Anda di halaman 1dari 18

TAFSIR SAHABAT

Disusun oleh:
Ifta Athiyah (11160340000005)

JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bismillahirrahmanirrahim. Dalam mempelajari tafsir, kita dituntut untuk


mengetahui sejarah perkembangannya. Seperti ungkapan yang sudah sering kita
dengar “Jas Merah (Jangan sekali-kali meninggalkan Sejarah)”, banyak orang
bilang yang berlalu biarlah berlalu, namun hal itu tidak bisa dibenarkan,
bagaimanapun sejarah berpengaruh dengan kehidupan sekarang, karena sejarah
adalah guru kehidupan terbaik. Kita bisa mengerti alasan betapa berharganya,
rendahnya, pentingnya sesuatu dari sejarahnya. Begitu juga dengan sejarah
perkembangan Tafsir, dengan sejarah ini kita bisa mengetahui urgensitas Tafsir
al-Qur’an, kedudukannya sebagai ilmu, dan konstribusi dari perkembangannya
di zaman dahulu terhadap tafsir masa kini (kekinian).

Pembelajaran Tafsir di Masa Sahabat secara khusus, diantara faidahnya


adalah memberi asupan informasi kepada pembaca mengenai hal-hal yang
belum mereka ketahui, atau yang masih mubham dipikirannya atau juga bisa
meyakinkan informasi yang ia dapat sebelumnya. Beberapa permasalahan
berkaitan dengan tafsir di masa kini, seperti bagaimana para sahabat
menafsirkan al-Qur’an mencakup sarananya, penyebaran tafsirnya akan
dijelaskan nanti. Makalah ini juga menyajikan profil sahabat yang paling banyak
meriwayatkan tafsir sebagai bukti keutamaannya sebagai mufassir. Pendeknya,
makalah ini dibuat karena timbulnya pertanyaan mengenai status tafsir sahabat
dan kedudukannya. Maka makalah ini menjawab dengan menyajikan data-data
dan keterangan yang merujuk pada kitab turats dan beberapa kitab kontemporer
yang dapat dipertanggung jawabkan ke-valid-annya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat kita simpulkan beberaapa rumusan


masalahnya, diantaranya:

a. Bagaimana bisa disebut sahabat sebagai mufassir?


b. Apa argumen yang mendukung status sahabat sebagai mufassir?
c. Apa saja sarana penafsiran yang digunakan pada masa sahabat dan
bagaimana contoh pengaplikasiannya?
d. Bagaimana thabaqat sahabat dan profilnya?
e. Dimana saja madrasah al-tafsir didirikan?, dan siapa pendirinya,
muridnya, dan karakteristiknya?

C. Tujuan Penulisan Makalah

1
a. Mengetahui dan paham alasan disebutnya sahabat sebagai mufassir.
b. Mengetahui dan paham argumen sahabat sebagai mufassir.
c. Mengetahui dan paham sarana penafsiran sahabat dan contohnya.
d. Mengetahui dan paham serta dapat mengambil teladan dari thabaqat
sahabat dan profilnya.
e. Mengetahui dan paham dimana saja madrsah tafsir berdiri, mengetahui
pendirinya, murid-muridnya yang terkenal, dan karakteristik setiap
madrasah yang membedakan dengan madrasah tafsir lainnya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sahabat sebagai Mufassir

Nabi Muhammad Saw bisa memahami Al-Qur’an secara keseluruhan dan


detail, sebab Allah Swt menjamin daya ingat yang kuat dan kepandaian padanya
({19-17 : ‫ }اﻟﻘﻴﺎﻣﺔ‬.‫ ﰒ إن ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺑﻴﺎﻧﻪ‬،‫ ﻓﺈذا ﻗﺮأﻧﺎﻩ ﻓﺎﺗﺒﻊ ﻗﺮآﻧﻪ‬،‫)إن ﻋﻠﻴﻨﺎ ﲨﻌﻪ و ﻗﺮآﻧﻪ‬. Sebagaimana
juga tabiatnya, sahabat bisa memahani al-Qur’an seluruhnya. Maksudnya
dengan dinisbahkan pada makna lahir dan beberapa hukumnya. pemahaman
sahabat itu terperinci dan mereka mengetahui detail makna yang tersembunyi.
Maka dari itu, tidak mungkin mereka semata-mata menguasai bahasa Arab saja,
akan tetapi mereka harus mengkaji, meneliti dan merujuk pada Nabi
Muhammad Saw dalam mendasari pemahamannya. Hal itu karena di dalam al-
Qur’an terdapat ayat mujmal (umum), musykil (bermasalah), mutasyabih dan
sebagainya yang mengharuskan mereka menguasai perangkat lain yang
berkaitan dengannya.

Husein al-Dzahabi dalam kitabnya al-Tafsir wa al-Mufassirun berargumen


bahwa dirinya tidak sependapat dengan Ibnu Kholdun ketika beliau menyatakan
di pendahuluan kitabnya “ al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab dan gaya
bahasa retorikanya. Maka mereka paham dan mengetahui makna -makna al-
Qur’an baik tiap kata-katanya maupun susunan kalimatnya”. Beliau tidak
sependapat dengannya, menurut Husein al-Dzahabi, turunnya al-Qur’an dengan
bahasa Arab tidak menentukan bahwa semua orang Arab memahami al-Qur’an
dalam segi makna perkata dan susunannya. Dan argumen yang paling dekat
mengenai hal ini, saat ini kita menyaksikan kitab-kitab yang dikarang dengan
macam-macam bahasa, namun kebanyakan generasi penerus bahasa tidak
mampu memahami sebagian besar yang terdapat dalam kitab tersebut dengan
bahasanya. Jadi, ‘paham’ tidak berhenti pada menguasai bahasa saja, akan
tetapi, orang yang menyelidiki makna dan menelitinya harus orang yang
memiliki bakat pikiran khusus, sesuai dengan tingkatan kitab dan kecakapan
karangannya.

Meskipun kita bergantung pada masa sahabat, kita menyadari bahwa mereka
tidak di posisi pertama dengan nisbah dalam memahami makna al-Qur’an. Akan
tetapi sebab keberagaman posisi mereka dan sesuatu yang tampak dari mereka
menjadikan beraneka ragam diantara sebagaian yang lain. Hal ini berkaitan
dengan keberagaman mereka di dalam kecakapan berpikir dan menguasai hal-
hal yang meliputi al-Qur’an dari beberapa keadaan dan hal-hal yang melingkupi.
Lebih dari ini, mereka tidak sama dalam memberi makna kata. Beberapa kata di
al-Qur’an tidak dimengerti oleh sebagian sahabat, dan ini tidak masalah,
sesunggunya bahasa tidak diketahui artinya kecuali oleh orang ma’shum. Dan
tidak mengharuskan setiap individu dari suatu umat mengetahui lafadz
bahasanya. ( Al-Dzahabi,2000:28)

3
B. Argumen Sahabat Sebagai Mufassir
a. Ditakhrij oleh Abu Nu’aim di “hilyah” dari jalur Abu Bakar bin ‘Iyash
dari Nashir bin Sulaiman al-Ahmasy dari ayahnya dari ‘Ali, ia berkata:
tidaklah diturunkan suatu ayat kecuali aku sungguh mengetahui tentang
apa yang diturunkan dan dimana diturunkan. Sesunggunya Tuhanku
menganugerahiku hati yang pandai dan lisan yang bertanya.
b. ditakhrij oleh Abu Nu’aim dari Abu al-Bukhtariy, ia berkata:
“katakanlah pada Ali, beritahu aku tentang Ibn Mas’ud!” Ali menjawab,
“ dia paham al-Qur’an dan Sunnah-kemudian ia diam- dan ia cukup
dengan ilmu itu.1
c. Keistimewaan mereka karena hidup semasa dengan Nabi, maka mereka
orang yang paling tahu tentang kondisi saat wahyu diturunkan dan sebab
diturunkannya. Dan hal ini tidak akan diketahui oleh generasi
setelahnya.
d. Beberapa riwayat yang menjelaskan kepandaian sahabat Abdulah bin
Abbas yang akan dijelaskan pada subbab selanjutnya.

C. Sarana Penafsiran Sahabat Terhadap al-Qur’an

Para sahabat menafsirkan al-Qur’an dengan bersandar kepada empat


sumber, yaitu:

a. Al-Qur’an al- Karim


1. ‫( ﺣﻤﻞ اﻟﻤﺠﻤﻞ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺒﻴﻦ‬menafsirkan ayat mujmal dengan ayat
mubayyan)

Mujmal:
(37 :‫ )اﻟﺒﻘﺮة‬...‫ﻓﺘﻠﻘﻰ آدم ﻣﻦ رﺑﻪ ﻛﻠﻤﺎت‬
Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya ... (al-
Baqarah: 37)

Lalu, ayat tersebut ditafsirkan dengan ayat dalam surat al-A’raf

Mubayyan:

(23 :‫ﻗﺎﻻ رﺑﻨﺎ ﻇﻠﻤﻨﺎ أﻧﻔﺴﻨﺎ وإن ﱂ ﺗﻐﻔﺮﻟﻨﺎ و ﺗﺮﲪﻨﺎ ﻟﻨﻜﻮﻧﻦ ﻣﻦ اﳋﺎﺳﺮﻳﻦ)اﻷﻋﺮاف‬

Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah mendzalimi diri kami
sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada
kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi”.(al-A’raf: 23)

1
Muhammad ‘Alawi al-Maliki, “Al-Qawa’id al-Asasiyah”, (Malang: Hai’ah al-Shofwah),
hal.170

4
2. ‫( ﺣﻤﻞ اﻟﻤﻄﻠﻖ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﻘﻴﺪ‬Menafsirkan ayat muthlaq dengan ayat
muqayyad)

Sebagaimana yang dinukilkan oleh al-Ghazali dari mayoritas


Syafi’iyyah, menafsirkan ayat muthlaq dengan muqayyad dalam dua
hukum yang berbeda ketika memiliki sebab yang sama. Contohnya, ayat
yang menjelaskan wudhu’ men-taqyid dari mengusap kedua tangan saat
tayammum

Muqayyad:
،‫( آﻳﺔ اﻟﻮﺿﻮء‬6 :‫ﻓﺎﻏﺴﻠﻮا وﺟﻮﻫﻜﻢ وأﻳﺪﻳﻜﻢ إﱃ اﳌﺮاﻓﻖ)اﳌﺎﺋﺪة‬
Maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku.(al-Maidah:
6)
Muthlaq :
‫أﻳﺖ اﻟﺘﻴﻤﻢ‬ (6 :‫ﻓﺎﻣﺴﺤﻮا ﺑﻮﺟﻮﻫﻜﻢ وأﻳﺪﻳﻜﻢ ﻣﻨﻪ)اﳌﺎﺋﺪة‬
Usaplah wajahmu dan tanganmu dengan debu.(al-Maidah:6)

3. ‫( ﺣﻤﻞ اﻟﻌﺎم ﻋﻠﻰ اﻟﺨﺎص‬Menafsirkan ayat ‘am dengan ayat khosh)

Misalnya, meniadakan persahabatan dan pertolongan dengan tujuan


umum dalam firman Allah Swt.

‘Am:

‫ﻳﺄﻳﻬﺎ اﻟﺬﻳﻦ ءاﻣﻨﻮا أﻧﻔﻘﻮا ﳑﺎ رزﻗﻨﺎﻛﻢ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ أن ﻳﺄﰐ ﻳﻮم ﻻ ﺑﻴﻊ ﻓﻴﻪ وﻻ ﺧﻠﺔ وﻻ‬
(254 :‫ )اﻟﺒﻘﺮة‬.‫ واﻟﻜﺎﻓﺮون ﻫﻢ اﻟﻈﺎﳌﻮن‬،‫ﺷﻔﺎﻋﺔ‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari
rezeki yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari
ketika tidak ada lagi jual beli, tidak ada lagi persahabatan, dan
tidak ada lagi syafa’at. Oarang-orang kafir itulah orang yang
dzalim”. (al-Baqarah: 254).

Khosh:
1. Allah mengecualikan orang yang bertaqwa dari
peniadaan sahabat.
(67 :‫)اﻟﺰﺧﺮوف‬.‫اﻷﺧﻼء ﻳﻮﻣﺌﺬ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻟﺒﻌﺾ ﻋﺪو إﻻ اﳌﺘﻘﲔ‬
“Teman-teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama
lain, kecuali mereka yang bertakwa”.(al-Zukhruf: 67)
2. Allah mengecualikan orang yang dikehendaki
mendapat syafa’at

5
‫وﻛﻢ ﻣﻦ ﻣﻠﻚ ﰲ اﻟﺴﻤﻮات ﻻ ﺗﻐﲏ ﺷﻔﺎﻋﺘﻬﻢ ﺷﻴﺄ إﻻ ﻣﻦ ﺑﻌﺪ أن ﻳﺄذن اﷲ ﳌﻦ ﻳﺸﺎء و‬
(26 :‫)اﻟﻨﺠﻢ‬.‫ﻳﺮﺿﻰ‬
“Dan betapa banyak malaikat di langit, syafa’at (pertolongan)
mereka sedikitpun tidak berguna kecuali apabila Allah telah
mengizinkan (dan hanya)dan hany bagi siapa yang Dia keendaki
dan Dia ridhai”. (al-najm: 26).
4. ‫( اﻟﺠﻤﻊ ﺑﻴﻦ ﻣﺎ ﻳﺘﻮﻫﻢ أﻧﻪ ﻣﺨﺘﻠﻒ‬Menggabungkan antara ayat yang dikira
berlainan)
Hal ini seperti ayat yang menjelaskan penciptaan nabi
Adam. Di sebagian ayat dijelaskan bahwa ia diciptakan dari debu
(‫)ﺗﺮاب‬, di ayat lain dijelaskan ia diciptakan dari lumpur (‫)ﻃﲔ‬, lumpur
hitam yang dibentuk (‫ )ﲪﺄ ﻣﺴﻨﻮن‬dan tanah liat kering (‫)ﺻﻠﺼﺎل‬.
Maksud penyebutan semuanya untuk menjelaskan beberapa
tingkatan yang dilalui nabi Adam dari awal penciptaan hingga
ditiupkan ruh kepadanya.
5. ‫( ﺣﻤﻞ ﺑﻌﺾ اﻟﻘﺮاءات ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮﻫﺎ‬Menafsirkan sebagian qira’at dengan
qira’at yang lain)

Sebagian qiraat saling membedai lafadz dan maknanya lalu


salah satunya menjelaskan makna di qiraat lain. Misalnya, qira’at
Ibn Mas’ud( ‫ )أو ﻳﻜﻮن ﻟﻚ ﺑﻴﺖ ﻣﻦ ذﻫﺐ‬menafsirkan lafadz ‫ اﻟﺰﺧﺮف‬dalam
2
qira’at masyhur ((93:‫ اﻹﺳﺮاء‬:‫ أو ﻳﻜﻮن ﻟﻚ ﺑﻴﺖ ﻣﻦ زﺧﺮف‬.

Contoh lain dijelaskan, seperti dalam firman Allah Swt. ‫ﻳَﺎ‬


(9 :‫اﻵﻳﺔ )اﳉﻤﻌﺔ‬...‫ﺎﺳ َﻌ ْﻮا إِ َﱃ ِذ ْﻛ ِﺮ اﻟﻠﱠ ِﻪ‬ ِ ْ ‫ﺼﻼةِ ِﻣﻦ ﻳـﻮِم‬
‫ي ﻟِﻠ ﱠ‬ ِ ِ ِ‫ﱠ‬
ْ َ‫اﳉُ ُﻤ َﻌﺔ ﻓ‬ َْ ْ َ ‫أَﻳـﱡ َﻬﺎ اﻟﺬ‬
َ ‫ﻳﻦ َآﻣﻨُﻮا إذَا ﻧُﻮد‬
Kemudian ayat itu ditafsirkan dengan qiraat lain ‫ﻀ ْﻮا إِ َﱃ ِذ ْﻛ ِﺮ‬
َ ‫ﻓَ ْﺎﻣ‬
.‫ اﻟﻠﱠ ِﻪ‬Arti ‫ اﻟﺴﻌﻲ‬adalah berjalan cepat, namun yang dimaksud dari
maksud ayat tersebut adalah hanya pergi ( Abdussalam, 1989: 53).

b. Rasulullah Saw.
1. ‫ )إن‬: ‫م‬.‫ ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ص‬:‫ﻣﺎ أﺧﺮﺟﻪ أﲪﺪ و اﻟﱰﻣﺬى و ﻏﲑﳘﺎ ﻋﻦ ﻋﺪى ﺑﻦ ﺣﺒﺎن ﻗﺎل‬
(‫ وإن اﻟﻀﺎﻟﲔ ﻫﻢ اﻟﻨﺼﺎرى‬،‫اﳌﻐﻀﻮب ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻫﻢ اﻟﻴﻬﻮد‬
Ditakhrij oleh Imam Ahmad, Tirmidzi dan yang lain, dari ‘Udda bin
Hibban ia berkata, Rosulullah Saw bersabda: Orang-orang yang
dimurkai adalah Yahudi, dan yang sesat adalah Nasrani.

2
Muhammad Husain al-Dzahabi, “Al-Tafsir wa al-Mufassirun juz 1”, (Kairo: Maktabah
Wahbah, 2000), hal.31

6
2. ‫)اﻟﺼﻼة‬:‫م‬.‫ ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ص‬:‫وﻣﺎ رواﻩ اﻟﱰﻣﺬى واﺑﻦ ﺣﺒﺎن ﰲ ﺻﺤﻴﺤﻪ ﻋﻦ اﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮد ﻗﺎل‬
(‫اﻟﻮﺳﻄﻰ ﺻﻼة اﻟﻌﺼﺮ‬
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibn Hibban di dalam
shohihnya, dari Ibn Mas’ud ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
Shalat yang pertengahan adalah shalat Ashr.
3. ‫م ﻳﻘﻮل وﻫﻮ ﻋﻠﻰ‬.‫ ﲰﻌﺖ رﺳﻮل اﷲ ص‬:‫وﻣﺎ أﺧﺮﺟﻪ ﻣﺴﻠﻢ و ﻏﲑﻩ ﻋﻦ ﻋﻘﺒﺔ ﺑﻦ ﻋﺎﻣﺮ ﻗﺎل‬
.‫أﻻ وإن اﻟﻘﻮة اﻟﺮﻣﻲ‬،{(60 :‫ )اﻷﻧﻔﺎل‬.‫ }وأﻋﺪوا ﻟﻬﻢ ﻣﺎاﺳﺘﻄﻌﺘﻢ ﻣﻦ ﻗﻮة‬:‫اﳌﻨﱪ‬

Diriwayatkan oleh Muslim dan yang lain dari ‘Uqbah bin ‘Amir ia
berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda di atas mimbar :
{Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk
menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki.(Al-
Anfal 60)}, Ingatlah, sesungguhnya kekuatan adalah lemparan (Al-
Dzahabi, 2000:36).

c. Ijtihad dan Kecakapan Berpikir Sahabat


Perangkat ijtihad yang dibutuhkan sahabat ketika menafsirkan al-
Qur’an:
1. Menguasai bentuk-bentuk bahasa dan rahasianya. Mempengaruhi
pemahaman ayat yang memahaminya tidak tergantung pada selain
bahasa Arab.
2. Mengetahui kebiasaan orang Arab. Mempengaruhi pemahaman
sebagian besar ayat yang berkaitan dengan kebiasaannya. Misalnya
firman Allah Swt:(37 :‫ )اﻟﺘﻮﺑﺔ‬.‫ إﳕﺎ اﻟﻨﺴﻲء زﻳﺎدة ﰲ اﻟﻜﻔﺮ‬, artinya,
sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya menambah
kekafiran. (189 :‫)اﻟﺒﻘﺮة‬.‫وﻟﻴﺲ اﻟﱪ أن ﺗﺄت اﻟﺒﻴﻮت ﻣﻦ ﻇﻬﻮرﻫﺎ‬, artinya, dan
bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari belakangnya.Ayat
tersebut tidak bisa dipahami maknanya kecuali oleh orang yang
mengetahui kebiasan-kebiasaan orang Arab di masa jahiliyah ketika
al-Qur’an diturunkan.
3. Mengetahui keadaan orang Yahudi dan Nasrani di Jazirah Arab
ketika turunnya al-Qur’an. Mempengaruhi pemahaman ayat yang
didalamnya terdapat petunjuk mengenai perbuatan-perbuatan
mereka dan tanggapan pada mereka. Sedangkan mengetahui asbab
al-nuzul dan sesuatu yang meliputi al-Qur’an dari beberapa
keadaan dan hal-hal yang melingkupinya, mempengaruhi
pemahaman sebagian besar ayat al-Qur’an. Ibn Daqiq al-‘ied
mengatakan “penjelasan sebab turunnya ayat adalah cara yang kuat
dalam memahami makna-makna al-Qur’an”. Ibn Taymiyah
mengatakan “mengetahui sabab al-nuzul mempengaruhi
pemahaman ayat. Sesungguhnya ilmu tentang sebab mewariskan
ilmu musabbab.

7
4. Kecakapan memahami dan keluasan pengetahuan. Ini adalah
keistimewaan dari Allah kepada hamba-Nya yang dikehendaki.3

 Contoh tafsir al-Qur’an berdasarkan ijtihad sahabat:

Penafsiran sahabat terhadap makna al-Qur’an dengan menggunakan


perangkat tadi berbeda-beda, sebab kemampuan mereka berbeda beda.

Sebagaimana yang diriwayatkan bahwa ‘Umar mempekerjakan


Qadamah bin Madz’un kepada ‘Ali al-Bahrain, kemudian Jarud
menghadap kepada Umar lalu ia berkata, “sesungguhnya Qadamah
minum lalu mabuk”, Umar menjawab, “Siapa yang menjadi saksi atas
apa yang kamu ucapkan?”, kemudian Jarud berkata, “Abu Hurairah
yang menjadi saksi atas apa yang aku ucapkan”, lalu Umar berkata, “
wahai Qadamah sungguh aku yang menderamu”, Qadamah menjawab, “
Demi Allah jika aku minum seperti yang dia katakan kamu tidak akan
menderaku”, Umar bertanya, “ kenapa tidak?” , kata Qadamah,
“sungguh Allah berfirman ‫ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻰ اﻟﺬﻳﻦ آﻣﻨﻮا وﻋﻤﻠﻮا اﻟﺼﺎﳊﺎت ﺟﻨﺎح ﻓﻴﻤﺎ ﻃﻌﻤﻮا إذا‬
(93 :‫)اﳌﺎﺋﺪة‬.‫ﻣﺎ اﺗﻘﻮا وآﻣﻨﻮا وﻋﻤﻠﻮا اﻟﺼﺎﳊﺎت ﰒ اﺗﻘﻮا وآﻣﻨﻮا ﰒ اﻟﺘﻘﻮا وأﺣﺴﻨﻮا‬, artinya, tidak
berdosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan
tentang apa yang mereka makan (dahulu), apabila mereka bertakwa
dan beriman, serta mengerjakan kebajikan, kemudian mereka tetap
bertakwa dan beriman, selanjutnya mereka tetap juga bertakwa dan
berbuat kebajikan .Dan aku termasuk orang yang beriman dan berbuat
kebajikan, kemudian tetap bertakwa dan beriman, dan selanjutnya
bertakwa dan berbuat kebajikan. Aku bersama Rasulullah di perang
badar, uhud, khandaq dan sebagainya”, Umar berkata, “ apakah kalian
ingin menimpali perkataannya?”, lalu Ibn Abbas berakata, “
sesungguhnya ayat ini sebagai pengampunan untuk yang telah berlalu
dan sebagai hujjah untuk kelanjutannya. Karena Allah berfirman, “ ‫ﻳﺄﻳﻬﺎ‬
"(9 :‫)اﳌﺎﺋﺪة‬.‫اﻟﺬﻳﻦ آﻣﻨﻮا إﳕﺎ اﳋﻤﺮ واﳌﻴﺴﺮواﻷﻧﺼﺎب واﻷزﱂ رﺟﺲ ﻣﻦ ﻋﻤﻞ اﻟﺸﻴﻄﺎن‬, Umar
berkata, “kamu benar” (Al-Dzahabi, 2000: 46).

d. Ahl al-Kitab dari Yahudi dan Nasrani.


Rujukan tafsir yang keempat adalah pendapat ahl kitab dari Yahudi
dan Nasrani. Al-Qur’an sesuai denga taurat di sebagian masalah,
khususnya di kisah-kisah para Nabi dan yang berkaitan dengan umat
terdahulu. Begitu juga dengan Injil, al-Qur’an mencakup hal-hal yang
dinyatakan di dalam Injil seperti kisah kelahiran Isa bin Maryam, dan
mukjizatnya.

3
Abdul Qadir Muhammad Sholih, “Al-tafsir wa al-Mufassirun fi al ‘Ashr al-Hadits”,
(Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2003), hal.90

8
Di sisi lain, al-Qur’an berbeda dengan Taurat dan Injil, al-Qur’an
tidak merinci setiap permasalahan, dan tidak mengumpulkan kisah dari
seluruh aspek, akan tetapi hanya meringkas.
Ketika akal selalu cenderung meminta pendapat dan menyelidiki,
maka para sahabat meminta pendapat kisah-kisah yang tidak dinyatakan
dalam al-Qur’an pada orang-orang yang masuk pada agama mereka dari
ahli kitab, seperti Abdullah bin Salam, ka’ab al-Ahbar dan Ulama’
Yahudi atau Nasrani lainnya (Al-Dzahabi, 2000: 47).
Berikut hukum memasukkan kisah isra’iliyat untuk sekedar
mengutip bukan mempercayai:
a. Diketahui kebenarannya dari kesesuaiannya dengan prinsip al-
Qur’an dan dikutip dengan benar, maka shohih.
b. Diketahui kedustaannya karena menyalahi prinsip al-Qur’an,
maka ditolak.
c. Didiamkan, tidak diterima dan tidak ditolak, tidak diyakini dan
tidak dipungkiri.4

D. Thabaqat Sahabat

Banyak sahabat yang telah menafsirkan al-Qur’an berdasarkan pada apa


yang telah mereka dengar, hafal dan paham dari Rasulullah Saw dengan
kesucian hatinya.

Namun yang masyhur dikalangan sahabat ada sepuluh orang, yaitu Khulafa’
al-Rasyidun, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu
Musa al-Asy’ari, dan Abdullah bin Zubair.

Abu Bakar, Umar, dan Utsman sangat sedikit meriwayatkan tafsir al-Qur’an
sebab mereka lebih dulu wafat, selain itu mereka hidup disaat sebagian besar
warganya alim terhadap kitabullah, dan mereka sibuk dengan urusan khilafah,
sehingga tidak punya cukup waktu untuk belajar mengajar sebagaimana yang
lain.

Sedangkan Ali r.a, meriwayatkan tafsir cukup banyak dibanding ketiga


khalifah lainnya, sebab orang-orang di zamannya sangat membutuhkan orang
yang bisa menafsirkan kitabullah, mengingat luasnya wilayah islam dan
banyaknya pembukaan-pembukaan wilayah serta masuknya Non-Arab ke dalam
agama Islam, juga banyaknya generasi baru yang membutuhkan ilmu para
sahabat. Ia juga disebut sebagai ilmuwan sebab ilmu yang ia peroleh langsung
dari Nabi setelah hidupsekian lama bersama Rasulullah dan mendapat
bimbingan dalam lingkungan kenabian. Selanjutnya, yang terbanyak
meriwayatkan tafsir adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, dan
Ubay bin Ka’ab.

4
Muhammad Abdussalam Abu al-Nayl, “Tafsir al-Imam Mujahid bin Jabr”, (Madinah: Dar
al-Fikr al-Islamiy al-Haditsah,1989), hal.57

9
Sedangkan Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ary, dan Abdullah bin Zubair
meriwayatkan tafsir lebih sedikit dari keempat sahabat tadi.5

 Profil Sahabat Terbanyak Riwayatnya


a. Abdullah bin Abbas
 Nama Lengkap: Abdullah bin Abbas bin Abdul Muththalib bin
Hasyim bin Abdi Manaf al-Quraisyi al-Hasyimi (sepupu Rasulullah)
 Nama Ibu: Lubabah al-Kubra binti al-Harits bin Hazan al-Hilaliyah.
 Kehidupan:
ia sering menghabiskan waktu bersama Rasulullah karena
status persaudaraannya dan bibinya Maimunah merupakan istri
Rasulullah. Rasulullah wafat saat Ibn Abbas berusia 13 tahun (ada
yang mengatakan 15 tahun). Ali mengangkatnya untuk memimpin
bashrah, dan ia tetap disana hingga Ali terbunuh . lalu di Bashrah ia
diganti oleh Abdullah bin Harits, dan ia pergi ke Hijaz dan wafat di
Thaif pada tahun 65 H (ada yang mengatakan 67 H atau 68 H)
 Kapasitas Intelektual:
Ia adalah juru bicara al-Qur’an, ilmuwan umat, sahabat
terkemuka dan paling tinggi derajat tafsirnya. Ia juga unggul dalam
hal perujukan syair Arab karena wawasannya tentang bahasa Arab
dan karya-karya klasik. Ia dijuluki al-Habr atau al-Bahr karena
luasnya ilmu dan pengetahuan tentang makna-makna al-Qur’an. Ia
digelari dengan turjuman al-Qur’an, sebagaimana sabda Rasulullah
yang ditakhrij al-Baihaqi dalam kitab dalail, dari Ibn Mas’ud ،‫"ﻧﻌﻢ‬
"‫ﺗﺮﲨﺎن اﻟﻘﺮآن ﻧﺖ‬
 Sebab-Sebab Keunggulannya:
1. Do’a Nabi Muhammad Saw: ‫ اﻟﻠﻬﻢ ﻋﻠﻤﻪ اﻟﻜﺘﺎب واﳊﻜﻤﺔ‬dan di
riwayat lain‫اﻟﻠﻬﻢ ﻓﻘﻬﻪ ﰲ اﻟﺪﻳﻦ و ﻋﻠﻤﻪ اﻟﺘﺄوﻳﻞ‬
2. Hidupnya di rumah Nabi
3. Kebiasannya bergaul dengan para pembesar sahabat setelah
Rasulullah wafat.
4. Mahir bahasa Arab
5. Mencapai derajat ijtihad
 Keistimewaan Ibn Abbas dalam menafsirkan:
1. Muridnya, Mujahid berkata: apabila beliau menafsirkan sesuatu,
aku melihat cahaya diatasnya.
2. Ungkapan Ali r.a yang mendukung perkataan muridnya:
seakan-akan melihat kegaiban dari penutup yang tipis.
3. Ibn Umar berkata: Ibn Abbas adalah orang yang paling tahu
tentang sesuatu yang diturunkan pada Muhammad.
 Contoh penafsirannya:

5
Muhammad Husain al-Dzahabi, “Ilmu al-Tafsir”, Dar al-Ma’arif, hal: 14

10
Ibn Abbas menceritakan, Umar memasukkan aku dalam
anggota dewan berssama para sahabat senior anggota perang Badar.
Ketika mereka melihat keterlibatanku, ada diantara mereka yang
merasa jengkel. Dia komentar kepada umar “mengapa engkau
melobatkan anak ini bersama kami?, kami juga punya anak seusia
dia”. Jawab Umar, “ dia orang yang sudah kalian kenal
kecerdasannya”.
Suatu hari, Umar mengundangku untuk berkumpul bersama
mereka. Aku tidak menyangka Umar mengundangku hari itu, selaim
untuk menunjukkan keahlianku pada kepada mereka. Tanya Umar
ke semua anggota majlis “ apa tafsir kalian tentang firman Allah ‫إذا‬
‫ ”ﺟﺎء ﻧﺼﺮ اﷲ واﻟﻔﺘﺢ؟‬sebagian menjawab, “ kita diperintahkan untuk
memuji Allah, memohon ampun kepada-Nya apabila kita mendapat
pertolongan dan diberi kemenangan”. Sementara yang lain diam dan
tidak menjawab apapun. Giliran Umar bertanya kepada Ibnu
Abbas,” apa seperti itu menurut anda, Ibn Abbas?”, “tidak”, jawab
Ibn Abbas. “Lalu apa tafsirmu?”, tanya Umar, “itu adalah tanda ajal
Rasulullah Saw . ayat itu mengisyaratkan hal itu”, kata Ibn Abbas.
Selanjutnya beliau memulai menjelelaskan, “Allah berfirman ‫إذا ﺟﺎء‬
‫( ﻧﺼﺮ اﷲ واﻟﻔﺘﺢ‬Apabila telah datang pertolongan Allah dan fathu
Makkah), itu adalah tanda ajalmu. Karena itu, ‫ﻓﺴﺒﺢ ﲝﻤﺪ رﺑﻚ واﺳﺘﻐﻔﺮﻩ إﻧﻪ‬
‫( ﻛﺎن ﺗﻮاﺑﺎ‬Sucikanlah Tuhanmu dengan memuji-Nya, sesungguhnya
Dia Maha menerima taubat). Komentar Umar “ yang aku ketahui
juga seperti itu (‫( ”)ﻣﺎ أﻋﻠﻢ ﻣﻨﻬﺎ إﻻ ﻣﺎ ﺗﻘﻮل‬Al-Dzahabi, 2000: 51)
 Riwayat darinya:
a. Jalur Shohih:
1. Jalur Muawiyah bin Saleh dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibn
Abbas.
2. Jalur Qais bin Muslim al-Kufi dari Atha’ bin al-Saib dari Said
bin Jubair dari Ibn Abbas.
3. Jalur Ibn Ishaq, penulis sejumlah sirah, dari Muhammad bin Abi
Muhammad- maula keluarga Zaid bin Tsabit- dari Ikrimah atau
Sa’id bin Jubair dari Ibn Abbas.

b. Jalur Dhaif:
1. Jalur Ismail bin Abdurrahman al-Sa’di al-Kabir, adakalanya dari
Abi Malik dan adakalanya dari Abi Saleh dari Ibn Abbas.
2. Jalur Abdul Malik bin Juraij dari Ibn Abbas.
3. Jalur al-Dhahhak ibn Muzahim al-Hilali al-Kufi dari Ibn Abbas.
4. Riwayat ‘Athiyyah al-‘Aufi dari Ibn Abbas.
5. Riwayat Muqatil bin Sulaiman al-Azdi al-Khurasani.

11
6. Jalur Muhammad bin al-Saib al-Kalbi dari Abi Saleh dari Ibn
Abbas.
 Pendustaan atas Ibn Abbas:
Imam Syafi’i berkata bahwa riwayat tafsir Ibn Abbas yang
shohih hanya sekitar seratus riwayat. Hal ini disebabkan beliau
adalah ahl-bait, disamping para Khalifah Abbasiyah adalah
keturunannya, maka hal ini dianggap sangat efektif untuk
melakukan pemalsuan.
 Salah satu kitab yang mengumpulkan kumpulan tafsir riwayat Ibn
Abbas adalah Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas karya Fayru
Zabadiy. Berdasarkan informasi yang didapatkan di salah satu
website internet, kitab tafsir ini merupakan tafsir yang lemah ( ‫أوﻫﻰ‬
‫ )اﻟﺘﻔﺎﺳﲑ‬karena diriwayatkan melalui satu jalur dan jalur ini dinilai
maudhu’ dan makdzub sebab perawinya yang bernama al-Suddi al-
Shogir termasuk perawi yang tertuduh dusta, dan ia meriyatkan dari
al-Kalbi yang juga tertuduh dusta.6

b. Abdullah bin Mas’ud


 Nama Lengkap: Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil bun Hubaib al-
Hudzali. Nasabnya sampai pada Mudhar. Nama kunyahnya
Abdurrahman al-Hudzali.
 Riwayatnya: paling memahami Kitabullah, darinyalah diketahui
muhkam mutasyabih, halal haram, kisah dan amtsal. Ia orang
keenam masuk islam. Ia pelayan Rasulullah yang menggunakan
kedua terompahnya dan berjalan di depan bersama beliau. Dari
hubungan inilah ia menjadi terdidik dan terpelajar. Karena itu para
ulama’ menganggapnya sebagai sahabat yang paling memahami
kitabullah.
 Status Intelektualnya:
Ia adalah sahabat yang paling menjaga terhadap al-Qur’an,
bahkan Rasulullah suka mendengar al-Qur’an darinya.
Para imam hadits seperti Ibn Juhair meriwayatkan darinya,
bahwa ia berkata “Demi Dzat yang tidak ada selain Dia, tidak ada
satu suratpun dari Kitabullah melainkan aku tahu dimana ia turun
dan tidak ada satu ayatpun melainkan aku tahu tentang apa ia turun.
Seandainya aku tahu ada orang yang lebih tahu tentang Kitabullah
dibanding aku yang bisa dijangkau dengan naik onta, maka aku
akan mendatanginya”.

 Riwayat darinya berdasarkan kepopuleran dan ketinggian


derajatnya:

6
Diakses dari http://waqfeya.com/book.php?bid=7074 pada tanggal 3 Desember 2017 pukul
22.44 WIB

12
1. Jalur Sulaiman al-A’masyi dari Abu Dhuha dari Masruq dari
Ibn Mas’ud.
2. Jalur Mujahid dari Abu Mu’amar dari Ibn Mas’ud.
3. Jalur al-A’masyi dari Abu Wa’il dari Ibn Mas’ud.
4. Jalur Ismail bin Abdurrahman al-Saddi al-Kabir dari Murrah al-
Hamadzani dari Ibn Mas’ud.
5. Jalur Abu Rauq dari al-Dhahhak dari Ibn Mas’ud.

c. Ali bin Abi Thalib


 Nama Lengkap: Abu al-Hasan Ali bin Abi Thalib bin Abdul
Muththalib al-Quraisyi al-Hasyimi. Sepupu Rasulullah dan suami
puteri beliau.
 Kehidupannya: ia masuk islam sejak kecil dan menyerap islam sejak
masa kanak-kanak, tumbuh besar dalam pangkuan kenabian dan
tangan kerasulan. Ia menyaksikan seluruh peperangan, kecuali
perang Tabuk, karena Rasulullah meninggalkannya di rumah. Ia
menjadi rujukan sahabat dalam banyak masalah pelik. Ibn Mas’ud
berkata bahwa yang paling mampu menyelesaikan masalah di
Madinah adalah Ali bin Abi Thalib.
 Riwayat darinya:
1. Jalur Hisyam dari Muhammad bin Sirin dari Ubaisal-Salami
dari Ali.
2. Jalur Ibn Abi al-Husain dari Abu al-Thufail dari Ali.
3. Jalur Muhammad bin Syihab al-Zuhri dari Ali zainal Abidin
dari ayahnya, al-Husain bin Ali dari Ali.

d. Ubai bin Ka’ab


 Nama Lengkap: Ubai bin Ka’ab bin Qais al-Anshari al-Khazraji.
Rasul memberi nama kunyahnya Abu al-Mundzir . Umar
memberinya kunyah Abu Thufail.
 Penulis wahyu dan orang pertama yang menulisnya untuk
Rasulullah. Setibanya di Madinah, beliau menyaksikan peristiwa
‘Aqobah dan perang Badar.
 Keutamaannya: beliau penulis wahyu, tuan para qari’, Rasulullah
Saw bersabda: yang paling ahli Qira’ah diantara kalian adalah Ubai.
Rasul membacakan al-Qur’an padanya. Beliau memerintahkan agar
sahabat belajar kepadanya.
 Riwayat darinya:
1. Jalur Abu Ja’far al-Razi dari al-Rabi’ bin Anas dari Abu al-
Aliyah dari Ubai bin Ka’ab.
2. Jalur Waki’ dari Sufyan dari Abdullah bin Muhammad bin
Uqail dari al-Thufail bin Ubai dari ayahnya, Ubai bin Ka’ab7

7
Yunus hasan Abidu, “Tafsir al-Qur’an”, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), hal.19

13
E. Madrasah al-tafsir

Madrasah tafsir dibangun di beberapa daerah karena meluasnya daerah


kekuasaan Islam. Oleh sebab itu, beberapa sahabat dikirim ke daerah untuk
mengajarkan ilmu al-Qur’an dan tafsirnya pada tabi’in, dan menerangkan
makna-makna al-Qur’an yang tersembunyi.

a. Madrasah al-Tafsir di Makkah


Dikelola oleh Abdullah bin Abbas. Dia mendudukkan sahabatnya
untuk mengajari tafsir al-Qur’an kepada tabi’in dan menjelaskan makna
yang musykil. Apa yang dikatakan tabi’in terbantu dari sahabat. Tabi’in
juga meriwayatkan apa yang mereka dengar dari sahabat kepada
generasi setelahnya.
 Diantara muridnya yang terkenal adalah:
a. Mujahid bin Jabir.
b. Sa’id bin Jubair.
c. Ikrimah.
d. ‘Atha’ bin Rabah.
e. Thawus bin Kaisan al-Yamani.
 Karakteristik madrasah al-tafsir di Makkah diantaranya:
a. Kuatnya penafsiran dengan ijtihad dan istinbath.
 Ketelitian bahasa.
 Mengungkap kemusykilan al-Qur’an.
 Tafsir ayat shifat.
 Luas daerah tafsirnya.
b. Spesialis ilmu Tafsir.
c. Kurang perhatian terhadap ilmu lainnya yang bukan ilmu Tafsir.
d. Banyak tafsir israiliyat.
b. Madrasah al-Tafsir di Kufah
Dikelola oleh Abdullah bin Mas’ud. Ia juga diberi kepercayaan oleh
Umar untuk memimpin Kufah.
 Diantara muridnya yang terkenal:
a. Al-Qamah bin Qais.
b. Masruq.
c. Al-Aswad bin Yazid.
d. Murrah al-Hamdani.
e. Amir al-Sya’bi.
f. Al-Hasan al-Bashri.
g. Qatadah al-Sadusi.
 Karakteristik madrasah al-Tafsir di Kufah diantaranya:
a. Perhatian terhadap tafsir ayat ahkam.
b. Prioritas terhadap qira’at.
c. Hati-hati dalam menafsirkan.
d. Mengutamakan penyampaian tafsir riwayat Ibn Mas’ud.
e. Sedikitnya tafsir israiliyat.
c. Madrasah al-Tafsir di Madinah.

14
Dikelola oleh Ubay bin Ka’ab. Ditambah juga sahabat yang tinggal
di Dar al-Imam turut andil dan ikut serta dalam pembelajaran tafsir ini.
 Diantara muridnya yang terkenal adalah:
a. Abu al-Aliyah.
b. Muhammad bin Ka’ab al-Quradhi.
c. Zaid bin Aslam.
 Karakteristik madrasah al-Tafsir di Madinah diantaranya:
a. Sangat berhati-hati ketika menafsirkan dan meminimalisasi
penyampaian tafsir yang jumlah sanad riwayatnya banyak.
b. Bebas dari nafsu dan fitnah.
c. Memprioritaskan qira’at.
d. Mengutamakan nasikh mansukh daripada tarjih,
jama’(kompromi) dan ijtihad. Karena metode nasikh mansukh
merupakan pendekatan tafsir bi al-riwayah, dan masyarakat
madinah adalah kaum atsariyyun.8

8
Muhammad bin Abdullah bin al-Khudhairiy, “Tafsir al-Tabi’in”, (Dar al-Wathan li al-
Nasyr), hal. 548

15
BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan
 Sahabat sebagai mufassir berada di satu tingkat setelah Nabi
Muhammad Saw, karena keutamaannya yang hidup semasa dengan
Nabi, mengetahui asbabun nuzul ayat dan saat-saat wahyu
diturunkan yang tidak diketahui oleh masa setelahnya. Apalagi Nabi
pernah mendoakan Ibn Abbas, maka dari doa ini dapat disimpulkan
bahwa sahabat dan tabi’in juga bisa menanyakan tafsir al-Qur’an
pada Ibn Abbas (sahabat). Selain itu banyak bukti lainnya mengenai
keutamaan sahabat sebagai mufassir.
 Saat menafsirkan, sahabat merujuk pada ayat lainnya (al-Qur’an),
sabda Nabi, pendapat sahabat (ijtihad sahabat) dan pendapat ahl al-
kitab.
 Sahabat yang paling banyak menafsirkan ada sepuluh orang
termasuk Khulafa’ al-Rasyidin, namun yang paling banyak
menafsirkan ada empat, yaitu Abdullah bin Abbas, Abdullah bin
Mas’ud, Ali bin Abi Thalib dan Ubai bin Ka’ab.
 Madrasah tafsir didirikan untuk menyampaikan dan mengajari tafsir
al-Qur’an pada tabi’in, madrasah tafsir di Makkah didirikan oleh
Ibn Abbas, di Madinah didirikan oleh Ubai bin Ka’ab dan di Kufah
didirikan oleh Abdullah bin Mas’ud.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abidu, Yunus Hasan. 2007. Tafsir al-Qur’an. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Al-Dzahabi, Muhammad Husain. 2000. Al-Tafsir wa al-Mufassirun. Kairo:


Maktabah Wahbah.

Al-Dzahabi, Muhammad Husain. Ilmu al-Tafsir. Dar al-Ma’arif.

Al-Khudhairiy, Muhammad bin Abdullah. Tafsir al-Tabi’in. Dar al-Wathan li al-


Nasyr.

Al-Maliki, Muhammad Alawi. Al-Qawa’id al-Asasiyah. Malang: Hai’ah al-


Shofwah.

Al-Nayl, Muhammad Abdussalam Abu. 1989. Tafsir al-Imam Mujahid bin Jabr.
Madinah: Dar al-Fikr al-Islamiy al-Haditsah.

Sholih, Abdul Qadir Muhammad. 2003 Al-Tafsir wa al-Mufassirun fi al-Ashr al-


hadits. Beirut: Dar al-Ma’rifah.

http://waqfeya.com/book.php?bid=7074 diakses pada tanggal 3 Desember 2017


pukul 22.44 WIB

17

Anda mungkin juga menyukai