Anda di halaman 1dari 110

1

PENDAHULUAN
FASHOHAH DAN BALAGHOH

A. FASHOHAH
Fashohah menurut bahasa adalah : kalimat yang
menunjukkan arti jelas.
Dikatakan : "Seorang anak telah fasih dalam perkataannya"
jika memang ucapannya sudah jelas.
Fashohah dalam istilah, itu menjadi sifat pada kalimah,
kalam, dan mutakallim.
a. Fashohatul Kalimah .
adalah : Terhidarnya suatu kalimah dari Tanafur Huruf,
Mukholafatul Qiyas, dan Ghorobah.
- Tanafur huruf adalah: Suatu sifat pada kalimah yang
menyebabkan beratnya kalimah pada lidah dan sulit
mengucapkannya.
Contoh :
ُّ‫ الظَش‬: tempat yang kasar.
‫ اهلِ ْع ِخ ُّْع‬: tanaman hitam, untuk penggembalaan unta
ُِّ ‫ الن َق‬: air tawar yang jernih
‫اح‬
‫ امل ْستَ ْس ِزُِّر‬: benang yang tepintal
ُ
Penjelasan :
Tanafur terbagi mejadi 2 yaitu :
1. Tanafur yang sangat berat terbatas. Contoh :
ُّ‫ الظَش‬: tempat yang kasar.

2
‫ اهلِ ْع ِخ ُّْع‬: tanaman hitam, untuk penggembalaan unta
Lafadz ُّ‫اهلِ ْع ِخ ْع‬ini dikatakan tanafur karena kesemuanya huruf
berasal dari satu makhroj yaitu huruf halaq.

2. Tanafur yang berat tak terbatas. Contoh :


ُِّ ‫ الن َق‬: air tawar yang jernih
‫اح‬
Pada Ucapan Penyair :
‫قاخُّم َََّبُِّد‬
ُ ُ‫بُّمنُّن‬
ْ ‫َْحَ َقُّممنُّيلْ َعقُّاملاءَُّقالُّيلُُُُُّّّّّدعُّاخلمرُّوا ْشَر‬
ْ ‫وأ‬
Dan itu lebih bodoh lagi dari pada orang yang minum air lalu
mengatakan padaku : “tinggalkan arak, dan minumlah dari
air tawar yang jernih yang dingin.

Contoh lain :
‫ امل ْستَ ْش ِزُِّر‬: benang yang tepintal
ُ
Lafadz ini dikatakan tanafur karena Huruf Syin (bersifat
Hams dan Rokhwah) menengahi antara huruf ta' (bersifat
Hams dan Syadidah) dan huruf za' (bersifat Jahr).

Untuk membedakan antara kedua tanafur tersebut yaitu


dengan menggunakan perasaan yang sehat (Dzauq Salim)
yang diperoleh dengan mengkaji kalam Para ahli Balaghoh
dan mendalami metode-metodenya baik dari sisi kedekatan
antara makhroj hurufnya atau dari jauhnya.

- Mukholafah Qiyas adalah : kalimah yang tidak sesuai


dengan prosedur kaidah ilmu shorof.

3
Contoh : lafadz ‫ بُوق‬dijama’kan menjadi ُّ‫ات‬ ٌ َ‫ بُوق‬seperti dalam
Syairnya Abu toyyib Ahmad bin Husain Al-Ju’fiy al-Kandy Al-
Kufy Al-Mutanabby yang sedang memuji pemimpin tentara
Daulat Ibnu hamdan Raja Aleppo Syiria :
‫اُّوطُبُ ْو ُُّل‬
َُّ َ‫اتُّ َهل‬ ِ ‫ُُّّفَِفيُّالن‬-ُُّّ‫ُّسْي ًفاُّلِ َد ْولٍَة‬
ٌ َ‫َّاسُّبُ ْوق‬ َ ‫َّاس‬ ُ ‫فإِ ْنُّيَ ُك ْنُّبَ ْع‬
ِ ‫ضُُّّالن‬
ْ
"Jika sebagian manusia itu seperti tentara dalam
pemerintahan ( ibnu Hamdan Raja Aleppo; Syiria ), maka
dalam manusia akan terdapat terompet dan gendang untuk
pemerintahan itu".
Karena menurut Qiyas dalam jama’ qillahnya adalah ‫اق‬ ٌُّ ‫أَبْ َو‬
Dan juga seperti lafadz ٌ‫ َم ْوَد َدُّة‬dalam ucapannya :
ٍ‫ ُُُّّّم ِايل ُِِّفُّص ُدوِرِهم ُِّمنُّموددُّة‬-ُّ‫إِ َّنُّبنِ يُّلَلِئَاَمُّزه َده‬
َ َ ْ َ ْ ْ ْ ُ ْ َ َ ُ َ َ ٌ َّ َ
"Sesungguhnya Anak-anakku memang orang yang hina
yang tidak perhatian, tiada dihatinya ada rasa cinta padaku
"

Menurut Qiyas ilmu shorof adalah dengan mengidghomkan


lafadz ُّ ٍ‫م ْوَد َدة‬menjadi
َ ُّ ‫م َوَّدة‬karena
َ ada dua huruf sama, serta
huruf yang kedua berharokat.

- Ghorobah adalah: adanya kalimah itu tidak jelas


artinya.
Contoh :
َُّ‫ تَ َكأْ َكأ‬bermakna seperti lafadz ‫ إجتمع‬yaitu berkumpul.
‫ إفْ َرنْ َق َُّع‬bermakna seperti lafadz ‫ إنصرف‬yaitu bubar.
‫ إلْطَ َخ َُّّم‬bermakna seperti lafadz ُّ‫إشتد‬
َّ yaitu berat dan besar

4
Keterangan :
Ghorobah terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Kata yang bisa diketahui maknanya dengan seringnya
meneliti pada kitab bahasa Ajam karena tidak biasa
digunakan pada bahasa murni arab. Contoh:
َُّ‫ تَ َكأْ َكأ‬bermakna seperti lafadz ‫ إجتمع‬yaitu berkumpul.
‫ إفْ َرنْ َق َُّع‬bermakna seperti lafadz ‫ إنصرف‬yaitu bubar.
‫ إلْطَ َخ َُّّم‬bermakna seperti lafadz ُّ‫إشتد‬
َّ yaitu berat dan besar
b. Kata yang tidak diketahui maknanya pada kitab bahasa
karena tidak digunakan bagi orang Arab, dan tidak
berlakunya bahasa pembanding maka membutuhkan usaha
keras untuk mengartikannya yang menyebabkan sulitnya
memahami dan masih ada kesamaran.
Contoh :
ُّ ‫ ُم َسّرج‬bermakna pedang suraij daerah Qin dan ada yang
mengatakan bermakna : Lampu.

B. Fashohatul Kalam.
adalah : Terhidarnya beberapa kalimah dari tanafur
pada kumpulan kalimah (kalam), Dho'fu Ta'lif, Ta'kid, serta
fashohahnya beberapa kalimah itu.

5
1. Tanafur pada Kalam adalah : Suatu sifat dalam Kalam
yang menyebabkan beratnya kalam pada lisan dan sulit
mengucapkannya.
Contoh dalam ucapan Penyair :
ُ‫ع‬ َ ُ‫ُّع ْر ِشُّالش َّْرِع ُِّمثل‬
ُّ‫كُّيَ ْشَر‬ َ ‫ِ ِْف َُّرفْ ِع‬
“pada keluhuran Arasynya Syara’, Orang sepertimu bisa
mengambil”

Contoh lain:
ٍ ‫بُّقََِْب‬ ٍ ‫ب ُِِّبَ َك‬
ٍ ‫انُّقَ ْف‬ ٍ ‫ُُّّوقََْبُّحر‬
ُ‫ُّح ْربُّقََُّْب‬
َ َ ‫سُّقُ ْر‬
َ ‫ي‬
َْ‫ل‬‫و‬َ ُُّّ - ُّ ‫ر‬ َْ ُ َ
" kuburan musuh harus ditempat yang sunyi, dan tiada
kuburan lain dekat kuburan itu"

Seperti Ucapan Abu tamam Habib bin A'us:


ُّْ ‫اُّمالُ ْمتُهُُّلُ ْمتُهُ َُّو ْح ِد‬
ُّ‫ي‬ ِ
َ ‫ىُُُّّّم ُّع ْي َُّوإ َذ‬
َ ‫الوَر‬ َ ‫ُّأم َد ْحهُ َُّو‬
ْ ُ‫ُّأم َد ْحه‬ َ ٌ‫ُُُّّّ َك ِرْْي‬
ْ ‫ُّم ََت‬
"Dia (Abu Ghoits Musa Bin Ibrahim Ar-Rofi'i) adalah orang
yang mulia, jika aku memujinya maka aku memujinya
beserta orang-orang yang bersamaku. Jika aku
menghinanya, maka aku menginanya sendirian"

Penjelasan :
Tanafur ini juga terbagi mejadi 2 yaitu :
1. Tanafur Syadid / A'la; yang sangat berat pengucapannya
Contoh dalam ucapan Penyair :
ُ‫ع‬ َ ُ‫ُّع ْر ِشُّالش َّْرِع ُِّمثل‬
ُّ‫كُّيَ ْشَر‬ َ ‫ِ ِْف َُّرفْ ِع‬

6
Pada kalam tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit
mengucapkannya disebabkan adanya pengulangan 3 huruf
yaitu ro', a'in, dan syin".
Contoh lain:
ٍ ‫بُّقََِْب‬
ُ‫ُّح ْربُّقََُّْب‬ َ ‫سُّقُ ْر‬ ٍ ٍ ِ ٍ َ ُ‫ُُّّ َوقََْب‬
َ َ ‫ُُّّ َولَْي‬-ُّ‫ُّح ْربُِّبَ َكانُّقَ ْفر‬
Pada syair tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit
mengucapkannya disebabkan adanya beberapa huruf yang
sama serta diulang-ulang.

2. Tanafur Khofif/ Adna; yang tidak berat pengucapannya,


Seperti Ucapan Abu tamam Habib bin A'us:
ُّْ ‫اُّمالُ ْمتُهُُّلُ ْمتُهُ َُّو ْح ِد‬
ُّ‫ي‬ ِ
َ َ‫ىُُُّّّمع ْي َُّوإذ‬
َ ‫الوَر‬ َ ‫ُّأم َد ْحهُ َُّو‬
ْ ُ‫ُّأم َد ْحه‬ َ ٌ‫ُُُّّّ َك ِرْْي‬
ْ ‫ُّم ََت‬
Pada kalam tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit
mengucapkannya disebabkan adanya pengulangan 2 huruf
yaitu ‫ هاء‬dan ‫"حاء‬.

2. Dho'fu Ta'lif adalah : adanya kalam itu tidak sesuai dengan


prosedur kaidah ilmu Nahwu yang masyhur.
Seperti membuat Dhomir sebelum menuturkan Marji'nya
dalam lafadz dan ma'nanya, dalam ucapan Penyair :
ُُّ ‫ىُّسنِ َّم‬
‫ار‬ ِ ‫اُُّيز‬
َُْ ‫ُُُّّّو ُح ْس ِنُّفَ ْع ٍلُّ َك َُّم‬
ِ ‫جزىُّب نُوهُّأََبُّالغِيالَ ِن‬
َ ‫ُّع ْنُّك ََب‬
َ ْ َ ُْ َ ََ
"Anak-anaknya telah membalas kebaikan Abu Ghilan diusia
tua seperti yang dilakukan oleh Sinimmaru (Arsitektur
Negara rum)"

Penjelasan :

7
Kecacatan pada syair tersebut itu dari sisi Dhomirnya lafadz
ُ‫ بَنُ ْوه‬yang kembali pada lafadz ُّ‫ ُّأَََبُّالغِْيالَ ِن‬yang merupakan lafadz
yang diakhirkan secara Lafadz dan tingkatan.

3. Ta'qid adalah : adanya kalam itu tidak jelas (masih samar)


pada makna yang dikehendaki.
Dan kesamaran itu adakalanya dari aspek lafadz yang
disebabkan mendahulukan (taqdim), mengakhirkan (ta'khir)
atau memisah (Fashol). hal ini disebut Ta'kid Lafdhy.

Seperti Ucapan Al-Mutanabby :


‫ُّدالَئِ ُُّل‬
َ ‫بُّاألَ َغِّر‬ِ ‫ُّعلَىُّاحلَس‬
َ
ِ ِِ ِ
َ ‫ُُّي َف ُخ ْو َنُِّبَاُِّب ْمُُُّّّشيَ ٌم‬
َْ َ‫ُُّّوُه ْمُّال‬
َ ‫ت‬ ْ ‫َج َف َخ‬
"Suatu Kebiasaan (watak) yang menunjukkan atas
keturunan yang baik merupakan Kebanggaan, dan mereka
itu tidak bangga dengan itu".
Pentakdirannya adalah :
ُّ َ‫ُُّي َف ُخ ْو َن ُِِّب‬
ُُُّّّ‫ا‬ ِ ‫ُّعلَىُّاحلَس‬
َْ َ‫بُّاألَ َغِّر َُّو ُه ْمُّال‬ َ
ِ ‫ُّشيم‬
َ ‫ُّدالَئ ُل‬
ِ ِِ ‫ج َفخ‬
َ ٌ َ ‫تُِّب ْم‬ْ َ َ

Penjelasan :
Pada syair tersebut, dikatakan Ta'kid lafdhy karena :
1. Memisah antara fi'il dan lafad yang berta'alluq padanya
(muta'alliq) ُّ)ُّ‫تُِّبِِم‬ ْ ‫(ج َف َخ‬
ِ
َ dengan lafadz lain yaitu : ‫ُُّي َف ُخ ْو َنُِّبَُّا‬
َْ َ‫َو ُه ْمُّال‬
.
2. Mengakhirkan lafadz ُّ ‫دالَئِ ُل‬dari
َ lafadz yang berta'alluq
padanya :
ِ ‫علَىُّاحلَس‬.
‫بُّاألَ َغُِّّر‬ َ
َ

8
3. Memisah antara Na'at dan man'utnya : ‫ُّدالَئِ ُُّل‬ ِ
َ ‫ شيَ ٌم‬dengan
lafadz :
ِ ‫ُّ َعلَىُّاحلَس‬
‫بُّاألَ َغُِّّر‬ َ

Dan adakalanya dari aspek makna disebabkan adanya


penggunaan majaz dan Kinayah yang Murodnya tidak bisa
dipahami. hal ini disebut Ta'kid Ma'nawy.
Seperti Ucapanmu : ‫ُِّفُّامل ِديْنَُِّة‬ْ ِ ُ‫كُّأَلْ ِسنَته‬ ِ
ُ ‫نَ َشَرُّاملل‬
َ َِ
Dengan menghendaki arti dari:ُّ ُ‫ ُّأَلْسنَته‬sebagai "Mata-mata".
dan yang benar adalah menggunakan lafadz : ُ‫عُيُ ْو ُّنه‬
dan Seperti juga Ucapan dari Penyair ( Abbas bin Ahnaf ) :
‫عُّلِتَ ْج ُم َُّد‬
َ ‫ايُّالد ُم ْو‬
َ َ‫ُّعْي ن‬
َ ‫ب‬ ُ ‫اُُّّوتَ ْس ُك‬
ِ
َ ‫بُّبُ ْع َدُّالدَّا ِر‬
َ ‫ُّعْن ُك ْمُّلتَ ْق ُربُ ْو‬ ُ ُ‫َسأَطْل‬
"Aku mencari tempat tinggal jauh dari kalian, agar kalian
kelak menjadi dekat denganku, dan kedua mataku
mencucurkan air mata karena bahagia".
Penyair membuat kinayah (kata konotasi) pada lafad ُّ‫اجلمود‬
dengan arti bahagia, padahal lafadz tersebut biasa
digunakan untuk sebuah kinayah (kata konotasi) untuk arti:
"sulit meneteskan air mata pada saat menangis (susah)".
Yaitu waktu susah ketika berpisah dengan kekasih, dan inilah
yang seketika dipaham dari lafad ‫ اجلمود‬, bukan kebahagiaan
seperti yang dikehendaki oleh Penyair,
Untuk mengartikan sesuai yang dikehendaki Penyair itu
membutuhkan perantara yang banyak yaitu : lafad ‫اجلمود‬
diartikan dengan : keringnya mata dari air mata, lalu diganti
dengan arti : tidak ada air mata ketika menangis, lalu

9
diartikan : tidak adanya air mata secara muthlaq, lalu
diartikan : tidak adanya kesusahan, lalu baru diartikan
dengan : kebahagiaan. Oleh sebab itu dikatakan sebagai
Ta’kid.

C. Fashohatul Mutakallim.
Adalah: Suatu sifat yang melekat pada seseorang (bakat)
yang bisa menyampaikan suatu maksud dengan perkataan
yang fashih pada semua tujuan yang ada (seperti memuji
atau menghina).

B. BALAGHOH
Balaghoh menurut bahasa : Sampai , Tuntas.
Menurut Istilah itu menjadi sifat pada kalam dan
Mutakallim.

Balaghotul Kalam
adalah : Kesesuaian suatu kalam pada Muqtadhol Hal
(tuntutan keadaan) serta fashohahnya kalam itu.
Hal disebut juga Maqom adalah : Perkara yang mendorong
Mutakkalim untuk mendatangkan perkataan pada bentuk
tertentu.
Al-Muqtadho disebut juga I'tibar Munasib adalah : suatu
bentuk tertentu yang didatangkan suatu ibarat untuk
menyampaikannya.
Seperti :

10
Pujian adalah Suatu keadaan yang mendorong untuk
mendatangkan ibarat dengan bentuk Ithnab
(memanjangkan kalimat).
Cerdasnya Mukhotob adalah suatu keadaan yang
mendorong untuk mendatangkan ibarat dengan bentuk Ijaz
(menyingkat kalimat).
Pujian dan Cerdasnya Mukhotob disebut Hal, sedangkan
Ithnab dan Ijaz disebut Muqtadho.
sedangkan mendatangkan kalam dalam bentuk Ithnab dan
Ijaz dinamakan menyesuaikan pada Al-Muqtadho
(tuntutan).

Balaghotul Mutakallim adalah : Suatu sifat yang melekat


(bakat) pada sesorang yang bisa menyampaikan suatu
maksud dengan Kalam yang Baligh pada semua tujuan
apapun.

Tanafur itu bisa diketahui dengan Dzauq Shohih


(Kemampuan batin/perasaan yang sehat).
sedangkan Mukholafatul Qiyas dengan Ilmu Shorof, dan
Dho'fu Ta'lif dan Ta'qid Lafdhy dengan Ilmu nahwu, sedang
Ghorobah dengan seringnya mempelajari kalam Arab, Ta'kid
Ma'nawi dengan Ilmu Bayan, dan Hal dan Muqtadhol hal
dengan Ilmu ma'any.

maka bagi seorang pelajar balaghoh harus mengetahui ilmu


bahasa, shorof, nahwu, Ma'any dan bayan serta memiliki

11
Dzauq yang salim dan memperbanyak mempelajari kalam
Arab.

ILMU MA'ANI

Ilmu Ma'ani adalah : Suatu Ilmu untuk mengetahui keadaan


lafadz Arab yang bisa menyesuaikan dengan tuntutan
keadaan. Maka bentuk kalam akan menjadi berbeda-beda
karena adanya perbedaan kondisi.
Seperti Firman Allah SWT :
"‫ضُّأ َْمُّأ ََر َُّادُِّبِِ ْم َُّرِبُْم َُّر َش ًد ُّا‬
ِ ‫ُِّفُّاأل َْر‬ ِ
ْ ِ ‫َشٌّرُّأُِريْ َدُِّبَ ْن‬
َ ‫َن ََاُّالَُّنَ ْد ِر ْيُّأ‬
َّ ‫"وأ‬
َ
"Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya
penjagaan itu) apakahkeburukan yang dikehendaki bagi
orang yang dibumi ataukah Tuhan mereka menghendaki
kebaikan bagi mereka" (QS. Al-Jin :10)

Lafadz sebelum ُّ ‫ ْأم‬merupakan bentuk kalam yang berbeda


dengan bentuk kalam sesudahnya, karena Kalam yang
pertama itu berupa fi'il mabni majhul, sedangkan yang
kedua berupa Fi'il mabni ma'lum.

Kondisi yang menuntut seperti itu adalah menisbatkan


semua kebaikan kepada Allah SWT pada kalam yang kedua,
dan mecegah meninsbatkan keburukan kepada Allah pada
kalam yang pertama.
Pembahasan pada Ilmu Ma'ani teringkas dalam 6 bab yaitu :

BAB I

12
KHOBAR DAN INSYA'

Setiap kalam itu adakalanya berupa kalam Khobar dan


adakalanya berupa kalam Insya'.
Kalam Khobar adalah : Kalam yang sah (secara logika) untuk
dikatakan pada Pengucapnya bahwa Ia adalah Orang yang
benar atau Dusta. Seperti Ucapan Seseorang :
ُّ‫ = َسافَ َر َُّزيْ ٌد‬Zaid telah bepergian.
ُّ‫ُّم ِقْي ٌم‬ ِ
ُ ‫ =ُّ َعل ٌّي‬Ali itu orang yang bermukim
Si Pengucap tersebut bisa dikatakan Orang yang benar
perkataannya, jika memang perkataannya sesuai dengan
faktanya, dan bisa dikatakan Orang yang Dusta, jika memang
perkataannya tidak sesuai dengan faktanya.

Kalam Insya' adalah : Kalam yang tidak sah secara logika


untuk dikatakan pada Pengucapnya bahwa Ia adalah Orang
yang benar atau Dusta. Seperti Ucapan Seseorang :
ُّ‫َُّي َزيْ ُد‬ ِ
َ ‫ = َساف ْر‬Pergilah hai Zaid !
ُّ‫َُّي َعلِي‬ ِ
َ ‫ = ُّأَق ْم‬Tinggallah hai Ali !
Si Pengucap tersebut tidak bisa dikatakan sebagai Orang
Jujur atau Orang yang Dusta karena ia hanya memerintahkan
pada zaid atau ali.

Yang dimaksud dari Kebenaran Khobar adalah : Kesesuaian


Khobar pada Faktanya. Sedangkan Kedustaan khobar adalah
: tidak sesuainya Khobar pada Faktanya.

13
Pada Jumlah ُّ ‫ُّم ِقْي ٌم‬ ِ itu jika nisbat kalam yang dipahami
ُ ‫عل ٌّي‬,
َ
(tetapnya Sifat Muqim bagi Ali) dari jumlah itu sesuai
dengan kenyataannya maka dikatakan Khobar yang Benar,
jika tidak benar maka dikatakan Khobar yang dusta.

Pada masing-masing Jumlah itu memiliki dua rukun yaitu :


Mahkum Alaih, disebut juga sebagai Musnad Ilaih seperti
Fa'il, Na'ibul Fail, Mubtada' yang memiliki khobar.
Mahkum Bih, disebut juga sebagai Musnad seperti Fi'il, dan
Mubtada' yang cukup dengan fa'il yang dirofa'kan.

Kalam Khobar
Khobar itu adakalanya berupa Jumlah Fi'liyyah dan
adakalanya berupa Jumlah Ismiyyah.
Jumlah Fi'liyyah adalah : Jumlah yang difungsikan untuk
memberikan faidah suatu kejadian pada zaman tertentu
serta ringkas (tidak butuk Qorinah seperti : Sekarang,
Kemarin, atau besok).
dan terkadang berfaidah Istimror tajaddudy (Berlansung
terus menerus secara bertahap) disebabkan adanya indikasi
(qorinah) dengan syarat jika berupa Fi'il Mudhori' seperti
ucapan Thorif bin Tamim Al-Anbary yang menyifati dirinya
sendiri dengan seorang pemberani.
‫ُّع ِريْ َف ُه ْمُّيَتَ َو َّس ُُّم‬
َ ‫يل‬ََّ ِ‫ظُّقَبِْي لَةٌُُُُّّّّبَ َعثُ ْواُّإ‬ ْ ‫أ ََوُكلَّ َماُّ َوَرَد‬
ُ ‫تُّعُ َكا‬
"Apakah (orang Arab telah mendatangi pasar Ukadz),
bilamana suatu Qobilah dari mereka sampai dipasar Ukadz,
Maka mereka mengirimkan pemimpin mereka padaku untuk

14
meneliti satu persatu (apakah aku ikut bersama mereka atau
tidak?) ".

Jumlah Ismiyah adalah : Jumlah yang difungsikan hanya


murni menetapkan hukum musnad pada musnad ilaih.
seperti :
ٌُّ‫ضْي ئَة‬ ِ ‫ = الشَّمسُّم‬Matahari itu menerangi.
ُ ُ ْ
dan terkadang berfaidah Istimror (terus menerus) sebab
adanya indikasi (qorinah), jika khobarnya tidak berupa
kalimah fi'il. contoh :
ُّ‫َُّنفِ ٌع‬
َ ‫ = العِلْ ُم‬Ilmu itu bermanfaat.
Secara asal, Khobar itu disampaikan dengan bertujuan :
1. Memberi faidah kepada Mukhotob tentang hukum yang
terkandung dalam jumlah itu. seperti dalam perkataan kita :
ُُّ‫ضَرُّاأل َِم ْْي‬َ ‫ = َح‬Pemimpin itu telah hadir.
karena kita bertujuan menyampaikan kepada Mukhotob
bahwa tetapnya kehadiran pemimpin itu telah terwujud dan
nyata sesuai faktanya.
2. Memberikan faidah bahwa Mutakallim itu mengetahui
khobar itu. contoh :
ُِّ ‫تُّأ َْم‬
‫س‬ َ ‫ض ْر‬َ ‫ُّح‬
َ ‫ت‬َ ْ‫ = أَن‬engkau telah hadir kemarin.
Karena kehadirannya itu telah diketahui oleh Mutakallim
sendiri sebelum diberitahu.

Hukum yang dituju pada khobar disebut : Faidah Khobar.


Mutakallim yang mengetahui tentang khobar disebut Lazim
Faidah.

15
Macam-macam Khobar.
Sekiranya tujuan Mukhbir (orang yang menyampaikan
berita) itu memberi faidah pada Mukhotob, maka sebaiknya
kalam itu diringkas menurut kadar kebutuhan karena
dikhawatirkan adanya Al-Laghwu (Ucapan yang sia-sia).
Jika Mukhotob merupakan Kholi Dzihny (orang yang hatinya
sepi dari membenarkan atau mendustakan khobar/ belum
tahu sama sekali tentang khobar) dari hukum, maka khobar
disampaikan tanpa menggunakan taukid (kata
penguat).contoh :
ُّ‫َخ ْو َكُّقَ ِاد ٌم‬
ُ ‫ = أ‬Saudaramu (lk) datang.

Jika Mukhotob merupakan orang yang ragu-ragu serta


berusaha untuk mengetahui khobar, maka sebaiknya
menguatkan khobar. seperti :
ُّ‫اكُّقَ ِاد ٌُّم‬ َ ‫ = إِ َّنُّأ‬Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
َ ‫َخ‬
Jika Mukhotob merupakan orang yang mengingkari khobar
(berkeyakinan sebaliknya), maka harus mendatangkan
khobar dengan satu penguat atau dua penguat atau lebih
dengan melihat tingkatan ingkarnya. seperti :
ُّ‫اكُّقَ ِاد ٌم‬َ ‫إِ َّنُُّّأَ َخ‬ = Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
ُّ‫اكُّلَ َق ِاد ٌم‬ َ ‫ = إِ َّنُّأ‬Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar
َ ‫َخ‬
datang.
ُّ‫اكُّلَ َق ِاد ٌم‬ ِ
َ ‫ُّإِ َّنُّأ‬،‫َوهللا‬
َ ‫َخ‬
Demi Allah, Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar
datang.

16
Dengan menisbatkan pada sepinya khobar dari taukid dan
adanya taukid pada khobar, maka Khobar terbagi menjadi
tiga macam seperti yang telah kamu ketahui.
Bentuk yang pertama (sepinya khobar dari taukid) disebut :
Ibtida'i.
Bentuk ke 2 (mendatangkan khobar dengan satu taukid)
disebut : Tholaby.
Bentuk ke 3 (kewajiban mendatangkan khobar dengan satu
taukid atau lebih) disebut : Inkary.

Lafadz Taukid (penguat) dengan menggunakan lafadz :


َّ ‫ُّأ‬،‫إِ َّن‬
1. ُّ‫َن‬ = Sesungguhnya
2. ُّ‫ = الَ ْمُّإبْتِ َد ْاء‬Sungguh
3. Huruf Tanbih (Peringatan) seperti : ُّ‫ُُّّأ ََما‬،َ‫(ُّأَال‬ingatlah).
4. Huruf Qosam (sumpah).
5. Huruf Zaidah (tambahan).seperti ba' zaidah.
6. Pengulangan lafadz (takrir).
7. ُّ‫ =قَ ْد‬Sungguh, benar-benar.
8. ‫ أ ََّما‬yang menjadi Syarat.

Dan termasuk juga :


a. Menggunakan Jumlah ismiyah, karena itu lebih kuat dari
pada jumlah Fi’liyyah.
b. Mendahulukan Fa’il maknawi contoh : ‫ُّحضَُّر‬
َ ُ‫األمْي‬

17
c. َّ
Lafadz ُّ‫إَّنَا‬contoh : ‫َّإَّنَاُّخاَلِ ٌدُّقَائٌُِّم‬
d. Dhomir Fashol Contoh : ‫ُّه َوُّال َقائُُِّم‬ ُ ‫َزيْ ٌد‬

Kalam Insya'
Kalam Insya' itu adakalanya Tholaby atau Ghoiru Tholaby.
Insya' tholaby adalah : Kalam yang menuntut pada sesuatu
yang dituju yang belum didapatkan saat penuntutan.
Insya' Ghoiru Tholaby adalah : Kalam yang tidak menuntut
pada sesuatu yang dituju yang belum didapatkan saat
penuntutan.
Insya' Tholaby, terdapat 5 macam : Amar(perintah), Nahy
(larangan), Istifham (bertanya), Tamanni (berharap), Nida'
(kata seru).

Amar (Perintah).
yaitu : Menuntut suatu pekerjaan dengan ucapan tertentu
secara Isti'la' (merasa tinggi derajatnya).
amar memiliki 4 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu :
a. Fi'il Amar, Contoh =
ُّ ٍ‫اب ُّبُِق َّوة‬ ِ ِ
َ َ‫=خذ ُّالكت‬
ُ Ambilah Kitab itu (Taurot) dengan sungguh-
sungguh. (Surat Maryam : 12)
b. Fi'il Mudhori yang bersamaan dengan Lam amar, Contoh
:
ُ‫لِيُ ْن ِف ْقُّذ‬
Hendaklah orang yang mampu itu menafkahkan menurut
kemampuannya . (Surat Ath-Tholaq : 7)
c. Isim Fi'il Amar, Contoh :

18
ُّ‫ُّعلَىُّال َفالَ ْح‬ َ ‫=ح َّي‬
َ marilah menuju kebahagiaan.
d. Isim Masdar yang menjadi pengganti dari Fi'il Amar,
contoh :
‫اُِّفُّاخلَُِّْْي‬
ُّْ ِ ً‫ = َس ْعي‬Sungguh berusahalah dalam melakukan kebaikan

Dan terkadang Sighot Amar itu keluar dari arti aslinya


menjadi arti yang lain yang bisa dipahami dengan alur
pembicaraan (Siyaqul kalam) dan Indikasi keadaan. seperti :
a. Do'a, (yaitu : menuntut suatu pekerjaan dengan cara
merendah atau sopan, baik orang yang menuntut itu rendah
atau tinggi ataupun sama derajatnya) contoh :
َ َ‫ = أ َْوِز ْع ِ ِْنُّأَ ْنُّأَ ْش ُكَرُّنِ ْع َمت‬mohon Berikan Ilham padaku untuk
ُّ‫ك‬
mensyukuri nikmat-Mu (Surat An-Naml : 19) .
b. Iltimas (yaitu : menuntut suatu pekerjaan secara halus
tanpa adanya Isti’la’ atau merendahkan diri baik orang yang
memerintah itu lebih tinggi derajatnya, atau lebih rendah
atau sama). seperti ucapanmu terdapap teman sebayamu :
ِ ِ
َ َ‫أ َْع ُّط ِ ِْنُّالكت‬
ُّ‫اب‬ = berikan padaku kitab itu.
c. Tamanni (yaitu : Perintah suatu perkara yang disenangi
tanpa adanya sifat toma'), contoh :
ِ‫ك‬
‫ُِّب َْمثَ ُِّل‬ َ ‫اح ُِّمْن‬‫ب‬ ‫اُّاإلص‬‫م‬ ‫ُّو‬‫ح‬ ‫ب‬ ‫ص‬ ِ‫ُّاْنَلِيُُُُّّّّب‬ ِ َّ
ُ َ ْ َ َ ٍ ْ ُ ْ ْ َ‫أَالَُّأَي َهاُّاللْي ُلُّالطّويْ ُلُّأَال‬
Ingatlah, wahai Sang malam yang panjang!, tampakkanlah
dengan waktu shubuh, dan tiadalah kenampakan waktu
shubuh darimu itu lebih utama (disisiku).

d. Tahdid (Mengancam), contoh :

19
ُّ‫ئتم‬ ِ ‫ = إِ ْعملُوا‬Kerjakanlah sesuka hati kalian ! (Maka kalian
ْ ‫ُّما ُّش‬
َ َْ
akan melihat balasannya dihadapan kalian ) . (Surat Fushilat
: 40)

e. Ta'jiz (melemahkan), Contoh :


ِ ‫اُّيلُّ ُكلَي باَُُُُّّّّيلَب ْك ٍرُّأَينُّاَين‬ ِ
‫ُّالفَر ُُّار‬ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ ْ ِ ‫ََيُّلَبَ ْك ٍرُّأَنْش ُرْو‬
Wahai Bakar, hidupkanlah kembali Kulaib, Hai Bakar
dimana? dimana engkau akan lari?

f. Taswiyyah (menyamakan), Seperti Firman Allah :


ُّ‫ُّعلَْي ُك ْم‬
َ ٌ‫اُّس َواء‬ ِ ْ َ‫صَِبْواُّأ َْوُّالَُّت‬ِ ْ
َ ‫ص َُبْو‬ ُ ْ ‫إصلَ ْوَهاُّإ‬
Masuklah kalian ke dalamnya (rasakanlah panas apinya),
Bersabarlah kalian ataukah janganlah sabar kalian, sama
saja bagi kalian.
(Surat At-Thur : 16)

Karena terkadang disalah persepsikan bahwa sabar itu


bermanfaat, maka hal itu mendorong untuk menyamakan
bagi mereka antara sabar dan tidak dalam hal sama- sama
tiada bermanfaat.

Nahi (Larangan)
Adalah : tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan secara
Isti'la' (merasa tinggi derajatnya).
Nahi memiliki 1 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu : Fi'il
Mudhori' yang bersamaan dengan La nahi.

20
Seperti Firman Allah :
.‫ُّإصالَ ِح َها‬ ِ ‫ُّاألر‬
ْ ‫ضُّبَ ْع َد‬ ْ ‫اُِّف‬
ِ
ْ ِ ‫َوالَُّتُ ْفس ُد ْو‬
“Janganlah kalian berbuat kerusakan di bumi setelah
memperbaikinya” (Surat Al-A’rof : 56)

Dan terkadang Sighot Nahi itu keluar dari arti aslinya


menjadi arti yang lain yang bisa dipahami dari
maqom/Keadaan dan alur pembicaraan (Siyaqul kalam).
seperti :
a. Do'a, (yaitu : tuntutan untuk meninggalkan suatu
pekerjaan dengan cara merendah atau sopan) contoh pada
Firman Allah :
َِ ‫ت‬
َُّ‫ُِّبُّاأل َْع َداء‬ ْ ‫= فَالَُّتُ ْش ِم‬ Mohon Janganlah kau membuat
gembira para musuh dengan melihatku (Surat Al-A’rof : 150).

b. Iltimas (yaitu : Tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan


tanpa adanya Isti'la' atau merendahkan diri). seperti
ucapanmu terdapap teman sebayamu :
ِ ‫ُّح‬
ُّ‫ك‬
َ ‫َتُّأرج َعُّإلَْي‬
ْ َُّ ‫ك‬َ ِ‫ُّم َكان‬ ِ
َ ‫ =الَتَْ ََب ْحُّم ْن‬Janganlah kau pindah dari
tempatmu, sampai aku kembali padamu.
c. Tamanni, contoh :
‫فُّالَُّتَطْلُ ُّْع‬ ِ
ْ ‫ُّصْب ُحُّق‬
ُ ‫َُُُُّّّّي‬
َ ‫ُّزْل‬ ُ ‫َُّيُّنَ ْوُم‬
َ ‫ََيُّلَْي ُلُّطُ ْل‬
Wahai Malam, panjangkan waktumu, wahai tidur hilanglah,
wahai Waktu subuh berhentilah, janganlah kau nampak.
d. Tahdid (Mengancam), Seperti ucapanmu kepada
pelayanmu :

21
ُّ‫ = الَُّتُ ِط ْعُّأ َْم ِر ْي‬Jangan kau patuhi perintahku !, (Maka akan kau
rasakan akibatnya).

Istifham (Bertanya)
Adalah : Menuntut suatu informasi atau pengetahuan atas
terjadinya sesuatu dengan alat tertentu.
Alat untuk bertanya :
ُّّ ‫ُّ َك ْم‬،‫ُّأَىن‬،ُّ‫ُّأَيْ َن‬،‫ف‬
‫ُّأي‬، َ ‫ُّ َكْي‬،ُّ‫ُّأ َََّي َن‬،‫ُّمَت‬،ُّ
َ ‫ُّم ْن‬،‫ا‬
َ ‫ُّم‬،
َ ‫ُّه ْل‬،‫اهلمزة‬
َ

Hamzah (‫)أ‬
Hamzah berfungsi untuk menuntut Tashowwur atau
Tasdhiq.
Tashowwur adalah : mengetahui mufrod (sesuatu selain
terjadinya penisbatan atau tidak)
Seperti Ucapanmu :
‫ُّخالِ ٌُّد‬ ِ ‫ = أَعلِي‬Apakah Ali itu Orang yang pergi ataukah
َ ‫ُّم َسافٌر ُّأ َْم‬
ُ ٌّ َ
Kholid ?.
dengan berkeyakinan bahwa bepergian itu dilakukan oleh
salah satu dari keduanya, tetapi engkau menuntut
kejelasannya, maka dari itu dijawab dengan menentukan
salah satunya, semisal dijawab : “Ali”.
Tasdhiq yaitu mengetahui bahwa penisbatan antara dua
perkara itu terjadi sesuai dengan fakta atau tidak.
Contoh :
ُّ‫ُّعلِ ٌّي‬
َ ‫َسافَ َر‬
َ ‫ = أ‬Apakah Ali telah pergi?.
engkau bertanya tentang terjadinya pekerjaan"bepergian"
atau tidak ? maka dijawab dengan : ya atau tidak.

22
Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashowwur itu Lafadz yang
bersanding dengan hamzah dan adanya kata pembanding
yang disebutkan setelah Am. Kata Am disini disebut : Am
Muttasil. maka kamu akan mengucapkan ketika bertanya
tentang Musnad ilaih : "
ُّ‫فُّ؟‬ ُ ‫ُّه َذاُّأ َْمُّيُ ْو ُس‬
َ‫ت‬ َ ْ‫تُّفَ َعل‬ َ ْ‫أَأَن‬
= Apakah kamu telah mengerjakan ini ataukah Yusuf?.
dan bertanya tentang Musnad :
ُّ‫بُّفِْي ِه‬ ِ
ٌ ‫ُّاألم ِرُّأ َْم َُّراغ‬
ْ ‫ُّع ِن‬ َ ‫ت‬ َ ْ‫بُّأَُّن‬
ِ
ٌ ‫أَ َُّراغ‬
= Apakah Kamu membenci perkara ini ataukah kamu
menyukainya?.
dan bertanya tentang Maf'ul bih :
‫ُّخالِ ًداُّ؟‬ ِ
َ ‫يُّتَ ْقص ُدُّأ َْم‬ ِ
َ ‫أَُّإ ََّي‬
= Apakah aku yang engkau tuju ataukah kholid ?.
dan bertanya tentang Hal :
‫اُّ؟‬
ُّ ً‫اشي‬ ِ ‫اُّجئتُّأَمُّم‬ ِ ‫أَُّراكِب‬
َ ْ َ ً َ
=Apakah dengan berkendaraan engkau datang ataukah
dengan berjalan kaki?.
dan bertanya tentang Dhorof :
ُّ ‫تُّأ َْمُّيَ ْوَمُّاجلُ ْم َع ِة‬
‫ُّ؟‬ ِ ِ ‫أَُّي ومُّاخل ِمي‬
َ ‫سُّقَد ْم‬ ْ َ َ َْ
=Apakah pada hari kamis engkau datang ataukah pada hari
jum'at?.
dan begitu seterusnya.

dan terkadang tidak disebutkan kata pembandingnya.


contoh :

23
ُّ‫تُّ َك َذاُّ؟‬
َ ْ‫تُّفَ َعل‬ َ ْ‫ = أَُّأَن‬Apakah Kamu telah melakukan ini?.
ُّ‫ُّاألم ِرُّ؟‬ ِ
ْ ‫ُّع ِن‬ َ ‫ت‬ َ ْ‫بُّأَن‬ٌ ‫ = أَ َُّراغ‬Apakah Kamu benci perkara ini?.
‫ُّ؟‬
ُّ ‫ص ُد‬ِ ‫أَُّإِ ََّييُّتَ ْق‬ = Apakah aku yang engkau tuju?.
َ
‫ُّ؟‬
ُّ ‫ئت‬ ِ ِ
َ ‫أَ َُّراكبًاُّج‬ = Apakah dengan berkendaraan kau datang?.
‫تُّ؟‬ ِ ِ ‫ =أَُّي ومُّاخل ِمي‬Apakah pada hari kamis engkau datang?.
َ ‫سُّقَد ْم‬ ْ َ َ َْ

Sedangkan Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashdiq adalah


Nisbat (keadaannya dalam aspek terjadinya sesuatu atau
tidak) serta tidak adanya Lafadz pembanding. maka apabila
Am terletak setelah Jumlah yang menunjukkan suatu nisbat,
maka am itu dikira-kirakan sebagai Am Munqoti' (terputus)
dan bermakna seperti Bal (bahkan).

ُّ‫َه ْل‬
berfungsi untuk menuntut Tasdhiq saja.
Contoh :
‫كُّ؟‬ ِ ‫هلُّجاء‬
َ ‫ُّصديْ ُق‬
َ َ َ َْ = Apakah temanmu telah datang?.
jawabnya adalah ya atau tidak.
maka dari itu tidak perlu menyebutkan Lafadz pembanding.
maka tidak boleh diucapkan :
ُّ‫ُّ؟‬
ُّ ‫ُّع ُُّدو َك‬ ِ ‫ = هلُّجاء‬Apakah temanmu telah datang
َ ‫كُّأ َْم‬
َ ‫ُّصديْ ُق‬
َ َ َ َْ
ataukah musuhmu?.
ُّ ‫ه ْل‬itu
َ disebut Bashithoh, jika yang ditanyakan mengenai
wujudnya sesuatu pada dzatnya. contoh :
ُّ‫ُّ؟‬
ُّ ٌ‫ُّم ْو ُج ْوَدة‬
َ ُ‫ُّالعنْ َقاء‬
َ ‫َه ْل‬ = Apakah burung Anqo' itu ada?.

24
dan disebut Murokkabah, jika yang ditanyakan mengenai
wujudnya sesuatu pada sesuatu yang lain. Contoh :
ُّ ‫ِخ ُّ؟‬
ُ ‫ُّالعْن َقاءُ َُّوتُ ْفر‬
َ ‫ض‬ ُ ‫=ه ْل ُّتَبِْي‬
َ Apakah burung Anqo'itu bertelur dan
menetas ?

‫َما‬
berfungsi untuk menuntut penjelasan suatu nama.
Contoh :
ُّ‫ُّ؟‬
ُّ ‫اُّالع ْس َج ُد‬
َ ‫=م‬ َ Apa ‘asjad itu?. (Maka dijawab : itu adalah emas)
ُّ‫ُّ؟‬
ُّ ‫ْي‬ ُ ْ ‫ = َماُّالل َج‬Apa Lujain itu?. (Maka dijawab : itu adalah perak)
atau berfungsi untuk menanyakan tentang hakikat suatu
nama benda. Contoh :
ُّ‫ُّ؟‬
ُّ ‫ = َماُّاإلنْ َسا ُن‬Apa hakikat Manusia itu? (dengan menanyakan
hakikat perorangan pada manusia, maka dijawab : bahwa
perorangan manusia tidak bisa bertambah pada hakikatnya
kecuali adanya hal-hal yang baru) .

atau berfungsi untuk menanyakan tentang keadaan(sifat)


perkara yang disebutkan beserta ma. seperti ucapanmu
kepada orang yang mendatangimu :
ُّ‫ُّ؟‬
ُّ ‫ت‬ َ ْ‫ = َماُّأَن‬Apa keperluanmu? (maka dijawab :”Aku
berziaroh atau aku utusan dari Kholid”.
‫َمن‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang orang-orang
yang berakal.
Contoh :

25
ُّ‫ُّ؟‬
ُّ ‫صَر‬ ِ
ْ ‫ = َُّم ْنُّفَتَ َحُّم‬Siapa Orang yang menahklukan Mesir?
(maka dijawab : Amr bin Ash pada zaman pemerintahan
Kholifah Umar bin Khotob).

‫َم َت‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang waktu yang
telah lewat atau yang akan datang (atau yang terjadi
sekarang).
Contoh :
ُّ‫ئت‬ ِ
َ ‫ = َمَتُّج‬Kapan Engkau datang ? (maka dijawab : Waktu
sahur)
‫بُّ؟‬ُ ‫ذه‬
َ َ‫ََ َمَتُّت‬ = Kapan kamu akan pergi?(maka dijawab :
sekarang atau besok).

‫أَ اَّي َن‬


berfungsi khusus untuk menuntut kejelasan masa yang akan
datang. dan Lafadz ‫ أ اََّي َن‬digunakan pada tujuan Tahwil
(memandang besar suatu perkara).
Seperti Firman Allah :
ُّ‫ُّ؟‬ ِ ‫ألُّأ َََّي َنُّي وم‬
ُّ ‫ُّالقيَ َام ِة‬ ُ ‫ = يَ ْس‬Ia bertanya : kapankah Hari kiamat itu ?.
ُ َْ

‫ف‬
َ ‫َكي‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu keadaan.
Contoh :
ُّ‫ُّ؟‬
ُّ ‫ت‬ َ ْ‫فُّأَن‬
َ ‫َكْي‬ = Bagaimana keadaanmu?.

26
‫أَي َن‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu tempat.
Contoh :
ُّ‫ُّ؟‬
ُّ ‫ب‬ ُ ‫أَيْ َنُّتَ ْذ َه‬ = ke mana engkau akan pergi?.

‫أَن‬
berfungsi seperti Kaifa contoh :
ُّ َ‫ُّم ْوِِت‬
ُّ‫اُّ؟‬ َ ‫أىنُُّي ِيُّهذهُّهللاُُّبَ ْع َد‬
ُْ = Bagaimana Allah menghidupakan
negeri ini setelah matinya (Ahli Qoryah) ?. (Surat Al-
Baqoroh : 259).

berfungsi seperti Min Aina contoh (dalam Surat Ali Imron :


37) =
ُّ‫اُّ؟‬
ُّ ‫ُّه َذ‬ ِ َ‫ُّمرْيُّأَىنُّل‬
َ‫ك‬ ُّ ‫ََي‬ = Hai Maryam, Dari manakah makanan
ini?.

berfungsi seperti Mata contoh :


ُّ‫ = أىنُّتَ ُكو ُنُّ ِزََي َدةُُّالن َّْي ِل؟‬Kapan bertambahnya sungai Nil?.

‫َكم‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu hitungan
yang samar.
Contoh :
ُّ‫ُّ؟‬
ُّ ‫ثتم‬ْ ِ‫ = َك ُّْمُّلَب‬Berapa lama kalian berdiam diri?. (Surat Al-kahfi
:19)

27
‫أَي‬
berfungsi untuk menuntut perbedaan salah satu dari dua
perkara yang berkumpul dalam satu perkara yang mencakup
keduanya.
Contoh :
ُّ‫اُّ؟‬
ُّ ‫ُّم َق ًام‬
َ ٌ‫ُّخ ْْي‬
َ ‫ْي‬ِ ْ ‫ = أَيُّال َف ِريْ َق‬Manakah Dua kelompok (Kafir dan
Mu’min) yang lebih baik tempat tinggalnya ?. (Surat
Maryam : 73)

Berfungsi juga untuk menanyakan tentang waktu, tempat,


keadaan, hitungan orang yang berakal, dll dengan
memandang pada lafadz yang disandarkan.

Dan terkadang Lafadz-lafadz Istifham itu keluar dari arti


aslinya menjadi arti yang lain, yang bisa dipahami dari alur
pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :
a. Taswiyah (menyamakan), contoh :
ِ
ُ ‫ُّعلَْي ِه ْمُّأَأنْ َذ ْرَِتُْمُّأمُّ ََلُّْتُْنذ ْر‬
ُّ‫ءه ْم‬ َ ٌ‫ = َس َواء‬sama saja apakah kamu
memperingatkan mereka atau tidak ? (Surat Al-Baqoroh :6)
.
b. Nafi (Meniadakan). seperti:
‫ُّاإلح َسا ُُّن‬ ِ
ْ ‫ُّاإلحسان ُّإال‬ َ ُ‫ُّجَزاء‬
َ ‫ = َه ْل‬Tiadalah Balasan untuk berbuat
kebaikan kecuali dengan berbuat kebaikan (Surat Ar-
Rohman : 60).
c. Ingkar (Mengingkari), contoh :
ُّ ‫أَ َغ ْ َْيُّهللاُِّتَ ْدعُ ْو َن‬
‫ُّ؟‬

28
Apakah pada selain Allah kalian menyembah ? (Surat Al-
An’am :40)
ٍ
‫ُّ؟‬ َ ‫سُّهللاُُّبِ َكاف‬
ُّ ُ‫ُّعْب َده‬ َ ‫ُّأَلَْي‬
Bukankah Allah itu mencukupi Hamba-Nya ? (Surat Az-
Zumar :36)

d. Amar (Perintah), contoh :


ُّ‫َنتمُّمْنُّتَ ُه ْو َنُّ؟‬
ُ ‫ = فَ َه ْلُّأ‬maka Berhentilah !. (surat Al-Maidah : 91)
ُّ‫َسلَ ْم ْتم؟‬
ْ ‫أَأ‬ = maukah masuk islam ? !. (Surat Ali Imron :
20)

e. Nahi (Larangan), Contoh :


ُّ‫َُّتْ َش ْوهُُّ؟‬
َ ‫َحقُّأَ ْن‬ َ ‫هنمُّفَاهللُُّأ‬
ْ ‫أ َََتْ َش ْو‬
= Apakah kalian takut pada mereka? Padahal Allah itu lebih
berhak kalian takuti. (Surat At-taubah : 13)
f. Tasywiq (Memotifasi), contoh :
ُّ ‫ابُّأَلِْي ٍم‬
ُّ‫ُّ؟‬ ٍ ‫ُّع َذ‬ ِ ِ ِ
َ ‫ُّعلَىُِّتَ َارةٍُّتُْنجْي ُك ْمُّم ْن‬ َ ‫َه ْلُّأ َُدل ُك ْم‬
= Apakah Aku tunjukkan pada perdagangan yang
menyelamatkan kalian dari siksa yang pedih ? (Surat Ash-
Shof : 10).
g. Ta'dhim (Mengagungkan), contoh :
ُّ‫ُّ؟‬ ُّ ‫َم ْنُّ َذاُّالَّ ِذ ْيُّيَ ْش َف ُع‬
ُّ ‫ُّعِْن َدهُُّإِالَُِّّبِِ ْذنِِه‬ = Siapakah yang bisa memberi
syafa’at disisi Allah tanpa Idzin-Nya ? (Surat Al-Baqoroh :
255)
h. Tahkir (Menghina), contoh :
ُّ ‫ُّم َد ْحتَهُُّ َكثِ ًْي‬
ُّ‫اُّ؟‬ َ ‫اُّالذي‬
ْ ‫ُّه َذ‬ َ َ‫ = أ‬Apakah hanya pada orang ini engkau
sering memujinya ?.

29
Tamanni (Berharap)
Adalah : Menuntut sesuatu yang disukai yang tidak bisa
diharapkan terwujudnya karena merupakan hal yang
mustahil atau sulit terjadinya.
Contoh ucapan Penyair :
‫ب‬ ُِّ ‫ابُّيَعُ ْوُدُّيَ ْوًماُُُُّّّّفَاُ ْخَِبُهُ ُِِّبَاُّفَ َع َلُّامل‬
ُُّ ‫شْي‬ َ ‫تُّالشَّب‬
َ َ ‫أَالَُّلَْي‬
َ
Ingatlah, seandainya pada suatu hari masa muda itu
kembali, maka akan aku ceritakan padanya atas sesuatu
yang telah dilakukan oleh masa tua.
Dan seperti ucapan orang miskin :
ِ ‫لَيت ُِّيلُّأَلْف‬
‫ُّديْنَا ٍُّر‬ َ ْ َْ
Seandainya aku mempunyai uang seribu dinar !

Dan jika Perkara tersebut bisa diharapkan terwujudnya,


maka mengandai-andai perkara tersebut disebut : Tarojji.
Contoh :
ِ
‫كُّأ َْمًرُّا‬ ُ ‫ُُّي ِد‬
َ ‫ثُّبَ ْع َدُّذَل‬ ُْ ُ‫لَ َع َّلُّهللا‬
Semoga Allah menjadikan setelahnya perkara lain (yang
menyenangkan).

Tamanni itu memiliki 4 alat :


Yang satu merupakan Kata Ashli yaitu :
1. ‫ت‬
َُّ ‫لَْي‬

30
Sedangkan yang tiga adalah Kata tidak Ashli yaitu :
2. ‫ َه ُّْل‬, Contoh :

‫ُّش َف َعاءَُّفَيَ ْش َُّفعُ ْواُّلَنَُّا‬ ِ َ‫فَهلُّلَن‬


ُ ‫اُّم ْن‬ َْ
Adakah bagi kami orang-orang yang menolong, sehingga
menolong kami. (S. Al-A’rof : 52).
3. ‫ لَ ُّْو‬, Contoh :

َُّ ْ ِ‫َنُّلَنَاُّ َكَّرةًُّفَنَ ُك ْو َن ُِّم َنُّامل ْؤِمن‬


‫ْي‬ َّ ‫فَلَ ْوُّأ‬
ُ
Seandainya bagi kami bisa kembali ke dunia, maka kami
akan beriman. (Surat Al-Baqoroh : 167).
4. ‫ لَ َع َُّّل‬, Contoh ucapan penyair (Abbas bin Ahnaf) :
ِ ‫ُُّّلَعلِّيُّإِ ََلُّمنُّقَ ْدُّهوي‬-ُّ‫أَس ِربُّال َقطَاُّمنُّيعِْيُّجنَاحه‬
ُ‫تُّأَط ُّْْي‬
ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ ُ َ َ ُْ ُ ْ َ َ ْ
Wahai Segerombol burung Qotho’, Siapakah yang mau
meminjamkan sayapnya?, Seandainya aku bisa terbang
menuju orang yang aku cintai

Karena menggunakan adat ini dalam Tamanni, maka fi’il


mudhori’ yang jatuh setelahnya itu dinashobkan sebagai
jawabnya.

Nida’ (kata Seru)

31
Adalah : Menuntut menghadapnya mukhotob, dengan
menggunakan huruf yang mengganti kedudukan arti “aku
memanggil”
Adat yang digunakan ada 8 yaitu :
‫ُّوا‬،
َ ‫ُّأَي‬،ُّ
َ ‫ُّآي‬،‫ُّآ‬،
ْ ‫ُّأي‬،‫اهلمزة‬
ْ
Hamzah (‫ )أ‬dan ُّ ‫أي‬untuk
ْ panggilan jarak dekat, sedangkan
yang lainnya untuk panggilan jarak jauh. Dan terkadang
Panggilan jarak jauh diposisikan untuk panggilan jarak dekat,
maka memanggil dengan Hamzah (‫ )أ‬dan ُّ ‫أي‬untuk ْ
mengisarohkan bahwa karena sangat menginginkan
kehadiran mukhotob dihati Mutakallim, maka seolah-olah
mukhotob seperti orang yang hadir bersamanya, seperti
ucapan Penyair

ُُّّ‫ُّس َّكا ُن‬ ِ ‫َس َّكا َنُّنَ ْعما َنُّاألَر ِاكُّتَيَ قَّنُ ْو‬
ِْ ‫اُُُُُِّّّّّبَنَّ ُك ْم‬
ُ ‫ُِّف َُّربْ ٍعُّقَلِْ ِْب‬ ُ‫أ‬
َ َ
Wahai Penduduk Na’man Arok (Lembah antara makkah dan
Thoif), percayalah kalian bahwa kalian itu berada pada
tempat hatiku.

BAB II

32
DZIKR (PENYEBUTAN KATA) DAN HADZFU (PEMBUANGAN
KATA)

Ketika diharapkan memberi faidah kepada Pendengar


tentang hukum yang terkandung pada suatu lafadz, maka
Lafadz manapun yang menunjukkan Arti, maka secara
hukum asal adalah dengan menyebutkan lafadz itu.
dan lafadz manapun yang sudah diketahui dalam kalam,
karena adanya petunjuk dari kalam lain pada lafadz tersebut
maka secara hukum asal adalah membuang lafadz itu.
Apabila bertentangan antara dua hukum asal diatas, maka
tidak diganti dari tuntutan salah satunya pada tuntuan yang
lain kecuali karena faktor penyebab.

Faktor Penyebab Penyebutan Lafadz :


1. Menambah kemantapan (menjadikan pengakuan bagi
mukhotob) dan penjelasan pada pemahaman pendengar,
Contoh :
‫كُّ ُه ُمُّامل ْفلِ ُح ْو َُّن‬
َُّ ِ‫ىُّم ْن َُّرِّبِِ ْم َُّوُّأُولئ‬
ِ ‫كُّعلَىُّه ًد‬
ُ َ َ ِ‫أُولَئ‬
ُ
Mereka adalah orang yang mendapat petunjuk dari Tuhan
mereka dan Mereka adalah orang yang bahagia.

Penjelasan :
Pada ayat diatas disebutkan Isim Isyaroh yang kedua karena
adanya tujuan tersebut dengan memberi faidah tentang
keistimewaan mereka sebagai masing-masing dari
keberuntungan diakhirot, dan mendapat petunjuk didunia,

33
Seandainya tidak disebutkan maka akan menimbulkan
persepsi bahwa keistimewaan mereka itu secara kompleks.

2. Tasjil (memberi catatan hukum/ laporan) pada


pendengar hingga tidak dimungkinkan adanya
pengingkaran. seperti ketika hakim berkata kapada Saksi :
"Apakah Zaid ini mengakui bahwa ia mempunyai kewajiban
begini ?" lalu saksi menjawab :
.‫ُّعلَْي ِهُّ َك َذ ُّا‬
َ ‫َن‬َّ ‫ُّزيْ ٌدُّهذاُّأقَ َّرُِّب‬،ُّ
َ ‫نَ َع ْم‬
Ya, Zaid ini telah mengakui bahwa ia mempunyai kewajiban
begini.

Faktor Penyebab Pembuangan Lafadz :


1. Menyamarkan suatu perkara pada selain mukhootob,
Contoh :
ُّ‫أَقْ بَ َل‬ = Dia telah datang (dengan menghendaki Ali
misalnya).
Kalau seumpama disebutkan : ُّ ‫ُّعلِ ّي‬ َ ‫أَقْ بَ َل‬, maka orang yang
duduk disekitarnya (selain Mukhotob) akan mencari
sehingga jelas tidak ada tujuan menyamarkan.
2. Sempitnya kesempatan, disebabkan adakalanya karena
merasa susah atau bosan, Contoh :
‫ُّدائٌِم َُّو ُح ْز ٌنُّطَ ِويْ ُُّل‬
َ ‫ُُُُُُّّّّّّس ْهٌر‬
َ ‫ُّعلِْي ُل‬
َ ‫ت‬ ُ ْ‫تُّقُل‬
َ ْ‫فُّأَن‬ ْ ِ ‫ال‬
َ ‫ُّيلُّ َكْي‬ َ َ‫ق‬
Dia berkata padaku : "Bagaimana kabarmu ? lalu aku
menjawab : "Sakit, selalu tidak tidur malam, dan susah
terus"

34
membuang Musnad Ilaih yaitu : ُّ ‫(أ َََن‬saya), karena merasa
susah.

Dan adakalanya karena takut kehilangan kesempatan,


seperti ucapan seorang pemburu ketika melihat Kijang :
ُّ‫ = َغَز ٌال‬Kijang ! (ini Kijang).
Membuang Musnad Ilaih yaitu : ُّ ‫(ه َذا‬ini),َ karena khawatir
kehilangan buruan).
3. Menjadikan Umum serta meringkas, contoh :
ُِّ ‫ُّالس‬
‫الم‬ َ ِ‫َوُّهللاُُّيَ ْدعُوُّإ‬
َّ ‫َلُّدا ِر‬
Dan Allah mengajak menuju tempat keselamatan (pada
semua Hamba-Nya).
Membuang Maf'ul Bih yaitu : ُّ ‫(َجيع ُّعباده‬Semua
َ hamba-Nya),
karena dengan Pembuangan tersebut itu menunjukkan
keumuman.

4. Memposisikan Fi'il Muta'adi sebagai Fi'il Lazim karena


tidak adanya hubungan tujuan dengan Ma'mul,
Contoh :
ِ ‫ُّالذينُّي علَمونُّو‬
ِ
‫ُّالذيْ َنُّالَُّيَ ْعلَ ُمونُّايُّالدين‬ َ ُ ْ َ َ ْ ‫َه ْلُّيَ ْستَ ِو ْي‬
“apakah sama orang yang mengetahui dan tidak mengetahui
(agama)”
Membuang Maf'ul Bih yaitu : ُّ‫الدين‬
ُّ (Agama), lalu pembuangan
itu memposisikan fiilnya sebagai Fi'il lazim dengan tujuan
murni menetapkan fi’il pada fa’ilnya tanpa memperhatikan
keumuman atau kekhususan.

35
Dan dikategorikan sebagai pembuangan, dengan
menyandarkan fi'il pada na'ibul fa'il,
maka dikatakan : Fa'il dibuang dengan alasan karena takut
pada Fa'il (pelaku) Contoh :
ُّ‫ = قُتِ َلُّقَتِْي ٌل‬Korban itu telah dibunuh.
atau ada kekhawatiran buruk pada Fa'il (pelaku) nya, Contoh
:
ِ ِ
ُ‫ = ُشت َمُّاألم ُّْْي‬Pemimpin itu telah dihina.
atau karena sudah mengetahui Fa'il (pelaku) nya Contoh :
‫ُّضعِْي ًفا‬ ِ
َ ‫َو ُخل َقُّاإلنْ َسا ُن‬ = Manusia itu dicipatakan dalam keadaan
lemah.
atau karena belum mengetahui Fa'il (pelaku) nya, Contoh :
ُّ َ‫ = ُس ِر َقُّاملت‬harta itu telah dicuri.
ُ‫اع‬ َ
Atau untuk menjaga sajak contoh :
ِ ْ ‫ُّْح َد‬ ُِ ‫تُّسُِّري رتُه‬
ُ‫تُّس ْ َْيتُُّه‬ ُ َ ْ َ ْ َ‫منُّطَاب‬
ْ = barang siapa yang baik hatinya,
maka akan dipuji perilakunya.
Atau menghormati pelaku, jika pekerjaannya itu hina,
contoh :
‫ = تَ َكلَّ َم ُِِّبَاُّالَُّيَلِْي ُُّق‬Ia telah berbicara dengan kata yang tidak
pantas.
Atau menghina pelaku dengan menjaga lisan dari
menyebutkannya, contoh :
‫قَ ْدُّقِْي َل َُّماُّقِْي َُّل‬ = Telah diucapkan sesuatu yang telah
diucapkan.

36
BAB III
TAQDIM (MENDAHULUKAN LAFADZ) DAN
TA'KHIR (MENGAKHIRKAN LAFADZ)

Seperti telah diketahui, bahwasanya tidaklah mungkin


mengucapkan kalam dengan sekali ucapan, tetapi haruslah
mendahulukan sebagian juz dan mengakhirkan sebagian juz
yang lain.
dan Sebagian juz itu tidaklah dikatakan lebih tepat untuk
didahulukan daripada yang lain, yang disebabkan adanya
kesamaan pada semua lafadz dengan memandang dari sisi
tingkatan I'tibar.
Maka wajib mendahulukan Lafadz karena adanya Faktor
penyebab taqdim. diantaranya adalah :
1. Menimbulkan rasa ingin tahu pendengar pada Lafadz
yang diakhirkan, jika Lafadz yang didahulukan menunjukkan
sesuatu yang langka. Contoh pada :
ُّْ ‫ُّه ِاد‬
‫ي‬ َ ‫ُّضالٍَل َُّو‬
َ ‫ُّإَل‬َ ‫َّاُُُّّّسُّفَ َد ٍاع‬
ُ ‫ن‬ ‫ُّال‬ ‫ف‬
َ ‫ل‬
َ َ‫ت‬ ‫اخ‬
ْ ‫ُّو‬
َ
َِ‫َب َنُّأمرُّاإلل‬
‫ه‬ ُْ َ
ٍُّ َ‫َُّج‬
‫اد‬ َ ‫ث ُِّم ْن‬
ٌ ‫ُّم ْستَ ْح َد‬ ِِ ِ ‫ت‬ ِ
ُ ‫ُّالَبيَّةُُّفْيهُُُُّّّّ َحيَ َوا ٌن‬
َ ْ ‫ُّح َار‬َ ‫والذ ْي‬
Perkara Tuhan telah jelas, sedangkan manusia itu berbeda
pendapat. Maka ada yang mengajak pada kesesatan dan
ada orang yang mendapat petunjuk.

37
“Suatu makhluk yang menjadikan Manusia itu bingung
(berbeda pendapat apakah ia dibangkitkan pada hari kiamat
atau tidak?) itu termasuk hewan yang diciptakan dari
sperma”

2. Mempercepat kabar bahagia atau kesusahan.


Contoh :
ُُُّّّ ‫ُّص َد َرُّبِِهُّاأل َْم ُر‬
َ ‫ك‬ َ ‫ُّعْن‬
َ ‫الع ْف ُو‬ َ = Pengampunan darimu itu berujung pada
perkara yang baik.
Dengan ini Pendengar akan cepat memahami bahwa ucapan
itu khobar yang menyenangkan.
ُّ‫اض ْي‬ ِ ‫القصاصُّح َكمُّبِِهُّال َق‬ ِ = Hukum Ekskusi itu telah diputuskan oleh
َ َ ُ َ
Bapak Hakim.
Dengan ini Pendengar akan cepat memahami bahwa ucapan
itu khobar yang menyusahkan.
3. Lafad yang didahulukan merupakan perkara yang
menimbulkan pengingkaran atau rasa heran.
Contoh :
ُِّ ‫ُّالز َخا ِر‬
‫ف‬ َّ ِ‫أَبَ ْع َدُّطُْوِلُّالتَ ْج ِربَِةُّتَ ْن َخ ِدعُ ُِِّبَ ِذه‬
Apakah setelah lamanya melakukan percobaan, engkau
merasa tertipu dengan perhiasan dunia ini.?
4. Mencetuskan Umumus Salbi (‫ )عمومُّالسلب‬atau Salbil Umum
(‫)سلبُّالعموم‬.
Umumus Salbi, adalah mejadikan secara umum dalam
meniadakan hukum pada masing-masing bagian lafadz yang
menjadi sasaran hukum.

38
itu terjadi dengan mendahulukan Adat Umum (lafadz yang
menunjukkan makna Umum) dari pada Adat Nafi (lafadz
yang menunjukkan peniadaan).
Seperti Sabda Nabi SAW ketika menjawab pertanyaan Dzul
Yadain " apakah Anda mengqoshor Sholat ataukah Anda
lupa, Hai Rosulullah" lalu Beliau SaW menjawab :
ُّ‫ُُّكلُّذلكُّ ََلُّْيَ ُك ْن‬
Semuanya itu (Lupa dan Qoshor) itu tidak ada.
Artinya : Secara keseluruhan baik qoshor maupun Lupa
(secara bersamaan) itu tidak terjadi.

Umumus Salbi itu terjadi dengan tiga syarat :


a. Lafadz yang pertama bersamaan dengan adat umum.
b. Lafadz yang kedua bersamaan dengan adat nafi.
c. Lafadz yang pertama itu jika diakhirkan maka akan
menjadi fail.

Salbil Umum, adalah meniadakan hukum umum


(keseluruhan) dari beberapa bagian yang masih global yang
tidak diperinci dan tidak ditentukan apakah itu keseluruhan
atau sebagian, tetapi tetap mencakup pada dua perkara.
itu terjadi dengan mendahulukan Adat Nafi dari pada Adat
Umum.
Contoh :
‫ََلُّْيَ ُك ْنُّ ُكلُّذلك‬
Semuanya itu (Lupa dan Qoshor) tidak terjadi.

39
Keterangan : bisa dipersepsikan dengan tetapnya sebagian
dan ternafikan sebagian yang lain. atau bisa dipersepsikan
dengan meniadakan kesemua bagian .

5. Menspesifikkan (takhsis), Contoh :


Contoh :
ُُُّّّ ‫ت‬ُ ْ‫َماُّأ َََنُّقُل‬ = Aku tidak berkata.
ُُُّّّ ‫إِ ََّي َكُّنَ ْعبُ ُد‬ = Hanya kepada Engkau (Allah) kami
menyembah.

Untuk Taqdim dan Ta'khir, tidak disebutkan Faktor-faktor


khusus karena jika salah satu dari dua rukun jumlah itu
didahulukan maka yang satunya pasti menjadi akhir. karena
keduanya itu saling melengkapi.

BAB IV
QOSHOR

Qoshor adalah : Mengkhususkan suatu perkara dengan


perkara yang lain dengan menggunakan metode / cara
tertentu.
Qoshor terbagi menjadi 2 bagian : Qoshor Haqiqi dan Qoshor
Idhofy.
Qoshor hakiki
adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya dengan
memandang pada fakta dan hakikatnya, tidak memandang
pada keterkaitan dengan sesuatu yang lain. Contoh :
ُّ‫ُّإالُّعلِ ٌّي‬ ِ ِ ‫الَُّ َكاتِب‬
َ ُّ‫ُِّفُّاملَديْنَ ِة‬
ْ َ

40
= tidak ada Seorang Penulisspun di Madinah kecuali Ali.
Jika memang faktanya Di Madinah hanyalah Ali saja yang
menjadi seorang penulis.
Qoshor Idhofy
adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya dengan
memandang pada keterkaitan (hubungan) dengan sesuatu
yang lain . Contoh :
ُّ‫اُّعلِ ّيُّإالُّقَائٌِم‬
َ ‫ = َم‬tidalah ali kecuali orang yang berdiri.
artinya Ali itu Orang yang berdiri bukan duduk. Serta tidak
ada tujuan meniadakan semua sifat yang dimiliki Ali selain
berdiri, seperti membaca, menulis dll. tetapi tujuannya
hanyalah meniadakan sifat duduk saja.
Dari masing-masing qoshor Hakiki maupun Idhofi dengan
memandang pada fakta dan hakikatnya maka terbagi
menjadi 2 macam yaitu : Qoshor Sifat ala Maushuf dan
Qoshor maushuf ala Sifat.
Qoshor Sifat Ala Maushuf
Qoshor Sifat ala Maushuf jika dinisbatkan pada Qoshor
hakiki adalah : menghukumi bahwa Sifat itu hanya dimiliki
oleh maushuf dan tidak menjalar pada Semua maushuf yang
lain.
Contoh :
ُّ‫ُّإالُّعلِ ّي‬
َ ‫س‬ ِ
َ ‫ = الَُّفَار‬Tidak ada Penunggang kuda kecuali Ali.
Jika memang secara faktanya Ahli penunggang kuda hanya
dimiliki Ali saja.

Qoshor Sifat ala Maushuf jika dinisbatkan pada Qoshor


Idhofy adalah : menghukumi bahwa Sifat itu hanya dimiliki

41
oleh maushuf dan tidak menjalar pada maushuf lain
ditentukan baik satu orang atau lebih, walupun
kenyataannya dimiliki oleh maushuf lain yang tidak
ditentukan.
Contoh :
Seperti Mukhotob meyakini bahwa Ahli Penunggang kuda di
Tuban adalah Ali, Ahmad, Karim, dan Abdulloh. Lalu
Mutakallim mengatakan :
ُّ‫ُّإالُّعلِ ّي‬
َ ‫س‬ ِ
َ ‫الَُّفَار‬ = Tidak ada Ahli Penunggang kuda kecuali
Ali.
Sifat tersebut dikhususkan hanya kepada Ali, dan menafikan
Ahmad, karim dan Abdulloh. Walaupun dalam kenyataanya
Ahli Penunggang kuda juga dimiliki oleh orang lain Misalnya
Zaid.

Qoshor Maushuf Ala Shifat


Qoshor Maushuf ala Sifat jika dinisbatkan pada Qoshor
Hakiqi adalah : menghukumi bahwa Maushuf itu hanya
Memiliki satu sifat.
Contoh :
ُّ‫ب‬ ِ
ٌ ‫اُّزيْ ٌدُّإالُّ َكات‬
َ ‫ = َم‬Tiadalah Zaid kecuali Seorang Penulis .
Hal ini Jika dikehendaki bahwa Zaid tidak memiliki Sifat yang
lain selain penulis.
Jika tidak begitu maka hal semacam ini mustahil terjadi
karena mutakalim kesulitan menemukan beberapa sifat,
sehingga memungkinkan ia menetapkan satu sifat, dan
meniadakan sifat lain secara keseluruhan.

42
Qoshor Maushuf ala Shifat jika dinisbatkan pada Qoshor
Idhofi adalah : menghukumi bahwa Maushuf hanya itu
memiliki sifat itu, dan tidak memiliki sifat lain atau beberapa
sifat yang ditentukan.
Contoh :
ُّ‫اُُّمَ َّم ٌدُّإالُّ َر ُس ْوٌل‬
ُ ‫َوَم‬ =Tiadalah Nabi Muhammad kecuali
Seorang Rosul.

Maushuf dikhususkan pada satu sifat, dan menafikan sifat


lain yang disangka oleh mukhotob
Hal ini Ketika Orang-orang meyakini bahwa Nabi
Muhammad memiliki 2 sifat yaitu : Sebagai Rosul dan Tidak
mungkin wafat. Lalu Diqoshor dengan ucapan Bahwa Beliau
adalah hanya Seorang Rosul. walaupun kenyataannya Sifat
Kerosulan juga dimiliki oleh selainnya seperti Nabi Nuh AS.
Dan sekiranya dengan pemahaman adanya pengqosoran
tersebut itu menunjukkan peniadaan sifat lain (tidak
mungkin wafat), maka berarti Kematian itu berhak bagi
Beliau.

Macam-Macam Qoshor Idhofy


dengan memandang Keadaan Mukhotob, maka Qoshor
Idhofy terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Qoshor Ifrod
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang
menyangka bahwa satu Maushuf memiliki beberapa sifat
atau Satu sifat dimiliki oleh beberapa Maushuf.

43
Contoh Maushuf Ala Sifat : ketika mukhotob menyangka
bahwa Ahmad memiliki keahlian Penulis dan Penyair, lalu
mutakalim mengucapkan :
ُّ‫ُّإالُّشاعٌِر‬
َ ‫اُّزي ٌد‬ َ ‫ = َم‬Tiadalah Zaid kecuali Seorang Penyair.
Contoh Sifat Ala Maushuf : ketika mukhotob menyangka
bahwa yang bepergian adalah Ahmad , Amin, dan Zaid. Lalu
mutakalim mengucapkan :
‫ُّعلِ ُّّي‬ ِ
َ ّ‫اُّم َسافٌرُّإال‬
ُ ‫ = َم‬Tiada Orang yang bepergian kecuali Ali.
2. Qoshor Qolab
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang
menyangka kebalikan dari hukum yang ditetapkan.
Contoh Maushuf ala Sifat : ketika mukhotob menyangka
bahwa Penyair itu adalah Ahmad bukan Zaid,lalu mutakalim
mengucapkan :
ُّ‫ُّإالُّشاعٌِر‬
َ ‫اُّزي ٌد‬ َ ‫ = َم‬Tiada Zaid kecuali Seorang Penyair
Contoh Sifat ala Maushuf : ketika mukhotob menyangka
bahwa Zaid itu Bodoh bukan Orang Alim., lalu mutakalim
mengucapkan :
ُّ‫ُُّّإالُّزي ٌد‬ ِ ‫ = م‬Tiada Orang Alim kecuali Zaid.
َ ٌ‫اُّعاَل‬ َ َ
3. Qoshor Ta'yin
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang
menyangka salah satu perkara yang tidak ditentukan dari
dua perkara atau lebih.
Contoh Maushuf ala Sifat : ketika mukhotob merasa ragu
dan menyangka bahwa Bumi itu memiliki dua sifat yaitu
Bergerak dan diam, tanpa menentukan salah satunya. Lalu
Mutakalim mengucapkan

44
ٌُّ‫ُّساكِنَُّة‬
َ َ‫ُّمتَ َحِّرَكةٌُّال‬
ُ‫ض‬ ُ ‫األر‬
ْ = Bumi itu bergerak bukan diam.

Contoh Maushuf ala Sifat : ketika Mukhotob merasa ragu


bahwa Penyair itu adalah Zaid ataukah Kholid, lalu diucapkan
:
ُّ‫اُّشاعٌِرُّإالّ َُّزي ٌد‬
َ ‫ = َم‬Tiada Penyair kecuali Zaid.

Dalam Penggunaan Qoshor itu memiliki beberapa metode :


1. Menggunakan adat Nafi dan Istitsna'. Contoh :
ٌ‫كُّ َك ِرُّْْي‬ ٌ َ‫إ ْنُّهذاُّإالّ َُّمل‬
= Tiada Orang Ini (Nabi Yusuf) kecuali Malaikat yang mulia.
2. Menggunakan lafadz ُّ‫ ّإَّنا‬. Contoh :
‫ُّعلِ ٌُّّي‬ ِ
َ ‫إََِّّنَاُّال َفاه ُم‬ = Hanyalah Orang yang faham itu Ali.
3. Menggunakan huruf Athof : َُّ‫ُّال‬،ُّ‫ُّبَ ْل‬،ُّ‫ لَكِ ْن‬. Contoh :
َ َ‫َُّنثٌِرُّال‬
‫َُّن ِظ ٌُّم‬ َ ‫أ َََن‬ = Saya itu Ahli kalam Natsar bukan Ahli
Nadhom.
4. Mendahulukan Lafadz yang asal haknya diakhirkan.
Seperti mendahulukan Maf'ul bih :
‫إِ ََّي َكُّنَ ْعبُ ُُّد‬ = Hanya kepada Engkau (Allah) kami
menyembah.

BAB V
WASHOL DAN FASHOL

45
Washol adalah : Mengathofkan Jumlah pada jumlah yang
lain. Sedangkan Fashol adalah Tidak Mengathofkan Jumlah
pada jumlah yang lain.
Pembahasan pada bab ini hanya terbatas pada penggunaan
athof dengan wawu, karena Athof dengan selain wawu itu
tidak terjadi keserupaan.
dari masing-masing Washol dan Fashol itu memiliki
beberapa tempat.

Tempat-Tempat yang harus di Washolkan dengan huruf


Athof Wawu.
Wajib menyambung (Washol) pada dua tempat yaitu :
1. Apabila ada dua jumlah yang sama dalam hall Jumlah
Khobar atau Jumlah Insya' dan diantara keduanya ada sisi
persamaan yang berkumpul artinya kesesuaian yang
sempurna dan tidak ada perkara yang mencegah dari Athof.
Contoh Kalam Khobar :
‫ُّج ِحْي ٍُّم‬ ‫ي‬‫ف‬ِ َ‫ُّإنُّال ُف َّجارُّل‬
َّ ‫ُّو‬ ٍ
‫م‬ ‫ي‬ِ‫إِ َّنُّاألب رارُّلَ ِفيُّنَع‬
َ ْ َ َ ْ ْ َ َْ
Sesungguhnya orang yang Suka berbuat kebajikan, niscaya
berada di Surga Na'im dan Orang yang suka berbuat
kejelekan niscaya berada di Neraka Jahim.

Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam


Khobar secara lafadz dan makna. dan sisi persamaannya
yang berkumul adalah berlawanannya antara Orang baik dan
orang jelek yang keduanya menjdi Musnad Ilaih dan antara
menetapi Surga Na'im dan Neraka Jahim yang keduanya
menjadi Musnad.

46
Contoh Kalam Insya' :
‫ض َح ُك ْواُّقَلِْيالً َُّولْيَ ْب ُك ْواُّ َكثِ ًْيُّا‬
ْ َ‫فَ ْلي‬
Maka sebaiknya Manusia itu sedikit tertawa dan banyak
menangis.

Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Insya'


secara lafadz dan makna. dan sisi persamaannya yang
berkumul adalah kedua Dhomir jumlah tersebut menjadi
Musnad Ilaih dan antara Sifat menangis dan tertawa.

2. Jika meninggalkan Athof, maka akan menimbulkan


persepsi salah yang bertentangan dengan tujuannya.
Seperti Ucapanmu :
ُ‫ُّهللا‬
ُّ ُ‫الَ َُّو َش َفاه‬ = Tidak (Belum Sembuh), dan Semoga Allah
Menyembuhkannya.
sebagai jawaban kepada orang yang bertanya :"Apalkah Ali
Sudah Sembuh dari sakit?"
maka jika tidak diathofkan dengan wawu, maka akan
menimbulkan persepsi dengan mendo'akan jelek kepada Ali,
padahal tujuannya adalah mendoakan kebaikan.
Sehinga kalau tidak diathofkan menjadi :
ُ‫ُّهللا‬
ُّ ُ‫ُّش َفاه‬
َ َ‫ال‬ = Semoga Allah tidak Menyembuhkannya.

Tempat-Tempat yang harus dipisah (Fashol).


Wajib memisah (Fashol) pada 5 tempat yaitu :

47
1. Apabila diantara dua jumlah ada sisi persamaan yang
sempurna artinya Jumlah Kedua menjadi Badal dari jumlah
pertama .
Contoh :
َُّ ْ ِ‫ُِّبَنْ َع ٍام َُّوبَن‬
‫ْي‬ ِ ‫أ ََم َّد ُك ْم ُِِّبَاُّتَ ْعملُ ْو َنُّأ ََم ّد ُك ْم‬
َ
Beliau (Allah) telah membantu kalian dengan sesuatu yang
kalian kerjakan, Beliau (Allah) telah membantu kalian
dengan Beberapa Hewan ternak dan Anak Laki-laki. (Surat
Asy-Syuaro’ : 132).

Atau Jumlah kedua menjadi Bayan (Penjelas) pada Jumlah


pertama. Contoh:
‫ىُّش َجَُّرةُِّاخلُلْ ُِّد‬
َ َ‫ُّعل‬
َ ‫ك‬َ ‫ُّه ْلُّأ َُدل‬
َ ‫آد ُم‬
َ ‫َُّي‬
َ ‫ال‬َ َ‫ُّق‬،‫سُّإِلَْي ِهُّالشَّْيطَا ُن‬
َ ‫فَ َو ْس َو‬
Maka Syaitan telah menggodanya (Nabi Adam), Ia
mengatakan :"Hai Adam ! Apakah mau aku tunjukkan
padamu Pohon kekekalan". (Surat Toha : 120)

Atau Jumlah kedua menjadi Taukid (Penguat) pada Jumlah


pertama. Contoh:
‫فَ َم ِّه ِلُّال َكافِ ِريْ َنُّأ َْم ِهلْ ُم ْم ُُّرَويْ ًدا‬
"maka biarkanlah orang-orang kafir, biarkanlah mereka
sebentar” (Surat Ath-Thoriq : 17).

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah


tersebut ada Kamal ittishol (Kesempurnaan dalam
kesinambungan).

48
2. Jika diantara dua Jumlah terdapat Perbedaan yang
sempurna dalam ma'na artinya berbeda dalam hal berupa
kalam khobar maupun kalam Insya'.
Seperti Ucapan Penyair :
ِ ‫ُّش‬
‫اه ٌد ُِّم َنُّاخلَََُِّب‬ ِْ ‫ُّخالَئِِق ِه‬
َ ‫ُُِّّف َُّو ْج ِه ِه‬ َ َ‫الَُّتَ ْسأ َِلُّاملَْرا‬
َ ‫ُّع ْن‬
Jangan kau Tanya Seseorang tentang perilakunya.
Didalam wajahnya terdapat Bukti adanya berita .

Seperti Ucapan Penyair lain :


‫ُُّي ِر ْيُِّبِِ ْق َدا ُِّر‬
َْ ‫ُّام ِر ٍئ‬
ِ َ َ‫وق‬
ُ ‫ال َُّرائ ُد ُه ْمُّأ َْر ُس ْواُّنَُزا ِوُهلَاُُُُُّّّّّفَ َحْت‬
ْ ‫فُّ ُك ِّل‬ َ
Pemimpin Mereka mengatakan : Bermukimlah (ditempat
ini), maka kami akan mengupayakan urusan perang.
Kematian seseorang itu berjalan sesuai Takdirnya ".

Atau Diantara kedua jumlah tidak ada kesesuaian dalam


ma'na. Contoh:
‫امُّطَائٌُِّر‬ ِ ِ
ُ ‫ُّاحلَ َم‬،ُّ‫ب‬
ٌ ‫" = َعل ٌّيُّ َكات‬Ali itu seorang Penulis. Burung dara itu
terbang"

Pada contoh tersebut tidak ada kesesuaian makna antara :


menulisnya Ali dan terbangnya burung dara.

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah


tersebut ada Kamal Inqitho' ().

3. Jika diantara Jumlah yang kedua menjadi sebuah jawaban


yang timbul dari jumlah pertama.
Seperti Firman Allah SWT :

49
ُّ‫َُّبلس ْوِء‬ َّ ‫ئُّنَ ْف ِس ْي‬
ِ ٌ‫ُّإنُّالنَّ ْفسُّأل ََّمارة‬،ُّ
َ َ ُ ‫َوَماُّأُبَِّر‬
Dan Aku tidak membebaskan Nafsuku.
Sesungguhnya Nafsu itu banyak memerintah kepada
kejelekan
( Surat Yusuf : 53) .

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah


tersebut ada Syibhu Kamal Inqitho' ().

4. Jika ada jumlah yang didahului dua jumlah yang sah untuk
diathofkan pada salah satu dari dua jumlah itu karena
adanya kecocokan, dan tidak sah diathofkan pada jumlah
yang satunya.
Seperti Ucapan Penyair:
‫ُِّتِْي ُُّم‬
َ ‫ُّالضالَِل‬ ِ
ْ ِ ‫َِّنُّأَبْ ِغُِّبَاُُُُّّّّبَ َدالًُّأ َُر َاه‬
َّ ‫اُِّف‬ ْ ِ ‫ُّسلْ َمىُّأَن‬
َ ‫َوتَظُن‬
Dan Salma menyangka bahwa aku mencari penggantinya.
Saya menyangka bahwa Ia sedang bingung dalam
kesesatan.

pada Jumlah ُّ‫أ َُر َاها‬sah diathofkan pada jumlah :ُّ‫ ُّتَظُن‬, tetapi ini
tercegah untuk diathofkan karena khawatir menimbulkan
kesalah pahaman bahwa lafadz ‫ أ َُر َاها‬diathofkan pada jumlah
‫ أَبْ ِغ ُِِّبَا‬sehingga diartikan Jumlah ketiga ُّ‫ُِّتِْي ُم‬
َ ‫ُّالضالَِل‬ ْ ِ ‫أ َُر َاها‬
َّ ‫ُِّف‬
merupakan isi dari Persangkaan Salma .

Kesalahpahaman yang timbul jika diathofkan : Dan Salma


menyangka bahwa : " aku mencari penggantinya dan Saya

50
menyangkanya bahwa Ia sedang bingung dalam
kesesatan".

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah


tersebut ada Syibhu Kamal Inqitho' ().

5. Jika tidak ada tujuan menyamakan dua jumlah dalam satu


hukum karena adanya faktor pencegah.
Seperti Firman Allah :
ُّ‫ئُِّبِِ ْم‬
ُ ‫ُّهللاُُّيَ ْستَ ْه ِز‬.‫ُّم ْستَ ْه ِزئُ ْو َن‬
ُ ‫اَُّن ُن‬ َّ ‫ُّقَالُْواُّإِ َّن َُّم َع ُك ْم‬،ُّ‫اطْينِ ِه ْم‬
َْ َ‫ُّإَّن‬ ِ ‫ُّشي‬
َ َ ‫اُّخلَ ْواُّإِ ََل‬
َ َ‫َوُّإِذ‬
Dan ketika Mereka (Orang Munafiq) kembali pada
Pemimipin mereka, mereka mengatakan Sesunggugnya
kami orang yang menertawakan. Allah menertawakan
mereka" (Surat Al-Baqoroh :14-15)

pada Jumlah ُّ‫ئُِّبِِ ْم‬ ُ ‫ هللاُُّيَ ْستَ ْه ِز‬tidak sah diathofkan pada jumlah : ُّ
َ ‫إِ َّن‬, karena akan memberikan statement bahwa lafadz ُُّ‫هللا‬
‫ُّم َع ُك ُّْم‬
‫ئُِّبِِ ُّْم‬
ُ ‫ يَ ْستَ ْه ِز‬merupakan isi dari ucapan mereka.
dan juga tidak sah diathofkan pada jumlah ‫ قَالُْوا‬karena
memberikan pemahaman bahwa Penghinaan Allah kepada
orang Munafiq hanya terbatas ketika mereka kembali pada
Pemimipin mereka saja.
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah
tersebut ada Tawashuth baina Kamalaini ().

BAB VI

51
IJAZ, ITHNAB, DAN MUSAWAH

Sesuatu yang terbesit dalam hati dari suatu tujuan,


maka memungkinkan untuk diungkapkan dengan tiga cara :
1. Musawah
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan
suatu ungkapan yang sama, artinya ungkapan tersebut
menurut batas kebiasaan manusia pada umumnya, yang
mereka itu tidak sampai pada tingkatan Sastrawan dan tidak
pada tingkatan Orang yang lemah dalam penyampaian.
Contoh :
ِ ‫ضو َن ُِِّف‬ ِ ‫وإ َذاُّرأَيت‬
‫ُّعْن ُه ُّْم‬
َ ‫ض‬ ْ ‫ُّآَيتنَاُّفَأ َْع ِر‬
َ ْ ْ ُ ‫َُّيُْو‬
َ ‫ُّالذيْ َن‬ َ َ َ
Dan ketika Engkau melihat Orang yang mendalami (S. Al-
An’am : 68)

2. Ijaz
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan
suatu ungkapan yang kurang, serta ungkapan itu sudah
menepati pada tujuan.
Contoh :
ُِّ َّ‫َُّبلنِّي‬
‫ات‬ ِ ‫ال‬ ْ ‫إََِّّنَاُّاأل‬
ُ ‫َع َم‬
Sesungguhnya Pekerjaan itu hanya sah dengan adanya niat.
dan :
ُّ‫ب َُّوَمْن ِزِل‬
ٍ ‫ىُّحبِْي‬ ‫ر‬ ‫ك‬ ْ ِ ‫ك ُِّمن‬
‫ُّذ‬ ِ ‫قِ َفاُّنَب‬
َ َ ْ ْ
"Sungguh Berhentilah ! kami menangis karena ingat sang
kekasih dan rumahnya"
Apabila tidak mencapai pada Tujuan, maka dikatakan
sebagai Ihlal. seperti ucapan Penyair :
52
ُّ‫َّا‬
ُّ ‫اشُّ َكد‬ ِ ِ ِ َ‫ُّظال‬ ِ ‫والعيشُّخْي ُِِّف‬
َ ‫ُّع‬
َ ‫ُُُُّّّّلُّالن ْوكُّمم َّْن‬ ْ ٌْ َ ُ َْ َ
"Kehidupan didalam naungan kebodohan itu lebih baik dari
pada
kehidupan susah "
yang dikehendaki Penyair adalah :
‫ُّالع ْق ُِّل‬ ِ ِ ِ ِ ‫ُّظالَِلُّالن و ِكُّخْي ُِّمنُّالعي‬
ِ ‫ُّالرغد ُِِّف‬
َ ‫ُّالشاقُِّفُّضالَل‬
ْ ‫ث‬ َْ َ ٌْ َ ْ ْ َ ‫ش‬ َ ‫ُّالعْي‬
َ ‫أ ّن‬
"Kehidupan yang Sejahtera didalam naungan kebodohan itu
lebih baik dari pada kehidupan susah dalam naungan akal "

Bait diatas dikatakan tidak mencapai tujuan yang


dikehendaki, karena Kata ُّ )‫"(الرغد‬Sejahtera" pada Bagian
pertama bait dan kata ُّ )‫ُّالع ْق ِل‬ ِ ِ ِ
َ ‫"(ِف ُّضالَل‬dalam
ْ naungan Akal"
pada bagian kedua bait tidak bisa diketahui dari kalam.

3. Ithnab.
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan
suatu ungkapan yang panjang, serta adanya faidah.
Contoh :
‫ُّشْي بًُّا‬
َ ‫س‬ َّ ‫ُّالعظْ ُم ُِّم ِِّْن َُّوا ْشتَ َع َل‬
ُ ْ‫ُّالرأ‬ ِّ ‫َر‬
َ ‫بُّإِِّّن َُّوَه َن‬
Wahai Tuhanku, sesungguhnya Aku telah Lemah tulangku,
dan telah penuh ubanku.
artinya : Saya sudah tua.
Apabila dalam penambahan kalimat tersebut, tidak terdapat
faidah, serta Ziyadah itu tidak menjadi kebutuhan dalam
tujuan, maka dikatakan sebagai Tathwil.

53
Seperti ucapan Ady bin Zaid Al-Ubbady mengatakan kepada
Nu'man bin Mundir sambil mengingatkan Musibah yang
terjadi pada Judzaimah Al-Abrosy dan Zaba':
‫ُُُّّّوأل َفىُّقَ ْوَهلَاُّ َك ِذ ًَب َُّوَمْي نًا‬
َ
ِ ‫ُّاألد ْْيُّلِر ِاهي ِش‬
‫ه‬ ْ َ َ
ِ ‫وقَدَّدت‬
ْ َ َ
Dan Dia (Zaba') telah memotong kulit pada urat nadinya
(Judzaimah), dan Dia (Judzaimah) mendapatkan Ucapannya
(zaba') itu Dusta dan Bohong
lafadz ُّ ُّ ‫َك ِذ ًَب‬ dan ‫ ََ َمْي نًا‬memiliki arti yang sama, maka
menggunakan salahsatunya sudah cukup. dan tambahan
kata tersebut juga tidak dibutuhkan karena tujuannya sudah
sah dengan menggunakan salah satunya . maka adanya
penambahan lafadz tersebut dikatakan sebagai Tathwil yang
tanpa faidah.

Apabila dalam penambahan kalimat tersebut, tidak terdapat


faidah, tetapi Ziyadah itu menjadi ketentuan, maka
dikatakan sebagai Hasywu.
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada
Perdamaian yang terjadi antara Qois dan Dzibyan :
‫ُّع ِم ُّْي‬ ٍ ِ ‫سُّقَب لَهُُُُّّّّولَكِن َِِّنُّعنُّعِلْ ِمُّم‬
ِ ِ‫وأَعلَمُّعِلْمُّالي و‬
َ ‫اُِّفُّ َغد‬
ْ َ َ
ْ ْ َ ُ ْ ‫األم‬
ْ ‫ُّو‬ ‫م‬
َ َْ َ ُ ْ َ
Dan Saya mengetahui seperti pengetahuan hari ini dan
kemarin, sebelum hari ini,
dan Tetapi saya tidak tahu akan pengetahuan dihari besok"

ِ ‫األم‬
lafadz ُّ ُّ ُ‫ قَ ْب لَه‬menunjukkan arti yang sama dengan =ُّ ‫س‬ ْ (
kemarin), dan tambahan itu nyata sebagai tambahan karena
tidak sah mengathofkannya pada lafadz ُّ‫ اليَُّ ْوِم‬.

54
Faktor penyebab adanya Ijaz adalah :
1. Mempermudah hafalan.
2. Mempercepat pemahaman.
3. Terbatasnya tempat.
4. Menyamarkan
5. merasa bosan mengucapkan.
Faktor penyebab Ithnab adalah :
1. Memantapkan tujuan atau makna.
2. Menjelaskan perkara yang dikehendaki.
3. Menguatkan.
4. Menolak salah persepsi.

KLASIFIKASI IJAZ
Ijaz itu adakalanya dengan Ibarot yang ringkas tapi
mengandung arti yang luas, dan ini merupakan Sasaran Ahli
Sastra (Balaghoh) dan dengan inilah tingkatan kemampuan
mereka menjadi terpaut.
Ijaz ini disebut : Ijaz Qoshor.
Contoh :
ِ ‫ص‬
ٌ‫اصُّحيَاُّة‬ ِ ِ ‫ولَ ُكم‬
َ ‫ُِّفُّالق‬
ْ ْ َ
"Dan bagi kalian dalam Qishos ada Kehidupan" (S. Al-
Baqoroh :179).

dan adakalanya membuang satu kalimat atau satu jumlah


atau lebih serta adanya qorinah yang menunjukkan lafadz
yang terbuang.
Ijaz ini disebut : Ijaz Hadzfu.

55
Contoh membuang satu kalimah la (َُّ‫)ال‬:
ِ ِ ِ ِ ِ‫فَ ُقلْتََُّي‬
‫ايل‬ َ ‫اُُُُّّّّولَ ْوُّقَطَُّّعُ ْو َُّرأْس ْيُّلَ َديْك َُّوأ َْو‬
ُّْ ِ ‫ص‬ َ ‫ْيُّهللاُّأَبْ َر ُحُّقَاع ًد‬
َْ ُ
Maka saya mengatakan : "Demi Allah, Saya akan senantiasa
duduk, walaupun mereka memotong-motong kepalaku dan
sendi-sendiku dihadapanmu"

Contoh membuang satu Jumlah :

ِ ِ ِ
‫ُّأيُّفتأسُّواصَب‬
ّ َ ‫ُّر ُس ٌل ُِّم ْنُّقَُّْبل‬
‫ك‬ ُ‫ت‬ ْ َ‫َوإِ ْنُّيُ َك ّذبُ ْو َكُّفَ َق ْدُّ ُك ّذب‬
Dan ketika mereka mendustakanmu, maka sungguh Para
Rosul sebelum kamu juga didustakan (Maka ta'atlah dan
sabarlah)"

Contoh membuang lebih dari satu jumlah.


"‫يق‬ ِ ِ ‫ُّي وسفُّأي ه‬.ُّ‫فَأَرِسلُو ِن‬
ُ ‫اُّالص ّد‬
ّ َ ُ ُ ُْ ْ ْ
Maka Utuslah aku (kepadanya). Yusuf, hai orang yang amat
dipercaya" (S. Yusuf : 45 – 46)
Pada ayat tersebut membuang Jumlah :
‫ف‬ َ َ‫ُّألستَ ْعِ ََبهُُّالرْؤََيُّفَ َف َعلُ ْواُّف‬
ُُّ ‫أَتهُ َُّوقَ َالُّلَهُُّيُ ْو ُس‬ ْ ‫ف‬ َ ‫ُّإَلُّيُ ْو ُس‬
َ ‫ّن‬ ِ‫ْأرِسلُ ْو‬
ْ
Utuslah aku kepada Yusuf, supaya aku meminta ta’bir mimpi
itu. Lalu mereka mengerjakannya, lalu pelayan itu
mendatanginya dan berkata : “Hai Yusuf”

KLASIFIKASI ITHNAB
Ith nab itu bisa terjadi dengan beberapa perkara yaitu :
1. Menyebutkan Lafadz khusus setelah lafadz umum.
Contoh :

56
ُّ ‫ُّالعَربِيَّ ِة‬
ُّ. ِ ِ ‫إجتَ ِه ُدواُِِّف‬
َ ‫ُّد ُرْوس ُك ْم َُّواللغَة‬
ُْ ْ ْ
Bersungguh-sungguhlah pada pelajaran kalian dan bahasa
arab.
Faidahnya : Mengingatkan atas keutamaan lafadz khusus itu,
seolah-olah karena keutamaannya ia seperti jenis yang
berbeda pada lafadz sebelumnya.

2. Menyebutkan lafadz Umum setelah lafadz khusus.


Contoh :
ُِّ َ‫ْي َُّوامل ْوِمن‬
‫ات‬ ِ‫يُّولِمنُّدخلُّب ي ِِتُّموِمنًاُّولِْلموِمن‬
َّ ‫د‬
َ ِ‫بُّا ْغ ِفرِيلُّولِوال‬
ِ‫ر‬
ُ َ ْ ْ ُ َ ْ ُ َ ْ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ ْ ْ ّ َ
Wahai tuhanku, ampunilah aku, kedua orang tuaku, orang
yang masuk rumahku dengan beriman, dan orang-orang
mukmin laki-laki dan perempuan. (S. Nuh : 28)

3. Menjelaskan setelah menyamarkan.


Contoh :
َُّ ْ ِ‫ُِّبَنْ َع ٍام َُّوبَن‬
‫ْي‬ ِ ‫ُّأ ََم َّد ُك ْم ُِِّبَاُّتَ ْعملُ ْو َنُّأ ََم ّد ُك ْم‬.‫أ‬
َ
Beliau (Allah) telah membantu kalian dengan sesuatu yang
kalian kerjakan, Beliau (Allah) telah membantu kalian
dengan Beberapa Hewan ternak dan Anak Laki-laki. (Surat
Asy-Syuaro’ : 132).

4. Mengulangi lafadz karena adanya tujuan, seperti


panjangnya pemisah.
Contoh Ucapan Penyair :
ِ ِ ِ ‫وُّإِ َّنُّامرأًُّدامتُّمواثِق‬
ٌ‫ُّه َذاُّإِنَّهُُّلَ َك ِرُّْْي‬
َ ‫ُُُّّّعلَىُّمثْ ِل‬
َ ‫ُّع ْهدُّه‬
َ ُ َ َ ْ َ َ َْ َ

57
Sesungguhnya seseorang yang jaminan perjanjiannya itu
tetap seperti ini, maka sesungguhnya ia orang yang mulia”
Pada bait tersebut lafadz ُّ ‫إِ َّن‬diulang diawal dan diakhir bait,
supaya kalam tidak kelihatan terputus.
5. I'tirodh (yaitu : Menyisipkan lafadz antara bagian-bagian
satu jumlah atau antara dua jumlah yang masih berkaitan
ma’na, dikarenakan adanya sebuah tujuan).
Contoh Ucapan Penyair (A’uf bin Mahlam Asy-Syaibany yang
mengadukan kelemahannya):
ُِّ َ‫تَُّسَْعِ ْيُّإِ ََلُّتُ ْر َُج‬
‫ان‬ ِ ِ‫إِ َّنُّالثَّمان‬
ْ ‫َح َو َج‬
ْ ‫ْيُّ َوبُلّ ْغتَ َهاُّقَ ْدُُُّّّأ‬
َْ َ
Sesungguhnya 80 tahun usiaku, dan engkau telah berusia
segitu pendengaranku membutuhkan orang yang
menjelaskan”.
Lafadz ُّ‫وبُلِّغُّْتَ َها‬dikatakan
َ Jumlah I’tirodhiyyah.
6. Tadzyil (Mengiringi suatu jumlah dengan jumlah yang lain
yang mengandung pada ma’nanya dengan tujuan
menguatkannya.
Tadzyil itu adakalanya berlaku seperti periahasa, karena
berbedanya makna dan tidak membutuhkan pada kalam
sebelumnya.
Contoh Firman Allah :
ِ ‫ُّإنُّالب‬،ُّ ِ
‫اط َلُّ َكا َن َُّزُه ْوقًا‬ َ َّ ‫ُّجاءَُّاحلَق َُّوَزَه َقُّالبَاط ُل‬ َ ‫قُ ْل‬
Katakanlah (Hai Muhammad) telah datang perkara hak
(Islam), dan telah hancur perkara bathil (kekufuran), dan
sesungguhnya kebathilan itu pasti akan binasa (S. An-Nahl :
57).

58
adakalanya tidak berlaku seperti periahasa, karena
membutuhkan pada kalam sebelumnya.
Contoh Firman Allah :
‫ُّْنَا ِز ْيُّإالَُّّال َك ُف ْوَُّر‬
ُ ‫اُّوَه ْل‬
‫و‬ ‫ر‬‫ف‬َ ‫ك‬
َ ُّ‫ا‬‫ِب‬ُِّ‫كُّجزي نَاه ُّم‬ ِ‫َذل‬
َ ُ ْ َ ْ َُ ْ َ َ
Itu (banjir bandang) kami balas mereka atas sesuatu yang
telah mereka kufuri. Dan kami tidak membalas (siksa)
kecuali pada kekufuran.
(Surat As-Saba’ : 17)
7. Ihtiros yaitu : mendatangkan pada kalam yang memberi
persepsi berbeda dari tujuan, dengan kalam lain yang
menolak keslah pahaman itu.
Contoh Ucapan Penyair (Torfah bin Abd) :
َ ٌ‫ُّالربِْي ِع َُّوِد َْيَة‬
‫ُِّتْ ِم ُّْي‬ َّ ‫ب‬ ِ ِ ‫ىُّدَيرَكُّ َغْي‬ ِ
ُ ‫اُُُّّّص ْو‬
َ ‫ُّم ْفسد َه‬ ُ َ ْ َ َ ‫فَ َس َق‬
Hujan pada musim semi menyirami rumahmu tanpa
merusakkan dan Hujan terus menerus itu membanjiri.

Jika tidak disebutkan lafadz ُّ ‫ُّم ْف ِس ِد َها‬


ُ ‫غَ ْ َْي‬maka secara muthlaq
akan dipahami lebih umum atau mendo’akan kejelekan
dengan robohnya rumah, lalu didatangkanlah lafadz
tersebut untuk menolak pehaman yang salah.

ILMU BAYAN

Definisi
Ilmu Bayan adalah : Ilmu yang membahas tentang Tasybih
(penyerupaan), Majaz, dan kinayah (konotasi).

TASYBIH

59
Adalah : Menyerupakan suatu perkara dengan perkara
yang lain dalam satu sifat dengan menggunakan alat
penyerupaan, karena adanya suatu tujuan.
Perkara yang pertama (Kata yang diserupakan) disebut
Musyabbah, sedangkan perkara yang kedua (Kata yang
digunakan untuk menyerupakan) disebut Musyabbah bih,
Sifat disebut Wajah Syabah (Sisi Persamaan), dan Alat
penyerupaan itu berupa huruf Kaf dan lain-lain.
Contoh :
‫ُِّف ُّاهلِ َدايَُِّة‬
ْ ِ ‫لمُّ َكالنوِر‬
ِ
ُ ‫" =الع‬Ilmu itu seperti Cahaya dalam memberi
petunjuk"
ُّ‫العلم‬
ُ = Musyabbah ‫ = النوُِّر‬Musyabbah Bih,
‫ = ِ ِْفُّاهلِ َدايَُِّة‬Wajah Syabah ‫ = كاف‬Adat Tasybih
Dalam Tasybih (Penyerupaan) itu berhubungan dengan tiga
pembahasan yaitu :
1. Rukun tasybih.
2. Pembagian tasybih.
3. Tujuan dari Tasybih.

Pembahasan pertama
RUKUN TASYBIH
Rukun Tasybih ada 4 yaitu :
1. Musyabbah (Lafadz yang diserupakan dengan perkara
lain)

60
2. Musyabbah bih (Lafadz yang digunakan untuk
menyerupakan)
keduanya disebut dua sisi tasybih,
3. Wajah syabah (Sisi Persamaan).
4. Adat Tasybih.

Keterangan :
Wajah Syabah adalah : Sifat tertentu yang digunakan untuk
menyamakan antara Musyabbah dan Musyabbah bih.
Seperti Hidayah (Memberi petunjuk) merupakan sifat yang
terdapat dalam ilmu dan cahaya.
Adat Tasybih adalah : Lafadz yang menunjukkan arti
penyerupaan seperti lafadz ‫( َكاف‬Seperti), ُّ‫(كأ ّن‬Seolah-olah),
dan lafadz lain yang searti dengan keduanya.
Lafadz ‫ كاف‬terletak menyandingi Musyabbah bih, berbeda
dengan ُّ ‫كأ ّن‬, yang menyandingi musyabbah. Seperti Ucapan
Penyair :
‫ضا‬ َ َ‫احةٌُّتَ ْش َُبُُّالد َجاُُُُّّّّلِتَ ْنظَُرُّط‬
َ ‫الُّاللَّْي ُلُّأ َْمُّقَ ْدُّتَ َعَّر‬ َ ‫ُّالثر َاَي َُّر‬
َ ‫َن‬ َّ ‫َكأ‬
Seolah-olah bintang Tsuroya (Kumpulan bintang pada buruj
Tsur) itu Angin malam yang mengira-ngirakan gelapnya
malam, supaya engkau melihat apakah malam itu masih
lama atau sudah tampak.

Lafadz ‫ كأ ُّّن‬itu berfaidah Tasybih, jika khobarnya berupa Isim


Jamid, Contoh :
‫َس ٌُّد‬ ِ ‫َكأ ّن‬
َ ‫ُّخال ًداُّأ‬
َ = Kholid itu seperti Harimau.

61
dan Berfaidah Syak (ragu-ragu) jika khobarnya berupa Lafadz
Musytaq. contoh :
ِ َ‫ = َكأنكُّف‬Seolah-olah kamu itu faham.
ُّ‫اه ٌم‬ َ
Dan terkadang disebutkan Fi'il yang mempunyai arti Tasybih,
seperti Firman Allah pada surat Ad-Dahr : 19
‫اُّمْن ثُ ْوًرا‬ ِ ‫وإ َذاُّرأي تَ هم‬
َ ‫ُّحسْب تَ ُه ْمُّلُْؤلًُؤ‬
َ ُْ َْ َ
dan Ketika kamu melihat mereka (Bidadari di syurga), maka
engkau akan mengira mereka Mutiara yang tersebar.

dan Ketika Adat Tasybih dan Wajah Syabah itu dibuang,


maka disebut : Tasybih Baligh, Contoh pada Firman Allah
surat An-Naba’ : 10
ُّ‫اساُّأيُّكاللباسُِّفُّالسرت‬ ِ
ً َ‫َو َج َعلْنَاُّالُّلّْي َلُّلب‬
"Dan Kami (Allah) telah menjadikan malam sebagai selimut
(Seperti selimut dalam menutupi)"

PEMBAHASAN KEDUA
PEMBAGIAN TASYBIH

Dengan memandang pengambilan Wajah Syabah, maka


Tasybih terbagi menjadi dua macam yaitu : Tasybih Tamtsil
dan Ghoiru Tamtsil.
A. Tasybih Tamtsil
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya diambil dari lafadz
yang banyak.
Seperti : menyerupakan Bintang Tsuroya (kumpulan
beberapa bintang pada Buruj Tsur) dengan Sedompol buah

62
Anggur yang berbunga, dengan wajah syabahnya : sama
dalam keadaannya yang tampak ketika berkumpulnya
benda putih yang bundar, yang kecil ukurannya).

B. Tasybih Ghoiru Tamtsil


Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya tidak diambil dari
lafadz yang banyak.
Seperti : menyerupakan Sebuah bintang dengan Uang
dirham ( dengan wajah syabahnya : sama dalam bentuk
bundarnya)

dan Dengan memandang wujud dan tidaknya Wajah


Syabah, tasybih terbagi menjadi dua yaitu : Tasybih
Mufassol dan Mujmal.
A. Tasybih Mufashol
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya disebutkan.
Seperti Ucapan Penyair :
ُّْ ِ ‫ُُُُُّّّّّوأ َْد ُمعِ ْيُّ َك‬
‫الأليل‬ ٍ ‫وثَغْره ُِِّف‬
َ ‫ُّص َفاء‬ َ ْ ُُ َ
" Gigi serinya dan Air mataku bagaikan Mutiara
dalam hal sama jernihnya"

Kata "Gigi seri" dan "Air mata" diserupakan dengan


"Mutiara" dengan sisi persamaan : "Sama-sama jernihnya"

B. Tasybih Mujmal
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya tidak disebutkan.
Seperti :
ُِّ ‫ُِّفُّالطَّ َع‬ ِ ِ
‫ام‬ ْ ِ ‫ُِّفُّال َكالَمُّ َكامل ْل ِح‬
ْ ِ ‫النحو‬
ُ

63
"Ilmu Nahwu pada Kalam itu seperti Garam pada makanan"
Kata " Ilmu Nahwu pada Kalam" diserupakan dengan kata
"garam" dengan sisi persamaan : "Sama-sama merupakan
perkara yang pokok untuk menjadikan kesempurnaan".

Dengan memandang Adat Tasybih, maka Tasybih terbagi


menjadi dua yaitu Mua'kkad dan Mursal.
A. Tasybih Mu'akkad
Adalah : Tasybih yang Adat tasybihnya dibuang. Seperti :
ُِّ ‫ُِّف‬
‫ُّاجلود‬ ْ ِ ‫َُّبٌر‬
َْ ‫ُه َو‬ = Dia itu Lautan dalam kedermawanannya.

B. Tasybih Mursal
Adalah : Tasybih yang Adat tasybihnya disebutkan. Seperti :
‫ُه َوُّ َكالبَ ْح ِرُّ َكَرًمُّا‬ = Dia itu bagai Lautan dalam
kedermawanannya.

dan termasuk Tasybih Mu'akkad adalah Tasybih yang


Musyabbah bihnya disandarkan (Didhofahkan) pada
Musyabbah. Contoh :
ُِّ‫ْيُّامل ِاء‬
ِ َْ‫ُّعلَىُّ ُجل‬
َ
ِ ‫َُّبلغُصو ِنُّوقَ ْدُّجرىُُُُّّّّ َذهبُّاأل‬
‫َصْي ُل‬ ُ َ َ َ َ ْ ُ ِ‫ث‬ ِّ ‫َو‬
ُ ‫الريْ ُحُّتَ ْب َع‬
َ
Angin itu menggerakkan cabang pepohonan, dan tampak
emasnya waktu sore pada peraknya air.
ِ ‫ = َذهبُّاأل‬Waktu sore yang diserupakan dengan emas,
‫َصْي ُُّل‬ ُ َ
dengan wajah syabah : sama warna kuningnya.
ُِّ‫ْيُّامل ِاء‬
ِ َْ‫ = ُجل‬Air yang diserupakan dengan perak dengan wajah
َ
syabah : sama dalam jernihnya.

64
PEMBAHASAN KETIGA
TUJUAN TASYBIH

Tujuan dari Tasybih itu adakalanya :


1. Menjelaskan kemungkinan wujudnya Musyabbah.
Seperti Ucapan Abu Thoyyib Al-Mutanabby :
ِ
ُِّ ‫ُّدِمُّالغََز‬
‫ال‬ َ‫ض‬ َ ‫ت ُِّمْن ُه ْمُُُُُّّّّّفَإ ّنُّامل ْس‬
ُ ‫كُّبَ ْع‬ َ ‫فإ ْنُّتَ ُف ِق‬
َ ْ‫ُّاألَن َم َُّوأن‬
Ketika kamu mengungguli kemuyaan semua Makhluk,
padahal kamu dari sebagian mereka maka Minyak misik itu
sebagian dari darah Kijang

Ketika Penyair mengklaim bahwa Orang yang dipuji itu


berbeda dari asalnya sebab adanya beberapa keistimewaan
yang menjadikannya sebagai hakikat yang berbeda, lalu
penyair membuat Argumen/hujjah dengan
menyerupakannya dengan Minyak misik yang asalnya darah
kijang untuk menolak adanya pengingkaran atas wujudnya
musyabbah tersebut karena merupakan hal yang langka.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keluar dari jenis
asalnya.

2. Menjelaskan keadaan Musyabbah. Contoh :


ُُّ ‫تُّ ََلُّْيَْب ُد ُِّمْن ُه َّنُّ َك ْوَك‬
‫ب‬ ْ ‫بُُُُُُّّّّّّإ َذاُّطَلَ َع‬
ِ
ُ ‫سُّ َواملُلُ ْو ُكُّ َك َواك‬
ٌ ْ‫أنكَُّش‬
َ ‫َك‬
Seolah-olah Engkau adalah Matahari, Dan Para Raja adalah
bintangnya, Ketika Matahari telah muncul, maka satu
bintangpun tiada terlihat.

65
Penyair menyerupakan Mukhotob seperti Matahari, karena
menjelaskan keadaan mukhotob yang terlihat. Wajah
syabahnya adalah : Sama-sama keadaanya terlihat.

dan menyerupakan Para raja seperti bintang karena


menjelaskan keadaanya yang tidak terlihat saat berada disisi
Mukhotob.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keadannya tidak
terlihat ketika berada disisinya.

3. Menjelaskan Jumlah keadaan Musyabbah. Contoh :


‫ُّاألس َح ُِّم‬
ْ ‫اب‬ ِ ‫انُّوأ َْرب عُو َنُّحلُوبةًُُُُُُّّّّّّسوًداُّ َك َخافِيَ ِةُّالغُر‬
ِ َ‫فِي هاُّاثْنَ ت‬
َْ
َ ُْ َْ َ ْ َ َ
Dalam Rombongan itu ada 42 ekor unta perah yang hitam,
Ia bagaikan Bulu sayap burung gagak yang hitam.

Penyair menyerupakan 42 unta yang hitam seperti Bulu


sayap Burung gagak karena menjelaskan kadar warna
hitamnya, ketika pendengar hanya mengetahui kadar
keadaan musyabbah bih (sayap burung gagak)
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama terdapat warna
hitam.

4. Menetapkan Keadaan Musyabbah. Contoh :


َ ‫اج ِةُّ َك ْس ُرَه‬
ُ‫اُّالُّ ُُْي ََُّب‬ َ ‫ثلُّالز َج‬
ِ
ُ ‫ُّود َهاُُُُُّّّّّم‬
ُ ‫وبُُّّإ َذاُّتَنَافَ َر‬
َ ُ‫إنُّال ُقل‬
Sesungguhnya Hati itu jika telah hilang rasa cintanya,
Maka bagai kaca yang saat pecah tiada bisa disambung lagi.

66
Penyair menyerupakan Hilangnya cinta di hati seperti
pecahnya kaca dengan tujuan mengukuhkan sebab sulitnya
rasa cinta itu kembali seperti semula.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama sulit kembali pada
keadaan semula.

5. Menghiasi Musyabbah. Contoh :


‫اض َحةُُّاجلَبِْي ُُُُُّّّّّ ِنُّ َك ُم ْقلَ ِةُّالظَّ ِْبُِّالغَ ِريُِّْر‬
ِ ‫سوداءُّو‬
َُ َ
Wanita yang hitam yang terlihat dahinya,
bagai biji mata biawak yang indah.

Penyair menyerupakan Hitamnya wanita seperti biji mata


biawak dengan tujuan memujinya, sebab warna biji mata
merupakan keindahan.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama memiliki keindahan.

6. Menghina Musyabbah. Contoh :


‫ُّع ُج ْوٌزُّتَلْ ِط ُُّم‬ ِ ِ ِ ُ ‫وإذاُّأشار‬
َ ‫ُُّمَ ّداثُّفَ َكأنهُُُُُُُُّّّّّّّق ْرٌدُّيُ َق ْهقهُُّأ َْو‬ ََ
Ketika Ia berisyarat sambil berbicara, maka ia seperti Kera
yang
tertawa terbahak-bahak atau Nenek-nenek yang menampar
pipinya.

Wajah Syabahnya adalah : Sama-sama memiliki perbuatan


jelek.

Dan terkadang tujuan itu kembali pada Musyabbah bih jika


antara musyabbah dan Musyabbah bih di balik, contoh :

67
‫ح‬ُُّ ‫ْيَُّيُْتَ َد‬ ِ ِ ِ
َ ْ ‫ُُُّّّو ْجهُُّاخلَلْي َفةُّح‬
َ ُ‫احُّ َكأ ّنُّغَُّرتَه‬
ُ َ‫اُّالصب‬
َّ ‫َوبَ َد‬
Dan telah tampak waktu pagi, Seolah-olah Cahayanya
bagaikan wajah Kholifah (Al-Makmun bin Harun Ar-Rosyid)
saat Ia dipuji.

Wajah Syabahnya adalah : Sama-sama terangnya.

Asalnya dari Lafadz ُّ ُ‫غَُّرتَه‬sebagai Musyabbah bih dan lafadz


ُّ ‫ َو ْجهُ ُّاخلَلِْي َف ُِّة‬sebagai Musyabbah , karena secara asal Cahaya
Waktu pagi itu lebih terang dari padawajah Kholifah, lalu
dibalik seolah-olah wajah kholifah lebih terang dari pada
cahaya waktu pagi.
Tasybih semacam ini disebut : Tasybih Maqlub.

MAJAZ

Majaz adalah : Lafadz yang digunakan pada selain


makna aslinya, karena adanya keterkaitan makna disertai
Indikator yang mencegah dari pemahaman arti aslinya.
Seperti :
Lafadz ‫ الد َرُِّر‬diartikan sebagai : "Beberapa kalimah Fashihah"
dalam ucapanmu :
ِ ‫ = فُال ٌنُّيَُّتَ َكلَّم‬Dia sedang berbicara dengan Kata-kata fasih
‫َُّبلد َرُِّر‬ ُ
.
lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti
aslinya adalah Beberapa Mutiara, lalu dirubah menjadi arti "

68
Beberapa kalimah Fashihah" sebab diantara arti keduanya
masih ada kaitan dalam hal keindahan.
dan Perkara yang mencegah dalam mengartikan makna
aslinya adalah Qorinah Lafadziyah : ‫( يَتَ َكلَّ ُُّم‬Berbicara).
dan Lafadz ‫أصابع‬ ُُّ diartikan sebagai : "Beberapa ujung jari"
dalam Firman Allah SWT :
‫ُِّفُّآذاهنِِ ُّْم‬
ْ ِ ‫ابع ُه ْم‬
َ ‫ُّأص‬
َ ‫َُُّْي َعلُ ْو َن‬ = Mereka menjadikan Ujung jari
mereka pada telinga mereka.
lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti
aslinya adalah Beberapa Jari tangan, lalu dirubah menjadi
arti " Beberapa Ujung jari tangan" sebab diantara arti
keduanya masih ada kaitan bahwa Ujung jari merupakan
bagian dari jari. Kemudian Kull (keseluruhan jari) digunakan
untuk arti Juz (Sebagian jari).
dan Qorinah yang mencegah dalam mengartikan makna
aslinya adalah tidak memungkinkannya memasukkan
keseluruhan jari pada telinga.

Dalam Majaz, apabila kaitan antara ma'na majazi dan


ma'na asli ada keserupaan, seperti pada contoh pertama,
maka disebut : Majaz isti'aroh. Jika tidak ada keserupaan,
seperti pada contoh kedua maka disebut Majaz mursal.

Majaz Isti'aroh

Adalah : Majaz yang keterkaitan makna Aslinya dengan


makna yang digunakan, itu ada keserupaan.
Seperti Firman Allah SWT :

69
ِ ‫كُّلِتخرِجُّالنَّاس ُِّمنُّالظلُم‬
‫اتُّإِ ََلُّالن ْوُِّر‬ ِ
َ َ َ َ ْ َ ‫ابُّأنْ َزلْنَاهُُّإلَْي‬
ٌ َ‫كت‬
"Ini adalah Kitab yang telah Kami turunkan kepadamu
supaya engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan
(Kesesatan) menuju Cahaya (Hidayah) .( S. Ibrahim : 1)

Arti Asli Lafadz ‫ات‬ ُِّ ‫ُّالظلُ َم‬dan ُُّّ‫الن ْوِر‬adalah Gelap dan Terang.
Arti Majaz Lafadz ‫ات‬ ُِّ ‫ ُّالظلُ َم‬dan ُّ ُّ ‫الن ْوِر‬adalah ُّ ‫(الضالل‬Kesesatan)
dan ُُّّ‫(اهلَُدى‬petunjuk ).
Lafadz ‫ات‬ُِّ ‫ ُّالظلُ َم‬dan ُّ ُّ ‫الن ْوِر‬pada ayat tersebut digunakan pada
selain arti aslinya (makna Majaz).
dan kaitan antara makna keduanya adalah adanya
keserupaan antara "Arti Kesesatan dan kegelapan" dengan
wajah syabah : "sama-sama tidak mengetahui sesuatu",
atau "Hidayah dan Cahaya" dengan wajah syabah: "sama-
sama mengetahui sesuatu".
dan Qorinah yang mencegah untuk mengartikan pada
makna aslinya adalah Lafadz : ‫َّاس‬
َُّ ‫ِجُّالن‬ ِ ‫ كِتابُّأنْزلْنَاهُّإلَي‬.
َ ‫تخر‬
ْ ‫كُّل‬
َْ ُ َ ٌ َ

Ijro' Isti'aroh pada Lafadz ‫الظلمات‬adalah : Lafadz ُّ‫الضاللة‬


diserupakan dengan lafadz ُّ ‫الظلمات‬dengan wajah syabah :
sama-sama tidak mendapat petunjuk pada keduanya.
Ijro' Isti'aroh pada Lafadz ‫النور‬adalah : Lafadz ُّ‫اهلدى‬
َ
diserupakan dengan lafadz ُّ‫النور‬dengan
ُّ wajah syabah : sama-
sama mendapat petunjuk pada keduanya.

70
Asal dari majaz isti'aroh adalah : Tasybih yang dibuang salah
satu dari Musyabbah atau Musyabbah bih, wajah syabahnya,
dan adat tasybihnya.
Musyabbah disebut : Musta'ar Lah, dan Musyabbah bih
disebut : Musta'ar Minhu.

Pada Contoh diatas, dapat disimpulkan :


Musta'ar lah (Musyabbah) adalah : Lafadz ُّ‫ الضالل‬danُّ‫ ُّاهلدى‬.
Musta'ar Minhu (musyabbah bih) adalah : Makna asli Lafadz
ُّ‫ الظالم‬danُُّّ‫ُُّّالنور‬.
sedangkan lafadz ُّ‫ الظلمات‬danُّ‫ ُّالنور‬disebut : Musta'ar (Lafadz
yang digunakan untuk Majaz Isti'aroh).
Pembagian Majaz Isti'aroh
Majaz Isti'aroh dengan memandang penyebutan
Musyabbah atau Musyabbah bih, terbagi menjadi dua
macam yaitu :
a. Isti'aroh Musorrohah.
Adalah : Majaz yang dijelaskan dengan menyebut lafadz
Musyabbah bih saja. Seperti Ucapan Penyair :
‫لَبُّْد‬ ِ ِ
ََ ‫ُّعلَىُّالعُنَّابَُّب‬
َ ‫َّت‬
ْ ‫اُّو َعض‬
َ ‫ُُُُّّّّوْرًد‬
َ ‫ت‬ ٍُّ ‫اُّم ْنُّنَْرِج‬
ْ ‫سُّ َو َس َق‬
ِ ‫تُّلُْؤلُؤ‬
ً ْ ‫فأمطََر‬
Dia (Seorang wanita) telah meneteskan Mutiara dari Bunga
narsis, dan membasahi bunga mawar, dan menggigit buah
anggur dgn Hujan es.

Maksudnya adalah : Dia (Seorang wanita) telah meneteskan


Air mata bak Mutiara dari matanya bak Bunga narsis, dan
menyirami pipinya laksana bunga mawar, dan menggigit

71
ujung jarinya laksana buah anggur dengan giginya laksana
Hujan es.

Penyair menggunakan majaz isti'aroh pada Kata-kata


tersebut :
Musyabbah
Musyabbah Wajah Syabah
Bih
Air ‫ الدموع‬Mutiara ‫ اللؤلؤ‬sama ُّ ‫ِفُّالصفاء‬
ُّ
Mata jernihnya
sama ُّ‫ِف ُّأجتماع ُّالسواد‬
Bunga ‫ النرجس‬terkumpulnya ‫والبياض‬
Mata ‫العيون‬
Narsis warna hitam
dan putih
‫ اخلدود‬Bunga ‫ الورد‬sama ‫ِفُّاحلمرة‬
ُّ
Pipi
Mawar merahnya
Ujung
‫األَنمل‬
Buah
‫العناب‬
sama ‫ِفُّالشكل‬
jari Anggur bentuknya
Hujan sama putih ُّ‫ُّمع‬
ُّ ‫ِف ُّبياض ُّكل‬
Gigi ‫األسنان‬ ‫الَبد‬
Es bersihnya ‫النصاعة‬

Majaz diatas dengan menyebutkan Musyabbah bihnya,


maka disebut majaz Isti'aroh Musorrohah.

b. Isti'aroh Makniyyah.
Adalah : Majaz yang Musyabbah bihnya dibuang dan
ditunjukkan dengan sesuatu dari perkara Lazimnya (Perkara
yang menetapinya).
Seperti Firman Allah :

72
َّ ‫ُّالذل ُِّم َن‬
‫ُّالر ْْحَة‬ ِّ ‫اح‬ ِ ‫و‬
َ َ‫اُّجن‬
َ ‫ضُّ َهلَُم‬
ْ ‫اخف‬
ْ َ
Dan Rendahkan sayap burung pada Kedua orangtuamu
dengan kasih sayang. (Surat Al-Isro’ : 24)

Allah membuat majaz isti'aroh Lafadz ُّ‫( الطائر‬Burung) untuk


ِّ
lafadz ُّ ‫(الذل‬tunduk) kemudian membuang Lafadz ُّ‫الطائر‬
(Burung) dan menunjukkan lafadz yang dibuang dengan
sesuatu lazimnya yaitu Lafadz : ‫( اجلناح‬Sayap).
Ijro'nya adalah :
Kata "ُُّّ‫الذل‬: tunduk" (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan
kata " ُّ ‫الطائر‬: Burung" (Sebagai Musyabah bih), kemudian
menggunakan arti lafadz Musyabbah bih (Burung) untuk arti
lafadz Musyabbah (‫)الذل‬. lalu kata Burung itu dibuang, dan
Kata "Burung" yang terbuang ditunjukkan dengan sesuatu
yang menetap padanya yaitu Sayap, dengan cara isti’aroh
makniyyah.

ُِّّ , ini oleh


Adapun Penetapan lafadz ‫ اجلناح‬pada lafadz ‫الذل‬.
Ulama' Ahli Balaghoh Salaf dan Al-Khotib dikatakan sebagai
Isti'aroh Tahyiliyyah.

Perbandingan
Contoh lain :
Seperti Ucapan Al-Hajjaj pada salah satu khutbahnya :
‫ت‬
ُّْ ‫وساُّقَ ْدُّأَيْنَ َع‬
ً ‫ىُّرُؤ‬ ِ
ُ ‫إّنُّأل ََر‬
ّْ

73
Sesungguhnya aku benar-benar melihat buah (arti asli :
kepala)
yang sudah matang.

Ijro'nya adalah :
Kata "‫رؤوسا‬: kepala " (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan
kata "ُّ‫مثرات‬: buah" (Sebagai Musyabah bih), asalnya :
ِ ‫ِإّنُّألَرىُّرُؤوساُّكالثّمر‬
ُّْ ‫اتُّقَ ْدُّأَيْنَ َع‬
‫ت‬ ً ُ َ ّْ
kemudian menggunakan arti lafadz Musyabbah bih (yaitu
buah) untuk arti lafadz Musyabbah (‫وسا‬ ِ
ً ‫)رُؤ‬.
ُ lalu kata ُّ ‫الثّمرات‬itu
dibuang, dan ditunjukkan dengan sesuatu yang menetap
padanya yaitu matang, dengan cara isti’aroh makniyyah.

Majaz Isti'aroh dengan memandang lafadz yang digunakan


sebagai majaz (Al-Musta’ar) , terbagi menjadi 2 macam yaitu
:
1. Isti'aroh Ashliyyah
Adalah Majaz yang lafadz Musta'arnya berupa selain Isim
Mustaq , baik berupa isim a'in (dzat) atau Isim ma'na.
Contoh Isim A'in (Dzat) : Seperti menggunakan Lafadz ‫الظالم‬
untuk arti ُّ ‫(الضالل‬kesesatan) dan Lafadz ُّ ‫ النور‬untuk arti ‫اهلدى‬
ُّ
(petunjuk).

Contoh Isim ma'na :


ٌُّ َ‫َه َذاُّق‬
‫تل‬ = Ini adalah pukulan keras.

74
Ijro'nya : Lafadz ‫تل‬ٌُّ َ‫ ق‬diserupakan dengan ُّ ‫ُّش ِديْ ٌد‬
َُّ ‫ب‬
ٌ ‫ض ْر‬
َ (pukulan
keras) dengan wajah syabah : sama-sama sangat
menyakitkan.
Kemudian arti Musyabbah bih (pukulan keras) digunakan
untuk Lafadz ُّ ‫تل‬
ٌ َ‫ق‬, karena lafadz ُّ ‫تل‬
ٌ َ‫ق‬merupakan isim Jamid
untuk suatu pekerjaan yang menghilangkan nyawa.
2. Isti'aroh Taba'iyyah
Adalah Majaz yang Musta'arnya berupa Kalimah Fi'il, Huruf
dan Isim yang Mustaq.

Contoh kalimah Fi'il, Seperti :


‫بُّفُال ٌنُّ َكتِ َف ْيُّ َغ ِرَْيُِِّه‬ ِ
َ ‫َرك‬ = Fulan menaiki dua Pundak orang yang
dihutangi.
Maksudnya : Fulan sungguh menetapkan tanggungan
kepada orang yang dihutangi.
Dikatakan sebagai isti’aroh taba’iyyah karena Must’arnya
berupa fi’il madhi yaitu : ‫ب‬ َُّ ِ‫رك‬.َ
Ijro'nya :
Menurut Madzhab Salaf : Lafadz ‫اللزوم‬ (Penetapan)
diserupakan dengan ُّ ‫(الركوب‬naik) dengan wajah syabah :
sama-sama menguasai dan memaksa.
Kemudian Lafadz Musyabbah bih (menaiki) dijadikan majaz
istiaroh dengan arti Musyabbah ‫( اللزوم‬pemaksaan) lalu dari
masdar ُّ ‫ ُّالركوب‬yang bermakna ‫ اللزوم‬dimustaqkan menjadi
kalimah fi’il ُّ‫ب‬ ِ
َ ‫رك‬bermakna
َ ‫لزم‬.

75
Menurut Madzhab Al-Ishom: Lafadz ‫( اللزوم‬Penetapan)
diserupakan dengan ُّ ‫(الركوب‬naik) dengan wajah syabah :
sama-sama menguasai dan memaksa.
Kemudian Lafadz Musyabbah bih (menaiki) dijadikan majaz
istiaroh dengan arti Musyabbah ‫( اللزوم‬pemaksaan) lalu
diberlakukan tasybih dari kedua masdar tersebut yang
berarti peristiwa muthlaq tanpa dibatasi dengan zaman
menjadi kalimah fi’il yang dibatasi dengan zaman lampau,
lalu lafadz ُّ‫ب‬ ِ
َ ‫رك‬digunakan
َ dengan makna ‫لزم‬.

Contoh Kalimah Huruf pada Firman Allah dalam Surat Al-


Baqoroh : 5 =
‫ىُّم ْن َُّرِّبِِ ُّْم‬
ِ ‫ = أولَئكُّعلَىُّه ًد‬Mereka (Orang-Orang yang beriman) itu
ُ َ
tetap atas hidayah dari Tuhan mereka.

Maksudnya : Mereka itu menetapi dari mendapatkan


hidayah yang sempurna.
Lafadz ُّ ‫على‬berfaidah Isti'la', maka Ijro'nya : Muthlaqnya
Hubungan antara Orang yang mendapat petunjuk dan
Sebuah petunjuk diserupakan dengan Muthlaqnya
hubungan antara Lafadz ُّ‫علَى‬yang
َ berfaidah Isti'la' dan lafadz
yang diIsti'lai dengan wajah syabah : sama-sama adanya
ketetapan. lalu diberlakukan penyerupaan dari arti
keseluruhan (Kull) untuk arti sebagian(Juz) karena ُّ‫َعلَى‬

76
memiliki arti yang banyak. Kemudian Lafadz ُّ ‫على‬dari juz
Musyabbah bih digunakan untuk arti juz Musyabbah.

Dan Contoh Kalimah Isim seperti Ucapan Penyair :


‫لش َكايَِةُّأَنْطَ ُُّق‬
ِّ ‫َُّب‬
ِ ‫ُّح ِايل‬ ‫ن‬ ‫ا‬‫س‬ِ‫صحاُُُُّّّّفَل‬
ِ ‫ولَئِنُّنَطَ ْقتُّبِ ُش ْك ِرُّبِ ِرَك‬
ْ َ َ ُ ً ‫ُّم ْف‬
ُ ّ ُ ْ َ
Jika aku berkata sambil menjelaskan dengan mensyukuri
kebaikanmu, maka Lisan keadaanku lebih mengucapkan
(menunjukkan) dengan keluhan.
Maksudnya :
Ijro'nya : Lafadz ُّ‫اضحة‬
ُّ ‫(الداللةُّالو‬petunjuk yang jelas) diserupakan
dengan lafadz ُّ ‫(النطق‬Ucapan) dengan wajah syabah : sama-
sama menjelaskan tujuan dan diterima dalam hati. lalu
lafadz ُّ‫(النطق‬Ucapan) digunakan untuk arti Lafadz ُّ‫الداللةُّالواضحة‬
(petunjuk yang jelas). Lalu dari masdar ُّ‫ النطق‬yang bermakna
ُّ‫الداللةُّالواضحة‬itu dimustaqkan menjadi isim tafdhil yang berupa
: ُّ‫أَنْطَ ُق‬bermakna ‫أدل‬.
ُّّ

Majaz Isti'aroh dengan memandang lafadz yang berkaitan


dengandua sisi tasybih, terbagi menjadi 3 macam
1. Isti'aroh Murosyahah.
Adalah : Majaz yang disebutkan Mulaim (lafadz yang
berkaitan) dengan Musyabbah bih.
Contoh : ‫ت ُِِّتَ َارُِتُُّْم‬ ِ َ‫اُّالضالَلَة‬ ِ ‫أولَئِك‬
ْ َ‫اُّرَِب‬
َ َ ‫م‬‫ف‬
َ ُّ‫ى‬ ‫د‬
َ ُ‫هل‬‫َُّب‬ َّ ‫و‬ ‫رت‬
ُ َ َ
َ َ ‫ش‬
ْ ‫ُّا‬ ‫ن‬‫ي‬
ْ ‫ُّالذ‬

77
Dan Mereka adalah orang yang mengganti kesesatan
dengan petunjuk. maka perdagangan mereka tidak akan
mendapat keuntungan (surat Al-baqoroh : 16).

Lafadz ُّ‫ اإلشرتاء‬digunakan untuk arti ُّ‫(اإلستبدال‬mengganti)


Ijro'nya : Mengganti perkara hak (hidayah) dengan perkara
Bathil (kesesatan) dan lebih memilih kesesatan, itu
diserupakan dengan Lafadz ‫ اإلشرتاء‬yaitu membeli /mengganti
harta dengan harta lain. dengan wajah syabah :
meninggalkan perkara yang dibenci (tidak dibutuhkan) dan
mengganti perkara yang disenangi.
Lalu Lafadz ‫ اإلشرتاء‬digunakan untuk arti musyyabah
(Mengganti perkara). Qorinahnya adalah mustahilnnya
diartikan membeli kesesatan dengan petunjuk.
Dan menyebutkan lafadz ُّ‫(الربح‬keuntungan) dan lafadz ُّ‫التجارة‬
ُّ
(berdagang) yang merupakan lafadz yang menyesuaikan
dengan kata ُّ‫(اإلشرتاء‬membeli) disebut sebagai Tarsyih .

2. Isti'aroh Mujarodah.
Adalah : Majaz yang disebutkan lafadz yang berekaitan
dengan Musyabbah.
Contoh : ‫ف‬ُِّ ‫اسُّاجلُْوِعُّواخلَْو‬‫ب‬ِ‫فَأ َذاقَهاُّهللاُّل‬
َ
َ ُ
"maka Allah mencicipkan mereka dengan pakaian kelaparan
dan ketakutan".(S. An-Nahl :112)
Lafadz ُّ ‫اللباس‬digunakan untuk arti sesuatu yang meliputi
manusia ketika lapar dan takut dari bahaya.

78
Ijro'nya : Kata " sesuatu yang meliputi manusia ketika
lapar dan takut dari bahaya" itu diserupakan dengan kata :
"Pakaian" dengan wajah syabah : sama-sama tercakup
dalam sesuatu. Kata pakaian terdapat pada Orang yang
memakai, sedangkan Lapar dan takut terdapat pada orang
yang merasakannya.
Menyebut Lafadz ُّ ‫ اإلذاقة‬disebut Tajrid pada Istiaroh
Tasyrihiyyah. karena yang dikehendaki adalah : ‫اإلصابة‬
(menimpakan).
Lafadz ُّ‫ اإلذاقة‬merupakan lafadz yang menyesuaikan dengan
Musyabbah yaitu : kelaparan dan pucat.

3. Isti'aroh Muthlaqoh.
Adalah : Majaz yang tidak disebutkan Mula'im (lafadz yang
berkaitan) pada salah satu dari musyabbah atau Musyabbah
bih.
Contoh : ِ‫ُّهللا‬
ُّ ‫ُّع ْه َد‬
َ ‫ض ْو َن‬
ُ ‫يَْن ُق‬
"Mereka (orang-orang kafir) telah membatalkan janji Allah
".
(S. Ar-Ro'du:25)
Ijro'nya : Kata " (ُّ ‫ ) إبطال ُّالعهد‬Membatalkan Janji " itu
diserupakan dengan kata : "(‫ ) فكُّطاقاتُّاحلبل‬merusak Ikatan
tali " dengan wajah syabah : sama-sama tidak memberi
manfaat. Lalu kata yang menunjukkan Arti Musyabbah bih
(merusak Ikatan tali) yaitu: (ُّ ‫ )النقض‬digunakan untuk Arti
Musyabbah yaitu : membatalkan janji.

79
Catatan : Tidak bisa dikategorikan sebagai Tarsyih dan Tajrid
kecuali setelah sempurnanya Majaz isti'aroh dengan adanya
Qorinah.

MAJAZ MURSAL

Majas Mursal adalah : Majaz yang hubungan ma'nanya tidak


ada keserupaan.
Alaqoh dalam Majaz mursal ada 8 perkara yaitu :
1. Sababiyah (Sebab).
Contoh : ‫ي‬ ُّْ ‫النُّعِنْ ِد‬
ٍ ُ‫تُّي ُدُّف‬
َ ْ ‫َعظُ َم‬
"Tangan Si Fulan besar Disisiku ".(Ni'mat yang sebab
mendapatkannya dengan tangan)
Mengucapkan kata Tangan dengan arti Ni'mat dikatakan
sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan penyebab dengan
menghendaki arti akibatnya ُّ}‫ادةُّاملسبب‬ ُّ ‫{إطالقُّالسببُّعلىُّأر‬
2. Musabbabiyyah (akibat)
Contoh : ‫اَت‬
ًُّ َ‫ُّالس َماءُُّنَب‬
َّ ‫ت‬ ْ ‫أ َْمطََر‬
"Langit itu memberi curah hujan" (hujan yang
mengakibatkan timbulnya tanaman)
Mengucapkan kata ‫اَت‬ ًُّ َ‫( نَب‬Tanaman) dengan arti Hujan
dikatakan sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan Akibat
dengan menghendaki arti penyebabnya ُّ‫ادة‬ ُّ ‫{إطالق ُّاملسبب ُّعلى ُّأر‬
}‫السبب‬

3. Juz'iyyah (Sebagian)

80
ِ ِ ِ
Contoh : ‫ُّالع ُد ُِّّو‬
َ ‫ىُّأح َوال‬ َ ‫تُّالعُيُ ْو َنُّلتَطَّل َع‬
ْ َ‫ُّعل‬ ُ ‫ْأر َس ْل‬
"Saya mengutus Intel, supaya mengawasi gerak-gerik
musuh"
Mengucapkan kata ‫( العُيُ ْو َُّن‬beberapa mata) dengan arti Intel
(mata-mata) dikatakan sebagai Majaz Mursal dari
Mengucapkan sebagian dengan menghendaki arti
keseluruhan}‫ادةُّالكل‬ ّ ‫{إطالقُّاجلزءُّعلىُّأر‬
Karena Mata merupakan bagian dari Seseorang.

4. Kulliyah (Keseluruhan)
Contoh : ‫ُِّفُّآذاهنِِ ُّْم‬ ِ َ ‫وَُْي َعلُو َنُّأ‬
ْ ِ ‫َصاب َع ُه ْم‬ ْ َ
"Mereka menjadikan jari-jari mereka (ujung jari) pada
telinganya "
Mengucapkan kata ُّ ‫( األصابع‬Jari tangan) dengan arti ُّ‫األَنمل‬
(Ujung jari) dikatakan sebagai Majaz Mursal dari
Mengucapkan keseluruhan dengan menghendaki
artisebgian }‫{إطالقُّالكلُّعلىُّأرادةُّاجلزء‬
Karena Ujung jari merupakan bagian dari Jari.

5. Memandang Asalnya (pada masa sebelumnya).


ُّ ْ ِ‫َوآتُواُّاليَ تَ َامىُّأمواهلُْمُّأيُّالبَالِغ‬
Contoh : ‫ْي‬
"Dan berikanlah kepada Anak- anak yatim (Orang Baligh)
atas beberapa hartanya"

81
Mengucapkan kata ُّ ‫( اليتامى‬Anak-anak yatim) dengan arti
ُّ ‫( البالغْي‬Orang Baligh) dikatakan sebagai Majaz Mursal dari
Mengucapkan Sifat sebelumnya dengan menghendaki arti
Sifat yang sedang terjadi }‫{إطالقُّإطالقُّماُّكانُّعلىُّأرادةُّماُّيكون‬
6. Memandang sesuatu yang akan terjadi.
Contoh : ‫اّنُّأعصرُّمخراُّأيُّعِنبًا‬ ِ ِّ
ْ ‫إّنُّأر‬ ْ
"Saya meyakini bahwa saya sedang memeras arak
(anggur)."
Mengucapkan kata ُّ ‫( مخر‬arak) dengan arti ُّ ‫(عنب‬Anggur)
dikatakan sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan bentuk
yang akan terjadi dengan menghendaki arti bentuk
sebelumnya
}‫{إطالقُّماُّيكونُّعلىُّأرادةُّماُّكان‬
7. Mahalliyah (tempat)
Contoh : ُ‫ُّذالكُّأيُّأهلُُّه‬ ‫س‬ ِ
ْ ُ ‫قَ َّرَرُّاملَ ْجل‬
"Majlis (Ahli Majlis) itu telah menetapkan keputusan"
Mengucapkan kata ُّ‫( اجمللس‬Majlis) dengan arti ُّ‫( اهلُّاجمللس‬Ahli
Majlis) dikatakan sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan
tempat dengan menghendaki arti Orang yang menempati
}‫ُّفيه‬
ُّ ‫ادةُّاحلال‬
ّ ‫{إطالقُّاملكانُّعلىُّأر‬
8. Perkara yang menempati / Keadaan (Halliyah).
Contoh : ‫اُّخالِ ُد ْونُّأيُّجنته‬ ِ ِ‫فَ ِفيُّر ْْح ِةُّهللا‬
َ ‫ُّه ْمُّفْي َه‬
ُ ََ
"Dan dalam Rohmat Allah (Syurga-Nya), mereka kekal
didalamnya"
Mengucapkan kata ُّ ِ‫( َر ْْحَ ِة ُّهللا‬Rohmat Allah) dengan arti ‫جنته‬
(Surga Allah) dikatakan sebagai Majaz Mursal dari

82
Mengucapkan Perkara yang menempati dengan
menghendaki arti Tempat.
}‫ادةُّاحملل‬
ّ ‫{إطالقُّاحلالُّعلىُّأر‬
ّ
MAJAZ MUROKKAB
Majaz Murokkab
adalah Lafadz yang tersusun, yang digunakan bukan pada
arti aslinya, dengan disebabkan adanya hubungan makna
dengan tidak adanya penyerupaan.
Seperti Jumlah Khobariyyah digunakan sebagai jumlah Insya'
dalam ucapan Penyair :
ِ ِ ‫بُّالي ُّمانِْيُّمصعِ ُدُُُُّّّّجنِيبُّوجثْم‬
ُ َ‫اّنُِّبَ َّكة‬
Contoh : ‫ُّم ْوثَ ُُّق‬ ْ َ َُ ٌ َْ ْ ُ َ ْ َ َ ِ ‫ُّالرْك‬
َّ ‫ُّم َع‬
َ ‫َه َو َاَي‬
"Kekasihku beserta Rombongan Orang yaman itu menjauh.
Dan Ragaku di Makkah itu terikat ".

Tujuan pada bait ini bukanlah menceritakan, tetapi


memperlihatkan kesusahan dan kesengsaraan.

Contoh lain dengan tujuan memperlihatkan kelemahan:


ِ ‫ُّإّنُّالَُّأست ِطيعُّاصتِباراُُُُُّّّّّفَاعفُّع ِِنَُّي‬
‫ار‬
َُّ َ‫ُّالعث‬
َ ‫ُّم ْنُّيَقْي ُل‬
َ َ ّْ َ ُ ْ ً َ ْ ُ ْ َ ْ ِّْ ‫ب‬ ِّ ‫َر‬
"Wahai Tuhanku, aku tidak mampu bersabar, maka
ampunilah aku wahai Dzat yang mengampuni kesalahan".

Contoh lain dengan tujuan memperlihatkan kebahagiaan :


‫ْي‬ ِ ‫ُّإَسيُّبْيُّالن‬
َُّ ْ ‫َّاج ِح‬ ِ ِ‫ُكت‬
َ َْ ْ ْ ‫ب‬ َ
"Namaku telah tertulis diantara orang-orang sukses".

83
Begitu juga Jumlah Isya’ yang digunakan untuk makna
jumlah khobar, Contoh Sabda Nabi SAW :
‫ُّعلَ َّيُّفَلْيَ تَ بَ َّوُّأُّْ َم ْع َع َدهُ ُِّم َنُّالنَّا ُِّر‬
َ ‫ب‬ َ ‫َم ْنُّ َك َّذ‬
“Barang siapa yang mendustakan aku, maka hendaklah ia
menempati tempatnya dari neraka”.
Karena ُّْ‫ فَ ْليَ تَ بَ َّوأ‬yang dkehendaki adalah lafadz ُ‫يَتَ بَ َّوُّأ‬

Apabila Hubungan maknanya ada keserupaan, maka


dikatakan sebagai Majaz Isti'aroh Tamtsiliyyah.
Seperti yang diucapkan kepada orang yang ragu-ragu
terhadap suatu perkara.
ِ ِ ِِ
Contoh : ‫ى‬ ْ ‫ّنُّأ ََر َاكُّتُ َق ّد ُمُّ ِر ْجالً َُّوتَُؤ ّخ ُرُّأ‬
ُّ ‫ُخَر‬ ّْ ‫إ‬
"Saya melihatmu mendahulukan kaki yang satu sekali dan
mengakhirkan kaki yang lain sekali".

Ijro'nya : Ilustrasi keraguan terhadap suatu perkara itu


diserupakan dengan orang yang berdiri, lalu ingin pergi.
pada satu kesempatan Ia ingin pergi dengan mendahulukan
kaki yang satu. dan pada kesempatan lain ia mengakhirkan
kaki yang lain.
ِ ِ
Lalu menggunakan lafadz Musyabbah bih (‫ُخَرى‬ ْ ‫)تُ َق ّد ُم ُّ ِر ْجالً َُّوتَُؤ ّخ ُُّر ُّأ‬
untuk arti musyabbah (Keraguan).

MAJAZ AQLI
Majaz Aqli

84
Adalah : Mengisnadkan Lafadz Fi'il atau yang bermakna fi'il
pada selain Lafadz yang menjadi Ma'mulnya menurut
keinginan Mutakalim secara Dhohir karena adanya
hubungan makna.
Seperti ucapan penyair :
‫ُّالع ِش ُِّّي‬ ِ ِ َّ ‫َشاب‬
َ ‫ُّالصغ ْ َْي َُّوأَفْ ََنُّال َكبِْي ُُُُّّّّ َرُّ َكرُّالغَ َداة َُّوَمر‬ َ َ‫أ‬
"Berjalannya siang dan malam telah membuat Anak kecil
menjadi tua, dan Orang tua menjadi mati".

Mengisnadkan kata Tua (beruban) dan Mati pada Kata


"Berjalannya siang dan malam" merupakan Isnad pada
selain Ma'mulnya. Karena Dzat yang menjadikan tua
(beruban) dan Dzat yang menjadikan mati secara hakikatnya
adalah Allah SWT.

Dan termasuk Majaz Aqli yaitu


a. Mengisnadkan Lafadz Mabni Ma'lum kepada maf'ulnya.
Contoh : ٌ‫اضيَُّة‬ ِ ‫عِي َشةٌُّر‬
َ ْ
"Kehidupan yang diridhoi".
ِ ‫ " ُّر‬yang merupakan Lafadz mabni ma'lum, di
kata "ٌ‫اضيَُّة‬َ
isnadkan pada Dhomir yang kembali pada lafadz "ٌ‫" ُّعِْي َش ُّة‬
ِ ‫اض ُّص‬ ِ
dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ُّ‫احبُ َها ُّإيَّ َها‬ َ ٍ ‫عْي َشةٌ َُّر‬
(Kehidupan yang Pemiliknya meridhoinya).

b. Mengisnadkan Lafadz Mabni Majhul kepada Failnya.


Contoh :
‫ُّم ْف َع ٌُّم‬
ُ ‫" = َسْي ٌل‬Banjir yang diluapkan".

85
kata "ُّ‫"م ْف َع ٌم‬
ُ yang merupakan Lafadz mabni Majhul, di isnadkan
pada Dhomir yang kembali pada lafadz "‫ " َُّسْي ٌُّل‬dikatakan
Majaz Aqli karena Asalnya : ُّ ‫ي‬ ِ ‫( سيل ُّم ْفعِم‬Banjir yang
َ ‫ُّالواد‬
َ ٌ ُ ٌ َْ
memenuhi lembah).

c. Mengisnadkan kepada Masdhar.


Contoh :
ِ
ُ‫" = َجدَُّّجدُّه‬Kesemangatannya itu sunguh-sungguh".
kata "ُّ ‫"ج َّد‬ َ di isnadkan pada Masdhar (maf'ul Muthlaq )
dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ُّ‫ًّا‬ ِ ‫َُّّشخص‬
ُّ ‫ُّجد‬ ٌ ْ َ ‫( َجد‬Orang itu
sunguh bersemangat).
d. Mengisnadkan kepada Isim Zaman.
Contoh :
‫ُّصائٌُِّم‬
َ ُ‫" = َهنَ ُاره‬Waktu siangnya itu berpuasa".
kata "ُّ ‫"صائٌِم‬ َ di isnadkan pada Isim Zaman dikatakan Majaz
Aqli karena Asalnya : ُّ ُ‫ُّهنَ َاره‬ َ ‫ُّصائٌِم‬
َ ‫( ُه َو‬Dia berpuasa di siang
harinya.)
e. Mengisnadkan kepada Isim Makan.
Contoh :
‫ُّجا ٍُّر‬
َ ‫" = َهنٌْر‬Sungai itu mengalir".
kata "ُُّّ‫"جا ٍر‬ َ di isnadkan pada Isim makan dikatakan Majaz Aqli
karena Asalnya : ُّ‫ُّجا ٍر‬ َ ‫َّه ِر‬
ْ ‫( َماءُُّالن‬Air bengawan itu mengalir.)

f. Mengisnadkan kepada Sebab.


Contoh :

86
َ‫ُّاألم ْْيُُّامل ِديْنَُّة‬
ِ ‫" = بَن‬Gubernur itu membangun Kota".
ََ
َ
kata "ُّ ‫ " ُّبَ ََن‬diisnadkan pada Sebab,dikatakan Majaz Aqli
karena Asalnya: َ‫ُّأمرُّاألم ِْْيُّامل ِديْنَُّة‬
ِ ِ ‫مالُّبس‬
‫بب‬ َ ُ ُ‫بَ ََنُّالع‬
َ
(Para pegawai membangun kota sebab perintah Gubernur.)

Dari keterangan tersebut, Bisa disimpulkan bahwa Majaz


Lughowi terjadi pada Lafadz yang digunakan pada selain arti
aslinya, sedangkan Majaz Aqli terjadi dengan adanya
mengisnadkan pada selain ma'mul aslinya.

KINAYAH

Kinayah
adalah : Lafadz yang dikehendaki kelaziman makna aslinya,
serta bisa diartikan dengan makna yang lain.
Contoh :
ُِّ ‫َّج‬
‫اد‬ َ ‫" = طَ ِويْ ُلُّالن‬Panjang Sarung pedangnya"
maksudnya adalah Dia itu Panjang postur tubuhnya.
Yang dikehendaki dari lafadz ُّ ‫َّج ِاد‬ َ ‫طَ ِويْ ُل ُّالن‬adalah bisa diartikan
dengan Makna hakiki (Panjang Sarung pedangnya) dan
Makna Lain (Panjang postur tubuhnya), karena tidak adanya
Qorinah yang mencegah untuk mengartikan pada makna
Hakiki, berbeda dengan Majaz. karena pada Majaz itu tidak
boleh diartikan dengan Makna asli beserta Makna majaz,
karena tujuan yang diharapkan adalah makna Majaz saja
dengan adanya Qorinah yang mencegah mengartikan pada
makna Asli.

87
Dan inilah perbedaan antara Kinayah dan Majaz.

Kinayah, dengan memandang Makni alaih ( Lafadz yang


digunakan sebagai kinayah) terbagi menjadi 3 macam :
1. Kinayah yang Makni alaihnya berupa isim sifat.
Contoh :

Seperti Ucapan Khonsya' (memuji saudaranya yang bernama


Sokhr):
‫َت‬
َُّ ‫اُّش‬
َ ‫اُّم‬ ِ َّ ‫طَ ِويلُّالنَّج ِادُّرفِيعُّالعِم ِادُُُُُّّّّّ َكثِْي‬
َ َ‫ُّالرَمادُّإذ‬ُْ َ ُْ َ َ ُْ
"Dia(Saudara Laki-lakinya) itu Panjang sarung pedangnya,
Luhur tiangnya, Banyak debunya ketika Ia bersedekah"

Ia menghendaki bahwa Saudaranya itu postur tubuhnya


Tinggi, Seorang Tuan, Yang Dermawan.
Tinggi sarung pedangnya diartikan sebagai : "Tinggi postur
tubuhnya"
Luhur Tiangnya diartikan sebagai : "Seorang Tuan (Sayyid)"
dari keduanya digunakan sebagai kinayah yang dekat
dengan makna aslinya.
Banyak debunya diartikan sebagai : "Dermawan"
Kata ini digunakan sebagai kinayah yang Jauh dari makna
aslinya, karena : Banyak debunya berarti Banyak masaknya,
Banyak masaknya berarti banyak makanannya, banyak
makanannya berarti banyak Orang yang memakannya,
banyak Orang yang memakannya berarti Banyak tamunya,
Banyak tamunya berarti banyak sedekahnya (Dermawan).

88
2. Kinayah yang Makni alaihnya berupa Nisbat.
Contoh :
‫تُّ ِرَدائُِِّه‬ َْ ‫ْيُّثَ ْوبَْي ِهُّوال َكَرُم‬
َ ‫َُّت‬ َُّ َْ‫امل ْج ُدُّب‬
َ
"Kemulyaan itu diantara Dua bajunya, Kedermawanan itu
dibawah selendangnya"
Pada contoh tersebut, Tetapnya kemulyaan dan
kederwanan seseorang itu dijadikan kinayah dengan kata-
kata diatas karena Wujudnya dua sifat tersebut tidak telepas
dari Orang yang disifati, dan tidak ada Orang yang disifati
kecuali Orang yang memiliki dua pakaian dan selendang itu.
Maka dari itu Contoh diatas memberikan faidah Nisbat
tetapnya sifat kemulyaan dan kedermawanan pada Orang
yang disifati sebagaimana Tetapnya Dua pakaian dan
selendang pada Pemiliknya.

3. Kinayah yang Makni alaihnya tidak berupa Sifat dan


Nisbat.
Contoh : Seperti Ucapan Penyair :
ِ
‫ان‬ ْ ‫َُّمَ ِام َعُّاأل‬
ُِّ َ‫َضغ‬ َ ‫ْي‬ ِِ
َ ْ ‫ُُُُّّّّوالطَّاعن‬ َ َ‫ْيُّبِ ُك ِّلُّاَبْي‬
َ ‫ضُُّمُْد ٌم‬ َ ْ ِ‫الضَّا ِرب‬
"(Saya memuji) Orang-orang yang memukul dengan setiap
pedang putih mengkilat yangTajam , dan Orang-orang yang
menusuk dengan tombaknya di Beberapa tempat
kumpulnya sifat kebencian".
Penyair membuat kinayah dengan kata " Tempat
berkumpulnya sifat kebencian" yang berarti Hati. Seolah-
olah ia mengatakan : "dan Orang-orang yang menusuk hati
lawan" karena menghilangkan nyawa dengan cepat.

89
Kata " Hati" itu bukan merupakan sifat dan Nisbat, tetapi
Kata yang disifati.

Pada Kinayah, Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah


itu Penghubungnya Banyak, maka Disebut Talwikh.
Seperti Contoh diatas : Banyak debunya berarti Banyak
masaknya, Banyak masaknya berarti banyak makanannya,
banyak makanannya berarti banyak Orang yang
memakannya, banyak Orang yang memakannya berarti
Banyak tamunya, Banyak tamunya berarti banyak
sedekahnya (Dermawan).

Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu


Penghubungnya Sedikit dan Masih samar, maka Disebut Ar-
Romzu.
Contoh :
‫ْيُّ ِر ْخ ٌُّو‬ َِ ‫" = ه‬Dia itu orang yang gendut yang Lembek"
ٌْ ‫وَُّس‬ ُ
Maksudnya adalah Dia itu Orang yang Bodoh dan Idiot.
Arti kinayah ini penguhubungnya yaitu : Gemuk dan lembek
berarti Lebar Tengkuknya (Jithok: Jawa), dan Lebar
tengkuknya berarti Bodoh dan Idiot.
Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu
Penghubungnya Sedikit atau memang tidak ada dan Jelas,
maka Disebut Ima' dan Isyaroh.
Contoh Penghubungnya sedikit dan jelas :
‫تح َّوُِّل‬
َ َ‫ُُّثَُّّ ََلُّْي‬
ِ ‫ُُُُِّّّّف‬
ُ َ‫ُّآلُّطَلْ َحة‬ ْ ِ ُ‫ىُّر ْحلَه‬
َ ‫تُّاملَ ْج َدُّأَلْ َق‬
َ ْ‫اُّرأَي‬
َ ‫ُّم‬َ ‫َأو‬

90
"Apakah Engkau tidak melihat kemulyaan yang menempati
rumahnya pada keluarga Tholhah, lalu kemulyaan itu tidak
berpindah (dari mereka)"

Penjelasan :
Pada bait tersebut dibuat kinayah tentang keberadaan
mereka itu mulia, dengan satu penghubung serta jelas.
Karena bertempatnya kemuliaan ditumahnya serta tidak
berpindah itu merupakan makna majazi, dengan
menyerupakan “kemuliaan” dengan “seorang laki-laki yang
mulia yang memiliki tempat yang ia khususkan bagi
seseorang yang ia kehendaki” dengan wajah syabah sama –
sama adanya rasa senang bertemu.
Lalu Lafadz musyabbah bih digunakan untuk musyabbah,
lalu musyabbah bih dibuah dan ditunjukkan sesuatu
kelazimannya yaitu menempati rumah, dengan menjadikan
majaz Tahyiliyah.
Penghubung makna kinayahnya adalah : Kemulyaan yang
diserupakan dengan seseorang yang memiliki rumah
merupakan sifat yang sudah pasti adanya orang yang disifati
dan tempat, dan perantara inilah dikatakan jelas.
Contoh yang tidak adanya Penghubungnya tapi jelas :
ُ ْ‫" = َع ِري‬Lebar tengkuknya (Jithok : Jawa)"
‫ضُّال َق َفُّا‬
Kinayah untuk arti Bodoh, karena lebar tengkuknya sudah
jelas menunjukkan arti bodoh menurut adat.

91
Disini ada jenis dari kinayah yang dituju pemahamannya
pada runtutan kalam (siyaqul Kalam), yang disebut : Ta'ridh,
yaitu : mengarahkan kalam pada satu sisi makna.
Seperti Ucapanmu terhadap Orang membuat dhoror pada
Manusia.
‫ُّم ْنُّيَْن َفعُ ُه ُّْم‬ ِ ‫َخ ْْيُُّالن‬
َ ‫َّاس‬
"Sebaik-baiknya manusia adalah Orang yang memberikan
kemanfaatan Terhadap Mereka."

ILMU BADI'

Ilmu Badi'
adalah : ilmu untuk mengetahui metode memperindah
kalam yang sesuai dengan tuntutan keadaan.
Aspek ini, jika terarah pada membuat indahnya makna
disebut dengan : Muhassinat Al-Ma'nawiyyah.
Jika terarah pada membuat indahnya Lafadz disebut dengan
: Muhassinat Al-Lafdziyah.

Muhassinat Al-Ma'nawiyyah.

92
1. Tauriyyah; yaitu menyebutkan lafadz yang mempunyai
arti dua yaitu Makna Dekat yang langsung dipaham dari
kalam (karena seringnya digunakan) dan Ma'na Jauh,
sebagai Arti yang diharapkan, dengan adanya faidah sebab
ada Qorinah yang masih samar.

Seperti pada Firman Allah :


ُّ‫َّها ِر‬ ِ ‫اُّجر ْحتُ ْم‬ ِ َّ ِ َّ ِ َّ‫وهوُّال‬
َ ‫َُّبلن‬ ‫ُّم‬
ََ َ ُ ََ‫م‬‫ل‬
َ ‫ع‬
ْ ‫ي‬‫ُّو‬ ‫ل‬ ‫ي‬
ْ ‫ل‬‫َُّب‬ ‫م‬‫ك‬ُ ‫ا‬‫ف‬ ‫و‬ ‫ت‬
َ ‫ُّي‬
ْ َ َ ْ َُ َ ‫ي‬ ‫ذ‬
"Dan Allah Dzat yang mengambil ruh kalian dimalam hari
(ketika tidur) dan mengetahui dosa yang kalian kerjakan di
siang hari ."
(S. Al-An’am :60)
Dengan menghendaki pada Lafadz ُّ ‫ َجَر ُّْحتُ ْم‬dengan makna
jauhnya adalah : mengerjakan dosa. dan makna dekatnya
adalah : melukai , tetapi makna ini tidak dikehendaki, karena
adanya Qorinah Firman Allah pada akhir ayat yang berbunyi
ْ ُ‫ُثَُّّيُنَ بِّئ‬.
: ‫كمُِّباُّكنتمُّتعلمون‬ ُ

Dan seperti ucapan Penyair :


‫ُّعبِْي ُُّد‬
َ ‫ُّالَب َاَي‬ َ ‫ُّسيِّ ًد‬
ََ ُ‫اُّح َازُّلُطْ ًفاُُُُّّّّلَه‬ َ ‫ََي‬
‫اكُّفِْي نَاُّيَِزيْ ُُّد‬
َ ‫ُُُّّّج َف‬ ِ
َ ‫ْي َُّولَك ْن‬ ُ ْ ‫تُّاحلُ َس‬َ ْ‫أَن‬
Wahai Tuan yang memperoleh Kasih sayang, yang semua
Makhluq tunduk padanya. Engkau adalah Sayid Husain (bin
Ali bin Abi Tholib), tetapi kesengsaraanmu pada kami
bertambah"
Arti qorib lafadz ُّ ‫يَِزيْ ُد‬adalah : Nama orang,(yazid bin
Muawiyah bin Abu sufyan) karena dengan menyebut Nama

93
Husain itu menetapkan bahwa Yazid sebagai Nama, tetapi
Makna ini tidak dikehendaki.
Arti Ba'id yang dikehendaki Penyair dari lafadz ُّ ‫يَِزيْ ُد‬adalah :
Fi'il Mudhori' dari lafadz " ُّ ‫"ز َاد‬
َ yang bermakna :
“bertambah”

2. At-Thibaq; ialah Mengumpulkan antara dua arti yang


berlawanan.
At-Thibaq ada 2 yaitu : At-Thibaq Ijab dan At-Thibaq salby.
At-Thibaq Ijab adalah : Dua lafadz yang berlawanan yang
tidak berbeda dalam hal ijab dan salab.
Contoh pada Firman Allah:
‫ُّرقُ ْوٌُّد‬
ُ ‫اُّو ُه ْم‬
َ ً‫َوََْت َسبُ ُه ْمُّأَيْ َقاظ‬
Dan engkau menyangka bahwa mereka itu terjaga, padahal
mereka itu tidur.(Surat Al-Kahfi : 18)
Lafadz ُّ‫( ُرقُ ْوٌُّد‬tidur) dikatakan Tibaqul Ijab, karena ُّ‫(ي ْقظَة‬terjaga)
itu mengetahui dengan panca indra, sedangkan tidur
sebaliknya. dan diantara keduanya saling berlawanan.
At-Thibaq Salab adalah : Dua lafadz yang berlawanan yang
berbeda dalam hal ijab dan salab, seperti mengumpulkan
dua kalimah fi’il dari satu masdhar, lafadz yang satu dibuat
musbat (tanpa nafi), sedangkan yang kedua dibuat manfi
(dengan nafi).
Contoh pada Foirman Allah :
‫اُّم َنُّاحلَيَاةُِّالدنْيَا‬
ِ ‫اهر‬ِ ِ ‫َولَ ِك َّنُّأَ ْكثَ َرُّالن‬
ً َ‫ُّيَ ْعلَ ُم ْو َنُّظ‬،‫َّاسُّالَُّيَ ْعلَ ُم ْو َن‬

94
Tetapi kebanyakan manusia itu tidak mengetahui (sesuatu
yang disediakan bagi mereka diakhirot), mereka mengetahui
perkara yang jelas dari kehidupan dunia.(Surat Ar-Rum : 6-7)

Mengumpulkan Lafadz ُّ ‫(يَ ْعلَ ُم ْو َن‬mengetahui) dan Lafadz ُّ‫ال‬


ُّ ‫(يَ ْعلَ ُم ْو َن‬tidak mengetahui) dikatakan Tibaqul Salbi, karena
lafadz ُّ‫(الُّيَ ْعلَ ُم ْو َن‬tidak mengetahui) itu manfi, sedangkan Lafadz
ُّ‫(يَ ْعلَ ُم ْو َن‬mengetahui) itu mutsbat.

3. Muqobalah; yaitu : Mendatangkan dengan dua makna


atau lebih lalu mendatangkan dengan kata yang berlawanan
ma'na tersebut secara urut.
Contoh pada Firman Allah :
‫ض َح ُك ْواُّقَلِْيالً َُّوليَ ْب ُك ْواُّ َكثِ ْ ًْيُّا‬
ْ َ‫فَلْي‬
Maka sebaiknya mereka sebaiknya tertawa dengan sedikit
dan menangis dengan banyak (Surat Al-Baqoroh : 83).
Pada ayat tersebut, Lafadz ُّ ‫(الضحك‬tertawa) berlawanan
dengan kata ُّ ‫(البكاء‬menangis) dan Lafadz ُّ ‫(القليل‬sedikit)
berlawanan dengan kata ُّ‫(الكثْي‬banyak).

4. Menjaga Perbandingan yaitu Mengumpulakan suatu


perkara, dan lafadz yang sesuai dengannya bukan kata yang
berlawanan.
Contoh :
ِ ‫كُّالغُصو ِنُّ َكلُ ْؤلُؤُُُّّّرطْبُّيصافِحهُّالن‬
ُُّ ‫َّسْي ُمُّفَيَ ْس ُق‬
‫ط‬ ِ ‫والطّل ُِِّف‬
ِ ْ‫ُّسل‬
ُُ َ ُ ٌ َ ُْ ْ َ
ُُّ ‫امُّيُنَ ِّق‬
‫ط‬ ُ ‫ب َُُّّوالغَ َم‬ ِّ ‫ُّص ِحْي َفةٌُُّّ ُّ َو‬
ُ ً‫الريْ ُحُّتَكْت‬
ِ
َ ‫َوالطَّْْيُُّيَ ْقَرأُ َُّوالغَديْ ُر‬

95
hujan gerimis pada cabang pepohonan itu bagai Mutiara
yang basah yang ditiup oleh semilirnya angin lalu jatuh ke
tanah.
Burung sedang membaca (berkicau), dan Genangan air itu
bagai kertas, dan angin sedang menulis , dan Mendung
membuat titik.

Pada Bait pertama terkumpul lafadz ُّ ‫ُّالطل‬


ّ ،‫ ُّالغصون‬،‫النسيم‬,
kesemuanya merupakan lafadz yang saling berhubungan.

Begitu juga Pada Bait kedua terkumpul lafadz ُّ،‫يح‬ ُّ ‫ُّالر‬،‫ُّالغدير‬،‫الطْي‬


‫الغمام‬, kesemuanya juga merupakan lafadz yang saling
berhubungan.
dan juga lafadz ‫ ُّالنقط‬،‫ ُّالكتابة‬،‫ ُّالصحيفة‬،‫القراءة‬, kesemuanya juga
merupakan lafadz yang saling berhubungan.

5. Istikhdam, yaitu : Menyebut lafadz dengan suatu ma'na


dan mengembalikan dhomirnya dengan ma'na yang lain,
atau mengembalikan dua Dhomir dengan yang dikehendaki
dhomir kedua selain yang diharapkan pada Dhomir yang
pertama.
Contoh Pertama:
ِ َ ‫فَمن‬
ُُّ‫ص ْمه‬ ْ ‫ُّش ِه َدُّمْن ُك ُمُّالش‬
ُ َ‫َّهَرُّفَ ْلي‬ َْ
Barang siapa diantara kalian menemui bukan (hilal
Romadhon) maka haruslah berpuasa (pada bulan itu).

96
Lafadz ُّ‫الشهر‬memiliki dua arti yaitu arti hakiki (Bulan) dan arti
Majaz (hilal). Pada ayat tersebut Lafadz ُّ ‫الشهر‬diartikan
dengan makna majazi (hilal), lalu dhomir pada ُّ ُ‫ص ْمه‬
ُ َ‫فَ ْلُّي‬itu di
kembalikan pada Lafadz ُّ ‫الشهر‬yang diartikan dengan makna
hakiki (bulan).

Contoh kedua :
ُّ‫ضلُ ْوعِ ْي‬ ِِ ‫ُُُّّّشب وهُّبْيُّجو‬ ُ ‫الساكِنِْي ِه َُّوإِ ْن‬
ُ ‫اَن ْي َُّو‬َ َ َ َْ ُ ْ َ ‫ُُّهُْو‬ َّ ‫اُّو‬
َ ‫ض‬ َ َ‫فَ َس َقىُّالغ‬
Maka Allah menyirami Pohon Godho dan orang-orang yang
menempatinya (Tempat yang ditumbuhi pohon Godho),
walaupun mereka menyalakannya (Api) diantara tulang
dadaku (hati) dan tulang punggungku.

Lafadz ُّ ‫الغضا‬memiliki 2 arti yaitu arti hakiki (Sejenis Pohon)


dan arti Majaz Mursal (tempat) dan arti majaz isti'aroh (Api).
Pada syair tersebut Lafadz ُّ ‫الغضا‬diartikan dengan makna
hakiki (pohon), lalu dhomir pada ُّ ‫الساكنيه‬itu di kembalikan
pada Lafadz ُّ‫الغضا‬yang diartikan dengan makna majaz mursal
(tempat) dan dhomir pada ُّ‫وه‬ ُّ ّ‫شب‬itu di kembalikan pada Lafadz
ُّ‫الغضا‬yang diartikan dengan makna majaz Istia'roh (Api) .

6. Al-Jam'u; yaitu : Mengumpulkan dua lafadz atau lebih


pada satu hukum. Seperti Ucapan Penyair :
ِ‫ُُُّّّم ْفس َدةٌُّلِلْمر‬ ُّْ ِ‫اب َُّوال َفَراغَ َُّواجل‬
‫ُّم ْف َس َدُّْة‬
َ ‫َي‬
َّ ‫أ‬ُّ‫ء‬ ْ َ َ َ ُّ ‫ده‬ َ َ‫إِ َّنُّالشَّب‬
Sesungguhnya sifat muda, pengangguran, merasa cukup itu
penyebab berbagai kerusakan pada seseorang.

97
Penyair mengumpulkan sifat-sifat tersebut dalam satu
hukum.

7. Tafriq; yaitu : Memisahkan antara dua perkara yang sama


dari satu jenis. Contoh pada ucapan Penyair (wathwath):
ٍُّ ‫ُّس َخ‬
‫اء‬ ِ ِ
َ ْ‫َماُّنو ُالُّالغَ َم ِام َُّوق‬
َ ‫ت َُّربِْي ٍعُُّّ َكنَ َوالُّاألم ِْْيُّيَ ْوَم‬
Tiada pemberian hujan pada musim semi itu seperti
pemberian Pemerintah pada waktu makmur.

Penyair membedakan antara dua bentuk pemberian,


padahal pemberian itu merupakan satu jenis yang sama.

8. Taqsim; (mengklasifikasikan)
Pada Taqsim itu adakalanya Menyempurnakan klasifikasi
suatu perkara
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada
Perdamaian yang terjadi antara Qois dan Dzibyan :
‫ُّع ِم ُّْي‬ ٍ ِ ‫سُّقَب لَهُُُُّّّّولَكِن َِِّنُّعنُّعِلْ ِمُّم‬ ِ ِ
َ ‫اُِّفُّغَد‬
ْ َ ْ َ ْ َ ُ ْ ِ ‫األم‬ ْ ‫َوأ َْعلَ ُمُّعلْ َمُّاليَ ْوم َُّو‬
“Dan Saya mengetahui pengetahuan hari ini dan kemarin,
sebelum hari ini, dan Tetapi saya tidak tahu akan
pengetahuan dihari besok"

Pada syair ini terkandung bahwa ilmu itu terbagi menjadi


Ilmu hari ini, ilmu hari kemarin dan ilmu hari yang akan
datang.
Inilah yang dikatakan Taqsim yang menyempurnakan
pembagiannya.

98
dan adakalanya menyebutkan dua perkara atau lebih dan
kembali pada masing-masing perkara itu dengan
menjelaskan.
Seperti ucapan Al-Multamis Jarir bin Abdul Masih :
‫الوتَ ُُّد‬
‫ُّو‬ ‫ي‬
ِ ‫ُّاحل‬ ‫ْي‬ ‫ُّع‬ ‫ن‬ِ َّ‫ىُّضي ٍمُّي ر ُادُّبِِهُُُّّّإِالَُّّاألَ َذال‬‫ل‬
َ ‫ُّع‬ ‫م‬‫ي‬ ِ ‫والَُّي‬
‫ق‬
َ َ َّ ُ ْ َ َُ ْ َ َ ْ
ُ ُ َ
ُّ‫َح ُد‬ ِ ِ ِ ِ ٌ ‫فُّمرب و‬ ِ
َ ‫ُُُّّّو َذاُّيُ َشجُُّّفَالَُّيَ ْرث ْيُّلَهُُّأ‬
َ ‫طُّب ُرَّمته‬ ْ ُ ْ َ ‫اُّعلَىُّاخلَ ْس‬
َ ‫َه َذ‬
Tidak akan bermukim pada kedholiman yang diarah
padanya kecuali Dua Makhluk yang Hina yaitu Keledai
perumahan dan pasak.
Ini (keledai perumahan) diikat dengan talinya serta hina, dan
yang ini (pasak) ditancapkan, lalu tiada satu orangpun yang
menyayanginya.

Penyair menuturkan kata “keledai dan pasak” lalu kembali


dengan menyatakan sesuatu yang berhubungan pada kata
yang pertama yaitu : “diikat serta hina” lalu pada kata yang
kedua yaitu “ditancapkan”.

dan adakalanya menyebutkan keadaan sesuatu dengan


menyandarkan kata yang sesuai pada masing-masing
perkara tersebut.
Seperti Abu Toyyib Al-Mutanabbi :
‫اُّم ْرُُّد‬ ‫و‬‫م‬ ‫ث‬ ‫اُّإلت‬ ‫ُّم‬ ‫ل‬ِ‫َُّبل َقنَاُّوم َشايِ ِخُُُّّّ َكأ ََّهنُم ُِّمنُّطُو‬
ِ ‫ي‬‫ق‬ِّ ‫سأطْلُبُّح‬
َ َ
ُ ُ َ ْ ْ ُ ََ ْ َ ُ
‫اُّشد ْواُّقَلُِّْي ٌلُّإ َذاُّعُد ْوُّا‬
َ ‫اُّدعُ ْواُُُّّّ َكثِ ْْيٌُّإِ َذ‬
ُ ‫افُّإِ َذ‬
ِ ‫الُّإ َذاُّلَ َقو‬
ٌ ‫اُّخ َف‬ ْ ٌ ‫ثَِق‬
Saya akan mencari hakku dengan tombak dan para lelaki
dewasa., karena lamanya memakai cadar (ketika perang)
Seolah-olah Mereka itu para Pemuda, yang terlihat Berat

99
(dihadapan Musuh) ketika berperang, yang cepat tanggap
ketika diajak, yang banyak ketika menyerang, yang sedikit
ketika dihitung.

9. Mungukuhkan pujian dengan sesuatu yang menyerupai


penghinaan.
Hal ini terbagi menjadi 2 macam :
a. Mengecualikan Sifat Pujian dari sifat penghinaan yang
meniadakan dengan cara mengira-ngirakan masuknya
pujian itu pada penghinaan.
Seperti Ucapan Ziyad bin Muawiyah Adz-Dzabiyani:
ُِّ ِ‫ُّسيُوفَ ُه ْمُُُِّّّبِِ َّنُّفُلُ ْوٌل ُِّم ْنُّقَِر ِاعُّال َكتَائ‬
‫ب‬ َّ ‫بُّفِْي ِه ْمُّ َغ ْ َْي‬
ُ ‫ُّأن‬ َ ‫ُّعْي‬
َ َ‫َوال‬
Tiada cela pada Mereka kecuali retaknya pedang dari
menyerang pasukan Musuh.

b. Menetapkan Sifat pujian terhadap suatu perkara, dan


didatangkan sifat pujian lain setelahnya dengan kata
pengecualian yang menyandinginya.
Seperti Ucapan Penyair :
‫َُّبقِيًا‬
َُّ ‫ُّعلَىُّامل ِال‬
َ ‫ُُُُّّّّج َو ٌادُّفَ َماُّيُْب ِق ْي‬
َ ُ‫َوصافُهُُّ َغ ْ َْيُّأَنَّه‬
َ ‫تُّأ‬
ْ َ‫فَ ًَتُّ َك ُمل‬
َ
Dia itu Pemuda yang sempurna sifatnya melainkan ia
seorang Dermawan, lalu ia tiada menyisakan sisa dari
hartanya.

100
10. Bagusnya alasan; yaitu : Menggunakan suatu alasan yang
bukan sebenarnya, yang terdapat perkara yang langka untuk
sifat.
Seperti Ucapan Al-Khotib Al-Qozuwaini :
‫ُّمْن تَطَ ُِّق‬ ‫د‬
َ ‫ق‬
ْ ِ ‫لَوُّ ََلُّتَ ُكنُّنِيَّةُُّاجلوَز ِاء‬
ِ‫ُّخ ْذمتَهُُُّّّلَماُّرأيتُّعلَي هاُّع‬
ُ َ ْ َ َ ْ َ َ ُ َ َْ ْ ْ ْ
“Seandainya tidak ada keinginan bintang Jauza' itu
melayaninya, maka engkau tidak akan melihat padanya
ikatan yang melingkar”.

11. Kesesuaian ladadz serta ma'na; yaitu Lafadz-lafadz yang


sesuai dengan maknanya, maka dipilihlah lafadz yang Agung
dan Ibarot yang sangat keras logatnya untuk kebanggaan
dan keberanian, atau kalimat yang lembut dan halus untuk
bahasa kawula muda, dll.
Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan Kebanggaan dan
keberanian:
ِ ِ ‫إذاُّماُّ َغ‬
‫ُّد ًمُّا‬
َ‫ت‬ ِ ‫َّم‬
ْ ‫سُّأ َْوُّقَطََر‬ ْ ‫ابُّالش‬ َ ً‫ضِّريَة‬
َ ‫ُُُّّّهتَكْنَاُّح َج‬ َ ‫ُّم‬ ُ ً‫ضبَة‬ْ ‫ضْب نَاُّ َغ‬ َ
ِ ٍ ِ
‫اُّو َس لَّ َما‬
َ َ‫ىُّعلَْي ن‬ َ ‫ُّسيِّ ًداُّم ْنُّقَبِْي لَةُُُّّّذُ َرىُّمْن ٍََب‬
َ َّ‫ُّص ل‬ َ ‫َع ْرََن‬
َ ‫اُّماُّأ‬
َ َ‫إذ‬

Ketika kami marah seperti marahnya Mudhor, maka kami


merusak penghalang matahari (perkara haq) sampai
meneteskan warna darah.
Ketika kami mencela pimpinan suatu qobilah diatas mimbar,
maka Ia mendo'akan kami dan menyebut (nama kami pada
qoumnya).

Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan ucapan kamu


pemuda :

101
ِ
ٌ ‫ىُّع ِِّْنُّال َكَرىُّطَْي‬
ْ‫فُّأَََُّل‬ َ ‫ُُُّّّونَ َف‬
َ ‫ََن‬ َْ ‫ََلُّْيَطُ ْلُّلَْيل ْي َُّولَكِ ْنُّ ََلُّْأ‬
Malamku tiada panjang, tetapi aku belum tidur, telah hilang
rasa ngantukku, bayangan kekasih telah datang.

12. Uslubul Hakim; yaitu : menyampaikan kepada mukhotob


dengan selain kata yang dinantinya atau menyampaikan
kepada orang yang bertanya dengan selain jawaban yang
diinginkan karena mengingatkan bahwa jawaban itu lebih
layak pada pertanyaan yang diharapkan.
a. Mempersepsikan pemahaman ucapan menjadi berbeda
dengan sesuatu yang diharapkan oleh pengucapnya.
Seperti Ucapan Qoba'tsaro kepada Hajjaj yang telah
mengancamnya dengan ucapan :ُُّّ‫ُّعلَىُّاأل َْد َه ِم‬ ِْ
َ ‫َّك‬َ ‫ألْحلَن‬
Sungguh aku akan membawamu pada terali besi
lalu Qoba'tsaro mengatakan (dengan mengartikan kata
Adham dengan arti Kuda hitam) :
ُِّ ‫ىُّاألد َه ِم َُّواأل ْش َه‬
‫ب‬ ْ َ‫ُّعل‬ ِ
ِ َ ‫ُّاألم ِْي‬ ِ
َ ‫ُُّيم ُل‬
ْ ْ ‫ثل‬ ُ ‫م‬
itu Seperti Pemimpin yang naik kuda hitam dan kuda putih.
Lalu Hajjaj menjawab : ُّ‫تُّاحلَ ِديْ َد‬ ُ ‫أ ََرْد‬
Saya menghendaki (dengan kata adham) sebagai terali besi.
Lalu Qoba'tsaro berkata (dengan mengartikan kata Hadid
dengan arti Pandai):
‫اُّخ ْْيٌ ُِّم ْنُّأ ْنُّيَ ُك ْو َنُّبَلِْي ًدا‬ ِ
َ ‫أل ْنُّيَ ُك ْو َنُّ َحديْ ًد‬
Kuda yang pandai itu lebih baik dari pada kuda yang bodoh.

102
Hajjaj menghendaki dengan kata "adham" sebagai terali
besi, dan kata "Hadid" sebagai Tempat yang khusus.
sedangkan Qoba'tsaro menggambarkan pemahaman
keduanya sebagai "Kuda hitam yang tidak bodoh"
Tujuan hal ini adalah menyalahkan Hajjaj, bahwa yang lebih
layak itu janji membawanya dengan kuda hitam yang tidak
bodoh, bukan ancaman untuk membawanya ke terali besi.

b. Memposisikan suatu pertanyaan dengan pertanyaan


lain yang sesuai dengan kondisi masalah.
Seperti Firman Allah :
ِ ‫تُّلِلن‬
.‫َّاس َُّواحلَ ِّج‬ ِ ‫ُّهي‬
ُ ‫ُّم َواقْي‬
ِ ِِ
َ َ ‫ُّع ِنُّاألهلَّةُّقُ ْل‬
َ ‫ك‬ َ َ‫يسألُْون‬
ْ
Mereka bertanya padamu, maka katakanlah : "itu adalah
Waktu bagi manusia dan haji .
Sebagian Shohabat (Mu'adz bin Jabal dan Robi'ah bin
Ghonam) kepada Nabi : "Bagaimana keadaan hilal yang
tampak sebentar lalu bertambah hingga menjadi purnama,
lalu berkurang hingga kembali seperti semula ?".
Maka jawabannya didatangkan dengan hikmah yang
ditimbulkan dari perbedaan ukuran hilal, pada Firman Allah
tersebut, karena hal itu lebih penting bagi orang yang
bertanya.
Maka pertanyaan mereka tentang sebab terjadinya
perbedaan ukuran hilal itu diposisikan seperti pertanyaan
tentang hikmah dari perbedaan itu.

Muhassinat Al-Lafdhiyyah.

103
1. Jinas; yaitu keserupaan dua lafadz dalam ucapan bukan
pada makna.
Jinas itu ada yang Tamm (sempurna) dan Ghoiru Tamm
(tidak sempurna).
Jinas Tamm; yaitu : Lafadz yang hurufnya sama dalam
keadaannya (ha’iat), jenis, hitungan dan urutannya.
Contoh :
ً ‫َّه ِرُّإِنْ َس‬
.‫اَن‬ ِ ْ ‫تُّلِ َع‬
ْ ‫ْيُّالد‬
ِ
َ ‫اَنُّيُالذُُّبِهُُُُُّّّّّفَالُّبَِر ْح‬
ً ‫ََلُّْنَلْ َقُّ َغ ْ َْي َكُّإنْ َس‬
Kami belum pernah bertemu manusia yang bisa dibuat
perlindungan selain engkau, maka engkau senantiasa pada
masa ini sebagai biji mata.

Contoh lain :
ِ ‫ض ِهمُّماُّدمت ُِِّف‬
.‫ُّأرض ِه ْم‬ ِ ِ ‫فَ َدا ِرِهمُّماُّدمت ُِِّف‬
َ ‫ُّدا ِره ْم‬
ْ َ ْ ُ َ ْ ‫ُُُُّّّّو ْأر‬ َ ْ َ ُْ َ ْ
Maka kelilingilah mereka, selama engkau tetap dirumahnya.
dan senangkanlah mereka selama engkau tetap berada di
tanahnya.

Jinas Ghoiru Tamm; yaitu Lafadz yang hurufnya berbeda


pada salah satu dari keadaan, jenis, hitungan dan urutan.
Contoh :
ِ ‫اضُّقَو‬
ِ ‫اص‬ ٍ ِ ‫اص‬ ٍ ِ
.‫ب‬ َ ٍ ‫ُِّبسيَافُّقَ َو‬
ْ ‫ول‬ ُ َ‫ُّع َواص ٍمُُُُّّّّت‬
ُ‫ص‬ َ ِ ‫ُّع َو‬
َ ‫َيَُد ْو َنُّم ْنُّأيْد‬
Mereka sedang menjulurkan (lengan mereka) dari tangan
orang yang memukul dengan tongkat, yang selalu menjaga
(dari kerusakan) yang menyerang dengan pedang yang
mematikan, yang memotong.

104
2. Saja'; yaitu : adanya kesamaan pada huruf terakhir antara
dua kalimat Natsar yang terpisah.
Contoh :
.‫اإلنْ َسا ُنُّآبدابِِهُّالَُّبِِزيِِّه َُّوثِيَابِِه‬
Manusia mulya itu dengan perilakunya, bukan perhiasannya
dan pakiannya.

Contoh :
.‫اعُّبَِزَو ِاج ِر َُّو ْع ِظ ِه‬ ْ ُ‫اع ُِِّبَ َو ِاه ِرُّلَ ْف ِظ ِه َُّويَ ْقَرع‬
َ َ‫ُّاألَس‬ َ ‫ُّاألس َج‬
ْ ‫يَطْبَ ُع‬
Orang menghiasi Beberapa sajak dengan keindahan
lafadznya, dan mempengaruhi pendengaran dengan
Larangan-larangan nasehatnya.

3. Iqtibas; yaitu : Suatu kalam yang mengandung sesuatu


dari Al-Qur;an dan Hadits bukan merupakn Lafadz salah
satunya.
Seperti ucapan Penyair :
ِ ِ ِ
‫اع‬ َ ‫ضُّ ِم َُّوأنْك ْرُّب ُك ِّل‬
ُُّ َ‫ُّماُّيُ ْستَط‬ َ ‫الَ ُّتَ ُك ْن ُّظَال ًما َُّوالَ ُّتَ ْر‬
‫َِبلظُْل‬
ُُّ َ‫ُّش ِفْي ٍعُّيُط‬
‫اع‬ َ َ‫ُّح ِمْي ٍم َُّوال‬ ِ ٍُّ ُ‫ي ومَُّيِِْتُّاحلِسابُّماُّلِظَ ل‬
َ ‫وم م ْن‬ َ ُ َ ْ َ َ َْ

Janganlah kamu menjadi orang dholim, dan janganlah rela


dengan kedholiman, dan ingkarilah sesuai dengan
kemampuan.
Pada hari datangnya Hisab bagi orang yang sangat Dholim
itu tiada seorang sahabat, dan orang yang menolongnya
yang diikuti.

105
Syair tersebut diambil dari Ayat Al-qur’an Surat Al-Mu’min :
18 :
ُّ َ‫ُّش ِفْي ٍعُّيُط‬
ُ‫اع‬
َِ ‫ماُّلِلظَالِ ِمْي ُِّمن‬
َ َ‫ُّْحْي ٍم َُّوال‬ ْ َْ َ

Seperti ucapan Penyair :


ُّ‫ُّالوطَ ِن‬ ‫ب‬ ‫ي‬
‫ر‬ِ ‫غ‬
َ ُّ‫ى‬‫ع‬ ‫ر‬ ‫اُّي‬‫م‬َّ
‫ل‬ ‫ُُُّّّق‬
َ ‫م‬ِِ‫الَُّتُع ِادُّالنَّاس ُِِّفُّأوطَاهن‬
َ ُ ْ َ ْ َ ْ ْ ْ َ
ُ َ
ِ ‫اُّشْئتُّعي ًشاُّب ي نَ همُُُُّّّّخالِ ِقُّالن‬ ِ ‫وإ َذ‬
.‫ُّح َس ٍن‬ َ ‫َّاسُِّبُْل ٍق‬
َ َ ْ ُ َْ َْ َ ‫اُّم‬ َ َ
Janganlah kamu musuhi manusia di Negaranya, Sedikit
sekali para pendatang itu dilindungi.
Jika engkau ingin berinteraksi dengan mereka, maka
berperilakulah kepada manusia dengan Akhlaq yang baik.
Syair tersebut diambil dari Sabda Nabi kepada Abu dzarr Al-
Ghifary :
ِ ‫ُّالسيئةُّاحلسنةَُّمتحهاُّوخالِ ِقُّالن‬
َ ‫َّاسُِّبُ ٍلق‬
.‫ُّح َس ٍن‬ َ َ ُ َّ ‫إتقُّهللاُّحيثماُّكنتُّوأتب ِع‬
َ
Dan tidak berpengaruh dengan adanya perubahan yang
sedikit pada lafadaz yang diambil karena wazan Syi'ir atatau
yang lain.

Seperti ucapan Penyair :


َ ُ‫وَنُُُّّّإَنَُّّإَلُّهللاِ َُّر ِاجع‬
ُّ‫وَن‬ َ ‫تُّأ ْنُّيَ ُك‬ ِ ‫قَ ْدُّ َكا َن‬
ُ ‫ُّماُّخ ْف‬
َ
Sungguh telah terjadi kematian yang aku khawatirkan,
Sesungguhnya kami itu kembali kepada Allah.
Syair tersebut diambil dari Firman Allah Surat Al-Baqoroh :
156 :
.‫صْي بَةٌُّقَالُْواُّإَنَُّّهللِ َُّوإَنَُّّإلَْي ِه َُّر ِاجعُ ْو َن‬ ُْ ُ َ
ِ ‫ُّالصابِ ِرين‬
ِ ‫ُّالذينُّإِ َذاُّأصابِْت ُّهمُّم‬
َ َ ْ َّ ‫َوبَ ّش ِر‬
ْ
ِ

106
PENUTUP

4. Indahnya permulaan kalam; yaitu : Seorang Mutakallim


menjadikan awal pembicaraannya dengan indah lafadznya,
baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.
Apabila permulaan kalam itu mengandung isyarat pada
tujuannya, maka dikatakan sebagai Baroatul Istihlal.
Seperti Ucapan abu toyyib ketika memberi ucapan atas
hilangnya penyakit :
‫ُّالس َق ُُّم‬
َّ ‫ك‬ َُّ ِ‫كُّإِ ََلُّأ َْع َدائ‬ ِ ِ
َ ‫ُّعْن‬
َ ‫ُُُّّّوَز َال‬
َ ‫ت َُّوال َكَرُم‬ َ ‫ِفُّإ ْذُّعُوفْي‬
َ ‫املَ ْج ُدُّعُ ْو‬
Keluhuran dan kemuliaan telah terlimpahkan, karena
engkau telah sembuh, dan penyakit telah hilang darimu pad
musuh-musuhmu.
Seperti Ucapan penyair lain yaitu Asyja’ as-salma ketika
memberi ucapan atas pembangunan gedung :
َ ‫ُّعلَْي ِه‬
‫َُّجَا َهلَاُّاأل َََّي ُُّم‬ َ ‫ت‬ ْ ‫ُُُُّّّّخلَ َع‬
َِ ‫قَصرُّعلَي ِه‬
َ ‫َُّتيَّةٌ َُّو َسالَ ُم‬ ْ َ ٌْ
Sebuah gedung yang terdapat kehormatan dan
salam,Waktu telah meletakkan keindahannya padanya.

5. Indahnya penutup kalam; yaitu : Seorang Mutakallim


menjadikan akhir pembicaraannya dengan indah lafadznya,
baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.
Apabila akhir kalam itu mengandung isyarat pada selesainya
pembicaraan , maka dikatakan sebagai Baroatul Maqto’.
Seperti Ucapan Abul Ala’ atau abu toyyib :
َ ‫اُّد َعاءٌُّلِلْ ََِبيَِّة‬ ِِ
‫ُّش ِام ُُّل‬ ِ
ُ ‫ُُُّّّوَه َذ‬
َ ‫فُّأ َْهله‬ َ ‫َّه ِر‬
َ ‫َُّيُّ َك ْه‬ ْ ‫تُّبَ َقاءَُّالد‬
َ ‫بَقْي‬

107
Engkau tetap sepanjang masa, wahai Gua tempat
berlindung penghuninya, Ini adalah do’a yang menyeluruh
untuk manusia.

‫وصلىُّهللاُّوسلمُّعلىُّسيدَنُُّممدُّوعلىُّالهُّوصحبهُّأَجعْيُّواحلمدُّهللُّربُّالعاملْي‬
ُّ

108
DAFTAR ISI

Fashohatul Kalimah : 2 Majaz Isti'aroh : 51


Fashohatul Kalam : 5 Pembagian Majaz Isti'aroh :
Fashohatul Mutakallim : 8 53
Balaghotul Kalam : 8 Isti'aroh Musorrohah : 53
Balaghotul Mutakallim : 9 Isti'aroh Makniyyah : 54
ILMU MA'ANI : 9 Isti'aroh Ashliyyah : 55
KHOBAR DAN INSYA' : 10 Isti'aroh Taba'iyyah : 56
Kalam Khobar : 11 Isti'aroh Murosyahah : 58
Macam-macam Khobar. : 12 Isti'aroh Mujarodah : 58
Kalam Insya' : 13 Isti'aroh Muthlaqoh : 59
Amar (Perintah) : 14 Majas Mursal : 59
Nahi (Larangan) : 15 Majaz Murokkab : 62
Istifham (Bertanya) : 16 Majaz Aqli : 63
Tamanni (Berharap) : 23 Kinayah : 65
Nida’ (kata Seru) : 24 Ilmu Badi :' 68
DZIKR DAN HADZFU : 25 Muhassinat Al-Ma'nawiyyah :
Faktor Penyebab Penyebutan 69
Lafadz : 25 Tauriyyah; : 69
Faktor Penyebab Pembuangan At-Thibaq; 70
Lafadz : 26 Muqobalah; 71
TAQDIM DAN TA'KHIR : 28 Menjaga Perbandingan 71
QOSHOR : 30 Istikhdam, 71
WASHOL DAN FASHOL : 34 Al-Jam'u; 72
Tempat-Tempat yang harus di Tafriq; 73
Washolkan dengan huruf Athof Taqsim; (mengklasifikasikan)
Wawu. : 34 73

109
Tempat-Tempat yang harus Mungukuhkan pujian dengan
dipisah (Fashol) : 35 sesuatu yang menyerupai
IJAZ, ITHNAB, DAN MUSAWAH : penghinaan.74
38 Bagusnya alasan; 75
Faktor penyebab adanya Ijaz: 40 Kesesuaian ladadz serta
Faktor penyebab Ithnab : 41 ma'na 75
KLASIFIKASI IJAZ: 41 Uslubul Hakim; 75
KLASIFIKASI ITHNAB : 42 Muhassinat Al-Lafdhiyyah. 77
Ilmu Bayan , TASYBIH : 44 Jinas; 77
RUKUN TASYBIH : 45 Saja'; dan Iqtibas; 78
PEMBAGIAN TASYBIH : 46 PENUTUP 79
TUJUAN TASYBIH : 48 Indahnya permulaan kalam;
Majaz : 50 79
Indahnya penutup kalam; 80

110

Anda mungkin juga menyukai