KOMPETENSI DASAR
1.6 Menghayati Am dan Khaṣ sebagai bagian dari ilmu tafsir yang digunakan untuk memahami Al-
Qur'an
2.6 Menunjukkan sikap disiplin dalam mempelajari Am dan Khaṣ dalam mempelajari tafsir al-
Qur'an
3.6 Menganalisis Am dan Khaṣ dalam memahami tafsir Al-Qur'an
4.6 Menyajikan hasil analisis tentang ayat-ayat Al-Qur'an yang berbentuk Am dan Khaṣ ketika
memahami tafsir ayat-ayat Al-Qur'an
PETA KONSEP
Lafadz ‘Am dan Khaṣ
Pengertian ‘Am dan Khaṣ
‘Am dan Khaṣ
Macam-macam ‘Am dan Khaṣ
Takhsis al-’Am
MARI MERENUNG
Ananda sekalian, renungkan pemaparan berikut ini!
Sebagai sumber hukum agama Islam, al-Qur’an memuat nash-nash yang menjadi dasar
pijakan dirumuskannya sebuah hukum. Sistem tasyri’ (penetapan perundang-undangan) dan hukum
agama mempunyai sasaran tertentu, kepada siapa hukum itu ditujukan. Terkadang suatu hukum
perundang-undangan mengandung sejumlah karakteristik yang menjadikannya bersifat umum dan
meliputi setiap individu serta cocok bagi semua keadaan. Terkadang pula sasaran itu terbatas dan
khusus. Keindahan retorika Bahasa Arab dan kemampuannya dalam memvariasikan seruan serta
menjelaskan sasaran dan tujuan merupakan salah satu manifestasi kekuatan bahasa tersebut dan
kekayaan khazanahnya. Apabila hal demikian dihubungkan dengan kemukjizatan kalam Allah maka
pengaruhnya dalam jiwa merupakan tanda kemukjizatan tersendiri, yakni kemukjizatan tasyri’ di
samping kemukjizatan dari segi bahasa.
MARI MENGAMATI
Perhatikan data berikut berikut dan kaitkan dengan tema kita!
َّ اص ْو ۟ا ب
۞ٱلص ْب ِر َ ٱلصٰـل َحٰـت َو َت َو
َ اص ْو ۟ا ب ْٱل َح ّق َو َت َو ۟ ُ َ َ ۟ ُ َ َّ اَّل ُ َ َ َٰ َّ
ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِإ ن ٱِإْل نسـن ل ِفى خ ْس ٍر۞ِإ ٱل ِذين َء َامنوا وع ِملوا
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.” [Surat Al-‘Asr (103) ayat 2-3]
Ayat kedua dan ketiga saling berkaitan. Ayat kedua menunjukkan sebuah pernyataan yang
umum bahwa “semua manusia dalam kerugian”. Ini berarti bahwa semua jenis manusia baik laki-laki
atau perempuan, tampan atau tidak, kaya atau miskin, menurut ayat ini berada dalam kerugian.
Kemudian datang ayat yang ketiga yang mengecualikan golongan manusia yang merugi tersebut
اَّل
dengan menggunakan lafadz illaa ( “ )ِإYaitu orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta
saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.”
اَّل
Keberadaan lafadz illaa ( )ِإ tentunya sangat penting, karena dapat merubah pemahaman
terhadap ayat tersbut. Dalam ulumul Qur’an ayat yang masih umum sebagaimana ayat yang
pertama di atas disebut ‘am. Adapun ayat yang kedua dinamakan Khaṣ.
MARI MENANYA
Setelah Ananda renungkan dan amati, ada beberapa pertanyaan yang perlu Ananda gali.
Buatlah pertanyaan, sebagaimana berikut!
1. Apa perbedaan ‘am dan Khaṣ?
2. Bagaimana implikasi hukum ‘am dan Khaṣ dalam al-Qur’an?
MARI MEMAHAMI
1. Pengertian ‘Am
Al-‘Am secara etimologi berarti merata, yang umum. Sedangkan secara istilah al-‘Am adalah
lafadz yang diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian tiap lafadz itu sendiri
tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu.
Sementara itu pengertian al-‘am menurut ulama lainnya adalah sebagai berikut :
3. Macam-macam 'Am
Lafadz ‘am apabila dilihat dari segi penggunaanya dapat dikategorikan menjadi tiga macam,
yaitu :
a. Lafadz ‘am yang tetap pada keumumannya (al-baqiy ‘ala umumihi), yaitu ‘am yang disertai qarinah
yang tidak memungkinkan untuk ditakhshis. Contoh lafadz untuk kategori pertama ini biasanya
berkaitan dengan kalimat-kalimat yang menerangkan sunnatullah (hukum ilahi), seperti dalam QS.
Hud [11]: 6 berikut ini :
ٰ ُ َ َ ُ َّ َ اَّل
ض ِإ َعلى ٱلل ِه ِر ْزق َهاـ َو َي ْعل ُم ُم ْس َتق َّر َها َو ُم ْس َت ْو َد َع َها ۚ ك ۭ ٌّل ِفى ِك َتـ ٍ ۢب ُّم ِب ٍ ۢين رْ َو َما ِمن َد َّٓاب ٍ ۢة فى ٱَأْل
ِ ِ
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia
mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab
yang nyata (Lauh Mahfuzh).” [Surat Hud (11) ayat 6]
b. Lafadz ‘am tetapi maksudnya khusus (al-‘am al-muradu bihi al-khushush), yaitu ‘am yang disertai
qarinah yang menghilangkan arti umumnya dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ‘am
itu adalah sebagian dari satuannya, seperti dalam QS. At-Taubah [9]: 120 :
َ ۟ َأ َّ اَل ُ َّ َ ۟ ُ َّ َ َ َ ان َأِل ْهل ٱمْل َد َينة َو َم ْن َح ْو َل ُهم ّم َن ٱَأْل ْـع َر َأ َ َما َك
ۚ ول ٱلل ِه َو َي ْرغ ُبـوا ِب ُنف ِسـ ِه ْم َعن َّن ْف ِسـ ِهۦ ِ اب ن يتخل ـف وا عن رسـ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ـظ ْٱل ُك َّف َار َواَل َي َـن ُـال
ون
ُ َ
ون َم ْو ِطًۭئ ا ي ِغيـَ ٱلله َواَل َي َطُٔ ـ
َّ
يل بـ س َ ص ـ ٌب َواَل َم ْخ َم
َ ص ـ ٌة فى َ َٰذ ـل َك ـب َأ َّن ُه ْم اَل ُيص ـ ُيب ُه ْم َظ َ ـم ٌۭأ َواَل َن
ِ ِ ِ ِ ۭ ۭ ِ ِ ِ
َٱلل َه اَل ُيض ُيع َأ ْج َر ٱمْل ُ ْحسنين َّ َّ ٌ ٰ َ ٌ َ َ ُ َ َ ُ ْ َ ُ ّۢ َّ ْ اًل اَّل
ِمن عد ٍو ني ِإ ك ِتب لهم ِب ِهۦ عم ۭل صـ ِلح ۚ ِإ ن
ِ ِ ِ
“Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar
mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai
diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan,
kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan
amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah
bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang berbuat baik,” [Surat At-Taubah (9) ayat 120]
Sepintas dipahami bahwa ayat tersebut menunjukkan ayat umum, yaitu penduduk Madinah
dan orang-orang arab disekitarnya, termasuk orang-orang sakit dan lemah. Namun yang
dikehendaki dari ayat tersebut bukanlah masyarakat pada umumnya, tetapi hanya masyarakat
yang mampu saja yang diwajibkan.
c. Lafadz ‘am yang dikhusushkan (al-‘am al-makhshush), yaitu ‘am yang tidak disertai qarinah, baik
itu qarinah yang tidak memungkinkan untuk ditakhshish, maupun qarinah yang menghilangkan
5. Pengertian Khaṣ
Khaṣ adalah “Isim Fail” yang berasal dari kata kerja khashshasha-yukhashshishu-takhsishan-
ّ َ ً ْ ْ َ ُ ّ َ ُ َ َّ َ
khassin ( اص
خ ـ ٍـ-ا
تخ ِصيص ـ ـ ـ-يخ ِص ـ ـص-“ )خص ـ ـصyang mengkhususkan atau menentukan”. Lafadz Khaṣ
merupakan lawan dari lafadz ‘am. Jika lafadz ‘am memberikan arti umum, yaitu suatu lafadz yang
mencakup berbagai satuan-satuan yang banyak, maka lafadz khaṣ adalah suatau lafadz yang
menunjukan makna khusus.
Ulama berbeda pendapat mengenai pengertian khas. Menurut Mannā’ al-Qaṭṭān (w. 1999 M)
lafadz khaṣ adalah lafadz yang merupakan kebalikan dari lafadz ‘am, yaitu yang tidak menghabiskan
semua apa yang pantas baginya tanpa ada pembatasan. Sedangkan menurut Abdul Wahhab Khallaf
(w. 1956 M), lafadz khaṣ adalah lafadz yang digunakan untuk menunjukkan satu orang tertentu.
Adapun dalam istilah ushul fiqh, yang dimaksud dengan khaṣ adalah :
صّ اع ًدا ِم ْن َغ ْيــر َخ َ ـاو ُل َد ْف َعـ ًـة َسـ ـ ْيَئ ْين َف
َ صـ ـ َ “ َـ ـم ا اَل َي َت َنـsesuatu yang tidak mencapai sekaligus dua/lebih tanpa
ٍ ِ ِ
batas.” Seperti contoh “rajulun” (ج ٌل ) َر ُـartinya seorang laki- laki, dalam hal ini terbatas pada seorang
َ ُ اَل
saja. “rajulani” ( )رج ِنartinya dua orang laki- laki dalam hal ini terbatas pada dua orang saja.
Adapun yang dimaksudkan dengan Takhsis dalam istilah ushul fiqh adalah :
ص ّ َ ُ ْ َ َ ْ ْ َ َ َ ْ ُ ُ ْ َ ْ َ اج َب ْع َ َ َ اًلُ ْخ َر
ِ ض كان د ِاخ تحت العمو ِم على تق ِدي ِر عد ِم الـمخ ِص
ٍ ِإ
“mengeluarkan sebagian apa-apa yang termasuk dalam yang umum itu menurut ukuran ketika tidak terdapat
Mukhaṣṣiṣ”
7. Macam-Macam Mukhaṣṣiṣ
Takhshish adalah memalingkan lafadz ‘am dari makna umumnya dan membatasinya dengan
sebagian satuan-satuan yang tercakup di dalamnya, karena ada dalil yang menunjukkan mengenai
hal itu. Takhshish al-‘am biasa disebut juga dengan qashar al-‘am, yaitu mempersempit makna yang
masih umum. Alat atau sarana yang digunakan untuk melakukan takhshish al-‘am biasa disebut
dengan mukhaṣṣiṣ. Mukhaṣṣiṣ dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu mukhaṣṣiṣ muttashil dan
mukhaṣṣiṣ munfashil .
a. Mukhaṣṣiṣ Muttaṣil
(Mukhaṣṣiṣ yang bersambung) adalah apabila makna satu dalil yang mengkhususkan
berhubungan erat/bergantung pada kalimat umum sebelumnya. Adapun beberapa macam
mukhaṣṣiṣ muttasil antara lain :
1. Pengecualian (al-istisna) contoh firman Allah QS. Al-‘Ashr ayat 2-3 :
َّ اص ْو ۟ا ب
۞ٱلص ْب ِر َ ٱلصٰـل َحٰـت َو َت َو
َ اص ْو ۟ا ب ْٱل َح ّق َو َت َو ۟ ُ َ َ ۟ ُ َ َّ اَّل ُ َ َ َٰ َّ
ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِإ ن ٱِإْل نسـن ل ِفى خ ْس ٍر۞ِإ ٱل ِذين َء َامنوا وع ِملوا
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.” [Surat Al-‘Asr (103) ayat 2-3]
Jadi, yang dikhususkan pada ayat tersebut adalah orang-orang yang beriman dan yang
beramal Soleh. Pengkususan pada ayat tersebut adalah dengan jalan mengecualian, yakni dengan
memakai huruf istisna.
ُ ُّ ٰ َ ْ ۟ ٓ ُ َ َ ُ ُ َ ُ ُ َّ َأ َ ُّ َ ّ َّ َٰ َ ْ َأ
2. Syarat ( )الش ـ ْرطcontohnya: ..... صل ـ ۭ ًحا وب ـعـولتهن ـح ق ِـبـر ِد ِهن ِفى ذ ِ ـل ك ِإ ن رادوا ِإ..... Artinya: “..... Dan
suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki
ishlah .....” [Surat Al-Baqarah (2) ayat 228]
Dalam ayat tersebut dikatakan, lebih berhak kembali pada istrinya. Maksudnya adalah dalam
masa iddah, tetapi dengan syarat bila kembalinya itu dengan maksud ialah lafaz yang menujukakan
pada ayat tersebut adalah “jika” ()ِإ ن
ْ
ُ َ ّ ۢ ۢ َ َ َ َ َ
3. Sifat (ص ـ ـفة
ِ )الcontohnya: ..... َو َمن ق َـت ـ َـل ُمْؤ ِم ًـن ــا خطًۭٔ ـ ـا ف َت ْح ِريـ ـ ُـر َرق َـب ـ ٍـة ُّمْؤ ِم َـن ـ ٍـة..... Artinya: “..... dan
barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya
yang beriman .....” [Surat An-Nisa (4) ayat 92]
Sifat yang mengkhususkan dalam ayat tersebut adalah sifat mukmin yakni yang diremehkan
itu harus/dikhususkan pada hamba yang muknim.
َُ َ
4. Kesudahan ( )الغايةcontohnya:
ّ ُ ْ ُأ ٌ َ اَل َ َ َ ََ َ
ض ـ َّل فِإ َّن َ ـم ا َي ِض ـ ُّل َعل ْي َ ـه ا ۚ َو ـت ِـز ُر َو ِاز َر ۭة ِو ْز َر ـخ َر ٰى ۗ َو َ ـم ا ك َّنا ُم َـع ِـذ ِب َين َح َّت ٰى ٱه َـت َـد ٰى فِإ َّن َ ـم ا َي ْه َـت ِـدى ِل َن ْف ِس ـ ِهۦ ۖ ومن
ْ َّمن
ِ
ُ َ َ َ َْ
نبعث رسواًۭل
“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk
(keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian)
dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab
sebelum Kami mengutus seorang rasul.” [Surat Al-Isra (17) ayat 15]
Lafadz wa ma kunna mu’adzibiina (Kami tidak akan mengazab) pada ayat di atas bersifat
umum. Akan tetapi keumumannya dipersempit pengertiannya dengan adanya ghayah (pembatasan),
yaitu lafadz hatta nab’atsa rasuulan (sampai Kami mengutus seorang rasul).
ُْ َ ْ َْ ُ ََ
5. Sebagai ganti keseluruhan (الك ِ ّل )بدل البع ِد ِمنcontohnya:
َ َ َ ْ
َ ٱلناس ح ُّج ٱل َب ْيت َمن ٱ ْسـتط
اع ِإ ل ْـي ِـه َسـ ِبياًۭل ۚ َو َمن ِ
َّ ان َءام ًنۭا ۗ َول َّله َع َلى َ فيــه َء َايٰ ـ ٌۢت َب ّي َنٰ ـ ۭ ٌت َّم َـق ُام ْـب َٰـره
َ يم ۖ َو َمن َد َخ َل ُهۥ َـك
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِإ ِ ِ ِ
َٱلل َه َغن ٌّى َعن ْٱل َعٰـ َلمين َّ َّ َ َ َ َ
كفر فِإ ن
ِ ِ ِ
“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya
(Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” [Surat Ali-Imran (3) ayat
97]
6|Materi Ilmu Tafsir Kelas XI Bab 6
َ
Lafazh man ( )منdan sesudahnya pada ayat tersebut, mengkhususkan keumuman
sebelumnya, arti sebagian orang yang “mampu” mengganti keumuman wajibnya manusia untuk
haji.
b. Mukhaṣṣiṣ Munfasil
Mukhaṣṣiṣ munfasil adalah dalil umum / makna dalil yang sama dengan dalil atau makna
dalil yang mengkhususkannya, masing-masing berdiri sendiri. Yakni tidak berkumpul tetapi terisah.
Mukhaṣṣiṣ munfaṣil ada beberapa macam :
1. Al-Qur’an di-takhsis dengan Al-Qur’an contohnya firman Allah :
ُ َ َ َٰ َ َ مْل ُ َ َّ َ ٰ ُ َ َ َ َّ ْ َأ
..... ص َن ِب ُنف ِس ِه َّن ثلـثة ق ُر ٓو ٍۢءوٱ طلقـت يترب
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru' .....” [Surat Al-Baqarah (2)
ayat 228]
Ayat tersebut, umum : tercakup juga orang hamil maka datang ayat lain yang
mengkhususkan bagi wanita hamil yang
َأ ُ َأ ٓ berbunyi:
ْ َ ْ ُ ْ َ َّ ُ ُ َّ َ َ ٰ َ ُ َأ ْ ُ َ َّ ٰ َ ْ َ ْ ُأ َ ٰ َأْل ٓ ُ ّ َ َ َّ ٰ َ ْ َ َ مْل
ضـ َن ۚ َو ۟ول ـ ُت ٱ ْح َـم ِال َجل ُه َّن نيض ِمن ِن َسٓاِئ ك ْم ِإ ِن ٱرتبتم ف ِعـدتهن ثل ـثة شـه ٍرۢ وٱل ِٔـى لم ي ِح ِ ِ وٱل ِٔـى يِئ سن ِمن ٱ
ح
َأ َّ َّ َ
ض ْع َن َح ْمل ُه َّن ۚ َو َمن َي َّت ِق ٱلل َه َي ْج َعل ل ُهۥ ِم ْن ْم ِر ِهۦ ُي ْس ً ۭرا
َ َي
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu
ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-
perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan
baginya kemudahan dalam urusannya.” [Surat At-Talaq (65) ayat 4]
2. Al-Qur’an di-takhsis dengan sunnah, contohnya firman Allah :
َ ّ ُأْل ْ َ َّ ُ ٰ َ ُ َّ َأ
..... وصيك ُم ٱلل ُه ِف ٓى ْولـ ِدك ْم ۖ ِللذك ِر ِمث ُل َح ِظ ٱ نث َي ْي ِن ُ
ِ ي
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak
lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan .....” [Surat An-Nisa (4) ayat 11]
Ayat tersebut bersifat umum, yakni mencakup anak yang kafir, kemudian datang hadis yang
ْ َْ َْ ْ ُ اَل
mengkhususkannya berbunyi: “ ُـي ِـرث ال ـ ُـم ْس ِل ُم ال ـك ا ِف ِر َوال ال ـك ا ِف ُر ال ـ ُـم ْس ِل ِمTidak boleh mewarisi seseorang
musulim pada seorang kafir, dan tidak boleh (juga) kafir pada muslim.” (HR. Bukhari)
3. Sunnah di-takhsis dengan Al-Qur’an, sebagai contoh adalah hadits Nabi yang berbunyi :
اَل َ َ َّ َ ُ َ اَل َ َأ َ ُ ْ َ َأ ْ َ َ َ َّ َ َ َ َّ ُأ
تقبل هللا ص ة ح ِدكم ِإ ذا حدث حتى يتوض
“Allah tidak menerima shalat seorang diantara kamu bila masih berhadas hingga berwudhu.” (HR. Bukhari-
Muslim). Hadits tersebut adalah umum, yakni termasuk dalam keadaan tidak dapat memperoleh air,
kemudian dikhususkan oleh ayat yang berbunyi :
ُ َ ُ َأ ۟ ٓ
َ َّ َ ٰ َ ْ ُ ۟ ُ ُ َ ُ َأ ُ َ مْل َ ُ َ ۟ َ َيٰـَأ ُّي َها َّٱلذ
وهك ْم َو ْـي ِـد َيك ْم ِإ لى ٱ َرا ِف ِـق َو ْٱم َسـ ُحوا ِب ُر ُءو ِسـك ْم َو ْر ُجلك ْم ين َء َام ُـن ٓـوا ِإ ذا ق ْم ُت ْم ِإ لى ٱلصـلو ِة فٱغ ِسـلوا و ـج ِ
ُنكم ّم َن ْٱل َغٓاِئ ِط َأ ْو َلٰ ـ َم ْس ُتم ُ ّ ٌ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ُ ُ ْ ُ ُ ً َ َّ َّ ُ ۟ َ ُ ُ َّ ْ َ ٰٓ َأ ْ َ َ ٰ َ َ َأ ْ َ َ َأ
ِإ لى ٱلكعبي ِن ۚ وِإ ن كنتم جنبۭا ـف ٱطهروا ۚ وِإ ن كنتم مرض ى و على س ـف ٍر و ـج ٓاء ـح ۭد ِم
ِ
ُ َ َّ ُ ّ َ َ َ َ ْ َ ُ ۟ َ ً َ َ َ َّ ُ ۟ َ ً َ ّ ً َ ْ َ ُ ۟ ُ ُ ُ َأ
وهك ْم َو ْي ِديكم ِّم ْن ُه ۚ َـم ا ُي ِري ُـد ٱلل ُه ِل َي ْج َـع َـل َعل ْيكم ِّم ْن
ِ يدا ط ِي ۭبا فٱمسحوا ِبوج ۭ ٱلنسٓاء فلم ت ِجدوا م ۭٓاء فتيمموا ص ِع ِ
ََح َر ۢج َو َلٰـكن ُير ُيد ل ُي َط ّه َر ُك ْم َول ُيت َّم ن ْع َم َت ُهۥ َع َل ْي ُك ْم َل َع َّل ُك ْم َت ْش ُك ُرون
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan
jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu,
tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
[Surat Al-Ma'idah (5) ayat 6]
4. Sunnah di-takhsis dengan sunnah, sebagai contoh adalah hadits Nabi yang berbunyi :
ْ َ ْ ُ ُ ْ ُ َ َّ َ
)لعش ُر َ(ر َو ُاه ال ُبخ ِار ُّي َوال ُـم ْس ِل ُم ِف ْي َما َسق ِت السماء ا
“Tanaman yang dengan siraman hujan, (zakatnya) adalah seper sepuluh (l0%)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits tersebut di-takhsis dengan hadits yang berbunyi :
ٌَ َ َأ َ َ َل ْي
ص َدقة س ِف ْي َما ُد ْو َن خ ْم َس ٍة ْو ُس ٍق
“Tidak wajib zakat (tanaman) yang kurang lima wasaq” (HR. Bukhari dan Muslim)
ض ـ ُه َو ُع ُق ْو َب َ ـت ُـه
َ اج د ُي ـح ُّل ع ْر َ ْ َ
5. Men-takhis dengan qiyas, contohnya: ِ ِ ِ “ ل ُّي الو ِ ـMenunda-nunda pembayaran
bagi orang yang mampu, halal dilanggar kehormatannya dan boleh dihukum.” (HR. Ahmad)
Hadis tersebut ialah umum, yakni siapa saja yang menunda-nunda pembayaran hutang,
padahal ia mampu untuk membayar, termasuk ibu atau bapak. Kemudian dikhususkan, yakni bukan
termasuk ibu dan bapak dengan jalan meng-qiyas firman Allah yang berbunyi :
7|Materi Ilmu Tafsir Kelas XI Bab 6
ّۢ َ اَل َ َّ ُأ َأ اَل ْ َأ َُ ٰ ْ َ َ َ ٰ َ ُّ َ َأ اَّل َ ْ ُ ُ ٓ ۟ ٓاَّل
ِإ َّي ُاه َو ِبٱل َٰو ِ ـل َد ْي ِن ِإ ْح َس ـ ًنا ۚ ِإ َّما َي ْبلغ َّن ِعنـ َـد َك ٱل ِك َـب َـر َ ـح ُد ُه َمٓا ْو ِك ُه َ ـم ا ف ت ُ ـق ل ل ُه َ ـم ٓا ٍف وقض ى ربك تع ـبـدوا ِإ
َ َ َّ ُ َ ُ ْ َ َ اَل
۞ك ِر ًۭيما و تن َه ْره َماـ وقل ل ُه َما ق ْواًۭل
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat
baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
[Surat Al-Isra (17) ayat 23]
Tidak boleh memukul melanggar kehormatan kedua orang tua adalah hasil Qiyas dari
larangan mencakup "ah" terhadap mereka. Karena memukul atau melanggar kehormatan, lebih
tinggi kadar menyakitkannya dari pada mengucap "ah". Qiyas yang demikian dinamakan Qiyas
Aulawi. Sebagian ulama berpandangan bahwa yang demkian bukan dinamakan Qiyas Aulawi, tetapi
disebut Mafhum Muwafaqah.
LATIHAN SOAL
Pilihan Ganda
1. Al-‘Am adalah suatu lafadz yang di dalamnya menunjukkan pengertian umum menurut makna
yang sebenarnya, tidak dibatasi oleh jumlah dan tidak pula menunjukkan bilangan tertentu.
Definisi di atas dikemukakan oleh .....
A. Jalaludin As-Suyuthi
B. Ushuliyyin
C. Al Ghazali
D. Subhi Shalih
E. M. Khudori Beik
َ َ اَل
4. Perhatikan hadis berikut: ِم ْي َراث ِلقا ِت ٍلHadis tersebut menurut Ulama mentakhsis QS. An-Nisa’
[4]: 10. Apa saja syarat-syarat takhsis?
A. Harus munfashil, Harus bersamaan dalam satu masa, Harus sama derajatnya dengan 'Am,
apakah zanny atau qath’i.
B. Harus berdiri sendiri, Harus berbeda masa, Harus sama derajatnya dengan 'Am, apakah
zanny atau qath’i.
C. Harus berdiri sendiri, Harus bersamaan dalam satu masa, Harus sama derajatnya dengan
'Am, apakah zanny atau qath’i.
5. “Lafadz khaṣ adalah lafadz yang merupakan kebalikan dari lafadz ‘am, yaitu yang tidak menghabiskan
semua apa yang pantas baginya tanpa ada pembatasan.” Definisi khaṣ tersebut diungkapkan oleh .....
A. Jalaludin As-Suyuthi
B. Ushuliyyin
C. Manna’ Al-Qaṭṭan
D. Subhi Shalih
E. Khudori Beik
9. Mukhaṣṣiṣ Munfasil adalah dalil umum / makna dalil yang sama dengan dalil atau makna dalil
yang mengkhususkannya, masing- masing berdiri sendiri. Yakni tidak berkumpul tetapi
terpisah. Berikut ini yang bukan merupakan Mukhaṣṣiṣ Munfasil adalah .....
A. Al-Qur’an di-takhsis dengan Al-Qur’an
B. Sunnah di-Takhsis dengan Sunnah
C. Al-Qur’an di-Takhsis dengan Sunnah
D. Al-Qur’an di-takhsis dengan Ijma
E. Sunnah di-Takhsis dengan Al-Qur’an
Esay
1. Apa perbedaan ‘Am dan Khaṣ?
2. Bagaimana cara menidentifikasi lafadz ‘am dan lafadz Khaṣ?
3. Jelaskan perbedaan antara Mukhaṣṣiṣ Muttasil dan Mukhaṣṣiṣ Munfasil!
4. Jelaskan macam-macam ‘am dari segi penggunaannya!
5. Sebutkan contoh takhsis al-Qur’an dengan al-Qur’an dan al-Qur’an dengan Sunnah!
10 | M a t e r i I l m u T a f s i r K e l a s X I B a b 6