Anda di halaman 1dari 3

CORAK PENAFSIRAN IBNU KATSIR

Safirna Raihana Yakin/ 3 IAT-B/ 22202275

Mata kuliah: Filsafat Ta’wil

Dosen pengampu: Muhammad Saifullah, MA.

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan zaman yang ada maka berkembang pula peranan akal
dan ijtihad ulama’ dalam penafsiran al-Qur’an. banyak ulama’ yang menafsirkan al-quran
dengan keunikannya masing-masing. salah satunya yang akan dibahas dalam artikel ini yaitu
seorang ulama’, juga seorang ahli hadis. yang memiliki nama lengkap lmaduddin Abu al-
Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir ad-Dimasyiqi al-Qurasyi asy-Syafi’I yang biasa dikenal
dengan nama Ibnu Katsir. Ia terkenal sebagai seorang yang sangat menguasai ilmu
pengetahuan; khususnya di bidang ilmu tafsir, hadis, dan sejarah. Sangat banyak buku yang
telah ia tulis dan dijadikan rujukan oleh para ulama, huffaz dan ahli bahasa. Tafsirnya ini
merupakan tafsir terbesar dan mengandung manfaat yang luar biasa banyaknya, sebuah tafsir
yang paling besar perhatiannya terhadap manhaj tafsir yang benar.

PEMBAHASAN

Al-Farmawi mengatakan dalam kitabnya al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mawdhu’i beliau


menyebutkan bahwa corak penafsiran terhadap al-Quran ada enam macam, diantaranya sastra
budaya, fikih, hukum, ilmiah, filsafat, dan sastra Bahasa.1

Dari pengamatan Syeikh Manna’ Kholil al-Qathan dalam kitabnya Mabahits fii ulumil
Qur’an dalam bab Ibnu Katsîr wa Tafsîruhu sebagaimana yang dinukil dalam buku Model
Penafsiran Hukum Ibnu Katsir, hal ini senada dengan latar belakang Ibnu Katsir yang
merupakan seorang tokoh Madzhab Syafi’I yang sangat toleran sehingga dapat disebut
sebagai mujtahid bil-madzhab.2

Adapun penafsiran Ibnu Katsir ini bercorak tafsir bil-ma’tsur yakni penafsiran dengan
al-Qur’an, penafsiran dengan hadis, penafsiran dengan perkataan sahabat dan tabiin.

1
Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidâyah fi al-Tafsîr al-Mawdhû’i (Mesir: Huqûq al-Thaba’ Mahfûdzah,
1976 M), h. 26-33
2
Dr. H. Hasan Bisri, M. Ag., Model penafsiran Hukum Ibnu Katsir (UIN Sunan Gunung Djati: Juni 2020)
1. Penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an

Sebagaimana yang tercantum dalam muqoddimahnya, beliau mengatakan bahwa “Cara


yang paling baik dalam penafsiran adalah menafsirkan ayat dengan ayat yang lain” karena
beliau meyakini bahwa dalam satu ayat diungkapkan dengan abstrak (mutlak) Maka pada
ayat yang lain akan ada pengikatnya (muqayyad). Atau pada suatu ayat bertemakan
umum (‘âm) maka pada ayat yang lain dikhususkan (khâsh).3

2. Penafsiran Al-Qur’an dengan Sunnah

Ibnu Katsir menjadikan Sunnah sebagai referensi kedua dalam penafsirannya. Bahkan
dalam hal ini, Ibnu Katsir tidak tanggung-tanggung untuk menafsirkan suatu ayat dengan
berpuluh-puluh hadits, bahkan mencapai 50 hadits. Kasus ini bisa dilihat ketika
menafsirkan surat al-Isrâ.

3. Penafsiran Al-Qur’an dengan perkataan sahabat.

Ibnu Katsir berkata, “Jika kamu tidak mendapati tafsir dari suatu ayat dari al-Qur`an dan
Sunnah, maka jadikanlah para sahabat sebagai rujukannya, karena para sahabat adalah
orang yang adil dan mereka sangat mengetahui kondisi serta keadaan turunnya wahyu. Ia
menjadikan konsep ini berdasarkan beberapa riwayat, di antaranya atas perkataan Ibnu
Mas’ud, “Demi Allah tidak suatu ayat itu turun kecuali aku tahu bagi siapa ayat itu turun
dan dimana turunnya. Dan jika ada seseorang yang lebih mengetahui dariku mengenai
kitab Allah, pastilah aku akan mendatanginya “. Juga riwayat yang lain mengenai
didoakannya Ibnu Abbas oleh Rasululllah saw, “Ya Allah fahamkanlah Ibnu Abbas
dalam agama serta ajarkanlah ta’wil kepadanya “. Kita dapat melihat pada surat an-Naba
ayat 31 beliau menukil perkataan Ibnu Abbas.

4. Penafsiran Al-Qur’an dengan perkataan tabi’in

Cara ini adalah cara yang paling akhir dalam cara menafsirkan Al-Qur`an dalam metode
bil-ma’tsur. Ibnu Katsir merujuk akan metode ini, karena banyak para ulama tafsir yang
melakukannya, artinya banyak ulama tabi’in yg dijadikan rujukan dalam tafsir. Seperti
perkataan Ibnu Ishaq yang telah menukil dari Mujahid, bahwa beliau memperlihatkan
mushaf beberapa kali kepada Ibnu Abbas, dan ia menyetujuinya. Sufyan al-Tsauri
berkata, “Jika Mujahid menafsirkan ayat cukuplah ia bagimu”.

KESIMPULAN
3
Lihat Muqoddimah Tafsir Ibnu Katsir.
Ibnu Katsir sebagai sosok ulama yang saleh telah meninggalkan karya yang sangat
bermanfaat sekali. Lautan keilmuan yang ia ungkapkan merupakan gayung bersambut dari
amanah yang telah diembankan kepada umat. Itulah salah satu tanggung jawab yang ia
kontribusikan kepada kita. Metode serta cara berpikirnya telah memperlihatkan dan
mempersembahkan metode yang dijadikan standar dalam penelitian, dan senantiasa dijadikan
tolak ukur. Dalam pembahasan yang sederhana ini kami dapat menyimpulkan bahwa tafsir
Ibnu Katsir merupakan tafsir yang menggunakan metodologi bil ma’tsur, bahkan merupakan
tafsir bil ma’tsur yang mendapatkan predikat termasyhur kedua setelah tafsir at- Thabari. Dan
beberapa corak penafsiran dari Ibnu Katsir diantaranya Penafsiran Al-Qur’an dengan Al-
Qur’an, Penafsiran Al-Qur’an dengan hadis, Penafsiran Al-Qur’an dengan sahabat, dan
Penafsiran Al-Qur’an dengan tabiin.

REFERENCES:

Al-Qur’an al-karim

Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidâyah fi al-Tafsîr al-Mawdhû’i (Mesir: Huqûq al-


Thaba’ Mahfûdzah, 1976 M)

Dr. H. Hasan Bisri, M. Ag., Model penafsiran Hukum Ibnu Katsir (UIN Sunan
Gunung Djati: Juni 2020)
‘Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir, Terj. M. ‘Abdul Ghoffar E.M, Cet. 1,
(Tt: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008)

Anda mungkin juga menyukai