PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif atas sistem
penyesuaian dalam merespon ancaman (Paripurno, 2002). Renspon itu bersifat jangka
pendek yang disebut mekanisme penyesuaian (coping mechanism) atau yang lebih
jangka panjang yang dikenal sebagai mekanisme adaptasi (adaptatif mechanism).
Mekanisme dalam menghadapi perubahan dalam jangka pendek terutama bertujuan
untuk mengakses kebutuhan hidup dasar: keamanan, sandang, pangan, sedangkan jangka
panjang bertujuan untuk memperkuat sumber-sumber kehidupannya (Paripurno, 2002).
Masalah bencana akibat lingkungan mulai semakin mencuat ke permukaan,baik
yang disebabkan oleh proses alam itu sendiri maupun yang disebabkan karena ulah
manusia di dalam membangun sarana dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Kasus-kasus
mengenai perubahan tata guna lahan di daerah tangkapan air hujan di hulu menjadi padat
penduduk karena berubah menjadi pemukiman. Hal tersebut berdampak pada banjir yang
sering terjadi di daerah bawahnya atau daerah hilir. Konversi lahan ini sedikit banyak
telah berpengaruh terhadap menurunnya kualitas lingkungan.
Oleh karena itu di dalam proses pembangunan tidak dengan sendirinya
mengurangi risiko terhadap bahaya alam. Sebaliknya tanpa disadari pembangunan dapat
menciptakan bentuk-bentuk kerentanan baru atau memperburuk kerentanan yang telah
ada. Persoalan-persolaan yang muncul sebagai akibat dari proses pembangunan ini perlu
diarahkan pada suatu paradigma pembangunan yang ramah lingkungan, yaitu
“pembangunan yang berkelanjutan” maka pembangunan tersebut harus didasarkan atas
pengetahuan yang lebih baik tentang karakteristik alam dan manusia (masyarakat).
Bencana alam apapun bentuknya memang tidak diinginkan. Sayangnya kejadian
pun terus saja ada. Berbagai usaha tidak jarang dianggap maksimal tetapi kenyataan
sering tidak terelakkan. Masih untung bagi kita yang mengagungkan Tuhan sehingga
segala kehendak-Nya bisa dimengerti, meski itu berarti derita.
Banyak masalah yang berkaitan dengan bencana alam. Kehilangan dan kerusakan
termasuk yang paling sering harus dialami bersama datangnya bencana itu. Harta benda
dan manusia terpaksa harus direlakan, dan itu semua bukan masalah yang mudah. Dalam
arti mudah difahami dan mudah diterima oleh mereka yang mengalami. Bayangkan saja
harta yang dikumpulkan sedikit demi sedikit, dipelihara bertahun-tahun lenyap seketika
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian analisis risiko bencana?
2. Apakah tujuan analisis risiko bencana?
3. Apa sajakah dampak bencana terhadap kawasan wisata?
4. Bagaimanakah pengembangan kawasan wisata dan aspek bencana?
5. Bagaimanakah analisis risiko bencana pada daerah pariwisata?
6. Bagaimanakah analisis SWOT dalam penanggulanagan risiko bencana pariwisata?
7. Bagaimanakah langkah-langkah analisis risiko bencana?
8. Apa sajakah penilaian risiko bencana pada kawasan wisata?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian analisis risiko bencana.
2. Untuk mengetahui tujuan analisis risiko bencana.
3. Untuk mengetahui dampak bencana terhadap kawasan wisata.
4. Untuk mengetahui pengembangan kawasan wisata dan aspek bencana
5. Untuk mengetahui analisis risiko bencana pada daerah pariwisata.
6. Untuk mengetahui analisis SWOT dalam penanggulanagan risiko bencana
pariwisata.
7. Untuk mengetahui langkah-langkah analisis risiko bencana.
8. Untuk mengetahui penilaian risiko bencana pada kawasan wisata.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
rencana kegiatan kajian kebencanaan, yang didalamnya dibahas rencana pelaksanaan
kajian dari sisi peserta, waktu dan tempat serta keterlibatan tokoh masyarakat setempat
akan sangat mendukung kajian analisa kebencanaan ini. Selain itu juga di sampaikan akan
Pentingnya Pengurangan Risko Bencana mengingat wilayah kita yang rawan akan
bencana.
Setelah ada kesepakatan dalam koordinasi awal maka masyarkat melakukan kegiatan
PDRA ( Participatory Disaster Risk Analysis / Kajian Partisipatif Analisa Bencana ).
Kegiatan ini selain melibatkan masyarakat, Tokoh masyarakat juga kader posyandu dan
PKK dusun, dengan kata lain semua unsur di masyarakat yang ada dilibatkan. Dalam
kegiatan ini dijelaskan maksud dan tujuan kegiatan kajian dan analisa kerentanan,
ancaman dan resiko kebencanaan.
4
mempunyai pertumbuhan yang pesat dan memberikan kontribusi ekonomi bagi banyak
negara maupun wilayah. Kegiatan wisata dinilai semakin penting peranannya dalam
mewujudkan keberlanjutan dan kedinamisan kehidupan sosial dan perekonomian sehari-
hari. Banyak penduduk yang terlibat dalam kegiatan pariwisata baik sebagai wisatawan
maupun pekerja. Hal ini dapat dilihat dari jumlah wisatawan, baik wisatawan nusantara
maupun wisatawan mancanegara, yang secara bertahap dan kontinu mengalami
peningkatan dari waktu ke waktu. Berdasarkan laporan tahunan Organisasi Pariwisata
Dunia, pariwisata internasional mencapai 563 juta kedatangan pada tahun 1995 dan
diperkirakan akan mencapai 1,6 milyar kedatangan pada tahun 2020. Jumlah tersebut
belum termasuk wisatawan domestik yang jumlahnya bisa mencapai sepuluh kali lipat
dari jumlah wisatawan mancanegara (WTO,1999). Beberapa kawasan mengalami
pertumbuhan pesat baik jumlah pengunjungnya maupun keragaman daya tarik yang
ditawarkan.berbagai jenis bentang alam dan fenomena sosial budaya dari berbagai negara
atau daerah dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata untuk dinikmati penduduk local
maupun penduduk dari wilayah atau negara lain.
Pariwisata menjadi sumber pendapatan utama maupun penunjang bagi masyarakat di
beberapa kawasan wisata seperti di provinsi Bali, kawasan wisata Pangandaran,
Pelabuhan Ratu, Anyer (Serang),dll. Di beberapa negara lain, pariwisata juga menjadi
salah satu andalan pendapatan atau devisa negara tersebut. Di Thailand, Kepulauan
Karibia, Maldives dan beberapa pulau kecil lainnya, pariwisata merupakan industry
terbesar dan memberikan devisa yang cukup besar bagi negara tersebut.
Pariwisata menciptakan keterkaitan, baik langsung maupun tidak langsung, antar
sector, antar kawasan wisata maupun antar daerah. Dari tahun ke tahun makin bertambah
sector yang memperoleh manfaat atau keuntungan dari pariwisata, baik yang terdapat di
kawasan setempat maupun di daerah lain. Pariwisata Bali, misalnya memberikan manfaat
kepada pengusaha industri kecil dan kerajinan di beberapa daerah provinsi Jawa Timur
maupun Jawa Tengah serta beberapa daerah lain.
Kegiatan wisata, terutama yang berbasis sumberdaya alam, dapat dikembangkan di
kawasan pantai, pegunungan atau perbukitan tergantung pada karakteristik lingkungan di
wilayah tersebut. Negara-negara di sekitar Samudera Hindia, dimana mempunyai
kawasan pantai dan perairan yang cukup luas, banyak yang memanfaatkan kawasan
pantai sebagai resort pariwisata. Hal ini dapat dilihat di Thailand (Phuket, Krabi,
Phiphi,dll), Malaysia (Penang dan Langkawi), Maldives, Andaman, Sri Lanka (Galle)
yang cukup lama mengembangkan kawasan pantai sebagai kawasan wisata dan rekreasi.
5
Setiap tahunnya tidak kurang dari sejuta wisatawan mengunjungi kawasan tersebut.
Pariwisata di kawasan ini telah memberikan manfaat yang cukup besar, baik bagi
wisatawan dari berbagai negara, penduduk local maupun perekonomian di
kawasan/negara tersebut. Sekitar sepertiga penduduk Amerika Serikat mengunjungi
pantai setiap tahunnya. Pembangunan hotel dan rumah kedua lebih banyak dilakukan di
kawasan pantai.
Begitu pula di Indonesia, tidak sedikit kegiatan wisata yang dikembangkan pada
kawasan pantai seperti di P.Bali (Kuta, Nusa Dua, Sanur, Karangasem,dll), pantai barat
Sumatera (Lampung, Bengkulu, Padang,dll) dan beberapa pulau kecil (Nias, Siemelue,
Weh, Buru, Kep.Seribu, Biak,dll), Anyer, Pelabuhanratu, Pangandaran, Bunaken,
Makasar, Parangtritis, Kawasan Pantura,dll. Beberapa kegiatan wisata juga
dikembangkan di kawasan perbukitan atau kawasan dengan kondisi topografi yang berat
seperti di kawasan Puncak, Bandung Utara, Bandung Selatan, Garut-Cipanas
(Mojokerto), Lawang, Kaliurang, Baturaden, Tawangmangu, dll. Kawasan dengan
kondisi topografi yang terjal/curam dapat menjadi daya tarik wisata karena
pemandangan/view yang bagus maupun kesegaran udara serta daya tarik lain.
Pengembangan komponen pariwisata (daya tarik, akomodasi, fasilitas penunjang, dll)
pada beberapa kawasan bahaya alam dapat memicu timbulnya bencana alam.
Pembangunan fasilitas pariwisata (hotel,vila, akomodasi lain serta restaurant, dll) pada
lereng bukit karena pertimbangan keindahan pemandangan dapat memicu timbulnya
longsoran sehingga membahayakan pengunjung, pekerja, penduduk sekitar maupun
pelaku mobilitas di kawasan tersebut. Terjadinya bencana pada beberapa kawasan wisata
seperti di kawasan wisata Puncak dan beberapa kawasan wisata lain memberikan
gambaran tentang pesatnya pembangunan tempat rekreasi yang kurang memperhatikan
daya dukung dan dampaknya terhadap lingkungan. Sejarah pengembangan pariwisata
menunjukkan bahwa cukup banyak kawasan wisata yang berkembang atau dikembangkan
pada kawasan dengan resiko bencana. Beberapa kawasan wisata di sepanjang pantai,
perbukitan, perairan, pernah mengalami bencana baik yang bersumber dari kawasan
wisata tersebut maupun dari kawasan lain.
Pemanfaatan pantai untuk pariwisata atau rekreasi memberikan tekanan pada kondisi
lingkungan pantai. Hal ini dapat pula dilihat pada beberapa kawasan pantai dimana
kegiatan pariwisata di kawasan pesisir telah memicu pertumbuhan pemukiman khususnya
rumah peristirahatan. Pada waktu tertentu, jumlah pengunjung kadang-kadang melebihi
jumlah penduduk local. Pengunjung tidak hanya berasal dari wilayah setempat tetapi juga
6
dari kota-kota sekitar dan dari negara lain. Kegiatan wisata di pantai dapat merusak
lingkungan yang rapuh dan sensitive, menggusur vegetasi penutup (mangrove maupun
vegetasi pantai lainnya, dll) dan meningkatkan erosi ole angin. Akhir-akhir ini sering
dijumpai adanya polusi suara dan perairan oleh jetski di kawasan pantai.
Mengingat peran pariwisata yang cukup penting bagi peningkatan kualitas hidup
manusia serta pengembangan kawasan, wilayah maupun kota maka berbagai upaya perlu
dilakukan untuk mempertahankan atau meningkatkan kinerja dan peran pariwisata dalam
berbagai bidang kehidupan atau kegiatan tersebut. Berbagai upaya tersebut diharapkan
dapat memperkecil kerentanan kawasan wisata terhadap bencana sehingga memperkecil
jumlah kerugian dan korban jiwa serta kerusakan apabila terjadi bencana.
1. Ancaman/bahaya
Ancaman adalah peristiwa atau kejadian baik disebabkan oleh faktor alam (seperti
letusan puting beliung, banjir, gempabumi dan lainnya) maupun faktor non-alam (seperti
konflik sosial, tawuran, dan lain sebagainya) yang berpotensi menimbulkan kerugian
apabila terjadi bencana. Ancaman/bahaya dapat dikategorikan dalam kelas-kelas sesuai
dengan tingkat ancaman yang ditimbulkannya pada kelompok masyarakat. Semakin
tinggi nilai ancaman, semakin besar pula potensi terjadinya kerusakan dan jatuhnya
korban jiwa. Untuk memudahkan penilaian risiko, biasanya dibuat tiga buah kelas yang
menyatakan tingkat ancaman yang rendah (atau tidak ada ancaman), sedang dan tinggi.
Masing-masing ancaman memiliki ciri-ciri yang berbeda.
7
Sebagai contoh, Banjir dapat dikelaskan menjadi tiga kelas sesuai dengan tingkat
bahayanya: banjir yang melanda suatu desa, memiliki ketinggian air yang rendah dan
lama genangan yang singkat dapat dikategorikan bahwa tingkat ancaman banjir di desa
tersebut adalah rendah. Sebaliknya, apabila di desa lain terkena banjir dengan ketinggian
air yang cukup tinggi dan menggenang cukup lama, maka dapat dinyatakan bahwa
ancaman banjir di desa ini adalah tinggi. Contoh lainnya adalah Letusan Puting beliung
yang dapat dikelaskan menjadi tiga buah kelas berdasarkan Kawasan Rawan Bencana
(KRB) nya.
2. Kerentanan
Apabila terjadi bencana, maka pada suatu desa yang penduduknya padat akan
mengalami kerugian yang lebih banyak dibandingkan dengan desa lain yang
penduduknya relatif tidak padat. Kondisi ini menggambarkan apa yang dimaksud dengan
kerentanan: Kerentanan merupakan kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang
mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi bencana. Semakin
‘rentan’ suatu kelompok masyarakat terhadap bencana, semakin besar kerugian yang
dialami apabila terjadi bencana.
8
Sebagaimana ancaman, kerentanan juga dapat dikategorikan dalam tingkat rendah,
sedang dan tinggi. Sebuah desa dikatakan memiliki tingkat kerentanan yang tinggi
apabila di desa tersebut banyak kondisi-kondisi yang rentan mengalami kerusakan saat
terjadi bencana, dan sebaliknya, sebuah desa dikatakan memiliki kerentanan yang rendah
apabila desa tersebut hanya memiliki sedikit kondisi-kondisi yang rentan. Kondisi-kondisi
rentan ini dapat diketahui melalui adanya indikator-indikator kerentanan pada desa
tersebut.
Kerentanan dapat dibagi menjadi 4 macam komponen berdasarkan pada indikator
tersebut, yaitu kerentanan fisik, kerentanan ekonomi, kerentanan sosial-budaya dan
kerentanan lingkungan.
9
Tabel: Contoh Indikator Komponen Kerentanan
Kerentanan
3. Kapasitas
Kapasitas merupakan kebalikan dari kerentanan: apabila kerentanan menggambarkan
seberapa rapuh suatu komunitas masyarakat terhadap bencana, maka kapasitas
menggambarkan seberapa mampu komunitas masyarakat tersebut menghadapi bencana.
Sebuah desa yang dilengkapi dengan peralatan Early Warning System dan memiliki Tim
Siaga Bencana sendiri tentu lebih siap menghadapi bencana dibandingkan dengan desa
yang tidak memiliki keduanya. Demikianlah kapasitas digunakan untuk mengukur tingkat
kesiapan tersebut.
Sebagaimana kerentanan, kapasitas juga terdiri dari beberapa komponen yang terdiri
dari indikator-indikator kapasitas untuk mengukur tingkat kapasitas unit analisis yang
10
ditanyakan. Dari hasil penilaian terhadap indikator-indikator tersebut dapat disimpulkan
tingkat kapasitas dari unit analisis yang dimaksud: apakah rendah, sedang, atau tinggi.
11
tersebut
Ada/tidaknya fasilitas
kredit untuk membantu
ekonomi masyarakat
5 Pembangunan Ukuran tingkat komunikasi Ada komunikasi antar
Kesiapsiagaan di dan kerjasama antar lembaga yang
semua lini komponen yang bertugas menangani bencana
mengawal kelompok Media yang digunakan
masyarakat pada saat untuk komunikasi pada
terjadi bencana. saat terjadi bencana
Tabel: Contoh Indikator Komponen Kapasitas (Perka BNPB No. 2/2012)
Sebagaimana kerentanan, tingkat kapasitas unit analisis juga dapat diketahui setelah melalui
proses skoring indikator dari masing-masing komponen.
Kapasitas
4. Risiko
Tingkat risiko merupakan nilai yang dicari pada pemetaan risiko, yaitu seberapa
rendah, sedang atau tinggi risiko tersebut. Dengan mengetahui tingkat risiko pada suatu
daerah, akan dapat diperoleh gambaran seberapa besar risiko yang diperkirakan akan
dialami apabila terjadi bencana. Risiko merupakan fungsi dari Ancaman, Kerentanan
dan Kapasitas. Berikut ilustrasinya:
Semakin besar ancaman, maka tingkat risiko yang ditimbulkan juga akan semakin besar.
Semakin luas daerah genangan banjir menunjukkan tingkat risiko yang semakin tinggi
pula.
***
12
Semakin besar kerentanan, maka tingkat risiko yang ditimbulkan juga akan semakin
besar, karena semakin rentan suatu komunitas maka risiko timbulnya korban jiwa dan
kerugian materil juga akan semakin besar.
***
Semakin besar kapasitas, maka tingkat risiko akan semakin kecil, sebab semakin siap
sebuah komunitas dalam menghadapi bencana, maka kemungkinan timbulnya korban
jiwa maupun kerusakan materil akibat bencana juga akan semakin kecil.
Keterangan:
R : Disaster Risk : Risiko Bencana, potensi terjadinya kerugian
H : Hazard Threat : Ancaman bencana yang terjadi pada suatu lokasi.
V : Vulnerability : Kerentanan suatu daerah yang apabila terjadi bencana maka
akan menimbulkan kerugian
C : Coping Capacity : Kapasitas yang tersedia di daerah itu untuk melakukan
pencegahan atau pemulihan dari bencana.
Analisis risiko dilakukan dalam beberapa tahap sesuai dengan data yang dimiliki. Berikut
adalah beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk melakukan analisis risiko:
13
1
Penentuan Unit Analisis dan Skala Peta
2
Akuisisi data dasar dan data tematik utama (ancaman, kerentanan, kapasitas)
Identifikasi elemen-elemen kerentanan dan kapasitas sesuai dengan jenis ancaman yang akan dipetakan.
3
4
Pembuatan matriks penilaian risiko
5
Skoring/Pemberian bobot untuk masing-masing komponen
6
Pembuatan peta komponen-komponen kerentanan dan kapasitas
7
Pembuatan Peta Kerentanan, Peta Kapasitas dan Peta Ancaman
8
Pembuatan peta risiko bencana
9
Pembuatan peta multi-risiko
10
Penyusunan rencana aksi
Unit analisis risiko merupakan satuan terkecil dimana analisis risiko dilakukan (Aditya,
2010). Berdasarkan Peraturan Kepala (Perka) BNPB No. 2 Tahun 2012, unit analisis
memiliki ketentuan tingkat kedetailan analisis (kedalaman analisis) yaitu:
a. Peta risiko di tingkat nasional minimal hingga kabupaten/kota,
b. Kedalaman analisis peta risiko di tingkat provinsi minimal hingga kecamatan,
c. Kedalaman analisis peta risiko di tingkat kabupaten/kota minimal hingga
tingkat kelurahan/desa/kampung/nagari
Setelah berhasil mengidentifikasi daerah mana saja yang memiliki tingkat risiko tinggi,
selanjutnya dapat disusun rencana aksi yang dapat dilakukan pada daerah tersebut untuk
mengurangi risiko bencana. Rencana aksi ini dapat berupa:
1) Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat di daerah yang dimaksud agar mampu
menghadapi bencana, seperti melalui kegiatan pelatihan dan simulasi kebencanaan,
pembangunan Sistem Peringatan Dini, pembuatan jalur evakuasi, pengadaan alat
komunikasi, dan seterusnya.
14
2) Pengurangan kerentanan, seperti membangun pusat kesehatan masyarakat,
mendirikan koperasi, usaha-usaha mitigasi seperti pembangunan sabo dam, dan
seterusnya.
Pada sebuah kegiatan penanggulangan bencana yang terpadu, hasil hitungan dan
identifikasi risiko perlu diwujudkan dalam program nyata penanggulangan bencana.
Program tersebut selain berupa rencana aksi juga perlu dilengkapi dengan stakeholder
yang bertanggungjawab melakukan program-program tersebut, juga estimasi biaya dan
target capaian program.
5. Multi-Risiko
Untuk mendapatkan hitungan yang lebih akurat mengenai potensi risiko di suatu
daerah, perlu dilakukan analisis multi-risiko. Analisis multi-risiko menggabungkan hasil
hitungan risiko dari berbagai kejadian bencana pada suatu daerah sehingga diperoleh
akumulasi hitungan risiko pada daerah tersebut. Pada Perka BNPB No. 2 tahun 2012,
analisis multi risiko dapat dilakukan menggunakan pembobotan pada beberapa jenis
kejadian bencana yang diidentifikasi.
15
Tabel: Hitungan multi-risiko bencana (Perka BNPB No.2 tahun 2012)
Dengan demikian, hitungan multi-risiko dapat dinyatakan sebagai fungsi penjumlahan
dan perkalian bobot dari masing-masing risiko bencana. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan analisis AHP.
6. Analytic Hierarchy Process (AHP)
Dengan mengetahui berbagai komponen yang mempengaruhi nilai suatu risiko pada
daerah tertentu, maka dapat dilakukan analisis untuk mengetahui peranan keseluruhan
komponen tersebut terhadap nilai risiko yang dihasilkan. Analisis Proses Berjenjang
(AHP) merupakan proses analisis yang menggunakan pendekatan Multicriteria Decision
Analysis (MCDA), dilakukan dengan cara melakukan evaluasi berbobot terhadap
berbagai komponen yang mempengaruhi suatu variable secara berjenjang (hierarkhis).
Dalam hal ini, bobot masing-masing komponen ditentukan secara relatif, yaitu suatu
komponen yang dianggap memiliki pengaruh lebih besar akan diberikan bobot yang lebih
besar secara berjenjang, dan demikian sebaliknya, komponen dengan pengaruh yang tidak
terlalu besar akan diberikan nilai bobot yang tidak terlalu besar pula.
16
Gambar: Mekanisme AHP (sumber: www.emeraldinsight.com)
Pada kegiatan penilaian risiko, AHP digunakan untuk memberikan bobot pada masing-
masing elemen risiko (ancaman, kapasitas dan kerentanan) yang masing-masing
dipengaruhi oleh berbagai komponen turunan. Dengan menggunakan AHP, akan
diperoleh nilai risiko yang diwakili oleh semua komponen yang teridentifikasi, sesuai
dengan bobot masing-masing.
17
yang lebih tinggi, sedangkan pada zona yang tidak terlalu berbahaya diberikan nilai bobot
yang tidak terlalu tinggi pula. Dengan melakukan analisis multikriteria secara berjenjang
akan diperoleh nilai risiko yang cukup representatif sesuai dengan bobot komponen yang
diberikan.
18
sesuai dengan pendapat Jamaris dalam Anjela (2014) mengungkapkan bahwa objek
wisata merupakan segala sesuatu yang dapat dilihat, di nikmati dan menimbulkan
kesan tersendiri, seseorang apabila di dukung oleh sarana dan prasarana yang
memadai. Apabila sarana tidak memadai maka akan merusak dan membahayakan
bagi pengunjung, objek dan atraksi sering kali dikaitkan dengan pengertian “produk”
industrui pariwisata dengan objek dan atraksi wisata. Ancaman (Threats) merupakan
kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat dapat mengganggu organisasi,
proyek atau konsep bisnis itu sendiri (Freddy, 2014)
Upaya-upaya penanggulangan bencana berdasarkan hasil analisa SWOT
1. Meletakkan pengurangan resiko bencana sebagai prioritas daerah dan
implementasinya harus dilaksanakan oleh suatu institusi yang kuat,
2. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau resiko bencana serta menerapkan sistem
peringatan dini,
3. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun budaya
keselamatan dan ketahanan pada seluruh tingkatan,
4. Mengurangi cakupan resiko bencana,
5. Meningkatkan kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan masyarakat, agar
tanggapan yang dilakukan lebih efektif.
19
Proses merumuskan berarti menjamin pengelolaan sumber-sumber (dana, waktu,
peralatan, informasi dan teknologi) secara baik dan efisien. Untuk itu perlu ada
program dan pelayanan kepada pendamping sosial yang membantu masyarakat.
20
manajemen serta berdasarkan pertemuan faktor ancaman bencana dan kerentanan
masyarakat.
1. Berdasarkan Penjumlahan Nilai Bahaya, Kerentanan dan Manajemen
Penjumlahan nilai karakteristik bahaya, kerentanan bencana dan manajemen
bencana akan menghasilkan nilai ancaman/bencana. Suatu bencana yang
menghasilkan nilai acaman/bencana tertinggi merupakan bencana yang harus
diprioritaskan dalam suatu penanganan bencana.
Langkah-langkah yang dapat kita lakukan untuk menentukan penilaian risiko
diantaranya adalah pembuatan peta rawan, menetapkan jenis bahaya, menetapkan
variabel, penetapan cara penilaian, membuat matriks penilaian, melakukan penilaian
dan menetapkan hasil penilaian.
a. Pembuatan Peta Rawan
1) Ancaman
a) Melengkapi peta topografi (kota, sungai, danau, gunung berapi,
penambangan, pabrik, industry, dll)
b) Inventarisasi ancaman (banjir, gunung meletus, longsor, kebocoran
pipa, kecelakaan, transportasi, dll).
2) Kerentanan
Melengkapi peta rawan ancaman dengan kerentanan masyarakat:
a) Data demografi (jumlah bayi, balita, dll)
b) Sarana dan prasarana kesehatan (dokter, perawat, bidan, dll)
c) Data cakupan YANKES (imunisasi, KIA, gizi, dll)
b. Penetapan Jenis Bahaya
Penetapan jenis bahaya merupakan pengelompokan jenis bahaya yang
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Tsunami
2) Gempa bumi
3) Letusan gunung berapi
4) Angin Puyuh
5) Banjir
6) Tanah longsor
7) Kebakaran hutan
8) Kekeringan
21
9) KLB penyakit menular
10) Kecelakaan transportasi atau industry
11) Konflik dengan kekerasan
c. Penetapan Variabel
1) Karakteristik Bahaya
a) Frekuensi
Suatu bahaya/ancaman seberapa sering terjadi
b) Intensitas
Diukur dari kekuatan dan kecepatan secara kuantitatif/kualitatif
c) Dampak
Pengukuran seberapa besar akibat terhadap kehidupan rutin
keluasan
d) Keluasan
Luasnya daerah yang terkena
e) Komponen uluran waktu
Rentang waktu peringatan gejala awal-hingga terjadinya dan
lamanya proses bencana berlangsung.
2) Kerentanan
a) Fisik
Kekuatan struktur bangunan fisik (lokasi, bentuk, material,
kontruksi, pemeliharaannya), dan system transportasi dan
telekomunikasi (akses jalan, sarana angkutan, jaringan komunikasi,
dll)
b) Sosial
Meliputi unsure demografi (proporsi kelompok rentan, status
kesehatan, budaya, status sosek, dll)
c) Ekonomi
Meliputi dampak primer (kerugian langsung) dan sekunder (tidak
langsung)
3) Manajemen
a) Kebijakan
Telah ada/tidaknya kebijakkan, peraturan perundangan, Perda,
Protap,dll tentang penanggulangan bencana
b) Kesiapsiagaan
22
Telah ada/tidaknya system peringatan dini, rencana tindak lanjut
termasuk pembiayaan
c) Peran serta masyarakat
Meliputi kesadaran dan kepedulian masyarakat akan bencana
d. Penetapan Cara Penilaian
1) Jenis bahaya/ ancaman
2) Penilaian sesuai dengan kelompok variable
3) Berdasarkan data, pengalaman dan taksiran
4) Saling terkait satu sama lain
5) Nilai berkisar antara 1 sampai 3
1 = risiko terendah
2 = risiko sedang
3 = risiko tertinggi
6) Untuk penilaian manajemen dinilai dengan skala yang berbalik
1 = kemampuan tinggi
2 = kemampuan sedang
3 = kemampuan rendah
23
l. PSM
Total
NILAI
Risiko = f (Bahaya x
a. Risiko (risk) : Kemungkinan akan kehilangan yang bisa terjadi sebagai akibat
kejadian buruk, dengan akibat kedaruratan dan keterancaman.
b. Bahaya (hazard) : Potensi akan terjadinya kejadian alam atau ulah manusia
dengan akibat negatif.
c. Keterancaman/ Kerentanan (vulnerability) : Akibat yang timbul dimana struktur
masyarakat, pelayanan dan lingkungan sering rusak atau hancur akibat dampak
kedaruratan. Adalah kombinasi mudahnya terpengaruh (susceptibility) dan dapat
bertahan (resilience). Resilience adalah bagaimana masyarakat mampu bertahan
terhadap kehilangan, dan susceptibility adalah derajat mudahnya terpengaruh
terhadap risiko. Dengan kata lain, ketika menentukan keterancaman masyarakat
24
atas dampak kedaruratan, penting untuk memastikan kemampuan masyarakat
beserta lingkungannya untuk mengantisipasi, mengatasi dan pulih dari bencana.
Jadi dikatakan sangat terancam bila dalam menghadapi dampak keadaan bahaya
hanya mempunyai kemampuan terbatas dalam menghadapi kehilangan dan
kerusakan, dan sebaliknya bila kurang pengalaman menghadapi dampak keadaan
bahaya namun mampu menghadapi kehilangan dan kerusakan, dikatakan tidak
terlalu terancam terhadap bencana dan kegawatdaruratan.
Dapat dirumuskan sebagai berikut
1) High susceptibility + low resilience = high level of vulnerability.
2) High exposure to risk + limited ability to sustain loss = high vulnerability.
3) Low susceptibility + high resilience = low degree of vulnerability.
4) Ability to sustain loss + low degree of exposure = low vulnerability
Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko
daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan
masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi
sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil
risiko yang dihadapinya.
Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat ditentukan tingkat
besaran risiko yang dihadapi oleh daerah yang bersangkutan.
Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan
bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua bahaya/ancaman tersebut
diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan terjadinya (probabilitasnya)
dengan rincian :
a. 5 : Pasti (hampir dipastikan 80 - 99%).
b. 4 : Kemungkinan besar (60 – 80% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 10 tahun
mendatang)
c. 3 : Kemungkinan terjadi (40-60% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 100
tahun)
d. 2 : Kemungkinan Kecil (20 – 40% dalam 100 tahun)
e. 1 : Kemungkian sangat kecil (hingga 20%).
25
korban; kerugian harta benda;kerusakan prasarana dan sarana;cakupan luas wilayah
yang terkena bencana dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan, maka, jika
dampak ini pun diberi bobot sebagai berikut:
a. 5 : Sangat Parah (80% - 99% wilayah hancur dan lumpuh total)
b. 4 : Parah (60 – 80% wilayah hancur)
c. 3 : Sedang (40 - 60 % wilayah terkena berusak)
d. 2 : Ringan (20 – 40% wilayah yang rusak)
e. 1 : Sangat Ringan (kurang dari 20% wilayah rusak).
Maka akan di dapat tabel sebagaimana contoh di bawah ini :
N JENIS ANCAMAN BAHAYA PROBABILITAS DAMPAK
O
1 Gempa Bumi Diikuti Tsunami 1 5
2 Tanah Longsor 5 2
3 Banjir 4 3
4 Kekeringan 3 1
5 Angin Puting Beliung 2 2
Gambaran potensi ancaman di atas dapat ditampilkan dengan model lain dengan
tiga warna berbeda yang sekaligus dapat menggambarkan prioritas seperti berikut:
`
Berdasarkan matriks diatas kita dapat memprioritaskan jenis ancaman bahaya
yang perlu ditangani. Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1) -
Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah) - Bahaya/ancaman sedang nilai 2 -
Bahaya/ancaman rendah nilai 1.
BAB III
PENUTUP
26
A. SIMPULAN
Definisi analisis risiko bencana adalah proses penilaian terhadap risiko bencana
atau potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun
waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa
aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Pengurangan Risko Bencana dimaknai sebagai sebuah proses pemberdayaan
komunitas melalui pengalaman mengatasi dan menghadapi bencana yang berfokus pada
kegiatan partisipatif untuk melakukan kajian, perencanaan, pengorganisasian kelompok
swadaya masyarakat, serta pelibatan dan aksi dari berbagai pemangku kepentingan,
dalam menanggulangi bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana. Tujuannya
agar komunitas mampu mengelola risiko, mengurangi, maupun memulihkan diri dari
dampak bencana tanpa ketergantungan dari pihak luar.
Dampak pada situs pariwisata akibat bencana yaitu :
1. Kerusakan atau musnahnya bangunan monumental yang sangat berharga sebagai
sumber dan bukti sejarah.
2. Orang-orang yang menjadi korban banyak kehilangan harta benda bahkan nyawa.
3. Trauma tersendiri bagi korban ataupun wisatawan. Mereka cenderung
mengesampingkan kebutuhan untuk pariwisata.
Kerangka penilaian risiko tersebut didasarkan pada tiga buah elemen utama
kegiatan penilaian risiko bencana: ancaman, kerentanan dan kapasitas. Masing-masing
komponen memiliki peranan tersendiri dalam menentukan tingkat risiko, sehingga perlu
dilakukan analisis untuk memperoleh nilai risiko sebagai kombinasi dari semua elemen
tersebut.
Tujuan analisis Strength, Weakness, Opportunity dan Threat (SWOT) adalah
untuk mensinergikan kecepatan, ketepatan, kesigapan dan keputusan yg efektif dan
efisien dalam pengelolaan bencana alam.
Fase pra-bencana dalam DRM meliputi 4 komponen :
1. Identifikasi risiko (risk identification),
2. Pengurangan risiko/mitigasi (risk reduction/mitigation),
3. Pengalihan risiko (risk transfer), dan
4. Kesiapsigaan (preparedness).
27
Untuk menyusun prioritas risiko bencana yang mungkin terjadi dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu berdasarkan penjumlahan nilai bahaya, kerentanan dan
manajemen serta berdasarkan pertemuan faktor ancaman bencana dan kerentanan
masyarakat.
B. SARAN
Diharapkan seorang perawat agar dapat lebih professional dalam segi
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, sehingga dapat melakukan mengetahui
sistem perkemihan dengan cepat dan tepat.
1. Untuk Mahasiswa
Diharapkan mampu melakukan analisis risiko bencana pariwisata.
2. Untuk Institusi Pendidikan
Hendaknya lebih melengkapi literature yang berkaitan dengan analisis risiko
bencana pariwisata
DAFTAR PUSTAKA
28
Aquium, Martin Hojo. 2012. Analisis SWOT Terapan.
https://www.scribd.com/doc/81186042/Analisis-SWOT-TERAPAN (tanggal 26 Maret
2018 pukul 19.10 Wita)
Aulia, Kamila. 2017. Analisa Risiko Bencana.
https://www.scribd.com/document/337835821/analisa-resiko-bencana (tanggal 26
Maret 2018 pukul 19.15 Wita)
Ayu, Dewa. 2017. Analisis Risiko Bencana. (online). Available :
https://www.scribd.com/document/338332660/BAB-I-II-III-doc (tanggal 26 Maret
2018 19.20 Wita)
Bakornas. 2004. Bencana alam di Indonesia. Jakarta : Pt Balindo
BNPB. .2011. Indeks Rawan Bencana Indonesia. Jakarta : Pt Global
Canon, Terrry. 1994. Vulnerability Analysis and The Explanation of Natural Disaster.
Dalam. Disaster. Development and Environment. Oleh Ana Varley.ed.1994. Chichester
: John Wilwy& Sons
Firmansyah.2005. Identifikasi Risiko Bencana dan Implikasinya Terhadap Penataan Ruang.
ITB : Wahyu Publisher
Naisbitt, John, 1994. Global Paradox. Jakarta : Binapura Aksara
Velasquea, German.T.et. ALL. 2003. Sebuah Pendekatan Baru Mitigasi Bencana alam dan
Perencanaan Kota. Dalam. Takashi Inoguchi.et all.eds.(2003). Jakarta : Pustaka
LPSES
Wacana, Petra. 2011. Analisa Risiko Bencana dan Pengurangan Risiko Bencana. Dalam
https://petrasawacana.wordpress.com/2011/02/21/analisa-risiko-bencana-dan-
pengurangan-risiko-bencana/ ( 26 Maret 2018)
World Tourism Organixation (WTO). 2003. Safety and Security in Tourism Parttnership
and Pratical Giudelines for Destinationas World Tourism Organization. Jakarta : Y
Publisher
29