Oleh:
v
Arba’in: 40 Kaidah Shorof dari Ibnu Taimiyyah & Ibnul Qoyyim |2
KATA PENGANTAR
Di sela-sela penelitian saya yang berjudul “illat nahwu dan shorof dari
Ibnu Taimiyyah serta pengaruhnya dalam hukum syar’i”, saya nukilkan beberapa
kaidah shorfiyyah darinya ke dalam buku ini ditambah dengan kaidah yang
berasal dari murid beliau, yaitu al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahumallah.
Semoga tulisan ini menjadi wasilah untuk meraih Ridho-Nya dan menjadi
sebab dimudahkannya urusan kami, aamiin…
Tholibul Ilmi
إن عُلُوم الْعربية من التصريف والنحو واللغة:)قال اإلمام ابن قيم اجلوزية (رمحه هللا رمحة واسعة
.واملعان والْب يان و َْنوها
“Ilmu Bahasa Arab terdiri dari ilmu shorof, ilmu nahwu, lughowiyyat, ma’ani,
dan bayan”1
Dahulu ulama tidak membedakan antara ilmu shorof dan nahwu, karena
jika disebutkan istilah “nahwu” maka ia mencakup keduanya. Hingga datang Abu
Utsman al-Mazini (247 H) dengan kitabnya yang membahas secara khusus
tentang shorof, yang diberi judul “at-Tashrif”. Imam Ibnul Qoyyim pun pernah
menyebutkannya di dalam kitabnya:
صريْفه
ْ فت
ْ حّت قال فْي ها أبُ ْو عُثْمان
Kitab ini pun disyarah oleh Ibnu Jinni (392 H), dengan judul “al-Munshif li Kitab
at-Tashrif” sebanyak 3 jilid. Bisa dikatakan inilah kitab shorof terlengkap dan
tertua yang sampai kepada kita.
1
Miftahu Daar as-Sa’adah: 1/158
2
Badai’ul Fawaid: 4/179
3
Isim-isim yang tidak mu’rob, seperti dhomir dan isim isyaroh.
4
Fi’il yang tidak bisa di-tashrif, seperti بئْسdan ن ْعم
5
Semua huruf yang bermakna, seperti huruf jarr dan huruf jazm.
6
al-Kitab: 4/242
Bahasa Arab adalah bahasa yang dikenal dengan kosakatanya yang kaya,
tidak kurang dari 12 juta kata yang dimilikinya. Hal ini menjadi tantangan
tersendiri bagi para pengajar ketika hendak mengajarkannya kepada mereka
penutur non-Arab. Untuk itu ulama shorof berusaha menyederhanakannya dan
membuat suatu tolak ukur, agar ketika mereka kesulitan dalam menentukan
perubahan suatu kata, mereka akan kembali kepada tolak ukur tersebut. Inilah
Melihat mayoritas kosakata dalam bahasa Arab terdiri dari 3 huruf dan kata
yang paling banyak perubahannya adalah fi’il, maka mereka menjadikan ف عل
sebagai standar dari seluruh kata yang ada. Misalnya ضرب wazan-nya ف علdan
فهمwazan-nya فعلdan seterusnya.
Adapun jika kata tersebut terdiri dari 4 huruf atau lebih maka akan
ditambahkan lam-nya pada wazan, misalnya زلْزلwazan-nya ف ْعلل, ف رْزدقwazan-
nya ف علل dan seterusnya. Dari wazan juga kita bisa mengetahui huruf asli dan
huruf tambahan, misalnya است ْغفر
ْ wazan-nya است ْفعل
ْ , darinya kita tahu bahwa huruf
aslinya ر، ف، غadapun ت، س، اhanya tambahan. Inilah yang dimaksud dari
ucapan Syaikhul Islam: صلية والزائدة
ْ احلُُروف ْاأل
ْ ظ "ف عل" تُقاب ُل
ُ ل ْف.
7
Majmu’atul Fatawa: 12/62-63
"مدحهُ" لتجرد م ْعناهُ من معان الغرائز:ح فإنهُ جاء على وْزن "ف عل" ف قالُوا
ُ الْم ْد:قال ابن القيم
.والطبائع
“Lafadz “al-madhu” hadir dengan wazan “fa’ala”, mereka mengucapkannya:
“madahahu” karena maknanya tidak berkaitan dengan naluri dan tabiat”8
Wazan ف عل adalah wazan fi’il madhi9 yang paling banyak muncul secara
mutlak. Maka dari itu para ulama menjadikannya sebagai mizan shorfi. Wazan ini
memiliki 3 bentuk fi’il mudhori’10 yaitu:
.ج
ُ خرج – َيُْر، دخل – ي ْد ُخ ُل،ب
ُ ُ كتب – يكْت:ف عل – ي ْفعُ ُل
ن زل – ي ْنزُل، رجع – ي ْرج ُع،س
ُ جلس – َْيل:ف عل – ي ْفع ُل
سأل – ي ْسأ ُل،ب
ُ ذهب – ي ْذه،ُ ق رأ – ي ْقرا:ف عل – ي ْفع ُل
Banyaknya perubahan yang dimilikinya menjadikan maknanya sangat
beragam, tidak mungkin disebutkan semuanya. Berikut ini diantara makna ف عل
beserta contohnya:
1. Mengumpulkan dan memisahkan:
. ن فد، فصل، عزل، قسم، ف رق، َشل، دمج، حفل، حشد، وصل،َجع
2. Memberi dan menolak:
. ردع، دفع، حظر، حرم، جحم، وقف، منع، بذل، وهب، ن فح، رفد،منح
3. Menguasai:
8
Badai’ul Fawaid: 2/94
9
Fi’il yang menunjukkan waktu lampau, akan dibahas di kaidah 18
10
Fi’il yang menunjukkan waktu sekarang dan mendatang, akan dibahas di kaidah 19
Kaidah 4: Fa’ila
" "محد" لتضمنه احلُب الذي ُهو بلطبائع والسجاَي أ ْوىل وأحق م ْن "فهم: فقيل:قال ابن القيم
.و"حذر" و"سقم" و َْنوه
“Disebut: “hamida” karena mengandung makna cinta yang mana ia termasuk
tabiat, maka ia lebih berhak (berwazan fa’ila) daripada “fahima”, “hadziro”,
“saqima”, dan lain-lain”11
11
Badai’ul Fawaid: 2/94
Kaidah 5: Fa’ula
ف تأملْهُ وم ْن هذا الباب..." "حلُم" ي ُدل على إثْبات الصفة ف وافق "ش ُرف" و"ك ُرم:قال ابن القيم
.""ك ُب" و"صغُر
“”haluma”menunjukkan sifat yang melekat sebagaimana “syarufa” dan
“karuma”… renungkanlah dan termasuk ke dalam bab ini: “kaburo” dan
“shoghuro””12
.ص ُر
ُ صر – ي ْق
ُ ق،صغُُر
ْ صغُر – ي،ُ ك ُب – يك ُْب:ف عُل – ي ْفعُ ُل
Berikut ini diantara makna ف عُلbeserta contohnya:
.ضو
ُ ق، علُم، ذ ُكو،ف ُهم
12
Badai’ul Fawaid: 2/53
Kaidah 6: Af’ala
. إذا قُ ْلت "أفْ ع ْلتهُ" فإّنا ت ْعن جع ْلتهُ على هذه الصفة:قال ابن القيم
“Jika kamu mengatakan “af’altuhu” maka maknanya kau menjadikan bersifat
demikian”13
13
Badai’ul Fawaid: 2/55
14
Fi’il Lazim adalah fi’il yang tidak membutuhkan maf’ul bih, akan dibahas di kaidah 16
15
Fi’il Muta’addi adalah fi’il yang membutuhkan maf’ul bih, akan dibahas di kaidah 17
Cara lainnya untuk mengubah fi’il lazim menjadi muta’addi adalah dengan
men-tasydid (menggandakan) ‘ainul fi’li, sehingga ber-wazan ف عل. Misalnya طوع
(menaklukkan) berasal dari fi’il طاع (tunduk), yang kemudian alif-nya diubah
menjadi wawu dan diberi tasydid. Contoh lainnya:
Kaidah 8: Infa’ala
. ف ْع ُل الْ ُمطاوعة ُهو الواق ُع ُمسب با عن سبب اقتضاء َْن ُو كسْرتُهُ فانكسر:قال ابن القيم
“Fi’il muthowa’ah adalah hasil yang terjadi oleh suatu sebab yang
dikehendaki, seperti: aku pecahkan ia (kasartuhu) maka ia pun pecah
(inkasaro)”17
Kebalikan dari wazan أفْ عل dan ف عل adalah wazan انْفعلdimana tambahan
huruf hamzah dan nun yang berada di awal fi’il mengubah makna fi’il-nya dari
16
Badai’ul Fawaid: 4/180
17
ibid: 2/53
Kaidah 9: Ifta’ala
عمل:ال
ُ كما يُق، ألن فيه ُكلْفة، والتاءُ ف ال ْعتكاف تُفْي ُد ض ْرب من املعاجلة واملزاولة:قال ابن تيمية
. وقطع واقْ تطع،و ْاعتمل
“Huruf taa’ pada kata “i’tikaf” menunjukkan bentuk proses dan praktek,
karena padanya ada beban, sebagaimana “’amila” dan “i’tamala”, “qotho’a”
dan “iqtatho’a””18
Diantara makna wazan افْ ت عل adalah adanya proses dan perjuangan.
Syaikhul Islam memberikan contoh ْاعتكف, yang menunjukkan bahwa i’tikaf
bukan sekedar bermalam di masjid melainkan ada rukun, syarat, dan waktu yang
ditentukan. Contoh lainnya:
18
Kitab ash-Shiyam min Syarhil Umdah: 2/707
Wazan افْ علdan افْ عالdigunakan untuk mengungkapkan warna. Hanya saja
perbedaan keduanya adalah افْ علuntuk warna yang lemah sedangkan افْ عالuntuk
warna yang kuat. Contohnya:
.ث
ُ ب واإل ْثُ واحلْن
ُ ج واحلُْو
ُ ال "ترج" و"توب" و"تث" و"تنث" إذا أزال عْنهُ احلر
ُ ويُق:قال ابن تيمية
19
Badai’ul Fawaid: 2/54
ف بب "تفاعل" َن ُو "تقاتل" و"تاصم" و"تارض" و"تغافل" و"تناوم" ألنهُ إظْهار:قال ابن القيم
.ُلأل ْمر ون ْشر له
“Contoh fi’il pada bab “tafaa’ala” adalah “taqootala”, “takhooshoma”,
“tamaarodho”, “taghoofala”, dan “tanaawama” karena ia menampakkan
suatu hal dan mengumumkannya”21
20
Ar-Roddu ‘alal Manthiqiyyin: 1/533
21
Badai’ul Fawaid: 2/53
Imam Ibnul Qoyyim menyebutkan bahwa makna utama dari wazan است ْفعل
ْ
ada 2: الو ُج ْودية
ُ (keberadaan) dan الطلبية (permintaan). Misalnya ت ْستطْي ُع (kamu
mampu; aku minta kamu mematuhiku) atau ستط ْي ُع
ْ ( أaku mampu; aku dapati diriku
bisa mematuhimu). Contoh lainnya:
22
Badai’ul Fawaid: 4/180
ك ْفكف، مطْمط الكالم إذا مطهُ شيئا ب ْعد ش ْيء،ُالباب إذا تكرر صر ُيره
ُ ص ْرصر:قال ابن القيم
.الشيء إذا كرر كفهُ وُهو كثي
“Bunyi derak pintu (shorshoro) jika bunyinya berulang, atau bicaranya
terbata-bata (mathmatho) jika ia mengucapkannya sedikit demi sedikit, atau
mengusap sesuatu (kafkafa) jika dia mengulang usapannya dan berkali-kali”23
Ada diantara fi’il yang terdiri dari 4 huruf asli, meskipun tidak banyak.
Wazan-nya adalah ف ْعللyang mana ia menunjukkan sesuatu yang berulang. Selain
contoh yang dibawakan oleh Imam Ibnul Qoyyim, berikut ini contoh lainnya:
(mengguncang-guncangkan) زلْزل
(membisiki berulang kali) و ْسوس
(menggerutu) د ْمدم
Wazan fi’il mudhori’-nya adalah يُف ْعلل.
ُ
23
Badai’ul Fawaid: 2/251
ُدهي فُالن وأُصيب ِب ْمر: وأتى على بناء ما َلْ يُسم فاعلُهُ إيهاما لشأْن الْف ْعل كق ْوِل ْم:قال ابن القيم
.عظيم
“Kadang fi’il muncul dalam bentuk majhul (tidak disebutkan fa’il-nya) untuk
menyamarkan berkaitan dengan fi’il-nya, seperti: fulan ditimpa musibah dan
ditimpa masalah besar”24
Semua wazan fi’il yang telah disampaikan merupakan fi’il yang diketahui
fa’il-nya ) (م ْبنٌّ للفاعلatau yang dikenal dengan املعلُ ْوم
ْ الف ْعل. Kendati demikian,
ُ
terkadang pelaku dari suatu fi’il tidak disebutkan, bisa karena tidak diketahui,
dirahasiakan, atau yang lainnya. Ketika itu fi’il-nya ditujukan untuk maf’ul bih
) (مْبنٌّ للم ْفعُ ْولatau yang dikenal dengan اجمل ُه ْول
ْ الف ْع ُل.
Cara membentuk fi’il madhi majhul adalah dengan di-dhommah-kan huruf
pertamanya dan di-kasroh-kan sebelum huruf terakhir. Jika fi’il tersebut
didahului huruf تmaka huruf pertama dan kedua yang di-dhommah. Jika fi’il
tersebut didahului huruf ا maka huruf pertama dan ketiga yang di-dhommah.
Berikut ini contohnya:
. يُف ْعل ُل، يُ ْست ْفع ُل، يُت فع ُل، يُت فاع ُل، يُ ْفت ع ُل، يُفع ُل،يُ ْفع ُل
24
Mukhtashor Ash-Showa’iq al-Mursalah: 1/397
. الف ْع ُل الالزُم ُهو الذي لزم فاعلُهُ وَلْ َُياوْزهُ إىل غ ْيه:قال ابن القيم
“Fi’il lazim adalah fi’il yang membutuhkan fa’il namun tidak membutuhkan
yang lainnya (maf’ul bih)”25
Ketika suatu fi’il tidak melibatkan objek apapun selain fa’il, maka fi’il itu
disebut الف ْع ُل الالزم. Atau boleh jadi ia membutuhkan maf’ul bih namun harus
dengan perantara huruf jarr, maka ia juga dinamakan fi’il lazim, seperti بزيْد ت
ُ مرْر
(aku melalui Zaid). Ada beberapa wazan yang khas untuk fi’il lazim, sebagaimana
menjadi ف عُل sebagai bentuk takjub, misalnya ض ُرب زيد (betapa keras pukulan
Zaid).
25
Badai’ul Fawaid: 2/51
26
ibid
kan maf’ul bih dengan sendirinya tanpa bantuan apapun. Ada beberapa cara
membuat fi’il muta’addi dari fi’il lazim, diantaranya:
. وجاء الْف ْع ُل بل ْفظ الْماضي الدال على الت ْحقيق:قال ابن تيمية
“Fi’il ada yang berbentuk madhi yang menunjukkan pasti terjadi”27
الف ْع ُل املاضي adalah fi’il yang terjadi sebelum lafadznya diucapkan, artinya
telah terjadi di waktu lampau. Selain itu Syaikhul Islam menyebutkan bahwa fi’il
madhi juga bisa bermakna حقيق ْ ( التpasti terjadi) jika belum terjadi. Misalnya
dalam ayat:
27
Majmu’atul Fatawa: 16/529
ب
َ ْ هن َذ َه،ت
ْ َ هي َذ َهب، هم َذ َهبُ ْوا، مها َذ َهبَا،ب
َ هو َذ َه:للغْيب
ت
أننت ذَ َهْب ُن، أنت ذَ َهْبت، أنتم ذَ َهْب تُ ْم، أنتما ذَ َهْب تُ َما،ت
َ أنت ذَ َهْب:للخطاب
َنن ذَ َهْب نَا،ت
ُ أان ذَ َهْب:للتكلم
Tashrif di atas bisa diterapkan pada semua wazan fi’il madhi.
waktu: sekarang, mendatang, dan terus menerus. Hal tersebut dibedakan dari
konteksnya. Contoh:
28
Majmu’atul Fatawa: 16/552
ب
َ ْ هن يَ ْذ َه،ب
ُ هي تَ ْذ َه، هم يَ ْذ َهبُ ْو َن، مها يَ ْذ َهبَان،ب
ُ هو يَ ْذ َه:للغْيب
ب
َ ْ أننت تَ ْذ َه،ي
َ ْ أنت تَ ْذ َهب، أنتم تَ ْذ َهبُ ْو َن، أنتما تَ ْذ َهبَان،ب
ُ أنت تَ ْذ َه:للخطاب
ب
ُ َنن نَ ْذ َه،ب
ُ أان أَ ْذ َه:للتكلم
Tashrif di atas bisa diterapkan pada semua wazan fi’il mudhori’.
Ketika seseorang hendak meminta orang lain melakukan sesuatu maka dia
menggunakan ف ْعل األ ْمر. Maka dari segi waktu, tentu fi’il amr menunjukkan waktu
ُ
mendatang, karena fi’il tersebut baru dikerjakan setelah lafadznya diucapkan.
ب أننت
َ ْ ا ْذ َه،ب أنت
ْ ا ْذ َه، ا ْذ َهبُ ْوا أنتم، ا ْذ َهبَا أنتما،ب أنت
ْ ا ْذ َه:للخطاب
29
Al-Fatawa al-Kubro: 6/663
.ُصال له
ْ ويُر ُاد بل ْشتقاق أ ْن ي ُكون أح ُد ُمها ُمقدما على ْاْلخر أ:قال ابن تيمية
“Dengan isytiqoq bisa diketahui bahwa suatu kata menjadi asal dari kata yang
lain” 30
Dari isytiqoq kita bisa mengetahui asal kata, dan dari asal kita bisa
mengetahui maknanya yang hakiki. Misalnya kita bisa mengetahui makna ُُممد
adalah orang yang terpuji, karena ia berasal dari kata محْد (pujian). Jika kita
menguasai isytiqoq, yang mana ia adalah pondasi ilmu shorof, maka kita akan
mengetahui makna setiap kata dengan tepat.
30
Majmu’atul Fatawa: 20/420
املصدر
ْ menurut bahasa artinya sumber atau asal. Sebagaimana dicontohkan
di bab sebelumnya, bahwa asal dari ُُممدadalah محْد. Maka محْدdalam ilmu shorof
disebut mashdar. Dari mashdar kita bisa mengetahui makna inti dari setiap kata,
ditambah dengan makna khusus yang terkandung dalam lafadznya yang baru.
31
Dar-u Ta’arudhil Aqli wan Naqli: 3/429
اس ُم الفاعل
ْ adalah isim yang menunjukkan pelaku dari fi’il, seperti ذاهب
(orang yang pergi), atau bisa juga menunjukkan orang atau benda yang disifati
dengan fi’il seperti yang dicontohkan oleh Imam Ibnul Qoyyim: جل ميت
ُ ماء جار ور.
Lafadznya diambil dari fi’il mudhori’ ma’lum.
جالس- س
ُ َْيل: مثْ ُل،ي ْفع ُل فاعلُهُ فاعل
يُكْرُم – ُمكْرم: مثْ ُل،يُ ْفع ُل فاعلُهُ ُم ْفعل
يُن زُل – ُمن زل: مثْ ُل،يُفع ُل فاعلُهُ ُمفعل
ي نْكسُر – ُمنْكسر: مثْ ُل،ي نْ فع ُل فاعلُهُ ُمنْ فعل
َْيمر – ُُْممٌّر: مثْ ُل،ٌّي ْفعل فاعلُهُ ُم ْفعل
ٌّ ي ْفعال فاعلُهُ ُم ْفع
َْيمار – ُُْمم ٌّار: مثْ ُل،ال
ب – ُمت قرب
ُ ي ت قر: مثْ ُل،ي ت فع ُل فاعلُهُ ُمت فعل
ي ت قات ُل – ُمت قاتل: مثْ ُل،ي ت فاع ُل فاعلُهُ ُمت فاعل
32
At-Tibyan fi Aqsamil Qur’an: 1/102
33
Zadul Ma’ad: 1/87
| 27 Arba’in: 40 Kaidah Shorof dari Ibnu Taimiyyah & Ibnul Qoyyim
Kaidah 25: Shifah Musyabbahah
صفة ُمشب هة ب ْسم الْفاعل دالة على الث بُوت ول خالف ب ْي أ ْهل الْعربية ف ذلك:قال ابن القيم
“Sifat yang mirip dengan isim fa’il menunjukkan pada sifat yang melekat, tidak
ada perselisihan diantara ulama Bahasa Arab tentang ini”34
صفة ُمشب هة merupakan lafadz yang menunjukkan sifat yang melekat.
34
Zadul Ma’ad: 5/173
. "هللاُ أ ْكبُ" فإنهُ أفْ ع ُل ت ْفضْيل ي ْقتض ْي ك ْونُهُ أ ْكبُ م ْن ُكل ش ْيء:قال ابن القيم
35
Minhajus Sunnah an-Nabawiyyah: 5/189
صل
ْ ت مكان زيْد ألنهُ م ْفعل من الك ْون ف ُهو ف أ
ُ وم ْن ث عمل ف املكان َْنو جل ْس:قال ابن القيم
.املوضع
ْ صدر عُب به عن
ْ ضعه م
ْو
“Begitu juga fi’il beramal pada tempat, seperti: “aku duduk di tempatnya
Zaid” karena ia “maf’al” (isim makan) dari sesuatu, asalnya ia adalah
mashdar untuk mengutarakan tempat”37
36
Ash-Showaiq al-Mursalah: 4/1378
37
Badai’ul Fawaid: 2/110
.صدر
ْ املصدر مثْ ُل ق ْولك لقْي تُهُ مرة أ ْي ل ْقية فهي م
ْ إ ْن أرْدت َبا ف ْعلة واحدة من:ابن القيم
“Jika kamu menghendaki pekerjaannya dilakukan sekali, seperti: “aku
menemuinya sekali” maknanya sekali pertemuan, maka ia bagian dari
mashdar”39
38
Demikian adanya dari lisan orang Arab
39
Badai’ul Fawaid: 2/109
Jika kita hendak menjelaskan suatu fi’il yang dikerjakan dengan kondisi
halnya dengan isim marroh, isim haiah juga berasal dari lafadz mashdar-nya.
Perbedaan lafadz antara keduanya adalah di-kasroh-kan faa’ul fi’li-nya untuk
isim haiah, sedangkan isim marroh di-fathah-kan. Isim haiah hanya diambil dari
fi’il tsulatsi, sedangkan isim marroh bisa dari fi’il apapun. Contohnya:
. والْم ْفع ُل ل ْْللة، والْم ْفع ُل للْم ْوضع، والْف ْعلةُ للْحالة، الْف ْعلةُ للْمرة:قال ابن القيم
“”Fa’lah” untuk isim marroh, “fi’lah” untuk isim haiah, “maf’al” untuk isim
makan, dan “mif’al” untuk isim alat”41
Telah berlalu pembahasan tentang isim marroh, isim haiah, dan isim
makan. Kali ini kita membahas tentang اس ُم اْللة
ْ. Isim alat adalah isim yang
menunjukkan alat. Ia berasal dari mashdar tsulatsi, dan memiliki 3 wazan:
40
I’lamul Muwaqqi’in: 3/188
41
ibid
.اسهُ ف إ ْحلاق التاء مع املؤنث ُد ْون املذكر كجمْيل وَجْي لة وشريْف وشريْفة
ُ فقي:قال ابن القيم
“Qiyas-nya adalah menyertakan taa’ pada muannats bukan mudzakkar,
seperti: jamil dan jamilah, syarif dan syarifah”42
muannats yaitu ة. Tanda ini muncul pada sifat-sifat yang ada pada laki-laki
ُض – ب ْيضاء
ُ أبْي،ُ أ ْسوُد – س ْوداء،ُ أ ْمح ُر – محْراء: مثْ ُل،ُ ف ْعالء:ث الصفة املشب هة
ُ ُمؤن
وشرُكوا ب ْي ن ُهما ف ل ْفظ املذكر ف قالُوا ر ُجل صبُ ْور وش ُك ْور و ْامرأة صبُ ْور وش ُك ْور:قال ابن القيم
.ونظائ ُرُمها
42
Badai’ul Fawaid: 3/18
ر ُجل ش ُك ْور و ْامرأة ش ُك ْور، ر ُجل صبُ ْور و ْامرأة صبُ ْور: مثْ ُل،فَ عُ ْول ب ْعن فاعل
ر ُجل قتْيل و ْامرأة قتْيل، ر ُجل جريْح و ْامرأة جريْح: مثْ ُل،فَعْيل ب ْعن م ْفعُ ْول
ر ُجل مْنحار و ْامرأة مْنحار، ر ُجل م ْهذار و ْامرأة م ْهذار: مثْ ُل،صفة على وْزن م ْف َعال
. الف ْر ُق ب ْي الواحد مْنهُ واجلْنس َباء التأْنْيث َْنو تْرة وتْر ونْلة ونْل:قال ابن القيم
“Perbedaan antara mufrod dengan isim jinsi adalah dengan taa’ marbuthoh,
seperti: tamroh dan tamr, nakhlah dan nakhl”44
اس ُم اجلْنس
ْ adalah isim yang menunjukkan sekelompok jenis tertentu. Maka
dari itu isim ini selalu menunjukkan bilangan jamak. Lafadz mufrod-nya terambil
terambil dari lafadz jamaknya dengan cara ditambahkan ةatau ي. Misalnya:
43
Badai’ul Fawaid: 3/19
44
ibid
Ketika hendak mengulang dua isim mufrod yang sama lafadznya, bahasa
Arab memiliki lafadz khusus yang disebut املثن. Cara membuat mutsanna adalah
dengan menambahkan huruf wawu dan nun di akhir mufrod-nya ketika rofa’ dan
menambahkan huruf yaa’ dan nun ketika nashob dan jarr. Contoh:
. وكذلك الو ُاو ف َجْع املذكر الساَل عالمةُ اجل ْمع:قال ابن القيم
“Begitu juga wawu menjadi tanda jamak pada jamak mudzakkar salim”46
45
Majmu’atul Fatawa: 15/248
46
Badai’ul Fawaid: 1/111
ت م ْو ُج ْودة ف
ْ ف املؤنث َلْ يزيْ ُد ْوا غ ْي ألف ف ْرقا ب ْي نهُ وب ْي الواحد وأما التاءُ ف ق ْد كان:قال ابن القيم
.الواحدة
“Pada jamak muannats tidak ada tambahan kecuali hanya alif, sebagai
pembeda antara ia dan mufrodnya. Adapun taa’ sudah ada pada lafadz
mufrodnya”47
Imam Ibnul Qoyyim berpendapat bahwa untuk membuat َجْ ُع املؤنث الساَل
cukup menambahkan alif pada lafadz mufrod-nya. Sedangkan تpada lafadz
jamak sejatinya adalah ةpada lafadz mufrod-nya. Guru kami Ustadz Abu Aus
memperjelas dari sisi suara bahwa alif pada jamak muannats salim adalah
perpanjangan fathah yang ada pada mufrod-nya:48
ن = شجرات-ُ ت-- ر- ج- ن > ش-ُ ت- ر- ج- ش
Dari sini menjadi jelas mengapa Imam Ibnul Qoyyim tidak menganggap ت
sebagai huruf tambahan pada jamak muannats salim.
47
Badai’ul Fawaid: 1/111
48
Ta’mim Qo’idatin Namath: 8
وق ْولُهُ ﴿ثالثة،)197 : جاء ف َجْع الْقلة وُهو ق ْولُهُ ﴿ا ْحلج أ ْش ُهر م ْعلُومات﴾ (البقرة:قال ابن القيم
.) َجْ ُع كثْرة228 :قُ ُروء﴾ (البقرة
“Contoh untuk jamak qillah adalah firman-Nya: “asyhurun”, sedangkan
firman-Nya: “quruu’” adalah jamak katsroh”49
َجْ ُع التكْس ْي adalah jamak yang lafadznya tidak mengambil dari lafadz
49
Zadul Ma’ad: 5/571
Diantara lafadz khas yang dimiliki bahasa Arab adalah صغ ْي
ْ الت. Tashghir
merupakan kaidah untuk mengecilkan atau menyedikitkan suatu isim. Ada 3
wazan tashghir:
50
Badai’ul Fawaid: 1/37
51
Majmu’atul Fatawa: 17/435
v
.صحابه وسلم
ْ وصلى هللاُ على نبينا ُُممد وعلى آله وأ،واحل ْم ُد هلل بن ْعمته تتم الصاحلات