Anda di halaman 1dari 114

SERI EKONOMI KESEHATAN

MANAJEMEN KEUANGAN
DAN AKUNTANSI DALAM
EKONOMI KESEHATAN
BUKU VI
MANAJEMEN
MANAJEMEN
KEUANGAN
KEUANGAN DAN
DAN
AKUNTANSI
AKUNTANSI
DALAM
DALAM EKONOMI
EKONOMI
KESEHATAN
KESEHATAN
SERI
SERI EKONOMI
EKONOMI KESEHATAN
KESEHATAN

BUKU
BUKU VI
VI
Penulis
Anedya Niedar
Anedya Niedar
Chriswardani Suryawati
Chriswardani Suryawati
Donny Hardiawan
Donny Hardiawan
Jorghi Vadra
NurJorghi Vadra
Afni Panjaitan
Nur Afni Panjaitan
Puguh Widodo
Puguh Widodo
Puji Harto
Puji Harto
Rabiah al Adawiyah
Rabiah al Adawiyah
Seri Ekonomi Kesehatan VI
Manajemen Keuangan dan Akuntansi dalam Ekonomi Kesehatan

©2021 PPJK Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Penulisan buku ini dimungkinkan atas dukungan rakyat Amerika melalui United States Agency for International
Development (USAID) yang diproduksi melalui kontrak Health Financing Activity USAID No. 72049719C00002.
Materi yang disampaikan, baik berupa informasi narasi dan visualisasi infografik sepenuhnya menjadi tanggung
jawab ThinkWell, dan tidak mencerminkan pandangan USAID atau Pemerintah Amerika Serikat.

Buku ini dapat diakses dari https://thinkwell.global/ dan http://ppjk.kemkes.go.id/ dan dapat disebarluaskan secara
cuma-cuma kepada siapa saja yang membutuhkannya. PPJK Kementerian Kesehatan RI, United States Agency
for International Development (USAID) (2021). Manajemen Keuangan dan Akuntansi dalam Ekonomi Kesehatan.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Pengarah : dr. Kalsum Komaryani MPPM


(Kepala PPJK Kementerian Kesehatan RI)

Koordinator : Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH


Chief of Party for the Indonesia Health Financing Activity (HFA)

Manager Program & : Ryan R. Nugraha


PJ Penerbitan Buku

Penyelia Buku : Chriswardani Suryawati

Penulis : Anedya Niedar, Donny Hardiawan, Jorghi Vadra, Nur Afni Panjaitan, Puguh Widodo,
Puji Harto, Rabiah al Adawiyah

Penyelaras Akhir : Sonta Frisca Manalu

Diterbitkan oleh:
PPJK Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Februari 2022
Cetakan I, September 2021

Ukuran Buku : 21 x 29,6 cm


Tebal Buku : xvi, 93 hlm

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI

368.42
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat
m Jenderal
Manajemen Keuangan dan Akuntansi dalam Ekonomi
Kesehatan : Seri ekonomi kesehatan VI.—
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2021

ISBN 978-623-301-250-8

1. Judul I. HEALTH CARE ECONOMICS AND ORGANIZATIONS


II. FINANCIAL MANAGEMENT
III. HEALTHCARE FINANCING
IV. FINANCING, ORGANIZED
V.HEALTH POLICY
VI. GOVERNMENT PROGRAMS

PPJK Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


Jl. H.R. Rasuna Said Kav 4-9 Jakarta 12950 Indonesia
Phone: (62-21) 5201587, 5201591 Email: kontak@depkes.go.id
Website: http://www.depkes.go.id

ii M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Tim Penyusun

Pengarah : dr. Kalsum Komaryani MPPM


(Kepala PPJK Kementerian Kesehatan RI)

Koordinator : Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH


Chief of Party for the Indonesia Health Financing Activity (HFA)

Manager Program & : dr. Ryan R. Nugraha, M.P.H.


PJ Penerbitan Buku

Anggota : dr. Yuli Farianti, M.Epid


dr. Ackhmad Afflazir, M.K.M.
Nana Tristiana Indriasari, SE, Ak., M.M.
Amalia Zulfah DHW, S.K.M., M.K.M.
Andhika Nurwin Maulana, S.E., M.S.E.
Mutia Astrini Pratiwi, M.P.A

Penyelia Buku : Dr. Dra. Chriswardani Suryawati. M.Kes.

Penulis : Anedya Niedar, dr., AAK.


Donny Hardiawan S.E., M.E.
Jorghi Vadra, S.E.
Nur Afni Panjaitan, S.E., M.E.
Puguh Priyo Widodo, Amd., R.M.I.K., S.Si., S.K.M., M.M.R.S., A.A.A.K.
Puji Harto, SE, Akt, M.Si, Ph.D.
Rabiah al Adawiyah, dr., M.Ms.

Penyelaras Akhir : Sonta Frisca Manalu

iii
iv M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N
Kata Pengantar

P
usat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) Kementerian Kesehatan
telah berkomitmen untuk membangun ekosistem pembiayaan dan jaminan
kesehatan yang kuat dan berkelanjutan. Komitmen ini diwujudkan dalam
bentuk inisiatif PPJK untuk secara ekstensif meningkatkan kapasitas akademisi
dan praktisi kesehatan dalam bidang pembiayaan kesehatan.

Beberapa upaya peningkatan kapasitas yang telah dilakukan, antara lain bimbingan
rekapituliasi biaya program Kesehatan Masyarakat dengan menggunakan aplikasi
SISCOBIKES, peningkatan kapasitas Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK), dan tata kelola
Casemix Based Groups (CBGs) kepada rumah sakit di seluruh Indonesia.

PPJK menyadari bahwa upaya peningkatan kapasitas dalam bidang pembiayaan dan
jaminan kesehatan tersebut membutuhkan dukungan referensi dan sumber daya
pengetahuan yang kuat, baik yang bersumber dari disiplin ilmu maupun praktik kebijakan
ekonomi kesehatan. Pengetahuan ini berguna baik sebagai sumber inspirasi panduan
dalam pengambilan kebijakan jaminan dan pembiayaan kesehatan.

Karena itulah PPJK menyambut baik dan memberikan apresiasi tinggi terhadap USAID-
ThinkWell LLC yang telah memprakarsai Health Financing Activity (HFA). Melalui
program Young Health Economists (YHE), HFA telah menghimpun tenaga-tenaga ahli
muda dalam bidang ekonomi kesehatan dan mendorong mereka untuk memberikan
kontribusi keilmuan dan pemikiran bagi peningkatan kualitas pembiayaan dan jaminan
kesehatan. Saya berharap YHE dapat menjadi sebuah komunitas praktisi (community of
practice) ekonomi kesehatan yang di masa depan dapat menjadi motor penggerak sistem
kesehatan, serta hub bagi para ahli dalam mengembangkan tatanan sistem pembiayaan
kesehatan.

Seri Ekonomi Kesehatan ini adalah salah satu produk penting YHE. Saya mengucapkan
terima kasih atas kesediaan para tenaga ahli muda mencurahkan ilmu dan pengalaman
mereka dalam buku ini; juga para koordinator penulisan yang telah membantu
memastikan kualitas dan kesesuaian buku dengan konteks perkembangan sistem
kesehatan Indonesia. Melalui berbagai telaah, analisis kasus, dan refleksi terhadap praktik-
praktik pembiayaan kesehatan yang mereka bahas tuntas dalam buku ini, saya berharap
buku dapat menjadi katalisator untuk mempercepat proses perbaikan jaminan dan
pembiayaan kesehatan di Indonesia.

M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N v


Penghargaan serupa juga saya sampaikan kepada Kementerian PPN/BAPPENAS,
Kementerian Keuangan, BPJS Kesehatan, organisasi non-pemerintah seperti the
World Bank, para akademisi, praktisi kebijakan ekonomi kesehatan baik di rumah sakit,
Dinas Kesehatan dan pihak-pihak lain yang telah memberikan berbagai masukan bagi
penyempurnaan buku ini. Saya berharap kolaborasi ini akan terus berlanjut sehingga
mampu menghasilkan produk-produk pengetahuan yang berguna bagi peningkatan
kualitas kebijakan, pelayanan, jaminan, dan pembiayaan kesehatan di Indonesia.

Jakarta, 2 Juni 2021

dr. Kalsum Komaryani MPPM.


Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI

vi M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Kata Pengantar

D
i Indonesia dan negara-negara mitra lainnya di seluruh dunia, United States
Agency for International Development (USAID) atau Badan Pembangunan
Internasional Amerika Serikat bekerja untuk memobilisasi pendekatan seluruh
masyarakat dalam mengoptimalkan sistem kesehatan untuk mencapai potensi
penuhnya. Kami menyadari perlunya visi bersama untuk memastikan kolaborasi yang
efektif dalam lingkungan yang terus berkembang dan berubah. Dengan bekerja sama,
kita dapat mempercepat kemajuan menuju sistem kesehatan yang lebih tangguh dan
lebih mampu memajukan perawatan preventif, promotif, dan kuratif. Untuk mencapai
tujuan yang ambisius tetapi realistis ini, USAID tetap berkomitmen untuk membantu
Pemerintah Indonesia membangun dan memperkuat sistem kesehatan yang kuat dan
berkelanjutan—khususnya dalam program prioritas seperti HIV, TB, dan kesehatan ibu
dan bayi baru lahir.

Melalui USAID, Pemerintah Amerika Serikat berinvestasi untuk mengembangkan


kekayaan sumber daya manusia Indonesia—termasuk pelajar dan profesional—agar lebih
banyak lagi penduduk Indonesia yang dapat menikmati kesehatan yang lebih baik. Health
Financing Activity (HFA) USAID memperkuat kemampuan para profesional Indonesia,
termasuk pejabat pemerintah, untuk menggunakan fakta dan data dalam proses
pembuatan kebijakan. Hal ini akan meningkatkan efisiensi pembiayaan dan pengeluaran
domestik untuk kesehatan, meningkatkan mekanisme dan kapasitas belanja kesehatan
strategis, serta mengoptimalkan manajemen tenaga kesehatan, yang pada akhirnya akan
meningkatkan kualitas manajemen pembiayaan kesehatan masyarakat.

Elemen kunci dari kemitraan penting ini adalah program fellowship HFA USAID, yang
dirancang untuk memperdalam kemampuan Young Health Economists (YHE) atau
ekonom kesehatan muda generasi berikutnya di Indonesia melalui aktivitas akademis yang
ketat. Program YHE membekali akademisi, praktisi, dan ekonom kesehatan yang sedang
berkembang agar dapat menerapkan prinsip-prinsip kebijakan berbasis bukti dalam
merencanakan, menganalisis, dan merancang kebijakan pembiayaan kesehatan dalam
sistem kesehatan yang kompleks. Sejauh ini, 30 orang ekonom kesehatan muda yang
luar biasa telah lulus dari program ini dan telah diterima di Indonesian Health Economics
Association (InaHEA) atau Asosiasi Ekonomi Kesehatan Indonesia yang bergengsi.

Untuk mempertahankan dan melembagakan pertukaran pengetahuan dan pembelajaran


yang difasilitasi oleh fellowship ini, HFA USAID dan 30 ekonom kesehatan muda tersebut
mengembangkan enam buku referensi ekonomi kesehatan ini untuk mendefinisikan
konsep ekonomi dan mengembangkan ide-ide transformatif untuk meningkatkan
pembiayaan kesehatan di Indonesia.

M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N vii


Setiap buku membahas secara mendalam berbagai aspek ekonomi kesehatan yang
berbeda, termasuk belanja kesehatan strategis, pembiayaan kesehatan, national health
account, dan banyak lagi. Buku ini diterbitkan oleh Pusat Pembiayaan dan Jaminan
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang merupakan mitra USAID,
dan tersedia bagi siapa saja yang membutuhkannya. Saya berharap buku-buku ini
akan memberikan akses ke informasi yang komprehensif dan relevan tentang ekonomi
kesehatan yang dibutuhkan oleh para pemimpin sistem kesehatan di Indonesia untuk
terus memajukan dan memperkuat sistem kesehatan Indonesia. USAID berharap dapat
melihat bagaimana informasi yang terkandung dalam buku-buku ini dapat meningkatkan
pendanaan kesehatan dan kebijakan berbasis bukti.

Sebagai penutup, izinkan saya mewakili USAID untuk mengucapkan terima kasih kepada
Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
para ekonom kesehatan muda, Bappenas, Kementerian Keuangan, BPJS Kesehatan, dan
tim HFA USAID. Terima kasih atas kontribusi Anda dalam penerbitan buku-buku yang
informatif dan inspiratif ini. Kami berharap kolaborasi dan publikasi ini dapat membawa
perubahan nyata: kesehatan yang lebih baik untuk lebih banyak orang Indonesia.

Pamela Foster
Director, Office of Health
USAID/Indonesia

viii M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Prakata

K
emajuan teknologi kesehatan, kompleksitas layanan kesehatan, serta
tuntutan untuk menyediakan layanan kesehatan untuk seluruh penduduk
mengharuskan adanya sinergi antara teknologi kedokteran dan kesehatan
serta ketersediaan sumber daya di berbagai negara. Kondisi ini mendorong
berkembangnya ilmu ekonomi kesehatan dalam 3 dekade terakhir dan telah
mendapat tempat yang luas di berbagai negara. Namun di Indonesia, ilmu ekonomi
kesehatan berjalan relatif stagnan dalam 30 tahun terakhir.

USAID melalui Health Financing Activity (HFA) bekerja sama dengan Pusat Pembiayaan dan
Jaminan Kesehatan (PPJK) membantu Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan
proses sustainable health financing melalui projek-projek pembiayaan kesehatan di
tahun 2019-2024. Projek USAID mengidentifikasi kendala dalam sistem pembiayaan
kesehatan di Indonesia yaitu terbatasnya kapasitas dan jumlah orang yang memahami
tentang ekonomi kesehatan.

Didorong oleh alasan tersebut, projek HFA dengan senang hati berterima kasih para
penulis Young Health Economists (YHE), yaitu anak-anak muda yang disupervisi oleh
health economists senior, yang telah menyelesaikan 6 buku ekonomi kesehatan. Buku
ini diharapkan menjadi referensi bagi siapa saja yang ingin mengembangkan dan
memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia melalui disiplin ilmu ekonomi kesehatan.

Buku ini membahas akuntansi manajemen layanan kesehatan. Buku membahas secara
mendalam konsep manajemen keuangan dengan studi kasus rumah sakit, instrumen
pengukuran serta evaluasi kinerja untuk menggambarkan akuntansi manajemen layanan
kesehatan. Akuntansi manajemen layanan kesehatan perlu ditata untuk meningkatkan
efisiensi layanan kesehatan, serta ketepatgunaan dan akuntabilitas pemberian layanan.
Pemberi layanan mengaplikasikan instrumen tatakelola/manajerial dan kendali biaya
sesuai dengan siklus perencanaan sehingga dapat memberikan layanan optimal yang
berorientasi pada kualitas dan kepuasan pasien. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas
keuangan dan keberlanjutan organisasi pemberi layanan kesehatan.

Kami berharap bahwa buku ini bermanfaat bagi perguruan tinggi, pemangku kebijakan
dalam bidang kesehatan, dan berbagai pihak lain yang mempunyai interest dan kemauan
mendalami ilmu ekonomi kesehatan.

Salam,

Hasbullah Thabrany
Chief of Party for the Indonesia Health Financing Activity

M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N ix


x M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N
Daftar Singkatan

ABC : Activity Based Costing


AIC : Annualized Investment Cost
APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Nasional
ART : Antiretroviral Treatment
ATK : Alat Tulis Kantor
BCG : Bacillus Calmette–Guérin
BLD : Badan Layanan Daerah
BLU : Badan Layanan Umum
BLUD : Badan Layanan Umum Daerah
BOK : Bantuan Operasional Khusus
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
CP : Clinical Pathway
CRR : Cost Recovery Rate
DCH : Days Cash on Hand
DER : Debt to Equity Ratio
DPT : Difteri, Pertusis, dan Tetanus
DRG : Diagnosis-related group
DSAK IAI : Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia
DSAK : Dewan Standar Akuntansi Keuangan
DSAS IAI : Dewan Standar Syariah Ikatan Akuntan Indonesia
DUR : Drug Utilization Review
EBIT : Before Interest and Tax
EMKM : Entitas Menengah Kecil dan Mikro
ETAP : Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik
FFS : Fee-for-service
FORNAS : Formularium Nasional
HTA : Health Technology Assessment
I : Laju inflasi
IAI : Ikatan Akuntan Indonesia
IFRS : International Financial Reporting Standard
IIC : Initial Investment Cost (Nilai Awal Barang)
IKU : Indikator Kinerja Umum
INA-CBGs : Indonesia Case Based Groups
ISAK : Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan
JKN : Jaminan Kesehatan Nasional

M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N xi


L : Perkiraan masa pakai
M/B Ratio : Market/Book Ratio
MCO : Managed Care Organization
P/E Ratio : Price/Earning Ratio
PA : Pharmaceutical Authorization
PERDA : Peraturan Daerah
PERSI : Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
PNS : Pegawai Negri Sipil
PSAK : Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
r : Bunga bank
ROA : Return on Assets
ROE: : Return on Equity
RS : Rumah Sakit
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SAK : Standar Akuntansi Keuangan
SC : Sectio Caesaria
SOP : Standard Operating Procedure
SPM : Standar Pelayanan Minimum
T : Masa pakai
TIE : Times Interest Earned
TT : Tetanus Toksoid
UI : Utilization Review
UKM : Upaya Kesehatan Masyarakat
UKP : Upaya Kesehatan Perseorangan

xii M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Daftar Isi

Kata Pengantar Kementerian Kesehatan RI v


Kata Pengantar USAID vii
Prakata Health Financing Activity ix
Daftar Singkatan xi
Daftar Isi xiii
Prolog xv

BAB 1 PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP MANAJEMEN KEUANGAN 1


1.1. Pengantar 1
1.2. Bentuk dan Jenis Layanan Kesehatan 1
1.3. Definisi dan Tujuan Manajemen Keuangan dalam Organisasi Layanan Kesehatan 3
1.4. Aspek Akuntansi dalam Manajemen Keuangan 6
1.5. Manajemen Keuangan Rumah Sakit 9
1.6. Simpulan 14
Daftar Pustaka 14

BAB 2 PRINSIP AKUNTANSI DALAM MANAJEMEN KEUANGAN 17


2.1. Pengantar 17
2.2. Akuntansi Keuangan 18
2.3. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) di Indonesia 26
2.4. Akuntansi Manajemen 26
2.5. Biaya and Harga 27
2.6. Perilaku Biaya dan Perencanaan Laba 28
2.7. Pengalokasian Biaya 29
2.8. Pembentukan Harga 29
2.9. Penilaian Kinerja Manajemen Keuangan 30
2.10. Simpulan 34
Daftar Pustaka 35

BAB 3 EVALUASI KINERJA KEUANGAN 37


3.1. Pengantar 37
3.2. Analisis Laporan Keuangan 37
3.3. Analisis Laporan Keuangan 41
3.4. Analisis Perbandingan dan Tren 51
3.5. Simpulan 52
Daftar Pustaka 52

M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N xiii


BAB 4 AKUNTANSI BIAYA (COSTING & PRICING) 55
4.1. Pengantar 55
4.2. Teori atau Konsep Biaya 55
4.3. Metode Penghitungan Biaya 61
4.4. Metode Penghitungan Analisis Biaya 62
4.5. Analisis Biaya Program Kesehatan 65
4.6. Cara Memahami Hasil Analisis Biaya dan Best Practice 66
4.7. Faktor Penting dalam Penetapan Tarif 67
4.8. Contoh Kasus: Menghitung Tarif Pemeriksaan Radiodiagnostik di Rumah Sakit 68
4.9. Simpulan 71
Daftar Pustaka 71

BAB 5 PENGENDALIAN BIAYA (COST CONTAINMENT) LAYANAN KESEHATAN 73


5.1. Pengantar 73
5.2. Pengendalian Biaya 74
5.3. Metode Pengendalian Biaya 75
5.4. Implementasi Pengendalian Biaya 79
5.5. Membangun Kesadaran Biaya 84
5.6. Aplikasi dan Contoh 85
5.7. Simpulan 86
Daftar Pustaka 87

Glosarium 89
Tentang Penulis 93

xiv M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Prolog

Health Finance Activity dan Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Kesehatan


Lanskap pembiayaan kesehatan Indonesia telah mengalami perubahan besar sejak
dilaksanakannya Program Jaminan Kesehatan Nasional pada 2014, dari supply side
financing menjadi demand side financing. Perubahan ini telah melahirkan perkembangan
dan inovasi ekonomi kesehatan yang cukup pesat.

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah memudahkan masyarakat mendapatkan akses


terhadap layanan kesehatan tanpa harus takut dengan biaya yang mahal, atau dengan
kata lain melindungi rumah tangga dari pengeluaran kesehatan besar yang dapat
memiskinkan rumah tangga akibat penyakit katastropik. Berbagai instrumen pembiayaan
kesehatan publik telah dikembangkan, termasuk alokasi sistem monitoring serta efisiensi
pembiayaan kesehatan demi peningkatan layanan kesehatan berkelanjutan.

Kecepatan perubahan, inovasi, dan reformasi sistem kesehatan tersebut membutuhkan


kapasitas yang mumpuni dari seluruh sumber daya kesehatan, terutama para
tenaga kesehatan dan akademisi kesehatan, untuk terus-menerus mendorong dan
mengembangkan perbaikan kebijakan pelayanan kesehatan.

Kapasitas kunci yang diperlukan antara lain melakukan advokasi pembiayaan, mendorong
pemerintah daerah untuk mengaplikasikan sistem perencanaan dan penganggaran
kesehatan yang lebih baik sehingga mampu meningkatkan kualitas program kesehatan
masyarakat. Akademisi kesehatan yang ada di setiap perguruan tinggi sudah semestinya
terlibat dalam proses advokasi perubahan ini dengan menjadikan dirinya sebagai pusat
rujukan dalam teori serta praktik ekonomi kesehatan bagi pemerintah daerah.

Dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya kesehatan itulah Program Health
Finance Activity dirancang. Program ini merupakan kolaborasi United States Agency for
International Development (USAID) dan Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Program ini akan berlangsung selama lima
tahun dengan tujuan spesifik mengembangkan analisis atas evidence data dan fakta
kesehatan untuk menyokong pembiayaan kesehatan yang tepat guna dan berkelanjutan.

Implementasi program ini digarap oleh ThinkWell sebagai lembaga pelaksana kegiatan,
bekerja sama dengan Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Universitas
Gadjah Mada, Results for Development (R4D), serta mitra pemerintah lainnya seperti
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

Berbagai upaya peningkatan kapasitas yang sudah dilakukan USAID HFA dan PPJK
Kementerian Kesehatan antara lain serial seminar, diskusi pertukaran pengalaman, dan
pelatihan tentang berbagai topik ekonomi kesehatan yang melibatkan tenaga kesehatan

M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N xv


dan akademisi kesehatan bagi dari lingkungan pemerintah dan nonpemerintah.
Beberapa contoh kegiatan yang bisa disebut misalnya “Pelatihan “Pelatihan Jurnalistik
bidang Ekonomi Kesehatan” dan “Pelatihan Analisis Sosioekonomi dan Kesehatan”.

Seri Ekonomi Kesehatan untuk Akademisi Muda


Salah satu perhatian HFA adalah konsolidasi dan peningkatan kapasitas ilmu ekonomi
kesehatan di kalangan ahli dan akademisi muda. Untuk tujuan ini, HFA dan PPJK telah
melaksanakan program The Young Health Economists, yang menghasilkan seri buku
didaktik di bidang ekonomi kesehatan.

Seri Ekonomi Kesehatan terdiri dari enam buku, yaitu (1) Pengantar Ekonomi Kesehatan;
(2) Pembiayaan Kesehatan: Konsep dan Praktik Terbaik di Indonesia; (3) Belanja Strategis
Kesehatan: Konsep dan Praktik Terbaik di Indonesia; (4) Evaluasi Ekonomi dan Penilaian
Teknologi Kesehatan: Konsep dan Praktik Terbaik di Indonesia; (5) Akun Kesehatan
Nasional; dan (6) Manajemen Keuangan dan Akuntansi dalam Ekonomi Kesehatan.

Buku seri ini ditulis dengan niat besar mendorong dan memperkenalkan ilmu ekonomi
kesehatan sebagai insight dan jalan keluar bagi pengembangan sistem kesehatan di
Indonesia. Ekonomi kesehatan, yang pertama kali digaungkan oleh ekonom Kenneth Arrow
pada 1963, pada akarnya mengobservasi interaksi antar-faktor determinan kesehatan dan
fungsi sistem layanan kesehatan demi menghasilkan derajat kesehatan terbaik.

Buku seri ini diharapkan dapat menjadi sumber belajar dan referensi bagi akademisi
dan praktisi kesehatan, serta para perencana kebijakan kesehatan baik di tingkat pusat
maupun daerah, terutama mereka yang ingin melakukan penelitian atau mendesain
program-program pelayanan kesehatan secara efisien dan tepat sasaran.

Metode Penyusunan Seri Ekonomi Kesehatan


Proses penyusunan Seri Ekonomi Kesehatan ini menempuh jalan panjang. Serial modul
ini merupakan hasil dari rangkaian kegiatan peningkatan kapasitas, pelatihan, dan diskusi
intensif banyak pihak yang diselenggarakan oleh Program HFA.

Seri EKonomi Kesehatan ditulis secara kolaboratif oleh para ekonom muda yang menjadi
peserta kegiatan peningkatan kapasitas dengan latar belakang profesi yang beragam. Di
dalam modul yang ditulisnya kita akan melihat bagaimana mereka memandang ekonomi
kesehatan dari perspektif dan kepakarannya masing-masing.

Para penulis mengembangkan buku ini dengan bimbingan seorang penyelia pada setiap
topik. Dalam waktu yang cukup lama, penulis dan penyelia ini bersama-sama mendalami
dan mengembangkan setiap topik sehingga menghasilkan buku yang komplet seperti
sekarang. Materi buku juga telah melewati proses review yang melibatkan beragam
pemangku kebijakan di sektor kesehatan. Merekalah yang memberikan masukan terhadap
konten buku dari sisi praktikal terhadap setiap topik pembahasan. Melalui proses ini,
HFA USAID dan PPJK Kemenkes RI berharap buku ini memiliki kedalaman konten yang
memadai, baik dari sisi teoretis maupun praktik pengelolaan pembiayaan kesehatan.

Buku Seri VI yang tengah Anda baca ini berjudul Manajemen Keuangan dan Akuntansi dalam
Ekonomi Kesehatan. Buku ini akan mengantarkan Anda untuk mendalami Pengertian dan
Ruang Lingkup Manajemen Keuangan, Prinsip Akuntansi dalam Manajemen Keuangan,
Evaluasi Kinerja Keuangan, Akuntansi Biaya (Costing & Pricing), dan Pengendalian Biaya (Cost
Containment) Layanan Kesehatan.

xvi M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Pengertian dan
Ruang Lingkup
BAB
1 Manajemen Keuangan
Nur Afni Panjaitan, Puji Harto & Chriswardani Suryawati

1.1. Pengantar

Bab ini membahas tentang pengertian dan ruang lingkup Pihak pemerintah
manajemen keuangan yang terdiri dari enam subbab. Subbab 1 berisi dan swasta secara
Pengantar juga tujuan dari pembelajaran. Subbab 2 membahas bersama-sama
Bentuk dan Jenis Layanan Kesehatan. Subbab 3 mengulas menyelenggara-
Konsep Manajemen Keuangan, dari definisi, elemen utama, hingga kan upaya
identifikasi pihak yang terlibat dalam manajemen keuangan. kesehatan untuk
Subbab 4 membahas Aspek Akuntansi dalam Manajemen mewujudkan
Keuangan. Subbab 5 membahas Manajemen Keuangan Rumah derajat kesehatan
Sakit di Indonesia dan Subbab 6 berisi Simpulan. Diharapkan masyarakat
pembaca diharapkan dapat memahami hal tersebut dengan baik. yang setinggi-
tingginya.
1.2. Bentuk dan Jenis Layanan Kesehatan

Pihak pemerintah dan swasta secara bersama-sama


menyelenggarakan upaya kesehatan untuk mewujudkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Bentuk organisasi
berpengaruh terhadap implementasi manajemen keuangan yang
diadopsi suatu organisasi. Layanan kesehatan dapat berbentuk
organisasi yang tidak mengutamakan keuntungan (not for profit),
nirlaba (non-profit), atau bertujuan mencari keuntungan (for profit).

Secara umum tujuan penyediaan layanan kesehatan pemerintah


adalah pemenuhan pelayanan kepada masyarakat dan tidak

PEN GERT IA N DA N RUA N G L IN GKUP MA N A JEMEN KEUA N GA N 1


untuk mencari keuntungan. Dalam perannya melaksanakan upaya
kesesehatan, pemerintah mayoritas menyelenggarakan Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) melalui aktivitas pemeliharaan dan
peningkatkan kesehatan serta pencegahan dan penanggulangan
masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan
masyarakat. Selain itu, pemerintah juga melaksanakan Upaya
Kesehatan Perseorangan (UKP) melalui kegiatan pelayanan kesehatan
yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan
penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan pemulihan
kesehatan perseorangan (Kemenkes Republik Indonesia, 2014).

Upaya kesehatan dilakukan salah satunya di fasilitas kesehatan.


Peraturan Pemerintah (PP) No. 47 Tahun 2016 Tentang Fasilitas
Pelayanan Kesehatan menguraikan bahwa pemerintah pusat
dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka mewujudkan derajat
kesehatan. Pemerintah pusat bertanggung jawab untuk mengelola
rumah sakit khusus dan rumah sakit rujukan tersier, sementara
provinsi dan kabupaten atau kota bertanggung jawab mengelola
rumah sakit daerah level provinsi dan kabupaten atau kota. Selain
itu, pemerintah daerah kabupaten atau kota lewat Dinas Kesehatan
juga bertanggung jawab mengelola pusat kesehatan masyarakat
Keterlibatan
(Puskesmas) dan fasilitas kesehatan lainnya yang merupakan Unit
swasta
Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan.
penting karena
keterbatasan
Sementara itu, keterlibatan swasta penting karena keterbatasan
kapasitas
kapasitas pemerintah dalam memenuhi permintaan layanan
pemerintah
kesehatan yang terus terus meningkat. Organisasi layanan
dalam memenuhi
kesehatan swasta dapat dimiliki oleh organisasi keagamaan,
permintaan
perusahaan, individu, dan kelompok individu. Layanan kesehatan
layanan
swasta dapat berupa yayasan (non-profit), bukan untuk mencari
kesehatan yang
keuntungan (not-for-profit), dan organisasi yang murni untuk
terus terus
mencari keuntungan (for profit).
meningkat.

2 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Jenis
Tabel 1.1. Jenis
No Layanan Definisi Penyelenggara Layanan
Kesehatan Kesehatan di
Indonesia
1 Pusat layanan Puskesmas adalah fasilitas Pemerintah
kesehatan pelayanan kesehatan yang
(Puskesmas) menyelenggarakan Upaya
Kesehatan Masyarakat dan Kurniawan, R. (2019). Profil
Upaya Kesehatan Perseorangan Kesehatan Indonesia
tingkat pertama, dengan lebih Tahun 2018. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
mengutamakan upaya promotif
dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya.
2 Klinik Klinik adalah fasilitas medis dan Pemerintah
spesialistik yang diselenggarakan
Masyarakat
untuk memberikan Pelayanan
(badan
Kesehatan Perseorangan.
usaha atau
perorangan)
3 Praktik Praktik dokter, dokter gigi, bidan Masyarakat
dokter, dokter perseorangan adalah praktik
gigi, bidan kedokteran dan kebidanan yang
perseorangan sudah memiliki surat izin.

4 Rumah sakit Rumah sakit adalah institusi Pemerintah


pelayanan kesehatan yang
Swasta
menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perseorangan secara
paripurna, dari rawat inap, rawat
jalan, hingga gawat darurat.

1.3. Definisi dan Tujuan Manajemen Keuangan


dalam Organisasi Layanan Kesehatan

1.3.1. Definisi Manajemen Keuangan

Manajemen berasal dari kata bahasa Perancis kuno management


yang berarti seni melaksanakan dan mengatur (PERSI, 2018).
Definisi manajemen telah berkembang dan saat ini secara umum
diartikan sebagai proses mengoordinasikan dan mengintegrasikan
sumber daya manusia (SDM), sumber daya teknis, dan sumber daya
lainnya dalam mencapai tujuan tertentu (Dunn & Haimann, 2007).

Lebih lanjut manajemen didefinisikan sebagai, “the pursuit of


organizational goals efficiently and effectively by integrating
the work of people through planning, organizing, leading, and
controlling the organization’s resources” (Kinicki & Williams, 2010)
“manajemen diartikan sebagai tindakan untuk mencapai tujuan
organisasi secara efisien dan efektif dengan mengintegrasikan
usaha melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan sumber daya organisasi.

PEN GERT IA N DA N RUA N G L IN GKUP MA N A JEMEN KEUA N GA N 3


Sumber daya organisasi terdiri dari beberapa aspek, di antaranya
sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sumber daya
berupa material, mesin, dan sumber daya lainnya. Aspek keuangan
merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki oleh suatu
organisasi yang penting dikelola dalam mencapai tujuan organisasi.
Merujuk pada definisi di atas, manajemen keuangan dapat diartikan
sebagai “seni untuk mengelola sumber daya keuangan suatu
organisasi melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
dan pengawasan sehingga dapat mencapai tujuan organisasi”.

Dalam Manajemen keuangan merupakan aktivitas yang berfokus pada


penggunaannya, pembuatan keputusan berupa seberapa banyak aset yang
prinsip diperlukan, bagaimana meningkatkan modal suatu organisasi
manajemen atau bisnis, dan bagaimana suatu organisasi memaksimalkan
keuangan nilainya. Dalam penggunaannya, prinsip manajemen keuangan
dimanfaatkan dimanfaatkan oleh organisasi yang bertujuan mencari keuntungan
oleh organisasi dan bukan bertujuan mencari keuntungan (Brigham & Houston,
yang bertujuan 2012). Lebih lanjut, manajemen keuangan merupakan metode
mencari untuk menentukan strategi arah keuangan suatu organisasi dan
keuntungan dan pelaksanaan operasional keuangan suatu oganisasi sehari-hari
bukan bertujuan (Berger, 2014)
mencari
keuntungan. 1.3.2. Tujuan Manajemen Keuangan

Finkler, et.al., pada 2019 mengatakan bahwa manajemen keuangan


memiliki dua tujuan, yaitu profitabilitas dan viabilitas. Tujuan dari sisi
profitabilitas bahwa layanan kesehatan masih menjadi kebutuhan
dasar dan sebagian penyedianya adalah pemerintah. Memang
tidak semua layanan kesehatan berusaha untuk menetapkan
profitabilitas sebagai tujuan utama. Namun demikian, organisasi
layanan kesehatan perlu melakukan pengelolaan keuangan supaya:
(1) mampu membiayai biaya operasional, seperti gaji pimpinan
dan karyawan, biaya obat, penyediaan sarana atau fasilitas,
termasuk peralatan medis serta biaya pemeliharaan gedung dan
perlengkapan; (2) mampu memperluas layanan dari sisi jumlah
layanan atau produk dan kapasitas pelayanan konsumen yang
lebih besar; (3). mampu mengakses teknologi yang lebih maju
dan melakukan upaya-upaya lain untuk meningkatkan kualitas
layanan. Meskipun tujuan utamanya adalah menyediakan jasa
layanan kesehatan berkualitas, perlu digarisbawahi bahwa profit
tetap dibutuhkan untuk pencapaian tersebut.

Ketika mengejar profit yang maksimal, organisasi kesehatan harus


menyadari trade-off antara risiko dan return. Semakin besar risiko,
semakin besar pula profit yang didapatkan. Dalam konteks layanan
kesehatan, para manajer perlu menyeimbangkan aktivitas risiko-
tinggi dan risiko-rendah walaupun keduanya memberikan manfaat
kesehatan yang sama kepada masyarakat. Fasilitas layanan
kesehatan sebaiknya dapat mengantisipasi risiko dengan layanan
kesehatan yang dipilih.

4 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Tujuan kedua manajemen keuangan adalah aspek viabilitas. Pada
dasarnya fasilitas kesehatan tidak ingin mengalami kebangkrutan
sehinga memastikan kelangsungan finansial menjadi tujuan yang
sama pentingnya. Aspek viabilitas sering kali diukur dari dua faktor,
yaitu likuiditas dan solvabilitas (Finkler, et.al., 2019).

Likuiditas merupakan indikator untuk melihat apakah suatu oganisasi Likuiditas


memiliki sejumlah kas tunai atau sumber daya likuid lainnya yang merupakan
dapat ditukar untuk memenuhi kebutuhan dan kewajiban jangka indikator untuk
pendek. Jangka pendek umumnya berarti maksimal satu tahun. melihat apakah
Suatu organisasi dianggap memiliki likuiditas yang baik jika memiliki suatu oganisasi
sumber daya jangka pendek yang cukup untuk memenuhi kewajiban memiliki
jangka pendeknya saat jatuh tempo pembayaran. sejumlah kas
tunai atau
Sementara itu, solvabilitas merupakan indikator untuk mengukur sumber daya
kelangsungan hidup suatu organisasi untuk jangka panjang. Jangka likuid lainnya
panjang dapat diartikan lebih dari satu tahun, bisa tiga, lima, atau yang dapat
sepuluh tahun. Aspek perencanaan sangat penting untuk menjaga ditukar untuk
solvabilitas suatu perusahaan di periode jangka panjang. Sering kali memenuhi
krisis likuiditas terjadi akibat suatu organiasi tidak merencanakan kebutuhan dan
strategi solvabilitasnya dengan baik (Finkler, et.al., 2019). kewajiban jangka
pendek.
Para manajer layanan kesehatan juga dihadapkan pada trade-off
antara solvabilitas dan profitabilitas. Apabila para manajer berusaha
untuk mengejar profitabilitas dengan banyak menginvestasikan
sumber daya keuangan dan menyisakan sedikit untuk likuiditasnya,
risiko mengalami krisis likuiditas akan meningkat dan merongrong
viabilitasnya. Sementara itu, bila likuiditas semakin tinggi,
keuntungan akan semakin rendah.

Selain itu, para menajer juga dihadapkan pada trade-off dalam


penyediaan jenis layanan kesehatan dan viabilitasnya. Organisasi
layanan kesehatan tidak selalu mampu menyediakan semua
alternatif layanan kesehatan yang diinginkan meskipun pasien
memiliki kemampuan untuk membayar.

Oleh karena itu, manajer fasilitas layanan kesehatan harus mampu


menyeimbangkan profitabilitas dengan viabilitas. Dia harus melihat
di mana daya saing fasilitas kesehatannya, mempertimbangkan
penawaran dan permintaan dari setiap layanan kesehatan yang
akan disediakan, dan juga mempertimbangkan skala ekonomi
dalam menentukan layanan kesehatan yang akan disediakan.

1.3.3. Ruang Lingkup Manajemen Keuangan

Ruang lingkup manajemen keuangan terdiri dari beberapa aspek


meliputi: (1) pencarian sumber dana, baik jangka pendek maupun
jangka panjang; (2) pengelolaan sumber pendanaan untuk
tujuan operasional dan investasi; (3) pelaporan pencapaian kinerja
keuangan kepada pemangku kepentingan; (4) pengolahan informasi

PEN GERT IA N DA N RUA N G L IN GKUP MA N A JEMEN KEUA N GA N 5


keuangan; dan (5) perencanaan, analisis, dan pengendalian (PERSI,
2018). Manajer keuangan harus dapat mengelola keseluruhan
aspek tersebut untuk menjaga kelangsungan rumah sakit. Dalam
majemen rumah sakit misalnya, fungsi keuangan terdiri dari
beberapa proses berikut (PERSI, 2018).
1. Menyusun rencana anggaran yang meliputi pengelolaan
penerimaan, belanja baik rutin maupun investasi, dan rencana
anggaran kas.
2. Mengorganisasikan keuangan melalui penyediaan sistem
akuntansi untuk mencatat penerimaan dan belanja;
pengembangan dan pengooridinasian sistem pengendalian
anggaran; pengembangan prosedur pembayaran hutang dan
penagihan piutang, dan prosedur penerimaan pembayaran.
3. Melaksanakan pengawasan internal.
4. Menyiapkan laporan keuangan kepada pihak yang relevan.

1.4. Aspek Akuntansi dalam Manajemen Keuangan

Akuntansi Perencanaan target profitabilitas dan viabilitas suatu organisasi


merupakan kesehatan memerlukan data aktivitas organisasi. Data ini kemudian
alat yang akan digunakan untuk mengevaluasi kinerja suatu perusahan
sangat penting (retrospective) dan merencanakan target ke depan (prospective).
dalam melihat Data informasi keuangan ini biasanya merupakan bagian dari
kinerja suatu akuntansi.
perusahaan,
sementara Akuntansi merupakan alat yang sangat penting dalam melihat
manajemen kinerja suatu perusahaan, sementara manajemen keuangan
keuangan merupakan teori, alat, dan konsep yang membantu manajer dalam
merupakan teori, mengambil pengambilan keputusan. Sering kali kedua konsep ini
alat, dan konsep melebur satu sama lain di mana akuntansi sering kali melibatkan
yang membantu pengambilan keputusan, dan aplikasi teori dan konsep manajemen
manajer dalam keuangan membutuhkan data-data akuntansi (Gapenski & Reiter,
mengambil 2016). Lebih lanjut, akuntansi dalam layanan kesehatan didefinisikan
pengambilan sebagai bagian dari pengelolaan keuangan yang terkait dengan
keputusan. pengukuran dan pencatatan seluruh aktivitas perusahaan dalam
nilai uang yang pada akhirnya akan memberikan gambaran status
keuangan dan operasional perusahaan (Gapenski, 2016).

Secara garis besar akuntansi dapat diklasifikasikan menjadi


tiga kategori, yaitu akuntansi keuangan (financial accounting),
akuntansi manajerial (managerial accounting), dan akuntansi
biaya (cost accounting).

Dalam pengelolaan layanan kesehatan, manajemen keuangan


membutuhkan ketiga aspek akuntansi ini sesuai kebutuhan.
Akuntansi keuangan dibutuhkan dalam proses pelaporan kinerja
keuangan dengan pihak eksternal dan mengikuti standar akuntansi
yang ada. Kemudian akuntansi manajerial dibutuhkan pencatatan
dan pengolahan informasi keuangan keseluruhan bagian

6 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


perusahaan. Hasil informasi akuntansi manajerial digunakan dalam
pembuatan keputusan perusahaan sehinga bentuk informasi yang
dicatatkan biasanya sesuai kebutuhan perusahaan dan digunakan
untuk pihak internal. Sementara itu, akuntansi biaya secara spesifik
digunakan dalam proses penentuan biaya layanan dan produk.

1.4.1. Akuntansi Keuangan

Akuntansi keuangan merupakan aktivitas yang melibatkan


pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan komunikasi
transaksi ekonomi yang terjadi pada organisasi layanan kesehatan.
Informasi yang dihasilkan pada aktivitas tersebut kemudian
diringkas dan disajikan dalam satu set laporan keuangan.

Tujuan akuntansi keuangan adalah menyediakan informasi yang


relevan dan tepat waktu bagi pihak eksternal perusahaan sehingga
dapat digunakan sebagai referensi pembuatan keputusan. Pengguna
laporan akuntansi keuangan adalah pihak luar yang tidak terlibat
langsung dalam manajemen dan operasional perusahaan, seperti
investor, kreditor, pelanggan, dan pemerintah (Warren, et.al, 2018).

Akuntansi keuangan disediakan oleh akuntan atau bagian


keuangan organisasi layanan kesehatan dengan output yang
dihasilkan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan utamanya
meliputi income statement, the retained earnings statement, the
balance sheet, dan the statement of cash flows.

Penyusunan laporan keuangan layanan kesehatan merujuk pada


pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) atau prinsip-
prinsip umum akuntansi yang dapat diterima sehingga dapat
dipahami oleh pihak eksternal. Ikatan akuntansi Indonesia (IAI)
telah menerbitkan SAK, yaitu:
1. SAK konvergen International Financial Reporting Standard (IFRS).
2. SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP).
3. SAK Syariah.
4. SAK Entitas Mikro Kecil dan Menengah (EMKM).
5. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) mengacu pada institusi
pemerintah, sedangkan untuk Badan Layanan Umum (BLU)
dan Badan Layanan Daerah (BLUD) mengacu pada pedoman
akuntansi dan pelaporan keuangan BLU. Akuntansi
manajerial
merupakan
1.4.2. Akuntansi Manajerial
bagian dari
akuntansi yang
Akuntansi manajerial merupakan bagian dari akuntansi yang memperlihatkan
memperlihatkan informasi keuangan untuk kebutuhan internal informasi
perusahaan. Pengguna utama laporan akuntansi manajerial adalah keuangan untuk
pihak internal, seperti pelaksana, kepala departemen, manajer, kebutuhan
supervisor, dan direktur layanan kesehatan. Laporan akuntansi internal
manajerial biasanya dikeluarkan secara berkala sesuai kebutuhan. perusahaan.

PEN GERT IA N DA N RUA N G L IN GKUP MA N A JEMEN KEUA N GA N 7


Tujuan akuntansi manajerial adalah untuk menyediakan informasi
sesuai kebutuhan pihak internal dalam penentuan keputusan
dalam konteks pengelolaan suatu layanan kesehatan. Konten
laporan akuntansi manajerial dapat sangat detail dan sesuai aturan
setiap layanan kesehatan. Standar pelaporan sangat bergantung
pada keputusan yang akan dibuat internal perusahaan.

Oleh karena itu, seorang akuntan manajerial berusaha melihat


kondisi di masa yang akan datang. Seorang akuntan manajerial
memberikan informasi keuangan yang dapat digunakan untuk
membuat keputusan yang lebih baik mengenai masa depan
daripada berusaha untuk melaporkan apa yang telah terjadi.
Meskipun demikian, biasanya akuntan keuangan dan akuntan
manajerial dijabat oleh orang atau divisi yang sama (Finkler et.al,
2019).

Akuntansi Keuangan Akuntansi Manajerial

Tabel 1.2. Pengguna Ditujukan untuk pihak Ditujukan untuk pihak


Perbedaan eksternal suatu organisasi, internal suatu organisasi,
misalnya investor, kreditur, misalnya manajer dan
Akuntansi
dan pemerintah pembuat keputusan
Keuangan dan
Akuntansi Time Horizon Fokus pada perspektif Menggunakan perspektif
historis historis dan masa depan
Manajerial
Verifikasi vs. Menekankan aspek verifikasi Menekankan aspek
Relevansi relevansi
Weygandt, J. J., Kimmel, Presisi vs. Menekankan aspek presisi Menekankan aspek
P. D., Kieso, D. E., & Aly, Timeliness aktualitas (tepat waktu)
I. M. (2018). Managerial
Accounting: Tools for Unit Analisis Keseluruhan organisasi Unit organisasi atau
Business Decision-making. keseluruhan organisasi
John Wiley & Sons. (sesuai kebutuhan)
Regulasi Mengikuti standar akuntansi Mengikuti kebijakan
Pencatatan yang telah ditetapkan, internal perusahaan
misalnya IFRS
Intensitas Wajib Tidak wajib
Kebutuhan

1.4.3. Akuntansi Biaya

Akuntansi biaya merupakan bagian dari akuntansi yang mengukur,


mencatat, dan melaporkan biaya produk (Weygandt, et.al., 2012).
Akuntansi biaya bertujuan untuk memastikan dan mengendalikan
biaya barang atau jasa serta akurasi biaya setiap operasi, melalui
pengamatan yang cermat, serta analisis dan alokasi biaya.

Akurasi biaya produk yang dihasilkan dari akuntansi biaya sangat


penting dalam keberhasilan suatu organisasi. Informasi dalam
akuntansi biaya akan digunakan oleh internal perusahaan dalam
menentukan produk yang akan diproduksi, penentuan harga,
dan jumlah barang yang akan diproduksi. Informasi biaya produk
yang akurat juga bersifat vital dalam proses evaluasi kinerja
pegawai (Weygandt, et.al., 2012).

8 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Sistem akuntansi biaya terdiri dari dua sistem utama, yaitu: job
order system dan process cost system. Job order system merupakan
akumulasi biaya dari setiap unit produk yang dihasilkan di suatu
perusahaan, sementara process cost system mengakumulasi biaya
dari setiap unit departemen atau bagian atau proses di suatu
perusahaan (Warren, et.al., 2018).

Akuntansi biaya relatif lebih terkait pada akuntansi manajerial


daripada akuntansi keuangan. Akuntasi biaya mengumpulkan
informasi yang kemudian digunakan sebagai rujukan pembuatan
keputusan dalam kegiatan produksi dan digunakan di internal
perusahaan. Kedua hal tersebut merupakan persamaan utama dari
akuntansi biaya dan akuntansi manajerial.

1.5. Manajemen Keuangan Rumah Sakit

Pengelolaan keuangan di rumah sakit terdiri dari empat siklus,


yaitu perencanaan keuangan (planning), organisasi sumber daya
untuk pengelolaan (organizing), pelaksanaan atau implementasi
rencana keuangan (actuating), dan pengawasan rencana keuangan
(controlling).

Gambar 1.1. Contoh


Siklus Keuangan
Rumah Sakit

Setyawan, J. (2020).
Urgent Principle Shift of
Healthcare (Hospital)
Accounting (Materi
Webinar)

PEN GERT IA N DA N RUA N G L IN GKUP MA N A JEMEN KEUA N GA N 9


1.5.1. Perencanaan Keuangan (Planning)

Siklus perencanaan dan penganggaran keuangan memainkan


peran penting dalam fungsi keuangan setiap layanan kesehatan.
Perencanaan mencakup keseluruhan proses persiapan keuangan
di masa datang dan sangat memengaruhi keberhasilan organisasi
kesehatan tersebut. Perencanaan dapat diklasifikan menjadi dua,
yaitu: (1) rencana strategis yang berisi aktivitas jangka panjang
untuk mencapai tujuan perusahaan yang biasanya dalam kurun
lima-sepuluh tahun; dan (2) rencana operasional yang disusun
untuk melaksanakan aktivitas jangka pendek terkait pengelolaan
harian perusahaan (Warren, et.al., 2018)

1.5.2. Pengorganisasian Rencana Keuangan (Organizing)

Pengorganisasian adalah fungsi manajemen yang melibatkan


pengembangan struktur organisasi dan alokasi sumber daya
manusia untuk memastikan pencapaian rencana keuangan yang
telah disusun. Struktur organisasi memperlihatkan kerangka kerja
dan koordinasi. Pengorganisasian juga melibatkan pembagian dan
desain tugas individu dalam organisasi. Desain organisasi sangat
penting dan harus disusun secara detail bagaimana tugas dan
tanggung jawab setiap individu, serta metode pelaksanaan tugas
tersebut.

1.5.3. Implementasi Rencana Keuangan (Actuating)

Siklus Siklus pelaksanaan (actuating) merupakan bagian dari majemen


pelaksanaan keuangan yang sangat berkaitan dengan pelaksanaan operasional
(actuating) perusahaan setiap hari. Setelah suatu organisasi kesehatan
merupakan melakukan perencanaan keuangan, pengorganisasian tanggung
bagian dari jawab dan tugas kepada para pengelola keuangan, langkah
majemen penting yang harus dilakukan adalah memberikan arahan dan
keuangan motivasi supaya setiap bagian perusahaan mampu mencapai
yang sangat tujuan keuangan yang telah dilaksanakan. Secara spesifik, siklus
berkaitan dengan ini menyangkut aspek personalia dari pengelolaan organisasi
pelaksanaan kesehatan yang berhubungan langsung dengan memengaruhi,
operasional membimbing, mengawasi, memotivasi bawahan untuk pencapaian
perusahaan setiap tujuan organisasi.
hari.
Fungsi actuating dapat dilakukan melalui beberapa aktivitas, yaitu:
1. Supervisi merupakan fungsi dengan para pengelola keuangan
yang mengawasi pekerjaan staf keuangan. Supervisi juga
menyangkut pemberian arahan kepada para pegawai keuangan.
2. Motivasi berarti menginspirasi, menstimulasi, atau mendorong
staf keuangan dengan semangat untuk bekerja. Insentif
positif, negatif, moneter, non-moneter dapat digunakan untuk
meningkatkan motivasi staf keuangan.
3. Kepemimpinan merupakan proses dengan manajer keuangan

10 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


yang membimbing dan memengaruhi pekerjaan staf keuangan
ke arah yang diinginkan.
4. Komunikasi ditandai dengan aktivitas penyampaian informasi,
pengalaman, pendapat dari satu orang ke orang lain sehingga
terjadi transfer pengetahuan.

1.5.4. Fungsi Pengendalian (Controlling)

Aspek pengendalian dalam manajemen keuangan bertujuan untuk


memverifikasi apakah semua aktivitas manajemen keuangan
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selain
itu, aspek pengendalian juga mengevaluasi apakah alokasi sumber
daya organisasi telah ditempatkan secara efektif dan efisien demi
mencapai tujuan yang telah direncanakan. Dalam siklus ini perlu
dilakukan dokumentasi pengukuran penyimpangan kinerja aktual
dari kinerja standar yang telah ditentukan sebelumnya. Proses ini
tidak kalah penting karena penyebab penyimpangan tersebut dapat
ditemukan sehinga hal tersebut dapat membantu pengambilan
tindakan korektif sebagai masukan dalam penyusunan rencana
keuangan pada siklus berikutnya.

1.5.5. Studi Kasus: Pengelolaan Keuangan Rumah Sakit


Pemerintah BLU/BLUD

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009, rumah Rumah sakit
sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan dapat dibagi
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan menjadi dua
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit berdasarkan
dapat dibagi menjadi dua berdasarkan pengelolaannya, yaitu rumah pengelolaannya,
sakit publik dan rumah sakit privat (swasta). Rumah sakit publik merujuk yaitu rumah sakit
pada rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, publik dan rumah
dan badan hukum yang bersifat nirlaba. sakit privat.

Sementara itu, rumah sakit swasta merupakan rumah sakit yang


dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit. Bagian ini akan
berfokus pada rumah sakit publik yang dikelola oleh pemerintah
pusat dan pemerintah daerah.

Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan rumah


sakit berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) atau
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). UU No. 1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara mendefinisikan BLU sebagai instansi di
lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberi pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas. Sementara itu, BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat
Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di
lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau

PEN GERT IA N DA N RUA N G L IN GKUP MA N A JEMEN KEUA N GA N 11


jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan
dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi
dan produktivitas.

Rumah sakit merupakan salah satu penyedia layanan barang


dan atau jasa yang diperbolehkan berbentuk BLU/D. Apabila
menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU/D, suatu rumah sakit
pemerintah memiliki fleksibilitas pengelolaan keuangan, termasuk
mengelola pendapatan dan belanja, kas, utang-piutang, investasi,
dan pengadaan barang atau jasa. Selain itu, rumah sakit juga
diberikan keleluasaan untuk mempekerjakan tenaga profesional
non-Pegawai Negeri Sipil (non-PNS) dan memberikan imbalan
jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya (Direktorat
Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, 2013).

Rumah sakit BLU/D harus melakukan penyusunan Rencana


Bisnis dan Anggaran (RBA). RBA berisi perencanaan bisnis dan
penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan
anggaran. RBA disusun berdasarkan:
1. Basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis
layananannya.
2. Kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan
akan diterima.
3. Basis akrual.

Dalam RBA manajer keuangan harus menjelaskan kemampuan


pendapatan yang terdiri dari: (1) Pendapatan dari layanan yang
diberikan kepada masyarakat; (2) Hibah tidak terikat dan/atau hibah
terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain; (3) Hasil kerja
sama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya, seperti
pendapatan jasa lembaga keuangan, hasil penjualan aset tetap,
dan pendapatan sewa ; (4) Penerimaan lainnya yang sah; dan/atau
(5) Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN (Kemenkes
RI, 2013).

Sementara itu, belanja BLU terdiri dari tiga jenis, yaitu belanja
pegawai, belanja barang, dan belanja modal. Belanja pegawai
berasal dari APBN (Rupiah Murni), sedangkan belanja barang
terdiri dari belanja gaji dan tunjangan, belanja barang, belanja jasa,
belanja pemeliharaan, belanja perjalanan, dan belanja penyediaan
barang dan jasa BLU lainnya, termasuk belanja pengembangan
SDM. Sementara itu, belanja modal digunakan untuk belanja modal
Tanggung jawab tanah, belanja modal peralatan dan mesin, belanja modal jalan,
penyusunan dan irigasi dan jaringan, dan belanja modal fisik lainnya.
penyajian laporan
keuangan BLU Pelaporan keuangan BLU/D menggunakan standar akuntansi
berada pada pemerintahan. Laporan keuangan tersebut merupakan bentuk
pimpinan BLU pertanggungjawaban BLU/D. Tujuannya adalah untuk menyajikan
atau pejabat yang informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo
ditunjuk. anggaran lebih, arus kas, hasil operasi, dan perubahan ekuitas

12 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


BLU/D yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat
dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya.
Selanjutnya, informasi tersebut akan bermanfaat untuk proses
pengambilan keputusan dan bukti akuntabilitas entitas pelaporan
atas sumber daya yang dipercayakan (K Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan, 2015). Tanggung jawab penyusunan dan penyajian
laporan keuangan BLU berada pada pimpinan BLU atau pejabat
yang ditunjuk.

Kinerja BLU/D dinilai melalui tiga indikator, yaitu (1) kinerja keuangan,
(2) kinerja operasional, dan (3) kinerja mutu pelayanan dan manfaat
bagi masyarakat (Kemenkeu RI, 2016). Penilaian kinerja dilakukan
oleh auditor eksternal. Pengukuran pencapaian kinerja tahun
berjalan dilakukan dengan cara membandingkan target dengan
perkiraan realisasi sampai dengan akhir tahun (Kemenkes RI, 2013).

Penilaian kinerja keuangan BLU/D meliputi pengukuran rasio


keuangan dan kepatuhan pengelolaan keuangan BLU. Rasio
keuangan yang dinilai terdiri dari sembilan indikator, yaitu: rasio kas
(cash ratio), rasio lancar (current ratio), periode penagihan piutang
(collecting periode), perputaran aset tetap (fixed asset turn over),
imbalan atas aset tetap (return on fixed asset), imbalan ekuitas
(return on equity), perputaran persediaan (inventory turnover), rasio
PNBP terhadap biaya operasional, dan rasio biaya subsidi.

Sementara itu, kepatuhan pengelolaan keuangan BLU digunakan


untuk menilai tingkat kepatuhan BLU terhadap peraturan
mengenai pengelolaan keuangan BLU. Aspek kepatuhan dinilai
untuk sebelas aspek, yaitu: (1) penyusunan dan penyampaian RBA
definitif; (2) penyusunan dan penyampaian laporan keuangan BLU
berdasarkan SAK; (3) penyampaian surat perintah pengesahan
pendapatan dan belanja BLU; (4) persetujuan tarif layanan; (5)
penetapan sistem akuntansi; (6) persetujuan pembukaan rekening;
(7) penyusunan Standard Operating Procedures (SOP) pengelolaan
kas; (8) penyusunan SOP pengelolaan piutang; (9) penyusunan SOP
pengelolaan utang; (10) penyusunan SOP pengadaan barang dan
jasa; dan (11) penyusunan SOP pengelolaan barang inventaris.

Hasil penilaian kinerja BLU dikelompokkan ke dalam tiga kriteria, Hasil penilaian
yaitu kriteria Baik, Sedang, dan Buruk. Jika skor mendekati 100, kinerja BLU
disebut kriteria baik, dan jika mendekati 0, disebut kriteria buruk. dikelompokkan ke
Penilaian BLU juga dilakukan untuk aspek pelayanan yang terdiri dalam tiga kriteria,
dari dua indikator, yaitu kualitas layanan dan mutu dan manfaat. yaitu kriteria Baik,
Indikator pertama mengukur segala bentuk aktivitas pelayanan Sedang, dan
umum guna memenuhi harapan pengguna barang dan jasa, Buruk.
sedangkan indikator kedua mengukur upaya peningkatan kualitas
pelayanan dan kesesuaian terhadap persyaratan yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat

PEN GERT IA N DA N RUA N G L IN GKUP MA N A JEMEN KEUA N GA N 13


1.5.6. Tantangan Pengelolaan Keuangan Rumah Sakit

Data keuangan Pengelolaan keuangan rumah sakit di Indonesia dihadapkan


digunakan untuk pada pergeseran paradigma pengelolaan keuangan. Beberapa
mengevaluasi tantangan ini di antaranya adalah sebagai berikut.
kinerja suatu 1. Peningkatan intensitas akuntansi yang sebelumnya fokus
perusahaan sebagai pelaporan keuangan menjadi bagian dari pembuatan
(retrospective) dan keputusan (akuntansi manajemen) dan penentuan biaya serta
merencanakan harga (akuntansi biaya).
target 2. Pengendalian biaya (cost containment) untuk tetap dapat
(prospective). melaksanakan operasionalnya. Oleh karena itu, rumah sakit
dituntut untuk melakukan berbagai strategi pengendalian biaya.
3. Hambatan likuiditas dalam jangka pendek karena pembayaran
dari konsumen yang tertunda. Oleh karena itu, pengelolaan
kasnya harus dilakukan dengan baik untuk memenuhi kewajiban
jangka pendeknya.

1.6. Simpulan

Manajemen keuangan merupakan hal yang penting dalam


pengelolaan layanan kesehatan. Tujuannya adalah untuk mencapai
profitabilitas dan viabilitas. Data aktivitas organisasi yang bersumber
dari data keuangan diperlukan untuk menentukan perencanaan
target profitabilitas dan viabilitas suatu organisasi kesehatan.
Data keuangan digunakan untuk mengevaluasi kinerja suatu
perusahaan (retrospective) dan merencanakan target (prospective).
Data informasi keuangan ini merupakan bagian dari akuntansi.
Pengambilan kebijakan keuangan yang tepat menjadikan sistem
akuntansi yang baik menjadi sesuatu yang esensial.

Implementasi pengelolaan keuangan di suatu layanan kesehatan


terdiri dari beberapa siklus, yaitu perencanaan keuangan (planning),
organisasi sumber daya untuk melakukan pengelolaan (organizing),
pelaksanaan atau implementasi rencana keuangan (actuating),
dan pengawasan rencana keuangan (controlling). Keempat siklus
ini tidak dapat dipisahkan dan digunakan secara kontinu.

Daftar Pustaka

Berger, S. (2014). Fundamentals of Health Care Financial


Management: a Practical Guide to Fiscal Issues and
Activities. In Journal of Chemical Information and
Modeling (Fourth Ed., Vol. 53, Issue 9). Jossey-Bass. https://
doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2012). Fundamentals of Financial


Management. Massachussetts: Cengage Learning.

14 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum. (2013). Manual Pengelolaan Satker BLU Bidang
Pelayanan Kesehatan.

Dunn, R. T., & Haimann, T. (2007). Healthcare Management (7th


Ed.). Chicago: Health Administration Press.

Finkler, S. A., Ward, D. M., & Calabrese, T. D. (2019). Accounting


Fundamentals for Health Care Management (3rd Ed.).
Massachussetts: Jones & Bartlett Learning.

Gapenski, L. C., & Reiter, K. L. (2016). Healthcare Finance: an


Introduction to Accounting & Financial Management (6th
Ed., Issue 808). Chicago: Health Administration Press.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Permenkes


4/2013 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis
dan Anggaran Badan Layanan Umum di Lingkungan
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan


Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun
2014.

Kementerian Kesehatan Republik Indoneis (2017). Peraturan


Menteri Kesehatan nomor 51 tahun 2017 tentang Pedoman
Penilaian Teknologi Kesehatan dalam Program Jaminan
Kesehatan Nasional.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2016). Per Dirjen


Perbendaharaan Nomor 36/PB/2016. http://blu.djpbn.
kemenkeu.go.id/index.php?r=publication/regulation/
view&id=289

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. (2015). Standar


Akuntansi Pemerintahan: Penyajian Pelaporan Keuangan
Badan Layanan Umum.

Kurniawan, R. (2019). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

PERSI. (2018). Manajemen Keuangan dan Akuntansi Rumah Sakit


Indonesia.

Setyawan, J. (2020). Urgent Principle Shift of Healthcare (Hospital)


Accounting.

Warren, C. S., Reeve, J. M., & Duchac, J. E. (2018). Financial and


Managerial Accounting, 14th Ed. Massachussetts: Cengage
Learning.

PEN GERT IA N DA N RUA N G L IN GKUP MA N A JEMEN KEUA N GA N 15


Weygandt, J. J., Kimmel, P. D., & Kieso, D. E. (2012). Accounting
Principles, 10th Ed. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Weygandt, J. J., Kimmel, P. D., Kieso, D. E., & Aly, I. M. (2018).


Managerial Accounting: Tools for Business Decision-
making. New Jersey: John Wiley & Sons.

16 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Prinsip Akuntansi
dalam Manajemen
BAB
2 Keuangan
Jorghi Vadra, Puji Harto, & Chriswardani Suryawati

2.1. Pengantar

Akuntansi menjadi elemen penting dalam keberlanjutan suatu Akuntansi


organisasi. Bab ini akan membahas prinsip akuntansi dalam menjadi elemen
manajemen keuangan organisasi, khususnya pada suatu fasilitas penting dalam
kesehatan, baik yang berorientasi laba (profit) dan tidak berorientasi keberlanjutan
laba (not-for-profit). Bab ini terdiri dari tiga bagian, yaitu Akuntansi suatu organisasi.
Keuangan, Akuntansi Manajemen, dan Studi kasus pencatatan
akuntansi pada rumah sakit. Pada bagian terakhir akan dilakukan
pencatatan akuntansi di rumah sakit dan analisis sederhana
mengenai laporan keuangan.

Setelah membaca bab ini diharapkan pembaca untuk memahami


tujuan pembelajaran, yaitu memahami prinsip akuntansi dalam
pencatatan transaksi keuangan, memahami siklus akuntansi di
fasilitas kesehatan, mengetahui standar akuntansi di Indonesia,
melakukan pencatatan akuntasi dari transaksi hingga pembuatan
laporan keuangan, dan melakukan analisis laporan keuangan.

PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N 17


2.2. Akuntansi Keuangan

2.2.1. Sistem Pencatatan Akuntansi dan Siklus


Akuntansi

Akuntansi adalah sistem untuk menghasilkan informasi keuangan.


Akuntansi keuangan adalah sistem yang dibuat untuk mencatat
histori transaksi (Finkler, et.al., 2006). Akuntansi keuangan
termasuk dalam kegiatan mengidentifikasi, mengukur, mencatat
dan menyampaikan informasi keuangan dalam satuan mata
uang (Gapenski, 1999). Proses yang dilakukan dalam pencatatan
akuntansi akan menggunakan alat-alat spesifik dalam setiap
prosesnya, umumnya dimulai dari identifikasi transaksi, pencatatan
pada jurnal, buku besar, neraca saldo dan berakhir pada luaran,
yaitu laporan keuangan (Weygandt, et. al., 2015). Laporan keuangan
ini yang akan digunakan oleh manajer fasilitas kesehatan untuk
memberikan keputusan strategi bisnis yang akan dilakukan. Proses
akuntansi dapat digambarkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Input-


Process-Output
Akuntansi dalam
Organisasi

J. J. Weygandt, Kimmel,
P. D., Kieso D.E., (2015).
Financial Accounting: IFRS
Edition, 3rdEdition. New
Jersey: John Wiley & Sons

Informasi dalam akuntansi keuangan akan digunakan oleh para


pihak yang memiliki kepentingan dalam bisnis rumah sakit.
Rumah sakit pemerintah berbentuk Badan Layanan Umum atau
Daerah (BLU/D) umumnya tidak berorientasi pada laba, baik rumah
sakit pusat maupun rumah sakit daerah. Pengguna informasi
keuangan di rumah sakit adalah direktur, para manajer, staf
administrasi, pasien atau masyarakat, para pemilik rumah sakit.
Rumah sakit pemerintah dapat berupa rumah sakit yang dimiliki
oleh pemerintah pusat (Kementerian Kesehatan) dan pemerintah
daerah (pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota),
sedangkan pemilik rumah sakit swasta dapat berupa yayasan atau
perseroan terbatas (PT) atau pemilik modal karena rumah sakit
berbentuk perusahaan. Pengelola dan pemilik rumah sakit swasta
sedikit banyak berharap memperoleh laba dari pengelolaan rumah
sakitnya. Operasional pelayanan untuk mewujudkan kualitas
layanan dan sustainabilitas layanan tidak mungkin dilakukan
bila rumah sakit mengalami kerugiandengan pendapatan yang
lebih rendah daripada pengeluaran atau belanja rumah sakit.
Direktur, manajer, dan pemilik rumah sakit sangat dominan dalam
menggunakan informasi dalam laporan keuangan karena mereka
memiliki kepentingan paling besar di dalam organisasi rumah sakit.

18 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Alat dalam akuntansi keuangan akan membantu manajemen
untuk menunjukkan posisi keuangan rumah sakit dalam beberapa
bentuk sesuai fungsinya, yaitu; (1) Neraca, (2) Laporan operasional
(not-for-profit) atau laporan laba-rugi (profit), (3) Laporan arus kas,
(4) Laporan perubahan modal, (5) Catatan atas laporan keuangan
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Terdapat dua prinsip dalam penghitungan aset, yaitu historical


cost principle dan fair value principle. Historical cost menyatakan
nilai aset sebagai nilai hasil pembelian, sedangkan fair value
menyatakan nilai aset sebagai nilai saat ini (Weygandt, et.al., 2015).
Pencatatan akuntasi juga perlu memenuhi nilai-nilai tertentu, yaitu
adanya entitas dan nilai moneter. Nilai entitas berarti pencatatan
aktivitas ekonomi hanya dilakukan oleh entitas organisasi dengan
tidak mencampuradukkannya dengan aktivitas pemilik atau
pengguna lainnya. Selain itu, nilai moneter adalah pencatatan
aktivitas akuntansi yang hanya melibatkan pencatatan yang bernilai
moneter (Weygandt, et.al., 2015).

Gambar 2.2. Siklus


Akuntansi Secara
Umum

Diolah dari Weygandt, J.


J., Kieso, D. E. and Kimmel,
P. D. (2015). Principles of
Financial Accounting.

Gambar 2.2. merupakan urutan siklus pencatatan yang umum


terjadi di suatu organisasi, termasuk pada unit layanan kesehatan
dan rumah sakit. Setiap pencatatan akuntasi akan terjadi apabila
telah terjadi transaksi ekonomi yang melibatkan nilai suatu mata
uang atau barang. Pencatatan selanjutnya akan direkam di jurnal,
lalu masuk ke buku besar, neraca, jurnal penyesuaian, neraca saldo
setelah penyesuaian, jurnal penutup dan laporan keuangan.

2.2.2. Identifikasi Transaksi

Transaksi adalah peristiwa ekonomi yang terjadi dengan melibatkan


pertukaran atas nilai mata uang atau barang. Transaksi dapat terjadi
di dalam dan dari luar organisasi. Contoh transaksi yang terjadi di
dalam organisasi adalah penggunaan perlengkapan, seperti jarum
suntik, kertas, dan tinta, yang menyebabkan berkurangnya jumlah
perlengkapan tersebut dan depresiasi dari nilai suatu aset karena
penggunaan yang melewati tahun akuntansi. Peristiwa ini harus
direkam karena telah mengubah nilai dari suatu aset. Selanjutnya
transaksi yang umum terjadi adalah transaksi dari pihak eksternal,
misalnya pembelian tempat tidur dan bahan makanan.

PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N 19


2.2.3. Jurnal Umum

Jurnal merupakan hasil pecatatan transaksi secara kronologis.


Jurnal akan menunjukkan dampak debit dan kredit dalam akun
tertentu. Jurnal yang biasa digunakan dalam organisasi adalah
jurnal umum (general journal). Umumnya jurnal umum akan berisi
kolom tanggal, akun dan penjelasan, referensi, dan dua kolom
jumlah yang terdiri atas debit dan kredit. Jurnal umum memiliki
manfaat dalam mencegah terjadinya kekeliruan dalam pencatatan
karena kelengkapan rekaman sesuai kronologis.

Berikut ini adalah contoh dari format jurnal umum dengan transaksi
pendapatan masuk dari perawatan pasien sebesar Rp112.700.000.
Namun, karena pihak pasien menggunakan jasa asuransi kesehatan
dalam perawatannya, piutang pendapatan bertambah dengan
jumlah yang sama.

Tabel 2.1 Format Jurnal Umum J1


Jurnal Umum
Tanggal Akun dan Penjelasan Ref. Debit Kredit
03-Mar Kas 101 112.700.000
Perawatan pasien 401 112.700.000
Sumber: Penulis 15-Mar Persediaan barang farmasi 102 15.000.000
Kas 101 15.000.000
27-Mar Beban gaji 501 56.000.000
Kas 101 56.000.000

Jurnal umum (Lihat Tabel 1.1.) memperlihatkan bahwa pada 3 Maret


2016 terdapat kas masuk sebesar Rp112.700.000 dari pembayaran
atas balas jasa perawatan pasien dengan mencatatkan perawatan
pasien sebagai pendapatan pada kredit. Selanjutnya, pada tanggal
15 Maret 2016 kas sejumlah Rp15.000.000 keluar untuk pembelian
persediaan barang farmasi. Oleh karena itu, persediaan barang
farmasi dicatat pada akun debit serta kas pada akun kredit. Transaksi
terakhir pada bulan ini terjadi pada 27 Maret 2016, untuk kas sebesar
Rp56.000.000 dikeluarkan untuk pembayaran gaji pegawai.

2.2.4. Jurnal Khusus

Selain jurnal umum, terdapat pula jurnal khusus yang biasanya


digunakan oleh organisasi yang berorientasi pada perdagangan.
Ada empat jenis jurnal khusus, yaitu jurnal pembelian, jurnal
penjualan, jurnal penerimaan kas, dan jurnal pengeluaran kas.
Format jurnal khusus memiliki sedikit perbedaan dengan jurnal
umum dengan menuliskan spesifikasi akun pada kolom debit dan
kredit. Contoh dari transaksi ini adalah pembayaran tunai dari pihak
asuransi terhadap perawatan pasien pada tanggal 3 Maret 2020
sebesar Rp112.700.000.

20 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Tabel 2.2. Format Jurnal Penerimaan Kas

Jurnal Penerimaan Kas

Potongan Piutang Penjualan Serba


No. Kas
Tanggal Keterangan Ref. Penjualan Jasa Jasa Serbi
Bukti (D)
(D) (K) (K) (K)
Piutang
03-Mar J1 112.700.000
pendapatan
Perawatan
J1 112.700.000
pasien
Sumber: Penulis

Jurnal penerimaan kas pada Tabel 2.2. memperlihatkan bahwa


terdapat dua kolom untuk akun debit, yaitu kas dan potongan
penjualan, dan tiga kolom untuk akun kredit, yaitu piutang jasa,
penjualan jasa, dan serba-serbi. Pada kasus ini rumah sakit A yang
sebelumnya memiliki piutang jasa berupa perawatan pasien pada
bulan sebelumnya, mendapatkan kas atas balas jasa perawatan
sebesar Rp112.700.000 pada akun kas dan piutang jasa bulan
sebelumnya berkurang pada akun kredit.

2.2.5. Buku Besar

Buku besar berisi informasi dari total seluruh grup akun yang ada
di dalam organisasi, yaitu ringkasan dari akun aset, kewajiban, dan
modal. Setiap akun yang ada di dalamnya akan diberikan penomoran
sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh organisasi tersebut.
Contohnya adalah akun kas yang akan menujukkan informasi dari
total kas di organisasi. Tabel 2.3 adalah contoh dari format buku besar
dengan tiga kolom untuk akun kas dengan kode referensi akun 101.

Kas 101 Tabel 2.3. Format


Akun dan Buku Besar
Tanggal Ref. Debit Kredit Jumlah
Penjelasan
03-Mar J1 112.700.000 112.700.000
15-Mar J1 15.000.000 97.700.000 Sumber: Penulis
27-Mar J1 56.000.000 41.700.000

Persediaan Barang Farmasi 102


Akun dan Kredit
Tanggal Ref. Debit Jumlah
Penjelasan
15-Mar J1 15.000.000 15.000.000

Perawatan Pasien 401


Akun dan Kredit
Tanggal Ref. Debit Jumlah
Penjelasan
15-Mar J1 112.700.000 112.700.000

Beban Gaji 501

Akun dan Kredit


Tanggal Ref. Debit Jumlah
Penjelasan
15-Mar J1 56.000.000 56.000.000

PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N 21


Contoh buku besar (Tabel 2.3) dicatat berdasarkan jurnal umum
rumah sakit A pada Maret 2016. Terdapat empat grup akun yang
dicatat pada bulan tersebut, yaitu kas, persediaan barang farmasi,
perawatan pasien, dan beban gaji. Fungsi dari setiap grup adalah
untuk melihat nominal akhir dari setiap akun pada akhir periode.
Contohnya akun kas memiliki jumlah akhir sebesar Rp41.700.000
pada akhir Maret 2016. Setiap grup akun harus dapat merekam
semua catatan akuntansi rumah sakit berdasarkan transaksi yang
terjadi. Informasi berupa saldo akhir dari setiap akun selanjutnya
akan ditransfer ke format neraca.

2.2.6. Neraca Saldo

Neraca saldo berisi daftar akun yang ada di organisasi beserta


jumlahnya pada akhir periode akuntansi. Neraca saldo akan secara
matematis membuktikan bahwa akun debit dan kredit suatu
organisasi seimbang pada akhir pencatatan. Hasil pencatatan pada
jurnal dan buku besar dapat dievaluasi dengan adanya pembuktian
ini. Neraca saldo merupakan tahap yang penting sebelum memasuki
laporan keuangan. Tabel 2.4. merupakan contoh format pengisian
neraca saldo di Rumah Sakit A pada 2015 dan 2016.

URAIAN Tahun 2016 Tahun 2015

AKTIVA

ASET LANCAR

Kas dan Setara Kas 13.601.945.514,57 7.427.201.789,86


Tabel 2.4. Format
Neraca Saldo Kas di Bendahara Penerimaan 13.601.945.514,57 7.427.201.789,86
Kas di Bendahara Pengeluaran 0,00 0,00

Piutang Pendapatan 18.965.585.708,12 19.521.111.750,63

Piutang Pendapatan BLUD 18.965.585.708,12 19.521.111.750,63


Diolah dari: Pemerintah
Provinsi Jawa Timur. Piutang Pendapatan Penerimaan
(2016). Laporan Keuangan 0,00 0,00
Lain-Lain
Rumah Sakit Haji Surabaya
(Audited). Piutang Lainnya 0,00 0,00

Penyisihan Piutang -1.748.061.361,80 -1.597.257.126,41


Beban Dibayar di Muka 591.185,00 0,00
Persediaan 6.223.349.529,50 10.503.111.910,20

Aset untuk Dikonsolidasikan 0,00 0,00

JUMLAH ASET LANCAR 37.043.410.575,39 35.854.168.324,28

ASET TETAP
Tanah 59.127.500.000,00 59.127.500.000,00

Peralatan dan Mesin 250.901.544.395,00 186.590.811.873,00

Gedung dan Bangunan 136.633.700.411,00 137.253.647.983,00

22 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Jalan, Irigasi, dan Jaringan 8.171.482.207,00 7.888.173.053,00
Aset Tetap Lainnya 421.386.160,00 421.386.160,00
Konstruksi dalam Pengerjaan 333.280.000,00 0,00

Akumulasi Penyusutan - 184.871.603.050,00 - 169.317.367.426,00

JUMLAH ASET TETAP 270.717.290.123,00 221.964.151.643,00

ASET LAINNYA

Tagihan Jangka Panjang 0,00 0,00


Aset Tetap Kemitraan dengan
0,00 0,00
Pihak Ketiga
Aset Tidak Berwujud 2.781.019.536,00 2.872.491.334,00

Aset Lain-lain 328.000.002,00 0,00

JUMLAH ASET LAINNYA 3.109.019.538,00 2.872.491.334,00

JUMLAH AKTIVA 310.869.720.236,39 260.690.811.301,28

KEWAJIBAN

KEWAJIBAN JANGKA PENDEK


Utang Perhitungan Pihak Ketiga
0,00 0,00
(PFK)
Utang Bunga 0,00 0,00
Bagian Lancar Utang Jangka
0,00 0,00
Panjang
Pendapatan Diterima di Muka 609.926.767,28 583.775.252,24

Utang Belanja 7.659.593.904,00 6.246.893.608,00

Utang Jangka Pendek Lainnya 0,00 0,00


JUMLAH KEWAJIBAN JANGKA
8.269.520.671,28 6.830.668.860,24
PENDEK

JUMLAH KEWAJIBAN 8.269.520.671,28 6.830.668.860,24

EKUITAS

Ekuitas 111.672.558.859,11 169.494.900.262,04

Ekuitas 234.147.411.158,74 234.119.693.158,74

Surplus/Defisit – LO -122.474.852.299,63 - 64.624.792.896,7

Ekuitas SAL 0,00 0,00

Ekuitas untuk Dikonsolidasikan 190.927.640.706,00 84.365.242.179,00

JUMLAH EKUITAS 302.600.199.565,11 253.860.142.441,04

JUMLAH KEWAJIBAN DAN


310.869.720.236,39 260.690.811.301,28
EKUITAS DANA

PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N 23


Berdasarkan contoh neraca saldo pada Tabel 2.4, kita harus
mengidentifikasi transaksi yang terjadi berdasarkan aktiva atau
aset serta kewajiban dan ekuitas. Aset terdiri atas aset lancar,
aset tetap, dan aset lainnya. Aset lancar merupakan aset yang
dapat diuangkan atau dijual dengan cepat, yaitu kurang dari satu
tahun. Contoh aset lancar adalah kas, pendapatan, dan persedian.
Aset tetap merupakan aset yang memiliki umur pemakaian lebih
dari satu tahun dan dapat menyusut seiring berjalannya waktu.
Contohnya adalah gedung, tanah, dan penyusutan dari aset tetap.
Aset lainnya adalah aset yang bukan merupakan aset tetap dan
aset lancar.

Kewajiban Selanjutnya adalah kewajiban dan ekuitas. Kewajiban merupakan


merupakan utang dari rumah sakit yang harus dibayarkan kepada pihak
utang dari rumah lainnya, sedangkan ekuitas merupakan modal dari usaha rumah
sakit yang harus sakit. Sama seperti aset, kewajiban terbagi atas kewajiban jangka
dibayarkan pendek dan kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek
kepada pihak umumnya memiliki jangka waktu pelunasan kurang dari satu
lainnya, tahun, sedangkan kewajiban jangka panjang memiliki jangka
sedangkan waktu lebih dari satu tahun. Contoh dari kewajiban jangka pendek
ekuitas adalah pendapatan diterima di muka, yang biasanya tidak akan
merupakan membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaan jasanya.
modal dari usaha Contoh kewajiban jangka panjang adalah pinjaman dari lembaga
rumah sakit. pendanaan. Ekuitas merupakan hak dari pemilik terhadap aktiva
rumah sakit, yaitu selisih dari aktiva dan pasiva (kewajiban).
Informasi pada ekuitas akan menunjukkan perubahan modal dari
rumah sakit akibat surplus ataupun defisit keuangan.

Di sini kita juga dapat melihat bahwa secara matematis berlaku


persamaan dasar akuntansi, yaitu:

Aset = Kewajiban + Ekuitas

Di dalam neraca saldo Rumah Sakit A terlihat bahwa jumlah


aktiva serta kewajiban ditambah dengan ekuitas sebesar
Rp260.690.811.301,28 pada 2015 dan Rp310.869.720.236,39 pada 2016.

2.2.7. Jurnal Penyesuaian

Dalam pencatatan akuntansi terdapat dua basis yang biasa


diterapkan sesuai standar akuntansi, yaitu basis akrual dan
basis kas. Basis akrual menerapkan prinsip bahwa organisasi
menganggap pendapatan apabila sudah melakukan kewajiban
mereka, sedangkan basis kas menganggap pendapatan terjadi
apabila kas sudah masuk ke organisasi. Jurnal penyesuaian berisi
perbaikan dari kesalahan pencatatan yang terjadi di jurnal setelah
dibuatnya neraca. Kesalahan yang umum terjadi dalam pencatatan
karena belum ditentukannya basis pencatatan yang akan dilakukan
di organisasi.

24 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Contohnya, seorang akuntan rumah sakit mencatat pendapatan Kesalahan yang
yang diterima oleh pasien BPJS Kesehatan sebagai pendapatan umum terjadi
di posisi kredit dan kas di posisi debit. Sementara itu, rumah sakit dalam pencatatan
seharusnya belum menerima uang dari perawatan pasien tersebut karena belum
dan akan dilakukan pembayaran pada periode berikutnya. Rumah ditentukannya
sakit sebenarnya sudah melakukan kewajibannya sehingga mereka basis pencatatan
mempunyai hak untuk melakukan klaim terhadap pendapatan yang yang akan
akan berdampak terhadap meningkatnya kas rumah sakit. Namun, dilakukan di
ternyata rumah sakit tersebut menerapkan basis kas terhadap organisasi.
pencatatannya sehingga akan menyebabkan jumlah kas berlebih
yang sebenarnya belum di klaim oleh rumah sakit. Akuntan tersebut
harus memperbaiki pencatatan tersebut pada jurnal penyesuaian
dengan melakukan pembalikan terhadap akun sebelumnya dan
mencatatkan akun baru sesuai dengan kondisi sebenarnya, yaitu
dengan mencatat kewajiban dalam posisi debit dan pendapatan
dalam posisi kredit. Format dalam jurnal penyesuaiaan biasanya
akan mengikuti format jurnal umum.

2.2.8. Neraca Saldo Setelah Penyesuaian

Neraca saldo setelah penyesuaian pada dasarnya masih sama seperti


neraca saldo sebelumnya, tetapi neraca saldo ini menambahkan
informasi akun yang telah dibalik dan diperbaiki pada jurnal
penyesuaian sebelumnya.

2.2.9. Jurnal Penutup

Jurnal penutup berisi posisi akhir dari nilai setiap akun dalam
organisasi. Pada periode berikutnya akan menjadi akun dan nilai
pembuka pada jurnal umum. Akun yang akan ditutup bersifat
sementara atau hanya berlaku dalam satu periode akuntansi,
seperti pendapatan, beban, dan penarikan kas. Akun yang akan
menjadi pembuka dalam pencatatan periode berikutnya adalah
aset, kewajiban, dan modal. Format jurnal penutup masih sama
dengan jurnal umum.

2.2.10. Laporan Keuangan

Laporan keuangan berisi hasil pencatatan semua transaksi yang


telah terjadi di dalam rumah sakit secara kolektif. Laporan keuangan
biasanya akan dibuat dalam periode tertentu bergantung pada
setiap kebijakan rumah sakit. Informasi yang terkandung di dalam
laporan keuangan akan menjadi dasar bagi manajemen untuk
mengevaluasi kinerja rumah sakit dalam suatu periode dan melihat
kesinambungan organisasi.

Laporan keuangan pada rumah sakit BLU/D dan rumah sakit


swasta memiliki perbedaan jenis. Pada rumah sakit BLU/D disebut
laporan aktivitas, sedangkan pada rumah sakit swasta tetap disebut
laporan keuangan. Laporan keuangan BLU/D umumnya menjadi

PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N 25


alat ukur target pencapaian pemerintah, seperti akuntabilitas
dalam pelaksanaan pemerintahan. Sementara itu, dalam rumah
sakit swasta akan dijadikan alat ukur dalam pencapaian rumah
sakit, yaitu profit.

2.3. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) di


Indonesia

SAK adalah SAK adalah format dalam penyusunan laporan keuangan dan
format dalam menjadi standar baku dalam penyajian informasi keuangan.
penyusunan SAK berisi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan
laporan keuangan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) yang diterbitkan
dan menjadi oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia
standar baku (DSAK IAI) dan Dewan Standar Syariah Ikatan Akuntan Indonesia
dalam penyajian (DSAS IAI) (Ikatan Akuntan Indonesia, 2019).
informasi
keuangan. Standar akuntansi di Indonesia mengacu pada standar akuntansi
global, yaitu International Financial Reporting Standards (IFRS).
SAK ini berlaku efektif pada 2014. Ada lima standar akuntansi
yang berkembang di Indonesia, yaitu: 1. PSAK-IFRS; 2. SAK-ETAP
(Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik); 3. PSAK Syariah; 4. SAK EMKM
(Entitas Mikro Kecil dan Menengah) dan SAP (Standar Akuntansi
Pemerintah). SAK yang umum digunakan saat ini adalah PSAK 1
hingga PSAK 73, lalu untuk SAK syariah digunakan PSAK 100 sampai
dengan PSAK 106.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 Tahun 2019 Tentang


Pedoman Akuntansi dan Penyusunan Laporan Keuangan di
Lingkungan Kementerian Kesehatan, satuan kerja dan/atau BLU di
bawah Kementerian Kesehatan mengacu pada peraturan tersebut
dalam pembuatan laporan keuangan yang meliputi laporan realisasi
anggaran, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, neraca,
dan dilengkapi dengan catatan atas laporan keuangan (Kemenkes
Republik Indonesia, 2019).

2.4. Akuntansi Manajemen

Manajemen mengacu pada kemampuan untuk merencanakan,


mengorganisasi, mendelegasikan, mengarahkan, dan mengontrol
aktivitas pada suatu organisasi. Sementara itu, akuntansi sendiri
seperti yang telah dibahas sebelumnya adalah sistem untuk
menghasilkan informasi organisasi dalam bentuk moneter.
Akuntansi manajemen dapat diartikan sebagai kegiatan untuk
melakukan semua aktivitas manajemen dalam rangka mencapai
tujuan organisasi melalui penyediaan informasi keuangan (Coombs,
et.al., 2005). Fungsi akuntansi manajemen di sini untuk memberikan
informasi keuangan rumah sakit yang nantinya akan berguna dalam
pengambilan keputusan (Finkler, et.al., 2006). Tujuan perencanaan
keuangan dalam suatu organisasi adalah untuk mencapai profit,
tetapi hal tersebut bukan merupakan tujuan utama rumah sakit

26 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


pemerintah (BLU). Peningkatan kualitas layanan, peningkatan
fasilitas kesehatan, dan meminimalkan tingkat kematian merupakan
tujuan utama dari rumah sakit pemerintah.

Akuntansi manajemen penyediaan informasi keuangan yang


sifatnya prospektif bertujuan untuk meningkatkan kualitas
kebijakan dalam organisasi (Finkler, et.al., 2006). Fungsi akuntansi
manajemen dan akuntansi keuangan tentunya akan saling
berhubungan dengan hasil dari pencatatan akuntansi yang akan
dianalisis dan direkomendasikan oleh manajer keuangan. Akuntansi
manajerial akan berfokus dalam menyediakan informasi akuntansi
untuk pengguna internal tentang bagaimana prospek dari suatu
organisasi ke depannya (Nowicki, 2011).

Salah satu bagian penting pada akuntansi manajemen adalah


Salah satu
bagaimana kemampuan seorang manajer dalam melakukan
bagian penting
perencanaan dan pengambilan keputusan untuk suatu organisasi.
pada akuntansi
Aktivitas tersebut kerap bersinggungan dengan seberapa besar
manajemen
biaya yang harus dikeluarkan dalam melaksanakan aktivitas
adalah
organisasi. Salah satu cabang ilmu dalam akuntansi manajemen
bagaimana
adalah akuntansi biaya. Akuntansi biaya menyajikan informasi dari
kemampuan
komposisi biaya dari suatu unit layanan beserta komponennya.
seorang manajer
Lebih luas lagi akuntansi biaya membuat seorang manajer
dalam melakukan
dapat mengembangkan informasi dan melakukan pengambilan
perencanaan dan
keputusan (Finkler, et.al., 2007 & Coombs, et.al., 2005). Akuntansi biaya
pengambilan
menjembatani luaran dari akuntansi keuangan dan manajemen
keputusan untuk
dalam pengambilan keputusan. Akuntansi biaya sering disamakan
suatu organisasi.
dengan akuntansi manajemen. Namun, sebenarnya akuntansi
manajemen merupakan bagian dari akuntansi biaya. Seperti yang
telah disebutkan sebelumnya akuntansi biaya meliputi fungsi
manajemen dalam suatu organisasi.

2.5. Biaya and Harga

Di dalam suatu analisis manajerial biaya dan harga dapat


memberikan informasi bagi manajemen dalam rangka
pengambilan keputusan. Biaya adalah suatu nilai yang dibayarkan
untuk mendapatkan suatu manfaat dari barang atau jasa (Finkler,
et.al., 1999). Biaya berbeda dengan beban, beban merupakan biaya
yang kedaluwarsa, sedangkan biaya yang tidak kedaluwarsa dapat
kita katakan sebagai aset (Hansen, et.al. 2009).

Dalam suatu perencanaan untuk pelayanan kesehatan di rumah


sakit atau klinik, bisa dipastikan analisis biaya akan masuk di
dalamnya. Biaya biasanya dapat dihitung dalam satuan total
dan unit. Biaya total atau full cost merupakan seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk menjalankan suatu program atau intervensi.

Biaya satuan atau unit cost merupakan biaya yang telah dibagi
dengan satuan produk yang dihasilkan dalam hal ini untuk pelayanan

PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N 27


kesehatan. Hal tersebut dapat berupa pengguna atau frekuensi.
Contohnya adalah biaya per pasien atau biaya per kunjungan. Biaya
total memiliki tiga keutamaan dasar, yaitu dapat digunakan untuk
pembentukan harga, penghitungan laba, dan analisis pembanding
antar-program atau intervensi yang akan diambil (Young, D. W., 2008).

Secara umum Akuntansi biaya mengukur biaya yang dikenakan atau objek biaya.
semakin spesifik Objek biaya sendiri dapat berupa produk, pelanggan, departemen,
objek biaya, akan program, dan sebagainya. Secara umum semakin spesifik objek
semakin rumit biaya, akan semakin rumit metode yang harus digunakan.
metode yang Contohnya sebagai berikut, suatu rumah sakit menetapkan
harus digunakan. objek biayanya, yaitu biaya per hari untuk semua layanan yang
ada, termasuk prosedur operasi, tes laboratorium, uji radiologi,
kefarmasian, dan sebagainya. Untuk rumah sakit, menghitung
biaya ini cukup mudah, yaitu membagi total biaya dengan total hari
yang ada. Namun, saat ini yang terjadi adalah kita perlu mengetahui
berapa biaya pada masa perawatan sehingga kita perlu mengetahui
sumber daya apa saja yang digunakan dan dalam jangka waktu
berapa lama pasien tersebut mendapatkan perawatan. Contohnya
pada program Antiretroviral Treatment (ART), untuk menghitung
total biaya dari objek biaya, kita perlu menambahkan objek biaya
seperti tes laboratorium, obat, dan pemeriksaan.

Berdasarkan biaya yang dikeluarkan, biaya dapat dibagi menjadi


biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung terjadi di
dalam unit yang menjalankan atau biaya yang digunakan langsung
untuk memproduksi barang atau layanan. Biaya tidak langsung
dikeluarkan oleh unit atau kelompok lain untuk suatu program di
dalam unit layanan lainnya. Biaya tidak langsung biasanya juga
mengacu pada biaya overhead (Finkler, et.al., (1999).

2.6. Perilaku Biaya dan Perencanaan Laba

Perilaku biaya mengacu bagaimana biaya merespons luaran atau


volume produksi. Dalam hal ini, biaya juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan luaran yang dihasilkan, yaitu biaya tetap, biaya variabel,
dan biaya semivariabel. Biaya tetap merupakan biaya yang akan
tetap terjadi berapa pun luaran yang akan dihasilkan. Contohnya
adalah biaya peralatan yang digunakan dan biaya gedung.

Biaya variabel bergantung pada jumlah luaran yang akan dihasilkan.


Semakin tinggi ekspektasi luaran, akan semakin tinggi pula biaya
variabel yang dikeluarkan. Contoh dari biaya variabel adalah biaya
gaji dan biaya barang habis pakai. Biaya semivariabel adalah
biaya yang pasti dikeluarkan dalam jumlah tertentu, tetapi dapat
meningkat seiring dengan meningkatnya produksi. Contohnya
adalah biaya utilitas, seperti listrik dan air.

Perencanaan diperlukan untuk mencapai target tertentu suatu


unit layanan atau rumah sakit. Rumah sakit swasta memiliki

28 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


tujuan untuk meraih laba, sedangkan rumah sakit BLU berusaha Perencanaan
mencapai target layanan tertentu. Salah satu teknik dalam analisis diperlukan untuk
biaya adalah analisis break even point yang dapat digunakan untuk mencapai target
menentukan volume yang diperlukan untuk mencapai laba, harga tertentu suatu
yang perlu ditetapkan di layanan, dan biaya yang harus dikeluarkan. unit layanan atau
Konsep dasar dalam analisis ini adalah pada persamaan berikut. rumah sakit.

Laba = Total pendapatan – Total biaya

Total pendapatan merupakan hasil dari harga (p) dikalikan dengan


jumlah volume luaran (x), atau dapat dituliskan sebagai berikut.

Total pendapatan = px

Total biaya merupakan jumlah dari biaya tetap (a) dan biaya variabel.
Biaya variabel bergantung dengan jumlah volume luaran yang
dihasilkan sehingga dapat dituliskan dengan (bx). Persamaan biaya
dapat dituliskan sebagai berikut.

Total biaya = a + bx

Persamaan akhir dapat kita tuliskan sebagai berikut.

Laba = px – (a + bx)

Dari persamaan ini kita sudah dapat menentukan berapa besaran


harga, biaya, dan luaran yang harus dihasilkan untuk mendapatkan
laba.

2.7. Pengalokasian Biaya

Dalam mengalokasikan biaya, ada beberapa metode yang dapat


dilakukan, seperti metode konvensional yang terdiri dari Metode
Langsung, Step-down, dan Reciprocal. Penjelasan lebih lanjut dari
ketiga metode tersebut akan dijabarkan pada Bab 4.

2.8. Pembentukan Harga

Strategi pembentukan harga atau pricing merupakan tindakan yang


berjalan beriringan dengan pengalokasian biaya. Hal ini dilakukan
untuk meraih tujuan dari unit layanan atau rumah sakit, yaitu laba
atau target tertentu untuk rumah sakit BLU. Ada beberapa strategi
dalam pembentukan harga, yaitu:
1. Cost-Based Pricing adalah penetapan harga berdasarkan biaya
yang dikeluarkan ditambah dengan markup. Markup merupakan
beban biaya dibagi dengan harga pokok produksi.
2. Target costing-pricing adalah strategi pembentukan biaya
berdasarkan harga yang ingin dibayar oleh konsumen atau
pasien (Willing-to-Pay). Untuk mendapatkan harga tersebut

PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N 29


biasanya unit layanan dan rumah sakit harus melakukan survei
terlebih dahulu.
3. Penetration pricing adalah pemberian harga yang serendah
mungkin sehingga mendekati harga produksi.
4. Price skimming adalah penetapan harga yang lebih tinggi pada
saat produk pertama kali diperkenalkan.

2.9. Penilaian Kinerja Manajemen Keuangan

Dalam menilai kinerja manajemen, khususnya keuangan, analisis dari


laporan keuangan menjadi indikator utama. Setidaknya penilaian
bisa dilakukan dengan mengacu pada empat indikator yang dapat
dilihat pada Gambar 2.3, yaitu Neraca, Laporan operasional/laporan
laba-rugi, Laporan arus kas, dan Laporan perubahan modal.

Gambar 2.3.
Indikator dalam
Evaluasi Kinerja
Keuangan

Diolah dari:
Nowicki, M. (2011).
Introduction to
the Financial
Management
of Healthcare
Organizations.
Chicago,
Illinois: Health
Administration
Press.

2.9.1. Neraca

Neraca menunjukkan posisi keuangan perusahan pada suatu


periode akuntansi, umumnya neraca akan keluar pada akhir
periode. Neraca akan menyajikan nilai dari aset, kewajiban, dan
struktur modal dari suatu organisasi. Neraca dapat dituliskan dalam
persamaan akuntansi:

Aset = Kewajiban + Modal

30 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Contoh dari neraca terdapat di Tabel 2.4, yaitu neraca saldo Rumah
Sakit A pada 2015 dan 2016. Neraca tersebut memperlihatkan bahwa
secara total transaksi yang terjadi meningkat dari 2015. Jumlah
kas pada 2016 lebih banyak dari tahun sebelumnya, serta jumlah
piutang yang menurun menunjukkan perbaikan likuiditas rumah
sakit. Selain itu, jumlah aset rumah sakit juga meningkat dengan
pertambahan nilai peralatan. Walaupun terjadi peningkatan jumlah
aset, defisit dari pendapatan rumah sakit semakin bertambah dari
yang sebelumnya 64,6 Miliar Rupiah menjadi 122 Miliar Rupiah.

2.9.2. Laporan Aktivitas

Laporan aktivitas (operasional) atau laporan laba-rugi untuk


organisasi profit menyajikan pendapatan bersih, beban, dan
kelebihan pendapatan dibanding beban (atau pendapatan
sebelum pajak untuk rumah sakit BLU) dari suatu organisasi.
Hubungan antara laporan aktivitas dan neraca dapat dijabarkan
dalam persamaan akuntansi sebagai berikut:

Aset = Kewajiban + Aset Bersih + (Pendapatan bersih – Beban)

Hasil akhir dari laporan aktivitas, baik laba maupun rugi, akan
dibalik pada akhir periode menjadi aset bersih tidak dibatasi pada
neraca untuk periode berikutnya. Berikut ini merupakan contoh
dari laporan aktivitas dari Rumah Sakit A sebagai berikut.

Sebagai rumah sakit BLU, rumah sakit A akan mengeluarkan laporan Laporan
aktivitas yang menunjukkan besaran pendapatan dan biaya yang aktivitas dapat
dikeluarkan oleh lembaga non-profit atau BLU. Laporan aktivitas menunjukkan
dapat menunjukkan performa rumah sakit dengan melakukan performa rumah
perbandingan langsung antara pendapatan dan biaya operasional. sakit dengan
Dari hasil laporan aktivitas rumah sakit A pada 2016, terjadi defisit melakukan
operasional sebesar 57,8 Miliar Rupiah. Namun, kinerja terlihat lebih perbandingan
baik dari 2015 dengan adanya penurunan defisit sebesar 6,7 Miliar langsung antara
Rupiah. pendapatan dan
biaya operasional.

PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N 31


Tabel 2.5. Ilustrasi
Laporan Aktivitas
Rumah Sakit A
pada 2015 dan 2016

Pemerintah Provinsi Jawa


Timur. (2016). Laporan
Keuangan Rumah Sakit
Haji Surabaya (Audited)

2.9.3. Laporan Arus Kas

Laporan arus kas menunjukkan aliran keuangan dari suatu


organisasi. Jumlah saldo kas masuk dan sumbernya. Lalu ke mana
kas yang dialokasikan tersebut dicatat pada laporan ini. Berikut ini
merupakan contoh dari penyusunan laporan arus kas Rumah Sakit
A.

Seperti yang tercatat pada laporan arus kas rumah sakit A pada
Tabel 2.7, terdapat empat arus kas yang terjadi, yaitu arus kas dari
aktivitas operasi, arus kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan,
arus kas dari aktivitas pendanaan, dan arus kas dari aktivitas
nonanggaran. Secara umum, terjadi kenaikan kas pada periode
pelaporan pada 2016 sebesar 6,4 Miliar Rupiah. Dengan demikian,
pada akhir periode 2016 terdapat kas sebesar 13,6 Miliar Rupiah yang
juga dapat digunakan pada awal periode 2017.

32 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Tabel 2.6. Ilustrasi
Laporan Arus Kas
Rumah Sakit XY
pada 2015 dan 2016

Pemerintah Provinsi Jawa


Timur. (2016). Laporan
Keuangan Rumah Sakit
Haji Surabaya (Audited)

2.9.4. Laporan Perubahan Modal

Laporan perubahan modal biasanya akan berjalan beriringan


dengan laporan aktivitas karena laporan perubahan modal hanya
mengubah jumlah modal pada awal periode dengan menambahkan
hasil dari laporan aktivitas, baik laba maupun rugi. Hasil dari laporan
perubahan modal terjadi dengan adanya perubahan aset bersih.

Tabel 2.7.
Ilustrasi Laporan
Perubahan Modal
Rumah Sakit A
pada 2015 dan 2016

Pemerintah Provinsi Jawa


Timur. (2016). Laporan
Keuangan Rumah Sakit
Haji Surabaya (Audited)

PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N 33


Laporan perubahan modal khusus membahas perubahan modal
pada rumah sakit. Seperti yang telah dilaporkan bahwa Rumah Sakit
A mengalami defisit operasional sebesar 57,8 Miliar Rupiah. Namun
dengan adanya ekuitas yang dikonsolidasikan dan penyesuaian
ekuitas, Rumah Sakit A mengalami penambahan ekuitas untuk
periode berikutnya menjadi 302,6 Miliar Rupiah.

2.10. Pengambilan Keputusan Manajerial

Analisis keuangan dapat dilakukan di berbagai level di organisasi,


seperti departemen, divisi atau organisasi secara keseluruhan.
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengulas laporan
keuangan organisasi termasuk neraca, laporan aktivitas, laporan
perubahan modal, dan laporan arus kas. Sebelum masuk ke analisis
tentunya laporan keuangan harus diaudit terlebih dahulu untuk
memastikan keakurasian dan akuntabilitas organisasi.

Ada tiga cara analisis dalam laporan keuangan, yaitu analisis


horizontal, analisis vertikal, dan analisis rasio. Analisis horizontal
dilakukan dengan mengevaluasi tren keuangan organisasi dengan
berfokus pada perubahan per sentase antarwaktu. Analisis vertikal
melakukan evaluasi secara internal dengan membandingkan
persentase antarakun atau barang relatif dengan total pengeluaran.
Lalu analisis rasio yang paling umum digunakan, yaitu mengevaluasi
aktivitas organisasi dengan membandingkan hasil dari laporan
keuangan yang telah dibuat. Ada empat jenis analisis rasio, yaitu
likuiditas, profitabilitas, aktivitas, dan struktur modal. Analisis ini
akan dibahas lebih dalam pada Bab 3.

Pengguna Laporan keuangan nantinya akan digunakan oleh pengguna


eksternal eksternal dan pengguna internal. Pengguna eksternal merupakan
merupakan pihak dari luar manajemen yang memiliki kepentingan terhadap
pihak dari luar organisasi, misalnya investor, penyandang dana, dan pemerintah.
manajemen Pengguna internal merupakan pihak yang berada dalam
yang memiliki manajemen organisasi, misalnya pemilik, manajer, atau staf.
kepentingan Pengguna eksternal biasanya akan memberikan keputusan yang
terhadap berhubungan dan memengaruhi struktur modal organisasi,
organisasi, sedangkan pengguna internal akan memberikan keputusan yang
misalnya investor, berkaitan dengan arah kebijakan organisasi dan strategi bisnis.
penyandang
dana, dan
pemerintah.
2.11. Simpulan

Setelah mempelajari proses dan siklus akuntansi di dalam rumah


sakit dapat kita simpulkan beberapa poin berikut.
1. Peran akuntansi semakin penting dalam pengelolaan keuangan
layanan kesehatan. Hal ini dimanifestasikan dalam pengambilan
keputusan manajerial di rumah sakit yang bergantung pada
laporan keuangan yang dimiliki oleh rumah sakit tersebut.

34 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


2. Aspek akuntansi keuangan akuntansi manajemen dan akuntansi
biaya harus diperhatikan dalam pengelolaan layanan kesehatan.
Hal ini diperlukan sebagai aspek pendukung dalam menciptakan
suatu organisasi atau rumah sakit yang berkelanjutan serta
menjadi landasan dalam pengambilan keputusan rumah sakit.

Daftar Pustaka

Coombs, H., Hobbs, D. & Jenkins, E. (2005). Management


Accounting: Principles and Applications, Management
Accounting: Principles and Applications. DOI:
10.4135/9781446219232.

Drummond, M. F. et al. (2005). Methods for the Economic


Evaluation of Health Care Programmes, Oxford:
Oxford University Press, 3(January), p. 379. doi: 10.1016/j.
profoo.2016.06.003.

Finkler, S. A. et al. (1999). Financial Management for Public,


Health and Not-for-Profit Organizations. Fifth. doi: 10.1017/
CBO9781107415324.004.

Finkler, S. A., Ward, D. M. and Baker, J. J. (2007). Essentials of Cost


Accounting for Health Care Organizations, 3rd Edition.
Massachusetts: Jones & Bartlett Learning.

Finkler, S. A., Ward, D. M. and Calabrese, T. D. (2006). Accounting


Fundamentals for Health Care Management.
Massachusetts: Jones & Bartlett Learning.

Gapenski, L. C. (1999). Healthcare Finance: An Intorduction to


Accounting and Financial Management, 3rd Ed. Chicago:
Health Administration Press.

Hansen, D. R., Mowen, M. M. and Guan, L. (2009) Cost Management:


Accounting and Control, Rob Dewey. doi: 10.1016/S1433-
1128(04)80029-9.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2020). Standar Akuntansi Keuangan.


Available at: http://iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-
keuangan/sak.

Kementerian Kesehatan RI. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 1981 Tahun 2010 Tentang
Pedoman Akuntansi Badan Layanan Umum (BLU) Rumah
Sakit.

Kementerian Kesehatan RI. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan


tentang Pedoman Akuntansi dan Penyusunan Laporan
keuangan Kementerian Kesehatan.

PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N 35


Nowicki, M. (2011). Introduction to the Financial Management
of Healthcare Organizations. Chicago, Illinois: Health
Administration Press.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur. (2016). Laporan Keuangan Tahun


2016 (Audited) Rumah Sakit Umum Haji Surabaya.

Weygandt, J. J., Kieso, D. E. and Kimmel, P. D. (2015). Principles of


Financial Accounting. Available at: https://www.zotero.org/
support/getting_stuff_into_your_library.

Young, D. W. (2008). Management Accounting in Health Care


Organizations. San Fransisco: Jossey-Bass.

36 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Evaluasi Kinerja
Keuangan
BAB
3 Donny Hardiawan, Puji Harto, &
Chriswardani Suryawati

3.1. Pengantar

Evaluasi kinerja keuangan memiliki pengertian dan kegunaan yang Evaluasi kinerja
sangat luas. Bagi manajer dan pemangku kepentingan di bidang keuangan
layanan kesehatan, evaluasi kinerja keuangan sering kali diterapkan juga dapat
dengan menggunakan data historis yang mencerminkan hasil digunakan untuk
keputusan manajerial pada masa lalu. Evaluasi kinerja keuangan memprediksi
juga dapat digunakan untuk memprediksi kondisi perusahaan kondisi
di masa depan. Prediksi tersebut sering kali berupa peta jalan perusahaan di
(roadmap) dari suatu bisnis layanan kesehatan (Gapenski, 2004). masa depan.
Setelah membaca bab ini diharapkan pembaca dapat memahami
tujuan pembelajaran, yaitu dari evaluasi kinerja keuangan, indikator
evaluasi kinerja keuangan, hingga teknik evaluasi kinerja keuangan

3.2. Analisis Laporan Keuangan

Evaluasi kinerja keuangan dapat dilakukan oleh semua jenis


perusahaan di berbagai sektor, termasuk sektor kesehatan. Berikut
beberapa industri utama di kesehatan.
1. Health services merupakan penyedia layanan kesehatan,
terutama untuk pengobatan (kuratif) dan pemulihan
(rehabilitatif), juga preventif dan promotif, misalnya Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), klinik 24 jam, dokter praktik,
dokter gigi praktik, bidan praktik, poliklinik dokter spesialis,

EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N 37


rumah sakit, panti jompo, dan lembaga perawatan kesehatan di
rumah (home care).
2. Health insurance mencakup badan asuransi atau jaminan
kesehatan, baik milik pemerintah maupun swasta (perusahaan
asuransi komersial).
3. Managed care adalah industri yang mencakup pemeliharaan
kesehatan dengan menggabungkan fungsi asuransi kesehatan
dengan penyedia layanan kesehatan. Dalam industri ini
pengelolaan biaya diselaraskan dengan pengelolaan layanan
kesehatan dengan prinsip kendali biaya dan kendali mutu.
Organisasi yang menggunakan prinsip-prinsip “managed care”
disebut managed care organization (MCO), sedangkan sistem
dan modelnya disebut health maintance organization (HMO).
4. Medical equipment and supplies adalah industri pembuat
peralatan medis tahan lama (durable medical equipment),
seperti berbagai peralatan untuk menunjang diagnostik
penyakit, tempat tidur pasien, dan kursi roda, serta bahan medis
habis pakai (expendable medical supplies), seperti jarum suntik,
infus, dan perban bedah sekali pakai.
5. Pharmaceuticals and biotechnology adalah industri yang
meneliti, mengembangkan, dan memproduksi obat dan barang
farmasi lainnya. Industri ini juga memasarkan obat dan produk
terapi medis lainnya dari pabrik, pedagang besar farmasi, sampai
apotek atau toko obat.
6. Other. Kategori ini mencakup beragam kumpulan bisnis, dari
perusahaan konsultan, lembaga pendidikan, hingga lembaga
penelitian pemerintah dan swasta.

Dalam praktiknya, evaluasi kinerja keuangan sering kali dilakukan


dengan tiga laporan keuangan utama (Steven, et.al., 2021), berikut.
1. Neraca mewakili persamaan, Aset = Kewajiban + Ekuitas;
2. Laporan laba rugi mewakili persamaan, Pendapatan-Beban =
Analisis laporan Pendapatan Bersih;
keuangan 3. Laporan arus kas yang melaporkan semua sumber dan
melibatkan penggunaan kas selama periode yang diwakili.
sejumlah
teknik yang Analisis laporan keuangan melibatkan sejumlah teknik yang
mengekstrak mengekstrak informasi yang terkandung dalam laporan keuangan
informasi yang untuk memfasilitasi pengambilan keputusan manajerial tentang
terkandung kondisi keuangan dan operasional perusahaan (Kristin L. et.al., 2021).
dalam laporan Sering kali hasil akhir dari analisis laporan keuangan adalah serangkaian
keuangan untuk informasi yang berisi kekuatan dan kelemahan perusahaan. Informasi
memfasilitasi ini penting sebagai dasar pengambilan kebijakan perusahaan (do-
pengambilan stay atau sustainable business) (Gapenski, 2006).
keputusan
manajerial
3.2.1. Laporan Arus Kas
tentang kondisi
keuangan dan
operasional Komponen pertama yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja
perusahaan. keuangan adalah laporan arus kas. Laporan ini berisi ringkasan dari

38 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


penerimaan dan pengeluaran kas suatu perusahaan pada suatu
periode tertentu (Joseph, 2005). Secara garis besar, laporan arus kas
dapat diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi (cash flow from
operating activities), investasi (cash flow from investing activities),
dan pendanaan (cash flow from financing activities) (Finkler,
2006; Gapenski, 2004). Bagian aset lancar di neraca organisasi
menunjukkan berapa banyak kas yang dimiliki organisasi pada
akhir setiap periode akuntansi.

Contoh yang akan digunakan adalah Laporan Arus Kas di Rumah


sakit XYZ yang ditunjukkan pada Tabel 3.1. Tabel tersebut berfokus
pada keseluruhan sumber dan penggunaan kas RS XYZ pada 2019.
Tabel tersebut juga menunjukkan arus kas yang digunakan dalam
operasi RS XYZ pada 2020, yaitu Rp. 167.940.000. Kemudian, arus kas
yang digunakan untuk kegiatan invetasi adalah Rp64.940.000, dan
untuk kegiatan pendanaan adalah Rp180.420.000.

Tabel 3.1. Laporan


Arus Kas Tahunan
Rumah Sakit XYZ
yang Berakhir pada
31 Desember 2020

Data diolah oleh penulis


dari Gapenski, Louis
C. (2004). Healthcare
Finance: An Introduction
to Accounting and
Financial Management,
3rd Ed. Chicago: Health
Administration Press.

EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N 39


3.2.2. Neraca Keuangan (Balance Sheet)

Komponen kedua yang diperlukan untuk melakukan evaluasi


kinerja keuangan adalah neraca saldo atau neraca keuangan.
Secara garis besar, neraca keuangan terdiri dari tiga bagian, yaitu
aktiva/aset/harta, liabilitas atau utang, dan ekuitas atau modal
(equity) (Steven, et.al 2006; Gapenski, 2004). Sama seperti pada
laporan arus kas, neraca keuangan yang akan digunakan sebagai
contoh adalah neraca keuangan Rumah Sakit XYZ pada 2019 dan
2020 yang ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Neraca


Keuangan Rumah
Sakit XYZ

31 Desember 2019
dan 2020

Data diolah oleh penulis


dari Gapenski, Louis
C. (2004). Healthcare
Finance: An Introduction
to Accounting and
Financial Management,
3rd Ed. Chicago: Health
Administration Press.

3.2.3. Laporan Laba Rugi

Komponen lainnya yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja


keuangan adalah laporan laba rugi (statements of operations
atau income statements). Laporan ini berisi tentang pendapatan

40 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


dan beban perusahaan pada akhir periode akuntansi serta
selisih laba rugi (net income) (Steven, et.al, 2006; Gapenski, 2004).
Pendapatan yang dimaksud di sini adalah penghasilan perusahaan
yang diperoleh pada suatu periode tertentu, sedangkan beban
merupakan pengorbanan ekonomis yang dikeluarkan oleh
perusahaan pada suatu periode tertentu. Lihat Tabel 3.3. Contoh
Laporan Laba Rugi Rumah Sakit XYZ Periode 2019 dan 2020.

Tabel 3.3. Laporan


Laba Rugi Rumah
Sakit XYZ Periode
31 Desember 2019
and 2020

Data diolah oleh penulis


dari Gapenski, Louis
C. (2004). Healthcare
Finance: An Introduction
to Accounting and
Financial Management,
3rd Ed. Chicago: Health
Administration Press.

3.3. Analisis Laporan Keuangan

Meskipun neraca dan laporan laba rugi perusahaan berisi banyak


informasi keuangan, manajer sering kali sulit untuk membuat
penilaian tentang kinerja keuangan. Oleh karena itu, manajer tidak
boleh hanya mengandalkan data laporan keuangan. Masalah yang
mungkin muncul dalam menganalisis laporan keuangan, misalnya
perusahaan A memiliki Rp5.248.760 utang jangka panjang (long-
term debt) dan Beban Bunga (Interest Charges) sebesar Rp419.900,
sedangkan perusahaan B memiliki Rp52.647.980 dan Rp3.948.600
secara berurutan. Hal ini menunjukkan bahwa seakan-akan
perusahaan B memiliki beban yang jauh lebih besar dibandingkan
perusahaan A. Kenyataannya bisa saja tidak demikian.

EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N 41


Dalam kasus Untuk membandingkan beban yang sebenarnya, manajer
pembayaran memerlukan pembanding tambahan. Hal ini akan berguna untuk
utang dan dapat melihat berapa kemampuan untuk membayar bunga dan
bunga, analisis pokok untuk setiap perusahaan terlepas dari besaran nilai aslinya.
rasio juga dapat Manajer dapat menggunakan analisis rasio untuk membandingkan
digunakan untuk kedua kondisi tersebut untuk menafsirkan kondisi keuangan
menghubungkan perusahaan secara signifikan. Dalam kasus pembayaran utang dan
utang dengan bunga, analisis rasio juga dapat digunakan untuk menghubungkan
asetnya dan utang dengan asetnya dan pendapatan yang tersedia untuk
pendapatan yang membayar bunga tersebut. Pada bagian selanjutnya akan dibahas
tersedia untuk beberapa analisis rasio yang perlu dipahami oleh para manajer dan
membayar bunga pemangku kepentingan layanan kesehatan.
tersebut.
3.3.1. Rentabilitas atau Rasio Profitabilitas

Profitabilitas adalah hasil bersih dari sejumlah besar kebijakan


dan keputusan manajerial sehingga rasio profitabilitas menjadi
salah satu ukuran kinerja keuangan agregat suatu bisnis. Terdapat
beberapa rasio yang sering kali digunakan untuk menunjukkan
profitabilitas, di antaranya Total Margin, Return on Assets (ROA),
dan Return on Equity (ROE).

3.3.1.1. Total Margin

Total margin atau total profit margin didefinisikan sebagai


pendapatan bersih (total income) dibagi dengan pendapatan total
(total revenues).

Total Margin mengukur kemampuan organisasi untuk mengontrol


biaya. Dengan semua hal lain yang sama, semakin tinggi total
margin berarti semakin rendah biaya relatif terhadap pendapatan.
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa total margin
untuk Rumah Sakit XYZ adalah sebesar 7,3%. Hal ini menunjukkan
bahwa rumah sakit menghasilkan pendapatan sebesar 7,3% dari
pendapatan total. Pertanyaannya adalah apakah angka tersebut
berarti baik atau tidak baik? Untuk dapat menjawabnya, menajer
dan pemegang kebijakan di rumah sakit perlu membandingkan
indikator serupa dengan rumah sakit lain atau perusahaan sejenis.
Contohnya rata-rata total margin industri sejenis adalah 5,0 persen,
maka total margin Rumah Sakit XYZ berada di atas rata-rata industri.
Hal ini menunjukkan pengendalian biaya yang relatif sudah baik.

Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa baik hal tersebut? Untuk


menjawab masalah ini manajer dapat melihat kuartil dari rumah
sakit lain atau perusahaan sejenis. Contohnya, total margin untuk
perusahaan sejenis yang berada pada 25 kuartil tertinggi adalah

42 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


sebesar 8,4%. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun lebih baik
dibandingkan rata-rata rumah sakit, total margin RS XYZ masih
berada di bawah atau tidak sebaik 25% rumah sakit teratas.

3.3.1.2. Return on Asset (ROA)

Konsep pengembalian (return) yang dapat diperoleh rumah sakit


atas asetnya mungkin merupakan salah satu kunci dalam menilai
kelayakan finansialnya. ROA merupakan rasio dari pendapatan
bersih terhadap total aset. Perhitungan ROA dapat ditunjukkan
seperti berikut:

ROA dari Rumah Sakit XYZ adalah sebesar 5,7%. Hal ini berarti aset RS
XYZ akan menghasilkan laba sebesar 5,7%. Contohnya adalah ROA
dari industri yang sama pada periode yang sama adalah sebesar
4,8%. ROA RS XYZ bernilai lebih tinggi daripada rata-rata industri.
ROA dapat digunakan oleh pada manajer untuk dapat mengetahui
seberapa produktif aset digunakan.

Semakin tinggi ROA suatu perusahaan berarti semakin besar


pendapatan bersih yang diinvestasikan oleh perusahaan
tersebut dalam aset atau semakin produktif aset tersebut. ROA
mengukur kemampuan bisnis untuk mengontrol biaya, seperti
yang ditunjukkan oleh margin total, dan kemampuannya untuk
menggunakan asetnya untuk menghasilkan pendapatan.

3.3.1.3. Return on Equity (ROE)

ROE adalah penentu utama kelayakan finansial perusahaan. Perusahaan


Perusahaan yang dapat menumbuhkan ekuitas dengan yang dapat
pendapatannya akan dapat membiayai akuisisi aset masa depan menumbuhkan
perusahaan. Lebih banyak nilai ekuitas di neraca berarti lebih ekuitas dengan
banyak kapasitas utang. Hal ini menunjukkan bahwa perusahan pendapatannya
dengan tingkat ekuitas yang relatif tinggi berada dalam posisi yang akan dapat
lebih kuat untuk mendekati pasar utang dengan baik. membiayai
akuisisi aset
ROE dapat digunakan sebagai ukuran kinerja keuangan utama masa depan
karena hubungannya dengan peningkatan nilai unit bisnis. ROE perusahaan.
merupakan rasio dari pendapatan bersih terhadap total ekuitas
atau net asset. Perhitungan ROE ditunjukkan seperti berikut.

EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N 43


Nilai ROE dari Rumah Sakit XYZ adalah sebesar 8%. Hal ini
menunjukkan bahwa Rumah Sakit XYZ mampu menghasilkan
pendapatan 8% dari investasi ekuitas. Jika misalnya nilai rata-rata
ROE untuk industri serupa pada periode yang sama adalah sebesar
8,4%, RS XYZ berada di bawah rata-rata Industri. ROE sangat berarti
bagi investor. ROE dapat digunakan oleh investor untuk melihat
seberapa baik manajer menggunakan modal yang disediakan
investor. Rumah sakit XYZ memiliki nilai total margin dan ROA pada
2020 yang berada di atas rata-rata industri, tetapi nilai ROE Rumah
Sakit XYZ pada tahun tersebut berada di bawah rata-rata industri.
Ketidakkonsistenan ini mungkin disebabkan oleh penggunaan
pembiayaan utang rumah sakit yang relatif rendah.

3.3.2. Rasio Likuiditas

Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi


kewajiban jangka pendeknya. Selain itu, likuiditas dapat
menunjukkan ketersediaan kas perusahaan. Likuiditas perusahaan
juga dapat digunakan untuk mengukur kemampuan suatu
perusahaan apakah dapat memenuhi kewajiban keuangan yang
harus segera dibayar pada saat jatuh tempo.

Salah satu Salah satu perhatian pertama dari sebagian besar manajer dan
perhatian perhatian utama kreditor perusahaan adalah likuiditas bisnis.
pertama dari Akankah bisnis dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh
sebagian besar tempo? Bisakah perusahaan melakukan pembayaran? Analisis rasio
manajer dan memberikan ukuran likuiditas yang cepat dan mudah digunakan
perhatian dengan menghubungkan jumlah kas dan aset lancar lainnya dengan
utama kreditor kewajiban lancar. Terdapat beberapa rasio yang dapat digunakan
perusahaan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam memenuhi
adalah likuiditas kewajibannya, di antaranya adalah Rasio Lancar dan DCH.
bisnis.
3.3.2.1. Rasio Lancar (Current Ratio)

Rasio lancar merupakan perbandingan antara aset lancar


(current assets) dan kewajiban lancar (current liabilities). Rasio ini
dihitung dengan membagi aset lancar dengan kewajiban lancar.
Perhitungannya dapat ditunjukkan sebagai berikut.

Rasio lancar memberikan informasi kepada manajer bahwa likuidasi


aset lancar Rumah Sakit XYZ pada nilai buku 2020 akan menghasilkan
2,3 Rupiah untuk setiap 1 Rupiah kewajiban lancar. Jika mengalami
kesulitan keuangan, perusahaan tersebut akan mulai membayar
utang dengan lebih lambat. Kemudian perusahaan tersebut akan
mengajukan pinjaman bank untuk jangka pendek (misalnya wesel
bayar) dan sebagainya. Jika kewajiban lancar perusahaan naik lebih

44 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


cepat daripada aset lancar, rasio lancar akan turun. Hal ini akan
dapat menimbulkan masalah karena rasio lancar adalah indikator
sejauh mana klaim jangka pendek dapat ditutupi oleh aset yang
dikonversi menjadi uang tunai dalam waktu dekat. Rasio lancar
adalah salah satu ukuran likuiditas yang umum digunakan. Jika
rata-rata industri memiliki rasio lancar sebesar 2, rasio lancar Rumah
Sakit XYZ bernilai sedikit di atas rata-rata. Dengan rasio lancar 2,3,
Rumah Sakit XYZ hanya dapat melikuidasi aset lancar sebesar 43%
dari nilai buku. Guna menentukan nilai proporsional minimum yang
harus diperoleh dari aset lancar untuk memenuhi kewajiban lancar,
bagi angka 1 dengan rasio lancar. Jadi, aset lancar Rumah Sakit XYZ
menjadi 1/2,3 = 0,43 atau 43%. Jika dilikuidasi sebesar 43%, aset lancar
RS XYZ akan menjadi .

3.3.2.2. Days Cash on Hand (DCH)

Pada bagian sebelumnya kita menggunakan Rasio Lancar untuk Likuiditas lebih
mengukur likuiditas berdasarkan akun neraca dan karenanya terkait dengan
merupakan ukuran likuiditas statis. Namun, ukuran sebenarnya arus kas daripada
dari likuiditas bisnis adalah pada saat perusahaan dapat memenuhi aset dan liabilitas.
atau tidaknya pembayaran saat jatuh tempo. Dengan demikian,
likuiditas lebih terkait dengan arus kas daripada aset dan liabilitas.
DCH mendekati faktor yang benar-benar menentukan likuiditas.
Berikut ini perhitungan dari DCH:

Penyebut persamaan memperkirakan biaya tunai harian rata-rata


dengan menghapus biaya non-kas dari total biaya yang dilaporkan.
Pembilangnya adalah uang tunai dan sekuritas yang tersedia untuk
melakukan pembayaran tunai tersebut. Karena kas harian Rumah
Sakit XYZ lebih rendah daripada rata-rata industri atau rumah sakit
sejenis, posisi likuiditasnya yang diukur dengan kas harian lebih
buruk daripada rata-rata rumah sakit atau industri sejenis. Jika rata-
rata DCH dari Industri adalah sebesar 30,6 hari, nilai DCH Rumah
Sakit XYZ berada di bawah rata-rata industri.

3.3.3. Rasio Solvabilitas

Rasio solvabilitas yang disebut juga dengan debt management


ratios atau leverage ratio ialah suatu rasio yang digunakan untuk
menilai kemampuan suatu perusahaan untuk melunasi utang dan
seluruh kewajibannya. Jaminan yang digunakan adalah modal
dan aktiva (harta kekayaan dalam bentuk apa pun) yang dimiliki

EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N 45


dalam jangka panjang serta jangka pendek. Dua rasio yang dapat
digunakan untuk menunjukkan asset debt management, yaitu:
1. Rasio kapitalisasi (Capitalization ratios). Rasio ini menggunakan
data neraca untuk menentukan sejauh mana dana pinjaman
telah digunakan untuk membiayai aset.
2. Rasio cakupan (Coverage ratios). Rasio ini menggunakan
data laporan laba rugi untuk menentukan sejauh mana biaya
keuangan tetap ditutupi oleh laba yang dilaporkan.

Kedua rasio tersebut saling melengkapi sehingga sebagian besar


analisis laporan keuangan menggunakan kedua jenis rasio tersebut.

3.3.3.1. Rasio Kapitalisasi 1: Total Utang Terhadap Total Aset


(Rasio Utang)

Rasio utang Rasio total utang terhadap total aset (total kewajiban dan ekuitas),
menilai seberapa yang umumnya disebut rasio utang, mengukur persentase total
besar perusahaan modal yang diberikan oleh kreditor. Rasio utang menilai seberapa
berpatokan pada besar perusahaan berpatokan pada utang untuk membiayai
utang untuk asetnya. Rasio ini membandingkan total utang (total debt) dengan
membiayai total aset yang dimiliki.
asetnya.
Rasio ini juga dapat digunakan untuk menunjukkan kapasitas
perusahaan dalam memperoleh pinjaman baru yang berjaminan
aktiva tetap untuk menambah modal. Jika tingkat rasio ini semakin
tinggi, jaminan berupa aset yang ada dan uang yang diberikan oleh
kreditor dalam jangka panjang semakin terjamin. Perhitungan dari
rasio utang adalah sebagai berikut:

Rasio utang Rumah Sakit XYZ adalah 29%. Hal ini berarti bahwa
kreditornya telah memasok kurang dari sepertiga dari total
pembiayaan bisnis. Dengan kata lain, aset RS XYZ dibiayai dengan
29% dari utang dan 71% dari ekuitas (Rasio Ekuitas adalah 1).
Contoh rata-rata rasio utang untuk industri rumah sakit adalah
40% maka Rumah Sakit XYZ menggunakan utang yang jauh lebih
sedikit daripada rata-rata rumah sakit. Rasio utang yang rendah
menunjukkan bahwa rumah sakit relatif mudah untuk meminjam
dana tambahan.

3.3.3.2. Rasio Kapitalisasi 2: (DER)

Rasio kapitalisasi lain yang umum digunakan adalah Debt to Equity


Ratio (DER) atau Rasio Utang Terhadap Ekuitas. Rasio utang dan
DER saling bertransformasi. Keduanya memberikan informasi
yang sama, tetapi dengan pemahaman yang sedikit berbeda.
DER membandingkan total kewajiban (liabilities) dengan ekuitas

46 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


(equity). Utang tidak boleh lebih besar daripada modal supaya
beban perusahaan tidak bertambah. Tingkat rasio yang rendah
berarti kondisi perusahaan semakin baik karena porsi utang
terhadap modal semakin kecil.

Rasio ini menunjukkan bahwa kreditur Rumah Sakit XYZ


memberikan kontribusi 40,9% untuk setiap modal ekuitas. Jika
rata-rata DER dari industri serupa adalah 73,3%, Rumah Sakit XYZ
memiliki DER yang lebih rendah dibandingkan rata-rata DER
rumah sakit lainnya.

Rasio utang dan DER meningkat karena bisnis dengan ukuran Pemberi
tertentu menggunakan proporsi pembiayaan utang yang lebih pinjaman atau
besar. Namun, rasio utang meningkat secara linier dan mendekati kreditor lebih
batas 100%, sedangkan rasio utang terhadap ekuitas meningkat memilih DER
secara eksponensial dan mendekati tak terbatas. Pemberi pinjaman daripada Ratio
atau kreditor lebih memilih DER daripada Ratio utang. Semakin utang.
tinggi rasio ini berarti semakin berisiko posisi kreditor.

3.3.3.3. Rasio Cakupan 1: Rasio TIE

Rasio Waktu Perolehan Bunga (Times Interest Earned/TIE)


ditentukan dengan membagi Earning Before Interest and Tax
(EBIT) atau Pendapatan Sebelum Bunga dan Pajak dengan biaya
bunga. EBIT digunakan dalam pembilang karena mewakili jumlah
pendapatan yang tersedia untuk membayar beban bunga. Untuk
bisnis nirlaba yang tidak membayar pajak, EBIT = Pendapatan
bersih + Beban bunga. Untuk Rumah Sakit XYZ:

Rasio TIE mengukur jumlah pendapatan akuntansi yang tersedia


untuk membayar setiap biaya bunga. Intinya, TIE adalah indikator
sejauh mana pendapatan dapat menurun sebelum kurang dari
biaya bunga tahunan. Kegagalan untuk membayar bunga dapat
membawa tindakan hukum oleh kreditor perusahaan yang mungkin
dapat menyebabkan kebangkrutan. Bunga RS XYZ ditutupi 6,6
kali lipat sehingga memiliki pendapatan akuntansi Rp6,60 untuk
membayar setiap 1 Rupiah dari biaya bunga. Jika dimisalkan rasio
TIE rata-rata industri adalah empat kali lipat, rumah sakit menutupi
beban bunga dengan margin keamanan yang relatif tinggi.
Dengan demikian, rasio TIE memperkuat kesimpulan sebelumnya
yang didasarkan pada rasio utang, yaitu bahwa rumah sakit dapat
dengan mudah memperluas penggunaan pembiayaan utang.

EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N 47


Rasio cakupan Rasio cakupan sering kali menjadi ukuran pemanfaatan utang
sering kali perusahaan yang lebih baik dibandingkan dengan rasio kapitalisasi,
menjadi ukuran Hal ini karena rasio cakupan membedakan utang dengan suku
pemanfaatan bunga rendah dan utang dengan suku bunga tinggi. Misalnya,
utang perusahaan suatu rumah sakit mungkin memiliki 10 Juta Rupiah dari 4% utang
yang lebih baik di neracanya, sementara rumah sakit lain mungkin memiliki 10 Juta
dibandingkan Rupiah dari 8% utang. Jika kedua perusahaan tersebut memiliki
dengan rasio pendapatan dan aset yang sama, keduanya akan memiliki rasio
kapitalisasi. utang yang sama. Namun, rumah sakit yang membayar bunga
4% akan memiliki beban bunga yang lebih rendah. Rumah sakit
tersebut akan memiliki posisi keuangan yang lebih baik daripada
rumah sakit yang membayar 8%. Rasio TIE akan menunjukkan
peningkatan kinerja keuangan rumah sakit tersebut.

Meskipun rasio TIE mudah dihitung, rasio ini memiliki dua


keterbatasan. Pertama, bisnis leasing telah meluas dalam beberapa
tahun terakhir dan rasio TIE mengabaikan pembayaran leasing.
Selain itu, banyak kontrak utang mengharuskan pembayaran pokok
dilakukan selama masa pinjaman, bukan hanya pada saat jatuh
tempo. Jadi, sebagian besar bisnis harus memenuhi biaya keuangan
tetap selain pembayaran bunga. Kedua, rasio TIE mengabaikan
fakta bahwa pendapatan akuntansi baik yang diukur dengan EBIT
atau laba bersih tidak menunjukkan arus kas aktual yang tersedia
untuk memenuhi pembayaran biaya tetap.

3.3.4. Rasio Manajemen Aset (Asset Management


[Activity] Ratios)

Kelompok rasio berikutnya adalah Rasio Manajemen Aset yang


dirancang untuk mengukur seberapa efektif aset bisnis digunakan.
Rasio ini membantu menjawab apakah jumlah setiap jenis aset
yang dilaporkan di neraca tampaknya masuk akal, terlalu tinggi,
atau terlalu rendah dalam pandangan tingkat operasi saat ini (atau
yang diproyeksikan). RS XYZ dan rumah sakit lain harus meminjam
atau meningkatkan modal ekuitas untuk memperoleh aset. Jika
mereka memiliki terlalu banyak aset, biaya modalnya akan terlalu
tinggi dan keuntungan mereka akan tertekan.

3.3.4.1. Rasio Perputaran Aset Tetap (Fixed Asset Turnover Ratio)

Rasio Perputaran Aset Tetap mengukur pemanfaatan pabrik dan


peralatan berdasarkan rasio pendapatan total terhadap aset tetap
bersih:

Rasio Perputaran Aset Tetap Rumah Sakit XYZ adalah sebesar 0,98
kali. Jika rata- rata Rasio Perputaran Aset Tetap industri rumah sakit

48 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


lain sebesar 2,2 kali, hal ini menunjukkan bahwa Rumah Sakit XYZ
tidak menggunakan aset tetapnya seproduktif rumah sakit pada
umumnya. Jika nilai kuartil yang terendah untuk ssetyg ini adalah
1,1, Rumah Sakit XYZ berada di 25% terbawah dari semua rumah
sakit dalam pemanfaatan aset tetapnya.

Perlu diingat bahwa sebagian besar aset mencerminkan biaya historis Inflasi dan
dari nilai saat ini. Inflasi dan depresiasi telah menyebabkan nilai aset depresiasi telah
yang dibeli di masa lalu dinilai lebih rendah. Misalkan, jika rumah menyebabkan
sakit yang berumur lebih lama (mempunyai aset tetap dan peralatan nilai aset yang
yang lebih berumur) dibandingkan dengan rumah sakit baru dibeli di masa
beroperasi dengan kapasitas fisik yang sama, rumah sakit yang lebih lalu dinilai lebih
lama akan melaporkan perputaran aset tetap yang jauh lebih tinggi. rendah.
Perbedaan dalam perputaran sset tetap ini lebih mencerminkan
ketidakmampuan laporan keuangan untuk menangani inflasi
daripada inefisiensi di pihak rumah sakit yang baru.

3.3.4.2. Rasio Perputaran Aset Total (Total Asset Turnover Ratio)

Rasio Perputaran Aset Total mengukur perputaran atau


pemanfaatan dari semua aset bisnis yang dihitung dengan
membagi total pendapatan dengan total aset:

Rasio Perputaran Aset Total Rumah Sakit XYZ adalah sebesar 0,78
kali. Jika rata-rata industri rumah sakit lain adalah sebesar 0,97,
Rumah Sakit XYZ berada di bawah rata-rata industri sejenis tetapi
tidak sejauh rasio perputaran aset tetapnya. Dengan demikian,
Rumah Sakit XYZ menggunakan aset lancarnya lebih baik daripada
aset tetapnya, relatif terhadap industri.

3.3.4.3. Jumlah Hari dalam Piutang Dagang (Days in Patient


Account Receivable)

Jumlah Hari dalam Piutang Dagang digunakan untuk mengukur


efektivitas dalam mengelola piutang. Ukuran kinerja keuangan
ini kadang diklasifikasikan sebagai Rasio Likuiditas daripada Rasio
Manajemen Aset. Rasio ini dihitung dengan membagi Piutang
Bersih Pasien dengan rata-rata pendapatan dari pasien per hari
untuk menemukan jumlah hari yang dibutuhkan organisasi untuk
mengumpulkan piutangnya.

EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N 49


Dalam Dalam perhitungan untuk Rumah Sakit XYZ, pendapatan premi
perhitungan belum dimasukkan karena pendapatan tersebut dikumpulkan
untuk Rumah sebelum layanan diberikan. Oleh karena itu, hal tersebut tidak
Sakit XYZ, memengaruhi piutang. Jika rata-rata industri atau rumah sakit lain
pendapatan bernilai sebesar 64,0 hari, Rumah Sakit XYZ tidak bekerja sebaik
premi belum rata-rata rumah sakit lainnya dalam menagih piutangnya. Jika nilai
dimasukkan kuartil pada kelompok terendah adalah 78,7 hari, relatif banyak
karena rumah sakit yang keadaannya lebih buruk. Manajer Rumah Sakit
pendapatan XYZ harus berusaha untuk meningkatkan kinerja rumah sakit di
tersebut area utama ini dengan menagih piutangnya secepat mungkin.
dikumpulkan
sebelum layanan 3.3.5. Rasio Lain
diberikan.
Kelompok rasio terakhir memeriksa aspek lain dari kondisi keuangan
bisnis, yaitu Price/Earning Ratio dan Market/Book Ratio (M/B Ratio).

3.3.5.1 Price/Earning Ratio (P/E Ratio)

Untuk perusahaan yang dimiliki investor atau setidaknya yang


memiliki saham yang diperdagangkan secara go public, beberapa
rasio dapat dikembangkan untuk menghubungkan harga saham
perusahaan dengan pendapatan dan nilai buku per sahamnya. Rasio
nilai pasar tersebut memberi informasi kepada manajer tentang
indikasi apa yang dipikirkan investor ekuitas tentang kinerja masa
lalu perusahaan atau rumah sakit dan prospek masa depan.

P/E Ratio menunjukkan seberapa banyak investor bersedia


membayar per Rupiah dari keuntungan yang dilaporkan. Misalkan
saham suatu perusahaan milik investor dijual seharga Rp427.500,
sedangkan perusahaan tersebut memiliki Laba per Saham (Earning
Per Share/EPS) pada 2004 sebesar Rp33.000. Kemudian, P/E Ratio-
nya menjadi 13,0.

P/E Ratio lebih tinggi untuk perusahaan dengan prospek


pertumbuhan tinggi. Ceteris paribus (faktor-faktor lain yang
diperkirakan berpengaruh diasumsikan tetap) lebih rendah untuk
perusahaan yang berisiko Jika rata-rata industri bernilai sebesar
15,2, P/E Ratio berada sedikit di bawah rata-rata perusahaan lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut dianggap
lebih berisiko daripada yang lainnya karena memiliki prospek
pertumbuhan yang lebih buruk.

3.3.5.2. Market/Book Ratio (M/B Ratio)

Rasio harga pasar saham terhadap nilai bukunya memberikan


indikasi bagaimana investor memandang perusahaan. Perusahaan
dengan tingkat pengembalian ekuitas yang relatif tinggi umumnya

50 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


menjual saham dengan kelipatan nilai buku yang lebih tinggi
daripada perusahaan dengan tingkat pengembalian rendah.
Contohnya, suatu perusahaan melaporkan total ekuitas Rp1.200.000
pada neraca keuangannya dan perusahaan tersebut memiliki 5 ribu
saham yang beredar. Dengan demikian, nilai buku per sahamnya
adalah Rp 1.200.000/5 = Rp240.000. Membagi harga per saham
dengan nilai buku per saham memberikan M/B ratio sebesar 1,8.

Jika rata-rata industri bernilai 2,1, investor yang bersedia membayar


lebih sedikit untuk setiap Rupiah dari nilai buku perusahaan
tersebut dibandingkan untuk perusahaan sejenis lainnya dengan
M/B ratio yang lebih tinggi.

3.4. Analisis Perbandingan dan Tren

Analisis Perbandingan dan Tren berguna untuk menentukan


kondisi kinerja keuangan perusahaan. Analisis Perbandingan
dilakukan dengan membandingkan keuangan perusahaan dengan
keuangan perusahaan sejenis. Analisis ini hanya dapat dilakukan
jika data dari industri atau perusahaan yang serupa tersedia dan
dapat diakses oleh manajer dan pemangku kepentingan yang
membutuhkan. Jika data perusahaan yang serupa tidak tersedia,
analisis tidak dapat dilakukan.

Contohnya diketahui suatu perusahaan memiliki Rasio Lancar 2,5.


Hampir tidak mungkin untuk mengatakan apakah rasio tersebut
baik atau buruk jika kita tidak dapat membandingkannya dengan
perusahaan lain di industri yang serupa.

Alat analisis rasio lain yang berguna adalah analisis tren dengan
tren rasio tunggal yang dianalisis dari waktu ke waktu. Analisis
tren memberikan petunjuk tentang apakah situasi keuangan
bisnis meningkat, bertahan konstan, atau memburuk. Gambar 3.4.
menunjukkan contoh analisis perbandingan dan analisis tren yang
dapat menentukan ROE Rumah Sakit XYZ.
Gambar 3.1. ROE
Rumah Sakit XYZ
Periode 2000-2004

Data diolah oleh penulis


dari Gapenski, Louis
C. (2004). Healthcare
Finance: An Introduction
to Accounting and
Financial Management,
3rd Ed. Chicago: Health
Administration Press.

EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N 51


Analisis Dengan menggunakan analisis tren, kita dapat menarik kesimpulan
perbandingan bahwa ROE Rumah Sakit XYZ menurun dari 2000 hingga 2003.
dan analisis Namun, hal tersebut kemudian meningkat pada 2004. Dengan
tren juga dapat menggunakan analisis perbandingan dapat disimpulkan bahwa
digunakan untuk ROE Rumah Sakit XYZ berada di atas rata-rata pada 2000 dan 2001,
rasio lainnya tetapi kemudian turun di bawah rata-rata pada 2002, bahkan pada
yang sudah 2003 rasionya berada di bawah rata-rata kelompok rumah sakit
ditunjukkan dengan ROE terendah. Pada 2004 ROE Rumah Sakit XYZ kembali
sebelumnya. meningkat sampai dengan di atas rata-rata industri sejenis. Analisis
perbandingan dan analisis tren juga dapat digunakan untuk rasio
lainnya yang sudah ditunjukkan sebelumnya.

3.5. Simpulan

Setelah mempelajari proses Evaluasi Kinerja Keuangan perusahaan


pada umumnya dan fasilitas kesehatan pada khususnya, kita dapat
menyimpulkan beberapa poin berikut, yaitu:
1. Analisis laporan keuangan merupakan dasar yang perlu
dipahami, baik oleh manajer maupun pengambil kebijakan,
untuk melihat hasil keputusan manajerial masa lalu dan data
prakiraan (forecasting) yang akan digunakan sebagai petunjuk
untuk peta jalan (roadmap) bisnis di masa datang.
2. Meskipun neraca dan laporan laba rugi perusahaan mengandung
banyak informasi keuangan, manager sering kali mengalami
kesulitan untuk membuat penilaian tentang kinerja keuangan
jika hanya berdasarkan data mentah. Analisis rasio dapat
digunakan untuk membandingkan kondisi perusahaan dengan
lebih mudah dan akurat.
3. Jika data dari industri kesehataan dapat diperoleh, analisis untuk
membandingkan kondisi keuangan suatu perusahaan sejenis
akan dapat dilakukan. Hal ini akan membantu para manajer,
pemilik perusahaan, investor, dan pemerintah melihat kondisi
perusahaan dan industri kesehatan.

Daftar Pustaka

Cleverley, WO, Harvey, RK. Does Hospital Financial Performance


Measure Up? Health Financial Management, 46(5): 21–26
(1992); Critical Strategies for Successful Rural Hospitals,
Health Care Management Review, 17(1): 27–33 (1992).

Cleverley, W. (1990). ROI: It’s Role in Voluntary Hospital Planning.


Hospitals and Health Services Administration, 35(1): 71–82.

Gapenski, Louis C. (2004). Healthcare Finance: An Introduction to


Accounting and Financial Management, 3rd Ed. Chicago:
Health Administration Press.

52 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Gapenski, Louis C. (2006). Understanding Healthcare Financial
Management 5th Ed. Chicago: Health Administration
Press.

Jeffrey H., Burkhardt, John R.C., & Wheeler. (2013). Examining


Financial Performance Indicators for Acute Care Hospitals.
J Health Care Finance 2013; 39(3):1–13

Joseph P. White. (2005). Reading and Understanding Financial


Statements. J Med Pract Manage May-Jun 2005;20(6):308-
13.

Kristin L. Reiter, Paula H. Song (2021). Gapenski’s Healthcare


Finance: An Introduction to Accounting and Financial
Management. Chicago: Health Administration Press.

Subhajit Chakraborty. (2020). Healthcare Quality and Hospital


Financial Performance: A Multilevel Framework.
Operations and Supply Chain Management. Vol. 13, No. 3,
2020, Pp. 233– 24. ISSN 1979-3561 | EISSN 2759-9363.

Steven A. Finkler and David M. Ward. (2006). Accounting


Fundamentals for Health Care Management, 2nd Ed. New
York: Jones & Barlett Learning.

Young, David W. (2014). Management Accounting in Health Care


Organizations, 3rd Edition. Sanfransisco: Jossey-Bass.

EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N 53


54 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N
Akuntansi Biaya
(Costing & Pricing)
BAB
4 Anedya Niedar, Puguh Widodo,
& Chriswardani Suryawati

4.1. Pengantar

Bab 4 akan memberikan pemahaman dasar mengenai akuntansi Kompleksitas


biaya dan analisis dalam organisasi dan fasilitas kesehatan. sistem kesehatan
Dengan demikian, pembaca akan memahami konsep biaya, jenis saat ini
biaya, pemetaan biaya, serta contohnya dalam suatu organisasi menyebabkan
kesehatan atau fasilitas kesehatan. Pembaca memahami produk- perluasan aspek
produk dari akuntansi biaya, antara lain costing, pricing, budgeting, akuntansi dan
dan cost recovery. Pembaca juga dapat melakukan analisis biaya manajemen
baik dalam suatu program kesehatan maupun fasilitas kesehatan keuangan ke
serta memahami dan menarik kesimpulan dari hasil analisis biaya semua area
tersebut. Pembaca dapat memahami apa yang harus diperhatikan dalam organisasi
dalam menentukan tarif suatu fasilitas kesehatan. pelayanan
kesehatan
dan fasilitas
4.2. Teori atau Konsep Biaya kesehatan.

4.2.1. Gambaran Akuntansi Biaya

Kompleksitas sistem kesehatan saat ini menyebabkan perluasan


aspek akuntansi dan manajemen keuangan ke semua area
dalam organisasi pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan.
Para manajer dan eksekutif perawatan kesehatan akan membuat
keputusan yang berdampak terhadap finansial dan pembiayaan
sehingga perlu memiliki pemahaman yang kuat tentang akuntansi

A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG) 55


biaya dan pengelolaan keuangan. Sebagai dasar dalam pengambilan
keputusan tersebut, seorang manajer memerlukan informasi
lengkap, tepat, dan sistematis mengenai aktivitas operasional
dan biaya. Informasi yang dibutuhkan ini didapatkan dari proses
akuntansi biaya (cost accounting). Hasil kegiatan operasional akan
dicatat oleh sistem akuntansi, kemudian akan dipergunakan untuk
penyusunan laporan akuntansi manajemen dan laporan akuntansi
keuangan. Laporan akuntansi tersebut akan menjadi dasar dalam
melakukan perencanaan, penetapan tujuan, serta pengendalian
proses operasional (Finkler, et.al., 2018).

Akuntansi biaya Pengertian dari akuntansi biaya secara global adalah proses
mempunyai tiga pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian biaya
tujuan utama, pembuatan dan penjualan produk atau jasa dengan cara tertentu,
yaitu penentuan serta penafsiran terhadapnya. Objek kegiatan akuntansi biaya
biaya produk, adalah biaya (cost). Biaya dapat didefinisikan sebagai kas atau nilai
pengendalian setara kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa
biaya, dan yang memberikan manfaat masa kini atau masa mendatang bagi
pengambilan organisasi. Apabila telah habis digunakan untuk mendapatkan
keputusan. pendapatan (revenue), biaya tersebut akan berubah menjadi
beban (expense) yang akan dikurangkan dari pendapatan untuk
menentukan keuntungan (profit) yang didapatkan. Namun jika
tidak habis digunakan dalam suatu periode akuntansi, biaya ini
disebut sebagai aset dan akan muncul dalam neraca keuangan.
Akuntansi biaya mempunyai tiga tujuan utama, yaitu penentuan
biaya produk, pengendalian biaya, dan pengambilan keputusan.

4.2.2. Biaya dalam Organisasi atau Fasilitas Kesehatan

Biaya merupakan semua pengorbanan yang dikeluarkan untuk


menghasilkan suatu produk (output) atau mengonsumsi suatu
produk yang dapat diukur dengan uang per satu unit. Produk yang
dihasilkan bisa berbentuk barang atau jasa. Biaya bisa berbentuk
uang, barang, waktu, atau kesempatan (yang dikorbankan). Biaya
adalah pengorbanan yang diperlukan untuk memperoleh barang
dan jasa. Pengertian lain dari biaya merupakan seluruh pengorbanan
yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk berupa pelayanan
kesehatan atau kegiatan program untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan yang diukur dalam nilai moneter.

Jenis biaya dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu biaya


berdasarkan fungsi, biaya berdasarkan tempat, dan biaya
berdasarkan jumlah produksi.

4.2.2.1. Biaya Berdasarkan Fungsi

Biaya berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai


berikut.
1. Biaya Investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli
barang modal yang pemanfaatannya dapat berlangsung selama

56 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


lebih dari satu tahun. Contoh biaya investasi adalah tanah,
gedung, alat medis, alat nonmedis, elektronik, dan lain-lain. Biaya
investasi perlu diketahui nilai tahunannya untuk menghitung
penyusutan dari investasi tersebut.
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Salah satu
16 Paragraf 62, terdapat beberapa metode yang dapat dipakai metode yang
untuk menghitung penyusutan investasi, antara lain: metode paling umum
garis lurus (straight line), metode saldo menurun (declining digunakan
balance), dan metode unit produksi (productive output) (Ikatan adalah metode
Akuntan Indonesia, 2007). Salah satu metode yang paling umum penyusutan garis
digunakan adalah metode penyusutan garis lurus dengan lurus dengan
jumlah historis yang sama dikurangi setiap tahun. Nilai tahunan jumlah historis
biaya investasi ini disebut sebagai Biaya Investasi Tahunan yang sama
(Annualized Investment Cost/AIC), yang dapat dihitung dengan dikurangi setiap
rumus berikut. tahun.
x (1+r)

AIC : Annualized Investment Cost


IIC : Initial Investment Cost (Nilai Awal Barang)
I : Laju inflasi
t : Masa pakai
r : Bunga bank
L : Perkiraan masa pakai

2. Biaya Operasional adalah biaya yang digunakan untuk


melaksanakan kegiatan produksi pelayanan di fasilitas kesehatan
yang memiliki sifat habis pakai dalam kurun waktu yang relatif
singkat (satu tahun atau kurang). Contoh biaya operasional
adalah biaya makan, biaya linen, biaya obat, bahan medis dan
nonmedis, listrik, telepon, air, dan lain-lain.

3. Biaya Pemeliharaan adalah biaya yang dipakai untuk


pemeliharaan barang modal atau biaya yang dikeluarkan untuk
mempertahankan fungsi dari barang modal sesuai dengan
umur atau usia keekonomiannya. Contohnya adalah biaya
pemeliharaan alat medis, non-medis, dan gedung.

4.2.2.2. Biaya Berdasarkan Tempat

Berdasarkan tempatnya, biaya dibedakan menjadi dua, yaitu


sebagai berikut.
1. Biaya Langsung (Direct Cost) terjadi di unit produksi (revenue
center). Biaya ini juga sering disebut dengan final cost, yaitu
biaya yang berada pada unit yang langsung melayani konsumen.
Contohnya adalah biaya di unit rawat inap, unit rawat jalan, dan
unit gawat darurat.
2. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost) tidak terkait langsung
dengan unit pelayanan pasien atau unit produksi, tetapi
berkontribusi secara tidak langsung dalam produksi pelayanan.
Contohnya adalah biaya overhead (misalnya biaya gaji tetap

A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG) 57


karyawan, biaya listrik, dan air), biaya di unit penunjang medis,
biaya cleaning service, dan lain-lain.

4.2.2.3. Biaya Berdasarkan Jumlah Produksi

Berdasarkan jumlah produksi, biaya dibedakan menjadi tiga, yaitu


sebagai berikut.
1. Biaya Tetap (Fixed Cost) tidak terpengaruh dengan besar dan
kecilnya produk yang dihasilkan. Dengan kata lain, biaya tetap
tidak akan berubah dengan adanya perubahan jumlah produksi
yang dihasilkan. Biaya ini harus tetap dikeluarkan walaupun
tidak ada pelayanan. Contohnya adalah biaya investasi gedung,
biaya investasi alat medis atau non-medis, dan biaya investasi
kendaraan.
2. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) dipengaruhi oleh besar kecilnya
produk pelayanan. Contohnya adalah insentif (jasa pelayanan
atau jasa medik SDM), biaya bahan medis habis pakai, biaya
bahan medis habis pakai, obat, air, dan listrik.
3. Biaya Semi-Variabel (Semi-Variable Cost). Biaya perpaduan antara
biaya tetap dan tidak tetap. Contohnya adalah gaji pegawai, biaya
insentif, dan remunerasi.

4.2.3. Pemetaan Biaya dalam Struktur Organisasi atau


Fasilitas Kesehatan

Setelah mengetahui jenis biaya berdasarkan kategorinya, kita


dapat melakukan pemetaan biaya terhadap organisasi atau fasilitas
kesehatan yang akan dianalisis. Pemetaan biaya dapat dilakukan
dengan mengelompokkan biaya yang dikeluarkan dalam kurun
waktu satu tahun anggaran berdasarkan klasifikasi fungsi dan
lokasi biaya. Hal ini dapat dilakukan dengan penyederhanaan
semua biaya, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung,
dari berbagai sumber menjadi biaya investasi, operasional, dan
pemeliharaan. Contoh pemetaan biaya di rumah sakit dapat dilihat
pada Tabel 4.1.

Pusat biaya Dalam paparannya mengenai analisis biaya rumah sakit, Ascobat
adalah unit Gani pada 1996 menekankan bahwa dalam melakukan pemetaan
kerja yang biaya perlu diperhatikan unsur biaya yang dibutuhkan oleh setiap
memerlukan pusat biaya. Pusat biaya adalah unit kerja yang memerlukan biaya
biaya untuk untuk menjalankan misi yang diembannya. Sebuah organisasi atau
menjalankan fasilitas kesehatan pada dasarnya adalah pusat biaya baik yang
misi yang menghasilkan pendapatan (revenue center) maupun yang tidak
diembannya. menghasilkan pendapatan (cost center). Unit yang menghasilkan
pendapatan disebut pusat biaya produksi dan yang tidak
menghasilkan pendapatan disebut pusat biaya penunjang. Untuk
menghitung biaya satuan (unit cost) pelayanan tertentu, maka
semua biaya terkait pelayanan tersebut yang terpakai di pusat biaya
penunjang perlu didistribusikan ke pusat biaya produksi .

58 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Tabel 4.1. Contoh
Matriks Pemetaan
Biaya di Rumah
Sakit

Gani, A. (1996). Analisis


Biaya Rumah Sakit
(Pedoman-pedoman
Pokok Analisis Biaya
Rumah Sakit). Disajikan
pada Pelatihan
Penyusunan Pola Tarif
Rumah Sakit Pemerintah
di Lingkungan Dirjen
Pelayanan Medik Tahun
Anggaran, 1997.

4.2.4. Produk Akuntansi Biaya

4.2.4.1. Costing

Dalam suatu organisasi atau fasilitas pelayanan kesehatan, proses


costing umumnya diawali dengan perhitungan biaya satuan
secara detail dan tertelusur pada setiap produk layanan kesehatan
yang diberikan dengan metode costing tertentu. Biaya satuan
menggambarkan biaya sumber daya yang digunakan oleh suatu
fasilitas kesehatan dalam pemberian layanan kepada pasien
dengan memperhatikan rantai alur produk dan biaya antarunit kerja
penunjang (service center) dan unit kerja produksi atau pelayanan
(product center) di fasilitas tersebut.

Hansen dan Mowen pada 2007 mengemukakan bahwa biaya


satuan dihitung untuk satu satuan produk pelayanan dengan cara
membagi keseluruhan biaya (total cost) dengan jumlah output.
Industri jasa, seperti kesehatan, menggunakan perhitungan
biaya satuan untuk menentukan profitabilitas, kelayakan
memperkenalkan layanan baru, dan keputusan finansial lainnya.
Secara sederhana, biaya satuan dapat dianggap sebagai biaya rata-
rata untuk suatu produksi. Dalam analisis biaya satuan, dasar alokasi
biaya yang digunakan pada pelayanan atau prosedur disebut

A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG) 59


cost drivers. Cost driver didefinisikan sebagai suatu faktor yang
menimbulkan perubahan biaya dari suatu pelayanan. Cost drivers
meliputi berbagai faktor yang menimbulkan peningkatan biaya
total dari suatu aktivitas, baik dasar pengalokasian berbasis volume
(volume-related allocation bases) maupun dasar pengalokasian
lain yang tidak berbasis volume (nonvolume-related allocation
bases).

4.2.4.2. Penarifan (Pricing)

Tarif adalah Tarif adalah nilai suatu jasa pelayanan yang ditetapkan dengan
nilai suatu jasa ukuran sejumlah uang berdasarkan pertimbangan bahwa dengan
pelayanan yang nilai uang tersebut suatu rumah sakit bersedia memberikan jasa
ditetapkan kepada pasien (Trisnantoro L., 2009). Penetapan tarif ini sering kali
dengan ukuran disebut sebagai proses pricing. Tujuan penetapannya bermacam-
sejumlah uang macam, antara lain untuk pemulihan biaya, subsidi silang,
berdasarkan peningkatan akses pelayanan, peningkatan mutu pelayanan,
pertimbangan pengurangan pesaing, pemaksimalan pendapatan, peminimalan
bahwa dengan penggunaan, dan penciptaan citra perusahaan.
nilai uang
tersebut Teknik penetapan tarif pada perusahaan sebagian besar
suatu rumah berlandaskan informasi biaya produksi dan keadaan pasar, baik
sakit bersedia monopoli, oligopoli, maupun persaingan sempurna. Teknik tersebut
memberikan jasa antara lain adalah sebagai berikut.
kepada pasien. 1. Full-cost pricing adalah tarif yang ditetapkan sesuai dengan
biaya satuan ditambahkan dengan keuntungan.
2. Kontrak dan cost-plus adalah tarif rumah sakit yang dapat
ditetapkan berdasarkan kontrak, misalnya kepada perusahaan
asuransi ataupun konsumen yang tergabung dalam suatu
organisasi.
3. Target rate of return pricing merupakan modifikasi dari metode
full cost di atas, misalnya, tarif ditentukan oleh direksi harus
mempunyai keuntungan sebesar 10%.
4. Acceptance pricing adalah teknik yang digunakan apabila di
pasar terdapat satu rumah sakit yang dianggap sebagai patokan
harga. Rumah sakit lain akan mengikuti pola penetapan tarif
yang digunakan oleh rumah sakit tersebut.

4.2.4.3. Perencanaan dan Anggaran (Planning & Budgeting)

Informasi total cost dari suatu unit produksi dan biaya satuan dari
setiap produk fasilitas kesehatan sangat penting untuk alokasi dan
perencanaan dan anggaran. Hasil analisis biaya tersebut dapat
dimanfaatkan untuk memantau dan mengendalikan kegiatan
operasional.

4.2.4.4. Pemulihan Biaya (Cost Recovery)

Pemulihan biaya adalah kemampuan suatu sarana pelayanan


kesehatan menutup biayanya dengan penerimaan yang

60 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


didapatkan. Proses ini menggambarkan seberapa besar subsidi
yang diberikan kepada pasien, baik pasien individu maupun pasien
dengan penjamin. Informasi mengenai tingkat pemulihan biaya
diperlukan untuk mengetahui apakah layanan yang diberikan
merugikan atau menguntungkan bagi fasilitas kesehatan tersebut
(Aurelia & Pujiyanti, 2017).

Pemulihan biaya dapat dihitung menggunakan Cost Recovery Rate


(CRR), dengan formula berikut:

x 100%

x 100%

x 100%

4.3. Metode Penghitungan Biaya

Identifikasi atau penghitungan biaya pada setiap unit kerja dapat Identifikasi atau
dilakukan dengan metode top-down atau metode bottom-up. penghitungan
Metode top-down merupakan proses penghitungan biaya per biaya pada setiap
unit kerja yang dilakukan dengan mengalokasikan nilai total biaya unit kerja dapat
setiap sumber daya berdasarkan cost drivers setiap pos aktivitas. dilakukan dengan
Salah satu contoh pendekatan top-down adalah Diagnostic metode top-down
Related Group (DRG) yang dipakai oleh JKN atau biasa disebut Ina- atau metode
CBG (Indonesia-Case Based Group); biaya perawatan individual bottom-up.
dikategorikan dalam grouping diagnosis dan diambil nilai rerata
dari seluruh data costing yang dikumpulkan dalam grouping
(Muchtar & Sulistiadi, 2019).

Metode bottom-up adalah proses perhitungan yang dimulai sejak


pencatatan transaksi. Hal ini biasa dilakukan oleh fasilitas kesehatan
yang sudah menerapkan sistem responsibility accounting. Dengan
demikian, jumlah setiap komponen biaya pada setiap unit kerja
dapat dengan mudah diperoleh dari saldo buku besar per unit
kerja dan dari hasil adjustment atas biaya bersama. Namun dalam
praktiknya, metode bottom-up sering kali menghadapi kendala
karena banyaknya organisasi dan fasilitas kesehatan yang tidak
memiliki catatan detail mengenai biaya per unit kerja. Contoh
pendekatan bottom-up adalah Activity Based Costing yang
mengukur aktivitas untuk menghasilkan produk secara mendetail
sehingga menghasilkan data costing secara individual dan kaya
dengan varian data.

Pada umumnya pendekatan top-down dilakukan apabila ingin


melihat biaya dalam skala produk yang besar dan memperkirakan
biaya pada jangka yang lebih panjang, sedangkan pendekatan
bottom-up dilakukan apabila ingin menilai seberapa banyak variasi
biaya yang diperlukan dalam aktivitas produksi. Hal ini terjadi karena
pendekatan top-down akan menghasilkan varian biaya yang lebih

A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG) 61


merata dan tidak memiliki banyak varian, sedangkan bottom-up
akan menghasilkan varian biaya yang bersifat individu dan sangat
kompleks (Chapko, et.al., 2009).

Pada aplikasinya di lapangan, kombinasi antara metode top-


down dan bottom-up dapat pula digunakan. Metode bottom-up
digunakan untuk biaya yang dapat diidentifikasi pada setiap unit
kerja, sedangkan metode top-down digunakan untuk alokasi biaya
tahunan rumah sakit yang tidak dapat diidentifikasi per unit kerja.

Gambar 4.1. Alur


Penelusuran
Kombinasi Top-
Down dan Bottom-
Up

Hidhayanto, W. (2018).
Perhitungan Unit Cost,
Paket Cost of Care,
Analisis Utilisasi dan
BEP, Penyusunan Tarif,
Selisih Pembayaran Riil
Casemix VS Cost of Care,
Pengendalian Biaya
(Cost Containment)
Rumah Sakit. Pelatihan
Teknis Hospital Cost
Management, Semarang.

4.4. Metode Penghitungan Analisis Biaya

Terdapat beberapa metode analisis biaya yang telah berkembang


dan umum digunakan hingga saat ini, antara lain: 1. Metode Satu
Langkah (Simple Distribution), 2. Metode Dua Langkah (Step Down),
3. Metode Reciprocal, 4. Metode Double Distribution, 5. Metode
Activity Based Costing, 6. Metode ABC Modifikasi (Modified ABC).

4.4.1. Metode Satu Langkah (Simple Distribution)

Satu Langkah merupakan metode yang perhitungannya paling


sederhana. Metode ini hanya mengakui adanya keterkaitan
antara unit penunjang dan unit produksi. Setiap biaya unit
pendukung dialokasikan pada beberapa unit produktif yang
menggunakan pelayanannya, tetapi tidak untuk unit penunjang
lainnya. Kelemahannya adalah metode ini tidak dapat mengenali
kemungkinan keterkaitan antarunit penunjang.

62 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


4.4.2. Metode Dua Langkah (Step Down)

Metode Dua Langkah digunakan untuk mengatasi kekurangan dari


metode Satu Langkah. Metode ini mengakui adanya keterkaitan
antarunit penunjang. Keterkaitan harus ditentukan terlebih dahulu,
baik kaitan antara sesama unit penunjang maupun kaitan antara
unit penunjang dengan unit produksi.

Dalam metode ini, biaya unit penunjang dialirkan ke unit


penunjang lain dan ke unit produktif dengan menggunakan
basis pengalokasian tertentu. Unit penunjang yang paling banyak
berkontribusi diletakkan di urutan tertinggi dalam susunan alokasi
biaya. Kelemahan metode ini adalah distribusi hanya dilakukan
dalam satu arah, padahal distribusi bisa berlangsung dengan dua
arah (saling berhubungan).

4.4.3. Metode Reciprocal

Dalam metode ini, biaya unit penunjang tidak diturunkan begitu


saja dengan basis pengalokasian, tetapi mempertimbangkan
adanya jasa timbal balik antarunit kerja. Metode ini mengalokasikan
biaya unit penunjang dasar penggunaan layanan tersebut ke
unit produksi yang mengakui semua interaksi antarunit, tidak
hanya oleh unit kerja yang ada di bawahnya. Kelemahan metode
ini adalah sering kali menyebabkan kesulitan dalam perhitungan
apabila perusahaan memiliki banyak unit kerja yang memberikan
jasa timbal balik.

4.4.4. Metode Double Distribution

Pada dasarnya metode ini hampir sama dengan metode Step


Down. Perbedaannya terletak pada alokasi biaya yang dilakukan
dalam dua tahapan. Dalam metode ini setiap rumah sakit (sesuai
struktur organisasi) dikelompokkan menjadi dua unit besar, yaitu
unit penunjang dan unit produksi atau pelayanan.

Metode ini terdiri dari dua tahapan distribusi. Tahap pertama adalah Metode Double
distribusi biaya yang dikeluarkan oleh unit penunjang kepada unit Distribution ini
penunjang lain dan unit produksi atau pelayanan. Pada tahap mensyaratkan
kedua, biaya tersebut selanjutnya didistribusikan ke unit produksi kebutuhan
sehingga tidak ada lagi biaya yang tersisa di unit penunjang. kompleksitas
Keterbatasan metode ini adalah cukup banyaknya asumsi dasar kebutuhan
distribusi biaya yang sering kali tidak sesuai dengan kenyataan, data yang tidak
misalnya biaya gedung didistribusikan dengan luas lantai (m2), serumit metode
biaya insentif (jasa medik, jasa pelayanan) didistribusikan dengan ABC.
mempertimbangkan jumlah pegawai, padahal kenyataannya
besar kecilnya biaya insentif dipengaruhi oleh jumlah layanan
yang dikerjakan oleh setiap pegawai. Namun demikian, metode ini
mensyaratkan kebutuhan kompleksitas kebutuhan data yang tidak
serumit metode ABC.

A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG) 63


4.4.5. Metode Activity Based Costing (ABC)

Metode ABC adalah sistem akuntansi biaya berbasis aktivitas yang


didesain untuk memotivasi pengurangan biaya dalam jangka
panjang melalui pengelolaan aktivitas per unit kerja. Aktivitas dapat
didefinisikan sebagai agregasi berbagai tugas, peristiwa, atau unit
kerja yang menyebabkan konsumsi sumber daya (Drury, 2018).

Dasar pemikiran yang melandasi metode ABC adalah bahwa


biaya hanya dapat dikurangi secara signifikan apabila penyebab
timbulnya biaya, yaitu aktivitas, dikelola dengan baik. Metode ABC
memperbaiki sistem perhitungan biaya dengan mengalkulasi biaya
setiap aktivitas dan mengalokasikan biaya ke objek biaya, seperti
barang dan jasa berdasarkan aktivitas yang dibutuhkan untuk
memproduksinya.

Gambar 4.2. Modul


Pendekatan
Metode Activity
Based Costing

Drury, C. (2018). Drury menjabarkan empat tahapan dalam pengimplementasian


Management and Cost
Accounting, 10th Edition metode ABC.
(Vol. 10). Massachusetts:
Cengage.
1. Mengidentifikasi aktivitas utama yang terjadi dalam suatu unit
atau organisasi.
2. Menetapkan biaya ke pusat biaya untuk setiap aktivitas.
3. Menentukan cost drivers untuk setiap aktivitas utama.
4. Menetapkan biaya aktivitas untuk produk atau jasa yang
dihasilkan sesuai dengan permintaan produk untuk aktivitas.

Dalam ABC, aktivitas dijadikan sebagai cost object yang penting


untuk menyediakan informasi biaya aktivitas bagi pengambil
keputusan sehingga informasi tersebut memampukan pengambil
keputusan dalam pengelolaan aktivitas. Selain dapat mengevaluasi
tarif, keuntungan penggunaan metode ABC adalah dapat
melakukan standardisasi pelayanan. Sayangnya implementasi
metode ABC secara penuh di fasilitas kesehatan di Indonesia
banyak mengalami kendala karena keterbatasan data dan sistem
pencatatan biaya. Garrison dan Norren pada 2013 mengatakan
bahwa metode ABC yang tidak didukung dengan data yang tidak
akurat dapat menyesatkan dan menyebabkan kesalahan yang
berdampak terhadap pengambilan keputusan strategi yang kurang
optimal. Hal tersebut merupakan kelemahan perhitungan biaya
satuan pada penelitian karena terdapat data, khususnya pada data
inventaris aset, yang kurang lengkap sehingga memungkinkan
ketidakakuratan hasil perhitungan.

64 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


4.4.6. Metode ABC Modifikasi (Modified ABC)

ABC Modifikasi adalah metode modifikasi dari ABC yang


disederhanakan dengan mengadopsi beberapa teknik
perhitungan dari Metode double distribution untuk mengatasi
keterbatasan data dan sistem pencatatan biaya secara penuh.
Dengan mengombinasikan kedua metode tersebut diharapkan
metode analisis biaya ini dapat memberikan solusi permasalahan
perhitungan biaya satuan pada fasilitas kesehatan di Indonesia.

Pada metode ini biaya di fasilitas kesehatan terlebih dahulu


diidentifikasi per tiap unit kerja. Hal ini mengadopsi konsep
responsibility accounting. Apabila terdapat biaya yang tidak dapat
diidentifikasi atau ditelusuri langsung pada setiap unit kerja dengan
menggunakan metode bottom-up, pembebanan biaya tersebut
pada setiap unit kerja dilakukan dengan metode top-down atau
metode campuran (kombinasi top-down dan bottom-up).

4.5. Analisis Biaya Program Kesehatan

Melakukan analisis biaya pada suatu program kesehatan


memerlukan pendekatan yang sedikit berbeda dengan analisis
biaya pada suatu institusi atau fasilitas kesehatan. Beberapa hal
penting yang perlu diperhatikan dalam analisis biaya program
kesehatan adalah langkah atau tahapan dan komponen dari
pelaksanaan kegiatan. Hal-hal lain yang dapat memengaruhi
besaran biaya kegiatan adalah jangkauan wilayah kegiatan, jumlah
sasaran kegiatan, proyeksi cakupan kegiatan, serta frekuensi
kegiatan.

Tabel 4.2.
Perbandingan
Analisis Biaya
Fasilitas Kesehatan
dan Program
Kesehatan

Hasil Modifikasi Penulis


dari Berbagai Sumber.

Contohnya adalah analisis biaya program imunisasi Tetanus Toxoid


(TT) ibu hamil di Puskesmas dengan target 4.500 orang. Komponen
biaya berupa vaksin, bahan atau alat, transpor, dan tenaga.
Perhitungan biayanya dapat dilihat pada Tabel 4.3.

A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG) 65


Tabel 4.3. Biaya Vaksin
Komponen Biaya Vaksin (4500: 6) x Rp1.362 Rp1.021.500
Program Imunisasi
Bahan & Alat
Tetanus Toxoid
pada Ibu Hamil Spuit Sekali Pakai 4500 x Rp1000 Rp4.500.000
Cold chain* 30 x Rp5000 Rp150.000
Alkohol + kapas 4500 x Rp.10 Rp 45.000
Hasil Modifikasi Penulis Subtotal Rp5.716.500
dari Berbagai Sumber. Biaya Transport
Biaya transpor** 4500 x Rp400 Rp1.800.000
Biaya SDM
Biaya Tenaga*** 0 0
Total Rp7.516.500
Biaya Satuan = Rp7.516.500 : 4500 = Rp1.670
*biaya es/termos
**Tahun lalu dikeluarkan biaya transpor Rp1.200.000 dengan jumlah sasaran 3.000 orang. Biaya
transpor/sasaran = Rp400.
*** Tenaga sudah termasuk dalam biaya gaji petugas Puskesmas

Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa untuk satu jenis


imunisasi diperlukan biaya yang cukup besar, padahal untuk
imunisasi yang diprogramkan pemerintah cukup banyak jenisnya,
yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B, dan pada ibu hamil
imunisasi TT1 dan TT 2. Apabila jumlah biaya tersebut diusulkan
untuk anggaran tahun berikutnya, akan diperlukan lebih
banyak anggaran Puskesmas padahal anggaran yang ada harus
dialokasikan untuk berbagai program Puskesmas lain. Untuk itu,
perlu penghematan biaya dengan cara mendiskusikan bersama
komponen biaya apa saja yang dapat dihemat. Contohnya biaya
transportasi cukup dikeluarkan satu kali karena dengan Puskesling
dalam termos es dapat diisi berbagai vaksin begitu juga biaya
transportasinya.

4.6. Cara Memahami Hasil Analisis Biaya dan Best


Practice

Hasil analisis biaya berupa informasi mengenai biaya satuan


memiliki banyak peran strategis dalam pengelolaan keuangan
suatu fasilitas kesehatan. Setyawan pada 2019 mengelompokkan
peran strategis biaya satuan sebagai berikut.
1. Perencanaan keuangan:
a. Perencanaan pengembalian investasi
b. Alat penganggaran
c. Acuan penentuan tarif
d. Perencanaan pajak
2. Koordinasi keuangan:
a. Alat pengelolaan modal kerja
b. Penentu pengambilan keputusan taktis

66 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


3. Pengendalian keuangan:
a. Alat analisis selisih biaya
b. Pemantauan pengembalian investasi

Contoh implementasi intervensi yang dapat dilakukan seorang


manajer fasilitas kesehatan dengan informasi biaya satuan yang
didapatkan dari hasil analisis biaya, antara lain:
1. Melakukan penghematan biaya pada produk dengan laba paling
kecil.
2. Melakukan promosi pada layanan yang volume penjualannya
kecil.
3. Melakukan promosi dengan paket layanan yang
mengombinasikan penjualan produk yang laku dengan produk
yang kurang laku.
4. Membuat laporan anggaran kebutuhan obat terpadu sehingga
pengelolaan modal kerja menjadi lebih akurat.
5. Mengusulkan perubahan tarif pada layanan yang diketahui biaya
obat dan bahan medis habis pakainya meningkat tajam.

Di era JKN seperti saat ini, implementasi analisis biaya di fasilitas Di era JKN
kesehatan memiliki peranan yang teramat penting dalam menjaga seperti saat ini,
keberlangsungan pelayanan kesehatan. Beberapa contoh hasil studi implementasi
mengenai aplikasi dari metode analisis biaya terkait JKN antara lain: analisis biaya di
1. Hasil Perhitungan Unit Cost dengan Metode Step Down untuk fasilitas kesehatan
Pelayanan Rawat Inap, dan Rawat Jalan di 84 RS Umum BLU/ memiliki
BLUD yang Tersebar di 80 Kabupaten/Kota di Indonesia Lebih peranan yang
Rendah dari Tarif INA-CBGs (Handayani, et.al., 2019). teramat penting
2. Hasil Perhitungan Unit Cost Prosedur Sectio Caesaria Tanpa dalam menjaga
Penyulit pada Semua Kelas Perawatan dan Prosedur Sectio keberlangsungan
Caesaria dengan Penyulit pada Kelas I dan Kelas II Di RSIA Bunda pelayanan
Liwa, Kabupaten Lampung Barat Masih Berada di Bawah dari kesehatan.
Tarif INA-CBGs. Hanya Prosedur Sectio Caesaria dengan Penyulit
Kelas III yang Memiliki CRR yang Rendah, yaitu Sebesar 92,82 %
(Sulistiadi & Sangadji, 2019).
3. CRR Layanan Hemodialisis Pasien BJPS di RS RK Charitas
Palembang Tahun 2016 74% dan CRR Pasien Umum 93%. Hal Ini
Menunjukkan Adanya Defisit Terhadap Layanan Hemodialisis
sehingga harus Dilakukan Subsidi Silang. Setelah Dilakukan
Analisis Faktor-Faktor Penyebab Inefisiensi dengan Perhitungan
Value Stream Mapping (VSM) Didapatkan Komposisi Value
Added (VA) Dibanding Non-Value Added (NVA) adalah 17,73%:
82,27%. Hal Ini Menunjukkan Bahwa Ada Ruang untuk Perbaikan
Efisiensi sehingga dapat Menghemat Biaya (Rusli, 2018).

4.7. Faktor Penting dalam Penetapan Tarif

Trisnantoro pada 2009 menyebutkan bahwa terdapat masalah


praktis dalam menetapkan tarif. Hal tersebut perlu diperhatikan,

A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG) 67


antara lain penetapan tarif yang dipengaruhi oleh struktur pasar
tenaga kerja khusus; harga transfer (transfer price), dan masalah
dalam penetapan tarif produk baru.
1. Penetapan tarif yang dipengaruhi struktur tenaga kerja khusus.
Jumlah dokter spesialis yang masih terbatas menyebabkan
posisi kekuatan tawar terhadap rumah sakit cukup besar. Dokter
sebagai pemberi jasa bagi rumah sakit dapat menentukan harga
(price-maker) sehingga sulit bagi rumah sakit untuk menetapkan
tarif yang rendah bagi pasien.
2. Harga transfer adalah harga jual khusus yang dipakai dalam
pertukaran internal antar-unit untuk mencatat pendapatan
unit yang menjual jasa dan biaya dari unit yang menjual jasa.
Contohnya satu porsi makanan yang disajikan untuk pasien
bangsal VIP harus diberi harga tertentu di atas biaya produksi
instalasi gizi. Hal ini ditentukan oleh ada atau tidaknya harga
pasar untuk produk yang dihasilkan oleh unit tertentu di rumah
sakit. Untuk produk yang tidak dapat dibeli dari pihak di luar
rumah sakit, harga transfer ditetapkan berdasarkan biaya
satuan ditambah laba. Sementara itu, untuk produk yang dapat
dibeli dari luar rumah sakit, unit internal rumah sakit dipaksa
menetapkan harga transfer yang lebih rendah dibandingkan
dengan harga luar.
3. Penetapan tarif untuk produk baru. Tarif suatu produk baru di
rumah sakit dan pasar yang tidak memiliki saingan ditetapkan
dengan harga yang setinggi-tingginya untuk meraih keuntungan
sebesar-besarnya.

4.8. Contoh Kasus: Menghitung Tarif Pemeriksaan


Radiodiagnostik di Rumah Sakit

Untuk dapat lebih memahami aplikasi dari analisis biaya dalam


suatu fasilitas kesehatan, kita dapat melihat contoh proses analisis
biaya pelayanan instalasi radiodiagnostik di RSUD Linggajati
Kuningan dengan metode Activity Based Costing (ABC). (Heriana,
Tarif pelayanan et.al., 2015).
RSUD Linggajati
Kabupaten Total pasien yang berkunjung ke sarana pelayanan instalasi radiologi
Kuningan RSUD Linggajati pada periode 2012-2013 sebanyak 685 orang dengan
ini masih 700 pemeriksaan radiologi. Tarif pemeriksaan radiodiagnostik yang
menggunakan berlaku di RSUD Linggajati pada periode tersebut adalah Rp47.000/
sistem akuntansi pemeriksaan, naik x kali tarif awal untuk tiap penambahan
tradisional pemeriksaan. Tarif yang diatur dalam PERDA Kabupaten Kuningan
sehingga hasil No. 9 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan pada
perhitungannya RSUD Linggajati Kabupaten Kuningan ini masih menggunakan
masih kurang sistem akuntansi tradisional sehingga hasil perhitungannya masih
memberikan kurang memberikan gambaran yang tepat dalam pembebanan
gambaran yang tarif.
tepat dalam
pembebanan Untuk mendapatkan tarif yang lebih akurat dilakukan analisis biaya
tarif. menggunakan metode ABC. Langkah pertama yang dilakukan

68 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


adalah mengidentifikasi aktivitas apa saja yang dilakukan di
instalasi radiologi RSUD Linggajati Kuningan, dengan rincian yang
terlihat pada Tabel 4.4.

NO AKTIVITAS
Tabel 4.4.
Identifikasi
1 Pelayanan administrasi pendaftaran Aktivitas Unit
2 Pelayanan pemeriksaan radiodiagnostik Radiodiagnostik
3 Pengolahan fim rontgen RSUD Linggajati
4 Reject analysis dan quality assurance
Heriana, C., Kosasih, A., &
5 Pembacaan hasil Anjasmara, D. K. (2015).
Analisis Biaya dengan
6 Pemeliharaan alat radiologi Metode Activity Based
Costing (ABC) pada
Pemeriksaan Radio
Langkah berikutnya dilakukan pembebanan biaya yang Diagnostik di Instalasi
disetahunkan untuk setiap aktivitas, kemudian menentukan Radiognostik RSUD
pemicu biaya untuk setiap aktivitas sehingga dapat ditemukan tarif Linggajati Kuningan
…. Jurnal Kebijakan
per unit cost driver, yang dijabarkan dalam Tabel 4.5. Kesehatan Indonesia:
JKKI. https://journal.
ugm.ac.id/jkki/article/
download/36107/21118.

Tabel 4.5.
Pembebanan
Biaya dan Tarif
Unit Cost Driver
Radiodiagnostik
RSUD Linggajati

Heriana, C., Kosasih, A., &


Anjasmara, D. K. (2015).
Analisis Biaya dengan
Metode Activity Based
Costing (ABC) pada
Pemeriksaan Radio
Diagnostik di Instalasi
Radiognostik RSUD
Linggajati Kuningan
…. Jurnal Kebijakan
Kesehatan Indonesia:
JKKI. https://journal.
ugm.ac.id/jkki/article/
download/36107/21118.

Selanjutnya untuk menghitung harga pemeriksaan radiodiagnostik


diperlukan perhitungan Biaya Overhead yang dibebankan dengan
menggunakan cara berikut.

Seluruh biaya aktivitas yang telah dikelompokkan kemudian


dijumlahkan, dan total biayanya dibagi dengan jumlah pemeriksaan
di instalasi radiodiagnostik, seperti yang terlihat pada Tabel 4.6.

A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG) 69


Tabel 4.6. Total TARIF PER
Biaya Aktivitas NO AKTIVITAS UNIT COST DRIVER JUMLAH (RP)
Radiodiagnostik DRIVER
RSUD Linggajati 1. Pelayanan Rp 14.295 685 orang Rp 11.478.545
administrasi
pendaftaran
Heriana, C., Kosasih, A., & 2. Pelayanan Rp 42.857 700 Rp 29.999.900
Anjasmara, D. K. (2015).
Analisis Biaya dengan
pemeriksaan pemeriksaan
Metode Activity Based radiodiagnostik
Costing (ABC) pada 3. Pengolahan film Rp 17.626,5 1.400 Rp 24.677.100
Pemeriksaan Radio
Diagnostik di Instalasi
rontgen pemeriksaan
Radiognostik RSUD 4. Reject analysis dan -
Linggajati Kuningan quality assurance
…. Jurnal Kebijakan
Kesehatan Indonesia: 5. Pembacaan hasil Rp 1.500 1.600 film Rp 2.400.000
JKKI. https://journal.
ugm.ac.id/jkki/article/
6. Pemeliharaan alat Rp 291.667 12 bulan Rp 3.500.000
download/36107/21118. radiologi
Total biaya aktivitas yang dibebankan di instalasi Radiologi Rp 72.055.545
Jumlah hari pakai 365 hari
Tarif per pemeriksaan radiologi Rp 197.412

Dari perhitungan di Tabel 4.6. didapatkan hasil perhitungan tarif


pemeriksaan radiodiagnostik di RSUD Linggajati Kuningan dengan
metode ABC adalah sebesar Rp197.412. Nilai tarif ini berbeda
sangat jauh dengan tarif yang sudah ditetapkan menggunakan
metode tradisional, yaitu Rp47.000. Hasil analisis ini bisa menjadi
bahan pertimbangan bagi pihak manajemen Rumah Sakit untuk
melakukan penyesuaian tarif sehingga Rumah Sakit tidak merugi.

4.9. Simpulan

1. Akuntansi biaya adalah proses pencatatan, penggolongan,


peringkasan dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan
produk atau jasa dengan cara tertentu, serta penafsiran
terhadapnya yang akan menjadi dasar dalam melakukan
perencanaan, penetapan tujuan, serta pengendalian proses
operasional.
2. Jenis biaya dapat dikelompokkan menurut fungsi, tempat, dan
jumlah produksi yang dihasilkan. Pengelompokan tersebut
berguna untuk melakukan pemetaan biaya sebagai tahap awal
analisis biaya pada suatu fasilitas dan program kesehatan.
3. Produk dari akuntansi biaya adalah costing, penetapan tarif
(pricing), perencanaan dan anggaran (budgeting & planning),
serta pemulihan biaya (cost recovery).
4. Identifikasi biaya dapat dilakukan dengan metode top-down,
bottom-up, ataupun kombinasi dari keduanya.
5. Analisis biaya pada suatu program kesehatan memerlukan
pendekatan yang berbeda dengan analisis biaya pada suatu
institusi atau fasilitas kesehatan.

70 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


6. Informasi mengenai biaya satuan memiliki banyak peran Masalah
strategis dalam pengelolaan keuangan suatu fasilitas kesehatan. yang perlu
7. Masalah yang perlu diperhatikan dalam penetapan tarif layanan diperhatikan
kesehatan mencakup struktur pasar tenaga kerja khusus, harga dalam penetapan
transfer, dan masalah dalam menetapkan tarif untuk produk tarif layanan
baru. kesehatan
mencakup
struktur pasar
Daftar Pustaka tenaga kerja
khusus, harga
Aurelia, A., & Pujiyanti, E. (2017). Biaya Satuan dan Pemulihan Biaya transfer, dan
(Cost Recovery Rate) Layanan Pasien Acute Coronary masalah dalam
Syndrome dengan Rawat Inap di Rumah Sakit X Tahun menetapkan tarif
2015. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia. http://journal. untuk produk
fkm.ui.ac.id/jurnal-eki/article/view/1778 baru.

Chapko, M. K., Liu, C.-F., Perkins, M., Li, Y.-F., Fortney, J. C., &
Maciejewski, M. L. (2009). Equivalence of Two Healthcare
Costing Methods: Bottom-Up And Top-Down. Health
Economics, 18(10), 1188–1201. https://doi.org/10.1002/hec.1422

Drury, C. (2018). Management and Cost Accounting, 10th Edition


(Vol. 10). Massachusetts: Cengage.

Finkler, Ward, D. M., & Calabrese, T. (2018). Accounting


Fundamentals for Health Care Management.
Massachusetts: Jones & Bartlett Learning.

Gani, A. (1996). Analisis Biaya Rumah Sakit (Pedoman-pedoman


Pokok Analisis Biaya Rumah Sakit). Disajikan Pada
Pelatihan Penyusunan Pola Tarif Rumah Sakit Pemerintah
Di Lingkungan Dirjen Pelayanan Medik Tahun Anggaran,
1997.

Garrison, R. H., Norren, E. W., Brewer, P. C., & Others. (2013).


Managerial Accounting, 14th Ed. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat.

Handayani, L., Suharmiati, S., & Pratiwi, N. L. (2019). Unit Cost Rumah
Sakit dan Tarif INA-CBGS: Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, 21(4). https://doi.org/10.22435/hsr.v21i4.45

Hansen, D. R., & Mowen, M. M. (2007). Management Accounting,


8th Ed. USA: Thomson South-Western.

Heriana, C., Kosasih, A., & Anjasmara, D. K. (2015). Analisis Biaya


dengan Metode Activity Based Costing (ABC) pada
Pemeriksaan Radio Diagnostik di Instalasi Radiognostik
RSUD Linggajati Kuningan …. Jurnal Kebijakan Kesehatan
Indonesia: JKKI. https://journal.ugm.ac.id/jkki/article/
download/36107/21118.

A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG) 71


Hidhayanto, W. (2018). Perhitungan Unit Cost, Paket Cost of
Care, Analisis Utilisasi dan BEP, Penyusunan Tarif, Selisih
Pembayaran Riil Casemix VS Cost of Care, Pengendalian
Biaya (Cost Containment) Rumah Sakit. Semarang:
Pelatihan Teknis Hospital Cost Management.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2007). PSAK 16 Aset Tetap. Jakarta:


Ikatan Akuntan Indonesia.

Muchtar, M., & Sulistiadi, W. (2019). Metode Pendekatan Top-down


dan Bottom-up: Strategi Marketing Penetapan Harga di
Pelayanan Kesehatan. Jurnal Administrasi Rumah Sakit.
http://journal.fkm.ui.ac.id/arsi/article/view/2863

Rusli, N. T. (2018). Analisis Biaya dan Faktor-faktor Penentu


Inefisiensi Layanan Hemodialisis pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik Rumah Sakit Rk Charitas Palembang Tahun 2016.
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia. http://journal.
fkm.ui.ac.id/arsi/article/view/2221

Setyawan, J., & Setyawan, D. F. (2019). Sistem Akuntansi Unit Cost


Rumah Sakit dengan Microsoft Excel: Perancangan,
Implementasi, dan Penganggaran Rumah Sakit Berbasis
Produk, Vol. 2. Yogyakarta: Penerbit BPFE.

Sulistiadi, W., & Sangadji, I. (2019). Strategi Atasi Perbedaan Unit Cost
Sectio Caesaria dengan Klaim Berdasarkan Tarif INA-CBG’s
pada Pasien BPJS di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak
Bunda Liwa. Jurnal Manajemen dan Administrasi Rumah
Sakit Indonesia (MARSI). http://ejournal.urindo.ac.id/index.
php/MARSI/article/view/533

Trisnantoro, L. (2009). Memahami Ilmu Ekonomi dalam


Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.

72 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Pengendalian Biaya
(Cost Containment)
BAB
5 Layanan Kesehatan
Rabiah al Adawiyah & Chriswardani Suryawati

5.1. Pengantar

Mengendalikan biaya kesehatan dengan tetap berupaya


meningkatkan kesehatan merupakan salah satu tantangan sektoral
secara global. Di seluruh dunia, peningkatan biaya kesehatan
menuntut jumlah anggaran nasional yang lebih besar. Peningkatan
tersebut menuntut pemberlakuan kebijakan pengendalian biaya
(cost-containment) atau strategi menahan laju peningkatan biaya
kesehatan. Secara umum peningkatan bersumber dari permintaan
terhadap layanan kesehatan, peningkatan proporsi dari populasi usia
tua (aging population), inovasi pada bidang teknologi kedokteran
dan obat-obatan, malpraktik, proses administrasi yang tidak efektif,
korupsi, dan kurangnya upaya pencegahan dan promosi kesehatan.

Peran organisasi dan fasilitas kesehatan milik pemerintah dan


swasta sangat penting dalam pengendalian biaya kesehatan secara
keseluruhan. Pengeluaran atau belanja pada sektor kesehatan
sangat dipengaruhi oleh pilihan dan sikap penyedia layanan
kesehatan. Oleh karena itu, para manajer dan penyedia layanan pada
fasilitas dan organisasi kesehatan diharapkan mampu memahami
konsep pengendalian biaya dan memiliki kesadaran akan biaya
(cost-awareness and cost-consciousness) sebagai suatu sikap yang
muncul atas pemahaman yang baik akan biaya obat, pemeriksaan
penunjang biaya layanan, dan biaya lainnya terkait keputusan klinis
yang diberikan kepada pasien.

PENG EN DA L IA N BIAYA (COST CON TAIN M E N T) L AYA N A N KESEHATA N 73


Setelah membaca bab ini pembaca diharapkan mampu
melakukan enam hal berikut: 1. mendefinisikan dan menjelaskan
konsep pengendalian biaya dalam konteks pelayanan kesehatan.
2. mengidentifikasi strategi dan metode pengendalian biaya yang
berbeda dari berbagai perspektif dan target. 3. mendiskusikan
berbagai strategi pengendalian biaya pada rumah sakit, 4.
memahami mekanisme kesadaran biaya (cost-awareness). 5.
memahami pengaruh dinamika permintaan-persediaan. dan 6.
mendorong perilaku sadar biaya di layanan kesehatan.

5.2. Pengendalian Biaya

Terminologi “Pengendalian Biaya” secara umum digunakan untuk


merujuk pada upaya ataupun strategi mengurangi atau menahan
laju peningkatan pengeluaran atau pembiayaan kesehatan
(Rapoport, et.al., 2008). Bab ini akan membahas pengendalian biaya
yang merujuk pada upaya untuk mengendalikan pengeluaran biaya
kesehatan pada organisasi dan fasilitas kesehatan dengan contoh
implementasi di beberapa tipe organisasi dan fasilitas kesehatan.

Pada banyak sistem kesehatan, terutama sistem yang ditopang


Pada banyak oleh tingkat pertanggungan asuransi kesehatan yang tinggi, tidak
sistem kesehatan, terdapat insentif yang kuat untuk menahan atau mengendalikan
terutama sistem biaya. Selain itu, sektor kesehatan juga sangat rentan terhadap praktik
yang ditopang inefisiensi, seperti pemberian perawatan yang tidak diperlukan, variasi
oleh tingkat praktik klinis yang tidak beralasan (unjustifiable), pemborosan (waste
pertanggungan in healthcare), beban administratif, korupsi, dan penyalahgunaan
asuransi wewenang (Stadhouders, et.al., 2019). Hal ini karena sektor kesehatan,
kesehatan yang berbeda dengan sektor lainnya, memiliki ragam variasi layanan dan
tinggi, tidak asimetri infomasi antara konsumen dan produsen.
terdapat insentif
yang kuat untuk Pada sektor kesehatan, produsen atau penyedia layanan memiliki
menahan atau infomasi yang jauh lebih lengkap daripada konsumen atau pasien
mengendalikan (Supplier Induced Demand). Oleh karena itu, produsen (penyedia
biaya. layanan kesehatan) biasanya bertindak sebagai pengambil
keputusan dalam menentukan jenis dan jumlah layanan kesehatan
yang digunakan. Sementara itu, di sisi lain konsumen mempunyai
keterbatasan pengetahuan dan pemahaman tentang konsumsi
kesehatan dan pelayanan kesehatan yang seharusnya dilakukan
(consumer’s ignorance), terutama pada layanan pengobatan
(kuratif). Hasil konsumsi dari layanan kesehatan juga tidak pasti.
Dalam banyak kasus, produsen (e.g., dokter/penyedia layanan
kesehatan) tidak dapat memprediksi hasil dari layanan kesehatan
yang diberikan (McGuire, et.al., 2005). Karena fenomena tersebut,
pengeluaran pada sektor kesehatan, terutama jangka panjang,
lebih didorong oleh faktor dari sisi penawaran (supply-side factors).

Tujuan utama dari strategi pengendalian biaya pada sektor


kesehatan adalah untuk menurunkan atau mengurangi
pengeluaran, memastikan sumber daya dana atau anggaran

74 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


terlokasikan dengan tepat, memastikan efisiensi dan efektivitas
penggunaan sumber daya yang secara jangka panjang akan
berdampak pada keberlangsungan (sustainability) pengelolaan
fasilitas kesehatan.

5.3. Metode Pengendalian Biaya

Kebijakan dan strategi pengendalian biaya telah banyak


diimplementasikan dengan memperhatikan berbagai aspek
sistem kesehatan, seperti harga, volume (jumlah layanan),
penawaran, permintaan, dan proses pasar (Stadhouders, etal., 2019).
Namun, harus dipahami sebelumnya bahwa implementasi strategi
pengendalian biaya dapat menyebabkan respons perilaku yang
merugikan (adverse behavioural responses) dan juga menimbulkan
efek yang berbeda, tergantung pada konteks organisasi dan institusi
tempat strategi ini diterapkan (Stadhouders, etal., 2019).

Gambar 5.1.
Berbagai Strategi
atau Kebijakan
Pengendalian
Biaya

Stadhouders, N., Kruse,


F., Tanke, M., Koolman,
X., & Jeurissen, P. (2019).
Effective Healthcare Cost-
Containment Policies: A
Systematic Review. Health
Policy. Elsevier Ireland Ltd.
https://doi.org/10.1016/j.
healthpol.2018.10.015.

Gambar 5.1. menggambarkan berbagai metode pengendalian biaya


yang dikelompokkan berdasarkan target dari strategi. Gambar
tersebut dibuat berdasakan tinjuan sistematis terhadap 71 studi
pengendalian biaya dengan berbagai strategi dengan target yang
berbeda di seluruh dunia. Gambar ini menguraikan strategi untuk
menargetkan pengendalian biaya melalui pengendalian harga,
anggaran, pengendalian jumlah, dan kebijakan yang berorientasi
pada pasar. Gambar ini juga menguraikan secara sederhana strategi
turunan target yang spesifik.

Dalam identitas akuntansi, biaya total adalah kombinasi dari jumlah


dan harga. Strategi yang kemudian bertujuan untuk mengendalikan
biaya dapat ditargetkan langsung pada harga, jumlah, atau dinamika
dari keduanya. Harus dipahami pula bahwa efek dari strategi yang
menargetkan harga ataupun jumlah akan bergantung pada banyak
faktor, antara lain model pembayaran kembali (reimbursement),
struktur biaya, dan kombinasi layanan. Contohnya, jika strateginya
adalah menurunkan harga pembayaran kembali, efek yang mungkin

PENG EN DA L IA N BIAYA (COST CON TAIN M E N T) L AYA N A N KESEHATA N 75


timbul adalah kenaikan jumlah yang diklaim oleh dokter atau
penyedia layanan sebagai bentuk kompensasi akibat dari hilangnya
pendapatan (Barer, et.al., 1996).

5.3.1. Anggaran

Penganggaran total sektoral adalah salah satu strategi yang


banyak digunakan untuk mengendalikan biaya. Penganggaran
total (global budgets)1 atau pembatasan pengeluaran (expenditure
caps) merupakan strategi yang digunakan di banyak negara Eropa
pada era 1990-an. Hal tersebut dianggap mampu membatasi
pertumbuhan belanja rumah sakit ataupun dokter. Caranya adalah
dengan menetapkan batasan belanja di awal (Wolfe & Moran, 1993).
Penetapan tersebut memaksa pengendalian harga atau jumlah
konsumsi.

5.3.2. Pengendalian Harga

Pada mekanisme Pengendalian harga (price control) biasanya dilakukan melalui


pasar bebas regulasi atau aturan hukum yang memaksa penetapan harga
(free-market) untuk produk atau layanan tertentu. Pada mekanisme pasar bebas
harga ditetapkan (free-market) harga ditetapkan berdasarkan dinamika penawaran-
berdasarkan permintaan. Sementara itu, pada sektor kesehatan yang memiliki
dinamika beberapa eksternalitas yang kemudian menyebabkan kegagalan
penawaran- pasar, penentuan harga menjadi salah satu strategi yang biasa
permintaan. digunakan. Pemerintah dapat menargetkan pengendalian biaya
penggantian ataupun biaya produksi (Raulinajtys-Grzybek, 2014).

Contoh dari pengendalian harga dalam upaya pengendalian belanja


kesehatan adalah reimbursement (penggantian pembayaran)
dengan harga untuk pelayanan dan tindakan kesehatan tertentu
yang telah ditetapkan sebelumnya. Penetapan fee schedule berisi
daftar biaya sebagai pergantian layanan kesehatan yang diberikan
oleh dokter atau penyedia jasa kesehatan lainnya.

5.3.2.1. Penetapan Harga

Penetapan harga telah menjadi salah satu strategi dalam


pengendalian belanja kesehatan (Barber, et.al., ). Strategi ini digunakan
untuk mengatur harga yang akan dibayarkan pada layanan rawat
jalan ataupun tindakan medis pada rawat jalan. Di Indonesia contoh
penggunaan penetapan harga adalah Keputusan Menteri Kesehatan
720/MENKES/SK IX/2006 Tentang Pengaturan Harga Obat Generik.

Hal yang perlu juga dipahami adalah bahwa penetapan harga sangat
tergantung pada informasi biaya (cost information) sebagai estimasi
akurat dari biaya spesifik layanan kesehatan yang harus dikeluarkan.

1 Penganggaran global (global budgeting) adalah frasa yang digunakan untuk


menggambarkan strategi perencanaan anggaran total di awal tahun keuangan
(financial year).

76 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Harga yang ditetapkan idealnya tidak menyebabkan konsekuensi
yang tidak diinginkan yang memengaruhi kualitas layanan kesehatan.
Informasi biaya menjadi lebih penting ketika kemudian penetapan
harga didasarkan pada sistem berbasis kasus (case-based). Hal
tersebut juga dikenal sebagai Diagnosis Related Groups (DRG) seperti
yang diterapkan di Indonesia (Langenbrunner, 2015).

5.3.3. Pengendalian Jumlah (Volume Control)

Pengendalian jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan ataupun


dimintakan adalah salah satu target dari strategi pengendalian
biaya kesehatan. Pengendalian tersebut terbagi atas strategi dari
sisi penawaran (supply-side) dan permintaan (demand-side).

5.3.3.1. Sisi Penawaran

Pengendalian biaya bisa dilakukan dengan pengendalian jumlah Strategi


tindakan atau jumlah pemberian layanan kesehatan. Salah satu pharmaceutical
contoh dari strategi ini adalah pharmaceutical authorization authorization (PA)
(PA) yang ditujukan untuk mengurangi pengobatan berlebihan ditujukan untuk
(overtreatment) dan mengubah kebiasaan peresepan (MacKinnon mengurangi
& Kumar, 2001). pengobatan
berlebihan
Strategi ini juga dapat dilakukan dengan mengendalikan kapasitas (overtreatment)
dan akses, seperti pembatasan jumlah jam kerja untuk layanan dan mengubah
tertentu ataupun pembatasan jumlah tempat tidur di rumah kebiasaan
sakit. Hal tersebut dilakukan untuk menurunkan angka rawat inap peresepan.
sekaligus mempercepat proses pulang pasien yang kemudian akan
mempersingkat periode rawat inap.
1. Salah satu strategi dari sisi penawaran yang dilakukan di Indonesia
adalah melalui Formularium Obat (Fornas). Daftar obat terpilih
dibutuhkan dan digunakan sebagai acuan penulisan resep pada
pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan
program jaminan kesehatan. Penggunaan Fornas diharapkan
dapat mengendalikan peresepan obat yang berlebihan atau
tidak diindikasikan.
Penatalaksanaan pasien di rumah sakit juga dapat dilakukan
dalam upaya pengendalian biaya dari sisi penawaran. Adapun
penatalaksanaan pasien dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu
pre-admission, concurrent review, dan discharge planning. Pre-
admission terjadi sejak pasien masuk dan mendapatkan layanan
di rumah sakit hingga keluar. Layanan selesai terjadi karena dua
hal, yaitu pasien sembuh atau meninggal dunia.
2. Concurrent review dan discharge planning adalah penilaian
yang dilakukan terhadap kebutuhan pasien setelah perawatan di
rumah sakit. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah waktu
yang dihabiskan di rumah sakit. Rawat inap merupakan salah
satu sumber pengeluaran kesehatan yang besar. Oleh karena itu,
banyak strategi pengendalian biaya kesehatan dilakukan untuk
menekan atau membatasi lama rawat inap di rumah sakit.

PENG EN DA L IA N BIAYA (COST CON TAIN M E N T) L AYA N A N KESEHATA N 77


5.3.3.2. Sisi Permintaan

Salah satu strategi yang paling populer untuk mengendalikan


belanja kesehatan dari sisi permintaan (demand-side). Strategi ini
bertujuan untuk mengendalikan permintaan kesehatan dari pihak
konsumen. Harapannya adalah permintaan kesehatan tersebut
dibutuhkan dan rasional. Strategi tersebut antara lain:

1. Cost-sharing (copayment) merupakan metode penting yang


memengaruhi penggunaan layanan kesehatan dan juga beban
finansial dari peseta tertanggung. Pada sistem kesehatan
berbasis-asuransi, peserta tersebut mendapatkan keringanan
biaya yang signifikan dalam mengakses layanan kesehatan. Oleh
karena itu, peserta tertanggung akan mendapat motivasi yang
lebih untuk menggunakan layanan kesehatan, bahkan ketika
layanan kesehatan tersebut tidak dibutuhkan (fenomena moral
hazard). (Qingyue, et.al., 2011).
Pada 1974, RAND Health Insurance Experience (HIE)
menggunakan metode Randomized Controlled Trial yang
menunjukkan bahwa strategi cost-sharing terbukti sukses
menahan laju belanja kesehatan. Namun, ada banyak perdebatan
terutama mengenai isu equality. Strategi cost-sharing akan
lebih memengaruhi mereka yang mencari perawatan, bukan
yang tidak. Oleh karena itu, strategi ini kadang dinggap sebagai
pengalihan beban ekonomi dari mereka yang sehat kepada yang
sakit (Qingyue, et.al., 2011).

2. Paket manfaat (benefit package) merujuk pada paket aturan


atas tipe dan tindakan layanan kesehatan yang dibiayai atau
ditanggung oleh asuransi. Strategi lainnya dari kelompok ini
adalah investasi pada upaya pencegahan kesehatan dan investasi
pada edukasi pasien.

5.3.4. Kebijakan Berorientasi-Pasar

5.3.4.1. Pembayaran Rumah Sakit dengan Metode INA-CBGs

INA-CBGs adalah Di level rumah sakit di Indonesia, pembayaran layanan kesehatan


tingkat tarif harga menggunakan metode pembayaran prospektif. INA-CBGs adalah
yang ditetapkan tingkat tarif harga yang ditetapkan oleh berbagai institusi (yaitu
oleh berbagai organisasi profesi dan asosiasi rumah sakit) atas pemberian layanan
institusi (yaitu kesehatan (treatment standard) pada berbagai situasi.
organisasi profesi
dan asosiasi Tarif INA-CBGs dilandaskan pada tarif grup diagnosis yang
rumah sakit) menggunakaan sumber daya klinis tertentu. Pembayaran
atas pemberian menggunakan metode ini tidak didasarkan pada layanan kesehatan
layanan yang diterima oleh pasien, tetapi oleh diagnosis dari pasien (Satibi,
kesehatan et.al., 2019). Penggunaan metode ini dianggap lebih efisien
(treatment dibandingkan penggunaan pembayaran retrospective, seperti Fee-
standard) pada for-Services (FFS).
berbagai situasi.

78 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


5.3.4.2. Pembayaran Fasilitas Kesehatan Primer dengan
Metode Kapitasi

Metode pembayaran kapitasi adalah strategi umum yang digunakan


pada Managed Care Organisation (MCO) untuk mengendalikan
pengeluaran kesehatan. Pembayaran kapitasi mengontrol
penggunaan dari sumber daya kesehatan dengan cara meletakkan
tanggung jawab (risiko) finansial dari pemberian layanan kepada
penyedia layanan kesehatan (dokter atau perawat). Ini karena dalam
metode pembayaran kapitasi, penyedia layanan jasa kesehatan
telah diberikan sejumlah anggaran tertentu sesuai dengan jumlah
orang atau pasien yang telah ditentukan sebelumnya.

5.3.4.3. Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK)

Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK) atau Health Technology Dalam era JKN
Assessment (HTA) adalah proses penilaian sistematik terhadap sebagian besar
teknologi kesehatan dengan mengevaluasi efek langsung dan tidak pendapatan
langsung dari penggunaan teknologi kesehatan tersebut. Teknologi sudah ditentukan
kesehatan dapat berupa semua jenis intervensi yang digunakan di depan
dalam bidang kedokteran/kesehatan guna tujuan promosi, prevensi, dengan sistem
skrining, penegakan diagnosis, pengobatan, rehabilitasi, dan reimbursement
perawatan jangka panjang. Teknologi kesehatan juga mencakup obat, oleh BPJS-
bahan biologis, prosedur medis dan bedah, sistem penunjang, serta Kesehatan
sistem organisasi dan manajerial. Kajian yang dilakukan terhadap (perspektif rumah
teknologi kesehatan meliputi aspek karakteristik, keamanan, efikasi, sakit).
efektivitas, aspek ekonomi dan aspek sosial, etika, legal, politis, dan
agama (Permenkes no.51 tahun 2017).

PTK adalah bentuk pengendalian terhadap belanja kesehatan yang


didorong oleh teknologi kesehatan. Institusi PTK yang bertugas
untuk melakukan investigasi ilmiah akan memberikan infomasi
kepada pengambil kebijakan terkait keputusan untuk mengadopsi
teknologi kesehatan tertentu.

5.4. Implementasi Pengendalian Biaya

Manajemen rumah sakit yang andal diharapkan mampu memberikan


pelayanan kesehatan cost-effective. Dengan demikian, rumah
sakit mampu menghasilkan keuntungan yang menyejahterakan
personel atau staf dan dapat melakukan ekspansi pelayanan. Dalam
era JKN sebagian besar pendapatan sudah ditentukan di depan
dengan sistem reimbursement oleh BPJS-Kesehatan (perspektif
rumah sakit). Oleh karena itu, pengendalian biaya pelayanan
merupakan sesuatu yang krusial untuk memastikan agar rumah
sakit tetap menghasilkan keuntungan (Setyawan & Setyawan, 2016).

Kesalahan yang sering dilakukan dalam pengendalian biaya pada


layanan kesehatan adalah ketika manajer atau pimpinan layanan
lebih berkonsentrasi kepada efisiensi dan bukan efektivitas. Empat
hal berikut sebagai contohnya. Pertama rumah sakit melakukan

PENG EN DA L IA N BIAYA (COST CON TAIN M E N T) L AYA N A N KESEHATA N 79


aktivitas dengan cara yang cepat dan bukan hal yang tepat.
Kedua rumah sakit cenderung memecahkan masalah, tetapi tidak
menghasilkan alternatif yang kreatif. Ketiga rumah sakit cenderung
menjaga sumber daya dan bukan optimisasi pemanfaatan
sumber daya. Empat rumah sakit menurunkan biaya, tetapi tidak
meningkatkan surplus (Setyawan & Setyawan, 2016).

Sebelum memahami beberapa strategi umum tersebut, sistem


informasi akuntansi unit cost layanan di rumah sakit harus
dipahami terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan terkait
pengendalian biaya. Infomasi rinci terutama dibutuhkan perihal
pemicu terjadinya biaya, yaitu kegiatan pelayanan. Informasi terkait
harga pokok kegiatan pelayanan paling tidak harus mencakup
empat hal berikut, (1) direct labour cost, (2) direct service cost, (3)
direct material cost, dan (4) hospital overhead cost (Schwierz, 2016).
Informasi tersebut dapat digunakan untuk mengambil keputusan
dalam pengendalian biaya melalui proses penganggaran, analisis
selisih, dan investigasi selisih.

5.4.1. Memperbaiki Pembiayaan

Schwierz, C., pada 2016 mengatakan bahwa pengendalian biaya


kesehatan di rumah sakit dapat dilakukan dengan cara memperbaiki
pembiayaan. Strategi yang dilakukan dengan menggunakan empat
hal berikut.
1. Anggaran total.
2. Cost-sharing.
3. DRG-based payment, pembiayaan kemudian berbasis aktivitas
atau berdasarkan kasus atau diagnosis pasien.
4. Sistem pembayaran penyedia layanan berbasis-kinerja.

5.4.2. Menurunkan Biaya Operasional

Strategi Strategi pengendalian biaya juga dapat digunakan dengan


pengendalian melakukan penghematan atau menurunkan biaya operasional.
biaya juga dapat Strategi ini bisa dilakukan dengan pengurangan gaji, perbaikan
digunakan kinerja staf melalui proses pemantauan, dan optimisasi belanja
dengan obat. Strategi lainnya mencakup hal berikut.
melakukan 1. Optimisasi purchasing strategy untuk barang medis dan
penghematan non-medis yang digunakan di rumah sakit. Kontrol dalam
atau menurunkan pembelian barang dan produk adalah salah satu strategi
biaya operasional. penting pengendalian biaya melalui penurunan harga dengan
tetap memastikan mutu dengan cara membeli produk dan
layanan yang inovatif. Proses pembelian yang lebih efisien juga
mendorong proses inventaris yang lebih murah dan sederhana.
2. Peningkatan kinerja staf dan strategi staff-mix atau task-shifting.
Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan kepada
perawat untuk beberapa tugas yang biasanya dilakukan oleh
dokter (untuk beberapa kualifikasi yang memungkinkan).

80 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Pengurangan biaya operasional di rumah sakit dapat juga
dilakukan dengan optimisasi kinerja rumah sakit yang merupakan
strategi pengendalian biaya jangka panjang.

5.4.3. Penerapan Lean Management di Rumah Sakit2

Gambar
5.2. Sumber
Pemborosan di
Sektor Kesehatan

NEJM Catalyst. (2018).


What is Lean Healthcare?
Catalyst Carryover.
Retrieved from https://
catalyst.nejm.org/doi/
full/10.1056/CAT.18.0193

Penggunaan konsep Lean Management dalam sektor kesehatan


adalah untuk meminimalkan pemborosan dengan proses perbaikan
yang berkelanjutan. Penggunaannya mampu mengurangi dan
mengendalikan biaya sekaligus meningkatkan kepuasan pasien.
Pada sektor kesehatan terdapat tujuh sumber utama pemborosan
yang dapat dikurangi, yaitu sebagai berikut:
1. Waktu yang dihabiskan pasien atau personel untuk menunggu.
Pengurangan waktu tunggu dengan menggunakan
appointment waiting list merupakan salah satu cara untuk
menghindarinya.
2. Kelebihan suplai dan persediaan obat yang belum dipakai.
Minimalisasi inventoris dapat dilakukan untuk mencegah
pemborosan.
3. Kegagalan proses atau sistem, kesalahan medis, dan kesalahan
diagnosis. Ketiga hal tersebut juga dapat diklasifikasikan sebagai

2 NEJM Catalyst. (2018). What is Lean Healthcare? Catalyst Carryover. Retrieved from
https://catalyst.nejm.org/doi/full/10.1056/CAT.18.0193

PENG EN DA L IA N BIAYA (COST CON TAIN M E N T) L AYA N A N KESEHATA N 81


pemborosan. Perbaikan kualitas, peningkatan reimbursement
rate, dan re-admission dapat dilakukan agar pemborosan tidak
terjadi.

4. Perpindahan pasien, suplai, dan peralatan yang berlebihan.


Khusus untuk perpindahan pasien harus memperhatikan dan
meningkatkan Patient Flow.
5. Pergerakan karena kebutuhan berjalan jauh akibat desain
bangunan yang buruk ataupun proses transfer pasien tidak
ergonomis. Hal tersebut dapat dicegah sehingga terjadi
penghematan waktu melalui pengurangan pergerakan.
6. Perawatan yang berlebihan, seperti redundansi perawatan,
duplikasi tes, dan perpanjangan hari rawat inap yang tidak
dibutuhkan. Rumah sakit perlu memaksimalkan sumber daya
dengan meminimalkan produksi perawatan kesehatan yang
berlebihan.
7. Over-processing, misalnya pasien melakukan tes yang tidak
dibutuhkan, mengisi formulir yang berbeda untuk informasi
yang sama, dan mengisi data di lebih dari satu sistem. Ketika
waktu, tenaga, dan sumber daya dikeluarkan tidak dibarengi
dengan penambahan kualitas pelayanan dan peningkatan hasil
kesehatan pada pasien, proses tersebut dapat dieliminasi melalui
Lean Management.
DUR adalah
proses peninjauan 5.4.4. Review di Level Layanan Kesehatan (Rumah
secara terstruktur Sakit)
terhadap proses
peresepan, Utilization Review (UT) adalah strategi yang digunakan untuk
pemberian, dan mencegah pemberian layanan medis yang tidak tepat. Pemberi
penggunaan layanan kesehatan akan melakukan tinjauan terhadap perawatan
obat. pasien dari perspektif kebutuhan medis, kualitas layanan,
ketepatan pengambilan keputusan, dan lama waktu rawat inap.
Strategi lain yang bisa dilakukan adalah Drug Utilization Review
(DUR) dan concurrent review. DUR adalah proses peninjauan
secara terstruktur terhadap proses peresepan, pemberian, dan
penggunaan obat, sedangkan concurrent review adalah program
manajemen penggunaan layanan yang berbarengan dengan
pemberian layanan. Hal tersebut biasa dilakukan oleh perawat
untuk mengawasi ketepatan pelayanan dan kemajuan dari rencana
kepulangan.

5.4.5. Reformasi Struktural pada Sektor Rumah Sakit

Reformasi struktural di rumah sakit yang bertujuan untuk


menahan laju biaya dapat dilakukan dengan banyak cara. Salah
satunya adalah mendorong praktik pengadaan barang yang tepat.
Pengendalian biaya bisa dilakukan dengan peningkatan efisiensi

82 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


(yaitu procurement dan supply-chain management). Efisiensi
proses pengadaan barang dapat memotong biaya administrasi dan
transpotasi dan penghematan waktu.
Sistem anggaran
rumah sakit
5.4.6. Sistem Anggaran Rumah Sakit Berorientasi-kinerja berorientasi-
kinerja
Salah satu strategi dalam pengalokasian sumber daya rumah (Performance
sakit dalam pengendalian kinerja pelayanan rumah sakit adalah Budgeting)
sistem anggaran. Kebanyakan rumah sakit dengan keuangan adalah terobosan
publik masih mengandalkan sistem anggaran tradisional dalam dari prinsip
perencanaannya. anggaran
tradisional.
Sistem anggaran rumah sakit berorientasi-kinerja (Performance
Budgeting) adalah terobosan dari prinsip anggaran tradisional.
Walaupun ada kesulitan dalam menentukan tolak ukur, sistem
anggaran ini dapat diandalkan dalam reformasi keuangan rumah
sakit. Kelebihannya adalah dalam akuntabilitas keuangan rumah
sakit.

5.4.7. Memperbaiki Keberlanjutan Layanan Kesehatan

Upaya ini diharapkan akan mengurangi jumlah masuk rumah


sakit (hospital admission). Layanan kesehatan berbasis-health
outcome (value-based healthcare) adalah salah satu terobosan
layanan kesehatan yang bertujuan untuk memastikan pemberian
perawatan yang efektif dan efisien untuk menghasilkan health
outcome. Tercapainya kesehatan yang diinginkan akan mengurangi
jumlah kunjungan rumah sakit, lama rawat inap, atau kebutuhan
tindakan kesehatan.

5.4.8. Penguatan Layanan Kesehatan Primer dan


Prosedur Gatekeeping

Di Indonesia, layanan kesehatan primer secara umum merupakan


tanggung jawab puskesmas dan praktik dokter umum (milik
pemerintah ataupun swasta). Penguatan prosedur gate-keeping
pada layanan primer dianggap mampu menahan penggunaan
sumber daya kesehatan yang tidak diperlukan (Garrido, et.al., 2011).

5.4.9. Pengenalan Mekanisme Kompetisi

Dalam ilmu ekonomi, pengenalan mekanisme kompetisi dianggap


mampu menaikkan efektivitas dan kemudian menurunkan biaya.
Namun, efektivitas penggunaan mekanisme ini dalam sektor
kesehatan masih merupakan perdebatan (Garrido, et.al., 2011).
Hal ini karena heterogeneity atau variasi dari tiap penyakit yang
menyebabkan kompleksitas dari layanan kesehatan.

PENG EN DA L IA N BIAYA (COST CON TAIN M E N T) L AYA N A N KESEHATA N 83


5.4.10. Penguatan Kerja Sama Swasta dan Pemerintah

Public-Private Partnership (PPP) merupakan kolaborasi sektoral


antara pemerintah dan swasta yang kemudian diharapkan
mempu meningkatkan kapasitas, kualitas, dan jangkauan dari
layanan kesehatan. PPP juga dianggap mampu untuk kemudian
menciptakan model bisnis yang berkelanjutan (sustainable) dan
mengedepankan inovasi (Parker, et.al., 2019).

5.4.11. Penguatan Kinerja e-Health

Penggunaan teknologi infomasi dan komunikasi pada sektor


kesehatan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dalam
banyak faktor. Banyak studi menunjukkan efektivitas (dan cost-
effectiveness) dari self-management support dan telemedicine.
eHealth bukan hanya bermanfaat dalam mereformasi pemberian
layanan kesehatan konvensional, melainan juga dapat berbentuk
penguatan sistem informasi teknologi yang melingkupi proses
administrasi, evaluasi kualitas, keuangan, pengadaan barang
(procurement and supply-chain management), dokumentasi
rekam medis, manajemen kasus dan pengaturan booking/
appointment). Selain itu, penggunaan e-Health dapat memperkuat
peluang self-care, self-management, dan partisipasi pasien. Hal
tersebut kemudian akan berimplikasi atas penurunan penggunaan
Biaya akan dapat sumber daya kesehatan dan diharapkan menurunkan belanja
dikendalikan kesehatan secara umum (Ossebaard & Van Gemert-Pijnen, 2016).
terutama melalui
perbaikan Secara umum, biaya dapat dikendalikan di level layanan kesehatan
efisiensi klinis dengan melakukan kendali terhadap adopsi teknologi baru dan
dari personel dan kendali terhadap biaya yang berhubungan dengan rawat inap.
adopsi sistem Biaya akan dapat dikendalikan terutama melalui perbaikan efisiensi
informasi dan klinis dari personel dan adopsi sistem informasi dan teknologi
teknologi. (Information and Technology System).

5.5. Membangun Kesadaran Biaya

Secara umum kesadaran biaya didefinisikan sebagai pengetahuan


atau pertimbangan yang dimiliki oleh penyedia atau personel
layanan kesehatan tentang perbandingan atas biaya ataupun
konsekuensi ekonomi dari tindakan atau produk kesehatan yang
diberikan.

Dalam sektor kesehatan, penyedia layanan kesehatan bertanggung


jawab hampir terhadap seluruh konsumsi pelayanan dan produk
medis. Oleh karena itu, mereka memainkan peran penting
dalam strategi pengendalian biaya kesehatan (Hernu, et.al., 2015).
Kepahaman karyawan dalam cara keja dan jenis pekerjaan akan
meningkatkan kirnerja dan meminimalkan kesalahan dalam
pekerjaan. Hal tersebut merupakan salah satu sumber pemborosan
dalam layanan kesehatan.

84 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Mengenalkan dan menerapkan konsep kesadaran biaya dalam
praktik kerja sehari-sehari dalam sistem pelayanan rumah sakit
adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari untuk dapat mengendalikan
biaya. Prinsip tersebut seharusnya dimulai dari seluruh karyawan
atau personel dan penyedia layanan kesehatan. Mereka memiliki
budaya sadar biaya yang diikuti dengan evaluasi rutin.

Kesadaran akan biaya adalah suatu sikap yang membutuhkan


pengetahuan yang cukup terkait biaya produk dan layanan
kesehatan. Studi terkait kesadaran biaya yang sebelumnya dilakukan
di Amerika dan Eropa menunjukkan bahwa dokter tidak memiliki
pemahaman mengenai biaya obat, tes laboratorim, dan modalitas
imaging. Untuk mendukung perubahan sikap sadar biaya paling
tidak ada lima strategi yang dapat diterapkan yaitu:
1. Menyediakan informasi yang lebih baik, terpercaya, mudah
diakses, dan up-to-date.
2. Melaksanakan pelatihan khusus terkait-biaya.
3. Memastikan bahwa pelayanan harus selalu mengacu pada
Standard Operating Procedures (SOP) yang telah ditetapkan
oleh RS sebelumnya, termasuk pemakaian bahan pakai habis,
obat, dan bahan lainnya;
4. Melaksanakan proses pencatatan, evaluasi, dan pelaporan secara
berkelanjutan.
5. Melakukan post-delivery audit pada setiap pelayanan dengan
memaparkan hasil proses pelayanan.

5.6. Aplikasi dan Contoh

5.6.1. Pengendalian Biaya di Puskesmas3

Dana di Puskesmas bersumber dari pemerintah pusat (APBN dan


BOK), pemerintah daerah (APBD), dan asuransi kesehatan nasional
(JKN kapitasi dan non-kapitasi). Pengelolaan keuangan puskesmas
mengacu pada peraturan pengelolaan keuangan daerah dan aturan
setiap sumber. Pemanfaatan dana BOK harus berdasarkan hasil
perencanaan yang disepakati dalam Lokakarya Mini Puskesmas
dengan satuan biaya ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda)
atau Peraturan Bupati atau Walikota.

Penggunaan dana APBD didasarkan pada aturan di daerah masing- Penerimaan dari
masing, tetapi umumnya dana disalurkan untuk belanja pegawai JKN (asuransi
(honor PNS dan non-PNS), belanja barang atau jasa (utility, seperti kesehatan)
listrik, air, telepon, dan internet), ATK, bahan bakar, dan pemeliharaan adalah dengan
alat atau gedung, dan belanja modal (capital expenditure) metode kapitasi
diperuntukkan untuk pembelian alat kesehatan atau non-alkes. seperti yang
Sementara itu, penerimaan dari JKN (asuransi kesehatan) adalah telah dijabarkan
dengan metode kapitasi seperti yang telah dijabarkan sebelumnya; sebelumnya.

3 Widiastuti, I., Wati, R., Puspito, H., Winarsa, N., & Agustin, W. E. (2018). Manajemen
Keuangan dan Anggara Kesehatan Penganggaran di Puskesmas.

PENG EN DA L IA N BIAYA (COST CON TAIN M E N T) L AYA N A N KESEHATA N 85


60% untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan 40% untuk
dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan.

Kepala Puskesmas memiliki peranan sentral dalam pemantauan


dan pengendalian terhadap penggunaan anggaran untuk
pelayanan kesehatan. Komponen perencanaan awal, target kinerja,
dan laporal realisasi kinerja keuangan merupakan alat penting
dalam evaluasi pengendalian anggaran di Puskesmas. Alat utama
yang digunakan dalam pengendalian anggaran di puskesmas
adalah Indikator Kinerja Utama (IKU) dan indikator Standar
Pelayanan Minimum ( SPM) sebagai benchmark atas akuntabilitas
dan kualitas penggunaan anggaran.

5.6.2. Penggendalian Anggaran dalam Tindakan Sectio


Caesarea di Rumah Sakit A4

Sistem pembayaran prospektif dengan paket tarif INA-CBGs dari


BPJS digunakan di rumah sakit untuk pembayaran pelayanan
kesehatan yang juga bertujuan untuk upaya kendali biaya. Studi di
atas menilik efek dari kendali biaya INA-CBGs pada Tindakan SC di
sebuah RS pemerintah A.

Dalam upaya kendali biaya, RS A membentuk tim pengendali JKN


yang merupakan organisasi khusus untuk mengelola pasien BPJS
dengan tujuan kendali mutu dan biaya dalam pelayanan. Kendali
biaya dilakukan dengan beberapa strategi seperti standardisasi obat,
penerapan Clinical Pathway (CP) dan perhitungan biaya satuan
menggunakan metode activity-based costing. Walaupun mayoritas
biaya kesehatan menurun dengan penggunaan metode INA-CBGs,
SC merupakan salah satu tindakan kesehatan yang nilai klaimnya
melebihi tarif INA-CBGs di RS A. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal,
antara lain (1) penggunaan obat di luar paket SC, (2) suboptimalnya
pelaksanaan prosedur SC sesuai dengan CP, (3) rendahnya perilaku
sadar biaya dokter atas keputusan klinis yang diambil.

Indonesia sebagai 5.7. Simpulan


suatu negara
dengan sistem Indonesia sebagai suatu negara dengan sistem kesehatan berbasis-
kesehatan asuransi akan sangat membutuhkan strategi pengendalian
berbasis-asuransi biaya kesehatan untuk menjamin keberlangsungan pelayanan.
akan sangat Pengendalian biaya kesehatan sangat membutuhkan informasi
membutuhkan akurat terkait biaya satuan layanan dan tindakan kesehatan untuk
strategi dapat melakukan pengambilan keputusan terkait pengendalian
pengendalian biaya. Tujuan utama dari strategi atau upaya pengendalian biaya pada
biaya kesehatan sektor kesehatan adalah menurunkan atau mengurangi pengeluaran
untuk menjamin ataupun menahan laju pertumbuhan belanja atau unit biaya layanan
keberlangsungan kesehatan (unit cost) sampai pada titik yang cost-effective.
pelayanan.
4 Istianisa, N., & Oktamianti, P. (2017). Analisis Penerapan Cost Containment pada Kasus
Sectio Caesarea dengan Jaminan BPJS di RS Pemerintah XY di Kota Bogor Tahun 2016.
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 1(4). https://doi.org/10.7454/eki.v1i4.1800

86 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Daftar Pustaka

Barber, S. L., Lorenzoni, L., & Ong, P. (2019). Price Setting and Price
Regulation In Health Care Lessons for Advancing Universal
Health Coverage. UK: WHO.
Barer, M. L., Lomas, J., & Sanmartin, C. (1996). Re-minding Our Ps and
Qs: Medical Cost Controls in Canada. Health Affairs, 15(2).
https://doi.org/10.1377/hlthaff.15.2.216
Garrido, M. V., Zentner, A., & Busse, R. (2011). The Effects of
Gatekeeping: A Systematic Review of The Literature.
Scandinavian Journal of Primary Health Care, 29(1), 28–38.
https://doi.org/10.3109/02813432.2010.537015
Garrido, M. V., Zentner, A., & Busse, R. (2011). The Effects of
Gatekeeping: A Systematic Review of The Literature.
Scandinavian Journal of Primary Health Care, 29(1), 28–38.
https://doi.org/10.3109/02813432.2010.537015
Hernu, R., Cour, M., de la Salle, S., Robert, D., & Argaud, L. (2015).
Cost Awareness of Physicians in Intensive Care Units: A
Multicentric National Study. Intensive Care Medicine, 41(8),
1402–1410. https://doi.org/10.1007/s00134-015-3859-1
Istianisa, N., & Oktamianti, P. (2017). Analisis Penerapan Cost Containment
pada Kasus Sectio Caesarea dengan Jaminan BPJS di RS
Pemerintah XY di Kota Bogor Tahun 2016. Jurnal Ekonomi
Kesehatan Indonesia, 1(4). https://doi.org/10.7454/eki.v1i4.1800
Kementerian Kesehatan Republik Indoneis (2017). Peraturan Menteri
Kesehatan nomor 51 tahun 2017 tentang Pedoman Penilaian
Teknologi Kesehatan dalam Program Jaminan Kesehatan
Nasional.
Langenbrunner, J. (2015). Case-Based Payment Systems for Hospital
Funding in Asia: An Investigation of Current Status and Future
Directions. Comparative Country Studies (Vol. 1). Retrieved
from http://origin.wpro.who.int/entity/asia_pacific_observatory/
country_comparative_studies/who_apo_drg.pdf#page=110
MacKinnon, N., & Kumar, R. (2001). Prior Authorization Programs:
A Critical Review of the Literature. Journal of Managed
Care Pharmacy, 7(4), 297–303. https://doi.org/10.18553/
jmcp.2001.7.4.297
McGuire, A., Henderson, J., & Mooney, G. (2005). The Economics of
Health Care: An Introductory Text. Economics of Health Care.
https://doi.org/10.4324/9780203980293
NEJM Catalyst. (2018). What is Lean Healthcare? Catalyst Carryover.
Retrieved from https://catalyst.nejm.org/doi/full/10.1056/
CAT.18.0193
Ossebaard, H. C., & Van Gemert-Pijnen, L. (2016). eHealth and Quality in
Health Care: Implementation Time. International Journal for
Quality in Health Care, 28(3), 415–419. https://doi.org/10.1093/
intqhc/mzw032

PENG EN DA L IA N BIAYA (COST CON TAIN M E N T) L AYA N A N KESEHATA N 87


Parker, L. A., Zaragoza, G. A., & Hernández-Aguado, I. (2019).
Promoting Population Health with Public-Private
Partnerships: Where’s The Evidence? BMC Public Health,
19(1), 1438. https://doi.org/10.1186/s12889-019-7765-2
Qingyue, M., Liying, J., & Beibei, Y. (2011). Cost-sharing Mechanisms
in Health Insurance Schemes : A Systematic Review. The
Alliance for Health Policy and Systems Research, WHO, 1–76.
Rapoport, J., Jacobs, P., & Jonsson, E. (2008). Cost Containment
and Efficiency in National Health Systems: A Global
Comparison. Retrieved from https://www.wiley.com/en-
us/ iency+in+National+Health+Systems%3A+A+Global+
Comparison-p-9783527622955
Raulinajtys-Grzybek, M. (2014, December 1). Cost Accounting
Models Used For Price-Setting of Health Services: An
International Review. Health Policy. Elsevier Ireland Ltd.
https://doi.org/10.1016/j.healthpol.2014.07.007
Satibi, S., Andayani, T. M., Endarti, D., Suwantara, I. P. T., Wintariani,
N. P., & Agustini, N. P. D. (2019). Comparison of Real Cost
Versus the Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs) Tariff
Rates among Patients of High-incidence Cancers under
The National Health Insurance Scheme. Asian Pacific
Journal of Cancer Prevention, 20(1), 117–122. https://doi.
org/10.31557/APJCP.2019.20.1.117
Schwierz, C. (2016). Cost-Containment Policies in Hospital
Expenditure in the European Union (Vol. 037). https://doi.
org/10.2765/253237
Setyawan, J., & Setyawan, D. F. (2016). Sistem Manajemen Rumah
Sakit.
Stadhouders, N., Kruse, F., Tanke, M., Koolman, X., & Jeurissen, P.
(2019, January 1). Effective Healthcare Cost-Containment
Policies: A Systematic Review. Health Policy. Elsevier
Ireland Ltd. https://doi.org/10.1016/j.healthpol.2018.10.015
Stadhouders, N., Kruse, F., Tanke, M., Koolman, X., & Jeurissen, P.
(2019, January 1). Effective Healthcare Cost-Containment
Policies: A Systematic Review. Health Policy. Elsevier
Ireland Ltd. https://doi.org/10.1016/j.healthpol.2018.10.015
Widiastuti, I., Wati, R., Puspito, H., Winarsa, N., & Agustin, W. E.
(2018). Manajemen Keuangan dan Anggaran Kesehatan
Penganggaran di Puskesmas.
Wolfe, P. R., & Moran, D. W. (1993). Global Budgeting in the OECD
Countries. Health Care Financing Review. Centers for
Medicare and Medicaid Services. Retrieved from /pmc/
articles/PMC4193373/?report=abstract

88 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Glosarium

Acceptance pricing : teknik yang digunakan apabila di pasar terdapat satu rumah sakit yang
dianggap sebagai patokan harga
Akuntansi : sistem untuk menghasilkan informasi keuangan
Akuntansi biaya : proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian biaya
pembuatan dan penjualan produk atau jasa dengan cara tertentu,
serta penafsirannya
Akuntansi keuangan : aktivitas yang melibatkan pengidentifikasian, pengukuran,
pencatatan, dan komunikasi transaksi ekonomi yang terjadi pada
organisasi layanan kesehatan. Informasi yang dihasilkan pada aktivitas
tersebut kemudian diringkas dan disajikan dalam satu set laporan
keuangan
Analisis biaya : analisis break even point yang dapat digunakan untuk menentukan
volume yang diperlukan untuk mencapai laba, harga yang perlu
ditetapkan di layanan, dan biaya yang harus dikeluarkan
Beban : pengorbanan ekonomis yang dikeluarkan oleh perusahaan pada suatu
periode tertentu
Biaya : seluruh pengorbanan yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk
berupa pelayanan kesehatan atau kegiatan program untuk mencapai
tujuan pembangunan kesehatan yang diukur dalam nilai moneter
Biaya investasi : biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang modal yang
pemanfaatannya dapat berlangsung selama lebih dari satu tahun
Biaya operasional : biaya yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan produksi
pelayanan di fasilitas kesehatan yang memiliki sifat habis pakai dalam
kurun waktu yang relatif singkat (satu tahun atau kurang)
Biaya overhead : pengeluaran tambahan yang tidak berkaitan langsung dengan proses
bisnis atau produksi yang dilakukan
Biaya pemeliharaan : biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan fungsi dari barang
modal sesuai dengan umur atau usia keekonomiannya
Concurrent review : program manajemen penggunaan layanan yang berbarengan dengan
pemberian layanan.
Cost-Based Pricing : penetapan harga berdasarkan biaya yang dikeluarkan ditambah
dengan markup
Cost-sharing (copayment) : metode penting yang memengaruhi penggunaan layanan kesehatan
dan juga beban finansial dari peseta tertanggung
DUR : proses peninjauan secara terstruktur terhadap proses peresepan,
pemberian, dan penggunaan obat
Ekuitas : modal dari usaha rumah sakit
Fair value : nilai aset sebagai nilai saat ini
Full-cost pricing : tarif yang ditetapkan sesuai dengan biaya satuan ditambahkan
dengan keuntungan

M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N 89


Harga transfer : harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran internal antar-unit
untuk mencatat pendapatan unit yang menjual jasa dan biaya dari
unit yang menjual jasa
Health services : penyedia layanan kesehatan, terutama untuk pengobatan (kuratif) dan
pemulihan (rehabilitatif), juga preventif dan promotif
Jurnal : hasil pecatatan transaksi secara kronologis
Kewajiban : utang dari rumah sakit yang harus dibayarkan kepada pihak lain
Klinik : fasilitas medis dan spesialistik yang diselenggarakan untuk
memberikan Pelayanan Kesehatan Perseorangan
Managed care : industri yang mencakup pemeliharaan kesehatan (Health
Maintenance Organization)
Manajemen : proses mengoordinasikan dan mengintegrasikan sumber daya
manusia (SDM), sumber daya teknis, dan sumber daya lainnya dalam
mencapai tujuan tertentu
Manajemen keuangan : seni untuk mengelola sumber daya keuangan suatu organisasi melalui
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan
sehingga dapat mencapai tujuan organisasi
Medical equipment and : industri pembuat peralatan medis tahan lama (durable medical
supplies equipment) serta bahan medis habis pakai (expendable medical
supplies)
Metode ABC : sistem akuntansi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk
memotivasi pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui
pengelolaan aktivitas per unit kerja
Metode bottom-up : proses perhitungan yang dimulai sejak pencatatan transaksi
Metode top-down : proses penghitungan biaya per unit kerja yang dilakukan dengan
mengalokasikan nilai total biaya setiap sumber daya berdasarkan cost
drivers setiap pos aktivitas
Nilai moneter : pencatatan aktivitas akuntansi yang hanya melibatkan pencatatan
yang bernilai moneter
Not-for-profit : organisasi yang tidak memiliki orientasi pada profit atau sukarela
Objek biaya : produk, pelanggan, departemen, program dan sebagainya yang
menghasilkan biaya
Pemulihan biaya : kemampuan suatu sarana pelayanan kesehatan menutup biayanya
dengan penerimaan yang didapatkan
Pendapatan : penghasilan perusahaan yang diperoleh pada suatu periode tertentu
Penetration pricing : pemberian harga yang serendah mungkin sehingga mendekati harga
produksi
Pengorganisasian : fungsi manajemen yang melibatkan pengembangan struktur
organisasi dan alokasi sumber daya manusia untuk memastikan
pencapaian rencana keuangan yang telah disusun
Pharmaceuticals and : industri yang meneliti, mengembangkan, dan memproduksi obat dan
biotechnology barang farmasi lainnya
Price skimming : penetapan harga yang lebih tinggi pada saat produk pertama kali
diperkenalkan
Profitabilitas : hasil bersih dari sejumlah besar kebijakan dan keputusan manajerial
Public-Private : kolaborasi sektoral antara pemerintah dan swasta yang kemudian
Partnership (PPP) diharapkan mempu meningkatkan kapasitas, kualitas, dan jangkauan
dari layanan kesehatan
Pusat biaya : unit kerja yang memerlukan biaya untuk menjalankan misi yang
diembannya

90 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


Puskesmas : fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif,
untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya
Rumah sakit : institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat
SAK : format dalam penyusunan laporan keuangan dan menjadi standar
baku dalam penyajian informasi keuangan
Target costing-pricing : strategi pembentukan biaya berdasarkan harga yang ingin dibayar
oleh konsumen atau pasien
Tarif : nilai suatu jasa pelayanan yang ditetapkan dengan ukuran sejumlah
uang berdasarkan pertimbangan bahwa dengan nilai uang tersebut
suatu rumah sakit bersedia memberikan jasa kepada pasien
TIE : indikator sejauh mana pendapatan dapat menurun sebelum kurang
dari biaya bunga tahunan
Transaksi : peristiwa ekonomi yang terjadi dengan melibatkan pertukaran atas
nilai mata uang atau barang
Utilization Review (UT) : strategi yang digunakan untuk mencegah pemberian layanan medis
yang tidak tepat

M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N 91


92 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N
Tentang Penulis

Nur Afni Panjaitan, S.E., M.E. Alumnus Universitas Padjadjaran Bandung ini adalah adalah
peneliti di PT Rumah Riset Presisi Indonesia. Nur telah terlibat dalam berbagai topik riset
ekonomi kesehatan, perdagangan internasional sektor jasa, dan pengembangan usaha
mikro, kecil, dan menengah.

Dr. Dra. Chriswardani Suryawati. M.Kes. Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas


Diponegoro, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Program Studi S3 Kedokteran
dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Saat ini mengajar di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro di Bagian Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan (AKK) dan menekuni Ilmu Ekonomi Kesehatan, Jaminan Kesehatan
dan Manajemen Layanan Kesehatan khususnya perumahsakitan.

Puji Harto, SE, Akt, M.Si, Ph.D. Dosen tetap pada Departemen Akuntansi, Fakultas
Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro, Semarang sejak tahun 2001. Fokus riset Puji
adalah Akuntansi Keuangan, Reporting dan Disclosure serta Tata kelola Perusahaan. Saat
ini menjabat sebagai Ketua Badan Pengelola Satuan Usaha (BPSU) UNDIP. Sebelumnya
pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Akuntansi Fakultas
Ekonomika dan Bisnis UNDIP. Selain aktif di kampus, Puji juga pernah terlibat dalam
beberapa proyek konsultansi di instansi pemerintah dan beberapa NGOs, baik di dalam
maupun di luar negeri.

Donny Hardiawan S.E., M.E. Lulus dari Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas
Padjadjaran pada tahun 2012 dan Magister Ekonomi Terapan Universitas Padjadjaran
pada tahun 2017. Saat ini Donny bekerja sebagai peneliti di Center for Economics and
Development Studies dan dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran.

Puguh Priyo Widodo, Amd., R.M.I.K., S.Si., S.K.M., M.M.R.S., A.A.A.K. Dosen dan praktisi
manajemen rumah sakit. Saat ini bekerja di Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang.
Lulus dari Fakultas MIPA UM, dengan gelar sarjana sains, Perekam Medis dan Informasi
Kesehatan dari STIA Malang, Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Brawijaya,
dan Kesehatan Masyarkat IIK Strada Indonesia.

Jorghi Vadra, S.E. Alumnus Fakultas Ekjonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran. Saat
ini bekerja sebagai asisten peneliti di Pusat Studi Ekonomi dan Studi Pembangunan,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran. Jorghi banyak terlibat dalam studi
ekonomi kesehatan, seperti analisis biaya penanggulangan HIV di Kota Bandung, survival
analysis pasien HIV di RSHS Bandung dan pemantauan kondisi psikososial masyarakat
pada masa pandemi COVID-19.

M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N 93


Rabiah al Adawiyah, dr., M.Ms. Rabiah adalah alumnus Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada, dan Karolinska Institute, Swedia. Saat ini sedang menyelesaikan Pendidikan
S3 di Kirby Institute, University of New South Wales (UNSW) dengan topik riset di bidang
pelayanan HIV dan sifilis pada ibu hamil di Indonesia. Rabiah meminati riset di bidang
“economies of scale”, “health inequality”, perhitungan biaya dan efisiensi dalam pelayanan
kesehatan dan evaluasi kebijakan.

Anedya Niedar, dr., AAK. Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Anedya
adalah dokter dan ahli asuransi kesehatan. Anedya telah bekerja selama lebih dari 7 tahun
sebagai dokter umum fungsional dan struktural di berbagai rumah sakit swasta dan
rumah sakit milik BUMN.

94 M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N


SERI EKONOMI KESEHATAN

Buku I Buku II
PENGANTAR EKONOMI KESEHATAN PEMBIAYAAN KESEHATAN:
Abdillah Ahsan, dkk. KONSEP DAN BEST PRACTICES
DI INDONESIA
Adiatma YM Siregar, dkk.
SERI EKONOMI KESEHATAN

SERI EKONOMI KESEHATAN


PENGANTAR PEMBIAYAAN
EKONOMI KESEHATAN
KESEHATAN KONSEP DAN BEST PRACTICES
DI INDONESIA

BUKU II
BUKU I

Buku III Buku IV


BELANJA KESEHATAN STRATEGIS: EVALUASI EKONOMI DAN
KONSEP DAN BEST PRACTICES PENILAIAN TEKNOLOGI KESEHATAN:
DI INDONESIA KONSEP DAN BEST PRACTICES
SERIAL MODUL EKONOMI KESEHATAN

Ackhmad Afflazir, dkk. DI INDONESIA


Ayunda Dewi Jayanti Jilan Putri, dkk.
SERI EKONOMI KESEHATAN

EVALUASI EKONOMI
BELANJA KESEHATAN DAN PENILAIAN
STRATEGIS TEKNOLOGI KESEHATAN
KONSEP DAN BEST PRACTICES KONSEP DAN BEST PRACTICES
DI INDONESIA TERBAIK DI INDONESIA
BUKU III

SERI IV

Buku V Buku VI
AKUN KESEHATAN NASIONAL MANAJEMEN KEUANGAN DAN
Prastuti Soewondo, dkk. AKUNTANSI DALAM EKONOMI
KESEHATAN
SERIAL MODUL EKONOMI KESEHATAN

SERIAL MODUL EKONOMI KESEHATAN

Anedya Niedar, dkk.

AKUN MANAJEMEN KEUANGAN


KESEHATAN DAN AKUNTANSI DALAM
EKONOMI KESEHATAN
NASIONAL
BUKU VI
BUKU V

ISBN 978-623-301-250-8

United States Agency for Kementerian Kesehatan


International Development (USAID) Republik Indonesia
Jalan Medan Merdeka Selatan No. 3-5 Jalan H. R. Rasuna Said No. Kav 4-9
Jakarta Pusat 10110 Kuningan, Jakarta Selatan, 12950

Anda mungkin juga menyukai