatan,
keamanan, atau kesejahteraan masyarakat atau fungsi ekonomi masyarakat
atau kesatuan organisasi pemerintah yang selalu luas (Lundgreen, 1986).
Dalam kajian risiko bencana ada faktor kerentanan (vulnerability)
rendahnya daya tangkal masyarakat dalam menerima ancaman, yang
mempengaruhi tingkat risiko bencana, kerentanan dapat dilihat dari faktor
lingkungan, sosial budaya, kondisi sosial seperti kemiskinan, tekanan
sosial dan lingkungan yang tidak strategis, yang menurunkan daya tangkal
masyarakat dalam menerima ancaman.
Pengelolaan lingkungan harus bersumber pada 3 aspek penting yaitu
Biotik (makluk hidup dalam suatu ruang), Abiotik (sumberdaya alam) dan
Culture (Kebudayaan). Penilaian risiko bencana dapat dilakukan dengan
pendekatan ekologi (ekological approach) dan pendekatan keruangan
(spatial approach) berdasarkan atas analisa ancaman (hazard), kerentanan
(vulnerabiliti) dan kapasitas (capacity) sehingga dapat dibuat hubungannya
untuk menilai risiko bencana dengan rumus :
RB = HxV/C
RB = Risiko Bencana
H = Hazard (bahaya)
V = Vulnerability (kerentanan)
C = Capacity (kemampuan)

E. Jenis-Jenis Bencana di Indonesia


Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya
peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan
kerentanan (vulnerability) masyarakat. Hubungan keduanya dapat
digambarkan, bila gangguan atau ancaman tersebut muncul kepermukaan
tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat mengatasi
sendiri peristiwa yang mengganggu tersebut, sementara bila kondisi
masyarakat rentan tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka
tidak akan terjadi bencana. Bencana dibagi ke dalam tiga kategori yaitu:

1. Bencana Alam :
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Di bawah ini akan diperlihatkan.
gambar tentang bencana alam yang telah terjadi di Indonesia.
Gambar 4.1. Bencana Banjir Terjadi di Jakarta Tahun 2012

Gambar 4.2 Bencana Gunung Merapi, Jawa Tengah yang meletus


pada tahun 2010

2. Bencana non-Alam :
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa
nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi, dan wabah penyakit. Bencana non-alam termasuk terorisme
biologi dan biokimia, tumpahan bahan kimia, radiasi nuklir,
kebakaran, ledakan, kecelakaan transportasi, konflik bersenjata, dan
tindakan perang. Sebagai contoh gambar 3 adalah gambaran bencana
karena kegagalan teknologi di Jepang, yaitu ledakan reaktor nuklir.
Gambar 4.3.Ledakan Reaktor Nuklir di Jepang

3. Bencana Sosial :
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar
kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. Misalnya
konflik social antar suku dan agama di Poso seperti terlihat pada
gambar berikut.

Gambar. 4.4Konflik Sosial di Poso, Sulawesi Tengah pada Tahun


1998
F. Siklus Bencana dan Penanggulangan Bencana

Gambar 4.5. Siklus bencana


Siklus bencana dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase pra
bencana, fase bencana dan fase pasca bencana. Fase pra bencana adalah
masa sebelum terjadi bencana. Fase bencana adalah waktu/saat bencana
terjadi. Fase pasca bencana adalah tahapan setelah terjadi bencana. Semua
fase ini saling mempengaruhi dan berjalan terus sepanjang masa. Siklus
bencana ini menjadi acuan untuk melakukan penanggulangan bencana yang
bisa dibagi menjadi beberapa tahap seperti gambar dibawah ini.

Gambar 4.6. Siklus penanggulangan bencana


Penanganan bencana bukan hanya dimulai setelah terjadi bencana.
Kegiatan sebelum terjadi bencana (pra-bencana) berupa kegiatan
pencegahan, mitigasi (pengurangan dampak), dan kesiapsiagaan
merupakan hal yang sangat penting untuk mengurangi dampak bencana.
Saat terjadinya bencana diadakan tanggap darurat dan setelah terjadi
bencana (pasca-bencana) dilakukan usaha rehabilitasi dan
rekonstruksi.Berikut rincian tentang kegiatan penanggulangan bencana
sesuai siklus bencana.
1. Pra Bencana
a) Pencegahan
Pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk
menghilangkan sama sekali atau mengurangi secara drastis akibat
dari ancaman melalui pengendalian dan pengubahsuaian fisik dan
lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan
penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur
dan menyebarkan energy atau material ke wilayah yang lebih luas
atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith, 1992). Cuny
(1983) menyatakan bahwa pencegahan bencana pada masa lalu
cenderung didorong oleh kepercayaan diri yang berlebihan pada
ilmu dan teknologi pada tahun enam puluhan; dan oleh karenanya
cenderung menuntut ketersediaan modal dan teknologi.
Pendekatan ini semakin berkurang peminatnya dan kalaupun
masih dilakukan, maka kegiatan pencegahan ini diserap pada
kegiatan pembangunan pada arus utama.
b) Mitigasi
Mitigasi ialah tindakan-tindakan yang memfokuskan
perhatian pada pengurangan dampak dari ancaman, sehingga
dengan demikian mengurangi kemungkinan dampak negatif
pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk
menghilangkan sama sekali atau mengurangi secara drastis akibat
dari ancaman melalui pengendalian dan pengubahsuaian fisik dan
lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan
penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur
dan menyebarkan energy atau material ke wilayah yang lebih luas
atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith, 1992).
Kejadian bencana terhadap kehidupan dengan cara-cara
alternatif yang lebih dapat diterima secara ekologi (Carter, 1991).
Kegiatan-kegiatan mitigasi termasuk tindakan-tindakan non-
rekayasa seperti upaya-upaya peraturan dan pengaturan,
pemberian sangsi dan penghargaan untuk mendorong perilaku
yang lebih tepat, dan upaya-upaya penyuluhan dan penyediaan
informasi untuk memungkinkan orang mengambil keputusan
yang berkesadaran. Upaya-upaya rekayasa termasuk pananaman
modal untuk bangunan struktur tahan ancaman bencana dan/atau
perbaikan struktur yang sudah ada supaya lebih tahan ancaman
bencana (Smith, 1992).
c) Kesiapsiagaan
Fase Kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan
yang baik dengan memikirkan berbagai tindakan untuk
meminimalisir kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya
bencana dan menyusun perencanaan agar dapat melakukan
kegiatan pertolongan serta perawatan yang efektif pada saat
terjadi bencana. Tindakan terhadap bencana menurut PBB ada 9
kerangka, yaitu 1. pengkajian terhadap kerentanan, 2. membuat
perencanaan (pencegahan bencana), 3. pengorganisasian, 4.
sistem informasi, 5. pengumpulan sumber daya, 6. sistem alarm,
7. mekanisme tindakan, 8. pendidikan dan pelatihan penduduk, 9.
gladi resik.
2. Saat Bencana
Saat bencana disebut juga sebagai tanggap darurat. Fase
tanggap darurat atau tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai
aksi darurat yang nyata untuk menjaga diri sendiri atau harta
kekayaan. Aktivitas yang dilakukan secara kongkret yaitu: 1. Instruksi
pengungsian, 2. pencarian dan penyelamatan korban, 3. menjamin
keamanan di lokasi bencana, 4. pengkajian terhadap kerugian akibat
bencana, 5. pembagian dan penggunaan alat perlengkapan pada
kondisi darurat, 6. pengiriman dan penyerahan barang material, dan 7.
menyediakan tempat pengungsian, dan lain-lain.
Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih
dipersempit lagi dengan membaginya menjadi “Fase Akut” dan “Fase
Sub Akut”. Dalam Fase Akut, 48 jam pertama sejak bencana terjadi
disebut “fase penyelamatan dan pertolongan/pelayanan medis
darurat”. Pada fase ini dilakukan penyelamatan dan pertolongan serta
tindakan medis darurat terhadap orang-orang yang terluka akibat
bencana. Kira-kira satu minggu sejak terjadinya bencana disebut
dengan “Fase Akut”. Dalam fase ini, selain tindakan “penyelamatan
dan pertolongan/pelayanan medis darurat”, dilakukan juga perawatan
terhadap orang-orang yang terluka pada saat mengungsi atau
dievakuasi, serta dilakukan tindakan-tindakan terhadap munculnya
permasalahan kesehatan selama dalam pengungsian.
3. Setelah Bencana
a) Fase Pemulihan
Fase Pemulihan sulit dibedakan secara akurat dari dan sampai
kapan, tetapi fase ini merupakan fase dimana individu atau
masyarakat dengan kemampuannya sendiri dapat memulihkan
fungsinya seperti sedia kala (sebelum terjadi bencana). Orang-
orang melakukan perbaikan darurat tempat tinggalnya, pindah ke
rumah sementara, mulai masuk sekolah ataupun bekerja kembali
sambil memulihkan lingkungan tempat tinggalnya. Kemudian
mulai dilakukan rehabilitasi lifeline dan aktivitas untuk membuka
kembali usahanya. Institusi pemerintah juga mulai memberikan
kembali pelayanan secara normal serta mulai menyusun rencana-
rencana untuk rekonstruksi sambil terus memberikan bantuan
kepada para korban. Fase ini bagaimanapun juga hanya
merupakan fase pemulihan dan tidak sampai mengembalikan
fungsi-fungsi normal seperti sebelum bencana terjadi. Dengan
kata lain, fase ini merupakan masa peralihan dari kondisi darurat
ke kondisi tenang.
b) Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi
Jangka waktu Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi juga tidak dapat
ditentukan, namun ini merupakan fase dimana individu atau
masyarakat berusaha mengembalikan fungsi-fungsinya seperti
sebelum bencana dan merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh
komunitas. Tetapi, seseorang atau masyarakat tidak dapat kembali
pada keadaan yang sama seperti sebelum mengalami bencana,
sehingga dengan menggunakan pengalamannya tersebut
diharapkan kehidupan individu serta keadaan komunitas pun
dapat dikembangkan secara progresif.\

G. Vulnerability / Kerentanan
Kerentanan didefinisikan sebagai sekumpulan kondisi dan atau suatu
akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang
berpengaruh buruk terhadap upaya - upaya pencegahan dan penanggulangan
bencana. Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku
manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi
bahaya atau ancaman (BNPB, 2008). Kerentanan ini dapat berupa:

1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya
tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan struktur
bangunan rumah, jalan,jembatan bagi masyarakat yang berada di daerah
rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang
tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.
2. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat
menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya.
3. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan
terhadap ancaman bahaya, kondisi demografi (jenis kelamin, usia,
kesehatan, gizi, perilaku masyarakat, pendidikan) kekurangan
pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi
tingkat kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang
rendah juga mengakibatkan rentan terhadap ancaman bencana.
4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan.
Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu
terancam bahaya kekeringan, Penduduk yang tinggal di lereng bukit
atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan
sebagainya. Kerentanan masyarakat berkaitan dengan seberapa besar
kemampuan (capacity) kekuatan tingkat persiapan masyarakat terhadap
kejadian yang menjadi penyebab bencana.

H. Capanility/ Kemampuan
Kemampuan adalah kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh
perorangan, keluarga dan masyarakat yang membuat mereka mampu
mencegah, mengurangi, siap-siaga, menanggapi dengan cepat atau segera
pulih dari suatu kedaruratan dan bencana.
Kemampuan adalah kondisi masyarakat yang memiliki kekuatan dan
kemampuan dalam mengkaji dan menilai ancaman serta bagaimana
masyarakat dapat mengelola lingkungan dan sumberdaya yang ada, dimana
dalam kondisi ini masyarakat sebagai penerima manfaat dan penerima risiko
bencana menjadi bagian penting dan sebagai actor kunci dalam pengelolaan
lingkungan untuk mengurangi risiko bencana dan ini menjadi suatu kajian
dalam melakukan manajemen bencana berbasis masyarakat (Comunity Base
Disaster Risk Management).
I. Risiko (risk)
Risiko (risk) adalah probabilitas timbulnya konsekuensi yang merusak
atau kerugian yang sudah diperkirakan (hilangnya nyawa, cederanya orang-
orang, terganggunya harta benda, penghidupan dan aktivitas ekonomi, atau
rusaknya lingkungan) yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara bahaya
yang ditimbulkan alam atau diakibatkan manusia serta kondisi yang rentan
(ISDR, 2004). Risiko adalah besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi
korban manusia, kerusakan dan kerugian ekonomi yg disebabkan oleh
bahaya tertentu di suatu daerah pada suatu waktu tertentu. Resiko biasanya
dihitung secara matematis, merupakan probabilitas dari dampak atau
konsekwensi suatu bahaya (Affeltrnger, 2006). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa risiko adalah kemungkinan kerugian yang dapat
diperkirakan akibat kerusakan alam, kesalahan manusia serta kondisi rentan.

J. Faktor Penentu Risiko Bencana


Tingkat penentu resiko bencana disuatu wilayah dipengaruhi oleh 3
faktor yaitu ancaman, kerentanan dan kapasitas. Dalam upaya pengurangan
resiko bencana (PRB) atau disaster risk reduction (DRR), ketiga faktor
tersebut yang menjadi dasar acuan untuk dikaji guna menentukan langkah-
langkah dalam pengelolaan bencana.

1. Ancaman/bahaya (Hazard) = H
Kejadian yang berpotensi mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat sehingga menyebabkan timbulnya korban jiwa,  kerusakan
harta benda, kehilangan rasa aman, kelumpuhan ekonomi dan
kerusakan lingkungan serta dampak psikologis. Ancaman dapat
dipengaruhi oleh faktor :
a) Alam, seperti gempa bumi, tsunami, angin kencang, topan, gunung
meletus.
b) Manusia, seperti konflik, perang, kebakaran pemukiman, wabah
penyakit, kegagalan teknologi, pencemaran, terorisme.
c) Alam dan Manusia, seperti banjir, tanah longsor, kelaparan,
kebakaran hutan. Kekeringan.

Menurut United Nations International Strategy for Disaster Redu ction


(UN – ISDR), bahaya terdiri atas bahaya alam dan bahaya karena ulah
manusia, yang dapat dikelompokkan menja di bahaya geologi, bahaya
hidrometeorologi, bahaya biologi, bahaya teknologi, dan penurunan
kualitas lingkungan.

2. Kerentanan (Vulnaribility) = V
Kerentanan merupakan suatu kondisi yang menurunkan kema mpuan
seseorang atau komunitas masyarakat untuk menyiapkan diri, bertahan
hid up, atau merespon potensi bahaya. Kere ntanan masyarakat secara
kultur dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kemis kinan,
pendidikan, sosial dan budaya. Selanjutnya aspek infrastruktur yang
juga berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kerentanan.
Faktor Kerentanan
Fisik:
a) Kekuatan bangunan struktur (rumah, jalan, jembatan) terhadap
ancaman bencana

Sosial:

a) Kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku


masyarakat) terhadap ancaman bencana

Ekonomi:

a) Kemampuan finansial masyarakat dalam menghadapi ancaman di


wilayahnya

Lingkungan:
a) Tingkat ketersediaan / kelangkaan sumberdaya (lahan, air, udara)
serta kerusakan lingkungan yan terjadi.
3. Kapasitas (Capacity) = C
Kapasitas adalah ke kuatan dan sumber daya yang ada pada tiap
individu dan lingkungan yang mam pu mencegah, melakukan mitigasi,
siap menghadapi dan pulih dari akibat bencana d engan cepat.
4. Risiko bencana (Risk) = R
Risiko bencana merupakan interaksi tingkat kerentanan dengan bahaya
yang ada. Ancaman bahaya ala m bersifat tetap karena bagian dari dina
mika proses alami, sedangkan tingkat kerentanan dapat dikurangi s
ehingga k emampuan dalam menghadapi ancaman bencana semakin
meningkat. Prinsip atau konsep y ang digunakan dalamp enilaian risiko
bencana adalah:
R = H × V
C

R=Risiko Bencana

H = Hazard (bahaya)
V = Vulnerability (kerentanan)
C = Capacity (kemampuan)

K. Tujuan Analisa Resiko Bencana


Pengurangan Risko Bencana dimaknai sebagai sebuah proses
pemberdayaan komunitas melalui pengalaman mengatasi dan menghadapi
bencana yang berfokus pada kegiatan partisipatif untuk melakukan kajian,
perencanaan, pengorganisasian kelompok swadaya masyarakat, serta
pelibatan dan aksi dari berbagai pemangku kepentingan, dalam
menanggulangi bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana.
Tujuannya agar komunitas mampu mengelola risiko, mengurangi, maupun
memulihkan diri dari dampak bencana tanpa ketergantungan dari pihak luar.
Dalam tulisan siklus penanganan bencana kegiatan ini ada dalam fase pra
bencana .

Fokus kegiatan Pengurangan Risiko Bencana secara Partisipatif dari


komunitas dimulai dengan koordinasi awal dalam rangka membangun
pemahaman bersama tentang rencana kegiatan kajian kebencanaan, yang
didalamnya dibahas rencana pelaksanaan kajian dari sisi peserta, waktu dan
tempat serta keterlibatan tokoh masyarakat setempat akan sangat
mendukung kajian analisa kebencanaan ini. Selain itu juga di sampaikan
akan Pentingnya Pengurangan Risko Bencana mengingat wilayah kita yang
rawan akan bencana.

Kegiatan PDRA di suatu wilayah diawali dengan memberikan


pemahaman tentang Pengurangan Risiko Bencana berbasis masyarakat yaitu
upaya yang dilakukan sendiri oleh masyarakat untuk menemukenali
ancaman yang mungkin terjadi di wilayahnya dan menemukenali
kerentanan yang ada di wilayahnya serta menemukenali potensi/kapasitas
yang dimiliki untuk meredam/mengurangi dampak dari bencana tersebut.
Setelah menemukan kenali ancaman, kerentanan, dan Kapasitas yang ada di
masyarakat maka perlu dianalisis untuk mengetahui seberapa jauh
masyarakat mampu mengurangi risiko bencana itu dengan menggunakan
rumus Ancaman x Kerentanan dibagi dengan Kapasitas.

Sebelum mengkaji perlu diperoleh data terkini dari wilayah tersebut.


Pentingnya data terkini mengenai jumlah KK dan Jiwa, pemilik kendaraan ,
kerentanan dll, sebagai bahan dasar kajian selanjutnya dalam kegiatan
PDRA pengurangan risiko bencana wilayah ini.

Kemudian dilakukan Kegiatan Kajian dan analisis Risiko bencana


secara partisipasif oleh masyarakat Hal-hal yang dikaji : ancaman,
kerentanan dan potensi terhadap bencana untuk wilayahnya.
L. Langkah-Langkah Analisa Resiko
Pengenalan dan pengkajian bahaya

Pengenalan kerentanan

Analisis kemungkinan dampak bencana

Pilihan tindakan penanggulangan bencana

Mekanisme penanggulangan dampak bencana

Alokasi tugas dan peran instansi

M. Peran Perawat Analisis Resiko


1. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan
sehari-hari
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan
khusus bayi, peralatan kesehatan.
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit
menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri
dan lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa.
g. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak anak, dapat
dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi
bermain
h. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan
kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi

N. Analisa Bahaya,Kerentanan dan Kapasitas


Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara
dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan beragam
baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan
komplek. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi,
tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran
lahan dan hutan, kebakaran perkotaan dan permukiman, angin badai, wabah
penyakit, kegagalan teknologi dan konflik sosial

Dan yang kemungkinan terjadi di poltkkes ini adalah bencana

1. Kebakaran
Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat marak pada
musim kemarau. Hal ini terkait dengan kecerobohan manusia
diantaranya pembangunan gedung/rumah yang tidak mengikuti
standard keamanan bangunan serta perilaku manusia. Hubungan arus
pendek listrik, meledaknya kompor serta kobaran api akibat lilin/lentera
untuk penerangan merupakan sebab umum kejadian kebakaran
permukiman/gedung. Dalam bab ini ditampilkan daerah-daerah yang
rawan terhadap bencana kebakaran ini serta jika data memungkinan
ditampilkan juga statistik kejadian dan kerusakan yang pernah dialami.
2. Banjir
Banjir tanah longsor dan kekeringan. Banjir sebagai fenomena alam
terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa
faktor yaitu :hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu, kondisi daerah
budidaya dan pasang surut air laut. Potensi terjadinya ancaman bencana
banjir dan tanah longsor saat Ini disebabkan keadaan badan sungai
rusak, kerusakan daerah tangkapan air, pelanggaran tata-ruang
wilayah,pelanggaran hukum meningkat, perencanaan pembangunan
kurang terpadu, dan disiplin masyarakat yang rendah.
3. Angin puting beliung

Dan diantara 3 bencana diatas yang kemungkinan besar terjadi di poltekkes


adalah Kebakaran.

a. Analisa Bahaya/Ancaman

Berdasarkan hasil analisa kemungkinan bahaya yang muncul akibat


kebakaran kampus poltekkes : dokumen-dokumen penting terbakar ,
Debu ,pernapasan jadi terhambat karna asap .

Kajian ancaman berdasarkan dua komponen utama:

a) Kemungkinan Terjadi suatu ancaman


b) Catatan besaran dampak bencana yang pernah terjadi
c) Kajian ancaman menggunakan data sejarah kejadian bencana yang
pernah ada di suatu daerah

Langkah pelaksanaan:

a) menganalisis peta rawan bencana

b) Analisa kerentenan
1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat/mahasiswa
berupa daya tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan diri
nya dalam menghadapi kabut asap yang ditimbulkan dari kebakaran

2. Kerentanan Ekonomi

Poltkkes pasti banyak akan merasa rugi akibat banyak dokumen yang
terbakar dan alat kesehatan yang terbakar

3. Kerentanan Sosial

Kondisi sosial masyarakat pengetahuan tentang risiko bahaya dan


bencana akan mempertinggi

4. Kerentanan Lingkungan

Lingkungan poltkkes akan tampak rusak parah

c) Analisa kapasitaas
Kapasitas disini meliputi:
a) Sumber daya manusia (relawan terlatih tidak ada . petugas kesehatan
hanya yankes, pengetahuan kebencanaan di poltekkes mahasiswa DIV
keperawatan sudah ada belajar bencana tetapi untuk prktek langsung nya
belum dilakukan)
b) Sumber daya keuangan (dana siaga bencana) tidak terlalu di analisa
c) Sumber daya social (kelompok/organisasi social dan pemerintahan,
lembaga ekonomi kelurahan, dll)
d) Sumber daya fisik (sarana dan prasarana kesehatan, Kendaraan,
peralatan, sistem peringatan dini, jalur dan tempat evakuasi, dll)
Sarana dan prasarana Kesehatan Tersedia 5 Fasilitas Kesehatan:
1. Klinik Yankes
2. Rumah sakit yarsi
3. Puskesmas siantan hilir
4. Puskesmas telaga biru
5. Puskesmas pembantu gg wartawan

Analisis kapasitas berdasarkan pengukuran indicator pencapaian


ketahanan atau kapasitas dari daerah tersebut, maka kapasitas daerah ini
masuk dalam ancaman rendah 1
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif atas
sistem penyesuaian dalam merespon ancaman. Respon itu bersifat jangka
pendek yang disebut mekanisme penyesuaian (coping mechanism) atau
yang lebih jangka panjang yang dikenal sebagai mekanisme adaptasi
(adaptatif mechanism).

Tingkat penentu resiko bencana disuatu wilayah dipengaruhi oleh 3


faktor yaitu ancaman, kerentanan dan kapasitas. Dalam upaya pengurangan
resiko bencana (PRB) atau disaster risk reduction (DRR), ketiga faktor
tersebut yang menjadi dasar acuan untuk dikaji guna menentukan langkah-
langkah dalam pengelolaan bencana.

B. Saran
Kita sebagai tenaga kesehatan harus tanggap terhadap resiko
terjadinya bencana dan mampu untuk melakukan hal-hal yang dapat
mengatasi resiko bencana. Dan sebagai pembaca bisa menerapkan cara-cara
menangulangi resiko bencana.
DAFTAR PUSTAKA
Karnawati, D. 2012 Manajemen Bencana Alam Gerakan Tanah di
Indonesia: Evaluasi dan Rekomendasi. Yogyakarta.

Nurjannah, dkk. 2011. Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta.

Hasibuan, M. S. P. 2011. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah. Bumi


Aksara; Jakarta.

Palang Merah Indonesia. 2009. Keperawatan Bencana Manajemen


Bencana. http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/1932953-
manajemen-bencana/ diunduh pada 2 Mei 2011.

Manajemen Bencana Berbasis Masyarakat: Hertanto,Heka. Media


Indonesia ;2009

Manajemen Bencana seputar bencana di Indonesia: Teguh Paripurno,eka


;2010

Anda mungkin juga menyukai