Anda di halaman 1dari 4

Nama :Laesa Amini

Mata kuliah :Ushul Tafsir

Dosen :Ustz. Herliani MA.

A. Pengertian Tabi’in Sebagai Mufassir

Menurut bahasa: kata tabi’in merupakan jamak dari kata tâbi’i (‫ )تابعي‬atau tâbi’
(‫ )ت ابع‬yang merupakan isim fa’il dari kata tabi’ahu (‫ )تبع ه‬yang bermakna “yang
berjalan dibelakangnya”. Sedangkan menurut istilah: tabi’in adalah orang yang
bertemu dengan sahabat yang muslim dan mati dalam keadaan islam. Ada juga yang
mengatakan “orang yang bersama sahabat”

Munculnya para mufassir dikalangan tabi’in erat kaitannya dengan


berakhirnya periode sahabat yang menjadi guru-guru para tabi’in. mufassir dikalangan
tabi’in banyak yang menyebar ke berbagai daerah kekuasaan Islam sekaligus menjadi
guru-guru tafsir di daerah mereka. Periode ini bermula pada masa tabi’in yang
notabenenya sebagai generasi kedua Islam. Al-Shabuni menyebut bahwa mufassir
pada masa tabi’in jumah sangatlah banyak, lebih banyak daripada mufassir para
sahabat. Banyak tokoh penafsir muncul dari kalangan sahabat yang telah memberikan
sumbangan besar dalam menafsirkan al-Qur’an, sehingga para generasi selanjutnya
dapat mengambil penafsiran dari pemikiran mereka.

B. Sarana-Sarana yang Membantu Tabi'in Dalam Menafsirkan Al-Qur'an

Adapun sumber-sumber penafsiran tabi'in yaitu :

a) Al-Qur'an.

b) Bayan nabi yang diperoleh dari sahabat.

c) Pendapat para sahabat sendiri.

d) Pandangan ahli kitab yang diperoleh dari kitab mereka masing-masing.

e) Ijtihad para tabi'in sendiri.

Kegiatan tafsir dikalangan tabi'in ini merupakan kelanjutan dari tafsir yang
dilakukan oleh nabi dan para sahabatnya. Akan tetapi kitab-kitab tafsir
menginformasikan kepada kita pendapat-pendapat tabi'in tentang tafsir yang mereka
hasilkan melalui proses penalaran dan ijtihad independen.
Negara Islam pada masa ini telah membentang sangat luas, dari negeri Cina di
timur hingga ke Utara Spanyol dibarat. Atau hampir sepertiga luas peta bumi. Oleh
karena itu para sahabat dan tabi'in tidak menetap pada satu tempat saja, melainkan
mereka menyebar ke daerah-daerah lain. Mereka datang membawa ilmu pengetahuan
sesuai dengan keahliannya. Terutama hadits-hadits nabi Muhammad dan tafsir-tafsir
ayat Al-Qur'an yang mereka terima dari Rasulullah. Oleh karena itu para penuntut
ilmu datang berduyun-duyun untuk belajar langsung kepada Sabahat dan tabi'in
tentang hadits-hadits dan tafsir.

Karena semakin banyaknya penuntut ilmu, kemudian didirikan lah pusat-pusat


kajian Islam. Seperti madrasah Diniyah yang mengajarkan tafsir Al-Qur'an dan
gurunya adalah para sahabat dan tabi'in. Seperti salah satu contoh 3 tempat yang
paling dikenal dalam pembelajaran ilmu tafsir pada masa tabi'in. Antara lain :

1) Mekkah

Menurut Ibn Taimiyyah, orang yang paling pandai tentang tafsir adalah
penduduk Mekkah. Ditempat inilah pusat kajian dipimpin langsung oleh
Abdullah bin Abbas, beliau duduk bersama para sahabat untuk menafsirkan
kitabullah kepada mereka (tabiin).

2) Madinah

Pusat kajian dipimpin oleh Ubay bin ka'ab, yang banyak mengajarkan tafsir
Al-Qur'an kepada tokoh-tokoh tabi'in seperti zaid bin Aslam, Abul aliyah dan
Muhammad bin ka'ab. Kemudian kepada mereka bertiga inilah para tabi'in yang
lain belajar tafsir Al-Qur'an.

3) Irak

Pusat kajian dipimpin oleh Abdullah bin Mas'ud. Meskipun disana ada guru
tafsir dari sahabat-sahabat yang lain. Ibnu Mas'ud yang dianggap sebagai guru
tafsir pertama di Irak dan Kufah atas perintah Khalifah Umar bin Khattab.

Ada dua pandangan apakah tafsir tabi'in ini dapat dijadikan sebagai pegangan
atau tidak. Diantaranya adalah:
1) Tidak dapat dijadikan dasar pegangan / Hujjah.

Alasannya ialah, pertama mereka tidak memiliki kemungkinan mendengar


keterangan langsung dari Rasulullah. Berbeda dengan sahabat yang memiliki
kemungkinan besar dapat berjumpa atau bertemu dengan Rasulullah secara
langsung. Kedua, tabi'in tidak merasakan secara langsung situasi-situasi turunnya
Al-Qur'an sehingga ia bisa salah dalam menafsirkan Al-Qur'an.

2) Dapat dijadikan sebagai dasar pegangan / Hujjah.

Sebagian besar mufassir berpandangan bahwa pendapat tabi'in terkait al-


Qur'an dapat dijadikan pegangan karena mereka berguru kepada sahabat. Misal
Mujahid bin jabr, beliau mengaji Al-Qur'an bersama Ibnu Abbas sebanyak 3 kali
yang dibahas ayat perayat. Demikian juga Qatadah bin Di'ammah, telah
diceritakan telah mendengar semua hal yang harus diketahui ayat perayatnya.

Contoh tafsir tabi'in :

Contoh tafsir tabi'in ini terdapat pada surat Al-fatihah :

‫ِاْهِد َنا الِصَر اَط الُم ْسَتِقْيَم‬

Menurut al-Hasan al-Bashri, jalan lurus (shiratal mustaqim) itu adalah


Rasulallah dan dua sahabat setelah beliau.

‫قال الحسين البصرى هو الرسول هللا صلى هللا عليه وسلم و الصاحباه من‬
‫بعده‬

Al-Hasan al- bashri berkata : " jalan lurus adalah Rasulullah Saw dan dua
sahabat setelahnya."

Dalam tafsir at-Thobari, redaksi diatas disampaikan oleh Abu Aliyah


tokoh tabi'in Madinah, dengan tambahan lafadz Abu Bakar wa Umar . Hasan al-
Bashri mendukung lafadz tersebut sesuai dengan pandangan Abu Aliyah. Ibnu
Katsir memberikan komentar positif terhadap penafsiran Hasan al-Bashri dan
Abu Aliyah .
PENUTUP

C. Kesimpulan

Generasi sahabat dengan generasi selanjutnya yakni generasi tabi’in, tidak jauh
beda dalam metode atau cara penafsirannya. Sedangkan masing masing periode baik
sahabat ataupun tabi’in memiliki ciri atau karateristik masing-masing. Perbedaan
pemahaman semakin banyak pada periode tabi’in. Dalam hal ini, karateristik tafsir
tabi’in juga telah mencakup sebagian besar ayat al-Qur’an.

DAFTAR PUSAKA

Affani, Syukron, Tafsir Al-Quran Dalam Sejarah Perkembangannya, Prenadamedia Group, Jakarta,
2019

Al-Qaththan, Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2007

Nasaruddin Baidhan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005

Anda mungkin juga menyukai