Anda di halaman 1dari 8

Marah al-Labid

Syekh Nawawi al-Bantani


Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pemikir Tafsir Indonesia

Dosen Pengampu:
Lukman Hakim MA

Disusun Oleh:

M Hammam alhaq

M Chomarudin Fitroni

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIST FAKULTAS USHULUDIN

PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN JAKARTA

Jl. Batan I No.2 Lebak Bulus Cilandak Jakarta Selatan


BAB I

Pendahuluan

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami nikmat dan karunia,
sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang singkat ini, namun kami berharap
memiliki manfaat yang besar bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya dalam
rangka pembelajaran. Sholawat dan salam semoga terlimpah curah kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW.

Pada kesempatan kali ini kami akan memaparkan profil pengarang dan gambaran
serta karakteristik dari Kitab Tafsir Marah al-Labid karya mufasir Indonesia asal Banten,
yaitu Syekh Nawawi al-Bantani.

Semoga ilmu yang diperoleh dari makalah ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Penyusun

Jakarta
BAB II

Pembahasan

A. Biografi Syekh Nawawi al-Bantani

Beliau bernama lengkap Abu Abd al-Mu’ti Muhammad ibn Umar al- Tanara al-
Jawi al-Bantani. Lebih dikenal dengan Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani, beliau
lahir di Banten dan tergolong sebagai Ulama’ Jawi atau Ulama’ yang berbangsa Melayu.1
Beliau lahir di desa Tanara, kecamatan Tirtayasa, Banten, tepatnya pada tahun 1230 H
atau 1814 M. Desa Tanara terletak kira-kira 30 km di sebelah utara kota Serang. Tidak
disebutkan mengenai tanggal kelahiran Syaikh Nawawi dilahirkan.

Ayahnya bernama Kiai Umar. Dari silsilahnya, Syekh Nawawi merupakan


keturunan kesultanan ke-12 dari Maulana Syarif Hidayatullah, yaitu keturunan dari putra
Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I). Nasabnya bersambung dengan Nabi Muhammad
melalui Imam Ja’far As- Shodiq, Imam Muhammad al Baqir, Imam Ali Zainal Abidin,
Sayyidina Husain, Fatimah Azzahra.2 Syaikh Nawawi al-Jawi adalah seorang yang anti
penjajah. Semangatnya mendalami agama ia cita-citakan untuk membantu perlawanan
rakyat terhadap penjajah . Syaikh Nawawi hidup di masa ketika semangat pembaharuan
Islam bergema di kawasan Timur Tengah, terutama Mesir. Ia hidup sezaman dengan
tokoh garda depan gerakan al-Wihdah al-Islamiyah yang diusung oleh Jamaluddin al-
Afghani, Muhammad Abduh.

Syekh Nawawi kecil mendapat pendidikan langsung dari ayahnya K.H. Umar.
Selanjutnya beliau berguru kepada Kiai Sahal kemulian beliau berguru kepada Kiai
Yusuf di Purwakarta, hingga mencapai usia 15 tahun. Beliau banyak belajar tentang ilmu
alat, seperti Bahasa Arab, ilmu Nahwu dan Sharafnya. Pada usia 15 tahun, beliau pergi
ke Mekkah menunaikan ibadah haji. Di sana Sykeh nawawi memanfaatkannya untuk
belajar ilmu kalam, bahasa dan sastra Arab, ilmu hadis, tafsir dan terutama ilmu fiqh.
Setelah tiga tahun belajar di Mekkah ia kembali ke daerahnya tahun 1833. Namun hanya
beberapa tahun kemudian ia memutuskan berangkat lagi ke Mekkah untuk mukim dan
menetap di sana.

Diantara guru-gurunya Di Mekkah adalah Syaikh Khatib Sambas, Syaikh Abdul


Gani Duma, Sayid Ahmad Dimyati, Ahmad Zaini Dahlan. Sedang di Madinah, ia belajar
pada Muhammad Khatib al-Hanbali. Kemudian ia melanjutkan pelajarannya pada ulama-
ulama besar di Mesir dan Syam. Kemudian pada tahun 1860 Syaikh Nawawi mulai
mengajar di lingkungan Masjid al-Haram. Syaikh Nawawi bahkan termasuk dalam
1
H. M. Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama’ Nusantara: Riwayat Hidup, Karya dan sejarah perjuangan 157 Ulama’
Nusantara, (Jakarta: Gelegar Media Indonesia,tt), h. 653.
2
Abdurrahman Mas’ud, Dari haramain ke nusantara, Jejak keintelektalan arsitek pesantren, (Jakarta: Kencana, 2006), h.
110-112
kategori salah satu ulama besar di abad ke 14 H. Karena kemasyhurannya ia mendapat
gelar: A ‘yan ‘Ulama’ al-Qarn aI-Ra M’ ‘Asyar Li al-Hijrah,. AI-Imam al-Mulaqqiq wa
al-Fahhamah al-Mudaqqiq, dan Sayyid ‘Ulama al-Hijaz.3

KH Abdurrahman Wahid mengatakan bahwa Syekh Nawawi telah menulis lebih


dari 100 buah kitab besar maupun kecil. Beliau merupakan salah satu ulama besar
Nusantara yang kitabnya telah menjadi rujukan bagi instansi-instansi ternama dunia,
seperti Universitas al-Azhar dan pesantren di Nusantara. Di antara buku yang ditulisnya
dan mu’tabar : Tafsir Marah labid, Atsimar al-Yaniah fi Ar-Riyadah al-Badiah, Nurazh
Sullam, al-Futuhat al-Madaniyah, Tanqih Al-Qoul, Fath Majid, Sullam Munajah,
Nihayah Zein, Salalim Al-Fudhala, Bidayah Al-Hidayah, Al-Ibriz Al-Daani, Bugyah Al-
Awwam, Futuhus Samad, dan al-Aqdhu Tsamin.

Salah satu karya Syekh Nawawi yang sangat dikagumi oleh ulama di Mekkah dan
Mesir adalah Tafsir al-Munir li Ma’alim at-Tanzil, atau dalam judul lain, Marah labid
Tafsir an-Nawawi. Syekh Nawawi telah menulis, paling tidak, tentang 9 bidang ilmu
pengetahuan : tafsir, ushul ad-din, ilmu tauhid, tasawuf, kehidupan Nabi, tata bahasa
arab, hadits, akhlak.4

B. Karekteristik Tafsir Marah al-Labid

Marah labid Tafsir an-Nawawi memiliki halaman sebanyak 985 lembar, terdiri
dari 2 jilid dan diselesaikan pada tahun 1889 ( rabiul akhir 1305 H), Syekh Nawawi
mewakili non arab yang menulis karya tafsirnya dengan bahasa arab yang indah.
Nawawi menampilkan a New classical tradisi tafsir, sebuah tafsir yang tetap
mempertimbangkan karya-karya ulama abad pertengahan. Namun, pada saat yang sama
menunjukkan kondisi-kondisi kekinian. Nawawi dipengaruhi oleh pemikiran ulama’
sunni abad pertengahan, seperti karya-karya ibnu Katsir, Jalaludin ad-din Mahalli,
Jalaluddin as-Suyuti, dan yang sejenisnya. Syekh Nawawi lebih bersandar pada hadits,
pendapat para sahabat, dan ulama salaf terpercaya.

Kekhasan karya Syekh Nawawi terletak pada perhatian khususnya pada nilai
pentingnya pengetahuan. Sebagai contoh dalam menafsirkan induk al-Qur’an ( surah al-
fatihah) dia menjelaskan dalam surat ini memuat paling tidak empat bidang ilmu
pengetahuan. Pertama, tauhid, keesaan Tuhan atau teologi. Sifat-sifat ketuhanan tercakup
dalam frase alhamdu li Allah rabbi al-‘alamin, ar-rahman ar-rahim. Dan tugas-tugas
Nabi di dalam alladzina an’amta ‘alaihim. Hari pembalasan diartikulasikan dalam yaum
ad-din. Kedua, hukum islam dengan ibadah sebagai bagian terpenting. Pada dasarnya,
hukum islam terdiri atas aturan-aturan materiil maupun fisik yang berkaitan dengan
maslah kehidupan. Muamalah, kehidupan sosial, dan pernikahan. Semua termuat dalam
makna shiratal mustaqim. Ketiga, kesempurnaan ilmu yang sejalan dengan moralitas
islam. Ini termasuk istiqamah di jalan yang lurus. Sebagaimana yang ditunjukkan dalam
iyyaka nasta’in. Keempat, sejarah atau kisah pada masa lampau. Kemuliaan yang perlu
diteladani berasal dari para nabi, dan sebaliknya bagaimana orang-orang yang merugi

3
Samsul Munir Amin, Sayyid Ulama Hijaz; Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani. (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, LKiS,
2009),cet. 1, h. 11
4
Abdurrahman Mas’ud, Dari haramain ke nusantara, Jejak keintelektalan arsitek pesantren, (Jakarta: Kencana, 2006), h.
113
karena mereka tidak beriman, sebagaiman termuat dalam alladzina an’amta ‘alaihim,
dan berikutnya dalam ghair al-maghdhubi ‘alaihimwa la adh-dhalin.5

Marah labid, terdiri dari dua jilid, pertama kali diterbitkan pada tahun 1887, tafsir
ini lebih dikenal dalam masyarakat dengan nama Tafsir Munir. Penamaan al-Munir
sendiri diberikan oleh pihak penerbit. Sedangkan nama yang diberikan oleh imam
Nawawi adalah Marah Labid. Arti dari Marah Labid secara kebahasaan adalah “
terminal burung” atau dengan istilah lain “ tempat peristirahatan yang nyaman bagi
orang-orang yang datang dan pergi”.

Adapun Karakteristik dari tafsir al-Munir atau Marah labid diantaranya:

1. Penafsiran dimulai dari halaman ke dua sedangkan halaman pertama dimulai


dengan pembukaan.
2. Terdapat penjelasan di bagian akhir tentang penafsiran pada jilid 1 dan jilid 2.
3. Page ayat berada di dalam kurung.
4. Huruf-huruf muqoto’ah tidak ditafsirkan, namun ada yang ditafsirkan
menggunkan kata ‫ ليق‬yang nilainya dikategorikan lemah.
5. Sering menggunakan kata (‫ )أي‬sebelum penafsiran. Tetapi ada juga yang tidak.
6. Diawali dengan penyebutan nama surat, periode Makiyyah dan Madaniyyah.
7. Terdapat penyebutan tentang jumlah ayat, jumlah huruf dan jumlah kalimat.
8. Terdapat penjelsan tentag asbabun nuzul, qiraat, dan penjelasan nahwu dan
sharaf.6

C. Sistematika Penulisan Tafsir Marah Labid

Dalam tafsir Marah labid Syekh Nawawi menampakan konsisitensi kehati-hatiannya.


Yaitu dalam penulisan tafsir tersebut Syekh Nawawi tidak mengedepankan ide-idenya
saja, namun mengikuti dan mengutip kitab-kitab tafsir yang mu’tabarah (sudah diakui)
yang telah ditulis ulama sebelumnya. Salah satu karya yang dijadikan rujukan adalah
Mafatih al-Ghaib karya Imam Fakhr al-Din al-Razi.

Syekh Nawawi mengatakan bahwa sebelum menulis tafsir ini, ia ragu


melakukannya. Ia berfikir lama karena khawatir termasuk ke dalam orang yang
sebagaimana dinyatakan oleh nabi muhammad SAW. “ Barang Siapa berkata tentang al-
qur’an dengan pikiran walaupun benar tetap dinyatakan salah.” “ barang siapa berkata
tentang al-qur’an dengan pikirannya, sama dengan mempersiapkan dirinya untuk
mendapatkan tempat di dalam neraka.”. Pada jilid pertama Marah labid ini di mulai dari
surah al-Fatihah sampai dengan surah al-Kahfi dan jilid dua di mulai surah Maryam
sampai surah an-Nas. Adapun sistematika Penulisan Tafsir ini, mengikuti sistematika
sesuai dengan urutan-urutan dalam mushaf. Yakni, dimulai dari awal surat, al-Fatihah
terus berurutan hingga an-Nas (Tahlili).

5
Abdurrahman Mas’ud, Dari haramain ke nusantara, Jejak keintelektalan arsitek pesantren, (Jakarta: Kencana, 2006), h.
132
6
Ahmad Muttaqin, Karekteristik Tafsir Marah al- Labid Karya Syaikh Nawawi al-Bantani, ( Al-Dzikra, 2014), vol.8, hal.70
Tafsir ini memiliki dua nama, pertama al-Munir dan kedua al-Tafsir Marah labid.
Dua kalimat pertama diperkirakan diberikan oleh pihak penerbit. Sedangkan di baris
terakhir berasal dari Syekh Nawawi langsung. Asumsi ini didasari oleh pengakuan Imam
Nawawi di pendahuluan tafsirnya bahwa kitab tafsir yang ditulisnya ini sengaja dinamai
dengan Marah Labid Likasyafi Ma’na Qur’an Majid. Sedangkan nama tafsir al-Munir
tidak disinggung sedikitpun di pendahuluannya. Ungkapan ini mengindikasikan bahwa
imam Nawawi memang menulis karya ini dengan memberi nama Marah labid tetapi
ketika naik cetak penerbit membubuhkan nama lain yakni al-Munir7

D. Metode Tafsir Marah Labid

Tafsir al-Munir digolongkan sebagai salah satu tafsir dengan metode ijmali
(global). Karena dalam menafsirkan setiap ayat, Syaikh Nawawi menjelaskan setiap ayat
dengan ringkas dan padat, sehingga mudah dipahami. Sistematika penulisannya menuruti
susunan ayat-ayat dalam mushaf. Kitab Tafsir al Munir li Ma’alim at Tanzil membahas
sangat detail dalam menafsirkan setiap kata per-kata pada setiap ayat, mengingat
kepiawaian beliau dalam bidang bahasa. Tafsir Marâh Labîd atau dikenal juga dengan
nama Tafsir Munir merupakan tafsir al-Quran yang style-nya mirip tafsir Jalâlain,
campuran antara model tafsir bi ma’tsur dan bi al-ra’y. Tafsir karya Syaikh Nawawi al-
Jawi tersebut memiliki corak tafsir periode pertengahan (afirmasi) yang memberikan
penjelasan secara global dan pendek-pendek dari ayat ke ayat dan sesekali mengupas
i’rab lafal ayat. 8

Berikut contoh penafsiran kata per-kata oleh Syaikh Nawawi dalam Kitab tafsirnya:

( ‫والشكر هلل بنعمه السوابغ على عباده الذين هداهم لإليمان ( َر ِّب ْالَع اَلِم ْيَن ) ) َاْلَحْم ُد ِهلِل‬
‫أي خالق الخلق ورازقهم ومحولهم من حال الى حال ( الَّرْح مِن ) أي العاطف على البار‬
‫والفاجر با لرزق ودفع اآلفات عنهم‬

Selain menggunakan penafsiran metode ijmali dan tahlili, kitab Tafsir al-Munir sesekali
juga ditemukan metode muqoron (perbandingan), seperti pada penafsiran surah al-Fatihah
ayat 4 yang dibandingkan dengan surah al-Infithar ayat 19. Berikut redaksi yang tertera
dalam Kitab Tafsir al-Munir:

( ‫بإ ثبات األلف عند عاصم والكسائي ويعقوب أي متصرف في األمر ) مِلِك َيْو ِم الِّديِن‬
: ‫كله يوم القيامة كما قال تعالى ( َيْو َم اَل َتْمِلُك َنْفس ِلَنْفٍس َشْيًئا َو َاْلْم ُر َيْو َم ِئٍذ هلِل { اإلنفطار‬
‫ ) وعند الباقين بخذف األلف والمعنى أي المتصرف فى األمر القيامة باألمر و‬.} 19
‫ النهي‬9

E. Corak Tafsir Marah al-Labid

Corak dari penulisan kitab tafsir Marah labid adalah kebahasaan, karena ia
mengaktualisasikan penafsirannya dimulai dengan bahasa yang digunakan al-Qur’an.

7
Ahmad Muttaqin, Karekteristik Tafsir Marah al- Labid Karya Syaikh Nawawi al-Bantani, ( Al-Dzikra, 2014), vol.8, hal.72
8
Ahmad Muttaqin, Karekteristik Tafsir Marah al- Labid Karya Syaikh Nawawi al-Bantani, ( Al-Dzikra, 2014), vol.8, hal.73
9
Imam Nawawi al-Jawi, Marah labid, ( Beirut : Dar kutub Alamiah, 1997), hal.7-8
Sehingga para ulama menilai Marah labid ini merupakan tafsir standar yang mudah
dimengerti oleh pembaca.10

Dengan menggunakan uraian yang sederhana. Tapi lebih panjang dan lebih banyak
dibandingkan dengan tafsir Jalalain. Jika tafsir “Jalalain” hanya menjelaskan kata kata
muradif, sedangkan tafsir “Marah labid” menjelaskan maksud ayat tersebut secara
sederhana. Tidak banyak mendiskusikan persoalan, dan jika mengetengahkan pendapat
beliau tidak menyebutkan dalil setiap pendapat. Syekh Nawawi cenderung untuk tidak
menarjihkan diantara pendapat tersebut. Diantara unsur yang banyak mendominasi yaitu
unsur bahasa, balagah, begitu juga ilmu nahwu, shorof, Qira’at, asbabun nuzul, Rasm
Usmani, dan lain sebagainya. Beliau sengaja menyederhanakan tafsirnya, agar pembaca
mudah memahami inti persoalan. 11

Disamping itu, corak yang digunakan oleh Imam Nawawi dikategorikan dalam
corak riwayah/ mat’sur. Karena tafsir ini belum memenuhi persyaratan untuk dikaitkan
menempuh corak bi rayi. Pernyataan ini dapat disimpulkan karena dalam permulaan
pernyataan di dalam tafsirnya pada bab pembukaan, Imam Nawawi mengatakan bahwa ia
takut menafsirkan al-Quran dengan tafsir pemikiran murninya (bil rayi)saja. Hal ini
terbukti dalam praktisnya bahwa Imam Nawawi banyak mengutip hadis-hadis rasulullah
saw, pendapat sahabat, tabiin, atau para tokoh yang dianggapnya mutabar dalam
menjelaskan ayat tertentu. Hal ini diperkuat dengan disebutkannya nama beberapa sahabat
dan tabi’in seperti Abu Bakar, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, al-Dahak, dan Qatadah dalam
menafsirkan ayat tertentu. Dalam hal periwayatan, tafsir ini banyak menukil hadis,
perkataan sahabat dan tabi’in tanpa sanad. Dilihat dari sudut ini tafsir ini kombinasi dari
tafsir riwayah dan dirayah12

F. Kelebihan Marah Labid

1. Tafsir ini jelas dan mudah dipahami


sesuai dengan sebutannya, tafsir ijmali ini merupakan yang dalam
menafsirkan suatu ayat tidak terlebit-lebit, ringkas, jelas dan mudah dipahami oleh
pembacanya. Selain itu pesan-pesan yang terkandung dalam tafsir ini, sangat mudah
ditangkap oleh pembaca.
2. Bebas dari penafsiran israiliyat
dalam metode penafsiran ini dapat dihindarkan, bahkan dapat dikatakan sangat
jarang sekali ditemukan. Hal ini disebabkan Uraiannya yang singkat hanya
mengemukakan tafsir dari kata-kata dalam suatu ayat dengan ringkas dan padat.
3. Akrab dengan bahasa Al-Qur’an
Uraiannya yang singkat dan padat mengakibatkan tidak dijumpainya
penafsirannya ayat-ayat Al-Quran yang keluar dari kosakata ayat tersebut. Metode ini
lebih mengedepankan makna sinonim dri kata-kata yang bersangkutan, sehingga
pembacanya merasa dirinya sedang membaca Al-Qura’an dan bukan membaca suatu
tafsir.13
10
Ahmad Muttaqin, Karekteristik Tafsir Marah al- Labid Karya Syaikh Nawawi al-Bantani, ( Al-Dzikra, 2014), vol.8,
hal.74
11
Samsul Munir Amin, Sayyid Ulama Hijaz; Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani. (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, LKiS,
2009),cet. 1, h. 15

12
Ahmad Muttaqin, Karekteristik Tafsir Marah al- Labid Karya Syaikh Nawawi al-Bantani, ( Al-Dzikra, 2014), vol.8,
hal.75
13
Subhi As-sholih, Mubahis Fi Ulumil Qur’an, Tim Pustaka Firdaus (jakarta: pustaka firdaus),hal.299
BAB III

KESIMPULAN

Al-Munir adalah salah satu kitab tafsir kebanggaan Nusantara yang hadir pada abad ke
19 atau disebut juga dengan masa pra-modern. Tafsir al-Munir adalah kitab tafsir kedua
setelah Turjuman al-Mustafid yang menafsirkan al-Qur’an 30 juz secara lengkap. Pengarang
tafsir ini bernama Nawawi al-Bantani yang mana telah merantau ke negara-negara Arab dan
mengarungi lautan intelektual ke-islaman selama 30 tahun. Kitab tafsir ini ditulis dengan
menggunakan bahasa Arab yang terdiri dari dua jilid.

Tafsir ini menggunakan metode ijmali (pembahasannya global), tahlili (yang


tergambarkan melalui susunan tafsirnya yang berurutan dari surah al-Fatihah sampai surah
an-Nas) dan muqarran (perbandingan antara ayat dengan ayat).

Tafsir ini lebih condong pada corak sufi karena dengan melihat bahwa sang penulis
kitab seorang sufi dan pemimpin tarekat yang besar di nusantara, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan juga coraknya itu corak fikih dan fikih kitab ini murni fiqih syafi’i. Kitab tafsir
al-Munir juga dipeljari dipesantren-pesantren di Indonesia khususnya pulau Jawa. Ini
membuktikan bahwa kitab ini diterima oleh masyarakat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

As-sholih, Subhi, Mubahis Fi Ulumil Qur’an, (jakarta: pustaka firdaus, 2009)

Al-jawi,Nawawi, Marah labid, ( Beirut :Dar kutub al-Alamiah, 1997)

Amin, Samsul Munir, Sayyid Ulama Hijaz; Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani.
(Yogyakarta: Pustaka Pesantren, LKiS, 2009)

Muttaqin, Ahmad, Karekteristik Tafsir Marah al- Labid Karya Syaikh Nawawi al-Bantani,
( Jakarta, Al-Dzikra, 2014)

Masu’d, Abdurrahman, Dari haramain ke nusantara, Jejak keintelektalan arsitek pesantren,


(Jakarta: Kencana, 2006)

Suprapto, H. M. Bibit, Ensiklopedi Ulama’ Nusantara: Riwayat Hidup, Karya dan sejarah
perjuangan 157 Ulama’ Nusantara, (Jakarta: Gelegar Media Indonesia,tt)

Anda mungkin juga menyukai