1. FASHĀHAH
A. Definisi Fashāhah
Secara terminologi fashāhah berarti lafaz yang jelas, terang maknanya, mudah
dipahami dan sering dipergunakan para penyair dan penulis. Ia bernilai indah dan bagus
ketika dibaca dan didengar. Standar untuk menilai baik atau buruk, lancar atau tidak
lancarnya pengucapan suatu kata adalah adz-dzauq as-salīm (taste of language) para penyair
dan penulis. Hal itu terbentuk berkat keseringan mendengar, menulis dan merangkai kata-
kata.
Dengan menguasai berbagai kecakapan tersebut dapat dibedakan kalimat-kalimat yang
memenuhi kriteria-kriteria fashāhah. Oleh karenanya, fashāhah menjadi sifat dari ( الكلمةkata),
( الكالمkalimat) dan ( المتكلمpembicara) adalah menurut dari sisi mana seseorang menilainya.
B. Macam-macam Fashāhah
Macam-macam fashahah yaitu
Yaitu susunan kata-kata yang sulit diucapkan karena makhraj-nya yang berdekatan letaknya
atau karena pengulangan kata yang sama dalam suatu kalimat. Seperti disebutkan dalam
sebuah syair yang bercerita tentang letak kuburan Harb ibn Umaiyah:
َان قَ ْف ٍر ٍ وقَب ُْر َح ْر#
ٍ ب بِ َمك ٍ ْس قُ ْربُ قَب ِْر َح ْر
َ ب قَب ُْر َ َولَي
“Kuburan Harb (Harb ibn Umaiyah) di tempat yang tandus # Tidak ada dekat kuburan
Harb (Harb ibn Umaiyah) kuburan.”
Pada bait kedua dari syair terdapat lafaz-lafaz yang keluar dari makhraj yang berdekatan
letaknya sehingga sulit diucapkan berulang-ulang yaitu قرب قبر حرب قبر.
Contoh lain dalam sebuah syair yang bercerita tentang seorang yang memiliki sifat mulia;
jika penyair (dalam bait syair berikut) memujinya, orang lain juga ikut memujinya.
Sebaliknya jika ia mencelanya, orang lain tidak ikut mencela kecuali penyair itu sendiri:
ك َْري ٌم َمت َى أَ ْمدَ ُحهُ أَ ْمدَ ُحهُ َواْ َلو َرى# ي
ْ َم ِع ْي َوإِذَا َما لُ ْمتُهُ لُ ْمتُهُ َوحْ ِد
“Kapan saja aku memujinya, orang lain juga ikut memujinya # Kalau aku mencelanya, aku
sendirian yang melakukan itu sementara orang lain tidak.”
Pada bait pertama dan kedua dari syair ini terdapat lafaz-lafaz yang disebutkan secara
berulang-ulang yaitu ُ أ َ ْمدَ ُحهُ أ َ ْمدَ ُحهdan ُلُ ْمتُهُ لُ ْمتُه.
2. BALĀGHAH
A. Definisi Balāghah
1) Unsur-unsur Balāghah
Dalam balagah ada 2 unsur prinsipil yang harus diperhatikan:
Situasi dan kondisi ketika berbicara dengan orang lain
Dalam bahasa Arab dinamakan المقام/ الحالyaitu keadaan yang menuntut pembicara
mengungkapkan kata-katanya dengan uslūb (gaya bahasa) tertentu.
2) Bentuk tertentu yang dipergunakan dalam suatu pengungkapan bahasa
َ َ ال ُم ْقتseperti uslūb ithnāb (yaitu penggunaan kalimat
Dalam bahasa Arab dinamakan ضى
yang panjang tetapi maksudnya sedikit) dan biasa digunakan untuk pujian. Tetapi kalau
audien (lawan bicara) adalah seorang yang cerdas, maka cukup menggunakan uslūb ījāz
(yaitu penggunaan kalimat yang ringkas tetapi maksudnya sarat dan padat). Jadi memuji
dan orang yang cerdas adalah ( الحال والمقامsituasi dan kondisi), adapun ithnāb dan ījāz
adalah ( المقتضىtuntutan).
Mengungkapkan perkataan dalam bentuk ithnāb dan ījāz adalah مطابقة للمقتضى. Ringkasnya
keadaan yang menyebabkan pembicara menyampaikan perkataannya dengan bentuk
tertentu dinamakan الحالatau المقام. Adapun penyampaian perkataan sesuai dengan
tuntutan dan kedaaan tertentu dinamakan المقتضى. Jadi, balāghah bukan menyampaikan
kata-kata yang bermakna indah atau hanya memilih lafaz-lafaz yang jelas dan terang tetapi
ia harus memperhatikan penggunaan kedua unsur tersebut yaitu lafaz dan makna secara
bersamaan.
1) Obyek kajian fashāhah khusus berkaitan dengan lafaz. Adapun balāghah obyek
kajiannya di samping berkaitan dengan lafaz juga berkaitan dengan makna.
2) Fashāhah adalah sifat dari ( الكلمةkata), ( الكالمkalimat) dan ( المتكلمpembicara). Adapun
balāghah adalah sifat dari ( الكالمkalimat) dan ( المتكلمpembicara).
3) Salah satu syarat suatu ungkapan bernilai balagah adalah (الكالمkalimat) yang gunakan
untuk mengungkapkannya harus memenuhi kriteria fashāhah sehingga muncul
kaidah:
صيْحٍ بَ ِل ْيغًا َ َولَي،ص ْي ٌح
ِ َْس ُك ُّل ف ِ َ ُك ُّل ك ََال ٍم بليْغٍ ف.
“Semua kalimat yang bernilai balāghah itu pasti memenuhi unsur fashāhah, tetapi
tidak semua kalimat yang bernilai fashāhah itu memenuhi unsur balāghah.”