PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia bila dilihat dari faktor geografis, geologis, hidrologis dan
demografis merupakan negara yang wilayahnya rawan terhadap bencana, baik
bencana alam, non alam, maupun bencana sosial . Secara geografis Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng
tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudra
Hindia dan Samudera Pasifik sedangkan pada bagian selatan dan timur
Indonesia terdapat sabuk vulkanik yang memanjang dari Pulau Sumatera,
Jawa, Nusa Tenggara hingga Sulawesi yang sisinya berupa pegunungan
vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa.
Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan
gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Indonesia
berada di atas kerak bumi yang aktif dimana ada lima patahan lempeng bumi
yang bertemu, bertumbukan dan mengakibatkan pergerakan bumi Indonesia
dinamis.
Wilayah Indonesia yang terletak di daerah iklim tropis dengan dua
musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu
dan arah angin. Kondisi iklim seperti ini serta kondisi topografi permukaan
dan batuan yang relatif beragam menghasilkan kondisi tanah yang subur
namun dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti banjir,
tanah longsor kebakaran hutan dan kekeriangan.
Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang tersebut, penyelenggaraan
penanggulangan bencana mencakup serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Kondisi alam Bali sangat rentan terhadap bencana alam. Berbagai
bencana pernah terjadi di Bali seperti gempabumi, letusan gunung api, banjir,
longsor, kekeringan dan angin kencang. Bali memiliki dua gunung api aktif,
yaitu Gunung Agung dan Gunung Batur, serta tidak menutup kemungkinan
Gunung Batukaru
1
Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia, dan
merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai
negara. Negara-negara dan teritori seperti Thailand, Singapura, Filipina, Fiji,
Maladewa, Hawaii, Tonga, Galapagos, Barbados, Kepulauan Karibia, dan
sebagainya, sangat tergantung pada devisa yang didapatkan dari kedatangan
wisatawan.Pentingnya peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi di
berbagai negara, sudah tidak diragukan lagi. Menurut WTO, bahwa potensi
perkembangan pariwisata dunia diprediksi akan semakin baik di masa-masa
mendatang (Pitana, 2006).
Di Bali pariwisata adalah sebuah industri yang sangat bergantung pada
keunikan alam dan budaya. Daya tarik utama destinasi wisata di bali adalah
bentangan alam dan kekayaan budaya bali yang berbeda dari daerah lainnya.
Sehingga jika terjadi kerusakan ataupun degradasi pada sebuah destinasi, baik
akibat krisis maupun bencana, maka akan sangat berpengaruh terhadap
kelangsungan industrinya maupun perekonomian masyarakat bali. Namun
bencana juga bisa berpengaruh positif maupun negatif terhadap pariwisata.
Pengaruh negatif muncul karena adanya kerusakan dan penurunan jumlah
pengunjung, sementara pengaruh positif justru timbul saat bencana itu sendiri
dijadikan sebagai komoditi pariwisata
Manajemen bencana merupakan keseluruhan dari semua tindakan yang
dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kerusakan yang akan terjadi terkait
dengan bahaya dan untuk meminimalkan kerusakan setelah suatu peristiwa
bencana terjadi atau telah terjadi dan untuk pemulihan langsung dari
kerusakan. Manajemen bencana terdiri dari beberapa langkah diantaranya
mitigation, preparadness, response dan recovery. Pada tahap recovery, terjadi
proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana dengan
memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Tahap
recovery terdiri dari rehabilitasi dan rekontruksi baik dari fisik, psikologis dan
komunitas.
Berdasarkan latar belakang di atas, Prodi D-IV Keperawatan Reguler
Politeknik Kesehatan Denpasar menerapkan metode pembelajaran praktik
Manajemen Risiko Bencana Pariwisata dimana teori dari mata kuliah ini telah
2
didapatkan di semester VI. Hasil dari proses pembelajaran praktik manejemen
risiko bencana pariwisata ini dimuat dalam laporan kegiatan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah terkait dengan latar belakang di atas adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana menetapkan konteks risiko bencana pariwisata ?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi risiko bencana pariwisata ?
3. Bagaimana cara menganalisis risiko bencana pariwisata ?
4. Bagaimana cara mengevaluasi risiko bencana pariwisata ?
5. Bagaimana cara menanganani risiko bencana pariwisata ?
C. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran praktik dan orientasi di
tempat praktik, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan
mengimplementasikan proses manajemen risiko bencana pariwisata.
2. Tujuan Khusus
Capaian pembelajaran praktikum yang diharapkan adalah mahasiswa :
a. Mampu menetapkan konteks risiko bencana pariwisata
b. Mampu mengidentifikasi risiko bencana pariwisata
c. Mampu menganalisis risiko bencana pariwisata
d. Mampu mengevaluasi risiko bencana pariwisata
e. Mampu menangani risiko bencana pariwisata
D. Bobot Praktikum
Bobot Praktik Manajemen Risiko Bencana Pariwisata ini adalah 4 SKS.
Waktu yang dibutuhkan selama : 4 x 14 minggu x 170 menit = 9.520 menit
setara dengan 4 minggu praktik
E. Kegiatan Praktik
Adapun kegiatan praktik manajemen risiko bencana pariwisata ini adalah :
1. Menetapkan konteks risiko bencana pariwisata
2. Mengidentifikasi risiko bencana pariwisata
3. Menganalisis risiko bencana pariwisata
4. Mengevaluasi risiko bencana pariwisata
5. Menangani risiko bencana pariwisata
6. Mengikuti Pre dan Post conference
7. Mendokumentasikan kegiatan/membuat laporan
8. Melaksanakan seminar
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Menurut Departemen Kesehatan RI (2001)definisi bencana adalah
peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan
ekologi, kerugian kehidupan manusia, serta memburuknya kesehatan dan
pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa
dari pihak luar.
5
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian materi, maupun korban
manusia (Kamadhis UGM, 2007).
Menurut Coburn, A. W. dkk. 1994. Di dalam UNDP mengemukakan
bahwa :
Bencana adalah Satu kejadian atau serangkaian kejadian yang member
meningkatkan jumlah korban dan atau kerusakan, kerugian harta benda,
infrastruktur, pelayanan-pelayanan penting atau sarana kehidupan pada satu
skala yang berada di luar kapasitas norma.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bencana adalah
bencana yang disebabkan karena kondisi alam yang tidak seimbang (angin,
tanah, air maupun api) sehingga menyebabkan kerusakan, gangguan ekonomi,
penurunan kesehatan, penderitaan bahkan sampai dengan kematian, bencana
tersebut sifatnya mendadak, sangat cepat dan menimbulkan kepanikan
masyarakat.
6
darurat dan untuk mempersiapkan kerangka untuk membantu orang yang renta
bencana untuk menghindari atau mengatasi dampak bencana tersebut.
Menurut Syarief dan Kondoatie (2006) mengutip Carter (2001),
Manajemen Risiko Bencana adalah pengelolaan bencana sebagai suatu ilmu
pengetahuan terapan (aplikatif) yang mencari, dengan melakukan observasi
secara sistematis dan analisis bencana untuk meningkatkan tindakan-tindakan
(measures), terkait dengan pencegahan (preventif), pengurangan (mitigasi),
persiapan, respon darurat dan pemulihan. Manajemen dalam bantuan bencana
merupakan hal-hal yang penting bagi Manajemen puncak yang meliputi
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), kepemimpinan
(directing), pengorganisasian (coordinating) dan pengendalian (controlling).
Menurut BPBD Kota Denpasar, manajemen bencana merupakan segala
upaya atau kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pencegahan, mitigasi,
kesiapan, tanggap darurat dan pemulihan berkaitan dengan bencana yang
dilakukan sebelum, pada saat dan setelah bencana.
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan dalam
UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan
penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
7
b. Perilaku wisatawan di sebuah destinasi tidak dapat diprediksi, sehingga
sulit untuk mengontrol terjadinya bencana. Hal ini menciptakan kebutuhan
yang kuat untuk mendapatkan informasi yang dapat diakses dengan mudah
di daerah terpencil dan di seluruh daerah tujuan secara keseluruhan.
c. Dalam banyak kasus, wisatawan tidak berbicara bahasa lokal dan tidak
dapat dengan mudah menemukan petunjuk tentang bagaimana berperilaku
dalam penanganan bencana.
d. Banyak destinasi wisata yang berada di daerah keindahan alam, seperti
garis pantai, gunung, sungai, dan danau di mana ada risiko dan bahaya
yang lebih besar untuk terkena dan terdampak bencana alam.
e. Wisatawan memiliki sedikit pengetahuan tentang tempat yang mereka
kunjungi, bahkan kurang begitu tahu tentang bagaimana untuk bereaksi, ke
mana harus pergi, siapa yang harus diajak bicara, dan bagaimana prosedur
darurat ketika berada pada sebuah destinasi yang mengalami bencana.
f. Industri pariwisata adalah industri multi sektor yang saling berkaitan,
sehingga tidak mudah merespon bencana. Ini juga menekankan perlunya
suatu sistem informasi di seluruh industri yang tersedia untuk semua jenis
perusahaan yang dapat digunakan dalam menghadapi bencana.
8
7) Pembuatan bangunan di kawasan pariwisata yang terstruktur yang
berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak
yang ditimbulkan oleh bencana, seperti : tanggul, dam, penahan erosi
pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya.
b. Mitigasi (Mitigation)
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
1) Mitigasi Bencana yang Efektif
Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu
penilaian bahaya, peringatan dan persiapan.
a) Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk
mengidentifikasi populasi dan asset yang terancam, serta tingkat
ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang
karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta
data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta
Potensi Bencana yang sangat penting untuk merancang kedua
unsur mitigasi lainnya.
b) Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan
kepada masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti
bahaya tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar
akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan
pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta
menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan
pesan kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat.
Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam harus dapat
dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.
c) Persiapan (preparedness); kegiatan kategori ini tergantung kepada
unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang
membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan
terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk
mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya
kembali ketika situasi telah aman. Tingkat kepedulian masyarakat
dan pemerintah daerah dan pemahamannya sangat penting pada
tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang
9
diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu
jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang
menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona
bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha
keteknikan untuk membangun struktur yang aman terhadap
bencana dan melindungi struktur akan bencana (mitigasi struktur).
2) Mitigasi Bencana pada Sektor Pariwisata
Bencana yang datang silih berganti, bukan tidak mungkin untuk
diantisipasi.Ada upaya mitigasi bencana yang dapat dilakukan sedini
mungkin.Upaya mitigasi tersebut dapat dilaksanakan sebagai berikut.
a) Pertama, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat,
khususnya lembaga terkait kebencanaan seperti BNPB, BPBD, dan
para pelaku pariwisata dalam upaya mitigasi bencana menjadi
suatu keharusan.
b) Selain itu, pembangunan infrastrukturterutama di destinasi
pariwisata prioritas yang rawan bencana. Misalnya dengan
membangun sistem peringatan dini (Early Warning System) di titik
rawan bencana dan mendirikan shelter evakuasi sementara di
tempat yang strategis dan aman dari bencana.
c) Selain itu, diperlukan juga pemasangan jalur atau rambu evakuasi
yang mengarahkan masyarakat dan wisatawan saat ada perintah
untuk melakukan evakuasi.
d) Infrastruktur penunjang juga perlu mendapat perhatian, seperti
pembangunan model hunian penduduk dan fasilitas kritis seperti
rumah sakit dan sekolah. Fasilitas pariwisata seperti pusat
informasi pariwisata (Tourism Information Center), hotel atau
penginapan perlu dirancang sedemikian rupa sehingga tahan
terhadap ancaman gempa.
e) Hal penting lainnya adalah membangun dan meningkatkan
kapasitas masyarakat dan wisatawan karena mereka merupakan
pihak yang pertama berhadapan dengan resiko bencana. Maka,
penting untuk memberikan edukasi mengenai segala hal yang
berkaitan dengan kebencanaan di kawasan wisata rawan bencana
10
tadi, seperti meningkatkan kesiapsiagaan, mengatasi kepanikan
ketika bencana datang, atau dengan mengadakan simulasi tanggap
bencana.
f) Terakhir, travel warning atau peringatan untuk tidak mengunjungi
destinasi yang sedang dalam siaga bencana penting untuk
disosialisasikan, baik melalui media cetak dan elektronik.
c. Kesiapsiagaan (Preparedness)
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna.Dalam fase ini juga terdapat peringatan
dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin
kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu
tempat oleh lembaga yang berwenang. Berikut beberapa indikator yang
dapat menjadi tolak ukur untuk menilai kesiapsiagaan dalam menanggapi
bencana di kawasan pariwisata.
1) Indikator Kesiapsiagaan
a) Pengetahuan dan sikap terhadap bencana
Pengetahuan terhadap bencana merupakan alasan utama seseorang
untuk melakukan kegiatan perlindungan atau upaya kesiapsiagaan
yang ada (Sutton dan Tierney, 2006).Pengetahuan yang dimiliki
mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan
siaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi mereka yang
bertempat tinggal di daerah yang rentan terhadap bencana alam.
Indikator pengetahuan dan sikap individu/rumah tangga merupakan
pengetahuan dasar yang semestinya dimiliki oleh individu meliputi
pengetahuan tentang bencana, penyebab dan gejala-gejala, maupun
apa yang harus dilakukan bila terjadi bencana (ISDR/UNESCO
2006). Individu atau masyarakat yang memiliki pengetahuan yang
lebih baik terkait dengan bencana yang terjadi cenderung memiliki
kesiapsiagaan yang lebih baik dibandingkan individu atau
masyarakat yang minim memiliki pengetahuan.
b) Rencana tanggap darurat
11
Rencana tanggap darurat adalah suatu rencana yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat dalam menghadapi keadaan darurat di
suatu wilayah akibat bencana alam (Sutton dan Tierney, 2006).
Rencana tanggap darurat menjadi bagian yang penting dalam suatu
proses kesiapsiagaan, terutama yang terkait dengan evakuasi,
pertolongan dan penyelamatan, agar korbanbencana dapat di
minimalkan (ISDR/UNESCO, 2006). Rencana tanggap darurat
sangat penting terutama pada hari pertama terjadi bencana atau
masa dimana bantuan dari pihak luar belum datang
(ISDR/UNESCO, 2006).Rencana tanggap darurat ini adalah situasi
dimana masyarakat memastikan bagaimana pembagian kerja
sumber daya yang ada pada saat bencana.
c) Sistem peringatan dini
Sistem peringatan meliputi tanda peringatan dan distribusi
informasi jika akan terjadi bencana. Sistem peringatan dini yang
baik dapat mengurangi kerusakan yang dialami oleh masyarakat
(Gissing, 2009). Sistem yang baik ialah sistem dimana masyarakat
juga mengerti informasi yang akan diberikan oleh tanda peringatan
dini tersebut atau tahu apa yang harus dilakukan jika suatu saat
tanda peringatan dini bencana berbunyi/menyala (Sutton dan
Tierney, 2006). Oleh karena itu, diperlukan juga adanya
latihan/simulasi untuk sistem peringatan bencana ini.
d) Sumber daya mendukung
Sumber daya yang mendukung adalah salah satu indikator
kesiapsiagaan yang mempertimbangkan bagaimana berbagai
sumber daya yang ada digunakan untuk mengembalikan kondisi
darurat akibat bencana menjadi kondisi normal (ISDR/UNESCO,
2006). Indikator ini umumnya melihat berbagai sumber daya yang
dibutuhkan individu atau masyarakat dalam upaya pemulihan atau
bertahan dalam kondisi bencana atau keadaan darurat.Yang dapat
berasal dari internal maupun eksternal dari wilayah yang terkena
bencana.Sumber daya menurut Sutton dan Tierney dibagi menjadi
12
3 bagian yaitu sumber daya manusia, sumber daya
pendanaan/logistik, dan sumber daya bimbingan teknis dan
penyedian materi.
e) Modal sosial
Modal sosial sering diartikan sebagai kemampuan individu atau
kelompok untuk bekerja sama dengan individu atau kelompok
lainnya. Masyarakat atau individu yang memiliki ikatan sosial
yang lebih baik antara satu dengan yang lainnya akan lebih mudah
dalam melakukan kesiapsiagaan yang ada. Selain itu modal sosial
yang baik diantara masyarakat di wilayah yang rentan terhadap
bencana akan mengurangi kerentanan itu sendiri (Martens, 2009).
Modal sosial yang solid antara penduduk akan mempermudah
masyarakat dalam melakukan mobilisasi pada saat evakuasi akan
dilakukan. Modal sosial juga dapat menjadi pengerak indikator
kesiapsiagaan yang lainnya seperti menyepakati tempat evakuasi
yang sama, sepakat dalam mengikuti pelatihan, dan bersama-sama
dalam melakukan tindakan kesiapsiagaan lainnya (Sutton dan
Tierney 2006).
2) Upaya Kesiapsiagaan yang Dapat Dilakukan di Kawasan Pariwisata
Berikut beberapa kegiatan yang dapat dilakukan di tahap preparedness.
a) Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsure
pendukungnya di kawasan pariwisata.
b) Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi masyarakat sekitar
daerah pariwisata beserta pekerja di kawasantersebut.
c) Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan
pekerjaan umum).
d) Penyiapan dukungan / stok logistik.
e) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan
terpadu guna mendukung tugas kebencanaan.
f) Penyiapan peringatan dini (early warning).
g) Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan).
h) Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan.
13
i) Pembuatan standar bantuan dan pelayanan.
3) Pembentukan Tim Bencana
Pembetukan tim bencana juga sangat dibutuhkankan. Tim bencana
merupakan orang-orang yang mengkoordinir atau memiliki tanggung
jawab terhadap manajemen bencana. Tim bencana yang biasanya
digunakan di hotel biasanya adalah Emergency Responsible Team dan
Fire Brigade, sedangkan menurut BPBD Kota Denpasar beberapa jenis
tim bencana adalah Publict Save Community (PSC), Barisan Relawan
Bencana (BALANA), dan Search and Rescue (SAR). Adapun jenis-
jenis tim bencana tersebut adalah sebagai berikut :
a) Emergency Responsible Team
Emergency Responsible Team (ERT) didefinisikan oleh
Georgetown University (2014) sebagai berikut,The Emergency
Responsible Team (ERT) is responsible team for coordinating the
response to crises affecting the safety and operation of some
disaster. They will be called to assist in the management of the
emergency situation. Tim ini merupakan tim khusus yang
menangani masalah bencana, tim ini selain dibentuk oleh
Georgetown University juga dibentuk oleh berbagai organisasi
termasuk hotel.
b) Fire Brigade
Fire Brigade didefinisikan sebagai berikut Fire Brigade is a
private or temporary organization of individual equipped to fight
fires. Fire Brigade tersebut merupakan organisasi yang bertugas
untuk menanggulangi segala jenis bencana yang berhubungan
dengan kebakaran. Selain dari pemerintah, tim ini biasanya juga
dibentuk oleh hotel-hotel.
c) Public Save Community (PSC)
Menurut BPBD Kota Denpasar, Public Save Community
merupakan petugas yang memberikan pelayanan kedaruratan
kepada masyarakat Kota, dioprasikan oleh petugas khusus yang
dilengkapi dengan tiga mobil ambulance, dan siaga 24 jam di
14
setiap pos jaga. Petugas PSC bergerak mengikuti pergerakan mobil
pemadam pada saat terjadi kebakaran dan PSC setiap saat bertugas
mengevakuasi korban kecelakaan lalulintas dan bencana lainya.
d) Search and Rescue (SAR)
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.43 Tahun
2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan,
Searh and Rescue (SAR) memiliki pengertian yaitu badan yang
berfungsi melaksanakan pembinaan, pengkoordinasian dan
pengendalian potensi Search and Rescue (SAR) dalam kegiatan
SAR terhadap orang dan material yang hilang atau dikhawatirkan
hilang, atau menghadapi bahaya dalam pelayaran dan atau
penerbangan, serta memberikan bantuan SAR dalam
penanggulangan bencana dan musibah lainnya sesuai dengan
peraturan SAR Nasional dan Internasional.
e) Barisan Relawan Bencana (BALANA)
Menurut BPBD Kota Denpasar, Barisan Relawan Bencana
(BALANA) merupakan barisan relawan bencana yang direkrut dari
pegawai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilingkungan
Pemerintah Kota Denpasar yang ditugaskan ikut serta menangani
bencana.
d. Aksi Tanggap (Response)
Tahap tanggap darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan
pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna
menghindari bertambahnya korban jiwa. Upaya yang dilakukan pada saat
kejadian bencana, meliputi :
1) Pengerahan unsur (TNI, Polri, Linmas dan masyarakat)
a) Pencarian/penyelamatan korban
b) Pelaksanaan evakuasi
c) Penyelamatan dokumen keperdataan
d) Penyiapan akses bantuan dan penyelamatan
e) Dengan mengutamakan penanggulangan kelompok rentan
(perempuan, ibu hamil, penyandang cacat, balita, dan lansia).
15
2) Pengkajian kebutuhan (initial need assessment)
3) Penampungan sementara
a) Pelayanan kesehatan (Pos kesehatan)
b) Penyediaan pangan dan gizi
c) Penyediaan air bersih
d) Penyediaan sanitasi
4) Penyediaan dan penyebaran informasi korban, fasilitas rusak dan lain-
lain.
5) Pemberantasan vektor untuk pencegahan penyakit menular.
6) Koordinasi dan pengelolaan bantuan.
e. Pemulihan (Recovery)
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang
dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi
daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal
yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat
berjalan kembali. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi :
1) Perbaikan sarana/prasarana sosial dan ekonomi.
2) Penanggulangan kejiwaan pasca bencana (post traumatic stress)
melalui penyuluhan, konseling, terapi kelompok (di sekolah) dan
perawatan.
3) Pemulihan gizi/kesehatan.
4) Pemulihan sosial ekonomi sebagai upaya peningkatan ketahanan
masyarakat (antara lain: penciptaan lapangan kerja, pemberian modal
usaha, dll).
16
Upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk menaikkan kembali citra
Indonesia dimata dunia sebagai Negara yang aman dengan keindahan alam
yang menakjubkan dapat dilakukan dengan cara :
a. Meningkatkan promosi dan layanan objek wisata. Contohnya membuat
iklan yang ditayangkan di media elektronik dan media cetak.
b. Mengundang wartawan asing untuk meliput kawasan wisata.
c. Manambah perwakilan biro perjalanan diluar negeri dengan promo-promo
yang menarik
d. Mempermudah akses ke daerah tujuan wisata, misalnya memperbaiki
jalan dan membuka penerbangan tersendiri khusus menuju daerah tujuan
wisata.
17
b. Menyusun standar operating procedure (SOP) pelaksanaan pembinaan dan
penilaian ;
c. Melaksanakan proses identifikasi risiko bencana;
d. Melaksanakan penilaian kesiapsiagaan sesuai dengan indikator atau
parameter yang telah ditentukan;
e. Merekomendasikan hasil penilaian kepada Kepala Pelaksanan Badan
f. Penanggulangan Bencana Provinsi Bali;
g. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan kepada Gubernur melalui Kepala
h. Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Bali.
18
e) Tersedia referensi/dokumen tentang kebencanaan dan
pengurangan risiko bencana yang mudah diakses oleh
manajemen dan staff.
f) Pernah mendatangkan ahli/konsultan dalam upaya pengurangan
risiko bencana dan peningkatkan kapasitas pengetahuan
kebencanaan.
g) Memiliki pengetahuan tentang cuaca, iklim, kualitas udara,
gempa bumi dan tsunami sesuai hazard masing-masing.
h) Mengetahui potensi risiko bencana yang terjadi dilingkungan
perusahaanya dan mengetahui cara penanganannya
i) Tersedia dokumen kajian risiko yang disusun berdasarkan
potensi hazard dilingkungan perusahannya masing-masing
2) Partisipatif Dalam Kegiatan Kebencanan
a) Perusahaan pernah mengikuti seminar/lokakarya atau
sejenisnya yang diselenggarakan oleh lembaga profesional
kebencanaan seperti BPBD, BMKG, SAR, PMI, Dinas
Kesehatan, BPPT, LIPI, Perguruan Tinggi dll. Dibuktikan
dengan sertifikat/Surat Keterangan.
b) Perusahan pernah mengikuti drill/simulasi yang
dilakukan oleh Dinas/Lembaga yang menangani
kebencanaan.
c) Perusahan pernah terlibat langsung dalam kegiatan-
kegiatan pengurangan risiko bencana yang diselenggarakan
oleh Dinas/Instansi kebencanaan minimal dilakukan
didaerah sekelilingnya.
d) Pernah terlibat langsung/berpartisipasi dalam kegiatan
tanggap darurat bencana.
b. Mitigasi
1) Mitigasi Struktural
a) Tersedia denah/peta bangunan yang terpasang disetiap sisi
gedung/kamar kerja/kamar istirahat dll.
b) Terdapat areal yang bisa digunakan sebagai titik kumpul
(assembly point) ketika terjadi emergency.
19
c) Jika point 3 diatas tersedia, apakah assembly point sudah
sesuai dengan kreteria standard persyaratan assembly point.
d) Apakah telah ditentukan daerah aman (safe area) untuk
beberapa hazard contohnya untuk gempabumi, tsunami,
kebakaran atau banjir.
e) Tersedianya sarana proteksi kebakaran aktif (Sistem deteksi
dan alarm, APAR, Hidrant, Springkler dll) yang dirancang
sesuai dengan standar tingkat bahayanya.
f) Jika point 5 diatas tersedia, apakah semua karyawan/staff
mampu mengoperasionalkan.
g) Apakah sarana proteksi dimaksud siap digunakan kapan saja?
(Periksa kartu control)
h) Apakah tersedia fasilitas dan aksesibilitas bangunan yang
diperuntukan kepada kelompok disable (cacat)
i) Sistem penanggulangan banjir sudah didesain sedemikian
rupa ( drainase, biopori)
j) Dilengkapi dengan sistem pembuangan limbah yang aman
dari pencemaran lingkungan
k) Dilengkapi dengan tangga darurat dan pintu keluar darurat
disetiap unit bangunan.
l) Penangkal petir telah terpasang sesuai dengan persyaratan
tinggi bangunan dan telah diperiksa dan diuji secara berkala.
m) Strukturruangtelah memperhatikan aspek pengurangan resiko
bencana/kecelakaan yang menimbulkan bencana (antara
kamar kerja/kamar tamu dengan cooler, boiler, genset, limbah
dll)
n) Apakah terpasang tanda-tanda peringatan bahaya pada area-
area bahaya disekitar bangunan
o) Membangun kemandirian semua komponen manajemen
perusahan , untuk meningkatkan kesadaraan membangun
kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana (Periksa
dokumen kajian risiko bencana).
p) Turut aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan pengelolaan
lingkungan untuk pengurangan resiko bencana baik yang
dilaksanakan sendiri atau patisipasi.
q) Apakah ada inisiatif bekerjasama dengan stakeholder lain
dalam kegiatan sosial fokus kepada pengelolaan lingkungan
20
terutama dengan masyarakat disekitar lokasi
perusahaan/hotel.
2) Mitigasi Non Struktural
a) Adanya kebijakan perusahaan peduli terhadap pengelolaan
lingkungan demi keamanan dan keselamatan bila terjadi
ancaman bencana.
b) Apakah pernah mengadakan pelatihan pengurangan Risiko
Bencana
c) Memiliki MOU dengan Instansi terkait dalam rangka
membangun/meningkatkan kapasitas staff terhadap aksi-aksi
pengurangan risiko bencana.
d) Tersedia kebijakan perlindungan (santunan, asuransi dll.)
terhadap staff/karyawan, aset perusahaan dan pemakai jasa
perusahaan.
b. Kesiapsiagaan dan Kapasitas Respon
1) Kesiapsiagaan
a) Terbentuk tim yang terlatih khusus yang siap ditugaskan
ketika terjadi bencana dilingkungan perusahan
b) Tim tersebut diatas telah dilegalisasi oleh manajemen
dan memiliki pembagian tugas yang jelas.
c) Memiliki Standard Operating Prosedur (SOP) sesuai
dengan ancaman hazard didaerahnya.
d) Sosialisasi SOP atau kebijakan kepada karyawan, vendor
dan mitra kerja dilaksanakan terus menerus.
e) Uji coba SOP dalam bentuk drill/simulasi/table top wajib
dilakukan secara berkala minimal 6 bulan sekali.
f)Sarana dan prasarana yang disiapkan untuk menghadapi
tanggap darurat bencana siap digunakan dan bekerja dengan
baik (Jejaring komunikasi, transportasi, sarana kesehatan,
perlengkapan kebakaran dll)
2) Sistem peringatan dini
a) Perusahaan telah menentukan cara untuk memperoleh
informasi peringatan dini dari instansi terkait seperti
21
PUSDALOPS, BMKG, PVMBG, BPBD Provinsi dan
kabupaten/kota.
b) Kalau point 1 diatas tersedia, apakah ada terpasang atau
menggunakan jenis teknologi apa.
c) Memiliki mekanisme yang jelas dalam menerima informasi
peringatan (bagan/skema sistem peringatan dini)
d) Pembagian tugas yang jelas bagi para pejabat/staff ketika
menerima informasi peringatan dini dan reaksi yang harus
dilakukan.
e) Bagaimana dengan penyampaian peringatan dini (warning)
kepada para tamu dan pekerja perusahan, adakah format
arahan yang standard untuk reaksi yang efektif dan efisien?
f) Rambu evakuasi terpasang atau rambu lainnya sesuai dengan
hazard diwilayahnya.
g) Tersedia peta rencana evakuasi sesuai dengan identifikasi
hazard (Gempa bumi, Tsunami. Kebakaran, banjir dll) serta
prosedur dan strategi yang digunakan.
3) Kapasitas Respon
a) Tersedia data potensi dan sumber dayaseperti, data personil
terlatih, peralatan dan perlengkapan dalam mendukung
penanggulangan bencana (data base)
b) Tersedia peralatan standard first responder seperti tandu,
kotak Pertolongan Pertama (dulu disebut kotak PPPK),
spalk/bidai, pembalut cepat/mitela, masker secukupnya.
c) Tim khusus yang dibentuk sudah dilengkapi dengan peralatan
standard Alat Pengaman Diri (APD)
d) Telah mengikuti pelatihan bantuan hidup dasar (BHD) dan
MedicalFirst Responder (MFR)
e) Pernah menyelenggarakan sendiri atau pernah mengikuti
pelatihan (Praktis) Search and Resque (SAR)
f) Pernah menyelenggarakan sendiri atau pernah mengikuti
pelatihan penanganan kasus kejadian luar biasa (KLB) dan
wabah penyakit
g) Regu pemadam kebakaran terbentuk dan terlatih
menggunakan peralatan yang tersedia di perusahaan.
22
c. Keamanan
1) Perusahaan memiliki prosedur yang jelas penanganan keamanan
ketika terjadi ancaman bencana.
2) Perusahaan memiliki peralatan penunjang untuk pemantauan
aktifitas keamanan dan kemungkinan terjadinya bencana seperti
CCTV
3) Petugas keamanan memiliki pengetahuan praktis kebencanaan
4) Memiliki jejaring komunikasi yang kuat dengan instansi terkait
Seperti dengan TNI, POLRI, Pecalang Desa adat dll.
5) Tersedia check list dinas/instansi pelaku kebencanaan, contact
person dan nomor telephon penting.
d. Persiapan dan pengorganisasian
1) Kelengkapan Administrasi
Kelengkapan administrasi menjadi hal yang paling pokok yang harus
dilengkapi oleh calon penerima sertifikasi, administrasi merupakan
bukti otentik sebagai sebuah perushaan yang bisa dipertanggung
jawabkan. Berbagai jenis kelengkapan administrasi adalah sebagai
berikut :
a) Perijinan usaha
b) Sertifikat/surat keterangan (First responder, rescue, manajemen
bencana dll) yang pernah diikuti
c) Seluruh SOP/PROTAP Kebencanaan yang telah dimiliki dan
masih berlaku.
d) Contoh material informasi seperti Room directory, brosur,
leaflet, poster atau booklet yang telah tersedia.
e) Dokumen kegiatan pelatihan kebencanaan yang pernah
dilaksanakan
2) Kelengkapan piranti keras (Hardware)
Kelengkapan piranti keras (hardware) kebencanaan merupakan
prioritas selanjutnya, piranti keras/peralatan standar kebencanaan
adalah sarana pendukung dalam melaksanakan kegiatan kedaruratan.
Tanpa peralatan yang standar, niscaya operasi kedaruratan akan berjlan
dengan baik. Standar piranti keras yang dimaksud adalah :
23
a) Perlengkapan Pertolongan Pertama (PP) termasuk tandu dll
sesuai standard seorang first responder.
b) APAR (alat pemadam kebakaran ringan) dan alat pengaman
lainnya
c) Lampu senter
d) Masker
e) Rompi spotlight
f) Glove (sarung tangan)
g) Rambu evakuasi
24
f Analisis risiko bencana dituangkan dalam bentuk dokumen yang disahkan
oleh pejabat pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
g BNPB atau BNBD sesuai dengan kewenangannya melakukan pemantauan
dan evaluasi terhadap pelaksaan analisis risiko bencana.
Berdasarkan peraturan di atas, jelas terlihat bahwa setiap organisasi atau
kegiatan yang mengandung risiko bencana tinggi wajib melakukan Analisis
Risiko Bencana (ARISCANA). ARISCANA dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh informasi dan data mengenai potensi bencana yang mungkin dapat
terjadi dilingkungan masing-masing serta potensi atau tingkat risiko atau
keparahannya.
Risiko adalah merupakan kombinasi antara kemungkinan dengan tingkat
keparahan bencana yang mungkin terjadi.Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu
daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian
pula semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat atau penduduk, maka
semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat
kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya. Dengan
menggunakan perhitungan analisis risiko dapat ditentukan tingkat besaran risiko
yang dihadapi oleh daerah yang bersangkutan.
Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan
bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua bahaya/ancaman tersebut
diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan terjadinya (probabilitasnya)
dengan rincian:
25
3. kerusakan prasarana dan sarana;
4. cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
5. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,
Maka, jika dampak ini pun diberi bobot sebagai berikut:
26
Gambaran potensi ancaman di atas dapat ditampilkan dengan model lain dengan
tiga warna berbeda yang sekaligus dapat menggambarkan prioritas seperti berikut:
27
Untuk menentukan tingkat risiko bencana tersebut, dapat dilakukan melalui
penilaian Risiko Bencana. Banyak metode yang dapat dilakukan untuk
menilai tingkat risiko bencana. Misalnya dengan menggunakan sistem
matriks seperti yang diuraikan di atas atau dengan menggunakan teknik
yang lebih kuantitatif missal dengan permodelan risiko.
b Evaluasi Risiko
Berdasarkan hasil penilaian risiko tersebut, selanjutnya ditentukan peringkat
risiko yang mungkin timbul dengan mempertimbangkan kerentanan dan
kemampuan menahan atau menanggung risiko. Risiko tersebut di
bandingkan dengan kriteria yang ditetapkan, misalnya oleh pemerintah atau
berdasarkan referensi yang ada.
3) Pengendalian Risiko Bencana
Hasil identifikasi dan analisa risiko yang telah dilakukan maka langkah
selanjutnya adalah menetapkan strategi pengendalian yang sesuai.
Pengendalian risiko bencana menurut konsep manajemen risiko dapat
dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
a. Mengurangi kemungkinan
Strategi pertama adalah dengan mengurangi kemungkinan terjadinya
bencana. Semua bencana pada dasarnya dapat dicegah, namun untuk
bencana alam terdapat pengecualian.
b. Mengurangi dampak atau keparahan
Jika kemungkinan bencana tidak dapat dikurangi atau dihilangkan, maka
langkah yang harus dilakukan adalah mengurangi keparahan atau
konsekuensi yang ditimbulkan. Berdasarkan hasil identifikasi bahaya,
penilaian risiko bencana dan langkah pengendalaian tersebut dapat disusun
analisa risiko bencana yang terperinci dan mendasar untuk selanjutnya
dikembangkan program kerja penerapannya.
Tujuan identifikasi bencana adalah untuk pengurangan risiko bencana
yaitu konsep dan praktik mengurangi risiko-risiko bencana melalu upaya-
upaya sistematis untuk menganalisis dan mengelola faktor-faktor penyebab
bencana, termasuk melalui pengurangan keterpaparan terhadap ancaman
bahaya, pengurangan kerentanan penduduk dan harta benda, pengelolaan
28
lahan dan lingkungan secara bijak, dan peningkatan kesiapsiagaan terhadap
peristiwa-peristiwa yang merugikan. Jadi pada intinya kita bisa melihat
bahwa ada empat aktivitas yang harus dilakukan dalam PRB ini:
29
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan.
Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu
terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit
atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan
sebagainya.
3. Evaluasi
Risiko dan tingkat kerentanan tersebut harus dievaluasi untuk
menentukan risiko mana yang memerlukan prioritas dan
penanggulangan.
30
Dari pemaparan diatas definisi dari analisis risiko bencana adalah
proses penilaian terhadap risiko bencana atau potensi kerugian yang
ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu
yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa
aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan
kegiatan masyarakat.
31
dijelaskan maksud dan tujuan kegiatan kajian dan analisa kerentanan,
ancaman dan resiko kebencanaan.
32
Pariwisata menciptakan keterkaitan, baik langsung maupun tidak
langsung, antar sector, antar kawasan wisata maupun antar daerah. Dari
tahun ke tahun makin bertambah sector yang memperoleh manfaat atau
keuntungan dari pariwisata, baik yang terdapat di kawasan setempat
maupun di daerah lain. Pariwisata Bali, misalnya memberikan manfaat
kepada pengusaha industri kecil dan kerajinan di beberapa daerah provinsi
Jawa Timur maupun Jawa Tengah serta beberapa daerah lain.
Kegiatan wisata, terutama yang berbasis sumberdaya alam, dapat
dikembangkan di kawasan pantai, pegunungan atau perbukitan tergantung
pada karakteristik lingkungan di wilayah tersebut. Negara-negara di sekitar
Samudera Hindia, dimana mempunyai kawasan pantai dan perairan yang
cukup luas, banyak yang memanfaatkan kawasan pantai sebagai resort
pariwisata. Hal ini dapat dilihat di Thailand (Phuket, Krabi, Phiphi,dll),
Malaysia (Penang dan Langkawi), Maldives, Andaman, Sri Lanka (Galle)
yang cukup lama mengembangkan kawasan pantai sebagai kawasan wisata
dan rekreasi. Setiap tahunnya tidak kurang dari sejuta wisatawan
mengunjungi kawasan tersebut. Pariwisata di kawasan ini telah memberikan
manfaat yang cukup besar, baik bagi wisatawan dari berbagai negara,
penduduk local maupun perekonomian di kawasan/negara tersebut. Sekitar
sepertiga penduduk Amerika Serikat mengunjungi pantai setiap tahunnya.
Pembangunan hotel dan rumah kedua lebih banyak dilakukan di kawasan
pantai.
Begitu pula di Indonesia, tidak sedikit kegiatan wisata yang
dikembangkan pada kawasan pantai seperti di P.Bali (Kuta, Nusa Dua,
Sanur, Karangasem,dll), pantai barat Sumatera (Lampung, Bengkulu,
Padang,dll) dan beberapa pulau kecil (Nias, Siemelue, Weh, Buru,
Kep.Seribu, Biak,dll), Anyer, Pelabuhanratu, Pangandaran, Bunaken,
Makasar, Parangtritis, Kawasan Pantura,dll. Beberapa kegiatan wisata juga
dikembangkan di kawasan perbukitan atau kawasan dengan kondisi
topografi yang berat seperti di kawasan Puncak, Bandung Utara, Bandung
Selatan, Garut-Cipanas (Mojokerto), Lawang, Kaliurang, Baturaden,
Tawangmangu, dll. Kawasan dengan kondisi topografi yang terjal/curam
33
dapat menjadi daya tarik wisata karena pemandangan/view yang bagus
maupun kesegaran udara serta daya tarik lain.
Pengembangan komponen pariwisata (daya tarik, akomodasi,
fasilitas penunjang, dll) pada beberapa kawasan bahaya alam dapat memicu
timbulnya bencana alam. Pembangunan fasilitas pariwisata (hotel,vila,
akomodasi lain serta restaurant, dll) pada lereng bukit karena pertimbangan
keindahan pemandangan dapat memicu timbulnya longsoran sehingga
membahayakan pengunjung, pekerja, penduduk sekitar maupun pelaku
mobilitas di kawasan tersebut. Terjadinya bencana pada beberapa kawasan
wisata seperti di kawasan wisata Puncak dan beberapa kawasan wisata lain
memberikan gambaran tentang pesatnya pembangunan tempat rekreasi yang
kurang memperhatikan daya dukung dan dampaknya terhadap lingkungan.
Sejarah pengembangan pariwisata menunjukkan bahwa cukup banyak
kawasan wisata yang berkembang atau dikembangkan pada kawasan dengan
resiko bencana. Beberapa kawasan wisata di sepanjang pantai, perbukitan,
perairan, pernah mengalami bencana baik yang bersumber dari kawasan
wisata tersebut maupun dari kawasan lain.
Pemanfaatan pantai untuk pariwisata atau rekreasi memberikan
tekanan pada kondisi lingkungan pantai. Hal ini dapat pula dilihat pada
beberapa kawasan pantai dimana kegiatan pariwisata di kawasan pesisir
telah memicu pertumbuhan pemukiman khususnya rumah peristirahatan.
Pada waktu tertentu, jumlah pengunjung kadang-kadang melebihi jumlah
penduduk local. Pengunjung tidak hanya berasal dari wilayah setempat
tetapi juga dari kota-kota sekitar dan dari negara lain. Kegiatan wisata di
pantai dapat merusak lingkungan yang rapuh dan sensitive, menggusur
vegetasi penutup (mangrove maupun vegetasi pantai lainnya, dll) dan
meningkatkan erosi ole angin. Akhir-akhir ini sering dijumpai adanya polusi
suara dan perairan oleh jetski di kawasan pantai.
Mengingat peran pariwisata yang cukup penting bagi peningkatan
kualitas hidup manusia serta pengembangan kawasan, wilayah maupun kota
maka berbagai upaya perlu dilakukan untuk mempertahankan atau
meningkatkan kinerja dan peran pariwisata dalam berbagai bidang
kehidupan atau kegiatan tersebut. Berbagai upaya tersebut diharapkan dapat
34
memperkecil kerentanan kawasan wisata terhadap bencana sehingga
memperkecil jumlah kerugian dan korban jiwa serta kerusakan apabila
terjadi bencana.
35
Sebagai contoh, Banjir dapat dikelaskan menjadi
tiga kelas sesuai dengan tingkat bahayanya: banjir
yang melanda suatu desa, memiliki ketinggian air
yang rendah dan lama genangan yang singkat dapat
dikategorikan bahwa tingkat ancaman banjir di desa
tersebut adalah rendah. Sebaliknya, apabila di desa
lain terkena banjir dengan ketinggian air yang cukup
tinggi dan menggenang cukup lama, maka dapat
dinyatakan bahwa ancaman banjir di desa ini adalah
tinggi. Contoh lainnya adalah Letusan Puting beliung
yang dapat dikelaskan menjadi tiga buah kelas
berdasarkan Kawasan Rawan Bencana (KRB) nya.
36
Kondisi ini menggambarkan apa yang dimaksud dengan kerentanan:
Kerentanan merupakan kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat
yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi
bencana. Semakin rentan suatu kelompok masyarakat terhadap
bencana, semakin besar kerugian yang dialami apabila terjadi bencana.
Sebagaimana ancaman, kerentanan juga dapat dikategorikan
dalam tingkat rendah, sedang dan tinggi. Sebuah desa dikatakan
memiliki tingkat kerentanan yang tinggi apabila di desa tersebut banyak
kondisi-kondisi yang rentan mengalami kerusakan saat terjadi bencana,
dan sebaliknya, sebuah desa dikatakan memiliki kerentanan yang
rendah apabila desa tersebut hanya memiliki sedikit kondisi-kondisi
yang rentan. Kondisi-kondisi rentan ini dapat diketahui melalui adanya
indikator-indikator kerentanan pada desa tersebut.
Kerentanan dapat dibagi menjadi 4 macam komponen
berdasarkan pada indikator tersebut, yaitu kerentanan fisik, kerentanan
ekonomi, kerentanan sosial-budaya dan kerentanan lingkungan.
37
ekonomi menghadapi kecil dan menengah
kejadian bencana Adanya kelompok
pertokoan
4 Kerentanan Ukuran seberapa kuat Luas Hutan Lindung
Lingkungan lingkungan hidup di suatu Luas hutan alam
komunitas bertahan Adanya Rawa-rawa
menghadapi kejadian
bencana
Tabel: Contoh Indikator Komponen Kerentanan
Dengan menggunakan indikator-indikator dari masing-masing
komponen seperti pada contoh di atas, dapat diketahui tingkat
kerentanan pada suatu unit analisis (misalnya desa). Apabila hasil dari
semua indikator kerentanan yang ada pada suatu desa dijumlahkan,
maka dapat diperoleh ukuran seberapa rentan desa tersebut terhadap
bencana.
c. Kapasitas
38
Kapasitas merupakan kebalikan dari kerentanan: apabila
kerentanan menggambarkan seberapa rapuh suatu komunitas
masyarakat terhadap bencana, maka kapasitas menggambarkan
seberapa mampu komunitas masyarakat tersebut menghadapi bencana.
Sebuah desa yang dilengkapi dengan peralatan Early Warning System
dan memiliki Tim Siaga Bencana sendiri tentu lebih siap menghadapi
bencana dibandingkan dengan desa yang tidak memiliki keduanya.
Demikianlah kapasitas digunakan untuk mengukur tingkat kesiapan
tersebut.
Sebagaimana kerentanan, kapasitas juga terdiri dari beberapa
komponen yang terdiri dari indikator-indikator kapasitas untuk
mengukur tingkat kapasitas unit analisis yang ditanyakan. Dari hasil
penilaian terhadap indikator-indikator tersebut dapat disimpulkan
tingkat kapasitas dari unit analisis yang dimaksud: apakah rendah,
sedang, atau tinggi.
39
kajian mengenai risiko
bencana di daerah
tersebut dan
penerapannya
3 Pendidikan Mengukur seberapa kuat Pendidikan
Kebencanaan suatu komunitas apabila kebencanaan untuk
terjadi bencana melalui anak-anak sekolah
ada/tidaknya pendidikan Ada simulasi kejadian
kebencanaan di daerah bencana
tersebut
4 Pengurangan Mengukur faktor-faktor Adanya sarana-
faktor risiko dasar dasar yang diperlukan prasarana yang
untuk bertahan pada saat mendukung aktivitas
terjadinya bencana ekonomi di daerah
tersebut
Ada/tidaknya fasilitas
kredit untuk membantu
ekonomi masyarakat
5 Pembangunan Ukuran tingkat komunikasi Ada komunikasi antar
Kesiapsiagaan di dan kerjasama antar lembaga yang
semua lini komponen yang bertugas menangani bencana
mengawal kelompok Media yang digunakan
masyarakat pada saat untuk komunikasi pada
terjadi bencana. saat terjadi bencana
Tabel: Contoh Indikator Komponen Kapasitas (Perka BNPB No. 2/2012)
40
Gambar: Diagram Komponen Kapasitas
d. Risiko
Tingkat risiko merupakan nilai yang dicari pada pemetaan risiko,
yaitu seberapa rendah, sedang atau tinggi risiko tersebut. Dengan
mengetahui tingkat risiko pada suatu daerah, akan dapat diperoleh
gambaran seberapa besar risiko yang diperkirakan akan dialami apabila
terjadi bencana. Risiko merupakan fungsi dari Ancaman, Kerentanan dan
Kapasitas. Berikut ilustrasinya:
Semakin besar ancaman, maka tingkat risiko yang ditimbulkan juga
akan semakin besar. Semakin luas daerah genangan banjir menunjukkan
tingkat risiko yang semakin tinggi pula.
***
Semakin besar kerentanan, maka tingkat risiko yang ditimbulkan juga
akan semakin besar, karena semakin rentan suatu komunitas maka risiko
timbulnya korban jiwa dan kerugian materil juga akan semakin besar.
***
Semakin besar kapasitas, maka tingkat risiko akan semakin kecil, sebab
semakin siap sebuah komunitas dalam menghadapi bencana, maka
kemungkinan timbulnya korban jiwa maupun kerusakan materil akibat
bencana juga akan semakin kecil.
41
Risiko (R) = Ancaman (H) * Kerentanan (V)/Kapasitas(C)
dimana:
R : Disaster Risk : Risiko Bencana, potensi terjadinya kerugian
H : Hazard Threat : Ancaman bencana yang terjadi pada suatu lokasi.
V : Vulnerability : Kerentanan suatu daerah yang apabila terjadi
bencana maka akan menimbulkan kerugian
C : Coping Capacity : Kapasitas yang tersedia di daerah itu untuk
melakukanpencegahan atau pemulihan dari
bencana.
Analisis risiko dilakukan dalam beberapa tahap sesuai dengan data yang
dimiliki. Berikut adalah beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk
melakukan analisis risiko:
42
No. 2 Tahun 2012, unit analisis memiliki ketentuan tingkat kedetailan
analisis (kedalaman analisis) yaitu:
a. Peta risiko di tingkat nasional minimal hingga kabupaten/kota,
b. Kedalaman analisis peta risiko di tingkat provinsi minimal hingga
kecamatan,
c. Kedalaman analisis peta risiko di tingkat kabupaten/kota minimal
hingga tingkat kelurahan/desa/kampung/nagari
Setelah berhasil mengidentifikasi daerah mana saja yang memiliki
tingkat risiko tinggi, selanjutnya dapat disusun rencana aksi yang dapat
dilakukan pada daerah tersebut untuk mengurangi risiko bencana.
Rencana aksi ini dapat berupa:
1) Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat di daerah yang
dimaksud agar mampu menghadapi bencana, seperti melalui
kegiatan pelatihan dan simulasi kebencanaan, pembangunan Sistem
Peringatan Dini, pembuatan jalur evakuasi, pengadaan alat
komunikasi, dan seterusnya.
2) Pengurangan kerentanan, seperti membangun pusat kesehatan
masyarakat, mendirikan koperasi, usaha-usaha mitigasi seperti
pembangunan sabo dam, dan seterusnya.
Pada sebuah kegiatan penanggulangan bencana yang terpadu, hasil
hitungan dan identifikasi risiko perlu diwujudkan dalam program nyata
penanggulangan bencana. Program tersebut selain berupa rencana aksi
juga perlu dilengkapi dengan stakeholder yang bertanggungjawab
melakukan program-program tersebut, juga estimasi biaya dan target
capaian program.
43
e. Multi-Risiko
Untuk mendapatkan hitungan yang lebih akurat mengenai potensi
risiko di suatu daerah, perlu dilakukan analisis multi-risiko. Analisis
multi-risiko menggabungkan hasil hitungan risiko dari berbagai kejadian
bencana pada suatu daerah sehingga diperoleh akumulasi hitungan risiko
pada daerah tersebut. Pada Perka BNPB No. 2 tahun 2012, analisis multi
risiko dapat dilakukan menggunakan pembobotan pada beberapa jenis
kejadian bencana yang diidentifikasi.
44
mengetahui peranan keseluruhan komponen tersebut terhadap nilai risiko
yang dihasilkan. Analisis Proses Berjenjang (AHP) merupakan proses
analisis yang menggunakan pendekatan Multicriteria Decision Analysis
(MCDA), dilakukan dengan cara melakukan evaluasi berbobot terhadap
berbagai komponen yang mempengaruhi suatu variable secara berjenjang
(hierarkhis). Dalam hal ini, bobot masing-masing komponen ditentukan
secara relatif, yaitu suatu komponen yang dianggap memiliki pengaruh
lebih besar akan diberikan bobot yang lebih besar secara berjenjang, dan
demikian sebaliknya, komponen dengan pengaruh yang tidak terlalu
besar akan diberikan nilai bobot yang tidak terlalu besar pula.
45
Gambar: AHP dalam penilaian Risiko (Sumber: http://miavita.brgm.fr/)
46
Tujuan analisis Strength, Weakness, Opportunity dan Threat
(SWOT) adalah untuk mensinergikan kecepatan, ketepatan, kesigapan
dan keputusan yg efektif dan efisien dalam pengelolaan bencana alam.
1. Faktor Strength (kekuatan) adalah ketersediaan SDM ahli di bidang
bencana alam, antara lain ahli-ahli geologi, geofisika, ,
kegunungapian, geografi, geodesi, teknik sipil, manajemen, informasi,
telekomunikasi, dsb. Demikian juga keberadaan berbagai instansi
yang terkait dengan bencana alam. Selain itu ketersediaan sarana dan
prasarana yang memadai, termasuk hasil-hasil riset di berbagai bidang
yang terkait dengan bencana alam akan sangat mendukung rencana
ini.
2. Faktor Weakness (kelemahan) adalah belum adanya koordinasi dan
sinkronisasi dari berbagai pihak (institusi dan kepakaran) di dalam
pengelolaan bencana alam. Selain itu belum tersedianya suatu wadah
yang resmi dan mampu untuk mengkoordinasi, dan mengambil
langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan tersebut,
3. Faktor Opportunity (peluang) adalah banyaknya kerjasama yang telah
terbina sampai dengan saat ini, baik dengan institusi Nasional maupun
Internasional yang memungkinkan adanya transfer teknologi dan
kolaborasi. Pendanaan dapat berasal dari PEMDA Tk I dan II,
Menteri RISTEK, UNESCO, dan Kerja Sama penelitian dengan
negara-2 Perancis, Jerman, Jepang dll.
4. Faktor Threat (ancaman/tantangan), untuk kawasan objek wisata
adalahperistiwa alam yang menjadi ancaman bagi kawasan objek yaitu
musim hujan yang membuat akses jalan semakin buruk dan longsor.
Peristiwa yang tidak kita ketahui yang bisa merugikan bagi masyrakat,
pemerintah dan pihak lainya hal ini yang berpengaruh besar yang
membuat kekwatiran pengunjung ataupun masyarakat setempat. Hal
ini sesuai dengan pendapat Jamaris dalam Anjela (2014)
mengungkapkan bahwa objek wisata merupakan segala sesuatu yang
dapat dilihat, di nikmati dan menimbulkan kesan tersendiri, seseorang
apabila di dukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Apabila
47
sarana tidak memadai maka akan merusak dan membahayakan bagi
pengunjung, objek dan atraksi sering kali dikaitkan dengan pengertian
produk industrui pariwisata dengan objek dan atraksi wisata.
Ancaman (Threats) merupakan kondisi yang mengancam dari luar.
Ancaman ini dapat dapat mengganggu organisasi, proyek atau konsep
bisnis itu sendiri (Freddy, 2014)
Upaya-upaya penanggulangan bencana berdasarkan hasil analisa SWOT
1. Meletakkan pengurangan resiko bencana sebagai prioritas daerah
dan implementasinya harus dilaksanakan oleh suatu institusi yang
kuat,
2. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau resiko bencana serta
menerapkan sistem peringatan dini,
3. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk
membangun budaya keselamatan dan ketahanan pada seluruh
tingkatan,
4. Mengurangi cakupan resiko bencana,
5. Meningkatkan kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan
masyarakat, agar tanggapan yang dilakukan lebih efektif.
Strategi Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat
1. Mengurangi kerawanan masyarakat dengan meningkatkan
kemampuan masyarakat.
2. Masyarakat perlu dibekali dengan berbagai cara peningkatan
kemampuan seperti; memperkuat organisasi yang ada, mengadakan
kegiatan-kegiatan pemberdayaan sosial ekonomi, kesadaran
lingkungan, pendidikan, kesehatan dan kemampuan lainnya.
3. Memadukan pengetahuan lokal dan asli untuk menanggapi
bencana.
4. Cara-cara yang dimiliki masyarakat untuk memahami,
meramalkan, pemberian peringatan dan menghadapi bencana perlu
diinventarisasi, dimanfaatkan dan ditingkatkan atau dikembangkan.
5. Merumuskan sistem, prosedur dan kegiatan-kegiatan
Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat.
48
6. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat merupakan
penyaluran aspek-aspek fisik, mental dan emosional dari anggota-
anggota masyarakat yang terlibat. Proses merumuskan berarti
menjamin pengelolaan sumber-sumber (dana, waktu, peralatan,
informasi dan teknologi) secara baik dan efisien. Untuk itu perlu ada
program dan pelayanan kepada pendamping sosial yang membantu
masyarakat.
Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat
1. Pencegahan : Tindakan-tindakan untuk menghentikan terjadinya
bencana
2. Mitigasi : Tindakan-tindakan untuk mengurangi dampak bencana
3. Kesiapsiagaan :Tindakan-tindakan yang dilakukan agar mampu
menghadapi ancaman apabila terjadi bencana.
4. Peringatan : Pemberian informasi kepada masyarakat apabila
ancaman telah diketahui dan dinilai akan mempengaruhi wilayah
bencana tertentu.
5. Tanggap Darurat
6. Rekonstruksi
7. Rehabilitasi
8. Pengembangan/Pembangunan.
49
1. Identifikasi risiko (risk identification),
2. Pengurangan risiko/mitigasi (risk reduction/mitigation),
3. Pengalihan risiko (risk transfer), dan
4. Kesiapsigaan (preparedness).
50
Penetapan jenis bahaya merupakan pengelompokan jenis bahaya
yang dapat dikelompokkan sebagai berikut :
(1) Tsunami
(2) Gempa bumi
(3) Letusan gunung berapi
(4) Angin Puyuh
(5) Banjir
(6) Tanah longsor
(7) Kebakaran hutan
(8) Kekeringan
(9) KLB penyakit menular
(10) Kecelakaan transportasi atau industry
(11) Konflik dengan kekerasan
c) Penetapan Variabel
(1) Karakteristik Bahaya
(a) Frekuensi
Suatu bahaya/ancaman seberapa sering terjadi
(b) Intensitas
Diukur dari kekuatan dan kecepatan secara kuantitatif/kualitatif
(c) Dampak
Pengukuran seberapa besar akibat terhadap kehidupan rutin
keluasan
(d) Keluasan
Luasnya daerah yang terkena
(e) Komponen uluran waktu
Rentang waktu peringatan gejala awal-hingga terjadinya dan
lamanya proses bencana berlangsung.
(2) Kerentanan
(a) Fisik
Kekuatan struktur bangunan fisik (lokasi, bentuk, material,
kontruksi, pemeliharaannya), dan system transportasi dan
telekomunikasi (akses jalan, sarana angkutan, jaringan
komunikasi, dll)
(b) Sosial
Meliputi unsure demografi (proporsi kelompok rentan, status
kesehatan, budaya, status sosek, dll)
(c) Ekonomi
Meliputi dampak primer (kerugian langsung) dan sekunder
(tidak langsung)
(3) Manajemen
1. Kebijakan
51
Telah ada/tidaknya kebijakkan, peraturan perundangan, Perda,
Protap,dll tentang penanggulangan bencana
2. Kesiapsiagaan
Telah ada/tidaknya system peringatan dini, rencana tindak lanjut
termasuk pembiayaan
3. Peran Serta Masyarakat
Meliputi kesadaran dan kepedulian masyarakat akan bencana
4. Penetapan Cara Penilaian
1) Jenis bahaya/ ancaman
2) Penilaian sesuai dengan kelompok variable
3) Berdasarkan data, pengalaman dan taksiran
4) Saling terkait satu sama lain
5) Nilai berkisar antara 1 sampai 3
1 = risiko terendah
2 = risiko sedang
3 = risiko tertinggi
2) Untuk penilaian manajemen dinilai dengan skala yang
berbalik
1 = kemampuan tinggi
2 = kemampuan sedang
3 = kemampuan rendah
52
n
l. PSM
Total
NILAI
53
ce adalah bagaimana masyarakat mampu bertahan terhadap
kehilangan, dan susceptibility adalah derajat mudahnya terpengaruh
terhadap risiko. Dengan kata lain, ketika menentukan
keterancaman masyarakat atas dampak kedaruratan, penting untuk
memastikan kemampuan masyarakat beserta lingkungannya untuk
mengantisipasi, mengatasi dan pulih dari bencana. Jadi dikatakan
sangat terancam bila dalam menghadapi dampak keadaan bahaya
hanya mempunyai kemampuan terbatas dalam menghadapi
kehilangan dan kerusakan, dan sebaliknya bila kurang pengalaman
menghadapi dampak keadaan bahaya namun mampu menghadapi
kehilangan dan kerusakan, dikatakan tidak terlalu terancam
terhadap bencana dan kegawatdaruratan.
Dapat dirumuskan sebagai berikut
1) High susceptibility + low resilience = high level of
vulnerability.
2) High exposure to risk + limited ability to sustain loss = high
vulnerability.
3) Low susceptibility + high resilience = low degree of
vulnerability.
4) Ability to sustain loss + low degree of exposure = low
vulnerability
Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka
semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian
pula semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat atau penduduk,
maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya,
semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin
kecil risiko yang dihadapinya.
Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat
ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi oleh daerah yang
bersangkutan.
Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah
pengenalan bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua
bahaya/ancaman tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan
kemungkinan terjadinya (probabilitasnya) dengan rincian :
a. 5 : Pasti (hampir dipastikan 80 - 99%).
54
b. 4 : Kemungkinan besar (60 80% terjadi tahun depan, atau
sekali dalam 10 tahun mendatang)
c. 3 : Kemungkinan terjadi (40-60% terjadi tahun depan, atau
sekali dalam 100 tahun)
d. 2 : Kemungkinan Kecil (20 40% dalam 100 tahun)
e. 1 : Kemungkian sangat kecil (hingga 20%).
Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan
dampaknya apabila bencana itu memang terjadi dengan
pertimbangan faktor dampak antara lain: jumlah korban; kerugian
harta benda;kerusakan prasarana dan sarana;cakupan luas wilayah
yang terkena bencana dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,
maka, jika dampak ini pun diberi bobot sebagai berikut:
a. 5 : Sangat Parah (80% - 99% wilayah hancur dan lumpuh
total)
b. 4 : Parah (60 80% wilayah hancur)
c. 3 : Sedang (40 - 60 % wilayah terkena berusak)
d. 2 : Ringan (20 40% wilayah yang rusak)
e. 1 : Sangat Ringan (kurang dari 20% wilayah rusak).
Maka akan di dapat tabel sebagaimana contoh di bawah ini :
NO JENIS ANCAMAN BAHAYA PROBABILITAS DAMPAK
1 Gempa Bumi Diikuti Tsunami 1 5
2 Tanah Longsor 5 2
3 Banjir 4 3
4 Kekeringan 3 1
5 Angin Puting Beliung 2 2
55
`
56
tersebut dibandingkan dengan kriteria yang ditetapkan, misalnya oleh
pemerintah atau berdasarkan referensi yang ada.
57
pendekatan dan sistematika sesuai ke lima aksi dari Kerangka Aksi Hyogo
2005-2015.
1. Prioritas
Pengurangan risiko bencana di Indonesia dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek berkelanjutan dan partisipasi dari semua pihak
terkait. Upaya ini dilakukan dengan komitmen yang kuat dengan
mengedepankan tindakan-tindakan yang harus diprioritaskan. Penyusunan
prioritas ini perlu dilakukan untuk membangun dasar yang kuat dalam
melaksanakan upaya pengurangan risiko bencana yang berkelanjutan serta
mengakomodasikan kesepakatan internasional dan regional dalam rangka
mewujudkan upaya bersama yang terpadu.
Lima prioritas pengurangan risiko bencana yang harus dilakukan adalah :
a. Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional
maupun daerah yang pelaksanaannya harus didukung oleh
kelembagaan yang kuat
b. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta
menerapkan sistem peringatan dini
c. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk
membangun kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap
bencana pada semua tingkatan masyarakat
d. Mengurangi faktor-faktor penyebab risiko bencana
e. Memperkuat kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan
masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif
58
b. Bertujuan mengurangi faktor-faktor penyebab risiko bencana dari
proses-proses pembangunan yang tidak berkelanjutan dan yang
diperburuk oleh perubahan iklim
c. Akuntabel kepada masyarakat berisiko dan atau terkena bencana
serta didorong untuk meningkatkan partisipasi, ekuiti dan keadilan
serta dilaksanakan dengan perspektif jender
Dengan berdasarkan kepada prioritas pelaksanaan pengurangan
risiko bencana maka upaya dan rencana aksi yang dilakukan meliputi:
a. Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional maupun
daerah yang pelaksanaannya harus didukung oleh kelembagaan yang kuat,
dengan kegiatan-kegiatan utama antara lain:
1) Kelembagaan nasional dan kerangka hukum
a) Menyusun atau memperkuat mekanisme pengurangan
risiko bencana yang terpadu
b) Integrasi pengurangan risiko ke dalam kebijakan dan
perencanaan pembangunan, termasuk strategi pengurangan
kemiskinan serta kebijakan dan perencanaan sektoral dan
multi sektoral
c) Mengadopsi atau memodifikasi hukum yang mendukung
pengurangan risiko bencana, termasuk peraturan dan
mekanisme untuk memberikan insentif bagi kegiatan-
kegiatan pengurangan risiko dan mitigasi bencana
d) Mengenali karakteristik dan kecenderungan pola risiko
bencana lokal, melaksanakan desentralisasi kewenangan
dan sumber daya untuk pengurangan risiko kepada
tingkatan pemerintahan yang lebih rendah
2) Sumber daya
a) Mengkaji kapasitas sumber daya manusia yang ada dan
menyusun rencana serta program peningkatan kapasitas
sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan di masa
mendatang
59
b) Mengalokasikan sumber daya untuk penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan, program-program, hukum dan
peraturan dalam upaya pengurangan risiko bencana
c) Pemerintah harus menunjukkan kemauan politik yang kuat
untuk menerapkan upaya pengurangan risiko bencana yang
terpadu ke dalam program pembangunan
3) Partisipasi Masyarakat
Secara sistematis melibatkan masyarakat dalam upaya pengurangan
risiko bencana termasuk dalam pengambilan keputusan di dalam
proses pemetaan masalah, perencanaan, implementasi, pemantauan,
dan evaluasi, melalui pembentukan jejaring termasuk jejaring
relawan, pengelolaan sumber daya yang strategis, penyusunan
peraturan hukum dan pendelegasian otoritas
b. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta
menerapkan sistem peringatan dini, dengan kegiatan-kegiatan :
1) Pengkajian risiko pada skala nasional dan lokal
a) Mengembangkan, memperbarui dan menyebarluaskan peta
risiko beserta informasi terkait terutama kepada para
pengambil kebijakan dan masyarakat umum
b) Mengembangkan sistem indikator risiko bencana dan
ketahanan di pusat dan di daerah, yang akan membantu
para pengambil keputusan dalam mengkaji dampak
bencana
c) Merekam, menganalisis, merangkum dan menyebarluaskan
informasi statistik mengenai kejadian bencana, dampak dan
kerugian
2) Peringatan Dini
a) Mengembangkan sistem peringatan dini termasuk petunjuk
tindakan yang harus dilakukan pada saat ada peringatan
b) Melakukan peninjauan berkala dan memelihara sistem
informasi sebagai bagian dari sistem peringatan dini
60
c) Melakukan penguatan kapasitas yang menunjukkan
bahwa sistem peringatan dini terintegrasi dengan baik
dengan kebijakan pemerintah dan proses pengambilan
keputusan
d) Memperkuat koordinasi dan kerjasama multi sektor dan
multi pemangku kepentingan dalam rantai sistem
peringatan dini
e) Menciptakan dan memperkuat sistem peringatan dini yang
efektif untuk pulau-pulau kecil
3) Kapasitas
a) Mendukung pengembangan dan pelestarian infrastruktur,
ilmu pengetahuan, teknologi, kapasitas teknis dan institusi
yang diperlukan dalam penelitian, pengamatan, analisis,
pemetaan, dan apabila memungkinkan perkiraan bencana,
kerentanan dan dampak bencana di masa mendatang
b) Mendukung pengembangan dan peningkatan basis data
serta pertukaran dan penyebarluasan data untuk keperluan
pengkajian, pemantauan dan peringatan dini
c) Mendukung peningkatan metode ilmiah dan teknis serta
kapasitas pengkajian risiko, pemantauan dan peringatan
dini melalui penelitian, kerjasama, pelatihan dan
peningkatan kapasitas teknis
d) Menciptakan dan memperkuat kapasitas merekam,
menganalisis, merangkum, menyebarluaskan dan saling
bertukar data dan informasi
4) Penanganan risiko bencana di tingkat regional
a) Mengumpulkan dan melakukan standarisasi data dan
informasi statistik mengenai risiko, dampak dan kerugian
bencana
b) Melakukan kerjasama dalam lingkup regional dan
internasional untuk mengkaji dan memantau bencana lintas
batas
61
c) Meneliti, menganalisis dan melaporkan perubahan jangka
panjang dalam hal peningkatan kerentanan dan risiko serta
kapasitas masyarakat dalam merespons bencana
c. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun
kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana pada semua
tingkatan masyarakat, dengan kegiatan-kegiatan antara lain :
1) Manajemen Informasi dan Pertukaran Informasi
a) Menyediakan informasi risiko dan pilihan perlindungan
bencana yang mudah dipahami terutama untuk masyarakat
di daerah berisiko tinggi
b) Memperkuat jaringan ahli bencana, pejabat berwenang dan
perencana antar sektor dan wilayah, dan menyusun atau
memperkuat prosedur untuk memanfaatkan keahlian dalam
menyusun rencana pengurangan risiko bencana
c) Meningkatkan dialog dan kerjasama antar para ilmuwan
dan praktisi di bidang pengurangan risiko bencana
d) Meningkatkan pemanfaatan dan penerapan informasi
terkini, komunikasi dan teknologi untuk mendukung upaya
pengurangan risiko bencana
e) Dalam jangka menengah, mengembangkan direktori,
inventarisasi sistem pertukaran informasi di tingkat lokal,
nasional, regional dan internasional
f) Institusi yang berhubungan dengan pengembangan
infrastruktur perkotaan harus menyediakan informasi
mengenai pemilihan konstruksi, pemanfaatan lahan atau
jual beli tanah
g) Memperbarui dan menyebarluaskan terminologi
internasional yang standar tentang pengurangan risiko
bencana
2) Pendidikan dan Pelatihan
a) Memasukkan unsur pengetahuan pengurangan risiko
bencana yang relevan pada kurikulum sekolah
62
b) Mempelopori implementasi pengkajian risiko dan program-
program kesiapsiagaan bencana di sekolah-sekolah dan
institusi pendidikan tinggi
c) Mempelopori penerapan program dan kegiatan
minimalisasi dampak bencana di sekolah-sekolah
d) Mengembangkan program-program pelatihan dan
pembelajaran pengurangan risiko bencana pada sektor
tertentu (perencana pembangunan, penanggung jawab
keadaan darurat dan pemerintah daerah)
e) Mempelopori pelatihan-pelatihan berbasis masyarakat
dengan penekanan pada aturan-aturan bagi sukarelawan
f) Menyediakan akses pelatihan dan pendidikan yang sama
bagi perempuan dan konstituen rentan lainnya
3) Penelitian
a) Membangun metode lanjutan untuk pengkajian prediksi
bencana multi risiko dan analisis sosio-ekonomi serta cost-
benefit dalam kegiatan pengurangan risiko bencana
b) Memperkuat kapasitas teknis dan ilmiah untuk
mengembangkan dan menerapkan metodologi, kajian dan
model pengkajian kerentanan, serta dampak bencana
geologis, cuaca, iklim dan air.
4) Kepedulian Publik
Memperkuat peran media dalam membangun budaya kesiapsiagaan
bencana dan meningkatkan keterlibatan masyarakat
d. Mengurangi faktor-faktor penyebab risiko bencana, meliputi kegiatan-
kegiatan :
1) Manajemen sumber daya alam dan lingkungan
a) Memperkuat pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem
secara lestari, termasuk melalui rencana pemanfaatan ruang
yang baik dan kegiatan pembangunan yang mengurangi
risiko dan kerentanan
63
b) Menerapkan pendekatan manajemen sumber daya alam dan
lingkungan terpadu yang berhubungan dengan upaya
pengurangan risiko bencana
c) Melakukan penyesuaian antara pengurangan risiko bencana
dengan perubahan iklim saat ini dan masa mendatang
2) Pengembangan Sosial dan Ekonomi
a) Meningkatkan ketahanan pangan
b) Menggabungkan perencanaan pengurangan risiko bencana
dalam sektor kesehatan untuk menciptakan rumah sakit
yang bebas dari dampak bencana
c) Melindungi dan memperkuat fasilitas-fasilitas publik
(sekolah, rumah sakit, pembangkit listrik) agar tidak rentan
terhadap bencana
d) Memperkuat pelaksanaan mekanisme jaring pengaman
sosial
e) Menyatukan pengurangan risiko bencana dalam pemulihan
paska bencana dan proses rehabilitasi
f) Meminimalkan risiko bencana dan kerentanan yang
diakibatkan oleh perpindahan manusia
g) Mengupayakan diversifikasi pendapatan untuk masyarakat
di wilayah berisiko bencana tinggi untuk mengurangi
kerentanan terhadap bencana
h) Membangun mekanisme pendanaan risiko bencana seperti
asuransi bencana
i) Memfasilitasi kerjasama dengan pihak swasta dan
meningkatkan partisipasi swasta dalam kegiatan
pengurangan risiko bencana
j) Membangun instrumen keuangan alternatif dan inovatif
(seperti meningkatkan peran asuransi bencana dan
mensosialiasikannya pada setiap lapisan masyarakat) dalam
rangka mengurangi risiko bencana.
3) Perencanaan tata guna lahan dan pengaturan teknis lainnya
64
a) Memasukkan aspek pengkajian risiko bencana ke dalam
perencanaan perkotaan dan pengelolaan pemukiman tahan
bencana
b) Mengintegrasikan pengurangan risiko bencana dalam
prosedur perencanaan proyek-proyek infrastruktur utama,
termasuk kriteria desain, persetujuan dan pelaksanaan
proyek itu sendiri
c) Menyusun pedoman dan perangkat pengawasan
pengurangan risiko bencana dalam konteks kebijakan dan
perencanaan pemanfaatan lahan dan meningkatkan
pemanfaatan perangkat-perangkat ini
d) Mengintegrasikan pengkajian risiko bencana ke dalam
perencanaan pengembangan perkotaan
e) Menyempurnakan NSPM dan aturan rehabilitasi dan
rekonstruksi bangunan yang ada
e. Memperkuat kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan
masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif, meliputi kegiatan-
kegiatan :
1) Memperkuat kebijakan, kemampuan teknis dan kelembagaan
dalam penanggulangan bencana regional, nasional dan lokal,
termasuk yang berhubungan dengan teknologi, pelatihan, sumber
daya manusia dan lain-lain.
2) Mendukung dialog dan pertukaran informasi dan koordinasi antara
lembaga-lembaga yang menangani peringatan dini, pengurangan
risiko bencana, tanggap darurat, pembangunan, dan sebagainya
pada semua tingkatan
3) Memperkuat dan bila perlu membangun koordinasi kewilayahan
dan membuat atau meningkatkan kebijakan regional, mekanisme
operasional dan sistem komunikasi perencanaan untuk menyiapkan
respons yang efektif dalam kasus bencana antar negara
65
4) Menyiapkan atau mengkaji ulang dan secara periodik memperbarui
rencana kesiapan bencana serta kebijakan dan rencana tanggap
darurat pada semua tingkatan
5) Mengupayakan diadakannya dana darurat, logistik dan peralatan
untuk mendukung tanggap darurat bencana, pemulihan dan
langkah-langkah kesiapsiagaan bencana
6) Membangun mekanisme khusus untuk menggalang partisipasi aktif
dan rasa memiliki dari para pemangku kepentingan terkait
termasuk masyarakat
RAN PRB 2010-2012 ini disusun sesudah terbitnya UU No. 24/2007 yang
merupakan landasan dari rencana aksi PRB, termasuk juga PP No. 21/2008,
serta dengan mempertimbangkan kelima aksi dari Kerangka Aksi Hyogo
2005-2015. Proses penyusunan dilakukan dengan pendekatan partisipatif dan
konsultatif dengan berbagai Kementerian/ Lembaga serta pemangku
kepentingan terkait, termasuk donor internasional sebagai mitra
pembangunan pemerintah, dan Platform Nasional (Planas) PRB yang
beranggotakan perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, swasta, serta
media. Secara intensif, Bappenas yang mengkoordinasikan penyusunan RAN
PRB 2010-2012 ini, selama proses penyusunan berkonsultasi dan
berkoordinasi dengan BNPB yang secara parallel sedang menyusun Renas PB
2010-2014. Pengesahan RAN PRB 2010-2012 ini juga dilakukan berurutan
dengan Renas PB 2010-2014 melalui Peraturan Kepala BNPB Nomor 5
Tahun 2010. Komponen/ matriks RAN PRB 2010-2012 terdiri dari :
a. Prioritas: terdiri dari 5 (lima) Prioritas, yang mengacu pada HFA
2005-2015
b. Program : terdiri dari 7 (tujuh) Program, yang merupakan program-
program dalam UU 24/2007 tentang PB dan PP No 21/2008 tentang
Penyelenggaraan PB
c. Kegiatan : terdiri dari 33 (tigapuluh tiga) Kegiatan atas dasar
kegiatan-kegiatan yang diidentifikasi dalam UU No. 24/2007 dan PP No.
21/2008.
66
Keseluruhan rencana aksi PRB ini ditampilkan dalam bentuk matriks yang
terdiri dari kegiatan, sasaran, lokasi, indikator kinerja, budget indikatif,
sumber pendanaan dan pelaksana.
67
mengamanatkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana
bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan
bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam
rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko,
dan dampak bencana.
f. Merupakan sub-sistem dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
dimana kebijakan dan strategi diturunkan dari RPJP 2005-2025 dan
RPJMN 2015-2019.
g. Kegiatan yang dicantumkan dalam rencana aksi merupakan kegiatan yang
sudah disepakati oleh para pelaku, dan dalam hal kegiatan di bawah
tanggung jawab K/L juga dicantumkan dalam renstra K/L terkait.
h. Nomenklatur yang disusun dalam Renas PB maupun rencana aksi
disesuaikan dengan nomenklatur yang berlaku di pemerintah, sehingga
memberikan kemudahan dalam mengkaitkan dengan renstra KL dan juga
dalam upaya pemantauan dan evaluasi.
Sebagai turunan atau rincian yang melekat dengan Renas PB 2015-2019,
maka uraian kegiatan dalam rencana aksi merupakan turunan dari Program,
Fokus Prioritas, Sasaran dan Indikator dalam Renas PB sebagaimana yang
diuraikan pada Bab V. Atas dasar diskusi dan konsultasi dengan
Kementerian / Lembaga serta para pemangku kepentiangan terkait selama
proses penyusunan Renas PB 2015-2019, maka disepakati matriks dalam
Renas PB dan rencana aksi terdiri dari:
a. Program: Program Penanggulangan Bencana
b. Fokus Prioritas: terdiri dari 7 (tujuh) focus prioritas
c. Sasaran: terdiri dari 10 (sepuluh) sasaran outcome
d. Indikator: terdiri dari 100 (seratus) indicator capaian
e. Kegiatan: kegiatan yang diuraikan per tahun, yang secara spesifik
mencantumkan lokus
f. Pagu Anggaran: dijabarkan setiap tahun sesuai kegiatan yang di
rencanakan
68
Pelaku: pelaku kegiatan, dalam hal ini K/L maupun instansi non pemerintah
atau pemangku kepentingan yang telah memberikan komitmen nya untuk
pelaksanaan rencana aksi nasional
Selama proses konsultasi dan diskusi dengan K/L dan para pemangku
kepentingan, telah berhasil dirumuskan berbagai usulan kegiatan, baik yang
bersifat generik di tingkat nasional dan kegiatan spesifik untuk ancaman
bencana tertentu untuk skala nasional. Usulan kegiatan ini diselaraskan
dengan fokus prioritas untuk mencapai sasaran yang telah disepakati dengan
indicator capaian sebagai alat memantau dan mengevaluasi. Namun demikian
dengan pertimbangan belum disahkannya RPJMN 2015-2019 yang
berdampak pada belum disusunnya renstra K/L, maka usulan kegiatan ini
belum dapat di finalisasi dengan rincian kegiatan per tahun anggaran serta
budget indikatif. Dengan demikian, maka rencana aksi ini akan dirinci lebih
lanjut sesudah terbitnya RPMJN 2015-2019 dan adanya Renstra K/L di awal
tahun 2015
69
BAB III
Setelah melakukan kegiatan praktik selama 4 minggu, adapun hasil serta kegiatan dilampirkan dalam
bentuk table yaitu sebagai berikut:
71
Bagus Mantra)
- Ambuance 2 biasanya ditugaskan
ke daerah Ubung, Badung sampai
wilayah singaraja
- Ambulance 3 ditugaskan di
daerah posko induk di UPT
Pusdalops PB wilayah kerjanya:
Dentim, Densel, Denut, Sanur,
Gatsu da sekitarnya
- Ambuance 4 ditugaskan di daerah
Imam Bonjol sampai ke daerah
Bali Selatan (Kuta, Nusa Dua,
kerobokan, dll)
Pembagian Pembimbing masing-
masing kelompok:
A. (dr. Luh Aryanthini dan Ns.Ni
Luh De Ema Juniasti, S.Kep)
B. ( dr. Komang Arya dan I Nengah
Wikarda, Amd.Kep)
C. ( dr. Ketut Supiarta, dan Ns.
Kadek Novi Dwisantiari, S.Kep
D. ( dr. Putu Yunita, dan Ns. I Putu
Agus Prawita Styawan, S.Kep)
72
Penjelasan tentang sirine Tsunami,
TEWS (Tsunami Early Warning
System)
Pukul 11.20- yang ditempatkan di 9 titik pesisir
11.50 WITA pantai di Pulau Bali, oleh pak ivan
selaku operator IT Sekaligus
koodinator bidang. Bapak Ivan
menjelaskan BPBD Bali
melaksanakan tasting (uji)
aktivasi sirine tsunami, setiap
sebulan sekali pada tanggal 26
pukul 10.00 Wita dengan durasi 3
menit. Testing aktivasi sirine
dilaksanakan dari ruang krisis
UPT Pusdalops PB Provinsi Bali,
didahului dengan adanya
pemberitahuan melalui pengeras
suara yang terdengar di lokasi
sirine.jarak terjauh suara sirine
dapat terdengan 2 KM dari jarak
sirine
Pengenalan di masing-masing
ambulance 1,2,3,4
Pengecekan alat-alat yang
Pukul 11.50- terdapat pada ambulane. Setiap Ruangan
12.10 WITA Hasil: Tong sampah, brankar, long Kantor UPT
spin board, spalek/bidai, head Pusdalops PB
stabilizer, neckoler, suction, BPBD Provinsi
oxygen, simplemask, selang O2 , Bali
ambubag, handscoon, tensi, set
luka, cairan infus, kasa gulung,
plester gunting
73
Penjelasan mengenai ruang radio
oleh bapak Ida Bagus Gede
Juniarta. Berdasarkan bentuknya
Pukul 12.10- radio dibagi menjadi 2 jenis RIG Ruang Crisis
12.45 WITA dan mobile, berdasarkan Center UPT
frekuensinya ibagi menjadi 3 jenis Pusdalops PB
UHF (Ultra High Frequensy) ,HF BPBD Prov.Bali
(High Frequency), dan VHF (Very
High Frequency). Pada radio tetra,
jangkauan informasi dapat
mencapai 25km, dapat
dihubungkan ke saluran telepon
dang suaranya sangat jernih.
Radio dengan High Frecuency
menggunakan energy ion yang
jangkauannya hingga seluruh
dunia. Radio dengan VHF
dikembangkan melalui refiter
yang ada di 6 unit di pulau Bali.
Penggunaan radio haruslah
bijaksana dan sesuai kepentingan.
Gunakan komunikasi efektif dan
sesuai etika sopan santun, jarak
antara bibir dengan PTT 10cm,
penyampaian pesan diawali
dengan salam, dilanjutkan dengan
penyampaian berita kepada siapa
yg dituju dan identitas pemberi
informasi harus jelas.
74
Pukul 12.45- Halaman Kantor
13.00 WITA UPT Pusdalops
Mendengarkan penjelasan terkait PB BPBD
teknik evakuasi dan jenis-jenis Provinsi Bali
ambulance. Ambulance dibagi
Pukul 13.10- menjadi 3 jenis yaitu : Ruang Rapat
14.00 WITA Ambulance VVIP, ambulance UPT Pusdalops
advance dan ambulance transport. PB BPBD
Ambulance VVIP di dalamnya Provinsi Bali
terdapat : dokter specialis,
anastesi jantung, perawat dokter
umum.
Ambulance Advance terdapat
dokter umum, perawat, dan supir
Ambulance Transport terdapat
perawat dan supir.
2 Selasa, 5 Melakukan operan jaga kepada Ns. Kadek Novi Ruang Rapat
September teman yang jaga sore dan sharing Dwisantiari, UPT. Pusdalops
2017 tentang kegiatan apa saja yang S.Kep PB BPBD
Pukul 20.00- sudah dilakukan pada waktu jaga Provinsi Bali
20.10 WITA sore.
75
mendapatkan pelayanan kesehatan
Beliau juga memperlihatkan
contoh Ambulance VVIP yang
dilengkapi dengan monitor dan
alat kejut jantung.
76
Pukul 22.35 Menerima panggilan dari warga Ruang Rapat
WITA setempat bahwa telah terjadi UPT. Pusdalops
kebakaran diseputar wilayah Jl. PB BPBD
Baypass I.B Mantra. Provinsi Bali
Berangkat bersama tim BPBD
Grup C Pos Mantra yang terdiri
dari Bapak Dewa, Dokter
Sulistyawati dan perawat Gita
serta mahasiswa Poltekkes yang
terdiri dari Ida Ayu Diah
Nareswari Keniten dan Ni Putu
Soniya Darmayanti. Kami
berangkat kelokasi kejadian
menggunakan Ambulance
bersama team BPBD Denpasar
77
ada korban atas musibah tersebut.
Kemudian kami memutuskan
untuk kembali ke ambulance
78
yang dirasakan pasien. Kemudian
pasien diantar ke IGD RS Surya
Husada, Ubung. Dalam perjalanan
pasien menceritakan kronologi
kecelakaan yang dialaminya,
pasien mengaku pulang bekerja
dari Sanur menuju Kediri,
Tabanan mengendarai sepeda
motor dengan kecepatan tinggi,
hal itu yang menyebabkan pasien
bertabrakan dengan pengendara
sepeda motor namun sang
pengendara tersebut telah kabur
meninggalkan korban yang
tergeletak di tengah jalan, pasien
kemudian ditolong oleh warga
setempat. Pasien mengalami
bengkak pada lengan kanannya
dan retak pada bahu lengan
kirinya, serta luka lecet
79
Kami dan tim BPBD kembali ke
Pukul 00.30 UPT Pusdalops PB BPBD
WITA Provinsi Bali
Pukul 11.30
Mebanten rarapan dan melakukan
12.00 WITA
persembahyangan
80
Pukul 18.45 Membantu ibu membuat
19.30 WITA dagangan donat
81
penting dilakukan dalam tindakan
pemberian RJP. Siklus
dilakukannya RJP 30:2 dilakukan
selama 5x siklus. Langkah
langkah sebelum melakukan RJP
buka jalan napas pasien, posisikan
pasien dengan jaw trust (untuk
pasien dengan komplikasi
cervical) atau head tilt chin lift
(untuk pasien tanpa komplikasi
cervical). Posisi kedua tangan
harus lurus, dan telapak tangan
saling bertumpu berada di dua jari
di atas PX dengan kedalaman 4-5
centimeter
82
Pukul 20.00- Melakukan operan jaga dengan
20.15wita teman jaga malam terhadap
kegiatan yang dilakukan bersama
pembimbing saat jaga pagi
Ambulance 1
Melakukan pengecekan alat-alat
Pukul 08.00-
dan persediaan obat di ambulance
10.00 WITA
I sekaligus membersihkan
ambulance
- Hasil :
Obat-obatan lengkap
Gunting sudah
diamprahkan
Ambulance sudah di sapu
dan di lap pada bagian
brancard serta kursi
penumpang
O2 termonitor masih 1500
liter. Nasal kanul dalam
keadaan bersih
Handscoon dan masker
masih tersedia
Set rawat luka masih
tersedia
84
berkomunikasi via HT dengan
kode agar lebih singkat padat dan
jelas. Contoh : 33L, korban 8.10
artinya telah terjadi kasus
kecelakaan lalu lintas dimana
korbannya sudah meninggal
dunia.
85
yang terlibat di dalam Round
Table yakni BPBD diseluruh
kabupaten dan kota di Bali. Isi
dari Round Table yakni mengenai
situasi cuaca, keadaan lalu lintas,
aktivitas masyarakat dan info
kebencanaan. Biasanya dilakukan
sebanyak 3 kali dalam sehari
yakni pukul 08.00 pagi, 14.00
sore dan 20.00 malam.
86
bertugas malam, kami masak dan UPT Pusdalops
makam malam bersama-sama, PB BPBD
kemudian saling sharing, Provinsi Bali
mengenal satu sama lain, sambil
bernyanyi bersama dan menunggu
adanya info kebencanaan
88
RSUP Sanglah. Dalam kegiatan
ini di dapat hasil :
RSUP Sanglah :
Operator : dr.Yunita, jumlah
ruangan full, jumlah personil yang
bertugas meliputi dokter 3 orang,
perawat 8 orang, ambulance 2
unit, supir 1 orang. Persediaan
vaksin VAR (+), dan Nihil info
kebencanaan
RSUD Wangaya :
Operator : Dek Sumi, Jumlah
personil yang bertugas : dokter 3
orang, perawat 6 orang, supir 2
orang ambulance 5 unit, jumlah
ruangan : UGD 5 bed, kelas I 9
bed, kelas II ada 10 bed, kelas III
ada 38 bed, Praja ada 4 unit, PICU
5, NICU 1, HCU 2, Perinatologi
10, ketersediaan vaksin VAR (+),
Info Kebencanaan (-)
RSUD Badung :
Operator : Gus Widya
Jumlah personil yang bertugas :
dokter 4 orang, perawat 6 orang,
supir 3 orang ambulance 2 unit,
jumlah ruangan : kelas I dan kelas
II Full, kelas III ada 10 bed, VIP
ada 5, VVIP ada 1, Super VIP ada
1 unit , NICU ada 2, HCU ada 2,
ICU ada 1 bed, ketersediaan
vaksin VAR (+), Info
Kebencanaan (-)
RSUD Gianyar :
89
Operator : Agus
Jumlah personil yang bertugas
meliputi dokter 2 orang, perawat 5
orang, supir 2 orang, ambulance 3
unit, jumlah ruangan : kelas I ada
10, kelas II ada 5, kelas III ada 12,
VIP ada 4, ketersediaan vaksin
VAR (-) dan Nihil info
kebencanaan.
RSUD Tabanan :
Operator : Wika
Jumlah personil yang bertugas
meliputi dokter 4 orang, perawat
12 orang, supir 3 orang,
ambulance 5 unit, jumlah
ruangan: Full, ketersediaan vaksin
VAR (-) dan Nihil info
kebencanaan.
90
di UPT Pusdalops PB BPBD
Prov. Bali
Pada saaat menerima
panggilan kejadian/
kecelakaan tim ESR
mengkonfirmasi kembali
tempat dan lokasi kejadian
Memasang APD untuk
persiapan menangani pasien
Membahas mengenai BHD
Prinsip DRSCAB
1. D (Danger) : amankan
diri,amankan
lingkungan,amankan
pasien
2. R (Respon) : AVBU ;
- A (Alert) : sadar
- V (Voice) : reaksi
suara
- P (Pain) : reaksi sakit
- U (Uncoscious) :
tidak sadar
3. S (Should for Help) :
hubungi ambulance
emergency call :
- 119
- 112
- 25117 (PusdalopsPB
BPBD Prov.Bali)
4. C (Circulation) : cek
tanda adanya
perdarahan/pendarahan
- Jika Circulation
aman, perlu cek
tensi? Perlu tapi liat
ada perdarahan
massive/ nyeri keras.
Tensi bisa dilakukan
dalam ambulance
91
- Rawat luka boleh
diluar ambulance ?
boleh ,,tapi lihat
kegawatdaruratan :
1) Airway :
sumbatan jalan
nafas
2) Breathing : tidak
ada nafas
3) Circulation :
massive bleed,
tidak ada nadi,
open fraktur
- Rawat luka tidak
mutlak, tapi perlu
dilupakan di dalam
ambulance, untuk
meminimalisir kritik
dari masyarakat
- Dalam vital sign lihat
klinis yang pertama
- Kenapa pasien yang
mengalami hematoma
dirujuk ? Curiga ada
pendarahan di dalam,
tanda-tanda TIK
naik :
1) Muntah proyektil
: muntah tanpa
mual
2) Nyeri kepala
berat
3) Pandangan kabur
4) Lucid Interval :
jika ada mulai
penurunan
kesadaran/ tidak
92
sadar pasti
pendarahan hebat
di TIK. Jika ada
hematoma pada
pasien harus
observasi selama
2 jam. Lucid
Interval adalah
adanya fase sadar
diantara 2 fase
tidak sadar
karena
bertambahnya
volume darah
apabila ada
penurunan
kesadaran harus
oprasi cito
5. D (Disability) : mengukur
GCS, Pemeriksaan head
to toe dalam penanganan
pra hospital tidak mutlak
semua perlu, pemeriksaan
disesuaikan dengan
keadaan pasien.
- Suruh pasien angkat
tangan jika bisa
berarti extremitas atas
bagus
- Tanya nama 2x
apabila bersuara jelas
artinya
airway+breathing
clear.
- Suruh pasien angkat
93
kaki jika bisa berarti
tidak ada curiga
fraktur
95
Operan dari jaga sore ke malam
bersama rekan Ni Kadek Dian
Inlam Sari dn Ni Ketut Ayu
Pratiwi Catur Wahyuni. Sharing
mengenai ilmu apa saja yang di
dapat saat jaga sore.
Pukul 19.45
20.00 WITA
96
tensi meter 1 kondisi baik dan
gudel 2 kondisi baik.
97
Pukul 12.00 Kantin UPT
13.00 WITA Pusdalops PB
Melakukan bmbingan mengenai
BPBD Provinsi
laporan dan kasus yang di
Bali
dapatkan selama praktek di UPT
Pusdalops PB BPBD Provinsi
Pukul 13.00 Ruang Rutin
Bali dengan Bapak Made Sukarja
13.45 WITA UPT Pusdalops
Operan dari jaga pagi ke siang PB BPBD
bersama rekan Ni Putu Novia Provinsi Bali
Indah Lestari dn Ni Made Desi
Sugiani. Sharing mengenai ilmu
Pukul 13.45 apa saja yang di dapat saat jaga Ruang Rapat
14.00 WITA pagi. UPT Pusdalops
PB BPBD
Provinsi Bali
98
Pukul 21.00 Melaksanakan kegiatan SPGDT Ruang Radio
21.30 WITA melalui saluran telepon dan UPT Pusdalops
terhubung pada 5 RS yakni RSUD PB BPBD
Badung, RSUD Gianyar, RSUD Provinsi Bali
Tabanan, RSUD Wangaya, dan
RSUP Sanglah. Dalam kegiatan
ini di dapat hasil :
RSUP Sanglah :
Operator : dr.Yesi, jumlah ruangan
full, jumlah personil yang
bertugas meliputi dokter 3 orang,
perawat 9 orang, ambulance 2
unit, supir 2 orang. Persediaan
vaksin VAR (+), dan Nihil info
kebencanaan
RSUD Wangaya :
Operator : Gek Is, Jumlah personil
yang bertugas : dokter 3 orang,
perawat 6 orang, supir 3 orang
ambulance 5 unit, jumlah ruangan
: kelas I 6 bed, kelas II ada 6 bed,
kelas III ada 34 bed, Praja 2,
PICU 3, HCU 3, NICU 1, ICCU 2
ketersediaan vaksin VAR (+), Info
Kebencanaan (-)
RSUD Badung :
Operator : Luhde
Jumlah personil yang bertugas :
dokter 3 orang, perawat 6 orang,
supir 2 orang ambulance 7 unit,
jumlah ruangan : kelas I ada 1,
kelas II ada 1, kelas III ada 6 bed,
VIP ada 1, VVIP ada 2,
ketersediaan vaksin VAR (+), Info
99
Kebencanaan (-)
RSUD Gianyar :Operator : Agus
Jumlah personil yang bertugas
meliputi dokter 2 orang, perawat 5
orang, supir 3 orang, ambulance 3
unit, jumlah ruangan : kelas I ada
7, kelas II ada 5, kelas III ada 4,
ketersediaan vaksin VAR (-) dan
Nihil info kebencanaan.
RSUD Tabanan :
Operator : Hendra
Jumlah personil yang bertugas
meliputi dokter 3 orang, perawat
11 orang, supir 3 orang,
ambulance 4 unit, jumlah
ruangan: Full, ketersediaan vaksin
VAR (+) dan Nihil info
kebencanaan.
Ruang Dapur
Pukul 23.00 Beramah tamah dan bersosialisasi
01.00 WITA dengan para senior tim ESR group
C UPT Pusdalops BP BPBD
Provinsi Bali
100
Pukul 01.00 laporan dan menginput foto UPT Pusdalops
03.00 WITA dokumentasi ke dalam laptop PB BPBD
sebagai lampiran Provinsi Bali
Sesampainya di Pusdalops
103
langsung melanjutkan menulis
tugas laporan kegiatan harian
serta menginput hasil laporan
Pukul 15.30 kegiatan ke dalam bentuk ketikan UPT Pusdalops
17.30 WITA di microsoft word sebagai PB BPBD
lampiran dokumentasi Provinsi Bali
Istirahat makan
104
Pukul 08.15- Menyaksikan round table radio Ruang Radio
08.30 WITA komunikasi oleh bli ngurah untuk UPT. Pusdalops
memeriksa informasi di masing- PB BPBD
masing BPBD Kab/ Kota Provinsi Bali
mengenai cuaca, lalu lintas suhu,
aktivitas masyarakat, informasi
kebencanaan.
Adapun hasil dari kegiatan round
table radio komunikasi hari ini
yaitu :
1. BP
BD Karangasem
Operator : Dewa
Cuaca cerah, lalu lintas
terpantau lancar, aktivitas
masyarakat baik, total
petugas yang jaga 7 orang
informasi kebencanaan nihil
untuk hari ini. Kemarin
malam ada kebakaran dan
sudah ditangani. Aktifitas
Gunung Agung masih dalam
kategori waspada
2. BP
BD Klungkung
Respon nihil
3. BP
BD Gianyar
Respon nihil
4. BPBD
Buleleng
Operator : Putu Suardika
Cuaca cerah, lalu lintas
terpantau lancar, aktivitas
masyarakat baik, informasi
kebencanaan nihil.
5. BPBD
Jembrana
105
Operator : Wayan Suarma
Cuaca cerah berawan, lalu
lintas terpantau lancar,
aktivitas masyarakat baik,
informasi kebencanaan nihil.
Petugas jaga 5 orang
6. BPBD
Tabanan
Respon nihil
7. BPBD Kota
Denpasar
Respon nihil
8. BPBD
Badung
Respon nihil
9. BPBD
Bangli
Respon nihil
10. Posko PMI
Bali
Operator : Ngurah Didik
Cuaca cerah berawan, lalu
lintas terpantau lancar,
aktivitas masyarakat baik,
informasi kebencanaan nihil.
Petugas jaga 2 orang
Ambulance I pos
Mantra
Pukul 08.30
Melakukan pengecekan alat-alat
09.30 WITA
yang ada dalam Ambulance III
sekaligus merekapnya dalam
laporan harian sesuai jadwal jaga.
Hasil Pemeriksaan :
Efineprine injeksi 4,
dexamethasone injeksi 2, spuit
3cc/1cc : 3/-, Hecting set 1, NaCl,
RL, D5 10 1/- : 1/2/- , Handscoon
steril 1 box, infuse set 2, abocath
11, elastic bandage 2, kasa,
hypafix, betadine cukup.
Ruang Rapat
UPT Pusdalops
Pukul 09.30 Melanjutkan membuat laporan
PB BPBD
12.00 WITA kegiatan harian
Provinsi Bali
8. BPBD Karangasem
Operator : Bapak Fredy
Cuaca : Cerah berawan
Bencana : Gunung Agung
level 2
Kejadian lain : nihil
9. BPBD Buleleng
Operator : Bapak Agra
Cuaca : Mendung
Bencana : nihil
Lalu lintas : normal lancar
108
Ruang Rapat
UPT Pusdalops
Pukul 14.00
PB BPBD
14.15 WITA
Provinsi Bali
14 Minggu, 17 Menerima operan jaga dari rekan dr. Ketut Ruang Rapat
September sift sore yakni Ni Kadek Dian Supiarta UPT Pusdalops
2017. Inlam Sari dan Ni Ketut Ayu PB BPBD
Pukul 20.00 Pratiwi Catur Wahyuni, dan Provinsi Bali
20.05 Wita sharing mengenai kegiatan yang
didapat saat jaga sore. Informasi
Kebencanaan Nihil
109
Amubag 1, brankard 1, masker 2
box, spalek 4 pasang, O2 1400lt,
colore brace 2, tensimeter 1,
stethoscope 1, gudel 2, gunting
perban 1, semua alat dalam
kondisi baik. Ketersediaan obat-
obatan yaitu : infuse Nacl 3, RL 2,
Spuit 3cc 1, spuit 1cc 6,
handscoon box, infuse set 2,
abocath 2, elastic bandage 2, kasa
hypafix dan betadine cukup.
110
personil yang bertugas : dokter 3
orang, perawat 6 orang, supir 2
orang ambulance 5 unit, jumlah
ruangan : kelas I 2 bed, kelas II
ada 5 bed, kelas III ada 20 bed,
Praja ada 5 unit, ICU 1, PICU 1,
ICCU 2, HCU 2, Perinatologi 8,
ketersediaan vaksin VAR (+), Info
Kebencanaan (-)
RSUD Badung :
Operator : Surya
Jumlah personil yang bertugas :
dokter 3 orang, perawat 6 orang,
supir 3 orang ambulance 7 unit,
jumlah ruangan : kelas I full, kelas
II 2, kelas III ada 4 bed,
ketersediaan vaksin VAR (+), Info
Kebencanaan (-)
RSUD Gianyar :
Operator : Pande
Jumlah personil yang bertugas
meliputi dokter 2 orang, perawat 5
orang, supir 2 orang, ambulance 3
unit, jumlah ruangan : kelas I ada
5, kelas II ada 6, kelas III ada 2,
Perinatologi 2, VIP ada 9,
ketersediaan vaksin VAR (-) dan
Nihil info kebencanaan.
RSUD Tabanan :
Operator : Matra
Jumlah personil yang bertugas
meliputi dokter 3 orang, perawat 8
orang, supir 3 orang, ambulance 4
unit, jumlah ruangan: Full,
111
ketersediaan vaksin VAR (-) dan
Nihil info kebencanaan.
113
18.00 WITA keluarga di ruang makan Br.
Kedampal Abiansemal Badung
16 Selasa , 19 Melakukan operan jaga dari jaga dr. Ketut Ruang Rapat
September pagi ke jaga sore bersama rekan I Supiarta UPT Pusdalops
2017 Gst Ayu Aridewi dan Putu PB BPBD
Pukul 14.00 Dharma Partana mengenai ilmu Provinsi Bali
14.15 Wita apa saja yang di dapat pada saat
jaga pagi
Ambulance I pos
Pukul 14.15-
Melakukan pengecekan Mantra
14.45 WITA
ambulance I sekaligus
merekapnya dalam laporan harian
sesuai jadwal jaga. Hasil
pemeriksaan:
114
gudel 2
Efineprine injeksi 2,
dexamethasone injeksi (-), spuit 3
cc/11cc:6/-, Hecting set (-), NaCl,
RL, D5: 4;3:-, Handscoon steril 5
box, infuse set 2, abocah 2, elastic
bandage 2, kasa, hypafix dan
betadine cukup
1. Keg
iatan persembahyangan
bersama yang akan
dilaksanakan besok, 20/9/2017
dengan pakaian menyesuaikan
hari kerja dan membawa
selendang
2. Me
115
mpersiapkan kerjasama antar
tim dan mempersiapkan obat-
obatan terkait panggilan
kegawatdaruratan di lokasi
kejadian erupsi Gunung Agung
Pukul 16.17- Karangasem
17.00 WITA
Melakukan SPGDT di 5 RS di
Bali (SarBaGiTa)
RS Wangaya
Operator : Gek Is
Personil : dr :3 perawat:8
,sopir: 2
Ambulance : 5
Ruangan : IGD7
I11,II1,III28,ICU1,
NICU1,PICU4 PERI10,
VAR:+ Kebencanan :-
RS Gianyar
Operator : Indra
Personil : dr : 2 ,perawat :
5, sopir : 2
Ambulance: 3
Ruangan: I2,II7,III9,ICU- ,
VIP6
VAR: - Kebencanan :-
RSUD Badung
Operator : Juni Saputra
Personil: dr: 3 perawat:6
sopir: 3
Ambulance: 7
Ruangan : II5, III5,
VIP7,VVIP 1,Super VIP 1
VAR:+ Kebencanan :-
RS Tabanan
Operator: Septiadi
Personil: dr: 3 perawat: 7,
sopir: 3
Ambulance :5
Ruangan Full
VAR:+ Kebencanan :-
RSUP Sanglah
116
Operator: dr.Yunita
Personil: dr: 3, perawat:
10, sopir: 1
Ambulance :1
Ruangan : Full
VAR:+ Kebencanan :-
Istirahat makan
Ruang Rapat
Pukul 17.00-
UPT Pusdalops
18.00 WITA
PB BPBD
Provinsi Bali
117
Dapur UPT
Pukul 18.00-
Pusdalops PB
18.30 WITA
BPBD Provinsi
Bali
Pukul 18.30-
Ruang Rapat
20.30 WITA
UPT Pusdalops
PB BPBD
Provinsi Bali
17 Rabu, 20 Melakukan operan jaga dari jaga dr. Ketut Ruang Rapat
September pagi ke jaga sore bersama Ni Supiarta UPT Pusdalops
2017 Kadek Dian Inlam Sari dan Ni PB BPBD
Pukul 08.00 Ketut Ayu Pratiwi Catur Wahyuni Provinsi Bali
08.15 Wita
118
obatan yaitu : infuse Nacl 2, RL 2,
Spuit 3cc 1, spuit 1cc 6,
handscoon box, infuse set 2,
abocath 2, elastic bandage 2, kasa
hypafix dan betadine cukup.
Semua dalam kondisi baik dan
tertata rapi pada tempatnya.
119
Ruangan Full
VAR:+ Kebencanan :-
RSUP Sanglah
Operator: dr.Dita
Personil: dr: 4, perawat:
11, sopir: 1
Ambulance :1
Ruangan : Full, VIP5
VAR:+ Info Kebencanan
Nihil
120
PB BPBD
Provinsi Bali
Melakukan pengecekan
ambulance I sekaligus
Pukul 20.10 Ambulance I
merekapnya dalam laporan harian
21.00 BPBD
sesuai jadwal jaga. Hasil
WITA
pemeriksaan:
Ambubag 1, brankar 1, masker 1
box,oksigen 700 liter, selang
oksigen 3, colore brace 2,
tensimeter 1, stethoscope 1,
gunting perban 1, gudel 2, bidai 4
pasang.
Ketersediaan obat yakni:
Efineprine injeksi 2,
dexamethasone injeksi 2, spuit 3
cc/1cc:1/6, Hecting set (-), NaCl /
121
RL / D5: 2;2:-, Handscoon steril
1/2 box, blood set 2, abocath 2,
elastic bandage 2, kasa, hypafix
dan betadine cukup.
Melakukan SPGDT di 5 RS di
Bali (SarBaGiTa):
RS Wangaya
Operator : Yoanda
Personil : dr :2 Ruang Radio
Pukul 21.00
perawat:6 ,sopir: 2 UPT Pusdalops
21.30 Ambulance : 5
Ruangan : I9,II9,III10,ICU2, PB BPBD
WITA
Praja 4, HCU3, NICU1 Provinsi Bali
VAR:(+) Kebencanan :-
RS Gianyar
Respon nihil
RSUD Badung
Operator : Juni Saputra
Personil: dr: 3 perawat:6
sopir: 3
Ambulance: 7
Ruangan : III21,
VIP10,Super VIP 1 Box
Bayi6 , Incubator10
VAR: (+) Kebencanan :-
RS Tabanan
Operator: Ota
Personil: dr: 3 perawat: 7,
sopir: 2
Ambulance :5
Ruangan Full
VAR: (+) Kebencanan :-
RSUP Sanglah
Operator: dr.Eka
Personil: dr: 3, perawat: 9,
sopir: 1
Ambulance :1
Ruangan : Full
VAR: (+) Kebencanan :-
122
pertolongan pertama korban
dengan keadaan mengancam
nyawa.
Tindakan BHD terdiri dari
pertolongan CPR, Choking,
Penanganan Luka, dan
Pembidaian.
Menurut AHA 2015 ada
ketentuan yang berubah dari
AHA 2010 diantaranya
perubahan A-B-C menjadi C-
A-B dilandasi alas an
- Dalam kondisi henti
jantung, sirkulasi darah
terhenti dan itu artinya
bahwa oksigen juga tidak
mengalir. Bila tidak
dirangsang untuk
berdenyut maka system
oksigenasi tidak berjalan
sebagaimana mestinya.
Hal ini mengindikasikan
bahwa rugi memberikan
bantuan nafas terlebih
dahulu dibandingkan
Ruang Rapat
kompresi karena system
UPT Pusdalops
Pukul 21.30 sirkulasi belum berjalan
PB BPBD
22.30 sehingga oksigen tidak
Provinsi Bali
WITA dapat dipasok dan
dialirkan.
- Orang awam jarang /
bahkan tidak mau
memberikan nafas bantuan
dengan teknik mulut ke
mulut secara langsung
123
karena tidak yakin
terhadap kondisi dan
riwayat pasien. Hal ini
menyebabkan kompresi
hand only CPR disarankan
oleh AHA 2015.
Langkah-langkah CPR :
1. Danger (D) : amankan diri
(penolong), amankan
lingkungan dan orang lain,
amankan pasien .
2. Respon (R) : Alert, Verbal,
Pain dan Unrespon.
Pada saat cek respon
dengan rangsangan bisa
lakukan dengan shake
(guncangan) and shouth
(dengan menggerigi di
sternum karena kalau di
cubit dalam penilaian
respon masih kurang
karena ketebalan kulit
masing-masing orang
berbeda )
3. S (Call for help) : meminta
bantuan.
Bisa menghubungi
emergency call : 119,
251177
4. C (Circulation) :
Cek nadi radialis, karotis
- Ciri orang yang
bermasalah dalam
sirkulasi : nadi lemah,
CRT> 2 detik, akral
dingin, sianosis di
bibir, turgor kulit
124
menurun.
- Tindakan di sirkulasi :
CPR, Pembalutan
Luka, Pembidaian, IV
line.
- Dalam pembalutan :
prinsip TETI (Tekan,
Elevasi, Tekan titik
Tekan, Imobilisasi).
Dengan teknik Direct
Presure (langsung
dengan tangan) dan
Point Presure (tekan
titik tekan)
- Dalam Pembidaian :
dengan metode RICE
(Penanganan keseleo,
keram dan pembidaian)
Raise untuk pasien
keseleo. Istilah Sprain
disebabkan tertariknya
otot, Strain disebabkan
tertariknya ligamen.
- Pemasangan IV line
bisa dipasang diluar
hospital apabila
memungkinkan
- Dalam CPR boleh
diberikan hand only
CPR tanpa ventilasi
sesuai dengan
ketentuan AHA 2015.
5. Airway (A). Ciri masalah
di pernafasan :
Ada sumbatan jalan nafas
pasial dan total.
- Sumpatan parsial :
125
gurgling (cairan) :
penanganannya pakai
kasa/ dimiringkan,
suction. Snoring (Lidah
jatuh ke belakang)
pakai OVA perbaiki
posisi pasien dengan
jaw trust atau heat tilt
chin lift .Stridor
(Sumbatan anatomis) :
penanganannya airway
definity pakai needle
trikotiroidotomy,
trakeostomy.
- Sumbatan total :
penanganan dengan
choking
6. Breathing (B)
Kegawatdaruratan
breathing :
- Open Pnemothorax
- Tension Pnemothorax
- Masive Pnemothorax
- Flail Chest
- Temponade Jantung
- Edema Pulmo
127
128
Ruang Obat UPT
Pusdalops PB
BPBD Provinsi
Pukul 22.30 Bali
23.30
WITA
Ruang Rapat
UPT Pusdalops
PB BPBD
Provinsi Bali
Pukul 23.30
01.00 Ruang Rapat
WITA UPT Pusdalops
PB BPBD
Provinsi Bali
Pukul 01.00
Ruang Rapat
06.00
UPT Pusdalops
WITA
PB BPBD
Provinsi Bali
Pukul 06.00
07.45
Ruang Rapat
WITA
UPT Pusdalops
PB BPBD
Provinsi Bali
Pukul 07.45
08.00
WITA
Pukul 09.30
Istirahat siang selepas sift malam
11.30 WITA
131
Bersama Wita, Aryastuti, dan Tim
ESR UPT Pusdalops PB BPBD
Provinsi Bali berangkat menuju
Pukul 16.00 pos pengungsian Lapangan
16.15 Ulakan Manggis menggunakan
WITA Ambulance III BPBD
Ambulance III
BPBD
Tiba di pos pengungsian lapangan
ulakan manggis bersama Wita,
Aryastuti, dan Tim ESR UPT
Pusdalops PB BPBD Provinsi
Pukul 16.15 Bali langsung membuka
16.30 pelayanan kesehatan disana untuk
Pos Pengungsian
WITA diberikan kepada para masyarakat
Lapangan
pengungsi erupsi gunung agung.
Ulakan Manggis
132
diberikan penanganan lebih lanjut.
18.10
WITA Bersama Wita, Aryastuti, dan Tim
ESR UPT Pusdalops PB BPBD
Provinsi Bali berangkap kembali Ambulance III
karangasem
Posko Kluster
Kesehatan Tanah
Melakukan aplusan dengan teman
Ampo
Pukul 18.25 yang jaga malam Grup A (Ayu
Karangasem
WITA Rahayuni, Dayu Rika, Epril,
Indah, Jana, Catur, Dian, Suli,
Lenny, Raka) dan menjelaskan
Posko Kluster
mengenai kegiatan selama jaga
Kesehatan Tanah
sore
Ampo
Karangasem
Pukul 18.25 Berangkat kembali menuju UPT
133
20.00 Pusdalops PB BPBD Provinsi
WITA Bali menggunakan Ambulance
BPBD bersama Grup C (Erna,
Meylitha, Aryastuti, Keniten,
Ambulance I
Pukul 20.00 Setia, Soniya, Suci, Wita) dan Tim
BPBD
20.10 ESR UPT Pusdalops PB BPBD
WITA Provinsi Bali
Pukul 20.10
21.30
WITA
Pukul 21.30
WITA
134
Bali
135
09.10 komando tanah ampo yaitu Wita,
WITA Ariyastuti, Soniya, Keniten, Setia,
dan Suci)
Pukul 09.10 Setia, Suci, dan Tim RAPI Bali Posko Kluster
136
Bali menggunakan Ambulance
BPBD bersama Grup C (Erna,
Pukul 14.00 Ambulance I
Meylitha, Aryastuti, Keniten,
14.10 BPBD
Setia, Soniya, Suci, Wita) dan Tim
WITA
ESR UPT Pusdalops PB BPBD
Provinsi Bali
15.20
WITA
Pukul 15.20
WITA
22. Senin, 25 Melakukan operan jaga dengan dr. Ketut Ruang Rapat
September teman jaga siang yaitu Ni Kadek Supiarta UPT Pusdalops
2017 Dian Inlam Sari, dan Ni Ketut PB BPBD
Ayu Pratiwi Catur Wahyuni terkait Provinsi Bali
Pukul 20.00
kegiatan yang sudah berlangsung
20.05
selama shift siang berlangsung
WITA
Ruang Radio
UPT Pusdalops
Mempersiapkan alat-alat untuk PB BPBD
melaksanakan round table dan Provinsi Bali
Pukul 20.05 SPGDT
20.40 Ruang Rapat
137
WITA UPT Pusdalops
PB BPBD
Mengerjakan tugas laporan harian Provinsi Bali
baik laporan ketik maupun tulis
tangan bersama teman-teman grup Ruang Radio
Pukul 20.40
C, serta memasukkan data dan UPT Pusdalops
21.10
keterangan foto dokumentasi ke PB BPBD
WITA
dalam laporan. Provinsi Bali
WITA Ambulance: 7
Personil: dr: 3, p: 6, s: 3
b. RS Wangaya
Operator: Ketut Kartika
Ambulance: 5
e. RSUP Sanglah
Operator: dr. Yunita
Ambulance: 1, personil:
dr; 3, perawat: 10, supir; 2,
ruangan; full, VAR: +,
kebencanaan: -.
Istirahat makan
Pukul 21.50
22.00
WITA Membuat tugas laporan kegiatan
harian dalam bentuk tertulis dan
ketik, menyusun laporan BAB IV
Pukul 22.00
dan mempersipakan laporan yang
02.00
akan di print out
WITA
139
Standby diruang rapat UPT
Pusdalops PB BPBD Provinsi
Bali
23. Selasa, 26 Pulang lepas jaga malam dari Ni Made JL. Margapati
September UPT Pusdalops PB BPBD Roniyanti No.7 Banjar
2017 Provinsi Bali menuju rumah JL. Kedampal Desa
Margapati No.7 Banjar Kedampal Abiansemal Kec.
Pukul 20.05
Desa Abiansemal Kec. Abiansemal,
09.10
Abiansemal, Kab. Badung Kab. Badung
WITA
Sarapan pagi
Pukul 10.00
10.30
WITA
Istirahat tidur setelah lepas shift
malam
Pukul 10.30
13.00
WITA Makan Siang
140
Pukul 13.00
13.30
WITA Membaca materi BHD & AHA di
laptop serta penanganan pasien
henti jantung
Pukul 13.30
14.00
WITA
Membuat laporan kegiatan selama
lepas jaga malam
di merajan
18.00
WITA
Pukul 19.00
Meminta tanda tangan bapak
21.30
sebagai bukti, dilaksanakannya
WITA
kegiatan lepas shift malam dengan
pengerjaan tugas-tugas yang ada
141
Istirahat malam
Pukul 21.30
22.00
WITA
Pukul 22.00
WITA
144
brace 1, tensimeter 2, stethoscope
1, gunting perban 1, gudel 10,
bidai 2 pasang, suction
1.Ketersediaan obat
yakni:Efineprine injeksi 4,
dexamethasone injeksi 2, spuit 3
cc/1cc:3/-, Hecting set (1), NaCl /
RL / D5: 3;1:-, Handscoon steril
1/4 box, blood set 2, abocath 11,
elastic bandage 1, kasa, hypafix
dan betadine cukup.
RSUD Badung
Operator : Juni Saputra
Personil: dr: 3 perawat:6
145
sopir: 3
Ambulance: 7
Ruangan : II4, III9, VIP8,
Box Bayi3, Incubator3
VAR: (+) Kebencanan :-
RS Tabanan
Operator: Gus Oka
Personil: dr: 2 perawat: 7,
sopir: 3
Ambulance :5
Ruangan Full
VAR: (+)Kebencanan :-
RSUP Sanglah
Operator: dr.Dita
Personil: dr: 4, perawat:
11, sopir: 1
Ambulance :1
Ruangan :VIP5
VAR: (+)Kebencanan :-
146
Ni Made Desi Sugiani mengenai
kegiatan yang dilakukan selama
jaga sore
Ruang Rapat
UPT. Pusdalops
PB BPBD
Provinsi Bali
Kantin
Ruang Rapat
UPT. Pusdalops
Ruang Rapat
UPT. Pusdalops
PB BPBD
Provinsi Bali
Pukul 12.00
12.30 WITA
Pukul 12.30-
14.00 WITA
Pukul 14.00
14.15 WITA
26 Jumat, 29 Menerima operan jaga dari rekan dr. Ketut Ruang Rapat
September jaga sore yaitu Dian Inlam Sari Supiarta UPT. Pusdalops
2017 Pukul dan Catur Wahyuni terkait PB BPBD
20.00 kegiatan yang telah berlangsung Provinsi Bali
20.15Wita selama jaga sore. Nihil info
147
kebencanaan
150
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bencana yaitu gangguan atau ancaman dari keadaan normal hingga
menyebabkan kerugian dari gangguan tersebut yang bersumber dari alam,
non alam dan sosial. Gangguan tersebut tidak dapat diprediksi kapan, dimana
dan kepada siapa terjadinya. Manajemen bencana merupakan segala upaya
atau kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pencegahan, mitigasi,
kesiapan, tanggap darurat dan pemulihan berkaitan dengan bencana yang
dilakukan sebelum, pada saat dan setelah bencana. Tahapan Proses
Manajemen Risiko di Sektor Pariwisata terdiri dari Pencegahan (Prevention),
Mitigasi (Mitigation), Kesiapsiagaan (Preparedness), Aksi Tanggap
(Response), dan Pemulihan (Recovery). Analisis risiko bencana adalah proses
penilaian terhadap risiko bencana atau potensi kerugian yang ditimbulkan
akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat
berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
B. Saran
Untuk dapat melaksanakan tugas dalam manajemen risiko bencana, perlu
diketahui mengenai tahapan manajemen risiko bencana yaitu Pencegahan
(Prevention), Mitigasi (Mitigation), Kesiapsiagaan (Preparedness), Aksi
Tanggap (Response), dan Pemulihan (Recovery) untuk mengatur pengelolaan
dan penanggulangan bencana, serta penyediaan peralatan yang dapat
dimanfaatkan untuk penanganan bencana sedini mungkin.
151