Kementerian Keuangan
Tahun 2016
1
Daftar Isi
Daftar Isi
Daftar Isi 02
Daftar Tabel 04
Daftar Gambar 06
Daftar Grafik 07
Pengantar 08
Ringkasan Eksekutif 10
Laporan Kinerja Tahun 2016
Transformasi Kelembagaan 24
E. Sistematika Laporan 26
D. Pengukuran Kinerja 56
2
Daftar Isi
2019 230
Penutup
06.
Lampiran Pernyataan Reviu Inspektorat Jenderal 240
3
Daftar Tabel
Daftar Tabel
1.1 Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) yang didukung
Kementerian Keuangan 23
2.1 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung
Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Pertama Pemerintah 33
2.2 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung
Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Ketiga Pemerintah 34
2.3 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung
Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Keenam Pemerintah 35
2.4 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung
Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Ketujuh Pemerintah 36
2.5 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja, dan Target Kinerja Kementerian
Keuangan Tahun 2015-2019 39
2.6 Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi
Kelembagaan 41
2.7 Rincian Renja Kementerian Keuangan Tahun 2016 47
2.8 Hubungan Sasaran dalam Renstra/Renja dengan Perjanjian Kinerja 49
2.9 Hubungan Indikator Kinerja Renstra dengan Perjanjian Kinerja Tahun 2016 50
Laporan Kinerja Tahun 2016
4
Daftar Tabel
3.24 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Formulasi Kebijakan Fiskal yang
Berkualitas 100
3.25 Capaian IKU Tingkat Akurasi Proyeksi Asumsi Makro 105
3.26 Deviasi Proyeksi Penerimaan Perpajakan (non-migas) 106
3.27 Deviasi Proyeksi Belanja K/L 107
3.28 Capaian IKU Deviasi Proyeksi APBN 108
3.29 Capaian IKU pada SS Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang
optimal 109
3.30 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LKPP tahun 2016 110
3.31 Perkembangan opini atas LK K/L dan BUN tahun 2009-2015 111
3.32 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LK BUN 114
3.33 Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat 117
3.34 Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat, per
bulan tahun 2016 117
3.35 Capaian IKU pada SS Belanja dan transfer yang optimal 119
3.36 Capaian IKU Akurasi Perencanaan APBN 121
3.37 Persentase kesesuaian dengan perencanaan 126
5
Daftar Gambar
Daftar Gambar
1.1 Bagan Struktur Organisasi Kementerian Keuangan 18
1.2 Peran Strategis Kementerian Keuangan dalam Pengelolaan
Keuangan dan Kekayaan Negara 20
2.1 Alur Penyusunan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 32
2.2. Alur Penyusunan Dokumen Rencana Kerja, Rencana Kerja dan
Anggaran, dan Perjanjian Kinerja Kementerian Keuangan 44
2.3 Peta strategi kemenkeu 2016 57
3.1 Strategi Umum Penerimaan Pajak tahun 2017 85
3.2 Proses bongkar muat barang 90
3.3 Komponen dwelling time barang impor 91
6
Daftar Grafik
Daftar Grafik
7
Sambutan
Sambutan
Menteri Keuangan
Laporan Kinerja Tahun 2016
8
Sambutan
Penetapan ukuran kinerja, yang dituangkan dalam Saya mengapresiasi kinerja seluruh jajaran di
Perjanjian Kinerja di setiap awal tahun berjalan, Kementerian Keuangan yang telah berkontribusi
tidaklah semata-mata hanya ditujukan untuk untuk organisasi ini. Saya melihat masih terdapat
9
Ringkasan Eksekutif
Ringkasan
Eksekutif
Visi pemerintah dalam Kabinet Kerja Periode misi organisasi, Kementerian Keuangan telah
Tahun 2014-2019 adalah Terwujudnya Indonesia menyusun kegiatan prioritas untuk mencapai
yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian agenda prioritas Nawa Cita dan Rencana Strategis
Laporan Kinerja Tahun 2016
berlandaskan gotong royong. Sebagai bagian (Renstra) Kementerian Keuangan Tahun 2015-
pemerintah, Kementerian Keuangan mempunyai 2019.
tugas strategis berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 28 Tahun 2015 sebagai pengelola fiskal Renstra memuat tujuh tujuan Kementerian
yang berwenang dalam penyusunan kebijakan Keuangan yaitu: (1) Terjaganya kesinambungan
fiskal dan kerangka ekonomi makro. fiskal; (2) Optimalisasi penerimaan negara dan
reformasi administrasi perpajakan serta reformasi
Peran Kementerian Keuangan juga tercermin kepabeanan dan cukai; (3) Pembangunan sistem
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang
Nasional (RPJMN) periode 2015-2019 untuk handal untuk optimalisasi penerimaan negara; (4)
mendukung Agenda Prioritas yang disebut Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran,
Nawa Cita. Ada 4 (empat) Agenda Pembangunan pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah;
Nasional yang menjadi bagian Kementerian (5) Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan
Keuangan yaitu: (Nawa Cita 1) Menghadirkan negara dan pembiayaan anggaran; (6) Peningkatan
kembali negara untuk melindungi segenap pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai
bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh serta perbatasan; (7) Kesinambungan reformasi
warga negara; (Nawa Cita 3) Membangun birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat kelembagaan.
daerah-daerah dan desa dalam kerangka
Negara Kesatuan; (Nawa Cita 6) Meningkatkan Untuk mencapai visi dan misi serta tujuan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar yang telah ditetapkan, Kementerian Keuangan
internasional; dan (Nawa Cita 7) Mewujudkan menjabarkan 16 sasaran strategis sebagai rincian
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan atas tujuan tersebut. Setiap sasaran tersebut
sektor-sektor strategis ekonomi domestik. disertai dengan ukuran sebagai alat untuk
mengetahui pencapaian sasaran dimaksud.
Menteri Keuangan telah menetapkan visi Terdapat 20 indikator kinerja utama beserta
Kementerian Keuangan yaitu Kami akan menjadi targetnya yang ditetapkan sebagai standar
penggerak utama pertumbuhan ekonomi kinerja selama tahun 2015 sampai dengan 2019.
Indonesia yang inklusif di abad ke-21. Untuk Pencapaian visi dan misi organisasi juga didukung
mendukung pencapaian Agenda Pembangunan dengan penetapan serangkaian inisiatif Reformasi
Nasional (Nawa Cita) serta mewujudkan visi dan Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan
10
Ringkasan Eksekutif
sebagai upaya penyempurnaan proses bisnis dan Beberapa achievement Kementerian Keuangan
organisasi yang pada akhirnya diharapkan dapat diantaranya adalah penyederhanaan tahapan
mendongkrak kinerja, baik level Kementerian penyaluran dana desa dan berbasis kinerja daerah,
Dari 26 IKU Kementerian Keuangan, terdapat 20 Berbagai improvement dalam internal organisasi
IKU berstatus hijau (memenuhi ekspektasi), 4 IKU telah mengantarkan Kementerian Keuangan
berstatus kuning (belum memenuhi ekspektasi), meraih beberapa penghargaan seperti
dan 2 IKU berstatus merah (tidak memenuhi penghargaan atas pengelolaan call center,
ekspektasi). Selain itu, kementerian juga telah penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya
melakukan pemantauan atas kegiatan prioritas Tingkat Mentor dari Presiden RI dalam rangka
untuk mendukung empat agenda prioritas implementasi Pengarusutamaan Gender (PUG),
Nawa Cita. Selama tahun 2016, telah dilakukan penghargaan JDIH terbaik dari Kementerian
serangkaian kegiatan untuk menjamin agenda Hukum dan Hak Asasi Manusia, BKN Awards tahun
prioritas tersebut terlaksana. Pada sisi 2016 dan lain sebagainya.
pengelolaan anggaran, Kementerian Keuangan
telah merealisasikan penyerapan DIPA TA 2016 Perbaikan terhadap organisasi dilakukan secara
untuk semua jenis belanja sebesar 89,52%, yaitu terus menerus melalui berbagai inovasi dan
Rp39.234,46 miliar dari total pagu sebesar Rp penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi
43.829,54 miliar. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi. Selain itu, internal
Kualitas pemanfaatan anggaran tidak organisasi secara aktif melakukan sejumlah
direfleksikan dengan sekadar menyerap pagu upaya perbaikan dan perencanaan seperti
anggaran, tetapi memperhitungkan juga penyempurnaan sistem pengelolaan kinerja
ketercapaian output serta upaya efisiensi melalui pengukuran Kualitas Kontrak Kinerja
penyerapannya. Pemanfaatan anggaran harus Pegawai untuk diferensiasi kinerja pegawai yang
memberikan dampak yang dapat dirasakan lebih objektif, program peningkatan integritas,
manfaatnya bagi masyarakat luas. Kementerian dan penguatan Program Reformasi Birokrasi dan
Keuangan juga telah melakukan sejumlah inovasi Transformasi Kelembagaan (RBTK) tahun
untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi. 2017-2019.
11
BAB 1 Pendahuluan
01.
Pendahuluan
Laporan Kinerja Tahun 2016
12
BAB 1 Pendahuluan
13
BAB 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang
Laporan Kinerja Tahun 2016
14
BAB 1 Pendahuluan
Pemerintah, melalui Kabinet Kerja Periode Salah satu azas penyelenggaraan good governance
Tahun 2014-2019, berupaya untuk mewujudkan yang tercantum dalam Undang-Undang
tujuan nasional yang tentu dalam perjalanannya Nomor 28 Tahun 1999 adalah azas akuntabilitas
menghadapi berbagai tantangan baik yang yangmenentukan bahwa setiap kegiatan
berasal dari dalam negeri maupun global. Untuk dan hasil akhir
itu, pemerintah telah menetapkan visi baru dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
yaitu terwujudnya Indonesia yang berdaulat, dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan
royong. Pencapaian visi mulia ini hanya mungkin tertinggi negara sesuai dengan ketentuan
diwujudkan apabila segenap jajaran pemerintahan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
15
BAB 1 Pendahuluan
B. Tugas, Fungsi
dan Struktur
Organisasi
Dalam melaksanakan peran strategis seperti diuraikan
diatas, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Keuangan, Kementerian Keuangan mempunyai
tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan negara dan kekayaan negara untuk membantu
Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
16
BAB 1 Pendahuluan
17
BAB 1 Pendahuluan
Bagan struktur organisasi Kementerian Keuangan dapat dilihat dalam gambar berikut :
18
BAB 1 Pendahuluan
Sebagaimana struktur organisasi di atas, dalam pegawai yang berimbang ini amat perlu dalam
menjalankan tugasnya, Kementerian Keuangan membentuk workforce yang efektif dan
didukung oleh 69.709 orang pegawai dari berbagai efisien. Selain itu Kementerian Keuangan juga
bidang keahlian seperti ekonomi, keuangan, mempertimbangkan komposisi dari segi jabatan,
bisnis, hukum, teknis, administrasi, dan lainnya. golongan, pendidikan dan usia/generasi serta
Pegawai Kementerian Keuangan tersebut kompetensi.
ditempatkan pada 11 unit Eselon I yang tersebar ke
dalam Kantor Pusat dan Kantor Vertikal di daerah. Komposisi yang berimbang merupakan dukungan
dalam pencapaian sasaran kinerja Kementerian
Dalam konteks sebaran pegawai, terdapat Keuangan ini sebagaimana tertuang dalam Peta
17,96% pegawai di Kantor Pusat dan 82,04% Strategi Kementerian Keuangan tahun 2016.
pegawai di kantor Vertikal di daerah. Distribusi
19
BAB 1 Pendahuluan
C. Mandat
dan Peran
Strategis
Presiden
Gambar 1.2
Peran Strategis Kementerian Keuangan dalam Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Negara
20
BAB 1 Pendahuluan
21
BAB 1 Pendahuluan
22
BAB 1 Pendahuluan
Tabel 1.1 Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) yang Didukung Kementerian Keuangan
1. Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga
Negara
Memperkuat Jati Diri Sebagai Negara Menguatnya keamanan laut dan daerah perbatasan dalam rangka menjamin
Maritim kedaulatan dan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
serta mengamankan sumber daya alam dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).
Memperkuat Peran Dalam Kerjasama Meningkatnya peran dan kepemimpinan Indonesia di tingkat global G-20
Global dan Regional dan APEC;
Meningkatnya pelaksanaan kerjasama pembangunan Selatan-Selatan dan
Triangular;
Menguatnya peran Indonesia dalam kerjasama global dan regional.
3. Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara
Kesatuan
Pengembangan Kawasan Perbatasan Meningkatnya kerjasama dan pengelolaan perdagangan perbatasan dengan
negara tetangga, ditandai dengan meningkatnya perdagangan ekspor-
impor di perbatasan, dan menurunnya kegiatan perdagangan ilegal di
perbatasan.
Membangun Perumahan dan Kawasan Optimalisasi penyediaan layanan air minum, melalui fasilitasi Sistem
Permukiman Penyediaan Air Minum (SPAM) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yaitu
bantuan program PDAM menuju 100% PDAM Sehat
Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi Menyediakan dukungan pembiayaan untuk memenuhi target pembangunan
dalam Pembiayaan Infrastruktur infrastruktur melalui penyediaan alternatif pembiayaan, seperti melalui
skema kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPS), pembentukan
bank pembangunan/infrastruktur dan skema innovative financing lainnya.
Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Meningkatnya nilai tambah komoditas mineral dan pertambangan di dalam
Nasional Melalui Peningkatan Hasil negeri;
Tambang Terlaksananya kegiatan pertambangan yang memenuhi persyaratan teknis
dan lingkungan (sustainable mining), baik untuk perusahaan besar maupun
pertambangan rakyat
Penguatan Sektor Keuangan Meningkatnya daya saing sektor keuangan nasional ditopang oleh
ketahanan dan stabilitas sistem keuangan yang sehat, mantap dan efisien.
Penguatan Kapasitas Fiskal Negara Meningkatnya kapasitas fiskal negara dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi
industrialisasi dalam rangka transformasi ekonomi dengan tetap
mempertahankan keberlanjutan fiskal melalui peningkatan mobilisasi
penerimaan negara dan peningkatan kualitas belanja Negara serta
optimalisasi pengelolaan risiko pembiayaan/utang.
23
BAB 1 Pendahuluan
D. Program
Reformasi
Birokrasi dan
Transformasi
Kelembagaan
Laporan Kinerja Tahun 2016
24
BAB 1 Pendahuluan
25
BAB 1 Pendahuluan
E. Sistematika
Laporan
1. BAB I Pendahuluan
Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi,
dengan penekanan kepada aspek strategis organisasi
serta permasalahan utama (strategic issues) yang
sedang dihadapi organisasi.
D. Kinerja Lain
5. Bab V Penutup
Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian
kinerja organisasi serta langkah di masa mendatang
yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan
kinerjanya.
6. Lampiran
Pernyataan Reviu oleh Inspektorat Jenderal
27
BAB 2 Perencanaan Kinerja
02.
Perencanaan
Kinerja
Tahun
Kinerja Tahun
LaporanKinerja
Laporan 2016
2016
28
28
BAB 2 Perencanaan Kinerja
Laporan
LaporanKinerja
Kinerja Tahun
Tahun2016
2016
29
29
BAB 2 Perencanaan Kinerja
A. Rencana
Strategis
30
BAB 2 Perencanaan Kinerja
31
BAB 2 Perencanaan Kinerja
KSKK
TK
Laporan Kinerja Tahun 2016
RPJMN
QW-
PL
Sesuai dengan peraturan dimaksud, selain visi dan misi, dalam Renstra
Kementerian Keuangan juga memuat tujuan, sasaran strategis, arah
kebijakan dan strategi, kerangka regulasi, kerangka kelembagaan, serta
target kinerja dan kerangka pendanaan Kementerian Keuangan untuk tahun
2015 sampai dengan 2019.
32
BAB 2 Perencanaan Kinerja
dimaksud Kementerian Keuangan mendukung beberapa tema serta arah kebijakan dan strategi
nasional khususnya pada Nawa Cita 1, 3, 6, dan 7. Kegiatan prioritas Kementerian Keuangan dalam
mendukung arah kebijakan dan strategi nasional tersebut dijabarkan dalam Renstra Kementerian.
Tabel 2.1 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Pertama Pemerintah
Nawa Cita Pertama: Menghadirkan Kembali Negara Untuk Melindungi Segenap Bangsa Dan Memberikan Rasa Aman
Pada Seluruh Warga Negara.
Arah Kebijakan Meningkatkan pengawasan dan penjagaan, serta Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan dan DJBC
penegakan hukum di laut dan daerah perbatasan; Penindakan Atas Pelanggaran Peraturan
Meningkatkan sarana dan prasarana pengamanan Perundangan, Intelejen dan Penyidikan
daerah perbatasan; Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai
Meningkatkan sinergitas antar institusi
pengamanan laut.
Strategi Meningkatkan operasi pengamanan dan
keselamatan di laut dan wilayah perbatasan;
Menambah dan meningkatkan pos pengamanan
perbatasan darat dan pulau terluar;
Intensifikasi dan ekstensifikasi operasi bersama.
Arah Kebijakan Meningkatkan peran dan kepemimpinan Indonesia 1. Kegiatan Perumusan Kebijakan BKF
di G-20 dan APEC; Pembiayaan Perubahan Iklim dan
Meningkatkan pelaksanaan kerjasama Multilateral,
pembangunan Selatan-Selatan dan Triangular; 2. Kegiatan Perumusan Kebijakan
Menguatnya peran Indonesia dalam kerjasama dan Pelaksanaan Kerja Sama
global dan regional. Keuangan Regional dan Bilateral
33
BAB 2 Perencanaan Kinerja
Tabel 2.2 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Ketiga Pemerintah
Nawa Cita Ketiga: Membangun Indonesia dari Pinggiran Dengan memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam
kerangka Negara Kesatuan.
Arah Kebijakan Mempercepat pembangunan kawasan perbatasan Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan dan DJBC
di berbagai bidang, terutama peningkatan Penindakan Atas Pelanggaran Peraturan
bidang ekonomi, sosial dan keamanan, serta Perundangan, Intelejen dan Penyidikan
menempatkan kawasan perbatasan sebagai pintu Tindak Pidana Kepabean dan Cukai
gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan
dengan negara tetangga secara terintegrasi dan
berwawasan lingkungan.
Arah Kebijakan Pengawalan implementasi UU Desa secara Kegiatan Perumusan Kebijakan, DJPK
sistematis, konsisten, dan berkelanjutan melalui Pembinaan, dan Pengelolaan Transfer
koordinasi, fasilitasi, supervisi, dan pendampingan. ke Daerah dan Dana Desa
Strategi Memastikan berbagai perangkat peraturan
pelaksanaan UU Desa sejalan dengan substansi,
jiwa, dan semangat UU Desa, termasuk
penyusunan PP Sistem Keuangan Desa;
Memastikan distribusi Dana Desa dan Alokasi
Dana Desa berjalan secara efektif, berjenjang, dan
bertahap.
Arah Kebijakan Peningkatan Kemampuan Fiskal dan Kinerja 1. Kebijakan, Pembinaan, dan DJPK
Keuangan Daerah. Pengelolaan Transfer ke Daerah
dan Dana Desa,
34
BAB 2 Perencanaan Kinerja
Tabel 2.3 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Keenam Pemerintah
Arah Kebijakan Sasaran yang ingin diwujudkan adalah optimalisasi Kegiatan Manajemen Investasi dan DJPB
danStrategi penyediaan layanan air minum, melalui fasilitasi Penerusan Pinjaman
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) yaitu bantuan program
PDAM menuju 100% PDAM Sehat.
Peningkatan efektifitas dan Efisiensi Dalam Pembiayaan Infrastruktur Kegiatan Prioritas UIC
35
BAB 2 Perencanaan Kinerja
Arah Kebijakan dan Penerapan Insentif Fiskal dan Non-Fiskal, untuk Kegiatan Perumusan Kebijakan Pajak, BKF
Strategi mendorong investasi pengembangan industri Kepabeanan, Cukai, dan PNBP
pengolahan dan pemurnian di dalam negeri melalui
pengembangan insentif keringanan bea keluar,tax
allowance, dan skema pembayaran royalti bagi
pengusahaan smelter yang terintegrasi dengan
pengusahaan tambang.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Tabel 2.4 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Ketujuh Pemerintah
Nawa Cita Ketujuh: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi
domestik.
Arah Kebijakan dan Peningkatan koordinasi kebijakan terkait stabilitas Kegiatan Perumusan Kebijakan BKF
Strategi sistem keuangan dan penyusunan payung regulasi Sektor Keuangan
UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan.
Arah Kebijakan dan 1. Sinkronisasi antara perencanaan 1. Kegiatan Pengelolaan Anggaran DJA
Strategi pembangunan dan alokasi anggaran; Belanja Pemerintah Pusat; DJP
2. Evaluasi kinerja kenaikan penerimaan 2. Kegiatan Penyusunan DJPB
pajak seiring dengan potensinya (seperti Rancangan APBN; DJPK
pertumbuhan PDB); 3. Kegiatan Pengembangan DJPPR
3. Merancang ulang lembaga pajak, berikut Sistem Penganggaran;
peningkatan kuantitas dan kualitas aparatur
perpajakan;
36
BAB 2 Perencanaan Kinerja
37
BAB 2 Perencanaan Kinerja
38
BAB 2 Perencanaan Kinerja
Tabel 2.5 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja, dan Target Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019
DJP,
12% 13% 14% 15% 16%
Rasio penerimaan pajak DJBC, DJA
Meningkatnya tax ratio (Arti (Arti (Arti (Arti (Arti
terhadap PDB dan BKF
Luas) Luas) Luas) Luas) Luas)
(Kebijakan)
DJPPR,
Terjaganya rasio utang
Rasio utang terhadap PDB 25% 24% 23% 22% 21% dan BKF
pemerintah
(Kebijakan)
DJA,
Terjaganya defisit Rasio defisit APBN
-1,9 -1,8 -1,68 -1,48 -1,17 dan BKF
anggaran terhadap PDB
(Kebijakan)
2 Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai
Persentase realisasi
Penerimaan pajak
penerimaan pajak 100% 100% 100% 100% 100% DJP
negara yang optimal
terhadap target
Penerimaan negara di Persentase realisasi
39
BAB 2 Perencanaan Kinerja
Peningkatan
Rata-rata indeks opini BPK WTP WTP WTP WTP WTP
kepercayaan publik
RI atas LK BA 015 dan LK (skala (skala (skala (skala (skala ITJEN
terhadap pengelolaan
BUN 4) 4) 4) 4) 4)
Keuangan Kementerian
Sasaran Strategis Kementerian Keuangan di atas j. Program Perumusan Kebijakan Fiskal dan
akan dicapai melalui 11 (sebelas) Program yang Sektor Keuangan; dan
dilaksanakan oleh masing-masing unit eselon I k. Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di
sesuai tugas dan fungsinya. Adapun kesebelas Bidang Keuangan Negara.
Program tersebut adalah:
Perencanaan strategis Kementerian Keuangan
a. Program Dukungan Manajemen dan juga mengacu pada Inisiatif Reformasi
Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan.
Kementerian Keuangan; Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi
b. Program Pengelolaan Anggaran Negara; Kelembagaan (RBTK) Kementerian Keuangan
c. Program Peningkatan dan Pengamanan yang telah diinisiasi mulai tahun 2014.
Penerimaan Pajak;
d. Program Pengawasan, Pelayanan, dan Inisiatif strategis RBTK terdiri dari lima tema
Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai; utama transformasi, yaitu Tema Sentral, Tema
e. Program Pengelolaan Perbendaharaan Perpajakan, Tema Kepabeanan dan Cukai, Tema
Negara; Penganggaran dan Tema Perbendaharaan.
f. Program Pengelolaan Kekayaan Negara, Program RBTK Kementerian Keuangan
Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan merupakan program jangka panjang yang akan
Pelayanan Lelang; dilaksanakan pada tahun 2014-2025 melalui
g. Program Peningkatan Kualitas Hubungan inisiatif strategis pada tiap unit Eselon I
Keuangan Pusat dan Daerah; sebagai berikut:
h. Program Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
i. Program Pengawasan dan Peningkatan
Akuntabilitas Aparatur Kementerian
Keuangan;
40
BAB 2 Perencanaan Kinerja
Tabel 2.6 Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan
41
BAB 2 Perencanaan Kinerja
42
BAB 2 Perencanaan Kinerja
Fungsi-fungsi Strategis dan Memperkuat organisasi dan tata kelola Kementerian Keuangan
Layanan Memfokuskan kembali organisasi Sekretariat jenderal
Korporat (SetJen)
Merevitalisasi manajemen kinerja
Menyelaraskan strategi, perencanaan dan kinerja melalui penganggaran berbasis kinerja
Memusatkan dan memperkuat pengadaan
Memperkuat proses hukum
Sumber Daya Manusia Menstandardisasi dan melembagakan mekanisme perencanaan pegawai yang dikendalikan
oleh Unit Eselon I (termasuk perencanaan suksesi)
Melembagakan inisiatif khusus: Mendirikan redeployment unit untuk menyeimbangkan
kebutuhan pegawai
Memperkenalkan program Government Goes to Campus (bekerja sama dengan KemenPAN
RB) yang dikendalikan unit Eselon I dengan proposisi nilai yang diperbarui
Melakukan rekrutmen eksternal untuk jabatan-jabatan strategis
Melembagakan mekanisme end-to-end appraisal yang menyertakan manajemen rewards
dan konsekuensi
Meninjau dan menyempurnakan desain skema benefit bagi unit-unit operasional utama
dengan kebutuhan khusus
Mendesain dan melembagakan program pengembangan end-to-end talent pool: penilaian,
43
BAB 2 Perencanaan Kinerja
Renstra K/L
Renja K/L
*) Kebijakan stategis
Kementerian Keuangan
tahun 2014- 2014
sesuai KMK nomor 183/
KMK01/2013
**) Nawa Cita dijabarkan dalam
RPJMN dan RKP
Gambar 2.2
Alur Penyusunan Dokumen Rencana Kerja, Rencana Kerja dan Anggaran, dan
Perjanjian Kinerja Kementerian Keuangan
44
BAB 2 Perencanaan Kinerja
45
BAB 2 Perencanaan Kinerja
Berdasarkan RKP dan Pagu Anggaran serta Renja yang telah ditetapkan,
Kementerian Keuangan menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). RKA
memuat informasi kinerja yang meliputi program, kegiatan dan sasaran
kinerja, serta rincian anggaran. Informasi pendanaan dalam RKA memuat
informasi Rincian Anggaran, antara lain: output, komponen input, jenis
belanja, dan kelompok belanja.
46
BAB 2 Perencanaan Kinerja
Target
No Sasaran Strategis Indikator Sasaran Strategis
2016
1 Meningkatnya tax ratio Rasio penerimaan pajak terhadap PDB 13 %
2 Terjaganya rasio utang pemerintah Rasio utang terhadap PDB 24 %
3 Terjaganya defisit anggaran Rasio defisit APBN terhadap PDB -1,8 %
4 Penerimaan pajak negara yang optimal Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap 100 %
target
5 Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai 100%
cukai yang optimal terhadap target
6 Peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka Waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs 1,4 hari
mendukung Sistem Logistik Nasional clearance)
7 Sistem Pelayanan Penerimaan Negara Bukan Persentase implementasi Single Source Database 25%
Pajak (PNBP) yang optimal Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
8 Perencanaan dan Pelaksanaan Anggaran yang Akurasi Perencanaan APBN 95%
berkualitas Persentase kinerja pelaksanaan anggaran 75%
Kementerian/Lembaga
9 Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang Adil Indeks pemerataan keuangan antar daerah 0,74
dan Transparan.
47
BAB 2 Perencanaan Kinerja
Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Penyusunan dokumen Renja, RKA dan Kontrak
Nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja telah melalui koordinasi beberapa unit
Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. kerja seperti Biro Perencanaan dan Keuangan
Kontrak Kinerja untuk level organisasi dimulai serta Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan.
sejak tahun 2009, sedangkan Kontrak Kinerja Sinergi ini menghasilkan dokumen perencanaan,
untuk semua pegawai Kementerian Keuangan penganggaran dan pelaporan kinerja yang
mulai tahun 2011 terintegrasi dengan strategi organisasi dan juga
Pada tahun 2016, Kementerian Keuangan sekaligus mempunyai indikator kinerja selaras
menetapkan Kontrak Kinerja yang terdiri dari: pada semua dokumen tersebut.
1. Pernyataan Kesanggupan;
2. Peta Strategi, untuk unit pemilik peta Sasaran dan Indikator pada Renstra dan Renja
strategi; dijabarkan dalam perjanjian kinerja/ kontrak
3. Perjanjian Kinerja, untuk unit pemilik peta kinerja tahun 2016, baik pada level Kementerian
strategi; Keuangan maupun level eselon I. Keterkaitan
4. Rincian Target Kinerja (Trajectory Indikator antara Sasaran pada Renstra/Renja dan Kontrak
Kinerja Utama); Kinerja adalah sebagai berikut
5. Inisiatif Strategis, untuk unit pemilik peta
strategi; dan
6. Sasaran Kerja Pegawai.
Laporan Kinerja Tahun 2016
48
BAB 2 Perencanaan Kinerja
7 Pembangunan Sistem PNBP yang andal Sistem pelayanan PNBP yang optimal
untuk optimalisasi penerimaan negara
49
BAB 2 Perencanaan Kinerja
Adapun indikator kinerja yang terdapat pada Renstra Kementerian Keuangan tahun 2015-2019 telah
tertuang dalam kontrak kinerja tahun 2016. Rincian indikator dimaksud adalah sebagai berikut:
Tabel 2.9 Hubungan Indikator Kinerja Renstra dengan Perjanjian Kinerja Tahun 2016
50
BAB 2 Perencanaan Kinerja
51
BAB 2 Perencanaan Kinerja
C. Evaluasi
internal:
Evaluasi Renstra dan
Evaluasi Mandiri atas
Implementasi Sistem
Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah
(SAKIP) Kementerian
Keuangan
Laporan Kinerja Tahun 2016
52
BAB 2 Perencanaan Kinerja
Target
Target
No Indikator Kinerja Kontrak
Renstra
Kinerja
1 Rasio Defisit APBN terhadap PDB -1,80% -2,15%
2 Rasio utang terhadap PDB 24% 26,87%
3 Rasio penerimaan pajak terhadap 13% 12,17%
PDB
53
BAB 2 Perencanaan Kinerja
Ruang lingkup evaluasi mandiri atas Implementasi e-performance Kementerian Keuangan yang
SAKIP Kementerian Keuangan mencakup lebih mempermudah pengukuran kinerja
penilaian atas lima komponen manajemen kinerja secara berjenjang di lingkungan Kementerian
di lingkungan Kementerian Keuangan, yaitu: Keuangan.
a. perencanaan kinerja, meliputi aspek
pemenuhan, kualitas, dan pemanfaatan c. Terkait komponen pelaporan kinerja, Laporan
perencanaan strategis serta perencanaan Kinerja Kementerian Keuangan tahun
kerja tahunan; 2015 umumnya telah memenuhi kriteria
b. pengukuran kinerja, meliputi aspek pemenuhan, penyajian, dan pemanfaatan
pemenuhan, kualitas, dan pemanfaatan hasil informasi kinerja dengan baik.
pengukuran kinerja;
c. pelaporan kinerja, meliputi aspek d. Dalam hal evaluasi internal, Kementerian
pemenuhan, penyajian informasi, dan Keuangan telah melaksanakan monitoring
pemanfaatan informasi kinerja dalam Laporan dan evaluasi capaian kinerja triwulanan oleh
Kinerja; manajemen serta evaluasi akuntabilitas
d. evaluasi internal, meliputi aspek pemenuhan, kinerja akhir tahun oleh Itjen selama tahun
kualitas, dan pemanfaatan hasil evaluasi 2015. Evaluasi triwulanan dilaksanakan
internal; serta melalui evaluasi capaian IKU serta
e. pencapaian kinerja, meliputi capaian kinerja pemantauan pelaksanaan inisiatif strategis
output, capaian kinerja outcome, serta dan rencana aksi untuk mengendalikan
capaian kinerja lainnya. pencapaian kinerja.
Laporan Kinerja Tahun 2016
54
BAB 2 Perencanaan Kinerja
55
BAB 2 Perencanaan Kinerja
D. Pengukuran
Kinerja
Laporan Kinerja Tahun 2016
56
BAB 2 Perencanaan Kinerja
Visi:
Kami akan menjadi penggerak utama
pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang inklusif di abad ke-21.
1
Visi Kementerian Keuangan
Kebijakan fiskal yang prudent guna
mendukung pertumbuhan ekonomi
Stakeholder Perspective
Presiden , DPR, BPK yang inklusif
Masyarakat, Bondholders
Perencanaan Pengelolaan APBN Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif
4 5 6 7 8
Pengelolaan Belanja dan Pengendalian
Formulasi Pengelolaan
kebijakan neraca transfer yang mutu dan
kekayaan negara
pemerintah pusat optimal penegakan
fiskal yang dan pembiayaan
dan BUN yang hukum yang
berkualitas yang optimal
Internal Process
optimal efektif
Perspective
9 10 11 12
SDM yang Organisasi Sistem manajemen Pengelolaan
kompetitif yang kondusif informasi yang anggaran yang
Learning and Growth andal optimal
Perspective
57
BAB 2 Perencanaan Kinerja
Peta Strategi Kementerian Keuangan 2016 Keuangan telah menetapkan Indikator Kinerja
memuat 12 Sasaran Strategis (SS). Sasaran- Utama (IKU) sebagai ukuran kinerja secara
sasaran strategis tersebut adalah sebagai berikut: formal. Penyusunan IKU disesuaikan dengan level
organisasi atau kewenangan yang dimiliki oleh
1. Kebijakan fiskal yang prudent guna pejabat yang bersangkutan. Semakin tinggi level
mendukung pertumbuhan ekonomi yang organisasi atau kewenangan yang dimiliki pejabat
inklusif; terkait, semakin bersifat outcome atau impact.
2. Pemenuhan layanan publik;
3. Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi; Kualitas IKU juga sangat tergantung kepada
4. Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas; besarnya coverage IKU terhadap pencapaian SS.
5. Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan Semakin besar coverage IKU terhadap pencapaian
BUN yang optimal; SS, semakin bernilai exact. Sebaliknya, semakin
6. Belanja dan transfer yang optimal; kecil coverage IKU terhadap pencapaian SS,
7. Pengelolaan kekayaan negara dan semakin bersifat activity. IKU pada level Menteri
pembiayaan yang optimal; (Kemenkeu-Wide) sudah bersifat output atau
8. Pengendalian mutu dan penegakan hukum outcome. Bahkan beberapa IKU pencapaian
yang efektif; targetnya sangat dominan dipengaruhi oleh
9. Sumber Daya Manusia yang kompetitif; pihak eksternal seperti Rasio penerimaan negara
10. Organisasi yang kondusif; terhadap PDB, Rasio utang terhadap PDB, Rasio
11. Sistem manajemen informasi yang andal; Defisit APBN terhadap PDB, dan Indeks kepuasan
12. Pelaksanaan anggaran yang optimal. pengguna layanan.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Pencapaian sasaran strategis diukur dengan Keterkaitan antara sasaran strategis dan IKU
Indikator Kinerja Utama (IKU). Kementerian serta target IKU dapat disajikan dalam
tabel berikut.
Sasaran Strategis 1
Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif;
1a Rasio Defisit APBN terhadap PDB % -2,15
1b Rasio utang terhadap PDB % 26,87
1c Rasio penerimaan pajak terhadap PDB % 12,17
Sasaran Strategis 2
Pemenuhan Layanan Publik
58
BAB 2 Perencanaan Kinerja
59
BAB 2 Perencanaan Kinerja
1. Perubahan ruang lingkup IKU dan target IKU atas dua IKU sebagai
berikut:
a. IKU Rasio defisit APBN terhadap PDB
Target IKU ini bersifat dinamis sesuai amanat pasal 22 UU
No. 14 Tahun 2015 tentang APBN TA 2016 yang memberikan
kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk melakukan
perubahan perkiraan defisit. Dasar penetapan target Defisit
APBN-P 2015 menggunakan PMK nomor 163/PMK.05/2015,
yang mendasarkan pada UU nomor 27 tahun 2014 tentang
APBN 2015, dan KMK nomor 1275/KMK.05/2015. Pada tahun
2016, Kementerian Keuangan tetap menggunakan target
defisit sesuai APBN-P 2016 sehingga menjadikan target IKU ini
lebih menantang.
60
BAB 2 Perencanaan Kinerja
1. Polarisasi Maximize
Pada polarisasi maximize, kriteria nilai terbaik pencapaian
IKU adalah realisasi yang lebih tinggi dari target, dengan
formula:
61
BAB 2 Perencanaan Kinerja
2. Polarisasi Minimize
Pada polarisasi minimize, kriteria nilai terbaik pencapaian
IKU adalah realisasi yang lebih kecil dari target, dengan
formula:
Realisasi Indeks
Capaian IKU
Laporan Kinerja Tahun 2016
Terbaik
0 100
Realisasi 0
Terburuk
3. Polarisasi Stabilize
Pada polarisasi stabilize, kriteria nilai terbaik pencapaian
IKU adalah realisasi yang berada dalam suatu rentang
tertentu dibandingkan target, dengan formula:
62
BAB 2 Perencanaan Kinerja
capaian Indeks
In = Indeks capaian
Capaian
In-1 = Indeks capaian dibawahnya
100 200 In+1 = Indeks capaian diatasnya
Ca = Capaian awal
90 100 Ca = Realisasi/Target X 100%
Cn = Capaian, dengan ketentuan:
67.5 75 a. Apabila Realisasi > Target, maka:
Cn = 100 (Ca 100),
dimana Ca maksimum adalah
45 50
200%
b. Apabila Realisasi < Target, maka
22.5 25
Cn = Ca
Cn-1 = Capaian dibawah Cn
0 0
Penghitungan capaian IKU pada Kementerian Keuangan telah didukung oleh sistem
aplikasi berbasis web yang dapat diakses melalui internet dan intranet. Monitoring
Capaian IKU pada Kementerian Keuangan khususnya pada pegawai telah dimanfaatkan
untuk penilaian kinerja baik untuk keperluan internal Kementerian Keuangan maupun
keperluan di luar Kementerian Keuangan. Untuk keperluan internal Kementerian
Keuangan, capaian IKU menjadi komponen Nilai Kinerja Pegawai yang terdiri dari capaian
IKU dan Nilai Perilaku. Dalam rangka mewujudkan penilaian kinerja yang lebih objektif,
disusun mekanisme yang dapat mendorong diferensiasi kinerja antarpegawai, pada tahun
2016, telah ditetapkan KMK 234/KMK.01/2016 tentang Pedoman Penghitungan NKP
Berdasarkan Kualitas Kontrak Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Berdasarkan
KMK dimaksud, klasifikasi status kinerja peagawai menjadi sebagai berikut:
63
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
03.
Akuntabilitas
Kinerja
Laporan Kinerja Tahun 2016
64
64
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
65
65
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
66
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
67
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
A. Capaian Kinerja
Organisasi
68
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Perkembangan Nilai Kinerja Organisasi Pengelolaan fiskal ini dapat dilaksanakan, salah satunya,
Kementerian Keuangan dari tahun 2012 sampai dengan menerapkan kebijakan fiskal yang prudent.
dengan 2016 dapat digambarkan sebagaimana
grafik 3.1. Kebijakan fiskal yang prudent merupakan
kebijakan fiskal yang ditetapkan berdasarkan
prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan
ditetapkan secara konsisten sesuai peraturan
perundang-undangan berdasarkan
profesionalisme dan itikad baik, dengan tujuan
menjaga keamanan, kestabilan dalam rangka
mendukung daya saing ekonomi.
Grafik 3.1 NKO Kementerian Keuangan Tahun 2012-2015 Tabel 3.2 Capaian IKU pada SS Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukun
pertumbuhan ekonomi yang inklusif
Selama tahun 2016, dari 26 IKU Kementerian
Keuangan, terdapat 20 IKU berstatus hijau, 4 IKU SS 1. Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung
berstatus kuning, dan 2 IKU berstatus merah. pertumbuhan ekonomi yang inklusif
Penjelasan capaian IKU untuk setiap sasaran
strategis adalah sebagai berikut. Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja
Sasaran Strategis 1: Kebijakan fiskal yang 1a Rasio defisit -2,35% -2.46% 95,32
prudent guna mendukung pertumbuhan APBN terhadap
ekonomi yang inklusif. PDB
1b Rasio utang 26,87% 27,69% 96,95
Kementerian Keuangan sebagai pengelola fiskal terhadap PDB
memiliki peran strategis dalam pengelolaan 1c Rasio 12,17% 10,25% 84,22
perekonomian. Kebijakan fiskal yang penerimaan
tercermin dalam alokasi pendapatan dan belanja pajak terhadap
PDB
permerintah dalam APBN memiliki pengaruh
yang besar terhadap alokasi sumber daya
dalam perekonomian yang akan mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, redistribusi pendapatan
dan stabilitas perekonomian. Dengan pengelolaan
fiskal yang baik, maka diharapkan kesejahteraan
masyarakat yang berkeadilan dan berkelanjutan
yang menjadi cita-cita bangsa dapat terwujud.
69
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
1a. Rasio defisit APBN terhadap PDB tertentu (stabilize). Dasar penetapan target
defisit APBN-P tahun 2016 menggunakan
Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2016 tentang
(APBN) adalah selisih antara total pendapatan Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14
negara dan hibah dengan total belanja negara. Tahun 2015 Tentang APBN Tahun Anggaran
Adapun rasio defisit APBN terhadap Produk 2016. Dalam UU nomor 12 Tahun 2016 tersebut,
Domestik Bruto (PDB) merupakan perbandingan ditetapkan besaran perkiraan defisit APBN-P
antara nilai defisit APBN terhadap total PDB. 2016 sebesar Rp296,72 triliun atau sekitar 2,35
persen terhadap PDB. Jika dibandingkan dengan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik tahun 2015, terdapat perbedaan acuan dalam
Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 Tentang penetapan target. Target 2015 adalah sesuai
Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran penetapan defisit oleh Menteri Keuangan yang
Pendapatan Dan Belanja Negara, dan Anggaran ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Pendapatan Dan Belanja Daerah, serta Jumlah
Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat Dan Berdasarkan data press release Kementerian
Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa jumlah Keuangan tanggal 3 Januari 2017, Defisit APBN
kumulatif defisit APBN dan APBD dibatasi pada akhir tahun 2016 mencapai Rp307,7 T,
tidak melebihi 3% (tiga persen) dari PDB dengan PDB Nominal tahun 2016 diperkirakan
tahun bersangkutan. sebesar Rp12.521,5 T. Sesuai dengan data
tersebut, Rasio Defisit APBN terhadap PDB
IKU ini bertujuan untuk mengendalikan besaran tahun 2016 sebesar 2,46%. Realisasi tersebut
Laporan Kinerja Tahun 2016
defisit yang sehat dalam rangka penerapan melampaui target yang ditetapkan dalam APBN-P
kebijakan defisit anggaran. Pencapaian IKU ini 2016 sebesar 2,43% terhadap PDB.
dianggap semakin baik apabila aktual/realisasi
IKU mendekati target dalam suatu rentang
Tabel 3.3 Capaian IKU Rasio Defisit APBN terhadap PDB 2016
Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif
K-Wide
1a Rasio defisit APBN terhadap PDB
70
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Kinerja APBN-P 2016 menghadapi tantangan No.17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara)
yang cukup berat terutama akibat perlambatan serta reformasi ekonomi yang dilakukan secara
pertumbuhan ekonomi global serta melemahnya komprehensif. Adapun reformasi ekonomi
harga komoditas. Meskipun dibayangi tersebut terdiri dari reformasi struktural yang
ketidakpastian perekonomian global, Pemerintah ditujukan untuk memperbaiki iklim investasi
telah berhasil menjaga APBN 2016 terkendali dan menjaga daya beli masyarakat, reformasi
dalam batas aman. Keberhasilan ini merupakan anggaran untuk menciptakan kebijakan fiskal dan
komitmen Pemerintah untuk terus menjaga APBN yang kredibel, serta kebijakan moneter
keberlanjutan fiskal melalui fiscal rule-nya (UU yang akomodatif dan menjaga stabilitas.
71
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Ditengah dinamika ekonomi makro yang terjadi pada tahun 2016, defisit
APBN tahun 2016 dapat dijaga pada batas yang aman, yaitu 2,46 persen
terhadap PDB atau sebesar Rp307,7 Triliun. Realisasi sementara defisit
tersebut lebih tinggi dibandingkan target dalam APBN-P tahun 2016, yaitu
sebesar Rp296,7 Triliun (2,35 persen terhadap PDB). Adapun secara lengkap
pencapaian kinerja APBN-P 2016 tersebut adalah sebagai berikut:
PNBP mampu melebihi target APBN-P 2016 yaitu sebesar Rp262,4 triliun
atau 107 persen dari target APBN-P 2016 seiring dengan perbaikan
kinerja BUMN dan peningkatan kualitas layanan publik.
(iv) Apabila dibandingkan dengan tahun 2015, kinerja
penerimaan perpajakan tahun 2016 meningkat 3,5 persen.
Utamanya didorong oleh pertumbuhan PPh non-migas sekitar 14
persen dibanding tahun sebelumnya.
72
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
73
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Oleh karena itu, realisasi defisit anggaran tahun 2016 tetap dijaga dalam
batas aman, yaitu 2,46 persen PDB. Meskipun demikian, realisasi defisit
anggaran di tahun 2016 tersebut relatif besar jika dibandingkan dengan
realisasi defisit anggaran selama beberapa tahun terakhir. Hal ini terutama
dipicu oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan masih lemahnya
harga komoditas yang berdampak pada kurang optimalnya pencapaian
pendapatan negara terutama pada sisi penerimaan perpajakan. Untuk
itu, Pemerintah tetap menjaga agar kebijakan belanja dapat dilakukan secara
lebih optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Rp Triliun 2017 %
2012 2013 2014 2015 2016 APBN
0 0,0
-50
-1,0
-100 -1.78
Laporan Kinerja Tahun 2016
74
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Rp 3.466.96 triliun
=
Rp 12.521,25 triliun
= 27.69%
75
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Rasio utang terhadap PDB akhir tahun 2016 naik sebesar 0,24%, yaitu
dari 27,43% tahun 2015 menjadi 27,69% tahun 2016. Peningkatan rasio
ini disebabkan oleh meningkatnya outstanding pembiayaan utang (neto)
dari Rp3.165 triliun tahun 2015 menjadi Rp3.466,96 triliun tahun 2016.
Pembiayaan utang (netto) sebesar Rp398,4 triliun pada tahun 2016
ditujukan untuk pembiayaan defisit anggaran sebesar Rp330,3 triliun
dan pembiayaan non-utang (neto) sebesar Rp68,1 triliun. Peningkatan
pembiayaan non-utang (neto) disebabkan oleh kebijakan pemerintah untuk
mendorong percepatan penyediaan infrastruktur salah satunya melalui
penyertaan modal negara kepada BUMN.
Triliun Rupiah
12,000
100%
10,000
80%
8,000
60%
6,000
27,69% 40%
4,000 24,90% 24,74% 27,43%
23,10% 22,95%
2,000 20%
Laporan Kinerja Tahun 2016
0 0
2011 2012 2013 2014 2015 2016*
76
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Tabel 3.6 SBN Tradable yang Dimiliki oleh Investor Domestik dan Asing
2015 2016 %
Jenis SBN (IDR triliun) (IDR triliun) Pertumbuhan
SUN Tradable
Domestik 752,23 870,63 15,74%
Asing 550,38 656,94 19,36%
SBSN Tradable
Domestik 151,1 236,84 56,75%
Sejauh ini, kepemilikan SBN tradable, baik instrumen SUN ataupun SBN
masih didominasi investor domestik dengan proporsi 62,44%. Meskipun
proporsi nominal kepemilikan investor domestik masih dominan ( 62%)
sebagaimana diuraikan sebelumnya, namun pertumbuhan nominal SBN
yang dimiliki investor domestik yang sebesar 22,60% sangat kecil selisihnya
dibanding nominal kepemilikan oleh investor asing yang mencapai 19,21%.
Hal ini dikarenakan pola perilaku investor domestik dalam bertransaksi
cenderung masih dipengaruhi oleh perilaku investor asing (investor
domestik sebagai follower)
77
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
1c. Rasio penerimaan pajak terhadap PDB Berdasarkan data press release Kementerian
Keuangan tanggal 3 Januari 2017, realisasi
Rasio penerimaan perpajakan terhadap Produk penerimaan perpajakan tahun 2016 sebesar
Domestik Bruto (PDB) adalah perbandingan Rp1.283,6 triliun atau sebesar 83,4 persen
antara penerimaan perpajakan terhadap PDB terhadap target dalam APBN-P 2016. Dibandingkan
nominal dalam satu tahun anggaran. Rasio tahun 2015, penerimaan perpajakan tahun
tersebut menunjukkan besarnya penerimaan 2016 meningkat sekitar 3,5 persen. Penerimaan
perpajakan yang diperoleh Pemerintah dari perpajakan tersebut terdiri dari penerimaan
perekonomian nasional dalam satu tahun. pajak sebesar Rp1.104,9 triliun dan penerimaan
Penerimaan perpajakan terdiri dari pajak kepabeanan dan cukai sebesar Rp178,7 triliun.
penghasilan migas, pajak non migas, dan PDB nominal tahun 2016 diperkirakan sebesar
kepabeanan cukai (arti sempit). Rp12.521,5 triliun. Berdasarkan data penerimaan
perpajakan dan PDB tersebut, maka rasio
Jika dibandingkan dengan tahun 2015, penerimaan perpajakan terhadap PDB sebesar
penerimaan perpajakan terdiri dari pajak 10,25 persen. Rasio penerimaan perpajakan
penghasilan migas, pajak non migas, terhadap PDB secara kumulatif triwulanan dapat
kepabeanan cukai, dan Penerimaan Negara dilihat dalam tabel di bawah ini.
Bukan Pajak (PNBP) (arti luas).
K-Wide Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif
78
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Realisasi penerimaan perpajakan tahun 2016 lebih rendah dibandingkan target dalam
APBN-P 2016, antara lain dipengaruhi oleh lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi tahun
2016 dibandingkan dengan asumsi APBN-P tahun 2016, serta belum pulihnya harga
komoditas. Penerimaan perpajakan tahun 2016 meningkat 3,5 persen dibandingkan
tahun 2015 terutama didorong oleh penerimaan PPh nonmigas yang meningkat sekitar
14,2 persen. Peningkatan PPh nonmigas tersebut tidak lepas dari keberhasilan program
tax amnesty.
1. Penerimaan Pajak
Realisasi penerimaan pajak adalah realisasi penerimaan pajak netto yaitu jumlah
penerimaan bruto SSP dari MPN, SPM, penerimaan valas, penerimaan DTP, penerimaan
PBB, dan PPh Migas, dikurangi SPMKP dan SPMIB. Target Penerimaan Pajak adalah target
yang telah ditetapkan dalam APBN/APBN-P.
Berdasarkan data dashboard Penerimaan DJP, yang mencakup seluruh penerimaan pajak
baik penerimaan Pajak Non Migas maupun Pajak Migas, diperoleh capaian persentase
realisasi penerimaan pajak selama tiga tahun terakhir adalah:
79
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Kinerja penerimaan pajak tahun 2016, salah satunya ditopang oleh penerimaan
dari amnesti pajak periode I dan II tahun 2016 yang berhasil menghimpun
uang tebusan sebesar Rp 104,679 triliun (data per 5 Januari 2017).
Adapun, detail capaian persentase realisasi penerimaan per jenis pajak tahun
2016 beserta pertumbuhannya ditampilkan dalam tabel berikut:
80
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Tabel 3.11 Persentase realisasi penerimaan per jenis pajak tahun 2016
(miliar rupiah)
Sumber: Menu Kinerja Penerimaan Portal DJP diakses tanggal 5 Januari 2017 pkl 08.00 WIB
Penerimaan tahun 2014 dan 2015 menggunakan LKPP Audited
81
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
karyawan yang wajib dipotong PPh 21 oleh meliputi setoran Tahunan, SKPKB, STP, dan
pemberi kerja. Kebijakan penyesuaian PTKP lainnya. Realisasi penerimaan PPh 25/29 OP
tahun 2016 diatur dalam Peraturan Menteri tahun 2016 didominasi oleh penerimaan dari
Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tanggal sektor Perdagangan Besar dan Eceran dan
22 Juni 2016 tentang Penyesuaian Besarnya sektor Kegiatan Jasa Lainnya.
Penghasilan Tidak Kena Pajak yang ditetapkan.
Berdasarkan ketentuan ini, PTKP WP orang 6. PPh Pasal 25/29 Badan
pribadi naik dari semula Rp 36 juta menjadi Rp Realisasi penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan
54 juta per tahun. Tahun 2016 mencapai Rp 172.011,62 miliar
(45,73%). Penerimaan PPh Pasal 25/29
2. PPh Pasal 22 Badan tahun 2016 mengalami penurunan
Realisasi penerimaan PPh Pasal 22 Tahun sebesar 7,12% jika dibandingkan tahun 2015
2016 sebesar Rp 11.324,21 miliar (115,54%). yang tercermin dari penurunan di semua
Penerimaan PPh Pasal 22 Tahun 2016 jenis setoran, yaitu setoran Masa/Angsuran
mengalami pertumbuhan 33,57% dibandingkan (0,60%), Tahunan (23,13%), SKPKB (29,49%),
tahun 2015, yang ditopang oleh adanya STP (38,42%), dan lainnya (55,51%). Realisasi
perluasan cakupan pemungut PPh Pasal 22, penerimaan PPh 25/29 Badan tahun 2016
khususnya pemungut non bendaharawan. didominasi oleh sektor Industri Pengolahan
Indikator perluasan pemungut tersebut dan sektor Jasa Keuangan dan Asuransi yang
tercermin dari adanya peningkatan yang sangat salah satunya disebabkan adanya perbaikan di
signifikan pada pertumbuhan realisasi PPh subsektor Industri Produk dari Batu Bara dan
22 dari total setoran pemungut yaitu sebesar Pengilangan Minyak Bumi.
197%.
7. PPh Pasal 26
3. PPh Pasal 22 Impor Realisasi penerimaan PPh Pasal 26 Tahun
Realisasi penerimaan PPh Pasal 22 Impor 2016 mencapai Rp 43.262,00 miliar (79,39%).
Tahun 2016 sebesar Rp 37.980,23 miliar Penerimaan tahun 2016 mengalami penurunan
(87,27%). Penerimaan PPh Pasal 22 Tahun sebesar 10,29% jika dibandingkan tahun 2015,
2016 mengalami penurunan sebesar 5.66% jika yang dipengaruhi oleh penurunan penerimaan
dibandingkan tahun 2015, yang disebabkan oleh dari setoran SKPKB dividen, bunga, jasa, laba,
adanya penurunan aktivitas impor. dan royalti.
82
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Penerimaan PPh 26 tahun 2016 ditopang Penerimaan PPN DN juga didominasi oleh
dari pembayaran dividen dan setoran sektor Industri Pengolahan (Batu Bara,
Ditanggung Pemerintah (DTP) berupa Pengilangan Minyak Bumi, dan Tembakau)
SBN Valas. Namun demikian, terdapat dan sektor Perdagangan Besar dan Eceran
penurunan dari beberapa jenis setoran (Perdagangan Besar Bukan Kendaraan,
diantaranya dari pembayaran bunga, Perdagangan Eceran Bukan Kendaraan,
pembayaran royalti, setoran masa, setoran dan Perdagangan Kendaraan).
SKPKB Div, Bunga, Jasa, Laba, Roy, dan
setoran pemanfaatan jasa pihak ke tiga. 2. PPN Impor
Realisasi penerimaan PPN Impor Tahun
8. PPh Final 2016 mencapai Rp 122.679,02 miliar
Realisasi penerimaan PPh Final Tahun (87,21%). Penerimaan PPN DN tahun 2016
2016 mencapai Rp117.455,84 miliar mengalami penurunan sebesar 5,72% jika
(80,61%). Penerimaan PPh Final Tahun dibandingkan tahun 2015, yang antara lain
2016 diperoleh dari penerimaan PPh Final disebabkan adanya penurunan penerimaan
atas setoran Bunga Deposito/Tabungan, dari setoran Masa sebagai dampak dari
setoran Pengalihan Hak Tanah/Bangunan, penurunan aktivitas impor di tahun 2016.
Jasa Konstruksi. Penerimaan PPh Final
tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 3. PPnBM Dalam Negeri (PPnBM DN)
1,85% jika dibandingkan tahun 2015, yang Realisasi penerimaan PPnBM DN Tahun
83
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
C. Pajak Lainnya
Upaya yang akan dilakukan untuk mengamankan pencapaian target penerimaan pajak
tahun 2017 dan program Pengampunan Pajak sesuai UU Nomor 11 Tahun 2016 adalah
sebagai berikut:
84
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Realisasi penerimaan bea dan cukai adalah realisasi penerimaan bea masuk, bea keluar,
dan cukai yang datanya diperoleh dari Modul Penerimaan Online (MPO) yang di dalamnya sudah
mencakup sanksi, denda administrasi serta pungutan lainnya. Target penerimaan bea dan cukai
adalah target penerimaan bea masuk, bea keluar, dan cukai sesuai dengan yang ditetapkan dalam
APBN atau APBN-P.
Realisasi penerimaan bea dan cukai s.d 31 Desember 2016 mencapai Rp. 178,7 Triliun atau
sebesar 97,15% dari target APBN-P (Rp. 183,9 Trilliun). Selama 5 (lima) tahun terakhir rata-rata
peningkatan realisasi DJBC sebesar 8,32% setiap tahun.
Capaian persentase realisasi penerimaan bea dan cukai selama 3 tahun terakhir adalah sebagai
berikut:
85
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
86
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Pada tahun 2016 ini, terdapat total 70 jenis layanan Kementerian Keuangan
yang menjadi obyek survei, yang tersebar dari 10 unit Eselon I di lingkungan
Kementerian Keuangan. Survei dilakukan secara swakelola dengan
melibatkan Tim Peneliti dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Tabel 3.15 Rincian capaian IKU Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan
Populasi dalam survei ini adalah seluruh pengguna layanan Kemenkeu yang
pernah menggunakan salah satu layanan dari 10 (sepuluh) unit Eselon I yakni:
87
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Eselon I yang Memberikan Layanan Internal 3. Individu (WNI maupun non WNI)
Kemenkeu:
8. Sekretariat Jenderal Hasil dimaksud diperoleh berdasarkan data yang
9. Inspektorat Jendral diolah dari jawaban 3.035 pengguna layanan yang
10. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan berpartisipasi sebagai responden. Lokasi SKPL
tahun 2016 sama seperti pelaksanaan periode
Adapun pengguna-pengguna layanan tersebut sebelumnya, yaitu 6 (enam) lokasi: (a) Medan, (b)
mencakup: Batam, (c) Jakarta, (d) Surabaya, (e) Balikpapan,
1. Lingkungan Lembaga Pemerintahan baik dan (f) Makassar. Adapun rincian detil Indeks
internal maupun eksternal Kementerian Kepuasan Pengguna Layanan per unit eselon I
Keuangan adalah sebagai berikut:
2. Perusahaan (BUMN, Nasional, Asing, dan
Swasta);
Tabel 3.16 Rincian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan per unit Eselon I
Kementerian DJA DJP DJBC DJPB DJKN DJPK DJPPR SETJEN ITJEN BPPK
Keuangan
7 unit 10 unit
2015 4,06 4,08 3,96 3,87 3,89 4,32 4,10 4,23 4,01 4,10 4,32 4,02
Laporan Kinerja Tahun 2016
2016 4,16 4,19 4,20 4,10 4,04 4,40 4,20 4,23 4,40 4,22 4,33 4,33
Jika dibandingkan dengan pencapaian tahun- 2015. Hal ini menunjukkan bahwa Kementerian
tahun sebelumnya, capaian tahun 2016 Keuangan senantiasa melakukan perbaikan secara
merupakan capaian tertinggi dan mengalami berkelanjutan. Tren capaian indeks kepuasan
peningkatan 0.10 poin dibandingkan tahun pengguna layanan Kementerian Keuangan sejak tahun
2007 dapat dilihat dalam grafik berikut.
4,5
3,5
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Indeks 3,76 3,92 3,86 3,87 3,86 3,9 3,98 4,04 4,08 4,16
Indeks
Grafik 3.4 Tren capaian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan
88
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Lebih lanjut, ruang lingkup SKPL dari 2 (dua) penyelesaian layanan, (i) pembayaran biaya sesuai
variabel pengukuran yaitu kepentingan dan aturan/ketentuan yang ditetapkan, (j) pengenaan
kepuasan, kemudian diterjemahkan dalam 11 sanksi/denda atas pelanggaran terhadap
(sebelas) aspek layanan sesuai dengan Undang- ketentuan layanan, dan (k) keamanan lingkungan
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan dan layanan.
Publik meliputi: (a) keterbukaan/kemudahan
akses informasi, (b) informasi layanan, (c) Berikut ini adalah hasil SKPL tahun 2016 yang
kesesuaian prosedur dengan ketentuan yang menunjukkan perbandingan indeks kepentingan
ditetapkan, (d) sikap pegawai, (e) kemampuan dan dan indeks kepuasan per aspek layanan tahun
keterampilan pegawai, (f) lingkungan pendukung, 2016 dengan tahun 2015:
(g) akses terhadap kantor layanan, (h) waktu
Tabel 3.17 Perbandingan indeks kepentingan dan indeks kepuasan per aspek layanan
Indeks Indeks
No Aspek Layanan Kepentingan Kepuasan
2015 2016 2015 2016
1. Keterbukaan/Kemudahan Akses Informasi 4,49 4,56 3,97 4,13 0,16
2. Informasi Layanan (Persyaratan, Prosedur, dll.) 4,52 4,55 4,03 4,12 0,09
3. Kesesuaian Prosedur dengan Ketentuan 4,51 4,59 4,02 4,20 0,18
4. Sikap Pegawai 4,53 4,61 4,13 4,26 0,13
Mengacu pada skala sikap yang digunakan layanan dengan indeks terendah secara berurutan
dalam survey ini (5 skala), maka dapat dikatakan adalah: (1) Pengenaan sanksi atau denda atas
bahwa nilai kepuasan di atas atau sama dengan pelanggaran (3,95); (2) Waktu penyelesaian
4 (4,00) disebut baik. Dengan demikian, Indeks layanan (4,09); (3) Informasi Layanan (Persyaratan,
Kepuasan Kemenkeu Tahun 2015 disimpulkan Prosedur, dan lain-lain) (4,12). Dari kesebelas
sebagai baik karena skor di atas angka 4. aspek layanan, seluruh aspek layanan mengalami
Pengguna layanan Kemenkeu mengaku puas peningkatan indeks kepuasan pengguna layanan
untuk sepuluh dari sebelas aspek layanan, karena dari tahun 2015 ke tahun 2016. Laju peningkatan
memiliki nilai rerata lebih besar atau sama dengan terbesar terjadi pada aspek layanan No.3
4 (4,00), sedangkan satu aspek layanan dengan Kesesuaian Prosedur dengan Ketentuan yang
nilai rerata kurang dari 4 (empat) adalah aspek memiliki angka kenaikan mencapai 18 poin.
layanan nomer 10 yaitu Pengenaan Sanksi/Denda
atas Pelanggaran. Dua aspek layanan yang pada tahun 2015 masih
memiliki indeks kepuasan di bawah batas kritis
Evaluasi terhadap 11 aspek layanan berdasarkan (4,00) yakni Keterbukaan/Kemudahan Akses
nilai indeks kepuasan, 3 (tiga) aspek layanan yang Informasi dan Waktu Penyelesaian Layanan,
memiliki indeks tertinggi secara berurutan adalah: pada tahun 2016 ini berhasil meningkatkan diri
(1) Pembayaran Biaya Sesuai Ketentuan (4,29); dengan nilai indeks di atas batas kritis (4,00).
(2) Keamanan Lingkungan dan Layanan (4,27); Namun masih terdapat 1 (satu) aspek yang berada
(3) Sikap Pegawai (4,26). Kemudian 3 (tiga) aspek di bawah batas kritis, yaitu aspek Pengenaan
Sanksi/Denda atas Pelanggaran (3,95).
89
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Tabel 3.18 Rencana capaian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan
2017 4.12
2018 4.17
2019 4.22
Laporan Kinerja Tahun 2016
90
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Customs clearance time merupakan salah satu pelabuhan. Indikasi perhitungan dwelling time
mata rantai dalam proses pergerakan arus barang adalah lamanya kontainer impor ditumpuk di
sebagai bagian dari dwelling time. Dwelling time pelabuhan (waktu penumpukan kontainer di
adalah lama waktu sejak barang impor dibongkar pelabuhan).
dari kapal sampai dengan barang keluar dari
Dwelling time dapat dibagi menjadi pre-clearance, jalur hijau, dan jalur Mitra Utama karena
customs clearance dan post-clearance. Aktivitas merepresentasikan seluruh pengguna jasa yang
pre-clearance adalah proses sejak kedatangan terlibat dalam proses importasi di pelabuhan. Hal
91
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Sedangkan upaya untuk menurunkan IKU ini merupakan IKU dengan polarisasi minimize
dwelling time di jalur merah diawali dengan (semakin kecil realisasinya dibandingkan target,
mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam semakin baik). Pada tahun 2016 realisasi IKU ini
menurunkan customs clearance yaitu: adalah 0,81 hari dari target yang ditetapkan
sebesar 1,2 hari Target ini lebih tinggi
1. Masih lamanya penarikan kontainer untuk dibandingkan target Renstra Kementerian
periksa fisik; dan Keuangan Tahun 2016, yaitu 1,4 hari dan
2. Lamanya pengurus perusahaan barang siap meningkat dibandingkan target tahun 2015
dalam pendampingan periksa fisik. yaitu 1,5 hari. Realisasi IKU ini juga mengalami
peningkatan jika dibandingkan dengan realisasi
Berdasarkan hasil identifikasi kendala tahun 2015 yaitu 1,20 hari.
pelaksanaan customs clearance, maka disusun
langkah-langkah kegiatan yang diharapkan dapat Tabe 3.19 Perbandingan Realisasi IKU Tahun 2015 dan 2016
2. Percepatan eksekusi pemeriksaan fisik dan Tg. Perak 0,81 hari 0,61 hari
Laporan Kinerja Tahun 2016
92
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Rata-
rata Target
Jalur Mita Jalur Hijau Jalur Kuning Jalur Merah
waktu waktu
Kantor total
Rata- Rata- Rata- Rata-
rata dok rata rata rata dok
dok dok
waktu waktu waktu waktu
Tg. Priok 0,057 109.165 0,07 322.922 2,5 89.391 4,9 35.927 432.188 557.405 0,78 0,98
hari
Belawan 0,024 723 0,02 18.269 1,0 13.390 2,7 6.259 30.573 38.641 0,79 1,27
hari
Tg. Emas 0,020 312 0,07 24.034 1,9 23.200 3,2 15.439 95.245 62.985 1,51 1,75
hari
Tg. Perak 0,010 9.024 0,03 82.589 1,5 27.066 3,5 10.393 78.926 129.072 0,61 0,81
hari
Rata-Rata 636.932 788.103 0,81 1,2
hari
93
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
94
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Terkait hal tersebut, di tahun 2016 ini DJBC baik secara mandiri maupun
melalui kerja sama dengan instansi lain di pelabuhan telah melakukan
berbagai macam upaya untuk mencapai target dwelling time yang ditetapkan
sebesar 2,5 hari, baik yang bersifat operasional maupun yang bersifat
kebijakan.
1. Upaya-upaya meliputi:
95
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
a. SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP Badan adalah SPT 1771 dan SPT
1771S;
b. SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP Orang Pribadi (OP) Karyawan adalah
SPT 1770S dan SPT 1770 SS;
c. SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP OP Non Karyawan adalah SPT 1770;
a. WP Badan;
b. WP OP Karyawan dengan Kelompok Lapangan Usaha (KLU) 96301,
96302, 96303, 96304, dan 96305;
c. WP OP Non Karyawan dengan KLU selain dari KLU WP OP Karyawan;
96
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Tabel 3.22 Rasio kepatuhan penyampaian SPT tahunan PPh tahun 2013 s.d. 2016
97
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
IKU ini bertujuan untuk mengukur tingkat kepatuhan sekaligus sebagai media
Laporan Kinerja Tahun 2016
evaluasi importir jalur prioritas. Importir Jalur Prioritas (IJP) adalah Importir
yang ditetapkan sebagai importir penerima fasilitas jalur prioritas untuk
mendapatkan pelayanan khusus sehingga penyelesaian importasinya dapat
dilakukan dengan lebih sederhana dan cepat berdasarkan Peraturan Direktur
Jenderal (P-11/BC/2005 tentang Jalur Prioritas jo. P-06/BC/2006).
Adapun kriteria untuk ditetapkan sebagai Importir Jalur Prioritas antara lain
mempunyai reputasi yang sangat baik yang tercermin dari profil perusahaan,
mempunyai bidang usaha (nature of bussiness) yang jelas dan spesifik, serta
berdasarkan audit oleh Kantor Akuntan Publik tidak pernah mendapatkan
opini disclaimer atau adverse. Sedangkan kriteria Importir Jalur Prioritas yang
tidak patuh adalah:
1. Importir Jalur Prioritas yang berdasarkan laporan dari unit terkait (antara
lain kantor pelayanan, kantor wilayah, dan Direktorat terkait) telah
terbukti melanggar ketentuan sebagai berikut:
a. Mempunyai tunggakan utang berupa kekurangan pembayaran
Bea Masuk (termasuk Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk
Tindakan Pengamanan dan Bea Masuk Imbalan) kepada Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) (termasuk penundaan pembayaran
berkala); atau
b. Meminjamkan modul ke pihak lainnya.
2. Importir Jalur Prioritas yang berdasarkan laporan dari unit terkait (antara
lain kantor pelayanan, kantor wilayah, dan Direktorat terkait) dan setelah
melalui penelitian lebih lanjut di bawah koordinasi Direktorat Teknis
Kepabeanan terbukti melanggar ketentuan sebagai berikut:
a. Menyalahgunakan fasilitas di bidang kepabeanan selama satu tahun
terakhir;
b. Salah dalam memberitahukan jumlah barang, jenis barang, dan/atau
nilai pabean selama satu tahun terakhir.
98
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Importir Jalur Prioritas yang patuh adalah importir jalur prioritas yang tidak
terbukti melakukan pelanggaran tersebut pada butir 1 dan 2 di atas. Realisasi
IKU Persentase kepatuhan importir jalur prioritas kepabeanan tahun 2016
adalah sebesar 86,94% dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3.23 Realisasi IKU Kepatuhan Importir Jalur Prioritas tahun 2016
Realisasi sebesar 86,94% telah melebihi target yang telah ditetapkan pada
Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2016, yaitu sebesar 80%
99
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Meskipun capaian pada tahun 2016 telah melebihi target yang ditetapkan, namun masih
terdapat kendala-kendala yang dihadapi antara lain terbatasnya SDM serta kapasitas
unit yang mengelola IJP, mekanisme monitoring dan evaluasi IJP yang masih perlu
penyempurnaan, dan pengaturan gradasi sanksi terhadap IJP yang tidak patuh masih
belum sempurna.
Terkait hal tersebut, upaya yang telah dilakukan DJBC untuk mendukung pencapaian
target IKU tahun 2016 dilakukan melalui:
Tabel 3.24 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Formulasi Kebijakan Fiskal yang Berkualitas
IKU ini bertujuan untuk mengetahui tingkat akurasi proyeksi indikator ekonomi makro dan
sehingga dapat dilakukan penyempurnaan kebijakan fiskal tahun berikutnya. Indikator
ekonomi makro merupakan indikator ekonomi (tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi,
nilai tukar, tingkat suku bunga SPN, harga minyak internasional dan lifting minyak) yang
digunakan sebagai asumsi dasar penyusunan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Sedangkan proyeksi indikator ekonomi makro
yang diukur meliputi proyeksi pertumbuhan ekonomi, proyeksi inflasi, proyeksi nilai
tukar rupiah, dan proyeksi suku bunga SPN 3 bulan. Indikator ekonomi makro yang diukur
sebagai IKU mencakup indikator yang lingkup kebijakannya dalam kendali
Kementerian Keuangan.
100
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
A. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2015 diperkirakan mencapai 4,8 persen (yoy),
namun realisasinya lebih tinggi yakni mencapai 5,04 persen (yoy). Realisasi yang lebih
tinggi ini didorong oleh tingginya belanja pemerintah pada akhir tahun 2015 terutama
pada komponen belanja barang dan belanja modal termasuk penyerapan belanja
pembangunan infrastruktur sehingga memberikan dorongan yang relatif besar
terhadap kinerja konsumsi pemerintah dan PMTB.
Sementara itu, konsumsi rumah tangga tumbuh cukup stabil meskipun aktivitas
ekonomi relatif lemah. Pada kuartal I 2016, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,9
persen (yoy) atau lebih rendah dibandingkan proyeksi sebesar 5,1 persen (yoy).
Dalam hal ini, dampak pelemahan ekonomi global dan penurunan permintaan dunia
memberikan tekanan yang cukup besar pada ekspor impor sehingga menyebabkan
kedua komponen ini tumbuh negatif. Sementara itu, konsumsi rumah tangga, sebagai
komponen terbesar pembentuk PDB, tumbuh moderat akibat lemahnya aktivitas
ekonomi. Meskipun begitu, pertumbuhan kuartal I 2016 lebih tinggi dibandingkan
kuartal yang sama tahun sebelumnya.
Pada kuartal II 2016, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen (yoy), lebih tinggi
Pada kuartal III 2016, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,1 persen (yoy),
lebih tinggi 0,1% dibandingkan realisasi yang sebesar 5,0 persen (yoy). Realisasi yang
lebih rendah disebabkan oleh kontraksi yang cukup dalam pada komponen ekspor-
impor akibat belum adanya peningkatan harga komoditas yang signifikan serta
permintaan domestik yang masih relatif lemah. Selain itu, konsumsi pemerintah
tumbuh negatif karena adanya base effect 2015 yang cukup tinggi.
Secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2016 sebesar 4,94 persen
(yoy) atau -1,77 persen (qoq). Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ini didorong oleh
pertumbuhan konsumsi RT yang tumbuh 5,0 persen. Hal ini didukung oleh inflasi
yang cukup terjaga khususnya harga pangan pada saat perayaan Natal dan Tahun
Baru serta tingginya kegiatan sosial sepanjang tahun dan kampanye pemilukada
pada periode ini. Dari sisi investasi, PMTB mampu tumbuh 4,8 persen ditopang oleh
peningkatan komponen kendaraan yang terus tumbuh terutama pada kuartal IV 2016.
Komponen peralatan baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor juga turut
mendukung kinerja pertumbuhan PMTB. Namun, pertumbuhan PMTB sedikit tertahan
oleh pelemahan pertumbuhan komponen bangunan seiring dengan pelemahan
pertumbuhan sektor konstruksi dan realisasi belanja modal Pemerintah Pusat.
Pengeluaran pemerintah tumbuh negatif -4,0 persen pada kuartal IV 2016 terkait
dengan penyesuaian anggaran Pemerintah pusat. Pada saat yang bersamaan, realisasi
belanja pemerintah pada kuartal IV tahun 2015 cukup besar terkait penundaan
kegiatan karena perubahan nomenklatur pada beberapa Kementerian/ Lembaga
101
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
sehingga basis perhitungan menjadi sangat tinggi. Di sisi lain, pertumbuhan ekspor
dan impor mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada kuartal IV 2016 seiring
dengan kenaikan harga komoditas internasional dan perbaikan ekonomi beberapa
negara mitra dagang.
Dari sisi produksi, seluruh sektor mengalami pertumbuhan positif pada kuartal IV
2016. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor informasi dan komunikasi sebesar
9,6 persen, disusul oleh sektor transportasi dan pergudangan yang tumbuh sebesar
7,9 persen. Pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi dipicu oleh adanya
perluasan infrastruktur fiber optic dan BTS serta kampanye persiapan Pilkada yang
mendorong peningkatan pendapatan iklan dan media. Sementara itu, pertumbuhan
sektor transportasi dan pergudangan didorong oleh tingginya pertumbuhan
angkutan udara akibat penambahan rute baru dan jumlah frekuensi penerbangan.
Aktivitas bongkar muat kargo diakhir tahun juga mendorong pertumbuhan sektor ini.
Lebih lanjut, sektor pertanian dan pertambangan tumbuh relatif tinggi pada kuartal
IV 2016. Masa panen yang bergeser akibat El-Nino serta adanya kenaikan harga karet
dan kelapa sawit mendorong kinerja sektor pertanian hingga tumbuh 5,3 persen.
Sementara itu, sektor pertambangan tumbuh 1,6 persen didorong oleh kenaikan
produksi tembaga dan emas PT Freeport dan kenaikan harga batubara.
Sebagai sektor yang berkontribusi paling besar terhadap PDB,
Laporan Kinerja Tahun 2016
sektor industri pengolahan tumbuh 3,4 persen pada kuartal IV 2016. Pertumbuhan
sektor ini utamanya ditopang oleh subsektor industri makanan dan minuman serta
industri kimia dan farmasi. Namun kinerja sektor industri sedikit melemah di triwulan
IV 2016 akibat kontraksi industri pengilangan batubara dan migas serta beberapa
industri non migas. Pelemahan ini seiring dengan penurunan pertumbuhan indeks
produksi baik indeks industri besar dan sedang (IBS) maupun industri mikro dan
kecil (IMK).
B. Inflasi
Realisasi inflasi pada akhir triwulan I berada pada level 4,45% (yoy), lebih rendah dari
proyeksi yang sebesar 4,90% (yoy). Kondisi tersebut disebabkan oleh realisasi inflasi
yang berbeda dari pola historisnya. Pada bulan Januari inflasi cukup rendah, sementara
pada bulan Februari terjadi deflasi. Hal tersebut lebih didorong oleh dampak beberapa
kebijakan pemerintah antara lain, koreksi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi,
tarif listrik, serta harga elpiji seiring dengan masih lemahnya harga minyak dunia. Hal
ini juga mendorong koreksi terhadap angka inflasi pada triwulan awal tahun 2016.
Laju inflasi triwulan II 2016 diproyeksikan mencapai 3,79% (yoy), lebih tinggi dari
realisasinya yang mencapai sebesar 3,45% (yoy). Seperti halnya pada triwulan I,
perbedaan tersebut terutama dipicu oleh penurunan harga-harga komoditas yang
dipengaruhi oleh kondisi global, yaitu penurunan harga minyak mentah dunia disertai
dengan kebijakan Pemerintah dalam hal reformasi kebijakan energi. Beberapa
komoditas yang terdampak penurunan harga antara lain, BBM, tarif listrik, Bahan Bakar
Rumah Tangga, dan tarif angkutan.
Pada triwulan III 2016, rata-rata laju inflasi diprediksi mencapai 3,74%, namun
realisasinya hanya mencapai 3,07%. Penyimpangan prediksi tersebut terutama
bersumber dari adanya penundaan kebijakan migrasi pelanggan listrik golongan
900VA ke 1300VA dalam rangka penyesuaian besaran subsidi listrik sehingga realisasi
102
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
laju inflasi komponen administered price lebih rendah. Di samping itu, berbagai langkah
kebijakan persiapan pengendalian inflasi menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional
(HBKN) yaitu Ramadan dan Idul Fitri telah berdampak positif. Hal ini terlihat dari
sumbangan inflasi yang dipicu oleh peningkatan permintaan masyarakat menjadi lebih
rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Realisasi inflasi di triwulan IV 2016 mencapai 3,02% (yoy), lebih rendah dibanding
proyeksi yang sebesar 3,29% (yoy). Deviasi ini dipengaruhi oleh tekanan inflasi akibat
HBKN (Natal) dan faktor musiman, seperti liburan akhir tahun dan akhir tahun ajaran
sekolah yang relatif lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dalam
kaitan ini, perkiraan permintaan yang masih moderat menjadi faktor relatif rendahnya
tekanan inflasi. Hal ini diindikasikan juga oleh pergerakan beberapa indikator konsumsi
dalam negeri seperti penurunan uang beredar dan kredit konsumsi. Selain itu,
langkah pemerintah dalam pengendalian inflasi sebagai antisipasi pada masa HBKN
mendorong inflasi bahan makanan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan pola
historisnya. Meskipun begitu, risiko La Nina tetap mempengaruhi produktivitas
hortikultura yang mendorong peningkatan inflasi komponen volatile food pada
triwulan ini.
C. Nilai Tukar
Pada triwulan II 2016, realisasi nilai tukar Rupiah (Rp.13.318) lebih lemah dari nilai
proyeksi (Rp.13.174), atau menyimpang sebesar 1%. Penyimpangan tersebut
terutama disebabkan oleh pelemahan rupiah dipertengahan kuartal ke II 2016 yang
lebih dalam dari perkiraan. Menurunnya surplus perdagangan pada bulan Mei dan juga
kekhawatiran lonjakan inflasi menjelang bulan puasa menyebabkan tekanan tambahan
pada nilai tukar rupiah.
Memasuki kuartal III tahun 2016, nilai tukar rupiah kembali menguat dan mencapai rata
rata Rp13.135 per dolar AS, lebih kuat dari proyeksinya sebesar Rp 13.500 per dolar
AS. Hasil referendum keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) beserta masih belum
jelasnya keputusan kenaikan suku bunga acuan di AS, membuat sentimen positif bagi
nilai tukar rupiah. Di sisi domestik, adanya potensi capital inflow dampak kebijakan
pengampunan pajak dan positifnya kinerja perekonomian turut membantu
penguatan Rupiah.
103
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Pada triwulan IV 2016, realisasi nilai tukar tidak berbeda jauh dari proyeksinya.
Dengan realisasi sebesar Rp.13.247 per dolar AS dibanding dengan proyeksinya
sebesar Rp.13.200 per dolar AS, maka penyimpangan proyeksi rata-rata nilai
tukar rupiah hanya sebesar 0,4%. Pergerakan nilai tukar Rupiah ini didorong oleh
kinerja perekonomian Indonesia yang relatif baik, keberhasilan program kebijakan
pengampunan pajak, akselerasi pembangunan proyek-proyek infrastruktur,
terjaganya tingkat inflasi dan defisit transaksi berjalan, serta perbaikan surplusnya
transaksi modal dan neraca pembayaran. Di sisi lain, pengaruh faktor eksternal lebih
banyak diwarnai oleh sentimen negatif seperti lambatnya pemulihan ekonomi di
negara maju, rebalancing ekonomi Tiongkok, ketidakpastian permasalahan geopolitik,
tingginya volatilitas pasar keuangan dan masih rendahnya harga komoditas, dan
ketidakjelasan kebijakan ekonomi pemerintah AS yang baru, termasuk dampak
kenaikan suku bunga acuan FFR pada tanggal 14 Desember 2016.
Realisasi suku bunga SPN 3 bulan pada triwulan pertama tahun 2016 mencapai 5,9%,
lebih rendah daripada yang diperkirakan yang sebesar 6,2%. Hal ini terjadi karena
banyaknya aliran dana masuk ke Indonesia sebagai akibat dari quantitative easing
yang masih berlangsung di Jepang, Eropa dan ditundanya kenaikan suku bunga the
Fed, serta kinerja perekonomian nasional yang relatif lebih baik dibandingkan negara
lainnya di kawasan regional.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Memasuki triwulan II 2016, rata-rata suku bunga SPN 3 bulan triwulan II 2016 menurun
dan mencapai 5,55%, lebih rendah dari proyeksinya sebesar 6,2%. Faktor eksternal
yang terjadi selama triwulan pertama masih menjadi dasar sentimen positif pada
kondisi pasar domestik. Dari sisi dalam negeri, relatif terjaganya dan stabilitas nilai
tukar Rupiah turut mempengaruhi penurunan tingkat suku bunga ini.
Realisasi suku bunga SPN 3 bulan pada triwulan III 2016 relatif stabil dibanding kuartal
sebelumnya yaitu mencapai 5,4%. Namun demikian, tingkat suku bunga tersebut
sedikit lebih tinggi dari proyeksinya sebesar 5,3%. Di dua bulan awal kuartal tersebut,
suku bunga SPN 3 bulan masih menunjukkan tren menurun, seiring banyaknya capital
inflow ke Indonesia. Namun adanya isu kenaikan suku bunga the Fed pada bulan
September, menyebabkan terjadinya tekanan pada suku bunga SPN 3 bulan.
Sementara itu, realisasi suku bunga SPN 3 bulan pada triwulan IV 2016 sebesar
5,76%, lebih tinggi daripada yang diproyeksikan sebesar 5,3%. Pergerakan nilai suku
bunga ini terjadi karena adanya dampak dari hasil pemilu AS dan isu kenaikan suku
bunga the Fed sejak bulan September yang kemudian terealisasi pada awal Desember
2016. Sementara itu capital inflow dari kebijakan pengampunan pajak periode 2 tidak
sebesar periode 1.
Dengan demikian, realisasi IKU tingkat akurasi proyeksi asumsi makro di tahun 2016
ialah 114,62% atau melebihi target yang ditetapkan sebesar 100%. Realisasi IKU ini
juga lebih tinggi 1,1% dari tahun 2015 yang hanya sebesar 113,52%. Hal ini berarti
proyeksi yang dilakukan masih cukup baik dan mengalami peningkatan keakurasian
dibandingkan tahun sebelumnya.
104
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Ketersediaan model proyeksi dan sumber informasi yang memadai akan mampu
mendukung pencapaian target IKU ini. Di sisi lain, masih terdapat beberapa tantangan
terhadap akurasi proyeksi. Beberapa tantangan tersebut antara lain bahwa, masih
terdapat variabel-variabel yang mengalami perubahan dari hari ke hari dan memiliki
volatilitas yang tinggi. Di samping itu, terdapat faktor-faktor yang berada di luar kontrol
Kementerian Keuangan dan akan mempengaruhi besaran variabel asumsi ekonomi makro,
baik faktor luar negeri, faktor dalam negeri, serta ekspektasi pasar.
Data-data untuk melakukan proyeksi sebagian besar merupakan data-data bulanan atau
harian yang trendnya sangat dipengaruhi berbagai dinamika dan perubahan arah kebijakan
baik di dalam negeri maupun perekonomian global. Sementara itu proyeksi dilakukan 1
triwulan ke depan, sehingga mungkin belum memasukan berbagai perubahan variabel
Keakurasian proyeksi asumsi makro menjadi salah satu indikator untuk ketepatan dalam
pemilihan respon kebijakan yang diambil Kementerian Keuangan. Dengan menyadari
hal itu, Kementerian Keuangan mengambil beberapa langkah untuk menjaga dan
meningkatakan keakurasian proyeksi asumsi makro, antara lain:
1. Pengembangan dan perbaikan model untuk keakurasian proyeksi (updating model dan
koefisien-koefisien dari model yang digunakan)
2. Updating data-data indikator ekonomi ekonomi
3. Pertukaran data dengan Bank Indonesia, dan BPS
4. Diskusi dan sharing knowledge dengan beberapa lembaga lain, seperti BI, World
Bank, dan pelaku pasar untuk menambah informasi yang tidak tertangkap dalam
model dan perhitungan dasar
Kemudian, untuk menjamin keakurasian proyeksi asumsi makro sesuai dengan target
RPJMN yang telah ditetapkan, Kementerian Keuangan terus melakukan perbaikan
perangkat analisa dan data serta diskusi dengan instansi terkait untuk lebih menjamin
strategi pencapaian yang ditetapkan serta lebih mendorong penyesuaian sasaran ke
tingkat yang lebih realistis dan sesuai dengan perkembangan yang telah terjadi.
105
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
IKU ini bertujuan untuk mengetahui tingkat akurasi proyeksi APBN sehingga dapat
dilakukan penyempurnaan kebijakan fiskal tahun berikutnya. Proyeksi APBN meliputi
proyeksi terhadap penerimaan perpajakan dan belanja K/L. Penerimaan perpajakan
meliputi penerimaan pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional dalam
APBN. Sedangkan belanja K/L adalah alokasi anggaran APBN kepada Kementerian/
Lembaga. Berikut selengkapnya penjelasan dari realisasi deviasi proyeksi APBN yang
terdiri atas deviasi proyeksi penerimaan perpajakan (non migas) dan belanja K/L.
Proyeksi Realisasi
Periode Deviasi
(miliar Rp) (miliar Rp)
Q1 203.615,2 198.071,0 2,7%
Q2 301.122,4 307.616,1 2,2%
Q3 366.329,4 365.776,8 0,2%
Q4 379.106,9 376.246,1 0,8%
Laporan Kinerja Tahun 2016
1. Belum pulihnya aktivitas ekspor impor pada triwulan I 2016 yang mengakibatkan
perlambatan pada PPh nonmigas dan penurunan PPN
2. Meningkatnya beban restitusi triwulan I 2016
3. Penurunan penerimaan cukai pada bulan Januari-Februari 2016 sebagai bentuk
penyesuaian pemberlakuan PMK 20 Tahun 2015, namun hal ini sudah diperkirakan
sebelumnya sehingga tidak akan akan memberikan tekanan pada pencapaian target
cukai sampai dengan akhir tahun.
106
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
1. Belum pulihnya aktivitas ekspor impor pada triwulan II 2016 yang mengakibatkan
perlambatan pada PPh nonmigas dan penurunan PPN
2. Meningkatnya beban restitusi triwulan II 2016
3. Penerimaan cukai relatif rendah karena belum meningkatnya pembelian pita cukai
triwulan II 2016 dan perubahan pola pembayaran pita cukai
Penerimaan perpajakan nonmigas pada triwulan III tahun 2016 diproyeksikan sebesar
Rp366,33 triliun dengan realisasi mencapai Rp365,78 triliun sehingga deviasi proyeksi
penerimaan perpajakan pada triwulan III tahun 2016 sebesar 0,2%. Penerimaan
perpajakan sampai dengan September 2016 secara nominal dan pencapaian terhadap
target lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015, antara lain dipengaruhi:
1. Realisasi penerimaan tax amnesty periode Juli s.d September 2016
2. PPN dan PPh non tax amnesty masih lebih rendah dibandingkan dengan periode yang
sama tahun 2015 karena belum pulihnya aktivitas ekspor impor triwulan III 2016
Proyeksi Realisasi
Periode Deviasi
(miliar Rp) (miliar Rp)
Q1 82.673,3 82.726,8 0,1%
Q2 171.570,1 180.088,7 5,0%
Q3 165.458,5 165.808,5 0,2%
Q4 260.530,0 248.976,0 4,4%
107
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
adanya percepatan dan sekaligus perbaikan pola penyerapan tersebut maka diharapkan
dapat meningkatkan daya dorong terhadap pertumbuhan ekonomi.
Di tengah tekanan ekonomi global yang dihadapi pada tahun 2016, Pemerintah terus
mendorong efisiensi dan efektifitas belanja agar mempunyai daya dorong yang optimal
dalam menstimulasi perekonomian. Hal ini dilakukan dengan diterbikannya Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Langkah-Langkah Penghematan Belanja
Kementerian/Lembaga Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara Perubahan Tahun Anggaran 2016. Dengan diterbitkannya Inpres tersebut, maka
K/L diminta untuk melakukan efisiensi belanja terutama pada anggaran belanja barang
(antara lain honorarium, perjalanan, dinas, paket meeting, langganan daya dan jasa, biaya
iklan, pengadaan kantor, dan sebagainya) serta pada anggaran dari kegiatan yang belum
dikontrakkan atau tidak akan dilaksanakan hingga akhir tahun.
Kebijakan efisiensi terutama pada belanja barang tersebut dilakukan untuk menjaga
kredibiltas APBN ditengah dinamika perekonomian global. Untuk itu, kegiatan-kegiatan
yang sifatnya tidak mendesak untuk dilakukan di tahun 2016 diminta untuk dapat
dilanjutkan (carry over) ke tahun anggaran berikutnya. Di sisi lain, Pemerintah tetap
mengupayakan peningkatan kinerja penyerapan belanja modal di tahun 2016 agar dapat
menggerakkan sektor riil, memperluas kesempatan kerja serta meningkatkan derajat
kesejahteraan masyarakat. Pemerintah juga tetap konsisten mendorong belanja yang
Laporan Kinerja Tahun 2016
produktif dan prioritas antara lain melalui anggaran infrastruktur, anggaran kesehatan 5
persen, anggaran pendidikan 20 persen, dan anggaran perlindungan sosial.
Tabel 3.28 Capaian IKU Deviasi Proyeksi APBN tahun 2016
Target 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% Min/
Realisasi 1,4% 3,6% 2,5% 0,2% 1,7% 2,6% 1,95% Ave
Rata-rata realisasi IKU deviasi proyeksi APBN triwulanan selama tahun 2016 adalah
1,95%. Capaian tersebut menunjukkan bahwa deviasi proyeksi APBN masih terkendali
di bawah target yang ditetapkan sebesar 5%. Hal ini berarti proyeksi yang dilakukan
Kementerian Keuangan masih cukup baik dan akurat. Realisasi IKU ini pada tahun 2016
juga meningkat jika dibandingkan tahun 2015 yang deviasinya mencapai 3,2%.
Proyeksi yang dilakukan Kementerian Keuangan tentu didukung dengan adanya
model proyeksi yang cukup akurat serta ketersediaan data-data yang terkait dengan
penerimaan dan belanja K/L. Untuk mengatasi permasalahan/hambatan yang dihadapi,
Kementerian Keuangan melakukan hal-hal sebagaimana berikut:
1. Updating data realisasi penerimaan pajak non migas
2. Updating data realisasi belanja K/L
3. Melakukan pengembangan model proyeksi
108
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Pada tahun-tahun selanjutnya, harus terus dilakukan updating data secara periodik serta
pertukaran data antar unit di Kementerian Keuangan (BKF, DJP, DJBC, DJA, DJPb, DJPPR)
sehingga proyeksi yang dilakukan semakin akurat.
Sasaran Strategis 5: Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal
Tabel 3.29 Capaian IKU pada SS Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal
Pada tahun 2016, IKU tersebut mengukur kualitas LKPP Audited Tahun 2015. Indeks
pengukuran IKU menggunakan skala 1 sampai dengan 4 yang mewakili jenis opini BPK
sebagai berikut:
Target IKU tahun 2016 sama dengan tahun 2015 yaitu indeks 4 yang mencerminkan Opini
BPK Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Polarisasi data ditetapkan menggunakan maximize,
dimana semakin sedikit temuan maka indeksnya semakin tinggi sehingga diharapkan
laporan keuangan yang dibuat semakin akuntabel dan transparan.
109
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Capaian tahun 2016 atas IKU Indeks Opini BPK atas LKPP adalah sebagai berikut:
Tabel 3.30 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LKPP tahun 2016
Capaian - 75 75 - 75 - 75
Realisasi tahun 2016 adalah sebesar 3,00 yang mencerminkan opini wajar dengan 4
(empat) permasalahan (temuan) atau lebih. Dalam hal ini, terdapat 6 (enam) pengecualian
atas opini WDP BPK terhadap LKPP Audited tahun 2015, yaitu:
1. Ketidakpastian nilai Penyertaan Modal Negara pada PT PLN (Persero) akibat tidak
diterapkannya Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan Nomor 8 (ISAK 8) pada LK PT
PLN (Persero) Tahun 2015;
Laporan Kinerja Tahun 2016
2. Penetapan harga jual eceran minyak solar bersubsidi yang lebih tinggi dari harga dasar
termasuk pajak dikurangi subsidi tetap;
3. Piutang Bukan Pajak pada Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak didukung dokumen sumber yang
memadai serta tidak sesuai hasil konfirmasi kepada wajib bayar;
4. Persediaan pada Kementerian Pertahanan belum sepenuhnya didukung
penatausahaan, pencatatan, konsolidasi, dan rekonsiliasi BMN, serta Persediaan yang
Diserahkan ke Masyarakat pada Kementerian Pertanian belum dapat dijelaskan status
penyerahannya;
5. Pencatatan dan penyajian catatan dan fisik Saldo Anggaran Lebih (SAL) tidak
akurat sehingga kewajaran transaksi dan/atau saldo terkait SAL tidak dapat diyakini
kewajarannya;
6. Koreksi langsung yang mengurangi ekuitas dan transaksi antar entitas yang tidak
dapat dijelaskan dan tidak didukung dokumen sumber yang memadai.
110
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
7
6 6
6
5
4 4 4
4
3
3 2 Pengecualian /
Permasalahan
Grafik 3.5 Perkembangan jumlah pengecualian dalam opini WDP atas LKPP tahun 2009 s.d 2015
Walaupun LKPP tahun 2015 terdapat penambahan pengecualian, namun mengingat tahun
2015 merupakan tahun pertama implementasi akuntansi berbasis akrual, maka kualitas
LKPP dapat dikatakan mengalami peningkatan. LKPP merupakan konsolidasi dari Laporan
Keuangan Kementerian/Lembaga (LK K/L) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum
Negara (LK BUN), maka BPK juga melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan tersebut.
Selanjutnya, hasil pemeriksaan akan digunakan sebagai dasar penyusunan Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) atas LKPP Tahun 2015.
Dari hasil Hasil Pemeriksaan atas 85 LK K/L (termasuk BPK yang diperiksa oleh
Perkembangan opini atas LK K/L dan BUN dari tahun 2009 sampai dengan 2015
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.31 Perkembangan opini atas LK K/L dan BUN Tahun 2009-2015
26 29 18 22 19 18 26
Wajar Dengan (K/L:24; (K/L:24 ; (K/L:16 ; (K/L: 21 ; (K/L: 18 ; (K/L: 17 ; (K/L:25;
Pengecualian (WDP) BUN:2) BUN:5) BUN:2 ) BUN: 1 ) BUN: 1) BUN: 1) BUN: 1)
8 2 2 3 3 7 4
Tidak Memberikan (K/L:7; (K/L: 2) (K/L: 2) (K/L: 3) (K/L: 3) (K/L: 7) (K/L: 4)
Pendapat (TMP) BUN:1)
111
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Tindakan yang telah dilaksanakan dalam rangka penyusunan dan peningkatan kualitas
Laporan Keuangan antara lain:
1. Perubahan basis akuntansi dari Kas Menuju Akrual (Cash Toward Accrual) menjadi
Akrual berdampak pada sistematika penyusunan laporan keuangan pemerintahan,
baik dari sisi kebijakan, peraturan, dan aplikasi penunjang.
2. Kementerian Keuangan belum memiliki kebijakan, pedoman, dan prosedur terkait
dengan mekanisme Control Self Assessment (CSA) dalam rangka pelaporan keuangan
berbasis akrual. Hal tersebut mengakibatkan pemerintah tidak memiliki dokumentasi
yang memadai atas risiko dan efektivitas pengendalian internal dalam penyusunan LK
BUN dan LKPP.
3. Aplikasi SPAN masih dalam proses penyempurnaan, sehingga konsolidasi LK BUN dan
LKPP belum dapat dilakukan dengan menggunakan SPAN.
4. Keterbatasan pemahaman penyusun LK K/L dan LK BUN terkait akuntansi berbasis
akrual pada Kementerian/Lembaga.
Rencana aksi yang akan dilakukan untuk meningkatkan pencapaian IKU tersebut pada
tahun 2017 antara lain:
112
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Indeks opini BPK atas LK BUN mengukur kualitas laporan pengelolaan BUN. IKU ini
bertujuan untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban
pengelolaan BUN. Indeks Opini BPK atas LK BUN merupakan salah satu IKU Kementerian
Keuangan yang diturunkan ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) dan
Inspektorat Jenderal (Itjen).
Pada tahun 2016, IKU tersebut mengukur kualitas LK BUN Audited Tahun 2015. Indeks
pengukuran IKU menggunakan skala 1 sampai dengan 4 yang mewakili jenis opini BPK
sebagai berikut:
Target IKU tersebut untuk tahun 2016 adalah indeks 4 dengan periode pelaporan
tahunan sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak Kinerja Tahun 2016. Target tersebut
sesuai dengan target dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan tahun
2015-2019. Polarisasi data yang digunakan adalah maximize (semakin tinggi realisasi
terhadap target maka semakin baik capaian kinerjanya) dengan jenis konsolidasi periode
menggunakan take last known value (realisasi yang digunakan adalah angka
periode terakhir).
113
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Capaian tahun 2016 atas IKU Indeks Opini BPK atas LK BUN adalah sebagai berikut:
Tabel 3.30 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LK BUN
Capaian - 75 75 - 75 - 75
Sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI, LK BUN Tahun 2015 mendapatkan opini
Wajar Dengan Pengecualian (WDP). BPK memberikan opini WDP atas LK BUN Tahun 2015
dengan 4 (empat) permasalahan sebagai berikut
1. Dari nilai investasi permanen yang disajkan pada LK BUN tahun 2015, di antaranya
sebesar Rp848,38 triliun merupakan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada PT
Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero). PT PLN (Persero) mengubah kebijakan
Laporan Kinerja Tahun 2016
114
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Tindakan yang telah dilaksanakan terkait penyusunan dan peningkatan kualitas LK BUN
antara lain:
1. Menyamakan persepsi dalam penyusunan LK BUN tahun 2015 terkait dengan
penerapan sistem akuntansi berbasis akrual.
2. Identifikasi awal permasalahan penyusunan LK BUN melalui pendampingan
penyusunan LK Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (LK UAKPA Satker) dan LK
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (LK UAPPA-W).
3. Reviu LK BUN oleh Inspektorat Jenderal selaku APIP Kementerian Keuangan.
4. Pembahasan temuan pemeriksaan BPK atas LKKL dan LK BUN tahun 2015 antara
Kementerian Keuangan, Kementerian Negara/Lembaga dan BPK.
5. Penyusunan kajian terkait penerapan kebijakan akuntansi ISAK 8 pada LK PT PLN
(Persero).
6. Penyusunan kajian kebijakan pengendalian internal terkait penyusunan LK BUN.
7. Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2016.
Tantangan yang dihadapi dan rencana aksi yang akan dilakukan dalam rangka penyusunan
dan peningkatan kualitas LK BUN sama seperti dalam penyusunan LKPP.
Data proyeksi yang disusun pada awal tahun oleh Tim Cash Planning Information Network
(CPIN) merupakan proyeksi satu tahun yang dirinci dalam bulanan. Jika terdapat
perbaikan, dapat dilakukan pada rapat CPIN pertama (minggu pertama bulan berjalan)
dan rapat kedua (minggu ketiga bulan berjalan). Proyeksi sesuai hasil perbaikan terakhir
dijadikan acuan perhitungan capaian IKU. Dalam kondisi tertentu (misalnya pada akhir
tahun) tidak dilaksanakan rapat CPIN, data proyeksi menggunakan hasil rapat komite
Asset Liability Management (ALM) terakhir pada bulan tersebut.
Rencana penerimaan kas adalah rencana penerimaan kas (cash inflows) yang berasal
dari pendapatan negara dan hibah serta pembiayaan. Realisasi penerimaan kas adalah
realisasi penerimaan kas (cash inflows) yang berasal dari pendapatan negara dan hibah
serta pembiayaan. Perencanaan penerimaan kas dinyatakan akurat apabila standar deviasi
antara realisasi penerimaan kas dan rencana penerimaan kas dalam suatu waktu tertentu
5%.
Rencana pengeluaran kas adalah rencana pengeluaran kas (cash outflows) yang berasal
dari belanja negara, pembiayaan. Realiasi pengeluaran kas adalah realisasi pengeluaran
kas (cash outflows) yang berasal dari belanja negara dan pembiayaan. Perencanaan
pengeluaran kas dinyatakan akurat apabila perbedaan antara realisasi pengeluaran kas dan
rencana pengeluaran kas dalam suatu waktu tertentu 5%.
IIKU ini bertujuan agar kas pemerintah semakin sehat, sehingga akan membantu
pengelolaan likuiditas yang lebih baik dalam hal penyediaan kas untuk menyelesaikan
kewajiban pemerintah. Polarisasi data yang digunakan adalah minimize, dengan harapan
semakin kecil deviasi maka kas pemerintah akan semakin sehat. Adapun jenis konsolidasi
periode yang digunakan adalah average, dimana target dan realisasi yang digunakan
adalah angka rata-rata dari seluruh periode bersangkutan dalam setahun.
115
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat tahun 2016 diperoleh dari rata-rata
deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat setiap triwulan selama tahun 2016.
Formulasi deviasi penerimaan, pengeluaran, dan perencanaan kas adalah
3
Laporan Kinerja Tahun 2016
116
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Realisasi deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat pada tahun 2016 adalah
3,84%, dengan capaian sebagai berikut:
Tabel 3.33 Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat
Target 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5%
Realisasi 2,71% 2,43% 2,57% 5,14% 3,43% 5.08% 3,84% Min/ Average
Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat secara bulanan dapat
ditunjukkan sebagai berikut:
Tabel 3.34 Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat, per bulan tahun 2016
117
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Capaian deviasi perencanaan kas pada triwulan I, II, dan IV di bawah target deviasi
triwulanan, sedangkan pada triwulan III deviasi melebihi batas target 5%. Hal ini
disebabkan oleh kesuksesan program Tax Amnesty tahap I sehingga realisasi penerimaan
sektor pajak jauh melebihi target penerimaan. Penambahan penerimaan dari sektor pajak
yang cukup signifikan mempunyai dampak yang baik bagi pemerintah, namun di sisi lain
mengurangi kualitas capaian IKU karena deviasi antara proyeksi dan rencana terlalu lebar
dari yang ditargetkan.
Pada triwulan IV, realisasi penerimaan dan belanja berada di bawah proyeksi serta realisasi/
penarikan pinjaman program dan proyek bergeser dari target yang telah ditetapkan.
Tingginya proyeksi penerimaan pada triwulan IV adalah untuk memenuhi jumlah yang
dibutuhkan untuk mencapai target defisit yang harus dicapai Pemerintah agar tidak
melampaui batas yang ditetapkan Undang-Undang, namun pada akhirnya terdapat
tambahan shortfall penerimaan perpajakan. Dengan demikian, defisit APBN tetap terjaga
dikarenakan adanya measures Penghematan Belanja oleh Kementerian/Lembaga.
Secara umum, tindakan-tindakan yang telah dilaksanakan selama tahun 2016 yang
mendukung keberhasilan pencapaian IKU tersebut, yaitu:
Tantangan ke depan dalam pencapaian IKU ini adalah penyusunan proyeksi atas
penerimaan dan pengeluaran yang lebih akurat dengan rentang waktu yang lebih awal,
dari semula 3 (tiga) hari kerja sebelum akhir bulan menjadi 5 (lima) hari kerja sebelum akhir
bulan. Hal ini dilakukan agar data proyeksi dapat digunakan dalam pengambilan kebijakan
terkait pembiayaan.
Rencana aksi yang dilakukan pada periode tahun 2017 adalah menjaga komunikasi intensif
antar anggota CPIN dan pelatihan berkesinambungan kepada operator perencanaan kas.
Pelaksanaan belanja negara yang optimal merupakan kemampan satuan kerja pada
Kementerian Negara/Lembaga dalam mengelola belanja pada pelaksanaan kegiatan yang
ada pada dokumen pelaksanaan anggaran sesuai perencanaan anggaran. Sedangkan
penyaluran transfer yang optimal adalah penyaluran transfer melalui suatu sistem
pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan efisien dalam
rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi,
kondisi, dan kebutuhan daerah. Salah satu ukuran dari penyaluran transfer yang optimal
apabila gap kemampuan keuangan antar pemerintah daerah semakin mengecil.
118
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Tabel 3.35 Capaian IKU pada SS Belanja dan transfer yang optimal
119
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Keterangan:
Realisasi akurasi perencanaan APBN semester I merupakan angka
proyeksi realisasi semester I dalam ALM dibandingkan dengan realisasi
dalam buku laporan semester I pelaksanaan APBN
Adapun realisasi akurasi perencanaan APBN akhir tahun merupakan
angka proyeksi realisasi akhir tahun dalam ALM dibandingkan dengan
realisasi dalam konferensi pers yang disampaikan oleh pimpinan
Kementerian Keuangan pada awal tahun berikutnya
a adalah perubahan kebijakan yang mempengaruhi proyeksi yang
konstanta nya dihitung berdasarkan dampak kebijakan
Bobot Capaian = (Akurasi Perencanaan PNBP x 25%) + (Akurasi
Perencanaan Belanja Pemerintah Pusat x 50%) + (Akurasi Perencanaan
Pembiayaan Anggaran x 25%)
120
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Belanja Pemerintah
PNBP Pembiayaan
Pusat
a. Realisasi (triliun) Rp262,35 Rp1.148,60 Rp330,33
Keterangan: Penghitungan capaian IKU Akurasi Perencanaan APBN mengalami perubahan pada komponen
yang dibandingkan. Pada tahun 2015, akurasi dihitung dengan membandingkan realisasi anggaran dengan
121
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
94.00%
92.00%
Laporan Kinerja Tahun 2016
92.18%
90.00%
90.00%
88.00%
86.00%
Target Realisasi
122
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Adapun rencana aksi untuk memenuhi IKU ini yang dijalankan pada tahun
2017 adalah penerapan kebijakan monitoring dan evaluasi dan pengamanan
APBN dari sisi belanja melalui pembuatan berbagai exercise meliputi
exercise belanja subsidi RAPBN/P, pembayaran bunga utang (RAPBN-P, Pagu
Indikatif, dan MTBF 2018-2020), pembiayaan utang dalam dan luar negeri,
pembayaran cicilan pokok utang, kewajiban penjaminan RAPBN beserta
proyeksinya, realisasi penarikan utang luar negeri, serta transfer ke daerah
dan dana desa. Di samping itu, juga dilakukan penyusunan kajian mengenai
risiko fiskal pembiayaan perumahan.
*) Jumlah total revisi DIPA/Petikan yang tidak mengakibatkan perubahan pagu DIPA pada
triwulan I sampai triwulan IV (tidak kumulatif)
123
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Persentase Realisasi
penyerapan DIPA*
Efektivitas
= x 100%
Pelaksanaan
Kegiatan Persentase Target
penyerapan DIPA**
*) Realisasi penyerapan DIPA Kementerian Lembaga (K/L) pada triwulan I sampai triwulan IV
tidak kumulatif
**)Target persentase penyerapan DIPA K/L pada triwulan I sampai triwulan IV dengan besaran
target untuk triwulan I sebesar 15%, triwulan II sebesar 45%, triwulan III sebesar 60%, dan
triwulan IV sebesar 90%.
Efektivitas
Pelaksanaan = x 100%
Kegiatan Jumlah SPM
yang diajukan**
*) Jumlah SPM (Surat Perintah Membayar) yang telah teruji benar yang diproses menjadi SP2D
(Surat Perintah Pencairan Dana) pada triwulan I sampai triwulan IV tidak kumulatif
**) Jumlah total SPM yang diajukan satker ke KPPN yang telah diterima oleh middle office pada
triwulan I sampai triwulan IV tidak kumulatif. Jumlah SPM yang dianggap benar adalah SPM yang
lolos dalam proses upload validasi SPM pada KPPN (tidak ditolak/dikembalikan dengan alasan
kesalahan substansi)
124
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
JSPMBenar
+ (0,4x x 100%)
JSPM
Keterangan:
KPA = Persentase kinerja pelaksanaan anggaran K/L
JDIPA = Total jumlah DIPA/Petikan
Jrev = Jumlah total revisi DIPA/Petikan pada Triwulan I s.d IV (tidak kumulatif). Merupakan
revisi pergeseran pagu, tanpa mengakibatkan perubahan pagu DIPA Satker. Tidak
termasuk pula revisi perubahan pagu akibat APBN-P, kebijakan penghematan
anggaran, kebijakan pemerintah pusat lain terkait APBN, serta revisi administratif
% Real = Persentase realisasi penyerapan anggaran DIPA K/L (kumulatif)
% Target = Target persentase penyerapan DIPA K/L (Kumulatif)
JSPM = Jumlah total SPM yang diajukan Satker ke KPPN dan telah diterima oleh middle
Target pada tahun 2016 adalah sebesar 75%, sama dengan target yang
ditentukan dalam Renstra Kemenkeu tahun 2015-2019. Target tersebut
meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 70%.
125
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Triwulan
URAIAN
I II III IV
Triwulan
Laporan Kinerja Tahun 2016
URAIAN
I II III IV
Triwulan
URAIAN
I II III IV
126
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Capaian setiap triwulan pada tahun 2016 dapat ditunjukkan pada tabel berikut:
Realisasi 78,60% 85,14% 81,87% 80,22% 81,32% 92,58% 84,14% Min/ Average
Jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2015 yang sebesar 82,07%, pada
tahun 2016 IKU ini mengalami peningkatan sebesar 2,07. Perbandingan
realisasi antar triwulan tahun 2015 dan 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.41 Perbandingan realisasi Capaian IKU Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga tahun 2015-2016
Meskipun capaian IKU tersebut untuk setiap triwulannya pada tahun 2016
tidak seluruhnya meningkat dari tahun 2015, capaian secara akumulatif pada
triwulan I, semester I, sampai dengan triwulan III, dan tahunan 2016 masing-
masing lebih tinggi dibandingkan tahun 2015.
127
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Dalam rangka peningkatan capaian IKU tersebut, rencana aksi yang dilakukan
pada tahun 2017, yaitu:
Keterangan :
IW = Nilai/indeks ketimpangan wilayah/
provinsi/kabupaten/kota
yi = Pendapatan perkapita masing-masing
provinsi/kabupaten/kota
y = Total pendapatan perkapita kawasan Indonesia
fi = Jumlah penduduk masing-masing
provinsi/kabupaten/kota
n = Jumlah penduduk Indonesia
128
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 3.40, nilai IW tahun 2016 mencapai
nilai sebesar 0,706 karena adanya penurunan nilai IW Kab/Kota yang
lebih besar dari kenaikan nilai IW Provinsi dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Faktor yang signifikan menurunkan nilai IW Kab/Kota adalah
faktor perbaikan bobot Alokasi Dasar (AD) yang berkurang dari 49% menjadi
129
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Dengan realisasi IW tahun 2016 sebesar 0,706 yang lebih kecil dari target yang tertera
dalam Rencana Strategis DJPK, maka sebagaimana tahun 2015, pada tahun 2016
Kementerian Keuangan kembali berhasil menjaga capaian target IKU indeks pemerataan
keuangan antardaerah jangka menengah. Pencapaian indeks pemerataan keuangan
antar daerah yang konsisten memenuhi target selama dua periode pertama renstra ini,
diharapkan tujuan yang ditetapkan dalam Renstra berupa peningkatan kualitas transfer
ke daerah dapat tercapai dengan baik serta dapat menyelesaikan masalah ketimpangan
horizontal antardaerah.
130
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Grafik 3.7 Perkembangan capaian IKU Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan antardaerah
131
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Pengelolaan kekayaan negara dikatakan optimal apabila dapat mewujudkan APBN yang
efektif dan efisien. Upaya untuk mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal
dilakukan melalui tertib hukum, tertib fisik, dan tertib administrasi. Pembiayaan APBN
dikatakan optimal apabila dapat disediakan dalam jumlah yang cukup ketika diperlukan dan
dengan biaya yang efisien serta tingkat risiko terkendali. Pembiayaan meliputi pembiayaan
defisit (deficit financing), dan pembayaran kembali utang jatuh tempo (debt refinancing).
Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan
2(dua) IKU, yang masing-masing pencapaiannya ditabulasikan dalam tabel berikut:
Tabel 3.43 Capaian IKU pada SS Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal
7a Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap 45% 62,40% 120,00
Laporan Kinerja Tahun 2016
Rasio Utilisasi aset terhadap total aset tetap merupakan perbandingan antara nilai
kekayaan negara yang telah diutilisasi dengan nilai asset. IKU ini bertujuan untuk
mengetahui optimalisasi pengelolaan kekayaan negara dalam rangka pengelolaan APBN
yang efisien, efektif, dan optimal melalui: (i) Peningkatan pembiayaan dalam negeri; (ii)
Peningkatan penerimaan melalui hasil pengelolaan aset; dan (iii) Penghematan Belanja
Modal dan Belanja Barang (Pemeliharaan) BMN. Capaian IKU ini menggunakan polarisasi
maximize, dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan.
Nilai kekayaan negara yang diutilisasi diperoleh dari nilai kekayaan negara yang ditetapkan
utilisasinya dengan rincian sebagai berikut:
1. Utilisasi melalui pemanfaatan kekayaan negara diperoleh dari:
a. Nilai BMN yang disewakan
b. Nilai BMN yang di-KSP-kan
c. Nilai BMN yang di-BGS/BSG-kan
d. Nilai BMN yang di-pinjampakai-kan
2. Utilisasi melalui penetapan status penggunaan diperoleh dari:
a. Nilai BMN yang ditetapkan status penggunaannya
b. Nilai BMN yang ditetapkan statusnya karena
hibah masuk
c. Nilai aset yang ditetapkan statusnya yang berasal dari
aset KKKS, aset eks. Kelolaan PT. PPA,
dan aset eks. BPPN
132
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
3. Utilisasi melalui tukar menukar diperoleh dari nilai aset baru hasil tukar menukar
4. Utilisasi melalui penyertaan modal pemerintah dari nilai aset yang dikonversi sebagai
penyertaan modal pemerintah
5. Utilisasi melalui underlying asset dalam rangka penerbitan Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN)
Realisasi Rasio Utilisasi aset terhadap total aset tetap tahun 2016 adalah sebesar 62,40%
yang diperoleh dari total utilisasi di tahun 2010 s.d 2016 yaitu sebesar Rp1.158,71 T
dibandingkan dengan nilai aset tetap per-30 Juni 2016 sesuai dengan Laporan BMN
unaudited Semester I Tahun 2016 sebesar Rp1.857,03 T.
Realisasi
Akumulasi Nilai aset Rasio
Tahun utilisasi
utilisasi aset tetap utilisasi aset
aset per tahun
Berdasarkan data tersebut di atas, kinerja penetapan utilisasi aset dari tahun 2010 sampai
dengan tahun 2016 selalu mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan nilai aset
yang diutilisasi sebesar 51,16%.
Pencapaian kinerja rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap sebesar 62,40% juga
untuk mendukung pencapaian indikator pada dokumen Rencana Strategis (Renstra) 2015-
2019 dan Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan (KSKK) tahun 2013-2024 sesuai
KMK Nomor 183/KMK.01/2013 dengan target sebesar 40% pada tahun 2016.
Pencapaian target pada tahun 2016 didukung karena terdapat utilisasi aset dengan nilai
yang signifikan antara lain:
1. Penetapan BMN sebagai underlying asset SBSN melalui surat nomor S-748/KN/2016
tanggal 30 Mei 2016, S-889/KN/2016 tanggal 01 Juli 2016, S-1034/KN/2016 tanggal
26 Agustus 2016 dengan nilai total
sebesar Rp208.610.770.197.859,00
2. Utilisasi pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui S-27/MK.6/2016
sebesar Rp93.137.456.470.390,00
133
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
443.74
500
400
163.20
177.62
126.69
122.2
122.2
115.72
200
Realisasi
103.31
102.39
102.56
102.56
105
Target
52.68
100
3.34
Laporan Kinerja Tahun 2016
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Grafik 3.8 Perkembangan target dan realisasi IKU Rasio utilisasi aset terhadap total
aset tetap tahun 2010-2016 (triliun rupiah)
1. Penetapan PMK 71/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara
Yang Tidak Digunakan Untuk Menyelenggarakan Tugas Dan Fungsi Kementerian
Negara/ Lembaga serta menyurati K/L untuk menyerahkan BMN Idle melalui S-138/
MK.06/2016 tanggal 3 Maret 2016,
2. Melakukan sosialisasi dan koordinasi intensif dengan K/L,
3. Operasionalisasi Lembaga Manajemen Aset Negara.
Rp. 698.32
37.60%
Rp. 1,158.71
62.40%
134
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Action plan berikutnya adalah melakukan penyusunan mekanisme portofolio dan strategi aset BUN
serta melaksanakan revaluasi aset sekaligus pengawasan dan pengendalian pengelolaan BMN pada K/L.
Pada periode tertentu, nilai aset yang tersaji pada LKPP perlu dimutakhirkan. Selain untuk memberikan
informasi yang akurat dan aktual, pemutakhiran tersebut juga bertujuan untuk memberikan gambaran
yang utuh atas proses dan hasil kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai contoh,
kebijakan pembiayaan selama ini selalu dilihat sebelah mata, terutama hanya dilihat dari sisi peningkatan
jumlahnya. Penafsiran ini muncul karena metode pengukuran dan penyajian nilai liabilitas pada LKPP
tidak sama dengan pengukuran dan penyajian nilai aset. Peningkatan sisi liabilitas tidak diiringi dengan
peningkatan nilai wajar atas aset, sehingga seolah-olah kondisi keuangan negara menjadi tidak
berimbang. Nilai yang tersaji pada LKPP, saat ini masih menggunakan nilai aset hasil inventarisasi dan
penilaian tahun 2007 s.d. 2012.Hal ini tentu berpotensi menimbulkan kesalahan penafsiran terhadap
informasi keuangan negara, yang pada akhirnya berdampak pada adanya mismatch antar kebijakan.
Berdasarkan hal tersebut, pada tahun 2017 dan 2018, pemerintah akan melakukan penilaian kembali
(revaluasi) atas aset tetap, untuk meningkatkan kevalidan dan keakuratan nilai aset yang disajikan
dalam laporan keuangan. Selain itu, revaluasi juga dimaksudkan untuk meningkatkan leverage aset
tetap sebagai underlying asset untuk pembiayaan, seperti penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN). Simultan dengan pelaksanaan revaluasi, Kementerian Keuangan (dhi. DJKN) juga akan secara
aktif mengidentifikasi barang milik negara (BMN) berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan
untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga (idle). Basis data yang
akurat dan aktual tersebut nantinya juga dapat digunakan dalam penyusunan portofolio serta strategi
Regulasi yang ada, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah, telah mengatur bahwa pemerintah dapat melakukan revaluasi atas nilai BMN yang telah
ditetapkan dalam neraca Pemerintah Pusat. Revaluasi tersebut dapat dilakukan berdasarkan ketentuan
pemerintah yang berlaku secara nasional. Tahapan pelaksanaan revaluasi aset tahun 2017/2018 adalah
sebagai berikut.
1. Menyusun/menyempurnakan regulasi yang diperlukan, yaitu Keputusan Presiden
terkait dengan revaluasi, revisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.06/2015
tentang Penilaian BMN, dan regulasi lainnya.
2. Menyusun perangkat proses bisnis dan standar pendokumentasian, seperti SOP,
format laporan penilaian, dan format berita acara.
3. Melakukan pengembangan sistem aplikasi dan infrastruktur IT.
4. Melaksanakan sosialisasi kepada Kementerian/Lembaga serta bimbingan teknis
kepada instansi vertikal di lingkungan DJKN.
5. Melakukan proses inventarisasi dan penilaian dengan melibatkan satuan kerja
Kementerian/Lembaga.
6. Melakukan koreksi nilai aset pada Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP), Laporan
Barang Pengguna (LBP), Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL), dan
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKKP).
7. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan revaluasi.
Objek revaluasi yang akan dilakukan pada tahun 2017/2018 berbeda dengan objek
inventarisasi dan penilaian yang dilakukan pada tahun 2007. Objek revaluasi pada tahun
2017/2018 hanya terbatas pada 1) tanah, 2) gedung dan bangunan, serta 3) jalan,
jembatan, dan bangunan air. Ketiga kategori aset tersebut dipilih karena memiliki potensi
kenaikan (perubahan nilai wajar) yang tinggi. Selain itu, nilai aset tetap yang dijadikan objek
revaluasi tersebut memiliki porsi nilai/persentase yang signifikan dari keseluruhan nilai
total aset tetap.
135
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Revaluasi aset tetap tidak hanya sekedar kebijakan yang bertujuan untuk memenuhi asas
akuntabilitas dan transparansi dalam pertanggungjawaban pelaporan keuangan negara,
tetapi juga diharapkan mampu menghasilkan multiplier effect bagi peningkatan manfaat
ekonomi atas pengelolaan aset.
Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, yang menjadi
IKU unit pengelola utang, dihitung dari realisasi penerbitan SBN bruto dan pengadaan
pinjaman program. Pemenuhan pembiayaan dari pinjaman yang digunakan sebagai
komponen IKU hanya yang berasal dari pinjaman program, tidak termasuk pinjaman
proyek karena sifat pinjaman program yang relatif sama dengan SBN dalam hal pola
penarikannya. Pinjaman proyek tidak dimasukkan ke dalam komponen IKU karena
penyerapan pinjaman proyek sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan kegiatan/proyek pada
Kementerian/ Lembaga sebagai Executing Agency.
IKU ini menggunakan polarisasi stabilize, dimana capaian yang diharapkan adalah capaian
yang sesuai atau mendekati target yang ditetapkan.
Pada tahun 2016, target IKU Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan
direncanakan sebesar 100%, Target tersebut setiap tahunnya sama dengan target yang
sampai dengan Triwulan IV 2016, realisasi utang (gross) sebesar Rp687,19 triliun, atau
setara 99,99%, dari target sebesar Rp687,29 triliun yang ditentukan melalui mekanisme
persetujuan Komite ALM. Realisasi dimaksud terdiri dari:
136
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Posisi utang pemerintah pusat dari tahun 2011 sampai dengan bulan Desember 2016 adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.45 Posisi Utang Pemerintah Tahun 2011 -2016
catatan :
* Termasuk semi commercial
** Beberapa termasuk semi concessional
*** Seluruhnya termasuk commercial
#
) Revisi Angka LKPP/Audited
##) Termasuk SUN Valas Domestik
###) Tidak Termasuk Accrued Interest
sebesar Rp. 52.1 Triliun dan
tidak termasuk Pre-Funding
137
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Untuk rincian data pagu anggaran, realisasi belanja, dan realisasi pembiayaan utang
sebagai bagian dari pelaksanaan APBN tahun 2016 dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.46 Pagu dan Realisasi Belanja dan Pembiayan Utang Tahun 2016
138
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Realisasi pembiayaan utang tahun 2016 di atas, dipengaruhi beberapa faktor baik di pasar
domestik maupun global sebagai berikut:
1. Penerbitan SBN domestik dan SBN valas berdenominasi USD, EUR dan JPY sepanjang
tahun 2016 menghasilkan permintaan penawaran yang oversubscribed dimana hal ini
menunjukan tingkat kepercayaan investor domestik dan global terhadap kredibilitas
pengelolaan pembiayaan pemerintah;
Target penerbitan SBSN pada tahun 2016 adalah sebesar Rp180 triliun. Realisasi
penerbitan s.d. Desember 2016 sebesar Rp179,898 triliun atau 99,94% dari target
penerbitan tahun 2016. Realisasi penerbitan s.d. Desember 2016 dirinci sebagai berikut:
139
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
SPNS-NT(Surat Perbendaharaan
Private Placement 2.535.030 1,41%
Negara Syariah Non-Tradable)
Laporan Kinerja Tahun 2016
Total penerbitan SBSN pada tahun 2016 tersebut mengalami peningkatan dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, dimana perkembangan penerbitan SBSN per jenis instrumen
SBSN sejak 2013 s.d. 2016 dapat digambarkan sebagai berikut:
140
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Tahun
Instrumen
2013 2014 2015 2016
ST 2.585.122
Dari tahun 2013 sebesar Rp.800 Miliar, naik menjadi Rp1,57 Triliun tahun
2014, Rp7,13 Triliun tahun 2015, dan Rp.13,7 Triliun di Tahun 2016. Pada tahun
2016, Pemerintah menerbitkan Project Financing Sukuk sebesar Rp13,7 triliun
untuk membiayai proyek-proyek di 3 (tiga) Kementerian, yakni Kementerian
Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta
Kementerian Agama.
141
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
a. Penerbitan SUN melalui lelang mata uang rupiah dan valas serta transaksi private
placement.
Pada tahun 2016 Pemerintah menerbitkan SUN melalui transaksi private placement
sebanyak 8 kali (termasuk penerbitan SUN berdenominasi USD). Transaksi tersebut
bertujuan dalam rangka menutup kekurangan kas jangka pendek, khususnya terkait
dengan kebutuhan kas di awal tahun. Pelaksanaan penjualan SUN dengan metode private
placement diatur dalam PMK Nomor 118/PMK.08/2015 tentang Penjualan SUN dalam
Mata Uang Rupiah dan Valas di Pasar Perdana Domestik dengan cara private placement.
Hasil Penerbitan SUN melalui Lelang dan Private Placement Tahun 2016
Tabel 3.50 Hasil penerbitan SUN melalui lelang dan private placement tahun 2016
Nominal
Jenis Instrumen Frekuensi Lelang
(triliun rupiah)
Surat Perbendaharaan
26 57.666
Negara (SPN)
142
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Penerbitan SUN dalam valuta asing berdenominasi USD di pasar perdana internasional
(pre funding) dilakukan sebanyak satu kali dengan total penerbitan sebesar USD3,5 miliar
(ekuivalen Rp48,6 triliun) dengan tanggal setelmen pada 8 Desember 2015. Ringkasan
hasil penerbitan SUN berdenominasi USD di pasar perdana internasional adalah
sebagai berikut :
Seri SUN
Keterangan
RI0126 (New
RI0146 New Issuance)
Issuance)
Trustee, Registrar, Transfer Agent, Paying Agent Bank of New York Mellon
143
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Penerbitan SUN dalam valuta asing denominasi Euro menggunakan format 144A/RegS
dalam program Global Medium Term Notes (GMTN) dengan jumlah nominal penerbitan
sebesar EUR3 miliar (ekuivalen Rp44,9 triliun dengan kurs Rp14.991,87/EUR). Ringkasan
hasil penerbitan SUN berdenominasi Euro di pasar perdana internasional adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.52 Penerbitan Surat Utang Negara berdenominasi Euro
Seri SUN
Keterangan
RIEUR0623 RIEUR0628
(New Issuance) (New Issuance)
Penerbitan SUN dalam valuta asing denominasi Yen (Samurai Bond) dengan total
penerbitan sebesar JPY100 miliar (ekuivalen Rp12,8 triliun). Terdapat 2 (dua) seri Samurai
Bonds yang diterbitkan, di mana merupakan Unguaranteed Samurai Bond. Ringkasan hasil
penerbitan Samurai Bonds tahun 2016 adalah sebagai berikut:
144
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Seri SUN
Keterangan
RIJPY0619 RIJPY0621
(Un-Guaranteed) (Un-Guaranteed)
Pada tahun 2016, Pemerintah menerbitkan SBR seri SBR002 dengan nominal penerbitan
sebesar Rp3,9 triliun yang memiliki tenor 2 tahun. Pada SBR002 terdapat fasilitas
pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) kepada Pemilik SBR pada tanggal 20
Juni 2017 dengan nilai maksimum early redemption sebesar 50% dari total kepemilikan
investor di masing-masing Agen Penjual dengan kelipatan Rp5 juta.
Dalam tahun yang sama, pemerintah kembali menerbitkan ORI dengan seri baru ORI013
dengan fitur Minimum Holding Period (MHP). Berdasarkan ketentuan ini, pemilik ORI tidak
dapat memindahbukukan kepemilikan ORI-nya selama 2 (dua) periode kupon pertama.
Untuk ORI013, MHP berlaku hingga tanggal 15 Desember 2016. ORI013 diterbitkan
dengan tenor 3 tahun dan tingkat kupon tetap sebesar 6,60% per tahun yang dibayarkan
secara bulanan. Berdasarkan hasil penjatahan ORI013 ditetapkan nominal penerbitan
ORI013 sebesar Rp19,7 triliun.
Pada tahun 2016 penerbitan melalui metode private placement dilakukan sebanyak 8 kali
transaksi yaitu dengan LPS, OJK, LPDP, BCA, Danareksa Sekuritas, BNI, BRI, dan Pemda
(konversi DAU) dengan jumlah sebesar Rp20,555 triliun, yang terdiri dari:
145
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
146
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Rincian kinerja pengelolaan SUN 2012 s.d. 2016, dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.55 Kinerja pengelolaan SUN tahun 2012 2016
300
200
150
100
50
Realisasi pengadaan pinjaman program hingga akhir tahun 2016 mencapai USD 2.656,39 juta atau
setara dengan Rp 35,86 triliun (asumsi kurs Rp 13.500/USD), melampaui target semula dalam APBN-P
sebesar USD 2.650 juta, sehingga nilai realisasinya adalah sebesar 100% dengan rincian
sebagai berikut:
147
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
2016
No Lenders Indikasi Akumulasi s.d.
Realisasi
Komitmen Des 16
1. World Bank 1.106,39 1.106,39 14.731,36
1.Local Government and Decentralization Project 206,39 206,39 2.732,96
(LGDP) II
2.Sustainable and Inclusive Energy Program (SIEP) 500,00 500,00 6.738
(Carry over dari 2015)
3.First Indonesia Fiscal Reform-DPL 400,00 400,00 5.260,4
2. ADB 1.000,00 1.000,00 13.280,50
1.Stepping Up Investment for Growth Acceleration 500,00 500,00 6.626,00
Program (SIGAP)
2. Fiscal and Public Expenditure Management 500,00 500,00 6.654,50
Program
3. AFD 110,00 110,00 1.399,93
1.Fiscal Reform - Development Policy Loan 110,00 110,00 1.399,93
4. KFW 440,00 440,00 5.913,16
1. Stepping Up Investment for Growth Acceleration 220,00 220,00 2.949,76
Laporan Kinerja Tahun 2016
Sub-Program 2
Realisasi yang melampaui target semula tersebut dapat dicapai dengan membangun
mekanisme hubungan kerja yang baik khususnya dengan Kementerian Bidang
Perekonomian. Kementerian Bidang Perekonomian berperan untuk mengkoordinasikan
Bappenas dan Kementerian/lembaga yang menjadi Implementing Agencies untuk
menyiapkan policy matrix, yang menjadi persyaratan pinjaman program.
Kementerian Keuangan telah melakukan pembicaraan awal tripartit bersama calon lender
dan calon Implementing Agency. Selain itu, juga aktif berkoordinasi dengan calon lender
sehingga pada akhir tahun 2016 dapat menghasilkan kesepakatan nilai pinjaman program
sebesar USD 2.650 juta sesuai dengan target pinjaman program dalam APBN 2016
Upaya pemenuhan target pembiayaan APBN melalui tiga macam insrumen di atas
ditunjang pula dengan upaya menekan biaya utang dan risiko portofolio utang seminimal
mungkin melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pemilihan instrumen dan waktu yang tepat untuk pengadaan/penerbitan utang baru.
2. Pelaksanaan strategi front loading untuk mengantisipasi peningkatan biaya utang.
148
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
3. Optimalisasi pinjaman program dan pinjaman siaga yang memiliki biaya yang lebih
rendah.
4. Melakukan koordinasi dengan BLU dan BUMN dibawah koordinasi Kementerian
keuangan untuk membantu pemenuhan defisit APBN melalui penanaman dananya
pada instrumen SBN domestik.
5. Penambahan utang valas tetap dilakukan secara selektif terutama dengan
mengutamakan mata uang kuat yang memiliki fluktuasi rendah dan memiliki biaya
utang yang relatif murah.
6. Penetapan komposisi pengadaan/penerbitan utang yang tepat, sehingga memberikan
bauran portofolio yang memiliki biaya dan risiko yang sesuai dengan target yang
ditetapkan
7. Penerbitan SBN mengutamakan sumber pembiayaan dari domestik untuk memitigasi
risiko nilai tukar rupiah
8. Penerbitan SBN lebih mengutamakan SBN dengan tingkat bunga tetap untuk
memitigasi risiko tingkat bunga
9. Upaya peningkatan penerbitan SPN 3 bulan dan 6 bulan sebagai penyeimbang
portofolio, meningkatkan likuiditas pasar domestik dan menekan biaya utang
Upaya menekan biaya dan risiko portofolio utang tersebut memiliki keterkaitan erat
dengan sasaran strategis dalam Renstra DJPPR, yaitu dengan pengelolaan utang yang
semakin efisien, maka hal ini dapat mendukung pencapaian target pengelolaan utang
jangka panjang, yaitu memenuhi pembiayaan APBN dengan biaya yang optimum dan risiko
Adapun perbandingan capaian IKU selama tiga tahun berturut-turut seperti tertera pada
tabel berikut:
a. Melakukan negosiasi pinjaman program dengan lenders, antara lain untuk pinjaman:
i. Local Sustainable and Inclusive Energy Program (SIEP) dari World Bank;
ii. Local Government and Decentralization Project (LGDP) I-II dari World Bank.
i. Penerbitan SBN di pasar domestik (denominasi IDR dan USD) dan pasar global
(denominasi USD, EUR, JPY);
ii. Penerbitan SBN melalui mekanisme private placement;
iii. Penerbitan seri SBN ritel non-tradable;
149
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
iv. Penerbitan Sukuk (Project Based Sukuk) yang di-earmarked untuk membiayai
proyek proyek Infrastruktur K/L tahun 2016 sebesar IDR 13,67 T yang terdiri dari
285 Proyek pada 3 Kementerian yang tersebar di 32 provinsi.
c. Bersama eselon I dan unit lain yang terkait, menyusun peraturan dan produk hukum
lain yang mendukung program tax amnesty, misalnya:
i. PMK nomor 119, 123, 150/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta
Wajib Pajak Ke Dalam Wilayah NKRI Dan Penempatan Pada Instrumen Investasi Di
Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak;
ii. PMK nomor 122, 151/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib
Pajak Ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Penempatan Pada
Instrumen Investasi Di Luar Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak; dan
iii. MOU kerahasiaan data antara Pemerintah, BI, dan OJK.
d. Revisi strategi pembiayaan tahunan melalui utang tahun 2016 untuk mengakomodasi
potensi pelebaran rasio defisit terhadap PDB sebesar 2,7%
Tabel 3.58 Capaian IKU pada SS Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif
Persentase keberhasilan
8c 88,20% 104,78% 118,80
pelaksanaan Joint Audit
150
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
8a. Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21)
Indikator penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh kejaksaan ini membandingkan antara
jumlah berkas perkara yang berstatus lengkap dengan jumlah penyidikan. Status P21
adalah status dinyatakan lengkapnya berkas perkara pidana (dinyatakan memenuhi
syarat untuk proses selanjutnya) oleh Kejaksaan. Termasuk dalam status P21 apabila WP
menggunakan pasal 44B UU KUP.
Jumlah penyidikan adalah jumlah akumulasi tunggakan penyidikan (Sprindik) dan SPDP
yang outstanding sampai dengan awal tahun ditambah dengan jumlah penyidikan
(Sprindik) dan SPDP yang diterbitkan pada periode berjalan.
IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21) pada
level Kementerian Keuangan-Wide ini di-cascade kepada 2 unit Eselon I (DJP dan DJBC)
yang memiliki target dan capaian sebagaimana uraian di bawah ini.
1. Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21)
(DJP)
Salah satu kegiatan penegakan hukum yang dilakukan DJP adalah kegiatan penyidikan,
yang diukur melalui IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh
Kejaksaan (P-21). IKU ini bertujuan untuk meningkatkan upaya penegakan hukum melalui
penyidikan yang efektif terhadap kasus tindak pidana perpajakan untuk memberi efek
jera (deterrent effect) bagi wajib pajak sehingga peraturan perpajakan dapat ditaati secara
voluntary compliance. Adapun formula penghitungan IKU ini adalah sebagai berikut:
46
= x 100% = 50%
114-22
151
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Tabel 3.59 Realisasi Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) DJP tahun 2016
Realisasi
No URAIAN/TAHUN 2016
2016
Lengkap (1+2+3)
152
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
153
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
IKU ini bertujuan untuk mendorong kinerja penyidikan kasus tindak pidana
kepabeanan dan cukai sampai dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan yang
berasal dari Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Pada tahun 2016 realisasi IKU ini adalah 96,45% dari target yang
ditetapkan sebesar 60%. Realisasi tahun 2016 mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan tahun 2015 sebesar 90,27%.
Tabel 3.60 Perkembangan capaian IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh
Kejaksaan (P21) - DJBC
Sumber : LAKIN DJBC Tahun 2015 dan Realisasi IKU Kemenkeu-one 2016
154
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Realisasi IKU ini secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.61 Hasil penyidikan yang berstatus P-21 tahun 2016
5 NAD 12 12 100,00%
6 Sumut 25 23 92,00%
9 Sumbagsel 5 5 100,00%
11 Jakarta 7 7 100,00%
12 Jabar 11 11 100,00%
14 Jatim I 10 9 90,00%
15 Jatim II 4 4 100,00%
17 Kalbagbar 11 11 100,00%
18 Kalbagtim 6 6 100,00%
19 Sulawesi 3 2 67,00%
JUMLAH
(SP3 dikeluarkan dari perhitungan) 197 190 96,45%
Sumber: Hasil Rekonsiliasi Data Direktorat P2 dengan Data Kanwil dan KPU
155
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Tercapainya target tahun 2016 tidak lepas dari upaya DJBC untuk meningkatkan
profesionalisme para penyidik DJBC di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini bisa terjadi
berkat asistensi dan workshop yang diadakan terkait dengan kegiatan penyidikan. Selain
itu, tingkat kecepatan penyelesaian penyidikan yang masih bervariasi antar wilayah
juga berdampak pada capaian IKU yang terlihat kurang cepat. Hal ini disebabkan kurang
lengkapnya data/berkas serta syarat formal dan materiil dari unit yang melakukan
penindakan, masih minimnya pemahaman sebagian jaksa terhadap tindak pidana
kepabeanan dan cukai di beberapa daerah, belum optimalnya koordinasi antara DJBC
dengan Kejaksaan, dan belum adanya kurikulum tindak pidana kepabeanan dan cukai di
Universitas serta lembaga pendidikan di Indonesia sehingga berakibat pada minimnya
pemahaman masyarakat terhadap hal tersebut.
8b. Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang telah ditindaklanjuti
IKU Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang telah ditindaklanjuti
bertujuan untuk memonitor penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi BPK serta
Laporan Kinerja Tahun 2016
Pada tahun 2016, terdapat perubahan kriteria dalam penghitungan capaian IKU. Pada
tahun 2015 dan tahun-tahun sebelumnya, penghitungan capaian hanya didasarkan
pada adanya tindak lanjut atas rekomendasi BPK pada tahun berkenaan tanpa melihat
tuntasnya tindak lanjut tersebut dalam memenuhi rekomendasi BPK. Mulai tahun 2016,
penghitungan capaian didasarkan pada tuntasnya tindak lanjut yang direkomendasikan
BPK. Outstanding rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang diperhitungkan adalah
rekoemndasi rekomendasi dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2015 yang menjadi
tanggung jawab Kementerian Keuangan dan juga K/L lainnya.
Tindak lanjut Pemerintah terhadap TP BPK atas LKPP dan LK BUN perlu diselesaikan
sebagaimana yang direkomendasikan oleh BPK. Setiap K/L dan Pengguna Anggaran BUN
diwajibkan menyampaikan tindak lanjut atas rekomendasi terkait. Penyampaian TP BPK
tersebut direncanakan setiap akhir bulan Maret, Juli, dan November 2016.
Pengukuran dihitung dari penyelesaian rekomendasi yang ditindaklanjuti sebagaimana
action plan dan timeframe yang ditetapkan pemerintah dengan menggunakan dua
kriteria, yaitu:
156
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Penghitungan realisasi adalah dengan kombinasi 2 (dua) kriteria tersebut di atas dengan
bobot yang telah ditentukan. Adapun formula untuk tiap semester adalah sebagai berikut:
Capaian Semester I =
Capaian Semester II =
Keterangan:
Rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang telah ditindaklanjuti tahun
2016 telah mencapai target 45%, yaitu sebesar 51,29%. Rekapitulasi
penyelesaian rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN tahun 2016 di
Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut:
157
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Semester I Semester II
Jumlah Selesai %
Selesai Jumlah
Rekomen % (LHP LKPP 2015) % Rata-rata
(LHP LKPP 2015) Rekomendasi
dasi Tahunan
Semester I Semester II
dasi Tahunan
1. Tindak lanjut rekomendasi BPK atas temuan LKPP dan LKBUN tersebar pada
beberapa unit Eselon I Kemenkeu dan K/L terkait lainnya, seperti Kementerian ESDM
(SKK migas dan Pertamina). Namun demikian, beberapa penyelesaian teknis atas
rekomendasi BPK tersebut merupakan kewenangan K/L terkait, sehinga penyelesaian
sebagian rekomendasi BPK tidak/belum bisa diselesaikan sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan.
2. Tindak lanjut atas rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN sebagian penyelesaiannya
membutuhkan jangka waktu lebih dari satu tahun.
Dalam rangka menyelesaikan tindak lanjut atas rekomendasi atas temuan pemeriksaan,
Kementerian Keuangan telah melaksanakan berbagai upaya antara lain:
158
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
159
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Joint Audit adalah sebagai berikut:
1. Penetapan obyek audit/pemeriksaan seringkali membutuhkan waktu
yang lama sehingga audit tidak dapat diselesaikan dalam tahun berjalan.
Hal ini berdampak pada pergeseran waktu perolehan penerimaan negara
dari hasil Joint Audit.
2. Pelaksanaan pertukaran data dan pelaksanaan Joint Completion masih
belum optimal.
3. Pelaksanaan Joint Audit harus dihentikan apabila Wajib Pajak
memanfaatkan program Tax Amnesty, sehingga hasil Joint Audit tidak
dapat secara optimal berkontribusi terhadap penerimaan.
Pembentukan SDM adalah upaya untuk menyiapkan SDM yang berkompetensi tinggi
untuk kepentingan jangka panjang. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian
Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagaimana dalam
tabel 3.63 berikut:
Tabel 3.65 Capaian IKU pada SS SDM yang kompetitif
160
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
9a. Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan IKU
JPM =
Tabel 3.66 Jumlah pegawai yang telah mengikuti Assessment Centre tahun 2016
Jabatan Jumlah
Eselon II 28
Eselon IV 1.372
Eselon IV 116
Fungsional 379
Pelaksana 498
161
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Pada akhir tahun 2016, dari total 10.218 pejabat Eselon II,III, dan IV Kementerian Keuangan
yang telah mengikuti Assessment Center terdapat 9.481 pejabat yang memenuhi standar
JPM dan masih terdapat 737 pejabat yang belum memenuhi standar JPM.
Sehingga capaian IKU Persentase pejabat Kementerian Keuangan yang telah memenuhi
SKJ adalah 9.481/10.218= 92,79%, melampaui target tahun 2016, yaitu 89%
sehingga diperoleh Indeks Capaian 104,26%.
Tabel 3.67 Capaian IKU Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan periode Q4 tahun 2015-2016
Perolehan capaian yang melebihi target ini dan kenaikan 1,92% dari tahun sebelumnya
didukung oleh prioritas AC dan pengembangan pegawai sebagai berikut.
Dalam rangka transparansi hasil Assessment Center, telah disampaikan Hak Akses
Modul Assessment Center pada web Biro Sumber Daya Manusia kepada Pejabat Eselon
III pengelola kepegawaian masing-masing unit eselon I. Saat ini Pejabat Eselon III
pengelola kepegawaian dapat melihat Laporan Individual Assessment Center (LIAC),
GAP Kompetensi, dan melakukan simulasi JPM terhadap pejabat eselon II, III di lingkungan
unitnya masing-masing. Selain itu, pejabat eselon II dan III Kementerian Keuangan dan
Eselon IV, pelaksana Sekretariat Jenderal dapat melihat LIAC mereka masing-masing
dengan mengakses menu Assessment Center.
Kendala yang dihadapi terkait pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai target
pejabat yang memenuhi SKJ-nya di lingkungan Kementerian Keuangan adalah
penjadwalan pelaksanaan AC terhadap pejabat yang seringkali berubah terkait adanya
penugasan lain terhadap pejabat dimaksud. Untuk itu diperlukan koordinasi lebih intensif
dengan unit eselon I terkait penjadwalan AC pejabat.
162
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Tren perbandingan antara target IKU Persentase pejabat Kementerian Keuangan yang
telah memenuhi standar kompetensi jabatan (SKJ) dengan realisasinya selama 5 (lima)
tahun terakhir adalah sebagai berikut.
94.00%
92.79%
92.00%
90% 90.88%
90.00% 88.52%
88.00% 89%
88%8 8%
86.00%
87%
85.00%
84.00%
82.00%
82.50%
80.00%
78.00%
76.00%
Realisasi Target
Grafik 3.11 Tren target dan realisasi IKU Persentase Pejabat Kementerian Keuangan yang telah memenuhi SKJ Tahun 2012-2016
Dengan pertimbangan tren realisasi capaian yang selalu melebihi target dari tahun ke
tahun, tahun 2017 target IKU ini ditingkatkan menjadi 90%.
163
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Pada tahun 2016, evaluasi dilakukan terhadap alumni dari 23 program diklat yang obyek
survei. Realisasi IKU tahun 2016 adalah sebesar 34,16 dari target sebesar 23.
Tabel 3.68 Capaian IKU Nilai peningkatan kompetensi SDM
Realisasi IKU sudah melampaui target IKU dan target Renstra selama tahun 2015
dan 2016.
40
30
Realisasi IKU
20
Target Renstra
10
Target IKU
0
2015 2016
Grafik 3.12 Perkembangan target dan realisasi IKU Nilai Peningkatan Kompetensi SDM tahun 2015-2016
164
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
165
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Tantangan dalam pelaksanaan diklat ini adalah latar belakang dan tingkat kompetensi
calon peserta diklat dalam suatu kelas yang cukup beragam. Sebagai akibatnya, kegiatan
belajar terpaksa fokus pada peningkatan kompetensi salah satu kelompok peserta dengan
tingkat kompetensi tertentu. Untuk mengatasi hal tersebut, telah disusun konsep blended
learning yang mewajibkan peserta membekali diri terlebih dahulu sebelum mengikuti diklat
sehingga level kompetensi antar peserta yang tidak terpaut jauh. Di samping itu dilakukan
pula placement test
untuk beberapa diklat tertentu.
Tantangan bagi program pengembangan SDM BPPK ke depan adalah bukan hanya
meningkatkan kompetensi SDM saja, namun juga turut berkontribusi secara riil
terhadap peningkatan kinerja Kementerian Keuangan. Oleh karena itu, BPPK Kemenkeu
mengimplementasikan konsep Corporate University yang berarti bahwa terdapat
pengintegrasian pengembangan SDM dalam rangka mencapai
target-target kinerja Kementerian Keuangan.
Organisasi yang kondusif tercermin dengan adanya perilaku anggota organisasi yang
memiliki komitmen kuat terhadap organisasi, hubungan yang harmonis di antara setiap
anggota organisasi, serta motivasi dan etos kerja yang tinggi. Organisasi kondusif dapat
tercipta jika beberapa faktor berikut dapat berjalan dengan baik antara lain pola komunikasi
Laporan Kinerja Tahun 2016
166
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Tantangan dalam pelaksanaan diklat ini adalah latar belakang dan tingkat kompetensi
calon peserta diklat dalam suatu kelas yang cukup beragam.
25% 40 60 40 60 40 60
20 80 20 80 20 80
75%
0 100 0 100 0 100
Progres tahun ini : 100% Progres tahun ini : 96% Progres tahun ini : 94%
Dar target s.d tahun ini : 100% Dar target s.d tahun ini : 100% Dar target s.d tahun ini : 100%
progres progres hingga progres hingga progres hingga
berahirnya inisiatif : 82% berahirnya inisiatif : 82% berahirnya inisiatif : 83%
IKU ini memiliki polarisasi maximize dimana rata-rata persentase capaian inisiatif
diharapkan melebihi target yang ditetapkan.
Hingga akhir tahun 2016, implementasi ke-87 inisiatif sebagaimana tertuang dalam KMK-
36/KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian
Keuangan tahun 2014-2025 (KMK-36) berjalan dengan baik dan melampaui target 2016,
yaitu 87% dengan capaian implementasi inisiatif sebesar 98%.
167
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Adapun tren realisasi capaian implementasi inisiatif selama 5 (lima) tahun terakhir adalah
sebagai berikut:
105%
100%
100% 98%
Laporan Kinerja Tahun 2016
95% 92%
90%
Realisasi
75%
Grafik 3.13 Tren target dan realisasi capaian IKU implementasi inisiatif TRBTK tahun 2014-2016
Selain 87 inisiatif sebagaimana diamanatkan pada KMK-36, CTO beserta PMO juga
mengelola tambahan 7 inisiatif tambahan yang diajukan oleh DJBC serta DJPK. Hal ini
menandai masuknya inisiatif-inisiatif terkait hubungan pusat dan daerah dalam program
RBTK yang pada KMK-36 belum terakomodasi. Hal ini sejalan dengan penambahan
tantangan dan penambahan porsi dana transfer ke daerah dan dana desa di tahun-tahun
yang akan datang.
168
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Formula:
Rata-rata
penyelesaian
pengembangan
jabatan fungsional =
Tahapan Persentase
Total 100%
Pada Tahun 2016, jabatan fungsional yang telah dibentuk sebanyak 1 (satu) jabatan
fungsional, yaitu jabatan fungsional Penata Laksana Barang yang diusulkan oleh
DJKN dan jabatan fungsional yang telah dilaksanakan peryempurnaan adalah jabatan
Fungsional Pemeriksa Bea dan Cukai (adanya penambahan tusi dan jenjang pemula dan
utama) serta Penilai PBB (ada pelimpahan wewenang Pajak Bumi dan Bangunan kepada
Pemda sehingga nomenklaturnya berubah menjadi jabatan fungsional Penilai Pajak).
Detai capaian IKU ini tahun 2016 adalah sebagai berikut:
169
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Adapun dalam pencapaian target tersebut terdapat beberapa kendala yang harus
dihadapi diantaranya:
170
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Sistem Manajemen Informasi yang andal akan terwujud dengan adanya pengelolaan layanan TIK yang
andal yaitu dengan penyediaan dan pemenuhan layanan TIK, serta penyelesaian gangguan layanan
TIK kepada pengguna layanan TIK sesuai ketentuan yang disepakati pada Katalog Layanan TIK, SLA,
dan atau Business Impact Analysis (BIA). Salah satu pengukuran pencapaian sasaran strategis diatas
adalah menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) Tingkat Downtime Sistem TIK.
Tabel 3.74 Capaian IKU pada SS Sistem manajemen informasi yang andal
Tingkat downtime sistem TIK adalah terhentinya layanan TIK yang memiliki tingkat kritikalitas sangat
tinggi dari masing-masing Unit Eselon I yang disebabkan oleh gangguan pada infrastruktur TIK
ataupun core system layanan TIK meliputi komponen layanan Internet, Intranet, Server/Operating
System (OS), dan/atau Aplikasi/Database yang menjadi tanggung jawab unit TIK Eselon I.
Layanan TIK dengan tingkat kritikalitas sangat tinggi ditentukan berdasarkan dampak terhadap
kelangsungan operasional organisasi dan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut
IKU ini memiliki polarisasi minimize dimana realisasi tingkat downtime sistem TIK diharapkan berada
dibawah target yang ditetapkan.
Formula :
Jumlah downtime layanan TIK
seluruh unit Eselon I
Downtime
= x 100%
Sistem TIK
Jumlah unit Eselon I
171
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Pembagian ruang lingkup IKU Tingkat Downtime Sistem TIK Kementerian Keuangan
terdiri atas:
1. Unit Eselon I selain Sekretariat Jenderal dan Pajak yang bertanggung jawab atas
Server/OS untuk layanan Co-Location, Aplikasi dan Database;
2. Sekretariat Jenderal, yang diwakili oleh Pusintek sebagai unit TIK Pusat Kementerian
Keuangan yang bertanggung jawab atas Internet, Intranet, dan Server/OS serta
Aplikasi dan Database dari layanan kritikal Sekretariat Jenderal;
3. Direktorat Jenderal Pajak yang bertanggungj jawab atas Server/OS, Aplikasi dan
Database.
Daftar layanan TIK Kementerian Keuangan dengan dengan tingkat kritikalitas sangat
tinggi yang termasuk dalam daftar layanan IKU Tingkat Downtime Sistem TIK
sebagai berikut:
Laporan Kinerja Tahun 2016
Tabel 3.75 Daftar layanan TIK Kementerian Keuangan dengan tingkat kritikalitas sangat tinggi
No Unit Layanan
1 DJA Hyperion, Custom Web DJA, Simponi Web service, SI PNBP Online
Manifest, SAC Online, TPS Online Publik, Dokap, SAC1, BS 2.3, Impor, PAU (loader),
2 DJBC
SSO DJBC, Web Service Pool, Ekspor, Billing Online, SAC 2
4 DJKN e-Auction
172
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Unit
Q1 Q2 Smtr I Q3 s.d Q3 Q4 Y
Eselon I
DJPBN 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
Rata-rata
downtime 0,11% 0,17% 0,14% 0,106% 0,130% 0,139% 0,132%
Kemenkeu
1. Down pada tanggal 15 Desember 2016 untuk custom web dan SIMPONI
2. Down pada tanggal 17 Mei 2016 dan tanggal 14 Juni 2016 untuk aplikasi CEISA
3. Down pada aplikasi FrontEnd Lelang 1 dan Lelang 2
4. Down yang disebabkan proses patching aplikasi
5. Down pada aplikasi DMFAS 1 dan DMFAS 2
6. Down yang disebabkan proses maintenance aplikasidi BKF
7. Down yang disebabkan kesalahan konfigurasi dan infrastruktur pada aplikasi LP2P
8. Down pada portal dan Email Kemenkeu, Komponen OS dan Intranet
9. Down untuk situs Pajak pada tanggal 11 Juli 2016 dan aplikasi e-Filling pada tanggal 30
Desember 2016
173
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Hal-hal yang telah dilakukan untuk menjaga Tingkat Downtime Sistem TIK Kementerian
Keuangan adalah sebagai berikut:
1. Menyusun laporan monitoring bulanan atas komponen layanan TIK yang meliputi
internet, intranet, server/operating system dan aplikasi/database dengan
kritikalitas sangat tinggi;
2. Melaksanakan koordinasi berkala dengan penyedia jasa terkait keberlangsungan
Layanan TIK;
3. Melakukan monitoring ketersediaan dan performance layanan TIK;
4. Mengoptimalkan fungsionalitas DRC dalam peningkatan kelangsungan layanan TIK
kritikal;
5. Melakukan penggantian operator ME;
6. Melakukan perbaikan power house, penggantian baterai dan uji beban secara berkala;
7. Melakukan peningkatan jenis layanan PLN menjadi premium platinum;
8. Melakukan re konfigurasi perangkat jaringan;
9. Menyusun Tim Pengawasan Operasional Layanan TIK yang telah ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan nomor 690/KMK.01/2016 tanggal 9 September 2016;
10. Standarisasi tools monitoring downtime unit Eselon I dengan rencana sosialiasi tools
pemantauan Downtime Layanan TIK kepada seluruh unit Eselon I melalui undangan
nomor UND-245/IT/2016 tanggal 28 September 2016;
11. Penyediaan Konsultan Kehandalan Kelistrikan dan Laik Operasi;
12. Melakukan preventive maintenance secara konsisten;
13. Pembaharuan metode backup yang lebih optimal;
Laporan Kinerja Tahun 2016
14. Menyusun naskah akademis model kerja shift monitoring system secara on site
selama 24 jam pada bulan Desember 2016 dan sudah disampaikan ke Biro Organta,
Sekretariat Jenderal;
15. Melakukan Security Hardening;
16. Mengembangkan model baseline OS Cent, OS 7 dan platform lainnya sebagai Baseline
Konfigurasi Keamanan Informasi
IKU Tingkat Downtime Sistem TIK merupakan IKU baru yang ditetapkan di Kemenkeu-
Wide Tahun 2016, pada tahun 2017 target IKU ini ditetapkan tidak berubah, yaitu sebesar
1% mengingat tahun 2017 baru merupakan tahun kedua penerapan IKU ini
174
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
IKU Indeks Opini BPK RI atas LK BA 15 sebelumnya digabungkan dengan IKU Indeks Opini
BPK RI atas LK BUN. Di tahun 2016, untuk menyesuaikan karakteristik IKU masing-masing
dengan pencapaian Sasaran Strategis yang lebih relevan maka kedua IKU ini ditempatkan
pada perspektif dan SS yang berbeda. IKU Indeks Opini BPK RI atas LK BUN mengukur
kualitas laporan keuangan Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara
yang tercermin dalam SS Pengelolaan Neraca Pemerintah Pusat dan BUN yang optimal,
sementara IKU Indeks Opini BPK RI atas LK BA 15 mengukur kualitas laporan keuangan
Kementerian Keuangan yang digunakan untuk mengukur SS pengelolaan anggaran yang
optimal.
Jumlah Satker lingkup Kementerian Keuangan pada tahun 2015 adalah 1.097 satker
termasuk 4 satker BLU. Dari jumlah tersebut yang menyampaikan laporan keuangan dan
dikonsolidasikan sejumlah 1.097 satker (100%).
175
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Indeks Opini BPK RI merupakan konversi dari nilai capaian atas opini yang diberikan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan RI terhadap Laporan Keuangan Kementerian Keuangan (BA
015) tahun 2015. Indeks tersebut diberikan dalam skala 1 s.d. 4, dimana masing-masing
skala memiliki makna:
Tindakan yang telah dilaksanakan dalam rangka mencapai target IKU Indeks Opini BPK RI
tahun 2016, adalah sebagai berikut:
176
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Perkembangan Opini BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Keuangan (BA15) selama
5 tahun terakhir adalah sebagai berikut:
a. Pergantian operator karena pola mutasi yang cepat tanpa adanya transfer knowledge;
b. Pengetahuan dan pemahaman operator terkait penyusunan LK berbasis akrual masih
kurang memadai;
177
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Di dalam IKU ini, yang dimaksud dengan penyerapan anggaran adalah realisasi anggaran
atas belanja barang dan belanja modal, tidak termasuk belanja pegawai, yang mengacu
pada Sistem Akuntansi Umum. Pencapaian keluaran adalah pencapaian atas barang/
jasa yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian
sasaran serta tujuan program dan kebijakan. Adapun pengertian efisiensi disini adalah
hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau penandatanganan
kontrak dari suatu kegiatan, yang target sasarannya telah dicapai (pencapaian output-nya
lebih besar atau sama dengan 100%).
Sebagai panduan dalam rangka pengukuran indikator kinerja dimaksud, telah dikeluarkan
Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-32/MK.1/2015 pada tanggal 30 Desember
2015 tentang Tata Cara Pengukuran Indikator Kinerja Utama Penyerapan Anggaran dan
Pencapaian Output Belanja di Lingkungan Kementerian Keuangan
Laporan Kinerja Tahun 2016
Formula:
Realisasi IKU = (% penyerapan anggaran x 11,86%) + (% efisiensi x 34,96% )
+ (% pencapaian keluaran x 53,18% )
Dalam hal satuan kerja tidak memiliki pagu kontrak, maka formula penghitungan realisasi
IKU adalah:
178
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Tabel 3.80 Persentase kualitas pelaksanaan anggaran per unit eselon I tahun 2016
Realisasi anggaran non belanja pegawai pada TA 2016 meningkat dibandingkan dengan
realisasi anggaran non belanja pegawai pada tahun 2015, yaitu dari 84,41% pada TA 2015
menjadi 93% pada TA 2016. Sedangkan realisasi capaian output pada TA 2016 mengalami
peningkatan dari TA 2015, yaitu dari 102,43% menjadi 104,59%. Namun nilai efisiensi
pada TA 2016 menurun dibandingkan dengan nilai efisiensi tahun 2015, yaitu dari 98,72%
menjadi 89,62%.
Secara umum, beberapa isu utama yang terkait dalam pelaksanaan anggaran di
lingkungan Kementerian Keuangan adalah masih belum terlaksananya beberapa kegiatan
secara optimal terutama dalam kegiatan belanja modal. Beberapa kegiatan yang telah
dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dalam rangka memitigasi isu terkait penyerapan
anggaran dan pencapaian output diantaranya adalah sebagai berikut:
179
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
B. Realisasi
Agenda
Prioritas
adalah:
180
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Agenda prioritas Nawa Cita Membangun 2. Sub agenda prioritas Pembangunan Desa dan
Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Kawasan Pedesaan dan Penguatan Tata Kelola
Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Pemerintah Daerah dan Peningkatan Kualitas
Negara Kesatuan terdiri atas tiga sub-agenda Pemerintahan Daerah
prioritas. Penjelasan pelaksanaan kegiatan untuk
mencapai sub agenda prioritas tersebut adalah: Anggaran Transfer Ke Daerah dan Dana Desa
(TKDD) pada APBN TA 2016 mencapai Rp770,1
1. Sub agenda prioritas Pengembangan triliun, atau meningkat 10,6% dari APBN-P TA
Kawasan Perbatasan 2015 yang sebesar Rp664,6 triliun. Kenaikan
181
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Agenda prioritas Nawacita Meningkatkan Beberapa regulasi yang disusun untuk mendukung
Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar penerapan skema KPBU adalah:
Internasional terdiri atas tiga sub-agenda
prioritas. Penjelasan pelaksanaan kegiatan untuk a. PMK 265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas
mencapai sub agenda prioritas tersebut adalah: Dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan
Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan
1. Sub agenda prioritas Membangun Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
Perumahan dan Kawasan Permukiman Telah direvisi menjadi PMK 129/PMK.08/2016
Untuk mencapai Nawa Cita ywang tentang Perubahan atas PMK 265/
diwujudkan dalam salah satu target RPJMN PMK.08/2015.
2015-2019 yaitu 100% Akses Aman Air b. PMK 190/PMK.08/2015 tentang Pembayaran
Minum, perlu segera mengupayakan Ketersediaan Layanan Dalam Rangka KPBU
perbaikan kondisi keuangan PDAM yang Dalam Penyediaan Infrastruktur. Telah direvisi
saat ini mengalami utang macet sebesar menjadi PMK 260/PMK.08/2017 tentang
Rp4,3 triliun (tingkat NPL 85%), agar PDAM Tata Cara Pembayaran Ketersediaan Layanan
semakin bankable di tengah terbatasnya pada Proyek KPBU Dalam Rangka Penyediaan
sumber pendanaan yang bersumber dari Infrastruktur
APBN/APBD. Upaya yang dilakukan adalah c. PMK 8/PMK.08/2016 tentang Perubahan
dengan mengeluarkan kebijakan percepatan PMK 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk
penyelesaian piutang negara pada PDAM. Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam
Selama tahun 2016, Pemerintah telah Proyek KPBU
berhasil memproses/menyelesaikan piutang
Laporan Kinerja Tahun 2016
negara pada 126 PDAM senilai Rp4,35 triliun Beberapa kegiatan yang telah dilakukan dalam hal
melalui mekanisme Penghapusan Piutang penyediaan infrastuktur adalah:
Non Pokok dan Hibah-PMD.
a. Kementerian Keuangan menggagas
2. Sub agenda prioritas Peningkatan pembentukan Lembaga Pembiayaan
Efektivitas dan Efisiensi dalam Pembiayaan Pembangunan Indonesia (LPPI) yang dikenal
Infrastruktur dengan istilah Bank Infrastruktur sebagai
fasilitas pembiayaan infrastruktur. Tahun
Kementerian Keuangan telah mengeluarkan 2016, DJKN telah menyelesaikan penyusunan
beberapa regulasi tentang penyediaan naskah akademis pembentukan lembaga
fasilitas dan dukungan Pemerintah serta tersebut dan telah disampaikan kepada DPR
pengaturan skema pengembalian investasi untuk dimasukkan dalam prolegnas.
untuk mendukung implementasi proyek b. Dalam rangka mendukung program
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha pemerintah di bidang infrastruktur,
(KPBU). Selama dua tahun terakhir, Kementerian Keuangan selaku Rapat Umum
kontribusi Kementerian Keuangan ini Pemegang Saham (RUPS)/pemilik modal
telah menunjukkan beberapa pencapaian pada BUMN/Lembaga di bawah pembinaan
dan perkembangan yang cukup signifikan dan pengawasan Menteri Keuangan terus
dalam merealisasikan proyek infrastruktur mendorong agar BUMN/Lembaga tersebut
dengan skema KPBU. Proyek KPBU tersebut memberikan kontribusi dalam pembiayaan
antara lain (1) Proyek PLTU Batang 2x1.000 untuk pembangunan infrastruktur dan
megawatt, yang dilaksanakan oleh PT PLN penyediaan dana bagi sektor perumahan.
dengan PT Bhimasena Power Indonesia; (2) Kontribusi yang dilakukan, yaitu:
Proyek SPAM Umbulan dengan Penanggung 1) Pembiayaan proyek infrastruktur oleh PT.
Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) Gubernur Sarana Multi Infrastruktur (PT. SMI)
Jawa Timur dengan PT Meta Adhya Tirta 2) Penjaminan infrastruktur oleh PT.
Umbulan selaku Badan Usaha Pelaksana; Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT.
(3) Proyek Palapa Ring dengan PJPK Menteri PII)
Komunikasi dan Informatika. 3) Pembiayaan perumahan oleh PT. Sarana
Multigriya Finansial (PT. SMF)
182
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
183
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
184
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
185
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
C. Realisasi
Anggaran
100.00%
96,38%
96.00%
92.00% 90.43%
89.52%
88.00% 90.45%
84.00%
83.89%
80.00%
76.00%
Untuk realisasi per jenis belanja pada tahun 2016 ini, realisasi
belanja pegawai mencapai sebesar Rp15.337,28 (94,79% dari
pagu sebesar Rp16.180,34), realisasi belanja barang mencapai
sebesar Rp22.653,70 (86,58% dari pagu sebesar Rp26.060,93),
dan realisasi belanja modal mencapai sebesar Rp1.333,46
(83,96% dari pagu sebesar Rp1.588,26).
186
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Adapun rincian realisasi per jenis belanja selama periode 2012-2016 adalah
sebagai berikut :
Keterangan :
*) Audited
**) Data E-RekonLK per tanggal 2 Februari 2017
187
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
188
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
189
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
D. Kinerja Lain
190
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Dana Desa adalah dana yang bersumber Desa pada tahap I yang didominasi oleh
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja program pembangunan sebesar 87,7%,
Negara yang diperuntukkan bagi Desa diikuti dengan program pemberdayaan
dan Desa Adat yang ditransfer melalui masyarakat sebesar 6,8%, penyelenggaraan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pemerintahan sebesar 3,6%, pembinaan
kabupaten/kota dan digunakan untuk kemasyarakatan sebesar 1,8%, dan lain-lain
membiayai penyelenggaran pemerintahan, tak terduga sebesar 0,02%.
pembangunan, serta pemberdayaan
masyarakat, dan kemasyarakatan. Pada 3. Penerapan reward bagi daerah melalui dana
tahun 2015, pengalokasian Dana Desa insentif daerah
191
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
317
350
300 271
250
196
200 162
150 109 121
100 83
66
50 43 38 2017
0 2016
4. Pengampunan Pajak
cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Fasilitas Pengampunan Pajak yang akan didapat oleh Wajib Pajak yang mengikuti
program Pengampunan Pajak antara lain:
1. Penghapusan pajak yang seharusnya terutang (PPh dan PPN dan/atau PPn
BM), sanksi administrasi, dan sanksi pidana, yang belum diterbitkan ketetapan
pajaknya;
2. Penghapusan sanksi administrasi atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan;
3. Tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan
Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
4. Penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan
Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan
pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana
di Bidang Perpajakan; dan
5. Penghapusan PPh Final atas pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan
serta saham
Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan Pengampunan Pajak periode I dan II yang
berakhir pada tanggal 31 Desember 2016 adalah
192
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Keterangan
Periode I Periode II s.d. Periode II
Deklarasi Harta:
Jumlah Surat Pernyataan Harta 398.727 SPH 239.290 SPH 638.017 SPH
Inklusi kesadaran pajak adalah upaya yang dilakukan oleh DJP bersama dengan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi untuk menanamkan kesadaran pajak kepada peserta didik dan
tenaga pendidik melalui integrasi materi kesadaran pajak dalam proses pendidikan
(kurikulum, pembelajaran, perbukuan dan kesiswaan/ kemahasiswaan). Kegiatan
ini dimaksudkan untuk mengintegrasikan nilai-nilai kesadaran pajak dalam sistem
pendidikan nasional agar dapat diajarkan secara terstruktur, sistematis, dan
berkesinambungan, melalui kurikulum, pembelajaran, perbukuan, dan kesiswaan/
193
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Sejak tahun 2014-2016 telah dilakukan kajian, koordinasi dan kerja sama, kebijakan
inklusi materi kesadaran pajak pada kurikulum pendidikan, pengembangan microsite
yang dapat diakses melalui alamat http://edukasi.pajak.go.id/, serta pelatihan
para pengajar dan piloting program. Pada tahun 2017-2019 akan dilaksanakan
implementasi bertahap di setiap kanwil, Edutax Award serta monitoring dan evaluasi
atas pelaksanaan Inklusi Kesadaran Pajak dalam pendidikan.
Strategi dan program yang dilaksanakan adalah melalui kurikulum, perbukuan,
pembelajaran, dan kesiswaan/kemahasiswaan.
Hingga saat ini penerapan inklusi kesadaran pajak dalam pendidikan sudah dilakukan
pada tingkat perguruan tinggi, yaitu melakukan inklusi dengan menyisipkan materi/
bahasan pada Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU), antara lain Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Pancasila, dan Bahasa Indonesia. Ke depan,
inklusi kesadaran pajak ini akan dilakukan secara nasional ke seluruh Indonesia secara
bertahap.
Mini ATM atau dapat juga disebut Electronic Data Capture (EDC) adalah alat yang
dipergunakan untuk transaksi kartu debit/kredit yang terhubung secara online dengan
sistem/jaringan Bank Persepsi. Mini ATM dilaksanakan untuk meningkatkan pelayanan
dan memberikan kemudahan dalam melakukan pembayaran pajak serta dalam rangka
pelaksananan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan, yaitu untuk
mendukung pelaksanaan Billing System dimana peralihan pembayaran dari MPN-G1
(secara manual) menuju MPN G-2 (secara elektronik menggunakan billing). Bank
Persepsi yang ditunjuk sebagai penyedia Mini ATM oleh Pemerintah adalah Bank BRI,
Bank BNI, dan Bank Mandiri.
Tahun 2016 pembayaran pajak secara elektronik melalui Mini ATM diimplementasikan
secara nasional pada semua KPP dan KP2KP di seluruh Indonesia.
7. Transaksi perdana penempatan uang negara oleh Treasury Dealing Room (TDR) Ditjen
Perbendaharaan pada Bank Umum Mitra Penempatan Uang Negara (BUMPUN)
Untuk mengimplementasikan pengelolaan kas negara yang aktif, pada kurun waktu
2013-2014 dibangunlah Treasury Dealing Room (TDR) sebagai tools pengelolaan
kas pemerintah dengan tujuan utama untuk menjaga likuiditas pemerintah. Dalam
hal terjadi kekurangan kas, TDR dapat memenuhi kekurangan kas dengan melakukan
penarikan penempatan/ investasi, penjualan valas, dan penjualan SBN. Bila terjadi
kelebihan kas, TDR dapat melakukan penempatan/investasi dan pembelian Surat
Berharga Negara (SBN). Selain itu, TDR juga bertujuan untuk meminimalisasi cost
of fund di mana melalui remunerasi penempatan/investasi yang diperoleh akan
mengurangi cost of fund penerbitan instrumen utang. TDR juga berperan untuk
meningkatkan optimalisasi PNBP dari pengelolaan kas. Melalui TDR, pengelolaan kas
dilakukan secara aktif, yaitu dengan keleluasaan menempatkan/ menginvestasikan
194
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
195
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
196
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Pada bulan September 2016, DJPB bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah melalui penandatanganan Kesepakatan Bersama Penggunaan SIKP untuk
mendukung pelaksanaan KUR pada tanggal 6 September 2016. Kerjasama tersebut
dilakukan dalam upaya mendukung pelaksanaan KUR, yang memiliki keterkaitan
dalam pemberdayaan UMKM yang merupakan tanggung jawab bagi pemerintah pusat
maupun daerah. Peran aktif para kepala daerah diperlukan untuk memilih dan memilah
UMKM di wilayahnya untuk dapat diajukan menjadi calon debitur potensial KUR
melalui SIKP. Peran seluruh Pemda, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten-Kota,
sangat menentukan sejauh mana kecepatan pertumbuhan UMKM dalam mendorong
pertumbuhan dan pembangunan nasional.
Pada acara ini, ditandatangani 30 nota kesepakatan bersama (MoU) antara Kepala
Kanwil DJPB Jawa Tengah dengan Bupati/Walikota di wilayah Provinsi Jawa Tengah,
menyusul lima nota yang ditandatangani bersama pada kesempatan sebelumnya.
Penandatanganan nota kesepahaman tersebut menjadi langkah konkret dan
bentuk komitmen pemerintah pusat dan pemda atas perlunya sinergi dan peran
aktif pemda selaku pembina UMKM di wilayah masing-masing guna meningkatkan
meningkatkan sinergi, koordinasi, dan kerja sama dalam menjaga ketepatan sasaran
dan meningkatkan pemberdayaaan UMKM melalui KUR.
197
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
198
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Sebagai sebuah organisasi profesi, Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI)
yang beranggotakan perorangan dan unit kerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP) mengadakan kegiatan telaah sejawat yang dilaksanakan oleh APIP terhadap APIP
lainnya setiap tiga tahun sekali.
Pada tahun 2016, kegiatan telaah sejawat dilakukan atas 6 APIP kementerian sebagai
sampel yaitu Itjen Kementerian Keuangan, Itjen Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Itjen Kementerian Perhubungan, Itjen kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Itjen
Kementerian PPN/Bappenas, dan Itjen Kementerian Agama.
Berdasarkan Komite Telaah Sejawat AAIPI, dari 6 APIP kementerian yang dijadikan
sampel, Itjen Kementerian Keuangan mendapatkan hasil reviu secara total atau rata-rata
gabungan sebesar 91% dengan predikat Sangat Baik. Predikat tersebut didapat karena
beberapa praktik Itjen Kementerian Keuangan dinilai memiliki nilai positif.
Dengan adanya telaah sejawat diharapkan kedepannya kapasitas APIP seluruh
Kementerian/Lembaga dapat meningkat sesuai dengan target yang telah ditetapkan
dalam RPJMN.
199
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Karena berbasis web, maka operator satker tidak tidak ada lagi. Unit eselon di atas hanya bisa
perlu lagi datang ke front office untuk melakukan melakukan monitoring (bukan rekonsiliasi
rekonsiliasi pada KPPN. Terlebih dahulu operator berjenjang).
masuk ke alamat e-rekon-lk.djpbn.kemenkeu.
go.id/ dan login ke aplikasi E-Rekon menggunakan Dengan adanya Aplikasi E- Rekon-LK ini dapat
user dan password yang akan dibagikan oleh membantu mempermudah satuan kerja
KPPN. User level satker ada 2 yaitu Operator melakukan proses rekonsiliasi sendiri karena
dan KPA. User level operator melakukan upload dapat melakukan mandiri, tanpa harus datang
ADK dan kegiatan administrasi lainnya seperti ke KPPN dan mengantri lama lagi. Disamping
mengganti password dan lain-lain. Sedangkan Keberadaan E-Rekon-LK yang bisa diakses
user level KPA nantinya melakukan persetujuan via internet di PC/laptop/handphone, tentu
terhadap BAR setelah ada persetujuan dari Kasi memudahkan satker dan menghemat biaya
Vera KPPN setempat dengan cara klik menu perjalanan dinas ke KPPN.
persetujuan di level KPA.
13. Aplikasi BIOS
Rekonsiliasi secara mandiri dilakukan oleh
operator satker yang meng-upload ADK melalui Di penghujung akhir tahun anggaran 2016,
aplikasi E-Rekon dan hasilnya bisa langsung tepatnya tanggal 28 Desember 2016 telah
terlihat sama atau tidak samanya sehingga bisa terbit Peraturan Dirjen Perbendaharaan
langsung dimonitor dan tidak harus menunggu tentang Penggunaan Aplikasi Badan Layanan
ADK diproses dulu oleh petugas di KPPN. ADK Umum Integrated Online System (BIOS) yaitu
yang dibutuhkan adalah dari aplikasi SAIBA PER 53/PB/2016 tanggal 28 Desember 2016.
Laporan Kinerja Tahun 2016
hanya saja harus dilakukan kompres file ke dalam Dengan telah diterbitkannya peraturan tentang
bentuk zip terlebih dahulu. SAIBA versi terbaru penggunaan aplikasi Bios ini diharapkan dapat
menghasilkan ADK dalam format zip. Hasil lebih mempermudah, mempercepat dan
rekonsiliasi bisa di-download dalam format excel transparan. Hal ini tidak hanya dapat dirasakan
dan pdf. Sedangkan untuk LHR dan BAR nya oleh BLU saja, namun juga bagi Dewas, Pembina
menunggu persetujuan kedua belah pihak yaitu Teknis, Pembina Keuangan dan juga bagi
KPA satker dan Kasi Vera KPPN masyarakat.
Dari hasil UAT (user acceptance test) yang Manfaat penggunaan Aplikasi BIOS antara
dilaksanakan beberapa waktu lalu, dimungkinkan lain untuk mempermudah analisa data dan
BAR tidak perlu lagi ditandatangani (basah). pengambilan keputusan manajerial karena adanya
Meskipun begitu BAR tetap dianggap sah. Pada satu database terpusat, mempercepat proses
BAR akan tertera barcode yang berisi informasi pengajuan ijin, usulan tarif dan usulan remunerasi
keabsahan BAR tersebut sehingga satker tidak beserta monitoring statusnya, perbandingan
perlu lagi datang ke KPPN untuk menyerahkan dengan BLU sejenis, monitoring historis
BAR yang sudah ditandatangani KPA untuk pembinaan dan tindak lanjutnya. Bagi masyarakat
ditandatangani Kasi Vera KPPN. Satker bisa aplikasi BIOS dapat mempermudah masyarakat
melakukan cetak secara mandiri BAR Rekonsiliasi mengetahui keberadaan BLU terdekat untuk
melalui aplikasi e-rekon. Setelah BAR disetujui mendapatkan layanan BLU yang dibutuhkan.
oleh kedua belah pihak yaitu KPA KPU Kota Kediri Selain aplikasi BIOS, DJPB juga menyediakan
dan Kasi Vera KPPN Kediri, maka baik satker halaman web BLU yang menyediakan informasi
maupun KPPN bisa men-download BAR dan seputar Pembinaan Keuangan BLU, Literatur,
melakukan pencetakan. Peraturan, Data profil singkat BLU, FAQ dan
helpdesk yang dapat diakses pada alamat blu.
Rekonsiliasi nantinya hanya rekon antara satker djpbn.kemenkeu.go.id pada browser oleh BLU
dengan KPPN, tidak ada lagi rekon wilayah maupun oleh masyarakat luas.
ataupun rekon eselon dan kementerian sehingga
kemungkinan perbedaan data di tengah jalan
200
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
14. Aplikasi verifikasi penyetoran uang jaminan penawaran lelang secara otomatis
Tuntutan masyarakat atas lelang yang transparan, cepat, akuntabel dan mudah diakses
kapan saja, mengharuskan DJKN terus berbenah dan memperbaiki proses bisnisnya. Setelah
e-auction, DJKN terus melakukan inovasi terkait pelayanan lelang kepada masyarakat. Salah
satunya dengan memperbaiki administrasi penyetoran uang jaminan. Selama ini, mekanisme
pemantauan ketersediaan virtual account dan mekanisme pemeriksaan setoran uang jaminan
dilakukan secara manual oleh Bendahara Penerimaan KPKNL, sehingga dikhawatirkan terjadi
kendala seperti habisnya virtual account yang akhirnya membuat lelang menjadi terhambat dan
menimbulkan preseden buruk. Kendala lain yang sering ditemui adalah validasi peserta yang
masih dilakukan secara manual menggunakan rekening koran sehingga terkesan lambat.
DJKN didukung penuh bank-bank yang bermitra dengan KPKNL yaitu PT Bank BNI (Persero),
PT Bank Mandiri (Persero) dan PT. BRI (Persero) telah berhasil mengembangkan fitur untuk
pertukaran data yang diperlukan dalam pengelolaan uang jaminan lelang. Fitur ini secara
otomatis diharapkan dapat mempermudah dan meminimalisir kesalahan pada lelang e-auction
yang diakibatkan oleh verifikasi penyetoran uang jaminan secara manual.
Fitur verifikasi otomatis uang jaminan lelang pertama kali sukses diimplementasikan oleh
seluruh KPKNL yang bermitra dengan PT Bank BNI (Persero) Tbk pada awal tahun 2016,
kemudian berturut-turut diikuti oleh seluruh KPKNL yang bermitra dengan PT Bank Mandiri
(Persero) Tbk yang diimplementasikan secara nasional di KPKNL Palembang pada 25 Oktober
Aplikasi cuti online merupakan salah satu fitur yang terdapat dalam Aplikasi e-prime
Kementerian Keuangan dan masuk dalam aplikasi Human Resources Integrated System (HRIS)
Kementerian Keuangan. Implementasi aplikasi cuti online ini bertujuan untuk meningkatkan
pelayanan kepada pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan terutama dalam urusan cuti.
Proses permohonan, persetujuan, penetapan sampai dengan output cuti dilaksanakan secara
online, sehingga menyederhanakan proses bisnis terkait cuti (simplify our works). Manfaat yang
lainnya adalah proses cuti lebih efektif dari sisi alur proses dan efisien dari sisi waktu dan seluruh
prosesnya paperless.
16. Kontribusi LPDP dalam riset facrikasi komponen kendaraan listrik meliputi motor listrik,
inverter/controller dan baterai LI-FO4
Kementerian Keuangan dalam hal ini LPDP Kementerian Keuangan Ikut berkontribusi dalam
berinovasi dalam pengembangan energi terbarukan serta meningkatkan citra dan branding
Kementerian Keuangan di hadapan publik, yang meliputi:
1. Motor Listrik 10-15KW beserta inverter/controller-nya dari ITB difabrikasi guna produksi
kendaraan listrik roda 3 untuk PT POS INDONESIA. Fabrikasi motor bekerja sama dengan
PT PINDAD. Sementara itu, inverter/controller bekerja sama dengan PT LEN.
2. Motor Listrik 5-15KW beserta inverter/controller-nya dari ITS difabrikasi guna produksi
kendaraan listrik roda 2 (skuter GESIT) untuk nasional bekerja sama dengan PT
GARANSINDO.
3. Battery LiFePO4 dari UNS difabrikasi guna produksi powerbank, battery sepeda listrik dan
mobil listrik city car di lingkungan perguruan tinggi nasional.
201
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
17. Indonesia sebagai tuan rumah World Islamic Economic Forum ke-12
Dari 57 negara anggota IDB, sidang tahunan IDB ke 41 dihadiri 173 delegasi yang terdiri
dari 31 Dewan Gubernur dan 22 perwakilan Dewan Gubernur. Sedangkan total peserta
yang mengikuti seluruh seminar yang hadir dalam Sidang Tahunan IDB sebanyak 5.083
orang.
listrik.
Dalam Sidang Tahunan ke-41 di Jakarta, IDB menyuguhkan side events berupa pameran
serta beragam seminar dan diskusi yang dihadiri oleh para pakar di bidang masing-masing
dari berbagai negara. Seminar diantaranya membahas pengembangan investasi syariah
untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, pembiayaan syariah yang inovatif
untuk pengentasan kemiskinan, pengembangan pasar syariah mikro bagi keuangan
inklusif, pendanaan syariah di sektor infrastruktur, serta ketahanan, kemanusiaan, dan
keamanan di negara
anggota IDB.
202
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Mengingat jumlah expert di bidang keuangan negara saat ini masih terbatas,
Kementerian Keuangan bekerjasama dengan beberapa Perguruan Tinggi Negeri
(PTN) menargetkan untuk mempercepat proses munculnya tenaga-tenaga ahli yang
spesifik di bidang keuangan negara.
203
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Kemenkeu Mengajar merupakan gerakan mengajar satu hari di sekolah dasar negeri
yang tersebar di 6 kota besar di Indonesia pada peringatan Hari Oeang ke-70 dengan
melibatkan 673 relawan. Gerakan ini berangkat dari semangat kesukarelawanan yang
merupakan pegawai Kementerian Keuangan. Di hari mengajar, para relawan akan
memperkenalkan peranan dan profesi yang ada di Kementerian Keuangan, disampaikan
melalui metode pengajaran pedagogik. Inisiatif ini baru pertama kali diselenggarakan di
Kementerian Keuangan yang mengusung semangat kesukarelawanan untuk lebih peduli
terhadap dunia pendidikan di Indonesia.
Gambar 3.14 Poster Kemenkeu Mengajar tanggal 24 Oktober 2017 di 6 kota di Indonesia
204
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
22. #SadarAPBN:
Untuk mendukung kampanye, terdapat fitur pada website Kementerian Keuangan yang
berupa simulasi interaktif melalui www.kemenkeu.go.id/SadarAPBN yang memberikan
edukasi atas penggunaan uang pajak dalam APBN-P 2016 (dalam proses update untuk
APBN2017). Melalui fitur ini pengunjung website dapat mengetahui kontribusi pajak yang
telah dibayarkan kepada negara secara proporsional pada 2 komponen besar Belanja
Negara APBN, yaitu Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah & Dana Desa.
Pengunjung cukup memasukkan input jumlah uang pajak yang telah dibayarkan selama
1 tahun untuk kemudian mendapatkan penjelasan alokasi uang pajaknya, berdasarkan
fungsi pada Belanja Negara. Dengan mengetahui alokasi uang pajak dalam APBN,
diharapkan menjadi langkah awal bagi masyarakat untuk memahami pengelolaan anggaran
negara.
205
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Penghargaan
1. Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak (KLIP DJP)
Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak (KLIP DJP)
adalah unit pelaksana teknis yang mempunyai tugas melaksanakan kegiatan
layanan pemberian informasi umum perpajakan, penyampaian informasi perpajakan
dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan, dan pengelolaan pengaduan dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan peraturan
perundang-undangan. KLIP DJP berada di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Direktur Jenderal Pajak dan secara teknis fungsional dibina oleh Direktur
Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat.
Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya KLIP DJP dilengkapi dengan unit
contact center yang didukung oleh SDM yang terampil dan terlatih. Untuk terus
menerus memperluas wawasan dan benchmark dalam contact center, KLIP DJP secara
rutin mengirimkan perwakilan pegawainya untuk mengikuti perlombaan dan event
terkait contact center baik di tingkat nasional maupun internasional. Atas hal tersebut,
telah banyak penghargaan dan prestasi yang diraih oleh KLIP DJP dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2016 KLIP DJP kembali meraih penghargaan atas prestasi yang diraihnya
dalam event Asia Pacific Contact Center World (APAC) 2016 dan The Best Contact
Laporan Kinerja Tahun 2016
Pada event Asia Pacific Contact Center World (APAC) 2016 diselenggarakan oleh
Contact Center World di Malaysia dan KLIP DJP berhasil meraih 4 medali. Sedangkan
pada event The Best Contact Center Award 2016 diselenggarakan oleh Indonesia
Contact Center Association KLIP DJP berhasil meraih 16 medali. Dengan menjadi
Runner Up 3 atau Juara Umum ke-4, maka KLIP DJP berhak menghadiri Asia Pacific
Contact Centre Association Leaders (APCCAL) EXPO 2016 yang diselenggarakan pada
tanggal 2 s.d. 4 November 2016 di Singapura.
2. Penghargaan untuk contact center DJBC pada Contact Center World Award 2016
Upaya peningkatan kapasitas Pusat Kontak Layanan (contact center) Bravo 1500225
membawa hasil yang baik pada tahun 2016, beberapa penghargaan telah diraih yaitu:
Acara ini diselenggarakan oleh Contac Center World, sebuah asosiasi contact center
dan customer engagement yang berbasis di Canada. Pada tahun 2016 juga telah
dilaksanakan piloting untuk penerapan layanan 24/7, sebagai persiapan implementasi
layanan telah dilaksanakan pengadaan infrastruktur IT serta benchmarking ke contact
center yang menyelenggarakan 24/7. Serta untuk peningkatan layanan saat ini juga
telah diterapkan ISO untuk inbound call.
206
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
Salah satu inovasi yang mewakili Kementerian Keuangan dalam ajang lomba
inovasi layanan publik tahun 2016 yang diselenggarakan oleh KemenPAN-RB, yaitu
Dashboard Modul Penerimaan Negara Generasi 2 (MPN G-2), ditetapkan sebagai
salah satu dari Top 99 Inovasi Pelayanan Publik (11 terbaik dari kategori inovasi
kementerian/lembaga) melalui Keputusan Menteri PAN-RB No. 51 Tahun 2016.
6. Penghargaan JDIH terbaik dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia c.q.
BPHN selama 3 (tiga) tahun berturut-turut (2014-2016) atas Jaringan Dokumentasi
dan Informasi Hukum Kementerian Keuangan yang dikelola oleh Sekretariat
Jenderal;
8. Penghargaan the 1st PR Indonesia Media Relations Award and Summit (PRIMAS)
2016 9 Februari 2016; peringkat III Kategori Kementerian dengan media exposure
terbanyak sepanjang tahun 2015;
10. Silver Winner of the Best Contact Center Operation kategori korporat Indonesia
Contact Center Association (ICCA).
Service desk Pusintek berhasil meraih Silver Winner of the Best Contact Center
Operation kategori korporat dari ICCA. Kategori Best Operation yaitu lomba
kemampuan Contact Center untuk menunjukkan program kerja dalam meningkatkan
kinerja Pelayanan dan operasional terbaik pada kurun waktu yang dilombakan.
207
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
ICCA memberkan nilai lebih kepada Service Desk Pusintek yang membawa
nama Kementerian Keuangan karena Service Desk Pusintek merupakan
Single Point of Contact yang memiliki jam kerja selama 7x24 Jam dan telah
diakui di tingkat nasional.
Tabel 3.84 Penghargaan Kementerian Keuangan dalam pemeringkatan e-government Indonesia tahun 2012-2015
208
BAB 3 Akuntabilitas Kinerja
209
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
04.
Inisiatif
Peningkatan
Kinerja
Kementerian
Laporan Kinerja Tahun 2016
Keuangan
210
210
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
211
211
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
A. Tindak Lanjut
Atas Evaluasi
AKIP
212
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
namun harus juga mempertimbangkan aspek 2. Perbaikan Tata Kelola Aset Negara Secara
risiko yang melekat pada importir dan barang. Berkelanjutan
Untuk memberikan pelayanan secara cepat
213
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
lain-lain tercatat sebesar Rp 191,38 triliun. Selain itu, kekayaan negara yang
berupa investasi pemerintah (kekayaan negara dipisahkan) juga memiliki
nilai yang tidak kalah potensial. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian
Keuangan Tahun 2015 s.d. 2019, nilai inventasi pemerintah s.d. tahun 2013
tercatat sebesar Rp1.218, triliun atau kurang lebih 34,15% dari total aset
yang tersaji pada LKPP.
1.694 1.726
1.287
979
673
443
345
314
229
Grafik 4.1 Pertumbuhan Nilai BMN berupa Aset Tetap Tahun 2004 s.d. 2012 (dalam triliun) Hasil dari
Pelaksanaan Invetarisasi dan Penilaian
Laporan Kinerja Tahun 2016
Salah satu penyebab opini disclaimer atas LKPP sebelum tahun 2009 (2004
s.d. 2008) adalah terkait dengan penyajian data aset pada neraca yang belum
dapat diyakini kewajarannya. Oleh karena itu, mulai tahun 2007, Kementerian
Keuangan (dhi. DJKN) menggulirkan program 3 T, yaitu Tertib Administrasi,
Tertib Fisik, dan Tertib Hukum, dimana salah satu kegiatan prioritasnya
adalah pelaksanaan inventarisasi dan penilaian. Kegiatan ini bertujuan untuk
meningkatkan akuntabilitas pengelolaan aset dari sisi administrasi dan fisik,
sekaligus memperbaiki penyajian nilai aset pada LKPP.
Sampai dengan saat ini, perbaikan tata kelola aset negara senantiasa terus
dilakukan secara berkelanjutan. Beberapa kegiatan yang saat ini masih
berjalan diantaranya adalah sertifikasi BMN berupa tanah. Kegiatan ini
merupakan bagian dari program tertib hukum atas aset. Perkembangan
sertifikasi BMN berupa tanah dapat diilustrasikan pada grafik berikut ini.
214
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
Grafik 4.2 Perkembangan Penyelesaian Sertifikasi BMN berupa Tanah Periode 2013 s.d.
2016 (dalam bidang)
Perbaikan tata kelola aset melalui program tertib administrasi, tertib fisik,
dan tertib hukum merupakan standar minimal yang harus dilakukan (the
minimum standard of state asset management). Oleh karena itu, simultan
dengan pelaksanaan program tersebut, hal selanjutnya yang harus dilakukan
oleh Kementerian Keuangan adalah memastikan bahwa aset negara telah
digunakan secara optimal. Indikator kinerja rasio utilisasi aset terhadap
total aset tetap merupakan indikator yang dipilih untuk memantau utilisasi/
penggunaan atas aset negara. Selain bertujuan untuk memastikan tertib
administrasi/pencatatan aset, indikator ini juga dapat memberikan informasi
tentang seberapa nilai aset yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan
tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, nilai aset yang under capacity
215
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
Selain hal tersebut, pada tahun 2016, Kementerian Keuangan juga telah
membentuk Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), sebagai salah satu
unit yang bertugas secara khusus melakukan optimalisasi atas aset-aset
idle yang berada di bawah pengelolaan Menteri Keuangan selaku Bendahara
Umum Negara (BUN). Selain sebagai operator aset idle, LMAN juga diberikan
mandat oleh pemerintah untuk melaksanakan fungsi special land bank, yang
berperan dalam penyediaan lahan untuk proyek strategis nasional.
Pengelolaan aset negara memiliki peran yang semakin strategis dalam
mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
216
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
Tabel 4.2 Periode Pelaksanaan Monitoring Kinerja sesuai Level Unit Organisasi
Pelaksanaan monitoring kinerja telah berjalan dengan baik dan dilaksanakan secara rutin
pada seluruh level unit. Dalam setiap pelaksanaan monitoring kinerja dihasilkan matriks
tindak lanjut yang berisi rencana aksi sebagai upaya untuk mengoptimalkan sekaligus
sebagai mitigasi risiko pencapaian strategi maupun target kinerja.
Sebagai upaya untuk merevitalisasi manajemen kinerja pada Kementerian Keuangan,
format pembahasan kinerja terus disempurnakan agar rapat pembahasan kinerja menjadi
semakin efektif serta difokuskan pada pembahasan isu strategis (issue), dampak terhadap
pencapaian kinerja (impact) dan penetapan rencana aksi (action). Selain itu, juga ditunjuk
unit yang bertanggung jawab (accountabilty) untuk melaksanakan rencana aksi yang telah
ditetapkan oleh pimpinan rapat (metode IIAA).
217
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
Hal ini ditujukan agar perumusan rencana aksi yang dihasilkan dalam
rapat kinerja juga difokuskan pada upaya mitigasi risiko yang berpotensi
menghambat pencapaian strategi maupun target kinerja. Penyelerasan
agenda monitoring kinerja dan pemantauan risiko diatur dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 865/KMK.01/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian Keuangan.
Selain monitoring dan evaluasi pencapaian kinerja pada tahun berjalan,
Kementerian Keuangan juga melakukan evaluasi terhadap Renstra yang
ditujukan untuk mengoptimalkan pencapaian agenda prioritas nasional,.
218
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
220
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
221
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
B. Revitalisasi
Manajemen Kinerja
Kementerian
Keuangan
222
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
Implementasi pengelolaan risiko di Kementerian Mulai tahun 2017, ERM diterapkan mulai dari
Keuangan telah dimulai sejak tahun 2008 melalui penetapan piagam risiko Kementerian Keuangan
223
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
224
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
Tabel 4.3
Status Kinerja Pegawai berdasarkan NKP K3
225
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
C. Program
Peningkatan
Integritas
3. Pengendalian Gratifikasi
Dalam rangka pengendalian gratifikasi sebagai perwujudan
integritas pegawai dalam menjalankan fungsi dan tugasnya,
Kementerian Keuangan sedang menyusun Pedoman
Pengendalian Gratifikasi. Beberapa hal yang diatur dalam
pedoman ini diantaranya adalah pembentukan Unit
Pengendalian Gratifikasi (UPG) sebagai unit pelayanan dan
informasi (helpdesk) pengendalian gratifikasi pada setiap unit
kerja.
226
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
227
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
Adapun unit kerja pelayanan yang menerima predikat WBK adalah sebagai
berikut:
1. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Kuningan, Direktorat
Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
2. Kantor Pengawas dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A,
Pasuruan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.
3. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan, Sekretariat Jenderal,
Kementerian Keuangan.
4. Badan Pemeriksa Keuangan Daerah Istimewa Yogyakarta.
5. Direktorat Pengendalian Penangkapan Ikan, Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
6. Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok.
7. Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta III.
8. Kepolisian Resor Kabupaten Gresik.
9. Kepolisian Resor Sidoarjo.
10. Kepolisian Resor Kabupaten Jember.
228
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
229
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
D. Penguatan
Program
Reformasi
Birokrasi Dan
Transformasi
Kelembagaan
(RBTK) Tahun
Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan
2017-2019 (RBTK) Kementerian Keuangan yang telah diinisiasi mulai tahun
2014, dan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
36/KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi
Kelembagaan Kementerian Keuangan tahun 2014-2025
merupakan program strategis Kementerian Keuangan dalam
upaya merespon dan mengantisipasi perubahan, peluang, dan
Laporan Kinerja Tahun 2016
230
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
231
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
Gambaran ringkas mengenai Peta Inisiatif-Inisiatif pada keempat tema tersebut adalah
sebagaimana gambar berikut:
Laporan Kinerja Tahun 2016
232
BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
233
BAB 5 Penutup
05.
Penutup
Laporan Kinerja Tahun 2016
234
234
Laporan Kinerja Tahun 2016
235
Penutup
235
BAB 5
BAB 5 Penutup
Penutup
236
BAB 5 Penutup
237
BAB 5 Penutup
238
BAB 5 Penutup
239
Laporan Kinerja Tahun 2016
240
06.
Lampiran
Laporan Kinerja Tahun 2016
241
Laporan Kinerja Tahun 2016
242