Anda di halaman 1dari 3

BAB I

Pertemuan ke-1
Capaian : Setelah mengikuti perkuliahan ini diharapkan mahasiswa mengetahui: Definisi
fashāhah, Macam-macam fashāhah : fashāhah al- kalimat (kata), fashāhah al-kalām
(kalimat), fashāhah al-Mutakallim (Pembicara).

FASHĀHAH DAN BALĀGHAH

FASHĀHAH
Definisi Fashāhah
a. Fashāhah Menurut Etimologi
Menurut etimologi fashāhah berarti jelas, terang dan gamblang. Sebagaimana firman
Allah swt. dalam al-Qur’an yang mengisahkan pernyataan nabi Musa tentang nabi Harun:

     

"Dan saudaraku Harun, dia lebih jelas perkataannya dibandingkan aku….” (QS. al-Qashash
[28]: 34)
َ ‫ " أ َ ْف‬pada ayat di atas berarti "lebih jelas cara berfikir dan bertutur kata". Makna
Kata " ‫ص ُح‬
tersebut juga diungkapkan Rasulullah dalam sabdanya:
َ ‫أنَب أ َ ْف‬
َ ‫ص ُح َه ْن َن‬
‫طقَ بِبلضَّب ِد‬
"Saya orang yang paling fasih (jelas/terang) dalam mengucapkan huruf “dhot”.”

b. Fashāhah Menurut Terminologi


Secara terminologi fashāhah berarti lafaz yang jelas, terang maknanya, mudah dipahami
dan sering dipergunakan para penyair dan penulis. Ia bernilai indah dan bagus ketika dibaca dan
didengar. Standar untuk menilai baik atau buruk, lancar atau tidak lancarnya pengucapan suatu
kata adalah adz-dzauq as-salīm (taste of language) para penyair dan penulis. Hal itu terbentuk
berkat keseringan mendengar, menulis dan merangkai kata-kata.
Dengan menguasai berbagai kecakapan tersebut dapat dibedakan kalimat-kalimat yang
memenuhi kriteria-kriteria fashāhah. Oleh karenanya, fashāhah menjadi sifat dari ‫( الكلوة‬kata),
‫( الكالم‬kalimat) dan ‫( الوحكلن‬pembicara) adalah menurut dari sisi mana seseorang menilainya.

Macam-macam Fashāhah
Di bawah ini akan dibahas satu persatu ketiga macam fashahah tersebut di atas, yaitu:
a. Fashāhah al-Kalimah ( kata )
Fashāhah al-Kalimah ( ‫ ) فصبحة الكلوة‬yaitu kata atau lafaz yang memenuhi unsur-unsur
fashāhah. Agar suatu kata bernilai fashāhah ada beberapa kriteria yang harus terpenuhi, yaitu
lafaz tersebut harus terhindar dari hal-hal berikut:
1). Tanāfur al-Hurūf ( ‫) تنافر الحروف‬
Yaitu susunan huruf-huruf yang sulit diucapkan dan tidak jelas kedengarannya disebabkan ia
keluar dari makhraj (jalan keluar) yang berdekatan letaknya. Seperti lafaz: ‫ِظش‬ ُّ ‫( ال‬tempat yang
kasar), ‫( ال ُه ْع ُخ ُع‬tanaman yang dimakan unta), ‫( ُه ْسح َ ْش ِز َسات‬tinggi kepang rambutnya), dan ‫الَ ْنقنَقَة‬
(suara kodok).
2). Al-Gharābah ( ‫) الغرابة‬
Yaitu kosa kata asing, jarang didengar dan dipergunakan orang Arab yang fasih, yang
mengharuskan membuka mu’jam untuk mengethui artinya. Seperti lafaz ‫ ج َكَأكَأ‬yang berarti
berkumpul dan ‫ اِ ْف َش ْن ِق َع‬yang berarti bubar.
Contohnya, perkataan seorang badui (Arab pedalaman) yang jatuh dari kendaraannya dan
dikerumuni orang banyak:
َ ‫ٍ َكحَكَأ ْ ُكئِ ُك ْن‬
َ ‫ ا ْف َش ْن ِقعُ ْىا‬، ‫علًَ رٌِ ِجنَّ ٍة‬
ٍْ ِّ‫عن‬ َ ‫َهب لَ ُك ْن جَكَأْكَأْج ُ ْن‬
َّ َ‫عل‬
"Kenapa kalian berkumpul mengerumuni saya sebagaimana kalian berkumpul mengerumuni
orang gila? Pergilah (bubarlah)!"
3). Mukhālafah al-Qiyās ( ‫) مخالفة القياس‬
Yaitu susunan kata-kata yang dibentuk tidak mengikuti kaidah-kaidah baku yang ditetapkan
oleh ahli bahasa. Seperti: ‫ األَجْ لَل‬di mana bentuknya yang baku berdasarkan ilmu sharf adalah
‫األ َ َج ُّل‬.
b. Fashāhah al-Kalām ( kalimat )
Fashāhah al-Kalām (‫ )فصبحة الكالم‬yaitu kalimat yang memenuhi unsur-unsur fashāhah.
Hal ini terwujud apabila semua kata-kata yang membentuknya bernilai fashāhah juga. Untuk itu
ada beberapa kriteria yang harus terpenuhi, di antaranya adalah harus terhindar dari hal-hal
berikut:
1). Tanāfur al-Kalimāt ( ‫) تنافر الكلمات‬
Yaitu susunan kalimatnya yang sulit diucapkan karena pengulangan kata yang sama atau
hampir sama yang bedekatan dalam satu kalimat yang makhraj-nya berdekatan letaknya,
seperti disebutkan dalam sebuah syair:
ْ ‫ َه ِع ٍْ َوإِرَا َهب لُ ْوحُهُ لُ ْوحُهُ َوحْ ِذ‬# ‫ك َْشَ ٌن َهح ًَ أ َ ْهذَ ُحهُ أ َ ْهذَ ُحهُ َواْ َلى َسي‬
ٌ
"Kapan saja aku memujinya, orang lain juga ikut memujinya # Kalau aku mencelanya, aku
sendirian yang melakukan itu sementara orang lain tidak."
Pada bait pertama dan kedua dari syair ini terdapat lafaz-lafaz yang disebutkan secara
berulang-ulang yaitu ُ ‫ أ َ ْهذَ ُحهُ أ َ ْهذَ ُحه‬dan ُ‫لُ ْوحُهُ لُ ْوحُه‬.
2). Dha„fu at-Ta‟līf ( ‫) ضعف التأ ليف‬
Yaitu susunan kata-kata yang tidak mengikuti kaidah-kaidah ilmu nahwu yang sudah
disepakati mayoritas ulama.
Contohnya, penggunaan dhamīr muttashil setelah huruf ‫إال‬, Seperti: ‫ هب سأَث إال ك‬. Penggunaan
tersebut salah karena tidak mengikuti kaidah baku dalam ilmu nahwu. Kalimatnya yang benar
adalah: ‫( هب سأَث إال إَبك‬Aku tidak melihat seorang pun kecuali engkau).
3). At-Ta„qīd al-Lafzhī ( ‫) التعقيد اللفظي‬
Yaitu kalimat yang maknanya samar, karena tidak disusun berdasarkan rangkaian makna
yang semestinya. Hal tersebut disebabkan oleh adanya fashl (pemisah) antara kalimat taqdīm
(mendahulukan kalimat yang seharusnya di belakang), dan ta‟khīr (menyebut belakangan
kalimat yang seharusnya di depan), seperti :
‫ببح‬
ِ ‫ص‬ َّ ‫َهب أ َ َك َل إِ َّال واحِ ذٌ َسغُِفًب خب ِلذٌ فٍِ ال‬
Susunan kalimat ini salah karena tidak disusun berdasarkan rangkaian makna yang sesuai.
Susunan yang benar adalah:
‫ببح‬
ِ ‫ص‬ َّ ‫َهب أ َ َك َل خب ِلذٌ ِإ َّال َسغُِفًب َواحِ ذًا فٍِ ال‬
“Khaled hanya makan satu roti saja di pagi hari.”
4). At-Ta„qīd al-Ma„nawī ( ‫) التعقيد المعنوي‬
Yaitu penunjukan makna kalimat yang masih samar kecuali setelah pembaca atau pendengar
berfikir lama, karena ia mengandung dua makna. Ini biasanya terjadi pada susunan kata yang
mempunyai uslūb al-majāz dan al-kināyah. Contohnya:
ْ َُ ‫بس‬
‫ظلَ ُن‬ ْ ََ ‫ َُ ًهذَّ ُم َو َهن َال‬# ‫ض ِه ِبس َِالحِ ِه‬
ُ ّ‫ظ ِل ُن الن‬ َ ‫َو َهن لَ ْن ََ ْز ْر‬
ِ ‫ع ْن َح ْى‬
Barangsiapa yang tidak menjaga telaganya dengan senjata maka akan dirusak, dan barangsiapa
yang tidak mendzalimi orang lain maka ia akan didzalimi.
Makna yang nampak dari syair diatas yaitu untuk melindungi hak harus dengan mendzalimi
orang lain, kalau tidak maka ia yang akan didzalimi, dan makna tersebut bukanlah yang
dimaksud.

c. Fashāhah al-Mutakallim ( Pembicara )


Fashāhah al-Mutakallim (‫(فَصب َحةُ ال ُوح َ َك ّل ِِن‬, yaitu kemampuan seseorang mengungkapkan
maksud dan tujuannya dengan fashīh dalam semua situasi dan kondisi, baik ketika senang, sedih,
kecewa, marah maupun kondisi lainnya. Semua bentuk perasaan itu mampu diungkapkan dengan
kata-kata. Atau pembicara yang mampu merangkai kata-kata sehingga terbentuk ungkapan yang
fashīh ketika menulis atau berbicara dengan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai