Anda di halaman 1dari 9

A.

Corak penafsiran masa Nabi dan Sahabat


1. Corak penafsiran Nabi
a) Tafsir Rasulullah Saw termasuk bagian dari hadits Nabi.
Hal yang sedemikian ini karena tafsir merupakan keterangan yang berasal
dari beliau, dan semua yang dikaitkan atau disandarkan kepadanya disebut
sunnah atau hadits.
b) Tafsir Rasulullah Sebagian besar dari jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan para sahabat atau yang lain kepadanya.
c) Tafsir Rasulullah cenderung hanya menjelaskan makna dari kosakata yang
ditanyakan, dan bukan merupakan uraian mendalam tentang suatu masalah
d) Tafsir Rasulullah bersifat global atau ijmali yang tidak cenderung
menguraikan maksud kandungan suatu ayat secara rinci.
e) Tafsir Rasulullah tidak mencakup seluruh ayat alquran,karena tafsir ini
hanya dikemukakan dalam rangka menjawab pertanyaan dari para sahabat.
f) Tafsir Rasulullah tidak dibukukan sebagaimana kitab tafsir yang
ditemukan sekarang.
g) Tafsir Rasulullah Saw memiliki tingkat kebenaran yang mutlak.
h) Tafsir Rasulullah Saw tidak memunculkan perbedaan pendapat.
i) Tafsir Rasulullah Saw jarang ditujukan untuk penetapan hukum, karena
Ketika itu semua hukum telah dapat dipahami dari kandungan ayat atau
penjelasan Rasulullah sendiri.1
2. Corak penafsiran Sahabat
a) Penafsiran sahabat bersifat universal (ijmali) dan belum merupakan tafsir
utuh. Artinya al-Qur’an tidak ditafsirkan semua, hanya ayat-ayat tertentu
yang dianggap sulit pengertiannya yang diberi tafsiran.
b) Penafsiran pada saat itu masih sedikit terjadi perbedaan dalam memahami
al-Qur’an, sebab kebanyakan masih menggunakan riwayat dari Nabi dan
problem yang dihadapi umat pada waktu itu tidak serumit sekarang.
c) Membatasi penafsiran dengan dengan penjelasan berdasar makna bahasa
yang primer dan belum muncul corak.
d) Belum ada pembukuan tafsir. Pembukuan tafsir baru muncul pada setelah
abad ke 11 H. Meskipun sudah ada shahifah yang berisi tafsir, tapi oleh
para mufassir muta’akhirin dianggap sebagai bentuk catatan belaka.
e) Penafsiran saat itu masih merupakan bentuk pengembangan dari hadits.2

A. Metode penafsiran pada masa Nabi dan Sahabat

1
https://media.neliti.com

2
https://ejournal.iainkendari.ac.id
Metodologi penafsiran ialah ilmu yang membahas tentang cara yang teratur dan terpikit baik
untuk mendapatkan pemahaman yang benar dari ayat-ayat alquran sesuai kemampuan
manusia. Dan jika ditelusuri perkembangan tafsir alquran sejak dulu sampai sekarang, maka
akan ditemukan bahwa dalam dalam garis besarnya penafsiran alquran ini dilakukan dalam
empat cara (metode), sebagaimana pandangan al-Farmawi, yaitu; ijmali (global), tahlily
(analistis), muqaran (perbandingan), dan maudhu’I (tematik).3
1) Metode penafsiran Rasulullah
Dalam menafsirkan ayat-ayat alquran, Rasulullah saw tentu menggunakan sumber-sumber
dan metode-metode tertentu. Sumber penafsiran yang dipergunakan Rasulullah saw ada dua
macam, yaitu sumber dari Allah dan dari dirinya. Yang dimaksud dengan sumber dari dari
Allah adalh penggunaan ayat alquran sebagai sumber untuk menafsirkan ayat alquran yang
lain. Sedang yang dimaksud dengansumber dari dirinya sendiri adalah bahwa dalam
menjelaskan kandungan ayat alquran, Rasulullah menggunakan bahasanya sendiri, walaupun
maknanya diyakini berasal dari Allah jua. Hal ini memunculkan metode penafsiran al-quran
dengan alquran dan metode penafsiran alquran dengan sunnah Rasulullah.4
Sebagai contoh dari keduanya adalah:
a) Sumber tafsir yang berasal dari alquran (tafsir Rasulullah tentang makna suatu ayat
dengan ayat lain), diantaranya adalah keterangannya tentang arti dzulm yang terdapat
pada surah al-an’am ayat 82, yaitu;

َ‫الَّ ِذينَ آ َمنُوا َولَ ْم يَ ْلبِسُوا ِإي َمانَهُ ْم بِظُ ْل ٍم ُأو ٰلَِئكَ لَهُ ُم اَأْل ْمنُ َوهُ ْم ُم ْهتَ ُدون‬
Artinya: Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu
adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Ketika ayat ini turun, para sahabat langsung bertanya kepada Rasulullah saw. “Ya
Rasulullah, siapa diantara kami yang tidak berbuat aniaya (dzulm) pada diri
sendiri?”kemudian Rasulullah Saw menjawab.”Sesungguhnya dzulm (pada ayat) ini
bukan seperti yang kalian maksudkan. Apakah kalian tidak mendengar (mengetahui)
apa yang dikatakan seorang hamba yang shaleh (Lukman), yaitu;

‫ك لَظُ ْل ٌم َع ِظي ٌم‬


َ ْ‫ِإ َّن ال ِّشر‬

“sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".


(Qs. Lukman; 13)
Sesungguhnya yang dimaksud dengan dzulm pada ayat itu adalah syirik”. Demikian
keterangan Rasulullah Saw tentang dzulm yang ditafsirkan dengan syirik. Hadits ini
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam al-Bukhari dan Imam Muslim.
b) Sumber tafsir Rasulullah yang berasal dari sunnah, atau tafsirnya tentang makna ayat
alquran dengan hadits atau perkataan yang dikemukakannya. Diantaranya adalah

3
Mengenal metode penafsiran alquran” hadiyasin.fai@uia.ac.ia
4
Mengenal tafsir Rasulullah” hamdani.anwar@uinjkt.ac.id
seperti Riwayat yang berasal dari salah seorang Sahabat yang bernama ‘Uqbah bin
‘Amr yang berkata; “saya mendengar Rasulullah Saw, Ketika beliau berada diatas
mimbar, besabda:

َّ ‫ أال‬. ‫ يقول َوَأ ِع ُّدوا لَهُ ْم َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم ِم ْن قُ َّو ٍة‬، ‫المنبر‬
‫إن القوةَ الرم ُي‬ ِ ‫ وهو على‬، ‫رسول هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّ َم‬
َ {ُ
‫سمعت‬

“ Rasulullah Saw bersabda;”Dan persiapkanlah bagi mereka sesuai dengan


kemampuan kamu sekalian suatu kekuatan. Sesungguhnya kekuatan yang dimaksud
adalah panah.” (HR. Muslim dan lainnya).
Dengan hadits ini, Rasulullah Saw menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan al-
quwwah pada surat al anfal ayat 6 adalah panah.5
2) Metode penafsiran Sahabat Nabi

Dilihat dari segi sumber-sumber tafsir tersebut, bentuk tafsir para sahabat pada umumnya
adalah al-Ma’sur, yaitu penafsiran yang lebih banyak didasarkan atas sumber yag
diriwayatkan atau diterima dari Nabi dari pada pemikiran (al-ra’yu). Dilihat dari segi metode
penafsiran, ternyata para sahabat memakai metode tafsir ijmali (gobal), yaitu menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an secara singkat dan ringkas, hanya sekedar memberi penjelasan muradif
(sinonim) kata-kata yang sukar dengan sedikit keterangan. Dengan demikian, ayat yang
masih bersifat global/mujmal pada suatu masalah mereka memberikan penjelasannya secara
rinci pada ayat yang lain. Biasa disebut dengan tafsir al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an.
Begitu pula ayat-ayat yang bersifat mutlak atau masih umum, terdapat pada tempat lain ayat
yang menjadi qayid atau yang mengkhususkannya.Corak penafsiran dengan pendekatan
Qur’ani seperti ini contohnya pada QS.Al-Maidah :1.

ْ َّ‫ُأ ِحل‬
‫ت لَ ُك ْم بَ ِهي َمةُ اَأْل ْن َع ِام ِإاَّل َما يُ ْتلَ ٰى َعلَ ْي ُك ْم‬

“Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu.”


Kalimat ‫ يُ ْتلَ ٰى َعلَ ْي ُك ْم‬pada ayat tersebut ditafsirkan oleh ayat lain dalam
QS.al-Maidah /5: 3 :
‫ير َو َما ُأ ِه َّل لِ َغي ِْر هَّللا ِ بِ ِه‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِز‬
ْ ‫ُح ِّر َم‬

“(Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi(daging hewan yang


disembelih atas nama selain Allah).”
Demikian halnya, sistematika penafsiran para sahabat amat sederhana, uraian tafsirnya
monoton, seperti urutan ayat-ayat didalam mushaf, tidak ada judul atau sub judul dan
sebagainya. Ruang lingkup penafsirannya bersifat horizontal, artinya penafsiran yang
diberikan melebar dan global, tidak mendalam dan merinci suatu kasus atau peristiwa, dan

5
Mengenal tafsir Rasulullah” hamdani.anwar@uinjkt.ac.id
belum difokuskan pada sesuatu bidang pembahasan tertentu atau boleh disebut tafsiran
mereka bercorak umum.
Adapula kebiasaan para sahabat setiap kali membaca al-Qur’an kurang lebih sepuluh
ayat, mereka tidak melanjutkan bacaan lebih dahulu, kecuali setelah mereka memahami
dengan tepat makna-makna ayat yang telah mereka baca, baik yang berkaitan dengan iman,
ilmu maupun amal.
Sahabat Nabi juga mendiskusikan suatu ayat untuk mengkaji kandungan maknanya
yang sangat dalam. Seperti diriwayatkan oleh al-Bukhari melalui sanad Ubaid bin Amir, ia
berkata Pada suatu hari Umar bin Khattab bertanya kepada sahabat-sahabat Nabi tentang hal
apa, menurut pendapat kalian ayat berikut ini diturunkan
ُ ٌ‫صابَهُ ْال ِكبَ ُر َولَهُ ُذ ِّريَّة‬
‫ض َعفَا ُء‬ َ ‫ت َوَأ‬ ِ ‫ب تَجْ ِري ِم ْن تَحْ تِهَا اَأْل ْنهَا ُر لَهُ فِيهَا ِم ْن ُك ِّل الثَّ َم َرا‬
ٍ ‫َأيَ َو ُّد َأ َح ُد ُك ْم َأ ْن تَ ُكونَ لَهُ َجنَّةٌ ِم ْن ن َِخي ٍل َوَأ ْعنَا‬
َ‫ت لَ َعلَّ ُك ْم تَتَفَ َّكرُون‬ َ ِ‫ت ۗ َك ٰ َذل‬
ِ ‫ك يُبَيِّنُ هَّللا ُ لَ ُك ُم اآْل يَا‬ {ْ َ‫صا ٌر فِي ِه نَا ٌر فَاحْ ت ََرق‬
َ ‫صابَهَا ِإ ْع‬ َ ‫فََأ‬

“Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam
buah-buahan, Kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan
yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu
terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu
memikirkannya.” (al- Baqarah ayat 266)
Sahabat menjawab Allah swt lebih mengetaui maksud ayat itu, maka Umar marah, dan
meminta sahabat untuk mengatakan tahu atau tidak tentang hal tersebut. lalu Ibnu Abbas
berkata : Aku mempunyai pendapat wahai Amirul Mukminin. Bahwasanya ayat itu
mengemukakan suatu pribahasa tentang amal perbuatan. Umar bertanya amal apa ? Ibnu
Abbas menjawab “ sungguh seorang laki-laki berlaku taat kepada Allah, lalu ia dipermainkan
syaitan, sehingga ia melakukan kemaksiatan dan amal-amalnya menjadi tenggelam.23 Itulah
sosok Ibnu Abbas, cendekiawan yang mahir dan masyhur dalam disiplin keilmuan tafsir al-
Qur’an dari kalangan sahabat, dan wajar saja jika ia berada dalam barisan para pembesar
sahabat .
Menurut Abd Muin Salim, dalam praktek penafsiran al-Qur’an pada masa sahabat sudah
menggunakan berbagai teknik interpretasi, diantaranya adalah :
1. Teknik Interpretasi Tekstual Yakni penafsiran dilakukan dengan menggunakan teks-
teks al-Qur’an atau dengan riwayat dari Nabi Muhammad SAW berupa perbuatan,
perkataan atau pengakuan. Contohnya ketika Ibnu Abbas menafsirkan
QS.al-Fāthir/35:2 dengan QS.ali-Imran /3:128.
2. Teknik Interpretasi Linguistik Yakni penafsiran dengan menggunakan pengertian-
pengertian dan kaidah-kaidah bahasa, data yang berupa kosa kata dianalisis
berdasarkan makna etimologis, morfologis, dan leksikal. Contoh ketika Rasululah
memahami adanya hak pilih dalam QS.al-Taubah/9:80 berdasarkan adanya kata au
dalam ayat itu. Sedangkan Umar bin Khattab memahami adanya larangan
menyembahyangi orang-orang munafiq.
3. Teknik Interpretasi Sosio Historis Yaitu penafsiran yang dilakukan dengan
menggunakan data sejarah berkenaan dengan kehidupan masyarakat Arab semasa al-
Qur’an diturunkan. Termasuk di sini riwayat yang berkenaan dengan sebab turunnya
al-Qur’an. Contohnya ketika Abu Ayyub al-Anshari mengoreksi pemahaman umat
Islam terhadap kata al-Tahlukat ’kebinasaan’ (sebagaimana telah dijelaskan
terdahulu ) dalam QS.al-Baqarah/2:195 dengan mengemukakan sebab turunnya ayat
tersebut.
4. Teknik Interpretasi Teleologis Yaitu penafsiran dengan dengan menggunakan kaidah-
kaidah fiqh yang pada hakikatnya merupakan perumusan hikmah yang terkandung
dalam aturanaturan agama. Interpretasi seperti ini ditemukan dalam tafsir Sahabat,
seperti yang diriwayatkan tafsir Aisyah terhadap kata khair dalam
QS.alBaqarah/2:180 yang berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.Menurut
riwayat tesebut seorang sahabat hendak berwasiat karena meninggalkan harta yang
banyak. Tetapi karena ahli warisnya juga banyak, maka harta tersebut tidak
mencukupi untuk berwasiat.
5. Teknik Interpretasi Kultural Yakni penggunaan pengetahuan yang mapan untuk
memahami kandungan alQur’an, dengan mengacu pada pandangan bahwa
pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman dan penalaran yang benar dan
tidak bertentangan dengan kandungan al-Qur’an. Contohnya kasus Amr bin Ash
mengimami pasukannya dalam keadaan junub dan hanya bertayammum. Ia
memahami mandi junub dalam cuaca amat dingin berarti bunuh diri dan ini dilarang,
sebagaimana dalam QS.al-Nisa/4:29.Tafsir ini ditaqrirkan oleh Rasulullah.
6. Teknik Interpretasi Logis. Yang dimaksud teknik ini adalah penggunaan prinsip-
prinsip logika dalam usaha mendapatkan kandungan sebuah preposisi Qur’ani.
Contohnya penafsiran Ibnu Abbas terhadap QS.al-Nasr 110/1 sebagai isyarat akan
ajal Rasulullah SAW. Demikianlah pergulatan pemikiran tafsir pada masa sahabat
yang masih diwarnai corak penafsiran tafsir bi al-Ma’tsur. Namun demikian, cukup
menarik untuk diamati bahwa peran akal juga cukup memiliki tempat yang layak pada
penafsiran mereka dengan menggunakan ijtihad dan menggali maknanya yang
mendalam. Fenomena tersebut sesungguhnya memberikan tempat yang sangat lapang
terhadap ijtihad dan pergulatan persoalan dizamannya.
6

B. Perbedaan corak dan metode pada masa Nabi dan Sahabat


a. Perbedaan corak masa Nabi dan Sahabat
6
Jurnal Rihlah Vol. V No. 2/2016
 Tafsir Rasulullah Saw termasuk bagian dari hadits Nabi.
Hal yang sedemikian ini karena tafsir merupakan keterangan yang
berasal dari beliau, dan semua yang dikaitkan atau disandarkan
kepadanya disebut sunnah atau hadits. Sedangkan corak tafsir sahabat;
Penafsiran pada saat itu masih sedikit terjadi perbedaan dalam
memahami al-Qur’an, sebab kebanyakan masih menggunakan riwayat
dari Nabi dan problem yang dihadapi umat pada waktu itu tidak
serumit sekarang.
 Tafsir Rasulullah Sebagian besar dari jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan para sahabat atau yang lain kepadanya. Sedangkan Sahabat;
Penafsiran saat itu masih merupakan bentuk pengembangan dari
hadits.

b. Perbedaan metode masa Nabi dan Sahabat


Untuk perbedaan metode yang digunakan sebenarnya dapat kita perhatikan;
bahwa pada masa Nabi adalah;
 Bil wahyi (wahyu). Yang dimana hal ini adalah penarikan kesimpulan
dari apa yang diterangkan Rasulullah Ketika hendak menjawab
pertanyaan dari para sahabat dan orang lain, dimana beliau menunggu
terlebih dahulu wahyu dari Allah Swt.
 Sedangkan para Sahabat menggunakan metode ijmali (global). yaitu
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an secara singkat dan ringkas, hanya
sekedar memberi penjelasan muradif (sinonim) kata-kata yang sukar
dengan sedikit keterangan. Dengan demikian, ayat yang masih bersifat
global/mujmal pada suatu masalah mereka memberikan penjelasannya
secara rinci pada ayat yang lain.
 bentuk tafsir para sahabat pada umumnya adalah al-Ma’sur, yaitu
penafsiran yang lebih banyak didasarkan atas sumber yag diriwayatkan
atau diterima dari Nabi dari pada pemikiran (al-ra’yu).

C. Perkembangan ilmu tafsir dari masa nabi ke sahabat


Perkembangan tafsir pada periode ini sering disebut perkembangan tafsir pada era
klasik, yaitu pada zaman Nabi Saw dan sahabatnya. Pada periode ini termasuk dalam
periode mutaqaddimin atau pada era awal pertumbuhan Islam. Ciri utama penafsiran
pada masa ini adalah:
 Para penafsir adalah orang-orang yang menjadi saksi hiduppada masa
pewahyuan Nabi Muhammad Saw.
 Penafsiran umumnya disampaikan melalui lisan (oral tradition) kecuali pada
masa akhir periode ini yang telah menggunakan catatan-catatan sederhana.
 Selain Riwayat, penafsiran disandarkan pada Bahasa dan budaya Arab yang
masih digunakan dan disaksikan pada zamannya.7

7
https://www.academia.edu
1. Tafsir masa Nabi
Bisa dikatakan bahwa tafsir pertama kali ada mulai sejak ayat-ayat al-quran itu
mulai diturunkan. Dalam praktiknya, Ketika Raulullah menerima wahyu
berupa ayat al-quran, kemudian Raulullah menyampaikan wahyu tersebut
kepada sahabat dan menjelaskannya berdasarkan apa yang beliau terima dari
Allah Swt. Sebagaimana Riwayat dari Siti Aisyah radiallahu anha yang
mengatakan bahwa Rasulullah tidak menafsirkan ayat-ayat al-quran kecuali
beberapa ayat yang telah diajarkan oleh Jibril Alayhi Wasallam.
Menurut al-Suyuti, pada masanya, Nabi merupakan penafsir tunggal dari al-
quran yang memiliki otoritas spiritual, intelektual, dan sosial.
Selain itu, dalam menafsirkan al-quran, Nabi juga menggunakan Bahasa yang
tidak panjang lebar, beliau hanya menjelaskan hal-hal yang masih samar dan
global, memerinci sesuatu yang masih umum, dan menjelaskan lafadz dan hal-
hal yang berkaitandengannya.
2. Tafsir masa Sahabat
Tafsir pada masa ini muncul setelah Rasulullah Saw wafat. Sebelumnya pada
waktu Nabi Saw masih hidup, taka da seorangpun dari sahabat yang berani
menafsirkan al-quran, hal ini karena Nabi masih berada ditengah-tengah
mereka, sehingga Ketika ditemukan suatu permasalahan, para sahabat cukup
menanyakannya kepada Nabi dan permasalahan tersebut akan selesai.8
Menurut al-Sayuti sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad al-Syirbashi bahwa
terkadang kita menghadapi tafsir seorang sahabat Nabi yang dikemukakan
dalam susunan kalimat yang sedikit lain sehingga sulit untuk dipahami
seseorang akan maksudnya atau bahkan dianggap bukan yang dimaksud oleh
ayat tsb, walaupun sebenarnya tidaklah demikian. Namun perlu diingat bahwa
tiap keterangan sahabat Nabi adalah makna dari suatu ayat yang dipandang
sebagai penjelasan paling terang, atau bisa dianggap yang paling memenuhi
kebutuhan si penanya. Diantara para sahabat Nabi ada yang menjelaskan
pengertian makna menurut bahasa, tapi ada pula yang menyampaikannya
dalam bentuk kesimpulan terhadap maksud dari suatu ayat. Tapi perlu diingat
bahwa semua keterangan yang diberikan oleh sahabat Nabi itu pada
hakekatnya kembali kepada makna yang satu dan sama . Jika terdapat dua
macam penafsiran yang tidak mungkin dapat disatukan, padahal keduanya
sama kuatnya, maka ambil penafsiran yang kemudian.dan jika tidak sama
kuatnya, maka tentunya pilihan jatuh kepada yang kuat dan yang benar .9

8
https://www.academia.edu
9
https://journal.uin-alauddin.ac.id
KESIMPULAN

1. bahwa secara kongrit dapat dikatakan bahwa tafsir al-Qur’an pada masa Rasulullah
Salla Allah ‘Alayhi wa Sallam dan pada awal pertumbuhan Islam sifatnya pendek-
pendek dan ringkas. Hal ini dikarenakan penguasaan bahasa Arab yang murni pada saat
itu cukup untuk memahami gaya bahasa al-Qur’an (Ushlub Kalam Al-Qur’an).
2. Dalam penyampaiannya, tidak semua ayat dalam Al Qur’an dijelaskan oleh Nabi
Ṣallallah Alayhi wa Sallam. Beliau hanya menjelaskan ayat-ayat yang makna dan
maksudnya tidak diketahui oleh para sahabat. Begitupun dengan ayat-ayat yang
menerangkan tentang hal-hal gaib seperti terjadinya hari kiamat dan hakikat ruh, semua
itu juga tidak dijelaskan dan ditafsiri oleh Rasulullah Ṣallallah Alayhi wa Sallam.
3. Selain itu, dalam menafsirkan al-Qur’an, Nabi juga menggunakan bahasa yang tidak
panjang lebar, beliau hanya menjelaskan hal-hal yang masih samar dan global,
memerinci sesuatu yang masih umum, dan menjelaskan lafadz dan hal-hal yang
berkaitan dengannya.
4. Dilihat dari segi sumber-sumber tafsir tersebut, bentuk tafsir para sahabat pada
umumnya adalah al-Ma’sur, yaitu penafsiran yang lebih banyak didasarkan atas sumber
yag diriwayatkan atau diterima dari Nabi dari pada pemikiran (al-ra’yu). Dilihat dari
segi metode penafsiran, ternyata para sahabat memakai metode tafsir ijmali (gobal),
yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an secara singkat dan ringkas, hanya sekedar
memberi penjelasan muradif (sinonim) kata-kata yang sukar dengan sedikit keterangan.
Dengan demikian, ayat yang masih bersifat global/mujmal pada suatu masalah mereka
memberikan penjelasannya secara rinci pada ayat yang lain. Biasa disebut dengan tafsir
al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an.
5. Tafsir pada masa ini muncul setelah Rasulullah Saw wafat. Sebelumnya pada waktu
Nabi Saw masih hidup, taka da seorangpun dari sahabat yang berani menafsirkan al-
quran, hal ini karena Nabi masih berada ditengah-tengah mereka, sehingga Ketika
ditemukan suatu permasalahan, para sahabat cukup menanyakannya kepada Nabi dan
permasalahan tersebut akan selesai.

DAFTAR PUSTAKA

https://media.neliti.com-anwar-mengenal tafsir Rasulullah


https://ejournal.iainkendari.ac.id- tafsir alquran pada masa Nabi Muhammad Saw hingga Masa kodifikasi

Mengenal metode penafsiran alquran” hadiyasin.fai@uia.ac.ia

Jurnal Rihlah Vol. V No. 2/2016

https://www.academia.edu

https://www.academia.edu

https://journal.uin-alauddin.ac.id

Anda mungkin juga menyukai