Tim Senior
Excellence Learning Center
PERPAJAKAN
BENDAHARA
BUKU PESERTA
Pusdiklat BPK RI
2017
SALAM PENDIDIKAN
Dwi Setiawan Susanto, S.E., M.Si., Ak.
NIP 196911261996031001
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
STANDAR KOMPETENSI TEKNIS PEMERIKSA LEVEL
ANGGOTA TIM SENIOR (ATS)
ii
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
PETA MATA DIKLAT
Memahami Bendahara
Pemerintah sebagai
Pemungut Pajak Tarif Khusus
yang Bersifat Final
Memahami Bendahara
Pemerintah sebagai
Pemungut PPh Pasal 23/26
Memahami Bendahara
Pemerintah sebagai
Pemungut PPh Pasal 22
Memahami Bendahara
Pemerintah sebagai
Pemungut PPN dan PPnBM
Memahami Bendahara
Pemerintah sebagai
Pemotong PPh Pasal 21/26
iii
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
DAFTAR ISI
SALAM PENDIDIKAN .................................................................................................................. I
STANDAR KOMPETENSI TEKNIS PEMERIKSA LEVEL ANGGOTA TIM SENIOR (ATS) ............ II
PETA MATA DIKLAT ................................................................................................................. III
DAFTAR ISI ............................................................................................................................... IV
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
1.1 Deskripsi Singkat Mata Pelajaran.................................................................................... 1
1.2 Tujuan Pembelajaran ....................................................................................................... 1
1.3 Metodologi Pembelajaran ............................................................................................... 1
1.4 Kerangka Bahasan ........................................................................................................... 1
BAB II GAMBARAN UMUM ....................................................................................................... 3
2.1 Pengertian, Fungsi, dan Sistem Pemungutan Perpajakan ............................................ 3
2.2 Penunjukan Bendahara Pemerintah Sebagai Pemotong Atau Pemungut Pajak ......... 4
2.3 Kewajiban dan Ketentuan Lainnya Bendahara Pemerintah ......................................... 12
2.4 Pentingnya Pemeriksa Memahami Pajak Yang Dipungut/Dipotong Bendahara ........ 16
2.5 Jenis‐Jenis Pajak Yang Dipungut/Dipotong Bendahara ............................................... 16
LEMBAR KERJA BAB II ............................................................................................................. 17
BAB III PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 ........................................................................... 18
3.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21/26 .................................................................... 18
3.2 Pemotongan PPh Pasal 21 ............................................................................................. 18
3.3 Pemotongan PPh Pasal 26 ............................................................................................ 25
3.4 Simulasi Penghitungan PPh Pasal 21/26 ........................................................................ 25
LEMBAR KERJA BAB III ............................................................................................................44
BAB IV PAJAK PERTAMBAHAN NILAI .................................................................................... 45
4.1 Pengertian dan Obyek Pajak Pertambahan Nilai ......................................................... 45
4.2 Tarif PPN dan PPnBM .................................................................................................... 55
4.3 Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan ................................................... 56
LEMBAR KERJA BAB IV ............................................................................................................ 61
BAB V PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 DAN PPN ................................................................. 62
iv
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
5.1 Pengertıan Dan Obyek Pajak Penghasılan Pasal 22 ..................................................... 62
5.2 Tarif dan Penghitungan PPh Pasal 22 ........................................................................... 63
5.3 Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22 .............................. 63
LEMBAR KERJA BAB V ............................................................................................................. 67
BAB VI PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DAN PPN ........................................................... 68
6.1 Pengertian dan Obyek PPh Pasal 23/26 ....................................................................... 68
6.2 Tarif Dan Dasar Pemotongan ........................................................................................ 76
6.3 Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23/26 ...................................... 79
6.4 Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23 .............................. 79
LEMBAR KERJA BAB VI ............................................................................................................ 82
BAB VII PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS DAN BERSIFAT FINAL ................. 83
7.1 Pengertian Pajak Penghasilan yang Bersifat Final ....................................................... 83
LEMBAR KERJA BAB VII .......................................................................................................... 99
BAB VIII PEMERIKSAAN ATAS PAJAK YANG DIPUNGUT BENDAHARA PEMERINTAH ..... 100
8.1 Permasalahan Terkait Kewajiban Bendahara ............................................................. 100
8.2 Prosedur Pemeriksaan ................................................................................................ 100
8.3 Red Flag Pengelolaan Perpajakan Oleh Bendahara Pemerintah ............................... 103
LEMBAR KERJA BAB VIII ........................................................................................................ 108
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 109
TIM REVISI MODUL 2017 ......................................................................................................... 111
v
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Deskripsi Singkat Mata Pelajaran
Mata Diklat ini berisi mengenai gambaran umum pajak yang dipungut oleh
Bendahara Pemerintah yang membahas mengenai dasar penunjukan Bendahara
Pemerintah sebagai pemotong dan pemungut pajak, fungsi Bendahara Pemerintah
sebagai pemotong dan pemungut pajak, jenis‐jenis pajak, obyek pajak, tarif pajak,
tata cara penyetoran dan pelaporan dan bagaimana memeriksanya.
1.2 Tujuan Pembelajaran
Mata Diklat ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dan ketrampilan
pemeriksa dalam lingkup BPK RI mengenai pajak yang dipungut oleh Bendahara
Pemerintah dan ketrampilan untuk melakukan pemeriksaan pajak yang dipungut
oleh Bendahara Pemerintah.
1.3 Metodologi Pembelajaran
Agar peserta mampu memahami mata diklat ini, proses belajar mengajar
menggunakan pendekatan andragogi. Dengan pendekatan ini, peserta didorong
untuk berpartisipasi secara aktif melalui komunikasi dua arah. Untuk metode yang
digunakan merupakan kombinasi dari ceramah dan tanya jawab, diskusi serta
latihan soal dan kasus.
Agar proses pendalaman materi dapat berlangsung dengan baik, dilakukan pula
diskusi kelompok, sehingga peserta benar‐benar dapat secara aktif terlibat dalam
proses belajar mengajar. Dalam modul ini disertakan contoh kasus untuk
membantu peserta dalam mempercepat dan mempermudah memahami materi.
1.4 Kerangka Bahasan
Modul ini disusun dengan kerangka bahasan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan penjelasan umum sebagai gambaran menyeluruh
atas isi buku peserta meliputi deskripsi singkat mata pelajaran, tujuan
pembelajaran, metodologi pembelajaran, dan kerangka bahasan.
1
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
BAB II GAMBARAN UMUM
Bab ini memuat pengertıan, fungsı, dan sıstem pemungutan perpajakan,
penunjukan bendahara pemerıntah sebagaı pemotong atau pemungut
pajak, fungsı bendahara terkaıt dengan perpajakan, pentıngnya pemerıksa
memahamı pajak yang dıpungut/dıpotong bendahara, jenıs‐jenıs pajak yang
dıpungut/dıpotong bendahara.
BAB III PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26
Bab ini membahas tentang pengertıan dan obyek pajak, tarıf dan
penghıtungan, tata cara penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21/26.
BAB IV PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Bab ini membahas tentang pengertıan dan obyek pajak, tarıf, serta tata
cara pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN.
BAB V PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 DAN PPN
Bab ini membahas tentang pengertıan dan obyek pajak, tarıf dan
penghıtungan pajak, serta tata cara penyetoran dan pelaporan PPh Pasal
22 beserta PPNnya.
BAB VI PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DAN PPN
Bab ini membahas tentang pengertıan dan obyek, tarıf dan penghıtungan,
tata cara penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23/26 beserta PPNnya.
BAB VII PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS DAN BERSIFAT FINAL
Bab ini membahas tentang pengertıan dan obyek, tarıf dan penghıtungan,
tata cara penyetoran dan pelaporan dengan tarif khusus dan bersifat final.
BAB VIII PEMERIKSAAN ATAS PAJAK YANG DIPUNGUT BENDAHARA
Bab ini membahas tentang pemeriksaan pajak yang dipungut dan dipotong
oleh bendahara pemerintah, simulasi prosedur pemeriksaan pajak yang
dipungut oleh Bendahara Pemerintah, red flags dan pemanfaatan data
perpajakan dalam pemeriksaan.
2
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
BAB II GAMBARAN UMUM
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan mampu menjelaskan pengertian, fungsi, dan
sistem pemungutan perpajakan; dasar penunjukan bendahara pemerintah sebagai
pemotong/pemungut pajak; fungsi bendahara terkait dengan perpajakan; pentingnya
pemeriksa memahami pajak yang dipungut/dipotong bendahara; jenis‐jenis pajak yang
dipungut/dipotong bendahara.
2.1 Pengertian, Fungsi, dan Sistem Pemungutan Perpajakan
UUNo. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
Pasal 1, menyatakan bahwa pajak merupakan konstribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang‐Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar‐besarnya kemakmuran rakyat.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
Pajak:
ciri‐ciri sebagai berikut: konstribusi wajib
kepada negara
a. Kontribusi wajib dari orang pribadi atau badan kepada yang terutang
negara;
b. Pajak pemungutannya berdasarkan undang‐undang;
c. Atas pembayaran pajak tidak ada imbalan secara langsung; dan
d. Digunakan untuk kemakmuran rakyat.
Mengacu kepada definisi pajak seperti yang telah diungkapkan di atas, pajak
mempunyai 2 fungsi, yaitu:
a. Fungsi Penerimaan (Budgeter)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pengeluaran
pemerintah. Contoh: Pajak dalam APBN dicatat sebagai penerimaan dalam
negeri.
b. Fungsi Mengatur (Reguler)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di
bidang sosial dan ekonomi. Contoh: pengenaan pajak yang tinggi atas
minuman keras secara tidak langsung akan menekan peredaran minuman
keras.
3
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Sebagai penerimaan negara, pajak diterima oleh negara melalui tiga metode
perhitungan yaitu Official Assessment System, Self Assessment System dan
Witholding Assessment System.
Secara rinci perbedaan ketiga sistem tersebut adalah sebagai berikut:
1. Official Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk memenentukan besarnya pajak yang
terutang, wajib pajak bersifat pasif, dimana utang pajak timbul setelah
dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiskus.
2. Self Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang, kepercayaan, dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya
pajak yang harus dibayar.
3. Witholding Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang
kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak.
2.2 Penunjukan Bendahara Pemerintah Sebagai Pemotong Atau Pemungut Pajak
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang perpajakan, pihak yang
melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak atas pengeluaran yang
berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa (APBDes) adalah bendahara pemerintah. Termasuk dalam pengertian
bendahara pemerintah antara lain bendahara pengeluaran, bendahara desa,
pemegang kas, dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang Metode
penghitungan pajak:
sama. 1. Official Assessment
System
Sebagai pihak yang melakukan pemotongan dan/atau 2. Self Assessment
pemungutan pajak, bendahara pemerintah harus mengerti aspek‐ System
3. Witholding System
aspek perpajakan, terutama yang berkaitan dengan kewajiban
untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta Bea Meterai. Secara
4
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
5
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
a. Pasal 21 ayat (1) huruf b:
“Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau
diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh
bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.”
b. Pasal 22 ayat (1)
“Menteri Keuangan dapat menetapkan bendahara pemerintah untuk
memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan
barang, dan badan‐badan tertentu untuk memungut pajak dari wajib pajak
yang melakukan kegiatan impor atau kegiatan usaha di bidang lain, serta
wajib pajak tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan
barang yang tergolong sangat mewah.”
c. Pasal 23 ayat (1) huruf a dan c
“Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh
tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subyek pajak badan dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau
bentuk usaha tetap, dipotong oleh pihak yang wajib membayarkan
sebesar:
1) 15% dari jumlah bruto atas dividen, bunga, royalti dan hadiah,
penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21;
2) 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa dan Bendahara
pengeluaran
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta penerima,
pembayar uang
yang telah dikenai PPh Pasal 4 Ayat (2); dan
pelaksanaan
3) 2% dari jumlah bruto atas imbalan sehubungan dengan jasa anggaran
teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi jasa konsultan, dan
jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.
6
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
d. Pasal 26 ayat (1)
“Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh
tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subyek pajak badan dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau
bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah
bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
1) Deviden;
2) Bunga, termasuk premiun,diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang;
3) Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
4) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
5) Hadiah dan penghargaan;
6) Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
7) Premi swap dan transasksi lindung nilai lainnya;
8) Keuntungan karena pembebasan utang.
2. UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir
dengan UUNo. 42 Tahun 2009 pada pasal 1 angka 27:
“Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendahara pemerintah, badan,
atau instansi pemerintah yang ditunjuk Menteri Keuangan untuk memungut,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak
atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
kepada bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut.”
3. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan Bagi
Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia, Dan Para Pensiunan Atas Penghasilan Yang Dibebankan Kepada
Keuangan Negara Atau Keuangan Daerah telah dicabut dan diganti dengan
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan
Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan
7
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Belanja Daerah, dalam Pasal 4 ayat (1): “Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
terutang atas penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun
yang menjadi beban APBN atau APBD, dipotong oleh bendahara pemerintah
yang membayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut”.
4. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah Pasal 64: “Bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut Pajak
Penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan
potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening Kas Negara pada bank
pemerintah atau bank lain yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai bank
persepsi atau pos giro dalam jangka waktu sesuai ketentuan perundang‐
undangan.”
Bendahara pemerintah yang mengelola dana yang bersumber dari APBN,
APBD, atau APBDes wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) sebagai identitas bendahara dalam menjalankan kewajiban
perpajakannya yaitu memotong/memungut, menyetor, dan melaporkan PPh
dan/atau PPN.
Kewajiban bendahara pemerintah adalah sebagai berikut:
1. Mendaftarkan Diri Sebagai Wajib Pajak
a. Tempat Pendaftaran
Bendahara pemerintah wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) yang sesuai dengan tempat kedudukan unit kerja.
b. Tata Cara Pendaftaran
1) Mengisi formulir pendaftaran Wajib Pajak untuk Wajib Pajak bendahara
yang tersedia di KPP dengan melampirkan fotokopi surat penunjukan
sebagai bendahara dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) bendahara
tersebut;
2) KPP menerbitkan NPWP yang terdiri dari 15 digit dan Surat Keterangan
Terdaftar paling lama 1 (satu) hari kerja sejak permohonan diterima
secara lengkap;
NPWP akan diterbitkan oleh KPP dengan nama bendahara unit/ satuan kerja,
misal Bendahara SMP Negeri 1 Kalitinggar dengan NPWP 00.031.557.0‐529.000.
8
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Jika terdapat perubahan data bendahara pemerintah, seperti perubahan nama
resmi jabatan bendahara, nama dan alamat satuan kerja/instansi, nomor surat
penunjukan, atau nama dan identitas Pegawai yang ditunjuk sebagai bendahara,
maka bendahara pemerintah harus memberitahukan perubahan data tersebut
ke KPP tempat bendahara tersebut terdaftar.
2. Melakukan Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh, PPN dan Bea Meterai
Kewajiban bendahara pemerintah selain mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak
adalah melakukan kewajiban sebagai berikut:
pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang diterima oleh orang pribadi (PPh Pasal 21
dan PPh Pasal 26);
pemungutan Pajak Penghasilan atas pembelian barang (PPh Pasal 22);
pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa sewa sehubungan
dengan penggunaan harta, royalti, hadiah/ penghargaan, dan imbalan
sehubungan dengan jasa selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 (PPh Pasal
23);
pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa sewa tanah
dan/atau bangunan, pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan, dan
jasa konstruksi (PPh Pasal 4 ayat (2));
Pajak Pertambahan Nilai; dan
Bea Meterai.
3. Kewajiban Penyetoran dan Pelaporan
Kewajiban bendahara pemerintah selanjutnya adalah menyetorkan PPh
dan/atau PPN melalui sistem pembayaran pajak elektronik (e‐billing) dan/atau
layanan pada loket/teller pada Kantor Pos, bank devisa, atau bank penerima
pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dan melaporkan SPT Masa
PPh dan/atau PPN ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak
bendahara terdaftar sesuai batas waktu yang telah diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan
Penyetoran Pajak dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014
tentang Surat Pemberitahuan (SPT).
9
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
10
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
11
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
12
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
13
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
2) dalam hal terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak terkait
dengan Pajak Pertambahan Nilai, pajak yang seharusnya tidak dipungut
tersebut dapat diminta kembali oleh pihak yang dipungut, dalam hal ini
adalah Bendahara;
3) dalam hal terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak terkait
dengan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pajak yang seharusnya
tidak dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh pihak yang
dipungut,dalam hal ini adalah Bendahara;
4) dalam hal terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak
terhadap orang pribadi atau badan yang tidak diwajibkan memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak, pajak yang seharusnya tidak dipotong atau
tidak dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh orang pribadi atau
badan tersebut melalui Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau
pemungutan (bendahara).
d. Syarat permohonan:
1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
2) permohonan pengembalian harus ditandatangani oleh Wajib Pajak atau
pihak lain dengan melampirkan surat kuasa khusus;
3) permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf c butir 1), 2), dan 3)
harus dilampiri dokumen berupa:
a) asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak, atau Faktur Pajak,
atau dokumen lain yang dipersamakan dengan Faktur Pajak;
b) penghitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
c) alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang
4) permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf c butir 4) harus
dilampiri dokumen berupa
a) asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak, atau Faktur Pajak
atau dokumen lain yang dipersamakan dengan Faktur Pajak;
b) penghitungan pajak yang seharusnya tidak terutang;
c) alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang; dan
14
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
d) surat kuasa dari pihak yang dipotong atau dipungut kepada Wajib
Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan atau
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan.
3. Pembayaran dan Penyetoran Pajak Melalui Pemindahbukuan
a. Dalam hal terjadi kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak, bendahara
dapat mengajukan permohonan pemindahbukuan kepada Direktur Jenderal
Pajak.
b. Pemindahbukuan tersebut meliputi:
1) pemindahbukuan karena adanya kesalahan dalam pengisian data
pembayaran pajak yang dilakukan melalui sistem pembayaran pajak
secara elektronik sebagaimana tertera dalam BPN (Bukti Penerimaan
Negara). Kesalahan tersebut dapat berupa kesalahan dalam pengisian
NPWP dan/atau nama Wajib Pajak, kode akun pajak dan/atau kode jenis
setoran, Masa Pajak dan/atau Tahun Pajak, nomor ketetapan, dan/atau
jumlah pembayaran;
2) pemindahbukuan karena kesalahan perekaman atau pengisian Bukti Pbk
oleh Pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Kesalaha tersebut terjadi dalam
hal data yang tertera dalam Bukti Pbk berbeda dengan permohonan
Pemindahbukuan Wajib Pajak;
3) pemindahbukuan karena jumlah pembayaran pada SSP, BPN, atau Bukti
Pbk lebih besar daripada pajak yang terutang dalam Surat
Pemberitahuan, surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak
c. Pemindahbukuan atas pembayaran pajak dengan BPN dan Bukti Pbk dapat
dilakukan ke pembayaran PPh, PPN, PPnBM, PBB, dan Bea Meterai
d. Pemindahbukuan atas pembayaran pajak dengan BPN dan Bukti Pbk tidak
dapat dilakukan dalam hal:
1) pemindahbukuan atas BPN yang kedudukannya dipersamakan dengan
Faktur Pajak, yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan Pasal 9
ayat (8) Undang‐ Undang PPN;
2) pemindahbukuan ke pembayaran PPN atas objek pajak yang harus
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dengan menggunakan BPN yang
kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak; atau
15
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
16
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
LEMBAR KERJA BAB II
1. Sebutkan dasar hukum penunjukkan bendahara pengeluaran sebagai pemotong/
pemungut pajak!
2. Sebutkan kewajiban perpajakan bagi bendahara pemerintah!
3. Mengapa pemeriksa harus memahami tata cara pemotongan dan penyetoran pajak
oleh bendahara?
17
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
BAB III PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan mampu menjelaskan:
pengertian dan obyek pajak penghasilan pasal 21/26
menghitung pajak penghasilan pasal 21/26
tata cara penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21/26
3.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21/26
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER‐16/PJ/2016 Pasal 1,
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa
PPh 21
gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama pajak
penghasilan
dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jasa, dan orang pribadi
dalam negeri
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.
PPh 26
Sedangkan PPh Pasal 26 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, pajak
penghasilan
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam orang pribadi
luar negeri
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jasa, dan kegiatan
yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak luar negeri.
3.2 Pemotongan PPh Pasal 21
Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah cara pelunasan pajak
dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah,
tunjangan, honorarium, dan pembayaran lainnya dengan nama apapun
sehubungan dengan pekerjaan/jasa/kegiatan wajib melakukan pemotongan PPh
Pasal 21.
Pengertian pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lainnya sehubungan dengan pekerjaan adalah pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran sejenis lainnya dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang dilakukan oleh bendahara pemerintah kepada Pegawai Negeri Sipil
(PNS), Pegawai honorer, anggota TNI atau POLRI, pejabat negara, atau Pegawai
Tidak Tetap.
Pengertian pembayaran upah atau imbalan jasa dan pembayaran dengan
nama apapun sehubungan dengan jasa adalah pembayaran upah atau imbalan jasa
18
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
atau pembayaran atas jasa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dilakukan
oleh bendahara pemerintah kepada pihak pemberi jasa, termasuk narasumber atau
orang yang memberikan jasa pelatihan.
Sedangkan yang dimaksud dengan pembayaran lainnya dengan nama apapun
sehubungan dengan kegiatan adalah pembayaran berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium atau imbalan sejenis, dengan nama dan
dalam bentuk apapun kepada peserta suatu kegiatan (rapat, sidang, seminar,
lokakarya/workshop, pendidikan, pertunjukan, atau perlombaan).
a. Kategori Penerima Penghasilan
Penerima penghasilan yang wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh bendahara
pemerintah adalah:
1) Pegawai, yaitu PNS (termasuk CPNS), Pegawai yang diusulkan menjadi
CPNS (Pegawai magang), anggota TNI atau POLRI, Pegawai honorer, dan
Pegawai tidak tetap;
2) Bukan Pegawai, yaitu pihak pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk
narasumber acara atau trainer suatu kegiatan; dan
3) Peserta kegiatan yang diadakan oleh instansi pemerintah atau satuan kerja.
Penerima penghasilan yang berstatus Pegawai dapat dikategorikan sebagai
Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap. Dalam ruang lingkup bendahara
pemerintah, Pegawai dapat dikategorikan sebagai Pegawai tetap apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Memiliki surat keputusan pengangkatan sebagai Pegawai, termasuk CPNS
atau Pegawai honorer.
2) Biasanya surat keputusan tersebut memiliki jangka waktu lebih dari
setahun.
3) Menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur. Penghasilan
secara teratur tersebut artinya pembayaran dilakukan secara berkala pada
suatu periode tertentu.
Sedangkan kriteria Pegawai Tidak Tetap adalah sebagai berikut:
1) Memiliki perjanjian atau kontrak pelaksanaan pekerjaan tertentu dalam
suatu jangka tertentu.
19
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
20
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
21
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
22
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
d. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut:
Jumlah PTKP Diperuntukkan
Rp54.000.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
Rp4.500.000,00 tambahan untuk diri Wajib Pajak yang kawin
Rp4.500.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda
dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk
setiap keluarga
Besarnya PTKP per bulan adalah sebesar PTKP setahun dibagi dengan 12
bulan.
Besarnya PTKP per bulan adalah sebesar PTKP setahun dibagi dengan 360
hari.
Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri; dan
2) bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah
PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Jumlah tanggungan keluarga yang diperhitungkan sebagai dasar PTKP adalah
jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender.
e. Tarif PPh
1. Tarif PPh atas penghasilan yang dikenai PPh yang tidak bersifat final, sesuai
dengan Pasal 17 UU PPh adalah sebagai berikut:
No. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
1 s.d. Rp50 juta 5%
2 Diatas Rp 50 juta s.d. Rp250 juta 15%
3 Diatas Rp 250 juta s.d. Rp500 juta 25%
4 Diatas Rp 500 juta 30%
2. Tarif PPh atas penghasilan yang dikenai PPh yang bersifat final berupa
honorarium atau imbalan tidak tetap dan teratur lainnya yang menjadi
beban APBN atau APBD dan dibayarkan kepada PNS (termasuk CPNS)
adalah sebagai berikut:
23
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
a) sebesar 0% (nol persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain
bagi PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI
Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya;
b) sebesar 5% (persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi
PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat
Perwira Pertama, dan pensiunannya;
c) sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto honorarium atau
imbalan lain bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan
Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira
Tinggi, dan Pensiunannya
f. Cara Penghitungan dan Pemotongan
1) Penghasilan Bruto Disetahunkan
Kondisi yang mengharuskan penghasilan bruto disetahunkan bagi
penerima penghasilan yang berasal dari APBN/APBD yaitu dalam hal
penerima penghasilan berstatus sebagai Pegawai Tidak Tetap yang
menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan
dan menerima penghasilan dengan jumlah kumulatif dalam satu bulan
kalender telah melebihi Rp10.200.000,00.
2) Cara Penghitungan Penghitungan PPh Pasal 21 adalah dasar pengenaan PPh
sebagaimana telah dijelaskan dalam bagian C dikalikan dengan tarif PPh
3) Tarif Pemotongan PPh untuk Penerima Penghasilan yang Tidak Memiliki
NPWP
Dalam hal penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, bendahara
pemerintah melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif 20% (dua
puluh persen) lebih tinggi dari tarif PPh untuk Pegawai yang memiliki NPWP
(Tarif PPh yang dijelaskan dalam Bagian E).
Dalam hal penerima penghasilan yang telah dipotong dengan tarif lebih
tinggi tersebut telah memiliki NPWP, maka selisih tarif sebesar 20% (dua
puluh persen) tersebut tetap diperhitungkan sebagai pajak yang telah
dibayar untuk bulan setelah penerima penghasilan memiliki NPWP. Sebagai
ilustrasi, Hisyam telah berstatus CPNS sejak bulan Mei 2016 namun baru
memiliki NPWP sejak bulan Agustus 2016. Selisih PPh Pasal 21 yang telah
24
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
dipotong menggunakan tarif 20% (dua puluh persen) lebih tinggi untuk
bulan Mei s.d. Juli 2016 sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah).
Selisih Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) diperhitungkan sebagai kredit
pajak untuk pemotongan PPh Pasal 21 mulai bulan Agustus 2016 dan bulan
selanjutnya dalam hal masih terdapat kredit pajak.
3.3 Pemotongan PPh Pasal 26
PPh Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan atas penghasilan bruto yang diterima
atau diperoleh sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri. Bendahara pemerintah
wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 26 dalam hal penerima penghasilan
adalah Subjek Pajak luar negeri.
PPh Pasal 26 dihitung dengan cara mengalikan tarif PPh sebesar 20% (dua
puluh persen) dengan penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Subjek Pajak
luar negeri.
PPh Pasal 26 merupakan PPh yang bersifat final, namun dalam hal Wajib Pajak
luar negeri yang menerima penghasilan berubah status menjadi Wajib Pajak dalam
negeri (tinggal di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari), PPh
Pasal 26 yang telah dipotong dan dibayar menjadi bersifat tidak final (merupakan
kredit pajak).
3.4 Simulasi Penghitungan PPh Pasal 21/26
A. Belanja Gaji, Tunjangan dan Honorarium
A. 1. Belanja Gaji dan Tunjangan
Bendahara Kantor Imigrasi Yogyakarta Satrio Birowo (NPWP
00.030.485.6‐541.000) melakukan pembayaran gaji kepada para Pegawai
dengan daftar penghasilan sebagai berikut:
Tabel 1. Daftar Penghasilan Pegawai Kantor Imigrasi Yogyakarta
No Nama & NPWP Gaji (*) Tunjangan Status Ket
(Rp) Jabatan (Rp)
1 Farianto (07.777.440.5‐541.000) 5.870.000 840.000 Kawin, 3 Anak PNS
2 Hartanto (07.777.444.5‐541.000) 5.240.000 740.000 Kawin, 2 Anak PNS
3 Satrio Birowo (07.777.445.5‐541.000) 5.620.200 520.000 Kawin, 1 Anak PNS
4 Yugana (07.777.454.5‐541.000) 5.570.700 0 Tidak Kawin Non PNS
25
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
26
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
1 Gaji pokok 5.340.000
Tunjangan istri 534.000
Tunjangan anak 213.600
Tunjangan jabatan 740.000
Tunjangan beras 248.000
Pembulatan
Penghasilan bruto 7.075.000
2 Pengurang
Biaya jabatan (5% x 7.075.000) 353.780
Iuran pensiun(4,75% x 6.087.600) 289.161 642.941
3 Penghasilan netto 6.432.659
Penghasilan netto disetahunkan 77.191.908
27
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
4 PTKP (K/2)
Untuk WP 54.000.000
Untuk WP kawin 4.500.000
Tanggungan 9.000.000 67.500.000
5 PKP 9.691.908
Pembulatan 9.691.000
6 PPh 21 setahun (5% x 9.691.000) 484.550
PPh 21 sebulan (484.550 : 12) 40.379
7 PPh Pasal 21 Jan‐Mar yang seharusnya dipotong (3 x 40.379) 121.138
PPh Pasal 21 Jan‐Mar yang sudah dipotong (3 x 35.238) 105.714
PPh Pasal 21 atas rapel 15.424
Mulai masa pajak April 2016, Susanto dipotong PPh Pasal 21 sebesar
Rp40.379,00 per bulan.
(T.3) Pegawai Pindah Tugas
Susanto
Pada bulan Maret 2016, Surat Keputusan pemindahan Pegawai atas nama
Susanto, Pegawai Kantor Imigrasi Yogyakarta dikeluarkan. Terhitung sejak
tanggal 1 April 2016 Susanto dipindahtugaskan ke Kantor Imigrasi Semarang.
Mulai bulan April 2016 Gaji dan Tunjangan Susanto sudah dibayarkan oleh
Kantor Imigrasi Semarang.
Bagaimana penghitungan PPh Pasal 21 mulai Masa Pajak April 2016 Susanto di
Kantor Imigrasi Semarang?
Farianto
Pada bulan yang sama Farianto ditugaskan di Kantor Wilayah Kementerian
Agama Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga Farianto mendapatkan
tunjangan jabatan dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dan menerima tunjangan jabatan sebesar
Rp3.000.000,00 per bulan. Sedangkan dari Kantor Imigrasi Yogyakarta
Farianto hanya mendapat gaji dan tunjangan selain tunjangan jabatan.
Bagaimana penghitungan PPh Pasal 21 mulai Masa Pajak April 2016 Farianto di
Kantor Imigrasi Yogyakarta dan di Kantor Wilayah Kementerian Agama
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?
28
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
(J.3) Susanto
Penghitungan PPh Pasal 21 Susanto di Kantor Imigrasi Semarang adalah:
Tabel 4. Penghitungan PPh Pasal 21 Susanto Masa Pajak April s.d. Desember 2016
Penghitungan PPh Pasal 21 Susanto Untuk Masa Pajak April s.d. Desember 2016
1 Gaji pokok 5.750.500
Tunjangan istri 575.050
Tunjangan anak ‐
Tunjangan jabatan 820.000
Tunjangan beras 149.000
Pembulatan
Jumlah 7.294.550
2 Pengurang
Biaya jabatan (5% x 7.294.550) 364.728
Iuran pensiun(4,75% x 6.325.550) 300.464 665.191
3 Penghasilan netto 6.629.359
Penghasilan netto disetahunkan 79.552.307
4 PTKP
Untuk WP 54.000.000
Untuk WP kawin 4.500.000
Tanggungan ‐ 58.500.000
5 PKP 21.052.307
Pembulatan 21.052.000
6 PPh 21 setahun (5% x 21.052.000) 1.052.600
7 PPh 21 sebulan (1.052.600: 12) 87.717
(J.3) Penghitungan PPh Pasal 21 Susanto tidak berubah karena jumlah penghasilan
masih sama antara kantor lama dan kantor baru, yang berbeda hanya
pemotongnya saja.
Farianto
Penghitungan PPh Pasal 21 Farianto di Kantor Imigrasi Yogyakarta dan Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah:
Tabel 5. Penghitungan PPh Pasal 21 Farianto Masa Pajak April s.d. Desember 2016
1 Penghasilan dari Kantor Imigrasi Yogyakarta
Gaji pokok 5.870.000
Tunjangan istri 587.000
Tunjangan anak 234.800
Tunjangan jabatan ‐
Tunjangan beras 248.000
29
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Pembulatan
Jumlah 6.939.800
2 Pengurang
Biaya jabatan (5% x 6.939.800) 346.990
Iuran pensiun(4,75% x6.691.800) 317.861 664.851
3 Penghasilan netto 6.274.950
Penghasilan netto disetahunkan 75.299.394
4 PTKP
Untuk WP 54.000.000
Untuk WP kawin 4.500.000
Tanggungan 13.500.000 72.000.000
5 PKP 3.229.394
Pembulatan 3.299.000
6 PPh 21 setahun (5% x 3.299.000) 164.950
7 PPh 21 sebulan (164.950: 12) 13.746
Perhitungan PPh Pasal 21 Masa April sampai November di Kantor Wilayah
Kementerian Agama Provinsi Yogyakarta dilakukan dengan cara:
1) menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima dari Kantor
Imigrasi Yogyakarta;
2) menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima dari Kantor
Imigrasi Yogyakarta dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta;
3) PPh Pasal 21 yang terutang atas tunjangan jabatan yang dibayarkan oleh
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
adalah PPh Pasal 21 pada angka 2) dikurangi dengan PPh Pasal 21 pada
angka 1)
Dengan memperhatikan cara penghitungan tersebut maka penghitungan PPh
Pasal 21 untuk angka 1), angka2), dan angka 3) adalah sebagai berikut:
1) penghitungan PPh Pasal 21 untuk angka 1) adalah sebagaimana dimaksud
pada huruf a;
2) penghitungan PPh Pasal 21 untuk angka 2) adalah:
30
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Tabel 6. PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima dari Kantor Imigrasi Yogyakarta
dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi DIY
1 Penghasilan dari Kantor Imigrasi Yogyakarta
Gaji pokok 5.870.000
Tunjangan istri 587.000
Tunjangan anak 234.800
Tunjangan jabatan ‐
Tunjangan beras 248.000
Pembulatan
Jumlah 6.939.800
2 Penghasilan dari Kantor Wilayah Agama DIY
Tunjangan Jabatan 3.000.000
Jumlah Penghasilan Bruto 9.939.800
3 Pengurang
Biaya jabatan (5% x 9.939.800) 496.990
Iuran pensiun(4,75% x6.691.800) 317.861 814.851
4 Penghasilan netto 9.124.950
Penghasilan netto disetahunkan 109.499.394
5 PTKP 54.000.000
Untuk WP 4.500.000
Untuk WP kawin 13.500.000 72.000.000
Tanggungan 37.499.394
6 PKP 37.499.000
Pembulatan
7 PPh 21 setahun (5% x 37.499.000) 1.874.950
8 PPh 21 sebulan (1.874.950: 12) 156.246
PPh Pasal 21 sebulan di Kantor Imigrasi Yogyakarta 13.746
9 PPh Pasal 21 sebulan di Kanwil Agama DIY 142.500
3) PPh Pasal 21 sebulan yang harus dipotong oleh bendahara Kantor Wilayah
Kementerian Agama Provinsi DIY adalah sebesar Rp156.246,00 ‐
Rp13.746,00 = Rp142.500,00
(T.3) Gaji ke‐13
Pada bulan Juli 2016 seluruh PNS di Kantor Imigrasi Yogyakarta mendapatkan
gaji 13. Gaji 13 yang diterima berdasarkan gaji dan tunjangan yang dibayarkan
pada bulan Juni 2016.
Bagaimanakah perhitungan PPh Pasal 21 untuk Gaji 13 yang diterima oleh PNS
Kantor Imigrasi Yogyakarta?
31
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Tabel 7. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Gaji 13 pada Kantor Imigrasi Yogyakarta
Uraian Farianto Hartanto Satrio B. Bayu
1. Gaji pokok 5.870.000 5.340.000 5.620.200 5.235.500
Tunjangan istri 587.000 534.000 562.020 523.550
Tunjangan anak 234.800 213.600 112.404
Tunjangan jabatan 740.000 520.000
Tunjangan beras 248.000 248.000 149.000 149.000
Pembulatan
Penghasilan bruto 6.939.800 7.075.600 6.963.624 5.908.050
2. Pengurang
Biaya jabatan 5% 346.990 353.780 348.181 295.403
Iuran pensiun 4,75% 317.861 289.161 298.995 273.555
664.851 642.941 647.176 568.957
3.Penghasilan netto 6.274.950 6.432.659 6.316.448 5.339.093
Penghasilan netto disetahunkan 75.299.394 77.191.908 75.797.378 64.069.112
4.PTKP k/3 K/2 K/1 K/0
Untuk WP 54.000.000 54.000.000 54.000.00 54.000.000
Untuk WP kawin 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000
Tanggungan 13.500.000 9.000.000 4.500.000
72.000.000 67.500.000 63.000.000 58.500.000
5.PKP 3.299.394 9.691.908 12.797.378 5.569.112
Pembulatan 3.299.000 9.691.000 12.797.000 5.569.000
6.PPh 21 setahun 5% 164.950 484.550 639.850 278.450
PPh 21 sebulan 13.746 40.739 53.321 23.204
Tambahan 20% yang belum ber NPWP 4.641
Total PPh Pasal 21 13.746 40.739 53.321 27.845
(J.3) Gaji ke‐13
Untuk masa pajak Desember 2016 Kantor Imigrasi Yogyakarta dan Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta harus
membuat penyesuaian penghitungan PPh Pasal 21 atas Pegawainya yang
mendapat gaji 13, kenaikan gaji berkala dan diperbantukan:
Penyesuaian penghitungan PPh Pasal 21 masa Pajak Desember untuk Farianto
di Kantor Imigrasi Yogyakarta
32
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Tabel 8. Penyesuaian penghitungan PPh Pasal 21 Farianto untuk Masa Pajak Desember
di Kantor Imigrasi Yogyakarta
(J.3) Penyesuaian penghitungan PPh Pasal 21 masa Pajak Desember untuk Farianto
di Kantor Wilayah Kemenag Yogyakarta
Tabel 9. Penyesuaian penghitungan PPh Pasal 21 Farianto untuk Masa Pajak Desember di
Kantor Wilayah Kemenag Daerah Istimewa Yogyakarta
33
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
(J.3) Penyesuaian penghitungan PPh Pasal 21 masa Pajak Desember 2016 untuk
Farianto di Kantor Imigrasi Yogyakarta dan Kantor Imigrasi Semarang
Tabel 10. Penyesuaian penghitungan PPh Pasal 21 Masa Pajak Desember 2016
di Kantor Imigrasi Yogyakarta dan Kantor Imigrasi Semarang
(J.3) Penyesuaian penghitungan PPh Pasal 21 Masa Pajak Desember 2016 untuk
Hartanto, Satrio Birowo, Yugana dan Bayu dilakukan oleh Kantor Imigrasi
Yogyakarta sedangkan untuk Susanto dilakukan oleh Kantor Imigrasi
Semarang.
34
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
A. 2 Belanja Honorarium
(T.4) Honorarium
Kantor Imigrasi Yogyakarta membentuk tim Peningkatan Mutu Pelayanan
yang anggotanya terdiri dari beberapa orang PNS dan non PNS. Bendahara
Kantor Imigrasi Yogyakarta membayar honorarium tim pada tanggal 25 Maret
2016, dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 11. Daftar Honorarium Tim pada Kantor Imigrasi Yogyakarta
Bagaimanakah pemotongan pajak atas honorarium yang diterima oleh
anggota tim tersebut?
(J.4) Honorarium
Penghitungan PPh Pasal 21 atas honor anggota tim Peningkatan Mutu
Pelayanan yang merupakan PNS didasarkan pada golongan dari penerima
honor sebagai berikut:
Tabel 12. Daftar Penghitungan PPh Pasal 21 atas Honorarium Tim pada Kantor Imigrasi
Yogyakarta
Sedangkan untuk PPh Pasal 21 atas honorarium yang diterima oleh Yugana
(Pegawai non PNS) merupakan imbalan peserta kegiatan.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk honorarium yang diterima oleh Yugana:
PPh 21 = jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat
utuh dan tidak dipecah X Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor
36 tahun 2008
PPh 21 = 5% x Rp1.500.000,00
= Rp75.000,00
35
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
36
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
T.6‐2 Pembelian ATK
Pada tanggal 4 Oktober 2015, membeli secara tunai 10 alat‐alat tulis kantor
Rp1.100.000,00 dan 10 buku pelajaran umum Rp1.500.000,00 dari toko buku
PERWIRA yang beralamat di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 90 Purbalingga
milik Tuan Joko yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak 06.325.456.3‐
529.000 dan telah mempunyai Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Tuan Joko menerbitkan Faktur Pajak dengan kode nomor seri 020.000‐
15.00000101 pada tanggal 4 Oktober 2015 dengan nilai PPN Rp110.000,00.
T.6‐3 Pembelian Bensin
Pada tanggal 16 Oktober 2015, membeli bensin dari SPBU Pertamina untuk
keperluan kendaraan dinas seharga Rp500.000,00, membayar tagihan
rekening listrik sebesar Rp1.000.000,00 kepada PLN, serta membeli benda‐
benda pos sebesar Rp500.000,00 di sebuah kantor pos.
T.6‐4 Pembelian dengan dana BOS
Pada tanggal 18 Oktober 2015, membeli secara tunai 10 buku pelajaran umum
seharga Rp2.500.000,00, 10 pakaian seragam jadi seharga Rp3.000.000,00
serta pengadaan formulir dan 10 rim kertas untuk ujian sekolah sebesar
Rp2.000.000,00 dari sebuah toko pedagang eceran atas nama Tuan Bagus
yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak 06.456.321‐ 2‐529.000 dan telah
mempunyai Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Pembelian tersebut
dananya bersumber dari Bantuan Operasional Sekolah. Tuan Bagus
menerbitkan Faktur Pajak dengan kode nomor seri 020.000‐15.00000501 pada
tanggal 18 Oktober 2015 dengan nilai PPN sebesar Rp500.000,00.
Atas pembelian‐pembelian tersebut, bagaimana kewajiban perpajakannya?
J.6 1
Pemungutan PPh
Pembelian makanan siap saji di restoran pada dasarnya harus dipungut PPh
Pasal 22, tetapi karena nilai pembeliannya tidak melebihi Rp2.000.000,00
maka atas pembelian tersebut tidak dipungut PPh Pasal 22.
Pemungutan PPN
Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung, dan sejenisnya merupakan jenis barang yang tidak dikenai Pajak
Pertambahan Nilai sehingga atas pembelian tersebut tidak dipungut PPN.
37
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
J.6‐2
Pemungutan PPh
Pembelian 10 alat‐alat tulis kantor Rp1.100.000,00 dan 10 buku pelajaran
umum Rp1.500.000,00 dari toko PERWIRA dipungut PPh Pasal 22 karena total
pembelian tersebut telah melebihi nilai Rp2.000.000,00.
‐ PPh Pasal 22 ( 1,5% x Rp2.600.000,00 ) = Rp39.000,00
Dalam hal Tuan Joko merupakan Wajib Pajak dengan peredaran bruto tidak
melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak yang dikenai PPh final dengan tarif
sebesar 1% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun
2013, dibebaskan dari pemungutan PPh Pasal 22 sepanjang Tuan Joko dapat
menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau
Pemungutan PPh Pasal 22 atas nama Tuan Joko yang telah dilegalisasi oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Pemungutan PPN
Buku pelajaran umum merupakan salah satu jenis barang kena pajak yang
dibebaskan dari pengenaan PPN sehingga bendahara hanya memungut PPN
atas pembelian 10 alat‐alat tulis kantor sebesar:
PPN (10% x Rp1.100.000,00) = Rp110.000,00
Kewajiban selanjutnya yang harus dilakukan oleh Taufik Hidayat sebagai
bendahara MAN Purbalingga adalah:
a. melakukan validasi faktur pajak yang telah diisi dengan data Wajib Pajak
Tuan Joko dengan cara membubuhi cap ”disetor tanggal ……” serta
membubuhi tanda tangan dan memastikan bahwa:
1) Faktur Pajak yang diterima tersebut merupakan e‐Faktur
2) Keterangan yang tercantum dalam e‐Faktur tersebut sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya dan/atau sesungguhnya melalui:
a) Fitur Pajak Masukan pada aplikasi e‐Faktur (bagi Pembeli Barang
Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang merupakan
Pengusaha Kena Pajak yang telah memiliki aplikasi e‐Faktur);
dan/atau
b) Pemindaian barcode/QR Code yang tertera pada e‐Faktur
(handphone atau smartphone tertentu dapat melakukan scanning
QR Code)
38
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
b. menyetorkan PPh Pasal 22 atas pembelian alat‐ alat tulis kantor dan buku
pelajaran umum sebesar Rp39.000,00 ke kas negara melalui Bank Persepsi
atau Kantor Pos dan Giro paling lama 7 hari setelah tanggal pembayaran
yaitu tanggal 11 Oktober 2015. Karena bertepatan dengan hari minggu,
maka penyetoran paling lama pada hari Senin tanggal 12 Oktober 2015.
Penyetoran dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama
Tuan Joko yang telah ditandatangani oleh bendahara;
c. menyetorkan PPN atas pembelian alat‐alat tulis kantor sebesar
Rp110.000,00 ke kas negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos dan
Giro paling lama 7 hari setelah tanggal pembayaran yaitu tanggal 11
Oktober 2015. Karena bertepatan dengan hari minggu, maka penyetoran
paling lama pada hari Senin tanggal 12 Oktober 2015. Penyetoran dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama Tuan Joko yang telah
ditandatangani oleh bendahara;
d. melaporkan SPT Masa PPh Pasal 22 ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Purbalingga paling lama tanggal 14 November 2015
e. melaporkan SPT Masa PPN ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Purbalingga paling lama tanggal 30 November 2015;
f. memberikan SSP PPh Pasal 22, SSP PPN lembar ke‐1 dan faktur pajak
lembar ke‐2 kepada Tuan Joko (Toko PERWIRA)
J.6‐3
Pemungutan PPh
Atas pembelian bahan bakar minyak, listrik, dan benda‐benda pos tidak
dipungut PPh Pasal 22.
Pemungutan PPN
Terkait dengan PPN, dalam hal bahan bakar minyak dibeli dari Pertamina maka
tidak dilakukan pemungutan PPN. Selain itu, listrik ditetapkan sebagai barang
kena pajak tertentu yang dibebaskan dari pemungutan PPN sehingga atas
pembayaran tagihan listrik tidak perlu dipungut PPN. Sedangkan atas
pembelian benda‐benda pos karena nilai pembelian di bawah Rp1.000.000,00
maka tidak dipungut PPN oleh Bendaharawan, tetapi dipungut dan disetor
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bersangkutan sesuai ketentuan yang
berlaku umum.
39
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
J.6‐4
Pemungutan PPh
Atas pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan
Operasional Sekolah tidak dilakukan pemungutan PPh Pasal 22.
Pemungutan PPN
Buku pelajaran umum merupakan salah satu barang kena pajak yang
dibebaskan dari pengenaan PPN sehingga atas pembelian barang tersebut
tidak perlu dipungut PPN. Sedangkan atas pembelian 10 pakaian seragam dan
pengadaan formulir dan 10 rim kertas dipungut PPN sebagai berikut:
10 Pakaian seragam (10% x Rp3.000.000,00) = Rp300.000,00
Formulir dan 10 rim kertas ujian (10% x Rp2.000.000,00) = Rp200.000,00
Jumlah = Rp500.000,00
Kewajiban selanjutnya yang harus dilakukan oleh Taufik Hidayat sebagai
bendahara MAN Purbalingga adalah:
a. melakukan validasi faktur pajak yang telah diisi dengan data Wajib Pajak
Tuan Joko dengan cara membubuhi cap ”disetor tanggal ……” serta
membubuhi tanda tangan dan memastikan bahwa:
1) Faktur Pajak yang diterima tersebut merupakan e‐Faktur;
2) Keterangan yang tercantum dalam e‐Faktur tersebut sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya dan/atau sesungguhnya melalui:
a) Fitur Pajak Masukan pada aplikasi e‐Faktur (bagi Pembeli
Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang
merupakan Pengusaha Kena Pajak yang telah memiliki aplikasi
e‐Faktur); dan/atau
b) Pemindaian barcode/QR Code yang tertera pada e‐Faktur
(handphone atau smartphone tertentu dapat melakukan
scanning QR Code)
b. menyetorkan PPN atas pembelian pakaian seragam dan formulir kertas
ujian sebesar Rp500.000,00 ke kas negara melalui Bank Persepsi atau
Kantor Pos dan Giro paling lama 7 hari setelah tanggal pembayaran yaitu
tanggal 25 Oktober 2015. Karena bertepatan dengan hari minggu, maka
penyetoran paling lama pada hari Senin tanggal 26 Oktober 2015.
40
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
41
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara Pengangsuran dan
Penundaan Pembayaran Pajak;
8. Permenkeu No.186/PMK.03/2007 tentang Wajib Pajak Tertentu yang Dikecualikan
dari Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda karena Tidak Menyampaikan
Surat Pemberitahuan Dalam Jangka Waktu yang Ditentukan;
9. Permenkeu No.190/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Pembayaran
Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang;
10. Permenkeu No.246/PMK.03/2008 tentang Beasiswa yang Dikecualikan dari Objek
Pajak Penghasilan;
11. Permenkeu No.250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya
Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau
Pensiunan;
12. Permenkeu No.252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak
Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi;
13. Permenkeu No.254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan
Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian dan Mingguan Serta Pegawai
Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan;
14. Perdirjen Pajak No.PER‐57/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 tentang Perubahan
Perdirjen Pajak No.PER‐31/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 tentang Pedoman Teknis
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Jasa, Dan Kegiatan Orang
Pribadi;
15. Perdirjen Pajak No. PER‐32/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 tentang Bentuk Formulir
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti
Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26;
16. Permenkeu No. 101/PMK.010/2016 tanggal 22 Juni 2016 tentang Penyesuaian
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak;
17. Permenkeu No. 102/PMK.010/2016 tanggal 22 Juni 2016 tentang Penetapan Bagian
Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian Dan Mingguan
Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya Yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak
Penghasilan;
18. Perdirjen Pajak No. PER‐14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013 tentang Bentuk, Isi, Tata
Cara Pengisian Dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan
42
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal
21 Dan/Atau Pasal 26;
19. Perdirjen Pajak No. PER‐32/PJ/2015 tanggal 7 Agustus 2015 tentang Pedoman Teknis
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan
Kegiatan Orang Pribadi.
Catatan:
Peraturan dapat berubah sewaktu-waktu, peraturan dapat dilihat di
www.pajak.go.id
43
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
LEMBAR KERJA BAB III
1. Sebutkan pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26!
2. Sebutkan penerima penghasilan yang wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh bendahara
pemerintah!
44
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
BAB IV PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan mampu menjelaskan:
pengertian dan obyek PPN/PPn BM,
tarif dan dasar pemotongan PPN/PPn BM,
tata cara penyetoran dan pelaporan PPN/PPn BM
4.1 Pengertian dan Obyek Pajak Pertambahan Nilai
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pelunasan pajak
yang dikenakan atas setiap transaksi pembelian barang atau perolehan jasa dari
pihak ketiga. Transaksi pembelian yang dikenakan PPN misalnya pembelian alat
tulis kantor, pembelian seragam untuk keperluan dinas, pembelian komputer,
pembelian mesin absensi pegawai, perolehan jasa konstruksi, perolehan jasa
pemasangan mesin absensi, perolehan jasa perawatan AC kantor, dan perolehan
jasa atas tenaga keamanan.
Secara umum atas setiap transaksi pembelian barang dan perolehan jasa dari
pihak ketiga/rekanan yang dibayar oleh bendahara harus dipungut PPN. Namun
demikian, terdapat beberapa transaksi pembelian barang dan
perolehan jasa dari pihak ketiga yang tidak perlu dipungut PPN Setiap transaksi
pihak ketiga/rekanan
harus dipungut PPN,
oleh bendahara yaitu: kecuali:
kurang dari 1juta
1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Pembebasan
tanah
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan
BKP/JKP
pembayaran yang terpecah‐pecah; dibebaskan PPN
BBM & Non BBM
2. Pembayaran untuk pembebasan tanah, kecuali dari Pertamina
Rekening telpon
pembayaran atas penyerahan tanah oleh real estate atau Jasa angkutan
udara
industrial estate; Pembayaran tidak
kena PPN
3. Pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang menurut ketentuan perundang‐
undangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan/atau
dibebaskan dari pengenaan PPN, yaitu:
a. Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari
pengenaan PPN berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2003
tentang Impor dan atau penyerahan BKP Tertentu dan atau penyerahan
JKP Tertentu Yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN, yaitu:
45
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
46
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
f) Kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan dan
pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diimpor dan
digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian
Umum dan/atau Badam Usaha Penyelenggara Prasarana
Perkeretaapian Umum, dan komponen atau bahan yang diimpor oleh
pihak yang ditunjuk oleh Badan Usaha Penyelenggara Prasarana
Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara
Prasarana Perkeretaapian Umum, yang digunakan untuk pembuatan
kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan dan
pemeliharaan, serta prasarana perkeretaapian yang akan digunakan
oleh Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum
dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian
Umum; dan
g) Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen
Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara
wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk
mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Departemen
Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen
Pertahanan atau TNI.
2) Barang Kena Pajak tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan Pajak pertambahan Nilai:
a) Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun
sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta
perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Permukiman
dan Prasarana Wilayah;
b) Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat
angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya yang
diserahkan kepada Kementerian Pertahanan, TNI atau Kepolisian
Negara Republik Indonesia dan komponen atau bahan yang
diperlukan dalam pembuatan senjata dan amunisi oleh PT.
(PERSERO) PINDAD untuk keperluan Departeman Pertahanan, TNI
atau POLRI;
47
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
48
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan
Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.
h) Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan
data batas dan photo udara untuk mendukung pertahanan nasional
yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan atau TNI.
3) Jasa Kena Pajak tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai:
a) Jasa yang diterima oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional,
Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara
Jasa Kepelabuhanan Nasional dan Perusahaan Penyelenggara Jasa
Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional, yang
meliputi: Jasa persewaan kapal; Jasa kepelabuhanan meliputi jasa
tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh; Jasa perawatan dan
reparasi (docking) kapal.
b) Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional
yang meliputi: Jasa persewaan pesawat udara; Jasa perawatan dan
reparasi pesawat udara.
c) Jasa perawatan dan reparasi kereta api yang diterima oleh Badan
Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum;
d) Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan
bangunan rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun
sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta
perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Permukiman
dan Prasarana Wilayah dan pembangunan tempat yang sematamata
untuk keperluan ibadah;
e) Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan
rumah sangat sederhana; dan
f) Jasa yang diterima oleh Departeman Pertahanan atau TNI yang
dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas dan photo udara
wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan
nasional.
49
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
b. Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari
pengenaan PPN berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2001
tentang Impor dan atau Penyerahan BKP tertentu yang Bersifat Strategis
yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2015, yaitu:
1) BKP tertentu yang bersifat strategis yang atas impornya dibebaskan dari
pengenaan PPN:
a) mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik
dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara
langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh
Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak
tersebut, tidak termasuk suku cadang;
b) barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan
perikanan, baik penangkapan maupun budidaya, sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah
ini;
c) jangat dan kulit mentah yang tidak disamak;
d) ternak yang kriteria dan/atau rinciannya diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian;
e) bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, atau perikanan;
f) pakan ternak tidak termasuk pakan hewan kesayangan;
g) pakan ikan;
h) bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan pakan ikan, tidak
termasuk imbuhan pakan dan pelengkap pakan, yang kriteria
dan/atau rincian bahan pakan diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan
perikanan dan Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pertanian; dan
50
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
51
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
(1) luas untuk setiap hunian paling sedikit 21 m2 (dua puluh satu meter
persegi) dan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi);
(2) pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan
umum dan perumahan rakyat;
(3) merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri
sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka
waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan di
bidang rumah susun; dan
(4) batasan terkait harga jual unit hunian Rumah Susun Sederhana
Milik dan penghasilan bagi orang pribadi yang memperoleh unit
hunian Rumah Susun Sederhana Milik ditetapkan oleh Menteri
Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan
umum dan perumahan rakyat.
k) listrik, kecuali untuk rumah dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam
ratus) Voltase Amper.
c. Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang PPNnya tidak dipungut
berdasarkan PP No. 42 tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan,
PPN dan PPnBM dan PPh dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang
Dibiayai dengan Hibah atau Dana pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah
diubah terakhir dengan PP No. 25 Tahun 2001.
1) PPN dan PPnBM yang tidak perlu dipungut adalah pembayaran atas
penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh kontraktor, konsultan,
dan pemasok utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek pemerintah
yang seluruh dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri;
2) Dalam hal penyerahan BKP dan atau JKP tersebut sebagian dibiayai dengan
hibah atau pinjaman luar negeri, maka PPN dan PPnBM yang tidak dipungut
hanya atas bagian dari penyerahan yang dibiayai dengan hibah atau
pinjaman luar negeri tersebut.
3) Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. : 43/ PMK.03/2007 tentang
Perlakuan PPN dan PPnBM atas Pelaksanaan Proyek Pemerintah untuk
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi
52
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
53
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
3) makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung dan sejenisnya;
4) uang, emas batangan dan surat berharga.
b. kelompok jasa yang tidak dikenakan PPN:
1) Jasa pelayanan kesehatan medis, seperti dokter umum, dokter spesialis;
2) Jasa pelayanan sosial, seperti panti asuhan, Jasa pemadam kebakaran
kecuali yang bersifat komersial, Jasa pemberian pertolongan pada
kecelakaan, Jasa Lembaga Rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial, Jasa
pemakaman termasuk krematorium dan Jasa olah raga kecuali yang bersifat
komersial.
3) Jasa pengiriman surat dengan perangko;
4) Jasa keuangan, seperti jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, jasa menempatkan dana,
meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan
menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk,
cek, jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, dan jasa penjaminan.
5) Jasa asuransi;
6) Jasa keagamaan, seperti pemberian khutbah/dakwah, Jasa pelayanan
rumah ibadah, dan Jasa lainnya di bidang keagamaan
7) Jasa pendidikan meliputi Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti
jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan
luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan
akademik dan pendidikan profesional; dan Jasa penyelenggaraan
pendidikan Iuar sekolah, seperti kursus‐kursus.
8) Jasa kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan, seperti
pementasan kesenian tradisional;
9) Jasa penyiaran, seperti penyiaran radio dan televisi yang bukan bersifat
iklan;
10) Jasa angkutan umum, seperti angkutan umum di darat dan di air;
11) Jasa tenaga kerja seperti Jasa tenaga kerja, Jasa penyediaan tenaga kerja
sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas
54
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
hasil kerja dari tenaga kerja tersebut, dan Jasa penyelenggaraan latihan bagi
tenaga kerja.
12) Jasa perhotelan meliputi Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di
hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait
dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap, dan Jasa
persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen, dan hostel.
13) Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum meliputi jenis‐jenis jasa yang
Tarif PPN
dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin adalah tarif
tunggal 10%
Mendirikan Bangunan, pemberian Izin Usaha Perdagangan,
pemberian NPWP, pembuatan Kartu Tanda Penduduk.
14) Jasa penyediaan tempat parkir
15) Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
16) Jasa pengiriman uang dengan wesel pos;
17) Jasa boga atau katering.
4.2 Tarif PPN dan PPnBM
Tarif PPN adalah tarif tunggal 10%. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah menjadi paling rendah 5% dan
paling tinggi 15%. Tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.
Dasar pemungutan PPN dan PPnBM adalah jumlah pembayaran baik dalam
bentuk uang muka, pembayaran sebagian, atau pembayaran seluruhnya yang
dilakukan oleh Pemungut PPN kepada PKP Rekanan. Dalam jumlah pembayaran
yang dilakukan oleh pemungut PPN tersebut di atas termasuk PPN dan PPnBM
yang terutang tanpa memperhatikan apakah dalam kontrak menyebutkan
ketentuan pemungutan PPN dan atau PPnBM maupun tidak.
Contoh
Pada tanggal 18 Februari 2014, Panitia Pelaksana Kegiatan Administrasi Umum
mengadakan seragam olahraga senilai Rp4.400.000,00 sudah termasuk PPN.
PPN yang dipungut Bendahara: 10/110 x Rp4.400.000,00 = Rp400.000,00.
55
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
4.3 Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan
Tata Cara Pemungutan PPN dan PPnBM adalah sebagai berikut:
1. PPN dan PPn BM dilakukan pemungutannya pada saat pembayaran dengan
cara pemotongan secara langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak
Rekanan Pemerintah.
2. PKP rekanan wajib menerbitkan Faktur Pajak dan SSP pada saat
menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah baik untuk sebagian
maupun seluruh pembayaran. Dalam hal pembayaran diterima sebelum
penagihan atau sebelum penyerahan BKP dan atau JKP, Faktur Pajak wajib
diterbitkan pada saat pembayaran diterima.
3. Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPnBM maka PKP rekanan
Pemerintah mencantumkan jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
4. Faktur Pajak dibuat dalam rangkap tiga:
‐ lembar ke‐1 : untuk Bendahara.
‐ lembar ke‐2 : untuk arsip PKP rekanan Pemerintah.
‐ lembar ke‐3 : untuk KPP Pratama/KPP melalui Bendahara pemerintah.
5. SSP dibuat oleh PKP Rekanan dengan nama, alamat dan NPWP dari PKP
Rekanan yang bersangkutan namun ditandatangani oleh Bendahara selaku
pemungut pajak yang bertindak atas nama PKP Rekanan.
Tata Cara Penyetoran PPN dan PPnBM adalah sebagai berikut:
1. PPN/PPnBM yang dipungut Bendahara wajib disetorkan ke Bank Persepsi atau
Kantor Pos paling lambat 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya bulan terjadinya
pembayaran tagihan. Jika hari ketujuh (7) bertepatan dengan hari libur, maka
penyetoran harus dilakukan pada hari kerja berikutnya.
2. Penyetoran PPN/PPnBM dilakukan dengan SSP dibuat rangkap 5 (lima) atas
nama rekanan Pemerintah dan ditandatangani oleh Bendahara:
- Lembar ke‐1 untuk PKP rekanan. BENDAHARA
- Lembar ke‐2 untuk KPP Pratama/KPP melalui KPPN.
- Lembar ke‐3 untuk PKP rekanan guna dilampirkan pada SPT Masa PPN.
- Lembar ke‐4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos atau pertinggal untuk
KPPN
- Lembar ke‐5 untuk arsip Bendahara.
56
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
3. Pada setiap lembar Faktur Pajak wajib dibubuhi cap”disetor tanggal .......” dan
ditandatangani Bendahara.
Tata Cara Pelaporan PPN dan PPnBM adalah sebagai berikut:
1. Pelaporan PPN/PPnBM oleh Bendahara Pemerintah harus dilaporkan di KPP
tempat Bendahara terdaftar paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berakhirnya bulan dilakukan dilakukan pembayaran tagihan. Bentuk
pelaporan bagi Bendahara dilakukan dengan menggunakan formulir ” Surat
Pemberitahuan Masa Bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (Formulir 1107
PUT)”. Formulir 1107 PUT merupakan bentuk formulir yang baru berdasarkan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. : PER‐147/PJ./2006 tentang Bentuk, Isi
dan Tata Cara Penyampaian Surat pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai Bagi Pemungut PPN.
SPT Masa bagi Pemungut PPN dibuat dalam rangkap 3:
- Lembar ke‐1 dilampiri Faktur Pajak lembar 3 untuk KPP
- Lembar ke‐2 untuk KPPN
- Lembar ke‐3 untuk arsip bendahara.
2. Jika Bank bertindak sebagai ”Kasir” dari Bendahara Pemerintah, maka Faktur
Pajak dan SSP diteruskan ke Bank yang bersangkutan melalui Bendahara.
Kewajiban untuk memungut dan melapor adalah Bank yang bersangkutan.
3. Jika dalam satu bulan tidak terdapat pemungutan/penyetoran, laporan tetap
dibuat dengan mempergunakan laporan nihil.
Pemungut PPN termasuk dalam pengertian Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
sesuai dengan Pasal 1 angka 1 dan angka 25 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.
16 Tahun 2009, maka kepadanya dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak dan atau
Surat Ketetapan Pajak.
Peraturan peraturan perpajakan yang menjadi dasar hukum dalam pelaksanaan
pemungutan PPN adalah:
1. UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 16/ 2009;
57
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
2. UU No. 8/1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang undang No. 42/2009;
3. PP No. 145/2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP No. 12/2006
tentang Kelompok BKP yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan PPnBM;
4. PP No. 146/2000 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu dan atau
Penyerahan JKP Tertentu Yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN sebagaimana
telah diubah dengan PP No. 69/2015;
5. PP No. 81/2015 tentang perubahan atas PP No. 12/2001 tentang Impor dan atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat Strategis yang
Dibebaskan dari Pengenaan PPN;
6. Permenkeu No.80/PMK.03/2010 tentang Perubahan Atas Permenkeu
No.184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh tempo Pembayaran
dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara
Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara Pengangsuran
dan Penundaan Pembayaran Pajak;
7. Kepmenkeu No. 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan
Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut,
Menyetor dan Melaporkan PPN dan PPnBM beserta Tata cara Pemungutan,
Penyetoran dan Pelaporannya;
8. Kepmenkeu No. 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan PPN yang Dibebaskan
atas Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat
Strategis sebagaimana telah diubah dengan Kepmenkeu No.
371/KMK.03/2003;
9. Permenkeu No. 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak
Pertambahan Nilai;
10. PerDirjen Pajak No. PER‐147/PJ./2006 tentang Bentuk, Isi dan Tata Cara
Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa
PPN) Bagi Pemungut PPN.
11. Perdirjen Pajak No. PER‐38/PJ/2009 tanggal 23 Juni 2009 tentang Bentuk
Formulir Surat Setoran Pajak.
58
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Dasar Hukum Perlakuan Perpajakan Atas Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang
Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri:
1. PP No. 42/1995 perihal Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam
rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana
Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah No. 25/2001;
2. Kepmenkeu RI No.239/KMK.01/1996 perihal PP No. 42/1995 tentang Bea
Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek
Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri
sebagaimana telah diubah dengan Kepmenkeu RI No. 486/KMK.04/2000;
3. Kepmenkeu RI No.43/PMK.13/2007 tentang Perlakuan Perpajakan atas
Pelaksanaan Proyek Pemerintah untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah
dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Kepulauan
Nias Provinsi Sumatera Utara Paska Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami
yang Dibiayai Hibah Luar Negeri;
4. Kepdirjen Pajak No. KEP‐526/PJ./2000 tentang Pelaksanaan Kepmenkeu RI
No.239/KMK.01/1996 perihal Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 42/1995
tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka
Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana
Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir dengan Kepmenkeu
RI No.486/KMK.04/2000
5. Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE‐19/PJ.53/1996 tanggal 4 Juni 1996 perihal
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam
rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah/Dana
Pinjaman Luar Negeri.
6. Surat Edaran Bersama DJA, DJP dan DJBC No. SE‐64/A/71/0596; SE‐32/ PJ/1996;
SE‐19/BC/1996 tanggal 13 Mei 1996 perihal Pedoman Pelaksanaan Keputusan
Menteri Keuangan No. 239/KMK.01/1996 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 42/1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN dan
59
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
PPnBM dan PPh dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai
dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri.
Catatan:
Peraturan dapat berubah sewaktu-waktu, peraturan dapat dilihat di
www.pajak.go.id
60
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
LEMBAR KERJA BAB IV
1. Sebutkan pengertian PPN!
2. Sebutkan obyek PPN yang harus dipungut oleh bendahara pemerintah!
61
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
BAB V PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 DAN PPN
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan mampu menjelaskan
pengertian dan obyek pajak, tarif dan saat pemungutan,tata cara penyetoran dan pelaporan
pajak penghasilan pasal 22 beserta PPN nya
5.1 Pengertian Dan Obyek Pajak Penghasilan Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendahara
(pemerintah pusat/daerah), instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga‐lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran PPh 22
pajak yang
atas penyerahan barang dan badan‐badan tertentu baik badan berkenaan
dengan
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang pembayaran atas
impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya. Obyek pemungutan penyerahan
barang
PPh Pasal 22 adalah penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak (WP)
yaitu nilai/harga barang yang diserahkan kepada Bendahara
pengeluaran atau Pejabat Pembuat Komitmen. Pemungutan PPh Pasal 22
dilakukan sehubungan dengan pembayaran atas pembelian barang seperti:
komputer, meubelair, mobil dinas, ATK dan barang lainnya oleh Pemerintah kepada
Wajib Pajak penjual barang. Pemungutan PPh pasal 22 dilakukan oleh:
1. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi, atau
lembaga pemerintah dan lembaga‐lembaga negara lainnya berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang;
2. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan
mekanisme Uang Persediaan (UP);
3. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Penerbit SPM yang diberi
delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan
dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).
Pemungutan PPh pasal 22 atas belanja barang tidak dilakukan dalam hal:
1. Pembelian barang yang meliputi jumlah pembayaran paling banyak
Rp2.000.000,00 (bukan jumlah yang dipecah‐pecah dalam beberapa faktur)
dan tidak termasuk nilai PPN dan/atau PPnBM;
62
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Contoh:
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Pendukcapil) membeli komputer untuk
keperluan kantor dengan harga Rp 250.000.000,00 (tidak termasuk PPN dan/atau
PPnBM) dan barang modal berupa Mesin Absensi dengan harga Rp110.000.000,00
(termasuk PPN) dari UD Makmur Mandiri dengan NPWP 00.875.469.0‐822.000.
Selain itu Dinas Pendukcapil juga membeli alat tulis kantor untuk keperluan sehari‐
hari senilai Rp2.200.000,00 (harga termasuk PPN) dari Toko Pembina yang belum
memiliki NPWP.
PPN yang harus dipungut Bendahara sebagai pemungut pajak adalah:
- Komputer Rp250.000.000,00 x 10% = Rp25.000.000,00
- Mesin Absensi (100/110)xRp110.000.000,00 x 10% = Rp10.000.000,00
- Alat tulis kantor (100/110) x Rp2.200.000,00) x 10% = Rp200.000,00
PPh pasal 22 yang harus dipungut Bendahara sebagai pemungut pajak adalah :
- Komputer Rp250.000.000,00 × 1,5% = Rp3.750.000,00.
- Mesin Absensi (100/110 x Rp110.000.000,00) x 1,5% = Rp1.500.000,00.
- Alat Tulis Kantor (100/110 x Rp2.200.000,00) x 3% = Rp60.000,00.
5.3 Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22
Tata Cara Pemungutan Dan Penyetoran
1. PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh kuasa pengguna anggaran
atau pejabat penanda tangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut
PPh Pasal 22, harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan
63
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
64
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
65
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
66
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
LEMBAR KERJA BAB V
1. Sebutkan pengertian dan obyek pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22!
2. Sebutkan pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22!
67
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
BAB VI PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DAN PPN
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan mampu menjelaskan pengertian dan objek
pajak penghasilan pasal 23/26 tarif dan dasar pemotongan pajak penghasilan pasal 23/26
dan tata cara penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 23/26
6.1 Pengertian dan Obyek PPh Pasal 23/26
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak atas penghasilan dengan nama
dan dalam bentuk apa pun yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPhPasal 21. Pemotongan
PPh Pasal 23 merupakan cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui
pemotongan pajak atas penghasilan yang dibayarkan oleh bendahara kepada pihak
lain. Penghasilan yang dibayarkan tersebut antara lain:
1. Royalti, hadiah/penghargaan;
2. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
3. Imbalan sehubungan dengan jasa tehnik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan
jasa lain.
Objek PPh Pasal 23 salah satunya adalah jasa‐jasa tertentu yang ditetapkan Menteri
Keuangan, sehingga Bendahara wajib memperhatikan apakah pembayaran atas
jasa tersebut merupakan jasa yang ditentukan sebagai objek pemotongan PPh
Pasal 23.
Jasa teknik adalah pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang
berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu
pengetahuan. Jasa teknik meliputi :
1. pemberian informasi dalam pelaksanaan suatu proyek tertentu,seperti
pemetaan dan/atau pencarian dengan bantuan gelombang seismik.
2. pemberian informasi dalam pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti
pemberian informasi dalam bentuk gambar, petunjuk produksi, perhitungan‐
perhitungan dan sebagainya.
3. pemberian informasi yang berkaitan dengan pengalaman di bidang
manajemen, seperti pemberian informasi melalui pelatihan atau seminar
dengan peserta dan materi yang telah ditentukan oleh pengguna jasa.
68
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Jasa manajemen adalah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam
pelaksanaan atau pengelolaan manajemen. Jasa konsultan dalah pemberian advis
(petunjuk, pertimbangan, atau nasihat) profesional dalam suatu bidang usaha,
kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga
ahli, yang tidak disertai dengan keterlibatan langsung para tenaga ahli tersebut
dalam pelaksanaannya.
Selain jasa‐jasa tersebut, terdapat juga jasa lain yang menjadi objek pemotongan
PPh pasal 23. Segala imbalan sehubungan dengan jasa lain selain jasa yang telah
dipotong PPh pasal 21 dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 (tidak termasuk PPN).
Jasa lain tersebut antara lain:
1. Jasa penilai;
2. Jasa penilai (appraisal);
3. Jasa aktuaris;
4. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
5. Jasa hukum;
6. Jasa arsitektur;
7. Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape;
8. Jasa perancang (design);
9. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi
(migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap;
10. Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas
bumi (migas);
11. Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi dan
penambangan minyak dan gas bumi (migas);
12. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
13. Jasa penebangan hutan;
14. Jasa pengolahan limbah;
15. Jasa penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
16. Jasa perantara dan/atau keagenan;
17. Jasa di bidang perdagangan surat‐surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh
Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan
Efek Indonesia (KPEI);
69
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
18. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh Kustodian
Sentral Efek Indonesia (KSEI);
19. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
20. Jasa mixing film;
21. Jasa pembuatan saranan promosi film, iklan, poster, photo, slide, klise, banner,
pamphlet, baliho dan folder;
22. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer,
termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
23. Jasa pembuatan dan/atau pengelolaan website;
24. Jasa internet termasuk sambungannya;
25. Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi,
dan/atau program;
26. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi;
27. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,
gas, AC, TV kabel, dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak
yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
28. Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut dan udara;
29. Jasa maklon;
30. Jasa penyelidikan dan keamanan;
31. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
32. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang
atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
33. Jasa pembasmian hama;
34. Jasa kebersihan atau cleaning service;
35. Jasa sedot septic tank;
36. Jasa pemeliharaan kolam;
37. Jasa katering atau tata boga;
38. Jasa freight forwarding;
39. Jasa logistik;
70
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
40. Jasa pengurusan dokumen;
41. Jasa pengepakan;
42. Jasa loading dan unloading;
43. Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga
atau insitusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
44. Jasa pengelolaan parkir;
45. Jasa penyondiran tanah;
46. Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
47. Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit;
48. Jasa pemeliharaan tanaman;
49. Jasa pemanenan;
50. Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan,
dan/atau perhutanan;
51. Jasa dekorasi;
52. Jasa pencetakan/penerbitan;
53. Jasa penerjemahan;
54. Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang‐
Undang Pajak Penghasilan;
55. Jasa pelayanan kepelabuhanan;
56. Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;
57. Jasa pengelolaan penitipan anak;
58. Jasa pelatihan dan/atau kursus;
59. Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
60. Jasa sertifikasi;
61. Jasa survey;
62. Jasa tester, dan
63. Jasa selain jasa‐jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
71
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas
bumi (migas) sebagaimana dimaksud berupa:
1. Jasa penyemenan dasar (primary cementing) yaitu penempatan bubur semen
secara tepat di antara pipa selubung dan lubang sumur;
2. Jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing), yaitu penempatan bubur
semen untuk maksud‐maksud:
3. Penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong;
4. Penyumbatan kembali zona yang berproduksi air;
5. Perbaikan dari penyemenan dasar yang gagal; dan
6. Penutupan sumur.
7. Jasa pengontrolan pasir (sand control), yaitu jasa yang menjamin bahwa
bagian‐bagian formasi yang tidak terkonsolidasi tidak akan ikut terproduksi ke
dalam rangkaian pipa produksi dan menghilangkan kemungkinan
tersumbatnya pipa.
8. Jasa pengasaman (matrix acidizing), yaitu pekerjaan untuk memperbesar daya
tembus formasi dan menaikan produktivitas dengan jalan menghilangkan
material penyumbat yang tidak diinginkan;
9. Jasa peretakan hidrolika (hydraulic), yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam hal
cara pengasaman tidak cocok, misalnya perawatan pada formasi yang
mempunyai daya tembus sangat kecil;
10. Jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen dan coil tubing), yaitu jasa yang
dikerjakan untuk menghilangkan cairan buatan yang berada dalam sumur baru
yang telah selesai, sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan asli
formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen yang
telah dipompakan ke dalam cairan buatan dalam sumur;
11. Jasa uji kandung lapisan (drill steam testing), penyelesaian sementara suatu
sumur baru agar dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi;
12. Jasa reparasi pompa reda (reda repair);
13. Jasa pemasangan instalasi dan perawatan;
14. Jasa penggantian peralatan/material;
15. Jasa mud logging, yaitu memasukkan lumpur ke dalam sumur;
16. Jasa mud engineering;
17. Jasa well logging dan perforating;
72
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
18. Jasa stimulasi dan secondary decovery;
19. Jasa well testing dan wire line service;
20. Jasa alat control navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling;
21. Jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drilling;
22. Jasa mobilisasi dan demobilisasi anjungan drilling;
23. Jasa directional drilling dan surveys;
24. Jasa exploratory drilling;
25. Jasa location stacking/positioning;
26. Jasa penelitian pendahuluan;
27. Jasa pembebasan lahan;
28. Jasa penyiapan lahan pengeboran seperti pembukaan lahan, pembuatan
sumur air, penggalian lubang cadangan, dan lain‐lain;
29. Jasa pemasangan peralatan rig;
30. Jasa pembuatan lubang utama dan pembukaan lubang rig;
31. Jasa pengeboran lubang utama dengan mesin bor kecil;
32. Jasa penggalian lubang tambahan;
33. Jasa penanganan penempatan sumur dan akses transportasi;
34. Jasa penanganan arus pelayanan (service line) dan komunikasi;
35. Jasa pengelolaan air (water system);
36. Jasa penanganan rigging up dan/atau rigging down;
37. Jasa pengadaan sumber daya manusia dan sumber daya lain seperti peralatan
(tools), perlengkapan (equipment) dan kelengkapan lain;
38. Jasa penyelaman dan/atau pengelasan;
39. Jasa proses completion untuk membuat sumur siap digunakan;
40. Jasa pump fees;
41. Jasa pencabutan peralatan bor;
42. Jasa pengujian kadar minyak;
43. Jasa pengurusan legalitas usaha;
44. Jasa sehubungan dengan lelang;
45. Jasa seismic reflection studies;
46. Jasa survey geomagnetic, gravity, dan survey lainnya; dan
47. Jasa lainnya yang sejenis yang terkait di bidang pengeboran, produksi
dan/atau penutupan pertambangan minyak dan gas bumi (migas).
73
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan
gas bumi (migas) adalah semua jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang
pertambangan umum berupa :
1. Jasa pengeboran;
2. Jasa penebasan;
3. Jasa pengupasan dan pengeboran;
4. Jasa penambangan;
5. Jasa pengangkutan/sistem transportasi, kecuali Jasa angkutan umum;
6. Jasa pengolahan bahan galian;
7. Jasa reklamasi tambang;
8. Jasa pelaksanaan mekanikal, elektrikal, manufaktur, fabrikasi, dan
penggalian/pemindahan tanah;
9. Jasa mobilisasi dan/atau demobilisasi;
10. Jasa pengurusan legalitas usaha;
11. Jasa peminjaman dana;
12. Jasa pembebasan lahan;
13. Jasa stockpiling; dan
14. Jasa lainnya yang sejenis di bidang pertambangan umum.
Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara sebagaimana dimaksud
adalah berupa:
1. Bidang aeronautika, termasuk:
a) Jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara, dan jasa lain
sehubungan dengan pendaratan pesawat udara;
b) Jasa penggunaan jembatan pintu (avio bridge);
c) Jasa pelayanan penerbangan;
d) Jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari proses
pelayanan penumpang dan bagasinya serta kargo, yang diangkut dengan
pesawat udara, baik yang berangkat maupun yang datang, selama pesawat
udara di darat; dan
e) Jasa penunjang lain di bidang aeronautika.
2. Bidang non‐aeronautika, termasuk:
a) Jasa katering di pesawat dan jasa pembersihan pantry pesawat; dan
74
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
b) Jasa penunjang lain di bidang non‐aeronautika.
Jasa maklon sebagaimana dimaksud adalah pemberian jasa dalam rangka proses
penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh
pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), yang spesifikasi, bahan baku, barang
setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian
atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi
berada pada pengguna jasa.
Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer sebagaimana dimaksud dalam
adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara kegiatan
meliputi antara lain penyelenggaraan pameran, konvensi, pagelaran musik, pesta,
seminar, peluncuran produk, konferensi pers, dan kegiatan lain yang
memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan.
Jasa freight forwarding sebagaimana dimaksud adalah kegiatan usaha yang
ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik untuk mengurus semua/sebagian
kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang
melalui transportasi darat, laut, dan/atau udara, yang dapat mencakup kegiatan
penerimaan, penyimpanan, sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran,
penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen
angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim, asuransi atas pengiriman barang
serta penyelesaian tagihan dan biaya‐biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman
barang‐barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak
menerimanya.
Tidak dikenakan pemotongan PPh 23/26
Obyek pajak yang dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23/26 adalah:
1. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
2. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi;
3. dividen yang diterima oleh orang pribadi atau bagian laba yang diterima atau
diperoleh perseroan terbatas sebagai WajibPajak dalam negeri, koperasi, badan
usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah,dari penyertaan modal pada
75
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
76
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:
‐ Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
‐ Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah
dikenakan pajak yang bersifat final.
Pemotongan PPh Pasal 23 tidak memperhatikan batasan jumlah penghasilan yang
dibayarkan oleh Bendahara kepada Wajib Pajak.Tarif pemotongan PPh Pasal 23
berbeda untuk jenis pajak dan subyek pajaknya.
Secara rinci tarif pemotongan PPh Pasal 23 dan Pasal 26 dapat dilihat pada
tabel berikut:
1. Tarif Umum PPh Pasal 23
Tarif Obyek
1. deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
2. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
15% x jumlah bruto atas pengembalian utang;
3. royalti;
4. hadiah dan penghargaan lain selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 (yang
dibayarkan oleh perusahaan, badan, dan penyelenggara kegiatan yang
melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan)
2% x jumlah bruto atas jika 1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali
sewa atas tanah dan/atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan
WP memiliki NPWP
yang bersifat final yaitu:
penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi
dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
4% x jumlah bruto atas jika penghasilan berupa hadiah undian;
WP tidak memiliki NPWP penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya,
transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan
saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya
yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan;
penghasilan tertentu lainnya
2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan dan jasa lainnya.
Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah:
a. Untuk jasa katering adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan
bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah
jatuh tempo pembayarannya oleh bendahara kepada Wajib Pajak
penyedia jasa katering;
b. Untuk jasa selain jasa katering adalah seluruh jumlah penghasilan dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh bendahara
kepada Wajib Pajak penyedia jasa, tidak termasuk:
1) Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh
Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
77
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Tarif Obyek
2) Pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian barang
atau material yang terkait dengan jasa yang diberikan;
3) Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia
jasa, terkait jasa yang diberikan oleh penyedia jasa; dan/atau
4) Pembayaran kepada penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam rangka
pemberian jasa bersangkutan.
2. Tarif Tertentu PPh Pasal 23
Berdasarkan subyek pajaknya, tarif PPh Pasal 23 ditetapkan sebagai berikut:
Subyek Pajak Obyek Pajak Tarif
WP Perusahaan pelayaran dalam negeri imbalan/nilai 1,2% dari peredaran bruto dan
penggantian bersifat final
Perusahaan pelayaran/penerbangan luar imbalan/nilai 2,64% dari peredaran bruto
negeri penggantian dan bersifat final
Perusahaan penerbangan dalam negeri imbalan/nilai 1,8% dari peredaran bruto
(berdasarkan perjanjian charter) penggantian
3. Tarif PPh Pasal 26
Tarif PPh Pasal 26 adalah 20% x jumlah bruto, kecuali bila ada Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka tarif PPh Pasal 26 disesuaikan
dengan ketentuan yang berlaku dalam P3B tersebut.
Penghasilan bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau
nilai uang yang diterima ataudiperoleh Wajib Pajak.
Contoh Perhitungan PPh Pasal 23
Untuk acara rapat koordinasi penyusunan program kerja pada Dinas Pertanian,
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan Penyusunan Program Kerja Pemda Kabupaten
Sukamaju menunjuk UD Jasa Boga dengan NPWP 02.425.743.2‐822.000 untuk
menyediakan konsumsi rapat tersebut. UD Jasa Boga bergerak di bidang jasa
catering. Kontrak yang disepakati untuk jasa catering tersebut adalah
Rp4.500.000,00. Berdasarkan bukti yang diserahkan oleh PPTK Bendahara
Pengeluaran dengan NPWP 00.875.469.0‐822.000 membayar tagihan catering
tersebut pada tanggal 20 Februari 2011.
Kewajiban perpajakan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Jika UD Jasa Boga memiliki NPWP, maka perhitungan pajaknya adalah
2% x Rp4.500.000,00 = Rp90.000,00.
2. Jika UD Jasa Boga tidak memiliki NPWP, maka perhitungan pajaknya adalah
4% x Rp4.500.000,00 = Rp180.000,00.
78
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
3. Jika UD Jasa Bersih Banget memiliki NPWP, maka perhitungan pajak untuk
service mencuci AC sebesar Rp5.500.000,00 termasuk pajak adalah:
PPN : 10/110 x Rp5.500.000,00 = Rp500.000,00
PPh ps 23 : 2% x Rp5.000.000,00 = Rp100.000,00
4. Jika UD Jasa Bersih Banget tidak memiliki NPWP, maka perhitungan pajak untuk
service AC sebesar Rp5.500.000,00 termasuk pajak adalah:
PPN : 10/110 x Rp5.500.000,00 = Rp500.000,00
PPh ps 23 : 4% x Rp5.000.000,00 = Rp200.000,00
6.3 Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23/26
PPh Pasal 23 terutang pada saat dibayarkan atau saat disediakan untuk
dibayarkan atau ketika pembayarannya telah jatuh tempo. PPh Pasal 23 harus
disetorkan oleh Pemotong Pajak paling lama 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya
setelah bulan saat terutangnya pajak. Pelaporan dilakukan dengan cara
menyampaikan SPT Masa ke KPP atau KP2KP dimana Pemotong Pajak terdaftar,
paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
6.4 Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23
Pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan sebagai berikut:
1. Pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan denganmemberikan bukti pemotongan
yang telah diisi lengkap. Setiap pemotongan PPh Pasal 23 yang dilakukan oleh
Bendahara wajib dibuatkan bukti potong dan diberikan kepada Wajib Pajak
penerima penghasilan.
2. Pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan pada saat pembayaran dilakukan atau saat
disediakan ataupun ketika pembayaran telah jatuh tempo.
3. Lembar ke‐1 Bukti Pemotongan diserahkan kepada WP rekanan sebagai Bukti
Pemotongan.
Penyetoran PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut:
1. PPh Pasal 23 yang tercantum dalam Bukti Pemotongan selama satu bulan
takwim dijumlahkan.
2. Jumlah PPh pasal 23 yang telah dipotong selama satu bulan takwin disetor ke
Bank persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan SSP paling lambat
79
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak oleh
Bendahara. Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, maka penyetoran
dilakukan pada hari kerja berikutnya.
3. Menerima kembali SSP lembar ke‐1 dan ke‐3 dari Bank/KantorPos.
Penggunaan SSP:
Lembar ke‐1 untuk arsip Bendahara pemotong PPh Pasal 23 yang berguna
sebagai bukti sudah menyetorkan uang untuk pembayaran PPh Pasal 23
Lembar ke‐3 bersama SPT Masa PPh Pasal 23 dilaporkan ke KPP
Pratama/KPP.
Pelaporan PPh Pasal 23 yang telah dipungut dan disetor adalah sebagai berikut:
1. Lembar ke‐2 bukti‐bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 yang
dibuat dalam satu bulan takwim dicatat pada formulir Daftar Bukti
Pemotongan Pajak (rangkap dua);
2. Bendahara mengisi dengan lengkap dan benar formulir SPT Masa PPh Pasal 23
dan/atau PPh Pasal 26 rangkap 2 (dua) dan dilampiri dengan:
- Lembar ke‐3 SSP Bukti Setoran PPh Pasal 23 dan /atau PPh Pasal 26;
- Daftar bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26;
- Lembar ke‐2 Bukti Pemotongan.
3. SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26 lengkap bersama lampirannya
harus dilaporkan ke KPP selambat‐lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya dan
disampaikan langsung atau dikirim melalui pos tercatat. Jika tanggal 20 jatuh
pada hari libur, maka pelaporan dilakukan pada hari kerja berikutnya.
4. Bendahara menerima kembali satu set lembar kedua SPT Masa PPh Pasal 23
dan/atau PPh Pasal 26, sebagai bukti telah melapor.
Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 23 adalah:
1. UU No.6/ 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah diubah terakhir dengan UU No. 16/ 2009;
2. UU No.7/ 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan UU No. 36/ 2008;
80
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
3. Permenkeu No.181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat pemberitahuan, Serta
Tata Cara Pengambilan, pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian Surat
Pemberitahuan;
4. Permenkeu No.80/PMK.03/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan No.184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh tempo
Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata
Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara Pengangsuran
dan Penundaan Pembayaran Pajak;
5. Permenkeu No.186/PMK.03/2007 tentang Wajib Pajak Tertentu yang Dikecualikan
dari Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda karena Tidak Menyampaikan
Surat Pemberitahuan Dalam Jangka Waktu yang Ditentukan;
6. Permenkeu No.190/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Pembayaran
Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang;
7. Permenkeu No.141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud
Dalam Pasal 23 ayat (1) Huruf C Angka 2 UU No. 7/ 1983 tentang Pajak Penghasilan
Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008;
8. Perdirjen Pajak No. PER‐38/PJ/2009 tanggal 23 Juni 2009 tentang Bentuk Formulir
Surat Setoran Pajak;
9. Perdirjen Pajak No. PER‐53/PJ/2009 tanggal 30 September 2009 tentang Bentuk
Formulir SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2), SPT Masa PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23
dan/atau Pasal 26 serta Bukti Pemotongan/Pemungutannya.
Catatan:
Peraturan dapat berubah sewaktu-waktu, peraturan dapat dilihat di
www.pajak.go.id
81
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
LEMBAR KERJA BAB VI
1. Sebutkan pengertian dan obyek pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 23/26!
2. Sebutkan obyek pajak yang dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan Pasal
23/26!
82
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
BAB VII PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS DAN
BERSIFAT FINAL
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan mampu menjelaskan:
pengertian dan objek pajak penghasilan bersifat final,
tarif dan dasar pemotongan pajak penghasilan bersifat final,
tata cara penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan bersifat final
7.1 Pengertian Pajak Penghasilan yang Bersifat Final
Pajak final artinya unsur pajak dalam suatu objek pajak sudah tidak perlu
diperhitungkan lagi biaya‐biaya untuk memperoleh penghasilan yang menjadi
obyek pajak tersebut. Oleh karena suatu objek itu dikenai pajak final, maka segala
biaya untuk mendapatkan objek pajak tersebut tidak dapat digabung dengan biaya
dari objek pajak yang tidak final.
Pemotongan atau pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah cara pelunasan
pajak dalam tahun berjalan antara lain melalui pemotongan atau pemungutan
pajak yang bersifat final atas penghasilan tertentu yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
1. Bunga Deposito
2. Bunga Simpanan
3. Bunga dari Kewajiban
4. Dividen Dalam pajak
final, segala
5. Hadiah Undian biaya tidak
dapat digabung
6. Transaksi Penjualan saham Pendiri dengan biaya
objek pajak
7. Jasa Konstruksi tidak final
8. Sewa atas tanah dan/ atau bangunan
9. Pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan
10. Transaksi Penjualan saham
83
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
84
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu
lebih dari 12 (dua belas) bulan. Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima
dan/atau diperoleh pemegang Obligasi dalam bentuk bunga dan/atau
diskonto. Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak
berupa Bunga Obligasi dikenai pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat
final.
Besarnya masing‐masing potongan adalah sebagai berikut:
a. Bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar: 15% (lima belas) bagi Wajib
Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan 20% (dua puluh) atau
sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak
berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari
jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi;
b. diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar: 15% (lima belas persen) bagi
Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan 20% (dua puluh
persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran
pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,
dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan
Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan;
c. diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar: 15% (lima belas persen) bagi
Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan 20% (dua puluh
persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran
pajak berganda bagi wajib Pajak luar negeri ; dan
d. bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh
Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal
[Grab your
dan Lembaga Keuangan sebesar:
reader’s
attention - 0% (nol persen) untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010
with a great - 5% (lima persen) untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013; dan
quote from
the - 15% (lima belas persen) untuk tahun 2014 dan seterusnya.
document
or use this
space to
emphasize
a key point.
To place
this text
box
anywhere
on the page, 85
just drag it.]
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
4. Dividen yang diterima oleh Indonesia Wajib Pajak orang pribadi, tarif sebesar
10% sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Atas Divıden yang Dıterıma Atau
Dıperoleh Wajıb Pajak Orang Prıbadı Dalam Negeri.
Pemberi dividen akan memotong jenis PPh dan tarif yang berbeda‐beda
tergantung siapa penerima dividennya. Jenis objek pajak penghasilan yang
dikenakan penerima dividen adalah sebagai berikut:
a. Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 23
Wajib Pajak Badan Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang
menerima atau memperoleh penghasilan berupa dividen, maka atas
penghasilan dividen tersebut dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari
penghasilan bruto.
b. Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang menerima atau memperoleh
penghasilan berupa dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut
dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final sebesar 10% dari
penghasilan bruto.
c. Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 26
Wajib Pajak Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan
yang bersumber dari Indonesia berupa dividen, maka atas penghasilan
dividen tersebut dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari penghasilan bruto.
Namun, apabila penerima dividen ini adalah WPLN dimana Negara domisili
yang bersangkutan mempunyai perjanjian perpajakan dengan Indonesia
dan terdapat Surat Keterangan Domisili (COD), maka tarif yang dikenakan
adalah tarif yang sesuai dengan Tax Treaty.
86
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Dividen yang Dikecualikan dari Objek Pajak
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh, bahwa yang dikecualikan dari
objek pajak adalah dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha
milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada
badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan
syarat:
1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor.
Contoh
PT. ABC (tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia) pada tanggal 4 Mei 2014
mengumumkan pembagian dividen dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS). Pada tanggal 13 Agustus 2014 perusahaan membagikan dividen tunai
kepada para pemegang sahamnya, yang mana dividen tersebut berasal dari
cadangan laba yang ditahan. Total jumlah dividen yang dibagikan adalah
sebesar Rp.1.000.000.000,‐.
Susunan pemegang saham beserta prosentase kepemilikan sahamnya adalah
sebagai berikut:
87
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Perhitungan Pajak atas deviden
5. Hadiah lotere / undian, tarif sebesar 25% dari jumlah bruto hadiah undian baik
berupa uang atau barang, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 132 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Atas Hadiah Undıan.
Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diberikan melalui undian. Penyelenggara undian orang pribadi, badan,
kepanitiaan, organisasi (termasuk organisasi internasional) atau
penyelenggara lainnya termasuk pengusaha yang menjual barang dan jasa
yang memberikan hadiah dengan cara undian. Nilai hadiah adalah nilai uang
atau nilai pasar apabila hadiah tersebut diserahkan dalam bentuk natura
misalnya mobil.
Contoh:
a. Hadiah berupa uang tunai
Pak Kiki mendapatkan uang tunai Rp 100 juta dari hadiah undian tabungan
Bank B, atas hadiah undian tersebut dipotong pajak 25% saat itu juga yaitu
25% x 100.000.000 = 25.000.000 , jadi Uang tunai yang bisa pak Kiki bawa
pulang adalah Rp 75 juta.
b. Hadiah berupa barang
Pak Budi menerima hadiah mobil dari hasil undian program Bank A, maka
yang menjadi dasar pemotongan pajak adalah nilai pasar dari harga mobil
tersebut. Biasanya kalau hadiahnya bukan uang tunai atau kendaraan
bermotor maka si penyelenggara acara undian berhadiah akan
88
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
memperhitungkan nilai hadiah setelah dipotong pajak. Contoh hadiahnya
senilai 100 juta rupiah maka si panitia membelikan mobil seharga 75 juta dan
25 jutanya digunakan untuk pemotongan pajak.
Pajak atas hadiah yang telah dipotong harus disetorkan ke kas negara
melalui kantor pos atau bank persepsi paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya setelah saat pajak tersebut terutang. Yang wajib memotong dan
memungut pajaknya adalah Panitia Penyelenggara Undian.
6. Transaksi penjualan saham pendiri, dan saham non‐founder (bukan pendiri),
tarif sebesar 0,5% nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa diakhir
tahun dan 0,1% jumlah bruto nilai transaksi penjualan, sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1997 tentang : Pajak Penghasilan
atas Penghasilan Darı Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek, yang derivatif‐
nya berupa turunan Menteri Keuangan No 282/KMK.04/1997, yang SE‐
15/PJ.42/1997 dan SE‐06/PJ.4/1997.
Yang dimaksud dengan "pendiri" adalah orang pribadi atau badan yang
namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan Terbatas atau
tercantum dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas sebelum Pernyataan
Pendaftaran yang diajukan kepada Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)
dalam rangka penawaran umum perdana " initial public offering ". Termasuk
dalam pengertian "pendiri" adalah orang pribadi atau badan yang menerima
pengalihan saham dari pendiri karena :
a. warisan
b. hibah yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 Undang‐
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang‐Undang Nomor 10 Tahun 1994.
c. cara lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan pada saat pengalihan
tersebut.
Yang dimaksud dengan "saham pendiri" adalah saham yang dimiliki oleh
mereka yang termasuk kategori "pendiri" sebagaimana dimaksud di atas.
Termasuk dalam pengertian "saham pendiri" adalah :
saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari kapitalisasi agio yang
dikeluarkan setelah penawaran umum perdana ("initial public offering");
89
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri.
Tidak termasuk dalam pengertian "saham pendiri" adalah :
saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari pembagian dividen dalam
bentuk saham;
saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum perdana ("initial
public offering") yang berasal dari pelaksanaan hak pemesanan efek
terlebih dahulu (right issue), waran, obligasi konversi lainnya;
saham yang diperoleh pendiri perusahaan Reksa Dana.
PPh yang bersifat final dikenakan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa
efek sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari jumlah bruto nilai transaksi
penjualan saham.
Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5%
(nol koma lima persen) dari nilai seluruh saham pendiri yang dimilikinya pada
tanggal 29 Mei 1997, atau pada saat initial public offering (IPO) dalam hal IPO
dilakukan pada hari setelah tanggal 29 Mei 1997. Besarnya nilai saham tersebut
adalah :
a. nilai saham pada penutupan bursa tanggal 30 Desember 1996, apabila
saham tersebut telah diperdagangkan di bursa efek dalam tahun 1996 atau
sebelumnya;
b. nilai saham pada saat penawaran umum perdana ("initial public offering"),
apabila saham tersebut diperdagangkan di bursa efek pada atau setelah 1
Januari 1997;
Tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan di atas
adalah :
a. Penyelenggara bursa efek wajib memotong Pajak Penghasilan yang
terutang sebagaimana dimaksud di atas melalui perantara pedagang efek
pada saat pelunasan transaksi penjualan saham.
b. Penyelenggara bursa efek wajib menyetor Pajak Penghasilan ke bank
persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat‐lambatnya tanggal 20 (dua
puluh) bulan berikutnya setelah bulan terjadinya transaksi penjualan
saham.
90
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
7. Jasa konstruksi, dengan berbagai tarif dari 2% sampai 6%
Penjelasan lebih lanjut dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor
51 tahun 2008 dan turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2009
91
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang
Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi.
Pajak Penghasilan yang bersifat final dikenakan bagi Wajib Pajak yang memenuhi
kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh
lembaga yang berwenang, serta yang mempunyai nilai pengadaan sampai
dengan Rp1.000.000.000,00.
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang dan harus dipotong oleh pengguna
jasa atau disetor sendiri oleh Wajib Pajak penyedia jasa yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud ditetapkan sebagai berikut:
a. 4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia
jasa perencanaan konstruksi
b. 2% (dua persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa
pelaksanaan konstruksi; atau
c. 4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia
jasa pengawasan konstruksi.
Obyek dan Tarif Pajak Jasa Konstruksi
Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan
konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa
konsultasi pengawasan konstruksi. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan
atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta
pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal,
dan tata lingkungan masing‐masing beserta kelengkapannya, untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
Tarif PPh Final untuk Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut:
a. WP yang memiliki klasifikasi usaha
Bentuk Pekerjaan Klasifikasi Usaha Tarif
Kecil 2%
Pelaksana Konstruksi
Menengah & Besar 3%
Perencana & Pengawas Konstruksi Kecil, Menengah & Besar 4%
b. WP yang tidak memiliki klasifikasi usaha
Bentuk Pekerjaan Tarif
Pelaksana Konstruksi 4%
Perencana & Pengawas Konstruksi 6%
92
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Contoh
Dinas Pariwisata Kota Kalibata sedang merenovasi Gedung Serba Guna
dengan biaya Rp20.000.000,00. Renovasi dilakukan oleh penyedia jasa
konstruksi kualifikasi kecil. Pada saat gedung direnovasi, Kota Kalibata
mengadakan pameran produk wisata bagi pengrajin lokal. Pameran Pariwisata
dilakukan dengan menyewa gedung sebesar Rp10.000.000,‐ (harga tidak
termasuk PPN).
Pajak yang harus dipotong oleh Bendahara adalah:
Obyek Pajak Tarif dan dasar pengenaan Pajak terutang
Jasa Konstruksi, Kualifikasi Kecil 2% x Rp20.000.000,00 Rp400.000,00
Sewa Gedung 10% x Rp10.000.000,00 Rp1.000.000,00
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Jasa Konstruksi:
a. KPPN atau Bendahara memotong Pajak Penghasilan yang terutang pada
saat pembayaran penghasilan berupa imbalan atas jasa konstruksi
b. KPPN atau Bendahara memberikan bukti pemotongan PPh Final atas Jasa
Konstruksi
c. Bendahara menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos
selambat‐lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
d. Bendahara melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh yang terutang
kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama/Kantor Pelayanan Pajak selambat‐
lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran imbalan.
Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur, pelaporan dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
8. Sewa atas tanah dan/atau bangunan, sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 29 tahun 1996 dan turunannya Peraturan Pemerintah
Nomor 5 tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerıntah Nomor 29
Tahun 1996 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari
Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan.
Sewa atas tanah dan atau bangunan adalah sewa berupa tanah, rumah, rumah
susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau
pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan
93
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
94
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
95
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
pihak pembeli yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan
jual beli sebelum terjadinya perubahan atau adendum perjanjian
pengikatan jual beli, atas terjadinya perubahan pihak pembeli dalam
perjanjian pengikatan jual beli tersebut.
Pembebasan sebagaimana dimaksud diberikan tanpa melalui penerbitan
Surat Keterangan Bebas.
d. Bagi Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan:
2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana
yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun
Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat
penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah
yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana
dimaksud dalam undang‐undang yang mengatur mengenai
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh atas pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan:
1. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib menyetor sendiri
Pajak Penghasilan ke bank/pos persepsi sebelum akta, keputusan,
kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
2. Bagi orang pribadi atau badan yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang menerima atau
96
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
97
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
98
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
LEMBAR KERJA BAB VII
1. Sebutkan pengertian dan obyek pemungutan Pajak Penghasilan yang bersifat final!
2. Uraikan jenis obyek pajak penghasilan apa saja yang dikenakan atas penerima
dividen!
99
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
BAB VIII PEMERIKSAAN ATAS PAJAK YANG DIPUNGUT
BENDAHARA PEMERINTAH
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan mampu menyusun prosedur pemeriksaan
pajak yang dipungut dan disetor oleh Bendahara Pemerintah
Pemeriksaan atas pajak yang dipungut dan dipotong oleh Bendahara Pemerintah
bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam
pengelolaan anggaran belanja negara/daerah. Dalam
melaksanakan tugas pemeriksaan, mengingat peraturan Tujuan Pemeriksaan
pajak Bendahara
perpajakan banyak pembaruannya, pemeriksa harus meyakini Pemerintah menguji
kepatuhan
bahwa kriteria pemeriksaan yang digunakan, khususnya terkait pemenuhan
kewajiban perpajakan
dengan tarif pajak merupakan peraturan terbaru sehingga hasil dalam pengelolaan
APBN/APBD
pemeriksaan dapat dipertanggungjawabkan secara profesional.
8.1 Permasalahan Terkait Kewajiban Bendahara
Permasalahan terkait dengan kepatuhan kewajiban bendahara adalah berikut:
1. Pengenaan Pajak
a. Bendahara tidak memungut/memotong pajak
b. Bendahara salah mengenakan jenis pajak
c. Bendahara salah mengenakan dasar pengenaan pajak
d. Bendahara mengenakan pajak atas obyek yang seharusnya tidak dikenakan
pajak
2. Penyetoran Pajak
a. Bendahara terlambat menyetorkan pajak yang dipungut/dipotongnya
b. Surat Setoran Pajak yang disetor bendahara berindikasi fiktif
3. Pelaporan Pajak
a. Bendahara tidak melaporkan SPT masa
b. Bendahara terlambat melaporkan SPT masa
8.2 Prosedur Pemeriksaan
Dalam menjalankan tugas pemeriksaan, pemeriksa harus memperhatikan
beberapa hal yang terkait dengan kewajiban pemotongan/pemungutan pajak oleh
Bendahara Pemerintah, yaitu:
100
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
2. Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan
dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran
atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya;
3. Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan di Kantor Pos atau bank yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak;
4. Dalam hal pencairan anggaran dengan mekanisme LS maka pemindahbukuan
pajak yang dilakukan oleh KPPN/BUD merupakan pembayaran dan penyetoran
pajak yang terutang, namun Surat Setoran Pajak tetap dipersiapkan oleh
bendahara yang bersangkutan;
101
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
5. Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain dianggap sah apabila telah
divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Pajak (NTPN);
6. Bendahara sebagai Pemotong atau Pemungut PPh memberikan tanda bukti
pemotongan atau tanda bukti pemungutan kepada orang pribadi atau badan
yang dipotong atau dipungut PPh setiap melakukan pemotongan atau
pemungutan;
7. Bendahara sebagai Pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan PNS di satuan
kerjanya, memberikan tanda bukti pemotongan paling lama 1 (satu) bulan
setelah tahun kalender berakhir;
8. Bendahara sebagai Pemungut PPN melakukan validasi Faktur Pajak yang
diterbitkan oleh rekanan.
Contoh Prosedur Pemeriksaan Pajak yang Dipungut dan Dipotong oleh
Bendahara Pemerintah
Prosedur Dokumen/Informasi
Dapatkan dan lakukan pengujian prosedur Dokumen Prosedur pemungutan dan
pemungutan, pemotongan dan penyetoran pemotongan pajak dan resume titik‐titik
pajak oleh Bendahara kelemahan prosedur tersebut
Lakukan wawancara dengan Bendahara yang BA Wawancara dan resume hasil
melakukan pemungutan, pemotongan dan perbandingan antara prosedur yang
penyetoran pajak untuk mengetahui prosedur dilakukan Bendahara dengan prosedur
pemungutan, pemotongan dan penyetoran yang seharusnya
pajak yang telah dilakukan dan bandingkan hasil
wawancara dengan dokumen prosedur
pemungutan, pemotongan dan penyetoran
pajak, jika terdapat perbedaan tanyakan
sebabnya dan lakukan telaah lebih lanjut
apakah perbedaan tersebut mengandung
kelemahan pengendalian yang berakibat
signifikan atau tidak, jika ya lakukan pengujian
lebih lanjut.
Dapatkan BKU, Buku Pajak dan SPJ Fungsional BKU, Buku Pajak dan SPJ Fungsional dan
dan Administratif. Lakukan penghitungan ulang Administratif
jumlah pajak yang telah dipungut dan disetor
bandingkan hasil penjumlahan dengan pajak
yang dipungut dan disetor pada BKU, Buku
Pajak dan SPJ Fungsional dan Administratif. Jika
terdapat perbedaan tanyakan sebabnya dan
lakukan pengujian lebih lanjut.
102
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Prosedur Dokumen/Informasi
Lakukan uji petik transaksi pemungutan dan Bukti Pemotongan Pajak, Surat Setoran
penyetoran pajak dengan prosedur berikut: Pajak (SSP), NTPN (Nota Tanda
- Dapatkan dokumen pemotongan pajak dan Penerimaan Negara), Hasil Konfirmasi
bandingkan jumlah pajak yang telah
dipotong dengan jumlah pajak yang
seharusnya dipotong oleh Bendahara
- Dapatkan dokumen penyetoran pajak dan
bandingkan jumlah pajak yang dipotong
dengan jumlah pajak yang disetorkan ke
Kas Negara.
- Lakukan konfirmasi ke Kas Negara dan/atau
Bank Persepsi/Kantor Pos dan/Kantor Pajak
tentang jumlah dan tanggal pajak yang
disetor oleh Bendahara.
8.3 Red Flag Pengelolaan Perpajakan Oleh Bendahara Pemerintah
Bendaharawan Pemerintah yang ditunjuk oleh Pengguna Anggaran/ Kuasa
Pengguna Anggaran umumnya tidak paham akan kewajiban perpajakan. Mulai dari
menghitung, memperhitungkan, membayar dan melapor.
1. Kurang/salah menghitung dan memperhitungkan
Kesalahan umum Bendaharawan Pemerintah dalam menghitung, seperti tidak
bisa membedakan jenis belanja mana yang bisa dikenakan pemotongan PPh
Pasal 21/23 atau pemungutan PPh Pasal 22. Mereka kadang belum bisa
menerapkan pasal mana yang sesuai. Selain itu, perhitungan PPN tidak sesuai,
karena Bendaharawan Pemerintah di daerah bertransaksi dengan Rekanan
Non‐PKP (Rekanan PKP sulit ditemukan di daerah, apalagi di daerah
terpencil/pedalaman).
Jadi perhitungan PPN yang dipungut menjadi seperti contoh berikut:
Nilai belanja di kuitansi sebesar Rp5.000.000,00
PPN terutang 100/110 x Rp5.000.000,00 = Rp454.545
Rekanan tetap dibayar Rp5.000.000,00
Seharusnya rekanan dibayar Rp5.000.000,00 ‐ Rp454.545 = Rp4.545.455,00
2. Tidak/kurang/terlambat membayar
Bendaharawan Pemerintah di daerah sering mengalami arus kas/likuiditas
yang tidak sesuai dengan periode realisasi. Karena likuiditas yang kurang
103
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
104
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
105
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Apabila kita telusuri di beberapa peraturan perpajakan terkait, misalnya di
Pasal 16A UU PPN No 42 tahun 2009 dan di Keputusan Menteri Keuangan
nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan
KPKN untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPn BM serta
tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporannya; tidak terdapat pasal
khusus yang mengatakan bahwa bendahara harus bertransaksi hanya dengan
PKP. KMK ini hanya mengatur ketentuan apabila bendahara bertransaksi
dengan PKP.
Dengan kata lain, bolehkah bendahara bertransaksi dengan non‐PKP? Mari kita
lihat! Pada tahun 2006 Menteri Dalam Negeri menerbitkan peraturan nomor
13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 59 tahun
2007. Dimana di Pasal 205 ayat (3) huruf c Permendagri tersebut menyebutkan
bahwa dalam rangka mengajukan permintaan pembayaran, Pejabat Pelaksana
Teknis Kegiatan (PPTK) menyiapkan dokumen SPP‐LS yang salah satu
lampirannya berupa SSP disertai Faktur Pajak yang telah ditandatangani Wajib
Pajak dan Wajib Pungut.
Sementara itu pada tahun 2012 telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan
nomor 190/PMK.05/2012 tentang tata cara pembayaran dalam rangka
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dimana pasal 40 ayat
(2) huruf h menyebutkan bahwa Pembayaran tagihan kepada penyedia
barang/jasa dilaksanakan berdasarkan bukti‐bukti yang sah, salah satunya
adalah Faktur Pajak beserta SSP yang telah ditandatangani oleh Wajib
Pajak/BendaharaPengeluaran.
Memperhatikan dua ketentuan di atas, dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa bendahara pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah, harus bertransaksi dengan (PKP). Hal ini dikarenakan hanya PKP yang
bisa menerbitkan Faktur Pajak sebagai bukti sah pemungutan PPN/PPn BM
yang harus dilampirkan dalam dokumen pembayaran dari uang negara,
mengingat non‐PKP dilarang menerbitkan Faktur Pajak sebagaimana diatur
dalam Pasal 14 UU No 42 tahun 2009. Meski pada prakteknya, misalnya
bendahara di salah satu instansi di daerah yang agak terpencil, susah
106
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
107
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
LEMBAR KERJA BAB VIII
1. Sebutkan tujuan pemeriksaan atas pajak yang dipungut bendahara pemerintah!
2. Uraikan secara singkat red flags yang dapat ditemukan dalam pengelolaan
perpajakan oleh bendahara pemerintah!
108
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia. 1994. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun
1994 tentang Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Para Pensiunan atas Penghasilan yang
Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah.
Republik Indonesia. 2000. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis
Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Republik Indonesia. 2007. Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah.
Republik Indonesia. 2008. Undang‐Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Republik Indonesia. 2009. Undang‐Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan
Undang‐Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Republik Indonesia. 2009. Undang‐Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan
Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Republik Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Keuangan PER – 31/PJ/2009 tentang
Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Republik Indonesia. 2009. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER –
162/PMK.011/2012 tentang Penghasilan Tidak Kena Pajak
Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 tahun
2009 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas
109
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang
Lain.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No184/PMK.03/2007 tentang
Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan
Tempat Pembayaran Pajak dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan
Pajak serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.
Direktorat Jenderal Pajak. 2011. Bendahara Mahir Pajak. Direktorat Penyuluhan
Pelayanan dan Humas.
Direktorat Jenderal Pajak. 2010. Buku Panduan Bendahara. Direktorat Penyuluhan
Pelayanan dan Humas.
Direktorat Jenderal Pajak. 2011. Buku Panduan Bagi KPPN dan Bendahara Pemerintah
Sebagai Pemotong/Pemungut Pajak‐Pajak Negara. Direktorat Penyuluhan
Pelayanan dan Humas.
110
Pajak yang Dipotong/Dipungut oleh Bendahara Pemerintah Buku Peserta
Tim Revisi Modul 2017
Penanggung Jawab : Dwi Setiawan Susanto
Pereviu : Afrilizar Diantini
Penyunting : Nina Roslina
Perevisi : M. Didi Raafi
Sekretariat : Alia Monalita
Masukan dan Saran disampaikan ke
Subbidang Perancangan Bahan Ajar PKN Pusdiklat
Email : pusdiklat@bpk.go.id
Cc : bahanajarpkn@gmail.com
111