Anda di halaman 1dari 3

Hermeneutika Ibnu Katsir

A. Biografi Ibnu Katsir

Imam Ibnu Katsir mempunyai nama lengkap yaitu Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail bin
Umar bin Katsir ad-Dimasyiqi al-Quraisy asy-Syafi’i. Beliau merupakan seorang ulama
ahli fiqih, ahli hadits, dan sekaligus seorang mufassir. Beliau lahir di tanah Syiria pada
tahun 700 H dan meninggal dunia pada tahun 774 H. Beliau merupakan seorang ulama
yang terkenal dengan keilmuannya yang sangat luas khususnya pada bidang ilmu tafsir,
hadits, dan sejarah. Banyak sekali buku yang beliau tulis salah satunya yaitu Tafsir Ibnu
Katsir kitab tafsir yang dijadikan sebagai rujukan oleh para ulama.

Kitab tafsir ibnu katsir merupakan tafsir terbesar pada zamannya dan mengandung
sangat banyak sekali manfaatnya. Dan salah satu kitab tafsir yang paling besar
perhatiannya terhadap ranah tafsir yang benar. Mengenal Ibnu Katsir Imam Al-Suyuti
juga pernah mengatakan “Tafsir Ibnu Katsir merupakan tafsir yang tidak ada duanya.
Belum pernah ditemukan kitab tafsir yang sistematika dan karakteristiknya yang
menyamai kitab tafsir ini”. Untuk lebih mengenal hermeneutikanya alangkah baiknya
penulis akan memaparkan secara ringkas dan detail.

B. Tafsir Ibnu Katsir

Kitab tafsir ibnu katsir ditulis pada saat orang-orang mempunyai semangat dan
perhatian dalam mempelajari,mengajarkan, dan mengamalkan ilmu-ilmu syari’at. Dalam
hal tersebut orang-orang mudah mendapat akses atau referensi dalam mencari sumber-
sumber tertentu. Misalnya dalam menafsirkan ayat mereka dapat mengambil referensi
dari kitab-kitab tafsir salah satunya kitab tafsir ibnu katsir ini.

Di indonesia sudah ada kitab tafsir ibnu katsir dari berbagai macam-macam
cetakannya, bahkan sudah ada yang menerjemahkan dan meringkasnya dalam bahasa
indonesia. Imam Ibnu Katsir menggunakan beberapa cara dalam menyusun kitab tersebut
agar lebih mudah penulis akan menjelaskan bagaimana Imam Ibnu Katsir menyusun dan
menafsirkan Al-Qur’an dalam kitab tersebut.

C. Hermeneutika Ibnu Katsir


Metode yang digunakan Imam Ibnu Katsir dalam hermeneutikanya dalam
menafsirkan Al-Qur’an adalah sebagai berikut :

1. Menafsirkan Al-Qur`an dengan Al-Qur`an.


Singkatnya, Imam Ibnu Katsir menjelaskan satu ayat dengan ayat yang lain,
karena dalam satu ayat di.ungkapkan dengan abstrak maka pada ayat yang lain akan
ada pengikatnya. Atau pada suatu ayat bertemakan umum maka pada ayat yang lain
dikhususkan. Imam Ibnu Katsir menjadikan rujukan ini berdasarkan sebuah
ungkapan, “Cara yang paling baik dalam penafsiran adalah menafsirkan ayat dengan
ayat yang lain”. Jadi, suatu ayat ada korelasinya dengan ayat lain.
2. Menafsirkan Al-Qur’an dengan Hadits.
Imam Ibnu Katsir menjadikan hadits sebagai referensi kedua setelah Al-
Qur’an dalam penafsirannya. Dalam hal ini, Imam Ibnu Katsir mengambil banyak
sekali referensi dalam hadits. Bahkan dikatakan untuk menafsirkan suatu ayat dapat
menggunakan berpuluh-puluh hadits, bahkan mencapai 50 hadits. Kasus ini bisa
dilihat ketika menafsirkan surat al-Isrâ.
3. Tafsir Qur`an dengan perkataan para sahabat.
Imam Ibnu Katsir berkata, “Jika kamu tidak mendapati tafsir dari suatu ayat
dari al-Qur`an dan Sunnah, maka jadikanlah para sahabat sebagai rujukannya, karena
para sahabat adalah orang yang adil dan mereka sangat mengetahui kondisi serta
keadaan turunnya wahyu. Beliau menjadikan konsep ini berdasarkan beberapa
riwayat, di antaranya atas perkataan Ibnu Mas’ud dan juga riwayat yang lain
mengenai didoakannya Ibnu Abbas oleh Rasululllah SAW, “Ya Allah fahamkanlah
Ibnu Abbas dalam agama serta ajarkanlah ta’wil kepadanya “. Kita dapat melihat pada
surat an-Naba ayat 31 beliau menukil perkataan Ibnu Abbas.
4. Menafsirkan dengan perkataan tabi’in.
Cara penafsiran ini adalah cara yang paling akhir dalam cara menafsirkan Al-
Qur`an dalam metode bil-ma’tsur. Ibnu Katsir merujuk akan metode ini, karena
banyak para ulama tafsir yang melakukannya, artinya, banyak ulama tabi‟in yg
dijadikan rujukan dalam tafsir. Seperti perkataan ibnu Ishaq yang telah menukil dari
Mujahid, bahwa beliau memperlihatkan mushaf beberapa kali kepada Ibnu Abbas,
dan ia menyetujuinya. Sufyan al-Tsauri berkata, “jika Mujahid menafsirkan ayat
cukuplah ia bagimu”.

Metode yang digunakan Imam Ibnu Katsir adalah Metode Tahlili, beliau
menyajikannya secara runtut mulai dari surat al-Fatihah sampai al-Nas sesuai dengan
mushaf Usmani. Bentuk penafsirannya kecenderungannya lebih menggunakan bentuk
tafsir bil ma’tsūr, menurut beliau dalam mukaddimah tafsirnya menyebut bahwa metode
tersebut adalah metode yang terbaik dalam penafsiran al-Qur’an. Terkait dengan kisah-
kisah kuno dari yahudi maupun nasrani atau pengaruh kebudayaannya terhadap tafsir
(israiliyyat) Imam Ibnu Katsir sangat selektif dalam hal tersebut, bahkan dicantumkan
dalam penafsirannya, ketika kisah-kisah tersebut sahih maka akan dicantumkan
riwayatnya sahih begitu pula sebaliknya.

D. Kesimpulan

Dalam hermeneutika Imam Ibnu Katsir kitab tafsirnya merupakan tafsir yang
menggunakan metodologi bil ma’tsur, bahkan merupakan tafsir bil ma’tsur yang
mendapatkan predikat termasyhur kedua setelah tafsir at- Thabari. Tafsir ini memiliki
banyak keunggulan diantaranya yaitu kehati-hatian Ibnu katsir dalam menafsirkan ayat-
ayat al-Qur’an, terlebih kaitannya dengan Hadis atau Khabar yang kurang tsiqah. Begitu
pula dengan kisah-kisah israiliyyat. Beliau mencoba sejauh mungkin untuk
menghindarinya.
DAFTAR PUSTAKA

Umar bin Katsir, Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail. (1998). Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim.
Libanon: Beiruit.

Ulvia Wardani. Ramlah Lubis. Safirna Raihana Yakin, Sirliya Saidatus Saniyah. Presentasi
Mata Kuliah Filsafat Ta’wil. Hermeunetika Ibnu Katsir, Desember 2023. Yogyakarta:
Bantul.

Anda mungkin juga menyukai