Anda di halaman 1dari 12

A.

PENDAHULUAN
Alquran bukan kitab sastra dan bukan pula hasil karya atau renungan para sastrawan, melainkan
sebuah kitab suci yang bertujuan membimbing umat ke jalan yang benar agar mereka hidup dengan selamat dari
dunia sampai akhirat. Namun para ahli sejak dulu sampai sekarang, baik dari golongan muslim, maupun non
muslim, mengakui bahwa Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad lebih seribu empat ratus tahun yang
lalu itu, berisi ayat-ayat yang diungkapkan dalam bahasa arab yang sangat tinggi dengan gaya sastra yang
menakjubkan sehingga tak seorang pun dapat menandinginya sampai sekarang, sebagaimana yang telah
diuraikan.
Berdasarkan kenyataan yang demikian, maka untuk memahami Alquran dengan baik diperlukan
penguasaan ilmu balaghah atau dalam bahasa indonesia disebut ilmu susastra atau kesusastraan.
Dari berbagai literatur dapat disimpulkan bahwa ilmu balaghan membahas kaidah-kaidah yang
berhubungan dengan kalam arab, khususnya berkenaan dengan pembentukan kalimat dan gaya bahasa dalam
erkomunikasi.[1]
Dalam ilmu balaghah tersebut ada istilah-istilah seperti majazi, tasybih, istiarah, dan kinayah. Maka
dalam makalah ini akan sedikit membahas tentang pengertian majazi, tasybih, istiarah, dan kinayah beserta
contohnya berupa ayat-ayat dalam Alquran yang berkenaan dengan istilah tersebut.

B. PEMBAHASAN
1. Majazi
Bentuk majaz dalam al-Quran, dari bentuk denotatif (haqiqah) ke bentuk metafora (majaz). Menurut
Abd al-Qahir al-Jurjani (471 H) majaz adalah kebalikan haqiqah. Sebuah kata yang mengacu kepada makna asal
atau makna dasar, tanpa mengundang kemungkinan makna lain disebut dengan haqiqah. Sedangkan majaz
adalah sebaliknya, yaitu perpindahan makna dasar ke makna lainnya, atau pelebaran medan makna dari makna
dasar karena ada alasan tertentu. Secara teoritik, majaz adalah peralihan makna dari yang leksikal menuju yang
literer, atau dari yang denotatif menuju yang konotatif karena ada alasan-alasan tertentu.[2]
a. Definisi Majaz
Majaz secara etimologis berasal dari kata bahasa Arab , bentuk masdar (infinitif) dari kata ].

[3 Sedangkan

secara terminologis para ulama telah banyak mendefinisikannya dengan beberapa ibarah atau

perkataan, diantaranya :[4]


1)

Ibn Qutaibah mendefinisikannya sebagai bentuk gaya tutur, atau seni bertutur.

2)

Sibawayh mendefinisakannya dengan seni bertutur yang memungkinkan terjadinya perluasan makna.

3)

Al-Mubarrad mengatakan bahwa majaz merupakan seni bertutur dan berfungsi untuk mengalihkan makna dasar
yang sebenarnya.

4)

Al-Qaadhy Abd al-Jabbaar mengatakan bahwa majaz adalah peralihan makna dari makna dasar atau leksikal ke
makna lainnya, yang lebih luas.

5)

Ibn Jinny dan Al-Jurjaany menempatkan majaz sebagai lawan darihaqiqat, dan makna haqiqat menurut Ibnu
Jinny adalah makna dari setiap kata yang asli, sedangkan majaz adalah sebaliknya, yaitu setiap kata yang
maknanya beralih kepada makna lainnya. Sedangkan menurut Al-Jurjaany haqiqah adalah sebuah kata yang

mengacu kepada makna asal atau makna dasar, tanpa mengundang kemungkinan makna lain disebut,
sedangkan majazadalah peralihkan makna dasar ke makna lainnya, karena alasan tertentu, atau pelebaran
medan makna dari makna dasarnya.
b. Macam-Macam Majaz
1) Majaz Fi Al-Mufrad
Majaz fi al-murad adalah majaz yang menggunakan lafadz bukan pada permulaan asal peletakannya.
Macam ini disebut juga majaz al-lughawi, dan ia terbagi ke dalam beberapa macam :[5]
a)

Al-hadzfu atau an-naqsu, yaitu majaz yang menitikberatkan pada adanya lafadz yang tersembunyi.
Contohnya dalam surat Yusuf: 82


Artinya: "Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada disitu".

Di dalam ayat ini tersimpan lafadz yang tersembunyi sebelum lafadz ( negri), yaitu
b)

lafadz ( penduduk).

Az-Ziyaadah,yaitu majaz yang menitikberatkan pada adanya lafadz atau hurup tambahan.
Contohnya dalam surat Asy-Syuuraa: 11


Artinya: "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia"
Sebagian ulama mengatakan bahwa hurup di depan lafadz secara makna muradnya merupakan tambahan.
c)

Menyampaikan ungkapan dalam bentuk lafadz plural (jama') namun yang dimaksudkan adalah sebagian saja.
Contohnya dalam surat Al-Baqarah ayat 19:

Artinya: "Mereka menyumbat telinganya dengan (anak) jarinya".


Kata di atas secara leksikal atau makna yang sebenarnya adalah jari-jari. Kiranya mustahil bagi orang-orang
munafik Mekkah menyumbat telinganya dengan semua jari karena takut bunyi guntur yang mematikan. Tetapi
yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah sebagian dari jari-jari, bukan semuanya.
d) Menyampaikan ungkapan dalam bentuk lafadz yang merupakan bagian dari suatu nama benda, namun yang
dimaksudkan adalah keseluruhannya; bukan sebagiannya.
Contohnya dalam surat Ar-Rahman: 27


Artinya: "Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu".
Lafadz ( Wajah) di dalam ayat ini merupakan bagian dari ( Dzat) Tuhan, namun di dalam ayat tersebut tidak
di ambil makna tetapi dimaknai ( Dzat).
e)

Menyampaikan ungkapan dalam bentuk lafadz khas(khusus), namun yang dimaksudkan adalah 'aam (makna
umumnya).
Contohnya dalam surat Al-Munafiqun: 4


Artinya:"Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka".
Lafadz ( musuh) di dalam ayat tesebut maksudnya adalah ( semua musuh).
f)

Menyampaikan ungkapan dalam bentuk lafadz 'aam(umum), namun yang dimaksudkan adalah khas (makna
khususnya).
Contohnya dalam surat Asy-Syuuraa: 5


Artinya: "Dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada di bumi".

Lafadz ( orang) di dalam ayat tersebut di maksudkan khusus bagi ( orang-orang yang beriman.
g)

Menyampaikan ungkapan dalam bentuk lafadz al-'malzuum(yang diharuskan), namun yang dimaksudkan
adalah al-laazim (yang mengharuskan).
Contohnya dalam surat Al-An'am: 39

Artinya: "Pekak, bisu dan berada dalam gelap gulita".


Kalimat ( dalam kegelapan) di dalam ayat tersebut -secara majaz- dari segi asalnya adalah
lafadz ( buta), karena di dalam ayat lain di sebutkan:
, maka penyebutan di dalam ayat
tersebut dikarenakan kalimat tersebut termasuk dari keharusan orang yang buta, artinya mata orang yang buta
pasti merasakan gelap gulita.
h)

Menyampaikan ungkapan dalam bentuk lafadz al-laazim(yang mengharuskan), namun yang dimaksudkan
adalah al-'malzuum (yang diharuskan).
Contohnya dalam surat Al-Maaidah: 112


Artinya: "Sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?"
Lafadz ( sanggup/bisa)

di

dalam

ayat

tersebut

-secara

majaz-

dari

segi

asalnya

adalah

lafadz ( melakukan), hal ini dikarenakan kesanggupan mengharuskan untuk melakukan.


i)

Menyampaikan ungkapan dalam bentuk lafadz al-musabbab (akibat), namun yang dimaksudkan adalah assabab (sebab).
Contohnya dalam surat Al-Mu'min: 13


Artinya: "Dan menurunkan untukmu rezki dari langit".
Lafadz ( rizki) di dalam ayat ini merupakan akibat dari turunnya ( hujan)

j)

Menyampaikan ungkapan dalam bentuk lafadz as-sabab(sebab), namun yang dimaksudkan adalah almusabbab(akibat).
Contohnya dalam surat Al-Baqarah:


Artinya: "Barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu".

Lafadz makna asalnya adalah "Lakukanlah kezaliman" Makna ini tidak bisa dipakaikan karena bertentangan
dengan ajaran Islam, yang melarang dari berbuat zalim. Jika kita artikan dengan makna majaz, bisa dipahami
bahwa kata merupakan sebab dari makna yang dimaksud, karena kezaliman merupakan penyebab adanya
( balasan). Jadi makna dari adalah "Balaslah".
k)

Menamakan sesuatu dengan nama yang biasa disebutkan setelah ia mengalami proses tertentu.
Contohnya dalam surat Yusuf: 36



Artinya: "Sesungguhnya aku bermimpi, bahwa aku memeras anggur".
Lafadz ( arak) yang di sebutkan di dalam ayat ini adalah nama minuman yang di buat dari
perasan ( anggur).
l)

Menyampaikan ungkapan dalam bentuk lafadz al-hal(keadaan), namun maksudnya adalah al-mahal (tempat)
yang keadaannya seperti yang di ungkapkan tersebut).
Contohnya dalam surat Ali Imron: 107


Artinya: "Maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga); mereka kekal di dalamnya".
Lafadz ( rahmat Allah) di dalam ayat ini, maksudnya adalah ( surga), hal ini karena keadaan surga
penuh dengan rahmat Allah.
m) Menyampaikan ungkapan dalam bentuk lafadz al-mahal(tempat), namun maksudnya adalah al-hal (keadaannya).
Contohnya dalam surat Al-'Alaq: 17


Artinya: "Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya)".
Lafadz adalah nama suatu tempat, dan yang di maksudkan di dalam ayat ini adalah penduduk yang
mendiami tempat tersebut.
Menamakan sesuatu dengan nama alatnya.
Contohnya dalam surat Ibrahim: 4



Artinya: "Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya".

Lafadz ( lisan) di dalam ayat ini merupakan alat untuk melafalkan bahasa, oleh karena itu lafadz tersebut di
maknai secara majaz, yaitu bahasa.
n)

Menamakan sesuatu dengan nama kebalikannya atau mengungkapkan suatu lafadz yang biasa di gunakan
untuk sesuatu kebalikannya.
Contohnya dalam surat Al-Insyiqaaq: 24


Artinya: "Maka beri kabar gembiralah mereka dengan azab yang pedih".
Lafadz di

dalam

ayat

ini

biasanya

di

gunakan

untuk ( kabar/berita

yang

menyenangkan/menggembirakan), namun di dalam ayat tersebut di gunakan untuk kabar berita yang tidak
menyenangkan sekali, yaitu ( azab yang pedih).
o)

Mengidhafahkan atau menghubungkan fi'il (kata kerja) kepada sesuatu yang tidak biasanya di hubungkan
dengannya.
Contohnya dalam surat Al-Kahfi: 77



Artinya: "Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka (Khidhr)
menegakkan dinding itu".
Fi'il ( ingin) di dalam ayat ini biasanya di hubungkan dengan ( makhluk hidup), sedangkan di dalam ayat ini
di hubungkan dengan lafadz ( dinding).
p)

Menyampaikan ungkapan tentang sesuatu dengan fi'il (kata kerja), namun maksudnya adalah dari segi
kedekatan makna fi'il tersebut terhadapnya atau dari segi kemulyaannya atau keinginannya.
Contohnya dalam surat An-Nahl: 61 dan Al-Maaidah: 6


Artinya: "Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat
mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya".



Artinya: "Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah.."
Fi"il ( telah tiba) yang di kaitkan dengan lafadz ( saat kematian) di dalam ayat pertama maksudnya
(mendekati tibanya saat kematian). Dan fi'il ( kalian mengerjakan) yang di hubungkan dengan
lafadz (shalat) di dalam ayat kedua maksudnya ( kalian ingin mengerjakan).
q)

Menempatkan dua lafadz secara terbalik.


Contohnya dalam surat Ar-Ru'd: 38


Artinya: "Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu)".

Lafadz ( kitab) seyogyanya di dahulukan dan lafadz (masa akhir) di akhirkan, yakni ( bagi tiaptiap kitab ada masa akhirnya).
r)

Menempatkan suatu shighah (bentuk suatu lafadz) pada kedudukan shighah lain.
Contohnya dalam surat Al-Baqarah: 255


Artinya: "Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah".
Lafadz ( ilmu)

di

dalam

ayat

ini

bershighah ( kata

dasar),

sedangkan

yang

seyogyanya

adalah shighah (kata kerja transitif) dari lafadz tersebut, yakni: ( yang di ketahui), sehingga seyogyanya
ayat tersebut bermakna:"Dan mereka tidak mengetahui apa-apa yang diketahui oleh Allah".
s) Menamakan sesuatu dengan nama yang biasa disebutkan sebelumnya.
Contohnya dalam surat Thaahaa: 74


Artinya: "Barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya neraka
Jahannam".
Di dalam ayat ini orang yang datang kepada Tuhannya pada hari kiamat di namai ( penjahat), hal itu di
sesuaikan dengan keadaan dia sewaktu melakukan kejahata/dosa di dunia ini.
2). Majaz Fi At-Tarkiib
Majaz fi at-tarkiib adalah majaz yang menyandarkan suatu perbuatan atau kesangsian kepada sesuatu
yang tidak memiliki originalitas, dikarenakan adanya hubungan keterkaitan antara keduanya. Majaz ini di sebut
juga majaz al-aql dan majaz al-isnaad.[6]
Contohnya dalam surat Al-Anfaal: 2


Artinya: "Dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya)".
Di dalam ayat ini terdapat suatu perbuatan Allah, yaitu (penambahan), yang di sandarkan kepada ( ayatayat), hal ini karena dengan dibacakannya ayat-ayat tersebut menjadi sebab bertambahnya keimanan mereka.
Majaz ini terbagi ke dalam empat macam, yaitu sbb:
a)

Penyandaran yang kedua sisnya adalah haqiqat (makna asli).


Contohnya dalam surat Az-Zalzalah: 2




Artinya: "Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya".
Penggunaan lafadz ( telah mengeluarkan) dan (bumi) di dalam ayat ini adalah secara haqiqat.
b)

Penyandaran yang kedua sisnya adalah majaz.


Contohnya dalam surat Al-Baqarah: 16

Artinya: "Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka".


Penggunaan lafadz ( beruntung) dan ( perniagaan) di dalam ayat ini adalah secara majaz.
c)

Penyandaran yang sisi pertamanya haqiqat dan sisi lainya majaz.


Contohnya dalam surat Ar-Ruum: 35


Artinya: "Atau pernahkah Kami menurunkan kepada mereka keterangan".
Penggunaan lafadz ( telah menurunkan) di dalam ayat ini adalah secara haqiqat, sedangkan penggunaan
lafadz (kekuasaan) adalah secara majaz sehingga ia di maknai (dalil/keterangan).
d) Penyandaran yang sisi pertamany majaz dan sisi lainya haqiqat.
Contohnya dalam surat Al-Ma'aarij: 15-17

. .
Artinya: "Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergolak, yang mengelupas kulit
kepala, yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama)".
Penggunaan lafadz ( memanggil) di dalam ayat ini adalah secara majaz karena di sandarkan kepada
lafadz ( api neraka).

d. Faedah-faedah Majaz
Diantara faedah-faedah penggunaan majaz adalah sebagai berikut :[7]
1)

Al-iijaz yakni memperingkas suatu kalimat atau ungkapan.

2)

Memperluas lafadz, dimana seandainya suatu lafadz tidak dimajazkan maka setiap makna hanya memiliki satu
komposisi.

3)

Menampilkan suatu makna dalam suatu gambaran yang dalam dan dekat kepada akal fikiran.
2. Tasybih

a)

Pengertian Tasybih
Tasybih adalah menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain karena memiliki kesamaan sifat di
antara kedua hal tersebut, dengan menggunakan adat (alat) tasybih, baik disebutkan maupun tidak.[8]

b)

Rukun-rukun Tasybih
Adapun rukun-rukun Tasybih adalah sebagai berikut :

1)

Musyabbah (sesuatu yang hendak diserupakan)

2)

Musyabbah bih (sesuatu yang diserupai)

3)

Wajhus syibhi (sifat yang terdapat pada kedua hal itu)

4)

Adaatut tasybih (huruf/kata yang menyatakan penyerupaan)

5)

Musyabbah dan musyabbah bih disebut juga tharafait tasybih.

c)

Pembagian Tasybih
1).

Tasybih mursal

Tasybih mursal adalah tasybih yang adat tasybihnya disebutkan.

2).

Tasybih muakkad

Tasybih muakkad adalah tasbih yang adat tasybihnya tidak disebutkan


3).

Tasybih mujmal

Tasybih mujmal adalah tasybih yang tidak disebutkan wajh syibhnya

4).

Tasybih mufashal

Tasybih mufashal adalah tasybih yang disebutkan wajah syibhnya


5.

Tasybih baligh

Tasybih baligh tasybih yang tidak disebutkan wajah syibh dan adat tasybihnya.
d. Maksud dan Tujuan Tasybih
1).

Menjelaskan kemungkinan terjadinya sesuatu padamusyabbah

2).

Menjelaskan keadaan musyabbah

3).

Menjelaskan kadar keadaan musyabbah

4).

Menegaskan keadaan musyabbah

5).

Memperindah atau memperburuk musyabbah

3. Istiaroh
Istiaroh adalah tasybih yang dibuang salah satu tharaifnya (musyabbah/musyabbah bih). Sehingga,
hubungan antara makna hakiki dan makna majazi selalu musyabahah (saling menyerupai).[9]
Adapun macam-macam istiaroh sebagai berikut:
a)

Istiaroh Tashrihiyyah, yaitu istiaroh yang dibuang musyabbahnya.

b)

Istiaroh Makniyyah, yaitu istiaroh yang dibuang musyabbahbihnya

c)

Istiaroh Ashliyyah, yaitu istiaroh yang menggunakan isim jamid.

d) Istiaroh Tabaiyyah, adalah istiaroh yang menggunakan lafadz isim fiil.


e)

Istiaroh Murasyahah, adalah istiaroh yang disertai penyebutan kata-kata yang relevan dengan musyabbah bih.

f)

Istiaroh Mujarrodah, adalah Istiaroh yang disertai penyebutan kata-kata yang relevan dengan musyabbah.

g)

Istiaroh Muthlaqoh, adalah istiaroh yang tidak disertai penyebutan kata-kata yang relevan dengan musyabbah
bih atau musyabbah.

h)

Istiaroh Tamtsiliyyah, adalah suatu susunan kalimat yang digunakan bukan pada makna aslinya karena ada
hubungan keserupaan antara makna asli dan makna majazi, dengan disertai karinah yang mencegah peletakkan
pada makna asli.
4. Kinayah

a.

Definisi Kinayah
Kinayah secara etimologis berasal dari kata bahasa arab , bentuk masdar (infinitif) dari kata
Sedangkan secara terminologis kinayah adalah suatu lafadz yang diungkapkan dengan
menitikberatkan kepada makna seharusnya beserta membolehkan penyebutan makna aslinya.[10]
b. Sebab-sebab Kinayah
Kinayah memiliki beberapa sebab, diantaranya :[11]

1)

Peringatan akan keagungan kekuasaan Allah swt, seperti firman-Nya mengenai kinayah tentang Nabi Adam
dalam surat Al-A'raf: 189:


Artinya: "Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu".
2)

Kecerdasan yang berbicara, seperti firman Allah swt mengenai kinayah tentang Zaid dalam surat Al-Ahzaab: 40:


Artinya: "Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu".
3)

Meninggalkan suatu lafadz kepada lafadz yang lebih indah darinya atau menggantikannya dengan lafadz indah
tersebut, seperti kinayah lafadz ( kambing betina) mengenai (wanita) dalam firman Allah swt surat Shaad:
23:


Artinya: "Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku
mempunyai seekor saja"
Menyebutkan suatu lafadz yang vulgar atau kasar di dengar, maka dikinayahkan dengan lafadz yang tidak vulgar
atau tidak kasar di dengar, seperti kinayah tentang ( bersenggama) dengan lafadz ( bersentuhan)
sebagaimana dalam firman Allah swt surat An-Nisa: 43:


Artinya: "Atau kamu telah menyentuh perempuan".
4)

Membaguskan suatu lafadz, seperti kebiasaan orang arab mengkinayahkan ( pakaian sutra perempuan)
dengan ( telur), hal ini juga sebagaimana firman Allah swt dalam surat Ash-Shaaffaat: 49:



Artinya: "Telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik".
5)

Bermaksud untuk menceritakan kepandaian atau kemahiran, seperti kinayah tentang ( wanita) bahwa
mereka dibesarkan dalam keadaan ( kemewahan) dan ( berhias), sebagaimana firman Allah swt dalam
surat Az-Zukhruf: 18:


Artinya: "Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan".
6)

Bermaksud

untuk

melebih-lebihkan

dalam

mencaci

maki,

seperti

lafadz ( terbelenggu)

kinayah

untuk ( kekikiran), sebagaimana firman Allah swt dalam surat Al-Israa: 29:


Artinya: "Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu".

7)

Peringatan terhadap ujung nasibnya, seperti ujung nasibnya Abu Lahab adalah ( api yang berkobar) yakni
jahannam, karena itulah Allah swt menyebut namanya denga ( bapa api yang menyala) dalam surat AlMasad: 1:


Artinya: "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa".
8)

Bermaksud meringkas, diantaranya kinayah mengenai perbuatan-perbuatan yang beragam dengan lafadz (),
seperti firman Allah swt dalam surat Al-Baqarah: 24:


Artinya: "Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya)".
Yakni: maka jika kamu tidak dapat mendatangkan satu surat yang seperti itu, dan pasti kamu tidak dapat
mendatangkannya.
9)

Menitikberatkan kepada jumlah kalimat yang maknnya berbeda dengan makna dzahirnya, kemudian diambil
kesimpulannya dengan tanpa mempertimbangkan kosakatanya dari segi haqiqat atau majaznya, sehingga
diungkapkannya sesuai dengan maksudnya, seperti lafadz ( Arsy) kinayah mengenai ( kekuasaan)
sebagaimana firman Allah dalam surat Thaahaa: 5:


Artinya: "Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy".
c. Macam-macam Kinayah
Ulama ahli bayan membagi kinayah ke dalam tiga macam, yaitu sebagai berikut :[12]
1) Kinayah sifat
Kinayah sifat dapat diketahui dari adanya penyebutanmausuf (yang disifati) dalam konteks kalimat, baik
itu dari lafadznya atau ucapannya maupun dari dzahirnya.
Misalnya seperti penyebutan lafadz yakni Abu bakar , yakni Umar dan yakni Khalid
bin Walid.
Contoh dari al-Qur'an misalnya firman Allah swt yang menyebutkan sifat-sifat Rasulullah saw dalam
surat Al-Ahzab: 45-46:

.
Artinya: "Wahaai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan
pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang
menerangi".

2)

Kinayah mausuf (yang di sifati)

Kinayah mausuf dapat di ketahui dari adanya penyebutan sifat dalam konteks kalimat, baik itu dari segi
penyebutannya secara langsung maupun dari segi pembawaannya.
Misalnya seperti penyebutan "yang mengucapkan "yakni orang Arab, yakni kota Baghdad
dan yakni Madinah Al-munawwarah.
Contoh dari al-Qur'an misalnya firman Allah swt mengenai kinayah tentang bahtera dalam surat AlQamar: 13:


Artinya: "Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku".

3)

Kinayah nisbah
Kinayah nisbah yaitu menisbatkan sesuatu kepada sesuatu yang lain, baik dengan penetapan bukti

maupun penolakan atau sangkalan.


Misalnya dalam pepatah arab yang mengatakan: ( sebaik-baik manusia adalah orang
yang memberi manfaat kepada sesama) terdapat kinayah mengenai penolakan adanya kebaikan di dalam diri
orang yang tidak memberi manfaat kepada sesamanya.
Contoh dari al-Qur'an misalnya firman Allah swt mengenai kinayah tentang persediaan Allah swt untuk
kelanggengan adanya langit dan bumi, seperti persediaan adanya daya listrik untuk kelanggengan adanya
cahaya dalam lampu listrik, apabila persediaan daya listrik habis atau diputus maka tidak akan ada cahaya lampu
listrik tersebut, hal ini sebagaimana disebutkan dalam surat Faathir: 41:


Artinya: "Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap".

C. KESIMPULAN
Al-Qur'an merupakan kalamullah yang diturunkan dengan menggunakan gaya bahasa Arab yang tinggi
dan indah, yang terlihat diantaranya- dari ungkapan-ungkapan metaforik-simboliknya (majaz) dan kiasankiasannya atau sindiran-sindirannya (kinayah).
Majaz identik dengan peralihkan makna dasar ke makna lainnya, karena alasan tertentu, atau pelebaran
medan makna dari makna dasarnya, sedangkan kinayah identik dengan penggunaan sebuah lapadz atau kata
untuk menyatakan suatu hal lain dengan menitikberatkan pada makna seharusnya karena mempunyai pertalian
yang sangat dekat.

Majaz dan kinayah terbagi ke dalam: majaz fi at-tarkiib dan majaz fi al-mufrad, namun dari segi
pertalian atau penyesuaian antara makna asli dan makna majaznya, majaz terbagi ke dalam dua macam:
majaz bi al-isti'arah dan majaz mursal. Sedangkan kinayah terbagi ke dalam tiga macam: kinayah sifat,
kinayah mausuf dan kinayah nisbah.
Majaz dan kinayah tersebut sengaja diketengahkan oleh Allah swt dalam kalam-Nya dengan maksud
agar menjadi perhatian manusia sekaligus melemahkan gaya bahasa arab khususnya dan bahasa lainnya pada
umumnya dihadapan gaya bahasa-Nya (kalamullah), sehingga mereka tertarik dan terpengaruh olehnya, dan
akhirnya mereka mengikuti apa yang di kandungnya, juga agar memberikan jembatan bagi rasio manusia yang
terbatas dengan masalah-masalah ukhrawi dan hal-hal metafisik.
Dari paparan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tasybih adalah menyerupakan sesuatu
dengan sesuatu yang lain karena memiliki kesamaan sifat di antara kedua hal tersebut, dengan menyebutkan
unsur-unsurnya, yaitu musyabbah, musyabbah buh, adat tasybih, dan wajh syibh.
Walaupun demikian, ada juga jenis tasybih yang tidak menyebutkan salah satu atau bahkan salah dua
dari empat unsur tersebut. Tasybih akan semakin tinggi tingkatannya jika tidak menyebutkan musyabbah dan
musyabbah bihnya. Tasybih ini disebut tasybih baligh. Dan sebaliknya, akan semakin rendah tingkatannya jika
disebutkan seluruh unsur-unsurnya.
Istiaroh adalah tasybih yang dibuang salah satu tharaifnya (musyabbah/musyabbah bih). Dan
hubungan antara makna hakiki dan majazinya adalah musyabahah (saling melengkapi). Nilai istiaroh dilihat dari
segi lafadz dan rekayasa keindahannya. Dari segi lafadznya, tasybih dalam
terselubung/tersembunyi.

susunan kalimatnya

Anda mungkin juga menyukai