2. ILMU AGAMA
Masa keemasan Abbasiyah adalah zaman keemasan peradaban Islam. Berkembangnya pemikiran intelektual dan keagamaan pada
masa itu, antara lain karena kesiapan umat Islam untuk menyerap budaya dan khaazanah peradaban besar dan mengembangkannya secara
kreatif. Factor penting yang menjadi pendorong berkembangnya peradaban Islam adalah Islam memiliki sumber normative, yakni al-Qur’an.
Selain al-Qur’an, Hadits juga telah mendapat kedudukan penting dalam kehidupan keagamaan Islam. Berikut ini akan diuraikan perkembangan
ilmu agama pada masa Dinasti Abbasiyah yang mengalami kemajuan cukup pesat.
1. Ilmu Tafsir
Pada masa Dinasti Abbasiyah perhatian terhadap Al-Qur’an dapat dilihat dari banyaknya buku yang ditulis untuk menjelaskan ayat-
ayat Al-Qur’an . hampir setiap cabang ilmu yang berkembang diawali dengan mengutip dan menafsirkan ayat Al-Qur’an yang terkait.
Ilmu tafsir adalah cabang ilmu yang sangat penting bagi perkembangan keagamaan dan keilmuwan umat Islam. Ilmu Tafsir
merupakan ilmu yang menjelaskan tentang makna atau kandungan Al-Qur’an, sebab-sebab turunnya ayat/asbabun nuzul dan
hukumnya.
Pada masa Dinasti Abbasiyah ada dua macam metode dalam menafsirkan al-Quran, yakni :
a. Dengan metode tradisional atau lebih dikenal dengan Tafsir bil Ma’sur (al-Qur’an yang ditafsirkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an
atau hadis-hadis Nabi).
b. Dengan metode rasional atau lebih dikenal dengan Tafsir bir Ra’yi (penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan akal pikiran).
Para mufassirin atau para ahli Tafsir bil Ma’sur antara lain:
a. Imam Ibnu Jarir at-Tabari/ Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir ibn Yazidibn Kasir ibn Galib al-Amali at-Tabari/ at-Tabari. Karyanya
berjudul “ Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an” atau lebih dikenal dengan Tafsir Al-Tabari.
b. Ibnu ‘Athiyah al-Andalusy/al-Qadhi Abu Muhammad Abd al-Haq ibn Ghalib ibn Abdurrahman ibn Ghalib ibn Athiyah al-
Muharibi. Karyanya al-Muharrir al-Wajiz fi TafsirAl-Qur’an al-Aziz, yang mampu membangkitkan nasionalisme Arab. Melalui
tafsir itu, ia tak henti-hentinya memberi semangat kepada generasi muda untuk bersatu dan memandang kehidupan dengan
penuh optimistis.
c. Muqatil bin Sulaiman/Muqatil bin Sulaiman bin basyir al-Balkhi al-Adzi. Penafsirannya terpengaruh oleh kitab Taurat. Karyanya
Tafsir al-Kabir /Tafsir Muqatil (karyanya yang paling monumental), tujuan penulisannya adalah untuk menafsirkan dan juga
menta’wilkan ayat al-Qur’an agar dapat dipahami oleh umat Islam. Metode yang digunakan dalam Tafsir Muqatil adalah
metode Tahlili. Sebuah metode yang penyusunanya mengikuti mushaf Utsmani yaitu dari al- Fatihah sampai an-Nas erta
menafsirkan al-Qur’an secara lengkap 30 juz. Sedangkan sumber penafsirannya, menggunakan dua sumber yaitu Bil Ma’sur dan
bir Ra’yi.
d. Karyanya yang lain dalam bidang tafsir antara lain: Nawadir at-Tafsir, Tafsir Khomsumiati Ayat Min Al-Qur’a al-Karim,al-Wujuh
wa an-Nadzair fi al-Qur’anal-Ayat wa al-Mutasyabihat.
e. Muhammad bin Ishaq, ( dalam tafsirnya banyak mengutip cerita israiliyat).
f. As-Suda’i/as-Sudi, (yang mendasarkan tafsirnya kepada Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud)
Para mufassirin atau ahli Tafsir bir-Ra’yi antara lain:
a. Abu Yunus Abdussalam (melakukan penafsiran al-Qur’anyang sangat luas sehingga ia menafsirkan surah al-Fatihah sampai 7
jilid).
b. Abu Muslim bin Bahr Isfahany (mu’tazilah),dengan tafsirnya Jami’ut ta’wil yang berjumlah 14 jilid.
c. Ibnu Jaru al-Asadi
d. Abu Bakar Asam
Diantara buku-buku tafsir yang ditulis pada masa Dinasti Abbasiyah yang masih menjadi rujukan hingga sekarang ialah
kitab al-Jami’ al-Bayan yang ditulis oleh at-Tabary (225-310 H/ 839-923 M), Al-Kasysyaf oleh az-Zamakhsyari ( 467-538
H/1075-1144 M), dan Mafatih al-Gaib/ at-Tafsir al-Kabir li Alquranul Karim, oleh Fakhruddin ar-Razi (543-606 H/1149-1189 M),
ia dijuluki sebagai imam Musyakikin yaitu ahli pengkritik yang tajam dan kritikannya menurut Syahid Muthahhari banyak
memberikan manfaat.
2. Ilmu Hadis
Ilmu Hadis adalah ilmu yang mempelajari tentang hadis dari sanad, perawi dan matannya. Penyusunan hadis sudah
dilakukan sejak pemerintahan dinasti Umayyah saat Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintah. Periode penyusunan hadis pada
masa itu disebut periode awal penyusunan hadis.
Pada awalnya berbagai hadis dikoleksi oleh para ulama yang dikumpulkan bukan berdasarkan isinya, melainkan lebih
menurut perawinya. Metode pengumpulan ini disebut al-Musnad. Al-Musnad paling terkenal adalah himpunan oleh Ahmad bin
Hanbal.
Dalam perkembangan berikutnya, hadis disusun sesuai dengan isinya dan dibagi atas pasal-pasal atau bab-bab yang lebih
khusus yang terkait dengan pembahasan fiqih. Metode pengumpulan hadis seperti ini disebut Musannaf. Ada enam dari kitab jenis
ini yang secara umum diakui oleh mayoritas umat Islam, yang terkenal dengan al-Kutub as-Sittah ( kitab yang enam). Adapun
keenam pengumpul hadis yang hidup pada masa Dinasti abbasiyah ini adalah:
a. Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari atau lebih dikenal Imam Bukhari, sebagian orang menyebutnya Amirul
Mukminin fil Hadits ( pemimpin orang-orang yang beriman dalam ilmu hadis). Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, imam bukhari
menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya al-Jami’al Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
b. Imam Abd al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim ibn Qusyairi an-Naisyaburi/ Imam Muslim.
Karya Imam Muslim antara lain: Al-Jami’ ash-Shahih atau lenih dikenal dengan sebutan Shahih Muslim, Al-Musnad al-Kabir
( kitab yang menerangkan nama-nama para perawi hadis), yang paling mashur adalah As-Sahih yang judul lengkapnya Al-
Musnad as-Sahih al-Mukhtasar min as-Sunan bi Naql ‘an Rasul Allah (yang berisi 3.033 Hadis).
c. Imam Abu Dawud atau Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin ’Amr al-Azdi As-Sijistani. Abu Dawud adalah
seorang ulama besar yang wara, saleh, dan bijaksana. Imam Abu Dawud adalah seorang perawi hadis, yang mengumpulkan
sekitar 50.000 hadis lalu memilih dan menuliskan 4.800 diantaranya dalam kitab Sunan Abu Dawud. Diantara karyanya yang
lain adalah kitab al-Marasil, kitab Al-Qadar, an Nasikh wa al- Mansukh, Dalail an-Nubuwwah, Akhbar al-Khawarij, Ibtida’ al-
Wahyu.
d. Imam At-Tirmizi
Nama aslinya Imam al-Hafizh Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Ad-Dahhak as-Sulami at-Tirmidzi. Ia
lahir di kota Tirmiz, Uzbekistan. At-Tirmizi merupakan salah satu ulama yang tergabung dalam kutubus sittah, dia banyak
mengarang kitab seperti: kitab al-“Ilal, kitab at-Tarikh, kitab az-Zuhud, kitab al-Asma’ as-Sahabah, kitab al-Asma’ al-Kunyah
dan karyanya yang terkenal adalah kitab al-Jami as-Sahih atau lebih dikenal dengan kitab Sunan at-Tirmizi . Kitab ini terdiri dari
empat bagian, yaitu:
1. Bagian pertama adalah bagian yang dipastikan kesahihannya
2. Bagian kedua, bagian yang mencapai syarat sebagaimana Abu dawud dan An-Nasai’
3. Bagian ketiga, bagian yang jelas illatnya
4. Bagian keempat, bagian yang menerangkan menurut perkataannya sendiri, seperti ucapannya: ‘ yang kutakhrij dalam
kitabku ini adalah hadis yang telah diamalkan oleh sebagian ulama”.
Adapun ulama-ulama termasyhur yang pernah menjadi gurnya adalah: imam Bukhari, imam Muslim, Ali bin Hujr al-Marwazi,
Qutaibah bin Said, Ishaq bin Musa, Hannad bin as-Saariy, Muhammad bin Basysyaar. Dan beberapa orang yang pernah
menimba ilmu kepadanya ialah: Hammad bin Syakir, Makhul ibnu Fadl, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi, al-Haisam bin Kulaib asy-
Syasyi.
e. Imam An-Nasa’i
Ahmad ibn Syu’aib ibn ‘Ali ibn Sinan Abu Abd ar-Rahman al-Nasa’I (215 H). ia dinisbatkan kepada kota Nasa’I, salah satu
kota di Khurasan. Imam Nasa’I menerima hadis dari Sa’id Ishaq bin Rawahih, dan ulama lainnya dari tokoh hadis di Khurasan,
Hijaz, Irak, Mesir, Syam dan Jazirah Arab.
Para guru tempatnya belajar antara lain: Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Ibrahim, Ali bin Kasyram, Imam Abu Dawud, Imam At-
Tirmizi. Sedangkan ulama yang penah berguru kepadanya adalah: Abu al-Suyuti, Muhammad bin Mu’awiyah bin al-Ahmar al-
Andalusi, Abu Nasr ad-Dalabi, dan Abu Bakar bin Ahmad as-Sunni.
Kitab-kitab hadis karya an-Nasa’I diantaranya: As-Sunan al-Kubra ( yang dikenal dengan Sunan An-Nasa’I, As-Sunan al-
Mujtaba, Kitab at-Tamyiz, Kitab ad-Du’afa, Musnad Ali, Musnad Malik. Imam An-Nasa’I wafat pada tahun 303 H/ 915 M, ia
dimakamkan di Baitul Maqdis, Palestina.
f. Imam Ibnu Majah
Nama lengkapnya Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Yazid ibn Majah al Rab’I al-Qazwini. Ia terkenal dengan kejujuran dan
akhlak mulianya. Dilahirkan di Qazwin, Irak tahun 209 H/ 824 M. sepanjang hayatnya, Imam Ibnu Majah telah menulis puluhan
buku, baik dalam bidang hadis, sejarah, fiqih, maupun tafsir. Di bidang tafsir, ia menulis antara lain Tfsir Al-Qur’an al-Karim,
kitabnya dibidang sejarah berjudul At-Tarikh ( memuat biografi para perawi hadis sejak awal hingga zamannya).
Karyanya di bidang hadis berjudul Kitab Sunan Ibnu Majah, menjadi yang paling bersejarah dan popular di kalangan
muslim dan menjadi rujukan klasik. Menurut Muhammad Fuad Abdul Baqi, penulis buku Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-
Qur’an al-Karim (indeks al-Qur’an), jumlah hadis dalam kitab Sunan Ibnu Majah berjumlah 4.241 Hadis. Ia meinggal dunia
tanggal 22 Ramadhan 273 H/ 887 M, di Qazwin, Irak.
3. Ilmu Fiqih
Ilmu Fiqih merupakan bidang ilmu dalam syariat Islam yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia. Pada masa Dinasti
Abbasiyah inilah muncul empat imam mazhab besar dalam ilmu Fiqih, yaitu:
a. Imam Hanafi
Nama aslinya Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi.Ia lahir di Kufah, Irak tahun 80 H/699 M, dia mendalami
ilmu Tafsir, Hadis, bahasa Arab, dan Ilmu Hikmah. Imam Hanafi disebut sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqih
berdasarkan kelompok-kelompok tertentu (tematik), mulai dari bab kesucian (taharah), shalat, dan seterusnya. Metodenya itu
diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti: Malik bin Anas, Imam Syafi’I, Abu Dawud, Bukhari, Muslim, dan lainnya. Diantara
muridnya yang terkenal adalah Muhammad ibn al-Hasan al-syaibani, guru dari Imam Syafi’i.
Dalam menetapkan hukum, imam Hanafi menggunakan dalil-dalil berdasarkan al-Qur’an, Sunnah Rasul, Fatwa Sahabat,
Qiyas, Istihsan, Ijmak, dan ‘Urf. Pengertian ‘Urf adalah adat kebiasaan orang muslim dalam suatu masalah tertentu, yang tidak
ada ketentuannya dalam al-Qur’an dan Sunnah, j
uga belum ada praktenya pada masa sahabat.
Imam Abu Hanifah pernah ditunjuk oleh Khalifah Abu Ja,far al-Mansur menjadi seorang hakim akan tetapi imam Abu
Hanifah menolak tawaran dari sang khalifah. Peristiwa inilah yang menyebabkannya pada masa itu ia dijebloskan oleh sang
khalifah ke penjara. Ia juga pernah menolak jabatan Qadi pada masa Dinasti Umayyah dan diberikan huluman cambuk, pada
masa khalifah Marwan bin Muhammad.
Karya-karya yang ditinggalkan oleh Imam Abu Hanifah antara lain: Fiqh al-Akhbar, Al ‘Alim wa Al-Muta’alim dan Musnad Fiqh
Akhbar. Imam Abu Hanifah wafat di Bagdad, Irak, tahun 150 H.
b. Imam Maliki
Nama aslinya Abu ‘Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi ‘Amar bin Amr bin al-Haris bin Gaiman bin Jusail bin Amr bin
al-Haris zi Asbah. Dilahirkan di Madinah al-Munawwarah pada tahun 93 H ( pendapat lain tahun 90, 94, dan 95 H). dan ia
meninggal di Hijaz pada tahun 179 H/ 795 M. ia dikuburkan di Baqi’. Imam Malik belajar di Madinah dan menulis kitab Al-
Muwatta’. Kitab ini disusunnya selama 40 tahun, dan telah ditunjukkan kepada 70 ahli fiqih di kota Madinah. Kitab al-
Muwatta’ berisi 100.00 Hadis yang diriwayatkan oleh lebih dari 1.000 orang. Perawi yang paling masyhur adalah Yahya bin
Yahyah al-Laisi al-Andalusi al-Masmudi.
Kitab al-Muwatta’ berisi berbagai Hadis, pendapat para sahabat, dan ulama Tabi’in. Kitab yang ditulis atas anjuran
Khalifah al-Mansurini, membahas tentang ilmu-ilmu agama dan hukum Islam. Mazhab Imam Malik merujuk pada empat dasar
hukum, yaitu: Al-Qur’an, Sunnah Rasul, Ijma’ dan Qiyas. Pada masanya, Imam Malik paling berpengaruh di seluruh Hijaz. Ia
dikenal dengan sebutan “ Sayyid al-Fuqaha al-Hijaz” ) pemimpin ahli Fiqih di seluruh Hijaz.
c. Imam Syafi’i
Nama aslinya Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi’I al-Muththalibi al-Qurasyi. Lahir tahun 150 H di Khuzzah.
Imam Syafi’I berguru ilmu Fiqih kepada Muslim bin Khalid az-Zanji, Abu Dawud bin Abdurrahman al-Attar, Muhammad bin Ali
bin Syafi’, Sufyan bin Uyainah, Abdurrahman bin Abi Bakr al-Mulaiki, Sa’id bin Salim, Fudail bin al-Ayyad. Masih berusia 15
tahun, gurunya bernama Muslim bin Khalid az-Zanji telah mengizinkannya berfatwa.
Pergaulannya yang luas membantu Imam Syafi’I dalam menyusun pandangannya, yang dikenal dengan “Qaul Qadim”
( pendapat terdahulu). Pada tahun 198 H, ia memutuskan kembali ke Makkah. Di tahun yang sama, ia pun pergi ke Mesir. Di
kota Mesir, Imam Syafi’I mulai menyusun pendapatnya yang baru, yang dikenal dengan istilah “Qaul Jadid”.
Imam Syafi’I dikenal sebagai mujtahid mutlak, juga sebagai ulama Fiqih, ulama Hadis, dan ulama Ushul Fiqih. Ia mampu
memadukan mazhab Fiqih Irak dengan mazhab Fiqih Hijaz. Sumber pemikirannya didasarkan kepada al-Qur’an, Sunnah, Ijma,
dan Qiyas. Di antara karyanya yang bersejarah adalah “Ar-Risalah”, dan buku pertamanya tentang ushul fiqih. Karya lainnya
yang terkenal adalah kitab Al –Umm ( berisi tentang pandangan fiqihnya yang baru), kitab yang membahas hukum Islam secara
logis dan sistematis.
d. Imam Hambal
Nama aslinya adalah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad al-Marwazi al Bagdadi. Lahir tahun 164 H di
Bagdad dan wafat tahun 241 H. Banyak ulama yang memuji keistimewaan hafalannya, sebagaimana yang dikatakan Imam
Syafi’i: ‘ Ahmad bin Hambal adalah imam dalam delapan hal, yaitu: imam dalam Hadis, imam dalam Fiqih, imam dalam
Bahasa, imam dadlam Al-Qur’an, imam dalam kefakiran, imam dalam kezuhudan, imam dalam wara’, dan imam dalam
Sunnah”.
Karya-karya imam Hambal, diantaranya: Kitab al-Musnad/ Musnad Imam Hambal, Az-Zuhud, Fadail ahl al-Bait, Jawabat
Al-Qur’an, Al-Iman, Ar-Radd ‘ala al-Jahmiyyah, Al-Asyribah dan Al-Fara’id.
4. Ilmu Tasawuf
Ilmu Tasawuf adalah ilmu syariat yang inti ajarannya adalah menjauhkan diri dari segala kesenangan dan perhiasan dunia
dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt. Pada masa Abbasiyah berkembang dua aliran dalam ilmu tasawuf, yaitu tasawuf
akhlaki dan falsafi. Tasawuf akhlaki adalah tasawuf yang bersifat akhlak berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw., tasawuf
model ini disebut juga sebagai tasawuf sunni.
Salah satu tokoh tasawuf akhlaki adalah Al-Haris bin Asad al-Muhasibi. Karyanya antara lain: ar-Ri’ayat li Huquqillah
( membahas hak-hak Allah), kitab al-Wasaya ( membahas tentang hidup zuhud), dan at-Tawahum ( membahas tentang mati di hari
kiamat). Adapun tasawuf falsafi adalah tasawuf yang bersifat filsafat yang sudah tercampur dengan metafisika. Tokoh tasawuf falsafi
yang terkenal adalah Zunnun al-Mishri yang wafat di Iskandariyah pada tahun 899 M dan Abu Yazid al-Bustami yang wafat di Bistan
pada tahun 875 M. setelah dua tokoh ini wafat, tasawuf falsafi mengalami kemunduran, sedangkan tasawuf sunni mengalami
perkembangan dengan munculnya tokoh-tokoh seperti:
a. Al-Qusyairi ( Abu Kasim Abdul karim bin Hawazin Al-Qusyairi). Ia lahir di kota Ustuwa, Nishapur yang berada di provinsi
Khurasan, Irak, pada tahun 986 M. Disamping ahli tasawuf juga ulama fiqih, tafsir, adab, syair. Karyanya yang terkenal adalah “
Risalatul Qusyairiyah”. Karyanya yang lain adalah Adab Shufiyyah, Syikayah Ahlus Sunnah, al-Fatawa, Latha’if al-Isyarat. Al-
Qusyairi wafat di Naishapur pada tahun 1072 M.
b. Syihabuddin yaitu Abu Hafas Umar bin Muhammad Syihabuddin Sahrawardi. Karyanya yang terkenal adalah “ Awariful
Ma’arif”.
c. Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Gazali al-Tusi al-Syafi’I atau lebih dikenal dengan sebutan Imam al-Gazali.
Al-Gazali lahir di Tusi (daerah Khurasan di wilayah Persia (Iran sekarang) ) pada tahun 450 H. Al-Gazali menulis banyak
buku di berbagai bidang ilmu pokok pada zamannya, anata lain: tentang tafsir al-Qur’an, ilmu kalam, ushul fiqih, fiqih, tasawuf,
mantiq, filsafat, dan lain-lain. Beberapa karyanya yang termashur dan banyak dirujuk oleh lembaga-lembaga pendidikan di
Indonesia, adalah:
1. Ihya ‘Ulumuddin, yang membahas ilmu-ilmu agama.
2. Tahafut al-Falasifah, menerangkan pendapat para filsuf ditinjau daari sudut pandang agama.
3. Al-munqiz min ad-Dalal, menjelaskan tujuan dan rahasia-rahasia ilmu menurut al-Gazali.
4. Mizan al-‘Amal, menjelaskan tentang falsafah keagamaan.
5. Al-Maqasid al-Asna fi Ma’ani Asma Allah al-Husna, menjelaskan tentang arti nama-nama Tuhan.
Al-Gazali wafat pada tahun 505 H, di Tusi tempat kelahirannya.
Dalam konsep ilmu tasawuf dikenal tahapan-tahapan atau maqam-maqam yang aka dilalui oleh seorang sufi untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Adapun tahapan atau maqam yang aka dilalui oleh para sufi sebagai berikut:
1. Zuhud,yaitu kehidupan yang terbebas dari materi duniawi. Tokoh sufi yang termasuk kategori ini adalah Sufyan as-Sauri,
Abu hasyim, dan Jabir bin Hasyim.
2. Mahabbah, yaitu rasa cinta yang sangat dalam kepada Allah swt.
Bagi seorang sufi yang sudah zuhud hendaknya dilandasi dengan mahabbah. Sebab, kepatuhan kepada Allah bukanlah
tujuan, ia juga tidak mengharap nikmat surge dan takut siksa neraka, tetapi ia mematuhi Allah karena cinta yang
mendalam kepada-Nya. Salah seorang tokoh yang terkenal dalam hal ini adalah Rabi’ah al-Adawiyah.
3. Ma’rifat, yakni pengalaman ketuhanan.
Pembicaraan tentang ma’rifat telah terlihat pada perkataan Zun Nun al-Misri dan Junaid al-Bagdadi. Zun Nun Al-Misri
dilahirkan di Akhim, (155-245 H). pada tahun 214 H ia ditangkap karena diduga melakukan bid’ah (melakukan ma’rifat
kepada Allah). Namun, setelah diadili ia tidak terbukti melakukan kesesatan dan akhirnya dibebaskan.
4. Al-Fana dan Al-Baqa, yaitusuatu keadaan ketika seorang sufi belum dapat menyatukan diri dengan Tuhan sebelum
menghancurkan dirinya. Tokoh yang pertamamemperkenalkan masalah ini adalah Abu Yaazid al-Bustami (w. 232 H).
5. Ittihad dan Hulul,yaitu tahapan ketika seseorang telah merasakan dirinya bersatu dengan Tuhan. Hulul adalah suatu fase
di mana Tuhan ( dalam pandangan ufi) telah bersemayam dalam diri manusia. Selain Abu Yazid al-Bustami, tokoh lain
yang masuk kategori hulul adalah al-Hallaj ( 244-309 H).
5. Ilmu Kalam
Ilmu kalam dalam Islam dapat diartikan sebagai salah satu ilmu mendasar dalam ajaran Islam mengenai ketuhanan dan
seluruh perangkat ajaran agama yang dasar. Sumber utama ilmu kalam adalah Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah saw. Yang berisi
tentang penjelasan tentang wujud Allah, keesaan-Nya, dan persoalan-persoalan lainnya.
Diantara pelopor dan ahli ilmu kalam ialah Washil bin Atha’ ( pendiri aliran Mu’tazilah), Fakhruddin ar-Razi dengan
karyanya yang terkenal berjudul Al-Matalib al-‘Aliyah min al-‘Ilm al-Ilahi. Al-Gazali, dan Abu Hasan Al-Asyari yang menegakkan aliran
ahlussunnah waljamaa’ah.
6. Bahasa
Yang dimaksud ilmu bahasa, ialah ilmu nahwu, sharaf, ma’ani, bayan, badi’, arudl, kamus, dan insya’. Diantara ulama-ulama ahli
bahasa ialah:
a. Syibawaih, yaitu Abu Basyar Umar bin Usman, karyanya terdiri dari dua jilid dengan tebal 1.000 halaman.
b. Mua’az Al-Hama, yaitu Abu Muslim, orang yang mula-mula membuat tasrif.
c. Al-Khalil bin Ahmad, yaitu Abu Abdur rahman Al-Khalil bin Ahmad Al-Basari, karyanya “Kitabul ‘Ain”.
d. Muarraj as-Sudusi, yaitu Abu Faid Muaraj bin Umar As-Sudusi, karyanya Kitabul Anwa’, kitabul Gharibil Qur’an, kitabul
Jamahiril Qabaili, dan Kitabul Ma’ani.
e. Abu Usman Al-Maziny, karyanya tentang nahwu dan arudl.
Pada masa Dinasti Umayyah dunia kesenian Islam hanya mengenal syair. Hal tersebut disebabkan oleh penolakan terhadap
pengaruh selain Arab. Sementara itu, pada zaman Dinasti Abbasiyah justru hubungan peradaban dan budaya Islam dengan bangsa Non-Arab
cenderung menguat. Terjadinya percampuran suku bangsa dan bahasa membawa perkembangan baru bagi khazanah Islam, khususnya yang
bentuk sastra. Di samping itu, bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara semakin menyebar dan setara dengan bahasa lainnya, seperti bahasa
Persia, Turki dan India.
Kemajemukan bahasa masa Abbasiyah membuka ruang bagi tumbuh suburnya karya-karya kesusastraan. Para sastrawan yang ahli di
bidang kesenian bermunculan, baik dalam bentuk puisi maupun prosa. Wilayah kajian sastra pun tidak hanya puisi dan prosa, tetapi sudah
meluas ke bidang karya tulis lainnya. Sastrawan pada masa ini bahkan dianggap sebagai gudangnya ilmu pengetahaun. Masa golden age
Abbasiyah di berbagai bidang juga membawa kemajuan pesat dalam bidang sastra. Masa Abbasiyah dapat dikatakan sebagai keemasan
kesusastraan Muslim masa klasik.
Beberapa factor penyebab terjadinya perkembangan dunia ssastra pada masa Dinasti Abbasiyah, antara lain:
1. Stabilitas politik
2. Kemajuan sector ekonomi ( kesejahteraan masyarakat ).
3. Berkembangnya system pendidikan dan meningkatnya semangat pengembangan ilmu pengetahuan.
4. Hubungan antar budaya dan peradaban yang semakin meningkat.
5. Ketenaran paraa sastrawan
6. Kualitas karya sastra yang semakin meningkat
7. Perkembangan bentuk atau genre satra dan
8. Penghargaan masyarakat dan pemerintah yang tinggi terhadap karya sastra.