Anda di halaman 1dari 77

Terjemah Husnus Siyaghoh Balaghoh

TERJEMAH KITAB DURUSUL BALAGHOH

HUSNUS SIYAGHOH

PENDAHULUAN

FASHOHAH DAN BALAGHOH

A.     FASHOHAH

Fashohah menurut bahasa adalah : kalimat yang menunjukkan arti jelas.

Dikatakan : "Seorang anak telah fasih dalam perkataannya" jika memang ucapannya sudah
jelas.

Fashohah dalam istilah, itu menjadi sifat pada kalimah, kalam, dan mutakallim.

a. Fashohatul Kalimah .

adalah : Terhidarnya suatu kalimah dari Tanafur Huruf, Mukholafatul Qiyas, dan
Ghorobah.

-          Tanafur huruf adalah: Suatu sifat pada kalimah yang menyebabkan beratnya kalimah pada
lidah dan sulit mengucapkannya.
Contoh :

ُّ‫ الظَش‬: tempat yang kasar.


‫ْخ ْع‬
ِ ‫ ال ِهع‬: tanaman hitam, untuk penggembalaan unta

ِ َ‫ النُّق‬: air tawar yang jernih


‫اح‬

ِ ‫ال ُم ْستَس‬
‫ْز ِر‬ : benang yang tepintal

Penjelasan :

Tanafur terbagi mejadi 2 yaitu :

1. Tanafur yang sangat berat terbatas. Contoh :

ُّ‫الظَش‬ : tempat yang kasar.


‫ْخ ْع‬
ِ ‫ ال ِهع‬: tanaman hitam, untuk penggembalaan unta

Lafadz ‫ْخ ْع‬


ِ ‫ ال ِهع‬ini dikatakan tanafur karena kesemuanya huruf berasal dari satu makhroj
yaitu huruf halaq.

2. Tanafur yang berat tak terbatas. Contoh :

ِ َ‫ال ُّنق‬
‫اح‬ : air tawar yang jernih

Pada Ucapan Penyair :

‫دع الخمر وا ْش َربْ من نُقاخ ُمبَ َّر ِد‬ ‫ق ممن ْيل َعق الما َء قال لي‬
َ ‫وأَحْ َم‬
Dan itu lebih bodoh lagi dari pada orang yang minum air lalu mengatakan padaku :
“tinggalkan arak, dan minumlah dari air tawar yang jernih yang dingin.

Contoh lain :

‫ال ُم ْستَ ْش ِز ِر‬ : benang yang tepintal

Lafadz ini dikatakan tanafur karena Huruf Syin (bersifat Hams dan Rokhwah) menengahi
antara huruf ta' (bersifat Hams dan Syadidah) dan huruf za' (bersifat Jahr).

Untuk membedakan antara kedua tanafur tersebut yaitu dengan menggunakan perasaan
yang sehat (Dzauq Salim) yang diperoleh dengan mengkaji kalam Para ahli Balaghoh dan
mendalami metode-metodenya baik dari sisi kedekatan antara makhroj hurufnya atau dari
jauhnya.

-          Mukholafah Qiyas adalah : kalimah yang tidak sesuai dengan prosedur kaidah ilmu shorof.

ٌ َ‫ بُوق‬seperti dalam Syairnya Abu toyyib Ahmad bin


Contoh : lafadz ‫ بُوق‬dijamakan menjadi ‫ات‬
Husain Al-Jufiy al-Kandy Al-Kufy Al-Mutanabby yang sedang memuji pemimpin tentara
Daulat Ibnu hamdan Raja Aleppo Syiria :

‫ات لَهَا َوطُبُوْ ُل‬ ِ َّ‫ فَفِ ْي الن‬- ‫اس َس ْيفًا لِدَوْ لَ ٍة‬
ٌ َ‫اس بُوْ ق‬ ِ َّ‫فإِ ْن َي ُك ْن بَعْضُ الن‬
"Jika sebagian manusia itu seperti tentara dalam pemerintahan ( ibnu Hamdan Raja Aleppo;
Syiria ), maka dalam manusia akan terdapat terompet dan gendang untuk pemerintahan
itu".

ٌ ‫أَب َْوا‬
Karena menurut Qiyas dalam jama qillahnya adalah ‫ق‬

Dan juga seperti lafadz ٌ‫ َموْ َد َدة‬dalam ucapannya :


ُ ‫ َمالِ َي فِ ْي‬- ُ‫ي لَلِئَا َ ٌم زَ هَــ َده‬
‫ص ُدوْ ِر ِه ْم ِم ْن َموْ َد َد ٍة‬ َّ ‫إِ َّن بَنِـــ‬
"Sesungguhnya Anak-anakku memang orang yang hina yang tidak perhatian, tiada
dihatinya ada rasa cinta padaku "

Menurut Qiyas ilmu shorof adalah dengan mengidghomkan lafadz ‫ َموْ َد َد ٍة‬menjadi ‫ َم َو َّدة‬karena
ada dua huruf sama, serta huruf yang kedua berharokat.

-          Ghorobah adalah: adanya kalimah itu tidak jelas artinya.

Contoh :

َ ‫ تَ َكأْ َكأ‬bermakna seperti lafadz ‫ إجتمع‬yaitu berkumpul.

‫ إ ْف َر ْنقَ َع‬bermakna seperti lafadz ‫ إنصرفـ‬yaitu bubar.

‫ ْإلطَ َخ َّم‬bermakna seperti lafadz ‫ إشت َّد‬yaitu berat dan besar


Keterangan :

Ghorobah terbagi menjadi 2 yaitu :

a.      Kata yang bisa diketahui maknanya dengan seringnya meneliti pada kitab bahasa Ajam
karena tidak biasa digunakan pada bahasa murni arab. Contoh:

َ ‫ تَ َكأْ َكأ‬bermakna seperti lafadz ‫ إجتمع‬yaitu berkumpul.

‫ إ ْف َر ْنقَ َع‬bermakna seperti lafadz ‫ إنصرفـ‬yaitu bubar.

‫ ْإلطَ َخ َّم‬bermakna seperti lafadz ‫ إشت َّد‬yaitu berat dan besar


b.      Kata yang tidak diketahui maknanya pada kitab bahasa karena tidak digunakan bagi orang
Arab, dan tidak berlakunya bahasa pembanding maka membutuhkan usaha keras untuk
mengartikannya yang menyebabkan sulitnya memahami dan masih ada kesamaran.

Contoh :

‫ ُم َسرّج‬bermakna pedang suraij daerah Qin dan ada yang mengatakan bermakna : Lampu.
B. Fashohatul Kalam.

adalah : Terhidarnya beberapa kalimah dari tanafur pada kumpulan kalimah (kalam),
Dho'fu Ta'lif, Ta'kid, serta fashohahnya beberapa kalimah itu.

1. Tanafur pada Kalam adalah : Suatu sifat dalam Kalam yang menyebabkan beratnya kalam
pada lisan dan sulit mengucapkannya.

Contoh dalam ucapan Penyair :

َ ُ‫ع ِمثل‬
ُ ‫ك يَ ْش َر‬
‫ع‬ ‫فِ ْي َر ْف ِع َعرْ ِـ‬
ِ ْ‫ش ال َّشر‬
“pada keluhuran Arasynya Syara, Orang sepertimu bisa mengambil”

Contoh lain:

‫ب قَ ْب ُر‬
‫ب قَب ِـْر َحرْ ٍـ‬ َ ‫ َولَي‬- ‫ان قَ ْف ٍـر‬
َ ْ‫ْس قُر‬ ٍ ْ‫َوقَ ْب ُر َحر‬
ٍ ‫ب ِب َم َك‬
" kuburan musuh harus ditempat yang sunyi, dan tiada

kuburan lain dekat kuburan itu"

Seperti Ucapan Abu tamam Habib bin A'us:

ْ‫الو َرىـ َم ِع ْي َوإ َذا َمالُ ْمتُهُ لُ ْمتُهُ َوحْ ِدي‬


َ ‫َك ِر ْي ٌـم َمتَى أ ْم َدحْ هُ أ ْم َدحْ هُ َو‬
"Dia (Abu Ghoits Musa Bin Ibrahim Ar-Rofi'i) adalah orang yang mulia, jika aku memujinya
maka aku memujinya beserta orang-orang yang bersamaku. Jika aku menghinanya, maka
aku menginanya sendirian"

Penjelasan :

Tanafur ini juga terbagi mejadi 2 yaitu :

1. Tanafur Syadid / A'la; yang sangat berat pengucapannya

Contoh dalam ucapan Penyair :

َ ُ‫ع ِمثل‬
ُ ‫ك يَ ْش َر‬
‫ع‬ ‫فِ ْي َر ْف ِع َعرْ ِـ‬
ِ ْ‫ش ال َّشر‬
Pada kalam tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit mengucapkannya disebabkan adanya
pengulangan 3 huruf yaitu ro', a'in, dan syin".

Contoh lain:

‫ب قَ ْب ُر‬
‫ب قَب ِـْر َحرْ ٍـ‬ َ ‫ َولَي‬- ‫ان قَ ْف ٍـر‬
َ ْ‫ْس قُر‬ ٍ ْ‫َوقَ ْب ُر َحر‬
ٍ ‫ب بِ َم َك‬
Pada syair tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit mengucapkannya disebabkan adanya
beberapa huruf yang sama serta diulang-ulang.

2. Tanafur Khofif/ Adna; yang tidak berat pengucapannya,

Seperti Ucapan Abu tamam Habib bin A'us:

ْ‫الو َرىـ َم ِع ْي َوإ َذا َمالُ ْمتُهُ لُ ْمتُهُ َوحْ ِدي‬


َ ‫َك ِر ْي ٌـم َمتَى أ ْم َدحْ هُ أ ْم َدحْ هُ َو‬
Pada kalam tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit mengucapkannya disebabkan adanya
pengulangan 2 huruf yaitu ‫ هاء‬dan ‫"حاء‬.

2. Dho'fu Ta'lif adalah : adanya kalam itu tidak sesuai dengan prosedur kaidah ilmu Nahwu
yang masyhur.

Seperti membuat Dhomir sebelum menuturkan Marji'nya dalam lafadz dan ma'nanya, dalam
ucapan Penyair :

ِ ‫َجزَ ى بَنُوْ هُ أَبَا‬


‫الغ ْيالَ ِن ع َْن ِكبَر َو ُح ْس ِـن فَ ْع ٍل َك َما يُجْ َزىـ ِسنِ َّما ُر‬
"Anak-anaknya telah membalas kebaikan Abu Ghilan diusia tua seperti yang dilakukan oleh
Sinimmaru (Arsitektur Negara rum)"

Penjelasan :

Kecacatan pada syair tersebut itu dari sisi Dhomirnya lafadz ُ‫ َبنُوْ ه‬yang kembali pada lafadz ‫أَبَا‬
‫ ال ِغ ْيالَ ِن‬yang merupakan lafadz yang diakhirkan secara Lafadz dan tingkatan.

3. Ta'qid adalah : adanya kalam itu tidak jelas (masih samar) pada makna yang dikehendaki.

Dan kesamaran itu adakalanya dari aspek lafadz yang disebabkan mendahulukan (taqdim),
mengakhirkan (ta'khir) atau memisah (Fashol). hal ini disebut Ta'kid Lafdhy.

Seperti Ucapan Al-Mutanabby :


‫ب األَ َغ ِّر َدالَئِ ُل‬ ْ ‫َجفَ َخ‬
َ ‫ت َوهُ ْم الَ يَجْ فَ ُخوْ نَ بِهَا بِ ِه ْم ِشيَ ٌم َعلَى‬
ِ ‫الح َس‬
"Suatu Kebiasaan (watak) yang menunjukkan atas keturunan yang baik merupakan
Kebanggaan, dan mereka itu tidak bangga dengan itu".

Pentakdirannya adalah :

‫ب األَ َغرِّ َوهُ ْم الَ يَجْ فَ ُخوْ نَ بِهَا‬ ْ ‫َجفَ َخ‬


َ ‫ت بِ ِه ْم ِشيَ ٌم َدالَئِ ُل َعلَى‬
ِ ‫الح َس‬

Penjelasan :

Pada syair tersebut, dikatakan Ta'kid lafdhy karena :

ْ َ‫ ) َجفَخ‬dengan
1.      Memisah antara fi'il dan lafad yang berta'alluq padanya (muta'alliq) (‫ت بِ ِهم‬
lafadz lain yaitu : ‫ َوهُ ْم الَ يَجْ َف ُخوْ نَ بِهَا‬.

2.      Mengakhirkan lafadz ‫ َدالَئِ ُل‬dari lafadz yang berta'alluq padanya :

‫ب األَ َغ ِّر‬ َ ‫ َعلَى‬.


ِ ‫الح َس‬

3.      Memisah antara Na'at dan man'utnya : ‫شيَ ٌم َدالَئِ ُل‬


ِ dengan lafadz :
‫ب األَ َغ ِّر‬
ِ ‫الح َس‬
َ ‫َعلَى‬

Dan adakalanya dari aspek makna disebabkan adanya penggunaan majaz dan Kinayah yang
Murodnya tidak bisa dipahami. hal ini disebut Ta'kid Ma'nawy.

ْ ِ‫ك أَ ْل ِسنَتهُ ف‬
Seperti Ucapanmu : ‫ي ال َم ِد ْينَ ِة‬ ُ ِ‫نَ َش َر ال َمل‬

ِ ‫ أَ ْل‬sebagai "Mata-mata". dan yang benar adalah


Dengan menghendaki arti dari: ُ‫سنَته‬
ُ
menggunakan lafadz : ُ‫عيُوْ نه‬

dan Seperti juga Ucapan dari Penyair ( Abbas bin Ahnaf ) :

َ ‫ار َع ْن ُك ْم لِتَ ْق ُربُوْ ا َوتَ ْس ُكبُ َع ْينَا‬


‫ي ال ُّد ُموْ َع لِتَجْ ُم َد‬ ِ ‫ب بُ ْع َد ال َّد‬ ْ َ ‫َسأ‬
‫طلُ ُـ‬
"Aku mencari tempat tinggal jauh dari kalian, agar kalian kelak menjadi dekat denganku,
dan kedua mataku mencucurkan air mata karena bahagia".

Penyair membuat kinayah (kata konotasi) pada lafad ‫ الجمود‬dengan arti bahagia, padahal
lafadz tersebut biasa digunakan untuk sebuah kinayah (kata konotasi) untuk arti: "sulit
meneteskan air mata pada saat menangis (susah)". Yaitu waktu susah ketika berpisah
dengan kekasih, dan inilah yang seketika dipaham dari lafad ‫ الجمودـ‬, bukan kebahagiaan
seperti yang dikehendaki oleh Penyair,
Untuk mengartikan sesuai yang dikehendaki Penyair itu membutuhkan perantara yang
banyak yaitu : lafad ‫ الجمودـ‬diartikan dengan : keringnya mata dari air mata, lalu diganti
dengan arti : tidak ada air mata ketika menangis, lalu diartikan : tidak adanya air mata
secara muthlaq, lalu diartikan : tidak adanya kesusahan, lalu baru diartikan dengan :
kebahagiaan. Oleh sebab itu dikatakan sebagai Takid.

C. Fashohatul Mutakallim.

Adalah: Suatu sifat yang melekat pada seseorang (bakat) yang bisa menyampaikan suatu
maksud dengan perkataan yang fashih pada semua tujuan yang ada (seperti memuji atau
menghina).

B.      BALAGHOH

Balaghoh menurut bahasa : Sampai , Tuntas.

Menurut Istilah itu menjadi sifat pada kalam dan Mutakallim.

Balaghotul Kalam

adalah : Kesesuaian suatu kalam pada Muqtadhol Hal (tuntutan keadaan) serta fashohahnya
kalam itu.

Hal disebut juga Maqom adalah : Perkara yang mendorong Mutakkalim untuk
mendatangkan perkataan pada bentuk tertentu.

Al-Muqtadho disebut juga I'tibar Munasib adalah : suatu bentuk tertentu yang didatangkan
suatu ibarat untuk menyampaikannya.

Seperti :

Pujian adalah Suatu keadaan yang mendorong untuk mendatangkan ibarat dengan bentuk
Ithnab (memanjangkan kalimat).

Cerdasnya Mukhotob adalah suatu keadaan yang mendorong untuk mendatangkan ibarat
dengan bentuk Ijaz (menyingkat kalimat).

Pujian dan Cerdasnya Mukhotob disebut Hal, sedangkan Ithnab dan Ijaz disebut Muqtadho.

sedangkan mendatangkan kalam dalam bentuk Ithnab dan Ijaz dinamakan menyesuaikan
pada Al-Muqtadho (tuntutan).
Balaghotul Mutakallim adalah : Suatu sifat yang melekat (bakat) pada sesorang yang bisa
menyampaikan suatu maksud dengan Kalam yang Baligh pada semua tujuan apapun.

Tanafur itu bisa diketahui dengan Dzauq Shohih (Kemampuan batin/perasaan yang sehat).

sedangkan Mukholafatul Qiyas dengan Ilmu Shorof, dan Dho'fu Ta'lif dan Ta'qid Lafdhy
dengan Ilmu nahwu, sedang Ghorobah dengan seringnya mempelajari kalam Arab, Ta'kid
Ma'nawi dengan Ilmu Bayan, dan Hal dan Muqtadhol hal dengan Ilmu ma'any.

maka bagi seorang pelajar balaghoh harus mengetahui ilmu bahasa, shorof, nahwu, Ma'any
dan bayan serta memiliki Dzauq yang salim dan memperbanyak mempelajari kalam Arab.

ILMU MA'ANI

Ilmu Ma'ani adalah : Suatu Ilmu untuk mengetahui keadaan lafadz Arab yang bisa
menyesuaikan dengan tuntutan keadaan. Maka bentuk kalam akan menjadi berbeda-beda
karena adanya perbedaan kondisi.

Seperti Firman Allah SWT :

"‫ض أَ ْم أَ َرا َد بِ ِه ْم َربُّهُ ْم َر َشدًا‬ ُ َ


ِ ْ‫" َوأَنَّا الَ نَ ْد ِريْ أَ َش ٌّر أ ِر ْي َد بِ َم ْن فِ ْي األَر‬
"Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu)
apakahkeburukan yang dikehendaki bagi orang yang dibumi ataukah Tuhan mereka
menghendaki kebaikan bagi mereka" (QS. Al-Jin :10)

Lafadz sebelum ‫ أ ْم‬merupakan bentuk kalam yang berbeda dengan bentuk kalam
sesudahnya, karena Kalam yang pertama itu berupa fi'il mabni majhul, sedangkan yang
kedua berupa Fi'il mabni ma'lum.

Kondisi yang menuntut seperti itu adalah menisbatkan semua kebaikan kepada Allah SWT
pada kalam yang kedua, dan mecegah meninsbatkan keburukan kepada Allah pada kalam
yang pertama.

Pembahasan pada Ilmu Ma'ani teringkas dalam 6 bab yaitu :

BAB I

KHOBAR DAN INSYA'


Setiap kalam itu adakalanya berupa kalam Khobar dan adakalanya berupa kalam Insya'.

Kalam Khobar adalah : Kalam yang sah (secara logika) untuk dikatakan pada Pengucapnya
bahwa Ia adalah Orang yang benar atau Dusta. Seperti Ucapan Seseorang :

‫َسافَ َـر َز ْي ٌد‬ = Zaid telah bepergian.

‫ = َعلِ ٌّي ُمقِ ْي ٌـم‬Ali itu orang yang bermukim


Si Pengucap tersebut bisa dikatakan Orang yang benar perkataannya, jika memang
perkataannya sesuai dengan faktanya, dan bisa dikatakan Orang yang Dusta, jika memang
perkataannya tidak sesuai dengan faktanya.

Kalam Insya' adalah : Kalam yang tidak sah secara logika untuk dikatakan pada Pengucapnya
bahwa Ia adalah Orang yang benar atau Dusta. Seperti Ucapan Seseorang :

‫َسافِ ْـر يَازَ ْي ُد‬ = Pergilah hai Zaid !

‫أَقِ ْـم يَا َعلِ ُّي‬ = Tinggallah hai Ali !

Si Pengucap tersebut tidak bisa dikatakan sebagai Orang Jujur atau Orang yang Dusta karena
ia hanya memerintahkan pada zaid atau ali.

Yang dimaksud dari Kebenaran Khobar adalah : Kesesuaian Khobar pada Faktanya.
Sedangkan Kedustaan khobar adalah : tidak sesuainya Khobar pada Faktanya.

Pada Jumlah ‫ي ُم ِق ْي ٌم‬


ٌّ ِ‫ َعل‬, itu jika nisbat kalam yang dipahami (tetapnya Sifat Muqim bagi Ali)
dari jumlah itu sesuai dengan kenyataannya maka dikatakan Khobar yang Benar, jika tidak
benar maka dikatakan Khobar yang dusta.

Pada masing-masing Jumlah itu memiliki dua rukun yaitu :

Mahkum Alaih, disebut juga sebagai Musnad Ilaih seperti Fa'il, Na'ibul Fail, Mubtada' yang
memiliki khobar.

Mahkum Bih, disebut juga sebagai Musnad seperti Fi'il, dan Mubtada' yang cukup dengan
fa'il yang dirofa'kan.

Kalam Khobar

Khobar itu adakalanya berupa Jumlah Fi'liyyah dan adakalanya berupa Jumlah Ismiyyah.
Jumlah Fi'liyyah adalah : Jumlah yang difungsikan untuk memberikan faidah suatu kejadian
pada zaman tertentu serta ringkas (tidak butuk Qorinah seperti : Sekarang, Kemarin, atau
besok).

dan terkadang berfaidah Istimror tajaddudy (Berlansung terus menerus secara bertahap)
disebabkan adanya indikasi (qorinah) dengan syarat jika berupa Fi'il Mudhori' seperti
ucapan Thorif bin Tamim Al-Anbary yang menyifati dirinya sendiri dengan seorang
pemberani.

ْ ‫أَ َو ُكلَّ َما َو َرد‬


‫َت ُع َكاظُ قَبِ ْيلَةٌ بَ َعثُوْ ا إِلَ َّي ع َِر ْيفَهُْـم يَتَ َو َّس ُم‬
"Apakah (orang Arab telah mendatangi pasar Ukadz), bilamana suatu Qobilah dari mereka
sampai dipasar Ukadz, Maka mereka mengirimkan pemimpin mereka padaku untuk
meneliti satu persatu (apakah aku ikut bersama mereka atau tidak?) ".

Jumlah Ismiyah adalah : Jumlah yang difungsikan hanya murni menetapkan hukum musnad
pada musnad ilaih. seperti :

ٌ‫ض ْيئَة‬ ‫ال َّش ْم ُـ‬


ِ ‫س ُم‬ = Matahari itu menerangi.

dan terkadang berfaidah Istimror (terus menerus) sebab adanya indikasi (qorinah), jika
khobarnya tidak berupa kalimah fi'il. contoh :

‫ال ِع ْل ُم نَافِ ٌع‬ = Ilmu itu bermanfaat.

Secara asal, Khobar itu disampaikan dengan bertujuan :

1.      Memberi faidah kepada Mukhotob tentang hukum yang terkandung dalam jumlah itu.
seperti dalam perkataan kita :

‫ض َـر األَ ِم ْي ُر‬


َ ‫َح‬ = Pemimpin itu telah hadir.

karena kita bertujuan menyampaikan kepada Mukhotob bahwa tetapnya kehadiran


pemimpin itu telah terwujud dan nyata sesuai faktanya.

2.      Memberikan faidah bahwa Mutakallim itu mengetahui khobar itu. contoh :

ِ ‫ت أَ ْم‬
‫س‬ َ ‫أَ ْنتَ َح‬
‫ضرْ َـ‬ = engkau telah hadir kemarin.

Karena kehadirannya itu telah diketahui oleh Mutakallim sendiri sebelum diberitahu.

Hukum yang dituju pada khobar disebut : Faidah Khobar.

Mutakallim yang mengetahui tentang khobar disebut Lazim Faidah.

Macam-macam Khobar.
Sekiranya tujuan Mukhbir (orang yang menyampaikan berita) itu memberi faidah pada
Mukhotob, maka sebaiknya kalam itu diringkas menurut kadar kebutuhan karena
dikhawatirkan adanya Al-Laghwu (Ucapan yang sia-sia).

Jika Mukhotob merupakan Kholi Dzihny (orang yang hatinya sepi dari membenarkan atau
mendustakan khobar/ belum tahu sama sekali tentang khobar) dari hukum, maka khobar
disampaikan tanpa menggunakan taukid (kata penguat).contoh :

َ ْ‫أَ ُخو‬
‫ك قَا ِد ٌم‬ = Saudaramu (lk) datang.

Jika Mukhotob merupakan orang yang ragu-ragu serta berusaha untuk mengetahui khobar,
maka sebaiknya menguatkan khobar. seperti :

‫إِ َّن أَخَ اكَ قَا ِد ٌم‬ = Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.

Jika Mukhotob merupakan orang yang mengingkari khobar (berkeyakinan sebaliknya), maka
harus mendatangkan khobar dengan satu penguat atau dua penguat atau lebih dengan
melihat tingkatan ingkarnya. seperti :

‫إِ َّن أَخَ اكَ قَا ِد ٌم‬ = Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.

‫إِ َّن أَ َخاكَ لَقَا ِد ٌم‬ = Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar datang.

‫ـ إِ َّن أَ َخاكَ لَقَا ِد ٌم‬،‫هللاـ‬


‫َو ِـ‬
Demi Allah, Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar datang.

Dengan menisbatkan pada sepinya khobar dari taukid dan adanya taukid pada khobar, maka
Khobar terbagi menjadi tiga macam seperti yang telah kamu ketahui.

Bentuk yang pertama (sepinya khobar dari taukid) disebut : Ibtida'i.

Bentuk ke 2 (mendatangkan khobar dengan satu taukid) disebut : Tholaby.

Bentuk ke 3 (kewajiban mendatangkan khobar dengan satu taukid atau lebih) disebut :
Inkary.

Lafadz Taukid (penguat) dengan menggunakan lafadz :

1. ‫ أَ َّن‬،‫إِ َّن‬ = Sesungguhnya


2. ‫الَ ْم إ ْبتِدَا ْـء‬ = Sungguh

3. Huruf Tanbih (Peringatan) seperti : ‫أَ َما‬ ،َ‫( أَال‬ingatlah).


4. Huruf Qosam (sumpah).
5. Huruf Zaidah (tambahan).seperti ba' zaidah.

6. Pengulangan lafadz (takrir).

7. ‫ = قَ ْد‬Sungguh, benar-benar.
8. ‫أَ َّما‬ yang menjadi Syarat.

Dan termasuk juga :

a.      Menggunakan Jumlah ismiyah, karena itu lebih kuat dari pada jumlah Filiyyah.

b.      Mendahulukan Fail maknawi contoh : ‫ض َر‬


َ ‫األمي ُر ح‬
c.       Lafadz ‫ إنَّ َما‬contoh : ‫إنَّ َما خاَلِ ٌد قَائِ ٌم‬

d.      Dhomir Fashol Contoh : ‫القَائِ ُم‬ ‫َز ْي ٌد هُ َو‬

Kalam Insya'

Kalam Insya' itu adakalanya Tholaby atau Ghoiru Tholaby.

Insya' tholaby adalah : Kalam yang menuntut pada sesuatu yang dituju yang belum
didapatkan saat penuntutan.

Insya' Ghoiru Tholaby adalah : Kalam yang tidak menuntut pada sesuatu yang dituju yang
belum didapatkan saat penuntutan.

Insya' Tholaby, terdapat 5 macam : Amar(perintah), Nahy (larangan), Istifham (bertanya),


Tamanni (berharap), Nida' (kata seru).

Amar (Perintah).

yaitu : Menuntut suatu pekerjaan dengan ucapan tertentu secara Isti'la' (merasa tinggi
derajatnya).

amar memiliki 4 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu :

a.      Fi'il Amar, Contoh =

‫َاب بِقُ َّو ٍة‬


َ ‫ = ُخ ِذ ال ِكت‬Ambilah Kitab itu (Taurot) dengan sungguh-sungguh. (Surat Maryam : 12)
َ ْ‫ُذو‬
b.      Fi'il Mudhori yang bersamaan dengan Lam amar, Contoh : ‫س َع ٍة‬ ‫لِيُ ْنفِ ْـ‬
‫ق‬

Hendaklah orang yang mampu itu menafkahkan menurut kemampuannya . (Surat Ath-
Tholaq : 7)
c.       Isim Fi'il Amar, Contoh :

ْ‫ي َعلَى الفَالَح‬


َّ ‫ = َح‬marilah menuju kebahagiaan.
d.      Isim Masdar yang menjadi pengganti dari Fi'il Amar, contoh :

‫َس ْعيًا فِ ْي ال َخي ِْر‬ = Sungguh berusahalah dalam melakukan kebaikan

Dan terkadang Sighot Amar itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain yang bisa
dipahami dengan alur pembicaraan (Siyaqul kalam) dan Indikasi keadaan. seperti :

a.      Do'a, (yaitu : menuntut suatu pekerjaan dengan cara merendah atau sopan, baik orang yang
menuntut itu rendah atau tinggi ataupun sama derajatnya) contoh :

َ‫أَوْ ِز ْعنِ ْي أَ ْن أَ ْش ُك َر ِن ْع َمتَك‬ = mohon Berikan Ilham padaku untuk mensyukuri nikmat-Mu
(Surat An-Naml : 19) .

b.      Iltimas (yaitu : menuntut suatu pekerjaan secara halus tanpa adanya Istila atau
merendahkan diri baik orang yang memerintah itu lebih tinggi derajatnya, atau lebih rendah
atau sama). seperti ucapanmu terdapap teman sebayamu :

َ ‫أَ ْع ِطنِ ْي ال ِكت‬


‫َاب‬ = berikan padaku kitab itu.

c.       Tamanni (yaitu : Perintah suatu perkara yang disenangi tanpa adanya sifat toma'), contoh :

‫ْح َو َما اإلصْ بَا ُح ِم ْنكَ بِأ َ ْمثَ ِل‬ ُ ِ‫الطـ ِو ْي ُل أَالَ ا ْن َجلِ ْي ب‬
ٍ ‫صب‬ ّ ‫أَالَ أَيُّهَا اللَّ ْي ُـل‬
Ingatlah, wahai Sang malam yang panjang!, tampakkanlah dengan waktu shubuh, dan
tiadalah kenampakan waktu shubuh darimu itu lebih utama (disisiku).

d.      Tahdid (Mengancam), contoh :

‫إِ ْع َملُوْ ا َما ِشئت ْم‬


= Kerjakanlah sesuka hati kalian ! (Maka kalian akan melihat balasannya
dihadapan kalian ) . (Surat Fushilat : 40)

e.      Ta'jiz (melemahkan), Contoh :

‫يَا لَبَ ْك ٍر أَ ْن ِشرُوْ اـ لِ ْي ُكلَ ْيبَا يَالَبَ ْك ٍر أَ ْينَ اَ ْينَ الفِ َرا ُـر‬
Wahai Bakar, hidupkanlah kembali Kulaib, Hai Bakar dimana? dimana engkau akan lari?

f.        Taswiyyah (menyamakan), Seperti Firman Allah :

‫إصْ لَوْ هَا إِصْ بِرُوْ اـ أَوْ الَ تَصْ بِرُوْ اـ َس َوا ٌـء َعلَ ْي ُك ْم‬
Masuklah kalian ke dalamnya (rasakanlah panas apinya), Bersabarlah kalian ataukah
janganlah sabar kalian, sama saja bagi kalian.

(Surat At-Thur : 16)

Karena terkadang disalah persepsikan bahwa sabar itu bermanfaat, maka hal itu mendorong
untuk menyamakan bagi mereka antara sabar dan tidak dalam hal sama- sama tiada
bermanfaat.

Nahi (Larangan)

Adalah : tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan secara Isti'la' (merasa tinggi derajatnya).

Nahi memiliki 1 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu : Fi'il Mudhori' yang bersamaan dengan
La nahi.

Seperti Firman Allah :

‫ َوالَ تُ ْف ِس ُدوْ ا فِ ْي األرْ ِـ‬.


‫ض بَ ْع َد إصْ الَ ِحهَا‬
“Janganlah kalian berbuat kerusakan di bumi setelah memperbaikinya” (Surat Al-Arof : 56)

a.      Do'a, (yaitu : tuntutan untuk meninggalkan suatu pekerjaan dengan cara merendah atau
sopan) contoh pada Firman Allah :

‫ت ِب َي األَ ْعدَا َء‬


ْ ‫= فَالَ تُ ْش ِم‬
Mohon Janganlah kau membuat gembira para musuh dengan
melihatku (Surat Al-Arof : 150).

b.      Iltimas (yaitu : Tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan tanpa adanya Isti'la' atau
merendahkan diri). seperti ucapanmu terdapap teman sebayamu :

َ‫ك َحتى أرْ ِج َع إلَ ْيك‬


َ ِ‫الَتَ ْب َر ْـح ِم ْن َم َكان‬ = Janganlah kau pindah dari tempatmu, sampai aku
kembali padamu.

c.       Tamanni, contoh :

ْ ‫ف الَ ت‬
‫َطلُ ْع‬ ُ ‫يَا لَ ْي ُل طُلْ يَا نَوْ ُم ُز ْـل يَا‬
ْ ِ‫ص ْب ُح ق‬
Wahai Malam, panjangkan waktumu, wahai tidur hilanglah, wahai Waktu subuh
berhentilah, janganlah kau nampak.

d.      Tahdid (Mengancam), Seperti ucapanmu kepada pelayanmu :

ْ‫الَ تُ ِط ْع أَ ْم ِري‬ = Jangan kau patuhi perintahku !, (Maka akan kau rasakan akibatnya).

Istifham (Bertanya)

Adalah : Menuntut suatu informasi atau pengetahuan atas terjadinya sesuatu dengan alat
tertentu.

Alat untuk bertanya :

ّ ‫ أ‬،‫ َك ْم‬،‫ أَنى‬، َ‫ أَ ْين‬، َ‫ َك ْيف‬، َ‫ أَيَّان‬،‫ َمتى‬، ‫ َم ْن‬،‫ َما‬، ْ‫ هَل‬،‫الهمزة‬
‫ي‬

Hamzah (‫)أ‬

Hamzah berfungsi untuk menuntut Tashowwur atau Tasdhiq.

Tashowwur adalah : mengetahui mufrod (sesuatu selain terjadinya penisbatan atau tidak)

Seperti Ucapanmu :

‫أَ َعلِ ٌّي ُم َسافِ ٌـر أَ ْم خَ الِ ٌـد‬ = Apakah Ali itu Orang yang pergi ataukah Kholid ?.

dengan berkeyakinan bahwa bepergian itu dilakukan oleh salah satu dari keduanya, tetapi
engkau menuntut kejelasannya, maka dari itu dijawab dengan menentukan salah satunya,
semisal dijawab : “Ali”.

Tasdhiq yaitu mengetahui bahwa penisbatan antara dua perkara itu terjadi sesuai dengan
fakta atau tidak.

Contoh :

‫أَ َسافَ َـر َعلِ ٌّي‬ = Apakah Ali telah pergi?.

engkau bertanya tentang terjadinya pekerjaan"bepergian" atau tidak ? maka dijawab


dengan : ya atau tidak.

Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashowwur itu Lafadz yang bersanding dengan hamzah dan
adanya kata pembanding yang disebutkan setelah Am. Kata Am disini disebut : Am Muttasil.
maka kamu akan mengucapkan ketika bertanya tentang Musnad ilaih : "

ُ ‫أَأَ ْنتَ فَ َع ْلتَ هَ َذاـ أَ ْم يُوْ س‬


‫ُف ؟‬
= Apakah kamu telah mengerjakan ini ataukah Yusuf?.
dan bertanya tentang Musnad :

ِ ‫أَ َرا ِغبٌ أَ ْنتَ َع ِن األ ْم ِر أَ ْـم َر‬


‫اغبٌ فِ ْي ِه‬
= Apakah Kamu membenci perkara ini ataukah kamu menyukainya?.

dan bertanya tentang Maf'ul bih :

‫ص ُـد أَ ْم خَ الِدًا ؟‬ َ ‫أَ إِيَّا‬


ِ ‫ي تَ ْق‬
= Apakah aku yang engkau tuju ataukah kholid ?.

dan bertanya tentang Hal :

ِ ‫أَ َرا ِكبًا ِجئتَ أَ ْـم َم‬


‫اشيًا ؟‬
=Apakah dengan berkendaraan engkau datang ataukah dengan berjalan kaki?.

dan bertanya tentang Dhorof :

‫ت أَ ْم يَوْ َـم ال ُج ْم َع ِة ؟‬ ِ ‫أَ يَوْ َـم ال َخ ِمي‬


‫ْس قَ ِد ْم َـ‬
=Apakah pada hari kamis engkau datang ataukah pada hari jum'at?.

dan begitu seterusnya.

dan terkadang tidak disebutkan kata pembandingnya. contoh :

‫أَ أَ ْنتَ فَ َع ْل َـ‬


‫ت َك َذا ؟‬ = Apakah Kamu telah melakukan ini?.

‫أَ َرا ِغبٌ أَ ْنتَ ع َِن األ ْم ِر ؟‬ = Apakah Kamu benci perkara ini?.

َ ‫ = أَ إِيَّا‬Apakah aku yang engkau tuju?.


ِ ‫ي تَ ْق‬
‫ص ُـد ؟‬
‫ = أَ َرا ِكبًا ِجئتَ ؟‬Apakah dengan berkendaraan kau datang?.

ِ ‫ =أَ يَوْ َم ال َخ ِمي‬Apakah pada hari kamis engkau datang?.


‫ْس قَ ِد ْمتَ ؟‬

Sedangkan Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashdiq adalah Nisbat (keadaannya dalam aspek
terjadinya sesuatu atau tidak) serta tidak adanya Lafadz pembanding. maka apabila Am
terletak setelah Jumlah yang menunjukkan suatu nisbat, maka am itu dikira-kirakan sebagai
Am Munqoti' (terputus) dan bermakna seperti Bal (bahkan).

ْ‫هَل‬
berfungsi untuk menuntut Tasdhiq saja.

Contoh :

‫ص ِد ْيقُ َـ‬
‫ك؟‬ َ ‫هَلْ َجا َء‬ = Apakah temanmu telah datang?.

jawabnya adalah ya atau tidak.

maka dari itu tidak perlu menyebutkan Lafadz pembanding. maka tidak boleh diucapkan :

َ ‫ك أَ ْـم َع ُد ُّو‬
‫ك؟‬ َ ُ‫ص ِد ْيق‬
َ ‫هَلْ َجا َء‬ = Apakah temanmu telah datang ataukah musuhmu?.

ْ‫ هَل‬itu disebut Bashithoh, jika yang ditanyakan mengenai wujudnya sesuatu pada dzatnya.
contoh :

‫هَلْ ال َع ْنقَا ُء َموْ جُوْ َدةٌ ؟‬ = Apakah burung Anqo' itu ada?.

dan disebut Murokkabah, jika yang ditanyakan mengenai wujudnya sesuatu pada sesuatu
yang lain. Contoh :

‫ = هَلْ تَبِيْضُ ال َع ْنقَا ُء َوتُ ْف ِر ُخ ؟‬Apakah burung Anqo'itu bertelur dan menetas ?

‫َما‬
berfungsi untuk menuntut penjelasan suatu nama.

Contoh :

‫ْج ُد ؟‬
َ ‫َما ال َعس‬ = Apa asjad itu?. (Maka dijawab : itu adalah emas)

‫َما اللُّ َجي ُْن ؟‬ = Apa Lujain itu?. (Maka dijawab : itu adalah perak)

atau berfungsi untuk menanyakan tentang hakikat suatu nama benda. Contoh :

ُ ‫َما اإل ْن َس‬


‫ان ؟‬ = Apa hakikat Manusia itu? (dengan menanyakan hakikat perorangan pada
manusia, maka dijawab : bahwa perorangan manusia tidak bisa bertambah pada
hakikatnya kecuali adanya hal-hal yang baru) .

atau berfungsi untuk menanyakan tentang keadaan(sifat) perkara yang disebutkan beserta
ma. seperti ucapanmu kepada orang yang mendatangimu :

‫َما أَ ْنتَ ؟‬ = Apa keperluanmu? (maka dijawab :”Aku berziaroh atau aku utusan dari
Kholid”.
ْ‫َمن‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang orang-orang yang berakal.

Contoh :

‫َم ْن فَت ََح ِمصْ َـر ؟‬


= Siapa Orang yang menahklukan Mesir? (maka dijawab : Amr bin
Ash pada zaman pemerintahan Kholifah Umar bin Khotob).

‫َمتَى‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang waktu yang telah lewat atau yang akan datang
(atau yang terjadi sekarang).

Contoh :

َ‫َمتى ِجئت‬ = Kapan Engkau datang ? (maka dijawab : Waktu sahur)

َ
‫َمتى تَذهَبُ ؟‬ = Kapan kamu akan pergi?(maka dijawab : sekarang atau besok).

َ‫أَيَّان‬
berfungsi khusus untuk menuntut kejelasan masa yang akan datang. dan Lafadz َ‫أَيَّان‬
digunakan pada tujuan Tahwil (memandang besar suatu perkara).

Seperti Firman Allah :

‫يَسْأ ُل أَيَّانَ يَوْ ُم القِيَا َم ِة ؟‬ = Ia bertanya : kapankah Hari kiamat itu ?.

َ‫َكيْف‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu keadaan.

Contoh :

‫َك ْيفَ أَ ْنتَ ؟‬ = Bagaimana keadaanmu?.

َ‫أَيْن‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu tempat.
Contoh :

‫أَ ْينَ ت َْذه ُـ‬


‫َب ؟‬ = ke mana engkau akan pergi?.

‫أَنى‬
berfungsi seperti Kaifa contoh :

‫أنى يُحْ ِي هذه هللاُـ بَ ْع َد َموْ تِهَا ؟‬ = Bagaimana Allah menghidupakan negeri ini setelah
matinya (Ahli Qoryah) ?. (Surat Al-Baqoroh : 259).

berfungsi seperti Min Aina contoh (dalam Surat Ali Imron : 37) =

ِ َ‫ = يَا مريم أَنى ل‬Hai Maryam, Dari manakah makanan ini?.


‫ك هَ َذاـ ؟‬

berfungsi seperti Mata contoh :

‫ون ِزيَا َدةُ النَّ ْي ِل؟‬


ُ ‫أنى تَ ُك‬ = Kapan bertambahnya sungai Nil?.

‫َك ْم‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu hitungan yang samar.

Contoh :

‫َك ْم لَبِثت ْم ؟‬ = Berapa lama kalian berdiam diri?. (Surat Al-kahfi :19)

ّ َ‫أ‬
‫ي‬
berfungsi untuk menuntut perbedaan salah satu dari dua perkara yang berkumpul dalam
satu perkara yang mencakup keduanya.

Contoh :

‫أَي الفَ ِر ْيقَ ْي ِن خَ ْي ٌر َمقَا ًما ؟‬


= Manakah Dua kelompok (Kafir dan Mumin) yang lebih baik
tempat tinggalnya ?. (Surat Maryam : 73)

Berfungsi juga untuk menanyakan tentang waktu, tempat, keadaan, hitungan orang yang
berakal, dll dengan memandang pada lafadz yang disandarkan.
Dan terkadang Lafadz-lafadz Istifham itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain,
yang bisa dipahami dari alur pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :

a.      Taswiyah (menyamakan), contoh :

‫َس َوا ٌـء َعلَ ْي ِه ْم أَأ ْن َذرْ تَهُ ْم أمـ لَ ْم تُ ْن ِذرْ ءهُ ْم‬ = sama saja apakah kamu memperingatkan mereka
atau tidak ? (Surat Al-Baqoroh :6) .

b.      Nafi (Meniadakan). seperti:

ُ ‫ = هَلْ َجزَا ُـء اإلح َسا ِن إال اإلحْ َس‬Tiadalah Balasan untuk berbuat kebaikan kecuali dengan
‫ان‬
berbuat kebaikan (Surat Ar-Rohman : 60).

c.       Ingkar (Mengingkari), contoh :

‫أَ َغ ْي َر هللاِـ تَ ْد ُعوْ نَ ؟‬


Apakah pada selain Allah kalian menyembah ? (Surat Al-Anam :40)

َ ‫أَلَي‬
ٍ ‫ْس هللاُـ بِ َك‬
‫اف َع ْب َدهُـ ؟‬
Bukankah Allah itu mencukupi Hamba-Nya ? (Surat Az-Zumar :36)

d.      Amar (Perintah), contoh :

‫فَهَلْ أَنتم ُم ْنتَهُوْ نَ ؟‬ = maka Berhentilah !. (surat Al-Maidah : 91)

‫أَأَ ْسلَ ْمت ْم؟ـ‬ = maukah masuk islam ? !. (Surat Ali Imron : 20)

e.      Nahi (Larangan), Contoh :

‫ق أَ ْن ت َْخ َشوْ هُ ؟‬
ُّ ‫أَت َْخ َشوْ نه ْم فَاهللُ أَ َح‬
= Apakah kalian takut pada mereka? Padahal Allah itu lebih berhak kalian takuti. (Surat At-
taubah : 13)

f.        Tasywiq (Memotifasi), contoh :

‫ب أَلِي ٍْم ؟‬
‫هَلْ أَ ُدلُّ ُك ْـم َعلَى تِ َجا َر ٍة تُ ْن ِج ْي ُك ْم ِم ْن َع َذا ٍـ‬
= Apakah Aku tunjukkan pada perdagangan yang menyelamatkan kalian dari siksa yang
pedih ? (Surat Ash-Shof : 10).

g.      Ta'dhim (Mengagungkan), contoh :


‫َم ْن َذا الَّ ِذيْ يَ ْشفَ ُـع ِع ْن َدهُ إِالَّ بِإ ِ ْذنِ ِه ؟‬
= Siapakah yang bisa memberi syafaat disisi Allah
tanpa Idzin-Nya ? (Surat Al-Baqoroh : 255)

h.      Tahkir (Menghina), contoh :

‫الذي َم َدحْ تَهُ َكثِيرًا ؟‬


‫ْـ‬ ‫أَ هَ َذا‬ = Apakah hanya pada orang ini engkau sering memujinya ?.

Tamanni (Berharap)

Adalah : Menuntut sesuatu yang disukai yang tidak bisa diharapkan terwujudnya karena
merupakan hal yang mustahil atau sulit terjadinya.

Contoh ucapan Penyair :

َ َ‫أَالَ لَيْتَ ال َّشب‬


ُ‫اب يَعُوْ ُد يَوْ ًما فَا ُ ْخبِ ُرهُ ِب َما فَ َع َل ال َم ِشيْب‬
Ingatlah, seandainya pada suatu hari masa muda itu kembali, maka akan aku ceritakan
padanya atas sesuatu yang telah dilakukan oleh masa tua.

Dan seperti ucapan orang miskin :

‫لَيْتَ لِ ْي أَ ْل َـ‬
ٍ ‫ف ِد ْين‬
‫َار‬
Seandainya aku mempunyai uang seribu dinar !

Dan jika Perkara tersebut bisa diharapkan terwujudnya, maka mengandai-andai perkara
tersebut disebut : Tarojji.

Contoh :

‫ك أَ ْمرًا‬ ‫لَ َع َّل هللاُـ يُحْ ِد ُـ‬


‫ث بَ ْع َد َذلِ َـ‬
Semoga Allah menjadikan setelahnya perkara lain (yang menyenangkan).

Tamanni itu memiliki 4 alat :

Yang satu merupakan Kata Ashli yaitu :

1. َ‫لَيْت‬
Sedangkan yang tiga adalah Kata tidak Ashli yaitu :
2. ْ‫هَل‬ , Contoh :

‫فَهَلْ لَنَا ِم ْن ُشفَ َعا َء فَيَ ْشفَعُوْ اـ لَنَا‬


Adakah bagi kami orang-orang yang menolong, sehingga menolong kami. (S. Al-Arof : 52).

3. ْ‫لَو‬ , Contoh :

َ‫فَلَوْ أَ َّن لَنَا َك َّرةً فَنَ ُكوْ نَ ِمنَ ال ُم ْؤ ِمنِ ْين‬


Seandainya bagi kami bisa kembali ke dunia, maka kami akan beriman. (Surat Al-Baqoroh :
167).

4. ‫لَ َع َّل‬ , Contoh ucapan penyair (Abbas bin Ahnaf) :

‫ْت أَ ِط ْي ُر‬
ُ ‫ لَ َعلِّ ْي إِلَى َم ْن قَ ْد هَ َوي‬- ُ‫َاحه‬
َ ‫ب القَطَا َم ْن ي ُِع ْي ُـر َجن‬ ِ ‫أَس‬
‫ْر َـ‬
Wahai Segerombol burung Qotho, Siapakah yang mau meminjamkan sayapnya?,
Seandainya aku bisa terbang menuju orang yang aku cintai

Karena menggunakan adat ini dalam Tamanni, maka fiil mudhori yang jatuh setelahnya itu
dinashobkan sebagai jawabnya.

Nida (kata Seru)

Adalah : Menuntut menghadapnya mukhotob, dengan menggunakan huruf yang mengganti


kedudukan arti “aku memanggil”

Adat yang digunakan ada 8 yaitu :

‫ َوا‬،‫ أيَا‬، ْ‫ آي‬،‫ آ‬، ْ‫ أي‬،‫الهمزة‬


Hamzah (‫ )أ‬dan ْ‫ أي‬untuk panggilan jarak dekat, sedangkan yang lainnya untuk panggilan
jarak jauh. Dan terkadang Panggilan jarak jauh diposisikan untuk panggilan jarak dekat, maka
memanggil dengan Hamzah (‫ )أ‬dan ْ‫ أي‬untuk mengisarohkan bahwa karena sangat
menginginkan kehadiran mukhotob dihati Mutakallim, maka seolah-olah mukhotob seperti
orang yang hadir bersamanya, seperti ucapan Penyair

ُ ‫بِأَنَّ ُك ْـم فِ ْي َرب ٍْع قَ ْلبِ ْي ُس َّك‬


‫ان‬ ِ ‫أَ ُس َّكانَ نَ ْع َمانَ األَ َرا‬
‫ك تَيَقَّنُوْ ا‬
Wahai Penduduk Naman Arok (Lembah antara makkah dan Thoif), percayalah kalian
bahwa kalian itu berada pada tempat hatiku.

BAB II

DZIKR (PENYEBUTAN KATA) DAN HADZFU (PEMBUANGAN KATA)

Ketika diharapkan memberi faidah kepada Pendengar tentang hukum yang terkandung pada
suatu lafadz, maka Lafadz manapun yang menunjukkan Arti, maka secara hukum asal adalah
dengan menyebutkan lafadz itu.

dan lafadz manapun yang sudah diketahui dalam kalam, karena adanya petunjuk dari kalam
lain pada lafadz tersebut maka secara hukum asal adalah membuang lafadz itu.

Apabila bertentangan antara dua hukum asal diatas, maka tidak diganti dari tuntutan salah
satunya pada tuntuan yang lain kecuali karena faktor penyebab.

Faktor Penyebab Penyebutan Lafadz :

1.      Menambah kemantapan (menjadikan pengakuan bagi mukhotob) dan penjelasan pada
pemahaman pendengar, Contoh :

َ ِ‫ك َعلَى هُ ًدىـ ِم ْن َربِّ ِه ْم َو أُولئ‬


َ‫ك هُ ُم ال ُم ْفلِحُوْ ن‬ َ ِ‫أُولَئ‬
Mereka adalah orang yang mendapat petunjuk dari Tuhan mereka dan Mereka adalah
orang yang bahagia.

Penjelasan :

Pada ayat diatas disebutkan Isim Isyaroh yang kedua karena adanya tujuan tersebut dengan
memberi faidah tentang keistimewaan mereka sebagai masing-masing dari keberuntungan
diakhirot, dan mendapat petunjuk didunia, Seandainya tidak disebutkan maka akan
menimbulkan persepsi bahwa keistimewaan mereka itu secara kompleks.

2.      Tasjil (memberi catatan hukum/ laporan) pada pendengar hingga tidak dimungkinkan
adanya pengingkaran. seperti ketika hakim berkata kapada Saksi : "Apakah Zaid ini mengakui
bahwa ia mempunyai kewajiban begini ?" lalu saksi menjawab :

‫ زَ ْي ٌد هذاـ أقَ َّر بأ َ َّن َعلَ ْي ِه َك َذا‬، ‫نَ َع ْم‬.


Ya, Zaid ini telah mengakui bahwa ia mempunyai kewajiban begini.

Faktor Penyebab Pembuangan Lafadz :

1.      Menyamarkan suatu perkara pada selain mukhootob, Contoh :

‫أَ ْقبَ َل‬ = Dia telah datang (dengan menghendaki Ali misalnya).

ّ ِ‫ أَ ْقبَ َل َعل‬, maka orang yang duduk disekitarnya (selain


Kalau seumpama disebutkan : ‫ي‬
Mukhotob) akan mencari sehingga jelas tidak ada tujuan menyamarkan.

2.      Sempitnya kesempatan, disebabkan adakalanya karena merasa susah atau bosan, Contoh :

‫َس ْه ٌر دَائِ ٌم َوح ُْز ٌن طَ ِو ْي ُل‬ ُ ‫قَا َل لِ ْي َك ْيفَ أَ ْنتَ قُ ْل‬


‫ت َعلِ ْي ُل‬
Dia berkata padaku : "Bagaimana kabarmu ? lalu aku menjawab : "Sakit, selalu tidak tidur
malam, dan susah terus"

membuang Musnad Ilaih yaitu : ‫( أَنَا‬saya), karena merasa susah.

Dan adakalanya karena takut kehilangan kesempatan, seperti ucapan seorang pemburu
ketika melihat Kijang :

‫َغ َزا ٌل‬ = Kijang ! (ini Kijang).

Membuang Musnad Ilaih yaitu : ‫( هَ َذا‬ini), karena khawatir kehilangan buruan).

3.      Menjadikan Umum serta meringkas, contoh :

‫َّالم‬ ‫َو هللاُـ يَ ْد ُعوـ إِلى د ِـ‬


‫َار الس ِـ‬
Dan Allah mengajak menuju tempat keselamatan (pada semua Hamba-Nya).

Membuang Maf'ul Bih yaitu : ‫جميع عباده‬


َ (Semua hamba-Nya), karena dengan Pembuangan
tersebut itu menunjukkan keumuman.
4.      Memposisikan Fi'il Muta'adi sebagai Fi'il Lazim karena tidak adanya hubungan tujuan dengan
Ma'mul,

Contoh :

‫هَلْ يَ ْست َِويْ ال ِذ ْينَ يَ ْعلَ ُمون َو ال ِذ ْينَ الَ يَ ْعلَ ُمون اي الدين‬
“apakah sama orang yang mengetahui dan tidak mengetahui (agama)”

Membuang Maf'ul Bih yaitu : ‫( الدين‬Agama), lalu pembuangan itu memposisikan fiilnya
sebagai Fi'il lazim dengan tujuan murni menetapkan fiil pada failnya tanpa memperhatikan
keumuman atau kekhususan.

Dan dikategorikan sebagai pembuangan, dengan menyandarkan fi'il pada na'ibul fa'il,

maka dikatakan : Fa'il dibuang dengan alasan karena takut pada Fa'il (pelaku) Contoh :

‫قُتِ َل قَتِ ْي ٌل‬ = Korban itu telah dibunuh.

atau ada kekhawatiran buruk pada Fa'il (pelaku) nya, Contoh :

‫ُشتِ َم األ ِم ْي ُر‬ = Pemimpin itu telah dihina.

atau karena sudah mengetahui Fa'il (pelaku) nya Contoh :

‫ض ِع ْيفًا‬
َ ُ‫ق اإل ْن َسان‬
َ ِ‫َو ُخل‬ = Manusia itu dicipatakan dalam keadaan lemah.

atau karena belum mengetahui Fa'il (pelaku) nya, Contoh :

ُ ‫ق ال َمتَا‬
‫ع‬ َ ‫س ُِر‬ = harta itu telah dicuri.

Atau untuk menjaga sajak contoh :

ْ ‫ت َس ِري َْرتُهُ ُح ِمد‬


ُ‫َت ِس ْي َرتُه‬ ْ َ‫من طَاب‬
ْ = barang siapa yang baik hatinya, maka akan dipuji
perilakunya.

Atau menghormati pelaku, jika pekerjaannya itu hina, contoh :

ُ ‫ = تَ َكلَّ َم ِب َما الَ يَلِ ْي‬Ia telah berbicara dengan kata yang tidak pantas.
‫ق‬
Atau menghina pelaku dengan menjaga lisan dari menyebutkannya, contoh :

‫قَ ْد قِي َْل َما قِي َْل‬ = Telah diucapkan sesuatu yang telah diucapkan.
BAB III

TAQDIM (MENDAHULUKAN LAFADZ) DAN

TA'KHIR (MENGAKHIRKAN LAFADZ)

Seperti telah diketahui, bahwasanya tidaklah mungkin mengucapkan kalam dengan


sekali ucapan, tetapi haruslah mendahulukan sebagian juz dan mengakhirkan sebagian juz
yang lain.

dan Sebagian juz itu tidaklah dikatakan lebih tepat untuk didahulukan daripada yang lain,
yang disebabkan adanya kesamaan pada semua lafadz dengan memandang dari sisi
tingkatan I'tibar.

Maka wajib mendahulukan Lafadz karena adanya Faktor penyebab taqdim. diantaranya
adalah :

1.      Menimbulkan rasa ingin tahu pendengar pada Lafadz yang diakhirkan, jika Lafadz yang
didahulukan menunjukkan sesuatu yang langka. Contoh pada :

َ ‫َاعـ إلَى‬
ْ‫ضالَ ٍل َو هَا ِدي‬ ْ ‫بَانَ أ ْم ُر اإللَ ِه َو‬
ٍ ‫اختَلَفَ النَّا سُ فَد‬
ٌ ‫ان ُم ْستَحْ د‬
‫َث ِم ْن َج َما ٍد‬ ٌ ‫ت البَ ِريَّةُ فِ ْي ِه َحيَ َو‬
ْ ‫ار‬
َ ‫وال ِذيْ َح‬
Perkara Tuhan telah jelas, sedangkan manusia itu berbeda pendapat. Maka ada yang
mengajak pada kesesatan dan ada orang yang mendapat petunjuk.

“Suatu makhluk yang menjadikan Manusia itu bingung (berbeda pendapat apakah ia
dibangkitkan pada hari kiamat atau tidak?) itu termasuk hewan yang diciptakan dari
sperma”

2.      Mempercepat kabar bahagia atau kesusahan.

Contoh :

‫صد ََر بِ ِه األَ ْم ُر‬


َ َ‫ال َع ْف ُو َع ْنك‬ = Pengampunan darimu itu berujung pada perkara yang baik.

Dengan ini Pendengar akan cepat memahami bahwa ucapan itu khobar yang
menyenangkan.
ِ َ‫صاصُ َح َك َـم بِ ِه الق‬
‫اض ْي‬ َ ِ‫الق‬ = Hukum Ekskusi itu telah diputuskan oleh Bapak Hakim.

Dengan ini Pendengar akan cepat memahami bahwa ucapan itu khobar yang menyusahkan.

3.      Lafad yang didahulukan merupakan perkara yang menimbulkan pengingkaran atau rasa
heran.

Contoh :

‫ف‬
ِ ‫خَار‬ ُ ‫أَبَ ْع َد طُوْ ِل التَجْ ِربَ ِة تَ ْن َخ ِد‬
ِ ‫ع ِبهَ ِذ ِه ال َّز‬
Apakah setelah lamanya melakukan percobaan, engkau merasa tertipu dengan perhiasan
dunia ini.?

4.      Mencetuskan Umumus Salbi (‫ )عمومـ السلب‬atau Salbil Umum (‫)سلب العمومـ‬.

Umumus Salbi, adalah mejadikan secara umum dalam meniadakan hukum pada masing-
masing bagian lafadz yang menjadi sasaran hukum.

itu terjadi dengan mendahulukan Adat Umum (lafadz yang menunjukkan makna Umum) dari
pada Adat Nafi (lafadz yang menunjukkan peniadaan).

Seperti Sabda Nabi SAW ketika menjawab pertanyaan Dzul Yadain " apakah Anda
mengqoshor Sholat ataukah Anda lupa, Hai Rosulullah" lalu Beliau SaW menjawab :

‫ُكلُّ ذلك لَ ْم يَ ُك ْن‬


Semuanya itu (Lupa dan Qoshor) itu tidak ada.

Artinya : Secara keseluruhan baik qoshor maupun Lupa (secara bersamaan) itu tidak terjadi.

Umumus Salbi itu terjadi dengan tiga syarat :

a. Lafadz yang pertama bersamaan dengan adat umum.


b. Lafadz yang kedua bersamaan dengan adat nafi.

c. Lafadz yang pertama itu jika diakhirkan maka akan menjadi fail.

Salbil Umum, adalah meniadakan hukum umum (keseluruhan) dari beberapa bagian yang
masih global yang tidak diperinci dan tidak ditentukan apakah itu keseluruhan atau sebagian,
tetapi tetap mencakup pada dua perkara.

itu terjadi dengan mendahulukan Adat Nafi dari pada Adat Umum.

Contoh :

‫لَ ْم يَ ُك ْن ُكلُّ ذلك‬


Semuanya itu (Lupa dan Qoshor) tidak terjadi.
Keterangan : bisa dipersepsikan dengan tetapnya sebagian dan ternafikan sebagian yang
lain. atau bisa dipersepsikan dengan meniadakan kesemua bagian .

5.      Menspesifikkan (takhsis), Contoh :

Contoh :

ُ ‫َما أَنَا قُ ْل‬


‫ت‬ = Aku tidak berkata.

‫ك نَ ْعبُ ُد‬
َ ‫إِيَّا‬ = Hanya kepada Engkau (Allah) kami menyembah.

Untuk Taqdim dan Ta'khir, tidak disebutkan Faktor-faktor khusus karena jika salah satu dari
dua rukun jumlah itu didahulukan maka yang satunya pasti menjadi akhir. karena keduanya
itu saling melengkapi.

BAB IV

QOSHOR

Qoshor adalah : Mengkhususkan suatu perkara dengan perkara yang lain dengan
menggunakan metode / cara tertentu.

Qoshor terbagi menjadi 2 bagian : Qoshor Haqiqi dan Qoshor Idhofy.

Qoshor hakiki

adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya dengan memandang pada fakta dan
hakikatnya, tidak memandang pada keterkaitan dengan sesuatu yang lain. Contoh :

َ ِ‫الَ َكات‬
‫ب فِ ْي ال َم ِد ْينَة ِ إال َعلِ ٌّي‬
= tidak ada Seorang Penulisspun di Madinah kecuali Ali.

Jika memang faktanya Di Madinah hanyalah Ali saja yang menjadi seorang penulis.

Qoshor Idhofy

adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya dengan memandang pada keterkaitan


(hubungan) dengan sesuatu yang lain . Contoh :

‫ = َما َعلِ ّي إال قَائِ ٌم‬tidalah ali kecuali orang yang berdiri.
artinya Ali itu Orang yang berdiri bukan duduk. Serta tidak ada tujuan meniadakan semua
sifat yang dimiliki Ali selain berdiri, seperti membaca, menulis dll. tetapi tujuannya hanyalah
meniadakan sifat duduk saja.
Dari masing-masing qoshor Hakiki maupun Idhofi dengan memandang pada fakta dan
hakikatnya maka terbagi menjadi 2 macam yaitu : Qoshor Sifat ala Maushuf dan Qoshor
maushuf ala Sifat.

Qoshor Sifat Ala Maushuf

Qoshor Sifat ala Maushuf jika dinisbatkan pada Qoshor hakiki adalah : menghukumi bahwa
Sifat itu hanya dimiliki oleh maushuf dan tidak menjalar pada Semua maushuf yang lain.

Contoh :

‫س إال َعلِ ّي‬ ِ َ‫الَ ف‬


َ ‫ار‬ = Tidak ada Penunggang kuda kecuali Ali.

Jika memang secara faktanya Ahli penunggang kuda hanya dimiliki Ali saja.

Qoshor Sifat ala Maushuf jika dinisbatkan pada Qoshor Idhofy adalah : menghukumi bahwa
Sifat itu hanya dimiliki oleh maushuf dan tidak menjalar pada maushuf lain ditentukan baik
satu orang atau lebih, walupun kenyataannya dimiliki oleh maushuf lain yang tidak
ditentukan.

Contoh :

Seperti Mukhotob meyakini bahwa Ahli Penunggang kuda di Tuban adalah Ali, Ahmad,
Karim, dan Abdulloh. Lalu Mutakallim mengatakan :

‫س إال َعلِ ّي‬ ِ َ‫الَ ف‬


َ ‫ار‬ = Tidak ada Ahli Penunggang kuda kecuali Ali.

Sifat tersebut dikhususkan hanya kepada Ali, dan menafikan Ahmad, karim dan Abdulloh.
Walaupun dalam kenyataanya Ahli Penunggang kuda juga dimiliki oleh orang lain Misalnya
Zaid.

Qoshor Maushuf Ala Shifat

Qoshor Maushuf ala Sifat jika dinisbatkan pada Qoshor Hakiqi adalah : menghukumi bahwa
Maushuf itu hanya Memiliki satu sifat.

Contoh :

ٌ‫َما زَ ْي ٌد إال َكاتِب‬ = Tiadalah Zaid kecuali Seorang Penulis .

Hal ini Jika dikehendaki bahwa Zaid tidak memiliki Sifat yang lain selain penulis.

Jika tidak begitu maka hal semacam ini mustahil terjadi karena mutakalim kesulitan
menemukan beberapa sifat, sehingga memungkinkan ia menetapkan satu sifat, dan
meniadakan sifat lain secara keseluruhan.
Qoshor Maushuf ala Shifat jika dinisbatkan pada Qoshor Idhofi adalah : menghukumi bahwa
Maushuf hanya itu memiliki sifat itu, dan tidak memiliki sifat lain atau beberapa sifat yang
ditentukan.

Contoh :

‫َو َما ُم َح َّم ٌـد إال َرسُوْ ٌل‬ =Tiadalah Nabi Muhammad kecuali Seorang Rosul.

Maushuf dikhususkan pada satu sifat, dan menafikan sifat lain yang disangka oleh mukhotob

Hal ini Ketika Orang-orang meyakini bahwa Nabi Muhammad memiliki 2 sifat yaitu : Sebagai
Rosul dan Tidak mungkin wafat. Lalu Diqoshor dengan ucapan Bahwa Beliau adalah hanya
Seorang Rosul. walaupun kenyataannya Sifat Kerosulan juga dimiliki oleh selainnya seperti
Nabi Nuh AS.

Dan sekiranya dengan pemahaman adanya pengqosoran tersebut itu menunjukkan


peniadaan sifat lain (tidak mungkin wafat), maka berarti Kematian itu berhak bagi Beliau.

Macam-Macam Qoshor Idhofy

dengan memandang Keadaan Mukhotob, maka Qoshor Idhofy terbagi menjadi tiga yaitu :

1.      Qoshor Ifrod

Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang menyangka bahwa satu Maushuf
memiliki beberapa sifat atau Satu sifat dimiliki oleh beberapa Maushuf.

Contoh Maushuf Ala Sifat : ketika mukhotob menyangka bahwa Ahmad memiliki keahlian
Penulis dan Penyair, lalu mutakalim mengucapkan :

‫َما زَي ٌد إال َشا ِع ٌر‬ = Tiadalah Zaid kecuali Seorang Penyair.

Contoh Sifat Ala Maushuf : ketika mukhotob menyangka bahwa yang bepergian adalah
Ahmad , Amin, dan Zaid. Lalu mutakalim mengucapkan :

‫َما ُم َسافِ ٌر إالّ َعلِ ّي‬ = Tiada Orang yang bepergian kecuali Ali.

2.      Qoshor Qolab

Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang menyangka kebalikan dari hukum
yang ditetapkan.

Contoh Maushuf ala Sifat : ketika mukhotob menyangka bahwa Penyair itu adalah Ahmad
bukan Zaid,lalu mutakalim mengucapkan :

‫َما زَي ٌد إال َشا ِع ٌر‬ = Tiada Zaid kecuali Seorang Penyair
Contoh Sifat ala Maushuf : ketika mukhotob menyangka bahwa Zaid itu Bodoh bukan Orang
Alim., lalu mutakalim mengucapkan :

‫ = َما عَالِ ٌم إال زَي ٌد‬Tiada Orang Alim kecuali Zaid.


3.      Qoshor Ta'yin

Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang menyangka salah satu perkara yang
tidak ditentukan dari dua perkara atau lebih.

Contoh Maushuf ala Sifat : ketika mukhotob merasa ragu dan menyangka bahwa Bumi itu
memiliki dua sifat yaitu Bergerak dan diam, tanpa menentukan salah satunya. Lalu
Mutakalim mengucapkan

ٌ‫األرْ ضُ ُمت ََح ِّر َكةٌ الَ َسا ِكنَة‬ = Bumi itu bergerak bukan diam.

Contoh Maushuf ala Sifat : ketika Mukhotob merasa ragu bahwa Penyair itu adalah Zaid
ataukah Kholid, lalu diucapkan :

‫َما َشا ِع ٌر إالّ زَي ٌد‬ = Tiada Penyair kecuali Zaid.

Dalam Penggunaan Qoshor itu memiliki beberapa metode :

1.      Menggunakan adat Nafi dan Istitsna'. Contoh :

ٌ َ‫إن هذا إالّ َمل‬


‫ك َك ِر ْي ٌم‬ ْ
= Tiada Orang Ini (Nabi Yusuf) kecuali Malaikat yang mulia.

2.       Menggunakan lafadz ‫إنّما‬ . Contoh :

‫ = إِنَّ َما الفَا ِه ُم َعلِ ٌّي‬Hanyalah Orang yang faham itu Ali.
3.      Menggunakan huruf Athof : َ‫ ال‬، ْ‫ َبل‬، ‫ لَ ِك ْن‬. Contoh :

ِ ‫أَنَا نَاثِ ٌر الَ ن‬


‫َاظ ٌم‬ = Saya itu Ahli kalam Natsar bukan Ahli Nadhom.

4.      Mendahulukan Lafadz yang asal haknya diakhirkan. Seperti mendahulukan Maf'ul bih :

‫ك نَ ْعبُ ُد‬
َ ‫إِيَّا‬ = Hanya kepada Engkau (Allah) kami menyembah.

BAB V

WASHOL DAN FASHOL


Washol adalah : Mengathofkan Jumlah pada jumlah yang lain. Sedangkan Fashol adalah
Tidak Mengathofkan Jumlah pada jumlah yang lain.

Pembahasan pada bab ini hanya terbatas pada penggunaan athof dengan wawu, karena
Athof dengan selain wawu itu tidak terjadi keserupaan.

dari masing-masing Washol dan Fashol itu memiliki beberapa tempat.

Tempat-Tempat yang harus di Washolkan dengan huruf Athof Wawu.

Wajib menyambung (Washol) pada dua tempat yaitu :

1.      Apabila ada dua jumlah yang sama dalam hall Jumlah Khobar atau Jumlah Insya' dan
diantara keduanya ada sisi persamaan yang berkumpul artinya kesesuaian yang sempurna
dan tidak ada perkara yang mencegah dari Athof.

Contoh Kalam Khobar :

َ ‫إن الفُج‬
‫َّار لَفِ ْي َج ِحي ٍْم‬ َّ ‫ار لَفِ ْي ن َِعي ٍْم َو‬
َ ‫إِ َّن األ ْب َر‬
Sesungguhnya orang yang Suka berbuat kebajikan, niscaya berada di Surga Na'im dan
Orang yang suka berbuat kejelekan niscaya berada di Neraka Jahim.

Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Khobar secara lafadz dan makna. dan
sisi persamaannya yang berkumul adalah berlawanannya antara Orang baik dan orang jelek
yang keduanya menjdi Musnad Ilaih dan antara menetapi Surga Na'im dan Neraka Jahim
yang keduanya menjadi Musnad.

Contoh Kalam Insya' :

‫فَ ْليَضْ َح ُكوْ ا قَلِ ْيالً َو ْليَ ْب ُكوْ ا َكثِيرًا‬


Maka sebaiknya Manusia itu sedikit tertawa dan banyak menangis.

Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Insya' secara lafadz dan makna. dan
sisi persamaannya yang berkumul adalah kedua Dhomir jumlah tersebut menjadi Musnad
Ilaih dan antara Sifat menangis dan tertawa.

2.      Jika meninggalkan Athof, maka akan menimbulkan persepsi salah yang bertentangan
dengan tujuannya.

Seperti Ucapanmu :
ُ ‫الَ َو َشفَاهُ هللا‬ = Tidak (Belum Sembuh), dan Semoga Allah Menyembuhkannya.

sebagai jawaban kepada orang yang bertanya :"Apalkah Ali Sudah Sembuh dari sakit?"

maka jika tidak diathofkan dengan wawu, maka akan menimbulkan persepsi dengan
mendo'akan jelek kepada Ali, padahal tujuannya adalah mendoakan kebaikan.

Sehinga kalau tidak diathofkan menjadi :

ُ ‫الَ َشفَاهُ هللا‬ = Semoga Allah tidak Menyembuhkannya.

Tempat-Tempat yang harus dipisah (Fashol).

Wajib memisah (Fashol) pada 5 tempat yaitu :

1.      Apabila diantara dua jumlah ada sisi persamaan yang sempurna artinya Jumlah Kedua
menjadi Badal dari jumlah pertama .

Contoh :

َ‫أَ َم َّد ُك ْم ِب َما تَ ْع َملُوْ نَ أَ َم ّدـ ُك ْم بِأ َ ْن َع ٍام َوبَنِ ْين‬


Beliau (Allah) telah membantu kalian dengan sesuatu yang kalian kerjakan, Beliau (Allah)
telah membantu kalian dengan Beberapa Hewan ternak dan Anak Laki-laki. (Surat Asy-
Syuaro : 132).

Atau Jumlah kedua menjadi Bayan (Penjelas) pada Jumlah pertama. Contoh:

‫ قَا َل يَاآ َد ُـم هَلْ أَدُلُّكَ َعلَى َش َج َر ِة ال ُخ ْل ِد‬، ُ‫س إِلَ ْي ِه ال َّش ْيطَان‬
َ ‫فَ َو ْس َو‬
Maka Syaitan telah menggodanya (Nabi Adam), Ia mengatakan :"Hai Adam ! Apakah mau
aku tunjukkan padamu Pohon kekekalan". (Surat Toha : 120)

Atau Jumlah kedua menjadi Taukid (Penguat) pada Jumlah pertama. Contoh:

‫فَ َمهِّ ِل ال َكافِ ِر ْينَ أَ ْم ِه ْل ُم ْم ر َُو ْيدًا‬


"maka biarkanlah orang-orang kafir, biarkanlah mereka sebentar” (Surat Ath-Thoriq : 17).

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Kamal ittishol
(Kesempurnaan dalam kesinambungan).
2.      Jika diantara dua Jumlah terdapat Perbedaan yang sempurna dalam ma'na artinya berbeda
dalam hal berupa kalam khobar maupun kalam Insya'.

Seperti Ucapan Penyair :

‫الَ تَسْأ َ ِل ال َمرْ اَ ع َْن خَ الَئِ ِق ِه فِ ْي َوجْ ِه ِه َشا ِه ٌد ِمنَ الخَ بَ ِر‬
Jangan kau Tanya Seseorang tentang perilakunya.

Didalam wajahnya terdapat Bukti adanya berita .

Seperti Ucapan Penyair lain :

ِ ‫ئ يَجْ ِريْ بِ ِم ْقد‬


‫َار‬ ٍ ‫فَ َح ْتفُ ُكلِّ ا ْم ِر‬ ِ ‫ال َرائِ ُدهُ ْم أَرْ سُوْ ا نُز‬
‫َاولُهَا‬ َ َ‫َوق‬
Pemimpin Mereka mengatakan : Bermukimlah (ditempat ini), maka kami akan
mengupayakan urusan perang. Kematian seseorang itu berjalan sesuai Takdirnya ".

Atau Diantara kedua jumlah tidak ada kesesuaian dalam ma'na. Contoh:

‫الح َما ُم طَائِ ٌر‬


َ ، ٌ‫" = َعلِ ٌّي َكاتِب‬Ali itu seorang Penulis. Burung dara itu terbang"

Pada contoh tersebut tidak ada kesesuaian makna antara : menulisnya Ali dan terbangnya
burung dara.

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Kamal Inqitho' ().

3.      Jika diantara Jumlah yang kedua menjadi sebuah jawaban yang timbul dari jumlah pertama.

Seperti Firman Allah SWT :

‫س ألَ َّما َرةٌ بِالسُّوْ ِء‬


َ ‫إن النَّ ْف‬ ُ ِّ‫َو َما أُبَر‬
َّ ، ‫ئ نَ ْف ِس ْي‬
Dan Aku tidak membebaskan Nafsuku.

Sesungguhnya Nafsu itu banyak memerintah kepada kejelekan

( Surat Yusuf : 53) .

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Syibhu Kamal
Inqitho' ().
4.      Jika ada jumlah yang didahului dua jumlah yang sah untuk diathofkan pada salah satu dari
dua jumlah itu karena adanya kecocokan, dan tidak sah diathofkan pada jumlah yang
satunya.

Seperti Ucapan Penyair:

َّ ‫َوتَظُ ُّن َس ْل َمى أَنَّنِ ْي أَب ِْغ بِهَا بَ َدالً أُ َراهَا فِ ْي ال‬
‫ضالَ ِل تَ ِه ْي ُم‬
Dan Salma menyangka bahwa aku mencari penggantinya.

Saya menyangka bahwa Ia sedang bingung dalam kesesatan.

pada Jumlah ‫ أُ َراهَا‬sah diathofkan pada jumlah : ‫تَظُ ُّن‬, tetapi ini tercegah untuk diathofkan
karena khawatir menimbulkan kesalah pahaman bahwa lafadz ‫ أُ َراهَا‬diathofkan pada jumlah
َّ ‫ أُ َراهَا فِ ْي ال‬merupakan isi dari Persangkaan
‫ أَب ِْغ بِهَا‬sehingga diartikan Jumlah ketiga ‫ضالَ ِل تَ ِه ْي ُم‬
Salma .

Kesalahpahaman yang timbul jika diathofkan : Dan Salma menyangka bahwa : " aku
mencari penggantinya dan Saya menyangkanya bahwa Ia sedang bingung dalam
kesesatan".

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Syibhu Kamal
Inqitho' ().

5.      Jika tidak ada tujuan menyamakan dua jumlah dalam satu hukum karena adanya faktor
pencegah.

Seperti Firman Allah :

ُ ‫ هللا ُ َي ْستَه ِْز‬. َ‫ قَالُوْ ا إِ َّن َم َع ُك ْـم إنَّ َما نَحْ نُ ُم ْستَه ِْزئُوْ ن‬، ‫اط ْينِ ِه ْم‬
‫ئ بِ ِه ْم‬ ِ َ‫َو إِ َذا خَ لَوْ ا إِلَى َشي‬
Dan ketika Mereka (Orang Munafiq) kembali pada Pemimipin mereka, mereka mengatakan
Sesunggugnya kami orang yang menertawakan. Allah menertawakan mereka" (Surat Al-
Baqoroh :14-15)

ُ ‫ هللا ُ يَ ْستَه ِْز‬tidak sah diathofkan pada jumlah : ‫إِ َّن َم َع ُك ْـم‬, karena akan
pada Jumlah ‫ئ بِ ِه ْم‬
memberikan statement bahwa lafadz ‫ئ بِ ِه ْم‬ ُ ‫ هللا ُ َي ْستَه ِْز‬merupakan isi dari ucapan mereka.
dan juga tidak sah diathofkan pada jumlah ‫ قَالُوْ ا‬karena memberikan pemahaman bahwa
Penghinaan Allah kepada orang Munafiq hanya terbatas ketika mereka kembali pada
Pemimipin mereka saja.
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Tawashuth baina
Kamalaini ().

BAB VI

IJAZ, ITHNAB, DAN MUSAWAH

Sesuatu yang terbesit dalam hati dari suatu tujuan, maka memungkinkan untuk
diungkapkan dengan tiga cara :

1.      Musawah

Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang sama,
artinya ungkapan tersebut menurut batas kebiasaan manusia pada umumnya, yang mereka
itu tidak sampai pada tingkatan Sastrawan dan tidak pada tingkatan Orang yang lemah
dalam penyampaian.

Contoh :

‫يت ال ِذ ْينَ يَ ُخوْ ضُوْ نَ فِ ْي آيَاتِنَا فَأ َ ْع ِر ْـ‬


‫ض َع ْنهُ ْم‬ ‫َوإ َذاـ َرأَ َـ‬
Dan ketika Engkau melihat Orang yang mendalami (S. Al-Anam : 68)

2.      Ijaz

Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang kurang, serta
ungkapan itu sudah menepati pada tujuan.

Contoh :

ِ ‫إِنَّ َما األَ ْع َما ُل بِالنِّيَّا‬


‫ت‬
Sesungguhnya Pekerjaan itu hanya sah dengan adanya niat.

dan :

ٍ ‫ك ِم ْن ِذ ْك َرىـ َح ِب ْي‬
‫ب َو َم ْن ِز ِل‬ ِ ‫قِفَا نَ ْب‬
"Sungguh Berhentilah ! kami menangis karena ingat sang kekasih dan rumahnya"

Apabila tidak mencapai pada Tujuan, maka dikatakan sebagai Ihlal. seperti ucapan Penyair :

ِ ْ‫َوال َعيْشُ َخ ْي ٌر فِ ْي ِظالَ ِل النُّو‬


َ ‫ك ِم َّم ْن ع‬
‫َاش َك َّدا‬
"Kehidupan didalam naungan kebodohan itu lebih baik dari pada
kehidupan susah "

yang dikehendaki Penyair adalah :

‫ضالَ ِل ال َع ْق ِل‬ ِ ْ‫ْش الرغ َد فِ ْي ِظالَ ِل النُّو‬


ِ ‫ك َخ ْي ٌر ِمنَ ال َع ْي‬
ِ ‫ث الشاقـ فِ ْي‬ ّ
َ ‫أن ال َعي‬
"Kehidupan yang Sejahtera didalam naungan kebodohan itu lebih baik dari pada
kehidupan susah dalam naungan akal "

Bait diatas dikatakan tidak mencapai tujuan yang dikehendaki, karena Kata (‫)الرغدـ‬

ِ ‫ال َع ْق‬
"Sejahtera" pada Bagian pertama bait dan kata ( ‫ل‬ ِ ‫" )فِ ْي‬dalam naungan Akal"
‫ضالَ ِل‬
pada bagian kedua bait tidak bisa diketahui dari kalam.

3.      Ithnab.

Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang panjang,
serta adanya faidah.

Contoh :

‫ظ ُـم ِمنِّ ْي َوا ْشتَ َع َل الر َّْأ ُـ‬


‫س َش ْيبًا‬ ْ ‫َربِّ إِنِّي َوهَنَ ال َع‬
Wahai Tuhanku, sesungguhnya Aku telah Lemah tulangku, dan telah penuh ubanku.

artinya : Saya sudah tua.

Apabila dalam penambahan kalimat tersebut, tidak terdapat faidah, serta Ziyadah itu tidak
menjadi kebutuhan dalam tujuan, maka dikatakan sebagai Tathwil.

Seperti ucapan Ady bin Zaid Al-Ubbady mengatakan kepada Nu'man bin Mundir sambil
mengingatkan Musibah yang terjadi pada Judzaimah Al-Abrosy dan Zaba':

‫َوقَ َّدد ْـ‬


‫َت األ ِد ْي َـم لِ َرا ِه ْي ِش ِه َوألفَى قَوْ لَهَا َك ِذبًا َو َم ْينًا‬
Dan Dia (Zaba') telah memotong kulit pada urat nadinya (Judzaimah), dan Dia (Judzaimah)
mendapatkan Ucapannya (zaba') itu Dusta dan Bohong

lafadz ‫َك ِذبًا‬ dan َ‫ َم ْينًا‬memiliki arti yang sama, maka menggunakan salahsatunya sudah
cukup. dan tambahan kata tersebut juga tidak dibutuhkan karena tujuannya sudah sah
dengan menggunakan salah satunya . maka adanya penambahan lafadz tersebut dikatakan
sebagai Tathwil yang tanpa faidah.

Apabila dalam penambahan kalimat tersebut, tidak terdapat faidah, tetapi Ziyadah itu
menjadi ketentuan, maka dikatakan sebagai Hasywu.
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada Perdamaian yang terjadi antara
Qois dan Dzibyan :

‫س قَ ْبلَهُ َولَ ِكنَّنِ ْي ع َْن ِع ْلِـم َما فِ ْي َغ ٍد َع ِم ْي‬


ِ ‫َوأَ ْعلَ ُـم ِع ْل َم اليَوْ ِم َواأل ْم‬
Dan Saya mengetahui seperti pengetahuan hari ini dan kemarin, sebelum hari ini,

dan Tetapi saya tidak tahu akan pengetahuan dihari besok"

lafadz ُ‫قَ ْبلَه‬ menunjukkan arti yang sama dengan =‫س‬


ِ ‫ ( األ ْم‬kemarin), dan tambahan itu
nyata sebagai tambahan karena tidak sah mengathofkannya pada lafadz ‫اليَوْ ِـم‬ .

Faktor penyebab adanya Ijaz adalah :

1.      Mempermudah hafalan.

2.      Mempercepat pemahaman.

3.      Terbatasnya tempat.

4.      Menyamarkan

5.      merasa bosan mengucapkan.

Faktor penyebab Ithnab adalah :

1.      Memantapkan tujuan atau makna.

2.      Menjelaskan perkara yang dikehendaki.

3.      Menguatkan.

4.      Menolak salah persepsi.

KLASIFIKASI IJAZ

Ijaz itu adakalanya dengan Ibarot yang ringkas tapi mengandung arti yang luas, dan ini
merupakan Sasaran Ahli Sastra (Balaghoh) dan dengan inilah tingkatan kemampuan mereka
menjadi terpaut.

Ijaz ini disebut : Ijaz Qoshor.

Contoh :

ٌ‫اص حيَاة‬ َ ِ‫َولَ ُك ْـم فِ ْي الق‬


‫ص ِـ‬
"Dan bagi kalian dalam Qishos ada Kehidupan" (S. Al-Baqoroh :179).
dan adakalanya membuang satu kalimat atau satu jumlah atau lebih serta adanya qorinah
yang menunjukkan lafadz yang terbuang.

Ijaz ini disebut : Ijaz Hadzfu.

Contoh membuang satu kalimah la (َ‫)ال‬:

‫صالِ ْي‬ ِ ‫اع ًداـ َولَوْ قَطَّعُوْ َر ْأ ِس ْي لَ َد ْي‬


َ ْ‫ك َوأَو‬ ِ َ‫ت يَ ِم ْينَ هللاِـ أَب َْر ُح ق‬
ُ ‫فَقُ ْل‬
Maka saya mengatakan : "Demi Allah, Saya akan senantiasa duduk, walaupun mereka
memotong-motong kepalaku dan sendi-sendiku dihadapanmu"

Contoh membuang satu Jumlah :

‫َوإِ ْن يُ َك ِّذبُوْ كَ فَقَ ْد ُك ِّذبَ ْـ‬


َ ِ‫ت ُر ُس ٌل ِم ْن قَ ْبل‬
‫ك أي فتأسّ واصبرـ‬
Dan ketika mereka mendustakanmu, maka sungguh Para Rosul sebelum kamu juga
didustakan (Maka ta'atlah dan sabarlah)"

Contoh membuang lebih dari satu jumlah.

‫ يُوْ س ُـ‬. ‫"فَأَرْ ِسلُوْ ِن‬


ُ ‫ُف أيُّهَا الصِّ دِّي‬
‫ق‬
Maka Utuslah aku (kepadanya). Yusuf, hai orang yang amat dipercaya" (S. Yusuf : 45 — 46)

Pada ayat tersebut membuang Jumlah :

ُ ‫أرْ ِسلُوْ نِ ْي إلَى يُوْ سُفَ أل ْستَ ْعبِ َرهُـ الرُّ ْؤيَا فَفَ َعلُوْ اـ فَأتَاهُ َوقَا َل لَهُ يُوْ س‬
‫ُف‬
Utuslah aku kepada Yusuf, supaya aku meminta tabir mimpi itu. Lalu mereka
mengerjakannya, lalu pelayan itu mendatanginya dan berkata : “Hai Yusuf”

KLASIFIKASI ITHNAB

Ith nab itu bisa terjadi dengan beberapa perkara yaitu :

1.      Menyebutkan Lafadz khusus setelah lafadz umum.

Contoh :

‫إجْ تَ ِه ُدوْ ا فِ ْي ُدرُوْ ِس ُك ْـم َواللُّ َغ ِة ال َع َربِيَّ ِة‬.

Bersungguh-sungguhlah pada pelajaran kalian dan bahasa arab.


Faidahnya : Mengingatkan atas keutamaan lafadz khusus itu, seolah-olah karena
keutamaannya ia seperti jenis yang berbeda pada lafadz sebelumnya.

2.      Menyebutkan lafadz Umum setelah lafadz khusus.

Contoh :

ِ ‫ي َولِ َم ْن َدخَ َل بَ ْيتِ َي ُموْ ِمنًا َولِ ْل ُموْ ِمنِ ْينَ َوال ُموْ ِمنَا‬
‫ت‬ َّ ‫َربِّ ا ْغفِرْ لِ ْي َولِ َوالِ َد‬
Wahai tuhanku, ampunilah aku, kedua orang tuaku, orang yang masuk rumahku dengan
beriman, dan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. (S. Nuh : 28)

3.      Menjelaskan setelah menyamarkan.

Contoh :

َ‫ أَ َم َّد ُك ْم ِب َما تَ ْع َملُوْ َـن أَ َم ّدـ ُك ْم ِبأَ ْن َع ٍام َوبَنِ ْين‬.‫أ‬


Beliau (Allah) telah membantu kalian dengan sesuatu yang kalian kerjakan, Beliau (Allah)
telah membantu kalian dengan Beberapa Hewan ternak dan Anak Laki-laki. (Surat Asy-
Syuaro : 132).

4.      Mengulangi lafadz karena adanya tujuan, seperti panjangnya pemisah.

Contoh Ucapan Penyair :

‫ق َع ْه ِد ِـه َعلَى ِم ْث ِل هَ َذا إِنَّهُ لَ َك ِر ْي ٌم‬ ْ ‫َو إِ َّن ا ْم َرأً دَا َم‬
ُ ِ‫ت َم َواث‬
Sesungguhnya seseorang yang jaminan perjanjiannya itu tetap seperti ini, maka
sesungguhnya ia orang yang mulia”

َّ ِ‫ إ‬diulang diawal dan diakhir bait, supaya kalam tidak kelihatan


Pada bait tersebut lafadz ‫ن‬
terputus.

5.      I'tirodh (yaitu : Menyisipkan lafadz antara bagian-bagian satu jumlah atau antara dua jumlah
yang masih berkaitan mana, dikarenakan adanya sebuah tujuan).

Contoh Ucapan Penyair (Auf bin Mahlam Asy-Syaibany yang mengadukan kelemahannya):

‫إِ َّن الثَّ َما ِن ْينَ َوبُلِّ ْغتَهَا قَ ْد أَحْ َو َج ْـ‬


‫ت َس ْم ِع ْي إِلَى تُرْ ُج َما ِن‬
Sesungguhnya 80 tahun usiaku, dan engkau telah berusia segitu pendengaranku
membutuhkan orang yang menjelaskan”.

Lafadz ‫ َوبُلِّ ْغتَهَا‬dikatakan Jumlah Itirodhiyyah.


6.      Tadzyil (Mengiringi suatu jumlah dengan jumlah yang lain yang mengandung pada mananya
dengan tujuan menguatkannya.

Tadzyil itu adakalanya berlaku seperti periahasa, karena berbedanya makna dan tidak
membutuhkan pada kalam sebelumnya.

Contoh Firman Allah :

‫إن البَا ِط َـل َكانَ َزهُوْ قًا‬


َّ ، ‫ق البَا ِط ُل‬ َ ‫قُلْ َجا َء‬
ُّ ‫الح‬
‫ق َو َزهَ َـ‬
Katakanlah (Hai Muhammad) telah datang perkara hak (Islam), dan telah hancur perkara
bathil (kekufuran), dan sesungguhnya kebathilan itu pasti akan binasa (S. An-Nahl : 57).

adakalanya tidak berlaku seperti periahasa, karena membutuhkan pada kalam sebelumnya.

Contoh Firman Allah :

‫ي إالَّ ال َكفُوْ َر‬ َ ِ‫َذل‬


ِ ‫ك َجزَ ْينَاهُ ْم بِ َما َكفَرُوْ اـ َوهَلْ نُ َج‬
‫از ْـ‬
Itu (banjir bandang) kami balas mereka atas sesuatu yang telah mereka kufuri. Dan kami
tidak membalas (siksa) kecuali pada kekufuran.

(Surat As-Saba : 17)

7.      Ihtiros yaitu : mendatangkan pada kalam yang memberi persepsi berbeda dari tujuan,
dengan kalam lain yang menolak keslah pahaman itu.

Contoh Ucapan Penyair (Torfah bin Abd) :

َ ‫ك َغي َْر ُم ْف ِس ِدهَا‬


‫صوْ بُ ال َّربِي ِْع َو ِد ْي َمةٌ تَ ْه ِم ْي‬ َ َ‫فَ َسقَىـ ِدي‬
َ ‫ار‬
Hujan pada musim semi menyirami rumahmu tanpa merusakkan dan Hujan terus menerus
itu membanjiri.

ِ ‫ َغي َْر ُم ْف‬maka secara muthlaq akan dipahami lebih umum


Jika tidak disebutkan lafadz ‫س ِدهَا‬
atau mendoakan kejelekan dengan robohnya rumah, lalu didatangkanlah lafadz tersebut
untuk menolak pehaman yang salah.

ILMU BAYAN

Definisi

Ilmu Bayan adalah : Ilmu yang membahas tentang Tasybih (penyerupaan), Majaz, dan
kinayah (konotasi).
TASYBIH

Adalah : Menyerupakan suatu perkara dengan perkara yang lain dalam satu sifat
dengan menggunakan alat penyerupaan, karena adanya suatu tujuan.

Perkara yang pertama (Kata yang diserupakan) disebut Musyabbah, sedangkan perkara yang
kedua (Kata yang digunakan untuk menyerupakan) disebut Musyabbah bih, Sifat disebut
Wajah Syabah (Sisi Persamaan), dan Alat penyerupaan itu berupa huruf Kaf dan lain-lain.

Contoh :

‫النور فِ ْي ال ِهدَايَ ِة‬


ِ ‫" =ال ِعل ُـم َك‬Ilmu itu seperti Cahaya dalam memberi petunjuk"
‫العل ُم‬ = Musyabbah ‫النور‬
ِ = Musyabbah Bih,

‫فِ ْي ال ِهدَايَ ِة‬ = Wajah Syabah ‫كاف‬ = Adat Tasybih

Dalam Tasybih (Penyerupaan) itu berhubungan dengan tiga pembahasan yaitu :

1. Rukun tasybih.
2. Pembagian tasybih.

3. Tujuan dari Tasybih.

Pembahasan pertama

RUKUN TASYBIH

Rukun Tasybih ada 4 yaitu :

1.      Musyabbah (Lafadz yang diserupakan dengan perkara lain)

2.      Musyabbah bih (Lafadz yang digunakan untuk menyerupakan)

keduanya disebut dua sisi tasybih,

3.      Wajah syabah (Sisi Persamaan).

4.      Adat Tasybih.

Keterangan :

Wajah Syabah adalah : Sifat tertentu yang digunakan untuk menyamakan antara
Musyabbah dan Musyabbah bih. Seperti Hidayah (Memberi petunjuk) merupakan sifat yang
terdapat dalam ilmu dan cahaya.
Adat Tasybih adalah : Lafadz yang menunjukkan arti penyerupaan seperti lafadz ‫َكاف‬
ّ (Seolah-olah), dan lafadz lain yang searti dengan keduanya.
(Seperti), ‫كأن‬

ّ , yang menyandingi
Lafadz ‫ كاف‬terletak menyandingi Musyabbah bih, berbeda dengan ‫كأن‬
musyabbah. Seperti Ucapan Penyair :

َ ‫احةٌ تَ ْشبُ ُـر ال ُّد َجا لِتَ ْنظُ َر طَا َل اللَّ ْي ُل أَ ْـم قَ ْـد تَ َع َّر‬
‫ضا‬ َ ‫َكأ َ َّن‬
َ ‫الثرايَا َر‬
Seolah-olah bintang Tsuroya (Kumpulan bintang pada buruj Tsur) itu Angin malam yang
mengira-ngirakan gelapnya malam, supaya engkau melihat apakah malam itu masih lama
atau sudah tampak.

ّ itu berfaidah Tasybih, jika khobarnya berupa Isim Jamid, Contoh :


Lafadz ‫كأن‬

‫أن خَالِ ًداـ أَ َس ٌد‬


ّ ‫ = َك‬Kholid itu seperti Harimau.
dan Berfaidah Syak (ragu-ragu) jika khobarnya berupa Lafadz Musytaq. contoh :

‫ك فَا ِه ٌم‬
َ ‫َكأن‬ = Seolah-olah kamu itu faham.

Dan terkadang disebutkan Fi'il yang mempunyai arti Tasybih, seperti Firman Allah pada surat
Ad-Dahr : 19

‫َوإ َذاـ َرأ ْيتَهُ ْم َح ِس ْبتَهُ ْـم لُ ْؤلُؤًا َم ْنثُوْ رًا‬


dan Ketika kamu melihat mereka (Bidadari di syurga), maka engkau akan mengira mereka
Mutiara yang tersebar.

dan Ketika Adat Tasybih dan Wajah Syabah itu dibuang, maka disebut : Tasybih Baligh,
Contoh pada Firman Allah surat An-Naba : 10

‫َو َج َع ْلنَا اللّ ْي َل لِبَاسًا أيـ كاللباس في السترـ‬


"Dan Kami (Allah) telah menjadikan malam sebagai selimut (Seperti selimut dalam
menutupi)"

PEMBAHASAN KEDUA

PEMBAGIAN TASYBIH
Dengan memandang pengambilan Wajah Syabah, maka Tasybih terbagi menjadi dua
macam yaitu : Tasybih Tamtsil dan Ghoiru Tamtsil.

A.     Tasybih Tamtsil

Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya diambil dari lafadz yang banyak.

Seperti : menyerupakan Bintang Tsuroya (kumpulan beberapa bintang pada Buruj Tsur)
dengan Sedompol buah Anggur yang berbunga, dengan wajah syabahnya : sama dalam
keadaannya yang tampak ketika berkumpulnya benda putih yang bundar, yang kecil
ukurannya).

B.      Tasybih Ghoiru Tamtsil

Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya tidak diambil dari lafadz yang banyak.

Seperti : menyerupakan Sebuah bintang dengan Uang dirham ( dengan wajah syabahnya :
sama dalam bentuk bundarnya)

dan Dengan memandang wujud dan tidaknya Wajah Syabah, tasybih terbagi menjadi dua
yaitu : Tasybih Mufassol dan Mujmal.

A.     Tasybih Mufashol

Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya disebutkan.

Seperti Ucapan Penyair :

‫َوأَ ْد ُم ِع ْي َكالأللِ ْي‬ َ ‫َوثَ ْغ ُرهُـ فِ ْي‬


‫صفَا ٍـء‬
" Gigi serinya dan Air mataku bagaikan Mutiara

dalam hal sama jernihnya"

Kata "Gigi seri" dan "Air mata" diserupakan dengan "Mutiara" dengan sisi persamaan :
"Sama-sama jernihnya"

B.      Tasybih Mujmal

Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya tidak disebutkan.

Seperti :

‫ح فِ ْي الطَّ َع ِام‬
ِ ‫النح ُو فِ ْي ال َكالَ ِم َكال ِم ْل‬
"Ilmu Nahwu pada Kalam itu seperti Garam pada makanan"
Kata " Ilmu Nahwu pada Kalam" diserupakan dengan kata "garam" dengan sisi persamaan :
"Sama-sama merupakan perkara yang pokok untuk menjadikan kesempurnaan".

Dengan memandang Adat Tasybih, maka Tasybih terbagi menjadi dua yaitu Mua'kkad dan
Mursal.

A.     Tasybih Mu'akkad

Adalah : Tasybih yang Adat tasybihnya dibuang. Seperti :

‫هُ َو بَحْ ٌر فِ ْي الجو ِد‬ = Dia itu Lautan dalam kedermawanannya.

B.      Tasybih Mursal

Adalah : Tasybih yang Adat tasybihnya disebutkan. Seperti :

‫هُ َو َكالبَحْ ِر َك َر ًما‬ = Dia itu bagai Lautan dalam kedermawanannya.

dan termasuk Tasybih Mu'akkad adalah Tasybih yang Musyabbah bihnya disandarkan
(Didhofahkan) pada Musyabbah. Contoh :

ِ َ‫ث ِبال ُغصُوْ ِـن َوقَ ْد َج َرى َذهَبُ األ‬


‫ص ْي ُـل َعلَى لُ َج ْي ِن ال َما ِء‬ ُ ‫ِ َوالرِّ ْي ُح تَ ْب َع‬
Angin itu menggerakkan cabang pepohonan, dan tampak

emasnya waktu sore pada peraknya air.

ِ َ‫َب األ‬
‫ص ْي ُل‬ ‫َذه ُـ‬
= Waktu sore yang diserupakan dengan emas, dengan wajah syabah : sama
warna kuningnya.

‫ِ لُ َج ْي ِن ال َما ِء‬ = Air yang diserupakan dengan perak dengan wajah syabah : sama dalam
jernihnya.

PEMBAHASAN KETIGA

TUJUAN TASYBIH

Tujuan dari Tasybih itu adakalanya :

1.      Menjelaskan kemungkinan wujudnya Musyabbah. Seperti Ucapan Abu Thoyyib Al-
Mutanabby :

‫َزَال‬
ِ ‫ْض د ِـَم الغ‬ ّ َ‫ف‬
‫إن ال ِم ْس َـ‬
‫ك بَع ُـ‬ ‫فإن تَفُ ِـ‬
‫ق األنَا َم َوأ ْنتَ ِم ْنهُ ْم‬ ْ
Ketika kamu mengungguli kemuyaan semua Makhluk,

padahal kamu dari sebagian mereka maka Minyak misik itu sebagian dari darah Kijang

Ketika Penyair mengklaim bahwa Orang yang dipuji itu berbeda dari asalnya sebab adanya
beberapa keistimewaan yang menjadikannya sebagai hakikat yang berbeda, lalu penyair
membuat Argumen/hujjah dengan menyerupakannya dengan Minyak misik yang asalnya
darah kijang untuk menolak adanya pengingkaran atas wujudnya musyabbah tersebut
karena merupakan hal yang langka.

Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keluar dari jenis asalnya.

2.      Menjelaskan keadaan Musyabbah. Contoh :

ُ‫ت لَ ْم يَ ْب ُد ِم ْنه َُّن َكوْ َكب‬


‫إ َذا طَلَ َع ْـ‬ ‫س َوال ُملُوْ ُـ‬
ُ‫ك َك َوا ِكب‬ ‫َكأنك َش ْم ٌـ‬
Seolah-olah Engkau adalah Matahari, Dan Para Raja adalah bintangnya, Ketika Matahari
telah muncul, maka satu bintangpun tiada terlihat.

Penyair menyerupakan Mukhotob seperti Matahari, karena menjelaskan keadaan mukhotob


yang terlihat. Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keadaanya terlihat.

dan menyerupakan Para raja seperti bintang karena menjelaskan keadaanya yang tidak
terlihat saat berada disisi Mukhotob.

Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keadannya tidak terlihat ketika berada disisinya.

3.      Menjelaskan Jumlah keadaan Musyabbah. Contoh :

‫ْح ِم‬ ِ ‫سُوْ ًداـ َكخَافِيَ ِة ال ُغ َرا‬


َ ‫ب األس‬ ً‫َان َوأَرْ بَعُوْ نَ َحلُوْ بَة‬
ِ ‫فِ ْيهَا ْاثنَت‬
Dalam Rombongan itu ada 42 ekor unta perah yang hitam,

Ia bagaikan Bulu sayap burung gagak yang hitam.

Penyair menyerupakan 42 unta yang hitam seperti Bulu sayap Burung gagak karena
menjelaskan kadar warna hitamnya, ketika pendengar hanya mengetahui kadar keadaan
musyabbah bih (sayap burung gagak)

Wajah syabahnya adalah : Sama-sama terdapat warna hitam.


4.      Menetapkan Keadaan Musyabbah. Contoh :

‫اج ِة َك ْس ُرهَا ال َيُجْ بَ ُر‬ ُّ ‫ِمث ُل‬


َ ‫الز َج‬ ‫إن القُلُ َـ‬
‫وب إ َذاـ تَنَافَ َر ُو ُّدهَا‬
Sesungguhnya Hati itu jika telah hilang rasa cintanya,

Maka bagai kaca yang saat pecah tiada bisa disambung lagi.

Penyair menyerupakan Hilangnya cinta di hati seperti pecahnya kaca dengan tujuan
mengukuhkan sebab sulitnya rasa cinta itu kembali seperti semula.

Wajah syabahnya adalah : Sama-sama sulit kembali pada keadaan semula.

5.      Menghiasi Musyabbah. Contoh :

ِ ‫ـ ِن َك ُم ْقلَ ِـة الظَّب ِْي الغ‬


‫َري ِْر‬ ‫ض َحةُ ال َجبِيْـ‬
ِ ‫َسودَا ُـء وا‬
Wanita yang hitam yang terlihat dahinya,

bagai biji mata biawak yang indah.

Penyair menyerupakan Hitamnya wanita seperti biji mata biawak dengan tujuan memujinya,
sebab warna biji mata merupakan keindahan.

Wajah syabahnya adalah : Sama-sama memiliki keindahan.

6.      Menghina Musyabbah. Contoh :

‫قِرْ ٌد يُقَ ْهقِهُـ أَوْ َعجُوْ ٌـز ت َْل ِط ُم‬ ُ‫وإذاـ أ َشا َـر ُم َحدِّثا فَ َكأنه‬
Ketika Ia berisyarat sambil berbicara, maka ia seperti Kera yang

tertawa terbahak-bahak atau Nenek-nenek yang menampar pipinya.

Wajah Syabahnya adalah : Sama-sama memiliki perbuatan jelek.

Dan terkadang tujuan itu kembali pada Musyabbah bih jika antara musyabbah dan
Musyabbah bih di balik, contoh :

‫أن ُغ َّرتَهُ َوجْ هُ الخَ لِ ْيفَ ِة ِح ْينَ يُ ْمتَ َد ُح‬


ّ ‫صبَا ُح َك‬
َّ ‫َوبَ َداـ ال‬
Dan telah tampak waktu pagi, Seolah-olah Cahayanya bagaikan wajah Kholifah (Al-
Makmun bin Harun Ar-Rosyid) saat Ia dipuji.

Wajah Syabahnya adalah : Sama-sama terangnya.

َّ ‫ ُغ‬sebagai Musyabbah bih dan lafadz ‫ َوجْ هُ الخَ لِ ْيفَ ِـة‬sebagai


Asalnya dari Lafadz ُ‫رتَه‬
Musyabbah , karena secara asal Cahaya Waktu pagi itu lebih terang dari padawajah Kholifah,
lalu dibalik seolah-olah wajah kholifah lebih terang dari pada cahaya waktu pagi.

Tasybih semacam ini disebut : Tasybih Maqlub.

MAJAZ

Majaz adalah : Lafadz yang digunakan pada selain makna aslinya, karena adanya
keterkaitan makna disertai Indikator yang mencegah dari pemahaman arti aslinya.

Seperti :

‫ ال ُّد َر ِـ‬diartikan sebagai : "Beberapa kalimah Fashihah" dalam ucapanmu :


Lafadz ‫ر‬

‫الن يَتَ َكلَّ ُم بِال ُّد َر ِر‬


ٌ ُ‫ف‬ = Dia sedang berbicara dengan Kata-kata fasih .

lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti aslinya adalah Beberapa Mutiara,
lalu dirubah menjadi arti " Beberapa kalimah Fashihah" sebab diantara arti keduanya masih
ada kaitan dalam hal keindahan.
dan Perkara yang mencegah dalam mengartikan makna aslinya adalah Qorinah Lafadziyah :
‫يَتَ َكلَّ ُم‬ (Berbicara).

dan Lafadz ‫ع‬


ُ ‫ أصاب‬diartikan sebagai : "Beberapa ujung jari" dalam Firman Allah SWT :
َ ‫يَجْ َعلُوْ نَ أ‬
‫صاب َعهُ ْـم فِ ْي آذانِ ِه ْم‬ = Mereka menjadikan Ujung jari mereka pada telinga
mereka.

lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti aslinya adalah Beberapa Jari tangan,
lalu dirubah menjadi arti " Beberapa Ujung jari tangan" sebab diantara arti keduanya masih
ada kaitan bahwa Ujung jari merupakan bagian dari jari. Kemudian Kull (keseluruhan jari)
digunakan untuk arti Juz (Sebagian jari).

dan Qorinah yang mencegah dalam mengartikan makna aslinya adalah tidak
memungkinkannya memasukkan keseluruhan jari pada telinga.
Dalam Majaz, apabila kaitan antara ma'na majazi dan ma'na asli ada keserupaan,
seperti pada contoh pertama, maka disebut : Majaz isti'aroh. Jika tidak ada keserupaan,
seperti pada contoh kedua maka disebut Majaz mursal.

Majaz Isti'aroh

Adalah : Majaz yang keterkaitan makna Aslinya dengan makna yang digunakan, itu ada
keserupaan.

Seperti Firman Allah SWT :

‫ت إِلَى النُّوْ ِر‬ ُّ َ‫اس ِمن‬


ِ ‫الظلُ َما‬ َ ‫ِكتَابٌ أ ْن َز ْلنَاهُ إلَ ْي‬
ْ ِ‫ك ل‬
َ َّ‫تخ ِر َج الن‬
"Ini adalah Kitab yang telah Kami turunkan kepadamu supaya engkau mengeluarkan
manusia dari kegelapan (Kesesatan) menuju Cahaya (Hidayah) .( S. Ibrahim : 1)

Arti Asli Lafadz ‫ت‬ ُّ dan ‫النُّوْ ِـر‬


ِ ‫الظلُ َما‬ adalah Gelap dan Terang.

Arti Majaz Lafadz ُّ dan ‫النُّوْ ِـر‬


ِ ‫الظلُ َما‬
‫ت‬ adalah ‫( الضالل‬Kesesatan) dan ‫الهُ َدىـ‬ (petunjuk ).

Lafadz ‫ت‬ ُّ dan


ِ ‫الظلُ َما‬ ‫النُّوْ ِر‬ pada ayat tersebut digunakan pada selain arti aslinya (makna
Majaz).

dan kaitan antara makna keduanya adalah adanya keserupaan antara "Arti Kesesatan dan
kegelapan" dengan wajah syabah : "sama-sama tidak mengetahui sesuatu", atau "Hidayah
dan Cahaya" dengan wajah syabah: "sama-sama mengetahui sesuatu".

dan Qorinah yang mencegah untuk mengartikan pada makna aslinya adalah Lafadz : ٌ‫ِكتَاب‬
َ َّ‫تخ ِر َج الن‬
‫اس‬ َ ‫أ ْن َز ْلنَاهُ إلَ ْي‬
ْ ِ‫ك ل‬ .

Ijro' Isti'aroh pada Lafadz '‫ الظلمات‬adalah : Lafadz ‫ الضاللة‬diserupakan dengan lafadz ‫الظلمات‬
dengan wajah syabah : sama-sama tidak mendapat petunjuk pada keduanya.

Ijro' Isti'aroh pada Lafadz ‫ النور‬adalah : Lafadz ‫ الهدَى‬diserupakan dengan lafadz ‫النور‬
dengan wajah syabah : sama-sama mendapat petunjuk pada keduanya.

Asal dari majaz isti'aroh adalah : Tasybih yang dibuang salah satu dari Musyabbah atau
Musyabbah bih, wajah syabahnya, dan adat tasybihnya.

Musyabbah disebut : Musta'ar Lah, dan Musyabbah bih disebut : Musta'ar Minhu.
Pada Contoh diatas, dapat disimpulkan :

Musta'ar lah (Musyabbah) adalah : Lafadz ‫ الضالل‬dan ‫الهدىـ‬ .

Musta'ar Minhu (musyabbah bih) adalah : Makna asli Lafadz ‫ الظالمـ‬dan ‫النورـ‬ .

sedangkan lafadz ‫ الظلمات‬dan ‫ النورـ‬disebut : Musta'ar (Lafadz yang digunakan untuk


Majaz Isti'aroh).

Pembagian Majaz Isti'aroh

Majaz Isti'aroh dengan memandang penyebutan Musyabbah atau Musyabbah bih, terbagi
menjadi dua macam yaitu :

a.      Isti'aroh Musorrohah.

Adalah : Majaz yang dijelaskan dengan menyebut lafadz Musyabbah bih saja. Seperti
Ucapan Penyair :

‫ت َورْ ًداـ َو َعض ْـ‬


ِ ‫َّت َعلَى ال ُعنَّا‬
‫ب بِالبَ َر ْد‬ ٍ ‫ت لُ ْؤلُ ًؤاـ ِم ْن نَرْ ِج‬
‫س َو َسقَ ْـ‬ ْ ‫فأمطَ َر‬
Dia (Seorang wanita) telah meneteskan Mutiara dari Bunga narsis, dan membasahi bunga
mawar, dan menggigit buah anggur dgn Hujan es.

Maksudnya adalah : Dia (Seorang wanita) telah meneteskan Air mata bak Mutiara dari
matanya bak Bunga narsis, dan menyirami pipinya laksana bunga mawar, dan menggigit
ujung jarinya laksana buah anggur dengan giginya laksana Hujan es.

Penyair menggunakan majaz isti'aroh pada Kata-kata tersebut :

Musyabbah Musyabbah Bih Wajah Syabah


Air
‫الدموع‬ Mutiara ‫اللؤلؤ‬ sama jernihnya ‫في الصفاءـ‬
Mata

sama terkumpulnya ‫في أجتماع‬


Bunga
Mata ‫العيون‬ Narsis ‫النرجسـ‬ warna hitam dan ‫السواد‬
putih
‫والبياض‬

Pipi ‫الخدود‬
Bunga
‫الورد‬ sama merahnya ‫فيـ الحمرةـ‬
Mawar
Ujung
‫األنامل‬
Buah
‫العناب‬ sama bentuknya ‫في الشكلـ‬
jari Anggur
Gigi ‫األسنان‬ Hujan Es ‫البرد‬ sama putih bersihnya ‫فيـ بياض كلـ‬
‫مع النصاعةـ‬

Majaz diatas dengan menyebutkan Musyabbah bihnya, maka disebut majaz Isti'aroh
Musorrohah.

b.      Isti'aroh Makniyyah.

Adalah : Majaz yang Musyabbah bihnya dibuang dan ditunjukkan dengan sesuatu dari
perkara Lazimnya (Perkara yang menetapinya).

Seperti Firman Allah :

َ ‫ض لَهُ َما َجن‬


‫َاح الذ ِّل ِمنَ الرَّحْ َمة‬ ْ ‫َو‬
‫اخفِ ْـ‬
Dan Rendahkan sayap burung pada Kedua orangtuamu dengan kasih sayang. (Surat Al-
Isro : 24)

Allah membuat majaz isti'aroh Lafadz ‫( الطائر‬Burung) untuk lafadz ِّ‫( الذل‬tunduk) kemudian
membuang Lafadz ‫( الطائر‬Burung) dan menunjukkan lafadz yang dibuang dengan sesuatu
lazimnya yaitu Lafadz : ‫الجناح‬ (Sayap).

Ijro'nya adalah :

Kata "‫ الذل‬: tunduk" (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan kata " ‫ الطائر‬: Burung" (Sebagai
Musyabah bih), kemudian menggunakan arti lafadz Musyabbah bih (Burung) untuk arti
lafadz Musyabbah (‫)الذل‬. lalu kata Burung itu dibuang, dan Kata "Burung" yang terbuang
ditunjukkan dengan sesuatu yang menetap padanya yaitu Sayap, dengan cara istiaroh
makniyyah.

Adapun Penetapan lafadz ‫ الجناح‬pada lafadz ‫ل‬ ِّ ‫الذ‬. , ini oleh Ulama' Ahli Balaghoh Salaf dan
Al-Khotib dikatakan sebagai Isti'aroh Tahyiliyyah.

Perbandingan

Contoh lain :

Seperti Ucapan Al-Hajjaj pada salah satu khutbahnya :

ْ ‫إنِّ ْي ألَ َرىـ ُر ُؤوسًا قَ ْـد أَ ْينَ َع‬


‫ت‬
Sesungguhnya aku benar-benar melihat buah (arti asli : kepala)
yang sudah matang.

Ijro'nya adalah :

Kata "‫رؤوسا‬: kepala " (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan kata "‫ ثمرات‬: buah" (Sebagai
Musyabah bih), asalnya :

ْ ‫ـرات ْـد أَ ْينَ َع‬


‫ت‬ ‫إنِّ ْي ألَ َرىـ ُر ُؤوسًا ّ ـ‬
َ‫كالثـــ م ِق‬
kemudian menggunakan arti lafadz Musyabbah bih (yaitu buah) untuk arti lafadz Musyabbah
(‫) ُرؤُوسًا‬. lalu kata‫ـرات‬ ‫ ّ ـ‬itu dibuang, dan ditunjukkan dengan sesuatu yang menetap
ِ ‫الثـــ م‬
padanya yaitu matang, dengan cara istiaroh makniyyah.

Majaz Isti'aroh dengan memandang lafadz yang digunakan sebagai majaz (Al-Mustaar) ,
terbagi menjadi 2 macam yaitu :

1.      Isti'aroh Ashliyyah

Adalah Majaz yang lafadz Musta'arnya berupa selain Isim Mustaq , baik berupa isim a'in
(dzat) atau Isim ma'na.

Contoh Isim A'in (Dzat) : Seperti menggunakan Lafadz ‫ الظالمـ‬untuk arti ‫( الضالل‬kesesatan)
dan Lafadz ‫ النور‬untuk arti ‫( الهدى‬petunjuk).

Contoh Isim ma'na :

‫هَ َذاـ قَت ٌل‬ = Ini adalah pukulan keras.

ٌ ‫ قَت‬diserupakan dengan ‫َش ِد ْي ٌد‬


Ijro'nya : Lafadz ‫ل‬ ‫ضرْ ٌـ‬
‫ب‬ َ (pukulan keras) dengan wajah syabah
: sama-sama sangat menyakitkan.

ٌ ‫ قَت‬, karena lafadz


Kemudian arti Musyabbah bih (pukulan keras) digunakan untuk Lafadz ‫ل‬
‫ قَت ٌل‬merupakan isim Jamid untuk suatu pekerjaan yang menghilangkan nyawa.

2.      Isti'aroh Taba'iyyah

Adalah Majaz yang Musta'arnya berupa Kalimah Fi'il, Huruf dan Isim yang Mustaq.

Contoh kalimah Fi'il, Seperti :

‫َر ْي ِم ِه‬ ٌ ُ‫ب ف‬


ِ ‫الن َكتِفَ ْي غ‬ َ ‫َر ِك‬ = Fulan menaiki dua Pundak orang yang dihutangi.

Maksudnya : Fulan sungguh menetapkan tanggungan kepada orang yang dihutangi.


Dikatakan sebagai istiaroh tabaiyyah karena Mustarnya berupa fiil madhi yaitu : ‫ب‬
َ ‫ر ِك‬.
َ
Ijro'nya :

Menurut Madzhab Salaf : Lafadz ‫( اللزوم‬Penetapan) diserupakan dengan ‫( الركوب‬naik)


dengan wajah syabah : sama-sama menguasai dan memaksa.

Kemudian Lafadz Musyabbah bih (menaiki) dijadikan majaz istiaroh dengan arti Musyabbah
‫( اللزوم‬pemaksaan) lalu dari masdar ‫ الركوب‬yang bermakna ‫ اللزوم‬dimustaqkan menjadi
kalimah fiil ‫ب‬
َ ‫ َر ِك‬bermakna ‫لزمـ‬.

Menurut Madzhab Al-Ishom: Lafadz ‫( اللزوم‬Penetapan) diserupakan dengan ‫( الركوب‬naik)


dengan wajah syabah : sama-sama menguasai dan memaksa.

Kemudian Lafadz Musyabbah bih (menaiki) dijadikan majaz istiaroh dengan arti Musyabbah
‫( اللزوم‬pemaksaan) lalu diberlakukan tasybih dari kedua masdar tersebut yang berarti
peristiwa muthlaq tanpa dibatasi dengan zaman menjadi kalimah fiil yang dibatasi dengan
zaman lampau, lalu lafadz ‫ب‬
‫ َر ِك َـ‬digunakan dengan makna ‫لزمـ‬.

Contoh Kalimah Huruf pada Firman Allah dalam Surat Al-Baqoroh : 5 =

‫أولَئك َعلَى هُ ًدىـ ِم ْن َربِّ ِه ْم‬ = Mereka (Orang-Orang yang beriman) itu tetap atas hidayah
dari Tuhan mereka.

Maksudnya : Mereka itu menetapi dari mendapatkan hidayah yang sempurna.

Lafadz ‫ على‬berfaidah Isti'la', maka Ijro'nya : Muthlaqnya Hubungan antara Orang yang
mendapat petunjuk dan Sebuah petunjuk diserupakan dengan Muthlaqnya hubungan
antara Lafadz ‫علَى‬
َ yang berfaidah Isti'la' dan lafadz yang diIsti'lai dengan wajah syabah :
sama-sama adanya ketetapan. lalu diberlakukan penyerupaan dari arti keseluruhan (Kull)
untuk arti sebagian(Juz) karena ‫علَى‬
َ memiliki arti yang banyak. Kemudian Lafadz ‫ على‬dari
juz Musyabbah bih digunakan untuk arti juz Musyabbah.

Dan Contoh Kalimah Isim seperti Ucapan Penyair :


ُ َ‫ان َحالِ ْي ِبال ِّش َكايَ ِة أَ ْنط‬
‫ق‬ ِ ‫ت ِب ُش ْك ِر ِبرِّكَ ُم ْف‬
ُ ‫صحًا فَلِ َس‬ ‫َولَئِ ْن نَطَ ْق ُـ‬
Jika aku berkata sambil menjelaskan dengan mensyukuri kebaikanmu, maka Lisan
keadaanku lebih mengucapkan (menunjukkan) dengan keluhan.

Maksudnya :

Ijro'nya : Lafadz ‫( الداللة الواضحة‬petunjuk yang jelas) diserupakan dengan lafadz ‫النطق‬
(Ucapan) dengan wajah syabah : sama-sama menjelaskan tujuan dan diterima dalam hati.
lalu lafadz ‫( النطقـ‬Ucapan) digunakan untuk arti Lafadz ‫( الداللة الواضحة‬petunjuk yang jelas).
Lalu dari masdar ‫ النطقـ‬yang bermakna ‫ الداللة الواضحة‬itu dimustaqkan menjadi isim tafdhil
ُ َ‫ أَ ْنط‬bermakna ‫أد ّل‬.
yang berupa : ‫ق‬

Majaz Isti'aroh dengan memandang lafadz yang berkaitan dengandua sisi tasybih, terbagi
menjadi 3 macam

1.      Isti'aroh Murosyahah.

Adalah : Majaz yang disebutkan Mulaim (lafadz yang berkaitan) dengan Musyabbah bih.

Contoh : ‫ت تِ َجا َرتُهُ ْم‬ َّ ‫أولَئِكَ ال ِذ ْينَ ا ْشت ََر ُواـ ال‬
‫ضالَلَةَـ بِالهُ َدىـ فَ َما َربِ َح ْـ‬
Dan Mereka adalah orang yang mengganti kesesatan dengan petunjuk. maka perdagangan
mereka tidak akan mendapat keuntungan (surat Al-baqoroh : 16).

Lafadz ‫ اإلشتراء‬digunakan untuk arti ‫( اإلستبدال‬mengganti)

Ijro'nya : Mengganti perkara hak (hidayah) dengan perkara Bathil (kesesatan) dan lebih
memilih kesesatan, itu diserupakan dengan Lafadz ‫ اإلشتراء‬yaitu membeli /mengganti harta
dengan harta lain. dengan wajah syabah : meninggalkan perkara yang dibenci (tidak
dibutuhkan) dan mengganti perkara yang disenangi.

Lalu Lafadz ‫ اإلشتراء‬digunakan untuk arti musyyabah (Mengganti perkara). Qorinahnya


adalah mustahilnnya diartikan membeli kesesatan dengan petunjuk.

Dan menyebutkan lafadz ‫( الربح‬keuntungan) dan lafadz ‫( التجارة‬berdagang) yang merupakan


lafadz yang menyesuaikan dengan kata ‫( اإلشتراء‬membeli) disebut sebagai Tarsyih .

2.      Isti'aroh Mujarodah.

Adalah : Majaz yang disebutkan lafadz yang berekaitan dengan Musyabbah.

ِ ْ‫وال َخو‬
Contoh : ‫ف‬ ‫ع‬ َ َ‫فَأ َذاقَها هللاُـ لِب‬
ِ ْ‫اس الجُو‬
"maka Allah mencicipkan mereka dengan pakaian kelaparan dan ketakutan".(S. An-Nahl :
112)

Lafadz ‫ اللباس‬digunakan untuk arti sesuatu yang meliputi manusia ketika lapar dan takut dari
bahaya.

Ijro'nya : Kata " sesuatu yang meliputi manusia ketika lapar dan takut dari bahaya" itu
diserupakan dengan kata : "Pakaian" dengan wajah syabah : sama-sama tercakup dalam
sesuatu. Kata pakaian terdapat pada Orang yang memakai, sedangkan Lapar dan takut
terdapat pada orang yang merasakannya.

Menyebut Lafadz ‫ اإلذاقة‬disebut Tajrid pada Istiaroh Tasyrihiyyah. karena yang dikehendaki
adalah : ‫( اإلصابة‬menimpakan).

Lafadz ‫ اإلذاقة‬merupakan lafadz yang menyesuaikan dengan Musyabbah yaitu : kelaparan


dan pucat.

3.      Isti'aroh Muthlaqoh.

Adalah : Majaz yang tidak disebutkan Mula'im (lafadz yang berkaitan) pada salah satu dari
musyabbah atau Musyabbah bih.

Contoh : ‫هللاِـ‬ ‫يَ ْنقُضُوْ َـن َع ْه َد‬


"Mereka (orang-orang kafir) telah membatalkan janji Allah ".

(S. Ar-Ro'du:25)

Ijro'nya : Kata " (‫ ) إبطال العهدـ‬Membatalkan Janji " itu diserupakan dengan kata : "(‫فكـ طاقات‬
‫ ) الحبل‬merusak Ikatan tali " dengan wajah syabah : sama-sama tidak memberi manfaat.
Lalu kata yang menunjukkan Arti Musyabbah bih (merusak Ikatan tali) yaitu: (‫) النقض‬
digunakan untuk Arti Musyabbah yaitu : membatalkan janji.

Catatan : Tidak bisa dikategorikan sebagai Tarsyih dan Tajrid kecuali setelah sempurnanya
Majaz isti'aroh dengan adanya Qorinah.

MAJAZ MURSAL

Majas Mursal adalah : Majaz yang hubungan ma'nanya tidak ada keserupaan.

Alaqoh dalam Majaz mursal ada 8 perkara yaitu :


1.      Sababiyah (Sebab).

Contoh : ‫الن ِع ْن ِد ْـ‬


‫ي‬ ْ ‫َعظُ َم‬
ٍ ُ‫ت يَ ُد ف‬
"Tangan Si Fulan besar Disisiku ".(Ni'mat yang sebab mendapatkannya dengan tangan)

Mengucapkan kata Tangan dengan arti Ni'mat dikatakan sebagai Majaz Mursal dari
Mengucapkan penyebab dengan menghendaki arti akibatnya { ‫إطالق السبب على أرادة‬

‫}المسبب‬

2.      Musabbabiyyah (akibat)

Contoh : ‫نَبَاتًا‬ ْ ‫أَ ْمطَ َر‬


‫ت ال َّس َما ُء‬
"Langit itu memberi curah hujan" (hujan yang mengakibatkan timbulnya tanaman)

Mengucapkan kata ‫( نَبَاتًا‬Tanaman) dengan arti Hujan dikatakan sebagai Majaz Mursal dari
Mengucapkan Akibat dengan menghendaki arti penyebabnya { ‫إطالق المسبب على أرادة‬

‫}السبب‬

3.      Juz'iyyah (Sebagian)

Contoh : ‫ال َع ُد ِّو‬ ‫ت ال ُعيُوْ نَ لِتَطَّلِ َع َعلَى أحْ َوا ِل‬


ُ ‫أرْ َس ْل‬
"Saya mengutus Intel, supaya mengawasi gerak-gerik musuh"

Mengucapkan kata َ‫ال ُعيُوْ ن‬ (beberapa mata) dengan arti Intel (mata-mata) dikatakan
sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan sebagian dengan menghendaki arti keseluruhan {

‫}إطالق الجزء على أرادة الك ّل‬

Karena Mata merupakan bagian dari Seseorang.

4.      Kulliyah (Keseluruhan)

Contoh : ‫آذانِ ِه ْم‬ َ َ‫َويَجْ َعلُوْ نَ أ‬


‫صابِ َعهُ ْـم فِ ْي‬
"Mereka menjadikan jari-jari mereka (ujung jari) pada telinganya "

Mengucapkan kata ‫( األصابع‬Jari tangan) dengan arti ‫( األنامل‬Ujung jari) dikatakan sebagai
Majaz Mursal dari Mengucapkan keseluruhan dengan menghendaki artisebgian { ‫إطالق الكل‬

‫}على أرادة الجزء‬


Karena Ujung jari merupakan bagian dari Jari.

5.      Memandang Asalnya (pada masa sebelumnya).

Contoh : ‫البَالِ ِغيْن‬ ‫َوآتُواـ اليَتَا َمى أموالهُ ْم أيـ‬


"Dan berikanlah kepada Anak- anak yatim (Orang Baligh) atas beberapa hartanya"

Mengucapkan kata ‫( اليتامى‬Anak-anak yatim) dengan arti ‫( البالغين‬Orang Baligh) dikatakan


sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan Sifat sebelumnya dengan menghendaki arti Sifat
yang sedang terjadi {‫}إطالق إطالق ما كان على أرادة ما يكون‬

6.      Memandang sesuatu yang akan terjadi.

Contoh : ‫عنبًا‬
ِ ‫إنِّ ْي أرانِ ْي أعصرـ خمرا أيـ‬
"Saya meyakini bahwa saya sedang memeras arak (anggur)."

Mengucapkan kata ‫( خمر‬arak) dengan arti ‫( عنب‬Anggur) dikatakan sebagai Majaz Mursal
dari Mengucapkan bentuk yang akan terjadi dengan menghendaki arti bentuk sebelumnya

{‫}إطالق ما يكون على أرادة ما كان‬

7.      Mahalliyah (tempat)

Contoh : ُ‫هلُه‬
ْ ‫أ‬ ‫قَ َّر َـر ال َمجْ لِسُ ذالك أيـ‬
"Majlis (Ahli Majlis) itu telah menetapkan keputusan"

Mengucapkan kata ‫( المجلس‬Majlis) dengan arti ‫( اهل المجلس‬Ahli Majlis) dikatakan sebagai
Majaz Mursal dari Mengucapkan tempat dengan menghendaki arti Orang yang menempati

{‫}إطالق المكان على أرادة الحا ّل فيه‬

8.      Perkara yang menempati / Keadaan (Halliyah).

Contoh : ‫جنته‬ ‫فَفِي َرحْ َم ِة هللاِـ هُ ْم فِ ْيهَا خَ الِ ُدوْ ن أيـ‬


"Dan dalam Rohmat Allah (Syurga-Nya), mereka kekal didalamnya"

Mengucapkan kata ‫رحْ َم ِة هللاِـ‬


َ (Rohmat Allah) dengan arti ‫( جنته‬Surga Allah) dikatakan
sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan Perkara yang menempati dengan menghendaki
arti Tempat.
{‫}إطالق الحا ّل على أرادة المح ّل‬

MAJAZ MUROKKAB

Majaz Murokkab

adalah Lafadz yang tersusun, yang digunakan bukan pada arti aslinya, dengan disebabkan
adanya hubungan makna dengan tidak adanya penyerupaan.

Seperti Jumlah Khobariyyah digunakan sebagai jumlah Insya' dalam ucapan Penyair :

ُ َ‫ُموْ ث‬
Contoh : ‫ق‬ َ‫ب اليَ َمانِ ْينَ ُمصْ ِع ُـد َجنِيْبٌ َوج ُْث َمانِ ْي ِب َم َّكة‬
‫ه ََوايَا َم َع ال َّر ْك ِـ‬
"Kekasihku beserta Rombongan Orang yaman itu menjauh. Dan Ragaku di Makkah itu
terikat ".

Tujuan pada bait ini bukanlah menceritakan, tetapi memperlihatkan kesusahan dan
kesengsaraan.

Contoh lain dengan tujuan memperlihatkan kelemahan:

‫ف َعنِّ ْي يَا َم ْن يَقِ ْي ُل ال َعثَا َر‬


ُ ‫فَا ْع‬ ‫َربِّ إنِّ ْي الَ أ ْست َِط ْي ُع اصْ تِبَا ًراـ‬
"Wahai Tuhanku, aku tidak mampu bersabar, maka ampunilah aku wahai Dzat yang
mengampuni kesalahan".

Contoh lain dengan tujuan memperlihatkan kebahagiaan :

ِ َّ‫ب إ ْس ِم ْي بَ ْينَ الن‬


َ‫اج ِح ْين‬ َ ِ‫ُكت‬
"Namaku telah tertulis diantara orang-orang sukses".

Begitu juga Jumlah Isya yang digunakan untuk makna jumlah khobar, Contoh Sabda Nabi
SAW :
ْ
ِ َّ‫ي فَ ْليَتَبَ َّوأ َم ْع َع َدهُ ِمنَ الن‬
‫ار‬ َ ‫َم ْن َك َّذ‬
َّ َ‫ب َعل‬
“Barang siapa yang mendustakan aku, maka hendaklah ia menempati tempatnya dari
neraka”.

Karena ‫ فَ ْليَتَبَ َّو ْأ‬yang dkehendaki adalah lafadz ُ‫يَتَبَ َّوأ‬


Apabila Hubungan maknanya ada keserupaan, maka dikatakan sebagai Majaz Isti'aroh
Tamtsiliyyah.

Seperti yang diucapkan kepada orang yang ragu-ragu terhadap suatu perkara.

َ ‫أُ ْخ‬
Contoh : ‫رىـ‬ ‫إِنِّ ْي أَ َر َـ‬
‫اك تُقَ ِّد ُم ِرجْ الً َوتـ ُ َؤ ِّخ ُـر‬
"Saya melihatmu mendahulukan kaki yang satu sekali dan mengakhirkan kaki yang lain
sekali".

Ijro'nya : Ilustrasi keraguan terhadap suatu perkara itu diserupakan dengan orang
yang berdiri, lalu ingin pergi. pada satu kesempatan Ia ingin pergi dengan mendahulukan
kaki yang satu. dan pada kesempatan lain ia mengakhirkan kaki yang lain.

َ ‫أُ ْخ‬
Lalu menggunakan lafadz Musyabbah bih (‫رىـ‬ ‫ )تُقَ ِّد ُـم ِرجْ الً َوتـُؤَ ِّخ ُر‬untuk arti musyabbah
(Keraguan).

MAJAZ AQLI

Majaz Aqli

Adalah : Mengisnadkan Lafadz Fi'il atau yang bermakna fi'il pada selain Lafadz yang menjadi
Ma'mulnya menurut keinginan Mutakalim secara Dhohir karena adanya hubungan makna.

Seperti ucapan penyair :

‫اب الص َِّغي َْر َوأَ ْفنَى ال َكبِيْـ ـ َر َكرُّ ال َغدَا ِـة َو َمرُّ ال َع ِش ِّي‬
‫أَ َش َـ‬
"Berjalannya siang dan malam telah membuat Anak kecil menjadi tua, dan Orang tua
menjadi mati".

Mengisnadkan kata Tua (beruban) dan Mati pada Kata "Berjalannya siang dan malam"
merupakan Isnad pada selain Ma'mulnya. Karena Dzat yang menjadikan tua (beruban) dan
Dzat yang menjadikan mati secara hakikatnya adalah Allah SWT.

Dan termasuk Majaz Aqli yaitu

a.      Mengisnadkan Lafadz Mabni Ma'lum kepada maf'ulnya.

Contoh : ٌ‫ضيَة‬
ِ ‫ِع ْي َشةٌـ َرا‬
"Kehidupan yang diridhoi".
kata " ٌ‫ضيَة‬
ِ ‫ " َرا‬yang merupakan Lafadz mabni ma'lum, di isnadkan pada Dhomir yang
kembali pada lafadz " ‫شةٌـ‬ َ ‫ " ِع ْي‬dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ‫صا ِحبُهَا‬ ‫ِع ْي َشةٌـ َر ٍـ‬
َ ‫اض‬
‫( إيَّهَا‬Kehidupan yang Pemiliknya meridhoinya).

b.      Mengisnadkan Lafadz Mabni Majhul kepada Failnya.

Contoh :

‫َس ْي ٌـل ُم ْف َع ٌم‬ = "Banjir yang diluapkan".

kata "‫ " ُم ْف َع ٌـم‬yang merupakan Lafadz mabni Majhul, di isnadkan pada Dhomir yang kembali
ٌ ‫ " َس ْي‬dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ‫ي‬
pada lafadz "‫ل‬ ‫ال َوا ِد َـ‬ ‫َس ْي ٌـل ُم ْف ِع ٌم‬ (Banjir yang
memenuhi lembah).

c.       Mengisnadkan kepada Masdhar.

Contoh :

ُ‫َج َّد ِج ُّده‬ = "Kesemangatannya itu sunguh-sungguh".

kata "‫ج َّد‬


َ " di isnadkan pada Masdhar (maf'ul Muthlaq ) dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya :
ً‫( َج َّد َش ْخصٌ ِج ّدا‬Orang itu sunguh bersemangat).
d.      Mengisnadkan kepada Isim Zaman.

Contoh :

َ ُ‫نَهَا ُره‬
‫صائِ ٌم‬ = "Waktu siangnya itu berpuasa".

kata "‫صائِ ٌم‬ َ ‫هُ َو‬


َ " di isnadkan pada Isim Zaman dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ‫صائِ ٌم‬
َ َ‫( نَه‬Dia berpuasa di siang harinya.)
ُ‫اره‬
e.      Mengisnadkan kepada Isim Makan.

Contoh :

ٍ ‫نَ ْه ٌر َج‬
‫ار‬ = "Sungai itu mengalir".

kata "‫ار‬
ٍ ‫ " َج‬di isnadkan pada Isim makan dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ‫َما ُء النَّه ِْر‬
‫ار‬
ٍ ‫َج‬ (Air bengawan itu mengalir.)

f.        Mengisnadkan kepada Sebab.


Contoh :

َ‫بَنَى األ ِم ْي ُر ال َم ِد ْينَة‬ = "Gubernur itu membangun Kota".

kata " ‫ " بَنَى‬diisnadkan pada Sebab,dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya: ‫ب‬
‫بَنَى العُما ُل ب َسب ِـ‬
َ‫أمر األ ِمي ِْر ال َم ِد ْينَة‬
(Para pegawai membangun kota sebab perintah Gubernur.)

Dari keterangan tersebut, Bisa disimpulkan bahwa Majaz Lughowi terjadi pada Lafadz yang
digunakan pada selain arti aslinya, sedangkan Majaz Aqli terjadi dengan adanya
mengisnadkan pada selain ma'mul aslinya.

KINAYAH

Kinayah

adalah : Lafadz yang dikehendaki kelaziman makna aslinya, serta bisa diartikan dengan
makna yang lain.

Contoh :

‫طَ ِو ْي ُل النَّ َجا ِد‬ = "Panjang Sarung pedangnya"

maksudnya adalah Dia itu Panjang postur tubuhnya.

َ َّ‫ طَ ِو ْي ُل الن‬adalah bisa diartikan dengan Makna hakiki


Yang dikehendaki dari lafadz ‫جا ِد‬
(Panjang Sarung pedangnya) dan Makna Lain (Panjang postur tubuhnya), karena tidak
adanya Qorinah yang mencegah untuk mengartikan pada makna Hakiki, berbeda dengan
Majaz. karena pada Majaz itu tidak boleh diartikan dengan Makna asli beserta Makna majaz,
karena tujuan yang diharapkan adalah makna Majaz saja dengan adanya Qorinah yang
mencegah mengartikan pada makna Asli.

Dan inilah perbedaan antara Kinayah dan Majaz.

Kinayah, dengan memandang Makni alaih ( Lafadz yang digunakan sebagai kinayah) terbagi
menjadi 3 macam :

1.      Kinayah yang Makni alaihnya berupa isim sifat.

Contoh :

Seperti Ucapan Khonsya' (memuji saudaranya yang bernama Sokhr):


‫َكثِ ْي ُـر ال َّر َما ِد إ َذا َما َشتَى‬ ‫طَ ِو ْي ُل النَّ َجا ِد َرفِ ْي ُع ال ِع َما ِد‬
"Dia(Saudara Laki-lakinya) itu Panjang sarung pedangnya, Luhur tiangnya, Banyak debunya
ketika Ia bersedekah"

Ia menghendaki bahwa Saudaranya itu postur tubuhnya Tinggi, Seorang Tuan, Yang
Dermawan.

Tinggi sarung pedangnya diartikan sebagai : "Tinggi postur tubuhnya"

Luhur Tiangnya diartikan sebagai : "Seorang Tuan (Sayyid)"

dari keduanya digunakan sebagai kinayah yang dekat dengan makna aslinya.

Banyak debunya diartikan sebagai : "Dermawan"

Kata ini digunakan sebagai kinayah yang Jauh dari makna aslinya, karena : Banyak debunya
berarti Banyak masaknya, Banyak masaknya berarti banyak makanannya, banyak
makanannya berarti banyak Orang yang memakannya, banyak Orang yang memakannya
berarti Banyak tamunya, Banyak tamunya berarti banyak sedekahnya (Dermawan).

2.      Kinayah yang Makni alaihnya berupa Nisbat.

Contoh :

‫ال َمجْ ُد بَ ْينَ ثَوْ بَ ْي ِه وال َك َر ُم تَحْ تَ ِردَائِ ِه‬


"Kemulyaan itu diantara Dua bajunya, Kedermawanan itu dibawah selendangnya"

Pada contoh tersebut, Tetapnya kemulyaan dan kederwanan seseorang itu dijadikan kinayah
dengan kata-kata diatas karena Wujudnya dua sifat tersebut tidak telepas dari Orang yang
disifati, dan tidak ada Orang yang disifati kecuali Orang yang memiliki dua pakaian dan
selendang itu.

Maka dari itu Contoh diatas memberikan faidah Nisbat tetapnya sifat kemulyaan dan
kedermawanan pada Orang yang disifati sebagaimana Tetapnya Dua pakaian dan selendang
pada Pemiliknya.

3.      Kinayah yang Makni alaihnya tidak berupa Sifat dan Nisbat.

Contoh : Seperti Ucapan Penyair :

‫ض ُم ْخ ِد ٌـم َوالطَّا ِعنِ ْينَ َم َجا ِم َع األَضْ غَا ِن‬


َ َ‫َّاربِ ْينَ بِ ُكلِّ اَ ْبي‬
ِ ‫الض‬
"(Saya memuji) Orang-orang yang memukul dengan setiap pedang putih mengkilat
yangTajam , dan Orang-orang yang menusuk dengan tombaknya di Beberapa tempat
kumpulnya sifat kebencian".
Penyair membuat kinayah dengan kata " Tempat berkumpulnya sifat kebencian" yang
berarti Hati. Seolah-olah ia mengatakan : "dan Orang-orang yang menusuk hati lawan"
karena menghilangkan nyawa dengan cepat.

Kata " Hati" itu bukan merupakan sifat dan Nisbat, tetapi Kata yang disifati.

Pada Kinayah, Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Banyak,
maka Disebut Talwikh.

Seperti Contoh diatas : Banyak debunya berarti Banyak masaknya, Banyak masaknya
berarti banyak makanannya, banyak makanannya berarti banyak Orang yang
memakannya, banyak Orang yang memakannya berarti Banyak tamunya, Banyak tamunya
berarti banyak sedekahnya (Dermawan).

Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Sedikit dan Masih samar,
maka Disebut Ar-Romzu.

Contoh :

‫هُو َس ِمي ٌْن ِر ْخ ٌو‬ = "Dia itu orang yang gendut yang Lembek"

Maksudnya adalah Dia itu Orang yang Bodoh dan Idiot.

Arti kinayah ini penguhubungnya yaitu : Gemuk dan lembek berarti Lebar Tengkuknya
(Jithok: Jawa), dan Lebar tengkuknya berarti Bodoh dan Idiot.

Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Sedikit atau memang
tidak ada dan Jelas, maka Disebut Ima' dan Isyaroh.

Contoh Penghubungnya sedikit dan jelas :

َ َ‫ْت ال َمجْ َد أَ ْلقَى َرحْ لَهُ فِ ْي آ ِل طَ ْل َحةَ ثُ َّم لَ ْم ي‬


‫ـتح َّو ِل‬ ‫أ َو َما َرأَي َـ‬
"Apakah Engkau tidak melihat kemulyaan yang menempati rumahnya pada keluarga
Tholhah, lalu kemulyaan itu tidak berpindah (dari mereka)"

Penjelasan :

Pada bait tersebut dibuat kinayah tentang keberadaan mereka itu mulia, dengan satu
penghubung serta jelas.

Karena bertempatnya kemuliaan ditumahnya serta tidak berpindah itu merupakan makna
majazi, dengan menyerupakan “kemuliaan” dengan “seorang laki-laki yang mulia yang
memiliki tempat yang ia khususkan bagi seseorang yang ia kehendaki” dengan wajah syabah
sama —sama adanya rasa senang bertemu.
Lalu Lafadz musyabbah bih digunakan untuk musyabbah, lalu musyabbah bih dibuah dan
ditunjukkan sesuatu kelazimannya yaitu menempati rumah, dengan menjadikan majaz
Tahyiliyah.

Penghubung makna kinayahnya adalah : Kemulyaan yang diserupakan dengan seseorang


yang memiliki rumah merupakan sifat yang sudah pasti adanya orang yang disifati dan
tempat, dan perantara inilah dikatakan jelas.

Contoh yang tidak adanya Penghubungnya tapi jelas :

‫َريْضُ القَفَا‬
ِ ‫ع‬ = "Lebar tengkuknya (Jithok : Jawa)"

Kinayah untuk arti Bodoh, karena lebar tengkuknya sudah jelas menunjukkan arti bodoh
menurut adat.

Disini ada jenis dari kinayah yang dituju pemahamannya pada runtutan kalam (siyaqul
Kalam), yang disebut : Ta'ridh, yaitu : mengarahkan kalam pada satu sisi makna.

Seperti Ucapanmu terhadap Orang membuat dhoror pada Manusia.

‫اس َم ْن يَ ْنفَ ُعهُ ْم‬


ِ َّ‫َخ ْي ُر الن‬
"Sebaik-baiknya manusia adalah Orang yang memberikan kemanfaatan Terhadap Mereka."

ILMU BADI'

Ilmu Badi'

adalah : ilmu untuk mengetahui metode memperindah kalam yang sesuai dengan tuntutan
keadaan.
Aspek ini, jika terarah pada membuat indahnya makna disebut dengan : Muhassinat Al-
Ma'nawiyyah.

Jika terarah pada membuat indahnya Lafadz disebut dengan : Muhassinat Al-Lafdziyah.

Muhassinat Al-Ma'nawiyyah.

1.      Tauriyyah; yaitu menyebutkan lafadz yang mempunyai arti dua yaitu Makna Dekat yang
langsung dipaham dari kalam (karena seringnya digunakan) dan Ma'na Jauh, sebagai Arti
yang diharapkan, dengan adanya faidah sebab ada Qorinah yang masih samar.

Seperti pada Firman Allah :

ِ َ‫ي يَت ََوفَّا ُك ْم ِبالَّ ْي ِل َويَ ْعلَ ُم َما َج َرحْ تُ ْـم بِالنَّه‬
‫ار‬ ‫َوهُ َو الَّ ِذ ْـ‬
"Dan Allah Dzat yang mengambil ruh kalian dimalam hari (ketika tidur) dan mengetahui
dosa yang kalian kerjakan di siang hari ."

(S. Al-Anam :60)

Dengan menghendaki pada Lafadz ‫رحْ تُ ْـم‬


َ ‫ َج‬dengan makna jauhnya adalah : mengerjakan
dosa. dan makna dekatnya adalah : melukai , tetapi makna ini tidak dikehendaki, karena
adanya Qorinah Firman Allah pada akhir ayat yang berbunyi : ‫تعلمون‬ ‫ثُ َّم يُنَبِّئُك ْم بما كنتم‬.

Dan seperti ucapan Penyair :

ْ ُ‫يَا َسيِّ ًداـ َحا َز ل‬


‫طفًا لَهُ البَ َرايَا َعبِ ْي ُد‬
‫أَ ْنتَ ال ُح َسي ُْن َولَ ِك ْن َجفَاكَ فِ ْينَا يَ ِز ْي ُد‬
Wahai Tuan yang memperoleh Kasih sayang, yang semua Makhluq tunduk padanya.
Engkau adalah Sayid Husain (bin Ali bin Abi Tholib), tetapi kesengsaraanmu pada kami
bertambah"

Arti qorib lafadz ‫ز ْي ُد‬


ِ َ‫ ي‬adalah : Nama orang,(yazid bin Muawiyah bin Abu sufyan) karena
dengan menyebut Nama Husain itu menetapkan bahwa Yazid sebagai Nama, tetapi
Makna ini tidak dikehendaki.

Arti Ba'id yang dikehendaki Penyair dari lafadz ‫ز ْي ُد‬


ِ ‫ َي‬adalah : Fi'il Mudhori' dari lafadz " ‫" زَا َد‬
yang bermakna : “bertambah”

2.      At-Thibaq; ialah Mengumpulkan antara dua arti yang berlawanan.


At-Thibaq ada 2 yaitu : At-Thibaq Ijab dan At-Thibaq salby.

At-Thibaq Ijab adalah : Dua lafadz yang berlawanan yang tidak berbeda dalam hal ijab dan
salab.

Contoh pada Firman Allah:

‫َوتَحْ َسبُهُ ْـم أَ ْيقَاظًا َوهُ ْـم ُرقُوْ ٌد‬


Dan engkau menyangka bahwa mereka itu terjaga, padahal mereka itu tidur.(Surat Al-Kahfi
: 18)

ُ (tidur) dikatakan Tibaqul Ijab, karena ‫( ي ْقظَة‬terjaga) itu mengetahui dengan


Lafadz ‫رقُوْ ٌـد‬
panca indra, sedangkan tidur sebaliknya. dan diantara keduanya saling berlawanan.

At-Thibaq Salab adalah : Dua lafadz yang berlawanan yang berbeda dalam hal ijab dan salab,
seperti mengumpulkan dua kalimah fiil dari satu masdhar, lafadz yang satu dibuat musbat
(tanpa nafi), sedangkan yang kedua dibuat manfi (dengan nafi).

Contoh pada Foirman Allah :

‫الحيَا ِة ال ُّد ْنيَا‬ ِ َّ‫َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن‬


َ َ‫ يَ ْعلَ ُموْ نَ ظَا ِهرًا ِمن‬، َ‫اس الَ يَ ْعلَ ُموْ ن‬
Tetapi kebanyakan manusia itu tidak mengetahui (sesuatu yang disediakan bagi mereka
diakhirot), mereka mengetahui perkara yang jelas dari kehidupan dunia.(Surat Ar-Rum : 6-7)

Mengumpulkan Lafadz َ‫( يَ ْعلَ ُموْ ن‬mengetahui) dan Lafadz َ‫( ال يَ ْعلَ ُموْ ن‬tidak mengetahui)
dikatakan Tibaqul Salbi, karena lafadz َ‫( ال يَ ْعلَ ُموْ ن‬tidak mengetahui) itu manfi, sedangkan
Lafadz َ‫( يَ ْعلَ ُموْ ن‬mengetahui) itu mutsbat.

3.      Muqobalah; yaitu : Mendatangkan dengan dua makna atau lebih lalu mendatangkan
dengan kata yang berlawanan ma'na tersebut secara urut.

Contoh pada Firman Allah :

‫فَ ْليَضْ َح ُكوْ ا قَلِ ْيالً َوليَ ْب ُكوْ ا َكثِ ْيرًا‬


Maka sebaiknya mereka sebaiknya tertawa dengan sedikit dan menangis dengan banyak
(Surat Al-Baqoroh : 83).

Pada ayat tersebut, Lafadz ‫( الضحك‬tertawa) berlawanan dengan kata ‫( البكاء‬menangis) dan
Lafadz ‫( القليل‬sedikit) berlawanan dengan kata ‫( الكثير‬banyak).

4.      Menjaga Perbandingan yaitu Mengumpulakan suatu perkara, dan lafadz yang sesuai
dengannya bukan kata yang berlawanan.
Contoh :

ُ‫صافِ ُحهُ النَّ ِس ْي ُـم فَيَ ْسقُط‬ َ ُ‫ب ي‬ ‫ط ٌـ‬ْ ‫ك ال ُغصُوْ ِن َكلُ ْؤلُؤـ َر‬ ‫َوالطّلُّ فِ ْي ِس ْل ِـ‬
ُ‫ب َوال َغ َما ُم يُنَقِّط‬ َ ‫َوالطَّ ْي ُر يَ ْق َرأُ َوال َغ ِد ْي ُـر‬
‫ص ِح ْيفَةٌـ َوال ِّر ْي ُح تَ ْكتً ُـ‬
hujan gerimis pada cabang pepohonan itu bagai Mutiara yang basah yang ditiup oleh
semilirnya angin lalu jatuh ke tanah.

Burung sedang membaca (berkicau), dan Genangan air itu bagai kertas, dan angin sedang
menulis , dan Mendung membuat titik.

Pada Bait pertama terkumpul lafadz ّ‫ الطل‬،‫ الغصون‬،‫ النسيم‬, kesemuanya merupakan lafadz yang
saling berhubungan.

Begitu juga Pada Bait kedua terkumpul lafadz ‫ الغمام‬،‫ الريح‬،‫ الغدير‬،‫الطير‬, kesemuanya juga
merupakan lafadz yang saling berhubungan.

dan juga lafadz ‫ النقط‬،‫ الكتابة‬،‫ الصحيفة‬،‫القراءة‬, kesemuanya juga merupakan lafadz yang saling
berhubungan.

5.      Istikhdam, yaitu : Menyebut lafadz dengan suatu ma'na dan mengembalikan dhomirnya
dengan ma'na yang lain, atau mengembalikan dua Dhomir dengan yang dikehendaki dhomir
kedua selain yang diharapkan pada Dhomir yang pertama.

Contoh Pertama:

ُ َ‫فَ َم ْن َش ِه َـد ِم ْن ُك ُـم ال َّشه َْر فَ ْلي‬


ُ‫ص ْمه‬
Barang siapa diantara kalian menemui bukan (hilal Romadhon) maka haruslah berpuasa
(pada bulan itu).

Lafadz ‫ الشهر‬memiliki dua arti yaitu arti hakiki (Bulan) dan arti Majaz (hilal). Pada ayat
tersebut Lafadz ‫ الشهر‬diartikan dengan makna majazi (hilal), lalu dhomir pada ُ‫ص ْمه‬ ُ َ‫ فَ ْلي‬itu di
kembalikan pada Lafadz ‫ الشهر‬yang diartikan dengan makna hakiki (bulan).

Contoh kedua :

‫ضلُوْ ِع ْي‬ َ ‫فَ َسقَىـ ال َغ‬


ُ ‫ضا َوالسَّا ِكنِ ْي ِه َوإِ ْن هُ ُموْ َشبُّوْ هُـ بَ ْينَ َج َوانِ ِح ْي َو‬
Maka Allah menyirami Pohon Godho dan orang-orang yang menempatinya (Tempat yang
ditumbuhi pohon Godho), walaupun mereka menyalakannya (Api) diantara tulang dadaku
(hati) dan tulang punggungku.

Lafadz ‫ الغضا‬memiliki 2 arti yaitu arti hakiki (Sejenis Pohon) dan arti Majaz Mursal (tempat)
dan arti majaz isti'aroh (Api).

Pada syair tersebut Lafadz ‫ الغضا‬diartikan dengan makna hakiki (pohon), lalu dhomir pada
‫ الساكنيه‬itu di kembalikan pada Lafadz ‫ الغضا‬yang diartikan dengan makna majaz mursal
(tempat) dan dhomir pada ‫ شبّوه‬itu di kembalikan pada Lafadz ‫ الغضا‬yang diartikan dengan
makna majaz Istia'roh (Api) .

6.      Al-Jam'u; yaitu : Mengumpulkan dua lafadz atau lebih pada satu hukum. Seperti Ucapan
Penyair :

َّ َ‫الجد ْـه َم ْف َس َدةٌـ لِ ْل َمرْ ِء أ‬


‫ي َم ْف َس َد ْة‬ َ َ‫إِ َّن ال َّشب‬
ِ ‫اب َوالفَ َرا َغ َو‬
Sesungguhnya sifat muda, pengangguran, merasa cukup itu penyebab berbagai kerusakan
pada seseorang.

Penyair mengumpulkan sifat-sifat tersebut dalam satu hukum.

7.      Tafriq; yaitu : Memisahkan antara dua perkara yang sama dari satu jenis. Contoh pada
ucapan Penyair (wathwath):

‫َما نوا ُل ال َغ َم ِام َو ْقتَ َربِي ٍْع َكنَ َوا ِل األ ِمي ِْر يَوْ َم َسخَا ٍء‬
Tiada pemberian hujan pada musim semi itu seperti pemberian Pemerintah pada waktu
makmur.

Penyair membedakan antara dua bentuk pemberian, padahal pemberian itu merupakan satu
jenis yang sama.

8.      Taqsim; (mengklasifikasikan)

Pada Taqsim itu adakalanya Menyempurnakan klasifikasi suatu perkara

Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada Perdamaian yang terjadi antara
Qois dan Dzibyan :

‫س قَ ْبلَهُ َولَ ِكنَّنِ ْي ع َْن ِع ْلِـم َما فِ ْي َغ ٍد َع ِم ْي‬


ِ ‫َوأَ ْعلَ ُـم ِع ْل َم اليَوْ ِم َواأل ْم‬
“Dan Saya mengetahui pengetahuan hari ini dan kemarin, sebelum hari ini, dan Tetapi saya
tidak tahu akan pengetahuan dihari besok"

Pada syair ini terkandung bahwa ilmu itu terbagi menjadi Ilmu hari ini, ilmu hari kemarin dan
ilmu hari yang akan datang.

Inilah yang dikatakan Taqsim yang menyempurnakan pembagiannya.

dan adakalanya menyebutkan dua perkara atau lebih dan kembali pada masing-masing
perkara itu dengan menjelaskan.

Seperti ucapan Al-Multamis Jarir bin Abdul Masih :

‫ضي ٍْم يُ َرا ُـد ِب ِه إِالَّ األَ َذالَّ ِن َع ْي ُر ال َح ِّي َوال َوتَ ُد‬
َ ‫َوالَ يُقِ ْي ُـم َعلَى‬
‫ْف َمرْ بُوْ طٌ ِب ُر َّمتِ ِه َو َذاـ يُ َشجُّ فَالَ يَرْ ثِ ْي لَهُ أَ َح ُد‬ َ ‫هَ َذاـ َعلَى‬
‫الخس ِـ‬
Tidak akan bermukim pada kedholiman yang diarah padanya kecuali Dua Makhluk yang
Hina yaitu Keledai perumahan dan pasak.

Ini (keledai perumahan) diikat dengan talinya serta hina, dan yang ini (pasak) ditancapkan,
lalu tiada satu orangpun yang menyayanginya.

Penyair menuturkan kata “keledai dan pasak” lalu kembali dengan menyatakan sesuatu
yang berhubungan pada kata yang pertama yaitu : “diikat serta hina” lalu pada kata yang
kedua yaitu “ditancapkan”.

dan adakalanya menyebutkan keadaan sesuatu dengan menyandarkan kata yang sesuai
pada masing-masing perkara tersebut.

Seperti Abu Toyyib Al-Mutanabbi :

‫خ َكأَنَّهُ ُم ِم ْن طُوْ ِـل َما إلتَثَ ُموا ُمرْ ُد‬ ْ


‫سأطلُ ُـ‬
ِ ِ‫ب َحقِّ ْي ِبالقَنَا َو َم َشاي‬
‫اف إِ َذاـ ُد ُعوْ اـ َكثِ ْي ٌر إِ َذا َش ُّدوْ اـ قَلِ ْي ٌل إ َذا ُع ُّدوْ ا‬
‫ثِقَا ٌل إ َذا لَقَوْ اـ ِخفَ ٌـ‬
Saya akan mencari hakku dengan tombak dan para lelaki dewasa., karena lamanya
memakai cadar (ketika perang) Seolah-olah Mereka itu para Pemuda, yang terlihat Berat
(dihadapan Musuh) ketika berperang, yang cepat tanggap ketika diajak, yang banyak
ketika menyerang, yang sedikit ketika dihitung.

9.      Mungukuhkan pujian dengan sesuatu yang menyerupai penghinaan.


Hal ini terbagi menjadi 2 macam :

a. Mengecualikan Sifat Pujian dari sifat penghinaan yang meniadakan dengan cara
mengira-ngirakan masuknya pujian itu pada penghinaan.

Seperti Ucapan Ziyad bin Muawiyah Adz-Dzabiyani:

ِ ‫أن ُسيُوفَهُ ْـم ِب ِه َّن فُلُوْ ٌل ِم ْن قِ َر‬


ِ ِ‫اع ال َكتَائ‬
‫ب‬ َ ‫َوالَ َعي‬
َّ ‫ْب فِ ْي ِه ْم َغي َْر‬
Tiada cela pada Mereka kecuali retaknya pedang dari menyerang pasukan Musuh.

b. Menetapkan Sifat pujian terhadap suatu perkara, dan didatangkan sifat pujian lain
setelahnya dengan kata pengecualian yang menyandinginya.

Seperti Ucapan Penyair :

‫وصافُهُ َغ ْي َر أَنَّهُ َج َوا ٌـد فَ َما يُ ْبقِ ْي َعلَى ال َما ِل بَاقِيًا‬


َ َ‫ت أ‬
‫فَتًى َك ُملَ ْـ‬
Dia itu Pemuda yang sempurna sifatnya melainkan ia seorang Dermawan, lalu ia tiada
menyisakan sisa dari hartanya.

10.  Bagusnya alasan; yaitu : Menggunakan suatu alasan yang bukan sebenarnya, yang terdapat
perkara yang langka untuk sifat.

Seperti Ucapan Al-Khotib Al-Qozuwaini :

ِ َ‫الجوْ زَ ا ِـء ِخ ْذ َمتَهُ لَ َما َرأيْتَ َعلَ ْيهَا ِع ْق َد ُم ْنتَط‬


‫ق‬ َ ُ‫لَوْ لَ ْم تَ ُك ْن نِيَّة‬
“Seandainya tidak ada keinginan bintang Jauza' itu melayaninya, maka engkau tidak akan
melihat padanya ikatan yang melingkar”.

11.  Kesesuaian ladadz serta ma'na; yaitu Lafadz-lafadz yang sesuai dengan maknanya, maka
dipilihlah lafadz yang Agung dan Ibarot yang sangat keras logatnya untuk kebanggaan dan
keberanian, atau kalimat yang lembut dan halus untuk bahasa kawula muda, dll.

Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan Kebanggaan dan keberanian:

ْ ‫س أَوْ قَطَ َر‬


‫ت َد ًما‬ َ ‫ض ِّريَةً هَتَ ْكنَا ِح َج‬
ِ ‫اب ال َّش ْم‬ َ ‫َض ْبنَا غَضْ بَةً ُم‬
ِ ‫إذا َما غ‬
َ ‫إ َذاـ َما أَ َعرْ نَا َسيِّدًا ِم ْن قَبِ ْيلَ ٍة ُذ َرىـ ِم ْنبَ ٍـر‬
‫صـلَّى َعلَ ْينَا َو َســل َّ َما‬

Ketika kami marah seperti marahnya Mudhor, maka kami merusak penghalang matahari
(perkara haq) sampai meneteskan warna darah.
Ketika kami mencela pimpinan suatu qobilah diatas mimbar, maka Ia mendo'akan kami dan
menyebut (nama kami pada qoumnya).

Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan ucapan kamu pemuda :

‫ْف أَلَ ْم‬


ٌ ‫لَ ْم يَطُلْ لَ ْيلِ ْي َولَ ِك ْن لَ ْم أَنَ ْم َونَفَى َعنِّ ْي ال َك َرىـ طَي‬
Malamku tiada panjang, tetapi aku belum tidur, telah hilang rasa ngantukku, bayangan
kekasih telah datang.

12.  Uslubul Hakim; yaitu : menyampaikan kepada mukhotob dengan selain kata yang dinantinya
atau menyampaikan kepada orang yang bertanya dengan selain jawaban yang diinginkan
karena mengingatkan bahwa jawaban itu lebih layak pada pertanyaan yang diharapkan.

a. Mempersepsikan pemahaman ucapan menjadi berbeda dengan sesuatu yang


diharapkan oleh pengucapnya.

Seperti Ucapan Qoba'tsaro kepada Hajjaj yang telah mengancamnya dengan ucapan :
‫ك َعلَى األَ ْده َِم‬
َ َّ‫ألحْ ِملَن‬
Sungguh aku akan membawamu pada terali besi

lalu Qoba'tsaro mengatakan (dengan mengartikan kata Adham dengan arti Kuda hitam) :

ِ َ‫ِمث ُل األ ِمي ِْر يَحْ ِم ُل َعلَى األ ْده َِم َواأل ْشه‬
‫ب‬
itu Seperti Pemimpin yang naik kuda hitam dan kuda putih.

Lalu Hajjaj menjawab : ‫الح ِد ْي َد‬


َ ‫أَ َر ْد ُـ‬
‫ت‬
Saya menghendaki (dengan kata adham) sebagai terali besi.

Lalu Qoba'tsaro berkata (dengan mengartikan kata Hadid dengan arti Pandai):

‫أن يَ ُكوْ نَ بَلِ ْيدًا‬


ْ ‫ألن يَ ُكوْ نَ َح ِد ْي ًداـ َخ ْي ٌر ِم ْن‬
ْ
Kuda yang pandai itu lebih baik dari pada kuda yang bodoh.

Hajjaj menghendaki dengan kata "adham" sebagai terali besi, dan kata "Hadid" sebagai
Tempat yang khusus. sedangkan Qoba'tsaro menggambarkan pemahaman keduanya
sebagai "Kuda hitam yang tidak bodoh"

Tujuan hal ini adalah menyalahkan Hajjaj, bahwa yang lebih layak itu janji membawanya
dengan kuda hitam yang tidak bodoh, bukan ancaman untuk membawanya ke terali besi.
b. Memposisikan suatu pertanyaan dengan pertanyaan lain yang sesuai dengan kondisi
masalah.

Seperti Firman Allah :

‫الح ِّج‬
َ ‫اس َو‬ ‫يسْألُوْ نَكَ َع ِن األ ِهلَّ ِة قُلْ ِه َي َم َواقِي ُـ‬.
ِ َّ‫ْت لِلن‬
Mereka bertanya padamu, maka katakanlah : "itu adalah Waktu bagi manusia dan haji .

Sebagian Shohabat (Mu'adz bin Jabal dan Robi'ah bin Ghonam) kepada Nabi : "Bagaimana
keadaan hilal yang tampak sebentar lalu bertambah hingga menjadi purnama, lalu berkurang
hingga kembali seperti semula ?".

Maka jawabannya didatangkan dengan hikmah yang ditimbulkan dari perbedaan ukuran
hilal, pada Firman Allah tersebut, karena hal itu lebih penting bagi orang yang bertanya.

Maka pertanyaan mereka tentang sebab terjadinya perbedaan ukuran hilal itu diposisikan
seperti pertanyaan tentang hikmah dari perbedaan itu.

Muhassinat Al-Lafdhiyyah.

1.      Jinas; yaitu keserupaan dua lafadz dalam ucapan bukan pada makna.

Jinas itu ada yang Tamm (sempurna) dan Ghoiru Tamm (tidak sempurna).

Jinas Tamm; yaitu : Lafadz yang hurufnya sama dalam keadaannya (haiat), jenis, hitungan
dan urutannya.

Contoh :

‫ت لِ َع ْي ِن ال َّد ْه ِـر إِ ْن َسانًا‬


‫فَال بَ ِرحْ َـ‬ ‫ك إ ْن َسانًا يُال ُذ ِب ِه‬ َ ‫لَ ْـم ن َْل‬.
َ ‫ق َغي َْر‬
Kami belum pernah bertemu manusia yang bisa dibuat perlindungan selain engkau, maka
engkau senantiasa pada masa ini sebagai biji mata.

Contoh lain :

ِ ‫ض ِه ْـم َما ُد ْمتَ فِ ْي أر‬


‫ض ِه ْم‬ ِ ‫فَد‬.
ِ ‫َار ِه ْـم َما ُد ْمتَ فِ ْي د‬
ِ ْ‫َار ِه ْم َوأر‬
Maka kelilingilah mereka, selama engkau tetap dirumahnya. dan senangkanlah mereka
selama engkau tetap berada di tanahnya.

Jinas Ghoiru Tamm; yaitu Lafadz yang hurufnya berbeda pada salah satu dari keadaan, jenis,
hitungan dan urutan.
Contoh :

‫ب‬ ِ ‫اض قَ َوا‬


‫ص ِـ‬ ‫اف قَ َو ٍـ‬
ٍ َ‫ص ٍـم تَصُو ُـل بأ ْسي‬ ‫يَ ُم ُّدوْ نَ ِم ْن أ ْي ٍد ع ََو ِـ‬.
ِ ‫اص ع ََوا‬
Mereka sedang menjulurkan (lengan mereka) dari tangan orang yang memukul dengan
tongkat, yang selalu menjaga (dari kerusakan) yang menyerang dengan pedang yang
mematikan, yang memotong.

2.      Saja'; yaitu : adanya kesamaan pada huruf terakhir antara dua kalimat Natsar yang terpisah.

Contoh :

ُ ‫اإل ْن َس‬.
‫ان بآدابِ ِه الَ ِب ِزيِّ ِه َوثِيَا ِب ِه‬
Manusia mulya itu dengan perilakunya, bukan perhiasannya dan pakiannya.

Contoh :

‫اج ِـر َو ْع ِظ ِه‬


ِ ‫ع األ ْس َما َع ِبز ََو‬ ْ َ‫ي‬.
ُ ‫طبَ ُع األ ْس َجا َع بِ َج َوا ِه ِر لَ ْف ِظ ِه َويَ ْق َر‬
Orang menghiasi Beberapa sajak dengan keindahan lafadznya, dan mempengaruhi
pendengaran dengan Larangan-larangan nasehatnya.

3.      Iqtibas; yaitu : Suatu kalam yang mengandung sesuatu dari Al-Qur;an dan Hadits bukan
merupakn Lafadz salah satunya.

Seperti ucapan Penyair :

ُ ‫ِـم َوأ ْن ِكرْ بِ ُك ِّل َما يُ ْستَطَا‬


‫ع‬ ‫الَ تَ ُك ْن ظَالِ ًما َوالَ تَرْ َـ‬
‫ض‬
‫ِبالظُ ْلـ‬
ُ ‫ِم ْن َحـ ِمي ٍْم َوالَ َشفِي ٍْع يُطَا‬
‫ع‬ ِ ‫يَوْ َـم يَأْتِ ْي‬
‫الح َسابُ َما‬
‫ظــلُ ٍـ‬
‫وم‬ َ ِ‫ل‬

Janganlah kamu menjadi orang dholim, dan janganlah rela dengan kedholiman, dan
ingkarilah sesuai dengan kemampuan.

Pada hari datangnya Hisab bagi orang yang sangat Dholim itu tiada seorang sahabat, dan
orang yang menolongnya yang diikuti.
Syair tersebut diambil dari Ayat Al-quran Surat Al-Mumin : 18 :

ُ ‫َما لِلظَالِ ِم ْينَ ِم ْن َح ِمي ٍْم َوالَ َشفِي ٍْع يُطَا‬


‫ع‬

Seperti ucapan Penyair :

‫ط ِن‬ ِ ‫اس فِ ْي أوْ طَانِ ِه ْم قَلَّ َما يُرْ عَى غ‬


َ ‫َريْبُ ال َو‬ َ َّ‫الَ تُ َعا ِد الن‬

ٍ ‫اس ِب ُخ ْل‬
‫ق َح َس ٍن‬ َ َّ‫ق الن‬ ‫ َوإ َذا َما ِش ْئ َـ‬.
ِ ِ‫ت َع ْي ًشا بَ ْينَهُ ْـم خَال‬
Janganlah kamu musuhi manusia di Negaranya, Sedikit sekali para pendatang itu dilindungi.

Jika engkau ingin berinteraksi dengan mereka, maka berperilakulah kepada manusia
dengan Akhlaq yang baik.

Syair tersebut diambil dari Sabda Nabi kepada Abu dzarr Al-Ghifary :

‫ق َح َس ٍن‬ َ َّ‫ق الن‬


ٍ ‫اس بِ ُخل‬ ِ ِ‫وأتبع السَّيئة الحسنةَ تمحُها وخَال‬
ِ َ‫إتق هللا حيثما كنت‬.

Dan tidak berpengaruh dengan adanya perubahan yang sedikit pada lafadaz yang diambil
karena wazan Syi'ir atatau yang lain.

Seperti ucapan Penyair :

ِ ‫أن يَ ُكونَا إنَّا إلى هللاِـ َر‬


‫اجعُونَا‬ ْ ‫ت‬ُ ‫قَ ْد َكانَ َما ِخ ْف‬
Sungguh telah terjadi kematian yang aku khawatirkan, Sesungguhnya kami itu kembali
kepada Allah.

Syair tersebut diambil dari Firman Allah Surat Al-Baqoroh : 156 :

َ‫ص ْيبَةٌ قَالُوْ ا إنَّا هللِ َوإنَّا إلَ ْي ِه َرا ِجعُوْ ن‬


ِ ‫أصا ِب ْتهُ ْم ُم‬
َ ‫ َوبَ ِّش ِر الصَّابِ ِر ْينَ ال ِذ ْينَ إِ َذا‬.

PENUTUP

4.      Indahnya permulaan kalam; yaitu : Seorang Mutakallim menjadikan awal pembicaraannya
dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.

Apabila permulaan kalam itu mengandung isyarat pada tujuannya, maka dikatakan sebagai
Baroatul Istihlal.

Seperti Ucapan abu toyyib ketika memberi ucapan atas hilangnya penyakit :
َ ِ‫ك إِلَى أَ ْعدَائ‬
‫ك ال َّسقَ ُـم‬ ‫ال َمجْ ُد ُعوْ فِ َي ْـإذ ُعوفِي َـ‬
َ ‫ْت َوال َك َر ُـم َو َزا َـل َع ْن‬
Keluhuran dan kemuliaan telah terlimpahkan, karena engkau telah sembuh, dan penyakit
telah hilang darimu pad musuh-musuhmu.

Seperti Ucapan penyair lain yaitu Asyja as-salma ketika memberi ucapan atas pembangunan
gedung :

‫ت َعلَ ْي ِه َج َمالَهَا األَيَّا ُم‬


ْ ‫قَصْ ٌـر َعلَ ْي ِه ت َِحيَّةٌ َو َسالَ ُم خَ لَ َع‬
Sebuah gedung yang terdapat kehormatan dan salam,Waktu telah meletakkan
keindahannya padanya.

5.      Indahnya penutup kalam; yaitu : Seorang Mutakallim menjadikan akhir pembicaraannya
dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.

Apabila akhir kalam itu mengandung isyarat pada selesainya pembicaraan , maka dikatakan
sebagai Baroatul Maqto.

Seperti Ucapan Abul Ala atau abu toyyib :

‫ْت بَقَا َء ال َّد ْه ِر يَا َك ْهفَ أَ ْهلِ ِه َوهَ َذاـ ُدعَا ٌـء لِ ْلبَ ِريَّ ِة َشا ِم ُل‬
‫بَقِي َـ‬
Engkau tetap sepanjang masa, wahai Gua tempat berlindung penghuninya, Ini adalah doa
yang menyeluruh untuk manusia.
DAFTAR ISI

Fashohatul Kalimah : 2 Majaz Isti'aroh : 51

Fashohatul Kalam : 5 Pembagian Majaz Isti'aroh : 53

Fashohatul Mutakallim : 8 Isti'aroh Musorrohah : 53

Balaghotul Kalam : 8 Isti'aroh Makniyyah : 54

Balaghotul Mutakallim : 9 Isti'aroh Ashliyyah : 55

ILMU MA'ANI : 9 Isti'aroh Taba'iyyah : 56

KHOBAR DAN INSYA' : 10 Isti'aroh Murosyahah : 58

Kalam Khobar : 11 Isti'aroh Mujarodah : 58

Macam-macam Khobar. : 12 Isti'aroh Muthlaqoh : 59

Kalam Insya' : 13 Majas Mursal : 59

Amar (Perintah) : 14 Majaz Murokkab : 62

Nahi (Larangan) : 15 Majaz Aqli : 63

Istifham (Bertanya) : 16 Kinayah : 65

Tamanni (Berharap) : 23 Ilmu Badi :' 68

Nida (kata Seru) : 24 Muhassinat Al-Ma'nawiyyah : 69

DZIKR DAN HADZFU : 25 Tauriyyah; : 69

Faktor Penyebab Penyebutan Lafadz : 25 At-Thibaq; 70

Faktor Penyebab Pembuangan Lafadz : 26 Muqobalah; 71

TAQDIM DAN TA'KHIR : 28 Menjaga Perbandingan 71


QOSHOR : 30 Istikhdam, 71

WASHOL DAN FASHOL : 34 Al-Jam'u; 72

Tempat-Tempat yang harus di Washolkan dengan Tafriq; 73


huruf Athof Wawu. : 34
Taqsim; (mengklasifikasikan) 73
Tempat-Tempat yang harus dipisah (Fashol) : 35
Mungukuhkan pujian dengan sesuatu yang
IJAZ, ITHNAB, DAN MUSAWAH : 38 menyerupai penghinaan.74

Faktor penyebab adanya Ijaz: 40 Bagusnya alasan; 75

Faktor penyebab Ithnab : 41 Kesesuaian ladadz serta ma'na 75

KLASIFIKASI IJAZ: 41 Uslubul Hakim; 75

KLASIFIKASI ITHNAB : 42 Muhassinat Al-Lafdhiyyah. 77

Ilmu Bayan , TASYBIH : 44 Jinas; 77

RUKUN TASYBIH : 45 Saja'; dan Iqtibas; 78

PEMBAGIAN TASYBIH : 46 PENUTUP 79

TUJUAN TASYBIH : 48 Indahnya permulaan kalam; 79

Majaz : 50 Indahnya penutup kalam; 80

Anda mungkin juga menyukai