Beliau adalah seorang hafiz yang alim, unggul dalam penguasaan bahasa Arab secara
luas. Beliau juga dikenal orang yang benar penuqilan-nya dan terpercaya dalam ilmu
penuqilan, singkatnya beliau ialah seorang ahli riwayat yang diantaranya mengambil
ilmu riwayat Ibn Khuzaimah, sehingga beliau juga digelari al Hafiiz sebagai disebutkan
dalam Tarikh Al Naisabur.
Walaupun begitu karya Al Tsa’laby ini tetap sangat berharga sehingga menjadi rujukan
para ulama setelahnya, sebab memiliki kelebihan, termasuk varian riwayat tadi dan
penjelasan qira’atnya. Maka, para ulama selanjutnya berusaha untuk meneliti riwayat-
riwayat tersebut sehingga terpisah antara yang benar dan bathil. Puncaknya adalah
peringkasan tafsir ini dengan perbaikan yang sangat baik oleh Imam Al Baghawy, yang
akhirnya dikenal sebagai tafsir Ma’aalim Al Tanziil yang dibahas sebelumnya, dimana
kitab ini mendapatkan pengakuan dan penerimaan yang luarbiasa dari para ulama
D. Durru Al Manstur
Kitab ad-Durr al-Mantsur fi Tafsir al-Ma’tsur merupakan kitab tafsir karangan Imam
Jalaluddin as-Suyuthi. Beliau bernama Abdurrahman bin Kamal bin Abu Bakr bin
Muhammad bin Sabiquddin bin Fajr bin Utsman bin Nadiruddin Hamam al-Hudhairi
as-Suyuthi. Jalaluddin adalah laqab beliau dan Abu Fadl kunyah (kuniyah)-nya.
Sedangkan al-Hudhairi, sebagaimana dijelaskan al-Suyuthidalam kitabnya Husnul
Muhadharah merupakan pe-nisbat-an kepada Hudhairiyyah, satu daerah di Baghdad
yang merupakan kota kelahiran buyutnya. Adapun nama al-Suyuthi dinisbatkan kepada
propinsi Asyut di negara Mesir dan merupakan tempat kelahiran beliau.
Sebelum menulis kitab tafsir ad-Durr al-Mantsur ini, as-Suyuthi telah menulis kitab
tafsir yang berjudul Majma’ al-Bahrain wa Mathla’ al-Badrain. Setelah itu, beliau
menulis kitab tafsir yang berisi penafsiran Rasulullah dan sahabat, yang
keseluruhannya tidak kurang dari tujuh belas ribuan hadits, baik yang marfu’ (sampai
ke Rasulullah) maupun mauquf (sampai ke sahabat). Kitab tafsirnya ini, diberi judul
Turjumah Al-Qur’an.Setelah itu, beliau menulis lagi sebuah kitab tafsir yang diberi
judul ad-Durr al-Mansur fi al-Tafsir al-Ma’tsur, yang merupakan ringkasan kitabnya
Turjuman Al-Qur’an.
Metode yang dipakai oleh Imam Suyuthi dalam tafsir ad-Durr al-Mantsur ini adalah
metode tahlili (analitis). Imam Suyuthi menafsirkan ayat ini berdasarkan urutan
mushaf, mulai dari al-fatihah hingga an-Nas. Kendati dikatakan sebagai tahlili
(analitis), Imam Suyuthi tidak memberikan komentar apapun atas atsar (hadis
Rasulullah saw atau ungkapan sahabat) yang dia nukil dalam tafsirnya. Oleh karena itu,
tafsir ini secara keseluruhan menggunakan atsar sebagai bahan penafsiran ayat-ayatnya.
Kitab ad-Durr al-Mantsur adalah model kitab tafsir bil ma’tsur yang beraliran Ahl al-
sunnah yang paling banyak dibuang sanadnya. Dalam hal ini, al-Suyuthi tidak memberi
alasan yang jelas. As-Suyuthi memang sangat konsisten dalam menjaga periwayatan
dalam kitab tafsirnya ini, baik yang berasal dari Rasulullah, sahabat maupun tabi’in,
namun sayangnya beliau tidak menjelaskan status riwayat-riwayat tersebut apakah
shahih, hasan, dha’if, atau bahkan maudhu.
Di dalam kitab tafsir ad-Durr al-Mantsur ini banyakk ditemukan kisah-kisah dan
riwayat-riwayat israiliyat yang tidak disertai dalil-dalil dan bahkan bertentangan
dengan akal sehat, seperti kisah Harut dan Marut, kisah putera Ibrahim yang
disembelih, yang menurut kitab ini adalah Ishaq, kisah Yusuf, Daud dan Sulaiman,
Ilyas. Bahkan, al-Suyuthi terlalu berlebihan dalam menuturkan riwayat-riwayat yang
terkait dengan yang menimpa Nabi Ayyub, padahal sebagian besar dari riwayat-riwayat
tersebut tidak sahih dan kebanyakan dari kisah-kisah israiliyat.