Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH MANAJEMEN BENCANA

“Analisis Resiko Bencana”

Oleh:
1. Anggi Syahdia Damanik N1A120001
2. Nanti Marito K Sihotang N1A120006
3. Sindy Shintya Bakhda N1A120196
4. M. Irsyad Rabbani N1A120041

Dosen pembimbing:
drg. Willia Novita Eka Rini, M.Kes

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat
UNIVERSITAS JAMBI
2021
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah yang berjudul “Analisis Resiko Bencana”. Selama pembuatan makalah pun kami
juga mendapat banyak dukungan dan juga bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu kami
haturkan banyak terima kasih kepada Ibu drg. Willia Novita Eka Rini, M.Kes selaku dosen
Pembimbing Mata kuliah Manajemen Bencana yang memberikan bimbingan, saran, dan juga
ide Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan oleh karena itu,
penulis mohon maaf dan mengucapkan terima kasih atas kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan rencana pembelajaran semester ini.

Jambi, 4 September 2021


Penyusun

Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif atas sistem
penyesuaian dalam merespon ancaman. Renspon itu bersifat jangka pendek yang
disebut mekanisme penyesuaian (coping mechanism) atau yang lebih jangka panjang
yang dikenal sebagai mekanisme adaptasi (adaptatif mechanism). Mekanisme dalam
menghadapi perubahan dalam jangka pendek terutama bertujuan untuk mengakses
kebutuhan hidup dasar: keamanan, sandang, pangan, sedangkan jangka panjang
bertujuan untuk memperkuat sumber-sumber kehidupannya.
Masalah bencana akibat lingkungan mulai semakin mencuat ke
permukaan,baik yang disebabkan oleh proses alam itu sendiri maupun yang
disebabkan karena ulah manusia di dalam membangun sarana dan memenuhi
kebutuhan hidupnya. Kasus-kasus mengenai perubahan tata guna lahan di daerah
tangkapan air hujan di hulu menjadi padat penduduk karena berubah menjadi
pemukiman. Hal tersebut berdampak pada banjir yang sering terjadi di daerah
bawahnya atau daerah hilir. Konversi lahan ini sedikit banyak telah berpengaruh
terhadap menurunnya kualitaslingkungan.
Oleh karena itu di dalam proses pembangunan tidak dengan sendirinya
mengurangi risiko terhadap bahaya alam. Sebaliknya tanpa disadari pembangunan
dapat menciptakan bentuk-bentuk kerentanan baru atau memperburuk kerentanan
yang telah ada. Persoalan-persolaan yang muncul sebagai akibat dari proses
pembangunan ini perlu diarahkan pada suatu paradigma pembangunan yang ramah
lingkungan, yaitu“pembangunan yang berkelanjutan” maka pembangunan tersebut
harusdidasarkan atas pengetahuan yang lebih baik tentang karakteristik alam dan
manusia (masyarakat).
Banyak masalah yang berkaitan dengan bencana alam. Kehilangan dan
kerusakan termasuk yang paling sering harus dialami bersama datangnya bencana itu.
Harta benda dan manusia terpaksa harus direlakan, dan itu semua bukan masalah yang
mudah. Dalam arti mudah difahami dan mudah diterima oleh mereka yang
mengalami. Bayangkan saja harta yang dikumpulkan sedikit demi sedikit, dipelihara
bertahun-tahun lenyap seketika.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengantar analisis resiko bencana ?
2. Apa pengertian resiko bencana, resiko dan kerentanan?
3. Apa saja Jenis, bahaya, serta pemetaan Bencana?
4. Apa saja faktor penentu resiko bencana?
5. Bagaimana tujuan analisis resiko bencana?
6. Bagaimana langkah-langkah analisis resiko?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum untuk mengetahui konsep tentang pengelolaan/penanganan
bencana di berbagai fase (Pre, saat, dan pasca) bencana.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengantar analisis resiko bencana .
b. Untuk mengetahui pengertian resiko bencana, bahaya dan kerentanan.
c. Untuk mengetahui jenis-jenis bencana.
d. Untuk mengetahui faktor penentu resiko bencana.
e. Untuk mengetahui tujuan analisis resiko bencana.
f. Untuk mengetahui langkah-langkah analisis resiko.

D. Manfaat Makalah
Diharapkan manfaat dari pembahasan ini adalah dapat menambah
pengetahuan pembaca tentang pengelolaan dan penanganan bencana diberbagai fase
(Pre, saat, pasca) bencana dan juga mampu melakukan penilaian dan analisis resiko
bencana serta pemetaannya terkait dengan bencana yang terjadi.
Bab II

PEMBAHASAN
1. Pengantar Analisis Resiko Bencana
Pengkajian risiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk
memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu potensi
bencana yang ada. Potensi dampak negatif tersebut dihitung juga dengan
mempertimbangkan tingkat kerentanan dan kapasitas kawasan tersebut. Potensi
dampak negatif ini menggambarkan potensi jumlah jiwa, kerugian harta benda, dan
kerusakan lingkungan yang terpapar oleh potensi bencana. Dalam pelaksanaannya,
pengkajian risiko menggunakan rumus umum sebagai berikut :
Dalam melakukan kajian risiko bencana, pendekatan fungsi dari tiga parameter
pembentuk risiko bencana, yaitu ancaman, kerentanan, dan kapasitas terkait bencana.
Beberapa prinsip dari proses pengkajian risiko bencana yang juga menjadi
pertimbangan proses analisa adalah:
1. Menggunakan data dan segala bentuk rekaman kejadian yang ada, dengan
mengutamakan data resmi dari lembaga yang berwenang;
2. Melakukan integrasi analisis probabilitas kejadian ancaman dari para ahli dengan
kearifan lokal masyarakat;
3. Proses analisis yang dilakukan harus mampu menghitung potensi jumlah jiwa,
kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan yang terpapar;
4. Hasil kajian risiko dapat diterjemahkan menjadi kebijakan umum untuk
pengurangan risiko bencana. Sedangkan beberapa kriteria yang digunakan dalam
pemanfaatan data untuk kajian ini yang diperoleh dari berbagai sumber adalah:
1. Memenuhi aturan tingkat kedetailan analisis di tingkat provinsi, yaitu minimal
hingga kecamatan dengan skala peta minimal adalah 1:250.000.
2. Data yang ada harus dapat digunakan untuk menghitung jumlah jiwa terpapar
bencana (dalam jiwa), menghitung nilai kerugian harta benda (dalam rupiah),
dan menghitung luas kerusakan lingkungan (dalam hektar) dengan
menggunakan analisa Grid GIS 1 ha dalam pemetaan risiko bencana.
3. Dapat digunakan dalam perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan 3
kelas interval tingkat risiko, yaitu tingkat risiko tinggi, sedang dan rendah.
2. Pengertian resiko bencana, resiko dan kerentanan
A. Resiko Bencana
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif attassistem
penyesuaian dalam merespon ancaman Paripurno, 2002).Renspon itu bersifat
jangka pendek yang disebut mekanismepenyesuaian coping mechanism) atau yang
lebih jangka panjang yangdikenal sebagai mekanisme adaptasi adaptatif
mechanism).Mekanisme dalam menghadapi perubahan dalam jangka
pendekterutama bertujuan untuk mengakses kebutuhan hidup dasar:keamanan,
sandang, pangan, sedangkan jangka panjang bertujuanuntuk memperkuat sumber-
sumber kehidupannya Paripurno, 2002)
Bencana Merupakan Peristiwa arau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. (UU No. 24 tahun 2007). Definisi tersebut menyebutkan
bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, danmanusia. Oleh karena
itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga
mendefinisikanmengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Disaster atau bencana dapat dipahami sebagai peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia dan/atau keduanya yang
mengakibatkan korban penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan
lingkungan, kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum serta menimbulkan
gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan.
Pengertian yang kurang lebih sama juga dijelaskan menurut stándar
pemerintah seperti yang tertuang dalam UU No. 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana Pendapat yang agak berbeda dikemukankan oleh
ICRC, bahwa bencana adalah krisis (akibat kegagalan interaksi manusia dengan
lingkungan fisik & sosial) yang melampaui kapasitas individu & masyarakat
untuk menanggulangi dampaknya yang merugikan.
Menurut The Center for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED)
in Brussels, Belgium, disaster (bencana) diartikan sebagai; “A disaster is a
situation or event which overwhelms lokal capacity, necessitating a request to a
national or international level for external assistance.”
Pengertian bencana yang tertuang dalam UU Nomer 24 tahun 2006 tentang
Penanggulangan Bencana didefiniskan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta dan benda, dan berdampak psikologis.
Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena beberapa komponen
pemicu; ancaman dan kerentanan secara bersamaan. Faktor ancaman kerentanan
menyebabkan terjadinya resiko pada komunitas. Bencana secara sederhana
didefiniskan suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat
sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi
materi, ekonomi, lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat
tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya mereka
sendiri.
Dalam skala luas, bencana dapat berupa perang, kekeringan, kelaparan, badai,
banjir, tsunami, tanah longsor, erosi, gempa bumi, ledakan nuklir, wabah
penyakit, kerusakan fisik, kehilangan harta, cacat, kerusakan mental maupun
kerusakan pada struktur dan sistem sosial. Sementara itu, Hewit, mengklasifikan
bencana dalam 3 (tiga) kategori;
 Bencana alam; atmosfir, hidrologi, geologi, dan biologi.
 Bencana teknologis; barang yang berbahaya, proses destruktif, mekanis, dan
produktif.
 Bencana social.
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang dinyatakan dalam hidup,
status kesehatan,matapencaharian, aset dan jasa, yang dapat terjadi pada suatu
komunitas tertentu ataumasyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu (UNISDR,
2009).  Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat
bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Disaster risk bisa diartikan sebagai besarnya kerugian yang mungkin
terjadi (kehilangan nyawa, cedera, kerusakan harta dan gangguan
terhadapkegiatan ekonomi) yang disebabkan oleh suatu fenomena tertentu.10
Resiko bencana bergantung kepada besarnya kemungkinan kejadian-kejadian
tertentu dan besarnya kerugian yang diakibatkan oleh masing-masing keadian
tersebut.

B. Resiko
Definisi risiko menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah akibat
yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan
atau tindakan. Menurut Arthur J. Keown (2000),
Risiko adalah prospek suatu hasil yang tidak disukai (operasional sebagai deviasi
standar). Definisi risiko menurut Hanafi (2006) risiko merupakan besarnya
penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return –
ER) dengan tingkat pengembalian aktual (actual return).
Menurut Emmaett J. Vaughan dan Curtis M. Elliott (1978), risiko didefinisikan
sebagai;
a. Kans kerugian – the chance of loss
b. Kemungkinan kerugian – the possibility of loss
c. Ketidakpastian – uncertainty
d. Penyimpangan kenyataan dari hasil yang diharapkan – the dispersion of
actual from expected result
e. Probabilitas bahwa suatu hasil berbeda dari yang diharapkan – the
probability of any outcome different from the one expected Atau dapat
diambil kesimpulan bahwa definisi risiko adalah suatu kondisi yang timbul
karena ketidakpastian dengan seluruh konsekuensi tidak menguntungkan
yang mungkin terjadi.

C. Kerentanan
Kerentanan (vulnerability) adalah kondisi-kondisi yang ditentukanoleh faktor-faktor
atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi, danlingkungan yang meningkatkan
kecenderungan susceptibility) sebuah komunitas terhadap dampak bahaya ISDR, 2004
dalam MPBI, 2007). Kerentanan lebih menekankan aspek manusia ditingkat komunitas
yang langsung berhadapan dengan ancamanbahaya) sehingga kerentanan menjadi faktor
utama dalamsuatu tatanan sosial yang memiliki risiko bencana lebih tinggiapabila tidak di
dukung oleh kemampuan capacity) sepertikurangnya pendidikan dan pengetahuan,
kemiskinan, kondisisosial, dan kelompok rentan yang meliputi lansia, balita, ibuhamil dan
cacat fisik atau mental. Kapasitas capacity) adalahsuatu kombinasi semua kekuatan dan
sumberdaya yang tersediadi dalam sebuah komunitas, masyarakat atau lembaga
yangdapat mengurangi tingkat risiko atau dampak suatu bencana ISDR, 2004 dalam
MPBI, 2007). Kerentanan dapat dilihat dari dari faktor :
a. Lingkungan
b. Sosial Budaya
PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERSUMBER PADA 3 ASPEK :
a. Biotik hidup dalam satu ruang
b. Abiotik sumber daya alam
c. Culture Kebudayaan
Adapun kerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat, bangunan, pelayanan
atau suatu daerah akan mendapat kerusakan atau terganggu oleh dampak suatu bahaya
tertentu, bergantung kepada kondisinya, jenis konstruksi dan kedekatannya kepada suatu
daerah yang berbahaya atau rawan bencana. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kerentanan adalah:
A. Institusi lokal yang lemah dalam membuat kebijakan dan peraturanserta penegakan
kebijakan tersebut, terutama terkait dengan penanggulangan bencana dan upaya
pengurangan resiko bencana, termasuk di dalamnya adalah lemahnya aparat penegak
hukum.
B. Kurangnya penyebaran informasi mengenai kebencanaan, baik melaluipenyuluhan,
pelatihan serta keahlian khusus yang diperlukan dalam upaya-upaya pengurangan
resiko bencana.
C. Penduduk terkait dengan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat.Fakta di tanah
air menunjukkan kerentanan cukup tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta
elemen-elemen di dalam kota/kawasan yangberesiko bencana. Karena kurangnya
pemahaman tentang bahaya, masyarakat mengalami kerentanan terhadap bencana.
Bangunan di bantaran sungai, bangunan tepat di lereng tempat mengalirnya lahar
gunung berapi, bangunan di tepi pantai, bangunan yang permanen dan tidak tahan
gempa dan lain-lain merupakan gambaran dari kerentanan suatu keadaan lingkungan.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa resiko bencana dapat diartikan
sebagai tingkat kemungkinan bahaya bencana (hazard) ditambah dengan kondisi
kerentanan (vulnerability) masyarakat. Jika dirumuskan akan berbunyi sebagai
berikut: Resiko Bencana = Ancaman Bencana (hazard) x Kerentanan (vulnerability)
Hal lain yang perlu dikaji adalah kapasitas. Kapasitas dapat dimaknaisebagai
kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana. Misalnya pengetahuan rendah,
maka kapastitasnya rendah, contohnya, tidak tahu kalau di dekat rumahnya terdapat
ancaman tanah longsor, tidak tahu kalau membangun di bantaran kali dapat
menyebabkan banjir, tidak tahu kalau mengikis tebing untuk diambil tanahnya dapat
menyebabkan longsor, tidak tahu kalau menebang pohon tanpa mengganti dengan
pohon baru dapat menyebabkan banjir dan tanah longsong, tidak memiliki keterampilan
bagaimana membuat rumah tahan gempa, tidak memiliki keterampilan bagaimana
mengevakuasi ketika terjadi gempa, tidak memiliki keterampilan bagaimana
menyelamatkan diri dan orang lain ketika terjadi bencana, dan lain sebagainya.
Suatu kondisi yang ditentukan oleh faktor – faktor fisik, sosial, ekonomi,
geografi yang mengakibatkan menurunnya kemampuan masyarakat dalam
menghadapi bencana.
Faktor Kerentanan :
 Kerentanan Sosial Kerentanan sosial terdiri dari parameter kepadatan
penduduk dan kelompok rentan. Kelompok rentan terdiri dari rasio jenis
kelamin, rasio kelompok umur rentan, rasio penduduk miskin, dan rasio
penduduk cacat. Secara spasial, masing-masing nilai parameter
didistribusikan di wilayah pemukiman per desa/kelurahan dalam bentuk grid
raster (piksel) berdasarkan acuan data WorldPop atau metode dasimetrik yang
telah berkembang. Setiap piksel merepresentasikan nilai parameter sosial
(jumlah jiwa) di seluruh wilayah pemukiman. Pendistribusian nilai parameter
sosial dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut
(Khomaruddin et al, 2010):
 Kerentanan fisik terdiri dari parameter rumah, fasilitas umum dan fasilitas
kritis. Jumlah nilai rupiah rumah, fasilitas umum, dan fasilitas kritis dihitung
berdasarkan kelas bahaya di area yang terdampak. Distribusi spasial nilai
rupiah untuk parameter rumah dan fasilitas umum dianalisis berdasarkan
sebaran wilayah pemukiman seperti yang dilakukan untuk analisis kerentanan
sosial. Masing-masing parameter dianalisis dengan menggunakan metode
skoring sesuai Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 untuk memperoleh nilai skor
kerentanan fisik.
 Kerentanan ekonomi terdiri dari parameter konstribusi PDRB dan lahan
produktif. Nilai rupiah lahan produktif dihitung berdasarkan nilai konstribusi
PDRB pada sektor yang berhubungan dengan lahan produktif (seperti sektor
pertanian) yang dapat diklasifikasikan berdasarkan data penggunaan lahan.
 Kerentanan lingkungan terdiri dari parameter hutan lindung, hutan alam, hutan
bakau/mangrove, semak belukar, dan rawa. Setiap parameter dapat
diidentifikasi menggunakan data tutupan lahan. Masing-masing parameter
dianalisis dengan menggunakan metode skoring sesuai Perka BNPB No. 2
Tahun 2012 untuk memperoleh nilai skor kerentanan lingkungan.
3. Jenis, bahaya, serta pemetaan Bencana.
Bahaya hazard) adalah suatu fenomena fisik, fenomena, atauaktivitas manusia yang
berpotensi merusak, yang bisamenyebabkan hilangnya nyawa atau cidera, kerusakan harta-
benda, gangguan sosial dan ekonomi atau kerusakan lingkunganISDR, 2004 dalam MPBI,
2007) atau peristiwa kejadianpotensial yang merupakan ancaman terhadap
kesehatan,keamanan, atau kesejahteraan masyarakat atau fungsi ekonomimasyarakat atau
kesatuan organisasi pemerintah yang selaluluas Lundgreen, 198

A. Gempa bumi
Menurut Pujianto, (2007) gempa bumi merupakan salah satu fenomena alam
yang dapat disebabkan oleh buatan/akibat kegiatan manusia maupun akibat
peristiwa alam. Akibat dari kedua tersebut tanah menjadi bergetar sebagai efek
dari menjalarnya gelombang energi yang memancar dari pusat gempa/focus.
Bahaya Gempabumi dibuat dengan mengacu pada metodologi yang telah
dikembangkan oleh JICA (2015) berdasarkan analisa intensitas guncangan di
permukaan. Intensitas guncangan di permukaan diperoleh dari hasil
penggabungan data intensitas guncangan di batuan dasar dan data faktor
amplifikasi tanah. Data intensitas guncangan di batuan dasar (Peta Zona
Gempabumi respon spektra percepatan 1.0” di SB untuk probabilitas terlampaui
10% dalam 50 tahun) merupakan turunan dari Peta Hazard Gempabumi Indonesia
(Kementerian PU, 2010), sedangkan data faktor amplifikasi tanah diperoleh dari
hasil perhitungan AVS30 (Average Shear-wave Velocity in the upper 30m) yang
diestimasi berdasarkan pendekatan kelas topografi dengan menggunakan data
raster DEM (Digital Elevation Model) (Gambar 6). Indeks bahaya gempabumi
dibuat berdasarkan hasil pengelasan nilai intensitas guncangan di permukaan.

Tabel 1. Pengkelasan Nilai Intensitas Guncangan di Permukaan (JICA, 2015)


Alur Proses Pembuatan Peta Bahaya Gempabumi

B. Tsunami
Tsunami adalah rangkaian gelombang laut yang mampu menjalar dengan
kecepatan hingga lebih 900 km per jam, terutama diakibatkan oleh gempabumi
yang terjadi di dasar laut.
Sebaran luasan wilayah terdampak (bahaya) tsunami diperoleh dari hasil
perhitungan matematis yang dikembangkan oleh Berryman (2006) berdasarkan
perhitungan kehilangan ketinggian tsunami per 1 m jarak inundasi (ketinggian
genangan) berdasarkan harga jarak terhadap lereng dan kekasaran permukaan.
Alur Proses Pembuatan Peta Bahaya Tsunami

C. Gunung Berapi
Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal
dengan istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas,
lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.
Penentuan indeks bahaya letusan gunungapi dibuat dengan mengacu pada
pedoman yang dikeluarkan oleh PVMBG (2011) menggunakan metode
pembobotan zona KRB (Kawasan Rawan Bencana) gunungapi. Masing-masing
zona KRB (zona I, II, dan III) terdiri dari zona aliran dan zona jatuhan diberi nilai
bobot yang berbeda-beda berdasarkan tingkat kerawanannya.
.Indikator dan Bobot Penilaian Bahaya Letusan Gunungapi
D. Banjir
Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau
daratan karena volume air yang meningkat. Bahaya banjir dibuat berdasarkan data
daerah rawan banjir dengan memperhitungkan kedalaman genangan sesuai Perka
No. 2 BNPB Tahun 2012. Daerah rawan banjir dibuat dengan menggunakan data
raster DEM berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Manfreda et al (2009)

Alur Proses Pembuatan Peta Bahaya banjir

E. Tanah Longsor
Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya
kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.
Bahaya tanah longsor dibuat berdasarkan pengklasifikasian zona kerentanan
gerakan tanah yang dikeluarkan oleh PVMBG dan dikoreksi dengan kemiringan
lereng di atas 15%. Bagi wilayah kabupaten/kota yang belum memiliki zona
kerentanan gerakan tanah, bahaya tanah longsor dibuat dengan mengacu pada
RSNI Penyusunan dan Penentuan Zona Kerentanan Gerakan Tanah yang
dikeluarkan oleh PVMBG (2015). Tabel 5. Parameter Penyusun Peta Bahaya
Tanah Longsor dengan metode deterministik Tabel 4. Pengkelasan Zona
Kerentanan Gerakan Tanah dan Perhitungan Indeks Bahaya Catatan: Terdapat
banyak parameter yang dipersyaratkan di dalam RSNI untuk metode
deterministik. Paramater yang digunakan tersebut merupakan justifikasi terhadap
ketersediaan data secara spasial (non-survei)

Alur Proses Pembuatan Peta Bahaya Tanah Longsor.

F. Kekeringan
Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk
kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang
dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi di lahan
pertanian yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang
dibudidayakan 
Bahaya kekeringan dibuat dengan pendekatan kekeringan meteorologis yang
dianalisa dengan metode perhitungan Indeks Presipitasi Terstandarisasi atau
Standized Precipitation Index (SPI) periode 3 bulanan. Tahapan dalam
perhitungan nilai SPI adalah sebagai berikut:
 Data utama yang dianalisis adalah curah hujan bulanan pada masing-masing
data titik stasiun hujan yang mencakup wilayah kajian. Rentang waktu data
dipersyaratkan dalam berbagai literatur adalah minimal 30 tahun.
 Nilai curah hujan bulanan dalam rentang waktu data yang digunakan harus
terisi penuh (tidak ada data yang kosong). Pengisian data kosong dapat
dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya yaitu metode MNSC.
 Melakukan perhitungan mean, standar deviasi, lambda, alpha, beta dan
frekuensi untuk setiap bulannya
 Melakukan perhitungan distribusi probabilitas cdf Gamma
 Melakukan perhitungan koreksi probabilitas kumulatif H(x) untuk
menghindari nilai cdf Gamma tidak terdefinisi akibat adanya curah hujan
bernilai 0 (nol)
 Transformasi probabilitas kumulatif H(x) menjadi variabel acak normal baku.
Hasil yang diperoleh adalah nilai SPI Selanjutnya, untuk membuat peta
bahaya kekeringan dapat dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi dalam setiap tahun data kejadian kekeringan di wilayah
kajian agar dapat dipilih bulanbulan tertentu yang mengalami kekeringan
saja.
b. Melakukan interpolasi spasial titik stasiun hujan berdasarkan nilai SPI-3
pada bulan yang terpilih di masing-masing tahun data dengan menggunakan
metode semivariogram kriging.
c. Mengkelaskan hasil interpolasi nilai SPI-3 menjadi 2 kelas yaitu nilai <-
0.999 adalah kering (1) dan nilai >0.999 adalah tidak kering (0)
d. Hasil pengkelasan nilai SPI-3 dimasing-masing tahun data di-overlay secara
keseluruhan (akumulasi semua tahun)
e. Menghitung frekuensi kelas kering (1) dengan minimum frekuensi 5 kali
kejadian dalam rentang waktu data dijadikan sebagai acuan kejadian
kekeringan terendah
f. Melakukan transformasi linear terhadap nilai frekuensi kekeringan menjadi
nilai 0 – 1 sebagai indeks bahaya kekeringan
g. Sebaran spasial nilai indeks bahaya kekeringan diperoleh dengan melakukan
interpolasi nilai indeks dengan metode Areal Interpolation dengan tipe
Average (Gaussian).
Alur Proses Pembuatan Peta Bahaya kekeringan

G. Kebakaran Lahan dan Hutan


Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti
rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang
menimbulkan korban dan/atau kerugian.

Alur Proses Pembuatan Peta Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan.

Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan
dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang
menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan
dan lahan seringkali menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu
aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.

Bahaya Kebakaran Lahan dan Hutan (Karlahut) dibuat sesuai metode yang ada
di dalam Perka No. 2 BNPB Tahun 2012. Parameter penyusun bahaya
kebakaran hutan dan lahan terdiri dari parameter jenis hutan dan lahan, iklim,
dan jenis tanah. Setiap parameter diidentifikasi untuk mendapatkan kelas
parameter dan dinilai berdasarkan tingkat pengaruh/kepentingan masing-
masing kelas menggunakan metode skoring.

H. Cuaca Ekstrim
Bahaya cuaca ekstrim dalam hal ini bahaya angin puting beliung Angin puting
beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat,
bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga
menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat (3-5
menit).dibuat sesuai Perka No. 2 BNPB Tahun 2012 dengan menggunakan
metode skoring terhadap parameter-parameter penyusunnya yaitu Keterbukaan
Lahan (KL), Kemiringan Lereng (L), dan Curah Hujan Tahunan (CH).

Alur Proses Pembuatan Peta Bahaya cuaca Ekstrim


I. Gelombang Ekstrim dan Abrasi
Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena
efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat
menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi
keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin
kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras.

Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut
yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis
pantai akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah
pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun
manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi.
Bahaya gelombang ekstrim dan abrasi dibuat sesuai metode yang ada di dalam
Perka No. 2 BNPB Tahun 2012. Parameter penyusun bahaya gelombang ekstrim
dan abrasi terdiri dari parameter tinggi gelombang, arus laut, tipologi pantai,
tutupan vegetasi, dan bentuk garis pantai. Setiap parameter diidentifikasi untuk
mendapatkan kelas parameter dan dinilai berdasarkan tingkat
pengaruh/kepentingan masing-masing kelas menggunakan metode skoring.

J. Banjir Bandang
Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang
besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.
Banjir Bandang Bahaya banjir bandang dibuat berdasarkan pedoman yang
dikeluarkan oleh Kementerian PU (2011) dan dilakukan modifikasi metodologi.
Parameter penyusun bahaya banjir bandang terdiri dari daerah bahaya longsor di
wilayah hulu (cakupan wilayah DAS), sungai utama yang berpotensi terbendung
oleh material longsor, dan kondisi topografi (lereng) di sekitar aliran sungai.
Penentuan indeks bahaya banjir bandang dilakukan berdasarkan pengklasifikasian
kedalaman genangan dengan metode fuzzy logic.
4. Faktor penentu resiko bencana
Tingkat penentu resiko bencana disuatu wilayah dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu
ancaman, kerentanan dan kapasitas. Dalam upaya pengurangan resiko bencana (PRB) atau
disaster risk reduction (DRR), ketiga faktor tersebut yang menjadi dasar acuan untuk dikaji
guna menentukan langkah-langkah dalam pengelolaan bencana.
1. Ancaman
Kejadian yang berpotensi mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga
menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerusakan harta benda, kehilangan rasa aman,
kelumpuhan ekonomi dan kerusakan lingkungan serta dampak psikologis. Ancaman dapat
dipengaruhi oleh faktor :
A. Alam, seperti gempa bumi, tsunami, angin kencang, topan, gunung meletus.
B. Manusia, seperti konflik, perang, kebakaran pemukiman, wabah penyakit, kegagalan
teknologi, pencemaran, terorisme.
C. Alam dan Manusia, seperti banjir, tanah longsor, kelaparan, kebakaran hutan,
kekeringan.
Menurut United Nations International Strategy for Disaster Redu ction (UN – ISDR),
bahaya terdiri atas bahaya alam dan bahaya karena ulah manusia, yang dapat dikelompokkan
menja di bahaya geologi, bahaya hidrometeorologi, bahaya biologi, bahaya teknologi, dan
penurunan kualitas lingkungan.

2. Kerentanan
Kerentanan (vulnerability) adalah kondisi-kondisi yang ditentukanoleh faktor-faktor
atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi, danlingkungan yang meningkatkan kecenderungan
susceptibility) sebuah komunitas terhadap dampak bahaya ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).
3. Kapasitas
Kemampuan sumber daya yang dimiliki tiap orang atau kelompok di suatu wilayah
yang dapat digunakan dan ditingkatkan untuk mengurangi resiko bencana. Kemampuan ini
dapat berupa pencegahan, mengurangi dampak, kesiapsiagaan dan keterampilan
mempertahankan hidup dalam situasi darurat.
Sehingga untuk mengurangi resiko bencana maka diperlukan upaya–upaya untuk
mengurangi ancaman, mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas. Dalam kajian
risiko bencana ada faktor kerentanan (vulnerability) rendahnya daya tangkal masyarakat
dalam menerima ancaman, yang mempengaruhi tingkat risiko bencana, kerentanan dapat
dilihat dari faktor lingkungan, sosial budaya, kondisi sosial seperti kemiskinan, tekanan sosial
dan lingkungan yang tidak strategis, yang menurunkan daya tangkal masyarakat dalam
menerima ancaman.
Besarnya resiko dapat dikurangi oleh adanya kemampuan (capacity) adalah kondisi
masyarakat yang memiliki kekuatan dan kemampuan dalam mengkaji dan menilai ancaman
serta bagaimana masyarakat dapat mengelola lingkungan dan sumberdaya yang ada, dimana
dalam kondisi ini masyarakat sebagai penerima manfaat dan penerima risiko bencana menjadi
bagian penting dan sebagai aktor kunci dalam pengelolaan lingkungan untuk mengurangi
risiko bencana dan ini menjadi suatu kajian dalam melakukan manajemen bencana berbasis
masyarakat (Comunity Base Disaster Risk Management).
Pengelolaan lingkungan harus bersumber pada 3 aspek penting yaitu Biotik (makluk
hidup dalam suatu ruang), Abiotik (sumberdaya alam) dan Culture (Kebudayaan). Penilaian
risiko bencana dapat dilakukan dengan pendekatan ekologi (ekological approach) dan
pendekatan keruangan (spatial approach) berdasarkan atas analisa ancaman (hazard),
kerentanan (vulnerabiliti) dan kapasitas (capacity) sehingga dapat dibuat hubungannya untuk
menilai risiko bencana dengan rumus :
RB = HxV/C
RB = RisikoBencana
H = Hazard(bahaya)
V = Vulnerability (kerentanan)
C = Capacity (kemampuan)

5. Tujuan analisis resiko bencana


Pengurangan Risko Bencana dimaknai sebagai sebuah proses pemberdayaan
komunitas melalui pengalaman mengatasi dan menghadapi bencana yang berfokus pada
kegiatan partisipatif untuk melakukan kajian, perencanaan, pengorganisasian kelompok
swadaya masyarakat, serta pelibatan dan aksi dari berbagai pemangku kepentingan, dalam
menanggulangi bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana. Tujuannya agar
komunitas mampu mengelola risiko, mengurangi, maupun memulihkan diri dari dampak
bencana tanpa ketergantungan dari pihak luar. Dalam tulisan siklus penanganan bencana
kegiatan ini ada dalam fase pra bencana.
Fokus kegiatan Pengurangan Risiko Bencana secara Partisipatif dari komunitas
dimulai dengan koordinasi awal dalam rangka membangun pemahaman bersama tentang
rencana kegiatan kajian kebencanaan, yang didalamnya dibahas rencana pelaksanaan kajian
dari sisi peserta, waktu dan tempat serta keterlibatan tokoh masyarakat setempat akan sangat
mendukung kajian analisa kebencanaan ini. Selain itu juga di sampaikan akan Pentingnya
Pengurangan Risko Bencana mengingat wilayah.
Setelah ada kesepakatan dalam koordinasi awal maka masyarkat melakukan kegiatan
PDRA (Participatory Disaster Risk Analysis/Kajian Partisipatif Analisa Bencana). Kegiatan
ini selain melibatkan masyarakat, Tokoh masyarakat juga kader yandu dan PKK dusun,
dengan kata lain semua unsur di masyarakat yang ada dilibatkan. Dalam kegiatan ini
dijelaskan maksud dan tujuan kegiatan kajian dan analisa kerentanan, ancaman dan resiko
kebencanaan.
Kegiatan PDRA di suatu wilayah diawali dengan memberikan pemahaman tentang
Pengurangan Risiko Bencana berbasis masyarakat yaitu upaya yang dilakukan sendiri oleh
masyarakat untuk menemukenali ancaman yang mungkin terjadi di wilayahnya dan
menemukenali kerentanan yang ada di wilayahnya serta menemukenali potensi/kapasitas
yang dimiliki untuk meredam/mengurangi dampak dari bencana tersebut. setelah
menemukenali ancaman, kerentanan, dan Kapasitas yang ada di masyarakat maka perlu
dianalisis untuk mengetahui seberapa jauh masyarakat mampu mengurangi risiko bencana itu
dengan menggunakan rumus Ancaman x Kerentanan dibagi dengan Kapasitas.
Sebelum mengkaji perlu diperoleh data terkini dari wilayah tersebut. Pentingnya data
terkini mengenai jumlah KK dan Jiwa, pemilik kendaraan , kerentanan dll, sebagai bahan
dasar kajian selanjutnya dalam kegiatan PDRA pengurangan risiko bencana wilayah ini.
Kemudian dilakukan Kegiatan Kajian dan analisis Risiko bencana secara partisipasif
oleh masyarakat Hakita yang rawan akan bencana.

6. Langkah-langkah analisis resiko


 Pengenalan dan pengkajian bahaya

 Pengenalan kerentanan

 Analisis kemungkinan dampak bencana

 Pilihan tindakan penanggulangan bencana

 Mekanisme penanggulangan dampak bencana

 Alokasi tugas dan peran instansi


DAFTAR RUJUKAN

https://www.academia.edu/40356777/Analisis_resiko_bencana_1_1_
https://www.sumberwawasan.com/2019/05/makalah-analisis-resiko-pada.html
https://www.academia.edu/40307742/KEL_3_ANALISA_RESIKO_BENCANA
https://www.academia.edu/40356777/Analisis_resiko_bencana_1_1_

Anda mungkin juga menyukai