Anda di halaman 1dari 5

TUGAS TAFSIR QAWA’IDUHU

(KAIDAH AL-‘AM DAN AL-KHASH)

Nama : Ahmad Fachriza


Npm : 2231030026
Kelas : IAT C (Semester 3)
Dosen : H.Muhammad Tauhid, MA

A. Pengertian Al-`Am dan Al-Khash


 Al-‘am Menurut bahasa, lafadz al-‘am merupakan isim fa’il ‫ عَاٌّم ا‬yang artinya
sesuatu yang rata atau umum1. Sedangkan secara istilah adalah lafadz yang
menghabiskan atau mencakup segala apa yang pantas baginya tanpa ada
pembatasan.2
 Al-Khash adalah lawan kata al-‘am. Secara bahasa juga merupakan isim fail ‫َخ اٌّص‬
dari lafadz ‫ ُخ ُصْو ًص ا‬- ‫ َخَّص – َيُخ ُّص‬yang artinya menentukan atau tertentu.3 Menurut
istilah yaitu lafadz yang tidak menghabiskan semua apa yang pantas baginya
tanpa pembatasan. Takhsish adalah mengeluarkan sebagian apa yang dicakup
lafadz al-‘am.4

B. Macam-macam Al-‘Am
Al-‘Am terbagi atas tiga macam:
a) Al-‘Am yang tetap dalam keumumannya (‫)العام الباقي على عمومه‬
Qadhi Jalaludin Al-Baqilani mengatakan bahwa al-‘am seperti ini jarang
ditemukan, sebab tidak satu pun lafadz al-‘am kecuali didalamnya terdapat takhsis
(pengkhususan). Tetapi Imam Zarkarsyi dalam Al-Burhan mengemukakan bahwa
al-‘am demikian banyak terdapat dalam Al-Qur’an, yaitu antara lain: ‫وهللا بكل شيء‬
‫(عليم‬An-Nisa’ [4]: 176) dan ‫(حرمت عليكم أمهاتكم‬An-Nisa’ [4]: 23). Al-‘Am dalam ayat-
ayat ini tidak mengandung kekhususan.
1
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta : Haida Karya Agung, Cet.VIII, 1990), Hlm.279.
2
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2007), Hlm. 312.
3
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, hlm.117.
4
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, hlm. 319.
b) Al-‘Am yang dimaksud khusus (‫)العام المرادبه الخصوص‬
Misalnya firman Allah: ‫دجمعوا لكم‬9‫اس ق‬9‫(الذين قال لهم الناس إن الن‬Ali ‘Imran [3]:
173). Yang dimaksud dengan “an-nas” yang pertama adalah Nu’aim bin Mas’ud,
sedang “an-nas” kedua adalah Abu Sufyan. Kedua lafadz tersebut tidak
dimaksudkan untuk makna umum. Kesimpulan ini ditunjukkan lanjutan ayat
sesudahnya, ‫ ِإَّنَم ا َذ اِلُك ُم الَّش ْيَطاُن‬sebab isyarah dengan dzalikum (‫ )ذالكم‬hanya menunjuk
kepada satu orang tertentu. Seandainya yang dimaksud adalah banyak (jama’),
tentulah akan dikatakan ‫ِإَّنَم ا ُأوآلِئُك ُم الَّش ْيَطاُن‬.
c) Al-‘Am yang dikhususkan (‫)العام المخصوص‬

Al-‘Am macam ini banyak ditemukan dalam Al-Qur’an, diantaranya


adalah: ‫(وكلوا واشربوا حتى يتبين لكم الخيط األبيض من الخيط األسود من الفجر‬Al-Baqarah [2]:
187) dan ‫(وهلل على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيال‬Ali ‘Imran [3]: 97).5

C. Perbedaan Antara `Am, khas dan `Am Mukhoshshosh


Adapun perbedaan antara al-‘am yang dimaksud khusus (‫ )العام المرادبه الخصوص‬dengan
al-‘am yang dikhususkan (‫ )العام المخصوص‬dapat dilihat dari beberapa segi, antara lain
sebagai berikut:

No. ‫العام المرادبه الخصوص‬ ‫العام المخصوص‬


1. Mencakup semua satuan atau Menunjukkan makna umum,
individu yang dicakupnya meliputi semua individunya
sejak semula, baik dari segi hanya dari segi cakupan makna
cakupan makna lafadz lafadz saja, bukan dari segi
maupun dari hukumnya; hukumnya; (jangkauan lafadz
(lafadz yang digunakan hanya kepada sebagian maknanya yang
untuk satu atau lebih tersisa sebelum ditakhshish sama
individu). dengan sesudah di takhshish).
2. Lafadz “an-nas” pada ayat Lafadz “an-nas” pada ayat ‫وهلل على‬
‫اس‬99‫ال لهم الن‬99‫ذين ق‬99‫ ال‬, meskipun ‫بيت‬99‫اس حج ال‬99‫ الن‬, lafadznya umum
bermakna umum tetapi tidak yang dimaksudkan untuk
5
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, hlm. 317.
dimaksudkan, baik secara mencakup satuan-satuan yang
lafadz maupun secara hukum, terjangkau olehnya, meskipun
kecuali hanya seorang saja kewajiban haji hanya meliputi
yaitu Nu’aim bin Mas’ud. orang yang mampu di antara
mereka secara khusus.
3. Berbentuk majaz, karena Berbentuk hakikat, karena
beralih dari makna aslinya menggunakan makna aslinya (an-
(an-nas = nu’aim bin nas = man istatho’a ‘ala al-hajj).
mas’ud).
4. Qarinahnya bersifat rasional Qarinahnya bersifat tekstual
(‘aqliyah) dan tidak pernah (lafdziyah) dan terkadang
terpisah. terpisah.6

D. Fungsi Kaidah Al-`Am dan al-Khash


Kaidah al-am dan al-khash adalah dua kaidah penting dalam memahami dan
menginterpretasikan hukum Islam. Berikut adalah penjelasan singkat tentang masing-
masing kaidah:
1. Kaidah al-am: Kaidah al-am berarti "kaidah yang umum". Kaidah ini menyatakan
bahwa ketika ada nash (teks hukum) yang bersifat umum atau global, maka hukum
tersebut diterapkan pada semua kasus yang serupa, kecuali ada dalil yang
menunjukkan adanya pengecualian atau perbedaan. Dalam konteks ini, "am"
mengacu pada kata "umum" atau "global" dalam teks hukum.
Contoh penerapan kaidah al-am adalah ketika ada perintah umum dalam Al-Quran
atau hadis yang berlaku untuk semua orang Muslim, seperti perintah untuk
menunaikan shalat lima waktu. Kaidah al-am memungkinkan untuk menerapkan
perintah ini pada semua individu tanpa memandang perbedaan keadaan atau situasi
mereka.

2. Kaidah al-khash: Kaidah al-khash berarti "kaidah yang khusus". Kaidah ini
menyatakan bahwa ketika ada nash yang bersifat spesifik atau terbatas, maka hukum
6
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, hlm. 318-319.
tersebut hanya berlaku pada kasus yang sesuai dengan spesifikasinya. Dalam konteks
ini, "khash" mengacu pada kata "khusus" atau "terbatas" dalam teks hukum.
Contoh penerapan kaidah al-khash adalah ketika ada hadis yang merujuk pada situasi
tertentu atau pada orang-orang tertentu. Hukum yang terkandung dalam hadis tersebut
hanya berlaku pada situasi atau individu yang spesifik yang disebutkan dalam hadis
tersebut.
Dalam praktiknya, kedua kaidah ini sering digunakan bersama-sama untuk
memahami dan menginterpretasikan hukum Islam. Kaidah al-am digunakan ketika tidak
ada pengecualian atau perbedaan yang jelas, sementara kaidah al-khash digunakan ketika
ada spesifikasi atau kekhususan dalam nash yang membatasi aplikasi hukum tersebut. 7

E. Contoh Penafsiran Al-`Am dan al-Khash


Berikut adalah contoh penafsiran kaidah al-am dan al-khash dalam hukum Islam:
1. Contoh penafsiran kaidah al-am:
Teks hukum dalam Al-Quran menyatakan, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil" (QS. Al-Baqarah: 188).
Dalam konteks ini, kaidah al-am akan diterapkan dengan memahami bahwa larangan ini
berlaku bagi semua orang Muslim tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, usia, atau
status sosial. Oleh karena itu, setiap Muslim dilarang untuk memakan harta orang lain
dengan cara yang tidak sah, seperti mencuri, merampok, atau melakukan penipuan.
2. Contoh penafsiran kaidah al-khash:
Teks hukum dalam hadis menyatakan, "Siapa yang mencuri, maka potonglah
tangannya" (HR. Al-Bukhari). Dalam konteks ini, kaidah al-khash akan diterapkan
dengan memahami bahwa hukuman potong tangan ini hanya berlaku bagi orang yang
melakukan tindakan pencurian yang memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti mencuri
dengan sengaja, mencuri barang yang bernilai di atas batasan tertentu, dan setelah
terpenuhinya syarat-syarat lain yang ditetapkan dalam hukum Islam. Oleh karena itu,
tidak semua pencuri akan dikenakan hukuman potong tangan, tetapi hanya mereka yang
sesuai dengan spesifikasi dalam nash tersebut.

7
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, hlm.117.
Dalam kedua contoh ini, kaidah al-am digunakan untuk menerapkan hukum secara umum
pada semua kasus yang serupa, sedangkan kaidah al-khash digunakan untuk membatasi
aplikasi hukum pada kasus-kasus yang sesuai dengan spesifikasi dalam nash. Keduanya
saling melengkapi dalam memahami dan menginterpretasikan hukum Islam.

Anda mungkin juga menyukai