Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS

ANALIS RESIKO BENCANA DI MASYARAKAT

KELOMPOK I

Ni Luh Made Aryawati (1)


Gusti Ngurah Yoga Putra (2)
Dewa Ayu Putu Mas Vira Meliana(3)
Ni Kadek Seni Ariani(4)
Ni Nyoman Yuniati(5)
Desak Gede Mirah Puspita Dewi(6)
Luh Putu Krisna Dewi(7)
Ni Komang Enik Nopianti(8)

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI STR KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Analis Resiko
Bencana Di Masyarakat”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan makalah ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi
maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca
sebagai koreksi dalam penulisan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Denpasar, 16 Agustus 2023

Penulis,
DAFTAR ISI
COVER

MAKALAH......................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii

DAFTAR ISI...............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4

A. Latar Belakang.....................................................................................................4

B. Rumusan Masalah................................................................................................5

C. Tujuan..................................................................................................................5

D. Manfaat................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................6

A. Pengantar Analisis Resiko Bencana....................................................................6

B. Pengertian Resiko Bencana, Bahaya, dan Kerentanan........................................6

C. Jenis-Jenis Bencana di Indonesia.........................................................................9

D. Siklus Bencana dan Penanggulangan Bencana..................................................10

E. Vulnerability / Kerentanan.................................................................................13

F. Capanility/ Kemampuan.....................................................................................14

G. Risiko ................................................................................................................14

H. Faktor Penentu Risiko Bencana.........................................................................15

I. Tujuan Analisa Resiko Bencana..........................................................................17

J. Langkah-Langkah Analisa Resiko......................................................................18

K. Peran Perawat Analisis Resiko..........................................................................18

L. Analisa Bahaya,Kerentanan dan Kapasitas........................................................19

BAB III PENUTUP....................................................................................................20

A. Kesimpulan........................................................................................................20

B. Saran...................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif atas sistem penyesuaian
dalam merespon ancaman. Renspon itu bersifat jangka pendek yang disebut mekanisme
penyesuaian (coping mechanism) atau yang lebih jangka panjang yang dikenal sebagai
mekanisme adaptasi (adaptatif mechanism). Mekanisme dalam menghadapi perubahan dalam
jangka pendek terutama bertujuan untuk mengakses kebutuhan hidup dasar: keamanan,
sandang, pangan, sedangkan jangka panjang bertujuan untuk memperkuat sumber-sumber
kehidupannya.

Masalah bencana akibat lingkungan mulai semakin mencuat ke permukaan,baik yang


disebabkan oleh proses alam itu sendiri maupun yang disebabkan karena ulah manusia di
dalam membangun sarana dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Kasus-kasus mengenai
perubahan tata guna lahan di daerah tangkapan air hujan di hulu menjadi padat penduduk
karena berubah menjadi pemukiman. Hal tersebut berdampak pada banjir yang sering terjadi
di daerah bawahnya atau daerah hilir. Konversi lahan ini sedikit banyak telah berpengaruh
terhadap menurunnya kualitas lingkungan.

Oleh karena itu di dalam proses pembangunan tidak dengan sendirinya mengurangi risiko
terhadap bahaya alam. Sebaliknya tanpa disadari pembangunan dapat menciptakan bentuk-
bentuk kerentanan baru atau memperburuk kerentanan yang telah ada. Persoalan-persolaan
yang muncul sebagai akibat dari proses pembangunan ini perlu diarahkan pada suatu
paradigma pembangunan yang ramah lingkungan, yaitu “pembangunan yang berkelanjutan”
maka pembangunan tersebut harus didasarkan atas pengetahuan yang lebih baik tentang
karakteristik alam dan manusia (masyarakat).

Banyak masalah yang berkaitan dengan bencana alam. Kehilangan dan kerusakan
termasuk yang paling sering harus dialami bersama datangnya bencana itu. Harta benda dan
manusia terpaksa harus direlakan, dan itu semua bukan masalah yang mudah. Dalam arti
mudah difahami dan mudah diterima oleh mereka yang mengalami. Bayangkan saja harta
yang dikumpulkan sedikit demi sedikit, dipelihara bertahun-tahun lenyap seketika.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengantar analisis resiko bencana ?
2. Apa pengertian resiko bencana, bahaya dan kerentanan?
3. Apa saja jenis-jenis bencana ?
4. Apa saja faktor penentu resiko bencana?
5. Bagaimana tujuan analisis resiko bencana?
6. Bagaimana langkah-langkah analisis resiko?
C. Tujuan
1) Tujuan Umum
Tujuan umum untuk mengetahui konsep tentang pengelolaan/penanganan
bencana di berbagai fase (Pre, saat, dan pasca) bencana.
2) Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengantar analisis resiko bencana .
b. Untuk mengetahui pengertian resiko bencana, bahaya dan kerentanan.
c. Untuk mengetahui jenis-jenis bencana.
d. Untuk mengetahui faktor penentu resiko bencana.
e. Untuk mengetahui tujuan analisis resiko bencana.
f. Untuk mengetahui langkah-langkah analisis resiko.
D. Manfaat
Diharapkan manfaat dari pembahasan ini adalah dapat menambah pengetahuan
pembaca tentang pengelolaan dan penanganan bencana diberbagai fase (Pre, saat, pasca)
bencana.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengantar Analisis Resiko Bencana


Manajemen Resiko Bencana Proses identifikasi , analisis dan kuantifikasi
kebolehjadian kerugian (probability of losses ) agar kebolehjadian Kerugian
(probability of losses) agar digunakan untuk mengambil tindakan pencegahan atau
mitigasi dan pemulihan.

Secara umum, peran manusia dalam bencana meliputi :

A. Ketidakmampuan dan/atau kurangnya kemauan untuk mencegah atau mengurangi


ancaman.
B. Ketidakmampuan dan/atau kurangnya kemauan untuk menghilangkan atau
mengurangi kerentanan. Bahkan, manusia seringkali meningkatkan kerentanan
dengan berbagai perilaku yang tidak sensiti f terhadap potensi bencana.
Ketidakmampuan dan/atau kurangnya kemauan untuk meningkatkan
kapasitas dalam menghadapi potensi bencana. Sebagaimana penjelasan di atas, maka
model yang menjelaskan dinamika bencana sebagai berikut:

Ancaman Kerentanan
Bencana

Kapa
sitas

B. Pengertian Resiko Bencana, Bahaya, dan Kerentanan


Secara geografis Indonesia merupakan kepulauan yang terletak pada pertemuan
empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng
Samudra Hindia dan lempeng Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur
Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari pulau
Sumatra-Jawa-Nusa TenggaraSulawesi yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua
dan dataran rendah yang didominasi rawa rawa. Kondisi tersebut berpotensi sekaligus
rawan bencana letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah
Alongsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali tingkat
kegempaan di Amerika Serikat.

Selain itu wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim,
yaitu panas dan hujan dengan ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang
cukup ekstrim. Kondisi iklim digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan
batuan yang relatif beragam mampu menghasilkan kondisi tanah yang subur. Namun
disis lain, berpotensi menimbulkan akibat buruk, seperti bencana hidrometeorologi
(banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan kekeringan). Seiring dengan
perkembangan jaman, kerusakan lingkungan hidup cenderung parah dan memicu
meningkatnya intensitas ancaman.

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis (UU No. 24 tahun 2007)

Bencana (disaster) adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu


masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia
dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan
masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya
mereka sendiri. (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007). Bencana dapat dibedakan menjadi
dua yaitu bencana oleh faktor alam (natural disaster) seperti letusan gunungapi, banjir,
gempa, tsunami, badai, longsor, dan bencana oleh faktor non alam ataupun faktor
manusia (man-made disaster) seperti konflik sosial dan kegagalan teknologi.

Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif attas sistem


penyesuaian dalam merespon ancaman (Paripurno, 2002). Renspon itu bersifat jangka
pendek yang disebut mekanisme penyesuaian (coping mechanism) atau yang lebih
jangka panjang yang dikenal sebagai mekanisme adaptasi (adaptatif mechanism).
Mekanisme dalam menghadapi perubahan dalam jangka pendek terutama bertujuan
untuk mengakses kebutuhan hidup dasar: keamanan, sandang, pangan, sedangkan
jangka panjang bertujuan untuk memperkuat sumber-sumber kehidupannya
(Paripurno, 2002).

Bahaya (hazard) adalah suatu fenomena fisik, fenomena, atau aktivitas manusia
yang berpotensi merusak, yang bisa menyebabkan hilangnya nyawa atau cidera,
kerusakan harta-benda, gangguan sosial dan ekonomi atau kerusakan lingkungan
(ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007) atau peristiwa kejadian potensial yang merupakan
ancaman terhadap kesehatan, keamanan, atau kesejahteraan masyarakat atau fungsi
ekonomi masyarakat atau kesatuan organisasi pemerintah yang selalu luas
(Lundgreen, 1986).
Kerentanan (vulnerability) adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor-
faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang meningkatkan
kecenderungan (susceptibility) sebuah komunitas terhadap dampak bahaya (ISDR,
2004 dalam MPBI, 2007). Kerentanan lebih menekankan aspek manusia di tingkat
komunitas yang langsung berhadapan dengan ancaman (bahaya) sehingga kerentanan
menjadi faktor utama dalam suatu tatanan sosial yang memiliki risiko bencana lebih
tinggi apabila tidak di dukung oleh kemampuan (capacity) seperti kurangnya
pendidikan dan pengetahuan, kemiskinan, kondisi sosial, dan kelompok rentan yang
meliputi lansia, balita, ibu hamil dan cacat fisik atau mental. Kapasitas (capacity)
adalah suatu kombinasi semua kekuatan dan sumberdaya yang tersedia di dalam
sebuah komunitas, masyarakat atau lembaga yang dapat mengurangi tingkat risiko
atau dampak suatu bencana (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).
Dalam kajian risiko bencana ada faktor kerentanan (vulnerability) rendahnya
daya tangkal masyarakat dalam menerima ancaman, yang mempengaruhi tingkat
risiko bencana, kerentanan dapat dilihat dari faktor lingkungan, sosial budaya, kondisi
sosial seperti kemiskinan, tekanan sosial dan lingkungan yang tidak strategis, yang
menurunkan daya tangkal masyarakat dalam menerima ancaman.
Besarnya resiko dapat dikurangi oleh adanya kemampuan (capacity) adalah
kondisi masyarakat yang memiliki kekuatan dan kemampuan dalam mengkaji dan
menilai ancaman serta bagaimana masyarakat dapat mengelola lingkungan dan
sumberdaya yang ada, dimana dalam kondisi ini masyarakat sebagai penerima
manfaat dan penerima risiko bencana menjadi bagian penting dan sebagai aktor kunci
dalam pengelolaan lingkungan untuk mengurangi risiko bencana dan ini menjadi
suatu kajian dalam melakukan manajemen bencana berbasis masyarakat (Comunity
Base Disaster Risk Management).
Pengelolaan lingkungan harus bersumber pada 3 aspek penting yaitu Biotik
(makluk hidup dalam suatu ruang), Abiotik (sumberdaya alam) dan Culture
(Kebudayaan). Penilaian risiko bencana dapat dilakukan dengan pendekatan ekologi
(ekological approach) dan pendekatan keruangan (spatial approach) berdasarkan atas
analisa ancaman (hazard), kerentanan (vulnerabiliti) dan kapasitas (capacity) sehingga
dapat dibuat hubungannya untuk menilai risiko bencana dengan rumus :
RB = HxV/C
RB = Risiko Bencana
H = Hazard (bahaya)
V = Vulnerability (kerentanan)
C = Capacity (kemampuan)

C. Jenis-Jenis Bencana di Indonesia


Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau
gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability)
masyarakat. Hubungan keduanya dapat digambarkan, bila gangguan atau ancaman
tersebut muncul kepermukaan tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti
masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu tersebut, sementara
bila kondisi masyarakat rentan tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka
tidak akan terjadi bencana. Bencana dibagi ke dalam tiga kategori yaitu:
1. Bencana Alam :
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Di bawah ini akan
diperlihatkan.
2. Bencana non-Alam :
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang
antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah
penyakit. Bencana non-alam termasuk terorisme biologi dan biokimia, tumpahan
bahan kimia, radiasi nuklir, kebakaran, ledakan, kecelakaan transportasi, konflik
bersenjata, dan tindakan perang. Sebagai contoh gambar 3 adalah gambaran
bencana karena kegagalan teknologi di Jepang, yaitu ledakan reaktor nuklir.
3. Bencana Sosial :
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar
komunitas masyarakat, dan teror.

D. Siklus Bencana dan Penanggulangan Bencana


Siklus bencana dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase pra bencana, fase
bencana dan fase pasca bencana. Fase pra bencana adalah masa sebelum terjadi
bencana. Fase bencana adalah waktu/saat bencana terjadi. Fase pasca bencana adalah
tahapan setelah terjadi bencana. Semua fase ini saling mempengaruhi dan berjalan terus
sepanjang masa.

Penanganan bencana bukan hanya dimulai setelah terjadi bencana. Kegiatan


sebelum terjadi bencana (pra-bencana) berupa kegiatan pencegahan, mitigasi
(pengurangan dampak), dan kesiapsiagaan merupakan hal yang sangat penting untuk
mengurangi dampak bencana. Saat terjadinya bencana diadakan tanggap darurat dan
setelah terjadi bencana (pasca-bencana) dilakukan usaha rehabilitasi dan
rekonstruksi.Berikut rincian tentang kegiatan penanggulangan bencana sesuai siklus
bencana.

A. Pra Bencana
a) Pencegahan
Pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk
menghilangkan sama sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari
ancaman melalui pengendalian dan pengubahsuaian fisik dan lingkungan.
Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan penyebab ancaman dengan
cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan energy atau material
ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith,
1992). Cuny (1983) menyatakan bahwa pencegahan bencana pada masa lalu
cenderung didorong oleh kepercayaan diri yang berlebihan pada ilmu dan
teknologi pada tahun enam puluhan; dan oleh karenanya cenderung menuntut
ketersediaan modal dan teknologi. Pendekatan ini semakin berkurang
peminatnya dan kalaupun masih dilakukan, maka kegiatan pencegahan ini
diserap pada kegiatan pembangunan pada arus utama.
b) Mitigasi
Mitigasi ialah tindakan-tindakan yang memfokuskan perhatian pada
pengurangan dampak dari ancaman, sehingga dengan demikian mengurangi
kemungkinan dampak negatif pencegahan ialah langkah-langkah yang
dilakukan untuk menghilangkan sama sekali atau mengurangi secara drastis
akibat dari ancaman melalui pengendalian dan pengubahsuaian fisik dan
lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan penyebab
ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan
energy atau material ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu yang
lebih panjang (Smith, 1992).
Kejadian bencana terhadap kehidupan dengan cara-cara alternatif yang
lebih dapat diterima secara ekologi (Carter, 1991). Kegiatan-kegiatan
mitigasi termasuk tindakan-tindakan non-rekayasa seperti upaya-upaya
peraturan dan pengaturan, pemberian sangsi dan penghargaan untuk
mendorong perilaku yang lebih tepat, dan upaya-upaya penyuluhan dan
penyediaan informasi untuk memungkinkan orang mengambil keputusan
yang berkesadaran. Upaya-upaya rekayasa termasuk pananaman modal untuk
bangunan struktur tahan ancaman bencana dan/atau perbaikan struktur yang
sudah ada supaya lebih tahan ancaman bencana (Smith, 1992).
c) Kesiapsiagaan
Fase Kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik
dengan memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir kerugian yang
ditimbulkan akibat terjadinya bencana dan menyusun perencanaan agar dapat
melakukan kegiatan pertolongan serta perawatan yang efektif pada saat
terjadi bencana. Tindakan terhadap bencana menurut PBB ada 9 kerangka,
yaitu 1. pengkajian terhadap kerentanan, 2. membuat perencanaan
(pencegahan bencana), 3. pengorganisasian, 4. sistem informasi, 5.
pengumpulan sumber daya, 6. sistem alarm, 7. mekanisme tindakan, 8.
pendidikan dan pelatihan penduduk, 9. gladi resik.
B. Saat Bencana
Saat bencana disebut juga sebagai tanggap darurat. Fase tanggap darurat
atau tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang nyata
untuk menjaga diri sendiri atau harta kekayaan. Aktivitas yang dilakukan secara
kongkret yaitu: 1. Instruksi pengungsian, 2. pencarian dan penyelamatan korban,
3. menjamin keamanan di lokasi bencana, 4. pengkajian terhadap kerugian akibat
bencana, 5. pembagian dan penggunaan alat perlengkapan pada kondisi darurat,
6. pengiriman dan penyerahan barang material, dan 7. menyediakan tempat
pengungsian, dan lain-lain.
Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih dipersempit lagi
dengan membaginya menjadi “Fase Akut” dan “Fase Sub Akut”. Dalam Fase
Akut, 48 jam pertama sejak bencana terjadi disebut “fase penyelamatan dan
pertolongan/pelayanan medis darurat”. Pada fase ini dilakukan penyelamatan dan
pertolongan serta tindakan medis darurat terhadap orang-orang yang terluka
akibat bencana. Kira-kira satu minggu sejak terjadinya bencana disebut dengan
“Fase Akut”. Dalam fase ini, selain tindakan “penyelamatan dan
pertolongan/pelayanan medis darurat”, dilakukan juga perawatan terhadap orang-
orang yang terluka pada saat mengungsi atau dievakuasi, serta dilakukan
tindakan-tindakan terhadap munculnya permasalahan kesehatan selama dalam
pengungsian.
C. Setelah Bencana
a) Fase Pemulihan
Fase Pemulihan sulit dibedakan secara akurat dari dan sampai kapan, tetapi
fase ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan
kemampuannya sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti sedia kala
(sebelum terjadi bencana). Orang-orang melakukan perbaikan darurat tempat
tinggalnya, pindah ke rumah sementara, mulai masuk sekolah ataupun
bekerja kembali sambil memulihkan lingkungan tempat tinggalnya.
Kemudian mulai dilakukan rehabilitasi lifeline dan aktivitas untuk membuka
kembali usahanya. Institusi pemerintah juga mulai memberikan kembali
pelayanan secara normal serta mulai menyusun rencana-rencana untuk
rekonstruksi sambil terus memberikan bantuan kepada para korban. Fase ini
bagaimanapun juga hanya merupakan fase pemulihan dan tidak sampai
mengembalikan fungsi-fungsi normal seperti sebelum bencana terjadi.
Dengan kata lain, fase ini merupakan masa peralihan dari kondisi darurat ke
kondisi tenang.
b) Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi
Jangka waktu Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi juga tidak dapat ditentukan,
namun ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat berusaha
mengembalikan fungsi-fungsinya seperti sebelum bencana dan
merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh komunitas. Tetapi, seseorang
atau masyarakat tidak dapat kembali pada keadaan yang sama seperti
sebelum mengalami bencana, sehingga dengan menggunakan
pengalamannya tersebut diharapkan kehidupan individu serta keadaan
komunitas pun dapat dikembangkan secara progresif.

E. Vulnerability / Kerentanan
Kerentanan didefinisikan sebagai sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat
keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh buruk
terhadap upaya - upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Kerentanan
(vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang
menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman (BNPB, 2008).
Kerentanan ini dapat berupa:

1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan
menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan struktur bangunan rumah,
jalan,jembatan bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya
tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan
sebagainya.
2. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat
kerentanan terhadap ancaman bahaya.
3. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap
ancaman bahaya, kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku
masyarakat, pendidikan) kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya dan
bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan
masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan terhadap ancaman bencana.
4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan. Masyarakat
yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu terancam bahaya
kekeringan, Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan
terhadap ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya. Kerentanan masyarakat
berkaitan dengan seberapa besar kemampuan (capacity) kekuatan tingkat persiapan
masyarakat terhadap kejadian yang menjadi penyebab bencana.

F. Capanility/ Kemampuan
Kemampuan adalah kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh perorangan,
keluarga dan masyarakat yang membuat mereka mampu mencegah, mengurangi, siap-
siaga, menanggapi dengan cepat atau segera pulih dari suatu kedaruratan dan bencana.
Kemampuan adalah kondisi masyarakat yang memiliki kekuatan dan
kemampuan dalam mengkaji dan menilai ancaman serta bagaimana masyarakat dapat
mengelola lingkungan dan sumberdaya yang ada, dimana dalam kondisi ini masyarakat
sebagai penerima manfaat dan penerima risiko bencana menjadi bagian penting dan
sebagai actor kunci dalam pengelolaan lingkungan untuk mengurangi risiko bencana
dan ini menjadi suatu kajian dalam melakukan manajemen bencana berbasis
masyarakat (Comunity Base Disaster Risk Management).
G. Risiko (risk)
Risiko (risk) adalah probabilitas timbulnya konsekuensi yang merusak atau
kerugian yang sudah diperkirakan (hilangnya nyawa, cederanya orang-orang,
terganggunya harta benda, penghidupan dan aktivitas ekonomi, atau rusaknya
lingkungan) yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara bahaya yang ditimbulkan
alam atau diakibatkan manusia serta kondisi yang rentan (ISDR, 2004). Risiko adalah
besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi korban manusia, kerusakan dan kerugian
ekonomi yg disebabkan oleh bahaya tertentu di suatu daerah pada suatu waktu tertentu.
Resiko biasanya dihitung secara matematis, merupakan probabilitas dari dampak atau
konsekwensi suatu bahaya (Affeltrnger, 2006). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa risiko adalah kemungkinan kerugian yang dapat diperkirakan akibat kerusakan
alam, kesalahan manusia serta kondisi rentan.

H. Faktor Penentu Risiko Bencana


Tingkat penentu resiko bencana disuatu wilayah dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu
ancaman, kerentanan dan kapasitas. Dalam upaya pengurangan resiko bencana (PRB)
atau disaster risk reduction (DRR), ketiga faktor tersebut yang menjadi dasar acuan
untuk dikaji guna menentukan langkah-langkah dalam pengelolaan bencana.

1. Ancaman/bahaya (Hazard) = H
Kejadian yang berpotensi mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
sehingga menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerusakan harta benda, kehilangan
rasa aman, kelumpuhan ekonomi dan kerusakan lingkungan serta dampak
psikologis. Ancaman dapat dipengaruhi oleh faktor :
a) Alam, seperti gempa bumi, tsunami, angin kencang, topan, gunung meletus.
b) Manusia, seperti konflik, perang, kebakaran pemukiman, wabah penyakit,
kegagalan teknologi, pencemaran, terorisme.
c) Alam dan Manusia, seperti banjir, tanah longsor, kelaparan, kebakaran hutan.
Kekeringan.

Menurut United Nations International Strategy for Disaster Redu ction (UN –
ISDR), bahaya terdiri atas bahaya alam dan bahaya karena ulah manusia, yang
dapat dikelompokkan menja di bahaya geologi, bahaya hidrometeorologi, bahaya
biologi, bahaya teknologi, dan penurunan kualitas lingkungan.

2. Kerentanan (Vulnaribility) = V
Kerentanan merupakan suatu kondisi yang menurunkan kema mpuan seseorang
atau komunitas masyarakat untuk menyiapkan diri, bertahan hid up, atau merespon
potensi bahaya. Kere ntanan masyarakat secara kultur dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti kemis kinan, pendidikan, sosial dan budaya. Selanjutnya aspek
infrastruktur yang juga berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kerentanan.
Faktor Kerentanan
Fisik:
a) Kekuatan bangunan struktur (rumah, jalan, jembatan) terhadap ancaman
bencana

Sosial:

a) Kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku masyarakat)


terhadap ancaman bencana

Ekonomi:

a) Kemampuan finansial masyarakat dalam menghadapi ancaman di


wilayahnya

Lingkungan:

a) Tingkat ketersediaan / kelangkaan sumberdaya (lahan, air, udara) serta


kerusakan lingkungan yan terjadi.
3. Kapasitas (Capacity) = C
Kapasitas adalah ke kuatan dan sumber daya yang ada pada tiap individu dan
lingkungan yang mam pu mencegah, melakukan mitigasi, siap menghadapi dan
pulih dari akibat bencana d engan cepat.
4. Risiko bencana (Risk) = R
Risiko bencana merupakan interaksi tingkat kerentanan dengan bahaya yang ada.
Ancaman bahaya ala m bersifat tetap karena bagian dari dina mika proses alami,
sedangkan tingkat kerentanan dapat dikurangi s ehingga k emampuan dalam
menghadapi ancaman bencana semakin meningkat. Prinsip atau konsep y ang
digunakan dalamp enilaian risiko bencana adalah:
R=H×V
C

R=Risiko Bencana

H = Hazard (bahaya)
V = Vulnerability (kerentanan)
C = Capacity (kemampuan)
I. Tujuan Analisa Resiko Bencana
Pengurangan Risko Bencana dimaknai sebagai sebuah proses pemberdayaan
komunitas melalui pengalaman mengatasi dan menghadapi bencana yang berfokus pada
kegiatan partisipatif untuk melakukan kajian, perencanaan, pengorganisasian kelompok
swadaya masyarakat, serta pelibatan dan aksi dari berbagai pemangku kepentingan,
dalam menanggulangi bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana. Tujuannya
agar komunitas mampu mengelola risiko, mengurangi, maupun memulihkan diri dari
dampak bencana tanpa ketergantungan dari pihak luar. Dalam tulisan siklus
penanganan bencana kegiatan ini ada dalam fase pra bencana .

Fokus kegiatan Pengurangan Risiko Bencana secara Partisipatif dari komunitas


dimulai dengan koordinasi awal dalam rangka membangun pemahaman bersama
tentang rencana kegiatan kajian kebencanaan, yang didalamnya dibahas rencana
pelaksanaan kajian dari sisi peserta, waktu dan tempat serta keterlibatan tokoh
masyarakat setempat akan sangat mendukung kajian analisa kebencanaan ini. Selain itu
juga di sampaikan akan Pentingnya Pengurangan Risko Bencana mengingat wilayah
kita yang rawan akan bencana.

Kegiatan PDRA di suatu wilayah diawali dengan memberikan pemahaman


tentang Pengurangan Risiko Bencana berbasis masyarakat yaitu upaya yang dilakukan
sendiri oleh masyarakat untuk menemukenali ancaman yang mungkin terjadi di
wilayahnya dan menemukenali kerentanan yang ada di wilayahnya serta menemukenali
potensi/kapasitas yang dimiliki untuk meredam/mengurangi dampak dari bencana
tersebut. Setelah menemukan kenali ancaman, kerentanan, dan Kapasitas yang ada di
masyarakat maka perlu dianalisis untuk mengetahui seberapa jauh masyarakat mampu
mengurangi risiko bencana itu dengan menggunakan rumus Ancaman x Kerentanan
dibagi dengan Kapasitas.
Sebelum mengkaji perlu diperoleh data terkini dari wilayah tersebut. Pentingnya
data terkini mengenai jumlah KK dan Jiwa, pemilik kendaraan , kerentanan dll, sebagai
bahan dasar kajian selanjutnya dalam kegiatan PDRA pengurangan risiko bencana
wilayah ini.

Kemudian dilakukan Kegiatan Kajian dan analisis Risiko bencana secara


partisipasif oleh masyarakat Hal-hal yang dikaji : ancaman, kerentanan dan potensi
terhadap bencana untuk wilayahnya.

J. Langkah-Langkah Analisa Resiko


Pengenalan dan pengkajian bahaya

Pengenalan kerentanan

Analisis kemungkinan dampak bencana

Pilihan tindakan penanggulangan bencana

Mekanisme penanggulangan dampak bencana

Alokasi tugas dan peran instansi

K. Peran Perawat Analisis Resiko


1. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan
kesehatan di RS
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi,
peralatan kesehatan.
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular
maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya
berkoordinasi dengan perawat jiwa.
g. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak anak, dapat dilakukan
dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain
h. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan
kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi
L. Analisa Bahaya,Kerentanan dan Kapasitas
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan
potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan beragam baik berupa bencana
alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan komplek. Beberapa potensi tersebut
antara lain adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor,
kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kebakaran perkotaan dan permukiman, angin
badai, wabah penyakit, kegagalan teknologi dan konflik sosial
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif atas sistem
penyesuaian dalam merespon ancaman. Respon itu bersifat jangka pendek yang disebut
mekanisme penyesuaian (coping mechanism) atau yang lebih jangka panjang yang
dikenal sebagai mekanisme adaptasi (adaptatif mechanism).

Tingkat penentu resiko bencana disuatu wilayah dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu
ancaman, kerentanan dan kapasitas. Dalam upaya pengurangan resiko bencana (PRB)
atau disaster risk reduction (DRR), ketiga faktor tersebut yang menjadi dasar acuan
untuk dikaji guna menentukan langkah-langkah dalam pengelolaan bencana.

B. Saran
Kita sebagai tenaga kesehatan harus tanggap terhadap resiko terjadinya
bencana dan mampu untuk melakukan hal-hal yang dapat mengatasi resiko bencana.
Dan sebagai pembaca bisa menerapkan cara-cara menangulangi resiko bencana.
DAFTAR PUSTAKA

Karnawati, D. 2012 Manajemen Bencana Alam Gerakan Tanah di Indonesia:


Evaluasi dan Rekomendasi. Yogyakarta.

Nurjannah, dkk. 2011. Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta.

Hasibuan, M. S. P. 2011. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah. Bumi Aksara;


Jakarta.

Palang Merah Indonesia. 2009. Keperawatan Bencana Manajemen Bencana.


http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/1932953-manajemen-bencana/
diunduh pada 2 Mei 2011.

Manajemen Bencana Berbasis Masyarakat: Hertanto,Heka. Media Indonesia ;2009

Manajemen Bencana seputar bencana di Indonesia: Teguh Paripurno,eka ;2010

Anda mungkin juga menyukai