Anda di halaman 1dari 18

Namun, meskipun sahabat Nabi memiliki pemahaman yang mendalam tentang Al-Quran, mereka

tetap memiliki tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Ada beberapa kasus di mana seorang
sahabat tidak memahami makna suatu ayat hingga ia menyaksikan peristiwa tertentu atau
mendengar penjelasan dari sahabat lainnya.1

 SUMBER PENAFSIRAN RASULULLAH SAW


1. Al-Qur`an (al-Qur`an bil Qur`an). Seperti ketika seorang sahabat bertanya tentang
tafsir dari lafadz dholim, yang kemudian oleh Nabi SAW ditafsirkan dengan
Syirik.
2. Wahyu yang secara langsung turun. Diceritakan pada suatu riwayat, bahwa Nabi
SAW pernah ditanya oleh orang yahudi, tentang surat yusuf ayat 4, yang isinya
mengenai jumlah saudara yusuf yang 11. Dan beliau Nabi SAW ditanya mengenai
nama-nama ke-11 saudara nabi yusuf as tersebut. Nabi SAW pun terdiam, lalu
turunlah malaikat jibril, yangt memberitahu mengenai nama-nama ke-11 saudara
nabi yusuf as tersebut. Dan orang yahudi itu pun akhirnya masuk islam.
3. Ijtihad. Diceritakan pada saat Ubaidillah bin Sahur yang terkenal dengan munafik,
meninggal dunia. Nabi SAW tetap menyolatinya. Beliau menafsirkan Q.S at-
Taubah ayat 8 : as taghfir lahum aw laa tastaghfir lahum. Pada penggalan ayat
tersebut, lafadz “aw” bermakna memilih. Dimana Nabi SAW mau memintakan
ampun atau tidak. Dan, pada akhirnya, nabi SAW mau memintakan ampun.2

 CONTOH-CONTOH PENAFSIRAN PENAFSIRAN RASULULLAH


SAW
Pada masa Rasulullah saw masih hidup, para sahabat langsung konsultasi
kepada beliau dalam mengahadapi problem yang belum terjawab, sebab pada
waktu itu wahyu masih berlangsung dan belum putus. Demikian pula dalam
masalah penjelasan ayat-ayat Al-Qur’an, para sahabat langsung bertanya kepada
Nabi sebagai Mubayyin (pemberi penjelas) terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang
masih sulit ditemukan maknanya.
1
Alwi Jamalulel Ubab, Menilik Metode Penafsiran Al-quran Masa Rasulullah dan Sahabat, Cirebon: Sanad Media.
2021
2
Elrosyadi, Sumber Penafsiran Nabi Muhammad,: 296groupwebsite.2019
penafsiran Nabi Muhammad saw terhadap Al-Qur’an ialah adakalanya
menafsirkan Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an dan adakalanya dengan hadis atau
sunnah. Namun, tafsir yang diterima dari Nabi saw sangat sedikit. Istri Nabi
sendiri, Siti Aisyah, sebagaimana dijelaskan oleh As-Siddiqiey mengatakan bahwa
Nabi Muhammad menafsirkan Al-Qur’an hanya beberapa ayat Al-Qur’an sesuai
dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh malaikat Jibril a.s.3
Adapun contoh penafsiran ayat Al-Qur’an dengan Al-Qur’an yaitu seperti surat
al-An’am [6]: 82.

)82( ‫اَّلِذ يَن آَم ُنوا َو َلْم َيْلِبُس وا ِإيَم اَنُهْم ِبُظْلٍم ُأوَلِئَك َلُهُم اَأْلْم ُن َو ُهْم ُم ْه َتُدوَن‬

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka “
”itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk

)Q.S al-An’am [6]: 82(

Pada saat turunnya ayat ini banyak dari para sahabat yang merasa resah karena menurut mereka
tidak mungkin manusia hidup tanpa melakukan suatu kezaliman. Sehingga untuk menjelaskan
atau meluruskan pemahaman para sahabat tersebut Rasulullah saw memberikan interpretasi
dengan menggunakan ayat Al-Qur’an pula bahwa hakikat dari makna (zalim) pada ayat tersebut
:adalah sebagaimana lafadz (zalim) pada ayat

)13( ‫اَل ُتْش ِر ْك ِباِهَّلل ِإَّن الِّش ْر َك َلُظْلٌم َع ِظ يٌم‬

“Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah


benar-benar kedzaliman yang besar” (Q.S al-Luqman [31]: 13)

 SIKAP TERHADAP PENAFSIRAN RASULULLAH SAW


Pada masa Rasulullah, para sahabatnya memiliki pemahaman yang baik
terhadap ayat-ayat Al-Quran. Mereka akan menanyakan tafsir sebuah surah
kepada Rasulullah apabila mereka merasa ada sesuatu yang memang kurang
dipahami, sulit untuk dimengerti, atau yang dianggap masih mengganjal. Hal ini

3
Lukman elhakim, Penafsiran al-quran pada periode nabi Muhammad, :hakim-el.2022
karena mereka memiliki keuntungan sebagai sahabat Rasulullah, yang
memungkinkan mereka untuk langsung menanyakan kepada beliau saat bingung.
Namun, penafsiran ayat-ayat Al-Quran di zaman Rasulullah tentu cukup
terbatas. Setelah Rasulullah wafat, para sahabat wafat, para tabiin wafat, dan para
tabiut tabiin wafat, metode penafsiran Al-Qur’an menjadi perhatian serius. Para
ulama dari abad ke abad telah menghasilkan berbagai karya pemikiran tentang
penafsiran Al-Qur’an. Tafsir Al-Qur’an tidak hanya ditulis oleh ulama dari
negara-negara Arab seperti Persia, Arab, Maroko, tetapi juga oleh ulama-ulama
Indonesia seperti Profesor Quraish Shihab.
Semua ayat di dalam Al-Quran memiliki tafsirnya sendiri-sendiri. Kita
dapat memahami tafsir tersebut melalui kegiatan membaca kitab-kitab tafsir yang
telah ditulis oleh ulama-ulama terdahulu. Jadi, ketika kita sedang bingung akan
tafsir sebuah ayat di dalam Al-Quran, kita hanya bisa membaca kitab tafsir yang
telah ditulis oleh para ulama kita.

 MAZHAB TAFSIR RASULULLAH SAW


Ketika Nabi SAW masih hidup perbedaan pemahaman bisa langsung
ditanyakan kepada Nabi dan dengan bantuan wahyu bisa langsung dapat
keputusan. Sepeninggalan Nabi semua Muffasir berusaha mendekati kebenaran
dengan berbagai madzhab, metode, corak penafsiran.
TUGAS TAFSIR QOWAID’UHU

NAMA KELOMPOK 2
AHMAD FACHRIZA
 AHMAD SULYADI
 ALAN KURNIA SAPUTRA

POLA DAN CARA IBNU KATSIR DALAM MENENTUKAN MAZAHIB


POLA DAN CARA IBNU KATSIR DALAM MENENTUKAN MAZAHIB

Ibnu Katsir (Ibn Kathir) adalah seorang ulama terkenal dari abad ke-14 yang terkenal
karena karyanya dalam bidang tafsir Al-Qur'an. Dalam menentukan madzab atau aliran dalam
tafsirnya, Ibnu Katsir mengikuti pendekatan Sunni yang umum dianut oleh mayoritas umat
Islam.

Dalam masalah aqidah (keyakinan), Ibnu Katsir mengikuti aliran Ahlus Sunnah wal
Jama'ah, yang merupakan aliran mayoritas dalam Islam. Aliran ini mengikuti ajaran-ajaran yang
diterima secara luas oleh umat Islam, seperti keyakinan kepada Allah sebagai satu-satunya
Tuhan, kepercayaan kepada malaikat, kitab-kitab suci, rasul-rasul, hari kiamat, takdir, dan
sebagainya.

Dalam masalah syariah (hukum Islam), Ibnu Katsir mengikuti metodologi yang didasarkan
pada Al-Qur'an, Hadis, dan pendapat para ulama terkemuka. Ia menggunakan pendekatan literal
dan kontekstual dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an dan mengacu pada hadis-hadis Nabi
Muhammad SAW serta pendapat para sahabat dan generasi-generasi setelahnya.

Dalam masalah akhlak (etika), Ibnu Katsir menekankan pentingnya mengikuti ajaran-
ajaran Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ia menekankan pentingnya akhlak yang
baik, seperti kejujuran, keadilan, kesabaran, kasih sayang, dan menjauhi perbuatan-perbuatan
yang dilarang dalam Islam.

Penting untuk dicatat bahwa Ibnu Katsir adalah seorang ulama yang dihormati dan diakui
keilmuannya dalam berbagai bidang, termasuk tafsir Al-Qur'an. Namun, dalam mempelajari
pemikiran dan pandangan Ibnu Katsir, penting untuk memahami konteks sejarah dan budaya di
mana ia hidup, serta mempertimbangkan pandangan dan pendapat ulama lainnya untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif.
TUGAS TAFSIR QOWAID’UHU

NAMA KELOMPOK 2
AHMAD FACHRIZA
 AHMAD SULYADI
 ALAN KURNIA SAPUTRA

SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TAFSIR


SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TAFSIR

A. Tahap Periwayatan Tafsir


Tahap periwayatan tafsir mengacu pada proses penyebarluasan dan penyalinan tafsir
Al-Quran dari generasi ke generasi. Tahap ini melibatkan para ulama dan cendekiawan
Islam yang bertugas menyampaikan tafsir Al-Quran kepada umat Islam. Berikut adalah
tahap-tahap periwayatan tafsir:4

1. Generasi Pertama: Tahap ini terjadi pada masa hidup Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬dan
para sahabatnya. Selama periode ini, para sahabat langsung belajar dari Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬dan mendengarkan penjelasan langsung beliau mengenai ayat-
ayat Al-Quran. Beberapa sahabat yang terkenal sebagai ahli tafsir adalah Abdullah
bin Abbas, Abdullah bin Mas'ud, Umar bin Khattab, dan Aisyah. Mereka adalah
sumber utama tafsir Al-Quran pada masa itu.
2. Generasi Kedua: Tahap ini terjadi setelah masa hidup sahabat Nabi ‫ﷺ‬. Pada
tahap ini, para tabi'in (generasi yang mengikuti sahabat Nabi) mengambil peran
penting dalam menyebarkan dan meriwayatkan tafsir Al-Quran. Mereka belajar
langsung dari para sahabat dan meneruskan pengetahuan tersebut kepada generasi
selanjutnya. Beberapa tokoh terkenal dalam tahap ini adalah Mujahid bin Jabr, Sa'id
bin Jubair, dan Ikrimah bin Abu Jahal.

4
al-Sabt, Khalid Ibn cuthman, Qawaid al-Tafsir, Dar Ibn caffan, t.tp, 1421H, jil.1, hlm.25
3. Generasi Selanjutnya: Tahap ini melibatkan generasi-generasi berikutnya dalam
sejarah Islam. Para ulama dan cendekiawan Islam dari berbagai wilayah dan zaman
berperan penting dalam meriwayatkan, mengembangkan, dan menyebarkan tafsir
Al-Quran. Mereka melakukan penelitian, kajian, dan penulisan untuk memperdalam
pemahaman tentang ayat-ayat Al-Quran. Contoh ulama terkenal dalam tahap ini
adalah Imam Al-Tabari, Al-Qurtubi, Ibn Kathir, dan Al-Razi.
4. Era Modern: Tahap ini terjadi pada zaman sekarang, yang melibatkan para ulama,
cendekiawan, dan peneliti Islam saat ini. Dalam era ini, tafsir Al-Quran dikaji dan
diperbarui dengan mempertimbangkan konteks sosial, ilmiah, dan perkembangan
zaman. Para ulama modern menggunakan metode ilmiah dan pendekatan
multidisiplin untuk memahami dan menjelaskan ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan
konteks waktu dan tempat.

Tahap periwayatan tafsir ini memastikan bahwa tafsir Al-Quran terus disampaikan secara
akurat dan dapat diakses oleh umat Islam dalam berbagai generasi.

B. Tahap Pembukuan Tafsir


Tahap pembukuan tafsir mengacu pada proses penulisan dan penyusunan tafsir Al-Quran
dalam bentuk buku atau karya tulis. Berikut adalah tahap-tahap pembukuan tafsir:5

1. Penyusunan Awal: Tahap ini melibatkan para ulama dan cendekiawan Islam yang
menulis tafsir Al-Quran dalam bentuk catatan pribadi atau pengajaran lisan. Pada
awalnya, tafsir Al-Quran tidak ditulis dalam bentuk buku terpisah, tetapi lebih
sering ditemukan dalam bentuk catatan, risalah, atau kumpulan hadis yang
mencakup penjelasan tafsir ayat-ayat Al-Quran.
2. Kompilasi: Tahap ini terjadi ketika ulama mulai mengumpulkan dan mengorganisir
tafsir Al-Quran ke dalam satu karya tulis yang lebih terstruktur. Mereka
menggabungkan catatan-catatan dan risalah-risalah yang ada menjadi satu karya
yang lebih lengkap. Beberapa karya tafsir awal yang terkenal pada tahap ini adalah
Tafsir al-Tabari, Tafsir al-Qurtubi, dan Tafsir Ibn Kathir.

5
al-Zarkasyi, Muhammad bin Abdillah, al-Burhan fi Ulumul-Qur’an , Dar al-Marifah, Beyrut, jil.1, hlm.13
3. Perkembangan dan Ekspansi: Selama perkembangan selanjutnya dalam sejarah
Islam, lebih banyak ulama dan cendekiawan mulai menulis tafsir Al-Quran mereka
sendiri. Karya-karya tafsir ini berkembang dalam berbagai gaya dan metode
penafsiran. Karya-karya tafsir yang terkenal seperti Tafsir al-Baydawi, Tafsir al-
Razi, dan Tafsir al-Jalalayn adalah contoh dari tahap ini.
4. Era Modern: Dalam era modern, jumlah dan variasi tafsir Al-Quran terus
berkembang. Para ulama dan peneliti Islam menggunakan metode ilmiah dan
pendekatan multidisiplin dalam menulis tafsir Al-Quran. Mereka juga
mempertimbangkan konteks sosial, sejarah, budaya, dan ilmiah dalam penafsiran
mereka. Karya-karya tafsir modern yang terkenal, seperti Tafsir al-Maraghi, Tafsir
al-Muyassar, dan Tafsir al-Mawardi, merupakan contoh dari tahap ini.

Tahap pembukuan tafsir memungkinkan penyebaran dan akses yang lebih mudah
terhadap penjelasan dan interpretasi Al-Quran. Karya-karya tafsir ini menjadi sumber
penting dalam memahami makna dan konteks ayat-ayat Al-Quran dan menjadi referensi
bagi umat Islam dalam mempelajari dan mempraktikkan ajaran agama.

C. Tahap Penulisan Tafsir


Tahap penulisan tafsir mengacu pada proses penulisan dan penyusunan tafsir Al-Quran
oleh para ulama dan cendekiawan Islam. Berikut adalah tahap-tahap penulisan tafsir: 6

1. Studi dan Penelitian: Tahap ini dimulai dengan studi mendalam tentang ayat-ayat
Al-Quran, menggunakan metode ilmiah dan pendekatan multidisiplin. Ulama dan
cendekiawan Islam mempelajari bahasa Arab, tata bahasa, sejarah, budaya, dan
konteks sosial ayat-ayat Al-Quran untuk memahami makna aslinya. Mereka juga
mempelajari hadis, riwayat hidup Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, dan pemahaman para
sahabat untuk mendapatkan wawasan yang lebih mendalam tentang ayat-ayat
tersebut.
2. Analisis dan Interpretasi: Setelah melakukan studi dan penelitian, penulis tafsir
menganalisis ayat-ayat Al-Quran secara rinci dan berusaha untuk memahami

6
al-Suyuti, Jalaluddin, al-Itqan fi Ulumul-Qur’an, Dar al-Kutub al-ilmiyyah, Bayrut, 1995, jil.2, hlm.382
maksud atau tujuan yang terkandung di dalamnya. Mereka menggunakan metode-
metode tafsir seperti tafsir bil-ma'tsur (berdasarkan penjelasan dari Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬dan para sahabat), tafsir bil-ra'yi (berdasarkan penilaian
pribadi), tafsir bil-dirayah (berdasarkan penalaran), dan tafsir bil-isharah
(berdasarkan petunjuk dan isyarat dalam ayat-ayat).
3. Penulisan dan Penyusunan: Setelah menganalisis dan menginterpretasikan ayat-ayat
Al-Quran, penulis tafsir mulai menulis dan menyusun teks tafsir. Mereka
menggunakan bahasa yang jelas, sistematis, dan teratur untuk menjelaskan makna,
konteks, dan pesan yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut. Penulis juga
mengutip hadis, ayat-ayat Al-Quran lainnya, dan pendapat ulama terdahulu untuk
mendukung penafsiran mereka.
4. Revisi dan Koreksi: Tahap ini melibatkan revisi, penyuntingan, dan koreksi
terhadap naskah tafsir yang telah ditulis. Penulis dan penyunting memeriksa
kembali teks untuk memastikan kesesuaian dan kejelasan bahasa, logika dan
konsistensi argumen, serta keakuratan informasi yang disampaikan. Mereka juga
memperhatikan gaya penulisan, format, dan struktur tafsir agar lebih mudah
dipahami oleh pembaca.
5. Publikasi dan Penyebaran: Setelah selesai direvisi, tafsir Al-Quran tersebut
dipublikasikan dalam bentuk buku atau diterbitkan secara elektronik. Ini
memungkinkan penyebaran tafsir kepada umat Islam di seluruh dunia. Penerbitan
dan penyebaran tafsir ini dapat dilakukan oleh penerbit buku, organisasi
keagamaan, atau melalui platform online.

Tahap penulisan tafsir memastikan bahwa penjelasan dan interpretasi Al-Quran yang
komprehensif dan terperinci tersedia bagi umat Islam. Tafsir ini menjadi sumber penting
dalam mempelajari dan memahami ajaran Al-Quran serta aplikasinya dalam
kehidupan sehari-hari.

TUGAS TAFSIR QOWAID’UHU


NAMA KELOMPOK 2
AHMAD FACHRIZA
 AHMAD SULYADI
 ALAN KURNIA SAPUTRA

TAFSIR TABI’IN

TAFSIR TABI’IN
A. Pengertian Tabi’in

Tabi’in menurut bahasa adalah jama’ dari kata tabi’ yang artinya pengikut. Menurut
istilah, tabi’in adalah orang yang pernah bertemu dengan sahabat, iman kepada Nabi saw dan
meninggal dalam keadaan Islam. Tentang hal ini al-Khatib al-Baghdadi mensyaratkan adanya
persahabatan dengan sahabat, jadi bukan hanya bertemu.7
Menurut Ibnu Katsir, yang dinamakan tabi’in tidak cukup hanya pernah melihat
sahabat, sebagaimana yang dinamakan sahabat cukup pernah melihat Nabi saw saja. Yang
membedakan adalah keagungan dan kebesaran dari melihat Nabi saw. Namun menurut
kebanyakan ahli hadis, yang dinamakan tabi’in ialah orang yang pernah bertemu sahabat
dalam keadaan beriman dan meninggal dunia dalam keadaan beriman meskipun tidak pernah
bersahabat dengan sahabat dan tidak pula pernah meriwayatkan hadits dari sahabat.

B. Mufasirin dari Tabi’in

Tabi'in adalah generasi setelah sahabat Nabi, yaitu orang-orang yang bertemu
dengan sahabat namun tidak langsung bertemu dengan Nabi Muhammad. Beberapa di
antara mereka juga terkenal sebagai mufasirin, yaitu orang-orang yang memberikan
penafsiran atau tafsir terhadap ayat-ayat Al-Quran. Berikut adalah beberapa mufasirin
terkenal dari kalangan tabi'in:
1. Mujahid bin Jabr: Ia adalah murid dari Ibnu Abbas dan salah satu mufasirin terkemuka
pada zamannya. Ia dikenal karena keahliannya dalam menafsirkan Al-Quran dan
memberikan penjelasan rinci tentang makna-makna ayat.

2. Sa'id bin Jubair: Ia juga merupakan murid dari Ibnu Abbas dan menjadi salah satu
mufasirin terkemuka pada zamannya. Ia dikenal karena pengetahuannya yang luas
tentang Al-Quran dan memberikan penafsiran yang mendalam tentang ayat-ayat Al-
Quran.

3. Hasan al-Basri: Ia adalah seorang ulama terkemuka dari kalangan tabi'in yang juga
memberikan penafsiran Al-Quran. Ia terkenal karena pengetahuannya yang mendalam
tentang Al-Quran dan pemahaman spiritualnya.8

7
Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’;Sejarah Legalisasi Hukum Islam, 2009 (J - karta: Sinar Grafika Ofset), h.78
8
Muhammad Ali As-Shabuni dalam At-Tibyan fi Ulum Al-Qur'an
4. Ikrimah bin Abu Jahal: Ia adalah salah satu murid dari Ibn Abbas dan juga dikenal
sebagai mufasirin. Ia memberikan penafsiran yang berharga tentang ayat-ayat Al-Quran
dan dikenal karena keakuratan pemahamannya.

5. Ata bin Abi Rabah: Ia adalah seorang tabi'in yang juga merupakan mufasirin terkenal.
Ia memberikan penafsiran yang komprehensif tentang ayat-ayat Al-Quran dan dikenal
karena kecerdasannya dalam memahami makna Al-Quran.

6. Qatadah bin Di'amah: Ia adalah seorang ulama tabi'in yang terkenal dalam bidang
tafsir. Ia memberikan penafsiran yang mendalam dan komprehensif tentang ayat-ayat Al-
Quran, dengan mempertimbangkan konteks sejarah dan sosial pada saat itu.9
Mereka adalah beberapa contoh mufasirin terkenal dari kalangan tabi'in.
Penafsiran mereka memberikan kontribusi penting dalam pemahaman ajaran Islam dan
Al-Quran. Namun, perlu dicatat bahwa penafsiran dari tabi'in tidak memiliki otoritas
yang sama seperti sahabat Nabi, tetapi tetap menjadi sumber berharga dalam
memahami Al-Quran.

C. Manhaj/metode Penafsiran Tabi’in

Secara umum tafsir tabi'in tidak berbeda jauh dengan penafsiran yang dilakukan sahabat.
Metode mereka dalam tafsir dibangun atas:
1.Menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an.
2. Menafsirkan Al-Qur'an dengan As-Sunnah.
3. Menafsirkan Al-Qur'an dengan pendapat para sahabat. Hal ini mereka lakukan dengan
cara merujkuk dan mendahulukannya dibanding pendapatnya sendiri. Karena mereka
mempelajari tafsir dari para sahabat yang mendapatkan tafsir langsung dari Rasulullah.
4. Pemahaman dan ijtihad mereka sendiri. Hal ini merek alakukan jika tidak menemukan
penafsiran dari Al-Qur'an itu sendiri, dari As-Sunnah dan dari pendapat sahabat.
5. Pernyataan-pernyatan Ahl Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani yang telah masuk
Islam10

D. Sumber penafsiran Tabi’in

Sudah dapat dimaklumi, bahwa penafsiran yang dilakukan oleh Rasul dan para
sahabat tidak mencakup pada semua ayat Al-Qur'an. Mereka hanya berupaya menafsirkan

9
At-Tibyan, Op. Cit hal 80
10
Lihat Ad-dzahabi, hal 130-131
apa yang dirasakan samar dan belum jelas maksudnya oleh manusia yang hidup pada
waktu itu. Kemudian setelah manusia semakin jauh dari masa Nabi dan sahabat, maka
secara berangsur-angsur kesamaran itu semakin bertambah. Oleh karena itu dibutuhkan
para penafsir yang bertugas mengatasi kesamaran ini. Maka terlaksanalah penafsiran
AlQur'an sesuai tuntutan kesamaran masyarakat terhadap hukum.
Menurut Ad-Dzahabi,11ketika berupaya memahami Al-Qur'an, para mufassir dari
kalangan tabi'in berpegang teguh terhadap Al-Qur'an itu sendiri, hadits yang diriwayatkan
oleh para sahabat dari rasulullah saw, tafsir para sahabat baik pendapat sahabat sendiri
atau dari riwayat ahl kitab, dan kepada hasil ijtihad dan penalaran yang mereka lakukan
sendiri. Jika kita membaca kitab-kitab tafsir yang ada, kita akan temukan kutipan
pendapat dari para tabi'in dalam menafsirkan suatu ayat dengan penalaran dan ijtihad
mereka sendiri. Pendapat ini note bene murni dari hasil pemikiran mereka dan bukan .
dari Rasul atau sahabat.

E. Contoh-Contoh Penafsiran Tabi’in

Berikut adalah beberapa contoh penafsiran dari beberapa Tabi'in terkenal:


1. Mujahid bin Jabr: Dalam penafsirannya, Mujahid bin Jabr memberikan penjelasan
rinci tentang makna-makna ayat Al-Quran. Misalnya, dalam penafsirannya tentang Surah
Al-Baqarah ayat 186, ia menjelaskan bahwa ketika Allah berfirman "Jika hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang-Ku, maka sesungguhnya Aku dekat", Mujahid menjelaskan
bahwa Allah dekat dengan hamba-Nya melalui pengetahuan-Nya tentang mereka dan
kesiapan-Nya untuk mengabulkan doa mereka.

2. Sa'id bin Jubair: Dalam penafsirannya, Sa'id bin Jubair memberikan penjelasan
mendalam tentang ayat-ayat Al-Quran. Misalnya, dalam penafsirannya tentang Surah Al-
Baqarah ayat 177, ia menjelaskan bahwa takwa bukan hanya terkait dengan melakukan
ritual agama, tetapi juga melibatkan perilaku yang baik dan kasih sayang terhadap sesama
manusia.

3. Hasan al-Basri: Dalam penafsirannya, Hasan al-Basri sering memberikan penekanan


pada aspek spiritual dan moral dalam ayat-ayat Al-Quran. Misalnya, dalam penafsirannya
tentang Surah Al-Hujurat ayat 13, ia menjelaskan bahwa kehormatan dan kemuliaan
seseorang bukan ditentukan oleh keturunan atau kekayaan, tetapi oleh kebaikan dan
ketakwaan hati.

4. Ikrimah bin Abu Jahal:12 Dalam penafsirannya, Ikrimah bin Abu Jahal memberikan
penjelasan yang akurat dan terperinci tentang makna ayat-ayat Al-Quran. Misalnya,

11
Op. Cit, Hal 99
12
Lihat Muhammad Husain Ad-Dzahabi, At-Tafsir Wa al-Mufassirun (DarFikr, Beirut) juz 1, hal. 53
dalam penafsirannya tentang Surah Al-Ma'idah ayat 90, ia menjelaskan bahwa perjudian
dan minuman keras adalah perbuatan keji yang harus dihindari oleh umat Muslim.

5. Ata bin Abi Rabah: Dalam penafsirannya13, Ata bin Abi Rabah memberikan penjelasan
yang komprehensif tentang ayat-ayat Al-Quran. Misalnya, dalam penafsirannya tentang
Surah Al-Baqarah ayat 286, ia menjelaskan bahwa Allah tidak membebani seseorang
melebihi kemampuannya, dan Dia akan memberikan pertolongan dan keberkahan kepada
mereka yang bertakwa.
Ini hanya beberapa contoh penafsiran dari beberapa Tabi'in terkenal. Penafsiran
mereka memberikan wawasan yang berharga tentang pemahaman Al-Quran pada masa
itu dan menjadi sumber penting dalam pemahaman ajaran Islam. Namun, perlu diingat
bahwa penafsiran dari Tabi'in bukanlah otoritatif seperti sahabat Nabi, namun tetap
berharga dalam memahami Al-Quran.

F. Sebab Ikhtilaf Tabi’in Dalam Menafsirkan Al-Qur’an

Ikhtilaf (perbedaan pendapat) antara Tabi'in dalam menafsirkan Al-Quran dapat


disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Perbedaan pemahaman dan latar belakang: Tabi'in berasal dari berbagai latar belakang
dan memiliki tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Hal ini dapat mempengaruhi cara
mereka menafsirkan ayat-ayat Al-Quran. Beberapa Tabi'in mungkin memiliki
pengetahuan yang lebih luas tentang bahasa Arab, sejarah, atau bidang ilmu tertentu,
yang dapat mempengaruhi penafsiran mereka.

2. Perbedaan metode penafsiran: Tabi'in memiliki berbagai metode dan pendekatan dalam
menafsirkan Al-Quran. Beberapa menggunakan metode literal (zahir), sementara yang
lain lebih condong pada metode kontekstual atau spiritual. Perbedaan metode ini dapat
menghasilkan penafsiran yang berbeda-beda.

3. Perbedaan konteks dan pengalaman: Tabi'in hidup pada masa yang berbeda setelah
Nabi Muhammad wafat. Mereka memiliki konteks sosial dan historis yang berbeda serta
pengalaman hidup yang unik. Hal ini dapat mempengaruhi pemahaman mereka terhadap
ayat-ayat Al-Quran.

4. Adanya perbedaan dalam meriwayatkan riwayat-riwayat dari sahabat Nabi: Tabi'in


menerima warisan pengetahuan dari sahabat Nabi, dan ada kemungkinan perbedaan
dalam memahami dan meriwayatkan riwayat-riwayat tersebut. Perbedaan dalam
meriwayatkan atau memahami riwayat-riwayat ini dapat menghasilkan perbedaan dalam
penafsiran mereka.

5. Pengaruh perbedaan pendapat sahabat: Sahabat Nabi sendiri memiliki perbedaan


pendapat dalam beberapa masalah, termasuk dalam penafsiran Al-Quran. Tabi'in mungkin
13
Lihat Qurais Syihab, Membumikan Al-Qur'an (Mizan, Bandung 2001) hal 71
menerima dan mempertimbangkan perbedaan pendapat ini, dan hal ini dapat
mempengaruhi penafsiran mereka.14
Dalam Islam, ikhtilaf dalam penafsiran Al-Quran tidak dianggap sebagai sesuatu
yang negatif, asalkan dilakukan dengan pendekatan yang ilmiah dan bermatabat. Ikhtilaf
ini memperkaya pemahaman Islam dan memberikan ruang bagi diskusi dan refleksi yang
lebih luas. Penting untuk mencari pemahaman yang seimbang dan berdasarkan dalil-dalil
yang kuat dalam menafsirkan Al-Quran.

G. Contoh-Contoh Ikhtilaf Dalam Penafsiran Para Tabi’in

Berikut adalah beberapa contoh ikhtilaf dalam penafsiran Al-Quran antara Tabi'in:
1. Ikhtilaf dalam penafsiran tentang takdir dan kehendak bebas: Beberapa Tabi'in
memiliki pandangan berbeda tentang hubungan antara takdir (qadar) dan kehendak bebas
manusia. Ada yang berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak bebas penuh,
sementara yang lain berpendapat bahwa segala sesuatu ditentukan oleh takdir Allah.
Perbedaan ini tercermin dalam penafsiran ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan
masalah ini, seperti Surah Al-Insan ayat 30.

2. Ikhtilaf dalam penafsiran tentang hukum-hukum Islam: Tabi'in juga memiliki


perbedaan pendapat dalam menafsirkan hukum-hukum Islam yang terdapat dalam Al-
Quran. Misalnya, ada perbedaan pendapat tentang hukum-hukum warisan, pernikahan,
atau hukuman bagi pelaku kejahatan. Perbedaan ini mencerminkan variasi dalam
penafsiran ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan masalah hukum.15

3. Ikhtilaf dalam penafsiran tentang jihad: Ada perbedaan pendapat antara Tabi'in dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan jihad (perjuangan fisik dalam
rangka mempertahankan atau menyebarkan agama). Beberapa Tabi'in menganggap jihad
sebagai perjuangan fisik yang hanya boleh dilakukan dalam konteks pertahanan atau
dalam kondisi tertentu, sementara yang lain menganggap jihad sebagai perjuangan
spiritual atau dakwah yang melibatkan penyebaran ajaran Islam.

4. Ikhtilaf dalam penafsiran tentang perempuan dan peran mereka dalam masyarakat: Ada
perbedaan pendapat antara Tabi'in dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan
dengan perempuan dan peran mereka dalam masyarakat. Beberapa Tabi'in memahami
ayat-ayat tersebut secara harfiah dan menganggap perempuan memiliki peran yang
terbatas dalam masyarakat, sementara yang lain menginterpretasikannya secara lebih
inklusif dan memberikan penekanan pada kesetaraan gender.16

5. Ikhtilaf dalam penafsiran tentang konsep-konsep teologis: Tabi'in juga memiliki


perbedaan pendapat dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan

14
Lihat Ad-Dzahabi, At-Tibyan hal 87, dan Zubdah al-Itqan hal 155
15
Adz-Dzahabi, M. H. (1976). Al-Tafsir wa al-Mufassirun. Beirut: Daar Ihya al-Turath al-’Arabi.
16
Al-Qathan, M. K. (1990). Mabahith fi ‘Ulum Al-Qur’an. Riyadh: Al-Ma’had al-’Ali li al-Qada’.
konsep-konsep teologis seperti sifat-sifat Allah, keesaan-Nya, atau ruh. Perbedaan ini
mencerminkan variasi dalam pemahaman dan interpretasi konsep-konsep teologis yang
terdapat dalam Al-Quran.17
Ini hanya beberapa contoh ikhtilaf dalam penafsiran Al-Quran yang terjadi di
kalangan Tabi'in. Ikhtilaf ini menunjukkan variasi dan kekayaan dalam pemahaman Islam
dan memberikan ruang bagi diskusi dan refleksi yang lebih luas. Penting untuk mencari
pemahaman yang seimbang dan berdasarkan dalil-dalil yang kuat dalam menafsirkan Al-
Quran.

H. Sikap Terhadap Penafsiran Tabi’in

Sikap terhadap penafsiran Tabi'in dalam Islam bervariasi tergantung pada konteks
dan perspektif individu atau kelompok. Berikut adalah beberapa sikap umum terhadap
penafsiran Tabi'in:
1. Penghargaan dan pengakuan: Banyak ulama dan cendekiawan Islam menghargai dan
mengakui kontribusi Tabi'in dalam penafsiran Al-Quran. Mereka menganggap penafsiran
Tabi'in sebagai sumber berharga untuk memahami ajaran Islam dan Al-Quran.

2. Keterbatasan dan kritisisme: Meskipun dihargai, penafsiran Tabi'in juga dianggap


memiliki keterbatasan. Beberapa ulama dan cendekiawan mungkin mengkritik penafsiran
mereka karena perbedaan pemahaman, metode penafsiran, atau konteks sosial-historis
yang berbeda. Mereka mendorong untuk melihat penafsiran Tabi'in sebagai salah satu
perspektif yang ada, tetapi tidak harus dianggap sebagai otoritas tunggal.

3. Kontekstualisasi dan pemahaman dalam konteks zaman: Ada juga pandangan bahwa
penafsiran Tabi'in perlu dipahami dalam konteks zaman mereka. Mereka hidup setelah
masa Nabi Muhammad dan memiliki pengalaman dan konteks sosial-historis yang
berbeda. Oleh karena itu, penafsiran Tabi'in perlu dipahami sebagai refleksi dari waktu
mereka dan harus dikaitkan dengan pemahaman Islam yang lebih luas.18

4. Fleksibilitas dan keragaman:19 Sikap lain adalah melihat ikhtilaf dan keragaman dalam
penafsiran Tabi'in sebagai sesuatu yang alami dan diterima dalam Islam. Fleksibilitas
dalam penafsiran memungkinkan adanya variasi dalam memahami ajaran Islam dan
memberikan ruang bagi interpretasi yang lebih luas.
Penting untuk dicatat bahwa sikap terhadap penafsiran Tabi'in dapat berbeda-beda
di kalangan ulama, cendekiawan, dan masyarakat Muslim. Penafsiran mereka tetap
menjadi sumber penting dalam memahami Al-Quran, namun juga perlu dipertimbangkan
dalam konteks dan dengan menggunakan metodologi ilmiah dan berdasarkan dalil-
dalil yang kuat.
17
Jabar, A. al-H. M. bin. (1989). Tafsir al-Imam Mujahid bin Jabar. Beirut: Daar al-Fikr al-Islami al-Hadisah.
18
Muhsin, M. (2010). Perdebatan Penggunaan Hermeneutika Sebagai Metode Penafsiran AlQur’an. Al Qalam,
27(1), 79–108. doi: 10.32678/ALQALAM.V27I1.580
19
Mustaqim, A. (2003). Madzahibut Tafsir: Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga
Kontemporer. Yogyakarta: Nun Pustaka.
I. Madzab Tafsir Tabi’in

Tabi'in tidak membentuk madzab tafsir yang khusus karena mereka adalah
generasi yang datang setelah sahabat Nabi Muhammad. Mereka adalah murid-murid
sahabat Nabi dan memiliki berbagai macam pendekatan dan metode dalam menafsirkan
Al-Quran. Karena itu, penafsiran Tabi'in dapat ditemukan dalam berbagai madzab tafsir
yang berbeda.
Tabi'in memiliki perbedaan pendapat dalam menafsirkan Al-Quran, seperti yang
telah disebutkan sebelumnya. Beberapa Tabi'in mungkin memiliki pendekatan literal
(zahir) dalam menafsirkan Al-Quran, sementara lainnya mungkin lebih condong pada
konteks sejarah atau pemahaman spiritual.
Oleh karena itu, penafsiran Tabi'in lebih sering diidentifikasi berdasarkan individu
atau ulama tertentu, seperti Mujahid bin Jabr, Sa'id bin Jubair, Hasan al-Basri, Ikrimah
bin Abu Jahal, Ata bin Abi Rabah, dan Qatadah bin Di'amah. Mereka memberikan
penafsiran yang berharga dan menjadi sumber penting dalam memahami Al-Quran.
Namun, penting untuk diingat bahwa Tabi'in bukanlah otoritas tunggal dalam
tafsir Al-Quran. Penafsiran mereka harus dipertimbangkan dalam konteks yang lebih
luas, termasuk penafsiran sahabat Nabi dan ulama-ulama lainnya. Selain itu, dalam
memahami Al-Quran, penting untuk merujuk kepada dalil-dalil yang kuat dan
menggunakan metodologi ilmiah yang sesuai.

Anda mungkin juga menyukai