Anda di halaman 1dari 50

Qaidah-qaidah Amar

a. Kaidah pertama:

‫االصل فى االمر للوجوب وال تدل على غيره اال بقرينة‬


“Amr pada dasarnya menunjukkan arti wajib, kecuali adanya qarinah-qarinah tersebut yang
memalingkan arti wajib tersebut.”

Contoh:

َّ ‫الصاَل ةَ َوآتُوا‬
]77 :‫الزَكاة} [النساء‬ َّ ‫يموا‬ِ‫و‬
‫َأق‬
ُ َ {

“Dirikanlah shalat dan keluarkanlah zakat.” (Q.S. an-Nisa: 77)


Disebutkan juga dalam hadits shahih yang menguatkan hal itu:

‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َوآلِِه‬ َ


ِ َّ‫ول الل‬
‫ه‬ ِ ‫ «جاء رجل ِإىَل رس‬:‫ قَ َال‬،‫روى طَْلحةُ بن عُبي ِد اللّ ِه‬
َُ ٌ َُ َ َ َْ ُ ْ َ ََ
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َوآلِِه‬ َ
ِ َّ‫ول الل‬
‫ه‬ ُ ‫س‬‫ر‬
َُ ‫ال‬
َ ‫ق‬
َ ‫ف‬
َ ، ‫م‬ِ ‫اَل‬ ‫س‬
ْ ‫ِإْل‬ ‫ا‬ ِ
‫ن‬ ‫ع‬ ‫ل‬ُ ‫َأ‬
َ ْ َ َُ ‫س‬ ‫ي‬ ‫و‬‫ه‬ ‫ا‬ ‫ذ‬
َ ‫ِإ‬‫ف‬
َ ، ‫م‬َ
َّ
‫ل‬ ‫س‬
َ ‫و‬
َ
‫ ِإاَّل‬، ‫ اَل‬: ‫ َهل َعلَ َّي َغْيرَه ا؟ َف َق َال‬: ‫ َف َق َال‬، ‫ات يِف الَْي ْوِم َواللَّْيلَ ِة‬ٍ ‫ مَخْس ص لَو‬:‫وس لَّم‬
ُ ْ ََ ُ َ ََ
َ ‫َأ ْن تَطََّو‬
‫ع‬
Diriwayatkan oleh Thalhah bin Ubaidillah, dia berkata: Seseorang mendatangi
Rasulullah r, dia bertanya tentang Islam. Lalu Rasulullah r bersabda: Sholat lima
waktu sehari semalam. Pria itu bertanya: Apakah saya diwajibkan shalat selain
itu? Nabi menjawab: Tidak, kecuali sekadar sunnah. (HR Bukhari : 2678, dan
Muslim: 11
Hadits Abu Hurairah ra

‫ ِإ َّن‬:‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬


َ
ِ ‫ول‬
‫اهلل‬ ُ ‫س‬
َُ‫ر‬ ‫ال‬
َ ‫ق‬
َ : ‫ال‬
َ ‫ق‬
َ ‫ه‬ ‫ن‬
ْ ‫ع‬ ‫اهلل‬ ‫ي‬ ِ
ُ َ ُ َ َ َ ْ َ ُ ‫َو َع ْن َأ‬
‫ض‬ ‫ر‬ ‫ة‬
َ‫ر‬ ‫ي‬
‫ر‬ ‫ه‬ ‫يِب‬
‫ َوَأع ُفوا‬، ‫ ُخ ُذوا َش َوا ِربَ ُك ْم‬, ‫وه ْم‬ ُِ ‫ فَخال‬, ‫ وحُت ِف ي حِل اه ا‬,‫الْمجوس تُع ِف ي شوا ِرهِب ا‬
‫ف‬
ُ َ َ َ ْ َ َ ََ ْ َ ُ َ
‫حِلَا ُك ْم‬
Dinarasikan Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda:
Sesungguhnya orang-orang Majusi memanjangkan kumisnya dan
mencukur jenggotnya, maka perselisihilah mereka, cukurlah kumis
kalian dan perpan-jang jenggot kalian. HR Ibnu Hibban: 1221. Periksa
Shahihah: 3123.
4. Hadits Abu Hurairah ra

:‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬


َ
ِ ‫ول‬
‫اهلل‬ ُ ‫س‬
َُ‫ر‬ ‫ال‬
َ ‫ق‬
َ : ‫ال‬
َ ‫ق‬
َ ‫ه‬
ُ ‫ن‬
ْ ‫ع‬
َ ‫اهلل‬ ‫ي‬
ُ َ َ ََ‫ض‬ِ ‫ر‬ ‫ة‬
َ‫ر‬ ‫ي‬
ْ‫ر‬ ‫ه‬ُ ‫يِب‬
‫َأ‬ ‫ن‬ْ َ‫ع‬
َ ‫و‬
)‫َأع ُفوا اللِّ َحى‬ ‫و‬ ‫ب‬
َْ َ َ ِ
‫ر‬ ‫ا‬‫َّو‬‫الش‬ ‫ا‬‫و‬ ‫ص‬
ُّ ‫ق‬
ُ ( : ٍ
‫ة‬ ‫اي‬
‫و‬ ِ
‫ر‬ ‫يِف‬
‫و‬ ,‫ى‬ ‫ح‬ ِّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫ا‬
‫و‬ ‫خ‬ ‫َأر‬‫و‬ , ‫ب‬ ِ
‫ر‬ ‫ا‬‫َّو‬‫الش‬ ‫ا‬
‫و‬ ‫ز‬
ُّ ‫ج‬
ََ َ َ ُ َْ َ َ ُ
‫وش‬ ‫ج‬ ‫م‬ ‫ل‬
ْ ‫ا‬ ‫ا‬‫و‬ ‫ف‬
ُ ِ
‫ال‬ ‫خ‬
Dinarasikan Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: Cukurlah kumis kalian
َ ُ َ َ
dan perpanjanglah jenggotmu. Dalam riwayat lain: Pendekkanlah kumis kalian
dan perpan-janglah jenggot kalian, dan bedakan tradisimu dengan Majusi.
HR Muslim: 260; Ahmad: 7132, 8771. Arnaut menilai: Sanad hadits ini hasan.
b. Kaidah kedua:

‫االمر بالشيء يستلزم النهي عن ضده‬


“Amr atau perintah terhadap sesuatu berarti larangan akan kebalikannya.”

Contoh:

]36 :‫[النساء‬ ‫َوا ْعبُ ُدوا اهلل‬


”Dan Sembahlahlah Allah...” (Q.S. an-Nisa: 36)

Perintah mentauhidkan Allah atau menyembah Allah berarti larangan


mempersekutukan Allah.
Kaidah ketiga:

‫األمر بعدالنهي يفيداالباحة‬


”Perintah setelah larangan menunjukkan kebolehan.”

Contoh:

‫اس َع ْوا ِإىَل ِذ ْك ِر اللَّ ِه َو َذ ُروا الَْبْيع‬َ‫ف‬ ِ


‫ة‬ ‫ع‬‫م‬ ‫جْل‬‫ا‬ ِ
‫م‬‫و‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ِ
‫م‬ ِ
‫ة‬ ‫لص‬
‫َّاَل‬ ِ
‫ل‬ ‫ي‬ ِ
‫ود‬‫ن‬ ‫ا‬ ‫ذ‬
َ ‫ِإ‬ ‫ا‬
‫و‬ ‫ن‬ ‫آم‬ ‫ين‬‫ذ‬ِ َّ
‫ل‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ي‬
ُّ‫َأ‬ ‫ا‬ ‫ي‬
ْ َ ُُ َْ ْ َ ُ ُ َ َ َ َ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dipanggil untuk menunaikan shalat pada
hari Jum’at maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli...” )Q.S. al-Jumu’ah:9)
‫ض ِل اهلل‬ ‫ف‬ ‫ن‬‫م‬ِ ‫ا‬
‫و‬ ‫غ‬‫ت‬‫اب‬
‫و‬
ْ َ ْ ُ َْ َ ْ ِ
‫ض‬ ‫اَأْلر‬ ‫يِف‬ ‫ا‬
‫و‬ ‫ر‬ ِ
‫ش‬ ‫ت‬
َ‫ن‬ْ ‫ا‬‫ف‬
َ ‫ة‬
ُ ‫الص‬
‫َّاَل‬ ِ
‫ت‬ ‫ي‬‫ض‬ِ ‫ق‬
ُ ‫ا‬ ‫ذ‬
َ ‫ِإ‬‫ف‬
َ
ُ َ
”Apabila shalat sudah ditunaikan maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah karunia Allah...” (Q.S. al-Jumu’ah:10)

‫وها‬‫ور‬‫ز‬‫ف‬ ِ
‫ر‬ ‫و‬‫ب‬‫ق‬ ‫ل‬
ْ ‫ا‬ ِ
‫ة‬‫ار‬ ‫ي‬
‫ز‬ِ
َ ُ ُ ُ َ َ ْ َ ْ ُْ َ ُ ُ
َ ُ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫م‬‫ك‬ُ ‫ت‬ ‫ي‬ ‫ه‬‫ن‬َ ‫ت‬ ‫ن‬
ْ ‫ك‬
Artinya: Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, tapi
(sekarang) berziarahlah kalian. (HR Muslim).
Kaidah ketiga:

‫االمر يقتضى الفور اال لقرينة‬


“Perintah itu menghendaki segera dilaksanakan kecuali ada qarinah-
qarinah tertentu yang menyatakan jika suatu perbuatan tersebut tidak
segera dilaksanakan.”

Firman ALLOH

‫استَبِ ُقوا الْ َخ ْي َرات‬


ْ َ‫ف‬
”...Berlomba-lombalah kamu dalam mengejar kebaikan...” (Q.S. al-
Baqarah: 148)
Setiap lafadz amr yang datang dari syari’ maka harus disegerakan
pelaksanaannya. Dalam hal ini terbagi menjadi dua yaitu perintah yang
dikaitkan dengan waktu, maka boleh kapan saja asal dilaksanakan dan
yang kedua perintah yang tidak terkait dengan waktu, yaitu waktunya
ditentukan oleh Allah.

Contoh yang dibatasi waktu menunaikan seperti shalat fardhu, maka


pelaksanaanya bisa diundur sampai batas waktu akhir yang ditentukan
tetapi hilang kewajiban itu setelah waktunya habis.

contoh yang tidak menetapkan waktu adalah seperti perintah untuk


melaksanakan denda (kaffarat) maka pelaksaanya bisa diundur tanpa batas
waktu, tetapi dianjurkan untuk dilaksanakan segera
Kaidah ke empat:

‫االصل ىف االمر ال يقتضى التكرار‬


“Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki pengulangan (berkali-kali mengerjakan
perintah), kecuali adanya qarinah atau kalimat yang menunjukkan kepada pengulangan. “

‫ أو صفة فإنه يقتضي التكرار‬,‫إذا عُلِّق األمر على شرط‬


“Apabila mengaitkan perintah kepada syarat atau sifat maka sesungguhnya menghendaki
pengulangan.”
Contoh bahwa adanya amr harus dilaksanakan dengan berulang-ulang
adalah ayat 6 surat al-Maidah.
‫وان كنتم جنبا فالطهروا‬
dan jika kamu junub maka mandilah

Ayat inimenjelaskan bahwa setiap kali orang melakukan jimak maka


setiap kali itu pula orang itu harus mandi janabah.

Demikian juga apabila amr dikaitkan dengan suatu sebab atau sifat, misalnya
dalam surat bani Israil : 18.
َ ‫الْ َف ْج ِر َك‬
‫ان‬ ‫الْ َف ْج ۗ ِر اِ َّن ُق ْراٰ َن‬ ‫س اِىٰل َغ َس ِق الَّْي ِل َوُق ْراٰ َن‬
ِ ‫َّم‬
ْ ‫الش‬ ِ ‫الص ٰلوَة لِ ُدلُو‬
‫ك‬ ْ َّ ِ
‫م‬ ِ
‫ق‬َ‫ا‬
‫َم ْش ُه ْوًدا‬
Laksanakanlah salat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan
(laksanakan pula salat) Subuh. Sungguh, salat subuh itu disaksikan (oleh
malaikat).

Ayat ini menuntut dilaksankanya perintah berulang-ulang apabila sebab untuknya


ada, yaitu apabila waktu salat yang ditentukan tiba
Keenam
‫االمر بعد االستعذان‬
Amr yang terdapat pada pertanyaan (yang boleh) maka hukumnya boleh.

Yaitu perintah setelah mintak izin dan pada dasarnya sama seperti kaidah
perintah setelah larangan, yaitu tidak menghendaki hokum wajib, karena
mintak izin dan larangan keduanya adalah merupakan qarinah untuk berpaling
dari printah wajib kepada makna yang lain

seperti dalam surat al-Maidah: 4

‫َوَم ا َعلَّ ْمتُ ْم ِّم َن اجْلََوا ِرِح ُم َكلِّبِنْي َ تُ َعلِّ ُم ْونَ ُه َّن مِم َّ ا َعلَّ َم ُك ُم ال ٰلّهُ فَ ُكلُ ْوا مِم َّ ا اَْم َس ْك َن‬
ِ ‫اسم ال ٰلّ ِه َعلَْي ِه ۖو َّات ُقوا ال ٰلّهَ ۗاِ َّن ال ٰلّهَ س ِريْع احْلِس‬
‫اب‬ ‫ا‬‫و‬ ‫ر‬ ‫ك‬
ُ ‫ذ‬
ْ ‫ا‬
‫و‬ ‫م‬ ‫ك‬
ُ ‫ي‬ ‫ل‬
َ ‫ع‬
َ ُ َ َ َ ُ َْ َ
ْ ْ
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), “Apakah yang dihalalkan bagi
mereka?” Katakanlah, ”Yang dihalalkan bagimu (adalah makanan) yang baik-
baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah kamu latih
untuk berburu, yang kamu latih menurut apa yang telah diajarkan Allah
kepadamu. Maka makanlah apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama
Allah (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat
cepat perhitungan-Nya.”

Amr disini adalah hasil permintaan izin dan konsekwensi hukumnya adalah mubah
Kaidah ke tujuh
Amar menurut masanya

‫ا َذا فُعِ َل اْملْأ ُم ْوُربِِه َعلَى َو ْج ِه ِه خَي ُْر ُج اْملْأ ُم ْوُر َع ْن َع ْه َد ِة اْالَ ْم ِر‬
“Apabila telah dikerjakan suatu perintah sesuai dengan jurusannya, َ berarti terlepaslah urusan َ itu dari
ikatan amar”

Sebagai contoh firman Allah dalam al-Qur’an surat an-Nissa ayat 43:

“…..kemudian jika kam tak mendapat air, maka bertayamumlah dengan debu yang suci”

Maksudnya bila kita tidak mendapatkan air untuk berwudhu, maka boleh bertayamum
dengan debu yang suci sebagai pengganti air dan bila setellah shalat bertemu air, maka
sesuai dengan kaidah di atas, tidak perlu di-qadha lagi, karena dengan tayamum, berarti
telah lepas dari ikatan perintah wudhu.
Kaidah ke Delapan

‫ضاءُ بِاَْم ٍر َج ِديْ ٍد‬


َ ‫اَلْ َق‬
“Qadha dengan perintah baru”
Contohnya: Seorang wanita dalam keadaan haidh boleh meninggalkan puasa dibulan
Ramadhan, tetapi wajib mengqadhanya (membayarkan) pada bulan berikutnya.
Maksudnya bila kita meninggalkan suatu perbuatan yang diperintah dan telah tentu waktunya,
maka kita tidak bolah meng-qadha-nya kecuali bila ada perintah yang membolehkan untuk meng-
qadha-nya.
Atau suatu perbuatan yang tidak dapat dilaksanakan pada waktunya harus dikerjakan pada
waktu yang lain (qadla’). Pelaksanaan perintah bukan pada waktunya ini berdasarkan pada
perintah baru, bukan perintah yang lama. Misalnya: qadla’ puasa bagi yang mengalami
udzur syar’i pada bulan ramadhan, tidak dikerjakan berdasarkan ayat : ‫ ك تبعليكم ا لصيام‬...
tetapi berdasarkan pada perintah baru, yaitu firman Allah Swt : ... 9 ‫ف عـدة م نايام اخر‬.
Kaidah ke Sembilan

‫الش ْى ِء اَ ْم ٌر بَِو َساِئِل ِه‬


َّ ِ‫اَاْل َ ْم ُر ب‬
“Perintah untuk mengerjakan sesuatu berarti perintah untuk mengerjakan
wasilah-wasilahnya”

Contohnya: bila seseorang disuruh mengerjakan sembahyang


berarti disuruh pula dengan segala syarat-syaratnya sembahyang,
seperti wudhu.
Nahy .2
A. PengertianNahy

Lafazd nahi secara bahasa adalah‫لنهي‬--‫ ا‬yang berarti larangan. Sedangkan


menurut istilah para ulama mendefinisikan nahi sebagai berikut:

‫النهي هو طلب الرتك من االعلى اىل ادىن‬


“Nahi adalah tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang
yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah
tingkatannya”.
B. Bentuk-Bentuk Lafadz Nahi

Kalimat yang menunjukan kepada larangan itu redaksinya bermacam


macam antara lain

a. Fi’il mudhari’ yang diseratai La nahiyah, seperti:

]11 :‫اَأْلرض [البقرة‬ ‫يِف‬ ‫ا‬


‫و‬ ‫د‬ ِ
ُ ‫اَل تُ ْف‬
‫س‬
ْ
“Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi...” (Q.S. al-
Baqarah: 11)
b.Lafadz-lafadz yang memberi pengertian haram, perintah
meninggalkan sesuatu perbuatan, seperti:

1). Menggunakan kata ‫م‬7‫ر‬7‫ح‬, seperti:


ِّ ‫َأح َّل اللَّهُ الَْب ْي َع َو َح َّرَم‬
]275 :‫الرب[البقرة‬ َ ‫َو‬
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Q.S. al-
Baqarah: 275)

2). Menggunakan kata‫هى‬--‫ن‬, seperti:


]7 :‫َوَما َن َها ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنَت ُهوا [الحشر‬
3). Menggunakan kata ‫دع‬, seperti:

]48 :‫اهم [األحزاب‬ ‫َأ‬ ِ ِ ِ ِ ِ


ُ َ ْ َ َ َ َ ُ َ َ َ ِ ُ‫َواَل ت‬
‫ذ‬ ‫ع‬‫د‬‫و‬ ‫ين‬‫ق‬ ‫اف‬‫ن‬‫ْم‬
‫ل‬ ‫ا‬‫و‬ ‫ين‬‫ر‬ ‫اف‬ ‫ك‬ْ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ع‬ ‫ط‬
janganlah kamu hiraukan gangguan mereka

4). Menggunakan kata ‫ترك‬7‫ا‬, seperti:


ِ
]24 :‫َوا ْت ُرِك الْبَ ْحَر َرْه ًوا ان ُه ْم ُجْن ٌد ُّم ْغَرُق ْو َن[الدخان‬
َّ
dan biarkanlah laut itu terbelah. Sesungguhnya mereka, bala tentara yang akan
ditenggelamkan.”
C. Kaidah-Kaidah Nahi

a. Kaidah pertama:
‫األصل في النهي للتحريم‬
“Pada dasarnya larangan itu untuk mengharamkan (sesuatu perbuatan yang
dilarang).”

Atau dalam kitab lain disebutkan:

‫النهي يقتضي التحريم والفور والدوام إال لقرينة‬


“Nahi menghendaki atau menunjukkan haram, segera untuk dilarang nya,
kecuali ada qarinah-qarinah tertentu yang tidak menghendaki hal tersebut.”
seperti firman Allah :

‫س الَّيِت َحَّرَم اللَّهُ ِإاَّل بِاحْلَ ِّق‬


َ ‫ف‬
ْ ‫الن‬
َّ ‫ا‬
‫و‬ ‫ل‬
ُ ‫ت‬
ُ ‫ق‬
ْ ‫ت‬
َ ‫و‬
‫اَل‬َ
Artinya, Janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan
dengan suatu sebab yang benar.

ٍّ ُ‫فَاَل َت ُق ْل هلَ ُماَ ا‬


‫ف‬
“Janganlah kamu mengatakan kepada mereka berdua dengan perkataan
uh………....” (Q.S. isro: 23)

]32 :‫الزنى [اإلسراء‬


ِّ ‫َواَل َت ْق َربُوا‬
“Dan janganlah kamu mendekati zina.” (Q.S. al-Isra’: 32)
Lafadz nahi selain menunjukkan haram sesuai dengan qarinahnya juga
menunjukkan kepada arti lain, seperti:

1). Doa ( ‫لدعاء‬--‫ ) ا‬seperti:

ِ ‫رَّبنا الَ ُتَؤ‬


‫اخ ْذنَا ِإن نَّ ِسينَا‬ ََ
”Wahai Tuhan kami janganlah Engkau menyiksa kami, jika kami lupa (Q.S.Al-
Baqarah:286)
2). Irsyad ( ‫شاد‬7‫الر‬7 7 7‫ ) ا‬memberi petunjuk seperti:

‫سْؤ ُك ْم‬ ‫ت‬


َ ‫م‬ ‫ك‬
ُ ‫ل‬
َ ‫د‬
َ ‫ب‬ ‫ت‬
ُ ‫ن‬‫ِإ‬ ‫اء‬‫ي‬ ‫ش‬
ْ ‫َأ‬ ‫ن‬ ‫ع‬
َ ‫ا‬
ْ‫و‬ُ‫ل‬‫َأ‬ ‫س‬ ‫ت‬
َ ‫ال‬
َ ‫ا‬
ْ‫و‬‫ن‬
ُ ‫آم‬ ‫ين‬ ِ
‫ذ‬ َّ
‫ل‬ ‫ا‬ ‫ا‬‫ه‬ ‫َأي‬
ُّ ‫ا‬ ‫ي‬
ُ ْ ْ َ ْ ْ َ
”Wahai orng-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-
َ َ َ
hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkanmu (Q.S.Al-Maidah:101)

Larangan ini hanya merupakan pelajaran, agar jangan menanyakan sesuatu yang akan
memberatkan diri kita sendiri.

3. I’tinas artinya menghibur.

‫ال حتزن ا ّن اهلل معنا‬


“Janganlah engkau bersedih, Karena sesungguhnya Allah beserta kita”.
4. Karahah. Umpamanya sabda Nabi dalam hadits :

‫ميس ّن احدكم ذكره بيمينه وهو يبول‬


ّ ‫ال‬
“janganlah kamu menyentuh kemaluannya dengan tangan kanannya, ketika dia sedang
buang air kecil”. (HR. Muslim 393).

Larangan dalam hadis ini tidak menunjukkan haram, tetapi hanya makruh saja,
Karena hadis ini berbicara masalah adab. Disamping itu, larangan ini terkait
sikap memuliakan tangan kanan, dan sifat larangan itu tidak sampai pada hukum
haram.
QOIDAH KE-DUA

‫األصل يف النهي يدل على فساد املنهي عنه يف العبادة‬


“Asal dalam larangan itu menunjukkan pada kerusakan perkara yang
dilarangnya dalam beribadah.”

seperti larangan sholat dan berpuasanyanya orang yang sedang


haidh.
QOIDAH KE-TIGA

‫األصل يف النهي يدل على فساد املنهي عنه يف املعامالت ان‬


‫رجع النهي اىل نفس العقد‬
“Larangan itu menunjukkan pada kerusakan perkara yang dilarangnya
dalam bermu‟amalah jika larangan itu merujuk pada dzatnya akad.”

Misalnya, larangan jual beli waktu azan Jumat dan larangan menyetubuhi istri
yang sedang haid. larangan seperti ini tidak mengakibatkan batalnya perbuatan itu
jika tetap dilakukan.
Kaidah kedua:
‫النهي عن الشئ أمربضده‬
“Larangan terhadap sesuatu berarti perintah kebalikannya.”

Contoh:

ِ َ‫اَأْلزاَل م ِرجس ِمن عم ِل الشَّيط‬


‫ان‬ ‫و‬ ‫اب‬ ‫ص‬ ‫ن‬
ْ ‫و‬
‫اَأْل‬ ‫ر‬ ِ
‫س‬ ‫ي‬ ‫م‬‫ل‬
ْ ‫ا‬
‫و‬ ‫ر‬ ‫م‬ ‫خْل‬‫ا‬ ‫ا‬َ‫مَّن‬‫ِإ‬ ‫ا‬
‫و‬ ‫ن‬ ‫آم‬ ‫ين‬ ِ
‫ذ‬ َّ
‫ل‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ي‬
ُّ‫اَأ‬ ‫ي‬
ْ َ َ ْ ٌ ْ ُ ْ َ ُ َ ْ
َُ َ َُ ْ َ ُ َ َ َ َ
]90 :‫اجتَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحو َن} [املائدة‬ ْ َ‫ف‬
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. al-Ma’idah: 90)

Contohnya: dilarang meninggalkan sembahyang, tentu disuruh mengerjakannya.


Kaidah ketiga:

‫النهي يقتضى الفساد‬


“Pada dasarnya larangan itu menghendaki fasad ( rusak).”

Contoh:

]11 :‫اَل ُت ْف ِس ُدوا ِفي اَأْل ْرض [البقرة‬


“Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi...” (Q.S. al-Baqarah: 11)
Kaidah keempat:

‫االصل في النهي المطلق يقتضي التكرار في جمع االزمنة‬


“Pada dasarnya larangan yang mutlak menghendaki pengulangan larangan dalam setiap
waktu.”

Contoh:

:‫الزنى} [اإلسراء‬
ِّ ‫َواَل َت ْق َربُوا‬
“Dan janganlah kamu mendekati zina.” (Q.S. al-Isra’: 32)

Contohnya: perkataan seorang bapak kepada anaknya ‘jangan kamu


dekati singa’, maka anak itu disuruh menjauhi binatang tersebut
selama-lamanya karena untuk melepaskan diri dari kebinasaan.
Apabila ada larangan yang tidak dihubungkan dengan sesuatu seperti
waktu atau sebab-sebab lainnya, maka larangan tersebut meng
hendaki meninggalkan yang dilarang itu selamanya. Namun bila
larangan itu dihubungkan dengan waktu, maka perintah larangan itu
berlaku bila ada sebab, Seperti: Q.S.An-Nisa’:43

‫الصالَ َة َوَأنتُ ْم ُس َك َارى‬


َّ ْ‫آمنُواْ الَ َت ْق َربُوا‬ ‫ين‬ ِ َّ‫يا َُّأيها ال‬
‫ذ‬
َ َ َ َ
”Janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk”.
(Q.S.An-Nisa’:43)
PENGERTIAN ‘AMM & KHOSH

Penggertian ‘Amm

‘Amm di tinjau dari segi bahasa berarti umum dan merata. ‘Atau dengan
istilah lain Amm adalah “lafal yang meliputi pengertian umum terhadap
semua yang termasuk dalam pengertian lafal itu, dengan hanya disebut
sekaligus.”
Berikut ini beberapa contoh lafazh yang bersifat ‘amm:

‫ِإ َّن اِإْل نْ َسا َن لَِفي ُخ ْس ٍر‬


“Sungguh, manusia itu berada dalam kerugian.”
Manusia yang dimaksud dalam ayat itu adalah semua manusia, tanpa kecuali.
Baik laki-laki maupun perempuan. Tua maupun muda. Yang kaya maupun yang
miskin. Semuanya merugi.
Allah berfirman dalam QS. an-Nahl ayat 18:

‫وه‬ ‫ص‬ ْ‫حُت‬ ‫اَل‬ ِ


‫ه‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫ة‬
َ ‫م‬ ‫ع‬ ِ
‫ن‬ ‫ا‬
‫و‬ ُّ
‫د‬ ‫ع‬ ‫ت‬
َ ‫ن‬
ْ ‫ِإ‬
‫و‬
َُ َ ْ ُ َ
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan
jumlahnya.”
Nikmat Allah dalam ayat di atas merupakan contoh ‘Amm.
Macam-macam ‘Amm

1. ‘Amm Ghairu Makhshush (‘Amm yang benar-benar ‘Amm)

‘Amm yang pertama ini adalah ‘Amm Ghairu Makhshush. Maksudnya:


‘Amm yang benar-benar. Tidak ada pengecualian sama sekali. Dengan kata
lain: lafazh ‘amm yang maksudnya memang ‘amm. Di mana tidak terbuka
kemungkinan adanya takhsih.

Allah Swt. berfirman dalam QS. al-Anfal ayat 75:

‫يم‬ ِ‫ِإ َّن اللَّه بِ ُك ِّل َشي ٍء َعل‬


ٌ ْ َ
Sungguh Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Lafazh kullu syai’ (segala sesuatu) dalam ayat di atas bermakna sungguh-sungguh segala sesuatu.
Tanpa kecuali. Tidak ada yang tidak Allah ketahui.
Allah berfirman dalam QS. Surat Hud ayat 16:

‫ض ِإاَّل َعلَى هَّللا ِ ِر ْزقُهَا‬


ِ ْ
‫ر‬ ‫َأْل‬‫ا‬ ‫ي‬ِ ‫ف‬ ‫ة‬
ٍ َّ ‫ب‬ ‫ا‬‫د‬َ ْ
‫ن‬ ‫َو َما ِم‬
“Dan tidak ada satu pun makhluk yang melata pun di bumi melainkan Allah-lah
yang memberi rezekinya.”
Daabbah atau makhluk melata yang dimaksud dalam ayat di atas mencakup seluruh
makhluk hidup. Tidak ada pengecualian sama sekali.
Lafadh-Lafadh ‘Am

1. Lafaz kullun atau jamî’un, dan lafadh yang semakna. Contoh:

ِ ٍ ٰ ٰ
‫اَلَ ْم َت ْعلَ ْم اَ َّن اللّهَ َعلى ُك ِّل َش ْيء قَد ْي ٌر‬
Artinya “Apakah engkau tidak mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu” (QS. Al-
Baqarah: 106)

ِ ‫س َذاِئَقةُ الْمو‬
‫ت‬ ٍ ‫ُك ُّل َن ْف‬
َْ
Artinya:“Tiap-tiap yang berjiwa akan mati”. (Ali ‘Imran, 185)

ِ ‫ُه َو الَّ ِذي َخلَ َق لَ ُك ْم َما ِفي اَأْل ْر‬


‫ض َج ِم ًيعا‬
Artinya; “Dialah Allah yang menjadikan untukmu segala yang ada di bumi secara
keseluruhan (jami’an)”. (Al-Baqarah:29)
2. Isim jama’ yang di ma’rifatkan dengan‫ل‬XX‫ ا‬. Contoh:

‫فَا ْقُتلُ ْوا ال ُْم ْش ِركِ ْي َن‬


Artinya“Bunuhlah orang-orang musyrik” (QS. Al-Taubah:5)

‫ض ْع َن َْأواَل َد ُه َّن َح ْولَْي ِن َك ِاملَْي ِن‬


ِ ‫ات ير‬ ِ
ْ ُ ُ َ ‫َوال َْوال‬
‫د‬
Para ibu (hendaklah) menyusukan anaknya selama dua tahun penuh, yaitu“
bagi orang yang ingin menyempurnakan penyusuannya”. (Al-Baqarah:233)
3. lafadz mufrod yang dima’rifatkan dengan ‫ل‬XX‫ ا‬istighroqil jinsi. Seperti
contoh:

ۗ‫الربٰوا‬ ٰ
ِّ ‫َواَ َح َّل اللّهُ الَْب ْي َع َو َح َّرَم‬
Artinya “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS.
Al-Baqarah: 275)

4. Isim nakirah yang dinafikan dengan ‫ال‬. Seperti ‫ ال ِإ ْكَراه‬pada ayat:


ِّ ‫ال ِإ ْك َراهَ ِفي‬
‫الدي ِن‬
Artinya “Tidak ada paksaan dalam beragama” (QS. Al-Baqarah: 256)
5. Isim maushûl, contoh :

7‫ ثَ ٰمنِْي َن‬7 ‫اجلِ ُد ْو ُه ْم‬‫ف‬


َ 7 ‫ء‬ۤ‫ا‬ ‫د‬‫ه‬ ‫ش‬
ُ 7 ِ
‫ة‬ ‫ع‬
ْ َ َ َ َ َْ ْ ُ َ ْ ‫ب‬‫ر‬َ‫ا‬ِ‫ب‬ ‫ا‬‫و‬‫ت‬‫ْأ‬ ‫ي‬ 7 ‫م‬َ‫ل‬ 7 ‫م‬
َّ ‫ث‬
ُ ِ
‫ٰت‬‫ن‬7 ‫ص‬
َ ْ ُ ْ ُ ْ َ َ ْ ‫َوال‬
‫ح‬ ‫ْم‬
‫ل‬ ‫ا‬ 7 ‫ن‬
َ ‫و‬ ‫م‬‫ر‬‫ي‬ 7 ‫ن‬ ‫ي‬‫ذ‬ِ َّ
ً‫َج ْل َدة‬
Artinya “Orang-orang yang menuduh (berzina terhadap) perempuan yang
baik-baik dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah
mereka delapan puluh kali “ (QS. Al-Nur: 4)

Lafadh ‫ ا َّلِذيَْن‬adalah isim maushul, maka lafadh tersebut masuk dalam katagori ‘am.
6. Istim syarat, seperti lafadh man pada ayat di bawah ini:

ۗ ً‫ض َعافًا َكثِْي َرة‬ ِ ٰ ٰ ِ ِ َّ


ْ َ ُ ُ ُ ً َ َ ً ْ َ ُ ُ ْ ‫َم ْن َذا ال‬
‫ا‬ ‫ه‬َ‫ل‬ ‫ه‬‫ف‬َ ‫ع‬ ‫ض‬ ‫ي‬‫ف‬َ ‫ا‬ ‫ن‬‫س‬ ‫ح‬ ‫ا‬ ‫ض‬‫ر‬‫ق‬َ ‫ه‬‫ل‬
ّ ‫ال‬ ‫ض‬‫ر‬ ‫ق‬
ْ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫ذ‬
Artinya “Siapakah yang mau memberi pinjaman yang baik kepada Allah? Maka Allah akan
melipatgandakan (pembayaran atas pinjaman itu) baginya berkali-kali lipat” (al-Baqarah:
245)

7. Isim istifham seperti contoh:

‫اه ِليَّ ِة َي ْبغُ ْو ۗ َن َوَم ْن اَ ْح َس ُن ِم َن ال ٰلّ ِه ُح ْك ًما لَِّق ْوٍم ُّي ْوِقُن ْو َن‬
ِ ‫اَفَح ْكم الْج‬
َ َ ُ
Artinya “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik
daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)” (QS. Al-Maidah: 50)
8. Lafazd jamak yang dima’rifkan dengan mudhaf. Seperti contoh:

‫ص ْي ُك ُم ال ٰلّهُ ِف ْٓي اَ ْواَل ِد ُك ْم‬


ِ ‫يو‬
ُْ
Artinya “Allah memerintah kepada kalian untuk memberi warisan kepada anak-
anak kalian” (QS. Al-Nisa’:11)

Lafazd aulâd adalah lafaz jamak dalam posisi nakîrah. Akan tetapi karena
lafaz tersebut disandarkan dengan lafaz kum, maka ia menjadi ma’rifah.
Karena itu lafaz tersebut menunjukkan seluruh satuan-satuan yang dapat
dimasukkan ke dalamnya.

Anda mungkin juga menyukai