Anda di halaman 1dari 242

Laporan Kinerja

Kementerian Keuangan
Tahun 2016

1
Daftar Isi

Daftar Isi

Daftar Isi 02

Daftar Tabel 04

Daftar Gambar 06

Daftar Grafik 07

Pengantar 08

Ringkasan Eksekutif 10
Laporan Kinerja Tahun 2016

01. A. Latar Belakang 14

Pendahuluan B. Tugas, Fungsi, Dan Struktur Organisasi 16

C. Mandat dan Peran Strategis 20

D. Program Reformasi Birokrasi Dan

Transformasi Kelembagaan 24

E. Sistematika Laporan 26

02. A. Rencana Strategis 30

Perencanaan Kinerja B. Rencana Kerja, Rencana Kerja Dan

Anggaran, Dan Perjanjian Kinerja 44

C. Evaluasi Internal: Evaluasi Renstra Dan

Evaluasi Mandiri Atas Implementasi

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah (SAKIP) Kementerian Keuangan 52

D. Pengukuran Kinerja 56

2
Daftar Isi

03. A. Capaian Kinerja Organisasi 68

B. Realisasi Agenda Prioritas 180


Akuntabilitas Kinerja
C. Realisasi Anggaran 186

D. Kinerja Lain 190

04. A. Tindak Lanjut Atas Evaluasi AKIP 212

Inisiatif Peningkatan Kinerja B. Revitalisasi Manajemen Kinerja

Kementerian Keuangan Kementerian Keuangan 222

Laporan Kinerja Tahun 2016


C. Program Peningkatan Integritas 226

D. Penguatan Program Reformasi

Birokrasi Dan Transformasi

Kelembagaan (RBTK) Tahun 2017-

2019 230

05. Penutup 236

Penutup

06.
Lampiran Pernyataan Reviu Inspektorat Jenderal 240

3
Daftar Tabel

Daftar Tabel
1.1 Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) yang didukung
Kementerian Keuangan 23
2.1 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung
Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Pertama Pemerintah 33
2.2 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung
Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Ketiga Pemerintah 34
2.3 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung
Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Keenam Pemerintah 35
2.4 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung
Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Ketujuh Pemerintah 36
2.5 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja, dan Target Kinerja Kementerian
Keuangan Tahun 2015-2019 39
2.6 Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi
Kelembagaan 41
2.7 Rincian Renja Kementerian Keuangan Tahun 2016 47
2.8 Hubungan Sasaran dalam Renstra/Renja dengan Perjanjian Kinerja 49
2.9 Hubungan Indikator Kinerja Renstra dengan Perjanjian Kinerja Tahun 2016 50
Laporan Kinerja Tahun 2016

2.10 Penyesuaian Target dalam Dokumen Renja/Perjanjian Kinerja Kementerian


Keuangan 53
2. 11 Hubungan Sasaran Strategis, IKU dan Target IKU 58
2.12 Periode Monitoring Kinerja berdasarkan Level Unit Organisasi 63
2.13 Klasifikasi Status Kinerja Pegawai berdasarkan NKP 63
3.1 Nilai Kinerja Organisasi berdasarkan Perspektif 68
3.2 Capaian IKU pada SS Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukun
pertumbuhan ekonomi yang inklusif 69
3.3 Capaian IKU Rasio Defisit APBN terhadap PDB 2016 70
3.4 Realisasi APBN-P tahun 2016 s.d. Desember 2016 71
3.5 Rincian capaian IKU Rasio utang terhadap PDB 55 75
3.6 SBN Tradable yang Dimiliki oleh Investor Domestik dan Asing 77
3.7 Capaian IKU Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB 78
3.8 Penerimaan Perpajakan Tahun 2015 dan 2016 79
3.9 Persentase Realisasi Penerimaan Pajak (triliun rupiah) 80
3.10 Pertumbuhan penerimaan pajak tahun 2013-2016 80
3.11 Persentase realisasi penerimaan per jenis pajak tahun 2016 81
3.12 Realisasi penerimaan DJBC Tahun 2016 dan 2015 85
3.13 Data realisasi DJBC 3 tahun terakhir 85
3.14 Capaian IKU pada SS Pemenuhan layanan publik 86
3.15 Rincian capaian IKU Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian
Keuangan 87
3.16 Rincian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan per unit Eselon I 88
3.17 Perbandingan indeks kepentingan dan indeks kepuasan per aspek layanan 89
3.18 Rencana Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan 90
3.19 Perbandingan realisasi IKU tahun 2015 dan 2016 92
3.20 Waktu penyelesaian proses kepabeanan tahun 2016 93
3.21 Capaian realisasi SS Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi 96
3.22 Rasio kepatuhan penyampaian SPT tahunan PPh tahun 2013 s.d. 2016 97
3.23 Realisasi IKU Kepatuhan Importir Jalur Prioritas tahun 2016 99

4
Daftar Tabel

3.24 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Formulasi Kebijakan Fiskal yang
Berkualitas 100
3.25 Capaian IKU Tingkat Akurasi Proyeksi Asumsi Makro 105
3.26 Deviasi Proyeksi Penerimaan Perpajakan (non-migas) 106
3.27 Deviasi Proyeksi Belanja K/L 107
3.28 Capaian IKU Deviasi Proyeksi APBN 108
3.29 Capaian IKU pada SS Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang
optimal 109
3.30 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LKPP tahun 2016 110
3.31 Perkembangan opini atas LK K/L dan BUN tahun 2009-2015 111
3.32 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LK BUN 114
3.33 Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat 117
3.34 Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat, per
bulan tahun 2016 117
3.35 Capaian IKU pada SS Belanja dan transfer yang optimal 119
3.36 Capaian IKU Akurasi Perencanaan APBN 121
3.37 Persentase kesesuaian dengan perencanaan 126

Laporan Kinerja Tahun 2016


3.38 Persentase efektivitas pelaksanaan kegiatan 126
3.39 Persentase efisiensi pelaksanaan kegiatan 126
3.40 Capaian IKU Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/
Lembaga 127
3.41 Perbandingan realisasi Capaian IKU Persentase kinerja pelaksanaan
anggaran Kementerian/Lembaga tahun 2015-2016 127
3.42 Pembobotan dalam perhitungan Indeks Williamson tahun 2016 130
3.43 Capaian IKU pada SS Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang
optimal 132
3.44 Perbandingan Utilisasi Aset Tahun 2010-2014 133
3.45 Posisi Utang Pemerintah Tahun 2011 -2016 137
3.46 Pagu dan Realisasi Belanja dan Pembiayan Utang Tahun 2016 138
3.47 Rincian penerbitan SBSN tahun 2016 140
3.48 Perkembangan Penerbitan SBSN tahun 2013-2016 141
3.49 Penawaran SUN yang memenuhi benchmark 142
3.50 Hasil penerbitan SUN melalui lelang dan private placement tahun 2016 142
3.51 Penerbitan SUN berdenominasi USD di Pasar Perdana Internasional 143
3.52 Penerbitan Surat Utang Negara berdenominasi Euro 144
3.53 Penerbitan SUN berdenominasi Yen 145
3.54 Penerbitan SUN metode private placement tahun 2016 146
3.55 Kinerja pengelolaan SUN tahun 2012 2016 147
3.56 Realisasi pengadaan pinjaman program tahun 2016 148
3.57 Capaian IKU Pengadaan Utang tahun 2014-2016 149
3.58 Capaian IKU pada SS Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang
optimal 150
3.59 Realisasi Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh
Kejaksaan (P21) DJP tahun 2016 152
3.60 Perkembangan capaian IKU Persentase hasil penyidikan yang telah
dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) - DJBC 154

5
Daftar Gambar

3.61 Hasil penyidikan yang berstatus P-21 tahun 2016 155


3.62 Persentase penyelesaian rekomendasi BPK atas LKPP 158
3.63 Persentase Penyelesaian Rekomendasi BPK atas LK BUN 158
3.64 Capaian IKU Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint
Audit 159
3.65 Capaian IKU pada SS SDM yang kompetitif 160
3.66 Jumlah pegawai yang telah mengikuti Assessment Centre
tahun 2016 161
3.67 Capaian IKU Persentase pejabat yang telah memenuhi
standar kompetensi jabatan periode Q4 tahun 2015-2016 162
3.68 Capaian IKU Nilai peningkatan kompetensi SDM 164
3.69 Realisasi nilai per jenis diklat 165
3.70 Capaian IKU pada SS Organisasi yang kondusif 166
3.71 Capaian Implementasi Program RBTK pada MITRA per 31
Desember 2016 168
3.72 Persentase tahapan pembentukan jabatan fungsional 169
3.73 Capaian IKU Tingkat penyelesaian pengembangan jabatan
fungsional 170
3.74 Capaian IKU pada SS Sistem manajemen informasi yang
andal 171
3.75 Daftar layanan TIK Kementerian Keuangan dengan tingkat
kritikalitas sangat tinggi 172
Laporan Kinerja Tahun 2016

3.76 Rata-rata capaian IKU Tingkat Downtime tahun 2016 173


3.77 Capaian IKU pada SS Pelaksanaan anggaran yang optimal 174
3.78 Perkembangan Opini BPK atas LK BA15 tahun 2011-2015 177
3.79 Capaian realisasi IKU Persentase kualitas pelaksanaan
anggaran 178
3.80 Persentase kualitas pelaksanaan anggaran per unit eselon I
tahun 2016 178
3.81 Rincian realisasi per jenis belanja tahun 2012-2016 187
3.82 Realisasi DIPA per program tahun 2016 188
3.83 Realisasi pengampunan pajak 193
3.84 Penghargaan Kementerian Keuangan dalam pemeringkatan
e-government Indonesia tahun 2012-2015 208
4.1 Target Customs Clearance Time 213
4.2 Periode Pelaksanaan Monitoring Kinerja sesuai Level Unit
Organisasi 217
4.3 Status Kinerja Pegawai berdasarkan NKP K3 225

Daftar Gambar
1.1 Bagan Struktur Organisasi Kementerian Keuangan 18
1.2 Peran Strategis Kementerian Keuangan dalam Pengelolaan
Keuangan dan Kekayaan Negara 20
2.1 Alur Penyusunan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 32
2.2. Alur Penyusunan Dokumen Rencana Kerja, Rencana Kerja dan
Anggaran, dan Perjanjian Kinerja Kementerian Keuangan 44
2.3 Peta strategi kemenkeu 2016 57
3.1 Strategi Umum Penerimaan Pajak tahun 2017 85
3.2 Proses bongkar muat barang 90
3.3 Komponen dwelling time barang impor 91

6
Daftar Grafik

3.4 Suasana Pelabuhan 94


3.5 Klasifikasi penjaluran importir 99
3.6 Aplikasi MITRA 167
3.7 tampilan portal APBN 190
3.8 Poster dan Slogan sadar pajak 193
3.9 Dirjen Perbendaharaan memantau Treasury dealing room 195
3.10 Penandatanganan MOU penggunaan SIKP dengan Pemda 197
3.11 Program penjaminan pemerintah tahun 2016 198
3.12 Tampilan aplikasi e-Rekon-LK 199
3.13 Sertifikat QMS 203
3.14 Poster Kemenkeu Mengajar tanggal 24 Oktober 2017 di 6
kota di Indonesia 204
3.15 Homepage website #SadarAPBN 205
3.16 Penerima Beasiswa LPDP 208
4.1 Periode pelaksanaan DKO dan monitoring rencana aksi 218
4.2 Mekanisme penghitungan NKP K3 225
4.3 Penyerahan Penghargaan WBK/WBBM oleh Menteri PAN-RB 228
4.4 Conceptual Frame Work Perumusan IS RBTK 231
4.5 Peta Inisiatif Strategis Program RBTK 232

Daftar Grafik

Laporan Kinerja Tahun 2016


3.1 NKO Kementerian Keuangan Tahun 2012-2015 69
3.2 Perkembangan Defisit Anggaran Tahun 2012-2017 74
3.3 Rasio Utang Terhadap PDB 76
3.4 Tren capaian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan
Kementerian Keuangan 88
3.5 Perkembangan jumlah pengecualian dalam opini WDP atas
LKPP tahun 2009 s.d LKPP tahun 2015 111
3.6 Tren capaian IKU Akurasi Perencanaan APBN 122
3.7 Perkembangan capaian IKU Indeks Pemerataan Kemampuan
Keuangan antardaerah 131
3.8 Perkembangan target dan realisasi IKU Rasio Utilisasi Aset
Terhadap Total Aset Tetap tahun 2010-2016 (triliun rupiah) 134
3.9 Nilai aset tetap sesuai LBMN 134
3.10 Kinerja pengelolaan SUN tahun 2012 2016 147
3.11 Tren target dan realisasi IKU Persentase Pejabat
Kementerian Keuangan yang telah memenuhi SKJ Tahun
2012-2016 163
3.12 Perkembangan target dan realisasi IKU Nilai Peningkatan
Kompetensi SDM tahun 2015-2016 164
3.13 Tren target dan realisasi capaian IKU implementasi inisiatif
TRBTK tahun 2014-2016 168
3.14 Realisasi penyerapan DIPA Kementerian Keuangan tahun
2012-2016 186
3.15 Daerah penerima DID tahun 2016 & 2017 192
4.1 Pertumbuhan Nilai BMN berupa Aset Tetap Tahun 2004 s.d.
2012 (dalam triliun) Hasil dari Pelaksanaan Invetarisasi dan
Penilaian 214
4.2 Perkembangan Penyelesaian Sertifikasi BMN berupa Tanah
Periode 2013 s.d. 2016 (dalam bidang) 215

7
Sambutan

Sambutan
Menteri Keuangan
Laporan Kinerja Tahun 2016

Kementerian Keuangan Sebagai institusi publik, Kementerian


Keuangan bertanggung jawab melaksanakan
mengemban amanah tugas dan fungsi secara akuntabel. Laporan
Kinerja Kementerian Keuangan merupakan
untuk mengelola perwujudan akuntabilitas dan transparansi
kinerja Kementerian Keuangan yang didalamnya
keuangan negara dan menguraikan rencana kinerja yang telah
ditetapkan, pencapaian atas rencana kinerja
kekayaan negara dalam tersebut, dan realisasi anggaran.

rangka mewujudkan Peran strategis Kementerian Keuangan tercermin


dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
masyarakat adil dan Nasional (RPJMN) periode 2015-2019 sebagai
bagian dalam pencapaian Sembilan Agenda
makmur. Prioritas yang disebut dengan Nawa Cita. Dari
Sembilan Agenda Prioritas tersebut, empat
diantaranya terkait langsung dengan tugas dan
fungsi Kementerian Keuangan yang dijabarkan
menjadi 18 (delapan belas) agenda prioritas
Kementerian Keuangan. Agenda prioritas ini
menjadi dasar dalam penyusunan Rencana
Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan.

Renstra Kementerian Keuangan memuat


16 (enam belas) sasaran strategis yang
pencapaiannya didukung oleh serangkaian
rencana kerja, rencana kerja dan anggaran, serta
Indikator Kinerja Utama (IKU) dan target kinerja
sebagaimana dituangkan dalam Perjanjian Kinerja.

8
Sambutan

Penetapan ukuran kinerja, yang dituangkan dalam Saya mengapresiasi kinerja seluruh jajaran di
Perjanjian Kinerja di setiap awal tahun berjalan, Kementerian Keuangan yang telah berkontribusi
tidaklah semata-mata hanya ditujukan untuk untuk organisasi ini. Saya melihat masih terdapat

Laporan Kinerja Tahun 2016


menggambarkan ketercapaian target kinerja bagian-bagian yang perlu ditingkatkan. Oleh
organisasi di akhir tahun. Akan tetapi, ada hal karena itu, saya mendorong agar seluruh pejabat
yang jauh lebih penting dari hal tersebut, dimana dan pegawai bersama-sama dengan saya untuk
penetapan ukuran kinerja dijadikan sebagai terus-menerus mengupayakan perbaikan bagi
acuan manajemen dalam mencurahkan segenap Kementerian Keuangan dan bagi Indonesia.
kemampuan untuk mencapai kinerja yang paling
maksimal. Selain itu, saya mengapresiasi seluruh
pihak eksternal yang telah bekerja sama
Sehingga, baik ukuran maupun kinerja yang dengan Kementerian Keuangan baik seluruh
ditetapkan diupayakan ditetapkan secara lebih Kementerian/Lembaga, Dewan Perwakilan
ambisius dan menantang. Kondisi perekonomian Rakyat, dan seluruh masyarakat yang kerap
domestik maupun internasional pada tahun 2016 bersentuhan dengan Kementerian Keuangan.
yang cukup bergejolak merupakan tantangan bagi Kami berharap agar ke depannya kerja sama ini
pencapaian kinerja Kementerian Keuangan dan dapat dilanjutkan dengan baik dan kami pun dapat
mendorong dikeluarkannya berbagai kebijakan melayani dengan lebih baik. Kontribusi kita semua
untuk mengamankan kondisi fiskal. tentu bermanfaat untuk membangun Indonesia
yang lebih sejahtera.
Evaluasi kinerja yang dilakukan secara periodik
menunjukkan meskipun secara umum target Akhir kata, semoga Laporan Kinerja ini dapat
kinerja di tahun 2016 telah terlampaui, masih bermanfaat sebagai bentuk pertanggungjawaban
terdapat beberapa target kinerja yang masih Kementerian Keuangan dan umpan balik bagi
memerlukan sejumlah perbaikan inisiatif untuk organisasi untuk mendorong peningkatan kinerja.
mendongkrak kinerja di tahun berikutnya.
Menteri Keuangan
Saya mengajak seluruh komponen organisasi
untuk menjadikan sistem pengelolaan kinerja
sebagai instrumen manajemen yang efektif
bukan sekadar pemenuhan formalitas. Seluruh
IKU dan target IKU yang ditetapkan harus
merefleksikan tujuan dan ambisi dalam bekerja
untuk memberikan upaya terbaik bagi organisasi, SRI MULYANI INDRAWATI
bangsa, dan negara.

9
Ringkasan Eksekutif

Ringkasan
Eksekutif

Visi pemerintah dalam Kabinet Kerja Periode misi organisasi, Kementerian Keuangan telah
Tahun 2014-2019 adalah Terwujudnya Indonesia menyusun kegiatan prioritas untuk mencapai
yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian agenda prioritas Nawa Cita dan Rencana Strategis
Laporan Kinerja Tahun 2016

berlandaskan gotong royong. Sebagai bagian (Renstra) Kementerian Keuangan Tahun 2015-
pemerintah, Kementerian Keuangan mempunyai 2019.
tugas strategis berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 28 Tahun 2015 sebagai pengelola fiskal Renstra memuat tujuh tujuan Kementerian
yang berwenang dalam penyusunan kebijakan Keuangan yaitu: (1) Terjaganya kesinambungan
fiskal dan kerangka ekonomi makro. fiskal; (2) Optimalisasi penerimaan negara dan
reformasi administrasi perpajakan serta reformasi
Peran Kementerian Keuangan juga tercermin kepabeanan dan cukai; (3) Pembangunan sistem
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang
Nasional (RPJMN) periode 2015-2019 untuk handal untuk optimalisasi penerimaan negara; (4)
mendukung Agenda Prioritas yang disebut Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran,
Nawa Cita. Ada 4 (empat) Agenda Pembangunan pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah;
Nasional yang menjadi bagian Kementerian (5) Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan
Keuangan yaitu: (Nawa Cita 1) Menghadirkan negara dan pembiayaan anggaran; (6) Peningkatan
kembali negara untuk melindungi segenap pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai
bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh serta perbatasan; (7) Kesinambungan reformasi
warga negara; (Nawa Cita 3) Membangun birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat kelembagaan.
daerah-daerah dan desa dalam kerangka
Negara Kesatuan; (Nawa Cita 6) Meningkatkan Untuk mencapai visi dan misi serta tujuan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar yang telah ditetapkan, Kementerian Keuangan
internasional; dan (Nawa Cita 7) Mewujudkan menjabarkan 16 sasaran strategis sebagai rincian
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan atas tujuan tersebut. Setiap sasaran tersebut
sektor-sektor strategis ekonomi domestik. disertai dengan ukuran sebagai alat untuk
mengetahui pencapaian sasaran dimaksud.
Menteri Keuangan telah menetapkan visi Terdapat 20 indikator kinerja utama beserta
Kementerian Keuangan yaitu Kami akan menjadi targetnya yang ditetapkan sebagai standar
penggerak utama pertumbuhan ekonomi kinerja selama tahun 2015 sampai dengan 2019.
Indonesia yang inklusif di abad ke-21. Untuk Pencapaian visi dan misi organisasi juga didukung
mendukung pencapaian Agenda Pembangunan dengan penetapan serangkaian inisiatif Reformasi
Nasional (Nawa Cita) serta mewujudkan visi dan Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan

10
Ringkasan Eksekutif

sebagai upaya penyempurnaan proses bisnis dan Beberapa achievement Kementerian Keuangan
organisasi yang pada akhirnya diharapkan dapat diantaranya adalah penyederhanaan tahapan
mendongkrak kinerja, baik level Kementerian penyaluran dana desa dan berbasis kinerja daerah,

Laporan Kinerja Tahun 2016


maupun nasional. penerapan reward bagi daerah melalui dana
Berdasarkan evaluasi kinerja tahun 2016, secara insentif daerah, pengampunan pajak, penerapan
keseluruhan kinerja Kementerian Keuangan sudah Mini ATM secara nasional, telaah sejawat dalam
baik dimana Nilai Kinerja Organisasi (NKO) adalah pengawasan, kegiatan Kemenkeu mengajar, dan
sebesar 106,25. lain sebagainya.

Dari 26 IKU Kementerian Keuangan, terdapat 20 Berbagai improvement dalam internal organisasi
IKU berstatus hijau (memenuhi ekspektasi), 4 IKU telah mengantarkan Kementerian Keuangan
berstatus kuning (belum memenuhi ekspektasi), meraih beberapa penghargaan seperti
dan 2 IKU berstatus merah (tidak memenuhi penghargaan atas pengelolaan call center,
ekspektasi). Selain itu, kementerian juga telah penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya
melakukan pemantauan atas kegiatan prioritas Tingkat Mentor dari Presiden RI dalam rangka
untuk mendukung empat agenda prioritas implementasi Pengarusutamaan Gender (PUG),
Nawa Cita. Selama tahun 2016, telah dilakukan penghargaan JDIH terbaik dari Kementerian
serangkaian kegiatan untuk menjamin agenda Hukum dan Hak Asasi Manusia, BKN Awards tahun
prioritas tersebut terlaksana. Pada sisi 2016 dan lain sebagainya.
pengelolaan anggaran, Kementerian Keuangan
telah merealisasikan penyerapan DIPA TA 2016 Perbaikan terhadap organisasi dilakukan secara
untuk semua jenis belanja sebesar 89,52%, yaitu terus menerus melalui berbagai inovasi dan
Rp39.234,46 miliar dari total pagu sebesar Rp penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi
43.829,54 miliar. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi. Selain itu, internal
Kualitas pemanfaatan anggaran tidak organisasi secara aktif melakukan sejumlah
direfleksikan dengan sekadar menyerap pagu upaya perbaikan dan perencanaan seperti
anggaran, tetapi memperhitungkan juga penyempurnaan sistem pengelolaan kinerja
ketercapaian output serta upaya efisiensi melalui pengukuran Kualitas Kontrak Kinerja
penyerapannya. Pemanfaatan anggaran harus Pegawai untuk diferensiasi kinerja pegawai yang
memberikan dampak yang dapat dirasakan lebih objektif, program peningkatan integritas,
manfaatnya bagi masyarakat luas. Kementerian dan penguatan Program Reformasi Birokrasi dan
Keuangan juga telah melakukan sejumlah inovasi Transformasi Kelembagaan (RBTK) tahun
untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi. 2017-2019.

11
BAB 1 Pendahuluan

01.
Pendahuluan
Laporan Kinerja Tahun 2016

12
BAB 1 Pendahuluan

Laporan Kinerja Tahun 2016

A. Latar Belakang D. Program Reformasi Birokrasi dan

B. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Transformasi Kelembagaan

C. Mandat dan Peran Strategis E. Sistematika Pelaporan

13
BAB 1 Pendahuluan

A. Latar Belakang
Laporan Kinerja Tahun 2016

Kementerian Keuangan dituntut untuk


melaksanakan tugas pengelolaan keuangan
negara dengan prudent, transparan,
akuntabel, efektif, dan efisien sesuai
dengan prinsip-prinsip good governance
sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme.

14
BAB 1 Pendahuluan

Pemerintah, melalui Kabinet Kerja Periode Salah satu azas penyelenggaraan good governance
Tahun 2014-2019, berupaya untuk mewujudkan yang tercantum dalam Undang-Undang
tujuan nasional yang tentu dalam perjalanannya Nomor 28 Tahun 1999 adalah azas akuntabilitas
menghadapi berbagai tantangan baik yang yangmenentukan bahwa setiap kegiatan
berasal dari dalam negeri maupun global. Untuk dan hasil akhir
itu, pemerintah telah menetapkan visi baru dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
yaitu terwujudnya Indonesia yang berdaulat, dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan
royong. Pencapaian visi mulia ini hanya mungkin tertinggi negara sesuai dengan ketentuan
diwujudkan apabila segenap jajaran pemerintahan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Laporan Kinerja Tahun 2016


dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara Akuntabilitas tersebut salah satunya diwujudkan
tepat yang direfleksikan dengan pencapaian dalam bentuk penyusunan Laporan Kinerja.
kinerja untuk mendukung agenda prioritas
nasional. Laporan Kinerja disusun sebagai salah satu
bentuk pertanggungjawaban Kementerian
Kementerian Keuangan berdasarkan Peraturan Keuangan dalam melaksanakan tugas dan fungsi
Presiden Nomor 28 Tahun 2015 Tentang selama Tahun 2016 dalam rangka melaksanakan
Kementerian Keuangan mempunyai tugas yang misi dan mencapai visi Kementerian Keuangan
sangat strategis dalam pemerintahan Republik dan sekaligus sebagai alatkendali dan pemacu
Indonesia. peningkatan kinerja setiap unit organisasi di
lingkungan Kementerian Keuangan, serta sebagai
Hal ini karena Kementerian Keuangan merupakan salah satu alat untuk mendapatkan masukan
pengelola fiskal yang berwenang dalam bagi stakeholders demi perbaikan kinerja
penyusunan kebijakan fiskal dan kerangka Kementerian Keuangan.
ekonomi makro seperti penganggaran
dan pengelolaan Anggaran Pendapatan Selain untuk memenuhi prinsip akuntabilitas,
dan BelanjaNegara (APBN), administrasi Laporan Kinerja tersebut juga merupakan
perpajakan, administrasi kepabeanan dan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun
cukai, perbendaharaan, pengelolaan kekayaan 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja
negara, perimbangan keuangan pusat Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Republik
dan daerah, serta pengelolaan pembiayaan Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem
dan risiko. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Dalam melaksanakan tugas pengelolaan Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun
keuangan negara tersebut, Kementerian 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,
Keuangan dituntut untuk melaksanakannya dengan Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas
prudent, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
sesuai dengan prinsip-prinsip good governance
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme.

15
BAB 1 Pendahuluan

B. Tugas, Fungsi
dan Struktur
Organisasi
Dalam melaksanakan peran strategis seperti diuraikan
diatas, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Keuangan, Kementerian Keuangan mempunyai
tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan negara dan kekayaan negara untuk membantu
Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Keuangan


mempunyai fungsi:

(a) perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di


bidang penganggaran, pajak, kepabeanan dan cukai,
Laporan Kinerja Tahun 2016

perbendaharaan, kekayaan negara, perimbangan


keuangan, dan pengelolaan pembiayaan dan risiko;
(b) perumusan, penetapan, pemberian rekomendasi
kebijakan fiskal dan sektor keuangan;
(c) koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan
pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan;
(d) pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi
tanggung jawab Kementerian Keuangan;
(e) pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan
Kementerian Keuangan;
(f) pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas
pelaksanaan urusan Kementerian Keuangan di daerah;
(g) pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah;
(h) pelaksanaan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi
kompetensi di bidang keuangan negara; dan
(i) pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada
seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian
Keuangan.

Dalam menjalankan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan,


Menteri Keuangan dibantu oleh Wakil Menteri Keuangan, 11
(sebelas) Unit Eselon I, 8 (delapan) Staf Ahli, dan 5 (lima) Pusat.
Selain itu, untuk mendukung tugas dan fungsi Kementerian
Keuangan telah dibentuk Sekretariat Pengadilan Pajak,
Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan, dan Lembaga
Pengelola Dana Pendidikan. Berbeda dengan Kementerian
lainnya yang bersifat integrated type, dimana Direktorat-
Direktorat Jenderalnya melaksanakan tugas yang sejenis.
Kementerian Keuangan memiliki karakteristik holding type
organization dengan permasalahan yang sangat kompleks,

16
BAB 1 Pendahuluan

dimana Kementerian Keuangan memiliki instansi b. Dalam rangka mendukung pelaksanaan


vertikal terbesar dan tersebar di seluruh transformasi kelembagaan dan peningkatan
Indonesia untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi manajemen khususnya fungsi
fungsi di wilayah. perencanaan yang komprehensif di
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/ (DJBC), dilakukan pembentukan
PMK.01/2015 mengakomodir penataan Direktorat Penerimaan dan Perencanaan
organisasi dalam rangka pelaksanaan program Strategis. Selanjutnya dalam rangka
kerja Kabinet Jokowi-JK, serta tindak lanjut meningkatkan kepatuhan, pengawasan,
ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 28 evaluasi kinerja, penjaminan kualitas, dan
Tahun 2015 Tentang Kementerian Keuangan pemeriksaan internal sumber daya aparatur,
dan Cetak Biru Transformasi Kelembagaan dilakukan reposisi Pusat Kepatuhan Internal
Kepabeanan dan Cukai menjadi Direktorat

Laporan Kinerja Tahun 2016


Kementerian Keuangan. Secara garis besar,
penataan organisasi yang dilakukan adalah Kepatuhan Internal.
sebagai berikut:
c. Dalam rangka memberikan kemudahan
a. Dalam rangka membantu Direktur Jenderal kepada para investor, lenders, maupun
Pajak dalam mengoordinasikan pelaksanaan masyarakat luas untuk lebih mengetahui
tugas di lingkungan Direktorat Jenderal pengelolaan pembiayaan dan Surat Berharga
Pajak (DJP), dilakukan penambahan 3 (tiga) Negara, dilakukan pembentukan Investor
Staf Ahli Menteri Keuangan dari awalnya Relation Unit pada Direktorat Jenderal
berjumlah 5 (lima) yaitu Staf Ahli Bidang Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak, (DJPPR) dalam rangka meningkatkan kinerja
Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak, dan Staf pengelolaan utang negara.
Ahli Bidang Pengawasan Pajak. Selain itu,
dalam rangka menangani tugas-tugas d. Perubahan nomenklatur terkait penajaman
perpajakan internasional (optimalisasi tugas dan fungsi,serta penyeimbangan
penanganan transfer pricing dan tax treaty) beban kerja sesuai dengan perkembangan
yang semakin meningkat dari tahun ke dan kebutuhan stakeholder pada beberapa
tahun, dilakukan pembentukan Direktorat unit eselon II dilakukan pada unit Sekretariat
Perpajakan Internasional. Terkait penguatan Jenderal (Setjen), Direktorat Jenderal
instansi perpajakan dan peningkatan Anggaran (DJA), DJP, DJBC, Direktorat
efektivitas pengawasan dalam sistem self Jenderal Kekayaan Negara (DJKN),
assesment, pencegahan, penangkalan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
dan penanggulangan terhadap setiap (DJPK), Inspektorat Jenderal (Itjen) dan
hakikat ancaman yang mungkin timbul dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
mengancam kepentingan penerimaan pajak (BPPK).
secara nasional, serta mengoptimalkan
penerimaan pajak, dilakukan pemecahan
Direktorat Intelijen dan Penyidikan menjadi
Direktorat Intelijen Perpajakan dan Direktorat
Penegakan Hukum.

17
BAB 1 Pendahuluan

Bagan struktur organisasi Kementerian Keuangan dapat dilihat dalam gambar berikut :

Inspektorat Jenderal 8 Staf Ahli Sekretariat Jenderal


Laporan Kinerja Tahun 2016

Gambar 1.1 Bagan Struktur Organisasi Kementerian Keuangan

18
BAB 1 Pendahuluan

Sebagaimana struktur organisasi di atas, dalam pegawai yang berimbang ini amat perlu dalam
menjalankan tugasnya, Kementerian Keuangan membentuk workforce yang efektif dan
didukung oleh 69.709 orang pegawai dari berbagai efisien. Selain itu Kementerian Keuangan juga
bidang keahlian seperti ekonomi, keuangan, mempertimbangkan komposisi dari segi jabatan,
bisnis, hukum, teknis, administrasi, dan lainnya. golongan, pendidikan dan usia/generasi serta
Pegawai Kementerian Keuangan tersebut kompetensi.
ditempatkan pada 11 unit Eselon I yang tersebar ke
dalam Kantor Pusat dan Kantor Vertikal di daerah. Komposisi yang berimbang merupakan dukungan
dalam pencapaian sasaran kinerja Kementerian
Dalam konteks sebaran pegawai, terdapat Keuangan ini sebagaimana tertuang dalam Peta
17,96% pegawai di Kantor Pusat dan 82,04% Strategi Kementerian Keuangan tahun 2016.
pegawai di kantor Vertikal di daerah. Distribusi

Laporan Kinerja Tahun 2016

19
BAB 1 Pendahuluan

C. Mandat
dan Peran
Strategis

Kementerian Keuangan mempunyai peran yang strategis


yaitu pengelola keuangan dan kekayaan negara. Sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentangKeuangan Negara, Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan negara memberi kuasa
kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil
pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang
dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku
Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kementerian Negara/
Lembaga yang dipimpinnya.
Laporan Kinerja Tahun 2016

Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang


keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO),
sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya
adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang
tertentu pemerintahan.

Presiden

Chief Financial officer (CFO) Chief Operational Officer


Bendahara Umum Negara (COO) Pengguna Anggran

Menteri Keuangan Menteri Teknis

Gambar 1.2
Peran Strategis Kementerian Keuangan dalam Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Negara

Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat


kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab,
terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk
mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam
penyelenggaraan tugas pemerintahan.

20
BAB 1 Pendahuluan

Dalam rangka melaksanakan kekuasaan sebagai pengelola


fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut:

1. Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;


2. Menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan
APBN;
3. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
4. Melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;
5. Melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang
telah ditetapkan dengan Undang-Undang;
6. Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara (BUN);

Laporan Kinerja Tahun 2016


7. Menyusun laporan keuangan yang merupakan
pertanggungjawaban APBN;
8. Melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan
fiskal berdasarkan ketentuan Undang-Undang.

Dalam rangka melaksanakan kekuasaan sebagai pengelola


kekayaan negara, Menteri Keuangan mempunyai tugas
sebagai berikut:

1. Merumuskan kebijakan di bidang kekayaan negara,


piutang negara, dan lelang;
2. Melaksanakan kebijakan di bidang kekayaan negara,
piutang negara, dan lelang;
3. Menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang.

Peran strategis Kementerian Keuangan juga tercermin dalam


Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
periode 2015-2019. Untuk menunjukkan prioritas pada
jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara
politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian
dalam kebudayaan, telah dirumuskan Sembilan Agenda
Prioritas dalam pemerintahan ke depan, yang disebut
Nawa Cita. Sebagai ruh dalam pembangunan nasional,
Nawa Cita harus menjadi acuan dalam penyusunan RPJMN.

21
BAB 1 Pendahuluan

Adapun Nawa Cita tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap


Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga
Negara;
2. Membangun Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih,
Efektif, Demokratis dan Terpercaya;
3. Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat
Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara
Kesatuan;
4. Memperkuat Kehadiran Negara Dalam Melakukan
Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum Yang Bebas
Korupsi, Bermartabat dan Terpercaya;
5. Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia;
6. Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di
Pasar Internasional;
7. Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakan
Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik;
8. Melakukan Revolusi Karakter Bangsa;
9. Memperteguh Kebhinekaan dan Memperkuat Restorasi
Sosial Indonesia.

Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Kementerian Keuangan


Laporan Kinerja Tahun 2016

secara langsung mendukung 4 (empat) Agenda Pembangunan


Nasional (Nawa Cita) tersebut yaitu: (1) Menghadirkan Kembali
Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan
Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara; (3) Membangun
Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah
dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan; (6) Meningkatkan
Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional;
dan (7) Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan
Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik.
Adapun sasaran yang ingin diwujudkan sebagaimana dimuat
dalam RPJMN terkait agenda Nawa Cita dimaksud adalah
sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut:

22
BAB 1 Pendahuluan

Tabel 1.1 Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) yang Didukung Kementerian Keuangan

No. Nawa Cita Sasaran

1. Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga
Negara
Memperkuat Jati Diri Sebagai Negara Menguatnya keamanan laut dan daerah perbatasan dalam rangka menjamin
Maritim kedaulatan dan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
serta mengamankan sumber daya alam dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).
Memperkuat Peran Dalam Kerjasama Meningkatnya peran dan kepemimpinan Indonesia di tingkat global G-20
Global dan Regional dan APEC;
Meningkatnya pelaksanaan kerjasama pembangunan Selatan-Selatan dan
Triangular;
Menguatnya peran Indonesia dalam kerjasama global dan regional.

3. Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara
Kesatuan
Pengembangan Kawasan Perbatasan Meningkatnya kerjasama dan pengelolaan perdagangan perbatasan dengan
negara tetangga, ditandai dengan meningkatnya perdagangan ekspor-
impor di perbatasan, dan menurunnya kegiatan perdagangan ilegal di
perbatasan.

Laporan Kinerja Tahun 2016


Pembangunan Desa dan Kawasan Mengurangi jumlah desa tertinggal sampai 5.000 desa atau meningkatkan
Pedesaan desa mandiri sedikitnya 2.000 desa.
Penguatan Tata Kelola Pemerintah Meningkatnya kemampuan fiskal
Daerah dan Peningkatan Kualitas dan kinerja keuangan daerah.
Pemerintahan Daerah

5. Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Di Pasar International

Membangun Perumahan dan Kawasan Optimalisasi penyediaan layanan air minum, melalui fasilitasi Sistem
Permukiman Penyediaan Air Minum (SPAM) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yaitu
bantuan program PDAM menuju 100% PDAM Sehat
Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi Menyediakan dukungan pembiayaan untuk memenuhi target pembangunan
dalam Pembiayaan Infrastruktur infrastruktur melalui penyediaan alternatif pembiayaan, seperti melalui
skema kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPS), pembentukan
bank pembangunan/infrastruktur dan skema innovative financing lainnya.
Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Meningkatnya nilai tambah komoditas mineral dan pertambangan di dalam
Nasional Melalui Peningkatan Hasil negeri;
Tambang Terlaksananya kegiatan pertambangan yang memenuhi persyaratan teknis
dan lingkungan (sustainable mining), baik untuk perusahaan besar maupun
pertambangan rakyat

7. Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik

Penguatan Sektor Keuangan Meningkatnya daya saing sektor keuangan nasional ditopang oleh
ketahanan dan stabilitas sistem keuangan yang sehat, mantap dan efisien.
Penguatan Kapasitas Fiskal Negara Meningkatnya kapasitas fiskal negara dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi
industrialisasi dalam rangka transformasi ekonomi dengan tetap
mempertahankan keberlanjutan fiskal melalui peningkatan mobilisasi
penerimaan negara dan peningkatan kualitas belanja Negara serta
optimalisasi pengelolaan risiko pembiayaan/utang.

23
BAB 1 Pendahuluan

D. Program
Reformasi
Birokrasi dan
Transformasi
Kelembagaan
Laporan Kinerja Tahun 2016

Pimpinan Kementerian Keuangan, telah menyatakan


komitmen untuk meneruskan pemantapan dan
pengembangan upaya transformasi yang sudah diraih
sebelumnya.

Dalam dekade terakhir, gelombang pertama percepatan


reformasi birokrasi dalam Kementerian Keuangan dimulai
sejak 2005, dimana kegiatan reformasi ini berfokus pada
transformasi Kementerian Keuangan menjadi organisasi
berkinerja dan meningkatkan tata kelola dan transparansi pada
organisasi-organisasi yang berfokus pada pendapatan, yaitu
DJP dan DJBC.

Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan


(RBTK) Kementerian Keuangan diinisiasi mulai tahun 2014,
dan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 36/
KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi
Kelembagaan Kementerian Keuangan tahun 2014-
2025. Program RBTK ini merupakan program strategis
Kementerian Keuangan dalam upaya merespon dan
mengantisipasi perubahan, peluang, dan tantangan yang
terjadi baik dalam skala nasional, regional, maupun global
untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang lebih
efektif, efisien, beretika, dan kredibel, serta dalam rangka
meningkatkan pelayanan dan kepuasan stakeholders.

24
BAB 1 Pendahuluan

Laporan Kinerja Tahun 2016


Program RBTK ini merumuskan kembali cara kerja Kementerian
Keuangan dengan menyempurnakan, memperbaiki dan
merampingkan proses bisnis utama dalam tiap bidang
operasional inti, yaitu: pajak, bea dan cukai, penganggaran
dan perbendaharaan. Hal ini tercermin melalui lima tema
transformasi yang menjadi dasar pembangunan keseluruhan
program RBTK:

1. Memperkuat budaya akuntabilitas berorientasi outcome;


2. Merevisi model operasional, merampingkan proses bisnis,
mempercepat digitalisasi pada skala besar;
3. Membuat struktur organisasi lebih fit-for-purpose dan
efektif;
4. Menghargai kontribusi pegawai berprestasi dengan
mengembangkan dan memberdayakan mereka untuk
memperoleh dan membangun keahlian fungsional yang
vital;
5. Menjadi lebih proaktif dalam mempengaruhi stakeholders
untuk menghasilkan terobosan nasional.

25
BAB 1 Pendahuluan

E. Sistematika
Laporan

Sistematika penyajian Laporan Kinerja Kementerian


Laporan Kinerja Tahun 2016

Keuangan Tahun 2016 adalah sebagai berikut:

1. BAB I Pendahuluan
Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi,
dengan penekanan kepada aspek strategis organisasi
serta permasalahan utama (strategic issues) yang
sedang dihadapi organisasi.

2. Bab II Perencanaan Kinerja


Pada bab ini diuraikan rencana strategis, rencana kerja,
rencana kerja anggaran dan perjanjian kinerja tahun
2016. Selain itu juga diuraikan evaluasi internal atas
pelaksanaan rencana strategis dan pelaksanaan
program, serta evaluasi yang dilaksanakan oleh APIP.
Lebih lanjut diuraikan pula mengenai pengukuran
kinerja organisasi.

3. Bab III Akuntabilitas Kinerja


A. Capaian Kinerja Organisasi
Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja
organisasi untuk setiap pernyataan kinerja
sasaran strategis Organisasi sesuai dengan hasil
pengukuran kinerja organisasi.
B. Realisasi Program Agenda Prioritas
Pada sub bab ini diuraikan realisasi program
agenda prioritas yang mendukung pencapaian
Nawa Cita pemerintah.
C. Realisasi Anggaran
Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran yang
digunakan dan yang telah digunakan untuk dalam
rangka mewujudkan mendukung kinerja organisasi
sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja.
26
BAB 1 Pendahuluan

D. Kinerja Lain

Laporan Kinerja Tahun 2016


Pada subbab ini diuraikan kinerja-kinerja lain yang
tidak masuk dalam Perjanjian Kinerja Menteri
Keuangan, namun terkait dengan tugas dan
fungsi Kementerian Keuangan.

4. Bab IV Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian


Keuangan
Pada bab ini diuraikan langkah-langkah perbaikan
(tindak lanjut) hasil rekomendasi Kementerian PAN
dan RB atas evaluasi AKIP Kementerian Keuangan
Tahun 2015. Selain itu juga diuraikan tindak lanjut
rekomendasi evaluasi internal yang dilakukan oleh
Itjen, pengembangan pengelolaan kinerja dan risiko
Kementerian Keuangan upaya revitalisasi manajemen
kinerja, program-program yang dilakukan dalam rangka
peningkatan integritas, serta penguatan program
RBTK Tahun 2017

5. Bab V Penutup
Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian
kinerja organisasi serta langkah di masa mendatang
yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan
kinerjanya.

6. Lampiran
Pernyataan Reviu oleh Inspektorat Jenderal

27
BAB 2 Perencanaan Kinerja

02.
Perencanaan
Kinerja
Tahun
Kinerja Tahun
LaporanKinerja
Laporan 2016
2016

28
28
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Laporan
LaporanKinerja
Kinerja Tahun
Tahun2016
2016

A. Rencana Strategis C. Evaluasi Internal: Evaluasi Renstra dan


B. Rencana Kerja, Rencana Kerja dan Evaluasi Mandiri atas implementasi
Anggaran, dan Perjanjian Kinerja Sistem Akuntabilitas Kinerja instansi
Pemerintah (SAKIP) kementerian
Keuangan
D. Pengukuran Kinerja

29

29
BAB 2 Perencanaan Kinerja

A. Rencana
Strategis

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013


tentang Keuangan Negara, Presiden selaku Kepala
Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan
negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum
Laporan Kinerja Tahun 2016

dan kewenangan yang bersifat khusus.

Dalam rangka membantu Pemerintah dalam penyelenggaraan


pengelolaan keuangan negara, sebagian dari kekuasaan
tersebut dikuasakan kepada Kementerian Keuangan selaku
Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan
kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Kementerian/
Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang.

Kementerian Keuangan sebagai pembantu Pemerintah dalam


bidang keuangan pada hakekatnya adalah merupakan Chief
Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia,
sementara setiap Kementerian/Lembaga pada hakekatnya
adalah merupakan Chief Operational Officer (COO) untuk
suatu bidang tertentu dalam pemerintahan. Prinsip ini perlu
dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam
pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya
mekanisme checks and balances serta untuk mendorong
upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan
tugas pemerintahan.

Sebagai bagian dari upaya pengembangan pengelolaan


administrasi yang bijak dan transparansi penggunaan dana
publik serta adanya tuntutan stakeholders atas perbaikan
kinerja dan pelayanan publik, Kementerian Keuangan
menjalankan program Reformasi Birokrasi dan Transformasi
Kelembagaan. Dalam konteks ini Kementerian Keuangan
kembali menyempurnakan visi kementerian yang berorientasi
pada outcome serta mencerminkan peralihan dari pola pikir
lama yang berorientasi kepada kepatuhan dan proses.

30
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Kami akan menjadi penggerak


utama pertumbuhan ekonomi
Indonesia yang inklusif
diabad ke-21

Laporan Kinerja Tahun 2016


Penggerak utama berarti bahwa Kementerian Dalam rangka pencapaian visi, Kementerian
Keuangan, dalam perannya sebagai pengatur dan Keuangan juga memformulasikan misinya agar
pengelola keuangan negara, berperan sebagai mencerminkan kegiatan inti dan mandatnya
prime mover dalam mendorong pembangunan dengan lebih baik. Misi Kementerian Keuangan
nasional di masa depan. Melalui manajemen yaitu:
pendapatan dan belanja negara yang proaktif, 1. Mencapai tingkat kepatuhan pajak, bea dan
Kementerian Keuangan menggerakkan cukai yang tinggi melalui pelayanan prima dan
dan mengarahkan perekonomian negara penegakan hukum yang ketat;
menyongsong masa depan. 2. Menerapkan kebijakan fiskal yang prudent;
3. Mengelola neraca keuangan pusat dengan
Pertumbuhan ekonomi yang inklusif risiko minimum;
mengindikasikan bahwa pertumbuhan dan 4. Memastikan dana pendapatan didistribusikan
pembangunan yang diarahkan oleh Kementerian secara efektif dan efisien; dan
Keuangan akan menghasilkan dampak yang 5. Menarik dan mempertahankan talent terbaik
merata di seluruh Indonesia, hal ini akan tercapai di kelasnya dengan menawarkan proposisi
melalui koordinasi yang solid antar pemangku nilai pegawai yang kompetitif.
kepentingan dalam pemerintahan serta melalui
penetapan kebijakan fiskal yang efektif. Untuk mendukung pencapaian Agenda
Pembangunan Nasional (Nawa Cita) sebagaimana
Menekankan abad ke-21 sebagai periode waktu tertuang dalam RPJMN serta mewujudkan visi
yang menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan dan misi organisasi, Kementerian Keuangan
menyadari peran yang dapat dan harus dijalankan telah menyusun Rencana Strategis (Renstra)
di dunia modern, dengan menghadirkan teknologi Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019. Secara
informasi serta proses-proses yang modern guna umum alur penyusunan Renstra Kementerian
mewujudkan peningkatan yang berkelanjutan. Keuangan adalah sebagaimana dalam gambar
berikut:

31
BAB 2 Perencanaan Kinerja

KSKK

TK
Laporan Kinerja Tahun 2016

RPJMN

QW-
PL

Gambar 2.1 Alur Penyusunan Renstra Kementerian Keuangan

Penyusunan Renstra Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019 berpedoman


pada Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas No.5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan
Rencana Strategis Kementerian/Lembaga Tahun 2015-2019.

Sesuai dengan peraturan dimaksud, selain visi dan misi, dalam Renstra
Kementerian Keuangan juga memuat tujuan, sasaran strategis, arah
kebijakan dan strategi, kerangka regulasi, kerangka kelembagaan, serta
target kinerja dan kerangka pendanaan Kementerian Keuangan untuk tahun
2015 sampai dengan 2019.

Selain itu, penyusunan Renstra Kementerian Keuangan juga memperhatikan


Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019
yang di dalamnya terdapat sembilan prioritas nasional yang dikenal dengan
Nawa Cita. Sesuai dengan tugas dan fungsi, dari sembilan prioritas nasional

32
BAB 2 Perencanaan Kinerja

dimaksud Kementerian Keuangan mendukung beberapa tema serta arah kebijakan dan strategi
nasional khususnya pada Nawa Cita 1, 3, 6, dan 7. Kegiatan prioritas Kementerian Keuangan dalam
mendukung arah kebijakan dan strategi nasional tersebut dijabarkan dalam Renstra Kementerian.

Tabel 2.1 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Pertama Pemerintah

Nawa Cita Pertama: Menghadirkan Kembali Negara Untuk Melindungi Segenap Bangsa Dan Memberikan Rasa Aman
Pada Seluruh Warga Negara.

Memperkuat Jatidiri Sebagai Negara Maritim Kegiatan Prioritas UIC

Arah Kebijakan Meningkatkan pengawasan dan penjagaan, serta Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan dan DJBC
penegakan hukum di laut dan daerah perbatasan; Penindakan Atas Pelanggaran Peraturan
Meningkatkan sarana dan prasarana pengamanan Perundangan, Intelejen dan Penyidikan
daerah perbatasan; Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai
Meningkatkan sinergitas antar institusi
pengamanan laut.
Strategi Meningkatkan operasi pengamanan dan
keselamatan di laut dan wilayah perbatasan;
Menambah dan meningkatkan pos pengamanan
perbatasan darat dan pulau terluar;
Intensifikasi dan ekstensifikasi operasi bersama.

Laporan Kinerja Tahun 2016


Memperkuat Peran Dalam Kerjasama Global dan Regional Kegiatan Prioritas UIC

Arah Kebijakan Meningkatkan peran dan kepemimpinan Indonesia 1. Kegiatan Perumusan Kebijakan BKF
di G-20 dan APEC; Pembiayaan Perubahan Iklim dan
Meningkatkan pelaksanaan kerjasama Multilateral,
pembangunan Selatan-Selatan dan Triangular; 2. Kegiatan Perumusan Kebijakan
Menguatnya peran Indonesia dalam kerjasama dan Pelaksanaan Kerja Sama
global dan regional. Keuangan Regional dan Bilateral

Strategi 1. Perumusan Cetak Biru peran Indonesia di


APEC dan G-20 untuk memperjuangkan
kerjasama yang berimbang dan relevan;
2. Pelaksanaan partisipasi aktif dan strategis
Indonesia di forum APEC dan G-20;
3. ntervensi kebijakan pengembangan kerja
sama Selatan-Selatan dan Triangular;
4. Mendorong peran aktif Indonesia dalam forum
multilateral;
5. Peran aktif Indonesia dalam forum G-20 akan
dititikberatkan pada upaya-upaya untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional
yang tinggi dan berkualitas, dengan tetap
memperhatikan kestabilan ekonomi dan
keuangan.
6. Meningkatkan peran Indonesia dalam
kerjasama keuangan regional

33
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Tabel 2.2 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Ketiga Pemerintah

Nawa Cita Ketiga: Membangun Indonesia dari Pinggiran Dengan memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam
kerangka Negara Kesatuan.

Pengembangan Kawasan Perbatasan Kegiatan Prioritas UIC

Arah Kebijakan Mempercepat pembangunan kawasan perbatasan Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan dan DJBC
di berbagai bidang, terutama peningkatan Penindakan Atas Pelanggaran Peraturan
bidang ekonomi, sosial dan keamanan, serta Perundangan, Intelejen dan Penyidikan
menempatkan kawasan perbatasan sebagai pintu Tindak Pidana Kepabean dan Cukai
gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan
dengan negara tetangga secara terintegrasi dan
berwawasan lingkungan.

Strategi Melakukan transformasi kelembagaan lintas


batas negara, yaitu Custom, Immigration,
Quarantine, Security (CIQS) sesuai dengan standar
internasional dalam suatu sistem pengelolaan
yang terpadu;
Laporan Kinerja Tahun 2016

Meningkatkan kualitas dan kuantitas, serta


standarisasi sarana-prasarana pertahanan
dan pengamanan perbatasan laut dan darat,
serta melibatkan peran aktif masyarakat dalam
mengamankan batas dan kedaulatan Negara.

Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan Kegiatan Prioritas UIC

Arah Kebijakan Pengawalan implementasi UU Desa secara Kegiatan Perumusan Kebijakan, DJPK
sistematis, konsisten, dan berkelanjutan melalui Pembinaan, dan Pengelolaan Transfer
koordinasi, fasilitasi, supervisi, dan pendampingan. ke Daerah dan Dana Desa
Strategi Memastikan berbagai perangkat peraturan
pelaksanaan UU Desa sejalan dengan substansi,
jiwa, dan semangat UU Desa, termasuk
penyusunan PP Sistem Keuangan Desa;
Memastikan distribusi Dana Desa dan Alokasi
Dana Desa berjalan secara efektif, berjenjang, dan
bertahap.

Penguatan Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Peningkatan Kualitas


Kegiatan Prioritas UIC
Pemerintahan Daerah

Arah Kebijakan Peningkatan Kemampuan Fiskal dan Kinerja 1. Kebijakan, Pembinaan, dan DJPK
Keuangan Daerah. Pengelolaan Transfer ke Daerah
dan Dana Desa,

34
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Pengembangan Kawasan Perbatasan Kegiatan Prioritas UIC

2. Kegiatan Perumusan Kebijakan,


Pemantauan dan Evaluasi di Bidang
Pendanaan Daerah dan Ekonomi
Daerah, Penyusunan Laporan
Keuangan Transfer ke Daerah,
serta Pengembangan Sistem
Informasi Keuangan Daerah,
3. Kegiatan Perumusan Kebijakan,
dan Pembinaan di Bidang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah
Strategi Meningkatkan kemampuan fiskal daerah;
Meningkatkan kualitas belanja dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan pemerintah daerah; dan
Meningkatkan keterkaitan alokasi dana transfer
dan pelayanan publik.

Tabel 2.3 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Keenam Pemerintah

Laporan Kinerja Tahun 2016


Nawa Cita Keenam: Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional.

Membangun Perumahan dan Kawasan Permukiman Kegiatan Prioritas UIC

Arah Kebijakan Sasaran yang ingin diwujudkan adalah optimalisasi Kegiatan Manajemen Investasi dan DJPB
danStrategi penyediaan layanan air minum, melalui fasilitasi Penerusan Pinjaman
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) yaitu bantuan program
PDAM menuju 100% PDAM Sehat.

Peningkatan efektifitas dan Efisiensi Dalam Pembiayaan Infrastruktur Kegiatan Prioritas UIC

Arah Kebijakan dan


Strategi 1. Kegiatan Perumusan Kebijakan,
Pengembangan alternatif pembiayaan
Standarisasi, Bimbingan Teknis,
infrastruktur dengan strategi:
Evaluasi, dan Pengelolaan
Kekayaan Negara Dipisahkan,
1. Mengadopsi sistem penganggaran tahun
jamak jangka panjang (lebih dari 5 tahun)
dalam UU No. 17/2003 Tentang Keuangan
Negara.
2. Mengkaji dan mengujicobakan berbagai
model KPS berbasis pendanaan Pemerintah
(innovative financing scheme).

35
BAB 2 Perencanaan Kinerja

1. Menyempurnakan mekanisme pemberian 2. Kegiatan Pengelolaan Dukungan


berbagai bentuk dukungan Pemerintah Pemerintah dan Pembiayaan
termasuk viability gap funding (VGF) untuk Infrastruktur
proyek KPS berbasis pendanaan swasta.
2. Pembentukan fasilitas pembiayaan
infrastruktur berupa pembentukan
bank pembangunan/infrastruktur, dana
amanah (trust fund) infrastruktur, obligasi
infrastruktur, dan instrumen pembiayaan lain
khusus untuk infrastruktur.

Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional Melalui Peningkatan Hasil


Kegiatan Prioritas UIC
Tambang

Arah Kebijakan dan Penerapan Insentif Fiskal dan Non-Fiskal, untuk Kegiatan Perumusan Kebijakan Pajak, BKF
Strategi mendorong investasi pengembangan industri Kepabeanan, Cukai, dan PNBP
pengolahan dan pemurnian di dalam negeri melalui
pengembangan insentif keringanan bea keluar,tax
allowance, dan skema pembayaran royalti bagi
pengusahaan smelter yang terintegrasi dengan
pengusahaan tambang.
Laporan Kinerja Tahun 2016

Tabel 2.4 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Ketujuh Pemerintah

Nawa Cita Ketujuh: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi
domestik.

Penguatan Sektor Keuangan Kegiatan Prioritas UIC

Arah Kebijakan dan Peningkatan koordinasi kebijakan terkait stabilitas Kegiatan Perumusan Kebijakan BKF
Strategi sistem keuangan dan penyusunan payung regulasi Sektor Keuangan
UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan.

Penguatan Kapasitas Fiskal Negara Kegiatan Prioritas UIC

Arah Kebijakan dan 1. Sinkronisasi antara perencanaan 1. Kegiatan Pengelolaan Anggaran DJA
Strategi pembangunan dan alokasi anggaran; Belanja Pemerintah Pusat; DJP
2. Evaluasi kinerja kenaikan penerimaan 2. Kegiatan Penyusunan DJPB
pajak seiring dengan potensinya (seperti Rancangan APBN; DJPK
pertumbuhan PDB); 3. Kegiatan Pengembangan DJPPR
3. Merancang ulang lembaga pajak, berikut Sistem Penganggaran;
peningkatan kuantitas dan kualitas aparatur
perpajakan;

36
BAB 2 Perencanaan Kinerja

4. Peningkatan realisasi anggaran untuk 4. Kegiatan Perumusan


pembangunan infrastruktur, pendidikan, Kebijakan, Standarisasi dan
kesehatan, dan perumahan; Bimbingan Teknis, Evaluasi dan
5. Pemberian insentif bagi lembaga dan Pelaksanaan di Bidang Analisis
daerah yang memiliki penyerapan anggaran dan Evaluasi Penerimaan
yang tinggi dalam mendukung prioritas Perpajakan;
pembangunan dan kebocorannya rendah 5. Kegiatan Peningkatan
6. Pengurangan utang negara secara bertahap Pembinaan dan Pengawasan
sehingga rasio utang terhadap PDB Sumber Daya Manusia dan
mengecil; Pengembangan Organisasi;
7. Utang baru hanya ditujukan untuk membiayai
pengeluaran pemerintah yang produktif.

Laporan Kinerja Tahun 2016

37
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Selanjutnya, dalam Renstra Kementerian Tujuan Kementerian Keuangan terjaganya


Keuangan juga ditetapkan tujuan yang akan kesinambungan fiskal merupakan ultimate
dicapai pada tahun 2019 Kebijakan fiskal goal dan isu strategis Kementerian Keuangan
pada tahun 2015-2019 diarahkan untuk sebagai pengelola fiskal. Adapun keenam
mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif tujuan yang lain merupakan intermediate goals
dan berkeadilan serta mendorong strategi Kementerian Keuangan yang akan dicapai oleh
reindustrialisasi dalam transformasi ekonomi unit-unit eselon I di lingkungan Kementerian
dengan tetap mempertahankan keberlanjutan Keuangan selama periode 2015-2019. Untuk
fiskal. mendukung pencapaian tujuan agar terukur dan
dapat dicapai secara nyata, telah ditetapkan 16
Pencapaian tujuan dilakukan melalui peningkatan sasaran strategis yang merupakan kondisi riil yang
mobilisasi penerimaan negara, peningkatan diinginkan/dicapai oleh Kementerian Keuangan
kualitas belanja Negara, optimalisasi pengelolaan pada akhir periode perencanaan (tahun 2019).
risiko pembiayaan/utang, dan peningkatan
kualitas pengelolaan kekayaan negara. Untuk mengukur pencapaian Sasaran Strategis,
ditetapkan indikator-indikator kinerja beserta
Tujuan Kementerian Keuangan untuk periode targetnya yang di-break-down per tahun.
2015-2019 adalah: Penetapan indikator kinerja Sasaran Strategis
1. Terjaganya kesinambungan fiskal; menggunakan kriteria SMART-C yaitu Specific
2. Optimalisasi penerimaan negara dan (spesifik), Measurable (dapat diukur), Agreeable
reformasi administrasi perpajakan serta (dapat disetujui), Realistic (realistis, dapat dicapai
Laporan Kinerja Tahun 2016

reformasi kepabeanan dan cukai; namun menantang), Time-bounded (memiliki


3. Pembangunan sistem Penerimaan Negara batas waktu pencapaian), dan Countinously
Bukan Pajak (PNBP) yang handal untuk improved (dapat menyesuaikan dengan
optimalisasi penerimaan negara; perkembangan strategi oganisasi). Demikian pula
4. Peningkatan kualitas perencanaan dengan target indikator Sasaran Strategis.
penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan
transfer ke daerah; Penentuan besaran target ditetapkan berdasarkan
5. Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan harapan stakeholder, atau melihat kondisi internal
negara dan pembiayaan anggaran; dan eksternal. Selain itu, penetapan target
6. Peningkatan pengawasan di bidang dilakukan melalui pembahasan bersama dengan
kepabeanan dan cukai serta perbatasan; seluruh jajaran pimpinan Kementerian Keuangan.
7. Kesinambungan reformasi birokrasi,
perbaikan governance, dan penguatan Sasaran Strategis, Indikator Kinerja, dan target
kelembagaan. kinerja Kementerian Keuangan sesuai Renstra
Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019 adalah
sebagai berikut:

38
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Tabel 2.5 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja, dan Target Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019

Tujuan/ Sasaran Target


No Indikator Kinerja UIC
Strategis 2015 2016 2017 2018 2019
1 Terjaganya Kesinambungan Fiskal

DJP,
12% 13% 14% 15% 16%
Rasio penerimaan pajak DJBC, DJA
Meningkatnya tax ratio (Arti (Arti (Arti (Arti (Arti
terhadap PDB dan BKF
Luas) Luas) Luas) Luas) Luas)
(Kebijakan)

DJPPR,
Terjaganya rasio utang
Rasio utang terhadap PDB 25% 24% 23% 22% 21% dan BKF
pemerintah
(Kebijakan)
DJA,
Terjaganya defisit Rasio defisit APBN
-1,9 -1,8 -1,68 -1,48 -1,17 dan BKF
anggaran terhadap PDB
(Kebijakan)
2 Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai
Persentase realisasi
Penerimaan pajak
penerimaan pajak 100% 100% 100% 100% 100% DJP
negara yang optimal
terhadap target
Penerimaan negara di Persentase realisasi

Laporan Kinerja Tahun 2016


sektor kepabeanan dan penerimaan bea dan cukai 100% 100% 100% 100% 100% DJBC
cukai yang optimal terhadap target
Peningkatan kelancaran
arus barang dalam Waktu penyelesaian
rangka mendukung proses kepabeanan 1,5 hari 1,4 hari 1,3 hari 1,2 hari 1 hari DJBC
Sistem Logistik (customs clearance)
Nasional
3 Pembangunan sistem PNBP yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara
Persentase implementasi
Sistem Pelayanan
Single Source Database 5% 25% 50% 80% 100% DJA
PNBP yang optimal
PNBP
4 Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah
Akurasi Perencanaan APBN 95% 95% 96% 97% 98% DJA
Perencanaan dan
Persentase kinerja
Pelaksanaan Anggaran
pelaksanaan anggaran 70% 75% 75% 80% 80% DJPB
yang berkualitas
Kementerian/Lembaga
Hubungan Keuangan
Indeks pemerataan
Pusat dan Daerah yang 0,74 0,74 0,73 0,73 0,72 DJPK
keuangan antar daerah
Adil dan Transparan.
5 Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayan anggaran
Rasio utilisasi aset
35% 40% 44% 48% 52% DJKN
terhadap total aset tetap
Pengelolaan kekayaan Rasio Dana Aktif BUMN/
negara yang optimal lembaga di Bawah
2,23 2,29 2,66 3,04 3,44 DJKN
Kementerian Keuangan
terhadap total ekuitas
Pembiayaan yang aman Persentase pengadaan
untuk mendukung utang sesuai kebutuhan 100% 100% 100% 100% 100% DJPPR
kesinambungan fiskal pembiayaan
6 Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan

39
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Tujuan/ Sasaran Target


No Indikator Kinerja UIC
Strategis 2015 2016 2017 2018 2019
Optimalisasi
pengawasan dalam
rangka mendukung
Persentase tindak lanjut
fungsi community
temuan pelanggaran 80% 80% 80% 80% 80% DJBC
protection serta
kepabeanan dan cukai
melaksanakan fungsi
sebagai border
management
7 Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan
4,07 4,12 4,17 4,22
Indeks kepuasan pengguna 4,02
(skala (skala (skala (skala SETJEN
Organisasi yang fit for layanan (skala 5)
5) 5) 5) 5)
purpose
Indeks kesehatan
75 76 77 78 80 SETJEN
organisasi
Persentase Pejabat
yang memenuhi Standar 85% 85% 85% 85% 85% SETJEN
SDM yang kompetitif Kompetensi Jabatan
Nilai peningkatan
22 22 23 23 24 BPPK
kompetensi SDM
Sistem informasi
manajemen yang Persentase integrasi TIK 100% 100% 100% 100% 100% SETJEN
terintegrasi
Laporan Kinerja Tahun 2016

Peningkatan
Rata-rata indeks opini BPK WTP WTP WTP WTP WTP
kepercayaan publik
RI atas LK BA 015 dan LK (skala (skala (skala (skala (skala ITJEN
terhadap pengelolaan
BUN 4) 4) 4) 4) 4)
Keuangan Kementerian

Sasaran Strategis Kementerian Keuangan di atas j. Program Perumusan Kebijakan Fiskal dan
akan dicapai melalui 11 (sebelas) Program yang Sektor Keuangan; dan
dilaksanakan oleh masing-masing unit eselon I k. Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di
sesuai tugas dan fungsinya. Adapun kesebelas Bidang Keuangan Negara.
Program tersebut adalah:
Perencanaan strategis Kementerian Keuangan
a. Program Dukungan Manajemen dan juga mengacu pada Inisiatif Reformasi
Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan.
Kementerian Keuangan; Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi
b. Program Pengelolaan Anggaran Negara; Kelembagaan (RBTK) Kementerian Keuangan
c. Program Peningkatan dan Pengamanan yang telah diinisiasi mulai tahun 2014.
Penerimaan Pajak;
d. Program Pengawasan, Pelayanan, dan Inisiatif strategis RBTK terdiri dari lima tema
Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai; utama transformasi, yaitu Tema Sentral, Tema
e. Program Pengelolaan Perbendaharaan Perpajakan, Tema Kepabeanan dan Cukai, Tema
Negara; Penganggaran dan Tema Perbendaharaan.
f. Program Pengelolaan Kekayaan Negara, Program RBTK Kementerian Keuangan
Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan merupakan program jangka panjang yang akan
Pelayanan Lelang; dilaksanakan pada tahun 2014-2025 melalui
g. Program Peningkatan Kualitas Hubungan inisiatif strategis pada tiap unit Eselon I
Keuangan Pusat dan Daerah; sebagai berikut:
h. Program Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
i. Program Pengawasan dan Peningkatan
Akuntabilitas Aparatur Kementerian
Keuangan;

40
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Tabel 2.6 Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan

Fungsi Utama Inisiatif Strategis

Pajak (DJP) Memperbaiki segmentasi wajib pajak dan coverage model


Menjangkau ekonomi informal melalui pendekatan end-to-end
Membenahi sistem administrasi PPN
Mengembangkan model kepatuhan yang prediktif, berbasis-risiko terkait dengan proses
bisnis
Meningkatkan efektivitas pemeriksaan dan penagihan (hingga CRM terimplementasi
penuh)
Memastikan kualitas dan konsistensi penegakan hukum
Meluncurkan strategi komunikasi terintegrasi
Secara sistematis melibatkan pihak ketiga untuk data, penegakan dan penjangkauan wajib
pajak
Menyempurnakan KPP
Secara selektif memperluas jangkauan DPC dan meningkatkan kapabilitas perolehan data
Migrasi wajib pajak ke e-filing
Secara drastis meningkatkan kapasitas call centers
Memperluas fungsionalitas website

Laporan Kinerja Tahun 2016


Menyelaraskan kembali staf fungsional dan secara selektif meningkatkan kapasitas
Merestrukturisasi organisasi
Menjamin adanya otonomi yang diperlukan untuk transformasi
Perbendaharaan (DJPB, Menuju sistim pembayaran, pengumpulan yang terpusat, dan verisifikasi yang bersifat
DJPU, DJKN) elektronik serta dengan saluran pembayaran yang modern
Meluncurkan basis data penerimaan yang terintegrasi dengan saluran pengumpulan
modern
Memusatkan fungsi back office Shared service untuk seluruh K/L, di Kementerian
Keuangan
Meningkatkan proses pengelolaan likuiditas yang bersifat end-to-end
Meninjau kapabilitas TDR dan memastikan prudensi dalam operasional TDR
Memandu perencanaan kas dengan target saldo cadangan terdefinisi
Memperbaiki prakiraan belanja dari para satker
Mempererat koordinasi pengelolaan likuiditas dengan Bank Indonesia
Memperluas jangkauan TSA
Menetapkan strategi dan pedoman pengelolaan valuta asing jangka pendek untuk
pengelolaan likuiditas
Mengenalkan platform perdagangan elektronik
Meluncurkan sistem baru primary dealer
Meningkatkan kerangka kerja stabilisasi obligasi secara berkelanjutan
Mengelola utang: Konsolidasi benchmark surat berharga negara domestik
Memperkuat Hubungan Investor (IR)
Mendukung OJK dalam mengembangkan pasar repo yang likuid dan dalam

41
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Fungsi Utama Inisiatif Strategis

Meningkatkan partisipasi domestik dari investor-investor utama


Mengoordinasikan tata kelola risiko untuk keseluruhan sovereign risk
Meluncurkan kerangka kerja risiko yang bersifat holistik
Mengaktifkan pengelolaan risiko pada area-area risiko utama
Membuat kebijakan terkait inventarisasi dan penilaian
Membuat pengelolaan aset dan pengelolaan portofolio dalam bentuk digital
Menegakkan regulasi, panduan dan proses untuk memastikan aset teroptimalkan secara
penuh oleh K/L
Mengoptimalkan jenis aset tertentu yang berada di bawah tanggung jawab Kementerian
Keuangan langsung
Memaksimalkan pemanfaatan aset dan return on asset
Melaksanakan kajian portofolio aset setiap tahun
Memperjelas mandat dan strategi dari setiap unit special missions dan meningkatkan kinerja
mereka
Menerapkan tata kelola, pelaporan, dan struktur hukum yang jelas
Menempatkan proses-proses yang tepat
Implementasi road map strategi akuntansi akrual
Mengintegrasikan sistem akuntansi antara pemerintah pusat dan daerah
Laporan Kinerja Tahun 2016

Meningkatkan pengelolaan keuangan K/L dan BUN


Meningkatkan sistem pengendalian internal
Bea dan Cukai (DJBC) Memperbaiki system manajemen kinerja
Pilot kantor pelayanan modern 2.0 untuk menurunkan dwelling time
Meluncurkan customs call center
Future proofing kawasan berikat
Memperbaiki layanan dan mengoptimasi pengawasan impor melalui kantor pos
Otomasi proses pelayanan dan pengawasan
Meningkatkan citra dengan mengoptimalkan kegiatan kehumasan
Mengintegrasikan sistem manajemen risiko
Memulai lab stakeholder eksternal untuk mengurangi waktu impor
Menyelaraskan fondasi dengan mandat
Penganggaran (DJA) Menuju kepada Arsitektur anggaran yang terfokus pada outcome
Memperkuat monitoring dan evaluasi pada outcome anggaran
Merampingkan proses anggaran end-to-end
Memperkuat efektivitas interaksi dengan para stakeholder eksternal
Membangun kapabilitas K/L
Meningkatkan kapabilitas internal DJA
Teknologi Mulai menjalankan arsitektur aplikasi dan data end-state
Informasi (SetJen) Membentuk struktur organisasi TI dan proses tata kelola
Menetapkan proses penganggaran TI dengan tanggung jawab yang jelas
Membuat arsitektur keamanan end-state dan mengembangkan langkah-langkah
penanganan ancaman utama
Menetapkan organisasi Disaster Recovery dan prosedur pengoperasiannya
Membuat e-Catalogue untuk semua produk TI standar
Mengonsolidasikan semua kontrak pemeliharaan di bawah Pusintek

Memperkenalkan program pelatihan bertarget guna memenuhi kebutuhan Teknologi


Informasi Kementerian Keuangan

42
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Fungsi Utama Inisiatif Strategis

Fungsi-fungsi Strategis dan Memperkuat organisasi dan tata kelola Kementerian Keuangan
Layanan Memfokuskan kembali organisasi Sekretariat jenderal
Korporat (SetJen)
Merevitalisasi manajemen kinerja
Menyelaraskan strategi, perencanaan dan kinerja melalui penganggaran berbasis kinerja
Memusatkan dan memperkuat pengadaan
Memperkuat proses hukum
Sumber Daya Manusia Menstandardisasi dan melembagakan mekanisme perencanaan pegawai yang dikendalikan
oleh Unit Eselon I (termasuk perencanaan suksesi)
Melembagakan inisiatif khusus: Mendirikan redeployment unit untuk menyeimbangkan
kebutuhan pegawai
Memperkenalkan program Government Goes to Campus (bekerja sama dengan KemenPAN
RB) yang dikendalikan unit Eselon I dengan proposisi nilai yang diperbarui
Melakukan rekrutmen eksternal untuk jabatan-jabatan strategis
Melembagakan mekanisme end-to-end appraisal yang menyertakan manajemen rewards
dan konsekuensi
Meninjau dan menyempurnakan desain skema benefit bagi unit-unit operasional utama
dengan kebutuhan khusus
Mendesain dan melembagakan program pengembangan end-to-end talent pool: penilaian,

Laporan Kinerja Tahun 2016


penempatan, pelatihan, pembinaan
Menetapkan jenjang karier untuk jabatan-jabatan strategis: middle management dan
spesialis fungsional berprestasi
Merancang rencana transisi menuju organisasi SDM terintegrasi, dengan pemberdayaan
Unit Eselon I
Memperbaiki dan melembagakan HRIS

Untuk membantu proses monitoring implementasi 87 inisiatif strategis


RBTK saat ini digunakan aplikasi Ministry of Finance Institutional
Transformation Application (MITRA). Aplikasi MITRA ini merupakan salah
satu tools yang membantu pemantauan penyelesaian seluruh tindakan
yang dijabarkan dari seluruh milestones pada Initiatives Charter. Selain
menggunakan aplikasi ini, digunakan juga sarana-sarana yang lain seperti
pelaksanaan pertemuan one-on-one dengan PMO-CTO-Initiative Owner
juga laporan PMO secara tertulis. Kinerja 87 inisiatif strategis program RBTK
pada tahun 2014-2016 telah diukur dengan IKU Persentase implementasi
inisiatif Transformasi Kelembagaan untuk monitoring progress pelaksanaan
terobosan dan milestones pada Kemenkeu-Wide dan Kemenkeu-One di unit
eselon I yang menjadi initiative owner.

43
BAB 2 Perencanaan Kinerja

B. Rencana Kerja, Dokumen Renstra selanjutnya dijabarkan ke dalam Rencana


Kerja Tahunan (Renja) yang disusun dengan mengacu pada
Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Renja memuat kebijakan,
Rencana Kerja program, dan kegiatan yang meliputi kegiatan pokok serta
kegiatan pendukung untuk mencapai sasaran hasil sesuai
Dan Anggaran, program induk. Renja dirinci menurut indikator keluaran,
sasaran keluaran pada tahun rencana, prakiraan sasaran tahun
Dan Perjanjian berikutnya, lokasi, pagu indikatif sebagai indikasi pagu anggaran,
serta cara pelaksanaannya.

Kinerja Renja Kementerian Keuangan selanjutnya dijadikan acuan dalam


penyusunan Peta Strategi dan IKU Kementerian Keuangan dan
unit eselon I, yang selanjutnya ditetapkan dalam Kontrak Kinerja.
Seluruh sasaran yang terdapat dalam Renstra diterjemahkan
kedalam Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan. Adapun
indikator yg ada pada Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan
diselaraskan dengan indikator yang ada di dokumen perencanaan
penganggaran misalnya di RKAKL (Rencana Kerja dan Anggaran
K/L). Alur penyusunan dokumen Rencana Kerja, Rencana Kerja
dan Anggaran, dan Perjanjian Kinerja Kementerian Keuangan
dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut.
Laporan Kinerja Tahun 2016

Renstra K/L

Renja K/L

*) Kebijakan stategis
Kementerian Keuangan
tahun 2014- 2014
sesuai KMK nomor 183/
KMK01/2013
**) Nawa Cita dijabarkan dalam
RPJMN dan RKP

Gambar 2.2
Alur Penyusunan Dokumen Rencana Kerja, Rencana Kerja dan Anggaran, dan
Perjanjian Kinerja Kementerian Keuangan

44
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Laporan Kinerja Tahun 2016

45
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Berdasarkan RKP dan Pagu Anggaran serta Renja yang telah ditetapkan,
Kementerian Keuangan menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). RKA
memuat informasi kinerja yang meliputi program, kegiatan dan sasaran
kinerja, serta rincian anggaran. Informasi pendanaan dalam RKA memuat
informasi Rincian Anggaran, antara lain: output, komponen input, jenis
belanja, dan kelompok belanja.

Proses penyusunan renja diawali dengan arahan dari Sekretariat Jenderal


pada Forum Sekretaris terkait perencanaan penganggaran Tahun 2017,
dan ditindaklanjuti dengan melaksanakan Resource Forum dalam bentuk
Bilateral Meeting. Resource Forum merupakan sarana koordinasi antara
fungsi pengelola sumber daya dan fungsi teknis yang diinisiasi oleh fungsi
perencanaan kinerja dan anggaran di lingkungan Kementerian Keuangan.
Forum ini diselenggarakan dalam rangka penetapan target kinerja dan
anggaran untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan sesuai
sasaran strategis Kementerian Keuangan serta memberikan panduan dalam
rangka penyusunan Renja Kementerian Keuangan.

Resource Forum melibatkan beberapa unit di Sekretariat Jenderal


Kementerian Keuangan antara lain Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro
Organisasi dan Ketatalaksanaan, Biro Hukum, Biro Sumber Daya Manusia,
Biro Perlengkapan, Pusat Informasi dan Teknologi Keuangan, Pusat Layanan
Laporan Kinerja Tahun 2016

Pengadaan Secara Elektronik.

Pelaksanaan Resource Forum diatur oleh Surat Edaran Menteri Keuangan


Nomor SE-6/MK.1/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Resource Forum
dalam Rangka Penyusunan Rencana Kerja Kementerian Keuangan. Resource
Forum bersifat terbuka, dua arah, berbasis bukti dan berorientasi pada
perbaikan ke depan serta fokus pada pencapaian outputs dan outcomes.

Resource Forum dilaksanakan oleh seluruh unit eselon I sebagai bahan


dalam pelaksanaan Bilateral Meeting dan Trilateral Meeting.
Resource Forum dilakukan untuk meningkatkan kualitas penyusunan
renja lingkup Kementerian Keuangan dalam mengimplementasikan
Penganggaran Berbasis Kinerja.

Disamping itu, Resource Forum dilakukan untuk mewujudkan komitmen,


koordinasi dan rasa memiliki (sense of ownership) dalam proses perencanaan
anggaran dengan melibatkan semua sumber daya organisasi (resource).

Sejalan dengan tujuan peningkatan kualitas penyusunan renja,


penyelenggaraan Resource Forum diselaraskan dengan struktur rencana
kerja berdasarkan logic model penataan Arsitektur Dan Informasi Kinerja
(ADIK). Sehingga, pelaksanaan dialog difokuskan pada Outcome, Output,
Aktivitas, Input, serta indikator kesuksesan dari suatu output dan outcome.
Resource Forum mengacu pada beberapa prespektif yaitu historis
pencapaian tahun lalu, proyeksi pelaksanaan anggaran tahun berjalan, dan
usulan rencana kerja serta inisiatif strategis tahun yang akan datang.

46
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Renja Kementerian Keuangan tahun 2016 adalah sebagai berikut:


Tabel 2.7 Rincian Renja Kementerian Keuangan Tahun 2016

Target
No Sasaran Strategis Indikator Sasaran Strategis
2016
1 Meningkatnya tax ratio Rasio penerimaan pajak terhadap PDB 13 %
2 Terjaganya rasio utang pemerintah Rasio utang terhadap PDB 24 %
3 Terjaganya defisit anggaran Rasio defisit APBN terhadap PDB -1,8 %
4 Penerimaan pajak negara yang optimal Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap 100 %
target
5 Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai 100%
cukai yang optimal terhadap target
6 Peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka Waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs 1,4 hari
mendukung Sistem Logistik Nasional clearance)
7 Sistem Pelayanan Penerimaan Negara Bukan Persentase implementasi Single Source Database 25%
Pajak (PNBP) yang optimal Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
8 Perencanaan dan Pelaksanaan Anggaran yang Akurasi Perencanaan APBN 95%
berkualitas Persentase kinerja pelaksanaan anggaran 75%
Kementerian/Lembaga
9 Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang Adil Indeks pemerataan keuangan antar daerah 0,74
dan Transparan.

Laporan Kinerja Tahun 2016


10 Pengelolaan kekayaan negara yang optimal Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap 40 %
Rasio Dana Aktif BUMN/lembaga di Bawah 2,29 %
Kementerian Keuangan terhadap total ekuitas
11 Pembiayaan yang aman untuk mendukung Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan 100 %
kesinambungan fiskal pembiayaan
12 Optimalisasi pengawasan dalam rangka Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran 80 %
mendukung fungsi community protection serta kepabeanan dan cukai
melaksanakan fungsi sebagai border management
13 Organisasi yang fit for purpose Indeks kepuasan pengguna layanan 4,07
Indeks kesehatan organisasi 76
14 SDM yang kompetitif Persentase Pejabat yang memenuhi Standar 85 %
Kompetensi Jabatan
Nilai peningkatan kompetensi SDM 22
15 Sistem informasi manajemen yang terintegrasi Persentase integrasi TIK 100 %
16 Peningkatan kepercayaan publik terhadap Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 015 dan LK 4 (WTP)
pengelolaan Keuangan Kementerian BUN

Mengacu pada Renstra Kementerian Keuangan dan Renja Kementerian


Keuangan Tahun 2016, dilakukan penyusunan Perjanjian Kinerja Menteri
Keuangan (Kemenkeu-Wide) dan seluruh pejabat Eselon I Kementerian
Keuangan yang kemudian dituangkan dalam Kontrak Kinerja. Hal ini
menjadi dasar penetapan Kontrak Kinerja seluruh pegawai di lingkungan
Kementerian Keuangan.

Penyusunan Kontrak Kinerja dimulai dari level pejabat tertinggi sampai ke


pelaksana berdasarkan tugas dan fungsi serta hasil turunan dari Kontrak
Kinerja atasannya sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/
KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian
Keuangan yang telah diubah dengan KMK 556/KMK.01/2015 tentang

47
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Penyusunan dokumen Renja, RKA dan Kontrak
Nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja telah melalui koordinasi beberapa unit
Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. kerja seperti Biro Perencanaan dan Keuangan
Kontrak Kinerja untuk level organisasi dimulai serta Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan.
sejak tahun 2009, sedangkan Kontrak Kinerja Sinergi ini menghasilkan dokumen perencanaan,
untuk semua pegawai Kementerian Keuangan penganggaran dan pelaporan kinerja yang
mulai tahun 2011 terintegrasi dengan strategi organisasi dan juga
Pada tahun 2016, Kementerian Keuangan sekaligus mempunyai indikator kinerja selaras
menetapkan Kontrak Kinerja yang terdiri dari: pada semua dokumen tersebut.
1. Pernyataan Kesanggupan;
2. Peta Strategi, untuk unit pemilik peta Sasaran dan Indikator pada Renstra dan Renja
strategi; dijabarkan dalam perjanjian kinerja/ kontrak
3. Perjanjian Kinerja, untuk unit pemilik peta kinerja tahun 2016, baik pada level Kementerian
strategi; Keuangan maupun level eselon I. Keterkaitan
4. Rincian Target Kinerja (Trajectory Indikator antara Sasaran pada Renstra/Renja dan Kontrak
Kinerja Utama); Kinerja adalah sebagai berikut
5. Inisiatif Strategis, untuk unit pemilik peta
strategi; dan
6. Sasaran Kerja Pegawai.
Laporan Kinerja Tahun 2016

48
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Tabel 2.8 Hubungan Sasaran dalam Renstra/Renja dengan Perjanjian Kinerja

SS pada Kontrak Kinerja


Sasaran Strategis (SS) pada Renstra 2015- Tahun 2016
No Tujuan pada Renstra
2019 Level Level
Kemenkeu Eselon I
1 Terjaganya kesinambungan fiskal Meningkatnya Tax Ratio

2 Terjaganya rasio utang pemerintah

3 Terjaganya defisit anggaran

4 Optimalisasi penerimaan negara dan Penerimaan pajak negara yang optimal


reformasi administrasi perpajakan serta
reformasi kepabeanan dan cukai
5 Penerimaan negara di sektor Kepabenanan
dan Cukai yang optimal

6 Peningkatan kelancaran arus barang dalam


rangka mendukung sistem logistik nasional

7 Pembangunan Sistem PNBP yang andal Sistem pelayanan PNBP yang optimal
untuk optimalisasi penerimaan negara

Laporan Kinerja Tahun 2016


8 Peningkatan kualitas perencanaan Perencanaan dan pelaksanaan anggaran
penganggaran, pelaksanaan anggaran, yang berkualitas
dan transfer ke daerah
9 Hubungan keuangan pusat dan daerah yang
adil dan transparan

10 Peningkatan kualitas pengelolaan Pengelolaan kekayaan negara yang optimal


kekayaan negara dan pembiayan anggaran

11 Pembiayaan yang aman untuk mendukung


kesinambungan fiskal

12 Peningkatan pengawasan di bidang Optimalisasi pengawasan dalam rangka


kepabeanan dan cukai serta perbatasan mendukung fungsi community protector
serta melaksanakan fungsi sebagai border
management

13 Kesinambungan reformasi birokrasi, Organisasi yang fit for purpose


perbaikan governance, dan penguatan
14 kelembagaan SDM yang kompetitif

15 Sistem Manajemen Informasi yang


terintegrasi

16 Peningkatan kepercayaan terhadap


pengelolaan keuangan Kementerian
Keuangan

49
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Adapun indikator kinerja yang terdapat pada Renstra Kementerian Keuangan tahun 2015-2019 telah
tertuang dalam kontrak kinerja tahun 2016. Rincian indikator dimaksud adalah sebagai berikut:

Tabel 2.9 Hubungan Indikator Kinerja Renstra dengan Perjanjian Kinerja Tahun 2016

IKU pada KK Kementerian Keuangan


No IKU pada Renstra
Level Kemenkeu Level Eselon I
1 Rasio penerimaan pajak terhadap PDB -

2 Rasio utang terhadap PDB -

3 Rasio defisit APBN terhadap PDB -

4 Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target -


(DJP)
5 Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai terhadap target -
(DJBC)
6 Waktu penyelesaian proses kepabeanan
(DJBC)
7 Persentase implementasi single source database -
(DJA)
Laporan Kinerja Tahun 2016

8 Akurasi perencanaan APBN


(DJA)
9 Persentase kinerja pelaksanaan anggaran K/L
(DJPB)
10 Indeks pemerataan keuangan antar daerah
(DJPK)
11 Rasio utilisasi aset terhadap total aset
(DJKN)
12 Rasio dana aktif BUMN/lembaga di bawah Kementerian Keuangan -
terhadap total ekuitas (DJKN)
13 Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan
(DJPPR)
14 Persentase Tindak Lanjut temuan pelanggaran Kepabeanan dan -
Cukai (DJBC)
15 Indeks kepuasan layanan pengguna
(Seluruh unit eselon I)
16 Indeks kesehatan organisasi
(Seluruh unit eselon I)
17 Persentase pejabat yang memenuhi SKJ
(Seluruh unit eselon I)
18 Nilai peningkatan kompetensi SDM
(BPPK)
19 Persentase integrasi TIK -

20 Rata-rata indeks Opini BPK RI atas LK BA 015 dan LK BUN


(Setjen dan Itjen)

50
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Laporan Kinerja Tahun 2016

Halaman ini sengaja dikosongkan

51
BAB 2 Perencanaan Kinerja

C. Evaluasi
internal:
Evaluasi Renstra dan
Evaluasi Mandiri atas
Implementasi Sistem
Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah
(SAKIP) Kementerian
Keuangan
Laporan Kinerja Tahun 2016

Sebagai salah satu bentuk akuntabilitas, pertanggungjawaban


atas pelaksanaan program yang tertuang dalam Renstra
dan untuk mengetahui perkembangan capaian Renstra
Kementerian Keuangan Tahun 2015 2019 terhadap target
jangka menengah, dilakukan evaluasi untuk menilai apakah
pelaksanaan program-program tersebut telah sesuai dan
mencapai target yang ditetapkan. Hal ini sesuai dengan amanat
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2006 tentang
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan, dalam pasal 15 ayat (1) yang menyebutkan
bahwa Pimpinan Kementerian/ Lembaga melakukan
evaluasi pelaksanaan Renstra-K/L. Dalam pasal 12 ayat (1)
juga menyebutkan bahwa evaluasi pelaksanaan rencana
pembangunan dilakukan terhadap pelaksanaan Renja K/L
dan RKP untuk menilai keberhasilan pelaksanaan dari suatu
program/kegiatan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja
yang tercantum dalam Renstra K/L dan RPJM Nasional.

Evaluasi dilakukan terhadap pelaksanaan program dan kegiatan,


serta untuk menilai pencapaian pelaksanaan agenda prioritas
nasional (nawa cita), tujuan dan sasaran strategis, sebagaimana
ditetapkan dalam dokumen Renstra tersebut.
Berdasarkan hasil evaluasi renstra baik terhadap pencapaian
agenda prioritas nasional (nawa cita) maupun pelaksanaan
program, dilakukan proses penyesuaian dalam pencapaian
target jangka menengah Kementerian Keuangan yang
dituangkan dalam nota kesepakatan meliputi:

52
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Tabel 2.10 Penyesuaian Target dalam Dokumen Renja/Perjanjian


Kinerja Kementerian Keuangan

Target
Target
No Indikator Kinerja Kontrak
Renstra
Kinerja
1 Rasio Defisit APBN terhadap PDB -1,80% -2,15%
2 Rasio utang terhadap PDB 24% 26,87%
3 Rasio penerimaan pajak terhadap 13% 12,17%
PDB

Berdasarkan hasil forum Trilateral Meeting Kementerian PPN/


Bappenas dan Kementerian Keuangan c.q DJA, disepakati
bahwa proses penyesuaian ini tidak perlu dilakukan dengan
melakukan perubahan Renstra Kementerian Keuangan,
namun cukup dengan melakukan penyesuaian target dalam
dokumen Renja maupun pada Kontrak Kinerja Kementerian
Keuangan . Hal tersebut sesuai dengan pada pasal 14 Permen
PPN/Kepala Bappenas no. 5 tahun 2014 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penelaahan Renstra K/L tahun 2015-2019
yang menyebutkan bahwa perubahan terhadap Renstra K/L

Laporan Kinerja Tahun 2016


2015-2019 berjalan dapat dilakukan sepanjang (1) terdapat UU
yang mengamanatkan perubahan Renstra K/L; atau (2) adanya
perubahan struktur organisasi dan/atau tugas dan fungsi K/L.

Selanjutnya, dalam rangka penyusunan Renja pada tahun-


tahun berikutnya, apabila terdapat kondisi dimana terdapat
perundang-undangan yang mengharuskan perubahan atas
target kinerja pada Renja/RKA-K/L Kementerian Keuangan,
disepakati bahwa Kementerian Keuangan selaku K/L cukup
menyampaikan informasi perubahan tersebut kepada
Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan
c.q. DJA untuk selanjutnya ditetapkan dalam dokumen
kesepakatan selayaknya forum Trilateral Meeting.

Selain melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan renstra


maupun renja, Kementerian Keuangan juga melaksanakan
evaluasi mandiri atas implementasi SAKIP Kementerian
Keuangan yang dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal.
Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan penilaian atas
implementasi SAKIP tingkat Kementerian Keuangan sehingga
dapat diperoleh gambaran mengenai penyelenggaraan SAKIP di
lingkungan Kementerian Keuangan secara menyeluruh.

Selain itu juga ditujukan untuk melakukan perbaikan,


peningkatan manajemen serta akuntabilitas kinerja
Kementerian Keuangan. Evaluasi mandiri atas Implementasi
SAKIP Kementerian Keuangan dilaksanakan sesuai dengan
Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia yang diterbitkan
oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI).

53
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Ruang lingkup evaluasi mandiri atas Implementasi e-performance Kementerian Keuangan yang
SAKIP Kementerian Keuangan mencakup lebih mempermudah pengukuran kinerja
penilaian atas lima komponen manajemen kinerja secara berjenjang di lingkungan Kementerian
di lingkungan Kementerian Keuangan, yaitu: Keuangan.
a. perencanaan kinerja, meliputi aspek
pemenuhan, kualitas, dan pemanfaatan c. Terkait komponen pelaporan kinerja, Laporan
perencanaan strategis serta perencanaan Kinerja Kementerian Keuangan tahun
kerja tahunan; 2015 umumnya telah memenuhi kriteria
b. pengukuran kinerja, meliputi aspek pemenuhan, penyajian, dan pemanfaatan
pemenuhan, kualitas, dan pemanfaatan hasil informasi kinerja dengan baik.
pengukuran kinerja;
c. pelaporan kinerja, meliputi aspek d. Dalam hal evaluasi internal, Kementerian
pemenuhan, penyajian informasi, dan Keuangan telah melaksanakan monitoring
pemanfaatan informasi kinerja dalam Laporan dan evaluasi capaian kinerja triwulanan oleh
Kinerja; manajemen serta evaluasi akuntabilitas
d. evaluasi internal, meliputi aspek pemenuhan, kinerja akhir tahun oleh Itjen selama tahun
kualitas, dan pemanfaatan hasil evaluasi 2015. Evaluasi triwulanan dilaksanakan
internal; serta melalui evaluasi capaian IKU serta
e. pencapaian kinerja, meliputi capaian kinerja pemantauan pelaksanaan inisiatif strategis
output, capaian kinerja outcome, serta dan rencana aksi untuk mengendalikan
capaian kinerja lainnya. pencapaian kinerja.
Laporan Kinerja Tahun 2016

Evaluasi akuntabilitas kinerja tahun


Berdasarkan evaluasi mandiri yang dilakukan oleh 2015 telah dilakukan oleh Itjen terhadap
APIP Kementerian Keuangan, dapat disimpulkan implementasi SAKIP pada 11 (sebelas)
beberapa hal sebagai berikut: Unit Eselon I Kementerian Keuangan. Itjen
telah menyampaikan rekomendasi untuk
a. Terkait komponen perencanaan kinerja, perbaikan implementasi SAKIP di masing-
Rencana Strategis Kementerian Keuangan masing Unit Eselon I yang pelaksanaannya
Tahun 2015-2019 (Renstra Kementerian dipantau melalui aplikasi teamcentral yang
Keuangan) serta Rencana Kerja dan Kontrak memungkinkan auditi menindaklanjuti
Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2015 rekomendasi secara web-based.
(Renja dan KK) secara umum telah memenuhi
kriteria yang diharapkan, baik dari aspek e. Terakhir, terkait pencapaian kinerja tahun
pemenuhan, kualitas, maupun implementasi. 2015, Kementerian Keuangan telah
Namun demikian, terdapat satu hal yang menunjukkan capaian kinerja, baik capaian
perlu mendapat perhatian untuk perbaikan kinerja output (IKU), capaian kinerja outcome
dan peningkatan kualitas perencanaan (SS), dan capaian kinerja lainnya, yang
kinerja, yaitu perlunya penjelasan mengenai cukup optimal. Nilai Kinerja Organisasi
hubungan logis antara Tujuan, Sasaran, (NKO) Kementerian Keuangan tahun 2015,
Indikator Kinerja, dan Program pada Renstra yang menggambarkan capaian IKU dan SS
Kementerian Keuangan dengan Sasaran Kementerian Keuangan secara keseluruhan.
Strategis (SS) dan Indikator Kinerja Utama
(IKU) pada KK dalam Laporan Kinerja Kinerja lainnya dalam hal inovasi dalam
Kementerian Keuangan manajemen kinerja dan penghargaan-
penghargaan yang diperoleh selama tahun
b. Dalam hal pengukuran kinerja, Kementerian 2015 juga menunjukkan kinerja yang
Keuangan telah memiliki dan melaksanakan memuaskan. Namun, informasi mengenai
mekanisme pengumpulan dan pengukuran inisiatif pemberantasan korupsi di Kementerian
data kinerja yang memadai. Keuangan yang diakui oleh masyarakat, misalnya
Namun demikian, perlu dilakukan hasil survei eksternal, belum cukup memadai
pengembangan terhadap aplikasi disajikan dalam Laporan Kinerja Kementerian
Keuangan.

54
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Laporan Kinerja Tahun 2016

Halaman ini sengaja dikosongkan

55
BAB 2 Perencanaan Kinerja

D. Pengukuran
Kinerja
Laporan Kinerja Tahun 2016

Komitmen Kinerja Menteri Keuangan dan Wakil


Menteri Keuangan, serta Kontrak Kinerja pejabat
eselon I, eselon II, dan eselon III unit vertikal
berisikan Peta Strategi yang terdiri dari kumpulan
beberapa sasaran strategis yang dikelompokkan
dalam empat perspektif yaitu stakeholders,
customers, internal process, dan learning and
growth. Sasaran strategis dirumuskan dari visi
dan misi organisasi serta tugas dan fungsi utama
unit kerja serta kondisi terkini organisasi.

56
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Visi:
Kami akan menjadi penggerak utama
pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang inklusif di abad ke-21.

1
Visi Kementerian Keuangan
Kebijakan fiskal yang prudent guna
mendukung pertumbuhan ekonomi
Stakeholder Perspective
Presiden , DPR, BPK yang inklusif
Masyarakat, Bondholders

Laporan Kinerja Tahun 2016


Customer Perspective
Wajib Pajak, Pengguna
jasa Kepabeanan,
2 3
Pengusaha Kena Cukai,
Kepatuhan
Kepatuhan pengguna layanan
atas pengelolaan
Pemenuhan layanan
Kementerian/Lembaga yang tinggi
keungan negara yang tinggi
publik

Perencanaan Pengelolaan APBN Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif

4 5 6 7 8
Pengelolaan Belanja dan Pengendalian
Formulasi Pengelolaan
kebijakan neraca transfer yang mutu dan
kekayaan negara
pemerintah pusat optimal penegakan
fiskal yang dan pembiayaan
dan BUN yang hukum yang
berkualitas yang optimal
Internal Process
optimal efektif
Perspective

9 10 11 12
SDM yang Organisasi Sistem manajemen Pengelolaan
kompetitif yang kondusif informasi yang anggaran yang
Learning and Growth andal optimal
Perspective

Gambar 2.3 Peta Strategi Kementerian Keuangan Tahun 2016

57
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Peta Strategi Kementerian Keuangan 2016 Keuangan telah menetapkan Indikator Kinerja
memuat 12 Sasaran Strategis (SS). Sasaran- Utama (IKU) sebagai ukuran kinerja secara
sasaran strategis tersebut adalah sebagai berikut: formal. Penyusunan IKU disesuaikan dengan level
organisasi atau kewenangan yang dimiliki oleh
1. Kebijakan fiskal yang prudent guna pejabat yang bersangkutan. Semakin tinggi level
mendukung pertumbuhan ekonomi yang organisasi atau kewenangan yang dimiliki pejabat
inklusif; terkait, semakin bersifat outcome atau impact.
2. Pemenuhan layanan publik;
3. Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi; Kualitas IKU juga sangat tergantung kepada
4. Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas; besarnya coverage IKU terhadap pencapaian SS.
5. Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan Semakin besar coverage IKU terhadap pencapaian
BUN yang optimal; SS, semakin bernilai exact. Sebaliknya, semakin
6. Belanja dan transfer yang optimal; kecil coverage IKU terhadap pencapaian SS,
7. Pengelolaan kekayaan negara dan semakin bersifat activity. IKU pada level Menteri
pembiayaan yang optimal; (Kemenkeu-Wide) sudah bersifat output atau
8. Pengendalian mutu dan penegakan hukum outcome. Bahkan beberapa IKU pencapaian
yang efektif; targetnya sangat dominan dipengaruhi oleh
9. Sumber Daya Manusia yang kompetitif; pihak eksternal seperti Rasio penerimaan negara
10. Organisasi yang kondusif; terhadap PDB, Rasio utang terhadap PDB, Rasio
11. Sistem manajemen informasi yang andal; Defisit APBN terhadap PDB, dan Indeks kepuasan
12. Pelaksanaan anggaran yang optimal. pengguna layanan.
Laporan Kinerja Tahun 2016

Pencapaian sasaran strategis diukur dengan Keterkaitan antara sasaran strategis dan IKU
Indikator Kinerja Utama (IKU). Kementerian serta target IKU dapat disajikan dalam
tabel berikut.

Tabel 2.11 Hubungan Sasaran Strategis, IKU dan Target IKU

Indikator Kinerja Satuan Target

Sasaran Strategis 1
Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif;
1a Rasio Defisit APBN terhadap PDB % -2,15
1b Rasio utang terhadap PDB % 26,87
1c Rasio penerimaan pajak terhadap PDB % 12,17
Sasaran Strategis 2
Pemenuhan Layanan Publik

2a Indeks kepuasan pengguna layanan Indeks 4,07


(skala 5)
2b Waktu penyelesaian proses kepabeanan hari 1,2
Sasaran Strategis 3
Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi
3a Rata-rata persentase kepatuhan pengguna layanan % 76,25
Sasaran Strategis 4
Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas
4a Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro % 100
4b Deviasi proyeksi APBN % 5
Sasaran Strategis 5
Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal

58
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Indikator Kinerja Satuan Target

5a Indeks opini BPK atas LKPP Indeks 4 (WTP)


5b Indeks opini BPK atas LK BUN Indeks 4 (WTP)
5c Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat % 5
Sasaran Strategis 6
Belanja dan transfer yang optimal
6a Akurasi Perencanaan APBN % 95
6b Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga % 75
6c Indeks pemerataan keuangan antar daerah Indeks 0,725
(Skala 1)
Sasaran Strategis 7
Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal
7a Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap % 45
7b Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan % 100
Sasaran Strategis 8
Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif
8a Persentase hasil penyelidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh % 55
kejaksaan (P21)
8b Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang telah % 45
ditindaklanjuti

Laporan Kinerja Tahun 2016


8c Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint Audit % 88,2
Sasaran Strategis 9
Sumber Daya Manusia yang kompetitif
9a Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan % 89
9b Nilai peningkatan kompetensi SDM Indeks 23
Sasaran Strategis 10
Organisasi yang kondusif
10a Persentase implementasi inisiatif Transformasi Kelembagaan % 87
10b Rata-rata penyelesaian pengembangan jabatan fungsional % 75
Sasaran Strategis 11
Sistem informasi manajemen yang andal
11a Tingkat downtime sistem TIK % 1
Sasaran Strategis 12
Pelaksanaan anggaran yang optimal
12a Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15 Indeks 4 (WTP)
12b Persentase kualitas pelaksanaan anggaran % 95

59
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Dalam rangka menjamin tercapainya sasaran strategis agar lebih optimal,


maka Kementerian Keuangan melakukan penyempurnaan atas pada
beberapa IKU pada tahun 2016. Penyesuaian yang dilakukan diantaranya
Perubahan IKU dan Target IKU, Penetapan IKU Baru, dan Penghapusan IKU.
Perubahan ruang lingkup IKU dan target IKU atas dua IKU sebagai berikut:

1. Perubahan ruang lingkup IKU dan target IKU atas dua IKU sebagai
berikut:
a. IKU Rasio defisit APBN terhadap PDB
Target IKU ini bersifat dinamis sesuai amanat pasal 22 UU
No. 14 Tahun 2015 tentang APBN TA 2016 yang memberikan
kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk melakukan
perubahan perkiraan defisit. Dasar penetapan target Defisit
APBN-P 2015 menggunakan PMK nomor 163/PMK.05/2015,
yang mendasarkan pada UU nomor 27 tahun 2014 tentang
APBN 2015, dan KMK nomor 1275/KMK.05/2015. Pada tahun
2016, Kementerian Keuangan tetap menggunakan target
defisit sesuai APBN-P 2016 sehingga menjadikan target IKU ini
lebih menantang.

b. IKU Rasio penerimaan pajak terhadap PDB


Laporan Kinerja Tahun 2016

Target IKU ini berdasarkan Renstra Kementerian


Keuangan menggunakan definisi penerimaan pajak dalam arti
luas dimana mencakup penerimaan pajak daerah. Mengingat
sulitnya memperoleh data penerimaan pajak daerah pada
akhir tahun penilaian, maka pada tahun 2015, ruang lingkup
yang diukur dalam IKU ini mencakup penerimaan pajak,
penerimaan bea dan cukai dan penerimaan negara bukan
pajak. Pada tahun 2016, ruang lingkup IKU ini dibatasi hanya
pada penerimaan pajak serta penerimaan bea dan cukai agar
lebih menggambarkan usaha Kementerian Keuangan dalam
mencapainya.

2. Pemisahan IKU atas IKU Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15


dan LK BUN menjadi 2 (dua) IKU yaitu:
a. Indeks opini BPK RI atas LK BUN
IKU ini merupakan reposisi IKU Rata-rata indeks opini BPK atas
LK BA 15 dan LK BUN yang diletakkan ke Internal Proses untuk
merefleksikan fungsi Menteri Keuangan sebagai Chief Financial
Officer (CFO). IKU ini merupakan joint KPI antara DJPB
dan Itjen.
b. Indeks opini BPK atas LK BA 15
Rewording IKU ini merupakan penyempurnaan atas IKU
Rata-rata indeks opini BPK atas LK BA 15 dan LK BUN agar
lebih merefleksikan fungsi Menteri Keuangan sebagai Chief
Operating Officer (COO). IKU ini merupakan joint KPI antara
Setjen dan Itjen.
3. Penetapan IKU Baru, yaitu:
a. IKU Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat
dengan target 5%.
b. IKU Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang
telah ditindaklanjuti dengan target 50%.

60
BAB 2 Perencanaan Kinerja

c. IKU Persentase keberhasilan pelaksanaan joint audit dengan


target 88,2%.
d. IKU Persentase kualitas pelaksanaan anggaran dengan target
95%.
4. Penghapusan IKU, yaitu:
a. IKU Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan
dan cukai.
b. IKU Indeks Kesehatan Organisasi.
d. IKU Persentase Integrasi TIK.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014,


Kementerian Keuangan melakukan evaluasi secara berkala atas perencanaan
kinerja yang ditetapkan. Salah satu outputnya adalah Nilai Kinerja Organisasi
(NKO) yang diperoleh melalui penghitungan dengan menggunakan data
target dan realisasi IKU yang tersedia. Dengan membandingkan antara data
target dan realisasi IKU, akan diperoleh indeks capaian IKU. Penghitungan
indeks capaian IKU perlu memperhitungkan jenis polarisasi IKU yang berlaku
yaitu maximize, minimize, dan stabilize. Ketentuan penetapan indeks capaian
IKU adalah:

1. Angka maksimum adalah 120;

Laporan Kinerja Tahun 2016


2. Angka minimum adalah 0;
3. Ketentuan IKU maximize dan minimize yang realisasinya tidak
memungkinkan melebihi target:
a. Indeks capaian dapat dikonversi menjadi 120 dengan
ketentuan: (i) IKU mengukur kualitas, waktu atau biaya; (ii)
jumlah IKU yang dapat dikonversi tersebut adalah maksimal
20% dari total IKU dalam kontrak kinerja (1 IKU dari 5 IKU, dan
berlaku kelipatan); (iii) memprioritaskan IKU cascading peta
strategi (CP), kemudian IKU cascading non peta (C), di atas IKU
non cascading (N), dalam pemilihan IKU yang dikonversi;
b. Penghitungan indeks capaiannya ditetapkan sebagai berikut: (i)
apabila realisasi IKU sama dengan target, dimana target yang
ditetapkan merupakan target maksimal yang dapat dicapai
maka indeks capaian IKU tersebut dikonversi menjadi 120;
(ii) apabila realisasi IKU tidak memenuhi target, maka indeks
capaian IKU tersebut tidak dilakukan konversi (menggunakan
rumus perhitungan polarisasi).

4. Formula penghitungan indeks capain IKU untuk setiap jenis


polarisasi adalah berbeda, sebagaimana penjelasan berikut:

1. Polarisasi Maximize
Pada polarisasi maximize, kriteria nilai terbaik pencapaian
IKU adalah realisasi yang lebih tinggi dari target, dengan
formula:

Indeks Capaian IKU = Realisasi


x 100 %
Target

Apabila IKU dengan polarisasi maximize memiliki target


minus (target < 0), formula yang digunakan:

61
BAB 2 Perencanaan Kinerja

Indeks Capaian IKU = Realisasi


1+ 1- x 100 %
Target

2. Polarisasi Minimize
Pada polarisasi minimize, kriteria nilai terbaik pencapaian
IKU adalah realisasi yang lebih kecil dari target, dengan
formula:

Indeks Capaian IKU = Realisasi


1+ 1- x 100 %
Target

Apabila indeks capaian IKU kurang dari 0 atau


menghasilkan angka minus, maka indeks capaian yang
diakui adalah 0. Apabila IKU minimize memiliki target 0,
maka indeks capaian IKU dihitung dengan menggunakan
bantuan skala konversi sebagai berikut:

Realisasi Indeks
Capaian IKU
Laporan Kinerja Tahun 2016

Terbaik
0 100

Realisasi 0
Terburuk

Formula yang digunakan adalah:

Indeks Capaian IKU = (Realisasi terburuk - realisasi) x 100 %


Realisasi Terburuk

3. Polarisasi Stabilize
Pada polarisasi stabilize, kriteria nilai terbaik pencapaian
IKU adalah realisasi yang berada dalam suatu rentang
tertentu dibandingkan target, dengan formula:

I n = I n-1 + I n+1 - I n-1


c n+1 - c n-1
( cn - c n-1 )

62
BAB 2 Perencanaan Kinerja

capaian Indeks
In = Indeks capaian
Capaian
In-1 = Indeks capaian dibawahnya
100 200 In+1 = Indeks capaian diatasnya
Ca = Capaian awal
90 100 Ca = Realisasi/Target X 100%
Cn = Capaian, dengan ketentuan:
67.5 75 a. Apabila Realisasi > Target, maka:
Cn = 100 (Ca 100),
dimana Ca maksimum adalah
45 50
200%
b. Apabila Realisasi < Target, maka
22.5 25
Cn = Ca
Cn-1 = Capaian dibawah Cn
0 0

5. Adapun status indeks capaian IKU adalah sebagai berikut:

Hijau Kuning Merah


100 X 120 80 X < 100 X < 80%
(memenuhi ekspektasi) (belum memenuhi ekspektasi) (tidak memenuhi ekspektasi)

Penghitungan capaian IKU pada Kementerian Keuangan telah didukung oleh sistem
aplikasi berbasis web yang dapat diakses melalui internet dan intranet. Monitoring

Laporan Kinerja Tahun 2016


dilakukan untuk melihat kemajuan capaian IKU dilakukan secara periodik. Periode
monitoring kinerja disesuaikan dengan level unit organisasi sebagai berikut:
Tabel 2.12 Periode Monitoring Kinerja berdasarkan Level Unit Organisasi
No. Tingkat Periode Monev Peserta Rapat Pimpinan Kinerja Penanggung Jawab
1. Kemenkeu- Triwulanan Menteri Keuangan dan Pejabat Kepala Biro Cankeu
Wide (Kuartalan) Eselon I
2. Kemenkeu-One Bulanan Masing-masing Pimpinan Unit Manajer Kinerja Organisasi
Eselon I dan Pejabat Eselon II-nya
3. Kemenkeu-Two Bulanan Masing-masing Pimpinan Unit Sub Manajer Kinerja
Eselon II dan Pejabat Eselon Organisasi
III-nya
4. Kemenkeu- Bulanan Masing-masing Pimpinan Unit Mitra Manajer Kinerja
Three * Eselon III dengan Pejabat Eselon Organisasi
IV-nya
*) Untuk instansi vertikal / Unit yang memiliki Peta Strategi

Capaian IKU pada Kementerian Keuangan khususnya pada pegawai telah dimanfaatkan
untuk penilaian kinerja baik untuk keperluan internal Kementerian Keuangan maupun
keperluan di luar Kementerian Keuangan. Untuk keperluan internal Kementerian
Keuangan, capaian IKU menjadi komponen Nilai Kinerja Pegawai yang terdiri dari capaian
IKU dan Nilai Perilaku. Dalam rangka mewujudkan penilaian kinerja yang lebih objektif,
disusun mekanisme yang dapat mendorong diferensiasi kinerja antarpegawai, pada tahun
2016, telah ditetapkan KMK 234/KMK.01/2016 tentang Pedoman Penghitungan NKP
Berdasarkan Kualitas Kontrak Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Berdasarkan
KMK dimaksud, klasifikasi status kinerja peagawai menjadi sebagai berikut:

Tabel 2.13 Klasifikasi Status Kinerja Pegawai berdasarkan NKP


Kinerja Pegawai Keterangan
X 100 Baik Sekali
90 X<100 Baik
X<90 Cukup

63
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

03.
Akuntabilitas
Kinerja
Laporan Kinerja Tahun 2016

64
64
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Laporan Kinerja Tahun 2016

A. Capaian Kinerja Organisasi C. Realisasi Anggaran

B. Realisasi Agenda Prioritas D. Kinerja Lain

65

65
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Kinerja Kementerian Keuangan selama


Laporan Kinerja Tahun 2016

tahun 2016 dapat dilihat dari beberapa


perspektif yang meliputi pencapaian
Indikator Kinerja Utama (IKU), anggaran,
dan pelaksanaan agenda prioritas.
Selain itu, terdapat kinerja lainnya
yang merefleksikan achievement
dan penghargaan yang diperoleh
Kementerian Keuangan selama 2016
dan memberikan manfaat kepada
masyarakat secara luas.

66
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Laporan Kinerja Tahun 2016

Halaman ini sengaja dikosongkan

67
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

A. Capaian Kinerja
Organisasi

Pengukuran capaian kinerja Kementerian Keuangan tahun


Laporan Kinerja Tahun 2016

2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target


(rencana) dan realisasi Indikator Kinerja Utama (IKU) pada
masing-masing perspektif. Dari hasil pengukuran kinerja
tersebut, diperoleh data bahwa capaian Nilai Kinerja Organisasi
(NKO) Kementerian Keuangan adalah sebesar 106,25. Nilai
tersebut berasal dari capaian kinerja pada masing-masing
perspektif sebagaimana tampak
pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Nilai Kinerja Organisasi berdasarkan Perspektif

Perspektif Bobot Nilai

Stakeholder 25% 92,16


Customer 15% 104,76
Internal Process 30% 110,66
Learning & Growth 30% 114,36
Nilai Kinerja Organisasi 106,25

Nilai kinerja Kementerian Keuangan tahun 2016 mengalami


penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian,
terdapat peningkatan kualitas pengukuran dan target kinerja
dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2016, terdapat
beberapa penajaman IKU, antara lain perubahan acuan data
dalam penetapan target IKU rasio defisit APBN terhadap
PDB dan perubahan ruang lingkup pada IKU rasio penerimaan
pajak terhadap PDB. Perubahan ini secara tidak langsung
berpengaruh terhadap nilai kinerja Kementerian Keuangan.
Penajaman yang dilakukan pada tahun 2016, akan dijelaskan
pada masing-masing IKU.

68
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Perkembangan Nilai Kinerja Organisasi Pengelolaan fiskal ini dapat dilaksanakan, salah satunya,
Kementerian Keuangan dari tahun 2012 sampai dengan menerapkan kebijakan fiskal yang prudent.
dengan 2016 dapat digambarkan sebagaimana
grafik 3.1. Kebijakan fiskal yang prudent merupakan
kebijakan fiskal yang ditetapkan berdasarkan
prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan
ditetapkan secara konsisten sesuai peraturan
perundang-undangan berdasarkan
profesionalisme dan itikad baik, dengan tujuan
menjaga keamanan, kestabilan dalam rangka
mendukung daya saing ekonomi.

Laporan Kinerja Tahun 2016


Dalam pencapaian sasaran strategis ini,
Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 3
(tiga) IKU yang masing-masing pencapaiannya
sebagai tercantum dalam tabel 3.2.

Grafik 3.1 NKO Kementerian Keuangan Tahun 2012-2015 Tabel 3.2 Capaian IKU pada SS Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukun
pertumbuhan ekonomi yang inklusif
Selama tahun 2016, dari 26 IKU Kementerian
Keuangan, terdapat 20 IKU berstatus hijau, 4 IKU SS 1. Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung
berstatus kuning, dan 2 IKU berstatus merah. pertumbuhan ekonomi yang inklusif
Penjelasan capaian IKU untuk setiap sasaran
strategis adalah sebagai berikut. Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja

Sasaran Strategis 1: Kebijakan fiskal yang 1a Rasio defisit -2,35% -2.46% 95,32
prudent guna mendukung pertumbuhan APBN terhadap
ekonomi yang inklusif. PDB
1b Rasio utang 26,87% 27,69% 96,95
Kementerian Keuangan sebagai pengelola fiskal terhadap PDB
memiliki peran strategis dalam pengelolaan 1c Rasio 12,17% 10,25% 84,22
perekonomian. Kebijakan fiskal yang penerimaan
tercermin dalam alokasi pendapatan dan belanja pajak terhadap
PDB
permerintah dalam APBN memiliki pengaruh
yang besar terhadap alokasi sumber daya
dalam perekonomian yang akan mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, redistribusi pendapatan
dan stabilitas perekonomian. Dengan pengelolaan
fiskal yang baik, maka diharapkan kesejahteraan
masyarakat yang berkeadilan dan berkelanjutan
yang menjadi cita-cita bangsa dapat terwujud.

69
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

1a. Rasio defisit APBN terhadap PDB tertentu (stabilize). Dasar penetapan target
defisit APBN-P tahun 2016 menggunakan
Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2016 tentang
(APBN) adalah selisih antara total pendapatan Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14
negara dan hibah dengan total belanja negara. Tahun 2015 Tentang APBN Tahun Anggaran
Adapun rasio defisit APBN terhadap Produk 2016. Dalam UU nomor 12 Tahun 2016 tersebut,
Domestik Bruto (PDB) merupakan perbandingan ditetapkan besaran perkiraan defisit APBN-P
antara nilai defisit APBN terhadap total PDB. 2016 sebesar Rp296,72 triliun atau sekitar 2,35
persen terhadap PDB. Jika dibandingkan dengan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik tahun 2015, terdapat perbedaan acuan dalam
Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 Tentang penetapan target. Target 2015 adalah sesuai
Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran penetapan defisit oleh Menteri Keuangan yang
Pendapatan Dan Belanja Negara, dan Anggaran ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Pendapatan Dan Belanja Daerah, serta Jumlah
Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat Dan Berdasarkan data press release Kementerian
Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa jumlah Keuangan tanggal 3 Januari 2017, Defisit APBN
kumulatif defisit APBN dan APBD dibatasi pada akhir tahun 2016 mencapai Rp307,7 T,
tidak melebihi 3% (tiga persen) dari PDB dengan PDB Nominal tahun 2016 diperkirakan
tahun bersangkutan. sebesar Rp12.521,5 T. Sesuai dengan data
tersebut, Rasio Defisit APBN terhadap PDB
IKU ini bertujuan untuk mengendalikan besaran tahun 2016 sebesar 2,46%. Realisasi tersebut
Laporan Kinerja Tahun 2016

defisit yang sehat dalam rangka penerapan melampaui target yang ditetapkan dalam APBN-P
kebijakan defisit anggaran. Pencapaian IKU ini 2016 sebesar 2,43% terhadap PDB.
dianggap semakin baik apabila aktual/realisasi
IKU mendekati target dalam suatu rentang

Tabel 3.3 Capaian IKU Rasio Defisit APBN terhadap PDB 2016

Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif
K-Wide
1a Rasio defisit APBN terhadap PDB

T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-16 Pol / KP

Target - - - - - -2,35% -2,35%

Realisasi -4,87% -3,83% -3,83% -2,43% -2,43% -2,46% -2,46% Min/TLK

Capaian - - - - - 95,32 95,32

70
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tabel 3.4 Realisasi APBN-P tahun 2016 s.d. Desember 2016

Uraian 2015 2016


(Triliun Rupiah) LKPP % thd APBN-P Outlook Realisasi % thd % thd Outlook
APBN-P (penghematan) Sementara APBN-P (penghematan)

A. Pendapatan Negara 1.508.0 85.6 1.786.2 1.582.9 1.551.8 86.9 98.0


I. Pendapatan dalam 1.496.0 85.1 1.784.2 1.580.9 1.546.0 86.6 97.8
negeri
1. Penerimaan 1.240.4 83.3 1.539.2 1.320.2 1.283.6 83.4 97.2
Perpajakan
a. Penerimaan DJP 1.060.8 82.0 1.355.2 1.139.2 1.104.9 81.5 97.0
b Penerimaan 179.6 92.1 184.0 181.0 178.7 97.2 98.8
DJBC
2. Penerimaan 255.6 95.0 245.1 260.7 262.4 107.0 100.6
Negara Bukan Pajak
II. Penerimaan Hibah 12.0 361,5 2.0 2.0 5.8 295.2 295.2
B. Belanja Negara 1.806.5 91.0 2.082.9 1.898.6 1.859.5 89.3 97.9
I. Belanja pemerintah 1.183.3 89.7 1.306.7 1.195.3 1.148.6 87.9 96.1
Pusat
1. Belanja K/L 732.1 92.0 767.8 672.0 677.6 88.3 100.8

Laporan Kinerja Tahun 2016


2. Belanja non K/L 451.2 86.1 538.9 523.3 471.0 87.4 90.0
II. Transfer ke daerah 623.1 93.8 776.3 703.3 710.9 91.6 101,1
dan dana desa
1. Transfer ke 602.4 93.6 729.3 659.1 664.2 91.1 100.8
Daerah
2. Dana desa 20.8 100.0 47.0 44.2 46.7 99.4 105.7
C. Keseimbangan (142.5) 213.4 (105.5) (126.4) (124.9) 118.4 98.8
Primer
D. Surplus (defisit), (298.5) 134.2 (296.7) (315.7) (307.7) 103.7 97.5
Anggaran (A-B) % (2.35) (2.50) (2.46)
surplus/ (defisit)
terhadap PDB
E. Pembayaran 323.1 145.2 296.7 315.7 330.3 111.3 104.6
anggran (I+II)
I. Pembiayaan dalam 307.9 126.9 299.3 319.1 344.9 115.3 108.1
negeri
II. pembiayaan Luar 15.3 (76.2) (2.5) (3.4) (14.6) - -
Negeri ( neto)
Kelebihan 24.6 0.0 (0.0) 22.7 - -
(kekurangan)
pembiayaan anggaran

Kinerja APBN-P 2016 menghadapi tantangan No.17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara)
yang cukup berat terutama akibat perlambatan serta reformasi ekonomi yang dilakukan secara
pertumbuhan ekonomi global serta melemahnya komprehensif. Adapun reformasi ekonomi
harga komoditas. Meskipun dibayangi tersebut terdiri dari reformasi struktural yang
ketidakpastian perekonomian global, Pemerintah ditujukan untuk memperbaiki iklim investasi
telah berhasil menjaga APBN 2016 terkendali dan menjaga daya beli masyarakat, reformasi
dalam batas aman. Keberhasilan ini merupakan anggaran untuk menciptakan kebijakan fiskal dan
komitmen Pemerintah untuk terus menjaga APBN yang kredibel, serta kebijakan moneter
keberlanjutan fiskal melalui fiscal rule-nya (UU yang akomodatif dan menjaga stabilitas.

71
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Ditengah dinamika ekonomi makro yang terjadi pada tahun 2016, defisit
APBN tahun 2016 dapat dijaga pada batas yang aman, yaitu 2,46 persen
terhadap PDB atau sebesar Rp307,7 Triliun. Realisasi sementara defisit
tersebut lebih tinggi dibandingkan target dalam APBN-P tahun 2016, yaitu
sebesar Rp296,7 Triliun (2,35 persen terhadap PDB). Adapun secara lengkap
pencapaian kinerja APBN-P 2016 tersebut adalah sebagai berikut:

A. Realisasi pendapatan negara dan hibah


mencapai Rp1.551,8 triliun atau 86,9 persen dari target APBN-P 2016,

(i) Realisasi pendapatan negara berasal dari penerimaan perpajakan


sebesar Rp1.283,6 triliun (83,4 persen dari target APBN-P) dan PNBP
sebesar Rp262,4 triliun (107,0 persen dari target APBN-P).

(ii) Realisasi penerimaan perpajakan yang lebih rendah dibandingkan


target dalam APBN-P tahun 2016 dipengaruhi oleh lebih rendahnya
pertumbuhan ekonomi tahun 2016 dibandingkan dengan asumsi
APBN-P tahun 2016 dan belum pulihnya harga komoditas.

(iii) Meskipun di tengah pelemahan harga komoditas, pencapaian


Laporan Kinerja Tahun 2016

PNBP mampu melebihi target APBN-P 2016 yaitu sebesar Rp262,4 triliun
atau 107 persen dari target APBN-P 2016 seiring dengan perbaikan
kinerja BUMN dan peningkatan kualitas layanan publik.

(iv) Apabila dibandingkan dengan tahun 2015, kinerja
penerimaan perpajakan tahun 2016 meningkat 3,5 persen.
Utamanya didorong oleh pertumbuhan PPh non-migas sekitar 14
persen dibanding tahun sebelumnya.

(v) Peningkatan penerimaan perpajakan tersebut tidak terlepas


dari keberhasilan program tax amnesty. Penerimaan uang tebusan
dari tax amnesty mencapai Rp107,0 triliun. Keberhasilan program tax
amnesty tersebut memberi kontribusi positif bagi pendapatan negara,
memperkuat fondasi basis pajak sekaligus membangkitkan optimisme
iklim investasi dan perekonomian di masa mendatang.

72
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

B. Walaupun mengalami tekanan pada rendah dibandingkan pencapaian di tahun


sisi pendapatan namun Pemerintah tetap 2015 (93,8 persen dari pagu APBN-P 2015).
berkomitmen untuk menjaga agar program- Realisasi tersebut utamanya dipengaruhi oleh
program prioritas tetap terlaksana secara rendahnya realisasi Dana Bagi Hasil (DBH),
optimal. Hal tersebut ditunjukkan pada realisasi Dana Transfer Khusus, baik DAK fisik dan
belanja negara masih mampu mencapai DAK non-fisik (tunjangan profesi guru
Rp1.859,46 triliun atau 89,3% dari pagunya PNSD) akibat optimalisasi penggunaan
dalam APBN-P 2016. Adapun rincian realisasi akumulasi dana tahun-tahun sebelumnya.
belanja sebagai berikut: Sementara itu, penundaan DAU sebesar Rp
19,4 triliun sudah dibayarkan seluruhnya di
(i) Realisasi belanja Pemerintah Pusat akhir tahun 2016.
sebesar Rp1.148,6 triliun atau 87,9% dari
pagu APBN-P 2016, sedikit lebih rendah C. Realisasi pembiayaan anggaran sebesar
dibandingkan pencapaian di tahun 2015 Rp330,3 triliun atau mencapai 111,3 persen
(91,0 persen dari pagu APBN-P 2015). Adapun dari APBN-P 2016. Adapun rincian realisasi
realisasi belanja Pemerintah Pusat tersebut pembiayaan tersebut sebagai berikut:
terdiri dari realisasi belanja Kementerian/
Lembaga (K/L) sebesar Rp677,62 triliun (88,3
persen) dan realisasi belanja non-K/L sebesar (i) Realisasi penerbitan penerbitan Surat
Rp 470,98 triliun (87,4 persen). Berharga Negara (neto) sebesar Rp407,3
triliun atau mencapai 111,6 persen dari

Laporan Kinerja Tahun 2016


(ii) Apabila dibandingkan dengan APBN-P 2016.
outlook setelah penghematan (termasuk
penghematan alamiah), maka kinerja (ii) Penyertaan modal negara kepada BUMN
penyerapan belanja K/L mencapai 100,8 sebesar Rp65,2 triliun, sesuai dengan target
persen atau lebih tinggi dibandingkan dalam APBN-P tahun 2016. Diharapkan BUMN
pencapaian di tahun 2015 (92,0 persen). dapat berperan penting dalam pembangunan
Peningkatan kinerja penyerapan belanja infrastruktur serta meningkatkan kontribusinya
K/L utamanya dipengaruhi oleh kebijakan terhadap pendapatan negara.
percepatan pelaksanaan anggaran antara
lain melalui pelelangan dini. (iii) Penarikan pinjaman luar negeri
sebesar Rp59,0 triliun atau 80,8 persen
(iii) Selain itu, Pemerintah juga menerbitkan dari APBN-P 2016.
Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2016
yang ditujukan untuk mendorong efisiensi (iv) Pembiayaan anggaran termasuk utang
dan efektivitas belanja agar kualitas telah dilakukan secara hati-hati sehingga rasio
belanja negara dapat ditingkatkan untuk utang tetap dijaga dalam batas manageable
menstimulasi perekonomian di tengah upaya (27,7 persen PDB).
pengendalian defisit.
D. Berdasarkan realisasi defisit anggaran
(iv) Realisasi Transfer ke Daerah dan sebesar Rp307,7 triliun dan realisasi
Dana Desa sebesar Rp710,85 triliun atau pembiayaan anggaran yang mencapai Rp330,3
91,6% dari pagu APBN-P 2016, sedikit lebih triliun tersebut, maka dalam pelaksanaan
APBN-P tahun 2016 terdapat SiLPA sebesar
Rp22,7 triliun.

73
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Seiring dengan kebijakan fiskal ekspansif yang dilakukan Pemerintah, maka


pengelolaan kebijakan fiskal yang sehat dan berkesinambungan harus tetap
terjaga. Sehubungan dengan hal tersebut, defisit perlu terus dikendalikan
dalam batas aman sehingga pengelolaan APBN tetap sehat dan kredibel.

Oleh karena itu, realisasi defisit anggaran tahun 2016 tetap dijaga dalam
batas aman, yaitu 2,46 persen PDB. Meskipun demikian, realisasi defisit
anggaran di tahun 2016 tersebut relatif besar jika dibandingkan dengan
realisasi defisit anggaran selama beberapa tahun terakhir. Hal ini terutama
dipicu oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan masih lemahnya
harga komoditas yang berdampak pada kurang optimalnya pencapaian
pendapatan negara terutama pada sisi penerimaan perpajakan. Untuk
itu, Pemerintah tetap menjaga agar kebijakan belanja dapat dilakukan secara
lebih optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Rp Triliun 2017 %
2012 2013 2014 2015 2016 APBN
0 0,0
-50
-1,0
-100 -1.78
Laporan Kinerja Tahun 2016

-150 -2.22 -2.15


(153,3) -2.46 -2.41 -2,0
-200 -2.59

-250 (211,7) -3,0


(226,7)
-300 (298,5)
(307,7) -4,0
-350 (330,2)

Defisit % thd PDB Batas Defisit

Grafik 3.2 Perkembangan Defisit Anggaran Tahun 2012-2017

Risiko fiskal yang dihadapi dalam pelaksanaan APBN-P 2016 lebih


dipengaruhi oleh faktor eksternal yang uncontrollable. Meskipun demikian,
dengan adanya fleksibilitas dalam pengelolaan fiskal maka keberlanjutan
fiskal masih relatif terjaga di tengah tekanan perekonomian makro yang
cukup kuat. Dalam menghadapi tantangan tersebut, Kementerian Keuangan
terus mengupayakan langkah-langkah antisipatif untuk mengatasi kendala
yang dihadapi, antara lain dengan:

Melakukan analisa risiko fiskal terhadap pelaksanaan APBN-P 2016 serta


menyampaikan policy paper untuk memitigasi potensi risiko fiskal atas
kurang optimalnya pendapatan negara.

1. Melakukan monitoring secara periodik


terkait kondisi ketahanan fiskal (Crisis Management Protocol/CMP Fiskal)
dan menyampaikan kepada Sekretariat Forum Koordinasi Stabilitas
Sistem Keuangan (FKSSK).

74
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

1b. Rasio Utang Terhadap PDB

Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan


kemampuan suatu negara dalam memenuhi pembayaran utangnya dengan
barang dan jasa yang dihasilkan. Semakin rendah rasio utang terhadap PDB
pada suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki risiko yang
lebih rendah dalam pengelolaan utangnya dan meminimalisasi risiko gagal
bayar. IKU ini bertujuan untuk mengukur kemampuan ekonomi Indonesia
dalam membayar utang baik pinjaman dalam negeri maupun pinjaman luar
negeri. Polarisasi data yang digunakan adalah minimize, dimana semakin kecil
rasio maka kinerjanya semakin baik.

Rasio utang terhadap PDB dihitung dengan membandingkan antara


jumlah utang yang dimiliki suatu negara dengan jumlah PDB. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang
Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja dan Daerah, serta Jumlah
Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, disebutkan
bahwa jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah dibatasi tidak melebihi 60% (enam puluh persen) dari PDB tahun
bersangkutan. Perhitungan realisasi IKU Rasio Utang terhadap PDB adalah:

Laporan Kinerja Tahun 2016


Rasio Utang Jumlah Utang
Terhadap PDB =
Jumlah PDB

Rp 3.466.96 triliun
=
Rp 12.521,25 triliun

= 27.69%

Tabel 3.5 Rincian capaian IKU Rasio utang terhadap PDB

Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang


inklusif
K-Wide
1b-Rasio utang terhadap PDB

T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-16 Pol/


KP
Target - - - - - 26,87% 26,87% Min/
TLK
Realisasi 25,75% 26,63% 26,63% 27,28% 27,28% 27,69% 27,69%
Capaian - - - - - 96,95 96,95

75
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Rasio utang terhadap PDB akhir tahun 2016 naik sebesar 0,24%, yaitu
dari 27,43% tahun 2015 menjadi 27,69% tahun 2016. Peningkatan rasio
ini disebabkan oleh meningkatnya outstanding pembiayaan utang (neto)
dari Rp3.165 triliun tahun 2015 menjadi Rp3.466,96 triliun tahun 2016.
Pembiayaan utang (netto) sebesar Rp398,4 triliun pada tahun 2016
ditujukan untuk pembiayaan defisit anggaran sebesar Rp330,3 triliun
dan pembiayaan non-utang (neto) sebesar Rp68,1 triliun. Peningkatan
pembiayaan non-utang (neto) disebabkan oleh kebijakan pemerintah untuk
mendorong percepatan penyediaan infrastruktur salah satunya melalui
penyertaan modal negara kepada BUMN.

Triliun Rupiah
12,000
100%
10,000
80%
8,000
60%
6,000
27,69% 40%
4,000 24,90% 24,74% 27,43%
23,10% 22,95%
2,000 20%
Laporan Kinerja Tahun 2016

0 0
2011 2012 2013 2014 2015 2016*

Total Utang PDB Rasio Total Utang thd. PDB (RH S)

*Realisasi total utang sementara dengan menggunakan PDB realisasi

Grafik 3.3 Rasio Utang Terhadap PDB

Kebutuhan pembiayaan utang yang tinggi dihadapkan pada kondisi


perekonomian dan pasar keuangan global yang kurang menguntungkan,
yang ditandai dengan moderasi pertumbuhan ekonomi global dan potensi
peningkatan suku bunga. Kebijakan ekonomi pemerintahan baru Amerika
Serikat diyakini akan berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi
global, misalnya rencana kebijakan pengetatan impor untuk melindungi
kepentingan Amerika Serikat dalam perdagangan internasional.

Ketidakpastian global tersebut juga akan berdampak pada perekonomian


dan pasar keuangan domestik, namun dapat dikelola dengan kebijakan-
kebijakan dalam negeri di antaranya adalah:

a. Paket-paket kebijakan yang bertujuan untuk mendorong


peningkatan investasi dan penanaman modal asing untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi
b. Percepatan pembangunan infrastruktur
c. Kebijakan tax amnesty
d. Kewajiban minimum investasi untuk Industri Keuangan Non Bank (IKNB
yang ditetapkan melalui peraturan OJK Nomor 01/POJK.05/2016.

76
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Kebijakan-kebijakan tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan


menjaga stabilitas pasar keuangan domestik. Namun demikian, bayangan
ketidakpastian global masih harus diwaspadai mengingat porsi kepemilikan
investor asing atas SBN, terutama SBN tradable yang diterbitkan oleh
Pemerintah cukup tinggi.

Perbandingan jumlah nominal SBN tradable yang dimiliki oleh investor


domestik dan asing adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6 SBN Tradable yang Dimiliki oleh Investor Domestik dan Asing

2015 2016 %
Jenis SBN (IDR triliun) (IDR triliun) Pertumbuhan

SUN Tradable
Domestik 752,23 870,63 15,74%
Asing 550,38 656,94 19,36%
SBSN Tradable
Domestik 151,1 236,84 56,75%

Laporan Kinerja Tahun 2016


Asing 8,14 8,87 8,96%
SBN (Total)
Domestik 903,3 1.107 22,60%
Asing 558,52 665,81 19,21%

Sejauh ini, kepemilikan SBN tradable, baik instrumen SUN ataupun SBN
masih didominasi investor domestik dengan proporsi 62,44%. Meskipun
proporsi nominal kepemilikan investor domestik masih dominan ( 62%)
sebagaimana diuraikan sebelumnya, namun pertumbuhan nominal SBN
yang dimiliki investor domestik yang sebesar 22,60% sangat kecil selisihnya
dibanding nominal kepemilikan oleh investor asing yang mencapai 19,21%.
Hal ini dikarenakan pola perilaku investor domestik dalam bertransaksi
cenderung masih dipengaruhi oleh perilaku investor asing (investor
domestik sebagai follower)

Untuk menjaga proporsi kepemilikan SBN oleh investor domestik, Pemerintah


menerbitkan seri-seri SBN untuk menarik lebih banyak minat investor
domestik misalnya melalui penerbitan Sukuk Tabungan dengan fitur early
redemption serta menggali potensi pasar domestik melalui peningkatan
edukasi dan komunikasi kepada pelaku pasar dan masyarakat agar meningkatkan
investasi pada instrumen SBN, mengoptimalkan penempatan dana hasil tax
amnesty pada instrumen SBN serta mengembangkan jalur distribusi SBN
ritel secara online.

77
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

1c. Rasio penerimaan pajak terhadap PDB Berdasarkan data press release Kementerian
Keuangan tanggal 3 Januari 2017, realisasi
Rasio penerimaan perpajakan terhadap Produk penerimaan perpajakan tahun 2016 sebesar
Domestik Bruto (PDB) adalah perbandingan Rp1.283,6 triliun atau sebesar 83,4 persen
antara penerimaan perpajakan terhadap PDB terhadap target dalam APBN-P 2016. Dibandingkan
nominal dalam satu tahun anggaran. Rasio tahun 2015, penerimaan perpajakan tahun
tersebut menunjukkan besarnya penerimaan 2016 meningkat sekitar 3,5 persen. Penerimaan
perpajakan yang diperoleh Pemerintah dari perpajakan tersebut terdiri dari penerimaan
perekonomian nasional dalam satu tahun. pajak sebesar Rp1.104,9 triliun dan penerimaan
Penerimaan perpajakan terdiri dari pajak kepabeanan dan cukai sebesar Rp178,7 triliun.
penghasilan migas, pajak non migas, dan PDB nominal tahun 2016 diperkirakan sebesar
kepabeanan cukai (arti sempit). Rp12.521,5 triliun. Berdasarkan data penerimaan
perpajakan dan PDB tersebut, maka rasio
Jika dibandingkan dengan tahun 2015, penerimaan perpajakan terhadap PDB sebesar
penerimaan perpajakan terdiri dari pajak 10,25 persen. Rasio penerimaan perpajakan
penghasilan migas, pajak non migas, terhadap PDB secara kumulatif triwulanan dapat
kepabeanan cukai, dan Penerimaan Negara dilihat dalam tabel di bawah ini.
Bukan Pajak (PNBP) (arti luas).

Tabel 3.7 Capaian IKU Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB


Laporan Kinerja Tahun 2016

K-Wide Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif

1c Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB

T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-16 Pol / KP

Target - - - - - 12,17% 12,17% Max/TLK

Realisasi 6,96% 8,66% 8,66% 9,69% 9,69% 10,25% 10,25%

Capaian - - - - - 84,22 84,22

78
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Realisasi penerimaan perpajakan tahun 2016 lebih rendah dibandingkan target dalam
APBN-P 2016, antara lain dipengaruhi oleh lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi tahun
2016 dibandingkan dengan asumsi APBN-P tahun 2016, serta belum pulihnya harga
komoditas. Penerimaan perpajakan tahun 2016 meningkat 3,5 persen dibandingkan
tahun 2015 terutama didorong oleh penerimaan PPh nonmigas yang meningkat sekitar
14,2 persen. Peningkatan PPh nonmigas tersebut tidak lepas dari keberhasilan program
tax amnesty.

Tabel 3.8 Penerimaan Perpajakan Tahun 2015 dan 2016

Penerimaan Perpajakan 2015 2016


(Triliun Rupiah) APBN-P LKPP % thd APBN-P Realisasi % thd
Audited APBN-P Sementara APBN-P
1. PPh Migas 49.5 49.7 100.3 36.3 35.9 98.8
2. Pajak Non-Migas 1.244.7 1.011.2 81.2 1.318.9 1.069.0 81.1
a. PPh Non-Migas 629.8 552.6 87.7 819.5 630.9 77.0
b. Pajak Pertambahan Nilai 576.5 423.7 73.5 474.2 410.5 86.6
c. Pajak Bumi dan Bangunan 26.7 29.3 109.6 17.7 19.4 109.8
d. Pajak Lainya 11.7 5.6 47.5 7.4 8.2 110.1

Laporan Kinerja Tahun 2016


3. Bea dan Cukai 195.0 179.6 92.1 184.0 178.7 97.2
a. Cukai 145.7 144.6 99.2 148.1 143.5 96.9
b. Bea Masuk 37.2 31.2 83.9 33.4 32.2 96.5
c. Bea Keluar 12.1 3.7 30.9 2.5 3.0 119.9
Total 1.489.3 1.240.4 83.3 1.539.2 1.283.6 83.4

Uraian mengenai penerimaan negara adalah sebagai berikut:

1. Penerimaan Pajak

Realisasi penerimaan pajak adalah realisasi penerimaan pajak netto yaitu jumlah
penerimaan bruto SSP dari MPN, SPM, penerimaan valas, penerimaan DTP, penerimaan
PBB, dan PPh Migas, dikurangi SPMKP dan SPMIB. Target Penerimaan Pajak adalah target
yang telah ditetapkan dalam APBN/APBN-P.

Realisasi penerimaan pajak sampai dengan 31 Desember 2016 mencapai Rp1.105,81


triliun atau 81.60% dari target tahun APBN-P 2016 sebesar Rp 1.355,20 triliun. Kinerja
capaian penerimaan pajak tahun 2016 ini sedikit lebih rendah dari tahun 2015 sebesar
81,96%, namun realisasi ini masih tumbuh positif dibandingkan tahun 2015 sebesar
5,81% (total pajak non PPh Migas) atau 4,24% (total pajak termasuk PPh Migas).

Berdasarkan data dashboard Penerimaan DJP, yang mencakup seluruh penerimaan pajak
baik penerimaan Pajak Non Migas maupun Pajak Migas, diperoleh capaian persentase
realisasi penerimaan pajak selama tiga tahun terakhir adalah:

79
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tabel 3.9 Persentase Realisasi Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

Tahun 2014 2015 2016


Target 1.072.37 1.294.26 1.355.20
Realisasi 981.83 1.060.83 1.105.81
Capaian 91.56% 81.96% 81.60%

Sumber: Menu Kinerja Penerimaan Portal DJP

Berdasarkan tabel di atas, meskipun persentase penerimaan pajak dari


target selama tiga tahun terakhir mengalami penurunan, namun penerimaan
pajak (termasuk PPh Migas) tahun 2014-2015 tumbuh positif sebesar 7,68%,
dan tahun 2015-2016 tumbuh positif sebesar 4,24%.

Tabel 3.10 Pertumbuhan penerimaan pajak tahun 2013-2016

Tahun 2013-2014 2014-2015 2015-2016

Growth 6,92 % 7,68 % 4,24 %


Laporan Kinerja Tahun 2016

Kinerja penerimaan pajak tahun 2016, salah satunya ditopang oleh penerimaan
dari amnesti pajak periode I dan II tahun 2016 yang berhasil menghimpun
uang tebusan sebesar Rp 104,679 triliun (data per 5 Januari 2017).
Adapun, detail capaian persentase realisasi penerimaan per jenis pajak tahun
2016 beserta pertumbuhannya ditampilkan dalam tabel berikut:

80
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tabel 3.11 Persentase realisasi penerimaan per jenis pajak tahun 2016

(miliar rupiah)

Jenis Pajak Realisasi APBN-P Target Realisasi s.d. 31 Desember


2015 2016 % 2015 2016 % % % Penc. % Penc.
2015-2016 2014-2015 2015-2016 2015 2016
a. PPh Non Migas 552.636,57 819.496,77 48,29 552.636,57 630.124,87 20,47 14,02 87,74 76,89
1. PPh Ps 21 114.480,17 129.345,38 12,98 114.480,17 109.153,00 8,36 (4.65) 90.25 84.39
2. PPh Ps 22 8.477,97 9.801,33 15,61 8.477,97 11.324,21 16,84 33,57 87,89 115,54
3. PPh Ps 22 Impor 40.259,39 43.520,46 8,10 40.259,39 37.980,23 2,04 (5,66) 70,48 87,27
4. PPh Ps 23 27.882,13 31.506,84 13,00 27.882,13 28.982,91 9,27 3,95 83,28 91,99
5. PPh Ps 25/29 OP 8.258,42 28.800,02 248,74 8.258,42 5.275,17 75,54 (36,12) 158,36 18,32
6. PPh Ps 25/29 185.200,02 376.117,06 103,09 185.200,02 172.011,62 24,05 (7,12) 83,85 45,73
Badan
7. PPh Ps 26 48.221,86 54.490,70 13,00 48.221,86 43.262,00 22,25 (10,29) 96,87 79,39
8. PPh Final 119.667,30 145.702,95 21,76 119.667,30 117.455,84 37,05 (1,85) 94,37 80,61
9. PPh Non Migas 189,33 212,03 11,99 189,33 104.679,89 113,12 55.190,14 287,58 49.369,87
Lainnya
B. PPN dan PPnBM 423.710,82 474.235,34 11,92 423.710,82 412.274,68 3,55 (2,70) 73,50 86,93
1. PPN Dalam 280.009,45 318.403,84 13,71 280.009,45 273.467,49 16.12 (2,34) 82,80 85,89

Laporan Kinerja Tahun 2016


Negeri
2. PPN Impor 130.124,71 140.664,77 8,10 130.124,71 122.679,02 (14,56) (5,72) 62,71 87,21
3. PPnBM Dalam 9.293,12 10.501,23 13,00 9.293,12 11.546,14 (9,26) 24,24 48,03 109,95
Negeri
4. PPnBM Impor 4.008,31 4.332,99 8,10 4.008,31 4.296,02 (24,88) 7,18 37,28 99,15
5. PPN/PPnBM 275,23 332,51 20,81 275,23 286,01 77,71 3,92 41,30 86,02
Lainnya
C. PBB 29.250,34 17.710,60 (39,45) 29.250,34 19.444,91 24,60 (33,52) 109,59 109,79
D. Pajak Lainnya 5.568,30 7.414,88 33,16 5.568,30 8.104,24 (11,52) 45,54 47,47 109,30
E. PPh Migas 49.671,56 36.345,93 (26,83) 49.671,56 35.864,01 (43,20) (27.80) 100,28 98,67
Total Non PPh Migas 1.011.166,03 1.318.857,59 30,43 1.011.166,03 1.069.948,70 12,64 5,81 81,24 81,13
Total tmsk PPh Migas 1.060.837,58 1.355.203,52 27,75 1.060.837,58 1.105.812,70 7,68 4,24 81,96 81,80

Sumber: Menu Kinerja Penerimaan Portal DJP diakses tanggal 5 Januari 2017 pkl 08.00 WIB
Penerimaan tahun 2014 dan 2015 menggunakan LKPP Audited

81
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Kinerja penerimaan pajak tahun 2016 untuk beberapa


jenis pajak diantaranya adalah sebagai berikut :

A. Secara umum PPh Non Migas tumbuh positif 4. PPh Pasal 23


14,02% di tahun 2016, yang ditopang oleh Realisasi penerimaan PPh Pasal 23 Tahun
peningkatan realisasi PPh Non Migas Lainnya 2016 mencapai Rp 28.982,91 miliar (91,99%).
yang sangat signifikan mencapai 55,190.14% Penerimaan PPh Pasal 23 tahun 2016
sebagai hasil dari amnesti pajak yang mengalami pertumbuhan sebesar 3,95%
dikategorikan sebagai penerimaan PPh Non jika dibandingkan tahun 2015, yang ditopang
Migas Lainnya. Penjelasan penerimaan PPh Non oleh pemanfaatan jasa pihak ketiga sebesar
Migas secara rinci adalah sebagai berikut: Rp 13.396,98 miliar atau 46,22% dari total
penerimaan PPh Pasal 23. Di tahun 2016,
1. PPh Pasal 21 penerimaan dari jenis setor obyek pemanfaatan
Realisasi penerimaan PPh Pasal 21 Tahun jasa pihak ketiga mengalami pertumbuhan
2016 sebesar Rp 109.153,00 miliar (84,39%). 8,2% dibandingkan tahun 2015.
Penerimaan PPh Pasal 21 Tahun 2016
mengalami penurunan sebesar 4,65% 5. PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi (OP)
dibandingkan tahun 2015, yang disebabkan Realisasi penerimaan PPh Pasal 25/29 OP Tahun
oleh penurunan setoran Masa/Angsuran PPh 2016 mencapai Rp 5.275,17 miliar (18,32%).
Pasal 21. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan Penerimaan PPh Pasal 25/29 OP tahun 2016
pemerintah mengenai penyesuaian besaran mengalami penurunan sebesar 36,12% jika
PTKP Tahun 2016, yang berdampak pada dibandingkan tahun 2015, yang tercermin
berkurangnya jumlah WP orang pribadi dari penurunan di hampir semua jenis setoran
Laporan Kinerja Tahun 2016

karyawan yang wajib dipotong PPh 21 oleh meliputi setoran Tahunan, SKPKB, STP, dan
pemberi kerja. Kebijakan penyesuaian PTKP lainnya. Realisasi penerimaan PPh 25/29 OP
tahun 2016 diatur dalam Peraturan Menteri tahun 2016 didominasi oleh penerimaan dari
Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tanggal sektor Perdagangan Besar dan Eceran dan
22 Juni 2016 tentang Penyesuaian Besarnya sektor Kegiatan Jasa Lainnya.
Penghasilan Tidak Kena Pajak yang ditetapkan.
Berdasarkan ketentuan ini, PTKP WP orang 6. PPh Pasal 25/29 Badan
pribadi naik dari semula Rp 36 juta menjadi Rp Realisasi penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan
54 juta per tahun. Tahun 2016 mencapai Rp 172.011,62 miliar
(45,73%). Penerimaan PPh Pasal 25/29
2. PPh Pasal 22 Badan tahun 2016 mengalami penurunan
Realisasi penerimaan PPh Pasal 22 Tahun sebesar 7,12% jika dibandingkan tahun 2015
2016 sebesar Rp 11.324,21 miliar (115,54%). yang tercermin dari penurunan di semua
Penerimaan PPh Pasal 22 Tahun 2016 jenis setoran, yaitu setoran Masa/Angsuran
mengalami pertumbuhan 33,57% dibandingkan (0,60%), Tahunan (23,13%), SKPKB (29,49%),
tahun 2015, yang ditopang oleh adanya STP (38,42%), dan lainnya (55,51%). Realisasi
perluasan cakupan pemungut PPh Pasal 22, penerimaan PPh 25/29 Badan tahun 2016
khususnya pemungut non bendaharawan. didominasi oleh sektor Industri Pengolahan
Indikator perluasan pemungut tersebut dan sektor Jasa Keuangan dan Asuransi yang
tercermin dari adanya peningkatan yang sangat salah satunya disebabkan adanya perbaikan di
signifikan pada pertumbuhan realisasi PPh subsektor Industri Produk dari Batu Bara dan
22 dari total setoran pemungut yaitu sebesar Pengilangan Minyak Bumi.
197%.
7. PPh Pasal 26
3. PPh Pasal 22 Impor Realisasi penerimaan PPh Pasal 26 Tahun
Realisasi penerimaan PPh Pasal 22 Impor 2016 mencapai Rp 43.262,00 miliar (79,39%).
Tahun 2016 sebesar Rp 37.980,23 miliar Penerimaan tahun 2016 mengalami penurunan
(87,27%). Penerimaan PPh Pasal 22 Tahun sebesar 10,29% jika dibandingkan tahun 2015,
2016 mengalami penurunan sebesar 5.66% jika yang dipengaruhi oleh penurunan penerimaan
dibandingkan tahun 2015, yang disebabkan oleh dari setoran SKPKB dividen, bunga, jasa, laba,
adanya penurunan aktivitas impor. dan royalti.

82
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Penerimaan PPh 26 tahun 2016 ditopang Penerimaan PPN DN juga didominasi oleh
dari pembayaran dividen dan setoran sektor Industri Pengolahan (Batu Bara,
Ditanggung Pemerintah (DTP) berupa Pengilangan Minyak Bumi, dan Tembakau)
SBN Valas. Namun demikian, terdapat dan sektor Perdagangan Besar dan Eceran
penurunan dari beberapa jenis setoran (Perdagangan Besar Bukan Kendaraan,
diantaranya dari pembayaran bunga, Perdagangan Eceran Bukan Kendaraan,
pembayaran royalti, setoran masa, setoran dan Perdagangan Kendaraan).
SKPKB Div, Bunga, Jasa, Laba, Roy, dan
setoran pemanfaatan jasa pihak ke tiga. 2. PPN Impor
Realisasi penerimaan PPN Impor Tahun
8. PPh Final 2016 mencapai Rp 122.679,02 miliar
Realisasi penerimaan PPh Final Tahun (87,21%). Penerimaan PPN DN tahun 2016
2016 mencapai Rp117.455,84 miliar mengalami penurunan sebesar 5,72% jika
(80,61%). Penerimaan PPh Final Tahun dibandingkan tahun 2015, yang antara lain
2016 diperoleh dari penerimaan PPh Final disebabkan adanya penurunan penerimaan
atas setoran Bunga Deposito/Tabungan, dari setoran Masa sebagai dampak dari
setoran Pengalihan Hak Tanah/Bangunan, penurunan aktivitas impor di tahun 2016.
Jasa Konstruksi. Penerimaan PPh Final
tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 3. PPnBM Dalam Negeri (PPnBM DN)
1,85% jika dibandingkan tahun 2015, yang Realisasi penerimaan PPnBM DN Tahun

Laporan Kinerja Tahun 2016


dipengaruhi oleh penurunan penerimaan 2016 mencapai Rp 11.546,14 miliar
dari Revaluasi Aktiva Tetap dan juga (109,95%). Penerimaan PPnBM DN tahun
penurunan penerimaan dari Pengalihan 2016 mengalami pertumbuhan sebesar
Hak Tanah/Bangunan akibat adanya 24,24% jika dibandingkan tahun 2015,
penurunan tarif dari semula 5% menjadi yang antara lain didorong oleh peningkatan
2,5% sesuai Peraturan Pemerintah Nomor setoran STP sebesar 3.730,67%.
34 Tahun 2016. Jika dilihat dari realisasi penjualan mobil
nasional, peningkatan realisasi PPnBM DN
9. PPh Non Migas Lainnya pada tahun 2016 lebih dipengaruhi oleh
Realisasi PPh Non Migas Lainnya ditopang peningkatan harga jual mobil baru. Hal ini
oleh penerimaan uang tebusan hasil terlihat dari adanya penurunan realisasi
Amnesti Pajak yaitu sebesar 104,67 triliun. penjualan mobil LCGC pada tahun 2016
dan adanya Peraturan Pemerintah nomor
B. PPN 41 tahun 2013 yang mengatur bahwa
penjualan mobil LCGC dikenakan PPnBM
1. PPN Dalam Negeri (PPN DN) dengan tarif 0%.
Realisasi penerimaan PPN DN Tahun 2016
mencapai Rp 273.467,49 miliar (85,89%). 4. PPnBM Impor
Penerimaan PPN DN tahun 2016 mengalami Realisasi penerimaan PPnBM Impor
pertumbuhan negatif sebesar 2,34% jika Tahun 2016 mencapai Rp 4.296,02 miliar
dibandingkan tahun 2015, yang disebabkan (99,15%). Penerimaan PPnBM Impor tahun
antara lain oleh penurunan penerimaan dari 2016 mengalami pertumbuhan sebesar
setoran Masa (11,10%), sebagai dampak dari 7,18% jika dibandingkan tahun 2015, yang
tingkat konsumsi yang rendah serta adanya terutama didorong oleh adanya beberapa
perlambatan belanja pemerintah. Inflasi tahun Wajib Pajak utama di bidang otomotif yang
2016 sebesar 3,02% tergolong rendah dan melakukan peningkatan aktivitas impor,
berada di batas bawah sasaran target inflasi Bank khususnya dalam bentuk kendaraan CBU.
Indonesia sebesar 41%. Rendahnya tingkat Hal ini dilatarbelakangi oleh peluncuran
inflasi tersebut antara lain didorong oleh masih model baru kendaraan roda empat.
terbatasnya permintaan domestik.

83
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

C. Pajak Lainnya

Realisasi penerimaan Pajak Lainnya Tahun 2016 mencapai Rp 8.104,24 miliar


(109,30%). Penerimaan Pajak Lainnya tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar
45,54% jika dibandingkan tahun 2015, terutama didorong oleh adanya extra effort
khususnya berupa pembayaran bunga penagihan.

Upaya yang akan dilakukan untuk mengamankan pencapaian target penerimaan pajak
tahun 2017 dan program Pengampunan Pajak sesuai UU Nomor 11 Tahun 2016 adalah
sebagai berikut:

1. Penelitian harta untuk mendorong program Pengampunan Pajak Periode III;


2. Peningkatan kepatuhan material WP OP Non-Karyawan dan Badan dengan
memanfaatkan data internal dan eksternal;
3. Penanganan WP Tidak Lapor Terdapat Data (TLTD);
4. Penggalian potensi pajak berbasis sektoral nasional dan regional (disesuaikan dengan
kondisi wilayah masing-masing), dan WP lainnya;
5. Peningkatan kegiatan pengawasan bersama (joint analysis) dengan Ditjen Bea dan
Cukai;
Laporan Kinerja Tahun 2016

6. Pengawasan Pengusaha Kena Pajak (PKP);


7. Penyempurnaan peraturan di bidang perpajakan yang mendukung intensifikasi dan
ekstensifikasi perpajakan;
8. Penelitian Bukti Potong;
9. Peningkatan pengawasan terhadap transaksi e-commerce dan (OTT);
10. Exchange of Information (EOI) untuk Program Intensifikasi;
11. Pengamanan Penerimaan Pajak atas Belanja Pemerintah;
12. Implementasi Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) terkait pelayanan publik;
13. Pemanfaatan data Devisa Hasil Ekspor (DHE);
14. Pengawasan terhadap WP yang melakukan tax planning secara agresif melalui praktik
transfer pricing.
15. Analisis basis data perpajakan setelah berlakunya program Pengampunan Pajak dan
Pengawasan atas Surat Pernyataan Harta (SPH) Tax Amnesty sesuai Pasal 18 UU
Pengampunan Pajak;
16. Penguatan basis data perpajakan melalui optimalisasi pemanfaatan data pihak ketiga
dan Alat Keterangan (Alket).

Gambar 3.1 Strategi Umum Penerimaan Pajak Tahun 2017

Fokus di triwulan (Jan - Mar)

84
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

2. Penerimaan Bea dan Cukai

Realisasi penerimaan bea dan cukai adalah realisasi penerimaan bea masuk, bea keluar,
dan cukai yang datanya diperoleh dari Modul Penerimaan Online (MPO) yang di dalamnya sudah
mencakup sanksi, denda administrasi serta pungutan lainnya. Target penerimaan bea dan cukai
adalah target penerimaan bea masuk, bea keluar, dan cukai sesuai dengan yang ditetapkan dalam
APBN atau APBN-P.

Realisasi penerimaan bea dan cukai s.d 31 Desember 2016 mencapai Rp. 178,7 Triliun atau
sebesar 97,15% dari target APBN-P (Rp. 183,9 Trilliun). Selama 5 (lima) tahun terakhir rata-rata
peningkatan realisasi DJBC sebesar 8,32% setiap tahun.

Tabel 3.12 Realisasi Penerimaan DJBC Tahun 2016 dan 2015

Target Realisasi % Pencapaian Realisasi Tahun


No. Jenis Penerimaan Pertumbuhan %
APBN-P Tahun 2016 Target 2015
1 2 3 5 8 (5/3) 11 12 (5-11) 13 (12/11)
1 BEA MASUK 33,371.50 32,221.00 96.55% 31,212.82 1,008.18 3.23%
2 CUKAI 148,091.23 143,507.78 96.90% 144,641.30 (1,133.52) -0.78%

Laporan Kinerja Tahun 2016


Hasil Tembakau 141,700.00 137,957.91 97.36% 139,926.74 (1,968.83) -1.41%

Ethil Alkohol 151.55 171.13 112.92% 154.15 16.98 11.02%

MMEA 5,239.68 5,304.65 101.24% 4,560.41 744.24 16.32%


Pendapatan
1,000.00 74.08 7.41% 0.00 74.08
Cukai Lainnya
3 BEA KELUAR 2,500.00 2,998.37 119.93% 3,727.15 (728.78) -19.55%
TOTAL 183,962.73 178,727.15 97.15% 179,581.27 (854.12) -0.48%
Catatan:
Data realisasi penerimaan s.d. 31 Desember pukul 15.00 WIB
Sumber data: CEISA (Des) dan Buku Merah (1 Jan 30 Nov)

Capaian persentase realisasi penerimaan bea dan cukai selama 3 tahun terakhir adalah sebagai
berikut:

Tabel 3.13 Data Realisasi DJBC 3 tahun terakhir (dalam Triliun)

Tahun 2014 2015 2016


Target 173,73 194,99 183,96
Realisasi 162,3 179,84 178,72
Capaian 93,42% 92,23% 97,15%

85
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Sasaran Strategis 2: Pemenuhan layanan publik

Layanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka


pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik.

Pemenuhan layanan publik diberikan berdasarkan pemenuhan atas asas


Penyelenggaraan pelayanan publik sesuai UU no 25 tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik, yaitu: (a) kepentingan umum; (b) kepastian hukum; (c)
kesamaan hak; (d) keseimbangan hak dan kewajiban; (e) keprofesionalan; (f)
partisipatif; (g) persamaan perlakuan/ tidak diskriminatif; (h) keterbukaan;
(i) akuntabilitas; (j) fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; (k)
ketepatan waktu; dan (l) kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan


mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) yang capaiannya
dapat dilihat pada tabel 3.12 berikut.

Tabel 3.14 Capaian IKU pada SS Pemenuhan layanan publik


Laporan Kinerja Tahun 2016

SS 2: Pemenuhan layanan publik

Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja

2a Indeks kepuasan pengguna layanan 4,07 4,16 102,21


2b Waktu penyelesaian proses kepabeanan 1,2 hari 0,81 hari 120,00

2a. Indeks kepuasan pengguna layanan Kementerian Keuangan

IKU ini diukur berdasarkan Survei Kepuasan Pengguna Layanan


Kementerian Keuangan (SKPL Kementerian Keuangan), yang merupakan
bagian dari agenda program Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan.
Kementerian Keuangan senantiasa dituntut untuk selalu memperbaiki
kualitas pelayanan secara terus menerus (continuous improvement) kepada
pengguna layanan maupun pihak-pihak terkait lainnya (stakeholders).

Guna mengukur sejauh mana kualitas pelayanan yang telah diberikan


Kementerian Keuangan kepada masyarakat dan untuk mendapatkan
informasi yang obyektif dan komprehensif terhadap kinerja layanan, perlu
dilakukan pengukuran tingkat kepuasan pengguna layanan berdasarkan
indikator-indikator spesifik yang ditetapkan melalui Survei Kepuasan
Pengguna Layanan. Tingkat kepuasan pengguna layanan merupakan
sebuah ukuran atas seberapa berkualitas layanan publik
yang diberikan Kementerian Keuangan dalam memenuhi harapan para
pengguna layanan.

86
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Pada tahun 2016 ini, terdapat total 70 jenis layanan Kementerian Keuangan
yang menjadi obyek survei, yang tersebar dari 10 unit Eselon I di lingkungan
Kementerian Keuangan. Survei dilakukan secara swakelola dengan
melibatkan Tim Peneliti dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

IKU ini memiliki polarisasi maximize dimana indeks kepuasan pengguna


layanan diharapkan melebihi target yang ditetapkan.

Target Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan tahun


2016 ditetapkan sejumlah 4,07 dari skala pengukuran 1 (satu) sampai dengan
5 (lima). Adapun realisasi yang diperoleh berdasarkan hasil survei adalah
sebesar 4,16 (untuk lingkup 7 Eselon I) dan sebesar 4,19 (untuk lingkup 10
Eselon I). Target atas IKU Indeks Kepuasan Pengguna Layanan tersebut
menggunakan basis pengukuran untuk lingkup 7 Eselon I, sebagai unit
pemilik proses bisnis utama Kementerian Keuangan. Sehingga capaian atas
IKU ini adalah sebesar 102.21% dari target.

Tabel 3.15 Rincian capaian IKU Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan

Laporan Kinerja Tahun 2016


K-Wide Pemenuhan Layanan Publik

2a - Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan

T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 Q4 Y-16 Pol / KP

Target - - - - 4,07 4,07 Max/TLK

Realisasi - - - - 4,16 4,16

Capaian - - - - 102,21 102,21

Populasi dalam survei ini adalah seluruh pengguna layanan Kemenkeu yang
pernah menggunakan salah satu layanan dari 10 (sepuluh) unit Eselon I yakni:

Eselon I yang Memberikan Layanan Eksternal Kemenkeu:


1. Ditjen Anggaran
2. Ditjen Pajak
3. Ditjen Bea dan Cukai
4. Ditjen Perbendaharaan
5. Ditjen Kekayaan Negara
6. Ditjen Perimbangan Keuangan
7. Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko

87
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Eselon I yang Memberikan Layanan Internal 3. Individu (WNI maupun non WNI)
Kemenkeu:
8. Sekretariat Jenderal Hasil dimaksud diperoleh berdasarkan data yang
9. Inspektorat Jendral diolah dari jawaban 3.035 pengguna layanan yang
10. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan berpartisipasi sebagai responden. Lokasi SKPL
tahun 2016 sama seperti pelaksanaan periode
Adapun pengguna-pengguna layanan tersebut sebelumnya, yaitu 6 (enam) lokasi: (a) Medan, (b)
mencakup: Batam, (c) Jakarta, (d) Surabaya, (e) Balikpapan,
1. Lingkungan Lembaga Pemerintahan baik dan (f) Makassar. Adapun rincian detil Indeks
internal maupun eksternal Kementerian Kepuasan Pengguna Layanan per unit eselon I
Keuangan adalah sebagai berikut:
2. Perusahaan (BUMN, Nasional, Asing, dan
Swasta);

Tabel 3.16 Rincian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan per unit Eselon I

Kementerian DJA DJP DJBC DJPB DJKN DJPK DJPPR SETJEN ITJEN BPPK
Keuangan
7 unit 10 unit
2015 4,06 4,08 3,96 3,87 3,89 4,32 4,10 4,23 4,01 4,10 4,32 4,02
Laporan Kinerja Tahun 2016

2016 4,16 4,19 4,20 4,10 4,04 4,40 4,20 4,23 4,40 4,22 4,33 4,33

Jika dibandingkan dengan pencapaian tahun- 2015. Hal ini menunjukkan bahwa Kementerian
tahun sebelumnya, capaian tahun 2016 Keuangan senantiasa melakukan perbaikan secara
merupakan capaian tertinggi dan mengalami berkelanjutan. Tren capaian indeks kepuasan
peningkatan 0.10 poin dibandingkan tahun pengguna layanan Kementerian Keuangan sejak tahun
2007 dapat dilihat dalam grafik berikut.

4,5

3,5

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Indeks 3,76 3,92 3,86 3,87 3,86 3,9 3,98 4,04 4,08 4,16

Indeks
Grafik 3.4 Tren capaian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan

88
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Lebih lanjut, ruang lingkup SKPL dari 2 (dua) penyelesaian layanan, (i) pembayaran biaya sesuai
variabel pengukuran yaitu kepentingan dan aturan/ketentuan yang ditetapkan, (j) pengenaan
kepuasan, kemudian diterjemahkan dalam 11 sanksi/denda atas pelanggaran terhadap
(sebelas) aspek layanan sesuai dengan Undang- ketentuan layanan, dan (k) keamanan lingkungan
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan dan layanan.
Publik meliputi: (a) keterbukaan/kemudahan
akses informasi, (b) informasi layanan, (c) Berikut ini adalah hasil SKPL tahun 2016 yang
kesesuaian prosedur dengan ketentuan yang menunjukkan perbandingan indeks kepentingan
ditetapkan, (d) sikap pegawai, (e) kemampuan dan dan indeks kepuasan per aspek layanan tahun
keterampilan pegawai, (f) lingkungan pendukung, 2016 dengan tahun 2015:
(g) akses terhadap kantor layanan, (h) waktu

Tabel 3.17 Perbandingan indeks kepentingan dan indeks kepuasan per aspek layanan

Indeks Indeks
No Aspek Layanan Kepentingan Kepuasan
2015 2016 2015 2016
1. Keterbukaan/Kemudahan Akses Informasi 4,49 4,56 3,97 4,13 0,16
2. Informasi Layanan (Persyaratan, Prosedur, dll.) 4,52 4,55 4,03 4,12 0,09
3. Kesesuaian Prosedur dengan Ketentuan 4,51 4,59 4,02 4,20 0,18
4. Sikap Pegawai 4,53 4,61 4,13 4,26 0,13

Laporan Kinerja Tahun 2016


5. Kemampuan dan Keterampilan Pegawai 4,55 4,61 4,01 4,16 0,15
6. Lingkungan Pendukung 4,47 4,56 4,12 4,18 0,06
7. Akses terhadap Layanan 4,52 4,56 4,12 4,16 0,04
8. Waktu Penyelesaian Layanan 4,52 4,58 3,92 4,06 0,14
9. Pembayaran Biaya Sesuai Ketentuan 4,48 4,61 4,13 4,29 0,16
10. Pengenaan Sanksi/Denda Atas Pelanggaran 4,35 4,49 3,90 3,95 0,05
11. Keamanan Lingkungan dan Layanan 4,56 4,58 4,24 4,27 0,03
Rata-rata Indeks Kementerian Keuangan 4,50 4,57 4,06 4,16 0,10

Mengacu pada skala sikap yang digunakan layanan dengan indeks terendah secara berurutan
dalam survey ini (5 skala), maka dapat dikatakan adalah: (1) Pengenaan sanksi atau denda atas
bahwa nilai kepuasan di atas atau sama dengan pelanggaran (3,95); (2) Waktu penyelesaian
4 (4,00) disebut baik. Dengan demikian, Indeks layanan (4,09); (3) Informasi Layanan (Persyaratan,
Kepuasan Kemenkeu Tahun 2015 disimpulkan Prosedur, dan lain-lain) (4,12). Dari kesebelas
sebagai baik karena skor di atas angka 4. aspek layanan, seluruh aspek layanan mengalami
Pengguna layanan Kemenkeu mengaku puas peningkatan indeks kepuasan pengguna layanan
untuk sepuluh dari sebelas aspek layanan, karena dari tahun 2015 ke tahun 2016. Laju peningkatan
memiliki nilai rerata lebih besar atau sama dengan terbesar terjadi pada aspek layanan No.3
4 (4,00), sedangkan satu aspek layanan dengan Kesesuaian Prosedur dengan Ketentuan yang
nilai rerata kurang dari 4 (empat) adalah aspek memiliki angka kenaikan mencapai 18 poin.
layanan nomer 10 yaitu Pengenaan Sanksi/Denda
atas Pelanggaran. Dua aspek layanan yang pada tahun 2015 masih
memiliki indeks kepuasan di bawah batas kritis
Evaluasi terhadap 11 aspek layanan berdasarkan (4,00) yakni Keterbukaan/Kemudahan Akses
nilai indeks kepuasan, 3 (tiga) aspek layanan yang Informasi dan Waktu Penyelesaian Layanan,
memiliki indeks tertinggi secara berurutan adalah: pada tahun 2016 ini berhasil meningkatkan diri
(1) Pembayaran Biaya Sesuai Ketentuan (4,29); dengan nilai indeks di atas batas kritis (4,00).
(2) Keamanan Lingkungan dan Layanan (4,27); Namun masih terdapat 1 (satu) aspek yang berada
(3) Sikap Pegawai (4,26). Kemudian 3 (tiga) aspek di bawah batas kritis, yaitu aspek Pengenaan
Sanksi/Denda atas Pelanggaran (3,95).
89
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Adapun sebagai komitmen Kementerian Keuangan untuk memperteguh


keberlangsungan reformasi birokrasi, profesionalisme dalam pelayanan,
dan integritas seluruh jajaran pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan,
dalam beberapa tahun ke depan Kementerian Keuangan menetapkan target
indeks kepuasan yang terus meningkat. Hal ini adalah suatu bentuk upaya
dalam mewujudkan peningkatan kualitas dan kinerja pelayanan publik yang
pada gilirannya akan meningkatkan pula public trust terhadap organisasi
dan aparatur Kementerian Keuangan. Upaya tersebut dapat direpresentasikan
dalam target capaian indeks survei kepuasan pelanggan Kementerian
Keuangan yang tercantum dalam Renstra Kementerian Keuangan
sebagai berikut:

Tabel 3.18 Rencana capaian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan

Tahun Anggaran Target

2017 4.12
2018 4.17
2019 4.22
Laporan Kinerja Tahun 2016

2b. Waktu penyelesaian proses kepabeanan

IKU Waktu Penyelesaian Proses Kepabeanan (Customs Clearance Time)


bertujuan untuk mempercepat kinerja proses pengeluaran barang
impor sebagai upaya untuk memberikan pelayanan yang lebih baik serta
untuk mengukur kehandalan sistem yang telah diterapkan dalam rangka
mendukung sistem logistik nasional (sislognas).

Gambar 3.2 Proses bongkar muat barang

90
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Customs clearance time merupakan salah satu pelabuhan. Indikasi perhitungan dwelling time
mata rantai dalam proses pergerakan arus barang adalah lamanya kontainer impor ditumpuk di
sebagai bagian dari dwelling time. Dwelling time pelabuhan (waktu penumpukan kontainer di
adalah lama waktu sejak barang impor dibongkar pelabuhan).
dari kapal sampai dengan barang keluar dari

Gambar 3.3 Komponen dwelling time barang impor

Dwelling time dapat dibagi menjadi pre-clearance, jalur hijau, dan jalur Mitra Utama karena
customs clearance dan post-clearance. Aktivitas merepresentasikan seluruh pengguna jasa yang
pre-clearance adalah proses sejak kedatangan terlibat dalam proses importasi di pelabuhan. Hal

Laporan Kinerja Tahun 2016


sarana pengangkut hingga peti kemas diletakkan ini sejalan dengan pengukuran dwelling time yang
di tempat penimbunan sementara (TPS) dan mengukur waktu pengeluaran kontainer sejak
peninjauan nomor pendaftaran Pemberitahuan dibongkar dari kapal sampai dengan kontainer
Impor Barang (PIB). Customs Clearance Time keluar dari pelabuhan untuk semua jalur.
khususnya untuk kegiatan impor dimulai Penyelesaian Customs Clearance di jalur kuning
dari waktu importir/PPJK melakukan loading dan jalur merah lebih lama dibandingkan dengan
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke sistem jalur Mitra Utama atau pun jalur hijau. Untuk itu
in house Bea Cukai sampai dengan waktu dilakukan evaluasi atas importansi di kedua jalur
penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran tersebut. Hasil evaluasi di jalur kuning berupa
Barang (SPPB). Aktivitas post-clearance adalah usulan untuk upgrade dan downgrade dengan
peti kemas diangkut keluar pelabuhan dan kriteria sebagai berikut :
pembayaran ke operator pelabuhan.
1. Jenis Importir (IP/IU);
Dalam hal ini Kementerian Keuangan 2. Volume Importansi;
berkontribusi terhadap kinerja Customs clearance
3. Jumlah Notul;
time untuk mempercepat proses penyelesaian
4. Uji Eksistensi;
kewajiban kepabeanan barang impor sehingga
diharapkan dapat menurunkan dwelling time 5. Nature of Business;
secara keseluruhan. 6. Jumlah PPJK yang mengurus;
7. Tunggakan, tagihan dan keberatan;
Waktu penyelesaian proses kepabeanan yang 8. Hasil surveillance dan Nota Hasil Intelijen
diukur meliputi penyelesaian seluruh dokumen (NHI); dan
impor yang meliputi jalur merah, jalur kuning,
9. Pengaduan.

91
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Sedangkan upaya untuk menurunkan IKU ini merupakan IKU dengan polarisasi minimize
dwelling time di jalur merah diawali dengan (semakin kecil realisasinya dibandingkan target,
mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam semakin baik). Pada tahun 2016 realisasi IKU ini
menurunkan customs clearance yaitu: adalah 0,81 hari dari target yang ditetapkan
sebesar 1,2 hari Target ini lebih tinggi
1. Masih lamanya penarikan kontainer untuk dibandingkan target Renstra Kementerian
periksa fisik; dan Keuangan Tahun 2016, yaitu 1,4 hari dan
2. Lamanya pengurus perusahaan barang siap meningkat dibandingkan target tahun 2015
dalam pendampingan periksa fisik. yaitu 1,5 hari. Realisasi IKU ini juga mengalami
peningkatan jika dibandingkan dengan realisasi
Berdasarkan hasil identifikasi kendala tahun 2015 yaitu 1,20 hari.
pelaksanaan customs clearance, maka disusun
langkah-langkah kegiatan yang diharapkan dapat Tabe 3.19 Perbandingan Realisasi IKU Tahun 2015 dan 2016

mempercepat proses customs clearance di jalur


kuning yaitu sebagai berikut:
Kantor Realisasi 2015 Realisasi 2016
1. Integrasi sistem antara beberapa tempat
Tempat Penimbunan Sementara (TPS) dalam Tg. Priok 0,98 hari 0,78 hari
hal penarikan kontainer untuk periksa fisik Belawan 1,26 hari 0,79 hari
dari terminal bongkar; Tg. Emas 1,75 hari 1,51 hari

2. Percepatan eksekusi pemeriksaan fisik dan Tg. Perak 0,81 hari 0,61 hari
Laporan Kinerja Tahun 2016

pemeriksaan dokumen yang disaksikan Rata-rata 1,2 hari 0,81 hari


oleh kuasa importir (pengusaha TPS)
tanpa harus menunggu pengurus barang
hadir menyaksikan pemeriksaan fisik. Ini Hal ini menunjukkan bahwa terdapat tren
merupakan implementasi Peraturan Direktur peningkatan percepatan ustoms clearance
Jenderal Bea dan Cukai Nomor Per-12/ time sehingga proses pengeluaran barang impor
BC/2016 tentang Pemeriksaan Fisik Barang di pelabuhan menjadi lebih cepat yang sejalan
Impor. bahkan lebih cepat dari target sampai dengan
tahun 2019 pada Rencana Strategis Kementerian
Pengukuran IKU customs clearance time dilakukan Keuangan yang menjadi 1 hari.
terhadap kegiatan layanan importasi pada kantor
pelayanan Bea dan Cukai di 4 (empat)
pelabuhan utama, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe


A Tanjung Priok,
2. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan
Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak,
3. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan
Cukai Tipe Madya Pabean Belawan, dan
4. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan
Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Emas.

92
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tabel 3.20 Waktu penyelesaian proses kepabeanan tahun 2016

Rata-
rata Target
Jalur Mita Jalur Hijau Jalur Kuning Jalur Merah
waktu waktu
Kantor total
Rata- Rata- Rata- Rata-

rata dok rata rata rata dok
dok dok
waktu waktu waktu waktu
Tg. Priok 0,057 109.165 0,07 322.922 2,5 89.391 4,9 35.927 432.188 557.405 0,78 0,98
hari
Belawan 0,024 723 0,02 18.269 1,0 13.390 2,7 6.259 30.573 38.641 0,79 1,27
hari
Tg. Emas 0,020 312 0,07 24.034 1,9 23.200 3,2 15.439 95.245 62.985 1,51 1,75
hari
Tg. Perak 0,010 9.024 0,03 82.589 1,5 27.066 3,5 10.393 78.926 129.072 0,61 0,81
hari
Rata-Rata 636.932 788.103 0,81 1,2
hari

Catatan : Satuan waktu dalam hari (Polarisasi Minimize)

Laporan Kinerja Tahun 2016


Rata-rata waktu Januari Agustus : waktu load PIB s.d. waktu SPPB
Rata-rata waktu September Desember : waktu ambil jalur s.d. waktu SPPB (sesuai ketentuan Per-16/
BC/2016)

93
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa rata-rata waktu penyelesaian


proses kepabeanan pada 4 kantor yang mengawasi pelabuhan utama
mencapai 0,81 hari, dengan waktu paling cepat 0,78 hari pada KPU BC
Tipe A Tanjung Priok, dan waktu terlama 1,51 hari pada KPPBC Tipe Madya
Pabean Tanjung Emas. Hal ini disebabkan karena pada KPPBC Tipe Madya
Pabean Tanjung Emas belum diberlakukan pelayanan 24/7 (24 jam dalam 7
hari seminggu).
Laporan Kinerja Tahun 2016

Gambar 3.4 Suasana pelabuhan

Terkait dengan dwelling time pada Pelabuhan Tanjung Priok sebagai


pelabuhan terbesar yang melayani sebagian besar kegiatan importasi di
Indonesia. Pemerintah telah menetapkan target dwelling time 2,5 hari pada
Pelabuhan Tanjung Priok yang dapat dirinci sebagai berikut:

a. Pre customs clearance 1 hari (40%);


b. Customs clearance 0,5 hari (20%); dan
c. Post customs clearance 1 hari (40%).

Rata-rata waktu penyelesaian proses kepabeanan pada KPU Tanjung Priok


sesuai dengan perhitungan IKU pada tahun 2015 2016 yaitu 0,78 hari.
Perhitungan ini hanya diperoleh dari waktu penyelesaian dokumen PIB (BC
2.0) sedangkan untuk perhitungan customs clearance pada dwelling time
secara keseluruhan diperoleh dari waktu penyelesaian dokumen BC 2.0, BC
2.3, dan empty container.

Dari sisi pencapaian IKU, rata-rata waktu penyelesaian proses kepabeanan


telah melebihi target yang ditetapkan. Walaupun demikian, dalam
pemenuhan target dwelling time yang ditetapkan pemerintah masih
terdapat kendala yang dihadapi DJBC di Pelabuhan Tanjung Priok antara lain:

1. Belum optimalnya sinergi para stakeholder di pelabuhan;


2. Masih lamanya waktu penarikan kontainer jalur merah oleh pihak TPS ke
area pemeriksaan;
3. Masih lamanya waktu penyerahan hardcopy PIB yang dilakukan oleh
pihak importir/PPJK.

94
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Terkait hal tersebut, di tahun 2016 ini DJBC baik secara mandiri maupun
melalui kerja sama dengan instansi lain di pelabuhan telah melakukan
berbagai macam upaya untuk mencapai target dwelling time yang ditetapkan
sebesar 2,5 hari, baik yang bersifat operasional maupun yang bersifat
kebijakan.

1. Upaya-upaya meliputi:

a. Pre Customs Clearance:

Koordinasi dengan importir untuk percepatan penyampaian


PIB;
Mendorong tingkat pemanfaatan fasilitas pre-notification
untuk jalur prioritas;
Pengusulan perbaikan sistem INSW;
Koordinasi terkait percepatan proses pemeriksaan Karantina
dan Lartas;
Koorinasi dengan Shipping Line terkait kode timbun;
Mendorong mekanisme pembayaran 24/7 (e-billing,
perbankan, pelayaran); dan
Melakukan pendampingan terhadap PIB Jalur Hijau.

Laporan Kinerja Tahun 2016


b. Customs Clearance:

Percepatan penyerahan hardcopy PIB;


Percepatan penarikan kontainer dari TPS ke TPFT;
Percepatan penelitian dokumen oleh PFPD, saldo nol;
Evaluasi dan Upgrade Importir Jalur Kuning ke Hijau;
Peningkatan janji layanan terkait Dwelling Time (redress, empty
container, BC 2.3, PLP, BC 1.1a, BC 1.2)

c. Post Customs Clearance:

Mendorong pemanfaat 24/7 TPS, Shipping Line, Trucking, dan


Depo Kontainer; dan
Audiensi dengan importir, PKB dan asosiasi terkait.

Sasaran Strategis 3: Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi

Sebagai pengelola keuangan dan kekeyaaan negara, Kementerian Keuangan


memiliki ekspektasi terhadap pengguna layanan agara patuh terhadap
berbagai peraturan dan kebijakan yang ditetapkan baik dalam bidang
penerimaan, belanja, transfer daerah, pembiayaan. Untuk mencapai sasaran
tersebut, Kementerian Keuangan mengidentifikasi 1 (satu) IKU yaitu rata-
rata persentase kepatuhan pengguna layanan. IKU tersebut kemudian
dijabarkan ke dalam 2 (dua) sub IKU sebagaimana ditabulasikan
dalam tabel 3.19 berikut.

95
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tabel 3.21 Capaian realisasi SS Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi

Sasaran Strategis 3: Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi


Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja
3a Rata-rata persentase kepatuhan pengguna 76,25% 75,05% 98,42
layanan
3a.1 Persentase tingkat kepatuhan formal 72,50% 63,15% 87,1
wajib pajak
3a.2 Persentase Kepatuhan Importir Jalur 80% 86,94% 108,68
Prioritas Kepabeanan (IJP)

3a. Rata-rata persentase kepatuhan pengguna layanan

3a.1 Persentase tingkat kepatuhan formal wajib pajak

Kepatuhan formal yang dimaksud adalah pemenuhan penyampaian Surat


Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Wajib Pajak dengan membandingkan
antara jumlah penyampaian SPT Tahunan dengan jumlah wajib pajak (WP)
terdaftar yang wajib menyampaikan SPT Tahunan, baik Orang Pribadi (OP)
maupun Badan.
Laporan Kinerja Tahun 2016

SPT merupakan surat yang digunakan oleh WP untuk melaporkan


perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak, dan/atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. SPT tersebut
merupakan SPT Tahunan PPh untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun
pajak yang disampaikan oleh WP (WP Badan dan WP OP) pada tahun berjalan,
yang meliputi:

a. SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP Badan adalah SPT 1771 dan SPT
1771S;
b. SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP Orang Pribadi (OP) Karyawan adalah
SPT 1770S dan SPT 1770 SS;
c. SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP OP Non Karyawan adalah SPT 1770;

WP Terdaftar Wajib SPT Tahunan PPh terdiri dari:

a. WP Badan;
b. WP OP Karyawan dengan Kelompok Lapangan Usaha (KLU) 96301,
96302, 96303, 96304, dan 96305;
c. WP OP Non Karyawan dengan KLU selain dari KLU WP OP Karyawan;

dengan status domisili/pusat (kode status NPWP 000) yang mempunyai


kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh, tidak termasuk bendahara, joint
operation, cabang/lokasi, WP Pajak Penghasilan Tertentu sesuai dengan
pasal 2 huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.03/2007, WP
Non Efektif, dan sejenis lainnya yang dikecualikan atau tidak mempunyai
kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh.

96
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Pada tahun 2016, realisasi rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan


sebesar 63,15% dari target yang telah ditetapkan sebesar 72,50%. Rasio
kepatuhan tahun 2016 tumbuh dibandingkan dengan tahun 2015 sebesar
2,73% (realisasi rasio kepatuhan tahun 2015 sebesar 60,42%). Pencapaian
rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun 2013 s.d. 2016 dapat
dijelaskan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 3.22 Rasio kepatuhan penyampaian SPT tahunan PPh tahun 2013 s.d. 2016

No Uraian/Tahun 2013 2014 2015 2016


1 WP Terdaftar 24.347.763 27.379.256 30.044.103 32.769.215
2 WP Terdaftar Wajib SPT 17.731.736 18.357.833 18.159.840 20.165.718
3 Target Rasio Kepatuhan 65,00% 70,00% 70,00% 72,50%
(%)
4 Target Rasio Kepatuhan 11.525.628 12.852.301 12.711.888 14.620.146
- SPT
( 3 X 2)
5 Realisasi SPT 9.966.833 10.852.301 10.972.336 12.735.463
6 Rasio Kepatuhan 56,21% 59,12% 60,42% 63,15%
(5:2)

Laporan Kinerja Tahun 2016


Untuk mendukung tercapainya target rasio kepatuhan penyampaian SPT
Tahunan 2016, telah dilakukan beberapa langkah sebagai berikut:

1. Mengirimkan himbauan terhadap WP Badan dan WP OP Non Karyawan


yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2014 dan
tahun-tahun sebelumnya;
2. Melakukan pemetaan dan sosialisasi kepada pemberi kerja baik instansi
pemerintah maupun perusahaan swasta;
3. Melakukan inventarisasi dan menyampaikan himbauan/teguran/
Surat Tagihan Pajak (STP) terhadap WP yang tidak menyampaikan SPT
Tahunan PPh;
4. Meningkatkan penyuluhan terhadap WP melalui kerjasama dengan
konsultan pajak, akuntan publik, dan asosiasi-asosiasi;
5. Instruksi untuk memanfaatkan momentum program Pengampunan
Pajak Tahun 2016;
6. Melakukan upaya-upaya peningkatan penyampaian SPT Tahunan secara
elektronik oleh WP OP (e-filing).

Beberapa permaslahan yang menyebabkan masih rendahnya rasio


kepatuhan penyampaian SPT Tahunan pada tahun 2016 adalah:

1. Struktur WP terdaftar didominasi WP OP Karyawan, sehingga


peningkatan realisasi rasio kepatuhan pembayaran dan pelaporan
WP Badan dan OP Non Karyawan tidak secara signifikan mendorong
pencapaian rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan secara total.

97
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

2. Masih banyaknya WP OP Terdaftar yang sebenarnya tidak memenuhi


kewajiban objektif (WP OP dengan penghasilan di bawah PTKP) sehingga
menjadi beban administratif.
3. Belum optimalnya pemanfaatan data internal (Approweb dan Aplikasi
Portal DJP) dan data eksternal atas WP yang tidak menyampaikan SPT.
4. Kesadaran WP yang masih rendah dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya.

Untuk mengantisipasi tantangan tersebut, beberapa rencana aksi yang


ditetapkan untuk dilaksanakan pada tahun 2017 berdasarkan tax reform
terkait kepatuhan adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan kepatuhan material WP OP Non-Karyawan dan Badan


dengan memanfaatkan data internal dan eskternal
2. Penanganan WP Tidak Lapor Terdapat Data (TLTD)
3. Implementasi Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) terkait
layanan publik

3a2 Persentase Kepatuhan Importir Jalur Prioritas Kepabeanan (IJP)

IKU ini bertujuan untuk mengukur tingkat kepatuhan sekaligus sebagai media
Laporan Kinerja Tahun 2016

evaluasi importir jalur prioritas. Importir Jalur Prioritas (IJP) adalah Importir
yang ditetapkan sebagai importir penerima fasilitas jalur prioritas untuk
mendapatkan pelayanan khusus sehingga penyelesaian importasinya dapat
dilakukan dengan lebih sederhana dan cepat berdasarkan Peraturan Direktur
Jenderal (P-11/BC/2005 tentang Jalur Prioritas jo. P-06/BC/2006).

Adapun kriteria untuk ditetapkan sebagai Importir Jalur Prioritas antara lain
mempunyai reputasi yang sangat baik yang tercermin dari profil perusahaan,
mempunyai bidang usaha (nature of bussiness) yang jelas dan spesifik, serta
berdasarkan audit oleh Kantor Akuntan Publik tidak pernah mendapatkan
opini disclaimer atau adverse. Sedangkan kriteria Importir Jalur Prioritas yang
tidak patuh adalah:
1. Importir Jalur Prioritas yang berdasarkan laporan dari unit terkait (antara
lain kantor pelayanan, kantor wilayah, dan Direktorat terkait) telah
terbukti melanggar ketentuan sebagai berikut:
a. Mempunyai tunggakan utang berupa kekurangan pembayaran
Bea Masuk (termasuk Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk
Tindakan Pengamanan dan Bea Masuk Imbalan) kepada Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) (termasuk penundaan pembayaran
berkala); atau
b. Meminjamkan modul ke pihak lainnya.
2. Importir Jalur Prioritas yang berdasarkan laporan dari unit terkait (antara
lain kantor pelayanan, kantor wilayah, dan Direktorat terkait) dan setelah
melalui penelitian lebih lanjut di bawah koordinasi Direktorat Teknis
Kepabeanan terbukti melanggar ketentuan sebagai berikut:
a. Menyalahgunakan fasilitas di bidang kepabeanan selama satu tahun
terakhir;
b. Salah dalam memberitahukan jumlah barang, jenis barang, dan/atau
nilai pabean selama satu tahun terakhir.

98
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Importir Jalur Prioritas yang patuh adalah importir jalur prioritas yang tidak
terbukti melakukan pelanggaran tersebut pada butir 1 dan 2 di atas. Realisasi
IKU Persentase kepatuhan importir jalur prioritas kepabeanan tahun 2016
adalah sebesar 86,94% dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.23 Realisasi IKU Kepatuhan Importir Jalur Prioritas tahun 2016

Triwulan Jumlah Importir Jalur Jumlah Importir Jalur Realisasi


Prioritas Prioritas Yang Tidak Patuh
Q1 113 13 88,50%
Q2 113 14 87,61%
Q3 113 16 85,84%
Q3 113 16 85,84%
Realisasi 2016 (Rata-rata Realisasi Triwulan) 86,94%
Target IKU 2016 80%
Indeks Capaian IKU 108,67%
Sumber : Direktorat Teknis Kepabeanan

Realisasi sebesar 86,94% telah melebihi target yang telah ditetapkan pada
Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2016, yaitu sebesar 80%

Laporan Kinerja Tahun 2016


sehingga indeks capaian IKU ini sebesar 108,67%. Target tahun 2016 masih
sama dengan target tahun 2015 sebesar 80% sedangkan dari sisi realisasi
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2015 yaitu
sebesar 90,43%.

Gambar 3.5 Klasifikasi penjaluran importir

Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab ketidakpatuhan Importir


Jalur Prioritas pada tahun 2016 antara lain adanya human error/kelalaian
karena kesalahan manusiawi, masih terdapatnya kelemahan pada Sistem
Pengendalian Internal perusahaan, kurangnya pemahaman IJP terhadap
ketentuan yang ada, dan pengaturan gradasi sanksi terhadap IJP yang tidak
patuh belum sempurna.

99
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Meskipun capaian pada tahun 2016 telah melebihi target yang ditetapkan, namun masih
terdapat kendala-kendala yang dihadapi antara lain terbatasnya SDM serta kapasitas
unit yang mengelola IJP, mekanisme monitoring dan evaluasi IJP yang masih perlu
penyempurnaan, dan pengaturan gradasi sanksi terhadap IJP yang tidak patuh masih
belum sempurna.

Terkait hal tersebut, upaya yang telah dilakukan DJBC untuk mendukung pencapaian
target IKU tahun 2016 dilakukan melalui:

1. Menyusun lebih lanjut PMK Nomor 229/PMK.04/2015 tentang Mitra Utama


Kepabeanan yang didalamnya sudah memuat sanksi termasuk kesalahan mayor
maupun kesalahan minor (dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Direktur
Jenderal);
2. Penyusunan Gradasi Sanksi (Surat Peringatan, Pembekuan dan Pencabutan);
3. Peningkatan peran Client Coordinator untuk melakukan asistensi, konsultasi,
bimbingan, serta monitoring dan evaluasi terhadap perusahaan IJP;
4. Peningkatan sosialisasi dan asistensi kepada IJP dan calon perusahaan IJP;

Sasaran Strategis 4: Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas


Laporan Kinerja Tahun 2016

Kebijakan yang berkualitas mencakup kebijakan pemerintah mengenai pajak, hutang


negara (public debt), pengadaan dan perbelanjaan dana pemerintah dan lain yang sejenis
yang berdampak pada perekonomian secara keseluruhan. Dalam pencapaian sasaran
strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama
(IKU), sebagaimana ditabulasikan dalam tabel 3.2022 berikut.

Tabel 3.24 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Formulasi Kebijakan Fiskal yang Berkualitas

Sasaran Strategis 4: Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas


Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja
4a Tingkat akurasi 100% 114,62% 114,62
proyeksi asumsi
makro
4b. Deviasi proyeksi 5% 1,95% 120
APBN

4a. Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro

IKU ini bertujuan untuk mengetahui tingkat akurasi proyeksi indikator ekonomi makro dan
sehingga dapat dilakukan penyempurnaan kebijakan fiskal tahun berikutnya. Indikator
ekonomi makro merupakan indikator ekonomi (tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi,
nilai tukar, tingkat suku bunga SPN, harga minyak internasional dan lifting minyak) yang
digunakan sebagai asumsi dasar penyusunan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Sedangkan proyeksi indikator ekonomi makro
yang diukur meliputi proyeksi pertumbuhan ekonomi, proyeksi inflasi, proyeksi nilai
tukar rupiah, dan proyeksi suku bunga SPN 3 bulan. Indikator ekonomi makro yang diukur
sebagai IKU mencakup indikator yang lingkup kebijakannya dalam kendali
Kementerian Keuangan.

100
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

A. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2015 diperkirakan mencapai 4,8 persen (yoy),
namun realisasinya lebih tinggi yakni mencapai 5,04 persen (yoy). Realisasi yang lebih
tinggi ini didorong oleh tingginya belanja pemerintah pada akhir tahun 2015 terutama
pada komponen belanja barang dan belanja modal termasuk penyerapan belanja
pembangunan infrastruktur sehingga memberikan dorongan yang relatif besar
terhadap kinerja konsumsi pemerintah dan PMTB.

Sementara itu, konsumsi rumah tangga tumbuh cukup stabil meskipun aktivitas
ekonomi relatif lemah. Pada kuartal I 2016, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,9
persen (yoy) atau lebih rendah dibandingkan proyeksi sebesar 5,1 persen (yoy).
Dalam hal ini, dampak pelemahan ekonomi global dan penurunan permintaan dunia
memberikan tekanan yang cukup besar pada ekspor impor sehingga menyebabkan
kedua komponen ini tumbuh negatif. Sementara itu, konsumsi rumah tangga, sebagai
komponen terbesar pembentuk PDB, tumbuh moderat akibat lemahnya aktivitas
ekonomi. Meskipun begitu, pertumbuhan kuartal I 2016 lebih tinggi dibandingkan
kuartal yang sama tahun sebelumnya.

Pada kuartal II 2016, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen (yoy), lebih tinggi

Laporan Kinerja Tahun 2016


dibandingkan perkiraan yang sebesar 5,0 persen (yoy). Konsumsi rumah tangga
dapat tumbuh cukup baik dengan adanya bulan puasa dan libur panjang sehingga
dapat mengurangi dampak negatif akibat pelemahan ekonomi global yang menekan
kinerja ekspor dan impor. Tingkat inflasi yang stabil pada hari besar juga memberikan
dorongan positif bagi pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Selain itu, realisasi
belanja pemerintah yang tinggi mendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah
hingga tumbuh diatas 6 persen.

Pada kuartal III 2016, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,1 persen (yoy),
lebih tinggi 0,1% dibandingkan realisasi yang sebesar 5,0 persen (yoy). Realisasi yang
lebih rendah disebabkan oleh kontraksi yang cukup dalam pada komponen ekspor-
impor akibat belum adanya peningkatan harga komoditas yang signifikan serta
permintaan domestik yang masih relatif lemah. Selain itu, konsumsi pemerintah
tumbuh negatif karena adanya base effect 2015 yang cukup tinggi.

Secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2016 sebesar 4,94 persen
(yoy) atau -1,77 persen (qoq). Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ini didorong oleh
pertumbuhan konsumsi RT yang tumbuh 5,0 persen. Hal ini didukung oleh inflasi
yang cukup terjaga khususnya harga pangan pada saat perayaan Natal dan Tahun
Baru serta tingginya kegiatan sosial sepanjang tahun dan kampanye pemilukada
pada periode ini. Dari sisi investasi, PMTB mampu tumbuh 4,8 persen ditopang oleh
peningkatan komponen kendaraan yang terus tumbuh terutama pada kuartal IV 2016.
Komponen peralatan baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor juga turut
mendukung kinerja pertumbuhan PMTB. Namun, pertumbuhan PMTB sedikit tertahan
oleh pelemahan pertumbuhan komponen bangunan seiring dengan pelemahan
pertumbuhan sektor konstruksi dan realisasi belanja modal Pemerintah Pusat.

Pengeluaran pemerintah tumbuh negatif -4,0 persen pada kuartal IV 2016 terkait
dengan penyesuaian anggaran Pemerintah pusat. Pada saat yang bersamaan, realisasi
belanja pemerintah pada kuartal IV tahun 2015 cukup besar terkait penundaan
kegiatan karena perubahan nomenklatur pada beberapa Kementerian/ Lembaga

101
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

sehingga basis perhitungan menjadi sangat tinggi. Di sisi lain, pertumbuhan ekspor
dan impor mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada kuartal IV 2016 seiring
dengan kenaikan harga komoditas internasional dan perbaikan ekonomi beberapa
negara mitra dagang.

Dari sisi produksi, seluruh sektor mengalami pertumbuhan positif pada kuartal IV
2016. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor informasi dan komunikasi sebesar
9,6 persen, disusul oleh sektor transportasi dan pergudangan yang tumbuh sebesar
7,9 persen. Pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi dipicu oleh adanya
perluasan infrastruktur fiber optic dan BTS serta kampanye persiapan Pilkada yang
mendorong peningkatan pendapatan iklan dan media. Sementara itu, pertumbuhan
sektor transportasi dan pergudangan didorong oleh tingginya pertumbuhan
angkutan udara akibat penambahan rute baru dan jumlah frekuensi penerbangan.
Aktivitas bongkar muat kargo diakhir tahun juga mendorong pertumbuhan sektor ini.

Lebih lanjut, sektor pertanian dan pertambangan tumbuh relatif tinggi pada kuartal
IV 2016. Masa panen yang bergeser akibat El-Nino serta adanya kenaikan harga karet
dan kelapa sawit mendorong kinerja sektor pertanian hingga tumbuh 5,3 persen.
Sementara itu, sektor pertambangan tumbuh 1,6 persen didorong oleh kenaikan
produksi tembaga dan emas PT Freeport dan kenaikan harga batubara.
Sebagai sektor yang berkontribusi paling besar terhadap PDB,
Laporan Kinerja Tahun 2016

sektor industri pengolahan tumbuh 3,4 persen pada kuartal IV 2016. Pertumbuhan
sektor ini utamanya ditopang oleh subsektor industri makanan dan minuman serta
industri kimia dan farmasi. Namun kinerja sektor industri sedikit melemah di triwulan
IV 2016 akibat kontraksi industri pengilangan batubara dan migas serta beberapa
industri non migas. Pelemahan ini seiring dengan penurunan pertumbuhan indeks
produksi baik indeks industri besar dan sedang (IBS) maupun industri mikro dan
kecil (IMK).

B. Inflasi

Realisasi inflasi pada akhir triwulan I berada pada level 4,45% (yoy), lebih rendah dari
proyeksi yang sebesar 4,90% (yoy). Kondisi tersebut disebabkan oleh realisasi inflasi
yang berbeda dari pola historisnya. Pada bulan Januari inflasi cukup rendah, sementara
pada bulan Februari terjadi deflasi. Hal tersebut lebih didorong oleh dampak beberapa
kebijakan pemerintah antara lain, koreksi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi,
tarif listrik, serta harga elpiji seiring dengan masih lemahnya harga minyak dunia. Hal
ini juga mendorong koreksi terhadap angka inflasi pada triwulan awal tahun 2016.

Laju inflasi triwulan II 2016 diproyeksikan mencapai 3,79% (yoy), lebih tinggi dari
realisasinya yang mencapai sebesar 3,45% (yoy). Seperti halnya pada triwulan I,
perbedaan tersebut terutama dipicu oleh penurunan harga-harga komoditas yang
dipengaruhi oleh kondisi global, yaitu penurunan harga minyak mentah dunia disertai
dengan kebijakan Pemerintah dalam hal reformasi kebijakan energi. Beberapa
komoditas yang terdampak penurunan harga antara lain, BBM, tarif listrik, Bahan Bakar
Rumah Tangga, dan tarif angkutan.

Pada triwulan III 2016, rata-rata laju inflasi diprediksi mencapai 3,74%, namun
realisasinya hanya mencapai 3,07%. Penyimpangan prediksi tersebut terutama
bersumber dari adanya penundaan kebijakan migrasi pelanggan listrik golongan
900VA ke 1300VA dalam rangka penyesuaian besaran subsidi listrik sehingga realisasi

102
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

laju inflasi komponen administered price lebih rendah. Di samping itu, berbagai langkah
kebijakan persiapan pengendalian inflasi menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional
(HBKN) yaitu Ramadan dan Idul Fitri telah berdampak positif. Hal ini terlihat dari
sumbangan inflasi yang dipicu oleh peningkatan permintaan masyarakat menjadi lebih
rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Realisasi inflasi di triwulan IV 2016 mencapai 3,02% (yoy), lebih rendah dibanding
proyeksi yang sebesar 3,29% (yoy). Deviasi ini dipengaruhi oleh tekanan inflasi akibat
HBKN (Natal) dan faktor musiman, seperti liburan akhir tahun dan akhir tahun ajaran
sekolah yang relatif lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dalam
kaitan ini, perkiraan permintaan yang masih moderat menjadi faktor relatif rendahnya
tekanan inflasi. Hal ini diindikasikan juga oleh pergerakan beberapa indikator konsumsi
dalam negeri seperti penurunan uang beredar dan kredit konsumsi. Selain itu,
langkah pemerintah dalam pengendalian inflasi sebagai antisipasi pada masa HBKN
mendorong inflasi bahan makanan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan pola
historisnya. Meskipun begitu, risiko La Nina tetap mempengaruhi produktivitas
hortikultura yang mendorong peningkatan inflasi komponen volatile food pada
triwulan ini.

C. Nilai Tukar

Laporan Kinerja Tahun 2016


Realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah pada triwulan I tahun 2016 adalah Rp.13.527
per dolar AS, lebih kuat dari nilai proyeksi yaitu sebesar Rp.13.903 per dolar AS.
Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh isu global dan domestik. Kondisi ekonomi
global masih diliputi ketidakpastian perekonomian global akibat kenaikan suku bunga
acuan di AS, pelemahan ekonomi Tiongkok dan quantitative easing yang masih
berlangsung di Jepang, Eropa dan Tiongkok. Tekanan depresiasi rupiah akibat rencana
kenaikan suku bunga AS yang dikhawatirkan tidak terjadi seiring penundaan rencana
tersebut seiring masih lemahnya perekonomian AS. Pada saat yang sama, negara
negara Eropa dan Jepang tetap menempuh kebijakan quantitative easing walaupun
suku bunga riil di negara-negara tersebut telah mencapai nilai negatif. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya aliran modal ke negara-negara berkembang termasuk
Indonesia. Sementara itu, dari sisi domestik peningkatan kualitas infrastruktur tidak
hanya menyebabkan sentimen positif pelaku pasar tetapi juga berkontribusi positif
terhadap perbaikan kinerja transaksi berjalan dan perekonomian secara umum
sehingga membantu penguatan Rupiah.

Pada triwulan II 2016, realisasi nilai tukar Rupiah (Rp.13.318) lebih lemah dari nilai
proyeksi (Rp.13.174), atau menyimpang sebesar 1%. Penyimpangan tersebut
terutama disebabkan oleh pelemahan rupiah dipertengahan kuartal ke II 2016 yang
lebih dalam dari perkiraan. Menurunnya surplus perdagangan pada bulan Mei dan juga
kekhawatiran lonjakan inflasi menjelang bulan puasa menyebabkan tekanan tambahan
pada nilai tukar rupiah.

Memasuki kuartal III tahun 2016, nilai tukar rupiah kembali menguat dan mencapai rata
rata Rp13.135 per dolar AS, lebih kuat dari proyeksinya sebesar Rp 13.500 per dolar
AS. Hasil referendum keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) beserta masih belum
jelasnya keputusan kenaikan suku bunga acuan di AS, membuat sentimen positif bagi
nilai tukar rupiah. Di sisi domestik, adanya potensi capital inflow dampak kebijakan
pengampunan pajak dan positifnya kinerja perekonomian turut membantu
penguatan Rupiah.

103
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Pada triwulan IV 2016, realisasi nilai tukar tidak berbeda jauh dari proyeksinya.
Dengan realisasi sebesar Rp.13.247 per dolar AS dibanding dengan proyeksinya
sebesar Rp.13.200 per dolar AS, maka penyimpangan proyeksi rata-rata nilai
tukar rupiah hanya sebesar 0,4%. Pergerakan nilai tukar Rupiah ini didorong oleh
kinerja perekonomian Indonesia yang relatif baik, keberhasilan program kebijakan
pengampunan pajak, akselerasi pembangunan proyek-proyek infrastruktur,
terjaganya tingkat inflasi dan defisit transaksi berjalan, serta perbaikan surplusnya
transaksi modal dan neraca pembayaran. Di sisi lain, pengaruh faktor eksternal lebih
banyak diwarnai oleh sentimen negatif seperti lambatnya pemulihan ekonomi di
negara maju, rebalancing ekonomi Tiongkok, ketidakpastian permasalahan geopolitik,
tingginya volatilitas pasar keuangan dan masih rendahnya harga komoditas, dan
ketidakjelasan kebijakan ekonomi pemerintah AS yang baru, termasuk dampak
kenaikan suku bunga acuan FFR pada tanggal 14 Desember 2016.

D. Rata-rata suku bunga SPN 3 Bulan

Realisasi suku bunga SPN 3 bulan pada triwulan pertama tahun 2016 mencapai 5,9%,
lebih rendah daripada yang diperkirakan yang sebesar 6,2%. Hal ini terjadi karena
banyaknya aliran dana masuk ke Indonesia sebagai akibat dari quantitative easing
yang masih berlangsung di Jepang, Eropa dan ditundanya kenaikan suku bunga the
Fed, serta kinerja perekonomian nasional yang relatif lebih baik dibandingkan negara
lainnya di kawasan regional.
Laporan Kinerja Tahun 2016

Memasuki triwulan II 2016, rata-rata suku bunga SPN 3 bulan triwulan II 2016 menurun
dan mencapai 5,55%, lebih rendah dari proyeksinya sebesar 6,2%. Faktor eksternal
yang terjadi selama triwulan pertama masih menjadi dasar sentimen positif pada
kondisi pasar domestik. Dari sisi dalam negeri, relatif terjaganya dan stabilitas nilai
tukar Rupiah turut mempengaruhi penurunan tingkat suku bunga ini.

Realisasi suku bunga SPN 3 bulan pada triwulan III 2016 relatif stabil dibanding kuartal
sebelumnya yaitu mencapai 5,4%. Namun demikian, tingkat suku bunga tersebut
sedikit lebih tinggi dari proyeksinya sebesar 5,3%. Di dua bulan awal kuartal tersebut,
suku bunga SPN 3 bulan masih menunjukkan tren menurun, seiring banyaknya capital
inflow ke Indonesia. Namun adanya isu kenaikan suku bunga the Fed pada bulan
September, menyebabkan terjadinya tekanan pada suku bunga SPN 3 bulan.

Sementara itu, realisasi suku bunga SPN 3 bulan pada triwulan IV 2016 sebesar
5,76%, lebih tinggi daripada yang diproyeksikan sebesar 5,3%. Pergerakan nilai suku
bunga ini terjadi karena adanya dampak dari hasil pemilu AS dan isu kenaikan suku
bunga the Fed sejak bulan September yang kemudian terealisasi pada awal Desember
2016. Sementara itu capital inflow dari kebijakan pengampunan pajak periode 2 tidak
sebesar periode 1.

Dengan demikian, realisasi IKU tingkat akurasi proyeksi asumsi makro di tahun 2016
ialah 114,62% atau melebihi target yang ditetapkan sebesar 100%. Realisasi IKU ini
juga lebih tinggi 1,1% dari tahun 2015 yang hanya sebesar 113,52%. Hal ini berarti
proyeksi yang dilakukan masih cukup baik dan mengalami peningkatan keakurasian
dibandingkan tahun sebelumnya.

104
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tabel 3.25 Capaian IKU Tingkat Akurasi Proyeksi Asumsi Makro

K-Wide Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas


4a - Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro
T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-16 Pol/ KP
Target 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% Max/ Ave
Realisasi 113.68% 113.67% 113.68% 114.15% 113.83% 117% 114.62%
Capaian 113.68 113.67 113.68 114.15 113.83 117 114.52

Ketersediaan model proyeksi dan sumber informasi yang memadai akan mampu
mendukung pencapaian target IKU ini. Di sisi lain, masih terdapat beberapa tantangan
terhadap akurasi proyeksi. Beberapa tantangan tersebut antara lain bahwa, masih
terdapat variabel-variabel yang mengalami perubahan dari hari ke hari dan memiliki
volatilitas yang tinggi. Di samping itu, terdapat faktor-faktor yang berada di luar kontrol
Kementerian Keuangan dan akan mempengaruhi besaran variabel asumsi ekonomi makro,
baik faktor luar negeri, faktor dalam negeri, serta ekspektasi pasar.

Data-data untuk melakukan proyeksi sebagian besar merupakan data-data bulanan atau
harian yang trendnya sangat dipengaruhi berbagai dinamika dan perubahan arah kebijakan
baik di dalam negeri maupun perekonomian global. Sementara itu proyeksi dilakukan 1
triwulan ke depan, sehingga mungkin belum memasukan berbagai perubahan variabel

Laporan Kinerja Tahun 2016


yang terjadi di kemudian hari. Kondisi tersebut akan mempengaruhi keakurasian angka
proyeksi asumsi ekonomi makro terhadap realisasinya.

Keakurasian proyeksi asumsi makro menjadi salah satu indikator untuk ketepatan dalam
pemilihan respon kebijakan yang diambil Kementerian Keuangan. Dengan menyadari
hal itu, Kementerian Keuangan mengambil beberapa langkah untuk menjaga dan
meningkatakan keakurasian proyeksi asumsi makro, antara lain:
1. Pengembangan dan perbaikan model untuk keakurasian proyeksi (updating model dan
koefisien-koefisien dari model yang digunakan)
2. Updating data-data indikator ekonomi ekonomi
3. Pertukaran data dengan Bank Indonesia, dan BPS
4. Diskusi dan sharing knowledge dengan beberapa lembaga lain, seperti BI, World
Bank, dan pelaku pasar untuk menambah informasi yang tidak tertangkap dalam
model dan perhitungan dasar

Kemudian, untuk menjamin keakurasian proyeksi asumsi makro sesuai dengan target
RPJMN yang telah ditetapkan, Kementerian Keuangan terus melakukan perbaikan
perangkat analisa dan data serta diskusi dengan instansi terkait untuk lebih menjamin
strategi pencapaian yang ditetapkan serta lebih mendorong penyesuaian sasaran ke
tingkat yang lebih realistis dan sesuai dengan perkembangan yang telah terjadi.

105
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

4b. Deviasi proyeksi APBN

IKU ini bertujuan untuk mengetahui tingkat akurasi proyeksi APBN sehingga dapat
dilakukan penyempurnaan kebijakan fiskal tahun berikutnya. Proyeksi APBN meliputi
proyeksi terhadap penerimaan perpajakan dan belanja K/L. Penerimaan perpajakan
meliputi penerimaan pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional dalam
APBN. Sedangkan belanja K/L adalah alokasi anggaran APBN kepada Kementerian/
Lembaga. Berikut selengkapnya penjelasan dari realisasi deviasi proyeksi APBN yang
terdiri atas deviasi proyeksi penerimaan perpajakan (non migas) dan belanja K/L.

Tabel 3.26 Deviasi Proyeksi Penerimaan Perpajakan (non-migas)

Proyeksi Realisasi
Periode Deviasi
(miliar Rp) (miliar Rp)
Q1 203.615,2 198.071,0 2,7%
Q2 301.122,4 307.616,1 2,2%
Q3 366.329,4 365.776,8 0,2%
Q4 379.106,9 376.246,1 0,8%
Laporan Kinerja Tahun 2016

Penerimaan perpajakan nonmigas pada triwulan I tahun 2016 diproyeksikan sebesar


Rp203,62 triliun dengan realisasi mencapai Rp198,07 triliun sehingga deviasi proyeksi
penerimaan perpajakan pada triwulan I tahun 2016 sebesar 2,7%. Realisasi penerimaan
perpajakan sampai dengan Maret 2016 lebih rendah dibandingkan periode yang sama
tahun 2015, terutama:

1. Belum pulihnya aktivitas ekspor impor pada triwulan I 2016 yang mengakibatkan
perlambatan pada PPh nonmigas dan penurunan PPN
2. Meningkatnya beban restitusi triwulan I 2016
3. Penurunan penerimaan cukai pada bulan Januari-Februari 2016 sebagai bentuk
penyesuaian pemberlakuan PMK 20 Tahun 2015, namun hal ini sudah diperkirakan
sebelumnya sehingga tidak akan akan memberikan tekanan pada pencapaian target
cukai sampai dengan akhir tahun.

Penerimaan perpajakan nonmigas pada triwulan II tahun 2016 diproyeksikan sebesar


Rp310,12 triliun dengan realisasi mencapai Rp307,62 triliun sehingga deviasi proyeksi
penerimaan perpajakan pada triwulan II tahun 2016 sebesar 2,2%. Penerimaan
perpajakan s.d. 30 Juni 2016 secara nominal dan capaian thd APBN-P masih lebih rendah
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2015, antara lain dipengaruhi:

106
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

1. Belum pulihnya aktivitas ekspor impor pada triwulan II 2016 yang mengakibatkan
perlambatan pada PPh nonmigas dan penurunan PPN
2. Meningkatnya beban restitusi triwulan II 2016
3. Penerimaan cukai relatif rendah karena belum meningkatnya pembelian pita cukai
triwulan II 2016 dan perubahan pola pembayaran pita cukai

Penerimaan perpajakan nonmigas pada triwulan III tahun 2016 diproyeksikan sebesar
Rp366,33 triliun dengan realisasi mencapai Rp365,78 triliun sehingga deviasi proyeksi
penerimaan perpajakan pada triwulan III tahun 2016 sebesar 0,2%. Penerimaan
perpajakan sampai dengan September 2016 secara nominal dan pencapaian terhadap
target lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015, antara lain dipengaruhi:
1. Realisasi penerimaan tax amnesty periode Juli s.d September 2016
2. PPN dan PPh non tax amnesty masih lebih rendah dibandingkan dengan periode yang
sama tahun 2015 karena belum pulihnya aktivitas ekspor impor triwulan III 2016

Penerimaan perpajakan nonmigas pada triwulan IV tahun 2016 diproyeksikan sebesar


Rp379,11 triliun dengan realisasi mencapai Rp376,25 triliun sehingga deviasi proyeksi
penerimaan perpajakan pada triwulan III tahun 2016 sebesar 0,8%. Realisasi penerimaan
perpajakan s.d. 31 Desember 2016 secara nominal lebih besar dari periode yang sama
tahun lalu terutama didorong oleh pertumbuhan PPh non-migas sekitar 14 persen
dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan penerimaan perpajakan tersebut tidak

Laporan Kinerja Tahun 2016


terlepas dari kebijakan-kebijakan yang dilakukan pada tahun 2016, khususnya program tax
amnesty. Penerimaan uang tebusan dari tax amnesty mencapai Rp107,0 triliun.
Data realisasi deviasi proyeksi Belanja K/L sepanjang tahun 2016 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.27 Deviasi Proyeksi Belanja K/L

Proyeksi Realisasi
Periode Deviasi
(miliar Rp) (miliar Rp)
Q1 82.673,3 82.726,8 0,1%
Q2 171.570,1 180.088,7 5,0%
Q3 165.458,5 165.808,5 0,2%
Q4 260.530,0 248.976,0 4,4%

Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan masih melemahnya harga


komoditas, Pemerintah terus mendorong agar kebijakan belanja ekspansif terutama
yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga (K/L) dapat lebih optimal dalam menstimulasi
perekonomian. Namun demikian, Pemerintah juga perlu tetap menjaga defisit dalam
batas aman. Oleh karena itu Pemerintah terus melakukan berbagai terobosan dan upaya
perbaikan agar kebijakan belanja menjadi lebih efesien dan efektif.

Terobosan kebijakan yang dilakukan Pemerintah telah berkontribusi positif dalam


mengakselerasi dan memperbaiki pola penyerapan belanja K/L. Adapun terobosan
kebijakan tersebut antara lain berupa percepatan pelaksanaan kegiatan melalui proses
pelelangan yang dilakukan sebelum tahun anggaran 2016 dimulai. Dapat dimulainya
pelaksanaan anggaran sejak awal tahun 2016 telah berhasil meningkatkan penyerapan
bulanan di tahun 2016 yang lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dengan

107
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

adanya percepatan dan sekaligus perbaikan pola penyerapan tersebut maka diharapkan
dapat meningkatkan daya dorong terhadap pertumbuhan ekonomi.

Di tengah tekanan ekonomi global yang dihadapi pada tahun 2016, Pemerintah terus
mendorong efisiensi dan efektifitas belanja agar mempunyai daya dorong yang optimal
dalam menstimulasi perekonomian. Hal ini dilakukan dengan diterbikannya Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Langkah-Langkah Penghematan Belanja
Kementerian/Lembaga Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara Perubahan Tahun Anggaran 2016. Dengan diterbitkannya Inpres tersebut, maka
K/L diminta untuk melakukan efisiensi belanja terutama pada anggaran belanja barang
(antara lain honorarium, perjalanan, dinas, paket meeting, langganan daya dan jasa, biaya
iklan, pengadaan kantor, dan sebagainya) serta pada anggaran dari kegiatan yang belum
dikontrakkan atau tidak akan dilaksanakan hingga akhir tahun.

Kebijakan efisiensi terutama pada belanja barang tersebut dilakukan untuk menjaga
kredibiltas APBN ditengah dinamika perekonomian global. Untuk itu, kegiatan-kegiatan
yang sifatnya tidak mendesak untuk dilakukan di tahun 2016 diminta untuk dapat
dilanjutkan (carry over) ke tahun anggaran berikutnya. Di sisi lain, Pemerintah tetap
mengupayakan peningkatan kinerja penyerapan belanja modal di tahun 2016 agar dapat
menggerakkan sektor riil, memperluas kesempatan kerja serta meningkatkan derajat
kesejahteraan masyarakat. Pemerintah juga tetap konsisten mendorong belanja yang
Laporan Kinerja Tahun 2016

produktif dan prioritas antara lain melalui anggaran infrastruktur, anggaran kesehatan 5
persen, anggaran pendidikan 20 persen, dan anggaran perlindungan sosial.
Tabel 3.28 Capaian IKU Deviasi Proyeksi APBN tahun 2016

Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas


K-Wide
4b - Deviasi Proyeksi APBN

T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-16 Pol/KP

Target 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% Min/
Realisasi 1,4% 3,6% 2,5% 0,2% 1,7% 2,6% 1,95% Ave

Capaian 172 128 150 196 165.4 148 161

Rata-rata realisasi IKU deviasi proyeksi APBN triwulanan selama tahun 2016 adalah
1,95%. Capaian tersebut menunjukkan bahwa deviasi proyeksi APBN masih terkendali
di bawah target yang ditetapkan sebesar 5%. Hal ini berarti proyeksi yang dilakukan
Kementerian Keuangan masih cukup baik dan akurat. Realisasi IKU ini pada tahun 2016
juga meningkat jika dibandingkan tahun 2015 yang deviasinya mencapai 3,2%.
Proyeksi yang dilakukan Kementerian Keuangan tentu didukung dengan adanya
model proyeksi yang cukup akurat serta ketersediaan data-data yang terkait dengan
penerimaan dan belanja K/L. Untuk mengatasi permasalahan/hambatan yang dihadapi,
Kementerian Keuangan melakukan hal-hal sebagaimana berikut:
1. Updating data realisasi penerimaan pajak non migas
2. Updating data realisasi belanja K/L
3. Melakukan pengembangan model proyeksi

108
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Pada tahun-tahun selanjutnya, harus terus dilakukan updating data secara periodik serta
pertukaran data antar unit di Kementerian Keuangan (BKF, DJP, DJBC, DJA, DJPb, DJPPR)
sehingga proyeksi yang dilakukan semakin akurat.

Sasaran Strategis 5: Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal

Neraca Pemerintah Pusat menginformasikan aset, kewajiban, dan ekuitas pemerintah.


Kementerian Keuangan berfungsi mengelola komponen dalam neraca tersebut secara
optimal yang meliputi pengelolaan penerimaan negara, pengeluaran negara, kekeayaan
negara dan pembiayaan negara.
Untuk mencapai sasaran tersebut, Kementerian Keuangan mengidentifikasi 3 (tiga) IKU
sebagaimana dijabarkan pada tabel 3.27 25 berikut.

Tabel 3.29 Capaian IKU pada SS Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal

SS 5: Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal


Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja
5a Indeks opini BPK atas LKPP 4 (WTP) 3 (WTP) 75,00
5b Indeks opini BPK atas LK BUN 4 (WTP) 3 (WTP) 75,00
5c Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat 5% 3,84% 120,00

Laporan Kinerja Tahun 2016


5a. Indeks opini BPK atas LKPP

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) bertujuan menyediakan informasi


mengenai sumber, alokasi dan penggunaan daya keuangan negara serta posisi keuangan
pemerintah. Dengan mengetahui Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKPP,
dapat diketahui tingkat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara
sehingga dapat dijadikan pedoman bagi para pengguna untuk kepentingan ekonomi,
sosial, maupun politik. Indikator Kinerja Utama (IKU) Indeks Opini BPK atas LKPP
bertujuan menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban
keuangan negara.

Pada tahun 2016, IKU tersebut mengukur kualitas LKPP Audited Tahun 2015. Indeks
pengukuran IKU menggunakan skala 1 sampai dengan 4 yang mewakili jenis opini BPK
sebagai berikut:

1. Indeks 1,00 = Tidak Wajar (TW/Adverse)


2. Indeks 2,00 = Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer)
3. Indeks 3,00 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 4 permasalahan (temuan)
atau lebih
4. Indeks 3,25 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 3 permasalahan (temuan)
5. Indeks 3,50 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 2 permasalahan (temuan)
6. Indeks 3,75 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 1 permasalahan (temuan)
7. Indeks 3,90 = Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP DPP)
8. Indeks 4,00 = Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)

Target IKU tahun 2016 sama dengan tahun 2015 yaitu indeks 4 yang mencerminkan Opini
BPK Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Polarisasi data ditetapkan menggunakan maximize,
dimana semakin sedikit temuan maka indeksnya semakin tinggi sehingga diharapkan
laporan keuangan yang dibuat semakin akuntabel dan transparan.

109
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Capaian tahun 2016 atas IKU Indeks Opini BPK atas LKPP adalah sebagai berikut:

Tabel 3.30 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LKPP tahun 2016

T/R Q1 Q2 Sm.1 Q3 Sd. Q3 Q4 Y-16 Pol /KP

Target - 4 (WTP) 4 (WTP) - 4 (WTP) - 4 (WTP)

Realisasi - 3 (WDP) 3 (WDP) - 3 (WDP) - 3 (WDP) Max/ TLK

Capaian - 75 75 - 75 - 75

Realisasi tahun 2016 adalah sebesar 3,00 yang mencerminkan opini wajar dengan 4
(empat) permasalahan (temuan) atau lebih. Dalam hal ini, terdapat 6 (enam) pengecualian
atas opini WDP BPK terhadap LKPP Audited tahun 2015, yaitu:

1. Ketidakpastian nilai Penyertaan Modal Negara pada PT PLN (Persero) akibat tidak
diterapkannya Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan Nomor 8 (ISAK 8) pada LK PT
PLN (Persero) Tahun 2015;
Laporan Kinerja Tahun 2016

2. Penetapan harga jual eceran minyak solar bersubsidi yang lebih tinggi dari harga dasar
termasuk pajak dikurangi subsidi tetap;
3. Piutang Bukan Pajak pada Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak didukung dokumen sumber yang
memadai serta tidak sesuai hasil konfirmasi kepada wajib bayar;
4. Persediaan pada Kementerian Pertahanan belum sepenuhnya didukung
penatausahaan, pencatatan, konsolidasi, dan rekonsiliasi BMN, serta Persediaan yang
Diserahkan ke Masyarakat pada Kementerian Pertanian belum dapat dijelaskan status
penyerahannya;
5. Pencatatan dan penyajian catatan dan fisik Saldo Anggaran Lebih (SAL) tidak
akurat sehingga kewajaran transaksi dan/atau saldo terkait SAL tidak dapat diyakini
kewajarannya;
6. Koreksi langsung yang mengurangi ekuitas dan transaksi antar entitas yang tidak
dapat dijelaskan dan tidak didukung dokumen sumber yang memadai.

Apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2015, terdapat penambahan pengecualian,


dimana LKPP tahun 2014 mendapatkan 4 (empat) pengecualian. Namun demikian,
capaian tahun 2016 dan 2015 menunjukkan nilai indeks yang sama yaitu 3,00.
Berdasarkan opini BPK tahun 2015, dapat dilihat bahwa LKPP telah mendapatkan opini
WDP selama 7 (tujuh) tahun berturut-turut sejak pertama kali diperoleh pada tahun 2009.
Sedangkan LKPP Tahun 2004 sampai dengan 2008 mendapatkan opini Tidak Memberikan
Pendapat (disclaimer). Perkembangan jumlah pengecualian dalam opini WDP atas LKPP
tahun 2009 sampai dengan LKPP tahun 2015 dapat ditunjukkan sebagai berikut:

110
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

7
6 6
6

5
4 4 4
4
3
3 2 Pengecualian /
Permasalahan

2019 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Grafik 3.5 Perkembangan jumlah pengecualian dalam opini WDP atas LKPP tahun 2009 s.d 2015

Walaupun LKPP tahun 2015 terdapat penambahan pengecualian, namun mengingat tahun
2015 merupakan tahun pertama implementasi akuntansi berbasis akrual, maka kualitas
LKPP dapat dikatakan mengalami peningkatan. LKPP merupakan konsolidasi dari Laporan
Keuangan Kementerian/Lembaga (LK K/L) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum
Negara (LK BUN), maka BPK juga melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan tersebut.
Selanjutnya, hasil pemeriksaan akan digunakan sebagai dasar penyusunan Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) atas LKPP Tahun 2015.

Dari hasil Hasil Pemeriksaan atas 85 LK K/L (termasuk BPK yang diperiksa oleh

Laporan Kinerja Tahun 2016


Kantor Akuntan Publik) dan LK BUN, menunjukkan bahwa terdapat 56 LK K/L yang
mendapatkan WTP, 26 LK K/L dan LK BUN mendapatkan opini WDP, serta 4 (empat)
LK K/L mendapatkan opini TMP yaitu: Kementerian Sosial; Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia; Kementerian Pemuda dan Olahraga; dan Lembaga Penyiaran Publik Televisi
Republik Indonesia. Jumlah LK K/L yang mendapat opini Tidak Memberikan Pendapat
(TMP) mengalami menurun dari 7 K/L pada LK 2014 menjadi 4 K/L pada LK 2015, hal ini
menunjukkan kesiapan K/L dalam implementasi akuntansi berbasis akrual.

Perkembangan opini atas LK K/L dan BUN dari tahun 2009 sampai dengan 2015
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.31 Perkembangan opini atas LK K/L dan BUN Tahun 2009-2015

Opini 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015


45 53 67 69 65 62 56
Wajar Tanpa (K/L:42; (K/L:50; (K/L:61; (K/L: 62 ; (K/L: 65) (K/L: 62) (K/L: 56)
Pengecualian (WTP) BUN:3) BUN:3) BUN:6) BUN: 7)

26 29 18 22 19 18 26
Wajar Dengan (K/L:24; (K/L:24 ; (K/L:16 ; (K/L: 21 ; (K/L: 18 ; (K/L: 17 ; (K/L:25;
Pengecualian (WDP) BUN:2) BUN:5) BUN:2 ) BUN: 1 ) BUN: 1) BUN: 1) BUN: 1)

8 2 2 3 3 7 4
Tidak Memberikan (K/L:7; (K/L: 2) (K/L: 2) (K/L: 3) (K/L: 3) (K/L: 7) (K/L: 4)
Pendapat (TMP) BUN:1)

Tidak Wajar (TW) 0 0 0 0 0 0 0

111
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tindakan yang telah dilaksanakan dalam rangka penyusunan dan peningkatan kualitas
Laporan Keuangan antara lain:

1. Menyusun Peraturan Menteri Keuangan dalam rangka Penyusunan Laporan Keuangan


Pemerintah Pusat.
2. Pembinaan terhadap penyusun LK K/L dan LK BUN terkait dengan penerapan sistem
akuntansi berbasis akrual.
3. Pendampingan penyusunan LK K/L agar dapat diidentifikasi permasalahan secara
lebih dini.
4. Reviu LKPP oleh Inspektorat Jenderal Kemenkeu.
5. Pembahasan temuan pemeriksaan BPK atas LK K/L dan LK BUN tahun 2015 antara
Kementerian Keuangan, Kementerian Negara/Lembaga dan BPK.
6. Melakukan Pembahasan TP di tingkat High Level Meeting untuk membahas TP yang
tidak bisa diselesaikan dalam pembahasan Temuan Pemeriksaan.
7. Forum Group Discussion oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN terkait
penyusunan kajian terkait penerapan kebijakan akuntansi ISAK 8 pada LK PT PLN
(Persero).
8. Penyusunan kajian kebijakan pengendalian internal terkait penyusunan LK K/L dan LK
BUN.
9. Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2016.
10. Menyampaikan action plan penyelesaian TP kepada BPK.
Laporan Kinerja Tahun 2016

11. Menyampaikan surat permintaan untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK dalam


LHP atas LKPP Tahun 2015 dan permintaan Laporan Progres Tindak Lanjut Terhadap
Rekomendasi BPK dalam LHP atas LKPP Tahun 2015 kepada unit terkait yang
bertanggung jawab.

Tantangan yang dihadapi dalam pencapaian IKU antara lain:

1. Perubahan basis akuntansi dari Kas Menuju Akrual (Cash Toward Accrual) menjadi
Akrual berdampak pada sistematika penyusunan laporan keuangan pemerintahan,
baik dari sisi kebijakan, peraturan, dan aplikasi penunjang.
2. Kementerian Keuangan belum memiliki kebijakan, pedoman, dan prosedur terkait
dengan mekanisme Control Self Assessment (CSA) dalam rangka pelaporan keuangan
berbasis akrual. Hal tersebut mengakibatkan pemerintah tidak memiliki dokumentasi
yang memadai atas risiko dan efektivitas pengendalian internal dalam penyusunan LK
BUN dan LKPP.
3. Aplikasi SPAN masih dalam proses penyempurnaan, sehingga konsolidasi LK BUN dan
LKPP belum dapat dilakukan dengan menggunakan SPAN.
4. Keterbatasan pemahaman penyusun LK K/L dan LK BUN terkait akuntansi berbasis
akrual pada Kementerian/Lembaga.

Rencana aksi yang akan dilakukan untuk meningkatkan pencapaian IKU tersebut pada
tahun 2017 antara lain:

1. Penyempurnaan aplikasi SPAN.


2. Penyusunan pedoman nasional terkait penerapan pengendalian internal atas
penyusunan LK (Internal Control Over Financial Reporting (ICOFR))
3. Menyelenggarakan pembinaan akuntansi dan pelaporan keuangan kepada
Kementerian Negara/ Lembaga.
4. Menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Tahun 2017.

112
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

5b. Indeks opini BPK atas LK BUN

Indeks opini BPK atas LK BUN mengukur kualitas laporan pengelolaan BUN. IKU ini
bertujuan untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban
pengelolaan BUN. Indeks Opini BPK atas LK BUN merupakan salah satu IKU Kementerian
Keuangan yang diturunkan ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) dan
Inspektorat Jenderal (Itjen).

Pada tahun 2016, IKU tersebut mengukur kualitas LK BUN Audited Tahun 2015. Indeks
pengukuran IKU menggunakan skala 1 sampai dengan 4 yang mewakili jenis opini BPK
sebagai berikut:

1. Indeks 1,00 = Tidak Wajar (TW/Adverse)


2. Indeks 2,00 = Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer)
3. Indeks 3,00 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 4 permasalahan
(temuan) atau lebih
4. Indeks 3,25 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 3 permasalahan
(temuan)
5. Indeks 3,50 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 2 permasalahan
(temuan)
6. Indeks 3,75 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 1 permasalahan

Laporan Kinerja Tahun 2016


(temuan)
7. Indeks 3,90 = Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP DPP)
8. Indeks 4,00 = Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)

Target IKU tersebut untuk tahun 2016 adalah indeks 4 dengan periode pelaporan
tahunan sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak Kinerja Tahun 2016. Target tersebut
sesuai dengan target dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan tahun
2015-2019. Polarisasi data yang digunakan adalah maximize (semakin tinggi realisasi
terhadap target maka semakin baik capaian kinerjanya) dengan jenis konsolidasi periode
menggunakan take last known value (realisasi yang digunakan adalah angka
periode terakhir).

113
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Capaian tahun 2016 atas IKU Indeks Opini BPK atas LK BUN adalah sebagai berikut:
Tabel 3.30 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LK BUN

Tabel 3.32 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LK BUN

T/R Q1 Q2 Sm.1 Q3 Sd. Q3 Q4 Y-16 Pol /KP

Target - 4 (WTP) 4 (WTP) - 4 (WTP) - 4 (WTP)

Realisasi - 3 (WDP) 3 (WDP) - 3 (WDP) - 3 (WDP) Max/


TLK

Capaian - 75 75 - 75 - 75

Sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI, LK BUN Tahun 2015 mendapatkan opini
Wajar Dengan Pengecualian (WDP). BPK memberikan opini WDP atas LK BUN Tahun 2015
dengan 4 (empat) permasalahan sebagai berikut

1. Dari nilai investasi permanen yang disajkan pada LK BUN tahun 2015, di antaranya
sebesar Rp848,38 triliun merupakan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada PT
Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero). PT PLN (Persero) mengubah kebijakan
Laporan Kinerja Tahun 2016

akuntansinya dari sejak tahun 2012-2014 yang menerapkan Interpretasi Standar


Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 menjadi tidak menerapkan ISAK 8, sedangkan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) tetap mewajibkan PT PLN (Persero) untuk menerapkan
ISAK. Dampak penerapan ISAK 8 dan tanpa penerapan ISAK 8 dapat menimbulkan
perbedaan nilai PMN PT PLN (Persero) per 31 Desember 2015 unaudited yang
disajikan sebesar Rp43,44 tiriliun. Sampai dengan 20 Mei 2016, Manajemen PT PLN
(Persero) belum dapat menyajikan laporan keuangan per 31 Desember 2015 audited.
2. Dari nilai belanja dan beban subsidi tahun 2015, di antaranya merupakan belanja dan
beban subsidi Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) Solar yang membebani konsumen
sebesar Rp3,19 triliun karena Pemerintah menerapkan Harga Jual Eceran (HJE)
Minyak Solar Bersubsidi lebih tinggi dari seharusnya, yaitu sebesar harga dasar
termasuk pajak dikurangi subsidi tetap. Dengan skema subsidi tetap, penetapan HJE
Minyak Solar bersubsidi yang lebih tinggi dari yang seharusnya menguntungkan badan
usaha karena subsidi yang lebih tinggi dari yang layak diterima. Pemerintah belum
menetapkan status dana tersebut.
3. Terdapat permasalahan pada transaksi dan/atau saldo yang membentuk Saldo
Anggaran Lebih (SAL) sehingga penyajian catatan dan fisik SAL tersebut tidak akurat.
Selain itu, pemerintah juga belum menyelesaikan penelusuran atas permasalahan SAL
tahun 2014 terkait dengan perbedaan nilai realisasi belanja antara K/L dan BUN dan
ketidakakuratan pencatatan transaksi penerimaan dan pengeluaran Kiriman Uang.
4. Menteri Keuangan selaku BUN belum sepenuhnya memiliki sistem pengendalian
pencatatan yang memadai atas penambahan dan/atau pengurangan nilai ekuitas.

114
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tindakan yang telah dilaksanakan terkait penyusunan dan peningkatan kualitas LK BUN
antara lain:
1. Menyamakan persepsi dalam penyusunan LK BUN tahun 2015 terkait dengan
penerapan sistem akuntansi berbasis akrual.
2. Identifikasi awal permasalahan penyusunan LK BUN melalui pendampingan
penyusunan LK Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (LK UAKPA Satker) dan LK
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (LK UAPPA-W).
3. Reviu LK BUN oleh Inspektorat Jenderal selaku APIP Kementerian Keuangan.
4. Pembahasan temuan pemeriksaan BPK atas LKKL dan LK BUN tahun 2015 antara
Kementerian Keuangan, Kementerian Negara/Lembaga dan BPK.
5. Penyusunan kajian terkait penerapan kebijakan akuntansi ISAK 8 pada LK PT PLN
(Persero).
6. Penyusunan kajian kebijakan pengendalian internal terkait penyusunan LK BUN.
7. Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2016.

Tantangan yang dihadapi dan rencana aksi yang akan dilakukan dalam rangka penyusunan
dan peningkatan kualitas LK BUN sama seperti dalam penyusunan LKPP.

5c. Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat

Deviasi proyeksi perencanaan kas merupakan perbedaan antara perkiraan/proyeksi


dengan realisasi yang merupakan gabungan dari penerimaan dan pengeluaran. Data

Laporan Kinerja Tahun 2016


proyeksi yang dimaksud bukan merupakan data yang terdapat pada target APBN/P, tetapi
merupakan proyeksi riil terhadap pendapatan/belanja/pembiayaan yang dapat dieksekusi.

Data proyeksi yang disusun pada awal tahun oleh Tim Cash Planning Information Network
(CPIN) merupakan proyeksi satu tahun yang dirinci dalam bulanan. Jika terdapat
perbaikan, dapat dilakukan pada rapat CPIN pertama (minggu pertama bulan berjalan)
dan rapat kedua (minggu ketiga bulan berjalan). Proyeksi sesuai hasil perbaikan terakhir
dijadikan acuan perhitungan capaian IKU. Dalam kondisi tertentu (misalnya pada akhir
tahun) tidak dilaksanakan rapat CPIN, data proyeksi menggunakan hasil rapat komite
Asset Liability Management (ALM) terakhir pada bulan tersebut.

Rencana penerimaan kas adalah rencana penerimaan kas (cash inflows) yang berasal
dari pendapatan negara dan hibah serta pembiayaan. Realisasi penerimaan kas adalah
realisasi penerimaan kas (cash inflows) yang berasal dari pendapatan negara dan hibah
serta pembiayaan. Perencanaan penerimaan kas dinyatakan akurat apabila standar deviasi
antara realisasi penerimaan kas dan rencana penerimaan kas dalam suatu waktu tertentu
5%.

Rencana pengeluaran kas adalah rencana pengeluaran kas (cash outflows) yang berasal
dari belanja negara, pembiayaan. Realiasi pengeluaran kas adalah realisasi pengeluaran
kas (cash outflows) yang berasal dari belanja negara dan pembiayaan. Perencanaan
pengeluaran kas dinyatakan akurat apabila perbedaan antara realisasi pengeluaran kas dan
rencana pengeluaran kas dalam suatu waktu tertentu 5%.

IIKU ini bertujuan agar kas pemerintah semakin sehat, sehingga akan membantu
pengelolaan likuiditas yang lebih baik dalam hal penyediaan kas untuk menyelesaikan
kewajiban pemerintah. Polarisasi data yang digunakan adalah minimize, dengan harapan
semakin kecil deviasi maka kas pemerintah akan semakin sehat. Adapun jenis konsolidasi
periode yang digunakan adalah average, dimana target dan realisasi yang digunakan
adalah angka rata-rata dari seluruh periode bersangkutan dalam setahun.

115
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat tahun 2016 diperoleh dari rata-rata
deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat setiap triwulan selama tahun 2016.
Formulasi deviasi penerimaan, pengeluaran, dan perencanaan kas adalah

Deviasi penerimaan bulanan:

Proyeksi penerimaan kas- Realisasi penerimaan kas


Deviasi bulan (m) = x 100

Proyeksi penerimaan kas

Deviasi penerimaan triwulan:

Deviasi bulan (m) + Deviasi Bulan (m+1) + Deviasi Bulan (m +3)


Deviasi penerimaan kas =

3
Laporan Kinerja Tahun 2016

Deviasi pengeluaran bulanan:

Proyeksi pengeluaran kas - Realisasi pengeluaran kas


Deviasi bulan (m) =
x 100
Proyeksi pengeluaran kas

Deviasi pengeluaran triwulanan

Deviasi bulan (m) + Deviasi bulan (m+1) + Deviasi bulan (m+2)


Deviasi pengeluaran kas =

Deviasi perencanaa kas triwulanan :

Deviasi proyeksi Penerimaan Kas + Deviasi Proyeksi


Pengeluaran Kas
Deviasi pengeluaran kas = x 100
2

116
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Realisasi deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat pada tahun 2016 adalah
3,84%, dengan capaian sebagai berikut:
Tabel 3.33 Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat

T/R Q1 Q2 Sm.1 Q3 Sd. Q3 Q4 Y-16 Pol /KP

Target 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5%

Realisasi 2,71% 2,43% 2,57% 5,14% 3,43% 5.08% 3,84% Min/ Average

Capaian 145.8 151.4 148.6 97,2 131.4 98.43 123.2

Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat secara bulanan dapat
ditunjukkan sebagai berikut:

Tabel 3.34 Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat, per bulan tahun 2016

BULAN Penerimaan Pengeluaran %

Laporan Kinerja Tahun 2016


Rp (miliar) % Rp (miliar) % DEVIASI DEVIASI
Perkiraaan Realisasi DEVIASI Perkiraan Penerimaan RENKAS

1 167.219,12 157.315,26 5,92 155.904,30 153.919,73 1,27 3,598


2 82.653,51 78.393,15 5,15 96.595,90 94.269,66 2,41 3,781
3 184.979,98 185.936,12 0,52 146.318,76 147.823,55 1,03 0,733
TRIWULAN I 2,717
4 178.614,92 182.363,68 2,10 157.774,27 159.646,09 1,19 1,643
5 125.795,76 125.063,81 0,58 141.898,28 146.750,50 3,42 2,001
6 207.989,40 216.840,94 4,26 194.071,55 200.008,60 3,06 3,657
TRIWULAN II 2,434
SEMESTER I 2,575
BULAN Penerimaan % Pengeluaran %
DEVIASI DEVIASI
Rp (miliar) Rp (miliar) % DEVIASI RENKAS
Perkiraaan Realisasi Perkiraan Penerimaan
7 149.798,64 134.909,64 9,94 158.932,49 147.559,58 7,16 8,548
8 193.490,70 190.211,79 1,69 128.332,44 130.491,01 1,68 1,688
9 227.257,28 248.749,85 9,46 177.194,65 175.536,10 0,94 5,197
TRIWULAN III 5,144
s.d. TRIWULAN III 3.432
10 128.790,86 115.132,24 10,61 157.698,45 156.145,88 0,98 5,795
11 135.973,32 137.479,98 1,11 195.060,76 191.708,83 1,72 1,413
12 243.995,05 261.475,75 7,16 285.533,75 311.035,10 8,93 8,048
TRIWULAN IV 5,085
SEMESTER II 5,115
TAHUN 2016 3,845

117
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Capaian deviasi perencanaan kas pada triwulan I, II, dan IV di bawah target deviasi
triwulanan, sedangkan pada triwulan III deviasi melebihi batas target 5%. Hal ini
disebabkan oleh kesuksesan program Tax Amnesty tahap I sehingga realisasi penerimaan
sektor pajak jauh melebihi target penerimaan. Penambahan penerimaan dari sektor pajak
yang cukup signifikan mempunyai dampak yang baik bagi pemerintah, namun di sisi lain
mengurangi kualitas capaian IKU karena deviasi antara proyeksi dan rencana terlalu lebar
dari yang ditargetkan.

Pada triwulan IV, realisasi penerimaan dan belanja berada di bawah proyeksi serta realisasi/
penarikan pinjaman program dan proyek bergeser dari target yang telah ditetapkan.
Tingginya proyeksi penerimaan pada triwulan IV adalah untuk memenuhi jumlah yang
dibutuhkan untuk mencapai target defisit yang harus dicapai Pemerintah agar tidak
melampaui batas yang ditetapkan Undang-Undang, namun pada akhirnya terdapat
tambahan shortfall penerimaan perpajakan. Dengan demikian, defisit APBN tetap terjaga
dikarenakan adanya measures Penghematan Belanja oleh Kementerian/Lembaga.

Secara umum, tindakan-tindakan yang telah dilaksanakan selama tahun 2016 yang
mendukung keberhasilan pencapaian IKU tersebut, yaitu:

1. Komunikasi intensif dengan anggota CPIN melalui telepon, email,


dan pesan elektronik;
Laporan Kinerja Tahun 2016

2. Rapat rutin bulanan anggota CPIN;


3. Berkoordinasi dengan Satuan kerja Bendahara Umum Negara (BUN) yang bukan
anggota CPIN melalui email dan telepon;
4. Menyampaikan perencanaan secara realistis untuk 3 (tiga) bulan ke depan.

Tantangan ke depan dalam pencapaian IKU ini adalah penyusunan proyeksi atas
penerimaan dan pengeluaran yang lebih akurat dengan rentang waktu yang lebih awal,
dari semula 3 (tiga) hari kerja sebelum akhir bulan menjadi 5 (lima) hari kerja sebelum akhir
bulan. Hal ini dilakukan agar data proyeksi dapat digunakan dalam pengambilan kebijakan
terkait pembiayaan.

Rencana aksi yang dilakukan pada periode tahun 2017 adalah menjaga komunikasi intensif
antar anggota CPIN dan pelatihan berkesinambungan kepada operator perencanaan kas.

Sasaran Strategis 6: Belanja dan transfer yang optimal

Pelaksanaan belanja negara yang optimal merupakan kemampan satuan kerja pada
Kementerian Negara/Lembaga dalam mengelola belanja pada pelaksanaan kegiatan yang
ada pada dokumen pelaksanaan anggaran sesuai perencanaan anggaran. Sedangkan
penyaluran transfer yang optimal adalah penyaluran transfer melalui suatu sistem
pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan efisien dalam
rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi,
kondisi, dan kebutuhan daerah. Salah satu ukuran dari penyaluran transfer yang optimal
apabila gap kemampuan keuangan antar pemerintah daerah semakin mengecil.

118
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tabel 3.35 Capaian IKU pada SS Belanja dan transfer yang optimal

SS 6: Belanja dan transfer yang optimal

Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja

6a Akurasi perencanan APBN 95% 96,73% 101,82

6b Persentase kinerja pelaksanaan 75% 84,14% 112,19


anggaran Kementerian/Lembaga
6c Indeks pemerataan keuangan 0,725 0,706 102,62
antar daerah

6a. Akurasi perencanaan APBN

Tingkat akurasi perencanaan APBN adalah kesesuaian atau ketepatan antara


angka exercise DJA yang disusun berdasarkan formula yang telah ditetapkan
dan masukan dari stakeholder terkait dengan realisasi pada saat laporan. IKU
tersebut disusun dalam rangka mengukut kualitas perencanaan RAPBN dan
RAPBN-P.

Laporan Kinerja Tahun 2016


Penghitungan akurasi perencanaan APBN meliputi 3 (tiga) unsur, yaitu:

a. Perencanaan PNBP (bobot 25%),


b. Perencanaan belanja pemerintah pusat (bobot 50%), dan
c. Perencanaan pembiayaan (bobot 25%).

Unsur-unsur di atas tertuang dalam penghitungan perkiraan besaran


APBN/APBN-P pada tabel I-account. Polarisasi data yang digunakan adalah
maximize, semakin akurat perencanaan APBN/APBN-P maka kinerjanya
semakin baik. Jenis konsolidasi periode yang digunakan adalah take
last known value, dimana realisasi yang digunakan adalah angka periode
terakhir. Target tahun 2016 adalah sebesar 95%, sama dengan target
yang dicantumkan dalam Rencana Strategis Kemenkeu tahun 2015-2019.
Adapun untuk mengukur ketercapaian IKU ini, ditetapkan formula
sebagai berikut:

Akurasi Perencanaan APBD = 100%- Nilai Mutlak Devisa

Realisasi - (Proyeksi Realisasi Anggaran a


Deviasi = x 100%

Proyeksi Realisasi Anggaran a

119
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Keterangan:
Realisasi akurasi perencanaan APBN semester I merupakan angka
proyeksi realisasi semester I dalam ALM dibandingkan dengan realisasi
dalam buku laporan semester I pelaksanaan APBN
Adapun realisasi akurasi perencanaan APBN akhir tahun merupakan
angka proyeksi realisasi akhir tahun dalam ALM dibandingkan dengan
realisasi dalam konferensi pers yang disampaikan oleh pimpinan
Kementerian Keuangan pada awal tahun berikutnya
a adalah perubahan kebijakan yang mempengaruhi proyeksi yang
konstanta nya dihitung berdasarkan dampak kebijakan
Bobot Capaian = (Akurasi Perencanaan PNBP x 25%) + (Akurasi
Perencanaan Belanja Pemerintah Pusat x 50%) + (Akurasi Perencanaan
Pembiayaan Anggaran x 25%)

Dalam siaran pers Nomor 01/KLI/2017 tanggal 3 Januari 2017 disampaikan


bahwa APBN 2016 terkendali dalam batas aman. Hal ini merupakan
keberhasilan pemerintah menjaga APBN sebagai instrumen kebijakan yang
kredibel, efektif dan efisien serta berkelanjutan (sustainable), meskipun
sepanjang tahun 2016 perkembangan ekonomi global diwarnai berbagai
tantangan, dan belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Situasi global
Laporan Kinerja Tahun 2016

tersebut disebabkan tingkat permintaan global dan harga komoditas yang


masih lemah. Ditambah lagi kondisi perekonomian global masih tidak pasti
dengan berlanjutnya moderasi perlemahan Tiongkok, proyeksi kenaikan
suku bunga AS dan ketidakpastian geopolitik di beberapa kawasan.
Capaian IKU Akurasi perencanaan APBN adalah sebagai berikut:

120
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tabel 3.36 Capaian IKU Akurasi Perencanaan APBN

Belanja Pemerintah
PNBP Pembiayaan
Pusat
a. Realisasi (triliun) Rp262,35 Rp1.148,60 Rp330,33

b. Proyeksi realisasi ALM Rp260,72 Rp1.195,26 Rp315,66

c. Tingkat Akurasi 99,37% 96.10% 95,35%

d. Bobot perhitungan 25% 50% 25%

e. Nilai 24,84% 48,05% 23,84%

f. Realisasi IKU 96,73%

g. Target IKU 95,00%

h. Indeks capaian IKU 101,82

Keterangan: Penghitungan capaian IKU Akurasi Perencanaan APBN mengalami perubahan pada komponen
yang dibandingkan. Pada tahun 2015, akurasi dihitung dengan membandingkan realisasi anggaran dengan

Laporan Kinerja Tahun 2016


pagu APBN/P, sedangkan pada tahun 2016 realisasi anggaran dibandingkan dengan proyeksi realisasi pada
saat forum ALM.

Realisasi (sementara) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam tahun


2016 mencapai Rp262,35 triliun atau 107 persen dari targetnya dalam
APBN-P tahun 2016 sebesar Rp245,1 triliun. Jika dibandingkan dengan
realisasi PNBP tahun 2015, terdapat peningkatan penerimaan sebesar Rp8,6
triliun atau naik sebesar 3,40%.

Secara keseluruhan, realisasi (sementara) belanja K/L mencapai Rp677,6


triliun atau 88,3 persen dari pagu APBN-P tahun 2016. Realisasi belanja
pemerintah pusat mencapai Rp1.148.6 triliun atau sebesar 87,9 persen
dari pagunya dalam APBN-P tahun 2016 sebesar Rp1.306,7 triliun.
Apabila dibandingkan terhadap outlook setelah penghematan (termasuk
penghematan alamiah), maka penyerapan belanja K/L tersebut sebesar
100,8 persen. Realisasi belanja pemerintah ini turun sebesar 2,13% dari
realisasi tahun 2015 yaitu sebesar Rp1.173,60 triliun.
Berdasarkan realisasi (sementara) pendapatan negara sebesar Rp1.551,8
triliun (penjumlahan penerimaan pajak, bea dan cukai, serta PNBP) dan

121
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

belanja negara sebesar Rp1.859,4 triliun sehingga realisasi defisit anggaran


dalam APBN-P tahun 2016 mencapai Rp330,3 triliun. Jika dibandingkan
dengan tahun 2015, realisasi pembiayaan anggaran pemerintah pusat tahun
2016 meningkat sebesar 3,8%.

Upaya peningkatan pendapatan negara yang hanya tercapai 86,9%


diiringi dengan kebijakan penajaman alokasi belanja sehingga diperoleh
persentase defisit terhadap PDB sebesar 2,46%. Realisasi defisit anggaran
ini lebih tinggi dari target defisit anggaran dalam APBN-P tahun 2016 yang
ditetapkan pemerintah sebesar Rp296,7 triliun (sebesar 2,35% terhadap
PDB).

Adapun perkembangan target dan realisasi IKU Akurasi Perencanaan APBN


dari tahun 2014 sampai dengan 2016 dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
98.00%
95.70% 96.73%
96.00% 95.00%
95.00%

94.00%

92.00%
Laporan Kinerja Tahun 2016

92.18%
90.00%
90.00%
88.00%

86.00%

2014 2015 2016

Target Realisasi

Grafik 3.6 Tren capaian IKU Akurasi Perencanaan APBN

Faktor eksternal di luar pemerintah memiliki peran sangat besar dalam


pencapaian IKU ini. Di samping itu, melambatanya realisasi pendapatan
negara dan meningkatnya penyerapan anggaran belanja menjadi tantangan
pencapaian IKU. Berbagai langkah telah dilakukan agar perencanaan APBN
tetap akurat, antara lain :

1. Monitoring secara intensif pelaksanaan APBN 2016 dan menyusun opsi-


opsi kebijakan dalam rangka mitigasi risiko pelaksanaan APBN.
2. Melakukan rapat koordinasi secara berkala dalam rangka pengamanan
pelaksanaan APBN tahun 2016, yaitu pertemuan bulanan Asset Liability
Management (ALM), pertemuan bulanan/mingguan Tim Evaluasi dan
Pengawasan Realisasi Anggaran (Tepra), dan pertemuan bulanan/
mingguan Cash Planning Information Network (CPIN).
3. Melakukan penyusunan analisis sensitivitas APBN 2016 terhadap
asumsi dasar ekonomi makro.
4. Melakukan konsolidasi supporting belanja pemerintah pusat yang dapat
digunakan untuk cross cek dengan pergerakan I-account.

122
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Adapun rencana aksi untuk memenuhi IKU ini yang dijalankan pada tahun
2017 adalah penerapan kebijakan monitoring dan evaluasi dan pengamanan
APBN dari sisi belanja melalui pembuatan berbagai exercise meliputi
exercise belanja subsidi RAPBN/P, pembayaran bunga utang (RAPBN-P, Pagu
Indikatif, dan MTBF 2018-2020), pembiayaan utang dalam dan luar negeri,
pembayaran cicilan pokok utang, kewajiban penjaminan RAPBN beserta
proyeksinya, realisasi penarikan utang luar negeri, serta transfer ke daerah
dan dana desa. Di samping itu, juga dilakukan penyusunan kajian mengenai
risiko fiskal pembiayaan perumahan.

6b. Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga

IKU Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran K/L disusun dalam rangka


memonitor perkembangan upaya peningkatan kualitas pelaksanaan
anggaran. Selain itu, IKU ini bertujuan untuk mengetahui kinerja satuan kerja
K/L dalam kegiatan pelaksanaan anggaran secara optimal sebagaimana
tercantum dalam dokumen pelaksanaan anggaran.

IKU ini mengukur kualitas kinerja pelaksanaan anggaran K/L secara


kuantitatif, yang dapat terwakili oleh 3 (tiga) variabel, yaitu:

1. kesesuaian dengan perencanaan,

Laporan Kinerja Tahun 2016


2. efektivitas pelaksanaan kegiatan, dan
3. efisiensi pelaksanaan kegiatan.

Nilai persentase kinerja pelaksanaan anggaran K/L didapatkan dengan


menggabungkan nilai ketiga variabel tersebut dengan penjelasan masing-
masing variabel sebagai berikut:

1. Formula penghitungan kesesuaian dengan Perencanaan (bobot 10%):

Jumlah DIPA Jumlah Revisi DIPA*


Kesesuaian
dengan = x 100%
Perencanaan Jumlah DIPA

*) Jumlah total revisi DIPA/Petikan yang tidak mengakibatkan perubahan pagu DIPA pada
triwulan I sampai triwulan IV (tidak kumulatif)

123
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

2. Formula penghitungan efektivitas pelaksanaan Kegiatan (bobot 50%):

Persentase Realisasi
penyerapan DIPA*
Efektivitas
= x 100%
Pelaksanaan
Kegiatan Persentase Target
penyerapan DIPA**

*) Realisasi penyerapan DIPA Kementerian Lembaga (K/L) pada triwulan I sampai triwulan IV
tidak kumulatif
**)Target persentase penyerapan DIPA K/L pada triwulan I sampai triwulan IV dengan besaran
target untuk triwulan I sebesar 15%, triwulan II sebesar 45%, triwulan III sebesar 60%, dan
triwulan IV sebesar 90%.

3. Formula penghitungan efisiensi pelaksanaan kegiatan (bobot 40%)

Jumlah SPM teruji benar


(diterbitkan SP2D)*
Laporan Kinerja Tahun 2016

Efektivitas
Pelaksanaan = x 100%
Kegiatan Jumlah SPM
yang diajukan**

*) Jumlah SPM (Surat Perintah Membayar) yang telah teruji benar yang diproses menjadi SP2D
(Surat Perintah Pencairan Dana) pada triwulan I sampai triwulan IV tidak kumulatif
**) Jumlah total SPM yang diajukan satker ke KPPN yang telah diterima oleh middle office pada
triwulan I sampai triwulan IV tidak kumulatif. Jumlah SPM yang dianggap benar adalah SPM yang
lolos dalam proses upload validasi SPM pada KPPN (tidak ditolak/dikembalikan dengan alasan
kesalahan substansi)

Penghitungan realisasi IKU adalah sebagai berikut:

Persentase Kinerja = (10% x Kesesuaian dengan Perencanaan) +


Pelaksanaan Anggaran (50% x Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan) +
(40% x Efisiensi Pelaksanaan Kegiatan)

124
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Adapun formula secara rinci adalah sebagai berikut:

JDIPA - Jrev %Real


KPA = ( 10% x x 100%) + (0,5x x 100%)
JDIPA %Target

JSPMBenar
+ (0,4x x 100%)
JSPM

Keterangan:
KPA = Persentase kinerja pelaksanaan anggaran K/L
JDIPA = Total jumlah DIPA/Petikan
Jrev = Jumlah total revisi DIPA/Petikan pada Triwulan I s.d IV (tidak kumulatif). Merupakan
revisi pergeseran pagu, tanpa mengakibatkan perubahan pagu DIPA Satker. Tidak
termasuk pula revisi perubahan pagu akibat APBN-P, kebijakan penghematan
anggaran, kebijakan pemerintah pusat lain terkait APBN, serta revisi administratif
% Real = Persentase realisasi penyerapan anggaran DIPA K/L (kumulatif)
% Target = Target persentase penyerapan DIPA K/L (Kumulatif)
JSPM = Jumlah total SPM yang diajukan Satker ke KPPN dan telah diterima oleh middle

Laporan Kinerja Tahun 2016


office pada Q1-Q4 (tidak kumulatif)
JSPM Benar =Jumlah SPM benar yang diproses menjadi SP2D pada Q1-Q4 (tidak kumulatif)

Polarisasi data IKU tersebut adalah maximize dengan periode pelaporan


triwulanan dan jenis konsolidasi periode average (realisasi yang digunakan
adalah angka rata-rata dalam periode bersangkutan).

Target pada tahun 2016 adalah sebesar 75%, sama dengan target yang
ditentukan dalam Renstra Kemenkeu tahun 2015-2019. Target tersebut
meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 70%.

Realisasi IKU Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran K/L Tahun 2016


adalah 84,14%. Persentase tersebut diperoleh dari rata-rata persentase
kinerja pelaksanaan anggaran K/L tahun 2016 setiap triwulan, dengan
rincian data sebagai berikut:

125
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

I. Kesesuaian dengan Perencanaan

Tabel 3.37 Persentase kesesuaian dengan perencanaan

Triwulan
URAIAN
I II III IV

Jumlah DIPA 23.216 23.673 23.652 23.723

Jumlah Revisi DIPA 7.986 10.843 24.543 7.913

Persentase kesesuaian 65,60% 54,20% -3.77% 66,64%

Setelah dibobot (0,1) 6,56% 5,42% -0.38% 6,66%

II. Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan

Tabel 3.38 Persentase efektivitas pelaksanaan kegiatan

Triwulan
Laporan Kinerja Tahun 2016

URAIAN
I II III IV

% Realisasi Penyerapan DIPA 10,25% 33,16% 54,66% 85,48%

% Target Penyerapan DIPA 15,00% 40,00% 60,00% 90,00%

Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan 68,33% 82,90% 91,10% 94,98%

Setelah dibobot (0,5) 34,17% 41,45% 45,55% 47,49%

III. Efisiensi Pelaksanaan Kegiatan

Tabel 3.39 Persentase efisiensi pelaksanaan kegiatan

Triwulan
URAIAN
I II III IV

Jumlah SPM Benar 596.555 1.861.566 1.083.968 1.673.721

Jumlah SPM 630.022 1.945.874 1.236.997 1.742.003

Efisiensi Pelaksanaan Kegiatan 94,69% 95,67% 87,63% 96,08%

Setelah dibobot (0,4) 37,88% 38,27% 35,05% 38,43%

126
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Capaian setiap triwulan pada tahun 2016 dapat ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 3.40 Capaian IKU Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga

T/R Q1 Q2 Sm.1 Q3 Sd. Q3 Q4 Y-16 Pol /KP

Target IKU 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75%

Realisasi 78,60% 85,14% 81,87% 80,22% 81,32% 92,58% 84,14% Min/ Average

capaian 104,8 113,52 109,16 106,96 108,43 123,44 112,19

Jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2015 yang sebesar 82,07%, pada
tahun 2016 IKU ini mengalami peningkatan sebesar 2,07. Perbandingan
realisasi antar triwulan tahun 2015 dan 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.41 Perbandingan realisasi Capaian IKU Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga tahun 2015-2016

Laporan Kinerja Tahun 2016


Realisasi
Tahun Target
Q1 Q2 Sm.1 Q3 Sd. Q3 Q4 Y

2015 75,30% 76,37% 75,84% 82,61% 77,99% 94,28% 82,07% 70%

2016 78,60% 85,14% 81,87% 80,22% 81,32% 92,58% 84,14% 75%

Selisih 3,30% 8,77% 6,03% -2,39% 3,33% -1,70% 2,07% 5%

Meskipun capaian IKU tersebut untuk setiap triwulannya pada tahun 2016
tidak seluruhnya meningkat dari tahun 2015, capaian secara akumulatif pada
triwulan I, semester I, sampai dengan triwulan III, dan tahunan 2016 masing-
masing lebih tinggi dibandingkan tahun 2015.

Tindakan-tindakan yang telah dilaksanakan untuk mendukung pencapaian


IKU adalah:

1. Telah dilaksanakan evaluasi pelaksanaan anggaran 24 (dua puluh empat)


K/L pada tanggal 10 s.d 12 Februari 2016 di Jakarta;
2. Telah dilaksanakan evaluasi pelaksanaan anggaran Triwulan I 2016
dengan 24 (dua puluh empat) K/L pada tanggal 19 s.d 21 April 2016 di
Jakarta;
3. Telah dilaksanakan evaluasi pelaksanaan anggaran Triwulan II 2016
dengan 23 (dua puluh tiga) K/L pada tanggal 9 s.d 11 Agustus 2016 di
Jakarta;
4. Telah dilaksanakan evaluasi pelaksanaan anggaran triwulan III 2016 pada
tanggal 14 s.d. 25 November 2016 di Jakarta.

127
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Dalam rangka peningkatan capaian IKU tersebut, rencana aksi yang dilakukan
pada tahun 2017, yaitu:

1. Melaksanakan rapat koordinasi pelaksanan anggaran K/L;


2. Melaksanakan evaluasi pelaksanaan anggaran K/L.

6c. Indeks pemerataan keuangan antar daerah

Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan Daerah merupakan ukuran


yang digunakan untuk menentukan tingkat ketimpangan antar daerah
dalam perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU). Dana Alokasi Umum (DAU)
adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan
Belanja negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan untuk mengatasi
permasalahan ketimpangan fiskal antar daerah.

Terdapat berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengukur


tingkat ketimpangan antar daerah, namun demikian alat yang digunakan
untuk mengukur tingkat ketimpangan antar daerah dalam perhitungan DAU
adalah Indeks Williamson. Sehingga IKU Indeks Pemerataan Kemampuan
Keuangan Daerah ini diukur dengan besaran nilai Indeks Wiiliamson yang
digunakan dalam perhitungan DAU.
Laporan Kinerja Tahun 2016

Indeks Williamson (IW) yang paling optimal diperoleh dengan mengevaluasi


bobot Alokasi Dasar dan/atau variabel Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas
Fiskal. Indeks ini diperoleh dari hasil rata-rata tertimbang IW provinsi dan
kabupaten/kota seluruh Indonesia dimana penentuan atas simulasi
pembobotan variabel perhitungan disepakati bersama dengan DPR. Dengan
demikian semakin kecilnya nilai Indeks Williamson atau mendekati 0 (nol)
menunjukkan tingkat ketimpangan yang kecil, dengan kata lain tingkat
pemerataan kemampuan keuangan daerah semakin baik.

Rumusan indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan antardaerah adalah


sebagai berikut:

Keterangan :
IW = Nilai/indeks ketimpangan wilayah/
provinsi/kabupaten/kota
yi = Pendapatan perkapita masing-masing
provinsi/kabupaten/kota
y = Total pendapatan perkapita kawasan Indonesia
fi = Jumlah penduduk masing-masing
provinsi/kabupaten/kota
n = Jumlah penduduk Indonesia

128
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Besarnya indeks kesenjangan fiskal (Vw) adalah 0<Vw<1

Vw = 0, berarti pembangunan wilayah sangat merata


Vw = 1, berarti pembangunan wilayah sangat tidak
merata (kesenjangan sempurna)
Vw ~ 0, berarti pembangunan wilayah semakin
mendekati merata
Vw ~ 1, berarti pembangunan wilayah semakin
mendekati tidak merata

Target IKU Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan antardaerah yang


tertuang dalam Perjanjian Kinerja 2016 adalah sebesar 0,725. Adapun
hasil perhitungan IW pada tahun 2016 berhasil mencapai 0,706, sehingga
nilai capaian IKU Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan antardaerah
mencapai sebesar 102,6.

Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 3.40, nilai IW tahun 2016 mencapai
nilai sebesar 0,706 karena adanya penurunan nilai IW Kab/Kota yang
lebih besar dari kenaikan nilai IW Provinsi dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Faktor yang signifikan menurunkan nilai IW Kab/Kota adalah
faktor perbaikan bobot Alokasi Dasar (AD) yang berkurang dari 49% menjadi

Laporan Kinerja Tahun 2016


45% pada tahun 2016. Komponen AD dalam formulasi DAU merupakan
salah satu penyebab utama tingginya nilai IW, sehingga penurunan bobot
AD akan secara signifikan menurunkan nilai IW. Walaupun penurunan nilai
AD berdampak positif pada penurunan nilai IW, namun dalam penetapan
bobotnya tetap berhati-hati mempertimbangkan penurunan/kenaikan baik
dari sisi jumlah daerah maupun nominal pagu sehingga tidak ada daerah
yang naik/turun secara signifikan.

Dengan penetapan bobot AD yang turun menjadi 45% diperoleh hasil


IW yang masih berada dibatas aman pemerataan, namun disisi lain tetap
menjaga tidak terjadinya fluktuasi yang terlalu besar atas kenaikan/
penurunan DAU yang diterima daerah serta tetap dapat meminimalisasi
daerah yang tidak memperoleh DAU. Pertimbangan dampak kenaikan/
penurunan DAU yang diterima daerah sangat penting untuk menjaga
stabilitas fiskal daerah.

129
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tabel 3.42 Pembobotan dalam perhitungan Indeks Williamson tahun 2016

Variabel TA 2015 TA 2016


Prov Kab/Kota Prov Kab/Kota
10,00% 90,00% 10,00% 90,00%
Variabel Kebutuhan Fiskal
Indeks Penduduk 30,00% 30,00% 30,00% 30,00%
Indeks Wilayah 14,00% 13,00% 15,00% 13,00%
*Perlakuan Luas Laut 35,00% 40,00% 45,00% 50,00%
INDEKS IKK 27,00% 28,00% 27,00% 28,00%
INDEKS IPM 17,00% 17,00% 17,00% 17,00%
INDEKS PDRB/cap 12,00% 12,00% 11,00% 12,00%
100,00% 100,00%
Variabel Kapasitas Fiskal
PAD 70,00% 65,00% 70,00% 60,00%
DBH PAJAK 100,00% 80,00% 75,00% 60,00%
DBH SDA 100,00% 95,00% 85,00% 80,00%
Bobot Alokasi Dasar 40,00% 49,00% 40,00% 45,00%
INDEKS WILLIAMSON 0,77639 0,67556 0,77825 0,63455
RATA-RATA IW 0,725975 0,70640
Laporan Kinerja Tahun 2016

IW Terhadap IKU DJPK Dalam Batas Dalam Batas


JML DAERAH YANG NAIK 6 Prov 169 Kab/Kota
VALUE KENAIKAN 745,82 5.492,61
JML DAERAH YANG TURUN 27 Prov 339 Kab/Kota
VALUE PENURUNAN (1.199,46) (9.575,41)
DAU NOL 1 Prov 0 Kab/Kota
SELISIH (+/-) (453,64) (4.082,80)
Rata-rata Penerimaan DAU 1.120,70 674,69
(miliar)
Rata-rata DAU (miliar) (13,34) (8,04)

Dengan realisasi IW tahun 2016 sebesar 0,706 yang lebih kecil dari target yang tertera
dalam Rencana Strategis DJPK, maka sebagaimana tahun 2015, pada tahun 2016
Kementerian Keuangan kembali berhasil menjaga capaian target IKU indeks pemerataan
keuangan antardaerah jangka menengah. Pencapaian indeks pemerataan keuangan
antar daerah yang konsisten memenuhi target selama dua periode pertama renstra ini,
diharapkan tujuan yang ditetapkan dalam Renstra berupa peningkatan kualitas transfer
ke daerah dapat tercapai dengan baik serta dapat menyelesaikan masalah ketimpangan
horizontal antardaerah.

Perkembangan capaian pemerataan kemampuan keuangan antardaerah yang


dicerminkan oleh nilai IW dapat dilihat pada grafik dibawah, dimana nilai indeks
Williamson membaik dari tahun ke tahun (polarisasi minimize), hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan keuangan antardaerah dari tahun ke tahun semakin membaik. Nilai IW pada
tahun 2016 meningkat dibandingkan nilai IW tahun 2015. Pada tahun 2015 nilai capaian IW
adalah sebesar 102 dengan realisasi 0,725 dari target 0,74. Tahun 2014, realisasi IW adalah
0,73 dari target sebesar 0,76. Realisasi IW pada tahun 2013 berhasil mencapai 0,75 dari
target 0,76, sedangkan tahun 2012 adalah 0,74 dari target sebesar 0,8.

130
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Grafik 3.7 Perkembangan capaian IKU Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan antardaerah

Dalam pencapaian IKU indeks pemerataan kemampuan keuangan antardaerah

Laporan Kinerja Tahun 2016


tahun 2016, terdapat satu kendala yang dihadapi DJPK yaitu adanya penurunan nilai
Pendapatan Dalam Negeri (PDN) netto TA.2017 dibandingkan dengan TA.2016. Nilai PDN
netto menentukan besaran pagu DAU, sehingga pagu DAU 2017 lebih kecil daripada pagu
DAU 2016. Atas kendala tersebut, DJPK melakukan penyesuaian terhadap kebijakan
pembatasan (pegging) belanja pegawai PNSD dalam penghitungan bobot Alokasi Dasar
(AD).

Kedepan, dalam rangka menghasilkan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah


yang lebih baik, rencana aksi strategis yang akan dilakukan Kementerian Keuangan adalah
menghapuskan komponen Alokasi Dasar dalam formulasi DAU, sehingga formulasi
DAU murni dihitung dari Celah Fiskal. Rencana penghapusan Alokasi Dasar formulasi
DAU tersebut akan dituangkan revisi Undang Undang nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang
saat ini masih dalam proses penyusunan draft nya. Disamping itu, untuk meningkatkan
pemerataan keuangan antar daerah, Kementerian Keuangan akan tetap meningkatkan
koordinasi dengan stakeholder terkait dalam rangka memperoleh data penghitungan
DAU yang lebih valid serta melakukan analisis penghitungan DAU dengan menggunakan
beberapa opsi dan memilih opsi terbaik dalam penghitungan alokasi DAU

131
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Sasaran Strategis 7: Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal

Pengelolaan kekayaan negara dikatakan optimal apabila dapat mewujudkan APBN yang
efektif dan efisien. Upaya untuk mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal
dilakukan melalui tertib hukum, tertib fisik, dan tertib administrasi. Pembiayaan APBN
dikatakan optimal apabila dapat disediakan dalam jumlah yang cukup ketika diperlukan dan
dengan biaya yang efisien serta tingkat risiko terkendali. Pembiayaan meliputi pembiayaan
defisit (deficit financing), dan pembayaran kembali utang jatuh tempo (debt refinancing).
Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan
2(dua) IKU, yang masing-masing pencapaiannya ditabulasikan dalam tabel berikut:

Tabel 3.43 Capaian IKU pada SS Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal

SS 7: Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal

Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja

7a Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap 45% 62,40% 120,00
Laporan Kinerja Tahun 2016

Persentase pengadaan utang sesuai


7b 100% 99,99% 119,98
kebutuhan pembiayaan

7a. Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap

Rasio Utilisasi aset terhadap total aset tetap merupakan perbandingan antara nilai
kekayaan negara yang telah diutilisasi dengan nilai asset. IKU ini bertujuan untuk
mengetahui optimalisasi pengelolaan kekayaan negara dalam rangka pengelolaan APBN
yang efisien, efektif, dan optimal melalui: (i) Peningkatan pembiayaan dalam negeri; (ii)
Peningkatan penerimaan melalui hasil pengelolaan aset; dan (iii) Penghematan Belanja
Modal dan Belanja Barang (Pemeliharaan) BMN. Capaian IKU ini menggunakan polarisasi
maximize, dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan.
Nilai kekayaan negara yang diutilisasi diperoleh dari nilai kekayaan negara yang ditetapkan
utilisasinya dengan rincian sebagai berikut:
1. Utilisasi melalui pemanfaatan kekayaan negara diperoleh dari:
a. Nilai BMN yang disewakan
b. Nilai BMN yang di-KSP-kan
c. Nilai BMN yang di-BGS/BSG-kan
d. Nilai BMN yang di-pinjampakai-kan
2. Utilisasi melalui penetapan status penggunaan diperoleh dari:
a. Nilai BMN yang ditetapkan status penggunaannya
b. Nilai BMN yang ditetapkan statusnya karena
hibah masuk
c. Nilai aset yang ditetapkan statusnya yang berasal dari
aset KKKS, aset eks. Kelolaan PT. PPA,
dan aset eks. BPPN

132
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

3. Utilisasi melalui tukar menukar diperoleh dari nilai aset baru hasil tukar menukar
4. Utilisasi melalui penyertaan modal pemerintah dari nilai aset yang dikonversi sebagai
penyertaan modal pemerintah
5. Utilisasi melalui underlying asset dalam rangka penerbitan Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN)

Realisasi Rasio Utilisasi aset terhadap total aset tetap tahun 2016 adalah sebesar 62,40%
yang diperoleh dari total utilisasi di tahun 2010 s.d 2016 yaitu sebesar Rp1.158,71 T
dibandingkan dengan nilai aset tetap per-30 Juni 2016 sesuai dengan Laporan BMN
unaudited Semester I Tahun 2016 sebesar Rp1.857,03 T.

Tabel 3.44 Perbandingan Utilisasi Aset Tahun 2010-2014

Realisasi
Akumulasi Nilai aset Rasio
Tahun utilisasi
utilisasi aset tetap utilisasi aset
aset per tahun

2010 52,69 T 52,69 T 1.287,58 T 4,09%

2011 102,45 T 155,13 T 1.694,57 T 9,15%

2012 103,31 T 258,44 T 1.736,33 T 14,97%

Laporan Kinerja Tahun 2016


2013 115,72 T 374,16 T 1.727,40 T 21,66%

2014 163,20 T 537,36 T 1.706,93 T 31,48%

2015 177,62 T 714,98 T 1.691,69 T 42,26%

2016 443,74 T 1.158,71 T 1.857,03 T 62,40%

Berdasarkan data tersebut di atas, kinerja penetapan utilisasi aset dari tahun 2010 sampai
dengan tahun 2016 selalu mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan nilai aset
yang diutilisasi sebesar 51,16%.

Pencapaian kinerja rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap sebesar 62,40% juga
untuk mendukung pencapaian indikator pada dokumen Rencana Strategis (Renstra) 2015-
2019 dan Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan (KSKK) tahun 2013-2024 sesuai
KMK Nomor 183/KMK.01/2013 dengan target sebesar 40% pada tahun 2016.

Pencapaian target pada tahun 2016 didukung karena terdapat utilisasi aset dengan nilai
yang signifikan antara lain:

1. Penetapan BMN sebagai underlying asset SBSN melalui surat nomor S-748/KN/2016
tanggal 30 Mei 2016, S-889/KN/2016 tanggal 01 Juli 2016, S-1034/KN/2016 tanggal
26 Agustus 2016 dengan nilai total
sebesar Rp208.610.770.197.859,00
2. Utilisasi pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui S-27/MK.6/2016
sebesar Rp93.137.456.470.390,00

133
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

3. Utilisasi pada Kementerian Perhubungan melalui KMK-415/KM.6/2016 sebesar


Rp34.909.906.039.250,00
4. Utilisasi pada Kementerian PUPR melalui KMK-122/KM.6/2016 sebesar
Rp13.553.764.052.750,00
5. Utilisasi pada TNI Angkatan Udara melalui KMK-71/KM.6/2016 sebesar
Rp5.007.035.335.000,00
6. Utilisasi pada TNI Angkatan Udara melalui KMK-73/KM.6/2016 sebesar
Rp1.175.180.000.000,00

443.74
500

400

163.20

177.62

126.69
122.2

122.2
115.72
200
Realisasi
103.31
102.39

102.56
102.56

105

Target
52.68

100
3.34
Laporan Kinerja Tahun 2016

0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Grafik 3.8 Perkembangan target dan realisasi IKU Rasio utilisasi aset terhadap total
aset tetap tahun 2010-2016 (triliun rupiah)

Target tersebut di atas dapat tercapai karena:

1. Penetapan PMK 71/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara
Yang Tidak Digunakan Untuk Menyelenggarakan Tugas Dan Fungsi Kementerian
Negara/ Lembaga serta menyurati K/L untuk menyerahkan BMN Idle melalui S-138/
MK.06/2016 tanggal 3 Maret 2016,
2. Melakukan sosialisasi dan koordinasi intensif dengan K/L,
3. Operasionalisasi Lembaga Manajemen Aset Negara.

Rp. 698.32
37.60%

Rp. 1,158.71
62.40%

Sudah Diutilisasi Belum Diutilisasi

Grafik 3.9 Nilai aset tetap sesuai LBMN

134
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Action plan berikutnya adalah melakukan penyusunan mekanisme portofolio dan strategi aset BUN
serta melaksanakan revaluasi aset sekaligus pengawasan dan pengendalian pengelolaan BMN pada K/L.

Pada periode tertentu, nilai aset yang tersaji pada LKPP perlu dimutakhirkan. Selain untuk memberikan
informasi yang akurat dan aktual, pemutakhiran tersebut juga bertujuan untuk memberikan gambaran
yang utuh atas proses dan hasil kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai contoh,
kebijakan pembiayaan selama ini selalu dilihat sebelah mata, terutama hanya dilihat dari sisi peningkatan
jumlahnya. Penafsiran ini muncul karena metode pengukuran dan penyajian nilai liabilitas pada LKPP
tidak sama dengan pengukuran dan penyajian nilai aset. Peningkatan sisi liabilitas tidak diiringi dengan
peningkatan nilai wajar atas aset, sehingga seolah-olah kondisi keuangan negara menjadi tidak
berimbang. Nilai yang tersaji pada LKPP, saat ini masih menggunakan nilai aset hasil inventarisasi dan
penilaian tahun 2007 s.d. 2012.Hal ini tentu berpotensi menimbulkan kesalahan penafsiran terhadap
informasi keuangan negara, yang pada akhirnya berdampak pada adanya mismatch antar kebijakan.

Berdasarkan hal tersebut, pada tahun 2017 dan 2018, pemerintah akan melakukan penilaian kembali
(revaluasi) atas aset tetap, untuk meningkatkan kevalidan dan keakuratan nilai aset yang disajikan
dalam laporan keuangan. Selain itu, revaluasi juga dimaksudkan untuk meningkatkan leverage aset
tetap sebagai underlying asset untuk pembiayaan, seperti penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN). Simultan dengan pelaksanaan revaluasi, Kementerian Keuangan (dhi. DJKN) juga akan secara
aktif mengidentifikasi barang milik negara (BMN) berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan
untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga (idle). Basis data yang
akurat dan aktual tersebut nantinya juga dapat digunakan dalam penyusunan portofolio serta strategi

Laporan Kinerja Tahun 2016


pengelolaan aset, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan utilisasi atas aset.

Regulasi yang ada, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah, telah mengatur bahwa pemerintah dapat melakukan revaluasi atas nilai BMN yang telah
ditetapkan dalam neraca Pemerintah Pusat. Revaluasi tersebut dapat dilakukan berdasarkan ketentuan
pemerintah yang berlaku secara nasional. Tahapan pelaksanaan revaluasi aset tahun 2017/2018 adalah
sebagai berikut.
1. Menyusun/menyempurnakan regulasi yang diperlukan, yaitu Keputusan Presiden
terkait dengan revaluasi, revisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.06/2015
tentang Penilaian BMN, dan regulasi lainnya.
2. Menyusun perangkat proses bisnis dan standar pendokumentasian, seperti SOP,
format laporan penilaian, dan format berita acara.
3. Melakukan pengembangan sistem aplikasi dan infrastruktur IT.
4. Melaksanakan sosialisasi kepada Kementerian/Lembaga serta bimbingan teknis
kepada instansi vertikal di lingkungan DJKN.
5. Melakukan proses inventarisasi dan penilaian dengan melibatkan satuan kerja
Kementerian/Lembaga.
6. Melakukan koreksi nilai aset pada Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP), Laporan
Barang Pengguna (LBP), Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL), dan
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKKP).
7. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan revaluasi.

Objek revaluasi yang akan dilakukan pada tahun 2017/2018 berbeda dengan objek
inventarisasi dan penilaian yang dilakukan pada tahun 2007. Objek revaluasi pada tahun
2017/2018 hanya terbatas pada 1) tanah, 2) gedung dan bangunan, serta 3) jalan,
jembatan, dan bangunan air. Ketiga kategori aset tersebut dipilih karena memiliki potensi
kenaikan (perubahan nilai wajar) yang tinggi. Selain itu, nilai aset tetap yang dijadikan objek
revaluasi tersebut memiliki porsi nilai/persentase yang signifikan dari keseluruhan nilai
total aset tetap.

135
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Revaluasi aset tetap tidak hanya sekedar kebijakan yang bertujuan untuk memenuhi asas
akuntabilitas dan transparansi dalam pertanggungjawaban pelaporan keuangan negara,
tetapi juga diharapkan mampu menghasilkan multiplier effect bagi peningkatan manfaat
ekonomi atas pengelolaan aset.

7b. Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan

Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, yang menjadi
IKU unit pengelola utang, dihitung dari realisasi penerbitan SBN bruto dan pengadaan
pinjaman program. Pemenuhan pembiayaan dari pinjaman yang digunakan sebagai
komponen IKU hanya yang berasal dari pinjaman program, tidak termasuk pinjaman
proyek karena sifat pinjaman program yang relatif sama dengan SBN dalam hal pola
penarikannya. Pinjaman proyek tidak dimasukkan ke dalam komponen IKU karena
penyerapan pinjaman proyek sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan kegiatan/proyek pada
Kementerian/ Lembaga sebagai Executing Agency.

Dalam memenuhi target pembiayaan melalui utang, realisasi penerbitan SBN/


pengadaan pinjaman program dilakukan dengan menggunakan konsep gross agar lebih
mencerminkan upaya/kinerja Pemerintah dalam memenuhi total kebutuhan pembiayaan
APBN yang berasal dari utang. Adapun perhitungan target kebutuhan pembiayaan setiap
triwulan dihitung dengan metode sebagai berikut:
Laporan Kinerja Tahun 2016

a. Triwulan I berdasarkan proyeksi kebutuhan pembiayaan yang disusun dari target


APBN/APBN-P dan strategi pembiayaan tahunan; dan
b. Triwulan II, III, dan IV berdasarkan keputusan rapat Komite ALM pada akhir periode
triwulan sebelumnya, yang telah memperhitungkan kebutuhan pengelolaan kas dan
kebutuhan pengelolaan utang, agar operasi pembiayaan (pengadaan/penerbitan
utang) masih dapat dilakukan secara optimal baik dari aspek target biaya dan risiko.

IKU ini menggunakan polarisasi stabilize, dimana capaian yang diharapkan adalah capaian
yang sesuai atau mendekati target yang ditetapkan.

Pada tahun 2016, target IKU Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan
direncanakan sebesar 100%, Target tersebut setiap tahunnya sama dengan target yang
sampai dengan Triwulan IV 2016, realisasi utang (gross) sebesar Rp687,19 triliun, atau
setara 99,99%, dari target sebesar Rp687,29 triliun yang ditentukan melalui mekanisme
persetujuan Komite ALM. Realisasi dimaksud terdiri dari:

1. SBSN sebesar Rp179,90 triliun


2. SUN sebesar Rp471,96 triliun
3. Pinjaman Program sebesar IDR 35,33 triliun

136
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Posisi utang pemerintah pusat dari tahun 2011 sampai dengan bulan Desember 2016 adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.45 Posisi Utang Pemerintah Tahun 2011 -2016

2011 2012 2013 2014 2015 Nov 2016 Des 2016


Angka dalam triliun Rupiah Nominal %
Total utang pemerintah 1.808.95 1.977.71 2.375.50 2.608.73 3.165.13 3.485.36 3.466.96 100.0%
Pusat
a. Pinjaman 621.29 616.61 714.44 677.56 755.12 744.38 733.13 21.1%
1. Pinjaman luar Negeri 620.28 614.81 712.17 674.33 751.04 739.30 728.08 21.0%
Bilateral *) 381.66 359.80 383.53 334.62 340.63 326.59 313.42 9.0%
Multilateral **) 212.96 230.23 288.29 292.33 360.04 365.99 369.47 10.7%
Komersial ***) 25.15 24.37 40.00 47.15 50.20 46.60 45.08 1.3%
Suppliers ***) 0.50 0.41 0.35 0.24 0.17 0.11 0.10 0.0%
2. Pinjaman Dalam Negeri 1.01 1.80 2.27 3.22 4.08 5.08 5.05 0.1%
b. Surat Berharga Negara 1.187.66 1.361.10 1.661.05 1.931.22 2.410.01 2.740.98 2.733.83 78.9%
Denominasi Valas ***) 195.63 264.91 399.40 456.62 658.92 728.91 719.80 20.8%
Denominasi Rupiah 992.03 1.096.19 1.261.65 1.474.60 1.751.09 2.012.07 2.014.03 58.1%
Angka Dalam Miliar US Dolar
Total Utang Pemerintah

Laporan Kinerja Tahun 2016


Pusat
a. Pinjaman 68.51 63.76 58.61 54.47 54.74 54.88 54.56 21.1%
1. Pinjaman Luar Negeri 68.40 63.58 58.43 54.21 54.44 54.51 54.19 21.0%
Bilateral#) 42.09 37.21 31.47 26.90 24.69 24.08 23.33 9.0%
Multibilateral ##
) 23.49 23.81 23.65 23.50 26.10 26.98 27.50 10.7%
Komersial ###) 2.77 2.52 3.28 3.79 3.64 3.44 3.36 1.3%
Suppliers ###) 0.06 0.04 0.03 0.02 0.01 0.01 0.01 0.0%
2. Pinjaman Dalam Negeri 0.11 0.19 0.19 0.26 0.30 0.37 0.38 0.1%
b. Surat Berharga negara 130.97 140.76 136.27 155.24 174.70 202.09 203.47 78.9%
Denominasi Valas ##) 21.57 27.39 32.77 36.71 47.76 53.74 53.57 20.8%
Denominasi Rupiah 109.40 113.36 103.51 118.54 126.94 148.35 149.90 58.1%
Nilai tukar Rupiah (IDR thd 9.068 9.670 12.189 12.440 13.795 13.563 13.436
USS1

catatan :
* Termasuk semi commercial
** Beberapa termasuk semi concessional
*** Seluruhnya termasuk commercial

#
) Revisi Angka LKPP/Audited
##) Termasuk SUN Valas Domestik
###) Tidak Termasuk Accrued Interest
sebesar Rp. 52.1 Triliun dan
tidak termasuk Pre-Funding

Sumber: Buku Profil Utang Pemerintah Edisi Januari 2017

137
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Untuk rincian data pagu anggaran, realisasi belanja, dan realisasi pembiayaan utang
sebagai bagian dari pelaksanaan APBN tahun 2016 dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.46 Pagu dan Realisasi Belanja dan Pembiayan Utang Tahun 2016

No Uraian APBN-P Realisasi s.d. tgl 30 Desember Sisa dari Pagu


2016
Nominal % Nominal %
(1) (2) (3) (4) (5) = (4) : (3) (6) = (3) - (4) (7)=(6):(3)
A. Belanja Utang 191.218,3 182.768,3 95,6 8.450,01 4,4
1. Bunga Utang Dalam 174.016,3 167.754,4 96,4 6.261.90 3.6
Negeri
2. Bunga Utang Luar 17.202,0 15.013,9 87,3 2.188,11 12,7
Negeri *)
B. Pembiayaan 365.729,0 394.219,9 107,8 (28.490,93) (7,8)
I Pembiayaan Dalam 368.255,9 406.901,9 110,5 (38.646,02) (10,5)
Negeri
A. Pinjaman Dalam Negeri 3.389,0 973,9 28,7 2.415,11 71,3
(Netto)
1. Penarikan Pinjaman 3.710.0 1.257,1 33,9 2.452,93 66,1
Dalam Negeri
Laporan Kinerja Tahun 2016

2. Cicilan Pokok PDN (321,0) (283,2) 88,2 (37,83) 11.8


B. Surat Berharga Negara 364.866,9 405.928,0 111,3 (41.061,13) (11,3)
(Netto)
II Pembiayaan Luar (2.526,9) (12.682,0) 501,9 10.155,09 (401,9)
Negeri (Netto)
1. Penarikan Pinjaman 72.959,1 60.730,6 83,2 12.228,56 16,8
Luar negeri (Bruto)
a. Pinjaman program 35.775,0 35.324,9 98,7 450,05 1,3
b. Pinjaman Proyek 37.184,1 25.405,6 68,3 11.778,51 31,7
1. Pinjaman Proyek 31.350,5 20.717,4 66,1 10.633,11 33.9
Pusat
2. SLA/ Penerusan 5.833,7 4.688,3 80,4 1.145,39) 19,6
Pinjaman
2. Penerusan Pinjaman (5.833,7) (4.688,3) 80,4 (1.145,39) 19,6
(SLA)
3. Pembayaran Cicilan (69.652,4) (68.724,3) 98,7 (928,08) 1,3
Pokok Utang Luar
negeri
catatan :
* Termasuk semi Realisasi Comitment Fee sebesar Rp. 166.94 Miliar

Sumber: Buku Profil Utang Pemerintah Edisi Januari 2017

138
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Realisasi pembiayaan utang tahun 2016 di atas, dipengaruhi beberapa faktor baik di pasar
domestik maupun global sebagai berikut:

1. Penerbitan SBN domestik dan SBN valas berdenominasi USD, EUR dan JPY sepanjang
tahun 2016 menghasilkan permintaan penawaran yang oversubscribed dimana hal ini
menunjukan tingkat kepercayaan investor domestik dan global terhadap kredibilitas
pengelolaan pembiayaan pemerintah;

2. Kebijakan pemerintah, terutama Pengampunan Pajak (tax amnesty), memberikan


dampak positif berupa aliran dana repatriasi program pengampunan pajak yang
memberikan sentimen positif terhadap kinerja pasar obligasi dan pasar saham,
sehingga mendorong meningkatnya capital inflow kepada transaksi keuangan di pasar
domestik, termasuk peningkatan permintaan terhadap SBN di pasar perdana dan
sekunder

3. Sentimen positif di pasar global dan nasional, antara lain terkait:

a. Proyeksi perekonomian global yang semakin membaik, terutama didukung oleh AS


dan Tiongkok yang kembali menunjukkan penguatan, serta isu keluarnya Britain dari
Uni Eropa pada triwulan II lalu yang ternyata hanya berdampak sementara;
b. Proyeksi peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dirilis oleh Bank
Dunia dari sekitar 4,8% pada tahun 2015 menjadi 5,5% pada tahun 2018, dimana

Laporan Kinerja Tahun 2016


peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan investasi publik dan keberhasilan
upaya pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi dan peningkatan pendapatan;
dan
c. Semakin longgarnya kebijakan moneter dengan diturunkannya BI 7 day reverse repo
rate sebesar 25 bps, dari 5,25% menjadi 5,00% pada bulan September dan kembali
turun 25 bps menjadi 4,75% pada bulan Oktober Desember oleh Bank Indonesia.
Kebijakan ini sejalan dengan stabilitas makroekonomi, yang tercermin dari inflasi yang
rendah, defisit transaksi yang berjalan yang terkendali, dan nilai tukar yang relatif
stabil.

Penjelasan capaian masing-masing instrumen utang yang diterbitkan adalah sebagai


berikut :

1. Pembiayaan Melalui SBSN

Target penerbitan SBSN pada tahun 2016 adalah sebesar Rp180 triliun. Realisasi
penerbitan s.d. Desember 2016 sebesar Rp179,898 triliun atau 99,94% dari target
penerbitan tahun 2016. Realisasi penerbitan s.d. Desember 2016 dirinci sebagai berikut:

1. Realisasi penerbitan SBSN dengan cara lelang sebesar Rp104.821 miliar;


2. Realisasi penerbitan Sukuk Ritel seri SR-008 sebesar Rp31.500 miliar;
3. Realisasi Sukuk Tabungan seri ST-001 sebesar Rp2.585,12 miliar;
4. Realisasi penerbitan SBSN dengan cara private placement sebesar Rp7.585 miliar.
5. Realisasi penerbitan SBSN valas sebesar Rp33.407,5 miliar

139
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Rincian realisasi penerbitan SBSN tahun 2016 sebagaimana terdapat pada


tabel berikut:

Tabel 3.47 Rincian penerbitan SBSN tahun 2016

Instrumen Metode Penerbitan Jumlah (Rp Juta) (%)

Project-Based Sukuk (PBS) Lelang 87.836.000 48,83%

Surat Perbendaharaan Negara


Lelang 16.985.000 9,44%
Syariah (SPNS)

Sukuk Ritel seri SR-008 Bookbuilding 31.500.000 17,51%

Sukuk Tabungan seri ST-001 Bookbuilding 2.585.122 1,44%

PBS (Project Based Sukuk) Private Placement 4.050.000 2.25%

SDHI (Sukuk Dana Haji Indonesia) Private Placement 1.000.000 0,56%

SPNS-NT(Surat Perbendaharaan
Private Placement 2.535.030 1,41%
Negara Syariah Non-Tradable)
Laporan Kinerja Tahun 2016

Sukuk Valas seri SNI21 Bookbuilding 10.022.250 5,57%

Sukuk Valas seri SNI26 Bookbuilding 23.385.250 13,00%

Total 179.898.652 100%

Total penerbitan SBSN pada tahun 2016 tersebut mengalami peningkatan dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, dimana perkembangan penerbitan SBSN per jenis instrumen
SBSN sejak 2013 s.d. 2016 dapat digambarkan sebagai berikut:

140
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tabel 3.48 Perkembangan Penerbitan SBSN tahun 2013-2016


(juta rupiah)

Tahun
Instrumen
2013 2014 2015 2016

PBS 9.316.000 9.446.000 46.248.000 91.886.000

SPN-S 11.653.000 16.170.000 14.295.000 16.985.000

SR 14.969.000 19.323.000 21.965.035 31.500.000

SDHI - 12.855.000 4.500.000 1.000.000

SNI 17.238.000 17.747.000 26.422.000 33.407.500

SPN-S NT 5.084.143 2.535.030

ST 2.585.122

Jumlah 53.176.000 75.541.000 118.514.178 179.898.652

Laporan Kinerja Tahun 2016


Pembiayaan proyek Pemerintah melalui SBSN (Project Financing Sukuk)
meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun dengan jenis proyek yang
semakin bervariasi dan lokasi proyek yang semakin menyebar di seluruh
wilayah Indonesia.

Dari tahun 2013 sebesar Rp.800 Miliar, naik menjadi Rp1,57 Triliun tahun
2014, Rp7,13 Triliun tahun 2015, dan Rp.13,7 Triliun di Tahun 2016. Pada tahun
2016, Pemerintah menerbitkan Project Financing Sukuk sebesar Rp13,7 triliun
untuk membiayai proyek-proyek di 3 (tiga) Kementerian, yakni Kementerian
Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta
Kementerian Agama.

2. Pembiayaan Melalui SUN

Realisasi penerbitan SUN sampai 31 Desember 2016 sebesar Rp471,9 triliun


atau sebesar 100% sesuai dengan target tahunan penerbitan dalam APBN-P
tahun 2016. Dari sisi komposisi, penerbitan SUN melalui lelang di pasar
domestik dalam mata uang rupiah sebesar Rp307,4 triliun.
Penerbitan global bond selama tahun 2016 yang terdiri atas SUN dalam
denominasi USD sebesar USD3,5 miliar (ekuivalen Rp48,6 triliun) dan SUN
dalam denominasi Euro sebesar EUR3 miliar (ekuivalen Rp44,9 triliun). Dalam
rangka pengembangan basis investor domestik, pada tahun 2016 telah
diterbitkan SUN ritel sebesar Rp23,7 triliun. Selain itu, pada tahun 2016
dilaksanakan penerbitan SUN melalui private placement sebesar Rp20,6 triliun

141
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tabel 3.49 Penawaran SUN yang memenuhi benchmark


(miliar rupiah)
Total Penawaran Total
Total
Jenis Memenuhi Penawaran
Penawaran
Benchmark Diterima
Penerbitan domestik
(Lelang dan Private 622,135 457,620 341,965
Placement)

FR Rupiah 506,344 360,540 281,639

FR USD 2,659 2,659 2,659

SPN 113,131 94,421 57,667

Obligasi Ritel 23,778 23,610 23,610

ON Valas 250,667 106,380 106,380

Total 896,579 587,610 471,955

Penerbitan SUN tahun 2016 terdiri atas:


Laporan Kinerja Tahun 2016

a. Penerbitan SUN melalui lelang mata uang rupiah dan valas serta transaksi private
placement.

Pada tahun 2016 Pemerintah menerbitkan SUN melalui transaksi private placement
sebanyak 8 kali (termasuk penerbitan SUN berdenominasi USD). Transaksi tersebut
bertujuan dalam rangka menutup kekurangan kas jangka pendek, khususnya terkait
dengan kebutuhan kas di awal tahun. Pelaksanaan penjualan SUN dengan metode private
placement diatur dalam PMK Nomor 118/PMK.08/2015 tentang Penjualan SUN dalam
Mata Uang Rupiah dan Valas di Pasar Perdana Domestik dengan cara private placement.

Hasil Penerbitan SUN melalui Lelang dan Private Placement Tahun 2016

Tabel 3.50 Hasil penerbitan SUN melalui lelang dan private placement tahun 2016

Nominal
Jenis Instrumen Frekuensi Lelang
(triliun rupiah)

Obligasi Negara (ON) 28 281,639

Surat Perbendaharaan
26 57.666
Negara (SPN)

142
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

b. Penerbitan Surat Utang Negara Berdenominasi Valuta Asing di Pasar Internasional

1. Penerbitan SUN berdenominasi USD

Penerbitan SUN dalam valuta asing berdenominasi USD di pasar perdana internasional
(pre funding) dilakukan sebanyak satu kali dengan total penerbitan sebesar USD3,5 miliar
(ekuivalen Rp48,6 triliun) dengan tanggal setelmen pada 8 Desember 2015. Ringkasan
hasil penerbitan SUN berdenominasi USD di pasar perdana internasional adalah
sebagai berikut :

Tabel 3.51 Penerbitan SUN berdenominasi USD di Pasar Perdana Internasional

Seri SUN

Keterangan
RI0126 (New
RI0146 New Issuance)
Issuance)

Jumlah nominal yang dimenangkan USD2.250.000.000 USD1.250.000.000

Laporan Kinerja Tahun 2016


Tingkat kupon 4,750% 5,950%

Tingkat yield yang


4,800% 6,000%
dikenakan

Jatuh tempo 8 Januari 2026 8 Januari 2046

Tanggal Setelmen 8 Desember 2015

Listing Singapore Stock Exchange

Trustee, Registrar, Transfer Agent, Paying Agent Bank of New York Mellon

143
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

2. Penerbitan SUN dalam valuta asing denominasi Euro

Penerbitan SUN dalam valuta asing denominasi Euro menggunakan format 144A/RegS
dalam program Global Medium Term Notes (GMTN) dengan jumlah nominal penerbitan
sebesar EUR3 miliar (ekuivalen Rp44,9 triliun dengan kurs Rp14.991,87/EUR). Ringkasan
hasil penerbitan SUN berdenominasi Euro di pasar perdana internasional adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.52 Penerbitan Surat Utang Negara berdenominasi Euro

Seri SUN

Keterangan
RIEUR0623 RIEUR0628
(New Issuance) (New Issuance)

Jumlah nominal yang dimenangkan EUR1.500.000.000 EUR1.500.000.000

Tingkat kupon 2,625% 3,750%


Laporan Kinerja Tahun 2016

Tingkat yield yang


2,772% 3,906%
dimenangkan

Jatuh tempo 14 Juni 2023 14 Juni 2028

Tanggal Setelmen 14 Juni 2016

Singapore Stock Exchange (SGX) dan Frankfurt Open


Listing
Market (FOM)

3. Penerbitan SUN dalam valuta asing denominasi Yen (Samurai Bond)

Penerbitan SUN dalam valuta asing denominasi Yen (Samurai Bond) dengan total
penerbitan sebesar JPY100 miliar (ekuivalen Rp12,8 triliun). Terdapat 2 (dua) seri Samurai
Bonds yang diterbitkan, di mana merupakan Unguaranteed Samurai Bond. Ringkasan hasil
penerbitan Samurai Bonds tahun 2016 adalah sebagai berikut:

144
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tabel 3.53 Penerbitan SUN berdenominasi Yen

Seri SUN

Keterangan
RIJPY0619 RIJPY0621
(Un-Guaranteed) (Un-Guaranteed)

Jumlah nominal yang dimenangkan JPY62.000.000.000 JPY38.000.000.000

Tingkat kupon 0,830% 1,160%

Tingkat yield yang


0,830% 1,160%
dimenangkan

Jatuh tempo 21 Juni 2019 21 Juni 2021

Laporan Kinerja Tahun 2016


Tanggal Setelmen 21 Juni 2016

c. Penerbitan Obligasi Negara kepada Investor Ritel

Pada tahun 2016, Pemerintah menerbitkan SBR seri SBR002 dengan nominal penerbitan
sebesar Rp3,9 triliun yang memiliki tenor 2 tahun. Pada SBR002 terdapat fasilitas
pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) kepada Pemilik SBR pada tanggal 20
Juni 2017 dengan nilai maksimum early redemption sebesar 50% dari total kepemilikan
investor di masing-masing Agen Penjual dengan kelipatan Rp5 juta.

Dalam tahun yang sama, pemerintah kembali menerbitkan ORI dengan seri baru ORI013
dengan fitur Minimum Holding Period (MHP). Berdasarkan ketentuan ini, pemilik ORI tidak
dapat memindahbukukan kepemilikan ORI-nya selama 2 (dua) periode kupon pertama.
Untuk ORI013, MHP berlaku hingga tanggal 15 Desember 2016. ORI013 diterbitkan
dengan tenor 3 tahun dan tingkat kupon tetap sebesar 6,60% per tahun yang dibayarkan
secara bulanan. Berdasarkan hasil penjatahan ORI013 ditetapkan nominal penerbitan
ORI013 sebesar Rp19,7 triliun.

d. Penerbitan SUN dengan Metode Private Placement

Pada tahun 2016 penerbitan melalui metode private placement dilakukan sebanyak 8 kali
transaksi yaitu dengan LPS, OJK, LPDP, BCA, Danareksa Sekuritas, BNI, BRI, dan Pemda
(konversi DAU) dengan jumlah sebesar Rp20,555 triliun, yang terdiri dari:

145
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tabel 3.54 Penerbitan SUN metode private placement tahun 2016

No. Seri Nominal Tanggal Setelmen Jatuh Tempo

1. FR0069 Rp1.700 miliar 05-Feb-16 15-Apr-19

2. SPNNT20160610 Rp1.054 miliar 11-Mar-16 10-Jun-16

3. SPNNTD20160701 Rp360 miliar 08-Apr-16 01-Jul-16

4. FR0062 Rp400 miliar 20-May-16 15-Apr-42

5. USDFR0002 USD200.000.000 24-Jun-16 24-Jun-26

6. SPNNTD20160930 Rp211 miliar 01-Jul-16 30-Sep-16


Laporan Kinerja Tahun 2016

7. FR0045 Rp3.226 miliar 18-Jul-16 15-May-37

8. FR0071 Rp1.288 miliar 18-Jul-16 15-Mar-29

9. FR0070 Rp907 miliar 18-Jul-16 15-Mar-24

10. FR0057 Rp3.686 miliar 18-Jul-16 15-May-41

11. FR0067 Rp1.318 miliar 18-Jul-16 15-Feb-44

12. FR0061 Rp825 miliar 12-Aug-16 15-May-22

13. FR0063 Rp1.100 miliar 12-Aug-16 15-May-23

14.. FR0046 Rp825 miliar 12-Aug-16 15-Jul-23

15. FR0062 Rp992 miliar 12-Aug-16 15-Apr-42

146
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Rincian kinerja pengelolaan SUN 2012 s.d. 2016, dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.55 Kinerja pengelolaan SUN tahun 2012 2016

Instrumen 2012 2013 2014 2015 2016


Frek. Rp (miliar) Frek. Rp (miliar) Frek. Rp (miliar) Frek. Rp (miliar) Frek. Rp (miliar)
ON 122.245 165.450 23 203.855 28 213.538 28 281.639
21 23
SPN 30.520 42.400 22 60.900 29 74.634 26 57.667
Global Bond
USD 2 39.005 2 41.494 1 48.468 1 50.372 1 48.643
Euro - - 1 15.759 1 18.473 1 44.976
Samurai Bond 1 7.012 - - 1 11.054 1 12.761
USD Domestik - - - - 1 2.659
SUN Ritel
ORI 1 12.672 1 20.205 1 21.216 1 27.439 1 19.691
SBR - - 1 2.390 - 1 3.919
204.446 269.549 352.588 384.456 471.955

300

Laporan Kinerja Tahun 2016


250

200

150

100

50

2012 2013 2014 2015 2016

On SPN Global Bond Samurai Bond USD Domestik SUN Ritel

Grafik 3.10 Kinerja pengelolaan SUN tahun 2012 2016

3. Pembiayaan Melalui Pinjaman

Realisasi pengadaan pinjaman program hingga akhir tahun 2016 mencapai USD 2.656,39 juta atau
setara dengan Rp 35,86 triliun (asumsi kurs Rp 13.500/USD), melampaui target semula dalam APBN-P
sebesar USD 2.650 juta, sehingga nilai realisasinya adalah sebesar 100% dengan rincian
sebagai berikut:

147
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tabel 3.56 Realisasi pengadaan pinjaman program tahun 2016


(juta USD)

2016
No Lenders Indikasi Akumulasi s.d.
Realisasi
Komitmen Des 16
1. World Bank 1.106,39 1.106,39 14.731,36
1.Local Government and Decentralization Project 206,39 206,39 2.732,96
(LGDP) II
2.Sustainable and Inclusive Energy Program (SIEP) 500,00 500,00 6.738
(Carry over dari 2015)
3.First Indonesia Fiscal Reform-DPL 400,00 400,00 5.260,4
2. ADB 1.000,00 1.000,00 13.280,50
1.Stepping Up Investment for Growth Acceleration 500,00 500,00 6.626,00
Program (SIGAP)
2. Fiscal and Public Expenditure Management 500,00 500,00 6.654,50
Program
3. AFD 110,00 110,00 1.399,93
1.Fiscal Reform - Development Policy Loan 110,00 110,00 1.399,93
4. KFW 440,00 440,00 5.913,16
1. Stepping Up Investment for Growth Acceleration 220,00 220,00 2.949,76
Laporan Kinerja Tahun 2016

Sub-Program 2

2. Fiscal and Public Expenditure Management 220,00 220,00 2.963,40


Program
Total 2.656,39 2.656,39 35.324,95

Realisasi yang melampaui target semula tersebut dapat dicapai dengan membangun
mekanisme hubungan kerja yang baik khususnya dengan Kementerian Bidang
Perekonomian. Kementerian Bidang Perekonomian berperan untuk mengkoordinasikan
Bappenas dan Kementerian/lembaga yang menjadi Implementing Agencies untuk
menyiapkan policy matrix, yang menjadi persyaratan pinjaman program.

Kementerian Keuangan telah melakukan pembicaraan awal tripartit bersama calon lender
dan calon Implementing Agency. Selain itu, juga aktif berkoordinasi dengan calon lender
sehingga pada akhir tahun 2016 dapat menghasilkan kesepakatan nilai pinjaman program
sebesar USD 2.650 juta sesuai dengan target pinjaman program dalam APBN 2016

Upaya pemenuhan target pembiayaan APBN melalui tiga macam insrumen di atas
ditunjang pula dengan upaya menekan biaya utang dan risiko portofolio utang seminimal
mungkin melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pemilihan instrumen dan waktu yang tepat untuk pengadaan/penerbitan utang baru.
2. Pelaksanaan strategi front loading untuk mengantisipasi peningkatan biaya utang.

148
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

3. Optimalisasi pinjaman program dan pinjaman siaga yang memiliki biaya yang lebih
rendah.
4. Melakukan koordinasi dengan BLU dan BUMN dibawah koordinasi Kementerian
keuangan untuk membantu pemenuhan defisit APBN melalui penanaman dananya
pada instrumen SBN domestik.
5. Penambahan utang valas tetap dilakukan secara selektif terutama dengan
mengutamakan mata uang kuat yang memiliki fluktuasi rendah dan memiliki biaya
utang yang relatif murah.
6. Penetapan komposisi pengadaan/penerbitan utang yang tepat, sehingga memberikan
bauran portofolio yang memiliki biaya dan risiko yang sesuai dengan target yang
ditetapkan
7. Penerbitan SBN mengutamakan sumber pembiayaan dari domestik untuk memitigasi
risiko nilai tukar rupiah
8. Penerbitan SBN lebih mengutamakan SBN dengan tingkat bunga tetap untuk
memitigasi risiko tingkat bunga
9. Upaya peningkatan penerbitan SPN 3 bulan dan 6 bulan sebagai penyeimbang
portofolio, meningkatkan likuiditas pasar domestik dan menekan biaya utang

Upaya menekan biaya dan risiko portofolio utang tersebut memiliki keterkaitan erat
dengan sasaran strategis dalam Renstra DJPPR, yaitu dengan pengelolaan utang yang
semakin efisien, maka hal ini dapat mendukung pencapaian target pengelolaan utang
jangka panjang, yaitu memenuhi pembiayaan APBN dengan biaya yang optimum dan risiko

Laporan Kinerja Tahun 2016


yang terkendali.

Adapun perbandingan capaian IKU selama tiga tahun berturut-turut seperti tertera pada
tabel berikut:

Tabel 3.57 Capaian IKU Pengadaan Utang tahun 2014-2016

2014 2015 2016

Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi

100% 100,19% 100% 99,83% 100% 99,99%

a. Melakukan negosiasi pinjaman program dengan lenders, antara lain untuk pinjaman:

i. Local Sustainable and Inclusive Energy Program (SIEP) dari World Bank;
ii. Local Government and Decentralization Project (LGDP) I-II dari World Bank.

b. Melaksanakan penerbitan SBN, baik untuk pembiayaan kas maupun pembiayaan


infrastruktur sesuai dengan strategi dan jadwal yang telah direncanakan, a.l.:

i. Penerbitan SBN di pasar domestik (denominasi IDR dan USD) dan pasar global
(denominasi USD, EUR, JPY);
ii. Penerbitan SBN melalui mekanisme private placement;
iii. Penerbitan seri SBN ritel non-tradable;

149
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

iv. Penerbitan Sukuk (Project Based Sukuk) yang di-earmarked untuk membiayai
proyek proyek Infrastruktur K/L tahun 2016 sebesar IDR 13,67 T yang terdiri dari
285 Proyek pada 3 Kementerian yang tersebar di 32 provinsi.

c. Bersama eselon I dan unit lain yang terkait, menyusun peraturan dan produk hukum
lain yang mendukung program tax amnesty, misalnya:

i. PMK nomor 119, 123, 150/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta
Wajib Pajak Ke Dalam Wilayah NKRI Dan Penempatan Pada Instrumen Investasi Di
Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak;
ii. PMK nomor 122, 151/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib
Pajak Ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Penempatan Pada
Instrumen Investasi Di Luar Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak; dan
iii. MOU kerahasiaan data antara Pemerintah, BI, dan OJK.

d. Revisi strategi pembiayaan tahunan melalui utang tahun 2016 untuk mengakomodasi
potensi pelebaran rasio defisit terhadap PDB sebesar 2,7%

Sasaran Strategis 8: Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif


Laporan Kinerja Tahun 2016

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya mengawasi, mengamati, mengecek


dengan cermat, memantau pekerjaan maupun laporan agar sesuai dengan ketentuan/
peraturan yang berlaku. Untuk mencapai sasaran tersebut, Kementerian Keuangan
mengidentifikasi 3 (tiga) IKU sebagaimana dijabarkan pada tabel berikut.

Tabel 3.58 Capaian IKU pada SS Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif

SS 8: Pengendalian mutu dan penegakan


hukum yang efektif

Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja

Persentase hasil penyidikan


8a yang telah dinyatakan lengkap 55% 79,75% 120,00
oleh kejaksaan (P21)

Persentase rekomendasi BPK


8b atas LKPP dan LK BUN yang 45% 51,29% 113,98
telah ditindaklanjuti

Persentase keberhasilan
8c 88,20% 104,78% 118,80
pelaksanaan Joint Audit

150
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

8a. Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21)

Indikator penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh kejaksaan ini membandingkan antara
jumlah berkas perkara yang berstatus lengkap dengan jumlah penyidikan. Status P21
adalah status dinyatakan lengkapnya berkas perkara pidana (dinyatakan memenuhi
syarat untuk proses selanjutnya) oleh Kejaksaan. Termasuk dalam status P21 apabila WP
menggunakan pasal 44B UU KUP.

Jumlah penyidikan adalah jumlah akumulasi tunggakan penyidikan (Sprindik) dan SPDP
yang outstanding sampai dengan awal tahun ditambah dengan jumlah penyidikan
(Sprindik) dan SPDP yang diterbitkan pada periode berjalan.

IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21) pada
level Kementerian Keuangan-Wide ini di-cascade kepada 2 unit Eselon I (DJP dan DJBC)
yang memiliki target dan capaian sebagaimana uraian di bawah ini.

1. Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21)
(DJP)

Penegakan hukum perpajakan dilakukan setelah tahapan pembinaan dan pengawasan


oleh DJP. Penegakan hukum dilakukan dengan prinsip keadilan terhadap Wajib Pajak yang

Laporan Kinerja Tahun 2016


menghindari pajak, terutama terhadap Wajib Pajak yang terindikasi melakukan kegiatan
tindak pidana di bidang perpajakan.

Salah satu kegiatan penegakan hukum yang dilakukan DJP adalah kegiatan penyidikan,
yang diukur melalui IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh
Kejaksaan (P-21). IKU ini bertujuan untuk meningkatkan upaya penegakan hukum melalui
penyidikan yang efektif terhadap kasus tindak pidana perpajakan untuk memberi efek
jera (deterrent effect) bagi wajib pajak sehingga peraturan perpajakan dapat ditaati secara
voluntary compliance. Adapun formula penghitungan IKU ini adalah sebagai berikut:

Jumlah Berkas perkara yang berstatus P-21 +


Jumlah perkara yang diselesaikan melalui Pasal 44B UU KUP + Jumlah
penghentian penyidikan karena Amnesti Pajak
x 100%
Jumlah outstanding Sprindik pada awal tahun
Jumlah penyidikan yang sudah tidak dapat dilanjutkan

46
= x 100% = 50%
114-22

151
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Berdasarkan formula tersebut, penghitungan penetapan target maupun realisasi


IKU pada tahun 2106 adalah sebagai berikut :

Tabel 3.59 Realisasi Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) DJP tahun 2016

Realisasi
No URAIAN/TAHUN 2016
2016

1 Jumlah Berkas Perkara berstatus P-21 40

2 Jumlah Perkara yang diselesaikan Pasal 44 B UU KUP 46 2

3 Jumlah Penghentian Penyidikan karena Tax Amnesty 16

Jumlah Berkas Perkara Penyidikan yang dinyatakan


4 46 58
Laporan Kinerja Tahun 2016

Lengkap (1+2+3)

5 Jumlah Outstanding Sprindik Awal Tahun 114 114

6 Jumlah Penyidikan yang tidak dapat dilanjutkan 22 22

7 Jumlah Berkas Perkara yang ditindaklanjuti (5-6) 92 92

Persentase Penyidikan yang Dinyatakan Lengkap (P-21)


8 50% 63.04%
(4 : 7)

Sumber : Register Penyidikan Direktorat Penegakan Hukum

Selain menjalankan tugas dan fungsi dalam penegakan hukum, pelaksanaan


penyidikan perpajakan tahun 2016 juga berkontribusi dalam penerimaan
negara tahun 2016 melalui pelaksanaan Pasal 44B UU KUP oleh WP yang
menyampaikan permohonan penghentian penyidikan dengan melakukan
pelunasan jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak
seharusnya dikembalikan dan sanksi administrasi Pasal 44B UU KUP. Jumlah
penerimaan negara yang diperoleh dari penyelesaian berkas perkara melalui
Pasal 44B UU KUP Tahun 2016 adalah sebesar Rp 461,42 miliar (Pokok Pajak
yang terutang Rp 92,28 miliar ditambah sanksi administrasi Pasal 44B UU
KUP sebesar Rp 369,14 miliar).

152
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Beberapa program yang telah dilakukan untuk menunjang keberhasilan


pencapaian kinerja penyidikan tindak pidana perpajakan tahun 2016 adalah :

a. Melaksanakan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang


pidana asalnya (predicate crime) berasal dari tindak pidana di bidang
perpajakan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang. Tahun 2016 terdapat 2 (dua) berkas perkara yang P-21
atas penyidikan TPPU.
b. Peningkatan kapasitas penyidik maupun jaksa mengenai penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan dengan melibatkan para ahli dan
aparat penegak hukum;
c. Pembentukan kerja sama dengan Kepolisian Negara RI, Kejaksaan
Agung RI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dituangkan dalam
Memorandum of Understanding (MoU);
d. Meminta dukungan Tenaga Forensik Digital dalam proses penyidikan,
utamanya dalam pengumpulan dan pengolahan barang bukti digital.

Kendala yang dihadapi dalam upaya optimalisasi penyidikan tindak pidana


perpajakan adalah:

Laporan Kinerja Tahun 2016


a. Belum meratanya kapasitas aparat penegak hukum mengenai peraturan
perpajakan dan juga terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016
tentang Pengampunan Pajak ;
b. Upaya perlawanan dalam pelaksanaan penyidikan dari Wajib Pajak
tertentu;
c. Dinamika hukum acara pidana yang mempengaruhi proses penyidikan;
d. Belum meratanya kecukupan Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan
(IDLP) sebagai bahan untuk ditindaklanjuti dengan pemeriksaan bukti
permulaan dan ditingkatkan ke penyidikan pada Unit-Unit Pelaksana
Penyidikan Pajak;

Untuk mengatasi kendala yang dihadapi, telah ditetapkan beberapa rencana


aksi yang akan dilaksanakan dalam tahun 2017 sebagai berikut:

a. Meningkatkan koordinasi dan konsultasi dengan Kejaksaan


dan Kepolisian dalam penanganan penyidikan;
b. Menyempurnakan petunjuk pelaksanaan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan dan menyusun petunjuk pelaksanaan penyidikan
TPPU dengan predicate crime di bidang perpajakan;
c. Menyelenggarakan workshop penegakan hukum bagi Account
Representative serta diklat PPNS bagi fungsional pemeriksa pajak di
KPP sehingga IDLP sebagai bahan untuk dilakukannya pemeriksaan
bukti permulaan dan penyidikan meningkat;
d. Melakukan kegiatan pengawasan, koordinasi, dan asistensi kepada
seluruh Unit Pelaksana Penyidikan Pajak;
e. Optimalisasi dan peningkatan SDM Penegakan Hukum dengan
menyelenggarakan Diklat PPNS dan mengajukan usulan Diklat
Penyegaran PPNS.

153
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

2. Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh


Kejaksaan (P21) (DJBC)

IKU ini bertujuan untuk mendorong kinerja penyidikan kasus tindak pidana
kepabeanan dan cukai sampai dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan yang
berasal dari Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai adalah segala perbuatan yang


berhubungan dengan Kepabeanan dan Cukai yang atas perbuatan tersebut
diancam dengan pidana. Penerbitan SPDP menandai dimulainya kegiatan
penyidikan dengan pemberitahuan secara resmi kepada Kejaksaan.
Penyidikan merupakan tahap dimana penyidik berupaya mengungkapkan
fakta-fakta dan bukti-bukti atas terjadinya suatu tindak pidana serta
menemukan tersangka pelaku tindak pidana tersebut.

Status P-21 merupakan status dimana berkas perkara pidana yang


dilakukan penyidik DJBC dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan dan siap untuk
dilimpahkan ke pengadilan untuk menjalani proses persidangan. Status
SP3 berarti proses penyidikan dinyatakan dihentikan karena tidak cukup
bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau
penyidikan dihentikan demi hukum sesuai Pasal 109 ayat (2) KUHAP.
Laporan Kinerja Tahun 2016

Pada tahun 2016 realisasi IKU ini adalah 96,45% dari target yang
ditetapkan sebesar 60%. Realisasi tahun 2016 mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan tahun 2015 sebesar 90,27%.

Tabel 3.60 Perkembangan capaian IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh
Kejaksaan (P21) - DJBC

Tahun SPDP P-21 Realisasi Target

2011 121 96 79,34% 50%

2012 150 118 78,67% 50%

2013 159 130 81,76% 55%

2014 128 102 80,31% 60%

2015 113 102 90,27% 60%

2016 197 190 96,45% 60%

Sumber : LAKIN DJBC Tahun 2015 dan Realisasi IKU Kemenkeu-one 2016

154
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Realisasi IKU ini secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.61 Hasil penyidikan yang berstatus P-21 tahun 2016

No. SPDP P-21 Realisasi Target

1 Kantor Pusat 9 7 78,00%

2 KPU Tg. Priok 6 6 100,00%

3 KPU Batam 2 2 100,00%

4 KPU Soekarno Hatta 3 3 100,00%

5 NAD 12 12 100,00%

6 Sumut 25 23 92,00%

7 Riau & Sumbar 12 11 92,00%

8 Khusus Kepri 53 53 100,00%

9 Sumbagsel 5 5 100,00%

Laporan Kinerja Tahun 2016


10 Banten 2 2 100,00%

11 Jakarta 7 7 100,00%

12 Jabar 11 11 100,00%

13 Jateng & DIY 12 12 100,00%

14 Jatim I 10 9 90,00%

15 Jatim II 4 4 100,00%

16 Bali, NTB, NTT 3 3 100,00%

17 Kalbagbar 11 11 100,00%

18 Kalbagtim 6 6 100,00%

19 Sulawesi 3 2 67,00%

20 Maluku, Papua & Papua Barat 1 1 100,00%

JUMLAH
(SP3 dikeluarkan dari perhitungan) 197 190 96,45%

Sumber: Hasil Rekonsiliasi Data Direktorat P2 dengan Data Kanwil dan KPU

155
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tercapainya target tahun 2016 tidak lepas dari upaya DJBC untuk meningkatkan
profesionalisme para penyidik DJBC di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini bisa terjadi
berkat asistensi dan workshop yang diadakan terkait dengan kegiatan penyidikan. Selain
itu, tingkat kecepatan penyelesaian penyidikan yang masih bervariasi antar wilayah
juga berdampak pada capaian IKU yang terlihat kurang cepat. Hal ini disebabkan kurang
lengkapnya data/berkas serta syarat formal dan materiil dari unit yang melakukan
penindakan, masih minimnya pemahaman sebagian jaksa terhadap tindak pidana
kepabeanan dan cukai di beberapa daerah, belum optimalnya koordinasi antara DJBC
dengan Kejaksaan, dan belum adanya kurikulum tindak pidana kepabeanan dan cukai di
Universitas serta lembaga pendidikan di Indonesia sehingga berakibat pada minimnya
pemahaman masyarakat terhadap hal tersebut.

Strategi-strategi yang dilakukan DJBC untuk mendukung ketercapaian target capaian


IKU pada tahun 2016 ini diantaranya melalui asistensi penyelesaian SPDP pada unit kerja
yang mengalami kesulitan administrasi dan teknis dalam penyelesaian penyidikan (P21),
pelaksanaan workshop administrasi penyidikan, dan pelaksanaan pra-seleksi bagi peserta
yang akan mengikuti Diklat Penyidikan.

8b. Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang telah ditindaklanjuti

IKU Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang telah ditindaklanjuti
bertujuan untuk memonitor penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi BPK serta
Laporan Kinerja Tahun 2016

menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban keuangan negara.


Realisasi IKU dillaporkan secara semesteran dengan polarisasi data menggunakan
maximize, dengan harapan semakin banyak rekomendasi ayng diselesaikan maka semakin
baik. Jenis konsolidasi periode menggunakan take last known value, dimana data yang
digunakan adalah angka periode terakhir.

Pada tahun 2016, terdapat perubahan kriteria dalam penghitungan capaian IKU. Pada
tahun 2015 dan tahun-tahun sebelumnya, penghitungan capaian hanya didasarkan
pada adanya tindak lanjut atas rekomendasi BPK pada tahun berkenaan tanpa melihat
tuntasnya tindak lanjut tersebut dalam memenuhi rekomendasi BPK. Mulai tahun 2016,
penghitungan capaian didasarkan pada tuntasnya tindak lanjut yang direkomendasikan
BPK. Outstanding rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang diperhitungkan adalah
rekoemndasi rekomendasi dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2015 yang menjadi
tanggung jawab Kementerian Keuangan dan juga K/L lainnya.
Tindak lanjut Pemerintah terhadap TP BPK atas LKPP dan LK BUN perlu diselesaikan
sebagaimana yang direkomendasikan oleh BPK. Setiap K/L dan Pengguna Anggaran BUN
diwajibkan menyampaikan tindak lanjut atas rekomendasi terkait. Penyampaian TP BPK
tersebut direncanakan setiap akhir bulan Maret, Juli, dan November 2016.
Pengukuran dihitung dari penyelesaian rekomendasi yang ditindaklanjuti sebagaimana
action plan dan timeframe yang ditetapkan pemerintah dengan menggunakan dua
kriteria, yaitu:

1. Rekomendasi yang ditindaklanjuti, merupakan rekomendasi yang diusulkan selesai


kepada BPK. Status rekomendasi BPK yang diusulkan selesai, ditetapkan pada forum
pembahasan bersama DJPB, Itjen, unit eselon I terkait dan Auditor BPK.
2. Rekomendasi yang diselesaikan, merupakan rekomendasi yang dinyatakan tuntas
oleh BPK dan tercantum dalam LHP.

156
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Penghitungan realisasi adalah dengan kombinasi 2 (dua) kriteria tersebut di atas dengan
bobot yang telah ditentukan. Adapun formula untuk tiap semester adalah sebagai berikut:

Capaian Semester I =

Capaian Semester II =

Keterangan:

a= Jumlah rekomendasi BPK dalam LHP Tindak Lanjut


dalam Hasil Pemeriksaan LKPP tahun 2015 yang
dinyatakan selesai
b= Jumlah outstanding rekomendasi BPK dalam LHP
tindak Lanjut dalam Hasil Pemeriksaan LKPP
tahun 2015
c= Jumlah rekomendasi BPK dalam LHP LKPP yang

Laporan Kinerja Tahun 2016


diusulkan selesai dalam tahun 2016
d= Jumlah outstanding rekomendasi BPK dalam
LHP LKPP 2015
e= Jumlah rekomendasi BPK dalam LHP Tindak Lanjut
dalam Hasil Pemeriksaan BUN tahun 2015 yang
dinyatakan selesai
f= Jumlah outstanding rekomendasi BPK dalam LHP
tindak Lanjut dalam Hasil Pemeriksaan BUN tahun 2015
g = Jumlah rekomendasi BPK dalam LHP BUN yang
diusulkan selesai dalam tahun 2016
h = Jumlah outstanding rekomendasi BPK dalam
LHP BUN 2015

Catatan: Dalam LHP tindaklanjut LKPP/LK BUN sudah terangkum


rekomendasi tahun-tahun sebelumnya yang belum selesai ditindaklanjuti.

Rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang telah ditindaklanjuti tahun
2016 telah mencapai target 45%, yaitu sebesar 51,29%. Rekapitulasi
penyelesaian rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN tahun 2016 di
Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut:

157
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

I. Penyelesaian Rekomendasi BPK atas LKPP

Tabel 3.62 Persentase penyelesaian rekomendasi BPK atas LKPP

Semester I Semester II

Jumlah Selesai %
Selesai Jumlah
Rekomen % (LHP LKPP 2015) % Rata-rata
(LHP LKPP 2015) Rekomendasi
dasi Tahunan

217 62 28,57% 224 179 79,91% 54,24%

II. Penyelesaian Rekomendasi BPK atas LK BUN

Tabel 3.63 Persentase Penyelesaian Rekomendasi BPK atas LK BUN

Semester I Semester II

Jumlah Selesai % Jumlah Selesai % %


Rekomen (LHP LKPP 2015) Rekomendasi (LHP LKPP 2015) Rata-rata
Laporan Kinerja Tahun 2016

dasi Tahunan

191 63 32,98% 190 121 63,68% 48,33%

Tantangan yang dihadapi dalam penyelesaian rekomendasi BPK, antara lain:

1. Tindak lanjut rekomendasi BPK atas temuan LKPP dan LKBUN tersebar pada
beberapa unit Eselon I Kemenkeu dan K/L terkait lainnya, seperti Kementerian ESDM
(SKK migas dan Pertamina). Namun demikian, beberapa penyelesaian teknis atas
rekomendasi BPK tersebut merupakan kewenangan K/L terkait, sehinga penyelesaian
sebagian rekomendasi BPK tidak/belum bisa diselesaikan sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan.
2. Tindak lanjut atas rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN sebagian penyelesaiannya
membutuhkan jangka waktu lebih dari satu tahun.

Dalam rangka menyelesaikan tindak lanjut atas rekomendasi atas temuan pemeriksaan,
Kementerian Keuangan telah melaksanakan berbagai upaya antara lain:

1. Melakukan pembahasan progress penyelesaian tindak lanjut dengan UIC lingkup


Kemenkeu secara berkala, termasuk dengan K/L terkait. Pada tahun 2016 telah
dilakukan 10 kali pembahasan dengan UIC.
2. Melakukan pembahasan progress penyelesaian tindak lanjut dengan Pimpinan
Kemenkeu secara berkala. Pada tahun 2016 telah dilakukan 4 kali pembahasan,
terakhir pada tanggal 25 November 2016.

158
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

3. Melakukan pembahasan tindak lanjut 8c. Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint


rekomendasi dengan auditor BPK untuk Audit
memastikan tindak lanjut yang dilakukan sesuai
dengan rekomendasi. Pada tahun 2016 telah Joint Audit antara Direktorat Jenderal Pajak dan
dilakukan 5 kali pembahasan dengan BPK Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilaksanakan
,terakhir pada tanggal 11 November 2016 dalam rangka:
4. Menyampaikan Laporan Monitoring a. Mengoptimalkan penerimaan negara dan
Penyelesaian Tindak Lanjut Rekomendasi BPK penegakan hukum di bidang perpajakan,
atas Pemeriksaan LKPP kepada BPK. Pada kepabeanan, dan/atau cukai; dan
tahun 2016 telah dilakukan 7 kali penyempaian b. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
laporan monitoring kepada BPK, terakhir perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai baik
tanggal 28 Desember 2016. untuk tahun berjalan maupun untuk tahun-
5. Membentuk Task Force yang keanggotaannya tahun sebelumnya yang ditetapkan oleh
berasal dari Kemenkeu dan K/L yang mendapat Komite Joint Audit.
opini Disclaimer pada tahun 2015 untuk Joint Audit antara Direktorat Jenderal Pajak
mempercepat penyelesaian permasalahan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah
yang menjadi penyebab opini WDP atas LKPP kegiatan pemeriksaan pajak, audit kepabeanan,
dan LKBUN, dan penyebab opini Disclaimer dan/atau audit cukai yang dilakukan bersama-
pada LK K/L. sama oleh pemeriksa pajak dan auditor bea dan
cukai terhadap Wajib Pajak/Auditee yang telah
Dalam rangka peningkatan capaian IKU ini, terdapat ditentukan oleh Komite Joint Audit.
beberapa rencana aksi yang akan dilakukan pada

Laporan Kinerja Tahun 2016


tahun 2017, yaitu: Pelaksanaan Joint Audit antara Direktorat
Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan
1. Kemenkeu akan melakukan pembahasan atas Cukai dilaksanakan sesuai dengan Keputusan
tindak lanjut terhadap rekomendasi BPK pada Menteri Keuangan nomor 504/KMK.09/2015
LHP BPK atas LKBUN Tahun 2015 dan tahun- tentang Joint Audit antara Direktorat Jenderal
tahun sebelumnya yang belum selesai dengan Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
auditor BPK. IKU Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint
2. Monitoring penyelesaian berdasarkan Audit, mengukur keberhasilan pelaksanaan Joint
rekomendasi BPK atas LKPP. Audit yang didasarkan secara akumulatif pada 3
3. Komunikasi penyelesaian dengan BPK. unsur yaitu:
4. Menyampaikan monitoring penyelesaian 1. Kualitas penetapan auditee yang sesuai
berdasarkan action plan kepada BPK. dengan kriteria Joint Audit;
5. Menyurati K/L dan BA BUN untuk segera 2. Ketepatan waktu penyelesaian joint audit;
menyampaikan laporan monitoring dan tindak 3. Keberhasilan Pelaksanaan Joint Audit
lanjut temuan BPK atas LKPP dan LK BUN berdasarkan Nilai Tambah Bayar Pajak Hasil
tepat waktu sesuai PMK No.116/PMK.05/2007. Joint Audit
6. Melakukan koordinasi dan pembahasan dengan
pihak terkait untuk penyelesaian tindak lanjut Realisasi IKU ini pada tahun 2016 adalah sebesar
atas temuan BPK atas LKPP. 104,78% (118% dari target yang ditetapkan
sebesar 88,2%) sebagaimana tabel berikut.

Tabel 3.64 Capaian IKU Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint Audit

T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-16 Pol/ K P


Target 13,2% 31% 31% 53% 53% 88,2% 88,2% Max / TLK
Realisasi 1,88% 88,72% 88,72% 106,67% 106,67% 104,78% 104,78%
Capaian 14,24 286,19 286,19 201,26 201,26 118,8 118,8

159
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Joint Audit adalah sebagai berikut:
1. Penetapan obyek audit/pemeriksaan seringkali membutuhkan waktu
yang lama sehingga audit tidak dapat diselesaikan dalam tahun berjalan.
Hal ini berdampak pada pergeseran waktu perolehan penerimaan negara
dari hasil Joint Audit.
2. Pelaksanaan pertukaran data dan pelaksanaan Joint Completion masih
belum optimal.
3. Pelaksanaan Joint Audit harus dihentikan apabila Wajib Pajak
memanfaatkan program Tax Amnesty, sehingga hasil Joint Audit tidak
dapat secara optimal berkontribusi terhadap penerimaan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, telah ditetapkan upaya


optimalisasi pelaksanaan Joint Audit sebagai berikut:

a. Menyusun batas waktu penetapan obyek audit/pemeriksaan yang


mendukung percepatan proses pelaksanaan Joint Audit.
b. Memperkuat Joint Analysis untuk mengoptimalkan penentuan obyek
audit, pertukaran data terkait dengan pelaksanaan audit / pemeriksaan,
dan Joint Completion terkait penyelesaian audit / pemeriksaan yang
terkonsolidasi dan selaras.
c. Secara rutin melakukan pelatihan atau workshop terkait dengan
Laporan Kinerja Tahun 2016

penyelarasan program audit/ pemeriksaan dan teknik analisis audit /


pemeriksaan.

Sasaran Strategis 9: SDM yang kompetitif

Pembentukan SDM adalah upaya untuk menyiapkan SDM yang berkompetensi tinggi
untuk kepentingan jangka panjang. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian
Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagaimana dalam
tabel 3.63 berikut:
Tabel 3.65 Capaian IKU pada SS SDM yang kompetitif

SS 9: SDM yang kompetitif

Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja

Persentase pejabat yang telah memenuhi


9a 89% 92,79% 104,26
standar kompetensi jabatan

9b Nilai peningkatan kompetensi SDM 23 34,16 120,00

160
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

9a. Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan IKU

Persentase Pejabat Kementerian Keuangan yang telah Memenuhi Standar Kompetensi


Jabatan merupakan salah satu IKU Kemenkeu Wide Kementerian Keuangan tahun
2015. IKU ini disusun untuk mengukur persentase pejabat di lingkungan Kementerian
Keuangan yang mempunyai kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Jabatannya.
Persentase pejabat Kementerian Keuangan yang telah memenuhi Standar Kompetensi
Jabatannya, diperoleh dari jumlah pejabat eselon II, III dan IV di lingkungan Kementerian
Keuangan yang memiliki nilai Job Person Match (JPM) 72 dibandingkan dengan jumlah
pejabat eselon II, III dan IV di lingkungan Kementerian Keuangan yang telah mengikuti
Assessment Center (AC). Dimana, SKJ (Standar Kompetensi Jabatan) adalah Jenis dan
level kompetensi yang menjadi syarat keberhasilan pelaksanaan tugas suatu jabatan,
sedangkan Job Person Match adalah Indeks kesesuaian antara kompetensi pejabat
dengan SKJ.
.

JPM =

Formula perhitungan IKU:

Laporan Kinerja Tahun 2016


Jumlah Pejabat (Eselon II s.d. IV) di
lingkungan Kemenkeu yang telah
memenuhi kompetensi jabatan
Persentase pejabat yang telah
memenuhi standar kompetensi x 100%
=
jabatan
Jumlah Pejabat (Eselon II s.d. IV) di
lingkungan Kemenkeu yang telah
mengikuti assessment

Pada tahun 2016 telah dilaksanakan AC oleh terhadap pegawai di lingkungan


Kementerian Keuangan sebagaimana data pada tabel berikut:

Tabel 3.66 Jumlah pegawai yang telah mengikuti Assessment Centre tahun 2016

Jabatan Jumlah

Eselon II 28

Eselon III 395

Eselon IV 1.372

Eselon IV 116

Fungsional 379

Pelaksana 498

TOTAL 2.788 orang

161
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Pada akhir tahun 2016, dari total 10.218 pejabat Eselon II,III, dan IV Kementerian Keuangan
yang telah mengikuti Assessment Center terdapat 9.481 pejabat yang memenuhi standar
JPM dan masih terdapat 737 pejabat yang belum memenuhi standar JPM.

Sehingga capaian IKU Persentase pejabat Kementerian Keuangan yang telah memenuhi
SKJ adalah 9.481/10.218= 92,79%, melampaui target tahun 2016, yaitu 89%
sehingga diperoleh Indeks Capaian 104,26%.

Tabel 3.67 Capaian IKU Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan periode Q4 tahun 2015-2016

Periode Q4 2016 Periode Q4 2015

72 Eselon II ,III, < 72 Eselon II ,III, Eselon II ,III, Dan


Capaian JPM Capaian JPM Kenaikan
Dan IV Dan IV IV Sudah AC

9.481 737 10.218 92,79% 90,87% 1,92%


Laporan Kinerja Tahun 2016

Perolehan capaian yang melebihi target ini dan kenaikan 1,92% dari tahun sebelumnya
didukung oleh prioritas AC dan pengembangan pegawai sebagai berikut.

a. Prioritas pelaksanaan Re-Assessment Center (Re-AC) dapat dilakukan terhadap


pejabat yang masih memiliki JPM <72% terhadap jabatannya namun telah dilakukan
pengembangan kompetensi terlebih dahulu sebelumnya.
b. Telah dilakukan monitoring pelaksanaan penyampaian hasil AC kepada pejabat Es II, III
dan IV Kementerian Keuangan dalam bentuk Laporan Individual Assessment Center
(LIAC) untuk membantu pegawai dalam menentukan pengembangan kompetensi baik
secara mandiri atau penugasan dari pimpinan.
c. Telah dilakukan penyusunan pemetaan gap kompetensi pegawai sehingga
pengembangan yang dilakukan secara terencana dan spesifik sesuai dengan
kebutuhan pegawai untuk memenuhi persyaratan kompetensi pada jabatannya atau
SKJ.

Dalam rangka transparansi hasil Assessment Center, telah disampaikan Hak Akses
Modul Assessment Center pada web Biro Sumber Daya Manusia kepada Pejabat Eselon
III pengelola kepegawaian masing-masing unit eselon I. Saat ini Pejabat Eselon III
pengelola kepegawaian dapat melihat Laporan Individual Assessment Center (LIAC),
GAP Kompetensi, dan melakukan simulasi JPM terhadap pejabat eselon II, III di lingkungan
unitnya masing-masing. Selain itu, pejabat eselon II dan III Kementerian Keuangan dan
Eselon IV, pelaksana Sekretariat Jenderal dapat melihat LIAC mereka masing-masing
dengan mengakses menu Assessment Center.

Kendala yang dihadapi terkait pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai target
pejabat yang memenuhi SKJ-nya di lingkungan Kementerian Keuangan adalah
penjadwalan pelaksanaan AC terhadap pejabat yang seringkali berubah terkait adanya
penugasan lain terhadap pejabat dimaksud. Untuk itu diperlukan koordinasi lebih intensif
dengan unit eselon I terkait penjadwalan AC pejabat.

162
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tren perbandingan antara target IKU Persentase pejabat Kementerian Keuangan yang
telah memenuhi standar kompetensi jabatan (SKJ) dengan realisasinya selama 5 (lima)
tahun terakhir adalah sebagai berikut.

94.00%
92.79%
92.00%
90% 90.88%

90.00% 88.52%

88.00% 89%

88%8 8%
86.00%
87%
85.00%
84.00%

82.00%

82.50%
80.00%

78.00%

76.00%

Laporan Kinerja Tahun 2016


2012 2013 2014 2015 2016

Realisasi Target

Grafik 3.11 Tren target dan realisasi IKU Persentase Pejabat Kementerian Keuangan yang telah memenuhi SKJ Tahun 2012-2016

Dengan pertimbangan tren realisasi capaian yang selalu melebihi target dari tahun ke
tahun, tahun 2017 target IKU ini ditingkatkan menjadi 90%.

9b. Nilai peningkatan kompetensi SDM

Kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan karakteristik dan


kemampuan kerja SDM yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan,
dan sikap sesuai tugas dan/atau fungsi jabatan. Pengembangan kompetensi
SDM Kementerian Keuangan ditujukan untuk membangun pegawai
Kementerian Keuangan yang berkompetensi tinggi, yang dilakukan
melalui program pendidikan dan pelatihan dan didasarkan pada kebutuhan
kompetensi masing-masing pegawai.

IKU Nilai Peningkatan Kompetensi SDM bertujuan mengukur keberhasilan


program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan Kemenkeu untuk
meningkatkan kompetensi peserta diklat. Nilai peningkatan kompetensi
SDM didapatkan dari rata-rata raw data selisih level kompetensi akhir
dengan level kompetensi awal setiap responden survey yang merupakan
atasan, peers maupun bawahan peserta diklat (3600). IKU ini memiliki
polarisasi maximize dimana nilai peningkatan kompetensi SDM diharapkan
melebihi target yang ditetapkan.

163
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Formula : Rata-rata (nilai kompetensi akhir nilai kompetensi awal)

Tahapan pengukuran IKU ini adalah:

1. Pengukuran level kompetensi awal dengan menggunakan pre-assessment melalui


metode survei 360. Tahap pertama ini dilaksanakan sebelum peserta mengikuti
diklat. Pegawai yang akan dianalisis adalah pegawai yang memiliki nilai pre-
assessment dibawah 60.
2. Pengukuran level kompetensi akhir dengan menggunakan metode yang sama dengan
tahapan pertama. Kegiatan ini dilakukan secepat-cepatnya 3 bulan dan selambat-
lambatnya 6 bulan setelah peserta kembali bekerja sesuai dengan kompetensi yang
diperoleh dari diklat yang diikuti.
Skala penilaian assessment adalah 1-10 dengan konversi ke skor 1-100 baik pada level
kompetensi awal maupun level kompetensi akhir.

Pada tahun 2016, evaluasi dilakukan terhadap alumni dari 23 program diklat yang obyek
survei. Realisasi IKU tahun 2016 adalah sebesar 34,16 dari target sebesar 23.
Tabel 3.68 Capaian IKU Nilai peningkatan kompetensi SDM

K-Wide Sumber Daya Manusia yang kompetitif


Laporan Kinerja Tahun 2016

9b - Nilai Peningkatan Kompetensi SDM


T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-16 Pol/ KP
Target - - - - - 23 23 Max/ TLK
Realisasi - - - - - 34,16 34,16
Capaian - - - - - 148,53 148,53

Realisasi IKU sudah melampaui target IKU dan target Renstra selama tahun 2015
dan 2016.

40

30
Realisasi IKU
20
Target Renstra
10
Target IKU
0

2015 2016

Grafik 3.12 Perkembangan target dan realisasi IKU Nilai Peningkatan Kompetensi SDM tahun 2015-2016

164
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Rincian jenis diklat dan realisasi pada masing-masing diklat adalah:


Tabel 3.69 Realisasi nilai per jenis diklat

No. SPDP Realisasi Nilai

1 Diklat Coaching Mentoring 20,77

2 DTU Penyusunan Standard Operating Procedure 36,0

3 Diklat Pengelolaan Keuangan Daerah 42,85

4 Diklat Analisis Anggaran dan Biaya tingkat Satker 39,79

5 Diklat Penguji Tagihan 22,21

6 DTSS Manajemen Keberatan dan Banding 22,53

7 DTSD Pajak I 23,44

8 DF Pemeriksa Ahli 26,33

9 DTSS Petugas Ekstensifikasi 23,76

Laporan Kinerja Tahun 2016


10 DTSS Pengelolaan Kekayaan Negara Lain-lain 35,30

11 DTSS Aplikasi SIMAN TK. 40,00

12 DTSS Pengetahuan Lelang (bagi asisten pejabat lelang) 46,20

13 DTSS Juru Sita 35,62

14 DTSS Pemeriksaan Sarana Pengangkut Udara 47,79

15 DTSS Intelejen Analis Tk.I 31,55

16 DTSS Pelayanan Administrasi Manifes 40,93

17 DTSS Patroli dan Pemeriksaan Saranan Pengangkut Laut 42,58

18 DTSS Kepatuhan Internal 32,34

19 DTSS Penggunaan Pemindai Kabin dan Kargo 45,82

20 DTU Tata Naskah Dinas 37,04

21 DTU Pengelolaan Kinerja 31,89

22 DTU Manajemen Risiko 36,22

23 DTU Curriculum Design 24,76

Total Nilai Peningkatan Kompetensi 34,16

165
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tantangan dalam pelaksanaan diklat ini adalah latar belakang dan tingkat kompetensi
calon peserta diklat dalam suatu kelas yang cukup beragam. Sebagai akibatnya, kegiatan
belajar terpaksa fokus pada peningkatan kompetensi salah satu kelompok peserta dengan
tingkat kompetensi tertentu. Untuk mengatasi hal tersebut, telah disusun konsep blended
learning yang mewajibkan peserta membekali diri terlebih dahulu sebelum mengikuti diklat
sehingga level kompetensi antar peserta yang tidak terpaut jauh. Di samping itu dilakukan
pula placement test
untuk beberapa diklat tertentu.

Tantangan bagi program pengembangan SDM BPPK ke depan adalah bukan hanya
meningkatkan kompetensi SDM saja, namun juga turut berkontribusi secara riil
terhadap peningkatan kinerja Kementerian Keuangan. Oleh karena itu, BPPK Kemenkeu
mengimplementasikan konsep Corporate University yang berarti bahwa terdapat
pengintegrasian pengembangan SDM dalam rangka mencapai
target-target kinerja Kementerian Keuangan.

Sasaran Strategis 10: Organisasi yang kondusif

Organisasi yang kondusif tercermin dengan adanya perilaku anggota organisasi yang
memiliki komitmen kuat terhadap organisasi, hubungan yang harmonis di antara setiap
anggota organisasi, serta motivasi dan etos kerja yang tinggi. Organisasi kondusif dapat
tercipta jika beberapa faktor berikut dapat berjalan dengan baik antara lain pola komunikasi
Laporan Kinerja Tahun 2016

dan hubungan-hubungan dalam interaksi antarpersonal yang mempengaruhi suasana


kerja; program pengembangan SDM dan kualitas kerja; alur dan prosedur pelaksanaan
kegiatan, model jalur koordinasi dan konsultasi dalam pelaksanaan kerja; mekanisme
penyampaian pendapat dan tingkat kebebasan dalam menyampaikan pendapat; serta
program peningkatan kesejahteraan (termasuk pola jenjang karir). Dengan organisasi
yang kondusif, pencapaian tujuan organisasi akan berjalan dengan baik. Dalam pencapaian
sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja
Utama (IKU) yang capaiannya dapat dilihat pada tabel 3.68 berikut.

Tabel 3.70 Capaian IKU pada SS Organisasi yang kondusif

Sasaran Strategis 10: Organisasi yang kondusif

Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja

Persentase implementasi inisiatif Transformasi


10a 87% 98% 112,64
Kelembagaan

Rata-rata penyelesaian pengembangan jabatan


10b 75% 85,83% 114,44
fungsional

10a. Persentase implementasi inisiatif Transformasi Kelembagaan Kementerian


Keuangan

Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) Kementerian


Keuangan yang telah diinisiasi mulai tahun 2014 merupakan program strategis
Kementerian Keuangan dalam upaya merespon dan mengantisipasi perubahan, peluang,
dan tantangan yang terjadi baik dalam skala nasional, regional, maupun global untuk
mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif, efisien, beretika, dan

166
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

kredibel, serta dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kepuasan stakeholders.


Implementasi inisiatif program RBTK pada tahun 2016 dapat dikatakan berjalan dengan
lancar walaupun tentunya tidak lepas dari tantangan dan dinamika pada proses
implementasinya. Untuk membantu proses monitoring implementasi inisiatif, saat ini
digunakan aplikasi Ministry of Finance Institutional Transformation Application (MITRA).
Aplikasi MITRA ini merupakan salah satu tools yang membantu pemantauan penyelesaian
seluruh tindakan yang dijabarkan dari seluruh milestones pada Initiatives Charter. Selain
menggunakan aplikasi ini, digunakan juga sarana-sarana yang lain seperti pelaksanaan
pertemuan one-on-one dengan PMO-CTO-Initiative Owner juga laporan PMO secara
tertulis.

Tantangan dalam pelaksanaan diklat ini adalah latar belakang dan tingkat kompetensi
calon peserta diklat dalam suatu kelas yang cukup beragam.

25% 40 60 40 60 40 60

20 80 20 80 20 80

75%
0 100 0 100 0 100

SentralP erpajkan Perbandaharaan

Progres tahun ini : 100% Progres tahun ini : 96% Progres tahun ini : 94%
Dar target s.d tahun ini : 100% Dar target s.d tahun ini : 100% Dar target s.d tahun ini : 100%
progres progres hingga progres hingga progres hingga
berahirnya inisiatif : 82% berahirnya inisiatif : 82% berahirnya inisiatif : 83%

Laporan Kinerja Tahun 2016


On Track
kegiatan dalam inisiatif telah sesai
20% 40 60 40 60 dilaksankan atau masih sesuai target
20 80 20 80 s.d hari ini
64% Warning
0 100 0 100
kegiatan yang telah selsai dalam
Anggaran Bea dan Cukai inisiatif mencapai : 80 % - 99%
dari target s.d hari ini
Progres tahun ini : 100% Progres tahun ini : 100%
Dar target s.d tahun ini : 100% Dar target s.d tahun ini : 100%
progres progres hingga progres progres hingga
berahirnya inisiatif : 80% berahirnya inisiatif : 96%
% Task Completed % Task Incompleted

Gambar 3.6 Aplikasi MITRA

IKU ini memiliki polarisasi maximize dimana rata-rata persentase capaian inisiatif
diharapkan melebihi target yang ditetapkan.

Formula : Rata-rata persentase capaian inisiatif

Hingga akhir tahun 2016, implementasi ke-87 inisiatif sebagaimana tertuang dalam KMK-
36/KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian
Keuangan tahun 2014-2025 (KMK-36) berjalan dengan baik dan melampaui target 2016,
yaitu 87% dengan capaian implementasi inisiatif sebesar 98%.

167
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Capaian implementasi 87 inisiatif pada tiap tema sebagai berikut:


Tabel 3.71 Capaian Implementasi Program RBTK pada MITRA per 31 Desember 2016

No Tema Target 2016 Capaian 2016


1. Perpajakan 100% 96%
2. Kepabeanan dan Cukai 100% 100%
Perbendaharaan
3. 100% 94%
(DJPB, DJKN, DJPPR)
4. Penganggaran 100% 100%
Sentral
5. 100% 100%
(Setjen, Itjen, CTO)
Program RBTK 87% 98%

Adapun tren realisasi capaian implementasi inisiatif selama 5 (lima) tahun terakhir adalah
sebagai berikut:

105%
100%
100% 98%
Laporan Kinerja Tahun 2016

95% 92%

90%
Realisasi

85% 87% Target


85%
80%

75%

2014 2015 2016

Grafik 3.13 Tren target dan realisasi capaian IKU implementasi inisiatif TRBTK tahun 2014-2016

Selain 87 inisiatif sebagaimana diamanatkan pada KMK-36, CTO beserta PMO juga
mengelola tambahan 7 inisiatif tambahan yang diajukan oleh DJBC serta DJPK. Hal ini
menandai masuknya inisiatif-inisiatif terkait hubungan pusat dan daerah dalam program
RBTK yang pada KMK-36 belum terakomodasi. Hal ini sejalan dengan penambahan
tantangan dan penambahan porsi dana transfer ke daerah dan dana desa di tahun-tahun
yang akan datang.

168
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

10b. Rata-rata penyelesaian pengembangan jabatan fungsional

Kegiatan pengembangan jabatan fungsional (jafung) adalah kegiatan menciptakan/


membentuk dan/atau menyempurnakan serta mengimplementasikan jabatan-
jabatan fungsional yang menjadi core business Kementerian Keuangan, dan
mengimplementasikan jabatan-jabatan fungsional yang sudah dikembangkan oleh
Kementerian/Lembaga lain di lingkungan Kementerian Keuangan.

Tingkat penyelesaian rancangan pengembangan jabatan fungsional meliputi


pembentukan dan penyempurnaan jabatan-jabatan fungsional dalam bidang yang terkait
dengan pelaksanaan tugas utama Kementerian Keuangan yaitu di bidang pengelolaan
keuangan dan kekayaan negara. Jabatan fungsional yang akan dikembangkan tersebut
merupakan tindak lanjut dari hasil identifikasi dan kajian.

Formula:

Rata-rata
penyelesaian
pengembangan
jabatan fungsional =

Laporan Kinerja Tahun 2016


Tahapan pembentukan dan penyempurnaan jafung yaitu:

Tabel 3.72 Persentase tahapan pembentukan jabatan fungsional

Tahapan Persentase

Penyusunan Naskah Akademis 35%

Ekspose Naskah Akademis 35%

Penyusunan matriks butir kegiatan 5%

Uji petik beban kerja dan Pengolahan data 7,5%

Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri PAN dan RB 2,5%

Persetujuan MenpanRB terhadap Rancangan Peraturan Menteri PAN dan RB 15%

Total 100%

Pada Tahun 2016, jabatan fungsional yang telah dibentuk sebanyak 1 (satu) jabatan
fungsional, yaitu jabatan fungsional Penata Laksana Barang yang diusulkan oleh
DJKN dan jabatan fungsional yang telah dilaksanakan peryempurnaan adalah jabatan
Fungsional Pemeriksa Bea dan Cukai (adanya penambahan tusi dan jenjang pemula dan
utama) serta Penilai PBB (ada pelimpahan wewenang Pajak Bumi dan Bangunan kepada
Pemda sehingga nomenklaturnya berubah menjadi jabatan fungsional Penilai Pajak).
Detai capaian IKU ini tahun 2016 adalah sebagai berikut:

1. Telah disampaikan RPermenPANRB tentang JF Pemeriksa Bea dan Cukai


melalui Surat Nomor S-1719/SJ/2016 tanggal 3 November 2016. Pada bulan
Desember sudah di tandatangani oleh Menteri PANRB dan sekarang dalam proses
pengundangan di Kementerian Hukum dan HAM. (Realisasi 100%)

169
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

2. RPermenPANRB JF Penilai Pajak sedang dalam proses Penyusunan. (Realisasi 82.5%)


3. Telah selesai disusun matriks dan telah dilaksanakan pra uji petik beban kerja JF
Penata Laksana Barang tanggal 30 November s.d. 14 Desember 2016. (Realisasi 75%)
4. Pada Tahun 2016 capaian IKU Tingkat Penyelesaian Pengembangan Jabatan
Fungsional mencapai 85,83% atau sebesar 114,4 % dari target.

Tabel 3.73 Capaian IKU Tingkat penyelesaian pengembangan jabatan fungsional

K-Wide Organisasi Yang Kondusif


10b - Rata-rata Penyelesaian Pengembangan Jabatan fungsional
T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d Q3 Q4 Y-16 Pol/ K P
Target - 35% 35% 70% 70% 75% 75% Max/TLK
Realisasi 11,6% 70% 70% 73,3% 73,3% 85.83% 85.83%
Capaian - 200 200 104,71 104,71 114,44 114,44

Proses pembentukan jabatan fungsional serta penyempurnaan jabatan fungsional di atas


membutuhkan proses yang cukup panjang dimulai dari penyusunan Naskah Akademis,
ekspose Naskah Akademis, penyusunan matriks butir-butir kegiatan, uji petik beban
kerja dan norma waktu, pengolahan data uji petik dan validasi, yang kemudian dilanjutkan
dengan penyusunan Rancangan Peraturan Menteri PANRB (RPerMen PANRB) terkait
Laporan Kinerja Tahun 2016

jabatan fungsional dimaksud.

Adapun dalam pencapaian target tersebut terdapat beberapa kendala yang harus
dihadapi diantaranya:

1. Belum adanya peraturan yang komprehensif dan terstruktur terkait dengan


pengembangan jabatan fungsional yang dikeluarkan oleh Kementerian PANRB dan
BKN;
2. KemePANRB sedang melakukan penyusunan RPP Manajemen PNS dan RPP lainnya
sebagai turunan dari UU ASN, sehingga pengembangan jafung tidak menjadi skala
prioritas utama KemenPANRB;
3. Belum meratanya pemahaman pentingnya pengembangan jabatan fungsional di
Kementerian Keuangan;
4. Pengembangan Jabatan Fungsional pada unit-unit belum dijadikan concern dalam
mendukung kegiatan
penataan organisasi.

Menindaklanjuti kendala dalam penyelesaian pengembangan Jabatan Fungsional


dimaksud Kementerian Keuangan melalui, Sekretariat Jenderal akan berkoordinasi
intensif dengan Unit eselon I dan KemenPAN-RB dan BKN dalam rangka penyusunan
butir-butir kegiatan dan pelaksanaan uji petik.

170
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Sasaran Strategis 11: Sistem manajemen informasi yang andal

Untuk meningkatkan layanan bagi stakeholder Kementerian Keuangan, dibutuhkan dukungan


TIK dalam mengotomasi proses bisnis yang ada di lingkungan Kementerian Keuangan. Saat ini,
terdapat beberapa aplikasi dengan kritikalitas sangat tinggi yang digunakan oleh seluruh unit Eselon
I untuk mendukung pelayanan bagi stakeholdernya. Untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan,
diperlukan jaminan kepada stakeholder bahwa layanan yang didukung oleh aplikasi memiliki tingkat
ketersediaan yang tinggi dengan tingkat downtime yang seminimal mungkin.

Sistem Manajemen Informasi yang andal akan terwujud dengan adanya pengelolaan layanan TIK yang
andal yaitu dengan penyediaan dan pemenuhan layanan TIK, serta penyelesaian gangguan layanan
TIK kepada pengguna layanan TIK sesuai ketentuan yang disepakati pada Katalog Layanan TIK, SLA,
dan atau Business Impact Analysis (BIA). Salah satu pengukuran pencapaian sasaran strategis diatas
adalah menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) Tingkat Downtime Sistem TIK.

Tabel 3.74 Capaian IKU pada SS Sistem manajemen informasi yang andal

No Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja

11a Tingkat downtime system TIK 1% 0,132% 120,00

Laporan Kinerja Tahun 2016


11a. Tingkat downtime sistem TIK

Tingkat downtime sistem TIK adalah terhentinya layanan TIK yang memiliki tingkat kritikalitas sangat
tinggi dari masing-masing Unit Eselon I yang disebabkan oleh gangguan pada infrastruktur TIK
ataupun core system layanan TIK meliputi komponen layanan Internet, Intranet, Server/Operating
System (OS), dan/atau Aplikasi/Database yang menjadi tanggung jawab unit TIK Eselon I.

Layanan TIK dengan tingkat kritikalitas sangat tinggi ditentukan berdasarkan dampak terhadap
kelangsungan operasional organisasi dan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut

1. Potensi kerugian finansial;


2. Potensi tuntutan hukum;
3. Citra Kemenkeu;dan
4. Jumlah pengguna yang dirugikan

IKU ini memiliki polarisasi minimize dimana realisasi tingkat downtime sistem TIK diharapkan berada
dibawah target yang ditetapkan.

Formula :
Jumlah downtime layanan TIK
seluruh unit Eselon I
Downtime
= x 100%
Sistem TIK
Jumlah unit Eselon I

171
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Perhitungan downtime layanan tidak termasuk downtime yang direncanakan (planned


downtime) dan disetujui unit Eselon I terkait untuk tujuan pemeliharaan (Preventive
Maintenance). Penentuan waktu ketersediaan layanan TIK disesuaikan dengan
karakteristik masing-masing layanan TIK dan penyusunan laporan downtime layanan TIK
berdasarkan hasil pemantauan ketersediaan layanan dengan menggunakan alat ukur atau
alat monitoring yang disepakati.

Pembagian ruang lingkup IKU Tingkat Downtime Sistem TIK Kementerian Keuangan
terdiri atas:

1. Unit Eselon I selain Sekretariat Jenderal dan Pajak yang bertanggung jawab atas
Server/OS untuk layanan Co-Location, Aplikasi dan Database;
2. Sekretariat Jenderal, yang diwakili oleh Pusintek sebagai unit TIK Pusat Kementerian
Keuangan yang bertanggung jawab atas Internet, Intranet, dan Server/OS serta
Aplikasi dan Database dari layanan kritikal Sekretariat Jenderal;
3. Direktorat Jenderal Pajak yang bertanggungj jawab atas Server/OS, Aplikasi dan
Database.

Daftar layanan TIK Kementerian Keuangan dengan dengan tingkat kritikalitas sangat
tinggi yang termasuk dalam daftar layanan IKU Tingkat Downtime Sistem TIK
sebagai berikut:
Laporan Kinerja Tahun 2016

Tabel 3.75 Daftar layanan TIK Kementerian Keuangan dengan tingkat kritikalitas sangat tinggi

No Unit Layanan

1 DJA Hyperion, Custom Web DJA, Simponi Web service, SI PNBP Online

Manifest, SAC Online, TPS Online Publik, Dokap, SAC1, BS 2.3, Impor, PAU (loader),
2 DJBC
SSO DJBC, Web Service Pool, Ekspor, Billing Online, SAC 2

3 DJPB SPAN, MPN G2, Portal DJPB

4 DJKN e-Auction

5 DJPK Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), Website DJPK

6 DJPPR DMFAS, DMFAS Interface

7 BKF Portal BKF, DWH BKF, Executive Econimic Dashboard

8 BPPK Penerimaan STAN

9 Itjen TeamMate, LP2P

10 SETJEN Email Kemenkeu, Portal Kemenkeu

11 DJP e-Filing, e-Faktur, e-Registration, e-Biling, situs Pajak.go.id

172
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Adapun persentase rata-rata capaian Kementerian Keuangan dalam menjaga tingkat


Downtime Sistem TIK Kementerian Keuangan tahun 2016 sebagai berikut:
Tabel 3.76 Rata-rata capaian IKU Tingkat Downtime tahun 2016

Unit
Q1 Q2 Smtr I Q3 s.d Q3 Q4 Y
Eselon I

DJA 0% 0,07% 0,35% 0,160% 0,077% 0,0281% 0,065%

DJBC 0% 1,21% 0,61% 0,410% 0,540% 0,3% 0,48%

DJPBN 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%

DJKN 0,08% 0,08% 0,08% 0,010% 0,058% 0,03% 0,05%

DJPK 0% 0% 0% 0% 0% 0,015% 0,004%

DJPPR 0,60% 0,15% 0,37% 0,440% 0,396% 0,47% 0,414%

BKF 0% 0% 0% 0% 0% 0,02% 0,005%

Laporan Kinerja Tahun 2016


BPPK 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%

Itjen 0,31% 0,15% 0,23% 0,010% 0,154% 0,58% 0,261%

Setjen 0,21% 0,26% 0,23% 0,130% 0,199% 0,05% 0,162%

DJP 0% 0% 0% 0,005% 0,002% 0,041% 0,011%

Rata-rata
downtime 0,11% 0,17% 0,14% 0,106% 0,130% 0,139% 0,132%
Kemenkeu

1. Down pada tanggal 15 Desember 2016 untuk custom web dan SIMPONI
2. Down pada tanggal 17 Mei 2016 dan tanggal 14 Juni 2016 untuk aplikasi CEISA
3. Down pada aplikasi FrontEnd Lelang 1 dan Lelang 2
4. Down yang disebabkan proses patching aplikasi
5. Down pada aplikasi DMFAS 1 dan DMFAS 2
6. Down yang disebabkan proses maintenance aplikasidi BKF
7. Down yang disebabkan kesalahan konfigurasi dan infrastruktur pada aplikasi LP2P
8. Down pada portal dan Email Kemenkeu, Komponen OS dan Intranet
9. Down untuk situs Pajak pada tanggal 11 Juli 2016 dan aplikasi e-Filling pada tanggal 30
Desember 2016

173
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Hal-hal yang telah dilakukan untuk menjaga Tingkat Downtime Sistem TIK Kementerian
Keuangan adalah sebagai berikut:

1. Menyusun laporan monitoring bulanan atas komponen layanan TIK yang meliputi
internet, intranet, server/operating system dan aplikasi/database dengan
kritikalitas sangat tinggi;
2. Melaksanakan koordinasi berkala dengan penyedia jasa terkait keberlangsungan
Layanan TIK;
3. Melakukan monitoring ketersediaan dan performance layanan TIK;
4. Mengoptimalkan fungsionalitas DRC dalam peningkatan kelangsungan layanan TIK
kritikal;
5. Melakukan penggantian operator ME;
6. Melakukan perbaikan power house, penggantian baterai dan uji beban secara berkala;
7. Melakukan peningkatan jenis layanan PLN menjadi premium platinum;
8. Melakukan re konfigurasi perangkat jaringan;
9. Menyusun Tim Pengawasan Operasional Layanan TIK yang telah ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan nomor 690/KMK.01/2016 tanggal 9 September 2016;
10. Standarisasi tools monitoring downtime unit Eselon I dengan rencana sosialiasi tools
pemantauan Downtime Layanan TIK kepada seluruh unit Eselon I melalui undangan
nomor UND-245/IT/2016 tanggal 28 September 2016;
11. Penyediaan Konsultan Kehandalan Kelistrikan dan Laik Operasi;
12. Melakukan preventive maintenance secara konsisten;
13. Pembaharuan metode backup yang lebih optimal;
Laporan Kinerja Tahun 2016

14. Menyusun naskah akademis model kerja shift monitoring system secara on site
selama 24 jam pada bulan Desember 2016 dan sudah disampaikan ke Biro Organta,
Sekretariat Jenderal;
15. Melakukan Security Hardening;
16. Mengembangkan model baseline OS Cent, OS 7 dan platform lainnya sebagai Baseline
Konfigurasi Keamanan Informasi

IKU Tingkat Downtime Sistem TIK merupakan IKU baru yang ditetapkan di Kemenkeu-
Wide Tahun 2016, pada tahun 2017 target IKU ini ditetapkan tidak berubah, yaitu sebesar
1% mengingat tahun 2017 baru merupakan tahun kedua penerapan IKU ini

Sasaran Strategis 12: Pelaksanaan anggaran yang optimal

Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang


Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2015, bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna
Anggaran/Barang mempunyai tugas antara lain menyusun dan menyampaikan laporan
keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya. Untuk mencapai sasaran
tersebut, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama
(IKU) yaitu

174
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tabel 3.77 Capaian IKU pada SS Pelaksanaan anggaran yang optimal

No Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja

Rata-rata indeks opini BPK RI


12a 4 (WTP) 4 (WTP) 120,00
atas LK BA 15
Persentase kualitas
12b 95% 97,98% 103,32
pelaksanaan anggaran

12a. Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15

IKU Indeks Opini BPK RI atas LK BA 15 sebelumnya digabungkan dengan IKU Indeks Opini
BPK RI atas LK BUN. Di tahun 2016, untuk menyesuaikan karakteristik IKU masing-masing
dengan pencapaian Sasaran Strategis yang lebih relevan maka kedua IKU ini ditempatkan
pada perspektif dan SS yang berbeda. IKU Indeks Opini BPK RI atas LK BUN mengukur
kualitas laporan keuangan Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara
yang tercermin dalam SS Pengelolaan Neraca Pemerintah Pusat dan BUN yang optimal,
sementara IKU Indeks Opini BPK RI atas LK BA 15 mengukur kualitas laporan keuangan
Kementerian Keuangan yang digunakan untuk mengukur SS pengelolaan anggaran yang
optimal.

Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Keuangan mengacu pada Peraturan


Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan

Laporan Kinerja Tahun 2016


peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.05/2015 tentang Pedoman Penyusunan
dan Penyampaian Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga serta kaidah-
kaidah pengelolaan keuangan yang sehat dalam Pemerintahan. Laporan Keuangan ini
telah disusun dan disajikan dengan basis akrual dan menyajikan informasi keuangan yang
transparan, akurat, dan akuntabel.

Laporan Keuangan Kementerian Keuangan tahun 2015 merupakan laporan yang


mencakup seluruh aspek keuangan yang dikelola oleh Kementerian Keuangan yang
dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi (SAI). SAI terdiri dari Sistem Akuntansi
Instansi Berbasis Akrual (SAIBA) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang
Milik Negara (SIMAK-BMN). SAIBA dirancang untuk menghasilkan LK Satuan Kerja yang
terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Operasional (LO), dan Laporan
Perubahan Ekuitas (LPE), Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. SIMAK-BMN
adalah sistem yang menghasilkan informasi aset tetap, persediaan, dan aset lainnya untuk
diperbandingkan dengan neraca dan laporan barang milik negara serta laporan manajerial
lainnya.

Jumlah Satker lingkup Kementerian Keuangan pada tahun 2015 adalah 1.097 satker
termasuk 4 satker BLU. Dari jumlah tersebut yang menyampaikan laporan keuangan dan
dikonsolidasikan sejumlah 1.097 satker (100%).

Kemudian pada tahun 2015 Kementerian Keuangan mengimplementasikan akuntansi


berbasis akrual sesuai amanat PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah. Implementasi tersebut memberikan pengaruh pada beberapa hal dalam
penyajian LK. Pertama, Pos-pos ekuitas dana pada neraca per 31 Desember 2014 (y-1)
yang berbasis cash toward accrual harus direklasifikasi menjadi ekuitas sesuai dengan
akuntansi berbasis akrual.

175
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Kedua, keterbandingan penyajian akun-akun tahun berjalan dengan tahun sebelumnya


dalam Laporan Operasional dan Laporan Perubahan Ekuitas tidak dapat dipenuhi. Hal
ini diakibatkan oleh penyusunan dan penyajian akuntansi berbasis akrual untuk pertama
kalinya pada tahun 2015.

Pemeriksaan Laporan Keuangan dilakukan oleh BPK RI yang dimaksudkan untuk


memberikan pendapat/opini tentang kewajaran penyajian laporan sesuai dengan kriteria
yang digunakan dalam menilai kewajaran laporan keuangan meliputi kesesuaian LK
dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), kecukupan pengungkapan, kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan, dan kehandalan Sistem Pengendalian Internal
(SPI).

Indeks Opini BPK RI merupakan konversi dari nilai capaian atas opini yang diberikan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan RI terhadap Laporan Keuangan Kementerian Keuangan (BA
015) tahun 2015. Indeks tersebut diberikan dalam skala 1 s.d. 4, dimana masing-masing
skala memiliki makna:

Indeks 1,00 = Tidak Wajar (TW/Adverse)


Indeks 2,00 = Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer)
Indeks 3,00 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 4 permasalahan (temuan)
atau lebih
Laporan Kinerja Tahun 2016

Indeks 3,25 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 3 permasalahan (temuan)


Indeks 3,50 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 2 permasalahan (temuan)
Indeks 3,75 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 1 permasalahan (temuan)
Indeks 3,90 = Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP DPP)
Indeks 4,00 = Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)

Tindakan yang telah dilaksanakan dalam rangka mencapai target IKU Indeks Opini BPK RI
tahun 2016, adalah sebagai berikut:

1. Reviu Laporan Keuangan oleh Inspektorat Jenderal selaku APIP.


2. Melakukan koreksi-koreksi pengungkapan atas hal-hal yang perlu diungkapkan dalam
laporan keuangan Kementerian Keuangan Audited TA 2015.
3. Melakukan pembahasan temuan BPK serta menyampaikan rencana aksi atas temuan
BPK atas LK BA 015 TA 2015.
4. Melakukan perhitungan perkiraan sendiri tingkat materialitas / tollerable error atas
temuan pemeriksaan BPK dalam LK BA 015.
5. Melakukan asistensi kepada seluruh satker di lingkungan Kementerian Keuangan
terkait dengan penyusunan laporan keuangan.
6. Memastikan seluruh transaksi sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
7. Memastikan pelaksanaan anggaran telah sesuai Peraturan terkait pengadaan barang
dan jasa.

Berdasarkan Surat Badan Pemeriksa Keuangan RI nomor 59/S/IV-XV/06/2016 tanggal


24 Juni 2016 tentang Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian
Keuangan tahun 2015, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam
semua hal yang material, posisi keuangan Kementerian Keuangan tanggal 31 Desember
2015, realisasi anggaran, operasional, serta perubahan ekuitas untuk tahun yang berakhir
pada tanggal tersebut telah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Hal
tersebut juga sesuai dengan lampiran Laporan Hasil Pemeriksaan dengan nomor 55a/
LHP/XV/05/2016 tanggal 26 Mei 2016.

176
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Perkembangan Opini BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Keuangan (BA15) selama
5 tahun terakhir adalah sebagai berikut:

Tabel 3.78 Perkembangan Opini BPK atas LK BA15 tahun 2011-2015

Tahun Anggaran Opini BPK atas LK BA 15

2011 Wajar Tanpa Pengecualian

2012 Wajar Tanpa Pengecualian

2013 Wajar Tanpa Pengecualian

2014 Wajar Tanpa Pengecualian

2015 Wajar Tanpa Pengecualian

Tantangan yang dihadapi dalam penyusunan LK BA 015 ke depan adalah

a. Pergantian operator karena pola mutasi yang cepat tanpa adanya transfer knowledge;
b. Pengetahuan dan pemahaman operator terkait penyusunan LK berbasis akrual masih
kurang memadai;

Laporan Kinerja Tahun 2016


c. Pengembangan aplikasi terkait penyusunan laporan keuangan sangat dinamis;
d. Penerapan amortisasi pada aset tak berwujud yang dimulai pada tahun 2016.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, Kementerian Keuangan telah menetapkan


beberapa rencana aksi sebagai berikut:

a. Melakukan bimbingan teknis kepada seluruh operator Penyusun Laporan Keuangan


secara berkala di seluruh satker Kementerian Keuangan;
b. Penyusunan petunjuk teknis/manual yang memudahkan satker dalam melakukan
input pada aplikasi penyusunan laporan keuangan;
c. Mengoptimalkan peran APIP untuk melakukan reviu sejak perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan anggaran, penyusunan laporan keuangan, hingga
pendampingan pada saat pemeriksaan oleh BPK.

177
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

12b. Persentase kualitas pelaksanaan anggaran

IKU Persentase Kualitas Pelaksanaan Anggaran digunakan dalam rangka meningkatkan


kualitas pelaksanaan anggaran di lingkungan Kementerian Keuangan dalam satu tahun
anggaran. Sesuai dengan prinsip Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) pencapaian atas
pelaksanaan anggaran tidak cukup dilihat dari sisi realisasi penyerapan anggaran saja
namun juga perlu mengukur efisiensi, dan pencapaian keluaran.

Di dalam IKU ini, yang dimaksud dengan penyerapan anggaran adalah realisasi anggaran
atas belanja barang dan belanja modal, tidak termasuk belanja pegawai, yang mengacu
pada Sistem Akuntansi Umum. Pencapaian keluaran adalah pencapaian atas barang/
jasa yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian
sasaran serta tujuan program dan kebijakan. Adapun pengertian efisiensi disini adalah
hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau penandatanganan
kontrak dari suatu kegiatan, yang target sasarannya telah dicapai (pencapaian output-nya
lebih besar atau sama dengan 100%).

Sebagai panduan dalam rangka pengukuran indikator kinerja dimaksud, telah dikeluarkan
Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-32/MK.1/2015 pada tanggal 30 Desember
2015 tentang Tata Cara Pengukuran Indikator Kinerja Utama Penyerapan Anggaran dan
Pencapaian Output Belanja di Lingkungan Kementerian Keuangan
Laporan Kinerja Tahun 2016

Formula:
Realisasi IKU = (% penyerapan anggaran x 11,86%) + (% efisiensi x 34,96% )
+ (% pencapaian keluaran x 53,18% )

Dalam hal satuan kerja tidak memiliki pagu kontrak, maka formula penghitungan realisasi
IKU adalah:

Realisasi IKU = (% penyerapan anggaran x 29,34%) + (% pencapaian keluaran x 70,66% )

Berdasarkan pengukuran sampai dengan tanggal 31 Desember 2016 tingkat Persentase


Kualitas Pelaksanaan Anggaran mencapai 97,98%, lebih besar dari target 95%. Realisasi
tersebut merupakan perhitungan dari capaian realisasi anggaran (non belanja pegawai)
sebesar 93% dan pencapaian output sebesar 104,59% serta komponen efisiensi sebesar
89,62%. Adapun realisasi per unit eselon I adalah sebagai berikut:

Tabel 3.79 Capaian realisasi IKU Persentase kualitas pelaksanaan anggaran

K-Wide Pengelolaan anggaran Yang Optimal


12-b Persentase Kualitas Pelaksanaan Anggaran
T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 Q4 Y-16 Pol/K P
Target 12% 33% 33% 58% 95% 95% Max/
Realisasi 14,91% 37,31% 37,31% 68,10% 97,98% 97,98% TLK
Capaian 120 113,06 113,06 117,41 103,14 103,14

178
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Adapun realisasi per unit eselon I adalah sebagai berikut:

Tabel 3.80 Persentase kualitas pelaksanaan anggaran per unit eselon I tahun 2016

Penyerapan Pencapaian Realisasi


Unit Efisiensi Capaian IKU
Anggaran Output IKU

DJA 96.29% 99.89% 88.06% 95.33% 100.34%

DJP 90.46% 97.26% 100.00% 97.41% 102.54%

DJBC 95.51% 101.45% 90.92% 97.06% 102.17%

DJPB 96.02% 106.44% 84.96% 97.69% 102.84%

DJKN 87.22% 105.00% 100.00% 101.14% 106.47%

DJPK 83.23% 99.22% 96.77% 96.47% 101.54%

DJPPR 74.63% 115.92% 80.00% 98.47% 103.65%

ITJEN 96.97% 109.07% 87.03% 99.93% 105.19%

Laporan Kinerja Tahun 2016


BKF 97.17% 113.66% 80.04% 99.95% 105.21%

BPPK 97.90% 102.15% 89.32% 97.16% 102.27%

KK 93.00% 104.59% 89.62% 97.98% 103.14%

Realisasi anggaran non belanja pegawai pada TA 2016 meningkat dibandingkan dengan
realisasi anggaran non belanja pegawai pada tahun 2015, yaitu dari 84,41% pada TA 2015
menjadi 93% pada TA 2016. Sedangkan realisasi capaian output pada TA 2016 mengalami
peningkatan dari TA 2015, yaitu dari 102,43% menjadi 104,59%. Namun nilai efisiensi
pada TA 2016 menurun dibandingkan dengan nilai efisiensi tahun 2015, yaitu dari 98,72%
menjadi 89,62%.

Secara umum, beberapa isu utama yang terkait dalam pelaksanaan anggaran di
lingkungan Kementerian Keuangan adalah masih belum terlaksananya beberapa kegiatan
secara optimal terutama dalam kegiatan belanja modal. Beberapa kegiatan yang telah
dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dalam rangka memitigasi isu terkait penyerapan
anggaran dan pencapaian output diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Rapat Koordinasi Percepatan Pelaksanaan Anggaran dengan mengundang Para


Sekretaris, Kepala Bagian Keuangan, dan Kepala Bagian Perlengkapan dari semua unit
Eselon I lingkup Kementerian Keuangan pada tanggal 15 - 17 Maret 2016.
2. Inventarisasi kegiatan belanja modal di atas Rp500.000.000,00 serta dilakukan
pemantauan setiap bulannya.
3. Pelaksanaan Trilateral Meeting dan perubahan dokumen renja Kementerian Keuangan
tahun 2016.
4. Evaluasi rutin setiap triwulan atas pelaksanaan RKA K/L.

179
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

B. Realisasi
Agenda
Prioritas

Kementerian Keuangan berkontribusi dalam mendukung empat agenda


prioritas Nawa Cita yang meliputi sepuluh sub agenda prioritas. Dukungan
tersebut dituangkan dalam kegiatan prioritas Kementerian Keuangan yang
menjadi fokus kegiatan Kementerian Keuangan.

Agenda prioritas Nawa CitaMenghadirkan Kembali Negara untuk


Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh
Warga Negara terdiri atas dua sub-agenda prioritas. Penjelasan
pelaksanaan kegiatan untuk mencapai sub agenda prioritas tersebut
Laporan Kinerja Tahun 2016

adalah:

1. Sub agenda prioritas Memperkuat Jati Diri Sebagai Negara Maritim

Kementerian Keuangan meningkatkan pengawasan melalui operasi


patroli laut. Selama tahun 2016, DJBC berhasil melakukan penindakan
laut sebanyak 405 kasus yang mengalami peningkatkan hingga 127%
dibandingkan tahun 2015 (178 kasus).

Saat ini, Kementerian Keuangan sedang melaksanakan Revitalisasi


Pengawasan Laut yang bertujuan menanggulangi penyelundupan
ekspor-impor dan barang ilegal lainnya serta meminimalisir potensi
kebocoran penerimaan negara. Kegiatan ini terdiri dari 3 (tiga) sub
kegiatan utama, yaitu (1) penyelarasan organisasi, operasi dan
infrastruktur; (2) revitalisasi pola operasi, SOP dan Indikator Kinerja
Utama; dan (3) manajemen SDM, pembangunan norma dan tradisi.

2. Sub agenda prioritas Memperkuat Peran dalam Kerjasama Global Dan


Regional

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengadakan dua


sidang Internasional yang mengakomodasi dua kategori kegiatan
strategis yaitu: (1) pembahasan masalah penting seputar ekonomi dan
keuangan global; dan (2) kegiatan pameran potensi investasi dan usaha
di Indonesia dalam rangka menjaring minat investasi dan kerja sama
bisnis luar negeri. Kedua perhelatan internasional ini adalah: (1) Sidang
Tahunan IDB ke-41 yang dibuka oleh Wakil Presiden RI; dan (2) Sidang
tahunan World Islamic Economic Forum (WIEF) ke-12 yang dibuka oleh
Presiden RI. Dalam kedua pertemuan penting ini telah ditandatangani
serangkaian kegiatan penting terkait pengembangan kerja sama
berusaha dan investasi infratruktur antara Indonesia dan mitra-mitra
pentingnya di Asia dan Timur Tengah.

180
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Agenda prioritas Nawa Cita Membangun 2. Sub agenda prioritas Pembangunan Desa dan
Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Kawasan Pedesaan dan Penguatan Tata Kelola
Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Pemerintah Daerah dan Peningkatan Kualitas
Negara Kesatuan terdiri atas tiga sub-agenda Pemerintahan Daerah
prioritas. Penjelasan pelaksanaan kegiatan untuk
mencapai sub agenda prioritas tersebut adalah: Anggaran Transfer Ke Daerah dan Dana Desa
(TKDD) pada APBN TA 2016 mencapai Rp770,1
1. Sub agenda prioritas Pengembangan triliun, atau meningkat 10,6% dari APBN-P TA
Kawasan Perbatasan 2015 yang sebesar Rp664,6 triliun. Kenaikan

Laporan Kinerja Tahun 2016


tersebut terutama disebabkan oleh naiknya pagu
Kementerian Keuangan melakukan DAK Fisik dimana pada APBN-P TA 2016 DAK
pengawasan di perbatasan darat. Pada Fisik ditetapkan Rp89,8 triliun atau meningkat
tahun 2016, terdapat kegiatan percepatan 56% dibanding TA 2015 yang sebesar Rp58,82
pembangunan 7 (tujuh) Pos Lintas Batas triliun. Selain pagu anggaran yang meningkat,
Negara (PLBN) yang meliputi PLBN Aruk juga dilakukan penataan TKDD melalui perubahan
(wilayah kerja KPPBC Sintete), PLBN Entikong nomenklatur dan struktur dalam postur TKDD
(wilayah kerja KPPBC Entikong), PLBN Nanga untuk menyederhanakan dan memfokuskan fungsi
Badau (wilayah kerja KPPBC Nanga Badau), alokasi dari masing-masing jenis dana Transfer ke
PLBN Skouw (wilayah kerja KPPBC Jayapura), Daerah.
PLBN Wini, PLBN Motamasin, dan PLBN
Motaain (ketiganya wilayah kerja KPPBC Pada APBN-P, pelaksanaan penyaluran TKDD
Atambua). Pembangunan PBLN lainnya mengalami penyesuaian. Untuk itu telah
(wilayah kerja KPPBC Nunukan, KPPBC diterbitkan Instruksi Presiden No. 11 Tahun
Jagoi Babang, dan KPPBC Merauke) akan 2016 tentang Langkah-Langkah Pengendalian
diprioritaskan di tahun berikutnya. Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Dalam Rangka
Pengamanan Pelaksanaan APBN TA 2016, yang
Selama tahun 2016, Direktorat P2 telah antara lain meminta kepada kepala daerah
melaksanakan 6 (enam) kali operasi untuk melakukan penghematan belanja APBD
perbatasan. Operasi perbatasan yang yang kurang prioritas, dengan tetap menjaga
dilakukan Bea Cukai ini merupakan aksi terselenggaranya program/kegiatan prioritas,
nyata dalam meningkatkan pengawasan terutama untuk menjamin kelangsungan
dan penindakan di wilayah perbatasan dan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar
berdampak pada penindakan Bea Cukai di masyarakat.
tahun 2016 yang meningkat hingga 500%
dibandingkan tahun 2015. Pasalnya, pada
tahun 2016 Bea Cukai berhasil menindak
1.868 kasus di perbatasan, sebelumnya
hanya 330 penindakan kasus di tahun 2015.

181
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Agenda prioritas Nawacita Meningkatkan Beberapa regulasi yang disusun untuk mendukung
Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar penerapan skema KPBU adalah:
Internasional terdiri atas tiga sub-agenda
prioritas. Penjelasan pelaksanaan kegiatan untuk a. PMK 265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas
mencapai sub agenda prioritas tersebut adalah: Dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan
Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan
1. Sub agenda prioritas Membangun Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
Perumahan dan Kawasan Permukiman Telah direvisi menjadi PMK 129/PMK.08/2016
Untuk mencapai Nawa Cita ywang tentang Perubahan atas PMK 265/
diwujudkan dalam salah satu target RPJMN PMK.08/2015.
2015-2019 yaitu 100% Akses Aman Air b. PMK 190/PMK.08/2015 tentang Pembayaran
Minum, perlu segera mengupayakan Ketersediaan Layanan Dalam Rangka KPBU
perbaikan kondisi keuangan PDAM yang Dalam Penyediaan Infrastruktur. Telah direvisi
saat ini mengalami utang macet sebesar menjadi PMK 260/PMK.08/2017 tentang
Rp4,3 triliun (tingkat NPL 85%), agar PDAM Tata Cara Pembayaran Ketersediaan Layanan
semakin bankable di tengah terbatasnya pada Proyek KPBU Dalam Rangka Penyediaan
sumber pendanaan yang bersumber dari Infrastruktur
APBN/APBD. Upaya yang dilakukan adalah c. PMK 8/PMK.08/2016 tentang Perubahan
dengan mengeluarkan kebijakan percepatan PMK 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk
penyelesaian piutang negara pada PDAM. Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam
Selama tahun 2016, Pemerintah telah Proyek KPBU
berhasil memproses/menyelesaikan piutang
Laporan Kinerja Tahun 2016

negara pada 126 PDAM senilai Rp4,35 triliun Beberapa kegiatan yang telah dilakukan dalam hal
melalui mekanisme Penghapusan Piutang penyediaan infrastuktur adalah:
Non Pokok dan Hibah-PMD.
a. Kementerian Keuangan menggagas
2. Sub agenda prioritas Peningkatan pembentukan Lembaga Pembiayaan
Efektivitas dan Efisiensi dalam Pembiayaan Pembangunan Indonesia (LPPI) yang dikenal
Infrastruktur dengan istilah Bank Infrastruktur sebagai
fasilitas pembiayaan infrastruktur. Tahun
Kementerian Keuangan telah mengeluarkan 2016, DJKN telah menyelesaikan penyusunan
beberapa regulasi tentang penyediaan naskah akademis pembentukan lembaga
fasilitas dan dukungan Pemerintah serta tersebut dan telah disampaikan kepada DPR
pengaturan skema pengembalian investasi untuk dimasukkan dalam prolegnas.
untuk mendukung implementasi proyek b. Dalam rangka mendukung program
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha pemerintah di bidang infrastruktur,
(KPBU). Selama dua tahun terakhir, Kementerian Keuangan selaku Rapat Umum
kontribusi Kementerian Keuangan ini Pemegang Saham (RUPS)/pemilik modal
telah menunjukkan beberapa pencapaian pada BUMN/Lembaga di bawah pembinaan
dan perkembangan yang cukup signifikan dan pengawasan Menteri Keuangan terus
dalam merealisasikan proyek infrastruktur mendorong agar BUMN/Lembaga tersebut
dengan skema KPBU. Proyek KPBU tersebut memberikan kontribusi dalam pembiayaan
antara lain (1) Proyek PLTU Batang 2x1.000 untuk pembangunan infrastruktur dan
megawatt, yang dilaksanakan oleh PT PLN penyediaan dana bagi sektor perumahan.
dengan PT Bhimasena Power Indonesia; (2) Kontribusi yang dilakukan, yaitu:
Proyek SPAM Umbulan dengan Penanggung 1) Pembiayaan proyek infrastruktur oleh PT.
Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) Gubernur Sarana Multi Infrastruktur (PT. SMI)
Jawa Timur dengan PT Meta Adhya Tirta 2) Penjaminan infrastruktur oleh PT.
Umbulan selaku Badan Usaha Pelaksana; Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT.
(3) Proyek Palapa Ring dengan PJPK Menteri PII)
Komunikasi dan Informatika. 3) Pembiayaan perumahan oleh PT. Sarana
Multigriya Finansial (PT. SMF)

182
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

c. Pembiayaan infrastruktur melalui BUMN di tersebut dikenakan secara progresif sebesar


luar Kementerian Keuangan 0%-7,5% sesuai tahapan pembangunan smelter.
Pengenaan tarif secara progresif ditujukan
Kementerian Keuangan selaku Pembantu agar perusahaan mineral yang berkomitmen
Pengguna Anggaran (PPA) untuk Bagian Anggaran membangun smelter sesuai progress yang
Investasi Pemerintah (BA 999.03) memproses direncanakan mendapat keringanan tarif yang
pengalokasian Penyertaan Modal Negara (PMN) lebih rendah.
untuk BUMN yang bergerak di bidang penyediaan
infrastruktur dalam bentuk kas. Penyaluran PMN Untuk mendorong investasi pengembangan
kepada BUMN tersebut pada tahun 2016 sebesar industri pengolahan dan pemurnian di dalam
Rp23.326,5 miliar. negeri, pada tahun 2015 Kementerian Keuangan
telah menerbitkan revisi PP No 52 Tahun 2011
Selain itu, dalam rangka mendukung program melalui PP 18 Tahun 2015 mengenai fasilitas tax
pemerintah dalam hal penyediaan infrastruktur, allowance. Dalam revisi tersebut, insentif tax
Kementerian Keuangan juga melakukan hal allowance diberikan kepada industri pengolahan
sebagai berikut: mineral yang melakukan pembangunan dan
perluasan smelter. Ada 12 industri yang diberikan
a. Pemberian dukungan atas program sejuta fasilitas tersebut, yaitu (1) Bijih tembaga, (2) Emas
rumah melalui penyerahan aset eks. Badan dan perak, (3) Pasir Besi, (4) Bijih Besi, (5) Bijih
Penyehatan Perbankan Nasional (eks. BPPN) Uranium dan Thorium, (6) Bijih Timah, (7) Bijih
sebanyak 8 aset yang tersebar di seluruh Timah Hitam, (8) Bijih Bauksit, (9) Bijih Tembaga,
Indonesia kepada Kementerian Pekerjaan (10) Bijih Nikel, (11) Bijih Mangan, (12) Bijih Zink

Laporan Kinerja Tahun 2016


Umum dan Perumahan Rakyat. dan Bijih Zircon.
b. Pembentukan Lembaga Manajemen
Aset Negara (LMAN) guna mendukung Selain itu, Kementerian Keuangan juga telah
optimalisasi manajemen aset negara guna merevisi prosedur pemberian fasilitas tax
meningkatkan manfaat ekonomi dan sosial allowance melalui PMK 89/PMK.010/2015
sekaligus menggali potensi return on asets sehingga jangka waktu yang dibutuhkan dalam
dan PNBP yang berasal dari BMN. Selain itu, penyelesaian permohonan fasilitas tax allowance
LMAN juga mendapat penugasan khusus yang semula total 28 hari kerja, dipersingkat
untuk menjalankan fungsi land bank guna menjadi 25 hari kerja.
mendukung penyediaan lahan dalam rangka
mendukung program prioritas nasional, Terkait skema royalti bagi pengusahaan smelter,
khususnya dalam penyediaan infrastruktur. Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan
sedang membahas revisi PP 9/2012 tentang Jenis
3. Sub agenda prioritas Akselerasi dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pertumbuhan Ekonomi Nasional Melalui Pajak yang berlaku pada Kementerian Energi dan
Peningkatan Hasil Tambang Sumber Daya Mineral dimana tarif royalti produk
smelter dikenakan lebih rendah dari tarif royalti
Dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan mineral ore-nya.
menjamin tersedianya bahan mineral untuk
kebutuhan dalam negeri, Pemerintah telah Agenda prioritas Nawacita Mewujudkan
mewajibkan perusahaan pertambangan untuk Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan
melakukan pembangunan fasilitas pengolahan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik
dan pemurnian di dalam negeri. Untuk mendorong adalah sebagai berikut :
pengembangan industri pengolahan dan
pemurnian mineral, telah diatur pengenaan 1. Sub agenda prioritas Penguatan Sektor
Bea Keluar atas ekspor konsentrat mineral Keuangan
sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 140/ Kementerian Keuangan berperan aktif
PMK.010/2016 tentang Penetapan Barang dalam pendanaan pembangunan di sektor
Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan tarif strategis berkelanjutan melaui mekanisme
Bea Keluar. Besaran tarif yang diatur dalam PMK

183
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

pendanaan multilateral Green Climate Fund 3. implementasi cash register dan


(GCF) dimana dalam hal ini Kementerian electronic data capturing (EDC)
Keuangan mengambil peran sebagai Otoritas yang online dengan administrasi
Nasional (NDA) yang memiliki peran penting perpajakan, dan
dalam mekanisme pendanaan GCF. GCF 4. Implementasi penghimpunan data
memberikan fasilitas pendanaan berupa dari instansi, lembaga, asosiasi,
hibah, pinjaman, ekuitas, dan jaminan. Adapun dan pihak lain.
proyek/ program yang dapat didanai oleh
GCF meliputi kegiatan mitigasi dan adaptasi e. Integrasi strategi pengamanan
perubahan iklim meliputi pengembangan penerimaan dengan program Amnesti Pajak
energi berkelanjutan, transportasi hijau, dalam rangka menyukseskan pelaksanaan
perkotaan dan industri hijau, kehutanan dan Amnesti Pajak.
penggunaan lahan, kesehatan dan ketahanan
air serta pangan, peningkatan taraf hidup f. Mendorong Wajib Pajak yang sedang
masyarakat, infrastruktur dan lingkungan, dalam proses pengawasan (himbauan),
serta ekosistem dan keanekaragaman hayati. ekstensifikasi, pemeriksaan dan penagihan,
serta pemeriksaan bukti permulaan untuk
2. Sub agenda prioritas Penguatan Kapasitas mengikuti Amnesti Pajak.
Fiskal Negara diukur dengan indikator kinerja
kegiatan berikut: g. Tetap konsisten melakukan kegiatan
pengawasan & ekstensifikasi melalui:
Dari sisi penerimaan negara, Kementerian
Laporan Kinerja Tahun 2016

Keuangan telah melaksanakan beberapa 1. Pengawasan pembayaran masa tahun


upaya sebagai berikut: berjalan dilakukan secara lebih optimal
(seluruh Wajib Pajak untuk KPP Madya,
a. Peningkatan kepatuhan wajib pajak, Khusus & Wajib Pajak Besar dan 90%
terutama kepatuhan wajib pajak orang kontributor utama untuk KPP Pratama)
pribadi dan wajib pajak badan, antara dan penanganan Wajib Pajak TLTD (Tidak
lain melalui pembinaan dan pengawasan Lapor Terdapat Data) yang diselaraskan
terhadap Wajib Pajak. dengan program Geotagging;
b. Mengupayakan peningkatan tax ratio 2. Optimalisasi pemanfaatan data untuk
dan tax buoyancy melalui kegiatan mendukung program Amnesti Pajak
ekstensifikasi, intensifikasi, peningkatan antara lain data pembeli tanpa identitas
efektivitas penegakan hukum, perbaikan lengkap yang membeli langsung dari
administrasi, penyempurnaan regulasi, pabrikan/pedagangan besar, data
termasuk melalui upaya penagihan dan kepemilikan harta dan data lainnya
pemeriksaan pajak, serta peningkatan khususnya atas Wajib Pajak Orang
kapasitas Direktorat Jenderal Pajak. Pribadi, serta data hasil jointanalysis DJP
c. Peningkatan tax coverage melalui dan DJBC atas WP di kawasan dengan
penggalian potensi perpajakan pada fasilitas fiskal;
beberapa sektor unggulan seperti 3. Pengamanan penerimaan pajak atas
sektor pertambangan, sektor industri belanja pemerintah meliputi APBD dan
pengolahan, sektor perdagangan, dan APBN; dan
sektor konstruksi serta sektor jasa 4. Peningkatan kegiatan pengamatan
keuangan. langsung di lokasi usaha maupun domisili
d. Penguatan dan perluasan basis data Wajib Pajak untuk mendapatkan data
perpajakan, baik data internal maupun potensi pajak yang akurat.
eksternal, melalui:
1. digitalisasi SPT dan implementasi
e-SPT dan e-Filing,
2. implementasi e-tax invoice di
seluruh Indonesia,

184
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Dari sisi belanja melalui transfer daerah,


Kementerian Keuangan berusaha menstimulasi
peningkatan kinerja keuangan daerah, melalui
reformulasi pemeringkatan daerah yang diikuti
dengan pemberian reward kepada daerah dalam
bentuk Dana Insentif Daerah (DID). Seleksi utama
terhadap daerah yang akan mendapatkan DID
dilakukan terhadap daerah yang bisa menetapkan
Perda APBD tepat waktu dan minimal
mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian
WDP atas LKPD.

Sedangkan penilaian kinerja daerah dilakukan


dengan menggunakan beberapa indikator
kesehatan fiskal dan pengelolaan keuangan
daerah, pelayanan dasar publik, serta ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat. Dengan pagu DID
sebesar Rp5 triliun, maka daerah yang mempunyai
kinerja yang baik bisa mendapatkan alokasi DID
hingga Rp45 miliar. Sejak tahun 2016, penggunaan
DID juga sepenuhnya menjadi diskresi daerah,
yaitu sesuai kebutuhan dan prioritas daerah.

Laporan Kinerja Tahun 2016

185
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

C. Realisasi
Anggaran

Berdasarkan data per tanggal 2 Februari 2017 dengan


menggunakan data E-Rekon LK, realisasi penyerapan DIPA
Laporan Kinerja Tahun 2016

Kementerian Keuangan TA 2016 untuk semua jenis belanja


sebesar Rp39.234,46 miliar atau mencapai 89,52% dari total
pagu sebesar Rp 43.829,54 miliar. Realisasi penyerapan DIPA
tahun 2016 ini meningkat atau naik dibandingkan tahun
sebelumnya yang mencapai 83,89%. Realisasi penyerapan
DIPA dalam periode 2012-2016 sebagaimana terlihat dalam
grafik berikut:

100.00%
96,38%
96.00%

92.00% 90.43%
89.52%
88.00% 90.45%

84.00%

83.89%
80.00%

76.00%

2012 2013 2014 2015 2016

Grafik 3.14 Realisasi penyerapan DIPA Kementerian Keuangan tahun 2012-2016

Untuk realisasi per jenis belanja pada tahun 2016 ini, realisasi
belanja pegawai mencapai sebesar Rp15.337,28 (94,79% dari
pagu sebesar Rp16.180,34), realisasi belanja barang mencapai
sebesar Rp22.653,70 (86,58% dari pagu sebesar Rp26.060,93),
dan realisasi belanja modal mencapai sebesar Rp1.333,46
(83,96% dari pagu sebesar Rp1.588,26).

186
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Adapun rincian realisasi per jenis belanja selama periode 2012-2016 adalah
sebagai berikut :

Tabel 3.81 Rincian realisasi per jenis belanja tahun 2012-2016

Jenis Belanja TA 2012 *)


Pagu Realisasi %
Pegawai 8.375,08 7.999,25 95,44
Barang 7.127,78 6.105,90 85,66
Modal 1.899,23 1.635,85 86,13
Total 17.402,10 15.736,10 90,43

Jenis Belanja TA 2013 *)


Pagu Realisasi %
Pegawai 8.552,01 8.066,06 94,32
Barang 7.815,71 6.936,22 88,75
Modal 2.040,95 1.647,74 80,73
Total 18.408,67 16.650,02 90,45

Laporan Kinerja Tahun 2016


Jenis Belanja TA 2014 *)
Pagu Realisasi %
Pegawai 9.225,97 9.088,23 98,19
Barang 7.727,66 7.296,82 94,42
Modal 1.806,05 1.724,20 95,47
Total 18.789,67 18.109,25 96,38

Jenis Belanja TA 2015*)


Pagu Realisasi %
Pegawai 15.805,49 14.014,35 88,67
Barang 13.270,51 10.692,86 80,58
Modal 4.595,34 3.538,30 77,00
Total 33.671,35 28.245,51 83,89

Jenis Belanja TA 2016*)


Pagu Realisasi %
Pegawai 16.180,34 15.337,28 94,79
Barang 26.060,93 22.563,70 86,58
Modal 1.588,26 1.333,46 83,96
Total 43.829,54 39.234,46 89,52

Keterangan :
*) Audited
**) Data E-RekonLK per tanggal 2 Februari 2017

187
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) tahun 2016, Kementerian


Keuangan melaksanakan 11 program yang masing-masing dilaksanakan oleh
unit eselon I sesuai dengan tugas dan fungsinya. Adapun realisasi DIPA atas
11 program tersebut adalah

Tabel 3.82 Realisasi DIPA per program tahun 2016

No. Program Pagu Realisasi %


(dalam miliar) (dalam miliar)
1. Dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis 15,593,15 14.529,52 93,18%
lainnya Kementerian Keuangan
2. Pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur 104,25 91,93 88,18%
Kementerian Keuangan
3. Pengelolaan anggaran negara 149,34 133,88 85,65%
4. Peningkatan dan pengamanan penerimaan pajak 7.620,25 7.066,75 92,74%
5. Pengawasan, pelayanan, dan penerimaan di bidang 3.509,55 3.308,46 94,27%
kepabeanan dan cukai
6. Peningkatan kualitas hubungan keuangan pusat dan 126,07 90,65 71,90%
daerah
7. Pengelolaan pembiayaan dan risiko 100,71 75,95 75,41%
8. Pengelolaan perbendaharaan negara 15.069,35 12.569,27 83,41%
Laporan Kinerja Tahun 2016

9. Pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian 651,69 533,58 81,88%


pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang
10. Pendidikan dan pelatihan aparatur di bidang keuangan 679,41 623,62 91,79%
negara
11. Perumusan kebijakan fiskal dan sektor keuangan 225,72 210,81 93,40%
Total 43.829,54 39.234,46 89,52%

Dalam pelaksanaan program, Kementerian Keuangan didukung dengan


teknologi informasi/aplikasi online dan digitalisasi. Penggunaan teknologi
tersebut tidak saja memudahkan dalam memberikan pelayanan, namun
juga memberikan dampak positif terhadap simplifikasi proses bisnis serta
efisiensi belanja. Dalam rangka peningkatan kualitas layanan, berdasarkan
hasil kajian (spending review), terdapat potensi efisiensi sejak implementasi
teknologi informasi dan digitalisasi yang cukup signifikan, yaitu total sebesar
Rp251.657.233.808,-.

188
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Laporan Kinerja Tahun 2016

Halaman ini sengaja dikosongkan

189
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

D. Kinerja Lain

Selain 12 (dua belas) Sasaran Strategis yang ditetapkan


oleh Kementerian Keuangan dengan capaian sebagaimana
diuraikan di atas, Kementerian Keuangan juga menghasilkan
kinerja-kinerja lain yang tidak masuk dalam Kontrak Kinerja
Menteri Keuangan, namun terkait dengan tugas dan fungsi
Kementerian Keuangan. Kinerja lain-lain tersebut adalah
sebagai berikut:

Achievement Kementerian Keuangan


Laporan Kinerja Tahun 2016

1. Peluncuran portal APBN

Portal APBN diluncurkan di tahun 2016 sebagai bentuk


keterbukaan pemerintah yang berkomitmen untuk
memberikan dukungan fiskal dalam pembangunan proyek
infrastruktur, baik yang menggunakan skema penugasan
BUMN maupun Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
(KPBU).

2. Penyederhanaan tahapan penyaluran dana desa dan


berbasis kinerja daerah

Gambar 3.7 Tampilan portal APBN

190
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Dana Desa adalah dana yang bersumber Desa pada tahap I yang didominasi oleh
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja program pembangunan sebesar 87,7%,
Negara yang diperuntukkan bagi Desa diikuti dengan program pemberdayaan
dan Desa Adat yang ditransfer melalui masyarakat sebesar 6,8%, penyelenggaraan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pemerintahan sebesar 3,6%, pembinaan
kabupaten/kota dan digunakan untuk kemasyarakatan sebesar 1,8%, dan lain-lain
membiayai penyelenggaran pemerintahan, tak terduga sebesar 0,02%.
pembangunan, serta pemberdayaan
masyarakat, dan kemasyarakatan. Pada 3. Penerapan reward bagi daerah melalui dana
tahun 2015, pengalokasian Dana Desa insentif daerah

Laporan Kinerja Tahun 2016


mengacu pada PMK 93 Tahun 2014 dimana
Dana Desa disalurkan dari RKUN ke RKUD Penggunaan APBD yang baik akan mendorong
melalui tiga tahapan yaitu: tahap I pada terciptanya pelayanan publik yang lebih baik
bulan April sebesar 40%, tahap II pada bulan dan pada akhirnya akan mampu meningkatkan
Agustus sebesar 40%, dan tahap III pada kesejahteraan masyarakat. Salah satu langkah
bulan Oktober sebesar 20%. Pada tahun yang dilakukan pemerintah pusat dalam
2016 mulai ditetapkan regulasi baru untuk mendorong kinerja pemerintah daerah adalah
menyederhanakan tahapan penyaluran dengan mengalokasikan Dana Insentif Daerah
dari sebelumnya tiga tahapan menjadi dua (DID) untuk memberikan penghargaan yang
tahapan, yaitu bulan Maret sebesar 60% dan lebih besar kepada daerah yang berkinerja
bulan Agustus sebesar 40%. baik dalam pengelolaan keuangan, pelayanan
publik, perekonomian dan kesejahteraan
Pada tahun 2016 DJPK telah menyalurkan daerah. Hasil dari upaya tersebut menjadikan
Dana Desa kepada 433 daerah di tahap I daerah memiliki kinerja yang lebih baik dalam
sebesar 28,1 T. Nilai itu merupakan 99,2% hal kesehatan fiskal APBD; pelayanan dasar
dari pagu tahap I, karena Kota Batu belum publik; dan pertumbuhan ekonomi dan
menyampaikan syarat penyaluran sehingga kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan
tidak mendapat penyaluran Dana Desa. Pada dengan peningkatan daerah penerima DID
tahap II tahun 2016, DJPK telah menyalurkan yang mana tahun 2016 sebanyak 271 daerah
Dana Desa kepada 430 daerah sebesar 18,8 menjadi 317 daerah pada tahun 2017. Hal ini
T. Nilai itu merupakan 99,5% dari pagu tahap juga ditujukkan dengan peningkatan daerah
II, karena terdapat empat daerah yang belum yang memenuhi batas minimum nilai kinerja
menyampaikan syarat penyaluran sehingga yaitu BB sebanyak 12 daerah, dari 109 daerah
tidak mendapat penyaluran Dana Desa. tahun 2016 menjadi 121 daerah tahun 2017.
Keempat Daerah tersebut adalah Kota Batu, Selain itu juga terdapat peningkatan daerah
Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Mamberamo yang mendapat Alokasi Minimum (AM) dan
Tengah, dan Kabupaten Gunung Sitoli. Alokasi Kinerja (AK) sebanyak 17 daerah, dari
Pelaksanaan kegiatan di desa telah berjalan 66 daerah pada tahun 2016 menjadi 83 daerah
menuju program Nawa Cita. Hal ini bisa tahun 2017.
dibuktikan dengan data penggunaan Dana

191
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

317
350

300 271

250
196
200 162
150 109 121
100 83
66
50 43 38 2017

0 2016

Penerimaan Memenuhi bals Penerimaan Penerimaan Penerimaan


DID minimum nilai hanya AM dan AK hanya
kinerja AM AK

Grafik 3.15 Daerah penerima DID tahun 2016 & 2017

4. Pengampunan Pajak

Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak


dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan
Laporan Kinerja Tahun 2016

cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Fasilitas Pengampunan Pajak yang akan didapat oleh Wajib Pajak yang mengikuti
program Pengampunan Pajak antara lain:

1. Penghapusan pajak yang seharusnya terutang (PPh dan PPN dan/atau PPn
BM), sanksi administrasi, dan sanksi pidana, yang belum diterbitkan ketetapan
pajaknya;
2. Penghapusan sanksi administrasi atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan;
3. Tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan
Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
4. Penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan
Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan
pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana
di Bidang Perpajakan; dan
5. Penghapusan PPh Final atas pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan
serta saham

Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan Pengampunan Pajak periode I dan II yang
berakhir pada tanggal 31 Desember 2016 adalah

192
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Tabel 3.83 Realisasi pengampunan pajak

Keterangan
Periode I Periode II s.d. Periode II
Deklarasi Harta:

a. Repatriasi 130 T 10,5 T 140,51 T

b. Deklarasi Luar Negeri 928 T 84,63 T 1.012,63 T

c. Deklarasi Dalam Negeri 2.609 T 533,45 T 3.143,14 T

Total Deklarasi Harta 3.667 T 628,58 T 4.296,28 T

Jumlah Peserta TA 393.358 WP 223.000 WP 616.358 WP

Jumlah Surat Pernyataan Harta 398.727 SPH 239.290 SPH 638.017 SPH

Realisasi Penerimaan TA 97,2 T 12,3 T 109,5 T

Laporan Kinerja Tahun 2016


Pada Pengampunan Pajak periode I, realisasi penerimaan atas Pengampunan Pajak
sebesar 97,2 T dan pada Pengampunan Pajak periode II sebesar 12,3 T. Total penerimaan
atas Pengampunan Pajak sampai dengan periode II per 31 Desember 2016 adalah sebesar
109,5 T.

5. Inklusi Kesadaran Pajak dalam Pendidikan

Gambar 3.8 Poster dan slogan sadar pajak

Inklusi kesadaran pajak adalah upaya yang dilakukan oleh DJP bersama dengan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi untuk menanamkan kesadaran pajak kepada peserta didik dan
tenaga pendidik melalui integrasi materi kesadaran pajak dalam proses pendidikan
(kurikulum, pembelajaran, perbukuan dan kesiswaan/ kemahasiswaan). Kegiatan
ini dimaksudkan untuk mengintegrasikan nilai-nilai kesadaran pajak dalam sistem
pendidikan nasional agar dapat diajarkan secara terstruktur, sistematis, dan
berkesinambungan, melalui kurikulum, pembelajaran, perbukuan, dan kesiswaan/

193
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

kemahasiswaan serta bertujuan untuk membangun generasi penerus bangsa yang


berkualitas dan berkarakter, menunjukkan nilai-nilai kesadaran pajak sebagai bagian
dari bela negara dan cinta tanah air.

Sejak tahun 2014-2016 telah dilakukan kajian, koordinasi dan kerja sama, kebijakan
inklusi materi kesadaran pajak pada kurikulum pendidikan, pengembangan microsite
yang dapat diakses melalui alamat http://edukasi.pajak.go.id/, serta pelatihan
para pengajar dan piloting program. Pada tahun 2017-2019 akan dilaksanakan
implementasi bertahap di setiap kanwil, Edutax Award serta monitoring dan evaluasi
atas pelaksanaan Inklusi Kesadaran Pajak dalam pendidikan.
Strategi dan program yang dilaksanakan adalah melalui kurikulum, perbukuan,
pembelajaran, dan kesiswaan/kemahasiswaan.

Hingga saat ini penerapan inklusi kesadaran pajak dalam pendidikan sudah dilakukan
pada tingkat perguruan tinggi, yaitu melakukan inklusi dengan menyisipkan materi/
bahasan pada Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU), antara lain Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Pancasila, dan Bahasa Indonesia. Ke depan,
inklusi kesadaran pajak ini akan dilakukan secara nasional ke seluruh Indonesia secara
bertahap.

6. Penerapan Mini ATM secara Nasional


Laporan Kinerja Tahun 2016

Mini ATM atau dapat juga disebut Electronic Data Capture (EDC) adalah alat yang
dipergunakan untuk transaksi kartu debit/kredit yang terhubung secara online dengan
sistem/jaringan Bank Persepsi. Mini ATM dilaksanakan untuk meningkatkan pelayanan
dan memberikan kemudahan dalam melakukan pembayaran pajak serta dalam rangka
pelaksananan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan, yaitu untuk
mendukung pelaksanaan Billing System dimana peralihan pembayaran dari MPN-G1
(secara manual) menuju MPN G-2 (secara elektronik menggunakan billing). Bank
Persepsi yang ditunjuk sebagai penyedia Mini ATM oleh Pemerintah adalah Bank BRI,
Bank BNI, dan Bank Mandiri.

Tahun 2016 pembayaran pajak secara elektronik melalui Mini ATM diimplementasikan
secara nasional pada semua KPP dan KP2KP di seluruh Indonesia.

7. Transaksi perdana penempatan uang negara oleh Treasury Dealing Room (TDR) Ditjen
Perbendaharaan pada Bank Umum Mitra Penempatan Uang Negara (BUMPUN)

Untuk mengimplementasikan pengelolaan kas negara yang aktif, pada kurun waktu
2013-2014 dibangunlah Treasury Dealing Room (TDR) sebagai tools pengelolaan
kas pemerintah dengan tujuan utama untuk menjaga likuiditas pemerintah. Dalam
hal terjadi kekurangan kas, TDR dapat memenuhi kekurangan kas dengan melakukan
penarikan penempatan/ investasi, penjualan valas, dan penjualan SBN. Bila terjadi
kelebihan kas, TDR dapat melakukan penempatan/investasi dan pembelian Surat
Berharga Negara (SBN). Selain itu, TDR juga bertujuan untuk meminimalisasi cost
of fund di mana melalui remunerasi penempatan/investasi yang diperoleh akan
mengurangi cost of fund penerbitan instrumen utang. TDR juga berperan untuk
meningkatkan optimalisasi PNBP dari pengelolaan kas. Melalui TDR, pengelolaan kas
dilakukan secara aktif, yaitu dengan keleluasaan menempatkan/ menginvestasikan

194
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

kelebihan kas pada portofolio instrumen jangka pendek yang paling


menguntungkan.
Selanjutnya, Ditjen Perbendaharaan (DJPB) menetapkan Peraturan
Direktur Jenderal Perbendaharaan No. 30/PB/2016 tentang Petunjuk
Teknis Penempatan Uang Negara pada Bank Umum yang menandakan
bahwa secara legal formal TDR DJPB telah siap untuk melakukan
aktivitas pengelolaan kas di pasar uang. Penandatangan Perjanjian
Kemitraan Penempatan Uang Negara dengan Bank Umum pada awal
2016 oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan bersama Direktur Utama
Bank Umum menjadi langkah awal rencana Go Live TDR DJPB. Penting
diketahui bahwa dana yang dikelola TDR adalah dana publik sehingga
investasi lebih diutamakan pada bank umum milik negara serta pada
instrumen yang bersifat low risk investment.

Laporan Kinerja Tahun 2016


Gambar 3.9 Dirjen Perbendaharaan Memantau Treasury Dealing Room

Peristiwa signifikan bagi tranformasi pengelolaan kas secara aktif melalui


TDR adalah tercapainya kesepahaman antara Bank Indonesia (BI) selaku
otoritas moneter dan Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara (BUN). Kesepahaman ini diharapkan dapat memberikan panduan
dalam koordinasi pengelolaan kas negara sehingga aktivitas pengelolaan
TDR DJPB dapat berdampak positif bagi kondisi moneter. Kesepahaman
ini tertuang dalam Perjanjian Kerjasama tentang Koordinasi
Operasionalisasi TDR DJPB No. PRJ-123/PB/2015 dan No. 17/3/PKS/
DpG/2015 yang ditandatangani Direktur Jenderal Perbendaharaan

195
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

bersama Deputi Gubernur BI pada tanggal 17 Desember 2015.


Pada hari Senin 29 Februari 2016, bertempat di ruang front office
TDR Subdit Optimalisasi Kas Direktorat Pengelolaan Kas Negara,
dilaksanakan transaksi perdana penempatan uang negara pada Bank
Umum Mitra Penempatan Uang Negara (BUMPUN), yang terdiri atas
empat bank BUMN.

Penempatan pada BUMPUN telah memperhatikan faktor risiko dengan


memperhitungkan limit penempatan yang temuat dalam Peraturan
Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-36/PB/2015 tentang
Petunjuk Teknis Penempatan Uang Negara Pada Bank Umum. Proses
penempatan dikelompokkan menjadi tiga proses, yaitu permintaan
kuotasi tingkat bunga kepada BUMPUN, penawaran tingkat bunga oleh
BUMPUN, dan penempatan dan pengumuman pemenang. Penempatan
perdana yang dilakukan adalah sebesar Rp200 milyar dengan masa
tenor 7 hari. Transaksi penempatan dilakukan menggunakan Reuters FX
Trading, sistem universal yang digunakan dalam bertransaksi keuangan.
Proses penempatan ditandai dengan penekanan tombol Transmit
yang menandai permintaan kuotasi tingkat bunga kepada Bank Negara
Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Rakyat Inbdonesia (BRI), dan Bank
Tabungan Negara (BTN).
Laporan Kinerja Tahun 2016

Selanjutnya, keempat bank tersebut memberikan penawaran


kuotasi tingkat bunga bervariasi untuk tenor penempatan selama 7
hari yang kemudian dilakukan rapat penilaian penawaran BUMPUN.
Proses penempatan perdana TDR dimenangkan oleh Bank BTN yang
memberikan kuotasi tingkat bunga tertinggi dengan penetapan
pemenang dituangkan dalam Surat Keputusan Direktur Pengelolaan
Kas Negara Nomor KEP-111/PB.3/2016.

Selama periode 29 Februari 2016 sampai dengan 31 Desember 2016


telah dilaksanakan 20 kali penempatan uang di BUMPUN dengan tenor
penempatan antara 7 hari sampai dengan 21 hari. Selama periode
tersebut, PNBP yang dihasilkan adalah sebesar Rp68,6 miliar, melebihi
target PNBP sebesar Rp40 miliar. Apabila tidak dilakukan penempatan
pada BUMPUN dan hanya ditempatkan di BI, PNBP yang dihasilkan
adalah sebesar Rp46,2 milIar sehingga net PNBP yang dihasilkan TDR
adalah sebesar Rp22,4 milyar. Operasionalisasi TDR di DJPB diharapkan
menjadi langkah maju menuju pengelolaan likuiditas yang aktif dan
modern. Pencapaian tersebut merupakan pencapaian visi Ditjen
Perbendaharaan, yaitu menjadi pengelola perbendaharaan negara yang
unggul di tingkat dunia.

196
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

8. Kesepakatan Bersama (MoU) Penggunaan SIKP Dengan Pemda

Pada bulan September 2016, DJPB bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah melalui penandatanganan Kesepakatan Bersama Penggunaan SIKP untuk
mendukung pelaksanaan KUR pada tanggal 6 September 2016. Kerjasama tersebut
dilakukan dalam upaya mendukung pelaksanaan KUR, yang memiliki keterkaitan
dalam pemberdayaan UMKM yang merupakan tanggung jawab bagi pemerintah pusat
maupun daerah. Peran aktif para kepala daerah diperlukan untuk memilih dan memilah
UMKM di wilayahnya untuk dapat diajukan menjadi calon debitur potensial KUR
melalui SIKP. Peran seluruh Pemda, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten-Kota,
sangat menentukan sejauh mana kecepatan pertumbuhan UMKM dalam mendorong
pertumbuhan dan pembangunan nasional.

Pada acara ini, ditandatangani 30 nota kesepakatan bersama (MoU) antara Kepala
Kanwil DJPB Jawa Tengah dengan Bupati/Walikota di wilayah Provinsi Jawa Tengah,
menyusul lima nota yang ditandatangani bersama pada kesempatan sebelumnya.
Penandatanganan nota kesepahaman tersebut menjadi langkah konkret dan
bentuk komitmen pemerintah pusat dan pemda atas perlunya sinergi dan peran
aktif pemda selaku pembina UMKM di wilayah masing-masing guna meningkatkan
meningkatkan sinergi, koordinasi, dan kerja sama dalam menjaga ketepatan sasaran
dan meningkatkan pemberdayaaan UMKM melalui KUR.

Laporan Kinerja Tahun 2016


MoU serupa juga dilakukan antara Kantor Wilayah DJPB Provinsi Jawa Barat dengan
Pemerintah Kota Bekasi. Penandatanganan tersebut dilakukan pada tanggal 16
Desember 2016 di Gedung Sate, Kota Bandung. Selain Kota Bekasi, MoU tersebut
diikuti oleh daerah lain, yaitu Kabupaten Karawang, Kabupaten Garut, Kabupaten
Sukabumi, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kota Sukabumi, dan Kabupaten
Cianjur. Melalui MoU tersebut, masyarakat diharapkan lebih mudah mendapatkan
pinjaman KUR sehingga optimalisasi pemberdayaan masyarakat akan terwujud.

Gambar 3.10 Penandatanganan (MoU) Penggunaan SIKP Dengan Pemda

197
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

9. Layanan bersama (Co-Location)

Layanan bersama (co-location) dilaksanakan untuk memberikan pelayanan secara


komprehensif kepada pengguna jasa di bidang keuangan negara, khususnya
perbendaharaan dan kekayaan negara di daerah. Co-location bertujuan untuk
mendekatkan layanan kepada Satker dan stakeholder terkait dengan konsep layanan
satu atap antara DJPB, DJKN, dan DJPPR. Layanan yang diberikan rekonsiliasi
terpadu, informasi terpadu, dan layanan registrasi hibah dan telah dilaksanakan di 20
kantor layanan (8 Kanwil dan 12 KPPN/KPKNL).

10. Dukungan pembiayaan pemerintah dalam proyek infrastruktur

Dalam rangka mendukung proram prioritas terkait pembangungan infrastruktur,


pemerintah secara berkelanjutan berkomitmen untuk memberikan dukungan fiskal
dalam pembangunan proyek infrastruktur. Dukungan yang diberikan melalui program
penjaminan pemerintah antara lain:
Laporan Kinerja Tahun 2016

Gambar 3.11 Program penjaminan pemerintah tahun 2016

198
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

11. Telaah Sejawat

Sebagai sebuah organisasi profesi, Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI)
yang beranggotakan perorangan dan unit kerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP) mengadakan kegiatan telaah sejawat yang dilaksanakan oleh APIP terhadap APIP
lainnya setiap tiga tahun sekali.

Pada tahun 2016, kegiatan telaah sejawat dilakukan atas 6 APIP kementerian sebagai
sampel yaitu Itjen Kementerian Keuangan, Itjen Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Itjen Kementerian Perhubungan, Itjen kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Itjen
Kementerian PPN/Bappenas, dan Itjen Kementerian Agama.

Berdasarkan Komite Telaah Sejawat AAIPI, dari 6 APIP kementerian yang dijadikan
sampel, Itjen Kementerian Keuangan mendapatkan hasil reviu secara total atau rata-rata
gabungan sebesar 91% dengan predikat Sangat Baik. Predikat tersebut didapat karena
beberapa praktik Itjen Kementerian Keuangan dinilai memiliki nilai positif.
Dengan adanya telaah sejawat diharapkan kedepannya kapasitas APIP seluruh
Kementerian/Lembaga dapat meningkat sesuai dengan target yang telah ditetapkan
dalam RPJMN.

12. Aplikasi E-REKON

Laporan Kinerja Tahun 2016

Gambar 3.12 Tampilan aplikasi e-Rekon-LK

Dalam rangka rekonsiliasi data, DJPB menelurkan Aplikasi E-Rekon-LK, rekonsiliasi


satker dengan KPPN yang berbasis web. Dengan adanya Aplikasi E-Rekon Satker harus
melakukan rekonsiliasi elektronik dan wajib menggunakan E-Rekon-LK yang berbasis web.
Aplikasi E-Rekon merupakan aplikasi berbasis web (web based) yang digunakan
untuk menerima ADK rekonsiliasi dari satker (KPU Kota Kediri), aplikasi E-Rekon-LK
menggunakan single database yang nantinya akan diintegrasikan kedalam satu aplikasi
e-DJPBN yang memungkinkan satu akun bisa mengakses berbagai aplikasi yang
terintegrasi.

199
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Karena berbasis web, maka operator satker tidak tidak ada lagi. Unit eselon di atas hanya bisa
perlu lagi datang ke front office untuk melakukan melakukan monitoring (bukan rekonsiliasi
rekonsiliasi pada KPPN. Terlebih dahulu operator berjenjang).
masuk ke alamat e-rekon-lk.djpbn.kemenkeu.
go.id/ dan login ke aplikasi E-Rekon menggunakan Dengan adanya Aplikasi E- Rekon-LK ini dapat
user dan password yang akan dibagikan oleh membantu mempermudah satuan kerja
KPPN. User level satker ada 2 yaitu Operator melakukan proses rekonsiliasi sendiri karena
dan KPA. User level operator melakukan upload dapat melakukan mandiri, tanpa harus datang
ADK dan kegiatan administrasi lainnya seperti ke KPPN dan mengantri lama lagi. Disamping
mengganti password dan lain-lain. Sedangkan Keberadaan E-Rekon-LK yang bisa diakses
user level KPA nantinya melakukan persetujuan via internet di PC/laptop/handphone, tentu
terhadap BAR setelah ada persetujuan dari Kasi memudahkan satker dan menghemat biaya
Vera KPPN setempat dengan cara klik menu perjalanan dinas ke KPPN.
persetujuan di level KPA.
13. Aplikasi BIOS
Rekonsiliasi secara mandiri dilakukan oleh
operator satker yang meng-upload ADK melalui Di penghujung akhir tahun anggaran 2016,
aplikasi E-Rekon dan hasilnya bisa langsung tepatnya tanggal 28 Desember 2016 telah
terlihat sama atau tidak samanya sehingga bisa terbit Peraturan Dirjen Perbendaharaan
langsung dimonitor dan tidak harus menunggu tentang Penggunaan Aplikasi Badan Layanan
ADK diproses dulu oleh petugas di KPPN. ADK Umum Integrated Online System (BIOS) yaitu
yang dibutuhkan adalah dari aplikasi SAIBA PER 53/PB/2016 tanggal 28 Desember 2016.
Laporan Kinerja Tahun 2016

hanya saja harus dilakukan kompres file ke dalam Dengan telah diterbitkannya peraturan tentang
bentuk zip terlebih dahulu. SAIBA versi terbaru penggunaan aplikasi Bios ini diharapkan dapat
menghasilkan ADK dalam format zip. Hasil lebih mempermudah, mempercepat dan
rekonsiliasi bisa di-download dalam format excel transparan. Hal ini tidak hanya dapat dirasakan
dan pdf. Sedangkan untuk LHR dan BAR nya oleh BLU saja, namun juga bagi Dewas, Pembina
menunggu persetujuan kedua belah pihak yaitu Teknis, Pembina Keuangan dan juga bagi
KPA satker dan Kasi Vera KPPN masyarakat.

Dari hasil UAT (user acceptance test) yang Manfaat penggunaan Aplikasi BIOS antara
dilaksanakan beberapa waktu lalu, dimungkinkan lain untuk mempermudah analisa data dan
BAR tidak perlu lagi ditandatangani (basah). pengambilan keputusan manajerial karena adanya
Meskipun begitu BAR tetap dianggap sah. Pada satu database terpusat, mempercepat proses
BAR akan tertera barcode yang berisi informasi pengajuan ijin, usulan tarif dan usulan remunerasi
keabsahan BAR tersebut sehingga satker tidak beserta monitoring statusnya, perbandingan
perlu lagi datang ke KPPN untuk menyerahkan dengan BLU sejenis, monitoring historis
BAR yang sudah ditandatangani KPA untuk pembinaan dan tindak lanjutnya. Bagi masyarakat
ditandatangani Kasi Vera KPPN. Satker bisa aplikasi BIOS dapat mempermudah masyarakat
melakukan cetak secara mandiri BAR Rekonsiliasi mengetahui keberadaan BLU terdekat untuk
melalui aplikasi e-rekon. Setelah BAR disetujui mendapatkan layanan BLU yang dibutuhkan.
oleh kedua belah pihak yaitu KPA KPU Kota Kediri Selain aplikasi BIOS, DJPB juga menyediakan
dan Kasi Vera KPPN Kediri, maka baik satker halaman web BLU yang menyediakan informasi
maupun KPPN bisa men-download BAR dan seputar Pembinaan Keuangan BLU, Literatur,
melakukan pencetakan. Peraturan, Data profil singkat BLU, FAQ dan
helpdesk yang dapat diakses pada alamat blu.
Rekonsiliasi nantinya hanya rekon antara satker djpbn.kemenkeu.go.id pada browser oleh BLU
dengan KPPN, tidak ada lagi rekon wilayah maupun oleh masyarakat luas.
ataupun rekon eselon dan kementerian sehingga
kemungkinan perbedaan data di tengah jalan

200
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

14. Aplikasi verifikasi penyetoran uang jaminan penawaran lelang secara otomatis

Tuntutan masyarakat atas lelang yang transparan, cepat, akuntabel dan mudah diakses
kapan saja, mengharuskan DJKN terus berbenah dan memperbaiki proses bisnisnya. Setelah
e-auction, DJKN terus melakukan inovasi terkait pelayanan lelang kepada masyarakat. Salah
satunya dengan memperbaiki administrasi penyetoran uang jaminan. Selama ini, mekanisme
pemantauan ketersediaan virtual account dan mekanisme pemeriksaan setoran uang jaminan
dilakukan secara manual oleh Bendahara Penerimaan KPKNL, sehingga dikhawatirkan terjadi
kendala seperti habisnya virtual account yang akhirnya membuat lelang menjadi terhambat dan
menimbulkan preseden buruk. Kendala lain yang sering ditemui adalah validasi peserta yang
masih dilakukan secara manual menggunakan rekening koran sehingga terkesan lambat.

DJKN didukung penuh bank-bank yang bermitra dengan KPKNL yaitu PT Bank BNI (Persero),
PT Bank Mandiri (Persero) dan PT. BRI (Persero) telah berhasil mengembangkan fitur untuk
pertukaran data yang diperlukan dalam pengelolaan uang jaminan lelang. Fitur ini secara
otomatis diharapkan dapat mempermudah dan meminimalisir kesalahan pada lelang e-auction
yang diakibatkan oleh verifikasi penyetoran uang jaminan secara manual.

Fitur verifikasi otomatis uang jaminan lelang pertama kali sukses diimplementasikan oleh
seluruh KPKNL yang bermitra dengan PT Bank BNI (Persero) Tbk pada awal tahun 2016,
kemudian berturut-turut diikuti oleh seluruh KPKNL yang bermitra dengan PT Bank Mandiri
(Persero) Tbk yang diimplementasikan secara nasional di KPKNL Palembang pada 25 Oktober

Laporan Kinerja Tahun 2016


2016, selanjutnya pada tanggal 1 Desember 2016, bertempat di KPKNL Surakarta, fitur ini resmi
diimplementasikan oleh seluruh KPKNL yang bermitra dengan PT Bank BRI (Persero) Tbk.

15. Aplikasi cuti online

Aplikasi cuti online merupakan salah satu fitur yang terdapat dalam Aplikasi e-prime
Kementerian Keuangan dan masuk dalam aplikasi Human Resources Integrated System (HRIS)
Kementerian Keuangan. Implementasi aplikasi cuti online ini bertujuan untuk meningkatkan
pelayanan kepada pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan terutama dalam urusan cuti.
Proses permohonan, persetujuan, penetapan sampai dengan output cuti dilaksanakan secara
online, sehingga menyederhanakan proses bisnis terkait cuti (simplify our works). Manfaat yang
lainnya adalah proses cuti lebih efektif dari sisi alur proses dan efisien dari sisi waktu dan seluruh
prosesnya paperless.

16. Kontribusi LPDP dalam riset facrikasi komponen kendaraan listrik meliputi motor listrik,
inverter/controller dan baterai LI-FO4

Kementerian Keuangan dalam hal ini LPDP Kementerian Keuangan Ikut berkontribusi dalam
berinovasi dalam pengembangan energi terbarukan serta meningkatkan citra dan branding
Kementerian Keuangan di hadapan publik, yang meliputi:
1. Motor Listrik 10-15KW beserta inverter/controller-nya dari ITB difabrikasi guna produksi
kendaraan listrik roda 3 untuk PT POS INDONESIA. Fabrikasi motor bekerja sama dengan
PT PINDAD. Sementara itu, inverter/controller bekerja sama dengan PT LEN.
2. Motor Listrik 5-15KW beserta inverter/controller-nya dari ITS difabrikasi guna produksi
kendaraan listrik roda 2 (skuter GESIT) untuk nasional bekerja sama dengan PT
GARANSINDO.
3. Battery LiFePO4 dari UNS difabrikasi guna produksi powerbank, battery sepeda listrik dan
mobil listrik city car di lingkungan perguruan tinggi nasional.

201
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

17. Indonesia sebagai tuan rumah World Islamic Economic Forum ke-12

Forum yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan RI bekerja sama dengan


Kementerian Luar Negeri dan Sekretariat Negara yang bertujuan untuk menjembatani
para pelaku dunia usaha dan kolaborator bisnis ini, turut mengundang beberapa pemimpin
dunia seperti Presiden Republik Tajikistan Emomali Rahmon, Presiden Republik Guinea
Alpha Conde, dan Presiden IDB Dr Ahmad Mohamed Ali.
Forum ini diharapkan akan memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat muslim di seluruh dunia.

18. Indonesia sebagai tuan rumah Sidang Tahunan IDB ke-41

Dari 57 negara anggota IDB, sidang tahunan IDB ke 41 dihadiri 173 delegasi yang terdiri
dari 31 Dewan Gubernur dan 22 perwakilan Dewan Gubernur. Sedangkan total peserta
yang mengikuti seluruh seminar yang hadir dalam Sidang Tahunan IDB sebanyak 5.083
orang.

IDB dan negara-negara anggota menandatangani perjanjian-perjanjian pendanaan


pembangunan senilai USD 1,6 milyar, yang diantaranya terdiri dari: 1) Indonesia: USD 824
juta untuk program infrastruktur, pendidikan, dan pembangkit tenaga listrik; 2) Kamerun:
USD 157 juta untuk dua proyek pembangunan jalan dan transportasi; 3) Iran: USD 104
juta untuk program jaringan irigasi; dan 4) Nigeria: USD 84 juta untuk proyek pembangkit
Laporan Kinerja Tahun 2016

listrik.

Sebelumnya, Indonesia dan IDB telah menandatangani kesepakatan dalam kerangka


Member Country Partnership Strategy (MCPS) untuk jangka waktu 2016-2020 sebesar
USD 5,2 milyar. Selain itu, dalam rangka meningkatkan kerja sama di berbagai bidang,
IDB juga menandatangani sejumlah nota kesepahaman dengan Mesir, UNDP, KADIN, dan
Dewan Internasional untuk promosi dan pendidikan bahasa arab.

Dalam Sidang Tahunan ke-41 di Jakarta, IDB menyuguhkan side events berupa pameran
serta beragam seminar dan diskusi yang dihadiri oleh para pakar di bidang masing-masing
dari berbagai negara. Seminar diantaranya membahas pengembangan investasi syariah
untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, pembiayaan syariah yang inovatif
untuk pengentasan kemiskinan, pengembangan pasar syariah mikro bagi keuangan
inklusif, pendanaan syariah di sektor infrastruktur, serta ketahanan, kemanusiaan, dan
keamanan di negara
anggota IDB.

19. Sertifikasi internasional teknologi informasi

a. Information Security Management System (ISO 27001)


Kementerian Keuangan memperoleh Sertifikat Internasional ISO 27001:2005
pada tahun 2016 yang merupakan standar internasional untuk Sistem Manajemen
Keamanan Informasi (SMKI) atau Information Security Management System (ISMS).
Penerapan standar internasional ini merupakan upaya Kementerian Keuangan
untuk meningkatkan pengelolaan keamanan informasi, meminimalisir risiko dan
mendukung kelangsungan proses bisnis sesuai aspek keamanan yaitu confidential,
integrity, availability. Sertifikat ini diperoleh Kementerian Keuangan untuk kedua
kalinya dengan perolehan pertama di tahun 2013.
b. IT Service Management Systems (ISO 20000)
Kementerian Keuangan memperoleh Sertifikat Internasional ISO 20000:2011 pada
tahun 2016 tetang IT Service Management Systems (ITSMS) yang menunjukkan bahwa

202
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

standar pengelolaan TIK Kementerian Keuangan di Data Center Kementerian


Keuangan telah sesuai w layanan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
internasional. Sertifikat ini diperoleh Kementerian Keuangan untuk kedua kalinya
dengan perolehan pertama di tahun 2013.

c. Sertifikasi International Quality Management System (ISO 9001).

Kementerian Keuangan memperoleh Sertifikat Internasional ISO 9001:2015


pada tahun 2016 tentang Quality Management Systems (QMS) yang menunjukkan
bahwa standar layanan TIK Kementerian Keuangan telah sesuai best practice
standar internasional sistem manajemen mutu layanan. Berbeda dengan 2
sertifikasi sebelumnya, sertifikat QMS ini baru kali pertama diperoleh Kementerian
Keuangan.

Laporan Kinerja Tahun 2016


Gambar 3.13 Sertifikat QMS

20. Peningkatan expertise keuangan negara melalui kerjasama dengan Perguruan


Tinggi Negeri

Kinerja Kementerian Keuangan yang optimal memerlukan dukungan dari


Kementerian/Lembaga (K/L) lainnya dan seluruh Pemerintah Daerah (Pemda)
serta masyarakat. Di sisi lain, upaya mengembangkan SDM di bidang keuangan
negara masih terbatas dan lebih terkonsentrasi di Kementerian Keuangan, padahal
expertise di bidang keuangan tersebut juga dibutuhkan di K/L lainnya, Pemda bahkan
pemerintah desa.

Mengingat jumlah expert di bidang keuangan negara saat ini masih terbatas,
Kementerian Keuangan bekerjasama dengan beberapa Perguruan Tinggi Negeri
(PTN) menargetkan untuk mempercepat proses munculnya tenaga-tenaga ahli yang
spesifik di bidang keuangan negara.

Perguruan Tinggi diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi


serta menghasilkan ilmuwan dan profesional dalam bidang keuangan negara. Dalam
tahap awal Perguruan Tinggi yang diharapkan menjadi mitra kerja sama adalah
perguruan tinggi negeri (PTN) di lokasi wilayah kerja Balai Diklat Keuangan selaku Unit
Pelaksana Teknis (UPT) di daerah, namun demikian dalam perkembangannya akan
diperluas meliputi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang lain. Sampai saat ini terdapat17
(tujuh belas) PTN yang melakukan kerja sama dengan Kementerian Keuangan.

203
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Secara garis besar, bentuk kerjasama dilakukan dalam bentuk:

a. pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat;


b. pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia melalui diklat;
c. pengkajian dan pengelolaan keuangan negara;
d. perbantuan tenaga ahli;
e. perbantuan pengembangan perguruan tinggi; dan
f. lokakarya, workshop, pelatihan, dan seminar,

21. Kemenkeu Mengajar

Kemenkeu Mengajar merupakan gerakan mengajar satu hari di sekolah dasar negeri
yang tersebar di 6 kota besar di Indonesia pada peringatan Hari Oeang ke-70 dengan
melibatkan 673 relawan. Gerakan ini berangkat dari semangat kesukarelawanan yang
merupakan pegawai Kementerian Keuangan. Di hari mengajar, para relawan akan
memperkenalkan peranan dan profesi yang ada di Kementerian Keuangan, disampaikan
melalui metode pengajaran pedagogik. Inisiatif ini baru pertama kali diselenggarakan di
Kementerian Keuangan yang mengusung semangat kesukarelawanan untuk lebih peduli
terhadap dunia pendidikan di Indonesia.

Kegiatan ini diharapkan dapat mengaktivasi semangat kerelawanan di lingkungan


Laporan Kinerja Tahun 2016

birokrasi, meningkatkan institutional ownership pegawai, dan turut menjalin hubungan


yang kuat antara institusi dengan masyarakat. Selain memperkenalkan peran dan profesi,
relawan pegawai Kementerian Keuangan juga akan mengajarkan nilai-nilai baik yang perlu
ditanamkan pada generasi muda. Semua hal ini dilakukan untuk kehidupan berbangsa dan
bernegara yang lebih maju dan cerdas.

Gambar 3.14 Poster Kemenkeu Mengajar tanggal 24 Oktober 2017 di 6 kota di Indonesia

204
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

22. #SadarAPBN:

Kegiatan tersebut merupakan kampanye yang mengajak masyarakat untuk memahami


anggaran negeri (APBN). Setelah meningkatkan kesadaran, diharapkan masyarakat
dapat secara aktif memberikan kontribusi langsung untuk membangun negeri. Dengan
memahami anggaran negeri, diharapkan masyarakat dapat:
a. Mengetahui untuk apa penggunaan uang pajak mereka
b. Mengetahui arah pembangunan Indonesia
c. Memberikan kontribusi langsung/nyata untuk membangun Indonesia
d. Mengawasi penggunaan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah

Target kampanye #SadarAPBN meliputi:


a. Khusus: masyarakat usia produktif dengan range usia: 18 - 45 tahun. Karena
mereka yang akan meneruskan pembangunan negeri
b. Umum: seluruh masyarakat Indonesia

Beberapa contoh kontribusi langsung masyarakat yang digaungkan


oleh#SadarAPBN:
a. Membayar pajak dengan benar;
b. Membeli SUN, ORI, Sukuk Ritel, dll.;
c. Mengisi customs declaration dengan benar;
d. Mengikuti lelang aset negara;

Laporan Kinerja Tahun 2016


e. Membayar denda tilang langsung ke negara;
f. Mengikuti program Amnesti Pajak;
g. Mengawasi pelaksanaan anggaran negara dengan melaporkan melalui Wise jika
terjadi pelanggaran, dll

Untuk mendukung kampanye, terdapat fitur pada website Kementerian Keuangan yang
berupa simulasi interaktif melalui www.kemenkeu.go.id/SadarAPBN yang memberikan
edukasi atas penggunaan uang pajak dalam APBN-P 2016 (dalam proses update untuk
APBN2017). Melalui fitur ini pengunjung website dapat mengetahui kontribusi pajak yang
telah dibayarkan kepada negara secara proporsional pada 2 komponen besar Belanja
Negara APBN, yaitu Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah & Dana Desa.

Pengunjung cukup memasukkan input jumlah uang pajak yang telah dibayarkan selama
1 tahun untuk kemudian mendapatkan penjelasan alokasi uang pajaknya, berdasarkan
fungsi pada Belanja Negara. Dengan mengetahui alokasi uang pajak dalam APBN,
diharapkan menjadi langkah awal bagi masyarakat untuk memahami pengelolaan anggaran
negara.

Gambar 3.15 Homepage website #SadarAPBN

205
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

Penghargaan

1. Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak (KLIP DJP)

Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak (KLIP DJP)
adalah unit pelaksana teknis yang mempunyai tugas melaksanakan kegiatan
layanan pemberian informasi umum perpajakan, penyampaian informasi perpajakan
dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan, dan pengelolaan pengaduan dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan peraturan
perundang-undangan. KLIP DJP berada di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Direktur Jenderal Pajak dan secara teknis fungsional dibina oleh Direktur
Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat.

Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya KLIP DJP dilengkapi dengan unit
contact center yang didukung oleh SDM yang terampil dan terlatih. Untuk terus
menerus memperluas wawasan dan benchmark dalam contact center, KLIP DJP secara
rutin mengirimkan perwakilan pegawainya untuk mengikuti perlombaan dan event
terkait contact center baik di tingkat nasional maupun internasional. Atas hal tersebut,
telah banyak penghargaan dan prestasi yang diraih oleh KLIP DJP dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2016 KLIP DJP kembali meraih penghargaan atas prestasi yang diraihnya
dalam event Asia Pacific Contact Center World (APAC) 2016 dan The Best Contact
Laporan Kinerja Tahun 2016

Center Award 2016.

Pada event Asia Pacific Contact Center World (APAC) 2016 diselenggarakan oleh
Contact Center World di Malaysia dan KLIP DJP berhasil meraih 4 medali. Sedangkan
pada event The Best Contact Center Award 2016 diselenggarakan oleh Indonesia
Contact Center Association KLIP DJP berhasil meraih 16 medali. Dengan menjadi
Runner Up 3 atau Juara Umum ke-4, maka KLIP DJP berhak menghadiri Asia Pacific
Contact Centre Association Leaders (APCCAL) EXPO 2016 yang diselenggarakan pada
tanggal 2 s.d. 4 November 2016 di Singapura.

2. Penghargaan untuk contact center DJBC pada Contact Center World Award 2016

Upaya peningkatan kapasitas Pusat Kontak Layanan (contact center) Bravo 1500225
membawa hasil yang baik pada tahun 2016, beberapa penghargaan telah diraih yaitu:

Gold for Best Contact Center Leader;


Silver for Best Small Contact Center;
4th place for Best Contact Center Design.

Acara ini diselenggarakan oleh Contac Center World, sebuah asosiasi contact center
dan customer engagement yang berbasis di Canada. Pada tahun 2016 juga telah
dilaksanakan piloting untuk penerapan layanan 24/7, sebagai persiapan implementasi
layanan telah dilaksanakan pengadaan infrastruktur IT serta benchmarking ke contact
center yang menyelenggarakan 24/7. Serta untuk peningkatan layanan saat ini juga
telah diterapkan ISO untuk inbound call.

206
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

3. Top 35 Inovasi Lomba Layanan Publik tahun 2016

Salah satu inovasi yang mewakili Kementerian Keuangan dalam ajang lomba
inovasi layanan publik tahun 2016 yang diselenggarakan oleh KemenPAN-RB, yaitu
Dashboard Modul Penerimaan Negara Generasi 2 (MPN G-2), ditetapkan sebagai
salah satu dari Top 99 Inovasi Pelayanan Publik (11 terbaik dari kategori inovasi
kementerian/lembaga) melalui Keputusan Menteri PAN-RB No. 51 Tahun 2016.

Selanjutnya, setelah diseleksi kembali, dashboard MPN G-2 kemudian ditetapkan


sebagai salah satu pemenang Top 35 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2016 melalui
Keputusan Menteri PANRB No. 99/ 2016 tentang Penetapan Top 35 Inovasi
Pelayanan Publik Tahun 2016. Top 35 inovasi tersebut merupakan inovasi dari 3
kementerian, 2 lembaga, 8 provinsi, 14 kabupaten, 5 kota, 3 BUMN/BUMD.

Dashboard MPN G2 bersama inovasi Pemenang Top 35 Inovasi Pelayanan Publik


Tahun 2016 yang lain akan kembali menjalani seleksi menjadi top 5. Top 5 ini
akan mewakili Indonesia dalam ajang The United Nations Public Service Awards,
penghargaan pelayanan publik tingkat internasional yang diselenggarakan oleh
Perserikatan Bangsa Bangsa.

4. Penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya Tingkat Mentor dari Presiden RI dalam

Laporan Kinerja Tahun 2016


rangka implementasi Pengarusutamaan Gender sesuai dengan Inpres No.9 Tahun
2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional;

5. Kementerian Keuangan memperoleh predikat 5 besar Kementerian/Lembaga


Pengguna Anggaran;

6. Penghargaan JDIH terbaik dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia c.q.
BPHN selama 3 (tiga) tahun berturut-turut (2014-2016) atas Jaringan Dokumentasi
dan Informasi Hukum Kementerian Keuangan yang dikelola oleh Sekretariat
Jenderal;

7. BKN awards tahun 2016:


a. Peringkat pertama Pelayanan Pensiun Terbaik
b. Peringkat kedua Implementasi CAT dalam Manajemen ASN

8. Penghargaan the 1st PR Indonesia Media Relations Award and Summit (PRIMAS)
2016 9 Februari 2016; peringkat III Kategori Kementerian dengan media exposure
terbanyak sepanjang tahun 2015;

9. Penghargaan Anugrah Media Humas 2016 18 November 2016;


a.Peringkat I Kategori Penerbitan Media Internal (Media Keuangan Agustus 2016);
b.Peringkat I Kategori Laporan Tahunan Kinerja Humas;
c.Peringkat II Kategori Stan Pemeran Instansi.

10. Silver Winner of the Best Contact Center Operation kategori korporat Indonesia
Contact Center Association (ICCA).

Service desk Pusintek berhasil meraih Silver Winner of the Best Contact Center
Operation kategori korporat dari ICCA. Kategori Best Operation yaitu lomba
kemampuan Contact Center untuk menunjukkan program kerja dalam meningkatkan
kinerja Pelayanan dan operasional terbaik pada kurun waktu yang dilombakan.

207
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

ICCA memberkan nilai lebih kepada Service Desk Pusintek yang membawa
nama Kementerian Keuangan karena Service Desk Pusintek merupakan
Single Point of Contact yang memiliki jam kerja selama 7x24 Jam dan telah
diakui di tingkat nasional.

11. Pemeringkatan e-government Indonesia.

Penghargaan Pemeringkatan e-government Indonesia (PeGI) merupakan


kegiatan yang ditujukan untuk memberikan acuan pengembangan dan
pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), mendorong
peningkatan pemanfaatan TIK, dan mendapatkan peta kondisi
pemanfaatan TIK di lingkungan pemerintah.

Pemeringkatan e-government Indonesia diselenggarakan oleh


Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kementerian Keuangan
menduduki peringkat pertama dalam penghargaan tersebut sejak tahun
2012 sampai dengan tahun 2015.

Tabel 3.84 Penghargaan Kementerian Keuangan dalam pemeringkatan e-government Indonesia tahun 2012-2015

2012 2013 2014 2015


Nilai 3,51 (Baik) 3,57(Sangat 3,57 (Sangat 3,67 (Sangat
Laporan Kinerja Tahun 2016

Baik) Baik) Baik)

12. Penghargaan rekor MURI

LPDP ditetapkan sebagai Lembaga Pemberi Beasiswa S2 dan S3 Luar


Negeri terbanyak. Selain itu, LPDP juga ditetapkan sebagai Lembaga
yang dapat menuliskan naskah sumpah pemuda dengan aksara daerah
terbanyak. Penghargaan Rekor MURI tersebut berdampak pada
meningkatkan citra dan branding LPDP di hadapan publik.

13. Prestasi penerima beasiswa LPDP

Merupakan prestasi-prestasi tingkat nasional dan internasional


yang diraih oleh penerima beasiswa LPDP. Penghargaan ini dapat
meningkatkan citra dan branding LPDP di hadapan publik. Awardee
sebagai duta bangsa dan perwakilan nama LPDP di luar.

Gambar 3.16 Penerima Beasiswa LPDP

208
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja

14. LKPP Award untuk Kategori Komitmen 100% e-procurement,


Kerjasama Pemanfaatan LPSE Kementerian Keuangan oleh K/L/D/I,
tingkat pusat 14 dan tingkat daerah 124, instansi yang bekerja sama,
PPATK dan Sekretariat Kabinet.

Laporan Kinerja Tahun 2016

209
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

04.
Inisiatif
Peningkatan
Kinerja
Kementerian
Laporan Kinerja Tahun 2016

Keuangan

Upaya Kementerian Keuangan untuk


meningkatkan kinerja institusi secara optimal
dan berkesinambungan dilakukan dengan
merancang inisiatif sebagai rencana aksi untuk
dijalankan pada tahun 2017. Inisiatif tersebut
disusun dengan mengacu hasil evaluasi eksternal
(dari KemenPAN-RB) atas akuntabilitas kinerja
Kementerian Keuangan tahun 2016, hasil
evaluasi internal (dari Inspektorat Jenderal
Kementerian Keuangan), arahan pimpinan
Kementerian Keuangan, dan program reformasi
dan transformasi kelembagaan.

210
210
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

Laporan Kinerja Tahun 2016

A. Tindak Lanjut Atas Rekomendasi Kementerian C. Program Peningkatan Integritas


Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi D. Penguatan Program Reformasi Birokrasi Dan
Birokrasi Tahun 2016 Transformasi Kelembagaan (RBTK) Tahun
B. Revitalisasi Manajemen Kinerja Kementerian 2017-2019
Keuangan

211

211
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

A. Tindak Lanjut
Atas Evaluasi
AKIP

Evaluasi terhadap AKIP Kementerian Keuangan, baik dari pihak


eksternal maupun internal, menjadi masukan dalam merancang
inisiatif untuk peningkatan tata kelola yang lebih berorientasi
Laporan Kinerja Tahun 2016

hasil (result governance oriented) dan peningkatan kinerja yang


lebih berorientasi outcome (outcome oriented). Oleh karena itu,
pada tahun 2017, melakukan inisiatif sebagai berikut:

1. Penetapan Target IKU Lebih Challenging untuk Perbaikan


Kinerja Dwelling Time Nasional

Dwelling time adalah lama waktu sejak barang impor dibongkar


dari kapal sampai dengan barang keluar dari pelabuhan. Indikasi
perhitungan dwelling time adalah lamanya kontainer impor
ditumpuk di pelabuhan (waktu penumpukan kontainer di
pelabuhan). Dwelling time dapat dibagi menjadi pre-clearance,
customs clearance dan post-clearance.

Dalam proses dwelling time, Kementerian Keuangan c.q DJBC


berkontribusi terhadap kinerja customs clearance time untuk
mempercepat proses penyelesaian kewajiban kepabeanan
barang impor sehingga waktu barang impor keluar dari
pelabuhan juga menjadi lebih cepat, sehingga diharapkan dapat
mendukung distribusi logistik nasional Indonesia. Customs
Clearance Time khususnya untuk kegiatan impor dimulai dari
waktu importir/PPJK melakukan loading Pemberitahuan Impor
Barang (PIB) ke sistem in house Bea Cukai sampai dengan waktu
penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).

Terkait hal tersebut, penetapan target custom clearance


setiap tahunnya semakin meningkat (semakin cepat) sehingga
dapat mendukung dwelling time agar dapat semakin cepat.
Penetapan target customs clearance tidak semata-mata
memperhatikan aspek kecepatan layanan yang diberikan,

212
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

namun harus juga mempertimbangkan aspek 2. Perbaikan Tata Kelola Aset Negara Secara
risiko yang melekat pada importir dan barang. Berkelanjutan
Untuk memberikan pelayanan secara cepat

Laporan Kinerja Tahun 2016


namun tetap memperhatikan aspek risiko dalam Pengelolaan kekayaan negara (aset) merupakan
kegiatan importir, maka dilakukan penjaluran salah satu representasi fungsi Kementerian
barang impor berdasarkan perpaduan antara profil Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara
importir dan profil komoditi. Jenis penjaluran (BUN). Pengelolaan kekayaan negara sebagai
barang impor dikelompokkan menjadi jalur merah, suatu fungsi pada Kementerian Keuangan,
jalur kuning, jalur hijau, jalur Mitra Utama (MITA) berkembang secara signifikan setelah fungsinya
Non Prioritas, dan jalur MITA Prioritas. Tiap-tiap dilaksanakan secara full dedicated dalam unit
jalur tersebut mempunyai karakteristik yang setingkat eselon I, yaitu Direktorat Jenderal
berbeda-beda, untuk jalur merah dilakukan proses Kekayaan Negara (DJKN) pada tahun 2006.
pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang
impor dengan melakukan pemeriksaan fisik dan Dan secara fungsi, bentuk mature-nya telah
penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB. terakomodasi dalam Pasal 28, Peraturan
Mempertimbangkan aspek layanan, risiko importir, Presiden Nomor 28 Tahun 2015, di mana
serta kondisi sumber daya yang ada dari tahun ke ruang lingkup kekayaan negara yang dikelola
tahun, target customs clearance time diupayakan meliputi barang milik negara, kekayaan negara
terus meningkat. Peningkatan target customs dipisahkan, dan kekayaan negara lain-lain. Selain
clearance time dapat terlihat melaksanakan fungsi kekayaan negara, DJKN
pada table berikut: juga melaksanakan fungsi penilaian, pengurusan
piutang negara, dan
Tabel 4.1 Target Customs Clearance Time pelayanan lelang.
Tahun 2014 2015 2016 2017
Renstra - 1,5 hari 1,4 hari 1,3 hari Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian
Kontrak 3 hari 1,5 hari 1,2 hari 1 hari Keuangan Tahun 2015 s.d. 2019, dari sisi nilai,
Kinerja potensi kekayaan negara yang dimiliki oleh
pemerintah sangat besar. Hal ini salah satunya
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa terlihat dari nilai barang milik negara (BMN)
target customs clearance time yang ditetapkan berupa aset tetap yang mengalami peningkatan
dalam Kontrak Kinerja pada level Kemenkeu- secara signifikan, dari nilai BMN per 31 Desember
Wide lebih cepat dari target dalam dokumen 2005 sebesar Rp237,78 triliun, pada tahun 2014
perencanaan (Renstra Kementerian Keuangan telah mencapai Rp1.796,73 triliun (Semester I
Tahun 2015 2019). LKPP 2014). Kemudian untuk kekayaan negara

213
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

lain-lain tercatat sebesar Rp 191,38 triliun. Selain itu, kekayaan negara yang
berupa investasi pemerintah (kekayaan negara dipisahkan) juga memiliki
nilai yang tidak kalah potensial. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian
Keuangan Tahun 2015 s.d. 2019, nilai inventasi pemerintah s.d. tahun 2013
tercatat sebesar Rp1.218, triliun atau kurang lebih 34,15% dari total aset
yang tersaji pada LKPP.

1.694 1.726

1.287
979
673
443
345
314
229

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Grafik 4.1 Pertumbuhan Nilai BMN berupa Aset Tetap Tahun 2004 s.d. 2012 (dalam triliun) Hasil dari
Pelaksanaan Invetarisasi dan Penilaian
Laporan Kinerja Tahun 2016

Berdasarkan grafik di atas, pertumbuhan nilai aset yang cukup signifikan,


terutama untuk nilai BMN berupa aset tetap, merupakan hasil dari
pelaksanaan inventarisasi dan penilaian atas seluruh aset Kementerian/
Lembaga yang dilaksanakan pada tahun 2007 s.d. 2012. Pelaksanaan
inventarisasi dan penilaian merupakan bagian dari perbaikan tata kelola aset,
yang juga terbukti mampu mendongkrak opini BPK atas Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP) dari opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP)/
disclaimer menjadi Wajar Dengan Pengecualian pada tahun 2009.

Salah satu penyebab opini disclaimer atas LKPP sebelum tahun 2009 (2004
s.d. 2008) adalah terkait dengan penyajian data aset pada neraca yang belum
dapat diyakini kewajarannya. Oleh karena itu, mulai tahun 2007, Kementerian
Keuangan (dhi. DJKN) menggulirkan program 3 T, yaitu Tertib Administrasi,
Tertib Fisik, dan Tertib Hukum, dimana salah satu kegiatan prioritasnya
adalah pelaksanaan inventarisasi dan penilaian. Kegiatan ini bertujuan untuk
meningkatkan akuntabilitas pengelolaan aset dari sisi administrasi dan fisik,
sekaligus memperbaiki penyajian nilai aset pada LKPP.

Sampai dengan saat ini, perbaikan tata kelola aset negara senantiasa terus
dilakukan secara berkelanjutan. Beberapa kegiatan yang saat ini masih
berjalan diantaranya adalah sertifikasi BMN berupa tanah. Kegiatan ini
merupakan bagian dari program tertib hukum atas aset. Perkembangan
sertifikasi BMN berupa tanah dapat diilustrasikan pada grafik berikut ini.

214
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

Grafik 4.2 Perkembangan Penyelesaian Sertifikasi BMN berupa Tanah Periode 2013 s.d.
2016 (dalam bidang)

Program percepatan sertifikasi dimulai pada tahun 2012, yaitu melalui


kegiatan identifikasi dan pendataan atas BMN berupa tanah. Pada tahun
tersebut, BMN berupa tanah telah teridentifikasi sejumlah 87.497 bidang.
Sebagian diantaranya, yaitu 46.193 bidang, telah bersertifikat, sementara

Laporan Kinerja Tahun 2016


sisanya sejumlah 41.304 akan disertifikatkan secara bertahap. Program
percepatan sertifikasi dilaksanakan mulai tahun 2013 dengan prioritas pada
penyelesaian atas BMN berupa tanah yang telah berstatus free and clean
(bukti kepemilikan lengkap, fisik dikuasai oleh K/L, dan tidak dalam sengketa).
Melihat data statistik pencapaian sertifikasi BMN berupa tanah sebagaimana
grafik diatas, diperoleh bahwa rata-rata realisasi penyelesaian sertifikasi per
tahun hanya mencapai 3.070 bidang. Oleh karena itu, diperkirakan proses
sertifikasi akan memerlukan waktu penyelesaian kurang lebih selama 13
tahun. Namun demikian, Kementerian Keuangan (dhi. DJKN) senantiasa
terus mengakselerasi program sertifikasi BMN dengan melakukan crash
program bersama Kementerian ATR/BPN dan Bappenas, sehingga diharapkan
penyelesaian sertifikasi bisa lebih cepat atau paling tidak sejalan dengan
target Reforma Agraria Kementerian ATR/BPN, dimana seluruh bidang tanah
di Indonesia pada tahun 2025 harus sudah bersertifikat.

Perbaikan tata kelola aset melalui program tertib administrasi, tertib fisik,
dan tertib hukum merupakan standar minimal yang harus dilakukan (the
minimum standard of state asset management). Oleh karena itu, simultan
dengan pelaksanaan program tersebut, hal selanjutnya yang harus dilakukan
oleh Kementerian Keuangan adalah memastikan bahwa aset negara telah
digunakan secara optimal. Indikator kinerja rasio utilisasi aset terhadap
total aset tetap merupakan indikator yang dipilih untuk memantau utilisasi/
penggunaan atas aset negara. Selain bertujuan untuk memastikan tertib
administrasi/pencatatan aset, indikator ini juga dapat memberikan informasi
tentang seberapa nilai aset yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan
tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, nilai aset yang under capacity

215
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

sehingga dapat dimanfaatkan/dikerjasamakan dengan pihak ketiga, nilai


aset yang diserahkan kepada pihak lain dalam rangka pelaksanaan progam
pemerintah (hibah), atau nilai aset yang digunakan sebagai penyertaan
modal negara. Artinya, melalui indikator ini, pertumbuhan portofolio nilai
aset berikut utilisasinya senantiasa dipantau.

Dalam perkembangannya, pengelolaan aset mengalami pergeseran


paradigma, dari asset administrator menjadi asset manager. Oleh karena
itu, pada tahun 2017, Kementerian Keuangan mulai mengukur kinerja
pengelolaan aset ditinjau dari seberapa besar manfaat ekonomi yang
diperoleh dari pengelolaan aset negara. Manfaat ekonomi tersebut diukur
dari nilai penerimaan negara dan nilai penghematan belanja yang dihasilkan
dari kegiatan pengelolaan aset. Melalui pengukuran ini, diharapkan aset
yang dimiliki oleh negara tidak hanya sebatas pada penggunaan, namun juga
dikelola secara optimal dan profesional sehingga nantinya juga berkontribusi
dalam mendukung kapasitas keuangan negara. Pola optimalisasi penerimaan
negara melalui pengelolaan aset dapat dilakukan melalui skema sewa, kerja
sama pemanfaatan, bangun guna serah, bangun serah guna, dan lainnya.
Sementara pola optimalisasi penghematan belanja dapat dilakukan dengan
skema pengalihan aset idle pada suatu Kementerian/Lembaga kepada
instansi lain yang membutuhkan baik untuk pelaksanaan tugas dan fungsi
Laporan Kinerja Tahun 2016

maupun mendukung program prioritas pemerintah. Contoh dukungan aset


terhadap program prioritas pemerintah pada tahun 2016 adalah penyediaan
aset di Lampung, Batam, Padang, dan Gowa untuk program sejuta rumah.

Selain hal tersebut, pada tahun 2016, Kementerian Keuangan juga telah
membentuk Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), sebagai salah satu
unit yang bertugas secara khusus melakukan optimalisasi atas aset-aset
idle yang berada di bawah pengelolaan Menteri Keuangan selaku Bendahara
Umum Negara (BUN). Selain sebagai operator aset idle, LMAN juga diberikan
mandat oleh pemerintah untuk melaksanakan fungsi special land bank, yang
berperan dalam penyediaan lahan untuk proyek strategis nasional.
Pengelolaan aset negara memiliki peran yang semakin strategis dalam
mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, Kementerian Keuangan secara serius sedang berupaya


untuk mengoptimalkan peran tersebut, sehingga aset negara tidak lagi
dipandang sebagai sumber daya pasif, namun secara produktif dapat
dikelola dan dikembangkan untuk kepentingan masyarakat. Strategi yang
akan digunakan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan
pembangunan basis data aset yang aktual dan akurat, serta menjalankan
strategi pengelolaan aset berbasis prinsip the highest and best use.
Harapannya, setiap nilai aset yang dimiliki oleh negara ini dapat memberikan
imbal balik/return yang positif sesuai dengan potensi terbaik atas aset
tersebut

216
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

3. Perumusan, Penetapan dan Monitoring Tindaklanjut Rencana Aksi

Monitoring dan evaluasi atas kinerja Kementerian Keuangan telah dilakukan


sejak pertama kali pengelolaan kinerja berbasis balanced scorecard (BSC)
diimplementasikan ditahun 2007, dimana pelaksanaan monitoring kinerja
dilakukan secara berkala setiap triwulan pada level Kemenkeu-Wide
dalam forum Staf Ahli (FORSA). Pada tahun 2014, ditetapkan KMK 467/
KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian
Keuangan yang di dalamnya juga mengatur pelaksanaan monitoring dan
evaluasi. Forum Monitoring kinerja selanjutnya dikembangkan menjadi Rapat
Pimpinan Kinerja (Rapimja) Menteri Keuangan dengan seluruh pimpinan unit
Eselon I Kementerian Keuangan yang membahas kinerja level kementerian
dan unit eselon I. Periode pelaksanaan monitoring kinerja disesuaikan
dengan level unit organisasi sebagaimana tabel berikut:

Tabel 4.2 Periode Pelaksanaan Monitoring Kinerja sesuai Level Unit Organisasi

No. Level Periode Peserta Rapat Pimpinan Kinerja Penanggung Jawab


Monitoring
1. Kemenkeu-Wide Triwulanan Menteri Keuangan dan Pejabat Manajer Kinerja
Eselon I Organisasi Pusat

Laporan Kinerja Tahun 2016


2. Kemenkeu-One Triwulanan/ Masing-masing Pimpinan Unit Manajer Kinerja
Bulanan Eselon I dan Pejabat Eselon II Organisasi
3. Kemenkeu-Two Triwulanan/ Masing-masing Pimpinan Unit Sub Manajer Kinerja
Bulanan Eselon II dan Pejabat Eselon III Organisasi
4. Kemenkeu-Three Triwulanan/ Masing-masing Pimpinan Unit Mitra Manajer Kinerja
Bulanan Eselon III dan Pejabat Eselon IV Organisasi
5. Kemenkeu-Four Triwulanan/ Masing-masing Pimpinan Unit Pejabat Eselon IV/
Bulanan Eselon IV dan Pelaksana Eselon V

Pelaksanaan monitoring kinerja telah berjalan dengan baik dan dilaksanakan secara rutin
pada seluruh level unit. Dalam setiap pelaksanaan monitoring kinerja dihasilkan matriks
tindak lanjut yang berisi rencana aksi sebagai upaya untuk mengoptimalkan sekaligus
sebagai mitigasi risiko pencapaian strategi maupun target kinerja.
Sebagai upaya untuk merevitalisasi manajemen kinerja pada Kementerian Keuangan,
format pembahasan kinerja terus disempurnakan agar rapat pembahasan kinerja menjadi
semakin efektif serta difokuskan pada pembahasan isu strategis (issue), dampak terhadap
pencapaian kinerja (impact) dan penetapan rencana aksi (action). Selain itu, juga ditunjuk
unit yang bertanggung jawab (accountabilty) untuk melaksanakan rencana aksi yang telah
ditetapkan oleh pimpinan rapat (metode IIAA).

Penyempurnaan sistem monitoring kinerja tersebut diformalkan pada tahun 2016


dengan ditetapkannya keputusan Menteri Keuangan nomor KMK 590/KMK.01/2016
tentang Pedoman Dialog Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam ketentuan
tersebut, selain diatur mengenai pedoman Dialog Kinerja Organisasi (DKO) dalam
format rapat kinerja juga ditetapkan pedoman Dialog Kinerja Individu (DKI) dalam bentuk
couching dan counselling. Dengan ditetapkannya ketentuan mengenai dialog kinerja,
pelaksanaan monitoring kinerja diharapkan dapat semakin efektif mendukung pencapaian
kinerja yang optimal. Periode pelaksanaan DKO dan monitoring rencana aksi dilakukan
secara berkala paling sedikit setiap triwulanan sebagai berikut:

217
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

Gambar 4.1 Periode pelaksanaan DKO dan monitoring rencana aksi

Rencana aksi yang dihasilkan dalam Rapimja selanjutnya dimonitor dan


ditindaklanjuti oleh unit terkait melalui aplikasi DAMS (Daily Activity
Monitoring System). Dalam aplikasi DAMS, rencana aksi yang telah
ditetapkan di level kementerian dapat di-cascade sampai dengan unit terkait,
sehingga dapat mempercepat pendistribusian arahan pimpinan/rencana
aksi yang dihasilkan dalam setiap kegiatan monitoring kinerja. Update terkait
progress tindak lanjut rencana aksi juga dapat dilihat dalam aplikasi DAMS
dan dilakukan monitoring oleh Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan
Laporan Kinerja Tahun 2016

(PUSHAKA) selaku pengelola DAMS Kementerian dan pengelola DAMS pada


masing-masing unit Eselon I. Bahkan pada tahun 2016, Sekretariat Negara
melakukan benchmarking ke Kementerian Keuangan terkait dengan aplikasi
DAMS dan telah mengadopsi aplikasi tersebut guna memonitor tindak lanjut
arahan Presiden

4. Optimalisasi Monitoring dan Evaluasi atas Kinerja

Proses monitoring dan evaluasi kinerja pada Kementerian Keuangan telah


dilakukan secara berkala sebagaimana dijelaskan dalam butir 3. Sebagai
upaya untuk merevitalisasi manajemen kinerja sekaligus menyelaraskan
pengelolaan kinerja dengan pengelolaan risiko pada Kementerian Keuangan,
agenda pelaksanaan pemantauan risiko pada Kementerian Keuangan
dilakukan bersamaan dengan agenda pelaksanaan monitoring kinerja.
Pemantauan risiko ditujukan untuk memantau pelaksanaan rencana aksi,
penanganan risiko, analisis status Indikator Risiko Utama (IRU) serta tren
perubahan besaran/level risiko.

Hal ini ditujukan agar perumusan rencana aksi yang dihasilkan dalam
rapat kinerja juga difokuskan pada upaya mitigasi risiko yang berpotensi
menghambat pencapaian strategi maupun target kinerja. Penyelerasan
agenda monitoring kinerja dan pemantauan risiko diatur dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 865/KMK.01/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian Keuangan.
Selain monitoring dan evaluasi pencapaian kinerja pada tahun berjalan,
Kementerian Keuangan juga melakukan evaluasi terhadap Renstra yang
ditujukan untuk mengoptimalkan pencapaian agenda prioritas nasional,.

Dalam kegiatan evaluasi tersebut, dilakukan penilaian apakah pelaksanaan

218
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

program-program tersebut telah sesuai dan mencapai target yang


ditetapkan. Hal ini sesuai dengan amanat pasal 15 ayat (1) Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, yang menyebutkan bahwa
Pimpinan Kementerian/ Lembaga harus melakukan evaluasi pelaksanaan
Renstra-K/L.

Hasil evaluasi tahun 2016 yang dilakukan terhadap pelaksanaan agenda


prioritas nasional (nawacita) pada tahun 2015 adalah sebagai berikut :

Nawa Cita 1: Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap


Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara.

a. Dalam rangka Memperkuat Jati Diri Sebagai Negara Maritim,


Kementerian Keuangan melalui DJBC telah melakukan beberapa hal
diantaranya:
Inventarisasi target pengawasan di perairan atau pemetaan titik-
titik rawan;
Revitalisasi Pangkalan Sarana Operasi (PSO) menjadi Pangkalan
Operasi;
Penyempurnaan sistem patroli laut gabungan dengan instansi

Laporan Kinerja Tahun 2016


penegak hukum lain (TNI AL) serta dengan instansi penegak hukum
negara lain (Singapura, Malaysia, Philipina, Papua Nugini, Timor
Leste, Australia);
Peningkatan sarana dan prasarana, diantaranya pengadaan 16
unit kapal patrol cepat yang sedang dalam proses penyelesaian
dan pengadaan Hi-Co Scan Container untuk ditempatkan pada
pelabuhan-pelabuhan internasional yang strategis;
Pengembangan dan peningkatan kualitas SDM, diantaranya dengan

b. Dalam rangka Memperkuat Peran Dalam Kerjasama Global dan


Regional, Kementerian Keuangan telah berpartisipasi aktif di dalam
beberapa Lembaga Keuangan Internasional (LKI) seperti Islamic
Development Bank (IDB), World Islamic Economic Forum (WIEF) dan Asia-
Pacific Economic Cooperation (APEC). Indonesia juga berpartisipasi
aktif dalam forum internasional seperti G-20.

Nawa Cita 3: Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat


Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan

a. Dalam rangka Pengembangan Kawasan Perbatasan, Kementerian


Keuangan melalui DJBC telah melakukan kegiatan pengawasan
di daerah perbatasan baik di wilayah laut maupun darat untuk
meningkatkan kerjasama dan pengelolaan perdagangan perbatasan
dengan negara tetangga. Capaian atas peran tersebut dapat ditandai
dengan meningkatnya perdagangan ekspor-impor di perbatasan, dan
menurunnya kegiatan perdagangan ilegal di perbatasan.
b. Dalam rangka Pembangunan Desa dan Kawasan Pedesaan,
Kementerian Keuangan melalui DJPK melakukan pengawalan
implementasi UU Desa secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan,
dengan memastikan perangkat peraturan pelaksanaan UU Desa sejalan
dengan substansi, jiwa, dan semangat UU Desa, termasuk penyusunan
PP Sistem Keuangan Desa. Dalam hal ini, Kementerian Keuangan ikut
memastikan bahwa distribusi dan alokasi dana desa berjalan secara
efektif, berjenjang dan bertahap.
219
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

c. Dalam rangka Penguatan Tata Kelola Pemerintah Daerah dan


Peningkatan Kualitas Pemerintahan Daerah, Kementerian Keuangan
telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemeringkatan
Kesehatan Fiskal dan Pengelolaan Keuangan Daerah. Peningkatan
kualitas belanja dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah
daerah terlihat dari peningkatan yang cukup signifikan atas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah yang mendapatkan opini WTP.

Nawa Cita 6: Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar


Internasional

a. Dalam rangka Membangun Perumahan dan Kawasan Permukiman,


implementasi kebijakan Kementerian Keuangan melalui Direktorat
Sistem Manajemen Investasi, DJPB adalah melakukan Restrukturisasi
Piutang Negara pada BUMN/Pemda/PDAM.
b. Dalam rangka Peningkatan Efektifitas dan Efisiensi Dalam Pembiayaan
Infrastruktur, beberapa hal yang telah dilakukan Kementerian Keuangan
adalah sebagai berikut:
Penyusunan RUU tentang Lembaga Pembiayaan Pembangunan
Indonesia (LPPI) dan telah ditetapkan sebagai dalam Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019;
Laporan Kinerja Tahun 2016

Penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.08/2015


tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan dalam rangka Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur;
Penyusunan RPMK tentang Fasilitas Fiskal dalam rangka Penyiapan
dan Pelaksanaan Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur;

c. Dalam rangka Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional Melalui


Peningkatan Hasil Tambang, Kementerian Keuangan tengah merancang
strategi penerapan insentif fiskal dan non fiskal untuk mendorong
investasi pengembangan industri pengolahan dan pemurnian di dalam
negeri melalui insentif keringanan biaya keluar, tax allowance, dan skema
pembayaran royalti bagi pengusahaan smelter yang terintegrasi dengan
pengusahaan tambang.

Nawa Cita 7: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan


sektor-sektor strategis ekonomi domestik

a. Dalam rangka Penguatan Sektor Keuangan, Kementerian Keuangan


tengah melakukan peningkatan koordinasi kebijakan terkait stabilitas
sistem keuangan, dengan menerbitkan Rancangan UU Jaringan
Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK).
b. Dalam rangka Penguatan Kapasitas Fiskal Negara, pelaksanaan kegiatan
difokuskan pada beberapa kegiatan antara lain:
Sinkronisasi antara perencanaan pembangunan dan alokasi
anggaran;
Evaluasi kinerja kenaikan penerimaan pajak seiring dengan
potensinya;

220
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

Merancang ulang lembaga pajak, berikut peningkatan kuantitas


dan kualitas aparatur perpajakan;
Peningkatan realisasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur,
pendidikan, kesehatan, dan perumahan;
Peningkatan pelayanan kepada stakeholders, seperti halnya
penggunaan fasilitas e-banking dan e-billing system melalui
penyempurnaan MPN G-2;
Pelaksanaan implementasi Akuntansi Berbasis Akrual, serta
pengembangan sistem aplikasi untuk pelaksanaan anggaran dan
laporan keuangan berbasis akrual yang telah terintegrasi pada
SPAN.

Agar selaras dengan penerapan penganggaran berbasis kinerja,


Kementerian Keuangan juga melaksanakan evaluasi anggaran dalam
bentuk penelitian RKA-K/L. Hal ini merupakan amanah dari PMK No. 163/
PMK.02/2016 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L
dan Pengesahan DIPA. Penelitian RKA-K/L Unit Eselon I di Kementerian
Keuangan dilakukan oleh Sekretariat Jenderal c.q. Biro Perencanaan dan
Keuangan.

Penelitian RKA-K/L dilakukan untuk memastikan kelengkapan dan

Laporan Kinerja Tahun 2016


kebenaran dokumen yang dipersyaratkan serta kepatuhan dalam
penerapan kaidah-kaidah perencanaan penganggaran. Verifikasi atas
kelengkapan dan kebenaran dokumen yang dipersyaratkan serta kepatuhan
dalam penerapan kaidah-kaidah perencanaan penganggaran difokuskan
untuk meneliti :

a. Konsistensi penerapan sasaran kinerja dalam RKA-K/L sesuai dengan


sasaran kinerja dalam Renja K/L dan rencana kerja Pemerintah;
b. Kesesuaian total pagu dalam RKA-K/L dengan Pagu Anggaran K/L
c. Kesesuaian sumber dana dalam RKA K/L dengan sumber dana yang
ditetapkan dalam Pagu Anggaran RKA-K/L
d. Kepatuhan dalam pencantuman tematik APBN pada level keluaran;
e. Kelengkapan dokumen pendukung RKA-K/L, antara lain RKA Satker,
RAB, dan dokumen pendukung terkait lainnya.

Hasil penelitian RKA-K/L dituangkan dalam bentuk Catatan Hasil Penelitian


(CHP). CHP kemudian disampaikan kepada unit Eselon I terkait untuk
dilakukan perbaikan atau penyesuaian jika diperlukan. Berdasarkan CHP
dan hasil reviu APIP (INSPEKTORAT VI), setiap Unit Eselon I di Kementerian
Keuangan melakukan perbaikan/penyesuaian dan menyampaikan
kembali RKA-K/L Unit Eselon I yang telah diperbaiki kepada Sekretariat
Jenderal c.q. Biro Perencanaan dan Keuangan untuk dikompilasi menjadi
RKA-K/L Kementerian Keuangan. Sebagai komitmen atas pelaksanaan
penganggaran berbasis kinerja, kegiatan penelitian (Quality Assurance atas
perencanaan dan anggaran) terhadap RKA-K/L menjadi salah satu layanan
unggulan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.

221
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

B. Revitalisasi
Manajemen Kinerja
Kementerian
Keuangan

1. Penerapan Enterprise Risk Management (ERM)


Kementerian Keuangan dan Penyelarasan Sistem
Laporan Kinerja Tahun 2016

Pengelolaan Risiko dengan Sistem Pengelolaan Kinerja

Sebagai institusi pemerintah yang mengemban tugas


dan fungsi strategis sebagai pengelola keuangan negara,
Kementerian Keuangan perlu terus menetapkan strategi
yang mampu menjaga kesinambungan fiskal. Di tengah
ketidakpastian perekonomian global yang terjadi saat ini,
Kementerian Keuangan juga perlu terus berupaya melakukan
berbagai terobosan yang ditujukan untuk meminimalisir
kemungkinan munculnya risiko yang berpotensi menghambat
pencapaian tujuan organisasi. Oleh karenanya, pengelolaan
kinerja di Kementerian Keuangan perlu diselaraskan dengan
sistem lainnya, termasuk sistem manajemen risiko. Proses
manajemen risiko dilakukan untuk memastikan pencapaian
sasaran organisasi, termasuk sasaran yang ditetapkan dalam
pengelolaan kinerja.

Serangkaian aktivitas yang disusun untuk menangani


risiko berfungsi untuk membantu organisasi mengurangi
kemungkinan terjadinya risiko atau dampak risiko yang dapat
mempengaruhi pencapaian sasaran organisasi.
Untuk mendukung hal tersebut, Kementerian Keuangan
perlu terus menyempurnakan sistem pengelolaan kinerja dan
pengelolaan risiko serta mengimplementasikannya dengan
optimal. Salah satu upaya yang dilakukan Kementerian
Keuangan saat ini adalah melalui penyelarasan sistem
pengelolaan kinerja dengan sistem pengelolaan risiko serta
mengembangkan implementasi pengelolaan risiko pada
seluruh satuan kerja.

222
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

Implementasi pengelolaan risiko di Kementerian Mulai tahun 2017, ERM diterapkan mulai dari
Keuangan telah dimulai sejak tahun 2008 melalui penetapan piagam risiko Kementerian Keuangan

Laporan Kinerja Tahun 2016


Peraturan Menteri Keuangan nomor 191/ yang kemudian di-cascade ke seluruh unit pemilik
PMK.07/2008. Berdasarkan ketentuan tersebut, peta strategi sebagai UPR secara berjenjang
penerapan pengelolaan risiko baru dilaksanakan sampai Unit Eselon III kantor vertikal. Hal ini
di level Unit Eselon II di lingkungan Kementerian mendorong agar terbangun sinergi dalam
Keuangan yang disebut dengan Unit Pemilik Risiko pengelolaan risiko di Kementerian Keuangan
(UPR). Pada perkembangannya, pengelolaan risiko dan agar risiko yang dikelola bukan hanya risiko
dinilai belum optimal, mengingat pengelolaan yang bersifat operasional namun juga risiko yang
risiko belum diimplementasikan pada setiap level. sifatnya strategis serta berdampak signifikan
Selain itu, juga belum ada standar penetapan bagi pencapaian tujuan organisasi.
konteks risiko yang menjadi acuan seluruh UPR, Selain itu, proses manajemen risiko sudah
beban administratif yang relatif cukup tinggi ditetapkan standar yang digunakan sebagai
mengingat masih banyaknya form yang harus acuan bagi seluruh UPR, serta dilakukan
disusun, serta belum ditetapkannya sistem penyederhanaan form. Sistem monitoring
monitoring risiko secara berkala dan bersinergi risiko secara berkala juga sudah ditetapkan dan
dengan monitoring kinerja. dilaksanakan bersinergi dengan monitoring
kinerja.
Agar implementasi pengelolaan risiko dapat
mendukung pencapaian tujuan Kementerian Melalui penerapan ERM, maka implementasi three
Keuangan secara optimal, Kementerian lines of defense pada Kementerian Keuangan
Keuangan melakukan penyempurnaan sistem diharapkan dapat berjalan efektif. Saat ini,
serta mencoba menerapkan implementasi ketiga fungsi tersebut sudah dipertajam melalui
pengelolaan risiko secara holistik atau yang lebih pemisahan fungsi pemilik risiko, unit pengawasan
dikenal dengan Enterprise Risk Management internal dan Inspektorat Jenderal sebagai auditor
(ERM). Penyempurnaan sistem ditetapkan internal. Ketiga peran ini diharapkan dapat
melalui Peratuan Menteri Keuangan nomor 12/ meningkatkan kualitas implementasi sistem
PMK.07/2016 yang kemudian disempurnakan manajemen kinerja.
kembali melalui Peraturan Menteri Keuangan
nomor 171/PMK.01/2016 dan Keputusan Menteri
Keuangan nomor 845/KMK.01/2016.

223
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

2. Peningkatan Kualitas Kontrak Kinerja Pegawai Melalui


Penetapan Koefisien Kualitas Kontrak Kinerja (K3)

Dalam rangka mewujudkan penilaian kinerja yang lebih objektif,


pada tahun 2016 disusun mekanisme yang dapat mendorong
diferensiasi kinerja antarpegawai dan meningkatkan kualitas
pengelolaan kinerja secara berkesinambungan dengan
menerapkan Kualitas Kontrak Kinerja (K3). Pedoman
penghitungan K3 ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 234/KMK.01/2016 tentang Pedoman
Penghitungan NKP Berdasarkan Kualitas Kontrak Kinerja di
Lingkungan Kementerian Keuangan.

Latar belakang perlunya penghitungan Nilai Kinerja Pegawai


(NKP) berdasarkan Kualitas Kontrak Kinerja (K3):
a. Implementasi distribusi normal dalam kategorisasi kinerja
pegawai dinilai belum dapat mendiferensiasi kinerja
antarpegawai secara fair;
b. Secara best practice, penerapan distribusi normal
umumnya hanya bersifat sementara (3-4 tahun); dan
Laporan Kinerja Tahun 2016

c. Rekomendasi Hasil Survei MOFIN tahun 2016 untuk


merancang rumusan kebijakan yang dapat membedakan
kinerja antarpegawai secara lebih fair.

Tujuan penghitungan Nilai Kinerja Pegawai (NKP) berdasarkan


Kualitas Kontrak Kinerja (K3):
a. Menilai kualitas Kontrak Kinerja pegawai khususnya atas
Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Target IKU;
b. Menyesuaikan Capaian Kinerja Pegawai berdasarkan
kualitas Kontrak Kinerja pegawai (CKP K3);
c. Mengklasifikasikan kinerja pegawai yang lebih objektif; dan
d. Meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja secara
berkesinambungan.

Pelaksanaan penghitungan nilai NKP berdasarkan K3 dilakukan


dengan mengacu pada prinsip berikut:
a. Objektifitas
Diferensiasi kinerja pegawai dilakukan berdasarkan kriteria
yang objektif dengan meminimalkan judgement yang
bersifat subjektif.
b. Keadilan
Diferensiasi kinerja pegawai harus dapat memberikan
penilaian Iebih baik, bagi pegawai dengan K3 yang lebih
baik.

224
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

c. Mendorong perilaku positif


Diferensiasi kinerja harus mendorong perilaku positif
pegawai yang dapat meningkatkan kualitas pengelolaan
kinerja di masa rnendatang.
d. Menggunakan data terbaik yang tersedia
Diferensiasi kinerja dilakukan dengan menggunakan data
yang tersedia dan andal.
e. Sederhana
Diferensiasi kinerja dilakukan dengan cara yang mudah
dimengerti dan mudah dilaksanakan.

Penghitungan NKP K3 merupakan kombinasi Capaian


Kinerja Pegawai (CKP) K3 dan Nilai Perilaku (NP). Mekanisme
penghitungan NKP K3 adalah sebagai berikut:

Gambar 4.2 Mekanisme penghitungan NKP K3

Laporan Kinerja Tahun 2016


NKP K3 dihitung dengan menjumlahkan CKP K3 dan NP dengan
bobot CKP K3 sebesar 70%(tujuh puluh perseratus) dan
bobot NP sebesar 30%, (tiga puluh perseratus). NP diperoleh
berdasarkan penilaian perilaku sesuai Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 467/KMK.0l/2014 tentang Pengelolaan
Kinerja di Lingkungan Kementerian sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 556/
KMK.0l/2015. NKP K3 dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori
status kinerja pegawai sebagai berikut:

Tabel 4.3
Status Kinerja Pegawai berdasarkan NKP K3

Kinerja Pegawai Keterangan


X 100 Baik Sekali
90 X<100 Baik
X<90 Cukup

225
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

C. Program
Peningkatan
Integritas

1. Crash Program Tax Amnesty dan Saber Pungli


Kementerian Keuangan melalui Inspektorat Jenderal selaku
Laporan Kinerja Tahun 2016

APIP menyelenggarakan crash program verifikasi kekayaan


pegawai dalam rangka program Tax Amnesty, Saber Pungli,
dan Anti Korupsi. Kegiatan sosialisasi bertempat di KPPBC
tipe Madya Pabean Tanjung Perak tanggal 11 November 2016,
dan GKN Makassar tanggal 15 Desember 2016. Di samping
pelaksanaan sosialisasi, dilakukan pula klarifikasi atas harta
kekayaan pegawai yang berpotensi mengikuti program
Tax Amnesty, dan konfirmasi atas keikutsertaan pegawai
Kementerian Keuangan dalam program Tax Amnesty.

2. Satuan Tugas Pemberantasan Pungutan Liar


Sebagai tindak lanjut atas Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun
2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, pada
tahun 2017 Kementerian Keuangan telah membentuk Satuan
Tugas Pemberantasan Pungutan Liar yang terdiri atas 3 bidang
kelompok kerja yaitu Bidang Pencegahan, Bidang Penindakan,
dan Bidang Yustisi serta membentuk satuan tugas pada setiap
unit eselon I.

3. Pengendalian Gratifikasi
Dalam rangka pengendalian gratifikasi sebagai perwujudan
integritas pegawai dalam menjalankan fungsi dan tugasnya,
Kementerian Keuangan sedang menyusun Pedoman
Pengendalian Gratifikasi. Beberapa hal yang diatur dalam
pedoman ini diantaranya adalah pembentukan Unit
Pengendalian Gratifikasi (UPG) sebagai unit pelayanan dan
informasi (helpdesk) pengendalian gratifikasi pada setiap unit
kerja.

226
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

4. Pelaporan Harta Kekayaan Pegawai Ditjen Perbendaharaan merupakan satu-satunya


Seluruh pejabat dan pegawai Kementerian perwakilan Kementerian Keuangan yang berhasil

Laporan Kinerja Tahun 2016


Keuangan diwajibkan untuk melaporkan seluruh memenuhi kriteria sebagai Wilayah Bersih dari
harta yang dimiliki, baik sebelum, selama, dan Korupsi (WBK) tahun 2016 dalam penilaian oleh
setelah memangku sebuah jabatan guna menjaga Kemenpan RB, yang diraih oleh KPPN Amlapura.
integritas dan akuntabilitas harta kekayaan, Ditjen Perbendaharaan juga merupakan satu-
melalui LP2P, LHKPN, dan LHKASN sesuai dengan satunya unit eselon I Kementerian Keuangan
lingkup kewajibannya. Pelaporan harta kekayaan yang mampu meraih predikat WBK/WBBM
tersebut dipantau kepatuhannya oleh setiap bidang selama 3 tahun berturut-turut.
yang ditunjuk pada tiap unit eselon I. Saat ini,
Kementerian Keuangan sedang mengembangkan WBK: KPPN Malang (2013), KPPN Semarang
aplikasi Laporan Perpajakan dan Harta Kekayaan II dan KPPN Bangko (2014), KPPN Amlapura
yang mengakomodir integrasi pelaporan LP2P, (2015), KPPN Kuningan (2016).
LHKASN, dan LHKPN guna memudahkan pegawai WBBM: KPPN Malang (2013), KPPN Semarang
Kementerian Keuangan dalam melakukan II (2014), KPPN Amlapura (2016).
pelaporan harta kekayaan dan pajak-pajak pribadi.
Ketiga unit kerja Kementerian Keuangan yang
5. Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) & Wilayah meraih predikat WBK adalah Kantor Pelayanan
Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) Perbendaharaan Negara (KPPN) Kuningan,
Kantor Pengawas dan Pelayanan Bea dan Cukai
Pada tanggal 10 Desember 2016, 3 (tiga) unit kerja Tipe Madya Pabean A Pasuruan dan Lembaga
pelayanan Kementerian Keuangan meraih predikat Pengelola Dana Pendidikan. Untuk kemudian
Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan 1 (satu) unit kerja unit kerja Kementerian Keuangan yang meraih
pelayanan Kementerian Keuangan meraih predikat predikat WBBM adalah KPPN Amlapura. Hasil
Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) dari ini merupakan evaluasi terhadap 223 unit kerja
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan pelayanan pada 175 kementerian/lembaga, 18
Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB). Kegiatan ini provinsi dan 30 kabupaten/kota. Dari evaluasi
dilakukan bersamaan dengan Festival Antikorupsi tersebut, Tim Penilai Nasional menetapkan
2016 dalam rangka memperingati Hari Antikorupsi sebanyak 19 unit kerja pelayanan yang berhak
Internasional (HAKI 2016) yang diselenggarakan di mendapatkan predikat WBK dan WBBM.
Pekanbaru, Riau.

227
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Menteri Pendayagunaan


Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Asman Abnur,
dan diterima oleh masing-masing Kepala Kantor dari unit kerja pelayanan
Kementerian Keuangan dan didampingi oleh Sekretaris Jenderal
Kementerian Keuangan, Hadiyanto
Laporan Kinerja Tahun 2016

Gambar 4.3 Penyerahan Penghargaan WBK/WBBM oleh Menteri PAN-RB

Atas prestasi tersebut, MenPAN-RB menyampaikan bahwa keberhasilan


pemerintah dalam memberikan pelayanan publik agar menjadi role model
bagi daerah lain untuk dapat diimplementasikan di seluruh Indonesia. Ke
depannya, Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam sistem pemerintahan di
Indonesia diharapkan menjadi ASN yang modern dan berbasis teknologi.
MenPAN-RB juga mengajak kepada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) yang
bertugas dalam pelayanan publik agar memberikan pelayanan yang terbaik
kepada masyarakat.

Adapun unit kerja pelayanan yang menerima predikat WBK adalah sebagai
berikut:
1. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Kuningan, Direktorat
Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
2. Kantor Pengawas dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A,
Pasuruan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.
3. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan, Sekretariat Jenderal,
Kementerian Keuangan.
4. Badan Pemeriksa Keuangan Daerah Istimewa Yogyakarta.
5. Direktorat Pengendalian Penangkapan Ikan, Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
6. Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok.
7. Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta III.
8. Kepolisian Resor Kabupaten Gresik.
9. Kepolisian Resor Sidoarjo.
10. Kepolisian Resor Kabupaten Jember.

228
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

11. Sekolah Menegah Kejuruan, SMTI Yogyakarta,


Kementerian Perindustrian.
12. Kantor SAR Surabaya.
13. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, Purwodadi.
14. Balai Laboratorium Kesehatan, Dinas Kesehatan, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.
15. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Kota Balikpapan.
16. Dinas Perijinan, Kabupaten Bantul.
17. RSUD A M Parikesit, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Sementara untuk unit kerja penerima WBBM adalah:


1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPK RI.
2. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Amlapura,
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian
Keuangan.

Zona Integritas (ZI) WBK dan WBBM merupakan salah satu


upaya Kementerian PAN-RB dalam membangun tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance). Penilaian instansi
yang memperoleh predikat WBK/WBBM didasarkan pada
salah satunya adalah kualitas pelayanan publik yang telah

Laporan Kinerja Tahun 2016


terstandardisasi dan didukung oleh manajemen Sumber Daya
Manusia yang baik serta memanfaatkan teknologi informasi.
Pemberian penghargaan ZI WBK/WBBM merupakan salah
satu agenda dalam Festival Anti Korupsi 2016 dalam rangka
memeringati Hari Antikorupsi Internasional (HAKI 2016)
yang diselenggarakan di Pekanbaru, Riau dengan mengusung
tema Bersih Hati, Tegak Integritas, Kerja Profesional untuk
Indonesia Tangguh. Ditjen Perbendaharaan bersama eselon I
lainnya juga turut berpartisipasi dalam Integrity Expo (Pameran
Tunjuk Integritas) dengan menampilkan produk dan inovasi anti
korupsi yang tergabung dalam booth Kementerian Keuangan.
Beberapa layanan unggulan Ditjen Perbendaharaan sebagai
bentuk peningkatan pelayanan publik dan pencegahan korupsi
diantaranya adalah MPN G2, SPAN dan SAKTI, serta layanan
portal HAI DJPBN dan OM SPAN.

229
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

D. Penguatan
Program
Reformasi
Birokrasi Dan
Transformasi
Kelembagaan
(RBTK) Tahun
Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan
2017-2019 (RBTK) Kementerian Keuangan yang telah diinisiasi mulai tahun
2014, dan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
36/KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi
Kelembagaan Kementerian Keuangan tahun 2014-2025
merupakan program strategis Kementerian Keuangan dalam
upaya merespon dan mengantisipasi perubahan, peluang, dan
Laporan Kinerja Tahun 2016

tantangan yang terjadi baik dalam skala nasional, regional,


maupun global untuk mewujudkan pengelolaan keuangan
negara yang lebih efektif, efisien, beretika, dan kredibel,
serta dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kepuasan
stakeholders. Implementasi program RBTK pada tahun 2014-
2016 berjalan dengan baik dan menghasilkan output/outcome
yang cukup signifikan.

Untuk menjawab tantangan baru dalam pelaksanaan program


RBTK, telah disusun 20 inisiatif baru program RBTK dengan
strategic outcomes Terjaganya kesinambungan fiskal melalui
pendapatan negara yang optimal, belanja negara yang efisien
dan pengelolaan keuangan negara yang akuntabel untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang akan
diselesaikan pada tahun 2017 2019.

Adapun penyelesaian lanjutan atas implementasi 87 IS


RBTK dan 7 (tujuh) inisiatif tambahan di bidang perimbangan
keuangan dan kepabeanan dan cukai, dikelompokkan menjadi 3
bagian yaitu:
1. 19 IS RBTK dipantau oleh CTO;
2. 38 IS RBTK dipantau oleh PMO;
3. 37 IS RBTK diserahkan kepada unit teknis terkait dan
diusulkan untuk dinyatakan selesai (project closing).

Secara umum conseptual framework perumusan IS RBTK baru


sebagaimana dalam gambar di bawah ini.

230
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

Laporan Kinerja Tahun 2016


Gambar 4.4 Conceptual Frame Work Perumusan IS RBTK

Strategic Outcomes Kementerian Keuangan pada prinsipnya


terbagi dalam 3 (tiga) outcomes tematik yaitu:

1. Tema Penerimaan Pendapatan negara yang optimal,


yang akan dicapai melalui 5 Inisiatif.
2. Tema Perbendaharaan Pengelolaan Keuangan Negara
yang Akuntabel, yang akan dicapai melalui 7 Inisiatif.
3. Tema Penganggaran Belanja Negara yang Efektif dan
Efisien, yang akan dicapai melalui 4 Inisiatif.

Untuk mewujudkan 3 (tiga) outcomes tematik tersebut,


selain dilakukan melalui IS RBTK yang bersifat substantif
juga didukung oleh 4 IS RBTK Tema Sentral yang menjiwai,
mendukung, dan menggerakkan pencapaian IS RBTK tema
penerimaan, tema perbendaharaan, dan tema penganggaran
dalam rangka pencapaian Strategic Outcomes Kementerian
Keuangan.

231
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

Gambaran ringkas mengenai Peta Inisiatif-Inisiatif pada keempat tema tersebut adalah
sebagaimana gambar berikut:
Laporan Kinerja Tahun 2016

Gambar 4.5 Peta Inisiatif Strategis Program RBTK

232
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan

Laporan Kinerja Tahun 2016

Halaman ini sengaja dikosongkan

233
BAB 5 Penutup

05.
Penutup
Laporan Kinerja Tahun 2016

234
234
Laporan Kinerja Tahun 2016

235
Penutup

235
BAB 5
BAB 5 Penutup

Penutup

Laporan Kinerja Kementerian Keuangan ini merupakan laporan


pertanggungjawaban kinerja sebagai upaya pencapaian
visi dan misi Kementerian Keuangan dengan mengacu
pada Rencana Strategis tahun 2015-2019. Laporan Kinerja
ini merupakan Laporan Kinerja tahun kedua pelaksanaan
Laporan Kinerja Tahun 2016

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)


tahun 2015-2019. Penyusunan Laporan Kinerja Kementerian
Keuangan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang
Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata
Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Penetapan ukuran kinerja, yang dituangkan dalam Perjanjian


Kinerja di setiap awal tahun berjalan, tidaklah semata-mata
hanya ditujukan untuk menggambarkan ketercapaian target
kinerja organisasi di akhir tahun. Akan tetapi, ada hal yang
jauh lebih penting dari hal tersebut, dimana penetapan
ukuran kinerja dijadikan sebagai acuan manajemen dalam
mencurahkan segenap kemampuan untuk mencapai kinerja
yang paling maksimal. Sehingga, baik ukuran maupun kinerja
yang ditetapkan diupayakan ditetapkan secara lebih ambisius
dan menantang.

Kondisi perekonomian domestik maupun internasional pada


tahun 2016 yang cukup bergejolak merupakan tantangan bagi
pencapaian kinerja Kementerian Keuangan dan mendorong
dikeluarkannya berbagai kebijakan untuk mengamankan
kondisi fiskal. Evaluasi kinerja yang dilakukan secara periodik
menunjukkan meskipun secara umum target kinerja di tahun
2016 telah terlampaui, masih terdapat beberapa target
kinerja yang memerlukan sejumlah perbaikan inisiatif untuk
mendongkrak kinerja di tahun berikutnya.

236
BAB 5 Penutup

Langkah-langkah ke depan yang perlu dilakukan penerbitan Sukuk Tabungan dengan


Kementerian Keuangan dalam upaya mendorong fitur early redemption;
peningkatan kinerja dan menghadapi tantangan 2) Menggali potensi pasar domestik
ke depan, antara lain: melalui peningkatan edukasi dan
1. Dalam upaya menjaga kesinambungan fiskal komunikasi kepada pelaku pasar

Laporan Kinerja Tahun 2016


dan mendorong pertumbuhan ekonomi, dan masyarakat agar meningkatkan
serta mengamankan pencapaian target investasi pada instrumen SBN; dan
penerimaan pajak dilakukan hal-hal sebagai 3) Mengoptimalkan penempatan dana
berikut: hasil tax amnesty pada instrumen
a. Mengendalikan besaran defisit yang SBN serta mengembangkan jalur
sehat dalam rangka penerapan distribusi SBN ritel secara online.
kebijakan defisit anggaran dengan c. Mengamankan pencapaian target
melakukan langkah-langkah antisipatif penerimaan pajak tahun 2017 dan
antara lain dengan: program Pengampunan Pajak sesuai
1) Melakukan analisa risiko fiskal UU Nomor 11 Tahun 2016 dengan
terhadap pelaksanaan APBN-P melakukan strategi umum sebagai
2016 serta menyampaikan policy berikut:
paper untuk memitigasi potensi 1) Pengawasan wajib pajak berbasis
risiko fiskal atas kurang optimalnya mapping kepatuhan wajib pajak;
pendapatan negara; 2) Kegiatan extra effort pengawasan,
2) Melakukan monitoring secara ekstensifikasi, pemeriksaan,
periodik terkait kondisi ketahanan penagihan, dan penegakan hukum;
fiskal (Crisis Management Protocol/ 3) Extraordinary effort: penegakan
CMP Fiskal) dan menyampaikan hukum pasca tax amnesty dan fokus
kepada Sekretariat Forum kerja sama dengan pihak ketiga;
Koordinasi Stabilitas Sistem 4) Amnesti pajak periode III: fokus di
Keuangan (FKSSK). triwulan I (Jan-Mar); dan
5) Perluasan tax base berbasis harta
b. Mendorong pertumbuhan ekonomi deklarasi amnesti pajak.
dan menjaga stabilitas pasar keuangan
domestik antara lain dengan: 2. Optimalisasi kepatuhan pengguna layanan
1) Menjaga proporsi kepemilikan terutama terkait peningkatan kepatuhan
SBN oleh investor domestik, formal WP melalui (i) peningkatan kepatuhan
dengan menerbitkan seri-seri SBN material WP OP Non-Karyawan dan Badan
untuk menarik lebih banyak minat dengan memanfaatkan data internal dan
investor domestik, misalnya melalui

237
BAB 5 Penutup

eskternal, (ii) penanganan WP Tidak Lapor Terdapat Data (TLTD), (iii)


implementasi Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) terkait layanan
publik.
3. Meningkatkan transparansi pengelolaan keuangan negara melalui
peningkatan kualitas penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
(LKPP) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN)
dengan melakukan:
a. Penyempurnaan aplikasi SPAN;
b. Penyusunan pedoman nasional terkait penerapan pengendalian
internal atas penyusunan LK (Internal Control Over Financial
Reporting (ICOFR)); dan
c. Menyelenggarakan pembinaan akuntansi dan pelaporan keuangan
kepada Kementerian Negara/Lembaga.
d. Menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan Pemerintah Tahun 2017.
4. Meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja diantaranya dengan:
a. Melakukan evaluasi/penelaahan terhadap Kontrak Kinerja pada
setiap satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan;
b. Melakukan survei Strategy Focused Organization (SFO) yang
diharapkan memberi gambaran yang mendalam mengenai kondisi
pengelolaan kinerja organisasi di Kementerian Keuangan; dan
c. Menerapkan penilaian kinerja pegawai yang lebih objektif dengan
Laporan Kinerja Tahun 2016

penerapan Kualitas Kontrak Kinerja (K3).


5. Melakukan berbagai perbaikan mulai dari penyempurnaan peraturan
perundang-undangan sampai dengan penyederhanaan sistem
administrasi, dalam memenuhi tuntutan pemangku kepentingan dan
pengguna layanan Kementerian Keuangan.

Laporan Kinerja ini diharapkan dapat memberikan informasi secara


transparan dan akuntabel bagi seluruh stakeholders Kementerian Keuangan.
Laporan ini juga menjadi bahan evaluasi untuk peningkatan pengelolaan
kinerja Kementerian Keuangan. Akhirnya, Kementerian Keuangan berharap
dapat terus meningkatkan kontribusi untuk mewujudkan pertumbuhan
ekonomi yang inklusif di abad ke-21.

238
BAB 5 Penutup

Laporan Kinerja Tahun 2016

Halaman ini sengaja dikosongkan

239
Laporan Kinerja Tahun 2016

240
06.
Lampiran
Laporan Kinerja Tahun 2016

241
Laporan Kinerja Tahun 2016

Halaman ini sengaja dikosongkan

242

Anda mungkin juga menyukai