Anda di halaman 1dari 9

Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi

Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi sangat kesohor. Disebut al-Bantani karena ia berasal
dari Banten, Indonesia. Beliau bukan ulama biasa, tapi memiliki intelektual yang sangat
produktif menulis kitab, meliputi fiqih, tauhid, tasawwuf, tafsir, dan hadis. Jumlahnya tidak
kurang dari 115 kitab.
Nama beliau semakin melejit ketika beliau ditunjuk sebagai pengganti Imam Masjidil
Haram, Syaikh Khtib al-Minagkabawi. Sejak itulah beliau dikenal dengan nama resmi Syaikh
Nawawi al-Bantani al-Jawi. Artinya Nawawi dari Banten, Jawa. Piawai dalam ilmu agama,
masyhur sebagai ulama. Tidak hanya di kota Makkah dan Madinah saja beliau dikenal, bahkan di
negeri Mesir nama beliau masyhur di sana. Itulah sebabnya ketika Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya. Mesir negara yang pertama-tama mendukung atas kemerdekaan Indonesia.1

1 Nurul Huda, Sekilas tentang: Kiai Muhammad Nawawi al-Bantani, (Alkisah, No.4,
14 September 2003 M), h. 2

RIWAYAT
Asal Usul dan Kelahiran
Lahir dengan nama Ab Abdul Muti Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi.
Ulama besar ini hidup dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat. Konon ulama yang lahir di
Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Propinsi Banten
(Sekarang di Kampung Pesisir, desa Pedaleman Kecamatan Tanara depan Mesjid Jami Syaikh
Nawawi Bantani) pada tahun 1230 H atau 1813 M ini bernasab kepada keturunan Maulana
Hasanuddin Putra Sunan Gunung Jati, Cirebon. Keturunan ke-11 dari Sultan Banten. Nasab
beliau melalui jalur ini menurut beberapa referensi sampai kepada Baginda Nabi Muhammad
saw. Melalui keturunan Maulana Hasanuddin yakni Pangeran Suniararas, yang makamnya hanya
berjarak 500 meter dari bekas kediaman beliau di Tanara, nasab Ahlul Bait sampai ke Syaikh
Nawawi. Ayah beliau seorang Ulama Banten, Umar bin Arabi, ibunya bernama Zubaedah.
Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi menikah dengan Nyai Nasimah, gadis asal Tanara,
Banten dan dikaruniai 3 anak: Nafisah, Maryam, Rubiah. Sang istri wafat mendahului beliau.
Pendidikan
Semenjak kecil beliau memang terkenal cerdas. Otaknya dengan mudah menyerap
pelajaran yang telah diberikan ayahnya sejak umur 5 tahun. Pertanyaan-pertanyaan kritisnya
sering membuat ayahnya bingung. Melihat potensi yang begitu besar pada putranya, pada usia 8
tahun sang ayah mengirimkannya ke berbagai pesantren di Jawa. Beliau mula-mula mendapat
bimbingan langsung dari ayahnya, kemudian berguru kapada Kyai Sahal, Banten; setelah itu
mengaji kepada Kyai Yusuf, Purwakarta.
Belajar ke Mekah ke pertama kali

Pada usia 15 tahun beliau menunaikan haji dan berguru kepada sejumlah ulama terkenal di
Mekah, seperti Syaikh Khtib al-Sambasi, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Abdul
Hamd Daghestani, Syaikh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syaikh Ahmad Dimyati, Syaikh
Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh Muhammad Khatib Hambali, dan Syaikh Junaid Al-Betawi.
Tapi guru yang paling berpengaruh adalah Syaikh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syaikh Junaid
Al-Betawi dan Syaikh Ahmad Dimyati, ulama terkemuka di Mekah. Lewat ketiga Syaikh inilah
karakter beliau terbentuk. Selain itu juga ada dua ulama lain yang berperan besar mengubah alam
pikirannya, yaitu Syaikh Muhammad Khtib dan Syaikh Ahmad Zaini Dahlan
Murid Murid Beliau selama di Mekah
Banyak murid-muridnya yang di belakang hari menjadi ulama, misalnya K.H. Hasyim
Asyari (Pendiri Nahdhatul

Ulama),

K.H. Ahmad

Dahlan (Pendiri Muhammadiyah),

K.H. Khalil Bangkalan, K.H. Asnawi Kudus, K.H. Tb. Bakrie Purwakarta, K.H. Arsyad
Thawil, dan lain-lainnya. Konon, K.H. Hasyim Asyari saat mengajar santri-santrinya di
Pesantren Tebuireng sering menangis jika membaca kitab fiqih Fath al-Qarb yang dikarang oleh
Syaikh Nawawi. Kenangan terhadap gurunya itu amat mendalam di hati K.H. Hasyim Asyari
hingga haru tak kuasa ditahannya setiap kali baris Fath al-Qarib ia ajarkan pada santri-santrinya.
Perjuangan
Tiga tahun bermukim di Makkah, beliau pulang ke Banten. Sampai di tanah air beliau
menyaksikan praktek-praktek ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan penindasan dari
Pemerintah Hindia Belanda. Ia melihat itu semua lantaran kebodohan yang masih menyelimuti
umat. Tak ayal, gelora jihad pun berkobar. Beliau keliling Banten mengobarkan perlawanan
terhadap penjajah. Tentu saja Pemerintah Belanda membatasi gara-geriknya. Beliau dilarang
berkhutbah di masjid-masjid. Bahkan belakangan beliau dituduh sebagai pengikut Pangeran
Diponegoro yang ketika itu memang sedang mengobarkan perlawanan terhadap penjajahan
Belanda (1825- 1830 M).
Menyingkir ke Mekah, belajar kembali dan mengajar

Sebagai intelektual yang memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip keadilan dan
kebenaran, apa boleh buat Syaikh Nawawi terpaksa menyingkir ke Negeri Mekah, tepat ketika
perlawanan Pangeran Diponegoro padam pada tahun 1830 M. Ulama Besar ini di masa mudanya
juga menularkan semangat Nasionalisme dan Patriotisme di kalangan Rakyat Indonesia.
Begitulah pengakuan Snouck Hourgronje. Begitu sampai di Mekah beliau segera kembali
memperdalam ilmu agama kepada guru-gurunya. Beliau tekun belajar selama 30 tahun, sejak
tahun 1830 hingga 1860 M. Ketika itu memang beliau berketepatan hati untuk mukim di tanah
suci, satu dan lain hal untuk menghindari tekanan kaum penjajah Belanda. Nama beliau mulai
masyhur ketika menetap di Syi'ib Ali, Mekah. Beliau mengajar di halaman rumahnya. Mulamula muridnya cuma puluhan, tapi makin lama makin jumlahnya kian banyak. Mereka datang
dari berbagai penjuru dunia. Maka jadilah Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi sebagai ulama
yang dikenal piawai dalam ilmu agama, terutama tentang tauhid, fiqih, tafsir, dan tasawwuf.
Ditemui oleh Snouck Hourgranje
Syaikh Nawawi masih tetap mengobarkan nasionalisme dan patriotisme di kalangan para
muridnya yang biasa berkumpul di perkampungan Jawa di Mekah. Di sanalah beliau
menyampaikan perlawanannya lewat pemikiran-pemikirannya. Kegiatan ini tentu saja membuat
pemerintah Hindia Belanda berang. Tak ayal, Belandapun mengutus Snouck Hourgronje ke
Mekah untuk menemui beliau.
Ketika Snouckyang kala itu menyamar sebagai orang Arab dengan nama Abdul Ghafrbertanya:
Mengapa beliau tidak mengajar di Masjidil Haram tapi di perkampungan Jawa?.
Dengan lembut Syaikh Nawawi menjawab:
Pakaianku yang jelek dan kepribadianku tidak cocok dan tidak pantas dengan keilmuan
seorang professor berbangsa Arab.
Lalu kata Snouck lagi:
Bukankah banyak orang yang tidak sepakar seperti anda akan tetapi juga mengajar di sana?.
Syaikh Nawawi menjawab :
Kalau mereka diizinkan mengajar di sana, pastilah mereka cukup berjasa".

Dari beberapa pertemuan dengan Syaikh Nawawi, Orientalis Belanda itu mengambil
beberapa kesimpulan. Menurutnya, Syaikh Nawawi adalah Ulama yang ilmunya dalam, rendah
hati, tidak congkak, bersedia berkorban demi kepentingan agama dan bangsa.
Gelar dan Penghargaan
Berkat kepakarannya, beliau mendapat bermacam-macam gelar. Di antaranya yang
diberikan oleh Snouck Hourgronje, yang menggelarinya sebagai Doktor Ketuhanan. Kalangan
Intelektual masa itu juga menggelarinya sebagai al-Imam wa al-Fahm al-Mudaqqiq (Tokoh dan
pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam). Syaikh Nawawi bahkan juga mendapat gelar
yang luar biasa sebagaia al-Sayyid al-Ulama al-Hijz (Tokoh Ulama Hijaz). Yang dimaksud
dengan Hijaz ialah Jazirah Arab yang sekarang ini disebut Saudi Arabia. Sementara para
Ulama Indonesia menggelarinya sebagai Bapak Kitab Kuning Indonesia.
Karya-Karya
Kepakaran beliau tidak diragukan lagi. Ulama asal Mesir, Syaikh 'Umar 'Abdul Jabbr
dalam kitabnya "al-Durs min Mdhi al-Talm wa Hadlirih bi al-Masjidil al-Harm (beberapa
kajian masa lalu dan masa kini tentang Pendidikan Masa kini di Masjidil Haram) menulis bahwa
Syaikh Nawawi sangat produktif menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih, meliputi
berbagai disiplin ilmu. Banyak pula karyanya yang berupa syarah atau komentar terhadap kitabkitab klasik. Sebagian dari karya-karya Syaikh Nawawi di antaranya adalah sebagai berikut:
1. al-Tsamr al-Yniah syarah al-Riydl al-Badah
2. al-Aqd al-Tsamn syarah Fath al-Mubn
3. Sullam al-Munjah syarah Safnah al-Shalh
4. Bajah al-Wasil syarah al-Rislah al-Jmiah bayn al-Usl wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf
5. al-Tausyh/ Quwt al-Habb al-Gharb syarah Fath al-Qarb al-Mujb
6. Niyah al-Zayyin syarah Qurrah al-Ain bi Muimmh al-Dn

7. Marqi al-Ubdiyyah syarah Matan Bidyah al-idyah


8. Nashih al-Ibd syarah al-Manbatu ala al-Istidd li yaum al-Mid
9. Sallim al-Fadhl syarah Mandhmah idyah al-Azkiy
10. Qmiu al-Thugyn syarah Mandhmah Syubu al-Imn
11. al-Tafsir al-Munr li al-Mulim al-Tanzl al-Mufassir an wuj mahsin al-Tawil
musamm Murh Labd li Kasyafi Man Quran Majd
12. Kasyf al-Marthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah
13. Fath al-Ghfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musamm al-Kawkib alJaliyyah
14. Nur al-Dhalm ala Mandhmah al-Musammh bi Aqdah al-Awwm
15. Tanqh al-Qaul al-Hatsts syarah Lubb al-Hadts
16. Madrij al-Shud syarah Maulid al-Barzanji
17. Targhb al-Mustqn syarah Mandhmah Maulid al-Barzanj
18. Fath al-Shamad al lam syarah Maulid Syarif al-Anm
19. Fath al-Majd syarah al-Durr al-Fard
20. Tjn al-Darry syarah Matan al-Baijry
21. Fath al-Mujb syarah Mukhtashar al-Khathb
22. Murqah Shud al-Tashdq syarah Sulam al-Taufq
23. Ksyifah al-Saj syarah Safnah al-Najal-Futhh al-Madaniyyah syarah al-Syub almniyyah

24. Uqd al-Lujain fi Bayn Huqq al-Zaujain


25. Qathr al-Ghais syarah Masil Ab al-Laits
26. Naqwah al-Aqdah Mandhmah fi Tauhd
27. al-Najah al-Jayyidah syarah Naqwah al-Aqdah
28. Sulk al-Jdah syarah Lamah al-Mafdah fi bayn al-Jumuah wa almudah
29. Hilyah al-Shibyn syarah Fath al-Rahman
30. al-Fushsh al-Yqutiyyah ala al-Raudlah al-Bayyah fi Abwb al-Tashrfiyyah
31. al-Riydl al-Fauliyyah
32. Mishbh al-Dhalmala Minaj al-Atamma fi Tabwb al-Hukm
33. Dzariyyah al-Yaqn ala Umm al-Barn fi al-Tauhd
34. al-Ibrz al-Dniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-Adnny
35. Baghyah al-Awwm fi Syarah Maulid Sayyid al-Anm
36. al-Durrur al-Baiyyah fi syarah al-Khashish al-Nabawiyyah
37. Lubb al-bayyn fi Ilmi Bayyn.2
Karya tafsirnya, al-Munr, sangat monumental, bahkan ada yang mengatakan lebih baik
dari Tafsr Jallain, karya Imm Jalluddn al-Suythi dan Imm Jalluddn al-Mahlli yang
sangat terkenal itu. Sementara Ksyifah al-Saj syarah merupakan syarah atau komentar terhadap
kitab fiqih Safnah al-Naj, karya Syaikh Slim bin Sumeir al-Hadhramy. Para pakar menyebut
karya beliau lebih praktis ketimbang matan yang dikomentarinya. Karya-karya beliau di bidang
Ilmu Akidah misalnya Tjn al-Darry, Nr al-Dhalam, Fath al-Majd. Sementara dalam bidang
2Kiai Muhammad Syafii Hadzami, Majmuah Tsaltsa Kutub Mufdah, (Jakarta, Maktabah alArbain, 2006 M/1427 H),

Ilmu Hadits misalnya Tanqih al-Qaul. Karya-karya beliau di bidang Ilmu Fiqih yakni Sullam alMunjah, Niyah al-Zain, Ksyifah al-Saj. Adapun Qmiu al-Thugyn, Nashih al-Ibd dan
Minhj al-Raghibi merupakan karya tasawwuf. Ada lagi sebuah kitab fiqih karya beliau yang
sangat terkenal di kalangan para santri pesantren di Jawa, yaitu Syarah Uqd al-Lujain fi Bayn
Huqq al-Zaujain.
Hampir semua pesantren memasukkan kitab ini dalam daftar paket bacaan wajib, terutama
di Bulan Ramadhan. Isinya tentang segala persoalan keluarga yang ditulis secara detail.
Hubungan antara suami dan istri dijelaskan secara rinci. Kitab yang sangat terkenal ini menjadi
rujukan selama hampir seabad. Tapi kini, seabad kemudian kitab tersebut dikritik dan digugat,
terutama oleh kalangan muslimah. Mereka menilai kandungan kitab tersebut sudah tidak cocok
lagi dengan perkembangan masa kini. Tradisi syarah atau komentar bahkan kritik mengkritik
terhadap karya beliau, tentulah tidak mengurangi kualitas kepakaran dan intelektual beliau.3

3 Habib Utsman bin Aqil bin Umar bin Yahya dilahirkan di Pekojan, Jakarta pada
tanggal 17 Rabiul Awwal 1238 H/ 1822 M. Ibunya bernama Aminah binti Syaikh
Abdurrahman bin Ahmad al-Mishri, putri seorang ulama dari Mesir. Habib Utsman
bermukim di Makkah selama 7 tahun. Guru-guru beliau di antaranya ayahnya
sendiri, Habib Abdullah bin Aqil bin Yahya dan seorang Mufti Syafiiyyah di Makkah,
Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Pada tahun 1848 beliau berangkat ke Hadramaut
menuntut ilmu kepada sayyid Alwi bin Saggaf al-Jufri dan Sayyid Hasan bin Shaleh
al-Bahr. Dari Hadramaut berangkat lagi ke Mesir dan belajar di Kairo selama 8 bulan.
Perjalanan menuntut ilmu dilanjutkan lagi ke Tunis, Aljazair, Istanbul, Persia dan
Syria. Setelah itu beliau kembali lagi ke Hadramaut. Habib Utsman adalah
pengarang kitab yang sangat produktif. Hal ini dikemukakan oleh L.W.C Van Den
Berg (1845-1927) di dalam bukunya yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia dengan judul Hadramaut dan koloni Arab di Indonesia (1989). Ia telah
mencatat bahwa Habib Utsman memiliki 38 karya, 11 buah karyanya ditulis dalam
Bahasa Arab, sedang sisanya disusun dalam Bahasa Melayu. Buku tersebut
diterbitkan di Betawi pada tahun 1886 M, ketika itu Habib Utsman masih hidup dan
masih terus menghasilkan karya-karyanya. Beliau pada tahun 1862 M/ 1279 H
selepas dari hadramaut pulang ke Betawi dan menetap di Pekojan. Kemudian
diangkat menjadi Mufti Betawi menggantikan Syaikh Abdul Ghani. Hingga wafat
pada tahun 1331 H/ 1913 M. Sekilas tentan Habib Utsman, Alkisah, No. 3, 02-15
februari 2004 M, h. 108.

Wafat
Masa selama 69 tahun mengabdikan dirinya sebagai guru Umat Islam telah memberikan
pandangan-pandangan cemerlang atas berbagai masalah umat Islam. Syaikh Nawawi wafat di
Mekah pada tanggal 25 syawal 1314 H/ 1897 M. Tapi ada pula yang mencatat tahun wafatnya
pada tahun 1316 H/ 1899 M. Makamnya terletak di pekuburan Ma'la di Mekah. Makam beliau
bersebelahan dengan makam anak perempuan dari Sayyidina Abu Bakar al-Siddiq, Asma binti
Ab Bakar al-Siddq.4

4 Nurul Huda, Sekilas tentang: Kiai Muhammad Nawawi al-Bantani, (Alkisah, No.4,
14 September 2003 M), h. 2

Anda mungkin juga menyukai