Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KITAB TAFSIR MARAHUL LABID KARYA MUHAMMAD IBN UMAR


AN-NAWAWI AL-JAWI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Studi Kitab Tafsir
Dosen Pengampu : H. Ahmad Dasuki, L.c, M.A.,

Disusun Oleh :

SUTARDI
2213130005

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS
USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
TAHUN 2023 M / 1444 H
KATA PENGANTAR
‫هّٰللا‬
ِ ‫بِس ِْم ِ الرَّحْ مٰ ِن الر‬
‫َّحي ِْم‬

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji Syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. atas limpahan rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Dan tidak lupa pula shalawat
serta salam selalu tercurahkan kepada kehadirat junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.
yang membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang. Adapun makalah
yang akan dibahas kali ini yaitu “KITAB TAFSIR MARAHUL LABID KARYA
MUHAMMAD IBN UMAR AN-NAWAWI AL-JAWI”.
Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka
dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat diharapkan guna
penyempurnaan makalah ini dan sebagai bahan acuan untuk kedepannya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Studi Kitab
Tafsir ini yakni, H. Ahmad Dasuki, L.c, M.A., atas ketersediaan menuntut penulisan dalam
penulisan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah ikut
berpartisipasi dalam penyusunan dan pengumpulan data makalah ini. Tanpa bantuan dan
dukungan dari teman-teman semua, makalah ini tidak akan terselesaikan dalam tepat waktu.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Palangka Raya, 22 Mei 2023

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….………….. i
DAFTAR ISI …………………………………...……………………………...………………..
iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………………………..………..
1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………………………..…….
1
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………………………………… 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Tafsir …………………………………………….……………………………….
3
B. Manhaj Tafsir ………………………………………….………………………………… 5
C. Sumber Penafsiran ………………………………………………………………………..
7
D. Madzhab Tafsir ………………………………………………………………..………….
8
BAB III
PENUTUP
A. Penutup ………………………………….……………………………………..………..
10
B. Saran dan Kritik …………………………...……………………………………..……...
10

DAFTAR PUSTAKA ……………………………….……………………………..………….. 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tafsir Al-Qur’an sebagai usaha memahami dan menerangkan maksud kandungan
ayat-ayat suci Al-Qur’an telah mengalami perkembangan yang cukup variatif.
Perkembangan penafsiran tersebut dilatar belakangi oleh perbedaan madzhab atau aliran,
spesifikasi ilmu dan keahlian, kondisi sosial masyarakat, kondisi politik dan ekonomi,
serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi seorang Mufassir. Oleh karena itu, muncullah
corak tafsir yang beraneka ragam yang terkadang dalam hasil akhir penafsirannya
terdapat kesamaan ataupun juga terdapat perbedaan.
Pada Abad ke-19 dijumpai literatur tafsir utuh yang ditulis oleh ulama asal
Indonesia yaitu Syekh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi (1813-1897 M). Tafsir ini ditulis
dalam bahasa Arab dan dicetak di Timur Tengah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Kitab Tafsir Marahul Labid Kaya Muhammad Ibn Umar An-
Nawawi Al-Jawi ?
2. Bagaimana Manhaj Kitab Tafsir Marahul Labid Kaya Muhammad Ibn Umar An-
Nawawi Al-Jawi ?
3. Apa Sumber Penafsiran Kitab Tafsir Marahul Labid Kaya Muhammad Ibn Umar An-
Nawawi Al-Jawi ?
4. Apa Madzhab Kitab Tafsir Marahul Labid Kaya Muhammad Ibn Umar An-Nawawi
Al-Jawi ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Sejarah Kitab Tafsir Marahul Labid Kaya Muhammad Ibn Umar
An-Nawawi Al-Jawi ?
2. Untuk mengetahui Manhaj Kitab Tafsir Marahul Labid Kaya Muhammad Ibn Umar
An-Nawawi Al-Jawi ?

1
3. Untuk mengetahui Sumber Penafsiran Kitab Tafsir Marahul Labid Kaya Muhammad
Ibn Umar An-Nawawi Al-Jawi ?
4. Untuk mengetahui Madzhab Kitab Tafsir Marahul Labid Kaya Muhammad Ibn Umar
An-Nawawi Al-Jawi ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Tafsir
Syekh Nawawi Al-Bantani memiliki nama lengkap Muhammad Nawawi Ibn
‘Arabi a-Tanara al-Jawi. Al-Bantani lebih dikenal dengan Nawawi al-Bantani. Ayahnya
bernama ‘Umar Ibn ’Arabi, seorang pejabat penghulu di Tanara yang mengajar secara
lansung ketiga anaknya, Nawawi, Tamim, dan Ahmad.1 Ibunya bernama Zubaidah,wanita
penduduk asli Tamara.
Sebelum berangkat ke Makkah, Al-Bantani belajar ilmu-ilmu dasar dari ayahnya,
ia juga belajar pada Kyai Sahal, seorang ulama Banten. Kemudian berangkat ke
Purwakarta untuk melanjutkan studi pada Kyai H. Yusuf.2 Pada usia 15 tahun ia
mendapat kesempatan untuk pergi berhaji dan di sana ia manfaatkan untuk belajar.
Setelah tiga tahun ia kembali ke tanah air dan mulai mengajar di masyarakat. Suasana
politik di Banten, Al-Bantani kembali ke tanah suci Makkah dan menetap selamanya.
Imam Nawawi menetap di Makkah untuk selamanya pada tahun 1855. Ia menjadi
salah seorang ulama Jawi yang paling terkenal di Haramain. Ia belajar kepada sejumlah
ulama terkenal di Haramain, dan Mesir. Diantaranya, Syekh Ahmad Nahrawi, Syekh
Sayyid Ahmad Al-Dimyati, Syekh Sayyid Ahmad Dahlan, Syekh Abdul Hamid Al-
Digitstani, sehingga pemikirannya juga banyak dipengerahi oleh ulama-ulama Mesir, di
Madinah Syekh Muhammad Khatib Al-Hambali, dan Beliau juga belajar kepada
sejumlah ulama Syiria. 3
Beliau juga belajar kepada ulama Nusantara yang mukim di Makkah, antara lain :
Khatib Sambas, dan Abdul Ghani Bima. Kemudian antara tahun 1860-1870, Syekh
Nawawi mengajar di Masjidil Haram dalam waktu senggang, sebab antara tahun-tahun
tersebut Nawawi sudah secara aktif menulis buku-buku. Setelah tahun 1970 ia
memusatkan aktifitasnya untuk menulis.

1
Sri Mulyati, Sufism In Indonesia : An Analysis of Nawawi Al-Bantani’s. Salalim Al-Fudhala, Tesis (McGil
University, 1994) Hal 27
2
Chaidar, Sejarah …. Hal 9
3
Azyuamardi Azra, Jaringan Ulama …. 379

3
Menurut Petter Riddel, sebagaimana yang dikutip Noor Huda, pada akhir abad ke-
19, Kota Makkah dan Madinah telah didominasi oleh pemikiran kaum reformis yang
menentang beberapa praktek ajaran Sufi. Ide-ide baru dimenangkan oleh Jamal Al-Din
Al-Afgani dan Muhammad Abduh di Mesir, dan ulama-ulama Wahabi di Makkah. Untuk
mendapatkan persetujuan dari penguasa, Al-Nawawi menghadirkan sebuah pendekatan
yang selaras dengan semangat reformasi di wilayah ini. 4 Berdasarkan pendapat para
peneliti, Syekh Nawawi sudah banyak menjalin hubungan denngan beberapa ulama
Azhar. Disamping itu majalah Waqai’ Al-Mishriyah yang beredar di timur tengah sedikit
tidak telah memberikan pengaruh terhadap pembaharuan pemikiran Syekh Nawawi Al-
Bantani.
Kemasyhuran Syekh Nawawi Al-Bantani meluas di seluruh dunia Arab. Karya-
karyanya banyak beredar tertutama di negara-negara yang menganut paham syafi’iyyah.
Kitab Tafsirnya Marahul Labid yang terbit di Kairo sangat terkenal dan diakui ketinggian
mutunya karena memuat persoalan-persoalan penting hasil diskusi perdebatannya dengan
para ulama Azhar. Pada kitab tafsir cetakan Kairo dipajang julukan namanya “Sayyid
Ulama Hijaz”.
Ketika kitab tafsir ini dicetak pada tahun 1887, tafsir ini masih diajarkan langsung
kepada mahasiswanya.5
Murid-muridnya di Nusantara : KH. Hasyim Asy’ari (pendiri NU), KH.Khalil
Bangkalan, Madura, KH. Asnawi dari Caringin, tokoh ini menghasilkan 26 Karya dan
karyanya yang paling terkenal adalah tafsir Marahul Labid. Beliau wafat tanggal 25
Syawal 1314 H dalam usia 84 tahun dan dimakamkan di Ma’la dekat makam Siti
Khadijah.6
Dalam pengantarnya, Nawawi mengatakan bahwa ia butuh waktu lama
membangun keberanian untuk menulis tafsir ini sekalipun dorongan yang bertubi-tubi
datang dari berbagai pihak. Ia khawatir terjerumus pada ancaman Nabi yang mengatakan
“Barangsiapa berbicara tentang Al-Qur’an dengan ra’yunya, maka silahkan mengambil
tempat di neraka”. Setelah berhasil membangun keberanian, Nawawi akhirnya
4
Noor Huda …. Hal 196
5
Umar Abdul Jabbar, Al-Siyar Wa Al-Tarajim Baina Ulamaina Al-Qarni Al-Rabi’ Asyar Min Al-Hijriyah, Hal 15
dalam Asnawi, Pemahaman Syekh Nawawi Tentang Qadar dan Jabar pada tafsirnya Marahul Labid (Jakarta :
Disertasi, IAIN Jakarta, 1989)
6
Saeful Bahri, Tradisi Intelektual Islam Syekh Nawawi Al-Bantani, (Jakarta : An-Najah Press, 2012) Hal 76

4
memutuskan untuk menulis tafsir ini. Ia menyebutnya sebagai upaya meneladani para
ulama salaf yang senantiasa menulis dan membukukan pemikiran-pemikirannya.
Menurut Johns, sebagaimana yang dikutip Asnawi, Syekh Nawawi menggunakan
metode tafsir tradisional yang banyak memakai hubungan (munasabat) ayat dengan ayat
atau surat dengan surat yang terdapat dalam Al Qur’an.
Dalam penelitiannya terhadap tafsir, Asnawi menyimpulkan bahwa Syekh
Nawawi Al-Bantani mempunyai pemahaman kalam berfikir qadariyah, baik dalam sistem
dan pendapat-pendapat teologinya maupun cara penakwilan ayat-ayat jabar dengan ayat
qadar sebagaimana terdapat dalam tafsirnya. Beliau lebih banyak menggunakan
pendekatan pada faham kaum maturidiyah Samarkand dan faham kaum Mu’tazilah
ketimbang melakukan pendekatan asy’ariyah dan maturidiyah Bukhara.7
Penamaan Tafsir Marahul Labid yaitu berasal dari kata Al-Marah yang berarti
tempat kepergian dan kepulangan suatu kaum sedangkan Al-Labid berarti menempel,
melekat, dan tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian ungkapan dalam judul tafsir bila
dihubungkan dengan kondisi dunia Islam pada abad ke-19 maka dapat dipahami bahwa
tafsir ini mencoba memberikan jalan keluar bagi masyarakat Islam yang masih kuat
mempertahankan Islam Tradisional.8

B. Manhaj Tafsir
Metode yang digunakan Syekh Nawawi adalah metode Tahlili, yakni metode
penafsiran yang berusaha menerangkan arti ayat-ayat Al-Qur’an dengan meneliti semua
aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya, dimulai dari uraian makna kosa kata,
makna kalimat, maksud setiap ungkapan, munasabah, dengan bantuan asbab nuzul,
riwayat dari Rasul, sahabat, maupun tabi’in. Prosedur ini dilakukan dengan mengikuti
susunan mushaf, ayat per ayat dan surat per surat. Metode ini terkadang menyertakan
pula perkembangan kebudayaan masa Nabi sampai tabi’in, terkadang pula diisi dengan
uraian kebahasaan dan materi khusus lainnya. Para Mufassir tidak seragam dalam
mengoperasionalkan metode ini. Ada yang menguraikannya secara ringkas, ada pula
yang menguraikannya secara rinci.9

7
Asnawi, Pemahaman Syekh Nawawi …. 316
8
Asnawi, Pemahaman …. Hal 99
9
Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudlu’i (Bandung : Pustaka Setia, 2002) Hal 23-24

5
Langkah-langkah Syekh Nawawi dalam menafsirkan Al-Qur’ an tidak berbeda
dengan mufassir pada umumnya, yaitu :
Pertama, menafsirkan ayat dengan ayat. Misalnya, pada Q.S Al-An’am ayat 82 :
ٰۤ ُ ْ ُ
ࣖ َ‫ول ِٕىكَ لَهُ ُم ااْل َ ْمنُ َوهُ ْم ُّم ْهتَ ُدوْ ن‬ ‫ اِ ْي َمانَهُ ْم بِظل ٍم ا‬m‫اَلَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َولَ ْم يَ ْلبِس ُْٓوا‬
Lafadz dzulm pada ayat tersebut ditafsirkan dengan syirik, sebagaimana penjelasan yang
terdapat dalam Q.S Luqman ayat 13 : 10
‫هّٰلل‬
ِ ‫ي اَل تُ ْش ِر ْك بِا ِ ۗاِ َّن ال ِّشرْ كَ لَظُ ْل ٌم ع‬
‫َظ ْي ٌم‬ َ َ‫َواِ ْذ ق‬
َّ َ‫ال لُ ْقمٰ نُ اِل ْبنِ ٖه َوه َُو يَ ِعظُهٗ ٰيبُن‬
Kedua, menafsirkan ayat dengan hadits. Misalnya pada Q.S Al-An’am ayat 84 :
َ ِ‫ َو َك ٰذل‬....
َ‫ك نَجْ ِزى ْال ُمحْ ِسنِ ْي ۙن‬
Syekh Nawawi menjelaskan pengertian ihsan berdasarkan hadits Nabi, yakni “Beribadah
kepada Allah seakan-akan engkau melihat Nya, kalaupun engkau tidak melihat Nya,
maka sesungguhnya ia melihatmu”. Namun demikian, dalam menyebutkan hadits,
Nawawi tidak menyebutkan rangkaian sanadnya, serta tidak pula mengemukakan kualitas
haditsnya.
Ketiga, menafsirkan ayat dengan pendapat sahabat atau tabi’in. Misalnya pada
Q.S Al-Baqarah ayat 226 :
‫هّٰللا‬
ِ ‫م ت ََربُّصُ اَرْ بَ َع ِة اَ ْشه ۚ ٍُر فَاِ ْن فَ ۤاءُوْ فَاِ َّن َ َغفُوْ ٌر ر‬mْ ‫لِلَّ ِذ ْينَ يُْؤ لُوْ نَ ِم ْن نِّ َس ۤا ِٕى ِه‬
‫َّح ْي ٌم‬
tentang sumpah ila’ (bersumpah untuk tidak menyetubuhi isterinya). Berdasarkan
pendapat Ibnu Abbas, Syekh Nawawi menafsirkan ayat tersebut dengan “Jika seseorang
meng-ila’ isterinya, kemudian menarik sumpahnya sebelum empat bulan, maka ia boleh
menyetubuhi isterinya kembali dengan disertai membayar kaffarat, tetapi bila telah
mencapai masa empat bulan, maka otomatis jatuh talak satu.11
Keempat, menggunakan pendekatan ra’yu yang didasarkan pada analisis bahasa
serta kaidah-kaidahnya. Secara umum, pendekatan inilah yang digunakan Syekh Nawawi
dalam tafsirnya, sehingga tafsir ini lebih tepat disebut sebagai tafsir bi al-ra’yi yang
mahmud. Disebut mahmud karena ia mengkombinasikan kaidah bahasa dengan syari’at.
Misalnya ketika menjelaskan makna pada Q.S Al-Fatihah ayat 3 :
ِ ‫الرَّحْ مٰ ِن الر‬
‫َّحي ۙ ِْم‬

10
Nawawi Al-Bantani, Marah …. Hal 248
11
Nawawi Al-Bantani, Marah …. Hal 62

6
Syekh Nawawi menafsirkannya dengan “Yang Maha Pengasih, baik kepada orang yang
taat maupun yang tidak taat, yaitu memberi rizki di dunia ini”.12
Dengan demikian, dalam tafsirnya Syekh Nawawi Al-Bantani menafsirkan
dengan tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ra’yi berdasarkan analisa-analisa terhadap
rujukan-rujukan tafsir sebelumnya.

C. Sumber Penafsiran
Ada empat tafsir yang disebut Syekh Nawawi sebagai rujukan tafsirnya, yaitu :
1. Al-Futuhat Al-Ilahiyyah
Kitab tafsir ini dikenal juga dengan Tafsir Jamal. Tafsir ini merupakan syarah
dari tafsir Jalalain dengan menggabungkan metode manqul (bi al-riwayah) dan
ma’qul (bi al-dirayah). Menurut penulisnya tafsir ini diharapkan dapat mengangkat
Jalalain ke tingkat tafsir Al-Zamakhsyari, Al-Kawasy, tafsir Qadhi Abd. Jabbar dan
tafsir Al-Razi.13
2. Mafatih Al-Ghaib
Kitab tafsir ini juga dikenal dengan Tafsir Al-Razi. Nama lengkap penulisnya Abu
Abdullah Muhammad Ibn Umar Ibn Husain Ibn Hasan Ibn Ali Al-Tamimi, Tokoh ini
dikenal dengan Ibn Khatib, bermazhab Syafi’i, lahir tahun 433 H dan wafat pada
tahun 606 H. Tokoh ini berguru pada Dhiya Al-Dhin Umar, Abu Muhammad Al-
Bughawi, dan termasuk murid dari imam Al-Ghazali.
Menurut Al-Dzahaby, dalam tafsir ini terdapat munasabah antara surat per surat
atau ayat per ayat. Perhatiannya terhadap sains dan filsafat cukup besar namun masih
sesuai dengan ajaranahlussunnah wal jamaah.14
Menurut Khalil Al-Mais, muhaqqiq tafsir Al-Razi, sebagaimana dikuip Asnawi,
Tafsir Al-Razi mengambil sumber dari kitab tafsir kaum mu’tazilah, seperti tafsir
Abu Muslim Al-Isfahani, Tafsir Qadhi Abdul Jabbar, dan tafsir Al-Zamakhsyari,
kutipan beliau terhadap pendapat-pendapat ulama mu’tazilah lebih untuk dikritisi dan
memberikan pandangan berbeda terhadap dalil atau hujah mu’tazilah.
3. Tafsir Abi Al-Suudi

12
Nawawi Al-Bantani, Marah …. Hal 3
13
Sulaiman Ibn Umar Al-Ujaily Al-Syafi’I. Dalam Asnawi, Pemahaman Tafsir …. Hal 85
14
M. Husain Al-Dzahabi, Al-Tafsir Wa Al- Mufassirun, (Kairo : Maktabah Wahbah, Tahun 2000) Hal 209

7
Judul aslinya Irsyad Al-Aql Al-Salim Ila Mazaya Al-Kitab Al-Karim, ditulis oleh
Abu Al-Suud Muhammad Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mustafa Al-Imadi,
wafat tahun 982 H, dalam tafsirnya tokoh ini banyak mengungkap sisi balaghah, i’jaz,
tidak banyak menuliskan cerita-cerita israiliyyat, dan tidak banyak memuat masalah-
masalah fiqh.
Menurut Abdul Qadir Ahmad Atha’, Tafsir Abi Al-Suud bersumber dari
gabungan tafsir Al-Kasysyaf, dan Anwar Al-Tanzil dengan tambahan dari hasil
bacaannya terutama tafsir Al-Wahidi.15
4. Al-Siraj Al-Munir
Tafsir ini ditulis oleh Imam Syamsuddin Ibn Muhammad Ibn Muhammad Al-
Syarbini, ia seorang tokoh Mesir bermazhab Syafi’i, wafat tahun 977 H. Tafsir ini
juga banyak merujuk pada tafsir Al-Razi. Dalam mencantumkan qiraat ia hanya
menuliskan qiraat-qiraat yang mutawatir, menyebutkan hadits-hadits shahih atau
hasan, namun banyak juga mengutip kisah-kisah israiliyyat.

D. Madzhab Tafsir
Syekh Nawawi Al-Bantani adalah seorang ulama dan cendekiawan Muslim
terkenal dari Indonesia yang hidup pada abad ke-19. Ia dikenal karena sumbangsihnya
dalam bidang teologi dan fiqih. Namun, penting untuk dicatat bahwa Syekh Nawawi Al-
Bantani tidak membangun madzhab teologi atau fiqih yang eksklusif.
Dalam bidang teologi, Syekh Nawawi Al-Bantani merupakan seorang
Ahlussunnah wal Jama'ah yang mengikuti mazhab aqidah Sunni yang umum dianut oleh
mayoritas Muslim di Indonesia. Ia mengajarkan aqidah yang didasarkan pada Al-Qur'an,
Hadits, dan pemahaman salafusshalih (generasi terdahulu yang dianggap sebagai teladan
utama dalam agama Islam).
Dalam bidang fiqih, Syekh Nawawi Al-Bantani juga tidak membangun madzhab
fiqih yang terpisah. Namun, beliau mempelajari dan mengajar berbagai mazhab fiqih
yang diterima dalam tradisi Sunni, seperti Mazhab Syafi'i, dan lain sebagainya. Syekh
Nawawi Al-Bantani terkenal karena karyanya yang berjudul “Maraqi Al-Falah Syarh Nur

15
Abu Suud Ibn Muhammad, Tahqiq Abdul Qadir Ahmad Atha’, Dalam Asnawi, Pemahaman …. Hal 85

8
Al-Idah”, yang merupakan penjelasan atau syarah dari kitab fiqih yang dikenal sebagai
“Nur Al-Idah” karya Imam Abu Hasan Al-Syirazi dalam Mazhab Syafi'i.
Jadi, meskipun Syekh Nawawi Al-Bantani memiliki kontribusi penting dalam
bidang teologi dan fiqih, ia tidak membangun madzhab teologi atau fiqih yang eksklusif.
Ia mengikuti mazhab aqidah Sunni dalam teologi dan mempelajari berbagai mazhab fiqih
dalam karyanya.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kemasyhuran Syekh Nawawi Al-Bantani meluas di seluruh dunia Arab. Karya-
karyanya banyak beredar tertutama di negara-negara yang menganut paham syafi’iyyah.
Kitab Tafsirnya Marahul Labid yang terbit di Kairo sangat terkenal dan diakui ketinggian
mutunya karena memuat persoalan-persoalan penting hasil diskusi perdebatannya dengan
para ulama Azhar. Pada kitab tafsir cetakan Kairo dipajang julukan namanya “Sayyid
Ulama Hijaz”.
Metode yang digunakan Syekh Nawawi adalah metode Tahlili, yakni metode
penafsiran yang berusaha menerangkan arti ayat-ayat Al-Qur’an dengan meneliti semua
aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya, dimulai dari uraian makna kosa kata,
makna kalimat, maksud setiap ungkapan, munasabah, dengan bantuan asbab nuzul,
riwayat dari Rasul, sahabat, maupun tabi’in. Prosedur ini dilakukan dengan mengikuti
susunan mushaf, ayat per ayat dan surat per surat. Metode ini terkadang menyertakan
pula perkembangan kebudayaan masa Nabi sampai tabi’in, terkadang pula diisi dengan
uraian kebahasaan dan materi khusus lainnya. Para Mufassir tidak seragam dalam
mengoperasionalkan metode ini. Ada yang menguraikannya secara ringkas, ada pula
yang menguraikannya secara rinci.

B. Saran dan Kritik


Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat diharapkan
guna penyempurnaan makalah ini dan sebagai bahan acuan untuk kedepannya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Mulyati, Sri, Sufism In Indonesia : An Analysis of Nawawi Al-Bantani’s. Salalim Al-Fudhala,


Tesis (McGil University, 1994).

Abdul Jabbar, Umar, Al-Siyar Wa Al-Tarajim Baina Ulamaina Al-Qarni Al-Rabi’ Asyar Min Al-
Hijriyah, dalam Asnawi, Pemahaman Syekh Nawawi Tentang Qadar dan Jabar
pada tafsirnya Marahul Labid (Jakarta : Disertasi, IAIN Jakarta, 1989).

Bahri, Saeful, Tradisi Intelektual Islam Syekh Nawawi Al-Bantani, (Jakarta : An-Najah Press,
2012).

Al-Farmawi, Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudlu’i (Bandung : Pustaka Setia, 2002).

Umar Al-Ujaily Al-Syafi’I, Sulaiman, Dalam Asnawi, Pemahaman Tafsir.

Al-Dzahabi, M. Husain, Al-Tafsir Wa Al- Mufassirun, (Kairo : Maktabah Wahbah, Tahun 2000.

Muhammad, Abu Suud, Tahqiq Abdul Qadir Ahmad Atha’, Dalam Asnawi, Pemahaman Tafsir.

11

Anda mungkin juga menyukai