HUSNUS SIYAGHOH
PENDAHULUAN
A. FASHOHAH
Dikatakan : "Seorang anak telah fasih dalam perkataannya" jika memang ucapannya sudah
jelas.
Fashohah dalam istilah, itu menjadi sifat pada kalimah, kalam, dan mutakallim.
a. Fashohatul Kalimah .
adalah : Terhidarnya suatu kalimah dari Tanafur Huruf, Mukholafatul Qiyas, dan
Ghorobah.
- Tanafur huruf adalah: Suatu sifat pada kalimah yang menyebabkan beratnya kalimah pada
lidah dan sulit mengucapkannya.
Contoh :
ِ ال ُم ْستَس
ْز ِر : benang yang tepintal
Penjelasan :
ِ َال ُّنق
اح : air tawar yang jernih
دع الخمر وا ْش َربْ من نُقاخ ُمبَ َّر ِد ق ممن ْيل َعق الما َء قال لي
َ وأَحْ َم
Dan itu lebih bodoh lagi dari pada orang yang minum air lalu mengatakan padaku :
“tinggalkan arak, dan minumlah dari air tawar yang jernih yang dingin.
Contoh lain :
Lafadz ini dikatakan tanafur karena Huruf Syin (bersifat Hams dan Rokhwah) menengahi
antara huruf ta' (bersifat Hams dan Syadidah) dan huruf za' (bersifat Jahr).
Untuk membedakan antara kedua tanafur tersebut yaitu dengan menggunakan perasaan
yang sehat (Dzauq Salim) yang diperoleh dengan mengkaji kalam Para ahli Balaghoh dan
mendalami metode-metodenya baik dari sisi kedekatan antara makhroj hurufnya atau dari
jauhnya.
- Mukholafah Qiyas adalah : kalimah yang tidak sesuai dengan prosedur kaidah ilmu shorof.
ات لَهَا َوطُبُوْ ُل ِ َّ فَفِ ْي الن- اس َس ْيفًا لِدَوْ لَ ٍة
ٌ َاس بُوْ ق ِ َّفإِ ْن َي ُك ْن بَعْضُ الن
"Jika sebagian manusia itu seperti tentara dalam pemerintahan ( ibnu Hamdan Raja Aleppo;
Syiria ), maka dalam manusia akan terdapat terompet dan gendang untuk pemerintahan
itu".
ٌ أَب َْوا
Karena menurut Qiyas dalam jama qillahnya adalah ق
Menurut Qiyas ilmu shorof adalah dengan mengidghomkan lafadz َموْ َد َد ٍةmenjadi َم َو َّدةkarena
ada dua huruf sama, serta huruf yang kedua berharokat.
Contoh :
a. Kata yang bisa diketahui maknanya dengan seringnya meneliti pada kitab bahasa Ajam
karena tidak biasa digunakan pada bahasa murni arab. Contoh:
Contoh :
ُم َسرّجbermakna pedang suraij daerah Qin dan ada yang mengatakan bermakna : Lampu.
B. Fashohatul Kalam.
adalah : Terhidarnya beberapa kalimah dari tanafur pada kumpulan kalimah (kalam),
Dho'fu Ta'lif, Ta'kid, serta fashohahnya beberapa kalimah itu.
1. Tanafur pada Kalam adalah : Suatu sifat dalam Kalam yang menyebabkan beratnya kalam
pada lisan dan sulit mengucapkannya.
َ ُع ِمثل
ُ ك يَ ْش َر
ع فِ ْي َر ْف ِع َعرْ ِـ
ِ ْش ال َّشر
“pada keluhuran Arasynya Syara, Orang sepertimu bisa mengambil”
Contoh lain:
ب قَ ْب ُر
ب قَب ِـْر َحرْ ٍـ َ َولَي- ان قَ ْف ٍـر
َ ْْس قُر ٍ َْوقَ ْب ُر َحر
ٍ ب ِب َم َك
" kuburan musuh harus ditempat yang sunyi, dan tiada
Penjelasan :
َ ُع ِمثل
ُ ك يَ ْش َر
ع فِ ْي َر ْف ِع َعرْ ِـ
ِ ْش ال َّشر
Pada kalam tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit mengucapkannya disebabkan adanya
pengulangan 3 huruf yaitu ro', a'in, dan syin".
Contoh lain:
ب قَ ْب ُر
ب قَب ِـْر َحرْ ٍـ َ َولَي- ان قَ ْف ٍـر
َ ْْس قُر ٍ َْوقَ ْب ُر َحر
ٍ ب بِ َم َك
Pada syair tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit mengucapkannya disebabkan adanya
beberapa huruf yang sama serta diulang-ulang.
2. Dho'fu Ta'lif adalah : adanya kalam itu tidak sesuai dengan prosedur kaidah ilmu Nahwu
yang masyhur.
Seperti membuat Dhomir sebelum menuturkan Marji'nya dalam lafadz dan ma'nanya, dalam
ucapan Penyair :
Penjelasan :
Kecacatan pada syair tersebut itu dari sisi Dhomirnya lafadz ُ َبنُوْ هyang kembali pada lafadz أَبَا
ال ِغ ْيالَ ِنyang merupakan lafadz yang diakhirkan secara Lafadz dan tingkatan.
3. Ta'qid adalah : adanya kalam itu tidak jelas (masih samar) pada makna yang dikehendaki.
Dan kesamaran itu adakalanya dari aspek lafadz yang disebabkan mendahulukan (taqdim),
mengakhirkan (ta'khir) atau memisah (Fashol). hal ini disebut Ta'kid Lafdhy.
Pentakdirannya adalah :
Penjelasan :
ْ َ ) َجفَخdengan
1. Memisah antara fi'il dan lafad yang berta'alluq padanya (muta'alliq) (ت بِ ِهم
lafadz lain yaitu : َوهُ ْم الَ يَجْ َف ُخوْ نَ بِهَا.
Dan adakalanya dari aspek makna disebabkan adanya penggunaan majaz dan Kinayah yang
Murodnya tidak bisa dipahami. hal ini disebut Ta'kid Ma'nawy.
ْ ِك أَ ْل ِسنَتهُ ف
Seperti Ucapanmu : ي ال َم ِد ْينَ ِة ُ ِنَ َش َر ال َمل
Penyair membuat kinayah (kata konotasi) pada lafad الجمودdengan arti bahagia, padahal
lafadz tersebut biasa digunakan untuk sebuah kinayah (kata konotasi) untuk arti: "sulit
meneteskan air mata pada saat menangis (susah)". Yaitu waktu susah ketika berpisah
dengan kekasih, dan inilah yang seketika dipaham dari lafad الجمودـ, bukan kebahagiaan
seperti yang dikehendaki oleh Penyair,
Untuk mengartikan sesuai yang dikehendaki Penyair itu membutuhkan perantara yang
banyak yaitu : lafad الجمودـdiartikan dengan : keringnya mata dari air mata, lalu diganti
dengan arti : tidak ada air mata ketika menangis, lalu diartikan : tidak adanya air mata
secara muthlaq, lalu diartikan : tidak adanya kesusahan, lalu baru diartikan dengan :
kebahagiaan. Oleh sebab itu dikatakan sebagai Takid.
C. Fashohatul Mutakallim.
Adalah: Suatu sifat yang melekat pada seseorang (bakat) yang bisa menyampaikan suatu
maksud dengan perkataan yang fashih pada semua tujuan yang ada (seperti memuji atau
menghina).
B. BALAGHOH
Balaghotul Kalam
adalah : Kesesuaian suatu kalam pada Muqtadhol Hal (tuntutan keadaan) serta fashohahnya
kalam itu.
Hal disebut juga Maqom adalah : Perkara yang mendorong Mutakkalim untuk
mendatangkan perkataan pada bentuk tertentu.
Al-Muqtadho disebut juga I'tibar Munasib adalah : suatu bentuk tertentu yang didatangkan
suatu ibarat untuk menyampaikannya.
Seperti :
Pujian adalah Suatu keadaan yang mendorong untuk mendatangkan ibarat dengan bentuk
Ithnab (memanjangkan kalimat).
Cerdasnya Mukhotob adalah suatu keadaan yang mendorong untuk mendatangkan ibarat
dengan bentuk Ijaz (menyingkat kalimat).
Pujian dan Cerdasnya Mukhotob disebut Hal, sedangkan Ithnab dan Ijaz disebut Muqtadho.
sedangkan mendatangkan kalam dalam bentuk Ithnab dan Ijaz dinamakan menyesuaikan
pada Al-Muqtadho (tuntutan).
Balaghotul Mutakallim adalah : Suatu sifat yang melekat (bakat) pada sesorang yang bisa
menyampaikan suatu maksud dengan Kalam yang Baligh pada semua tujuan apapun.
Tanafur itu bisa diketahui dengan Dzauq Shohih (Kemampuan batin/perasaan yang sehat).
sedangkan Mukholafatul Qiyas dengan Ilmu Shorof, dan Dho'fu Ta'lif dan Ta'qid Lafdhy
dengan Ilmu nahwu, sedang Ghorobah dengan seringnya mempelajari kalam Arab, Ta'kid
Ma'nawi dengan Ilmu Bayan, dan Hal dan Muqtadhol hal dengan Ilmu ma'any.
maka bagi seorang pelajar balaghoh harus mengetahui ilmu bahasa, shorof, nahwu, Ma'any
dan bayan serta memiliki Dzauq yang salim dan memperbanyak mempelajari kalam Arab.
ILMU MA'ANI
Ilmu Ma'ani adalah : Suatu Ilmu untuk mengetahui keadaan lafadz Arab yang bisa
menyesuaikan dengan tuntutan keadaan. Maka bentuk kalam akan menjadi berbeda-beda
karena adanya perbedaan kondisi.
Lafadz sebelum أ ْمmerupakan bentuk kalam yang berbeda dengan bentuk kalam
sesudahnya, karena Kalam yang pertama itu berupa fi'il mabni majhul, sedangkan yang
kedua berupa Fi'il mabni ma'lum.
Kondisi yang menuntut seperti itu adalah menisbatkan semua kebaikan kepada Allah SWT
pada kalam yang kedua, dan mecegah meninsbatkan keburukan kepada Allah pada kalam
yang pertama.
BAB I
Kalam Khobar adalah : Kalam yang sah (secara logika) untuk dikatakan pada Pengucapnya
bahwa Ia adalah Orang yang benar atau Dusta. Seperti Ucapan Seseorang :
Kalam Insya' adalah : Kalam yang tidak sah secara logika untuk dikatakan pada Pengucapnya
bahwa Ia adalah Orang yang benar atau Dusta. Seperti Ucapan Seseorang :
Si Pengucap tersebut tidak bisa dikatakan sebagai Orang Jujur atau Orang yang Dusta karena
ia hanya memerintahkan pada zaid atau ali.
Yang dimaksud dari Kebenaran Khobar adalah : Kesesuaian Khobar pada Faktanya.
Sedangkan Kedustaan khobar adalah : tidak sesuainya Khobar pada Faktanya.
Mahkum Alaih, disebut juga sebagai Musnad Ilaih seperti Fa'il, Na'ibul Fail, Mubtada' yang
memiliki khobar.
Mahkum Bih, disebut juga sebagai Musnad seperti Fi'il, dan Mubtada' yang cukup dengan
fa'il yang dirofa'kan.
Kalam Khobar
Khobar itu adakalanya berupa Jumlah Fi'liyyah dan adakalanya berupa Jumlah Ismiyyah.
Jumlah Fi'liyyah adalah : Jumlah yang difungsikan untuk memberikan faidah suatu kejadian
pada zaman tertentu serta ringkas (tidak butuk Qorinah seperti : Sekarang, Kemarin, atau
besok).
dan terkadang berfaidah Istimror tajaddudy (Berlansung terus menerus secara bertahap)
disebabkan adanya indikasi (qorinah) dengan syarat jika berupa Fi'il Mudhori' seperti
ucapan Thorif bin Tamim Al-Anbary yang menyifati dirinya sendiri dengan seorang
pemberani.
Jumlah Ismiyah adalah : Jumlah yang difungsikan hanya murni menetapkan hukum musnad
pada musnad ilaih. seperti :
dan terkadang berfaidah Istimror (terus menerus) sebab adanya indikasi (qorinah), jika
khobarnya tidak berupa kalimah fi'il. contoh :
1. Memberi faidah kepada Mukhotob tentang hukum yang terkandung dalam jumlah itu.
seperti dalam perkataan kita :
2. Memberikan faidah bahwa Mutakallim itu mengetahui khobar itu. contoh :
ِ ت أَ ْم
س َ أَ ْنتَ َح
ضرْ َـ = engkau telah hadir kemarin.
Karena kehadirannya itu telah diketahui oleh Mutakallim sendiri sebelum diberitahu.
Macam-macam Khobar.
Sekiranya tujuan Mukhbir (orang yang menyampaikan berita) itu memberi faidah pada
Mukhotob, maka sebaiknya kalam itu diringkas menurut kadar kebutuhan karena
dikhawatirkan adanya Al-Laghwu (Ucapan yang sia-sia).
Jika Mukhotob merupakan Kholi Dzihny (orang yang hatinya sepi dari membenarkan atau
mendustakan khobar/ belum tahu sama sekali tentang khobar) dari hukum, maka khobar
disampaikan tanpa menggunakan taukid (kata penguat).contoh :
َ ْأَ ُخو
ك قَا ِد ٌم = Saudaramu (lk) datang.
Jika Mukhotob merupakan orang yang ragu-ragu serta berusaha untuk mengetahui khobar,
maka sebaiknya menguatkan khobar. seperti :
إِ َّن أَخَ اكَ قَا ِد ٌم = Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
Jika Mukhotob merupakan orang yang mengingkari khobar (berkeyakinan sebaliknya), maka
harus mendatangkan khobar dengan satu penguat atau dua penguat atau lebih dengan
melihat tingkatan ingkarnya. seperti :
إِ َّن أَخَ اكَ قَا ِد ٌم = Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
إِ َّن أَ َخاكَ لَقَا ِد ٌم = Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar datang.
Dengan menisbatkan pada sepinya khobar dari taukid dan adanya taukid pada khobar, maka
Khobar terbagi menjadi tiga macam seperti yang telah kamu ketahui.
Bentuk ke 3 (kewajiban mendatangkan khobar dengan satu taukid atau lebih) disebut :
Inkary.
7. = قَ ْدSungguh, benar-benar.
8. أَ َّما yang menjadi Syarat.
a. Menggunakan Jumlah ismiyah, karena itu lebih kuat dari pada jumlah Filiyyah.
Kalam Insya'
Insya' tholaby adalah : Kalam yang menuntut pada sesuatu yang dituju yang belum
didapatkan saat penuntutan.
Insya' Ghoiru Tholaby adalah : Kalam yang tidak menuntut pada sesuatu yang dituju yang
belum didapatkan saat penuntutan.
Amar (Perintah).
yaitu : Menuntut suatu pekerjaan dengan ucapan tertentu secara Isti'la' (merasa tinggi
derajatnya).
Hendaklah orang yang mampu itu menafkahkan menurut kemampuannya . (Surat Ath-
Tholaq : 7)
c. Isim Fi'il Amar, Contoh :
Dan terkadang Sighot Amar itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain yang bisa
dipahami dengan alur pembicaraan (Siyaqul kalam) dan Indikasi keadaan. seperti :
a. Do'a, (yaitu : menuntut suatu pekerjaan dengan cara merendah atau sopan, baik orang yang
menuntut itu rendah atau tinggi ataupun sama derajatnya) contoh :
َأَوْ ِز ْعنِ ْي أَ ْن أَ ْش ُك َر ِن ْع َمتَك = mohon Berikan Ilham padaku untuk mensyukuri nikmat-Mu
(Surat An-Naml : 19) .
b. Iltimas (yaitu : menuntut suatu pekerjaan secara halus tanpa adanya Istila atau
merendahkan diri baik orang yang memerintah itu lebih tinggi derajatnya, atau lebih rendah
atau sama). seperti ucapanmu terdapap teman sebayamu :
c. Tamanni (yaitu : Perintah suatu perkara yang disenangi tanpa adanya sifat toma'), contoh :
ْح َو َما اإلصْ بَا ُح ِم ْنكَ بِأ َ ْمثَ ِل ُ ِالطـ ِو ْي ُل أَالَ ا ْن َجلِ ْي ب
ٍ صب ّ أَالَ أَيُّهَا اللَّ ْي ُـل
Ingatlah, wahai Sang malam yang panjang!, tampakkanlah dengan waktu shubuh, dan
tiadalah kenampakan waktu shubuh darimu itu lebih utama (disisiku).
يَا لَبَ ْك ٍر أَ ْن ِشرُوْ اـ لِ ْي ُكلَ ْيبَا يَالَبَ ْك ٍر أَ ْينَ اَ ْينَ الفِ َرا ُـر
Wahai Bakar, hidupkanlah kembali Kulaib, Hai Bakar dimana? dimana engkau akan lari?
إصْ لَوْ هَا إِصْ بِرُوْ اـ أَوْ الَ تَصْ بِرُوْ اـ َس َوا ٌـء َعلَ ْي ُك ْم
Masuklah kalian ke dalamnya (rasakanlah panas apinya), Bersabarlah kalian ataukah
janganlah sabar kalian, sama saja bagi kalian.
Karena terkadang disalah persepsikan bahwa sabar itu bermanfaat, maka hal itu mendorong
untuk menyamakan bagi mereka antara sabar dan tidak dalam hal sama- sama tiada
bermanfaat.
Nahi (Larangan)
Adalah : tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan secara Isti'la' (merasa tinggi derajatnya).
Nahi memiliki 1 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu : Fi'il Mudhori' yang bersamaan dengan
La nahi.
a. Do'a, (yaitu : tuntutan untuk meninggalkan suatu pekerjaan dengan cara merendah atau
sopan) contoh pada Firman Allah :
b. Iltimas (yaitu : Tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan tanpa adanya Isti'la' atau
merendahkan diri). seperti ucapanmu terdapap teman sebayamu :
ْ ف الَ ت
َطلُ ْع ُ يَا لَ ْي ُل طُلْ يَا نَوْ ُم ُز ْـل يَا
ْ ِص ْب ُح ق
Wahai Malam, panjangkan waktumu, wahai tidur hilanglah, wahai Waktu subuh
berhentilah, janganlah kau nampak.
ْالَ تُ ِط ْع أَ ْم ِري = Jangan kau patuhi perintahku !, (Maka akan kau rasakan akibatnya).
Istifham (Bertanya)
Adalah : Menuntut suatu informasi atau pengetahuan atas terjadinya sesuatu dengan alat
tertentu.
ّ أ، َك ْم، أَنى، َ أَ ْين، َ َك ْيف، َ أَيَّان، َمتى، َم ْن، َما، ْ هَل،الهمزة
ي
Hamzah ()أ
Tashowwur adalah : mengetahui mufrod (sesuatu selain terjadinya penisbatan atau tidak)
Seperti Ucapanmu :
أَ َعلِ ٌّي ُم َسافِ ٌـر أَ ْم خَ الِ ٌـد = Apakah Ali itu Orang yang pergi ataukah Kholid ?.
dengan berkeyakinan bahwa bepergian itu dilakukan oleh salah satu dari keduanya, tetapi
engkau menuntut kejelasannya, maka dari itu dijawab dengan menentukan salah satunya,
semisal dijawab : “Ali”.
Tasdhiq yaitu mengetahui bahwa penisbatan antara dua perkara itu terjadi sesuai dengan
fakta atau tidak.
Contoh :
Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashowwur itu Lafadz yang bersanding dengan hamzah dan
adanya kata pembanding yang disebutkan setelah Am. Kata Am disini disebut : Am Muttasil.
maka kamu akan mengucapkan ketika bertanya tentang Musnad ilaih : "
أَ َرا ِغبٌ أَ ْنتَ ع َِن األ ْم ِر ؟ = Apakah Kamu benci perkara ini?.
Sedangkan Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashdiq adalah Nisbat (keadaannya dalam aspek
terjadinya sesuatu atau tidak) serta tidak adanya Lafadz pembanding. maka apabila Am
terletak setelah Jumlah yang menunjukkan suatu nisbat, maka am itu dikira-kirakan sebagai
Am Munqoti' (terputus) dan bermakna seperti Bal (bahkan).
ْهَل
berfungsi untuk menuntut Tasdhiq saja.
Contoh :
ص ِد ْيقُ َـ
ك؟ َ هَلْ َجا َء = Apakah temanmu telah datang?.
maka dari itu tidak perlu menyebutkan Lafadz pembanding. maka tidak boleh diucapkan :
َ ك أَ ْـم َع ُد ُّو
ك؟ َ ُص ِد ْيق
َ هَلْ َجا َء = Apakah temanmu telah datang ataukah musuhmu?.
ْ هَلitu disebut Bashithoh, jika yang ditanyakan mengenai wujudnya sesuatu pada dzatnya.
contoh :
هَلْ ال َع ْنقَا ُء َموْ جُوْ َدةٌ ؟ = Apakah burung Anqo' itu ada?.
dan disebut Murokkabah, jika yang ditanyakan mengenai wujudnya sesuatu pada sesuatu
yang lain. Contoh :
= هَلْ تَبِيْضُ ال َع ْنقَا ُء َوتُ ْف ِر ُخ ؟Apakah burung Anqo'itu bertelur dan menetas ?
َما
berfungsi untuk menuntut penjelasan suatu nama.
Contoh :
ْج ُد ؟
َ َما ال َعس = Apa asjad itu?. (Maka dijawab : itu adalah emas)
َما اللُّ َجي ُْن ؟ = Apa Lujain itu?. (Maka dijawab : itu adalah perak)
atau berfungsi untuk menanyakan tentang hakikat suatu nama benda. Contoh :
atau berfungsi untuk menanyakan tentang keadaan(sifat) perkara yang disebutkan beserta
ma. seperti ucapanmu kepada orang yang mendatangimu :
َما أَ ْنتَ ؟ = Apa keperluanmu? (maka dijawab :”Aku berziaroh atau aku utusan dari
Kholid”.
َْمن
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang orang-orang yang berakal.
Contoh :
َمتَى
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang waktu yang telah lewat atau yang akan datang
(atau yang terjadi sekarang).
Contoh :
َ
َمتى تَذهَبُ ؟ = Kapan kamu akan pergi?(maka dijawab : sekarang atau besok).
َأَيَّان
berfungsi khusus untuk menuntut kejelasan masa yang akan datang. dan Lafadz َأَيَّان
digunakan pada tujuan Tahwil (memandang besar suatu perkara).
ََكيْف
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu keadaan.
Contoh :
َأَيْن
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu tempat.
Contoh :
أَنى
berfungsi seperti Kaifa contoh :
أنى يُحْ ِي هذه هللاُـ بَ ْع َد َموْ تِهَا ؟ = Bagaimana Allah menghidupakan negeri ini setelah
matinya (Ahli Qoryah) ?. (Surat Al-Baqoroh : 259).
berfungsi seperti Min Aina contoh (dalam Surat Ali Imron : 37) =
َك ْم
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu hitungan yang samar.
Contoh :
َك ْم لَبِثت ْم ؟ = Berapa lama kalian berdiam diri?. (Surat Al-kahfi :19)
ّ َأ
ي
berfungsi untuk menuntut perbedaan salah satu dari dua perkara yang berkumpul dalam
satu perkara yang mencakup keduanya.
Contoh :
Berfungsi juga untuk menanyakan tentang waktu, tempat, keadaan, hitungan orang yang
berakal, dll dengan memandang pada lafadz yang disandarkan.
Dan terkadang Lafadz-lafadz Istifham itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain,
yang bisa dipahami dari alur pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :
َس َوا ٌـء َعلَ ْي ِه ْم أَأ ْن َذرْ تَهُ ْم أمـ لَ ْم تُ ْن ِذرْ ءهُ ْم = sama saja apakah kamu memperingatkan mereka
atau tidak ? (Surat Al-Baqoroh :6) .
ُ = هَلْ َجزَا ُـء اإلح َسا ِن إال اإلحْ َسTiadalah Balasan untuk berbuat kebaikan kecuali dengan
ان
berbuat kebaikan (Surat Ar-Rohman : 60).
َ أَلَي
ٍ ْس هللاُـ بِ َك
اف َع ْب َدهُـ ؟
Bukankah Allah itu mencukupi Hamba-Nya ? (Surat Az-Zumar :36)
أَأَ ْسلَ ْمت ْم؟ـ = maukah masuk islam ? !. (Surat Ali Imron : 20)
ق أَ ْن ت َْخ َشوْ هُ ؟
ُّ أَت َْخ َشوْ نه ْم فَاهللُ أَ َح
= Apakah kalian takut pada mereka? Padahal Allah itu lebih berhak kalian takuti. (Surat At-
taubah : 13)
ب أَلِي ٍْم ؟
هَلْ أَ ُدلُّ ُك ْـم َعلَى تِ َجا َر ٍة تُ ْن ِج ْي ُك ْم ِم ْن َع َذا ٍـ
= Apakah Aku tunjukkan pada perdagangan yang menyelamatkan kalian dari siksa yang
pedih ? (Surat Ash-Shof : 10).
Tamanni (Berharap)
Adalah : Menuntut sesuatu yang disukai yang tidak bisa diharapkan terwujudnya karena
merupakan hal yang mustahil atau sulit terjadinya.
لَيْتَ لِ ْي أَ ْل َـ
ٍ ف ِد ْين
َار
Seandainya aku mempunyai uang seribu dinar !
Dan jika Perkara tersebut bisa diharapkan terwujudnya, maka mengandai-andai perkara
tersebut disebut : Tarojji.
Contoh :
1. َلَيْت
Sedangkan yang tiga adalah Kata tidak Ashli yaitu :
2. ْهَل , Contoh :
3. ْلَو , Contoh :
ْت أَ ِط ْي ُر
ُ لَ َعلِّ ْي إِلَى َم ْن قَ ْد هَ َوي- َُاحه
َ ب القَطَا َم ْن ي ُِع ْي ُـر َجن ِ أَس
ْر َـ
Wahai Segerombol burung Qotho, Siapakah yang mau meminjamkan sayapnya?,
Seandainya aku bisa terbang menuju orang yang aku cintai
Karena menggunakan adat ini dalam Tamanni, maka fiil mudhori yang jatuh setelahnya itu
dinashobkan sebagai jawabnya.
BAB II
Ketika diharapkan memberi faidah kepada Pendengar tentang hukum yang terkandung pada
suatu lafadz, maka Lafadz manapun yang menunjukkan Arti, maka secara hukum asal adalah
dengan menyebutkan lafadz itu.
dan lafadz manapun yang sudah diketahui dalam kalam, karena adanya petunjuk dari kalam
lain pada lafadz tersebut maka secara hukum asal adalah membuang lafadz itu.
Apabila bertentangan antara dua hukum asal diatas, maka tidak diganti dari tuntutan salah
satunya pada tuntuan yang lain kecuali karena faktor penyebab.
1. Menambah kemantapan (menjadikan pengakuan bagi mukhotob) dan penjelasan pada
pemahaman pendengar, Contoh :
Penjelasan :
Pada ayat diatas disebutkan Isim Isyaroh yang kedua karena adanya tujuan tersebut dengan
memberi faidah tentang keistimewaan mereka sebagai masing-masing dari keberuntungan
diakhirot, dan mendapat petunjuk didunia, Seandainya tidak disebutkan maka akan
menimbulkan persepsi bahwa keistimewaan mereka itu secara kompleks.
2. Tasjil (memberi catatan hukum/ laporan) pada pendengar hingga tidak dimungkinkan
adanya pengingkaran. seperti ketika hakim berkata kapada Saksi : "Apakah Zaid ini mengakui
bahwa ia mempunyai kewajiban begini ?" lalu saksi menjawab :
أَ ْقبَ َل = Dia telah datang (dengan menghendaki Ali misalnya).
2. Sempitnya kesempatan, disebabkan adakalanya karena merasa susah atau bosan, Contoh :
Dan adakalanya karena takut kehilangan kesempatan, seperti ucapan seorang pemburu
ketika melihat Kijang :
Contoh :
هَلْ يَ ْست َِويْ ال ِذ ْينَ يَ ْعلَ ُمون َو ال ِذ ْينَ الَ يَ ْعلَ ُمون اي الدين
“apakah sama orang yang mengetahui dan tidak mengetahui (agama)”
Membuang Maf'ul Bih yaitu : ( الدينAgama), lalu pembuangan itu memposisikan fiilnya
sebagai Fi'il lazim dengan tujuan murni menetapkan fiil pada failnya tanpa memperhatikan
keumuman atau kekhususan.
Dan dikategorikan sebagai pembuangan, dengan menyandarkan fi'il pada na'ibul fa'il,
maka dikatakan : Fa'il dibuang dengan alasan karena takut pada Fa'il (pelaku) Contoh :
ض ِع ْيفًا
َ ُق اإل ْن َسان
َ َِو ُخل = Manusia itu dicipatakan dalam keadaan lemah.
ُ ق ال َمتَا
ع َ س ُِر = harta itu telah dicuri.
ُ = تَ َكلَّ َم ِب َما الَ يَلِ ْيIa telah berbicara dengan kata yang tidak pantas.
ق
Atau menghina pelaku dengan menjaga lisan dari menyebutkannya, contoh :
قَ ْد قِي َْل َما قِي َْل = Telah diucapkan sesuatu yang telah diucapkan.
BAB III
dan Sebagian juz itu tidaklah dikatakan lebih tepat untuk didahulukan daripada yang lain,
yang disebabkan adanya kesamaan pada semua lafadz dengan memandang dari sisi
tingkatan I'tibar.
Maka wajib mendahulukan Lafadz karena adanya Faktor penyebab taqdim. diantaranya
adalah :
1. Menimbulkan rasa ingin tahu pendengar pada Lafadz yang diakhirkan, jika Lafadz yang
didahulukan menunjukkan sesuatu yang langka. Contoh pada :
َ َاعـ إلَى
ْضالَ ٍل َو هَا ِدي ْ بَانَ أ ْم ُر اإللَ ِه َو
ٍ اختَلَفَ النَّا سُ فَد
ٌ ان ُم ْستَحْ د
َث ِم ْن َج َما ٍد ٌ ت البَ ِريَّةُ فِ ْي ِه َحيَ َو
ْ ار
َ وال ِذيْ َح
Perkara Tuhan telah jelas, sedangkan manusia itu berbeda pendapat. Maka ada yang
mengajak pada kesesatan dan ada orang yang mendapat petunjuk.
“Suatu makhluk yang menjadikan Manusia itu bingung (berbeda pendapat apakah ia
dibangkitkan pada hari kiamat atau tidak?) itu termasuk hewan yang diciptakan dari
sperma”
Contoh :
Dengan ini Pendengar akan cepat memahami bahwa ucapan itu khobar yang
menyenangkan.
ِ َصاصُ َح َك َـم بِ ِه الق
اض ْي َ ِالق = Hukum Ekskusi itu telah diputuskan oleh Bapak Hakim.
Dengan ini Pendengar akan cepat memahami bahwa ucapan itu khobar yang menyusahkan.
3. Lafad yang didahulukan merupakan perkara yang menimbulkan pengingkaran atau rasa
heran.
Contoh :
ف
ِ خَار ُ أَبَ ْع َد طُوْ ِل التَجْ ِربَ ِة تَ ْن َخ ِد
ِ ع ِبهَ ِذ ِه ال َّز
Apakah setelah lamanya melakukan percobaan, engkau merasa tertipu dengan perhiasan
dunia ini.?
4. Mencetuskan Umumus Salbi ( )عمومـ السلبatau Salbil Umum ()سلب العمومـ.
Umumus Salbi, adalah mejadikan secara umum dalam meniadakan hukum pada masing-
masing bagian lafadz yang menjadi sasaran hukum.
itu terjadi dengan mendahulukan Adat Umum (lafadz yang menunjukkan makna Umum) dari
pada Adat Nafi (lafadz yang menunjukkan peniadaan).
Seperti Sabda Nabi SAW ketika menjawab pertanyaan Dzul Yadain " apakah Anda
mengqoshor Sholat ataukah Anda lupa, Hai Rosulullah" lalu Beliau SaW menjawab :
Artinya : Secara keseluruhan baik qoshor maupun Lupa (secara bersamaan) itu tidak terjadi.
c. Lafadz yang pertama itu jika diakhirkan maka akan menjadi fail.
Salbil Umum, adalah meniadakan hukum umum (keseluruhan) dari beberapa bagian yang
masih global yang tidak diperinci dan tidak ditentukan apakah itu keseluruhan atau sebagian,
tetapi tetap mencakup pada dua perkara.
itu terjadi dengan mendahulukan Adat Nafi dari pada Adat Umum.
Contoh :
Contoh :
ك نَ ْعبُ ُد
َ إِيَّا = Hanya kepada Engkau (Allah) kami menyembah.
Untuk Taqdim dan Ta'khir, tidak disebutkan Faktor-faktor khusus karena jika salah satu dari
dua rukun jumlah itu didahulukan maka yang satunya pasti menjadi akhir. karena keduanya
itu saling melengkapi.
BAB IV
QOSHOR
Qoshor adalah : Mengkhususkan suatu perkara dengan perkara yang lain dengan
menggunakan metode / cara tertentu.
Qoshor hakiki
adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya dengan memandang pada fakta dan
hakikatnya, tidak memandang pada keterkaitan dengan sesuatu yang lain. Contoh :
َ ِالَ َكات
ب فِ ْي ال َم ِد ْينَة ِ إال َعلِ ٌّي
= tidak ada Seorang Penulisspun di Madinah kecuali Ali.
Jika memang faktanya Di Madinah hanyalah Ali saja yang menjadi seorang penulis.
Qoshor Idhofy
= َما َعلِ ّي إال قَائِ ٌمtidalah ali kecuali orang yang berdiri.
artinya Ali itu Orang yang berdiri bukan duduk. Serta tidak ada tujuan meniadakan semua
sifat yang dimiliki Ali selain berdiri, seperti membaca, menulis dll. tetapi tujuannya hanyalah
meniadakan sifat duduk saja.
Dari masing-masing qoshor Hakiki maupun Idhofi dengan memandang pada fakta dan
hakikatnya maka terbagi menjadi 2 macam yaitu : Qoshor Sifat ala Maushuf dan Qoshor
maushuf ala Sifat.
Qoshor Sifat ala Maushuf jika dinisbatkan pada Qoshor hakiki adalah : menghukumi bahwa
Sifat itu hanya dimiliki oleh maushuf dan tidak menjalar pada Semua maushuf yang lain.
Contoh :
Jika memang secara faktanya Ahli penunggang kuda hanya dimiliki Ali saja.
Qoshor Sifat ala Maushuf jika dinisbatkan pada Qoshor Idhofy adalah : menghukumi bahwa
Sifat itu hanya dimiliki oleh maushuf dan tidak menjalar pada maushuf lain ditentukan baik
satu orang atau lebih, walupun kenyataannya dimiliki oleh maushuf lain yang tidak
ditentukan.
Contoh :
Seperti Mukhotob meyakini bahwa Ahli Penunggang kuda di Tuban adalah Ali, Ahmad,
Karim, dan Abdulloh. Lalu Mutakallim mengatakan :
Sifat tersebut dikhususkan hanya kepada Ali, dan menafikan Ahmad, karim dan Abdulloh.
Walaupun dalam kenyataanya Ahli Penunggang kuda juga dimiliki oleh orang lain Misalnya
Zaid.
Qoshor Maushuf ala Sifat jika dinisbatkan pada Qoshor Hakiqi adalah : menghukumi bahwa
Maushuf itu hanya Memiliki satu sifat.
Contoh :
Hal ini Jika dikehendaki bahwa Zaid tidak memiliki Sifat yang lain selain penulis.
Jika tidak begitu maka hal semacam ini mustahil terjadi karena mutakalim kesulitan
menemukan beberapa sifat, sehingga memungkinkan ia menetapkan satu sifat, dan
meniadakan sifat lain secara keseluruhan.
Qoshor Maushuf ala Shifat jika dinisbatkan pada Qoshor Idhofi adalah : menghukumi bahwa
Maushuf hanya itu memiliki sifat itu, dan tidak memiliki sifat lain atau beberapa sifat yang
ditentukan.
Contoh :
َو َما ُم َح َّم ٌـد إال َرسُوْ ٌل =Tiadalah Nabi Muhammad kecuali Seorang Rosul.
Maushuf dikhususkan pada satu sifat, dan menafikan sifat lain yang disangka oleh mukhotob
Hal ini Ketika Orang-orang meyakini bahwa Nabi Muhammad memiliki 2 sifat yaitu : Sebagai
Rosul dan Tidak mungkin wafat. Lalu Diqoshor dengan ucapan Bahwa Beliau adalah hanya
Seorang Rosul. walaupun kenyataannya Sifat Kerosulan juga dimiliki oleh selainnya seperti
Nabi Nuh AS.
dengan memandang Keadaan Mukhotob, maka Qoshor Idhofy terbagi menjadi tiga yaitu :
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang menyangka bahwa satu Maushuf
memiliki beberapa sifat atau Satu sifat dimiliki oleh beberapa Maushuf.
Contoh Maushuf Ala Sifat : ketika mukhotob menyangka bahwa Ahmad memiliki keahlian
Penulis dan Penyair, lalu mutakalim mengucapkan :
َما زَي ٌد إال َشا ِع ٌر = Tiadalah Zaid kecuali Seorang Penyair.
Contoh Sifat Ala Maushuf : ketika mukhotob menyangka bahwa yang bepergian adalah
Ahmad , Amin, dan Zaid. Lalu mutakalim mengucapkan :
َما ُم َسافِ ٌر إالّ َعلِ ّي = Tiada Orang yang bepergian kecuali Ali.
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang menyangka kebalikan dari hukum
yang ditetapkan.
Contoh Maushuf ala Sifat : ketika mukhotob menyangka bahwa Penyair itu adalah Ahmad
bukan Zaid,lalu mutakalim mengucapkan :
َما زَي ٌد إال َشا ِع ٌر = Tiada Zaid kecuali Seorang Penyair
Contoh Sifat ala Maushuf : ketika mukhotob menyangka bahwa Zaid itu Bodoh bukan Orang
Alim., lalu mutakalim mengucapkan :
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang menyangka salah satu perkara yang
tidak ditentukan dari dua perkara atau lebih.
Contoh Maushuf ala Sifat : ketika mukhotob merasa ragu dan menyangka bahwa Bumi itu
memiliki dua sifat yaitu Bergerak dan diam, tanpa menentukan salah satunya. Lalu
Mutakalim mengucapkan
ٌاألرْ ضُ ُمت ََح ِّر َكةٌ الَ َسا ِكنَة = Bumi itu bergerak bukan diam.
Contoh Maushuf ala Sifat : ketika Mukhotob merasa ragu bahwa Penyair itu adalah Zaid
ataukah Kholid, lalu diucapkan :
= إِنَّ َما الفَا ِه ُم َعلِ ٌّيHanyalah Orang yang faham itu Ali.
3. Menggunakan huruf Athof : َ ال، ْ َبل، لَ ِك ْن. Contoh :
4. Mendahulukan Lafadz yang asal haknya diakhirkan. Seperti mendahulukan Maf'ul bih :
ك نَ ْعبُ ُد
َ إِيَّا = Hanya kepada Engkau (Allah) kami menyembah.
BAB V
Pembahasan pada bab ini hanya terbatas pada penggunaan athof dengan wawu, karena
Athof dengan selain wawu itu tidak terjadi keserupaan.
1. Apabila ada dua jumlah yang sama dalam hall Jumlah Khobar atau Jumlah Insya' dan
diantara keduanya ada sisi persamaan yang berkumpul artinya kesesuaian yang sempurna
dan tidak ada perkara yang mencegah dari Athof.
َ إن الفُج
َّار لَفِ ْي َج ِحي ٍْم َّ ار لَفِ ْي ن َِعي ٍْم َو
َ إِ َّن األ ْب َر
Sesungguhnya orang yang Suka berbuat kebajikan, niscaya berada di Surga Na'im dan
Orang yang suka berbuat kejelekan niscaya berada di Neraka Jahim.
Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Khobar secara lafadz dan makna. dan
sisi persamaannya yang berkumul adalah berlawanannya antara Orang baik dan orang jelek
yang keduanya menjdi Musnad Ilaih dan antara menetapi Surga Na'im dan Neraka Jahim
yang keduanya menjadi Musnad.
Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Insya' secara lafadz dan makna. dan
sisi persamaannya yang berkumul adalah kedua Dhomir jumlah tersebut menjadi Musnad
Ilaih dan antara Sifat menangis dan tertawa.
2. Jika meninggalkan Athof, maka akan menimbulkan persepsi salah yang bertentangan
dengan tujuannya.
Seperti Ucapanmu :
ُ الَ َو َشفَاهُ هللا = Tidak (Belum Sembuh), dan Semoga Allah Menyembuhkannya.
sebagai jawaban kepada orang yang bertanya :"Apalkah Ali Sudah Sembuh dari sakit?"
maka jika tidak diathofkan dengan wawu, maka akan menimbulkan persepsi dengan
mendo'akan jelek kepada Ali, padahal tujuannya adalah mendoakan kebaikan.
1. Apabila diantara dua jumlah ada sisi persamaan yang sempurna artinya Jumlah Kedua
menjadi Badal dari jumlah pertama .
Contoh :
Atau Jumlah kedua menjadi Bayan (Penjelas) pada Jumlah pertama. Contoh:
قَا َل يَاآ َد ُـم هَلْ أَدُلُّكَ َعلَى َش َج َر ِة ال ُخ ْل ِد، ُس إِلَ ْي ِه ال َّش ْيطَان
َ فَ َو ْس َو
Maka Syaitan telah menggodanya (Nabi Adam), Ia mengatakan :"Hai Adam ! Apakah mau
aku tunjukkan padamu Pohon kekekalan". (Surat Toha : 120)
Atau Jumlah kedua menjadi Taukid (Penguat) pada Jumlah pertama. Contoh:
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Kamal ittishol
(Kesempurnaan dalam kesinambungan).
2. Jika diantara dua Jumlah terdapat Perbedaan yang sempurna dalam ma'na artinya berbeda
dalam hal berupa kalam khobar maupun kalam Insya'.
الَ تَسْأ َ ِل ال َمرْ اَ ع َْن خَ الَئِ ِق ِه فِ ْي َوجْ ِه ِه َشا ِه ٌد ِمنَ الخَ بَ ِر
Jangan kau Tanya Seseorang tentang perilakunya.
Atau Diantara kedua jumlah tidak ada kesesuaian dalam ma'na. Contoh:
Pada contoh tersebut tidak ada kesesuaian makna antara : menulisnya Ali dan terbangnya
burung dara.
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Kamal Inqitho' ().
3. Jika diantara Jumlah yang kedua menjadi sebuah jawaban yang timbul dari jumlah pertama.
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Syibhu Kamal
Inqitho' ().
4. Jika ada jumlah yang didahului dua jumlah yang sah untuk diathofkan pada salah satu dari
dua jumlah itu karena adanya kecocokan, dan tidak sah diathofkan pada jumlah yang
satunya.
َّ َوتَظُ ُّن َس ْل َمى أَنَّنِ ْي أَب ِْغ بِهَا بَ َدالً أُ َراهَا فِ ْي ال
ضالَ ِل تَ ِه ْي ُم
Dan Salma menyangka bahwa aku mencari penggantinya.
pada Jumlah أُ َراهَاsah diathofkan pada jumlah : تَظُ ُّن, tetapi ini tercegah untuk diathofkan
karena khawatir menimbulkan kesalah pahaman bahwa lafadz أُ َراهَاdiathofkan pada jumlah
َّ أُ َراهَا فِ ْي الmerupakan isi dari Persangkaan
أَب ِْغ بِهَاsehingga diartikan Jumlah ketiga ضالَ ِل تَ ِه ْي ُم
Salma .
Kesalahpahaman yang timbul jika diathofkan : Dan Salma menyangka bahwa : " aku
mencari penggantinya dan Saya menyangkanya bahwa Ia sedang bingung dalam
kesesatan".
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Syibhu Kamal
Inqitho' ().
5. Jika tidak ada tujuan menyamakan dua jumlah dalam satu hukum karena adanya faktor
pencegah.
ُ هللا ُ َي ْستَه ِْز. َ قَالُوْ ا إِ َّن َم َع ُك ْـم إنَّ َما نَحْ نُ ُم ْستَه ِْزئُوْ ن، اط ْينِ ِه ْم
ئ بِ ِه ْم ِ ََو إِ َذا خَ لَوْ ا إِلَى َشي
Dan ketika Mereka (Orang Munafiq) kembali pada Pemimipin mereka, mereka mengatakan
Sesunggugnya kami orang yang menertawakan. Allah menertawakan mereka" (Surat Al-
Baqoroh :14-15)
ُ هللا ُ يَ ْستَه ِْزtidak sah diathofkan pada jumlah : إِ َّن َم َع ُك ْـم, karena akan
pada Jumlah ئ بِ ِه ْم
memberikan statement bahwa lafadz ئ بِ ِه ْم ُ هللا ُ َي ْستَه ِْزmerupakan isi dari ucapan mereka.
dan juga tidak sah diathofkan pada jumlah قَالُوْ اkarena memberikan pemahaman bahwa
Penghinaan Allah kepada orang Munafiq hanya terbatas ketika mereka kembali pada
Pemimipin mereka saja.
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Tawashuth baina
Kamalaini ().
BAB VI
Sesuatu yang terbesit dalam hati dari suatu tujuan, maka memungkinkan untuk
diungkapkan dengan tiga cara :
1. Musawah
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang sama,
artinya ungkapan tersebut menurut batas kebiasaan manusia pada umumnya, yang mereka
itu tidak sampai pada tingkatan Sastrawan dan tidak pada tingkatan Orang yang lemah
dalam penyampaian.
Contoh :
2. Ijaz
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang kurang, serta
ungkapan itu sudah menepati pada tujuan.
Contoh :
dan :
ٍ ك ِم ْن ِذ ْك َرىـ َح ِب ْي
ب َو َم ْن ِز ِل ِ قِفَا نَ ْب
"Sungguh Berhentilah ! kami menangis karena ingat sang kekasih dan rumahnya"
Apabila tidak mencapai pada Tujuan, maka dikatakan sebagai Ihlal. seperti ucapan Penyair :
Bait diatas dikatakan tidak mencapai tujuan yang dikehendaki, karena Kata ()الرغدـ
ِ ال َع ْق
"Sejahtera" pada Bagian pertama bait dan kata ( ل ِ " )فِ ْيdalam naungan Akal"
ضالَ ِل
pada bagian kedua bait tidak bisa diketahui dari kalam.
3. Ithnab.
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang panjang,
serta adanya faidah.
Contoh :
Apabila dalam penambahan kalimat tersebut, tidak terdapat faidah, serta Ziyadah itu tidak
menjadi kebutuhan dalam tujuan, maka dikatakan sebagai Tathwil.
Seperti ucapan Ady bin Zaid Al-Ubbady mengatakan kepada Nu'man bin Mundir sambil
mengingatkan Musibah yang terjadi pada Judzaimah Al-Abrosy dan Zaba':
lafadz َك ِذبًا dan َ َم ْينًاmemiliki arti yang sama, maka menggunakan salahsatunya sudah
cukup. dan tambahan kata tersebut juga tidak dibutuhkan karena tujuannya sudah sah
dengan menggunakan salah satunya . maka adanya penambahan lafadz tersebut dikatakan
sebagai Tathwil yang tanpa faidah.
Apabila dalam penambahan kalimat tersebut, tidak terdapat faidah, tetapi Ziyadah itu
menjadi ketentuan, maka dikatakan sebagai Hasywu.
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada Perdamaian yang terjadi antara
Qois dan Dzibyan :
4. Menyamarkan
3. Menguatkan.
KLASIFIKASI IJAZ
Ijaz itu adakalanya dengan Ibarot yang ringkas tapi mengandung arti yang luas, dan ini
merupakan Sasaran Ahli Sastra (Balaghoh) dan dengan inilah tingkatan kemampuan mereka
menjadi terpaut.
Contoh :
ُ أرْ ِسلُوْ نِ ْي إلَى يُوْ سُفَ أل ْستَ ْعبِ َرهُـ الرُّ ْؤيَا فَفَ َعلُوْ اـ فَأتَاهُ َوقَا َل لَهُ يُوْ س
ُف
Utuslah aku kepada Yusuf, supaya aku meminta tabir mimpi itu. Lalu mereka
mengerjakannya, lalu pelayan itu mendatanginya dan berkata : “Hai Yusuf”
KLASIFIKASI ITHNAB
Contoh :
Contoh :
ِ ي َولِ َم ْن َدخَ َل بَ ْيتِ َي ُموْ ِمنًا َولِ ْل ُموْ ِمنِ ْينَ َوال ُموْ ِمنَا
ت َّ َربِّ ا ْغفِرْ لِ ْي َولِ َوالِ َد
Wahai tuhanku, ampunilah aku, kedua orang tuaku, orang yang masuk rumahku dengan
beriman, dan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. (S. Nuh : 28)
Contoh :
ق َع ْه ِد ِـه َعلَى ِم ْث ِل هَ َذا إِنَّهُ لَ َك ِر ْي ٌم ْ َو إِ َّن ا ْم َرأً دَا َم
ُ ِت َم َواث
Sesungguhnya seseorang yang jaminan perjanjiannya itu tetap seperti ini, maka
sesungguhnya ia orang yang mulia”
5. I'tirodh (yaitu : Menyisipkan lafadz antara bagian-bagian satu jumlah atau antara dua jumlah
yang masih berkaitan mana, dikarenakan adanya sebuah tujuan).
Contoh Ucapan Penyair (Auf bin Mahlam Asy-Syaibany yang mengadukan kelemahannya):
Tadzyil itu adakalanya berlaku seperti periahasa, karena berbedanya makna dan tidak
membutuhkan pada kalam sebelumnya.
adakalanya tidak berlaku seperti periahasa, karena membutuhkan pada kalam sebelumnya.
7. Ihtiros yaitu : mendatangkan pada kalam yang memberi persepsi berbeda dari tujuan,
dengan kalam lain yang menolak keslah pahaman itu.
ILMU BAYAN
Definisi
Ilmu Bayan adalah : Ilmu yang membahas tentang Tasybih (penyerupaan), Majaz, dan
kinayah (konotasi).
TASYBIH
Adalah : Menyerupakan suatu perkara dengan perkara yang lain dalam satu sifat
dengan menggunakan alat penyerupaan, karena adanya suatu tujuan.
Perkara yang pertama (Kata yang diserupakan) disebut Musyabbah, sedangkan perkara yang
kedua (Kata yang digunakan untuk menyerupakan) disebut Musyabbah bih, Sifat disebut
Wajah Syabah (Sisi Persamaan), dan Alat penyerupaan itu berupa huruf Kaf dan lain-lain.
Contoh :
1. Rukun tasybih.
2. Pembagian tasybih.
Pembahasan pertama
RUKUN TASYBIH
Keterangan :
Wajah Syabah adalah : Sifat tertentu yang digunakan untuk menyamakan antara
Musyabbah dan Musyabbah bih. Seperti Hidayah (Memberi petunjuk) merupakan sifat yang
terdapat dalam ilmu dan cahaya.
Adat Tasybih adalah : Lafadz yang menunjukkan arti penyerupaan seperti lafadz َكاف
ّ (Seolah-olah), dan lafadz lain yang searti dengan keduanya.
(Seperti), كأن
ّ , yang menyandingi
Lafadz كافterletak menyandingi Musyabbah bih, berbeda dengan كأن
musyabbah. Seperti Ucapan Penyair :
َ احةٌ تَ ْشبُ ُـر ال ُّد َجا لِتَ ْنظُ َر طَا َل اللَّ ْي ُل أَ ْـم قَ ْـد تَ َع َّر
ضا َ َكأ َ َّن
َ الثرايَا َر
Seolah-olah bintang Tsuroya (Kumpulan bintang pada buruj Tsur) itu Angin malam yang
mengira-ngirakan gelapnya malam, supaya engkau melihat apakah malam itu masih lama
atau sudah tampak.
ك فَا ِه ٌم
َ َكأن = Seolah-olah kamu itu faham.
Dan terkadang disebutkan Fi'il yang mempunyai arti Tasybih, seperti Firman Allah pada surat
Ad-Dahr : 19
dan Ketika Adat Tasybih dan Wajah Syabah itu dibuang, maka disebut : Tasybih Baligh,
Contoh pada Firman Allah surat An-Naba : 10
PEMBAHASAN KEDUA
PEMBAGIAN TASYBIH
Dengan memandang pengambilan Wajah Syabah, maka Tasybih terbagi menjadi dua
macam yaitu : Tasybih Tamtsil dan Ghoiru Tamtsil.
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya diambil dari lafadz yang banyak.
Seperti : menyerupakan Bintang Tsuroya (kumpulan beberapa bintang pada Buruj Tsur)
dengan Sedompol buah Anggur yang berbunga, dengan wajah syabahnya : sama dalam
keadaannya yang tampak ketika berkumpulnya benda putih yang bundar, yang kecil
ukurannya).
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya tidak diambil dari lafadz yang banyak.
Seperti : menyerupakan Sebuah bintang dengan Uang dirham ( dengan wajah syabahnya :
sama dalam bentuk bundarnya)
dan Dengan memandang wujud dan tidaknya Wajah Syabah, tasybih terbagi menjadi dua
yaitu : Tasybih Mufassol dan Mujmal.
Kata "Gigi seri" dan "Air mata" diserupakan dengan "Mutiara" dengan sisi persamaan :
"Sama-sama jernihnya"
Seperti :
ح فِ ْي الطَّ َع ِام
ِ النح ُو فِ ْي ال َكالَ ِم َكال ِم ْل
"Ilmu Nahwu pada Kalam itu seperti Garam pada makanan"
Kata " Ilmu Nahwu pada Kalam" diserupakan dengan kata "garam" dengan sisi persamaan :
"Sama-sama merupakan perkara yang pokok untuk menjadikan kesempurnaan".
Dengan memandang Adat Tasybih, maka Tasybih terbagi menjadi dua yaitu Mua'kkad dan
Mursal.
dan termasuk Tasybih Mu'akkad adalah Tasybih yang Musyabbah bihnya disandarkan
(Didhofahkan) pada Musyabbah. Contoh :
ِ ََب األ
ص ْي ُل َذه ُـ
= Waktu sore yang diserupakan dengan emas, dengan wajah syabah : sama
warna kuningnya.
ِ لُ َج ْي ِن ال َما ِء = Air yang diserupakan dengan perak dengan wajah syabah : sama dalam
jernihnya.
PEMBAHASAN KETIGA
TUJUAN TASYBIH
1. Menjelaskan kemungkinan wujudnya Musyabbah. Seperti Ucapan Abu Thoyyib Al-
Mutanabby :
َزَال
ِ ْض د ِـَم الغ ّ َف
إن ال ِم ْس َـ
ك بَع ُـ فإن تَفُ ِـ
ق األنَا َم َوأ ْنتَ ِم ْنهُ ْم ْ
Ketika kamu mengungguli kemuyaan semua Makhluk,
padahal kamu dari sebagian mereka maka Minyak misik itu sebagian dari darah Kijang
Ketika Penyair mengklaim bahwa Orang yang dipuji itu berbeda dari asalnya sebab adanya
beberapa keistimewaan yang menjadikannya sebagai hakikat yang berbeda, lalu penyair
membuat Argumen/hujjah dengan menyerupakannya dengan Minyak misik yang asalnya
darah kijang untuk menolak adanya pengingkaran atas wujudnya musyabbah tersebut
karena merupakan hal yang langka.
dan menyerupakan Para raja seperti bintang karena menjelaskan keadaanya yang tidak
terlihat saat berada disisi Mukhotob.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keadannya tidak terlihat ketika berada disisinya.
Penyair menyerupakan 42 unta yang hitam seperti Bulu sayap Burung gagak karena
menjelaskan kadar warna hitamnya, ketika pendengar hanya mengetahui kadar keadaan
musyabbah bih (sayap burung gagak)
Maka bagai kaca yang saat pecah tiada bisa disambung lagi.
Penyair menyerupakan Hilangnya cinta di hati seperti pecahnya kaca dengan tujuan
mengukuhkan sebab sulitnya rasa cinta itu kembali seperti semula.
Penyair menyerupakan Hitamnya wanita seperti biji mata biawak dengan tujuan memujinya,
sebab warna biji mata merupakan keindahan.
قِرْ ٌد يُقَ ْهقِهُـ أَوْ َعجُوْ ٌـز ت َْل ِط ُم ُوإذاـ أ َشا َـر ُم َحدِّثا فَ َكأنه
Ketika Ia berisyarat sambil berbicara, maka ia seperti Kera yang
Dan terkadang tujuan itu kembali pada Musyabbah bih jika antara musyabbah dan
Musyabbah bih di balik, contoh :
MAJAZ
Majaz adalah : Lafadz yang digunakan pada selain makna aslinya, karena adanya
keterkaitan makna disertai Indikator yang mencegah dari pemahaman arti aslinya.
Seperti :
lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti aslinya adalah Beberapa Mutiara,
lalu dirubah menjadi arti " Beberapa kalimah Fashihah" sebab diantara arti keduanya masih
ada kaitan dalam hal keindahan.
dan Perkara yang mencegah dalam mengartikan makna aslinya adalah Qorinah Lafadziyah :
يَتَ َكلَّ ُم (Berbicara).
lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti aslinya adalah Beberapa Jari tangan,
lalu dirubah menjadi arti " Beberapa Ujung jari tangan" sebab diantara arti keduanya masih
ada kaitan bahwa Ujung jari merupakan bagian dari jari. Kemudian Kull (keseluruhan jari)
digunakan untuk arti Juz (Sebagian jari).
dan Qorinah yang mencegah dalam mengartikan makna aslinya adalah tidak
memungkinkannya memasukkan keseluruhan jari pada telinga.
Dalam Majaz, apabila kaitan antara ma'na majazi dan ma'na asli ada keserupaan,
seperti pada contoh pertama, maka disebut : Majaz isti'aroh. Jika tidak ada keserupaan,
seperti pada contoh kedua maka disebut Majaz mursal.
Majaz Isti'aroh
Adalah : Majaz yang keterkaitan makna Aslinya dengan makna yang digunakan, itu ada
keserupaan.
dan kaitan antara makna keduanya adalah adanya keserupaan antara "Arti Kesesatan dan
kegelapan" dengan wajah syabah : "sama-sama tidak mengetahui sesuatu", atau "Hidayah
dan Cahaya" dengan wajah syabah: "sama-sama mengetahui sesuatu".
dan Qorinah yang mencegah untuk mengartikan pada makna aslinya adalah Lafadz : ٌِكتَاب
َ َّتخ ِر َج الن
اس َ أ ْن َز ْلنَاهُ إلَ ْي
ْ ِك ل .
Ijro' Isti'aroh pada Lafadz ' الظلماتadalah : Lafadz الضاللةdiserupakan dengan lafadz الظلمات
dengan wajah syabah : sama-sama tidak mendapat petunjuk pada keduanya.
Ijro' Isti'aroh pada Lafadz النورadalah : Lafadz الهدَىdiserupakan dengan lafadz النور
dengan wajah syabah : sama-sama mendapat petunjuk pada keduanya.
Asal dari majaz isti'aroh adalah : Tasybih yang dibuang salah satu dari Musyabbah atau
Musyabbah bih, wajah syabahnya, dan adat tasybihnya.
Musyabbah disebut : Musta'ar Lah, dan Musyabbah bih disebut : Musta'ar Minhu.
Pada Contoh diatas, dapat disimpulkan :
Musta'ar Minhu (musyabbah bih) adalah : Makna asli Lafadz الظالمـdan النورـ .
Majaz Isti'aroh dengan memandang penyebutan Musyabbah atau Musyabbah bih, terbagi
menjadi dua macam yaitu :
Adalah : Majaz yang dijelaskan dengan menyebut lafadz Musyabbah bih saja. Seperti
Ucapan Penyair :
Maksudnya adalah : Dia (Seorang wanita) telah meneteskan Air mata bak Mutiara dari
matanya bak Bunga narsis, dan menyirami pipinya laksana bunga mawar, dan menggigit
ujung jarinya laksana buah anggur dengan giginya laksana Hujan es.
Pipi الخدود
Bunga
الورد sama merahnya فيـ الحمرةـ
Mawar
Ujung
األنامل
Buah
العناب sama bentuknya في الشكلـ
jari Anggur
Gigi األسنان Hujan Es البرد sama putih bersihnya فيـ بياض كلـ
مع النصاعةـ
Majaz diatas dengan menyebutkan Musyabbah bihnya, maka disebut majaz Isti'aroh
Musorrohah.
Adalah : Majaz yang Musyabbah bihnya dibuang dan ditunjukkan dengan sesuatu dari
perkara Lazimnya (Perkara yang menetapinya).
Allah membuat majaz isti'aroh Lafadz ( الطائرBurung) untuk lafadz ِّ( الذلtunduk) kemudian
membuang Lafadz ( الطائرBurung) dan menunjukkan lafadz yang dibuang dengan sesuatu
lazimnya yaitu Lafadz : الجناح (Sayap).
Ijro'nya adalah :
Kata " الذل: tunduk" (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan kata " الطائر: Burung" (Sebagai
Musyabah bih), kemudian menggunakan arti lafadz Musyabbah bih (Burung) untuk arti
lafadz Musyabbah ()الذل. lalu kata Burung itu dibuang, dan Kata "Burung" yang terbuang
ditunjukkan dengan sesuatu yang menetap padanya yaitu Sayap, dengan cara istiaroh
makniyyah.
Adapun Penetapan lafadz الجناحpada lafadz ل ِّ الذ. , ini oleh Ulama' Ahli Balaghoh Salaf dan
Al-Khotib dikatakan sebagai Isti'aroh Tahyiliyyah.
Perbandingan
Contoh lain :
Ijro'nya adalah :
Kata "رؤوسا: kepala " (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan kata " ثمرات: buah" (Sebagai
Musyabah bih), asalnya :
Majaz Isti'aroh dengan memandang lafadz yang digunakan sebagai majaz (Al-Mustaar) ,
terbagi menjadi 2 macam yaitu :
Adalah Majaz yang lafadz Musta'arnya berupa selain Isim Mustaq , baik berupa isim a'in
(dzat) atau Isim ma'na.
Contoh Isim A'in (Dzat) : Seperti menggunakan Lafadz الظالمـuntuk arti ( الضاللkesesatan)
dan Lafadz النورuntuk arti ( الهدىpetunjuk).
Adalah Majaz yang Musta'arnya berupa Kalimah Fi'il, Huruf dan Isim yang Mustaq.
Kemudian Lafadz Musyabbah bih (menaiki) dijadikan majaz istiaroh dengan arti Musyabbah
( اللزومpemaksaan) lalu dari masdar الركوبyang bermakna اللزومdimustaqkan menjadi
kalimah fiil ب
َ َر ِكbermakna لزمـ.
Kemudian Lafadz Musyabbah bih (menaiki) dijadikan majaz istiaroh dengan arti Musyabbah
( اللزومpemaksaan) lalu diberlakukan tasybih dari kedua masdar tersebut yang berarti
peristiwa muthlaq tanpa dibatasi dengan zaman menjadi kalimah fiil yang dibatasi dengan
zaman lampau, lalu lafadz ب
َر ِك َـdigunakan dengan makna لزمـ.
أولَئك َعلَى هُ ًدىـ ِم ْن َربِّ ِه ْم = Mereka (Orang-Orang yang beriman) itu tetap atas hidayah
dari Tuhan mereka.
Lafadz علىberfaidah Isti'la', maka Ijro'nya : Muthlaqnya Hubungan antara Orang yang
mendapat petunjuk dan Sebuah petunjuk diserupakan dengan Muthlaqnya hubungan
antara Lafadz علَى
َ yang berfaidah Isti'la' dan lafadz yang diIsti'lai dengan wajah syabah :
sama-sama adanya ketetapan. lalu diberlakukan penyerupaan dari arti keseluruhan (Kull)
untuk arti sebagian(Juz) karena علَى
َ memiliki arti yang banyak. Kemudian Lafadz علىdari
juz Musyabbah bih digunakan untuk arti juz Musyabbah.
Maksudnya :
Ijro'nya : Lafadz ( الداللة الواضحةpetunjuk yang jelas) diserupakan dengan lafadz النطق
(Ucapan) dengan wajah syabah : sama-sama menjelaskan tujuan dan diterima dalam hati.
lalu lafadz ( النطقـUcapan) digunakan untuk arti Lafadz ( الداللة الواضحةpetunjuk yang jelas).
Lalu dari masdar النطقـyang bermakna الداللة الواضحةitu dimustaqkan menjadi isim tafdhil
ُ َ أَ ْنطbermakna أد ّل.
yang berupa : ق
Majaz Isti'aroh dengan memandang lafadz yang berkaitan dengandua sisi tasybih, terbagi
menjadi 3 macam
Adalah : Majaz yang disebutkan Mulaim (lafadz yang berkaitan) dengan Musyabbah bih.
Contoh : ت تِ َجا َرتُهُ ْم َّ أولَئِكَ ال ِذ ْينَ ا ْشت ََر ُواـ ال
ضالَلَةَـ بِالهُ َدىـ فَ َما َربِ َح ْـ
Dan Mereka adalah orang yang mengganti kesesatan dengan petunjuk. maka perdagangan
mereka tidak akan mendapat keuntungan (surat Al-baqoroh : 16).
Ijro'nya : Mengganti perkara hak (hidayah) dengan perkara Bathil (kesesatan) dan lebih
memilih kesesatan, itu diserupakan dengan Lafadz اإلشتراءyaitu membeli /mengganti harta
dengan harta lain. dengan wajah syabah : meninggalkan perkara yang dibenci (tidak
dibutuhkan) dan mengganti perkara yang disenangi.
ِ ْوال َخو
Contoh : ف ع َ َفَأ َذاقَها هللاُـ لِب
ِ ْاس الجُو
"maka Allah mencicipkan mereka dengan pakaian kelaparan dan ketakutan".(S. An-Nahl :
112)
Lafadz اللباسdigunakan untuk arti sesuatu yang meliputi manusia ketika lapar dan takut dari
bahaya.
Ijro'nya : Kata " sesuatu yang meliputi manusia ketika lapar dan takut dari bahaya" itu
diserupakan dengan kata : "Pakaian" dengan wajah syabah : sama-sama tercakup dalam
sesuatu. Kata pakaian terdapat pada Orang yang memakai, sedangkan Lapar dan takut
terdapat pada orang yang merasakannya.
Menyebut Lafadz اإلذاقةdisebut Tajrid pada Istiaroh Tasyrihiyyah. karena yang dikehendaki
adalah : ( اإلصابةmenimpakan).
Adalah : Majaz yang tidak disebutkan Mula'im (lafadz yang berkaitan) pada salah satu dari
musyabbah atau Musyabbah bih.
(S. Ar-Ro'du:25)
Ijro'nya : Kata " ( ) إبطال العهدـMembatalkan Janji " itu diserupakan dengan kata : "(فكـ طاقات
) الحبلmerusak Ikatan tali " dengan wajah syabah : sama-sama tidak memberi manfaat.
Lalu kata yang menunjukkan Arti Musyabbah bih (merusak Ikatan tali) yaitu: () النقض
digunakan untuk Arti Musyabbah yaitu : membatalkan janji.
Catatan : Tidak bisa dikategorikan sebagai Tarsyih dan Tajrid kecuali setelah sempurnanya
Majaz isti'aroh dengan adanya Qorinah.
MAJAZ MURSAL
Majas Mursal adalah : Majaz yang hubungan ma'nanya tidak ada keserupaan.
Mengucapkan kata Tangan dengan arti Ni'mat dikatakan sebagai Majaz Mursal dari
Mengucapkan penyebab dengan menghendaki arti akibatnya { إطالق السبب على أرادة
}المسبب
Mengucapkan kata ( نَبَاتًاTanaman) dengan arti Hujan dikatakan sebagai Majaz Mursal dari
Mengucapkan Akibat dengan menghendaki arti penyebabnya { إطالق المسبب على أرادة
}السبب
Mengucapkan kata َال ُعيُوْ ن (beberapa mata) dengan arti Intel (mata-mata) dikatakan
sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan sebagian dengan menghendaki arti keseluruhan {
Mengucapkan kata ( األصابعJari tangan) dengan arti ( األناملUjung jari) dikatakan sebagai
Majaz Mursal dari Mengucapkan keseluruhan dengan menghendaki artisebgian { إطالق الكل
Contoh : عنبًا
ِ إنِّ ْي أرانِ ْي أعصرـ خمرا أيـ
"Saya meyakini bahwa saya sedang memeras arak (anggur)."
Mengucapkan kata ( خمرarak) dengan arti ( عنبAnggur) dikatakan sebagai Majaz Mursal
dari Mengucapkan bentuk yang akan terjadi dengan menghendaki arti bentuk sebelumnya
Contoh : ُهلُه
ْ أ قَ َّر َـر ال َمجْ لِسُ ذالك أيـ
"Majlis (Ahli Majlis) itu telah menetapkan keputusan"
Mengucapkan kata ( المجلسMajlis) dengan arti ( اهل المجلسAhli Majlis) dikatakan sebagai
Majaz Mursal dari Mengucapkan tempat dengan menghendaki arti Orang yang menempati
MAJAZ MUROKKAB
Majaz Murokkab
adalah Lafadz yang tersusun, yang digunakan bukan pada arti aslinya, dengan disebabkan
adanya hubungan makna dengan tidak adanya penyerupaan.
Seperti Jumlah Khobariyyah digunakan sebagai jumlah Insya' dalam ucapan Penyair :
ُ َُموْ ث
Contoh : ق َب اليَ َمانِ ْينَ ُمصْ ِع ُـد َجنِيْبٌ َوج ُْث َمانِ ْي ِب َم َّكة
ه ََوايَا َم َع ال َّر ْك ِـ
"Kekasihku beserta Rombongan Orang yaman itu menjauh. Dan Ragaku di Makkah itu
terikat ".
Tujuan pada bait ini bukanlah menceritakan, tetapi memperlihatkan kesusahan dan
kesengsaraan.
Begitu juga Jumlah Isya yang digunakan untuk makna jumlah khobar, Contoh Sabda Nabi
SAW :
ْ
ِ َّي فَ ْليَتَبَ َّوأ َم ْع َع َدهُ ِمنَ الن
ار َ َم ْن َك َّذ
َّ َب َعل
“Barang siapa yang mendustakan aku, maka hendaklah ia menempati tempatnya dari
neraka”.
Seperti yang diucapkan kepada orang yang ragu-ragu terhadap suatu perkara.
َ أُ ْخ
Contoh : رىـ إِنِّ ْي أَ َر َـ
اك تُقَ ِّد ُم ِرجْ الً َوتـ ُ َؤ ِّخ ُـر
"Saya melihatmu mendahulukan kaki yang satu sekali dan mengakhirkan kaki yang lain
sekali".
Ijro'nya : Ilustrasi keraguan terhadap suatu perkara itu diserupakan dengan orang
yang berdiri, lalu ingin pergi. pada satu kesempatan Ia ingin pergi dengan mendahulukan
kaki yang satu. dan pada kesempatan lain ia mengakhirkan kaki yang lain.
َ أُ ْخ
Lalu menggunakan lafadz Musyabbah bih (رىـ )تُقَ ِّد ُـم ِرجْ الً َوتـُؤَ ِّخ ُرuntuk arti musyabbah
(Keraguan).
MAJAZ AQLI
Majaz Aqli
Adalah : Mengisnadkan Lafadz Fi'il atau yang bermakna fi'il pada selain Lafadz yang menjadi
Ma'mulnya menurut keinginan Mutakalim secara Dhohir karena adanya hubungan makna.
اب الص َِّغي َْر َوأَ ْفنَى ال َكبِيْـ ـ َر َكرُّ ال َغدَا ِـة َو َمرُّ ال َع ِش ِّي
أَ َش َـ
"Berjalannya siang dan malam telah membuat Anak kecil menjadi tua, dan Orang tua
menjadi mati".
Mengisnadkan kata Tua (beruban) dan Mati pada Kata "Berjalannya siang dan malam"
merupakan Isnad pada selain Ma'mulnya. Karena Dzat yang menjadikan tua (beruban) dan
Dzat yang menjadikan mati secara hakikatnya adalah Allah SWT.
Contoh : ٌضيَة
ِ ِع ْي َشةٌـ َرا
"Kehidupan yang diridhoi".
kata " ٌضيَة
ِ " َراyang merupakan Lafadz mabni ma'lum, di isnadkan pada Dhomir yang
kembali pada lafadz " شةٌـ َ " ِع ْيdikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : صا ِحبُهَا ِع ْي َشةٌـ َر ٍـ
َ اض
( إيَّهَاKehidupan yang Pemiliknya meridhoinya).
Contoh :
kata " " ُم ْف َع ٌـمyang merupakan Lafadz mabni Majhul, di isnadkan pada Dhomir yang kembali
ٌ " َس ْيdikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ي
pada lafadz "ل ال َوا ِد َـ َس ْي ٌـل ُم ْف ِع ٌم (Banjir yang
memenuhi lembah).
Contoh :
Contoh :
َ ُنَهَا ُره
صائِ ٌم = "Waktu siangnya itu berpuasa".
Contoh :
ٍ نَ ْه ٌر َج
ار = "Sungai itu mengalir".
kata "ار
ٍ " َجdi isnadkan pada Isim makan dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : َما ُء النَّه ِْر
ار
ٍ َج (Air bengawan itu mengalir.)
kata " " بَنَىdiisnadkan pada Sebab,dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya: ب
بَنَى العُما ُل ب َسب ِـ
َأمر األ ِمي ِْر ال َم ِد ْينَة
(Para pegawai membangun kota sebab perintah Gubernur.)
Dari keterangan tersebut, Bisa disimpulkan bahwa Majaz Lughowi terjadi pada Lafadz yang
digunakan pada selain arti aslinya, sedangkan Majaz Aqli terjadi dengan adanya
mengisnadkan pada selain ma'mul aslinya.
KINAYAH
Kinayah
adalah : Lafadz yang dikehendaki kelaziman makna aslinya, serta bisa diartikan dengan
makna yang lain.
Contoh :
Kinayah, dengan memandang Makni alaih ( Lafadz yang digunakan sebagai kinayah) terbagi
menjadi 3 macam :
Contoh :
Ia menghendaki bahwa Saudaranya itu postur tubuhnya Tinggi, Seorang Tuan, Yang
Dermawan.
dari keduanya digunakan sebagai kinayah yang dekat dengan makna aslinya.
Kata ini digunakan sebagai kinayah yang Jauh dari makna aslinya, karena : Banyak debunya
berarti Banyak masaknya, Banyak masaknya berarti banyak makanannya, banyak
makanannya berarti banyak Orang yang memakannya, banyak Orang yang memakannya
berarti Banyak tamunya, Banyak tamunya berarti banyak sedekahnya (Dermawan).
Contoh :
Pada contoh tersebut, Tetapnya kemulyaan dan kederwanan seseorang itu dijadikan kinayah
dengan kata-kata diatas karena Wujudnya dua sifat tersebut tidak telepas dari Orang yang
disifati, dan tidak ada Orang yang disifati kecuali Orang yang memiliki dua pakaian dan
selendang itu.
Maka dari itu Contoh diatas memberikan faidah Nisbat tetapnya sifat kemulyaan dan
kedermawanan pada Orang yang disifati sebagaimana Tetapnya Dua pakaian dan selendang
pada Pemiliknya.
3. Kinayah yang Makni alaihnya tidak berupa Sifat dan Nisbat.
Kata " Hati" itu bukan merupakan sifat dan Nisbat, tetapi Kata yang disifati.
Pada Kinayah, Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Banyak,
maka Disebut Talwikh.
Seperti Contoh diatas : Banyak debunya berarti Banyak masaknya, Banyak masaknya
berarti banyak makanannya, banyak makanannya berarti banyak Orang yang
memakannya, banyak Orang yang memakannya berarti Banyak tamunya, Banyak tamunya
berarti banyak sedekahnya (Dermawan).
Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Sedikit dan Masih samar,
maka Disebut Ar-Romzu.
Contoh :
هُو َس ِمي ٌْن ِر ْخ ٌو = "Dia itu orang yang gendut yang Lembek"
Arti kinayah ini penguhubungnya yaitu : Gemuk dan lembek berarti Lebar Tengkuknya
(Jithok: Jawa), dan Lebar tengkuknya berarti Bodoh dan Idiot.
Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Sedikit atau memang
tidak ada dan Jelas, maka Disebut Ima' dan Isyaroh.
Penjelasan :
Pada bait tersebut dibuat kinayah tentang keberadaan mereka itu mulia, dengan satu
penghubung serta jelas.
Karena bertempatnya kemuliaan ditumahnya serta tidak berpindah itu merupakan makna
majazi, dengan menyerupakan “kemuliaan” dengan “seorang laki-laki yang mulia yang
memiliki tempat yang ia khususkan bagi seseorang yang ia kehendaki” dengan wajah syabah
sama —sama adanya rasa senang bertemu.
Lalu Lafadz musyabbah bih digunakan untuk musyabbah, lalu musyabbah bih dibuah dan
ditunjukkan sesuatu kelazimannya yaitu menempati rumah, dengan menjadikan majaz
Tahyiliyah.
َريْضُ القَفَا
ِ ع = "Lebar tengkuknya (Jithok : Jawa)"
Kinayah untuk arti Bodoh, karena lebar tengkuknya sudah jelas menunjukkan arti bodoh
menurut adat.
Disini ada jenis dari kinayah yang dituju pemahamannya pada runtutan kalam (siyaqul
Kalam), yang disebut : Ta'ridh, yaitu : mengarahkan kalam pada satu sisi makna.
ILMU BADI'
Ilmu Badi'
adalah : ilmu untuk mengetahui metode memperindah kalam yang sesuai dengan tuntutan
keadaan.
Aspek ini, jika terarah pada membuat indahnya makna disebut dengan : Muhassinat Al-
Ma'nawiyyah.
Jika terarah pada membuat indahnya Lafadz disebut dengan : Muhassinat Al-Lafdziyah.
Muhassinat Al-Ma'nawiyyah.
1. Tauriyyah; yaitu menyebutkan lafadz yang mempunyai arti dua yaitu Makna Dekat yang
langsung dipaham dari kalam (karena seringnya digunakan) dan Ma'na Jauh, sebagai Arti
yang diharapkan, dengan adanya faidah sebab ada Qorinah yang masih samar.
ِ َي يَت ََوفَّا ُك ْم ِبالَّ ْي ِل َويَ ْعلَ ُم َما َج َرحْ تُ ْـم بِالنَّه
ار َوهُ َو الَّ ِذ ْـ
"Dan Allah Dzat yang mengambil ruh kalian dimalam hari (ketika tidur) dan mengetahui
dosa yang kalian kerjakan di siang hari ."
At-Thibaq Ijab adalah : Dua lafadz yang berlawanan yang tidak berbeda dalam hal ijab dan
salab.
At-Thibaq Salab adalah : Dua lafadz yang berlawanan yang berbeda dalam hal ijab dan salab,
seperti mengumpulkan dua kalimah fiil dari satu masdhar, lafadz yang satu dibuat musbat
(tanpa nafi), sedangkan yang kedua dibuat manfi (dengan nafi).
Mengumpulkan Lafadz َ( يَ ْعلَ ُموْ نmengetahui) dan Lafadz َ( ال يَ ْعلَ ُموْ نtidak mengetahui)
dikatakan Tibaqul Salbi, karena lafadz َ( ال يَ ْعلَ ُموْ نtidak mengetahui) itu manfi, sedangkan
Lafadz َ( يَ ْعلَ ُموْ نmengetahui) itu mutsbat.
3. Muqobalah; yaitu : Mendatangkan dengan dua makna atau lebih lalu mendatangkan
dengan kata yang berlawanan ma'na tersebut secara urut.
Pada ayat tersebut, Lafadz ( الضحكtertawa) berlawanan dengan kata ( البكاءmenangis) dan
Lafadz ( القليلsedikit) berlawanan dengan kata ( الكثيرbanyak).
4. Menjaga Perbandingan yaitu Mengumpulakan suatu perkara, dan lafadz yang sesuai
dengannya bukan kata yang berlawanan.
Contoh :
ُصافِ ُحهُ النَّ ِس ْي ُـم فَيَ ْسقُط َ ُب ي ط ٌـْ ك ال ُغصُوْ ِن َكلُ ْؤلُؤـ َر َوالطّلُّ فِ ْي ِس ْل ِـ
ُب َوال َغ َما ُم يُنَقِّط َ َوالطَّ ْي ُر يَ ْق َرأُ َوال َغ ِد ْي ُـر
ص ِح ْيفَةٌـ َوال ِّر ْي ُح تَ ْكتً ُـ
hujan gerimis pada cabang pepohonan itu bagai Mutiara yang basah yang ditiup oleh
semilirnya angin lalu jatuh ke tanah.
Burung sedang membaca (berkicau), dan Genangan air itu bagai kertas, dan angin sedang
menulis , dan Mendung membuat titik.
Pada Bait pertama terkumpul lafadz ّ الطل، الغصون، النسيم, kesemuanya merupakan lafadz yang
saling berhubungan.
Begitu juga Pada Bait kedua terkumpul lafadz الغمام، الريح، الغدير،الطير, kesemuanya juga
merupakan lafadz yang saling berhubungan.
dan juga lafadz النقط، الكتابة، الصحيفة،القراءة, kesemuanya juga merupakan lafadz yang saling
berhubungan.
5. Istikhdam, yaitu : Menyebut lafadz dengan suatu ma'na dan mengembalikan dhomirnya
dengan ma'na yang lain, atau mengembalikan dua Dhomir dengan yang dikehendaki dhomir
kedua selain yang diharapkan pada Dhomir yang pertama.
Contoh Pertama:
Lafadz الشهرmemiliki dua arti yaitu arti hakiki (Bulan) dan arti Majaz (hilal). Pada ayat
tersebut Lafadz الشهرdiartikan dengan makna majazi (hilal), lalu dhomir pada ُص ْمه ُ َ فَ ْليitu di
kembalikan pada Lafadz الشهرyang diartikan dengan makna hakiki (bulan).
Contoh kedua :
Lafadz الغضاmemiliki 2 arti yaitu arti hakiki (Sejenis Pohon) dan arti Majaz Mursal (tempat)
dan arti majaz isti'aroh (Api).
Pada syair tersebut Lafadz الغضاdiartikan dengan makna hakiki (pohon), lalu dhomir pada
الساكنيهitu di kembalikan pada Lafadz الغضاyang diartikan dengan makna majaz mursal
(tempat) dan dhomir pada شبّوهitu di kembalikan pada Lafadz الغضاyang diartikan dengan
makna majaz Istia'roh (Api) .
6. Al-Jam'u; yaitu : Mengumpulkan dua lafadz atau lebih pada satu hukum. Seperti Ucapan
Penyair :
7. Tafriq; yaitu : Memisahkan antara dua perkara yang sama dari satu jenis. Contoh pada
ucapan Penyair (wathwath):
َما نوا ُل ال َغ َم ِام َو ْقتَ َربِي ٍْع َكنَ َوا ِل األ ِمي ِْر يَوْ َم َسخَا ٍء
Tiada pemberian hujan pada musim semi itu seperti pemberian Pemerintah pada waktu
makmur.
Penyair membedakan antara dua bentuk pemberian, padahal pemberian itu merupakan satu
jenis yang sama.
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada Perdamaian yang terjadi antara
Qois dan Dzibyan :
Pada syair ini terkandung bahwa ilmu itu terbagi menjadi Ilmu hari ini, ilmu hari kemarin dan
ilmu hari yang akan datang.
dan adakalanya menyebutkan dua perkara atau lebih dan kembali pada masing-masing
perkara itu dengan menjelaskan.
ضي ٍْم يُ َرا ُـد ِب ِه إِالَّ األَ َذالَّ ِن َع ْي ُر ال َح ِّي َوال َوتَ ُد
َ َوالَ يُقِ ْي ُـم َعلَى
ْف َمرْ بُوْ طٌ ِب ُر َّمتِ ِه َو َذاـ يُ َشجُّ فَالَ يَرْ ثِ ْي لَهُ أَ َح ُد َ هَ َذاـ َعلَى
الخس ِـ
Tidak akan bermukim pada kedholiman yang diarah padanya kecuali Dua Makhluk yang
Hina yaitu Keledai perumahan dan pasak.
Ini (keledai perumahan) diikat dengan talinya serta hina, dan yang ini (pasak) ditancapkan,
lalu tiada satu orangpun yang menyayanginya.
Penyair menuturkan kata “keledai dan pasak” lalu kembali dengan menyatakan sesuatu
yang berhubungan pada kata yang pertama yaitu : “diikat serta hina” lalu pada kata yang
kedua yaitu “ditancapkan”.
dan adakalanya menyebutkan keadaan sesuatu dengan menyandarkan kata yang sesuai
pada masing-masing perkara tersebut.
a. Mengecualikan Sifat Pujian dari sifat penghinaan yang meniadakan dengan cara
mengira-ngirakan masuknya pujian itu pada penghinaan.
b. Menetapkan Sifat pujian terhadap suatu perkara, dan didatangkan sifat pujian lain
setelahnya dengan kata pengecualian yang menyandinginya.
10. Bagusnya alasan; yaitu : Menggunakan suatu alasan yang bukan sebenarnya, yang terdapat
perkara yang langka untuk sifat.
11. Kesesuaian ladadz serta ma'na; yaitu Lafadz-lafadz yang sesuai dengan maknanya, maka
dipilihlah lafadz yang Agung dan Ibarot yang sangat keras logatnya untuk kebanggaan dan
keberanian, atau kalimat yang lembut dan halus untuk bahasa kawula muda, dll.
Ketika kami marah seperti marahnya Mudhor, maka kami merusak penghalang matahari
(perkara haq) sampai meneteskan warna darah.
Ketika kami mencela pimpinan suatu qobilah diatas mimbar, maka Ia mendo'akan kami dan
menyebut (nama kami pada qoumnya).
12. Uslubul Hakim; yaitu : menyampaikan kepada mukhotob dengan selain kata yang dinantinya
atau menyampaikan kepada orang yang bertanya dengan selain jawaban yang diinginkan
karena mengingatkan bahwa jawaban itu lebih layak pada pertanyaan yang diharapkan.
Seperti Ucapan Qoba'tsaro kepada Hajjaj yang telah mengancamnya dengan ucapan :
ك َعلَى األَ ْده َِم
َ َّألحْ ِملَن
Sungguh aku akan membawamu pada terali besi
lalu Qoba'tsaro mengatakan (dengan mengartikan kata Adham dengan arti Kuda hitam) :
ِ َِمث ُل األ ِمي ِْر يَحْ ِم ُل َعلَى األ ْده َِم َواأل ْشه
ب
itu Seperti Pemimpin yang naik kuda hitam dan kuda putih.
Lalu Qoba'tsaro berkata (dengan mengartikan kata Hadid dengan arti Pandai):
Hajjaj menghendaki dengan kata "adham" sebagai terali besi, dan kata "Hadid" sebagai
Tempat yang khusus. sedangkan Qoba'tsaro menggambarkan pemahaman keduanya
sebagai "Kuda hitam yang tidak bodoh"
Tujuan hal ini adalah menyalahkan Hajjaj, bahwa yang lebih layak itu janji membawanya
dengan kuda hitam yang tidak bodoh, bukan ancaman untuk membawanya ke terali besi.
b. Memposisikan suatu pertanyaan dengan pertanyaan lain yang sesuai dengan kondisi
masalah.
الح ِّج
َ اس َو يسْألُوْ نَكَ َع ِن األ ِهلَّ ِة قُلْ ِه َي َم َواقِي ُـ.
ِ َّْت لِلن
Mereka bertanya padamu, maka katakanlah : "itu adalah Waktu bagi manusia dan haji .
Sebagian Shohabat (Mu'adz bin Jabal dan Robi'ah bin Ghonam) kepada Nabi : "Bagaimana
keadaan hilal yang tampak sebentar lalu bertambah hingga menjadi purnama, lalu berkurang
hingga kembali seperti semula ?".
Maka jawabannya didatangkan dengan hikmah yang ditimbulkan dari perbedaan ukuran
hilal, pada Firman Allah tersebut, karena hal itu lebih penting bagi orang yang bertanya.
Maka pertanyaan mereka tentang sebab terjadinya perbedaan ukuran hilal itu diposisikan
seperti pertanyaan tentang hikmah dari perbedaan itu.
Muhassinat Al-Lafdhiyyah.
1. Jinas; yaitu keserupaan dua lafadz dalam ucapan bukan pada makna.
Jinas itu ada yang Tamm (sempurna) dan Ghoiru Tamm (tidak sempurna).
Jinas Tamm; yaitu : Lafadz yang hurufnya sama dalam keadaannya (haiat), jenis, hitungan
dan urutannya.
Contoh :
Contoh lain :
Jinas Ghoiru Tamm; yaitu Lafadz yang hurufnya berbeda pada salah satu dari keadaan, jenis,
hitungan dan urutan.
Contoh :
2. Saja'; yaitu : adanya kesamaan pada huruf terakhir antara dua kalimat Natsar yang terpisah.
Contoh :
ُ اإل ْن َس.
ان بآدابِ ِه الَ ِب ِزيِّ ِه َوثِيَا ِب ِه
Manusia mulya itu dengan perilakunya, bukan perhiasannya dan pakiannya.
Contoh :
3. Iqtibas; yaitu : Suatu kalam yang mengandung sesuatu dari Al-Qur;an dan Hadits bukan
merupakn Lafadz salah satunya.
Janganlah kamu menjadi orang dholim, dan janganlah rela dengan kedholiman, dan
ingkarilah sesuai dengan kemampuan.
Pada hari datangnya Hisab bagi orang yang sangat Dholim itu tiada seorang sahabat, dan
orang yang menolongnya yang diikuti.
Syair tersebut diambil dari Ayat Al-quran Surat Al-Mumin : 18 :
ٍ اس ِب ُخ ْل
ق َح َس ٍن َ َّق الن َوإ َذا َما ِش ْئ َـ.
ِ ِت َع ْي ًشا بَ ْينَهُ ْـم خَال
Janganlah kamu musuhi manusia di Negaranya, Sedikit sekali para pendatang itu dilindungi.
Jika engkau ingin berinteraksi dengan mereka, maka berperilakulah kepada manusia
dengan Akhlaq yang baik.
Syair tersebut diambil dari Sabda Nabi kepada Abu dzarr Al-Ghifary :
Dan tidak berpengaruh dengan adanya perubahan yang sedikit pada lafadaz yang diambil
karena wazan Syi'ir atatau yang lain.
PENUTUP
4. Indahnya permulaan kalam; yaitu : Seorang Mutakallim menjadikan awal pembicaraannya
dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.
Apabila permulaan kalam itu mengandung isyarat pada tujuannya, maka dikatakan sebagai
Baroatul Istihlal.
Seperti Ucapan abu toyyib ketika memberi ucapan atas hilangnya penyakit :
َ ِك إِلَى أَ ْعدَائ
ك ال َّسقَ ُـم ال َمجْ ُد ُعوْ فِ َي ْـإذ ُعوفِي َـ
َ ْت َوال َك َر ُـم َو َزا َـل َع ْن
Keluhuran dan kemuliaan telah terlimpahkan, karena engkau telah sembuh, dan penyakit
telah hilang darimu pad musuh-musuhmu.
Seperti Ucapan penyair lain yaitu Asyja as-salma ketika memberi ucapan atas pembangunan
gedung :
5. Indahnya penutup kalam; yaitu : Seorang Mutakallim menjadikan akhir pembicaraannya
dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.
Apabila akhir kalam itu mengandung isyarat pada selesainya pembicaraan , maka dikatakan
sebagai Baroatul Maqto.
ْت بَقَا َء ال َّد ْه ِر يَا َك ْهفَ أَ ْهلِ ِه َوهَ َذاـ ُدعَا ٌـء لِ ْلبَ ِريَّ ِة َشا ِم ُل
بَقِي َـ
Engkau tetap sepanjang masa, wahai Gua tempat berlindung penghuninya, Ini adalah doa
yang menyeluruh untuk manusia.
DAFTAR ISI