Anda di halaman 1dari 4

Balaghah adalah salah satu ilmu ‘memperindah bahasa’ dalam Bahasa Arab yang telah lama dikenal seiring

dengan berkembangnya kesusastraan Arab. Kata balaghah (‫ )بالغة‬sendiri berasal dari lafadz ‫ بلغ‬yang berarti
sampai atau mencapai, sama artinya dengan kata ‫ وصل‬dan ‫انتهى‬. Terbagi menjadi tiga dalam ilmu balagah :
badi’,bayan,ma’ani.

Siyaq adalah salah satu cabang dari ilmu semantik, yang menguangkap tentang makna, atau pijakan utama
dalam analisis pragmatik ujaran tersebut. Dalam bidang semantik konteks memegang peranan penting dalam
analisis semantik didsarkan atas fakta bahwa dalam suatu bahsa, unsur-unsur leksikal yang merupakan suatu
perwujudan konsep bermakna tidak terlepas dari hubungan-hubungan intasektual maupun ekstratektual yang
ada dalam bahsa yang bersangkutan.

nadzriyyah al-siyaqiyyah / teori konteks :

(1). Linguistic context, Contohnya:

‫ عين الطفل تؤلمه‬, maksud kata ‫ عين‬di sini adalah mata untuk melihat

‫ في الجبل عين الجارية‬, maksud kata ‫ عين‬di sini adalah sumber mata air [4]

(2). Emotional context,

Misalnya kata ‫ يكره‬dan kata ‫ يبغض‬walaupun keduanya sama sama bermakna membenci, akan tetapi perasan
benci yang dikandung oleh kata ‫ يكره‬lebih kuat dari pada perasaan benci yang dikandung oleh kata ‫يبغض‬

(3). Situtional context,

Misalnya penggunaaa kata ‫ يرحم‬ketika mendo’akan orang bersin dengan mengatakan ‫ يرحمك هللا‬, di mulai dengan
fi’il, tapi ketika mendo’akan orang yang telah meninggal dunia maka dikatakan : ‫ هللا يرحمه‬dimulai dengan isim.

(4). Cultural context .

Misalnya penggunaan kata ‫ الصرف‬, bagi para pelajar dan orang orang melakukan studi bahsa arab, secara
langsung memberikan makna bahwa yang di maksud dari kata ‫ الصرف‬tersebut adalah ilmu shorof. Namun bagi
para pelajar Agronomi, makna kata ‫ الصرف‬tersebut adalah merupakan istilah ilmiah yang menunjukkan pada
suatu kegiatan atau usah untuk mengalirkan air.

Fasahah berarti jelas, macam macam fasahah :

A. Fashāhah al-Kalimah

1). Tanāfur al-Hurūf ‫ تنافر الحروف‬Yaitu kalimah yang terasa berat di lidah dan sulit untuk diucapkan. Contoh :

‫( ت ََر ْكتُهَا تَرْ عَى الهُع ُخ َع‬aku membiarkannya makan rumput)

2). Mukhālafah al-Qiyās ‫ مخالفة القياس‬Yaitu kalimah yang tidak mengikuti kaidah-kaidah ilmu Sharf.Contoh :

‫فَالَ يُب َْر ُم اَأل ْم ُر الَّ ِذى ه َُو َحالِ ٌل – َوالَيُحْ لَ ُل اَأل ْم ُر الَّ ِذى ه َُو يَ ْب ُر ُم‬

Pada syiir diatas terdapat dua kata, yaitu “‫ "يُحْ لَ ُل‬dan " ‫ ” َحالِ ٌل‬shigah (bentuk) kedua kata tersebut tidak sesuai
dengan kaidah – kaidah ilmu sharaf. Jika mengikuti kaidah kedua kata tersebut seharusnya “ " ‫ يَ ِحل‬dan “ ." ‫َح َل‬

3). Al-Gharābah‫ الغرابة‬yakni suatu ungkapan yang terdiri dari kata – kata yang asing, jarang dipakai, dan tidak
diketahui oleh banyak orang. Contoh :

‫ماَلَ ُك ْم تَ َكْأ َكْئتُ ْم َعلَ َّي َكتَ َكْأ ُكِئ ُك ْم َعلَى ِذىْ ِجنَّ ٍة اِ ْف َر ْنقِعُوا‬

Setelah dicari dalam kmus barulah diketahui; yaitu :

‫ص ِرفُوا‬
َ ‫اع ُك ْم َعلَى ِذىْ ِجنَّ ٍة اِ ْن‬
ِ ‫ماَلَ ُك ْم اِجْ تَ َم ْعتُ ْم َعلَ َّي كَأجْ تِ َم‬
B. Fashāhah al-Kalām

1). Tanāfur al-Kalimāt ‫ تنافر الكلمات‬Seperti disebutkan dalam sebuah syair yang bercerita tentang letak kuburan
Harb ibn Umaiyah:

‫ب قَ ْب ُر‬ َ ‫ َولَي‬# ‫َان قَ ْف ٍر‬


ٍ ْ‫ْس قُرْ بُ قَب ِْر َحر‬ ٍ ْ‫َوقَ ْب ُر َحر‬
ٍ ‫ب بِ َمك‬
2). Dha‘fu at-Ta’līf ‫ ضعف التأ ليف‬yaitu susunan kalimat yang lemah, sebab menyalahi kaidah ilmu nahwu atau
sharaf.

‫ضرب زيدا غالمه‬ seharusnya ‫ضرب غالمه زيدا‬

3). At-Ta‘qīd : Ta’qid adalah Kalimat yang tidak jelas apa maksudnya dan sulit untuk di fahami.

-Ta’qid al-Lafzhī Contoh:

‫احدًا ُم َح َّم ٌد َم َع ِكتَابًا َأ ِخ ْي ِه‬


ِ ‫َما قَ َرَأ ِإالَّ َو‬

Susunan kalimat ini salah karena tidak disusun berdasarkan rangkaian makna yang sesuai. yang benar adalah:

ِ ‫َما قَ َرَأ ُم َح َّم ٌد َم َع َأ ِخ ْي ِه ِإالَّ ِكتَابًا َو‬


‫احدًا‬

“Muhammad tidak membaca bersama saudaranya kecuali 1 buku saja.”

c. Fashāhah al-Mutakallim ( Pembicara )

Fashāhah al-Mutakallim ‫ ( ) فصاحة المتكلم‬yaitu (kecakapan/karakter) seseorang yang mampu mengungkapkan


maksud dan tujuannya dengan kalam fashīh dalam semua situasi dan kondisi, serta mampu diungkapkan
dengan kata-kata yang sesuai.

Al-’Udūl artinya penyimpangan dari kaidah umum bahasa atau penggunaan bahasa yang berlaku umum.
Al’Udūl terbagi empat:

 Al-’Udūl fī al-Ashwāt (bunyi)

 Al-’Udūl fī al-Binyah al-Sharfiyyah (bentuk kata)

 Al-’Udūl fī al-Tarkīb al-Nahwī (struktur kalimat)

 Al-’Udūl al-Dalālī (makna semantik)

Contoh al-’Udūl fī al-Ashwāt )10 :‫ َو َم ْن اَوْ ٰفى بِ َما ٰعهَ َد َعلَ ْيهُ هّٰللا َ (الفتح‬: Jumhur ahli qiraat membaca dhamir dalam ayat
ini dengan kasrah (َ ‫) َعلَ ْي ِه هّٰللا‬, sedangkan Hafs dari ‘Ashim membacanya dengan dhammah (َ ‫) َعلَ ْيهُ هّٰللا‬.

Contoh al-’Udūl fī al-Binyah al-Sharfiyyah )2 :‫ اَ ْل َح ْم ُد هّٰلِل ِ َربِّ ْال ٰعلَ ِمي ْۙنَ (الفاتحة‬: Kata benda‫ ا ْل َعالَم‬berdasarkan kaidah
umum dijamakkan dalam bentuk‫ جمع التكسير‬tetapi dalam surah al-Fātihah ayat 2 terjadi ‫ العدول‬dibentuk dengan
‫ جمع المذكر السالم‬layaknya jamak makhluk berakal.

Contoh al-’Udūl fī al-Tarkīb al-Nahwī ِ )5 :‫ يَّاكَ نَ ْعبُ ُد َواِيَّاكَ نَ ْست َِعي ْۗنُ (الفاتحة‬: Disini tampak ‫ العدول‬dalam bentuk perubahan
secara tiba-tiba dari uslub kalimat berita ke uslub dialog. Terasa dialog akibat adanya peralihan atau ‫ العدول‬dari
penyebutan Asma Allah pada ayat sebelumnya menjadi ‫ضمير مخاطب‬.

Contoh al-’Udūl al-Dalālī : َ‫ب َعلَى الَّ ِذيْنَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُوْ ۙن‬ َ ِ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُوْ ا ُكت‬
َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم الصِّ يَا ُم َك َما ُكت‬

(183 :‫ )البقرة‬: Dalam ayat ini terdapat ‫ العدول‬bukan dalam struktur kalimat, tetapi dalam makna (dalālī,
َ tetapi maknanya bukan berita,
semantik), yaitu walaupun ayat ini tampil dengan gaya kalimat berita (= ‫)خبَ ِريَّة‬
ْ
melainkan perintah ( ‫)ِإنشَاِئيَّة‬, yaitu kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan.
Uslub adalah kata-kata yang terkandung pada kata-kata yang terangkai sedemikian rupa sehingga lebih cepat
mencapai sasaran kalimat yang dikehendaki dan lebih menyentuh pendengarnya . sedangkan uslub dibagi
menjadi tiga macam.

Pembagian Uslub

1.  Uslub ilmiah adalah uslub yang paling mendasar dan paling banyak membutuhkan logika yang sehat dan

pemikiranyang lurus, dan jauh dari khyaklan syair. Contoh:

‫ ولكنّها فى الوجهه اثر اللطم‬٠ ‫وما كلفة البدر المنير قديمة‬

2. uslub adabi dalam uslub jenis ini keindahan adalah suatu sifat dan kekhasannya yang paling menonjol

sumber keindahan adalah khayalan yang indah, emajinasi yang tajam, persentuhan beberapa titik keserupaan

yang jauh pada beberapa hal, dan pemakaian kata benda dan kata kerja yang kongkrit sebagai ganti kata benda

atau kata kerja yang abtrak: contoh

‫ب ِب ْال َب َر ِد‬
ِ ‫َّت َعلَي ْال ُع َّنا‬
ْ ‫ ِورْ ًدا َو َعض‬      ::      ‫ت‬ ْ ‫فَأمْ َط َر‬
ٍ ‫ت لُْؤ لًُؤ ا مِنْ نِرْ ِج‬
ْ ‫س َو َس َق‬

3. uslub kitabi dalam uslub ini sangat menonjol ketegasan makna redaksi, ketegasan Argumentasi dan data,

dam keluasan wawasab. Contoh

َ ً‫َّان ْال َب ْك ِريَّ َوَأ َزا َل َخ ْيلَ ُك ْم َعنْ َم َسالِ ِح َها َو َق َت َل ِم ْن ُك ْم ِر َجاال‬
‫صالِ ِحي َْن‬ َ ‫َت َخ ْيلُ ُه اَأْل ْن َب‬
َ ‫ار َو َق َت َل َحس‬ ْ ‫َه َذا َأ ُخ ْو غَا ِم ٍد َق ْد َبلَغ‬

Contoh uslub dalam alquran


Contoh konkritnya terdapat dalam QS. al-Fatihah [1]:7
‫ين‬ ِ ‫ِين َأ ْن َعمْتَ َعلَي ِْه ْم غَ ي ِْر ْٱل َم ْغضُو‬
َ ِّ‫ب َعلَي ِْه ْم َواَل ٱلضَّٓال‬ َٰ
َ ‫صر َط ٱلَّذ‬
“(yaitu) jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang
dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.
Menurut Dr. M. Afifuddin Dimyathi, Lc, MA dalam kitab beliau tentang Balaghah Al-Quran, dalam
ayat tersebut terdapat Fann at-Taaddub (seni tata krama). Yaitu ketika berbicara tentang nikmat, maka
perbuatan ‘memberi nikmat’ itu langsung disandarkan pada Allah Swt dengan
menyebutkan fā’il (pelaku) yakni Dzāt pemberi nikmat tersebut dengan redaksi َ‫َأ ْن َعمْت‬
(menyebutkan dlamir mukhatab ‫ ت‬pada lafadz tersebut, yaitu Allah). Hal itu bertujuan untuk
menjelaskan bahwa yang memberi segala macam nikmat dan karunia hanyalah Allah Swt semata.
Berbanding terbalik ketika membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan kemurkaan, kesesatan dan
semacamnya, Al-Quran tidak menyandarkannya langsung kepada Allah Swt, sebagaimana redaksi
ِ ‫( ْٱل َم ْغضُو‬menggunakan shīgāt maf’ūl, tanpa menyebut Fā’il, yaitu Dzāt yang memurkai, yakni Allah),
‫ب‬
begitu juga redaksi ‫ين‬ َ ِّ‫( ٱلضَّٓال‬menggunakan shīghat Fā’il) itu karena semata-mata mereka sendirilah
yang melakukan kesesatan.

Anda mungkin juga menyukai