Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

Kelompok 7

Anggota:

Firda Luthfiyatun Nisa 11190183000024

Arsyheilla febriana A. S 11190183000053

Aulia Chairunnisa 11190183000066

Hanifah maulidina 11190183000040

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

UIN JAKARTA 2022


A. Latar Belakang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

a. Pengertian Proklamasi Kemerdekaan

Istilah “Proklamasi” berasal dari bahasa Latin, yaitu proclamare yang memiliki arti berupa
pengumuman atau pemberitahuam pada khalayak umum. Pengumuman yang dimaksud ialah
pengumuman yang berkaitan dengan hal-hal ketatanegaraan.

Sedangkan “Proklamasi Kemerdekaan” mempunyai arti, yaitu pengumuman kepada seluruh rakyat
akan kemerdekaan negaranya. Pengumuman kemerdekaan tersebut bukan hanya ditujukan kepada
rakyat yang merasakan kemerdekaan, tetapi juga ditujukan kepada rakyat yang ada di seluruh dunia
dan kepada semua bangsa yang ada di dunia.

Dengan Proklamasi Kemerdekaan yang sudah diumumkan dan diberitahukan kepada seluruh warga
dunia maka seluruh dunia akan tahu bahwa ada negara baru yang terbebas dari jajahan negara lain.
Proklamasi Kemerdekaan yang terjadi pada suatu negara sangatlah berarti bagi bangsanya.
Proklamasi Kemerdekaan merupakan sebuah tanda bahwa suatu negara dan bangsa telah mencapai
revolusi, mencatatkan sejarah perjuangan, dan yang terpenting adalah terbebas dari cengkraman
para penjajah.

Namun, untuk mencapai proklamasi kemerdekaan tersebut perjalanannya tidaklah mudah. Seperti
di Indonesia, dimana terdapat berbgai jejak perjuangan nasionalisme dan salah satunya adalah yang
terjadi di Surabaya yang dirangkum dalam buku Jejak Nasionalisme – Surabaya Akar Pergerakan
Kemerdekaan.

Proklamasi Kemerdekaan bagi suatu bangsa dan negara merupakan suatu hal yang sangat istimewa
dan tak ternilai harganya. Menjadi hal istimewa karena untuk mencapai dan meraihnya, suatu
bangsa dan negara harus berjuang dengan sungguh-sungguh bahkan sampai titik darah penghabisan
dan harus rela mengorbankan banyak hal.

b. Latar Belakang dan Sejarah Proklamasi Kemerdekaan

Latar belakang adanya Proklamasi kemerdekaan Indonesia diawali dengan dijatuhkannya bom atom
oleh tentara Amerika Serikat pada tanggal 6 Agustus 1945 di kota Hiroshima di jepang. Kemudian
pada tanggal 9 Agustus 1945 bo, atom kedua dijatuhkan di kota Nagasaki Jepang.

Hal ini menyebabkan Jepang menyerah tanpa syrat kepada sekutu yang diketuai oleh Amerika
Serikat. Pada itulah kesempatan digunakan sebaik-baiknya oleh para pejuang kemerdekaan
Indonesia terlepas dari belenggu penjajahan jepang. Namun dalam pelaksanaannya terdapat
perbedaan pendapat di antara para pejuang. Pejuang golongan muda antara lain terdiri dari Sukarni,
Adam Malik, Kusnaini, Syahrir, Soedarsono, Soepono, Chaerul Saleh, menghendaki kemerdekaan
secepat mungkin, dan pejuang golongan tua yang antaranya lain Soekarno dan Hatta tidak ingin
terburu buru karena mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat
proklamasi. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan dengan proklamasi
kemerdekaan saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, serta dapat berakibat
sangat fattal jika para pejuang Indonesia belum siap.
Kemudian pertemuan pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) atau juga bisa disebut dengan Dokuritsu Zyunbi Linkai dalam bahasa jepang. Para pejuang
golongan muda tidak menyetujui rapat itu dan menganggap PPKI adalah sebuah badan yang
dibentuk oleh jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha mereka atau bangsa sendiri,
bukan dari pemberian jepang. Pada saat itu para pejuang golongan muda kehilangan kesabaran
kemudian mereka menculik soekarno dan Hatta serta membawanya kerengasdengklok, yang
kemudian terkenal sebagai peristiwa rengasdengklok. Tujuan penculikan itu adalah agar Ir. Soekarno
dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Mereka meyakinkan Soekarno bahwa Jepang
telah menyerahkan dan para pejuang telah siap untuk melawan.

Jepang serta siap menanggung resikonya. Sementara itu dijakarta, golongan muda yang diwakili
Wikana, dan golongan tua yang diwakili oleh Mr. Ahmad Soebarjo melakukan perundingan. Mr.
Ahmad Soebarjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soearjo menyetujui untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Setelah tiba di Jakarta, mereka langsung menuju kerumah
laksamana Maeda di Oranye Nassau Boulevard ( sekarang menjadi jln. Imam Bonjol No. 1 gedung
museum perumusan teks Proklamasi) yang diperkirakan aman dari jepang. Sekitar 15 pemuda
berkumpul disana anatara lain B.M. Diah, Bakri, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumatri, Chaerul Sleh,
untuk menegaskan bahwa pemerintah jepang ti dak campur tangan tentang proklamasi. Para
pejuang mudaa menuntut soekarno untuk segera memproklamasikan kmerdekaan melalui radio,
disusul pengambilalihan kekuasaan. Mereka juga menolak rencana PPKI untuk memproklamasikan
kemerdekaan pada tanggal 16 Agustus 1945.

Di kediaman laksamana Maeda jalan imam Bonjol nomor 1 para pejuang kemerdekaan melakukan
rapat semalam suntuk untuk mempersiapkan teks proklamasi. Ipul dan telah disepakati konsep
Soekarno lah yang diterima kemudian disalin dan diketik oleh Sayuti Melik dan padi dan pagi harinya
tanggal 17 Agustus 1945 berhubung alasan keamanan pembaca teks proklamasi dilakukan di rumah
kediaman Soekarno di jalan Pegangsaan timur nomor 56 Jakarta sekarang menjadi jalan proklamasi
nomor 1 tepat pada jam 10 pagi waktu Indonesia bagian barat hari Jumat legi Soekarno didampingi
Moh Hatta membacakan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan oleh soekarno-hatta memiliki makna bahwa bangsa
Indonesia telah menyatakan kepada dunia luar bangsa-bangsa yang ada didunia maupun kepada
bangsa Indonesia sendiri bahwa sejak saat itu bangsa Indonesia telah merdeka pernyataan kepada
dunia luar juga untuk menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sejak itu sudah merdeka dan berdaulat
sehingga wajib dihormati oleh negara-negara lain secara layak sebagai bangsa dan negara yang
mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat serta hak dan kewajiban yang sama dengan
bangsa-bangsa lain yang sudah merdeka dalam pergaulan antara bangsa di dalam hubungan
internasional sedangkan pernyataan kepada bangsa Indonesia sendiri juga untuk memberikan
dorongan dan rangsangan bagi bangsa Indonesia bahwa sejak saat itu Indonesia sudah merdeka

Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia bisa dikatakan cukup panjang. Namun, pada
intinya sejarah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia terbagi menjadi tiga bagian penting.
Bagian pertama, menjelaskan pertemuan di Dalat.

Pada saat itu, sebelum Soekarno membacakan teks Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945,
banyak sekali peristiwa yang terjadi yang melatarbelakangi terjadinya pembacaan Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia, salah satu peristiwa tersebut adalah dijatuhkannya bom di kota
Hiroshima di tanggal 6 Agustus 1945 dan tanggal 9 Agustus 1945 di kota Nagasaki. Semua bom
tersebut dijatuhkan di Amerika dengan tujuan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat. Pada
momen kekosongan kekuasaan inilah Indonesia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk
memproklamasikan kemerdekaannya.

1. Pertemuan di Dalat

Setelah Jepang semakin terpojok karena dua kota terbesarnya sudah di bom oleh Amerika Serikat
dan pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu.

Dua hari sebelum Jepang menyerah kepada sekutu atau tepatnya pada tanggal 12 Agustus 1945, tiga
tokoh nasional, yang terdiri dari Dr. Radjiman Wedyodiningrat, Ir. Soekarno, dan Drs. Mohammad
Hatta memenuhi undangan dari Jenderal Terauchi di Dalat (Vietnam Selatan). Jenderal Terauchi
merupakan Panglima tentara besar tentara Jepang di Asia Tenggara.

Pada pertemuan yang terjadi di Dalat antara tiga tokoh nasional dan Jenderal Terauchi ada beberapa
hal yang disampaikan oleh Jenderal Terauchi, adapun beberapa hal yang disampaikan sebagai
berikut.

• Pemerintah Jepang memutuskan untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.

• Untuk melaksanakan kemerdekaan maka dibentuk Panitia Persatuan Kemerdekaan


Indonesia (PPKI).

• Pelaksanaan kemerdekaan secepat mungkin akan dilaksanakan setelah semua persiapan


selesai dilakukan dan secara berangsur-angsur dari Pulau Jawa kemudian disusul pulau-pulau
lainnya.

• Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia-Belanda.

Pertemuan yang terjadi di Dalat seharusnya menjadi sebuah momentum atau kesempatan Indonesia
untuk merdeka. Namun, pada pertemuan yang terjadi di Dalat itu terjadi perbedaan pendapat
antara tokoh golongan tua dan golongan muda. Hingga pada akhirnya perdebatan yang terjadi
mendapatkan titik temu.

2. Pertemuan Soekarno Hatta dengna Jendral Mayor Nishimura dan laksamana Muda Maeda

Soekarno dan Mohammad Hatta kembali ke Jakarta setelah semua urusan di Dalat selesai. Meskipun
Soekarno dan Mohammad Hatta diantar oleh Laksamana Muda Tadashi Maeda untuk menemui
Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala
pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda

Sebagai salah satu sosok tokoh kemerdekaan, Mohammad Hatta telah banyak membuat karya bagi
bangsa Indonesia yang dirangkum dalam buku Karya Lengkap Bung Hatta Buku 2;Kemerdekaan Dan
Demokrasi. Namun, Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto tidak ingin menerima Soekarno dan
Mohammad Hatta dan segera memberikan perintah kepada Mayor Jenderal Otoshi Nishimura,
Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang untuk menerima kedatangan
rombongan itu. ishimura mengungkapkan bahwa sejak siang hari pada 16 Agustus 1945 telah
menerima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo sehingga tidak bisa
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Padahal saat bertemu Marsekal Terauchi di Dalat, ia
sudah menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia sehingga Soekarno dan Hatta merasa kecewa.
Pada akhirnya, Soekarno dan Hatta meminta kepada Nishimura supaya tidak menghalangi kerja PPKI.
Setelah pulang dari rumah Nishimura, Soekarno dan Hatta pergi ke rumah Laksamana Maeda yang
diiringi oleh Miyoshi untuk melakukan rapat mempersiapkan teks Proklamasi. Penyusunan teks
Proklamasi dilakukan oleh Soekarno. Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo serta disaksikan oleh
Sukarni, B.M. Diah Sudiro (Mbah), dan Sayuti Melik.

Pada saat merancang teks Proklamasi, tiba-tiba Shigetada Nishijima seolah-olah mencampuri
penyusunan teks Proklamasi dengan memberikan saran agar pemindahan kekuasaan itu hanya
berarti kekuasaan administratif. Berkaitan dengan pendapat Nishijima, Soekarno, Mohammad Hatta,
Ahmad Soebardjo, B. M. Diah, Sukarni, Sudiro, dan Sayuti Melik mereka semua tidak setuju dengan
pendapat Nishijima, tetapi di beberapa kalangan pendapa Nishijima masih diagungkan. Setelah
semua konsep telah disepakati, maka Sayuti Melik menyalin teks dan mengetik naskah di mesin ketik
milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman.

Pada awalnya, pembacaan Proklamasi akan dilaksanakan di lapangan Ikada, tetapi karena alasan
keamanan kemudian pelaksanaan pembacaan Proklamasi dipindahkan ke kediaman Presiden
Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur, Nomor 56.

3. Pertemuan Rengasdengklok

Pada awalnya peristiwa pemboman kota Hirosima dan Nagasaki disembunyikan agar tidak ada yang
tahu, tetapi pada akhirnya peristiwa tersebut terdengar sampai ke telinga para pemuda lewat siaran
radio BBC di Bandung sehingga membuat mereka segera bergerak dan meminta Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia segera dikumandangkan. Para pemuda tersebut di bawah pimpinan Chaerul
Saleh melakukan rapat dan rapat tersebut menghasilkan beberapa keputusan, yaitu kemerdekaan
adalah hak rakyat Indonesia, Pemutusan hubungan dengan Jepang, dan Ir. Soekarno dan
Mohammad Hatta diharapkan untuk segera membacakan Proklamasi Kemerdekaan. Setelah
mendapatkan keputusan dari rapat yang diadakan, kemudian para pemuda tersebut mengirim
utusan (Wikana dan Darwis) agar segera bertemu dengan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta untuk
menyampaikan hasil rapat tersebut dan meminta Proklamasi Kemerdekaan segera dilaksanakan
pada 16 Agustus 1945. Dengan alasan Jepang masih bersenjata lengkap dan memiliki tugas menjaga
status quo maka gagasana para pemuda tersebut ditolak oleh golongan tua sehingga terjadi
perbedaan pendapat. Wikana dan Darwis menyampaikan hasil laporan dari pembicaraan dengan
Soekarno dan Mohammad Hatta kepada para pemuda yang sudah berkumpul di Asrama Menteng
31. Para pemuda yang berkumpul terdiri dari Chaerul Saleh, Yusuf Kunto, Surachmat, Johan Nur,
Singgih, Mandani, Sutrisno, Sampun, Subadio, Kusnandar, Abdurrahman, dan Dr. Muwardi. Para
pemuda tersebut merasa kecewa setelah mendengar hasil laporan tersebut sehingga membuat
suasana rapat menjadi panas. Kemudian para pemuda tersebut membuat gagasan untuk
mengamankan Soekarno dan Hatta untuk dengan cara keluar kota yang jauh. Untuk hal ini, para
pemuda tersebut menyerahkan tugas ini kepada Syudanco Singgih dan kawan-kawan dari PETA
Jakarta. Sukarni dan Yusuf Kunto mendampingi Syudanco Singgih dalam menjalankan tugasnya.
Menurut Singgih, Rengasdengklok merupakan tempat yang tepat dan aman untuk Soekarno dan
Hatta. Pada 16 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta dibawa ke Rengasdengklok. Saat di
Rengasdengklok, para pemuda berusaha dengan keras supaya Soekarno dan Mohammad Hatta
segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan.

Awalnya, Soekarno dan Mohammad Hatta tidak ingin melakukan Proklamasi Kemerdekaan. Namun,
setelah melakukan perundingan dengan kelompok pemuda dan Ahmad Subardjo. Akhirnya,
Soekarno dan Mohammad Hatta akan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945 di Jakarta. Setelah selesai memproklamasikan kemerdekaan, sore harinya Soekarno
dan Mohammad Hatta kembali ke Jakarta bersama Ahmad Subardjo dan Sudiro.
B. Peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 tahun
Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang, yang dibacakan oleh Soekarno
dengan didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56,
Jakarta Pusat.

Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang
oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh
dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk
lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9
Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang
menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh
Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Pengibaran bendera pada 17 Agustus 1945.

Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua
BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk
bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang
kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia,
pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa
Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap
memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan
sebagai hadiah Jepang.

Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam,
mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat
dilaksanakan dalam beberapa hari, berdasarkan tim PPKI.[1] Meskipun demikian Jepang
menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.

Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat,
Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena
menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang telah
menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara
yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di
Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi
kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat
berakibat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa
Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah
badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari
Jepang (sic).
Dikibarkannya bendera Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang secara resmi menyerah kepada Sekutu di kapal USS
Missouri. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang
berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir,
Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah
mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua
untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin
terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat
proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak
menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang.
Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.

Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh
konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.

Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda
Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda
menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat.
Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo.
Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya
di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
persiapan Proklamasi Kemerdekaan.

Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh


Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI
pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul.
Peserta BPUPKI Dalam perjalanan sejarah menuju kemerdekaan Indonesia, dr. Radjiman
adalah satu-satunya orang yang terlibat secara akif dalam kancah perjuangan berbangsa
dimulai dari munculnya Boedi Utomo sampai pembentukan BPUPKI. Manuvernya di saat
memimpin Budi Utomo yang mengusulkan pembentukan milisi rakyat disetiap daerah di
Indonesia (kesadaran memiliki tentara rakyat) dijawab Belanda dengan kompensasi
membentuk Volksraad dan dr. Radjiman masuk di dalamnya sebagai wakil dari Boedi
Utomo.

Pada sidang BPUPKI pada 29 Mei 1945, ia mengajukan pertanyaan bagaimana dasar negara
Indonesia jika kelak merdeka? Pertanyaan ini dijawab oleh Bung Karno dengan Pancasila.
Jawaban dan uraian Bung Karno tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ini
kemudian ditulis oleh Radjiman selaku ketua BPUPKI dalam sebuah pengantar penerbitan
buku Pancasila yang pertama tahun 1948 di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten
Ngawi. Terbongkarnya dokumen yang berada di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren,
Kabupaten Ngawi ini menjadi temuan baru dalam sejarah Indonesia yang memaparkan
kembali fakta bahwa Soekarno adalah Bapak Bangsa pencetus Pancasila.
Pada tanggal 9 Agustus 1945 ia membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Saigon dan Da Lat
untuk menemui pimpinan tentara Jepang untuk Asia Timur Raya terkait dengan pengeboman
Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang berencana menyerah tanpa syarat kepada
Sekutu, yang akan menciptakan kekosongan kekuasaan di Indonesia. tidak tahu telah terjadi
peristiwa Rengasdengklok.

Anda mungkin juga menyukai