u
st
ak
a
Sy
ia
h
RAGAM KIASAN DALAM AL-QURAN
Penyunting: Rudy M.
berikut ini:
-1-
Kata matsal ( ) atau perumpamaan dalam kamus bahasa Arab, Lisn al-
nazhr (sifat; seperti), atau ibrah (peringatan; pelajaran). Makna kata matsal
( ) yang lain adalah yang menjadi contoh bagi yang lain; atau yang ditiru.
Selain beberapa makna ini, kata matsal juga mempunyai makna yang lain.1 P0F
Bentuk jamak mitsl adalah amtsl. Kata matsal berarti hujjah atau bukti; alasan;
sifat. Sedangkan kata mitsl ( ) berarti miqdr atau ukuran; yang juga berarti
disebutkan di atas merupakan gambaran luar saja. Banyaknya makna kata tersebut
semestinya hanya memiliki satu atau dua makna saja. Apabila lebih dari itu, maka
1
Lisan al-Arab, 13/22, Matsal
2
Al-Qamus al-Muhith, 4/49, Matsal
makna yang dikemukakan hanyalah merupakan gambaran dari pemahaman kata
dimaksud.
Lebih lanjut ia mengatakan: Kata mitsl dan mitsal menunjuk pada satu
makna, yaitu: sesuatu yang menjadi contoh bagi yang lain. Ibn Faris berkata: Mitsl
menunjukkan bahwa sesuatu seperti sesuatu yang lain: yang ini adalah seperti yang
itu!, atau yang ini serupa dengan yang itu. Kata mitsl dan mitsl memiliki satu
makna. Sedangkan kata matsl ( ) adalah seperti kata syabh atau yang serupa.
sultan melakukan sesuatu serupa dengan yang telah dilakukan si fulan. Atau, sang
Kata mitsl juga mempunyai arti yang sama seperti pada kata matsal, yaitu
syibh dan syabah, yang berarti serupa. Dan matsal atau perumpamaan yang dibuat
ialah diambil dari makna keserupaan itu, karena matsal menyebutkan hal yang
muncul dari maksud keserupaan. Makna di dalam kalimat itu ialah izd nukkala bihi,
yaitu: ia menjadikan yang seperti itu sebagai contoh, atau perumpamaan, atau
penyerupaan, bagi siapa saja yang melakukan tindakan atau yang menginginkan
demikian.
3
QS. ar-Rad: 6
Matsult adalah uqbt, artinya, bermacam-macam contoh siksaan yang
dijelaskan, dan diharapkan dapat mencegah manusia dari perilaku yang menyebabkan
Selain itu, kata mitsl mempunyai kemungkinan makna-makna yang lain, yaitu
washf atau penyifatan dan shifah atau sifat. Kata ini digunakan baik dalam
haqqah (makna hakiki) maupun dalam majz (makna kiasan). Ibn Manzhur
menisbatkan penggunaan makna ini seperti yang dipakai oleh Yunus bin Habib an-
Najwa (wafat 182 H), Muhammad bin Salam al-Jamhi (wafat 232 H) dan Abu
Az-Zarkasyi (wafat 794 H) berkata: Menurut ahli bahasa, secara lahir, kata
mistl berarti sifat. Tetapi, nukilan dari Abu Ali al-Farisi (wafat 377 H) yang
menyebut kata mitsl bermakna sifat itu, tampaknya tidak umum dalam istilah
bahasa Arab. Kata mistl di sini lebih tepat atau lebih dekat maksudnya dengan makna
pilihan mayoritas ahli bahasa ketika menyatakan: Umar bin Abi Khalifah berkata:
Aku mendengar Muqtil, penulis at-Tafsir, menanyakan kepada Abu Amr bin al-
bertanya: Apakah matsal surga? Abu Amr menjawab: (yang) Di dalamnya ada
sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya 6. P5F P
Muqtil bertanya lagi: Lalu apa mastal-nya?. Abu Amr diam (tak
menjawab). Lalu Muqtil berkata: Mengenainya aku tanyakan kepada Yunus. Lalu ia
4
Mujam Maqyis al-Lughah, 5/296
5
Al-Burhan fi Ulum al-Quran, 1/490
6
QS. Muhammad: 15
Muhammad bin Salam berkata: Contoh untuk matsal itu ialah firman Allah
sifat mereka dalam Taurat dan (begitulah) sifat mereka dalam Injil 7. Matsaluhum
Abu Manshur berkata: Contoh yang demikian diriwayatkan dari Ibn Abbas.
Adapun jawaban Abu Amr terhadap pertanyaan Muqtil: Apa matsal (perumpamaan)
surga? Abu Amr berkata; Di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada
berubah rasa dan baunya, kemudian Muqtil bertanya lagi: Apa matsalnya?. Abu
Amr diam. Sesungguhnya Abu Amr telah menjawabnya dengan jawaban yang
memuaskan. Ketika ia melihat Muqtil tetap pada pendiriannya, Abu Amr diam saja.
Dengan demikian, ayat yang berbunyi matsalu al-jannah adalah sebuah interpretasi
sungai 8. Ayat ini tampaknya hendak menyifati atau menggambarkan tentang surga.
Maka ia pun berkata: matsalu l-jannati l-lati wa shifatuh (matsal surga dan
sifatnya). Yang demikian itu adalah seperti ayat: dzlika matsaluhum fi t-taurti wa
sifat-sifat mereka dalam Injil; yakni, demikianlah sifat Muhammad saw dan para
sahabatnya di dalam Taurat. Selain itu, aku mengetahui bahwa sifat mereka di dalam
digunakan untuk mengaitkan dua hal yang berlainan tapi sama dalam golongan,
karena saling sama (taswi) berarti saling cukup (takfu`) dalam ukuran tidak lebih
7
QS. al-Fath: 29
8
QS. al-Hajj: 14
9
Lisan al-Arab, materi Matsal.
dan tidak kurang. Sedangkan kata mumtsalah hanya digunakan untuk dua hal yang
Kata lain dalam bahasa Arab yang memiliki perbedaan adalah kata
mumtsalah dan musybahah. Kata mumtsalah diterapkan untuk dua hal yang
bersamaan dalam esensi dan realitas (hakikat), sedangkan kata musybahah umumnya
digunakan untuk dua hal yang berlainan esensi tapi sama dalam sifat khususnya.
Kita dapat mengetahui bahwa kata yang bermakna serupa dapat diterapkan
pada eksperimen yang dilakukan atas dua obyek, yang sama persis dan tidak berlainan
dalam hakikat, seperti semua logam memuai ketika terkena api (baca: dipanaskan).
Hal itu berbeda dengan makna kata istiqr (penelitian secara cermat), yang
binatang, rahang bawahnya bergerak ketika mengunyah. Dalam hal ini, kata istiqr
diterapkan pada golongan yang berlainan, seperti pada kambing, sapi, dan unta.
para penulis kamus Arab tentang kata matsal dan mistl, dua kata yang sama seperti
kata syabah dan syibh. Sementara itu, mereka melihat bahwa al-Quran menafikan
mistl (kesamaan, keserupaan) bagi Allah, seperti dalam ayat: laisa ka mitslihi syai
(tiada yang serupa dengan Dia)11. Dan pada saat yang sama ditetapkan matsal (sifat,
hujjah) bagi-Nya, yaitu ayat lain: lil ladzina l yu`minuuna bi l-khirati matsalu s-
tidak beriman kepada kehidupan akhirat mempunyai sifat yang buruk, dan Allah
mempunyai sifat Maha Tinggi; dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana)12.
10
Lisan al-Arab, ibid.
11
QS. asy-Syura: 11
12
QS. an-Nahl: 60
Jawaban untuk pertanyaan tersebut ialah, tidak ada pertentangan antara
penafian mitsl (keserupaan) bagi Allah dan penetapan matsal (penetapan sifat) bagi-
Nya. Mitsl adalah ibarat wujud individu terhadap Wajibul Wujud (Allah) yang
adalah sifat terpuji yang dengannya Allah SWT dikenal, seperti asm`ul husn atau
sifat-sifat-Nya Yang Maha Tinggi. Dengan demikian, matsal dalam ayat di atas dan
ayat-ayat serupa bermakna sesuatu yang disifati, atau sesuatu dilukiskan dengan sifat,
keimanan pada akhirat menjadi sumber sifat-sifat buruk dan segala keburukan.
keberkahan. Dengan kalimat lain, setiap sifat buruk yang menghampiri manusia
(sesungguhnya) datang dari tiadanya keimanan pada akhirat. Sebaliknya, setiap sifat
baik yang dimiliki manusia berasal dari keimanan pada akhirat. Karena itu, jelaslah
maksud dari firman Allah SWT: Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan
akhirat mempunyai sifat yang buruk. Dalam ayat ini tampak adanya kelaziman
(mulzamah) bagi orang-orang yang beriman pada akhirat, yakni bagi mereka adalah
Adapun kalimat Dan Allah mempunyai sifat yang Maha tinggi, bermakna
Dia suci dari penyifatan segala sesuatu yang buruk dan tercela, seperti sifat zhulm
(aniaya). Allah SWT berfirman: Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang pun 13.
Selain keagungan dan ketinggian, Dia disifati dengan sifat-sifat yang terpuji.
13
QS. al-Kahfi: 49
Jadi, setiap sifat yang dibenci tabiat dan ditolak akal pasti bukan milik-Nya.
Dia adalah yang kuasa dan tidak memiliki kelemahan, Dia hidup dan tidak mati, Dia
memiliki seluruh sifat terpuji, berbeda dengan seluruh tabiat dan sifat lemah.
Banyak ayat lain mengisyaratkan hal ini, di antaranya: dan Dia mempunyai
sifat yang maha tinggi di langit dan di bumi 14; atau ayat, Dia mempunyai nama-
nama yang baik 15. Di sini kata amtsl (bentuk jamak dari matsal atau mitsl) ada yang
bersifat rendah (dniyah) dan tinggi (liyah). Dan sesungguhnya yang tetap bagi
Allah adalah sifat-sifat yang tinggi (li) bahkan yang tertinggi (al)16.
Dengan demikian, apabila digunakan kata amtsl, bentuk jamak dari mistl,
maka sesungguhnya Maha Suci Allah dari mistl dan amtsl (keserupaan). Tetapi
apabila bentuk jamak dari matsal bermakna washf (sifat) yang terpuji bagi-Nya, maka
bagi-Nya-lah amtsl atau sifat yang maha tinggi dan Asm`ul Husn, sebagaimana
dijelaskan sebelumnya.
-2-
Matsal adalah termasuk di antara kata-kata bijak atau bagian dari kata-kata
yang mengandung hikmah. Hikmah atau kebijaksanaan dalam kata atau kalimat
muncul dalam sebuah kejadian karena kesesuaian dan keserupaan suatu peristiwa.
penggambarannya .
14
QS. ar-Rum: 27
15
QS. Thaha: 8
16
Lihat, Tafsir al-Mizan: 12/249
Kata yang mengandung hikmah (kalimah hakmah) ada dua macam: Pertama,
kalimah s`irah atau kata yang beredar dan umum dikenal di tengah masyarakat dan
berlaku dalam bahasa komunikasi mereka. Kata atau kalimat hikmah seperti ini
disebut matsal. Kedua, ialah kata hikmah yang bermakna khusus dan tidak berlaku
perumpamaan yang beredar (matsal s`irah) juga memiliki sifat dapat menjelaskan
Hal ini tampak dari ungkapan Abu Hilal al-Askari (wafat 400 H.) ketika
mengatakan: Setiap hikmah yang beredar (hikmah s`irah) merupakan matsal. Tak
hikmah. Si pembicara bisa saja mengeluarkan kata-kata hikmah atau bijak tetapi ia
dan matsal. Perkataan yang benar namun tidak populer yang muncul dari suatu
disebut matsal.
17
Istilah ini tambahan dari penerjemah, diambil dari mafhum mukhlafahnya atau
antonimnya.
18
Jamharatu Amtsl al-Arab: 1/5
Penyebutan sesuatu dengan menggunakan kata mitsl maksudnya ialah
untuk kesesuaian dan kemiripan antara dua hal dalam bentuk perumpamaanyang
(perumpamaan) adalah sebuah kata atau kalimat tertentu yang berbeda dengan kata
atau kalimat lain yang diumpamakan. Makna matsal selaras dengan arti kata atau
Adanya bentuk keserupaan dan kesesuaian itulah yang menjadi sebab bagi
pengungkapan hikmah tertentu yang ditujukan pada satu perkara dengan mengikutkan
perkara yang lain. Jika bentuk serupa muncul dalam hal yang khusus maka matsal
menjadi sebuah tanda bagi kesesuaian yang menyeluruh di antara tanda-tanda yang
berlainan.
ilmu bagi penyerupaan dengan keadaan yang pertama. Misalnya dalam kata-kata
Kaab bin Zuhair: Janji muslihat memuat satu matsal. Dan janjinya cuma omong
kosong. Artinya, janji dalam tipu daya adalah pengetahuan tentang segala sesuatu
Oleh karena itulah, perumpamaan yang beredar (matsal s`ir) dikenal. Seperti
kalimat: Di musim panas kosonglah air susu, yang berarti pengetahuan bagi setiap
Nabi Muhammad saw: Tidak tanduk menanduk di dalamnya dua kambing betina,
yang berarti pengetahuan untuk setiap perkara yang tidak perlu diperhatikan 21. Atau,
seperti ungkapan pemuka syuhada, Imam Husien bin Ali bin Abi Thalib as: Andai ia
19
Majmu al-Amtsl: 1/6
20
Ibid..
21
Ibid, 2/225
tinggalkan burung-burung itu dalam semalam, pasti ia tertidur. Imam membuat
Pengetahuan bagi seseorang tidak ditinggalkan dalam satu keadaan; atau Orang yang
dibawa karena sesuatu yang dibenci tanpa diinginkannya. Selain contoh ini, masih
-3-
Berikut ini adalah nama para sastrawan yang menyebutkan manfaat matsal
sirah:
menjadi sebuah matsal, maka ia menjadi yang paling jelas bagi lisan, paling elok
empat hal yang tidak dimiliki oleh kalam lain: Pertama, keringkasan kata atau
keindahan kiasan. Dengan empat hal itulah sebuah ungkapan dapat disebut telah
Selain manfaat yang disebutkan oleh dua sastrawan di atas, disebutkan pula
gambarannya menancap kokoh dalam akal. Kata amtsl, yang berakar dari kata
Ibn Qayim al-Jauziyah (wafat tahun 751 H) menukil kalam nizham, dengan
bentuk yang sempurna, sambil berkata: Allah dan Rasul-Nya telah memberikan
22
Majmaul Amtsal: 1/6
maksud serta memahamkan makna dalam pikiran si pendengar. Sebab, seringkali,
Hal ini tak bisa dipungkiri karena diri senang dengan keserupaan dan kemiripan, dan
untuk bisa diterima. Selain itu, dengan sifatnya yang kokoh, sebuah amtsl dapat
memberikan ungkapan tentang sebuah perkara yang tidak dapat ditolak dan diingkari
oleh siapapun. Setiap kali amtsl dimunculkan akan selalu memberi makna yang lebih
terang bagi pemerhatinya. Amtsl, dapat dikatakan pula, sebagai bukti-bukti makna
yang disepakati oleh para pemikir ialah apabila ia datang membawa makna-makna,
ditunjukkan, dan memberi gambaran asli dengan kemasan yang indah, menghimpun
membangkitkan hati dengan kecintaan yang meluap dan menyala, serta memaksa
Oleh karena itu, apabila tamtsil itu berupa celaan maka sentuhannya lebih
membedakan secara lebih tajam. Apabila berupa hujjah, argumentasinya lebih terang,
23
Almu al-Muqiin: 1/291
kekuatannya lebih mengalahkan, dan penjelasannya lebih cemerlang. Apabila berupa
lisannya paling sengit. Apabila berupa alasan, ia paling dekat diterima, paling
memikat hati, lebih dapat menghilangkan dendam dan kedengkian, lebih meluluhkan
kekerasan murka, lebih melegakan dalam janji dan sumpah, dan lebih mengarahkan
pada sebaik-baiknya rujuk. Dan apabila berupa nasihat maka ia lebih menyejukkan
dada, lebih mengajak berpikir, lebih menyentuh dalam peringatan dan pencegahan,
makna sesuatu yang dimaksud dengan menunjukkan perkara lain yang masyhur,
menghiasi rasio dengan kepekaan jiwa, dan melukis celah-celah makna dengan bentuk
akal dalam menjangkau hakikat yang tersembunyi, dan untuk memahami kedalaman
yang agung. Oleh karena itu, amtsl merebak di dalam kitab-kitab ilahiyah dan sabda-
sabda nabawiyah, juga meluas dalam ibarat-ibarat para sastrawan dan isyarat-isyarat
para filosof.
pikiran dan menghindarkan pikiran dari pelanggaran aturan logika serta menjadi
sarana paling kuat untuk memahamkan orang bodoh dan menghanguskan gambaran
orang bengal yang angkuh. Tamtsil dapat mengangkat hijab dari wajah rasionalitas
24
Asrr al-Balghah: 101-102
menampakkannya pada orang yang mengingkari bentuk-bentuk yang dikenal, dan
menyatakan: Amtsl adalah hikmah bagi bangsa Arab di masa jahiliyah dan Islam,
dan dengan itu masyarakat Arab menjauhi ucapannya (yang biasa) sehingga mereka
mereka. 26
Namun demikian, amtsl bukan hanya menjadi ciri khas bangsa Arab saja.
Setiap kaum juga memiliki amtsl dan aturan bahasa tertentu yang dengannya mereka
dapat mendekatkan dan memahamkan maksud dan tujuannya kepada setiap lawan
bicara. Tidak mustahil pula apabila suatu matsal tertentu ternyata menyebar di antara
kaum-kaum yang beragam kemudian dan menjadi sebuah matsal yang berlaku
sehingga setiap yang hadir seolah merasa sesak nafas. Muhallab bertanya: Apakah
Ia berkata: Apakah kalian melihat orang-orang yang memecah sesuatu (itu) secara
bercerai-berai (sendiri-sendiri)?
25
Hamisy tafsir al-Fakhru ar-Razi: 1/156
26
Al-Mazhar: 1/288
Muhallab bukanlah orang pertama yang mengungkapkan matsal ini melalui
Abu Hilal al-Askari dalam Jamharah-nya meriwayatkan dari Qais bin Ashim
at-Tamimi (wafat tahun 20 H) tentang sebuah matsal yang juga dituangkan dalam
wasiat Abdul Malik kepadanya. Ia sering membacakan bait-bait syair yang ditulis
klasik sampai yang kontemporer. Kitab terlengkap tentang amtsl ditulis oleh Ahmad
bin Muhammad bin Ibrahim an-Naisaburi al-Maidani (wafat tahun 518 H) dengan
judul Majma al-Amtsl, yang memuat enam ribu lima ratus (matsal) [Majma al-
Amtsl: 1/5].
-4-
perumpamaan). Allah SWT membuat perumpamaan bagi umat manusia agar mereka
menurunkan al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihat ia tunduk
perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir [al-Hasyr: 21].
Juga disebutkan bahwa ar-Ruh al-Amin (malaikat Jibril) turun dengan amtsl, dan
merupakan sosok matsal tatkala turun ke dalam kalbu pemuka para rasul (Muhammad
Matsal dalam makna seperti ini tidak dapat dijumpai dalam al-Quran.
Kekhususan inilah yang tidak dimiliki ayat-ayat al-Quran. Sebab, bagaimana mungkin
terjadi pertautan, di satu sisi telah beredar perumpamaan atau matsal dalam budaya
lisan bangsa-bangsa Arab sedemikian rupa, sementara di sisi lain Nabi Muhammad
saw belum menerima ayat-ayat al-Quran (wahyu) yang disampaikannya kepada umat,
tapi kemudian Tuhan memberi nama ayat-ayatnya dengan matsal. Artinya, tidak ada
tempat untuk makna matsal yang lain ketika mengikuti perumpamaan ayat-ayat al-
Quran selain bahwa ia merupakan tamtsl qiysi, sebagaimana disebutkan para ahli
balghah dalam Ilmu Bayan, dan ia tegak dengan tasybh, istirah, kinyah dan
majz.
Sesungguhnya matsal adalah kata-kata tersusun yang dipakai untuk sesuatu yang
diserupakan dengan maknanya yang asli, yakni kata atau kalimat perumpamaan secara
dalam surat Yazid bin Walid kepada Marwan bin Muhammad ketika Marwan
laki dan mengakhirkan yang lain. Bila suratku ini sampai kepadamu maka
berpeganglah pada yang manapun yang kau mau dari keduanya! Wassalam. [al-
(Tentang) keterlambatanmu dari baiatku itu telah sampai kepadaku, maka jika sudah
sampai suratku ini kepadamu, berbaiatlah, atau tidak! Kata-kata yang disampaikan
ini sama sekali tidak memiliki makna tamtsil, atau kalimat ini bukan (berbentuk)
tamtsil.
Umumnya, amtsl di dalam al-Quran termasuk dalam salah satu bentuk
tamtsl, tapi bukan mitsl (permisalan) secara terminologis. Selain itu, perbedaan
antara tasybih, istirah, kinyah dan majz (istilah-istilah dalam Ilmu Bayan) itu
merupakan perkara yang jelas dan tidak memerlukan uraian lebih panjang. Hal itu
dijelaskan oleh para ahli balghah di dalam Ilmu Bayan, yang kemudian dilontarkan
pula oleh ulama ushul tatkala mereka menguraikan tentang lafaz. Untuk itu,
keterangan berikut ini mencoba menghantar para pembaca kepada kitab-kitab yang
menerangkan tentangnya.
Sebagian dari mereka menyatakan bahwa tamtsl merupakan salah satu dari
makna matsal. Al-Alusi berkata: Matsal diambil dari kata mutsl, yang berarti
tersebar yang mencakup penyerupaan (tasybiih) tetapi tidak sama; atau perumpamaan
(istirah) yang memikat secara proporsional; atau hikmah dan nasihat yang
bermanfaat; atau kiasan (kinyah) yang indah mengagumkan; atau syair dari
sesuailah ibarat kata perumpamaan (matsal) ini dengan tamtsil qiysi (proporsi
silogis).
bahwa bentuk dan isinya tidak menukil dari peristiwa atau kejadian fiktif yang
diulang-ulang. Matsal Qur`ni diciptakan tanpa meniru, dan ia belum pernah ada
pengisyaratan.
bukan pula bagian yang bertolok ukur hanya pada kata dan arti kata semata.
Perumpamaan dalam al-Quran adalah jenis perumpamaan lain, yang al-Quran sendiri
matsal dan sebelum disebut sebagai jenis sastra tak beraturan, bahkan sebelum para
-5-
Pembagian Tamtsl
sesuatu bagi sesuatu yang lain, melalui jalan penyerupaan (tasybih) atau pengkiasan
(istirah) atau majz, atau lainnya. Tamtsil terbagi dalam beberapa macam:
kiasan yang memberi makna-makna mendalam. Jenis tamtsil ini diungkapkan dalam
kitab Kalilah wa al-Dimnah karya Ibn al-Muqaffa. Metode ini digunakan oleh
Selanjutnya kitab itu sampai ke tangan Abdullah bin al-Muqaffa (106-143 H), yang
lalu menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab. Selanjutnya, kitab itu dinukil oleh
Nashrullah bin Muhammad bin Abdul Hamid, penulis terkenal abad ke-6, dan
diterjemahkan ke dalam bahasa Parsi. Kitab itu populer dalam kajian-kajian ilmiah
masa kini. Pada abad ke-9, kitab ini dinukil dalam bahasa Parsi oleh Husein bin
Waizh al-Kasyifi. Selain itu, kitab terjemahan dari Ibn al-Muqaffa itu, diubah ke
dalam puisi oleh Rudaki, seorang penyair, dengan menggunakan bahasa Parsi.
Arab dan populer dalam bahasa di masa Risalah atau setelahnya. Diriwayatkan bahwa
aku dimakan pada hari sapi putih dimakan. Perumpamaan seperti ini juga terdapat
yakni simbol bagi hakikat-hakikat keluhuran tanpa harus memiliki realitas di balik
pikiran. Dengan cara demikian, mereka menafsirkan kisah Adam dengan setan
sebagai keberhasilan setan atas Adam as. Seperti juga kisah bersaudara putra Adam,
Habil dan Qabil, tatkala Qabil membunuh saudaranya itu. Atau seperti percakapan
diketahui oleh Nabi Muhammad saw (sebelumnya), dan oleh orang lain. Allah SWT
orang-orang yang mempunyai akal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat,
sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum beriman [Yusuf: 111].
Ayat ini menjelaskan bahwa kisah-kisahnya bukan sebagai perkara yang
dibuat-buat, dan ayat-ayat lainnya pun menunjukkan bahwa seluruh ayat al-Quran
kesamaan keadaan atau kejadiannya. Allah SWT berfirman: Allah membuat istri Nuh
dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah
pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua
istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat
membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya);
kembali oleh al-Quran merupakan penyerupaan (tasybiih) yang jelas dan tersembunyi.
tersentuh dengan yang tersentuh, yang tak terlihat dengan yang terlihat. Syarat tamtsil
seperti ini ialah, yang diserupakan (al-musyabbah bihi) merupakan perkara natural
duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu
tumbuhlah tanam-tanaman bumi dengan subur karena air itu, di antaranya ada yang
dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna
waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman-tanamannya) laksana tanam-
qashashi dan tamtsil tabii. Sedangkan Amtsl al-Qur`niyah dalam bentuk tamtsil
-6-
1- Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata: Telah kalian analisa dan
telah dibuatkan perumpamaan-perumpamaan bagi kalian, dan telah diseru kalian pada
perkara yang terang. Maka tidak tuli dari hal demikian melainkan yang tuli, dan tidak
buta dari hal demikian melainkan yang buta. Orang yang tidak diberi Allah
kemanfaatan dari cobaan dan pengalaman, tidak dapat memperoleh manfaat dari
2- Imam Ali as juga berkata: Kitab Tuhan kalian (al-Quran) ada pada kalian,
bin Abi Thalib as bertanya kepada seorang hakim: Tahukan Anda tentang perkara
nasikh dari mansukh? Tidak, jawabnya. Mengertikah Anda akan maksud Allah
hakim sekali lagi. Kemudian Imam Ali as berkata: Jika begitu Anda binasa dan
ikhtilaf. Selain itu, seorang hakim harus memahami ushul yang telah disepakati
atasnya dan apa-apa yang telah diperselisihkan. Ia juga harus berperilaku baik,
beramal saleh, memahami hikmah, bertakwa; dan dengan semua itu ia dapat dianggap
sebagai telah mampu. (Bihar al-Anwar: 2/121, bab an-Nahi ani l-Qaul bi Ghairi l-
5- Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata: Mereka yang diberi nama
dengan sebagus-bagus perumpamaan oleh al-Quran ialah Itrah Nabi Muhammad saw.
Ini air tawar yang segar, maka minumlah kalian! Itu air garam yang amat asin maka
6- Imam Ali Zain al-Abidin as (as-Sajjad) dalam untaian doanya, Khatmu al-
Mu (al-Quran) yang Engkau turunkan sebagai cahaya, dan Engkau jadikan al-Quran
sebagai pembenar semua kitab yang telah Engkau turunkan Ya Allah, jadikanlah al-
Quran penghibur bagi kami di kegelapan malam, melindungi kami dari rayuan setan
dan bisikan was-was, menahan langkah kaki kami kepada perbuatan maksiat,
yang kokoh pun mengaku lemah untuk memikul al-Quran (ash-Shahifah as-
Sajjadiyah).
kepada Allah! Ketahuilah bahwa Allah Azza wa Jalla tidak pernah menyukai
keindahan dunia yang cepat berlalunya itu diperuntukkan bagi para auliy`-Nya, dan
yang segera sirna. Sesungguhnya Allah SWT menciptakan dunia dan penghuninya
untuk menguji mereka di dalamnya, manakah dari mereka yang lebih baik amalnya
al-Quran bagi kalian dan menurunkan ayat-ayat-Nya bagi kaum yang berakal, dan
Tahukah kamu wahai saudaraku, tentang sesuatu yang telah kamu nisbahkan dirimu
kepadanya; lalu kamu harus datang dengan membawa saksi Kitabullah, atau hujjah
Allah Azza wa Jalla menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram,
9- Al-Kulaini meriwayatkan dari Ishaq bin Jarir, yang berkata: Aku diminta
oleh seorang perempuan untuk memohonkan izin agar ia dapat bertemu dengan Abu
Abdillah (Imam Jafar ash-Shadiq) as. Lalu ia diizinkan bertemu. Ia pun masuk
bersama seorang temannya, dan berkata: Wahai Aba Abdillah, apakah maksud
firman Allah Azza wa Jalla: zaituunatin l syarqiyatin wa l gharbiyatin 27 ?. Imam
perumpamaan untuk pohon, tetapi Dia membuat perumpamaan untuk anak keturunan
10- Daud bin Katsir meriwayatkan dari Abu Abdillah as, yang berkata
memuliakan tabiat dan kebajikan kami, dan menjadikan kami kepercayaan dan
pengawal-Nya, serta sebagai juru bicara-Nya atas apa yang ada di langit dan di bumi.
menamakan kami dalam kitab-Nya, dan memberi julukan kepada kami dari nama-
nama kami dengan asm` yang terindah dan yang paling disukai-Nya. Dan menyebut
para penentang dan musuh-musuh kami dengan julukan dari nama-nama mereka di
yang paling Dia benci di dalam kitab-Nya.. (al-Bihar: 24/303, hadis 14).
*****
yang dihadirkan ulama, memiliki kedudukan yang kuat. Ia bukan merupakan rahasia
(menjadi) bentuk keyakinan, dan yang ghaib seolah hadir. Dan dalam membuat
27
Baca: pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah
berat(nya). [QS. an-Nur: 35]
perumpamaan (dharbu al-amtsl), musuh yang besar permusuhannya menjadi luluh,
yang mogok keras dan yang angkuh menjadi tunduk. Dharbu al-amtsl memberikan
kesan pada kalbu yang tidak tertembus oleh penyifatan akan sesuatu pada dirinya.
Nya. Dan di dalam salah satu surat dalam Injil terdapat surat bernamakan surat al-
Amtsl, dan itu tersebar dalam ucapan Nabi Muhammad saw, ucapan anbiya dan para
menakjubkan adalah, nash ini diuraikan secara utuh dalam kitab al-Kasyaf, tentang
2- Abul Hasan al-Mawardi (wafat tahun 450 H): Salah satu ilmu teragung al-
Quran adalah ilmu amtsl-nya, tetapi orang-orang tidak mengetahui karena mereka
kuda tanpa kekang atau seperti onta tanpa kendali. (al-Itqan fi Ulum al-Quran:
2/1041).
yang berbunyi Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api,
adalah memberi kesan mendalam pada hati tanpa menyifatinya dengan suatu perkara.
penyerupaan yang samar dengan yang jelas dan yang ghaib dengan yang hadir.
Sehingga menguatkan pemahaman atas hakikat sesuatu, dan indera menjadi sesuai
dengan akal. Yang demikian itu merupakan puncak kejelasan. Bukankah ketika
seseorang melihat suatu anjuran (kebenaran atau kebaikan), apabila anjuran itu hampa
dari perumpamaan maka keberadaannya dalam hati tidak akan kokoh. Seperti
keimanan, yang akan kokoh tertanam dalam hati jika diumpamakan atau diserupakan
dengan cahaya. Atau anjuran untuk menjauhi kufur yang dilakukan hanya dengan
sebutan semata, maka keburukan kufur tidak menetap di dalam akal. Lain halnya
apabila kufur di-matsal-kan dengan kegelapan, maka kesannya akan menetap dalam
akal. Atau, misal yang lain, jika mengungkap kelemahan sesuatu disertai dengan
membuat perumpamaannya seperti rajutan (rumah) laba-laba, maka yang demikian itu
al-Ghaib: 2/72-73).
Allah membuat al-amtsl dalam al-Quran, sebagai pengingat dan pemberi nasihat.
dalam pahala, menggugurkan amal, atau atas pujian dan celaan, dan yang
6- Az-Zarkasyi (wafat tahun 794 H): Di dalam dharbul amtsal antara lain
menjelaskan maksud tertentu yang bukan merupakan rahasia, yang bertujuan untuk
memperserupakan yang samar dengan yang jelas, yang hadir dengan yang ghaib.
Contohnya, perkara iman. Jika iman diumpamakan dengan cahaya maka maksudnya
menjadi kuat mempengaruhi hati. Begitu pula dengan anjuran untuk menjauhkan diri
keburukan kufur dalam diri seseorang. Sungguh, Allah SWT telah memperbanyak
Zakarsyi adalah tentang al-amtsl yang bukan ad-dharb. Artinya, mereka berpendapat
bahwa al-amtsl adalah satu hal dan dharbul amtsl merupakan hal lain. Sebab,
bukanlah perkara penting dalam dharbul amtsal, tetapi ia menjadi milik al-amtsl.
pikiran secara global dan samar, sehingga sulit menembus dan mengambilnya serta
mengeluarkan rahasianya. Dan al-matsal (kata tunggal dari al-amtsl) ialah yang
-7-
Begitu pentingnya masalah ini, sehingga tidak sedikit dari ulama, baik klasik
maupun kontemporer, telah membuat karya-karya dan buku tentang al-Amtsl al-
H).
2- Amtsl al-Quran, karya Ibrahim bin Muhammad bin Arafah bin Mughirah,
4- Amtsl al-Quran, karya Abu Ali Muhammad bin Ahmad bin Junaid al-
6- Al-Amtsl al-Quraniyah, karya Abul Hasan bin Ali bin Muhammad bin
7- Amtsl al-Quran, karya Syeikh Syamsuddin Muhammad bin Abu Bakar bin
Qayim al-Jauziyah (wafat 754 H). Karya ini telah dicetak beberapa waktu yang lalu.
Tabrizi (wafat 1327 H). Karya ini tercetak di atas batu di Tabriz tahun 1324 H.
13- Amtsl al-Quran (dalam bahasa Parsi), karya Ali Ashghar Hikmat.
14- Tafsir Amtsl al-Quran (dalam bahasa Parsi), karya Dr. Ismail Ismaili.
-8-
bagian: pertama, yang tampak (zhhir); ialah yang menyebutkan kata matsal secara
terang dalam ucapan atau kalimatnya. Kedua, yang tersembunyi (kmin); ialah yang
tidak disebutkan kata matsal di dalam ucapan atau kalimatnya, tetapi ucapan atau
matsal al-kmin, dan berkata: Ini bukan nash az-Zarkasyi. Adapun contoh-contoh
yang pertama (yakni al-matsal azh-zhhirah) antara lain ialah firman Allah SWT:
perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api.. [al-Baqarah: 17-
20]. Dalam ayat ini Allah membuat dua perumpamaan bagi kaum munafik; yakni
dengan hujan.
maka al-Mawardi berkata: Aku mendengar Abu Ishaq Ibrahim bin Mudharib bin
Ibrahim berkata: Aku mendengar ayahku berkata: Aku berkata kepada al-Husein bin
Ia (al-Husein bin Fadhl) berkata: Ya, dalam empat tempat: Firman Allah: yang tidak
tua dan yang tidak muda [al-Baqarah: 68]. Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula kikir), dan
janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu
suaramu dalam salatmu dan jangalah pula merendahkannya, dan carilah jalan
kalimat man jahila syai`an dhu (orang yang tidak tahu sesuatu maka ia
menjauhinya?)
Ia menjawab: Ya, di dua tempat, yaitu: Yang sebenarnya, mereka mendustakan apa
yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna [Yunus: 39]. Dan Dan
karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya, maka mereka akan berkata: Ini
S: Apakah Anda menemukan dalam Kitabullah: ihdzar syarra man ahsanta ilahi
J: Ya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan
S: Apakah Anda menemukan dalam kitab Allah: laisa l-khabaru ka l-iyn (bukanlah
Ibrahim menjawab: Saya telah percaya, akan tetapi agar bertambah tetap hati
keberkahan-keberkahan)?
mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak [an-
Nisa: 100].
S: Apa Anda menemukan: kam tadiinu tudnu (sebagaimana kamu taat, maka kamu
pun diganjar)?
J: Dalam firman-Nya: Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan
S: Apakah Anda menemukan di dalam al-Quran perkataan mereka; hiina taqlii tadri
J: Dan mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat azab, siapa yang
(orang mukmin tidak dipatuk dalam satu sarang sebanyak dua kali)?.
S: Apakah Anda menemukan juga: man ana zhliman sullitha alaihi (barangsiapa
J: Telah ditetapkan terhadap setan itu, bahwa barangsiapa yang berkawan dengan
dia, tentu dia (setan) akan menyesatkannya, dan membawanya ke azab neraka [al-
Hajj: 4].
S: Bagaimana dengan perkataan mereka: l talidu l-hayyah illa l-hayyah (ular tidak
J: Firman Allah: dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat
J: dan di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan
S: Apakah Anda menemukan dalam al-Quran kalimat: al-hall l ya`tiika ill quutan
wa l-harm l ya`tiik ill jazfan (yang halal tidak datang kepadamu kecuali makanan
pokok, dan yang haram tidak datang kepadamu kecuali barang yang tanpa ditakar)?
terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu
tidak datang kepada mereka [al-Araf: 163] (al-Itqan fi Ulum al-Quran: 2/1045-
1046).
jika Anda benar-benar memperhatikan apa yang disebutkan al-Mawardi di atas, yakni
(matsal kmin), menunjukkan bahwa al-Mawardi tidak pernah menukil matsal kmin
dari al-Husein bin Fadhl. Sebab, al-Mawardi tidak menamakan yang demikian itu
(muqranah) antara sesuatu dengan sesuatu yang lain yang mungkin dipandang
sebagai perumpamaan dari ungkapan bangsa Arab dan Ajam. Setelah melakukan itu
mengalahkan ungkapan orang-orang Arab dan Ajam sebagai bukti bahwa amtsal
itu termasuk amtsl kminah. Tetapi, yang jelas bahwa ibarat-ibarat Quraniyah
tersebut bukan termasuk dalam bab al-amtsl. Soal pencakupan ibarat atas makna
yang ada di dalam matsal, tidaklah cukup untuk memutlakkan sebutan al-matsal atas
ibarat tersebut, sehingga bentuk yang diriwayatkan itu adalah rukun yang asas dalam
matsal.
Oleh karena itu, yang dapat dilihat ialah bahwa pengistilahan ulama atas
yang tidak bersandar pada dalil, baik secara nash maupun secara historis. (Lihat, ash-
Shuratu al-Fanniyah fi al-Matsal al-Qurani: 118, nukilan dari kitab al-Amtsal fi an-
at-tasybiih atau penyerupaan (yakni kata matsal dan huruf kf). Namun kenyataannya,
hal itu merupakan tamtsil yang sangat indah dalam hakikat (secara aqliyah), meskipun
ia kurang indah apabila ditangkap secara emosional. Dalam hal ini, beberapa ayat al-
kepada Allah dan keridhaan(-Nya) itu yang baik, ataukah orang yang mendirikan
bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama dia ke
dalam neraka Jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang
zalim atau munafik seperti bangunan di tepi jurang. Sebagai orang yang membangun
di tepi jurang, maka bangunannya berbahaya, labil, dan sangat mudah runtuh. Artinya,
bangunan mereka akan runtuh dan segera jatuh di neraka jahannam. Ayat ini
menunjukkan bahwa tidak sama antara amal orang bertakwa dengan amal orang
munafik. Amal orang mukmin yang bertakwa itu kokoh dan tangguh, pondasinya
ditanam di atas landasan yang benar dan kuat, sedangkan amal orang yang munafik
pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang
Aku tidak berbuat demikian sampai gagak beruban, sampai batu hitam memutih.
Atau dengan pepatah-pepatah lain. Seorang penyair berkata: Jika gagak beruban
kudatangi istriku. Dan apabila batu hitam telah menjadi seperti air susu.
orang kafir masuk ke surga dengan ungkapan: orang-orang kafir akan masuk surga
apabila sudah tiba waktunya unta masuk ke dalam lubang jarum. Ungkapan ini
Ayat ini memberikan perumpamaan untuk orang mukmin dan orang kafir.
Semua tanah adalah satu jenis, ada yang baik, lembut, dan subur, yang lunak oleh
hujan, tanah yang cocok untuk tumbuhan dan banyak hasilnya. Tetapi, ada pula yang
tandus, tidak menumbuhkan tanaman apapun, dan kalau menumbuhkan pun tidak
darah dan daging. Di antara hati manusia itu ada yang lunak (baca: mudah) menerima
nasihat, tapi ada pula yang kering dan keras serta tidak mau menerima nasihat. Maka,
hendaklah bersyukur kepada Allah orang-orang yang lunak hatinya, yang selalu
4- Allah SWT berfirman: Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin
kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; di dalam kebun
itu dia mempunyai segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada
orang itu sementara dia mempunyai keturunan yang masih kecil. Maka kebun itu
ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah
266].
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibn Abbas: Suatu hari Umar bin Khatthab
berkata kepada para sahabat Nabi as: Tentang siapa ayat ini turun; Apakah ada
Umar marah lalu berkata: Katakanlah, kami tahu atau tidak tahu!.
Lalu Ibn Abbas berkata: Dari ayat itu aku memiliki sesuatu.
Tafsir; Tafsir surat al-Baqarah, bab Qauluhu: Ayawaddu ahadukum.., No. 4273].
al-Quran memiliki beberapa ciri, antara lain: pertama, bergandengan dengan kata
matsal. Kedua, bergandengan dengan matsal yang disertai kata dharbu, yang Allah
SWT memilih dharb menjadi bagian yang besar dalam amtsl al-Quran. Ketiga,
diiringi dengan huruf yang bermakna penyerupaan (kf at-tasybiih). Keempat, dengan
menyebutkan materi matsal tanpa bergandengan dengan salah satu dari keduanya
(dharb atau matsal), seperti pada ayat: wa l-baladu th-thayyibu yakhruju nabtuhu bi
idznihi rabbihi, wa l-ladzii khabutsa l yakhruju ill nakidan (dan tanah yang baik
yang tanamannya subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur yang
-9-
ayatnya, yang jumlah penggunaannya hampir delapan puluh kali. Kata al-mitsl
digunakan satu kali lebih banyak dari kata al-matsal. Kata al-amtsl merupakan
bentuk jamak bagi keduanya. Tetapi kedua kata atau lafaz ini berbeda maksud sesuai
dengan ada tidaknya pasangan katanya (qariinah). Kalimat dalam surat al-Araf ayat-
194: inna l-ladziina taduuna min duuni llhi ibdun amtslukum (sesungguhnya
berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk yang lemah yang
serupa juga dengan kamu) menunjukkan bahwa kata amtsl pada ayat tersebut
merupakan bentuk jamak dari al-mits. Buktinya adalah, Allah menilai tuhan-tuhan
kaum musyrik seperti diri mereka dalam kebutuhan dan kemungkinan (imkn), yakni,
tuhan-tuhan buatan itu adalah makhluk atau keberadaan yang membutuhkan sebab.
manusia supaya mereka berpikir. Dalam ayat ini, kata al-amtsl dan adh-dharb
diletakkan bergandengan. Hal ini merupakan bukti atas bentuk jamak matsal. Yang
penting dalam masalah ini adalah mempelajari makna adh-dharb dan semacamnya,
mengingat tak sedikit kata al-matsal yang bergandengan kata adh-dharb. Misalnya
buatkan bagi manusia dalam al-Quran ini setiap macam perumpamaan supaya mereka
Dalam hal ini para mufasir berbeda pendapat ketika menafsirkan kata adh-
penjatuhan sesuatu atas sesuatu, yaitu menjatuhkan dengan tangan atau dengan
tongkat atau dengan alat pemukul lainnya. Seperti terdapat dalam ayat: ani dhrib bi
ashka l-hajar (pukullah batu itu dengan tongkatmu!). [al-Araf: 160]. Dalam hal
dimaksud adalah at-tamtsil. Pengertian ini yang dipilih oleh Ibn Manzhur, dengan
dalil ayat: wa dhrib lahum mastalan ashhba l-qaryati idz j`ah l-mursalun
[Yasin: 13], yakni: matstsil lahum matsalan hla ashhbi l-qaryah (buatlah bagi
mereka suatu perumpamaan, yaitu keadaan penduduk suatu negeri), dan itu adalah
keadaan ashhbul qaryah. Dan ayat: yadhribu llhu l-haqqa wa l-bthil [ar-Rad:
tafsir dari Syeikh ath-Thusi (wafat 460 H) dalam at-Tibyan fi Tafsir al-Quran: 7/302;
az-Zamakhsyari dalam al-Kasyaf: 2/553, dan al-Alusi (wafat 1270 H) dalam ar-Ruuhu
dharaba fi l-ardh. Dan kata dhrib dinamakan juga mudhrib (yang berspekulasi)
Jadi jika adh-dharb bermakna menempuh dan melintasi benua, maka dharbul
dan bangsa-bangsa. Perumpamaan itu berjalan dan terus berjalan hingga menembus
kalbu-kalbu.
tersiar dan berjalan melintasi negeri-negeri. Ini yang dipilih oleh Abu Hilal dalam
benak dan pikiran, sebagaimana mata-mata mereka menjadi dalil atas sesuatu yang
ditegakkan. Dalam konteks ini, dharbul matsal berasal dari perkataan mereka:
yakni Allah SWT yanshibu (memasang) petunjuk kebenaran dan kebatilan serta
(matsal), yang berasal dari kalimat; dharbul laban (membuat susu) dan dharbul
khatam (membuat cincin). Atau dimaknai dengan, menetapkan sesuatu atas sesuatu.
yakni menempelkan huruf-huruf atau gambar atas dirham untuk dicetak dengannya.
Maksudnya, matsal dimaknai dengan kesesuaian atas suatu keadaan, yakni matsal
hadir untuk menjelaskan suatu sifat tertentu yang bersesuaian. Ringkasnya; dharbul
matsal diangkat dari beberapa kemungkinan, yaitu: (1) Bermakna sra (berjalan); dari
Dengan demikian terungkap tafsir ayat: ..Dan orang-orang yang zalim itu
berkata: Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena
tentang kamu, lalu sesatlah mereka, mereka tidak sanggup (mendapatkan) jalan
menyamakan Nabi Muhammad saw dengan seorang laki-laki yang tersihir. Tapi Allah
laka l-amtsl; yakni bagaimana mereka menyifatimu sebagai orang yang tersihir.
Padahal siirah-mu bersaksi atas kebalikan dari penyifatan kaum musyrikin itu. Ayat-
ayat yang dilantunkan Nabi saw adalah firman Allah SWT, yang tidak ada
hubungannya dengan sihir, dan apa yang mereka lihat dari al-Quran sungguh menarik
akal dan memikat segenap hati. Hal itu disebabkan oleh kemanisan, keindahan dan
kemukjizatan al-Quran yang luar biasa. Lalu bagian manakah yang disebut sihir?
Dengan demikian, makna yang sesuai untuk penafsiran ayat 8-9 surat al-
Furqan di atas ialah, kata adh-dharb ditafsirkan sebagai sifat. Dan telah dikatakan
sebelumnya bahwa sifat merupakan salah satu dari makna adh-dharb, seperti
tersihir?
memperumpamakan bagimu suatu misal atau tamtsil, maka hal ini sama sekali tidak
sempurna. Sebab menyifati Nabi Muhammad saw dengan tersihir, bukanlah matsal
s`ir (perumpamaan yang berlaku/beredar), juga bukan merupakan tamtsil qiysi
(proporsi silogisme).
Tafsir yang serupa ialah adh-dharb dengan qathu l-ardh (melintasi bumi atau
dunia). Kaum musyrikin tidak menyifati Nabi saw dengan itu untuk memasyhurkan
beliau, sehingga mereka mengatakan sairan fi l-ardh (berjalan atau melintasi negeri-
negeri).
-10-
dan kondisi) yang melingkupi hidupnya. Karena itu, setiap pembicaraan kemudian
dengan mudah dapat dibedakan, mana yang dari kota dan mana yang dari desa, atau
dari pedalaman. Hal ini terjadi karena lingkungan termasuk salah satu dari tiga hal
yang membentuk pribadi manusia. (dua hal yang lain adalah keluarga dan pendidikan,
penj.) Dari sisi ini seorang muhaqqiq yang ahli dalam sejarah dapat membedakan
antara syiir jahiliyah dengan syiir pada masa Islam, syiir pada masa Umayah
dengan syiir di masa Abbasiyah. Hal ini sebagai sebuah kesimpulan dari pemantulan
keadaan atas jejak sastra. Tetapi al-Quran, yang merupakan firman Allah SWT, bersih
dari ketidaksempurnaan ini. Sebab, Allah SWT adalah Pencipta segala sesuatu. Dia
dan karena itu mesti diperhatikan tujuan diturunkannya. Kita mendapati tanda
Mekah pada ungkapan al-Amtsl al-Makkiyah dan tanda Madinah pada uraian al-
Amtsl al-Madaniyah.
yang melanda masyarakat Mekah. Di masa itu, misalnya, Nabi Muhammad saw
memberikan argumentasi kepada kaum musyrikin, menilai bodoh pikiran-pikiran
mereka, mengajak mereka untuk beriman kepada Tuhan Yang Esa dan hari akhir, dan
pergulatan ini, al-Quran datang dengan bahasa perumpamaan yang memukau dengan
dengan sarang laba-laba, yang tidak lebih kuat dari hembusan angin, dan tidak lebih
Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau saja
perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak
Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya
kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pula) yang
itu dengan minyak zafaron sampai kering, lalu datanglah lalat-lalat merampas (baca:
menghisap) minyak itu, dan tuhan-tuhan mereka itu tidak mampu membela diri. Allah
empat belas abad silam. Matsal Qurani kerapkali ditujukan kepada para pembesar,
yang tertipu oleh kebanggaan, kebatilan, dan jebakan atas nama penemuan-penemuan
sesuatu yang diserang oleh rombongan serangga kecil ini. Mereka mematikan
serangga kecil itu dengan hawa yang disemprotkan dari pemusnah serangga. Namun,
tersebut, dan dengan sentuhan lembutnya justru terus saja membawa kuman penyakit
99, menukil dari kitab al-Quran wa Qadhaya al-Insan karya Bintu asy-Syathi`).
dunia dan berpaling dari akhirat, al-Quran membawakan sebuah perumpamaan yang
menunjukkan bahwa dunia hanyalah seperti bayangan, yang akan hilang dan cepat
adalah seperti (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan
suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan
manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna
keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira
waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman-tanamannya itu) laksana
berpikir [Yunus: 24]. Ayat yang mengutarakan al-amtsl untuk tauhid dan cara
pandang manusia terhadap pilihan hidupnya ini (dunia atau akhirat) banyak turun di
Mekah.
Tanda Madinah tampak pada al-amtsl yang turun di Madinah. Amtsl ini
keberhalaan, dan pengingkaran terhadap kehidupan ukhrawi. Karena itu, wahyu yang
Ketika berhijrah, Rasulullah saw dan para sahabat setianya diganggu oleh
sepak terjang kaum munafik yang terus menyimpan kekufuran dalam tampilan
keislaman dengan tujuan merusak pemerintahan Islam yang baru dibangun. Dalam
masa penuh ujian bagi golongan mukminin itu tampak bahwa al-amtsal al-Madaniyah
dalam banyak ayat menyerang kaum munafik dan menjelaskan aksi-aksi mereka
terhadap Islam dan muslimin. Di antaranya; Allah SWT membuat perumpamaan bagi
mereka dengan api dan hujan: Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang
menyalakan api. Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah hilangkan
cahaya (yang menyinari) mereka itu, dan membiarkan dalam kegelapan (sehingga
mereka) tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan
kembali (ke jalan yang benar). Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat
dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya
dengan jari-jemarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan
Yahudi, yaitu bani Qainuqa, bani Nadhir, dan bani Quraidhah. Mereka memiliki
watak membuat makar dan tipu muslihat. Sebenarnya, mereka sudah membaca tanda-
tanda kerasulan Muhammad saw dalam kitab Taurat, tapi mereka mengabaikan ayat-
ayat Taurat tersebut dan hanya memandangnya sebagai bacaan yang tidak enak dibaca
dan ditulis. Sifat kaum Yahudi ini digambarkan di dalam al-Quran melalui
memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Sangat
buruk sifat kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tidak memberi
Di sisi lain, kaum muslimin yang hidup bersama Nabi Muhammad saw
memang tidak sepi dari berbagai ujian. Karena itu, mereka selalu membutuhkan
hidayah ilahiyah yang dapat memperbaiki akhlak mereka. Sebagian dari mereka yang
menginfakkan harta karena riy` dan tidak mengharap keridhaan Allah, atau berinfak
dengan rasa pamrih dan menyakiti hati si penerima, diberi teguran keras melalui
jalan Allah dan penginfak yang berpamrih, riya, dan menyakiti si penerima tampak
dalam ayat berikut ini: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir (tumbuh lagi) seratus biji. Allah
melipat gandakan (pahala) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas
karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian
batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka
tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak
dan sesudah Hijrah. Selanjutnya akan dibasah al-amtsal dalam tafsir satu persatu ayat.
-11-
perumpamaan al-Quran. Hal itu disebabkan oleh fakta penyingkapan al-Quran atas
niat (busuk) kaum musyrik dan munafik dan mengungkapkan realitas keyakinan
mereka serta menilai bodoh cara berpikir mereka. Pengetahuan yang disampaikan al-
Quran itulah yang membuat para pengingkar kebenaran gelisah dan terguncang. Yang
demikian itu, secara mengesankan diajarkan oleh Allah SWT melalui perumpamaan
binatang seperti lalat, laba-laba, dan nyamuk, atau anjing dan keledai.
menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu biarkan dia menjulurkan lidahnya
mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab tebal
[al-Jumah: 5].
Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang
lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa
perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan
apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan? Dengan perumpamaan itu
banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak
yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang
dan menguraikan yang samar menjadi tampak. Jika yang diperumpamakan besar,
maka begitu pula dengan yang dituju oleh perumpamaan itu. Demikian juga jika
perumpamaannya kecil atau rendah, ia pun berlaku demikian. (al-Itqan fi Ulumi al-
Quran: 2/1042).
Barangkali karena kesamaran makna ayat itu masih terjadi sampai masa kini,
perkara yang rendah dan hina lainnya. Mereka lalai bahwa ibrah yang terkandung di
tujuannya. Tidak ada orang yang mengetahui rahasia kemukjizatan susunan kerangka
tubuh nyamuk sebagai sebuah perumpamaan, dan tidak pula mengetahui pembuatan,
perencanaan dan persiapan di dalam susunan kerangka tersebut. Mungkin saja, dalam
ketidak-tampakan pandangan mata, terdapat rahasia tertentu yang tidak dimiliki oleh
kebanyakan kerangka binatang lain yang secara fisik lebih besar. Yang pasti, pembuat
semua itu adalah Allah SWT, dan cukuplah demikian. Allah, adalah Tuhan (bagi)
yang kecil dan yang besar, Pencipta nyamuk dan gajah. Mukjizat pada nyamuk
substansinya sama dengan mukjizat pada gajah. Nyamuk adalah mukjizat kehidupan,
memiliki rahasia yang tertutup yang tidak diketahui kecuali oleh Allah SWT. Ibrah
di dalam perumpamaan ayat bukan dilihat dari ukuran fisik (besar dan kecilnya)
dan pencerahan. Tiada dalam pembuatan perumpamaan itu sesuatu yang tercela, dan
tiada tempat rasa malu untuk menyebutkannya. Allah Yang begitu agung hikmah-
Nya hendak menguji kalbu dan jiwa manusia. (Fi Zhilalu al-Quran: 1/57).
-12-
Perumpamaan-Perumpamaan Al-Quran
(matsal s`ir) bukanlah tamtsil yang ada dalam al-Quran. Ketika al-Quran
supaya mereka berpikir [al-Hasyr: 21], ia menghendaki tamtsil, bukan matsal s`ir.
Dan tamtsil ini adalah sebuah metode Ulumul Quran dan merupakan bab besar
tentang pengetahuan-pengetahuan.
daftar khusus, meskipun mungkin masih lebih banyak lagi dari apa dapat disebutkan
itu.
dianggap bukan bagian dari tamtsil. Marilah kita perhatikan ayat-ayat al-Quran
sebagai berikut:
1- Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah
api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka,
dan membiarkan dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta,
maka tidaklah mereka akan kembali (kejalan yang benar) [al-Baqarah: 17-18].
2- Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai guruh
dan kilat serta gelap gulita; mereka menyumbat telinga dengan jari-jemarinya karena
suara petir itu; sebab mereka takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang
kafir. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu
menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa
yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman maka mereka yakin
bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka. Tetapi mereka yang kafir
perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan, dan dengan perumpamaan itu
(pula) banyak yang diberi petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali
pengembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan
seruan. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti [al-
Baqarah: 171].
5- Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang
Baqarah: 214].
6- Atau apakah( kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang
menghidupkan kembali negeri ini setelah roboh? Maka Allah mematikan orang itu
lamanya kamu tinggal di sini? Ia menjawab: Saya tinggal di sini sehari atau
setengah hari. Allah berfirman: Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus
tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah;
dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang): Kami akan
menjadikan kamu sebagai tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada
tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami
menutupnya dengan daging. Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah
menghidupkan yang telah mati) dia pun berkata: Saya yakin bahwa Allah Maha
jalan Allah) adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir,
pada tiap-tiap bulir (tumbuh lagi) seratus biji. Allah melipatgandakan (karunia) bagi
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan (dia) tidak beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpaman orang itu seperti batu licin yang
di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia
bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka
usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir[al-
Baqarah: 264].
keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa, seperti sebuah kebun yang terletak di
dataran tinggi yang di siram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya
dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun
memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. [al- Baqarah: 265].
10- Apakah ada salah seorang di antara kamu yang ingin mempunyai kebun kurma
dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; di dalam kebun itu dia
memiliki segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu
sedang dia mempunyai keturunan yang kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras
11- Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan)
Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya:
adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa sangat dingin, yang
menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya.
Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka
13- Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami
berikan kepadanya cahaya terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di
dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari kegelapan itu?
Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah
14- Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya subur dengan seizin Allah; dan
[al-ARaf: 58].
15- Dan beritakanlah kepada mereka tentang orang yang telah Kami berikan ayat-
ayat Kami (pengetahuan tetang isi al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-
ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk
tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing. Jika
kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu biarkan dia menjulurkan
ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.
Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan
16- Sesungguhnya perumpaman kehidupan dunia itu adalah seperti air (hujan) yang
Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya tanam-tanaman bumi
karena air, yang di antaranya ada yang di makan manusia dan binatang ternak.
Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula)
datanglah azab Kami kepadanya di saat malam atau siang, lalu Kami jadikan
(tanamannya) laksana tanaman yang sudah disabit, yang seakan-akan belum pernah
mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan
mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah
18- Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-berhala
yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi
mereka, (keadaan mereka) seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya
ke dalam air supaya air sampai ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke
mulutnya. Dan doa (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka [ar-
Rad: 14].
19- Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-
lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan
dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-
alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan (bagi) yang benar dan batil. Buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang
tidak berharga; sedangkan yang memberi manfaat kepada manusia, ia tetap di bumi.
20- Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa ialah
berbuah berikut naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-
orang bertakwa; sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir adalah neraka.
[ar-Rad: 35].
21- Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka seperti abu
yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka
tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di
dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. [Ibrahim: 18].
kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya
(menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada tiap musim dengan seizin
23- Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah
dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; dia tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun
[Ibrahim: 26].
menganiaya diri mereka sendiri, telah nyata bagimu bagaimana Kami berbuat
[Ibrahim: 45].
25- Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat
yang buruk; dan Allah mempunyai sifat yang maha tinggi; dan Dia-lah Yang Maha
26- Allah membuat perumpamaan melalui seorang hamba sahaya yang dimiliki,
yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun, dan seseorang yang Kami beri rezki
yang baik, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan terang-
terangan. Adakah mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan
27- Dan Allah membuat (pula) perumpamaan dengan dua orang laki-laki; yang
seorang bisu, tidak dapat berbuat apa-apa dan menjadi beban atas penanggungnya,
ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan
kebajikan apapun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat
keadilan, dan yang selalu berada di atas jalan yang lurus? [an-Nahl: 76].
28- Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benang
yang sudah dipintalnya dengan kuat hingga menjadi cerai berai kembali. Kamu
adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain.
Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari
kiamat akan dijelaskan kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu. [an-
Nahl: 91-92].
29- Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang
karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan,
jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur yang
dikelilingi dengan pohon-pohon kurma, dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan
ladang. Kedua kebun itu menghasilkan buah, dan kebun itu tidak pernah kurang
buahnya sedikitpun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu, dan dia
mempunyai kekayaan besar. Maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika
lebih kuat. Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri;
ia berkata: Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak
percaya hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada
Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-
kebunku ini. Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya: Apakah kamu kafir
kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani,
lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? Tetapi aku percaya
bahwa: Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan apapun dengan
Tuhanku. Dan mengapa kamu tidak mengatakan ketika kamu memasuki kebunmu
itu masya Allah, tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah? Jika kamu
anggap aku lebih sedikit daripada kamu dalam hal harta dan pengikut, maka mudah-
mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik daripada
kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit
kepada kebun-kebunmu, hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin; atau airnya
menjadi surut ke dalam tanah, sehingga kamu sekali-kali tidak dapat menemukannya
lagi. Dan harta kekayaan orang yang ingkar pun dibinasakan, lalu ia membolak-
balikkan kedua tangannya (menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk
itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: Aduhai
kiranya dulu aku tidak mempersekutukan Tuhan dengan seorangpun. Dan tidak ada
bagi dia segolonganpun yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak
dapat membela dirinya. Di sana pertolongan itu hanya dari Allah yang Haq. Dia
adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi balasan. [al-Kahfi: 32-
43].
31- Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), bahwa kehidupan dunia
adalah laksana air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi suburlah
menjadi kering karena diterbangkan angin. Dan adalah Allah Maha kuasa atas
olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-
kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk
menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka
dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat
33- Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah,
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.
Pelita itu berada di dalam kaca, dan kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya)
seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya,
(yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di
35].
34- Dan untuk orang-orang yang kafir, amal-amal mereka seperti fatamorgana di
atas tanah datar yang disangka air oleh orang-orang yang haus dahaga. Bila air itu
didatangi, dia tidak mendapati sesuatu apapun. Dan dia mendapati (ketetapan) Allah
35- Atau seperti gelap gulita di laut dalam, yang diliputi ombak, yang di atasnya
Apabila dia mengeluarkan tangannya, dia tidak dapat melihatnya, (dan) barangsiapa
yang tidak diberi cahaya (petunjuk) Allah, dia tidak akan mempunyai cahaya
adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang
paling lemah adalah rumah laba-laba, jika mereka mengetahui. [al-Ankabut: 41].
mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nya sifat yang Mahatinggi di langit dan di bumi; dan Dia
38- Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. Apakah ada di
antara hamba-sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam
(memiliki) rezki yang telah Kami berikan kepadamu, maka kamu pun sama dengan
mereka dalam (hak mempergunakan) rezki itu, dan kamu takut kepada mereka
sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri. Demikianlah Kami jelaskan ayat-
dengan air lain, yang asin lagi pahit. Dari masing-masing laut itu kamu dapat
memakan daging yang segar dan dapat mengeluarkan perhiasan yang kamu bisa
membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu
40- Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat. Dan tidak sama
gelap gulita dengan cahaya. Dan tidak sama yang teduh dengan yang panas terik.
Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati.
dan kamu sekali-kali tidak akan sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur
41- Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri
ketika utusan-utusan datang kepada mereka; (yaitu) ketika Kami mengutus kepada
mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami
kuatkan dengan (utusan) yang ketiga. Ketiga utusan itu berkata: Sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang diutus kepadamu. Mereka menjawab: Kamu tidak lain
hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan
sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka. Para utusan itu berkata:
Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus
kepada kamu, dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah
karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami
akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami.
Utusan-utusan itu berkata: kemalanganmu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika
kamu diberi peringatan (maka kamu bernasib malang)? Sebenarnya kamu adalah
kaum yang melampaui batas. Dan datanglah dari ujung kota seorang laki-laki, yang
orang yang tidak pernah meminta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-
orang yang mendapat petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah
menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya lah kamu (semua) akan dikembalikan?
Mengapa aku menyembah tuhan-tuhan selain-Nya yang jika (Allah) Yang Maha
memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak dapat menyelamatkanku?
Kalau begitu, sesungguhnya aku pasti berada dalam kesesatan yang nyata.
ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan. Dan
Kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah dia (meninggal) suatu pasukanpun
dari langit, dan Kami tidak layak menurunkannya. Tidak ada siksaan atas mereka
melainkan satu teriakan saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati. Alangkah
42- Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari
air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata. Dan dia membuat
perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; dia berkata: Siapakah
Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang telah menciptakannya pertama kali. Dan Dia
oleh beberapa orang yang berserikat yang berada dalam perselisihan, dan seorang
budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja). Adakah kedua budak
itu sama keadaannya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak
44- Padahal apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar gembira dengan
apa yang dijadikan permisalan bagi Allah Yang Maha pemurah; jadilah mukanya
hitam pekat sedang dia amat menderita menahan sedih. [az-Zukhruf: 17-18]
45- Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami pun menghukum mereka.
Lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka
sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang datang kemudian. [az-
Zukhruf: 55-56]
46- Dan tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan, tiba-tiba kaummu
(Qurays) bersorak karenanya. Dan mereka berkata: Manakah yang lebih baik
tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)? Mereka tidak memberikan perumpamaan itu
kaum yang suka bertengkar. Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami
berikan kepadanya (nikmat/kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti
48- Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, yang
di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak pernah berubah rasa dan baunya,
sungai-sungai dari air susu yang tak pernah berubah rasanya, sungai-sungai dari
khamar yang lezat rasanya bagi para peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang
ampunan dari Tuhan mereka itu, apakah sama dengan orang yang kekal dalam
neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih yang memotong-motong
51- (Mereka adalah) seperti orang-orang yang belum lama sebelum mereka telah
merasakan akibat buruk dari perbuatan mereka, dan bagi mereka azab yang pedih.
[al-Hasyr: 15]
52- Bujukan orang-orang munafik itu adalah seperti (bujukan) setan ketika dia
berkata kepada manusia: kafirlah kamu, maka tatkala manusia itu telah kafir ia
berkata: Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut
53- Kalau sekiranya Kami menurunkan al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti
kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah, disebabkan takut kepada Allah. Dan
[l-Hasyr: 21].
mereka tidak memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang
tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu.
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim [al-Jumah: 5]
55- Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir.
Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara
hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka
kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikitpun (keluar) dari (siksa)
56- Dan Allah membuat istri Firaun perumpamaan bagi orang-orang yang
dari kaum yang zalim. Dan (ingatlah) Maryam putri Imran yang memelihara
kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan)
Kami, dan dia membenarkan kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya, dan adalah dia
57- Dan tidak Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan
tidaklah Kami jadikan bilangan mereka itu melainkan untuk menjadi cobaan bagi
orang-orang kafir, agar orang-orang yang diberi al-Kitab menjadi yakin, dan supaya
orang-orang yang beriman bertambah imannya, dan supaya orang-orang yang diberi
al-Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu, dan supaya orang-orang yang di
dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): Apakah yang
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara
Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan itu tidak lain hanyalah peringatan bagi
Itulah ayat-ayat yang diambil oleh Dr. M. Husein Ali Shaghir. Meskipun
masih ada ayat-ayat lain yang memuat tamtsil. Meskipun di dalam ayat-ayat lain itu
tidak terdapat kata matsal atau huruf tasybih, tetapi ayat-ayat itu membuat tamtsil dan
riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan
lantaran (tekanan) penyakit gila. [al-Baqarah: 275]. Dalam ayat ini, pemakan riba
diserupakan dengan orang yang dirasuki sakit gila, sehingga ia menjadi orang yang
linglung, tidak punya akal, dan kehilangan kesadaran dirinya. Dan masih ada ayat-
bermanfaat dari dharbul al-Amtsl di dalam al-Quran, antara lain: peringatan, nasihat,
anjuran dan pencegahan, pertimbangan, penetapan, pendekatan makna bagi akal, dan
makna dalam bentuk yang lebih visual (baca: tampak mata), karena al-amstal
perumpamaan adalah penyerupaan (tasybih) yang samar dengan yang terang, yang
balasan, pujian dan celaan, pahala dan siksaan, meninggikan dan merendahkan
Berikut ini adalah ayat-ayat al-Quran yang secara jelas memuat (kata) matsal.
Kata yang terletak sebelum tanda kurung dalam ayat-ayat di bawah ini adalah arti dari
3- Dan Allah mempunyai sifat (al-matsal) yang Mahatinggi; dan Dia-lah Yang Maha
4- Dan bagi-Nya-lah sifat (al-matsal) yang maha tinggi di langit dan di bumi; dan
6- Dan sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam al-Quran ini setiap
17].
9- Dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka dan
telah Kami berikan kepada kamu beberapa perumpamaan (al-amtsl). surat dan ayat berapa :[Comment [
dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu [Al-Ankabut: 43].
14- Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kapada kamu ayat-ayat yang
sebelum kamu dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa [an-Nur: 34].
15- Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang
ganjil (matsal), melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang
memuat lafaz matsal dan yang menggunakan huruf kf at-tasybih, sebagaimana telah
disinggung sebelumnya.
-13-
Al-Quran secara keseluruhan berisi hikmah dan nasihat, berita dan ibrah.
ayat al-Quran, berupa perumpamaan yang beredar (amtsl sirah) pada kurun waktu
tertentu, untuk diedarkan melalui budaya lisan dalam kehidupan dan perbuatan
keseharian mereka. Telah dibicarakan sebelumnya bahwa ayat-ayat ini tidak turun
dalam bentuk matsal, sebab matsal merupakan kalam yang beredar melalui lisan atau
pengucapan sampai menjadi amtsl s`irah. Yang jelas, bahwa hikmah-hikmah yang
tanpa ada yang menyamainya. Jadi, ketika hikmah-hikmahnya turun, belum ada
penyifatan (atau penamaan) matsal pada saat itu. Baru setelah beberapa waktu
Jafar bin Syamsul Khilafah 28 (wafat tahun 622 H) telah menghimpun satu bab
tentang kata-kata al-Quran yang berlaku sebagai matsal, dan dinukil oleh as-Suyuthi
dalam kitabnya, al-Itqan, sambil menyatakan: Ini adalah macam al-badi29 yang
28
Ia adalah Abul Fadhl Jafar bin Muhammad Syamsul Khilafah al-Afdhali al-Bashri, lahir
tahun 543 H. Diterangkannya oleh Ibn Khalkan dalam kitab Wafayat al-Ayan, penulis kitab
al-Adab, sebuah kitab ringkas tentang hikmah-hikmah dan amtsl dari prosa dan syair, yang
dicetak di Mesir tahun 1349 H.
29
Ilmu Badi (dalam sastra Arab).
1- Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu [al-Baqarah:
216].
2- Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang
Baqarah: 286].
4- Kamu sekali-kali tidak sampai pada kebaktian (yang sempurna), sebelum kamu
6- Katakanlah: Tidak sama yang buruk dengan yang baik [al-Maidah: 100].
7- Untuk tiap-tiap berita (yang di bawa oleh para rasul) ada (waktu) terjadinya [al-
Anam: 67].
8- Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah
9- Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik
[at-Taubah: 91].
10- Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah
[Yusuf: 41].
Isra: 84].
15- Demikian itu adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan
16- Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah [al-
Hajj: 73].
17- Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan
19- Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih [as-Saba: 13].
20- Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini [as-Saba: 54].
21- Dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagaimana yang
22- Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang
23- Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa pada kejadiannya
[Yasin: 78].
24- Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja
[ash-Shaffat: 61].
26- Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain Allah [an-Najm:
58].
27- Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula) [ar-Rahman: 60].
28- Maka ambillah (kejadian itu) sebagai suatu pelajaran, hai orang-orang yang
29- Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah-belah [al-Hasyr:
14].
30- Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya [al-
Mudatstsir: 38].
Inilah yang dinukil oleh as-Suyuthi dalam kitabnya, al-Itqan, dari kitab al-
Aadb, karya Jafar bin Syamsul Khilafah. Kitab al-Aadb menyebutkan tidak lebih
dari 69 ayat, dan ayat-ayat ini telah menjadi amtsl s`irah (perumpamaan yang
hikmah dalam al-Quran yang berlaku sebagai al-amtsal lebih banyak daripada yang
pembicaraan lain, yang dengannya orang-orang pandai sampai (kepada maksud), dan
Quran telah berbicara, dan ia adalah kitab yang paling tinggi jauh sekali daripada
kitab-kitab lain yang diturunkan. Dan sabda Rasulullah saw tidak pernah lepas
darinya, sementara beliau adalah orang dari Arab yang paling fasih lisannya dan
ungkapan dan pembicaraan, dan semua pembesar lemah (kalah) menghadapi beliau
dalam balaghah.
kebenaran itu [Yusuf: 51], Telah diputuskan perkara yang kamu berdua
keduanya (Jafar bin Syamasul Khilafah dan Syihabuddin) ketika mengutip hikmah-
hikmah yang telah menjadi matsal di tengah khalayak, yang jumlahnya melebihi 245
ayat. (lihat, Amtsal al-Quran karya Ali Ashghar Hikmat). Doktor Muhammad Husein
ash-Shaghir menyebutkan hal semacam ini dalam bagian akhir kitabnya, yaitu sampai
anggapan bahwa ayat-ayat yang dinukil tersebut bukan matsal pada saat wahyu
tersebut diturunkan, tetapi ia merupakan hikmah. Ayat-ayat itu menjadi matsal ketika
Akhirnya, perlu juga ditambahkan ayat-ayat lain selain yang telah disebut di
atas, yaitu ayat-ayat yang lebih banyak beredar melalui lisan-lisan di sebagian besar
negeri-negeri Islam. Di bawah ini hanya disebutkan sebagian darinya, dan barangkali
pula di antaranya terdapat dalam kitab al-Aadb. Ayat-ayat yang dimaksud adalah:
4- Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah)
5- Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari
Itulah sepuluh ayat yang telah menjadi perumpamaan yang beredar (matsal
Arab dengan hikmah dalam al-Quran. Ia menyebutkan ayat-ayat yang dimaksud dan
amtsal berikut:
1- Orang Arab mengatakan tentang jelasnya suatu perkara dengan kalimat: qad
wadhaha sh-shubhu ladz ainain (sungguh subuh telah terang di kedua mata).
mengatakan: qudhiya l-amru l-ladzi fiihi tastafiyn (Telah diputuskan perkara yang
afsadahu (hujan kembali (membawa manfaat) pada apa yang telah merusak). Al-
4- Tentang berbuat buruk bagi orang yang tidak menerima perbuatan baik, mereka
maka adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi
haytun y uli l-albb (dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup
bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa). surat adan ayat berapa :[Comment [
tiap-tiap berita (yang di bawa oleh Para rasul) ada (waktu) terjadinya) [al-Anam:
Bahauddin al-Amili juga mengangkat topik ini dalam kitabnya yang lain, al-
Mikhlt, dengan menukil sebagian dari amtsal Arab yang diambil oleh orang-orang
Arab dari al-Quran. Maka jelaslah, bahwa al-Quran menjadi sumber pokok bagi
1- Ucapan mereka, m tazra tahshud (apa yang kamu tanam akan kamu peroleh);
dalam al-Quran dinyatakan: man yamal yujza bihi (artinya: [an-Nisa: 132]. ini bukan an Nisa ay132 :[Comment [
kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka... [at-
Taubah: 47].
3- Kata mereka, ihdzar syarra man ahsanta ilahi, dan ayat al-Quran menyebut: wa m nya arti bahasa Indonesia :[Comment [
?a
naqamuu ill an aghnhumu llhu wa rasuuluhu min fadhlih (..dan mereka tidak
30
Sebagai peringatan agar hati-hati dalam bicara.
mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah
4- Mereka menyebut, L talidu l-haiyatu ill haiyyatan; al-Quran menyatakan: wa l arti bahasa Indonesianya :[Comment [
?a
yaliduu ill fjiran kuffran (...dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang
berbuat maksiat lagi sangat kafir. [Nuh: 27] (dalam al-Mikhlt: 307).
disebutkan sebelumnya dalam pembicaraan ulama lain, antara lain dalam kitab al-
Amtsal al-Kminah. Dan mungkin saja, apa yang dikatakan oleh Ibn Syamsul
sederhana dari hikmah-hikmah yang berlaku dan digunakan di tengah masyarakat, dan
menjadi contoh bagi amtsal lain yang ada di baliknya. Bagaimana tidak, sementara
Rasulullah saw sendiri bersabda: Tak terukur keajaiban-keajaiban al-Quran dan tak
hadist 2).
-14-
makna yang dimaksud di panggung perkara yang disaksikan, melukiskan hal yang
rasional dengan lukisan inderawi, dan menurunkan hakikat yang sulit dijangkau
sebuah alat tabligh dan talim. Oleh karena itu, peribahasa dalam al-Quran, sabda
Rasulullah saw, riwayat para Imam Ahlulbait as, isyarat ulama, dan ibarat dari para
Amtsal an-Nabawiyah, menulis kurang lebih sepuluh kitab yang memuat al-amtsal
an-nabawiyah. Ia telah menukil ibarat dari Abdul Majid Mahmud, penulis kitab
mendapatkan perhatian seperti terhadap amtsl al-Quran dan amtsal Arab umumnya.
Saya tidak melihat seorangpun dari para penulis Kutubus Sittah (enam kitab-kitab
standar hadis) yang menulis secara terpisah atau satu bab saja dalam kitabnya, kecuali
Imam Turmudzi. Ia khususkan amtsal al-hadist di satu tempat dalam kitab Jami-nya
Rasulullah saw). Di bawah judul ini, ia hanya menyebutkan empat belas hadis. Oleh
karena itu, Ibn Arabi mengatakan: Aku tidak melihat seorangpun dari para ahli
hadis yang menyusun satu bab tersendiri selain Abu Isa (at-Turmudzi). Sungguh dia
telah membuka satu pintu dan telah membangun satu istana. Walaupun ia (at-
Turmudzi) hanya menulis sedikit, tapi kami merasa cukup puas dan berterima kasih
kepadanya 31.
beraturan dalam dua juz disertai penafsirannya. Tetapi ia menulisnya secara tertib
menurut huruf-huruf hij`iyah, lalu tulisan itu diberi nama al-Amtsal an-Nabawiyah
31
Amtsal al-Hadits: 8
2- Perumpamaan orang kikir dan orang bersedekah, ialah ibarat dua orang laki-
laki yang menutupi bagian dadanya sampai dua tulang selangkangannya dengan jubah
besi. Yang bersedekah berarti, jubahnya melebar dan meliputi kulitnya hingga
menutupi ujung jari dan menghapus sidik jarinya. Sedangkan yang kikir, jubahnya
menutupi bagian badannya dengan sempit, lalu dia berusaha memperlebarnya, tetapi
4- Perumpamaan teman yang saleh dan teman yang buruk, ialah seperti pemilik
misik dan ubupan tukang besi; tidak menghilang apa yang berasal dari si pemilik
misik, baik anda membelinya atau hanya mendapatkan baunya. Sedangkan ubupan
tukang besi, akan membakar rumah atau pakaian, atau ikut menerima bau yang tak
sedap darinya.
dan berjalan tidak biasa) dalam berhias untuk selain keluarganya (suaminya) demi
mendapat perhatian lain adalah seperti kegelapan di hari kiamat, yang tidak ada
7- Perumpamaan salat lima waktu ibarat sebuah sungai yang mengalirkan air
segar pada pintu seseorang. Setiap hari lima kali orang itu mandi dengan air mengalir
10- Perumpamaan orang merdeka di saat mati, seperti orang yang memberi
12- Perumpamaan orang yang belajar ilmu di masa kecil seperti mengukir di
atas batu, dan perumpamaan orang yang belajar di masa dewasa seperti menulis di
atas air.
membicarakan tentang sahabatnya kecuali keburukan yang dia dengar, adalah seperti
orang yang datang kepada si pengembala lalu berkata: hai pengembala, potongkan
14- Perumpamaan orang yang berbicara di hari Jumat sementara imam sedang
berkhotbah, seperti keledai memikul kitab-kitab tebal, dan yang akan dikatakan
17- Perumpamaan orang-orang yang berperang dari umatku dan mendapat upah,
lalu menjadi kuat dengannya terhadap musuh, seperti ibu Musa, yang menyusui
19- Perumpamaan orang mukmin ialah seperti pohon kurma, apapun yang
21- Perumpamaan orang mukmin seperti lebah (madu), tidak makan kecuali
terkadang tegak.
23- Perumpamaan orang mukmin seperti bulir, sesekali berdiri dan sesekali
menunduk. Dan perumpamaan orang kafir seperti padi, selalu tegak lurus hingga jatuh
24- Perumpamaan orang mukmin seperti kulit, kadang memerah dan kadang
menerpanya ia merasa cukup dan apabila reda ia tetap stabil. Begitulah orang
maksiat ialah seperti padi yang pekak sampai Allah SWT membinasakannya dengan
kehendak-Nya
26- Perumpamaan orang mukmin yang membaca al-Quran seperti limau yang
berbau sedap dan rasanya lezat, dan perumpamaan orang mukmin yang tidak
membaca al-Quran seperti kurma yang tidak berbau dan rasanya manis. Perumpamaan
orang munafik yang membaca al-Quran seperti kemangi, berbau harum dan rasanya
pahit, dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca al-Quran seperti jenis
yang baik dan hanya mengeluarkan yang baik. Perumpamaan orang mukmin seperti
batang emas, apabila ditiupkan hawa kepadanya maka akan memerah, dan jika
28- Perumpamaan orang mukmin itu seperti rumah yang rusak luarnya, tapi bila
29- Perumpamaan orang-orang mukmin dalam cinta dan kasih satu dengan yang
lain, seperti satu badan; jika satu anggota dari badan mengeluh maka terundang
30- Perumpamaan mujahid di jalan Allah, seperti orang puasa yang suka bangun
malam dengan istiqamah, tidak lesu karena puasa dan sedekah sampai ia dipanggil
kembali (pulang). Dan Allah SWT telah menjamin mujahid di jalan-Nya ketika Allah
memanggilnya, yaitu dengan surga atau dikembalikan (ke rumahnya) dalam selamat
kambing, kadang mengikuti yang ini dan kadang mengikuti yang itu, tidak tahu yang
sampai mati.
37- Perumpamaan Bilal adalah seperti lebah, siang dia makan yang manis dan
38- Perumpamaan Balam bin Baaura` di Bani Israil seperti Umayah bin Abi
39- Perumpamaan Mina seperti rahim dalam sempitnya, apabila telah hamil
40- Perumpamaan dunia ini seperti baju yang robek di awal sampai akhirnya,
sehingga dia terus bergantung pada jahitan di akhirnya, dan jahitan akhir itu hampir
putus.
41- Perumpamaanku dan perumpamaan kalian adalah seperti dua kuda pacu;
Perumpamaanku dan perumpamaan kalian seperti seorang lelaki yang diutus ke garis
menyalakan api, lalu kawanan laron dan belalang menghampiri api maka si laki-laki
melindungi mereka yang menghampiri itu dari api; Aku bertindak menahan kalian
-15-
Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib as adalah mata air kefasihan dan
balghah. Dari Imam Ali as tersingkap rahasia bahasa dan komunikasi serta terpetik
Perkataan Imam Ali as merupakan tetesan dari ilmu Ilahiah yang di dalamnya selalu
mengikuti jejak ucapan Rasulullah saw. Banyak ahli kefasihan dan balaghah
maupun panjang, yang mencapai hingga 12 ribu lebih. Abdul Wahid al-Amadi telah
mengumpulkan untaian kalam fasih yang berhikmah itu dalam kitabnya, Ghurar al-
Sedangkan tamtsil dalam untaian lisan dan tulisan para imam Ahlulbait (Dua
Belas Imam) banyak sekali riwayatnya. Itulah yang berusaha dikumpulkan dengan
ensiklopedia. Semoga Allah tidak menyia-nyiakan usaha dan upaya yang indah itu.
-16-
Ibn Umar meriwayatkan: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Luqman bukan
seorang nabi. Tapi dia adalah hamba yang banyak tafakur dan memiliki keyakinan
yang kuat dan bagus. Ia mencintai Allah dan Allah mencintainya serta memberinya
Ucapannya telah sampai pada tingkatan hikmah yang oleh Allah dimuat dalam
al-Quran. Allah SWT menurunkan satu surat yang diberi nama seperti namanya,
Luqman. Tidak sedikit ulama yang mengumpulkan hikmahnya yang beredar dalam
kitab-kitab.
dalam tafsirnya. Imam ash-Shadiq as menyifati Luqman al-Hakim seperti ini: Demi
Allah, Luqman tidak dikaruniai hikmah karena kedudukan, harta dan penampilan
fisiknya. Luqman adalah seorang laki-laki sejati, yang kokoh dalam urusan Allah,
bertakwa kepada Allah dalam diam dan tenang, berpandangan dalam, berpikir luas
dan berpandangan tajam; tidak pernah sekalipun tidur siang; tidak pernah menyia-
nyiakan sesuatu; tak seorangpun melihatnya buang air kecil dan besar bahkan
mandinya, karena kuatnya penghijaban dan penjagaannya dalam setiap urusan; dia tak
pernah tertawa oleh sesuatu, tak pernah marah karena takut dosa dalam agamanya, tak
pernah mencandai seorang pun; tak pernah merasa senang dengan pemberian duniawi,
tidak pernah merasa sedih karena (kehilangan) sesuatu; tak pernah melewati (tanpa
peduli) antara dua orang yang saling membunuh dan berkelahi, melainkan ia
damaikan antara keduanya, dan tidak akan berlalu dari keduanya sebelum keduanya
lerai; tak pernah ia mendengar satu perkataan yang dianggapnya benar dari seseorang
sebelum dia bertanya dahulu apa penjelasannya dan dari siapa dia mengutip; Ia sering
duduk bersama fuqaha dan ulama, mendatangi para hakim, raja dan penguasa; ia
merasa kasihan terhadap para hakim karena kesulitan yang mereka hadapi; ia
mengasihi para raja dan penguasa yang mengagungkan Allah dan berlaku adil karena-
32
Majma al-Bayan: 4/315
Nya. Ia belajar mengalahkan dirinya, memerangi hawa nafsunya dan waspada dari
penguasa. Ia obati dirinya dengan tafakur dan mengambil ibrah. Ia telusuri sesuatu
yang memberinya manfaat dan memikirkan sesuatu yang dapat membantunya. Karena
Surat al-Baqarah
Tamtsl 1
* *
Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan:
Kami telah beriman. Dan bila mereka kembali kepada setan-setan, mereka
api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang
menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.
Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (kejalan yang
benar) 34.
P3F P
Tafsir Ayat:
33
Majma al-Bayan: 4/317-318
34
QS. al-Baqarah: 14-18
Kata al-waqud 35 bermakna al-hathab (kayu bakar), atau berarti istauqada
nran atau auqada nran (menyalakan api), sebagaimana kata istaujaba yang berarti
aujaba (menjawab).
keadaan tiga golongan, yaitu kaum mukmin, yang digambarkan dalam dua ayat; kaum
kafir, yang disebutkan dalam satu ayat; dan kaum munafik, yang keadaan dan tanda-
terhadap masyarakat Islam. Allah mengungkapkan dua sifat buruk mereka guna
menyadarkan manusia akan niat, tabiat, dan kekufuran yang mereka sembunyikan.
Pada kutipan ayat di atas dijelaskan tentang posisi kaum munafik sebagai
telah beriman. Dan bila mereka kembali kepada setan-setan, mereka mengatakan:
Karena niat, sikap dan perbuatan mereka itu, Allah SWT memberi balasan
untuk mereka: Allah akan membalas olok-olokan mereka dan membiarkan mereka
Selain itu, kaum munafik digambarkan dengan: Mereka itulah yang membeli
jalan kesesatan. Mereka menukar keimanan dengan kekufuran. Maka, mereka tidak
35
al-waqud merupakan akar kata dari kata istauqada, artinya menyalakan (dalam ilmu sharaf
berwazan istafala), -penerj.
akan beruntung dalam perniagaan dan pertukaran. Sifat dan keadaan mereka itu
malam gulita. Ia ingin memotong jalan yang ditempuhnya tanpa perhitungan dan
mengabaikan petunjuk. Dalam keadaan seperti ini, yang dapat ia lakukan ialah
menyalakan api agar bisa berjalan di bawah sinarnya dan menghindari jurang-jurang
memadamkan api yang telah dinyalakan itu. Maka buyarlah harapannya, dan ia
Begitulah keadaan yang dialami orang munafik. Keadaan itu seperti keadaan
orang yang pada awalnya beriman, tersinari cahaya keimanan dan berjalan di bawah
sinarannya. Tapi, mereka menukar keimanan dengan kekufuran. Maka, mereka pun
diliputi kegelapan, kekufuran, dan tidak mendapatkan jalan petunjuk lagi. Penjelasan
ini berdasarkan perkataan bahwa, kaum munafik sebelumnya telah beriman, kemudian
tidak beriman sejak awal, ialah bahwa api yang telah mereka nyalakan itu kembali
pada dalil cahaya fitrah yang selalu menuntun manusia ke jalan kebenaran. Namun
dan menyembunyikan kekufuran adalah seperti keadaan orang yang tersesat di jalan,
di tengah kegelapan, dan di tempat yang penuh marabahaya. Lalu ia menyalakan api
untuk menerangi jalan. Tapi tiba-tiba datang angin topan memadamkannya, dan ia
munafik di masa dakwah Rasulullah saw. Menurut tamtsil ini, orang-orang munafik
itu sebenarnya pernah mendapat petunjuk. Namun, cahaya petunjuk itu dipadamkan
atas izin Allah SWT. Maka, mereka pun menjadi tuli, bisu, dan buta, serta tidak
memperoleh petunjuk.
Api untuk menerangi jalan adalah ibarat untuk cahaya al-Quran dan sunnah
memberi penjelasan dan hujjah melalui setiap keterangan saat membacakan ayat al-
mereka ini diibaratkan seperti orang yang menyalakan api untuk menerangi jalan. Di
saat api menyala, mereka seperti memperoleh penerangan jalan dan ajaran kebenaran.
munafik terhadap kebenaran. Mereka keluar dari jatidiri seorang manusia yang layak
kejahatan), dan mereka pun memilih hawa nafsu yang nista sebagai jalan. Maka,
jadilah gelap kesesatan meliputi mereka sebagai akibat dari sikap dan perilaku buruk.
seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya....
Jika ditanyakan: Lalu apa jawaban bagi huruf syarat lamm (ketika) dalam
(Allah hilangkan cahaya mereka)? Jawabnya: Itu sebagai pembicaraan awal (kalm
musta`nif), yang kembali pada penjelasan keadaan yang diperumpamakan, yang kira-
kira berkata demikian: Api itu padam setelah menerangi sekelilingnya. Mereka tetap
pemahaman atas ayat secara ringkas tanpa menyulitkan (al-jz bil taqd), yang
akibat dari kemunafikan dan perbuatan melampaui batas. Orang-orang munafik itu
Dan kalimat, dan membiarkan dalam kegelapan, (mereka) tidak dapat melihat,
yakni mereka tetap dalam hawa nafsu dan perilaku yang buruk. Keadaan mereka
kacau-balau dalam gelap kesesatan, tidak dapat melihat petunjuk dan jalan kebenaran.
Dengan uraian di atas, tampak jelas bahwa tamtsil dalam ayat al-Quran
memuat makna-makna yang dalam dan sarat dengan ibarat-ibarat ringkas. Jika al-
Quran memilih ciri khas penjelasan makna-makna tersebut di luar jalur perumpamaan
Itulah salah satu manfaat perumpamaan, yakni ia memuat makna yang sarat dengan
ibarat-ibarat ringkas.
36
Lihat, Al-Kasyaf: 1/153
Selain itu, orang-orang munafik digambarkan sebagai orang yang telah
menjadi tuli, bisu, dan buta: Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan
Yang dimaksud tathl (penyia-nyiaan) dalam ayat ini ialah, mereka tidak
yang dapat mengantarkan pada pengetahuan akan hakikat. Akibatnya, mereka tidak
dapat mendengar ayat-ayat Allah dan tidak dapat melihat bukti-bukti tentang kenabian
yang begitu terang benderang di hadapannya, dan justru berada dalam keraguan 37.
(ibarat) keadaan orang menyalakan api untuk mendapatkan penerangan yang segala
Selain itu, ayat di atas juga memberi isyarat bahwa pada mulanya kaum
munafik itu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, tapi kemudian sifat kemunafikan
mencengkeram mereka dan mereka pun menjadi kelompok yang melampaui batas.
Ayat menyebutkan: Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka telah
beriman, (tapi) kemudian menjadi kafir, lalu hati mereka dikunci mati, karena itulah
Isyarat bahwa Islam merupakan cahaya yang menerangi hati dan jiwa, tertuang
dalam ayat: Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk
(menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan
orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang
37
Majma al-Bayan: 1/54. Al` ar-Rahmn: 1/73
38
QS. al-Munafiqun: 3
telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu berada dalam kesesatan
menjadikan mereka tuli, bisu, dan buta, ialah gelap kesesatan yang di dalamnya tidak
terlihat jalan hidayah dan petunjuk, terungkap dalam ayat: Dan orang-orang yang
kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni nereka; mereka kekal di
dalamnya 40.
memadamkan cahaya) dalam ayat ini sebagai kegelapan alam kubur, atau kehidupan
barzakh, dan alam setelahnya berupa hisab dan balasan, tampaknya kurang tepat.
Meskipun memang benar bahwa di sana ada kegelapan ukhrawi bagi orang-orang
munafik, tetapi kegelapan yang dimaksud dalam ayat ini adalah bagian dari akibat-
kegelapan (zhulmah) sebagai kegelapan alam kubur dan Barzakh dengan dalil ayat:
Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada
sendiri cahaya (unukmu)... 41 adalah tidak tepat. Sebab, ayat ini berbicara tentang
yang kemudian diselimuti kegelapan dan kesesatan karena sifat munafik, dan bukan
39
QS. az-Zumar: 22
40
QS. al-Baqarah: 257
41
QS. al-Hadid: 13
Soal-Jawab
seperti orang yang menyalakan api, dan bentuk jamak bagi yang diserupakan:
apa maksudnya?
dalam bentuk jamak seperti kata m dan man. Dalam al-Quran antara lain
al-ladzi, hal itu disebabkan oleh bentuk jamak yang ia miliki, dan kata-nya tetap
terpelihara dalam kata istauqada dalam ayat. Dan ayat: dzahaba Allahu bi
nurihim, merupakan maknanya (bagi lafaz al-ladz). Kefasihan yang ada di dalam
Seiring penjelasan di atas, terdapat dugaan lain, yaitu: apa yang disampaikan
perumpamaan itu sudah sempurna pada ayat: Allah hilangkan cahaya (yang
menyinari) mereka, dengan menghapus jawaban bagi lamm (huruf syarat) karena
42
QS. at-Taubah: 69
43
Tafsir al-Manar: 1/169
kedudukannya sudah dimaklumi melalui kalimat: memadamkan apinya, sehingga ia
mereka merupakan satu dari bagian musyabbih bihi dan kembali pada orang yang
telah menyalakan api, maka kalimat tuli, bisu dan buta seharusnya juga demikian,
sebab ia termasuk dalam salah satu dari sifat si penyala api. Padahal, tidak
diragukan lagi bahwa itu merupakan sifat orang munafik. Dan seandainya mau
menghilangkan musyabbah dan musyabbah bihi dengan ibarat yang terpisah, maka
dapat dikatakan bahwa yang diserupakan ialah orang yang menyalakan api untuk
sekitarnya, lalu (api itu) padam, dan yang dijadikan penyerupa ialah orang-orang
munafik yang telah mendapatkan sinar dengan cahaya Islam, kemudian Allah
mereka tidak dapat melihat; mereka tuli, bisu, buta, dan mereka tidak akan kembali.
di antara semua yang ada, maka ia harus sesuai. Karena tiap-tiap sesuatu berbeda satu
dengan yang lain. Oleh karena itu, penyerupaan hanya berlaku di antara sesuatu
apabila kesesuaian bentuk jamak dan tunggalnya terjaga. Seperti pada ayat-ayat:
mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar 44, dan: seakan-akan mereka
kesesuaian bagi kesatuan perbuatan dari segi hakikat dan kekhususan; seperti dalam
44
QS. al-Munafiqun: 4
45
QS. al-Hqqah: 7
Barangkali dapat pula dikatakan bahwa kata sambung al-ladzi mempunyai arti
jamak; sebagaimana dalam ayat: Dan orang yang (al-ladzi) membawa kebenaran
dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa 46. 47 az-Zumar ayat brapa? :[Comment [
Tamtsl 2
Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap
gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinga dengan jari-jemarinya, karena
(mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang
yang kafir. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat
itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa
sesuatu 48.
P47F P
Tafsir Ayat
Kata shayyib berarti hujan, atau semua yang turun dari atas ke bawah.
matsali lladzi stauqada nran (perumpamaan mereka adalah seperti orang yang
menyalakan api).
Matsal kedua ini juga merupakan matsal bagi kaum munafik. Menurut kaidah,
46
QS. az-Zumar
47
At-Tibyan fi Tafsir al-Quran: 1/86
48
QS. al-Baqarah: 19-20
kalimat penyair yang berkata: nla al-khilfata au knat lahu qadran; kam at
rabbahu mus al qadrin (Khilafah telah diraihnya dan itu baginya satu kemampuan;
penggunaan huruf au adalah untuk pilihan, yakni bahwa kaum munafik itu
Kata rad (guruh) berarti suara yang terdengar dari balik kumpulan gumpalan-
gumpalan awan. Kata barq (kilat) ialah sinar berkilau karena pertemuan gumpalan
awan. Guruh dan kilat itu terjadi akibat muatan-muatan tertentu yang bersinggungan
dalam awan. Kata shiqah (petir) berarti api besar yang terkadang turun di tengah
hujan dan kilat. Penyebabnya adalah pembongkaran muatan-muatan listrik yang ada
di awan dengan kekuatan daya tarik tertentu yang menariknya ke permukaan bumi.
Kata ihthah bisy sya`i 49 berarti mengelilingi sesuatu dari segala sisi. Kata
khathaf (menyambar) ialah merampas dan mengambil dengan cepat. Kata ini bukan
potongan ayat yang berbunyi wa idz azhlama (bila gelap menimpa), bermakna
ayat. Dengan itu, selanjutnya dapat dilihat penjelasan hakikat tamtsil dalam ayat yang
Jadi, dalam hal ini, yang penting adalah mencari tahu musyabbih bihi.
49
Kalimat ini menjadi bentuk umum yang diambil dari ayat di atas muhithun bil kfirin
yang artinya: Dia meliputi orang-orang yang kafir. Penerj.
Ayat di atas menetapkan bahwa perumpamaannya bermula dari: Atau50
seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit dan berakhir sampai
Sedangkan ayat: Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir adalah susunan
selesai kalimat tamtsil itu, kalimat penutupnya berbunyi: Jika Allah menghendaki,
berkuasa atas segala sesuatu. Kalimat penutup ini kembali pada yang diserupakan,
yakni keadaan kaum munafik. Ini adalah sesuatu yang kembali pada kosa kata ayat
dan bentuk keselarasannya, dan yang penting ialah bagaimana ayat ini
Contoh: suatu kaum berjalan di padang sahara di tengah langit terbuka yang
diliputi kegelapan yang pekat. Tiba-tiba turun hujan yang sangat lebat menimpa
mereka. Ada guruh-guruh yang menggelegar dan kilat berkilauan yang hampir
menyambar penglihatan mereka lantaran begitu dahsyatnya dengan disertai petir yang
amat mengerikan. Mereka dikuasai rasa takut, ngeri dan terkejut, yang memaksa
mereka menutupi telinga dengan jari-jemari karena takut mati. Mereka tidak mau
mendengar suara yang mengerikan itu. Di saat itu, mereka berhenti dalam
kebingungan, tidak tahu harus melihat ke arah mana. Tiba-tiba kilauan cahaya kilat
menerangi jalan, mereka pun dapat berjalan dengan tenang. Tapi ketika cahaya kilat
itu tertutupi, mereka kembali lagi diliputi kegelapan yang menyebabkan langkah
mereka terhenti.
Ringkasan dari kesaksian seperti ini ialah, bahwa ketakutan, kengerian, dan
kebingungan telah menguasai benak kaum munafik, yang tidak tahu harus berbuat
50
Pada pembahasan sebelumnya kata au bisa bermakna dan.
apa. Begitulah keadaan yang dialami kaum munafik. Sebagai pendekatan, dapatlah
kata dalam musyabbah bihi, yaitu hujan lebat, kegelapan, petir, dan kilat- bagi
musyabbah. Mengenai hal ini para mufasir menyebutkan beberapa segi, yang paling
Ia berkata: Itu adalah sebuah matsal bagi Islam, karena di dalamnya ada
Islam berupa kewajiban jihad dan takut perang serta ancaman akhirat yang mereka
penyelamatan darah, para perempuan, dan harta warisan mereka dengan cara
dalam waktu cepat maupun lambat. Penafsiran seperti ini dikuatkan dengan riwayat
dari Imam Hasan bin Ali as, yang pernah berkata: Perumpamaan keislaman orang
Selain itu, ada juga penafsiran yang berbeda, seperti yang dipetik oleh
muhaqqiq Muhammad Jawad al-Balaghi (wafat 1352 H). Al-Balaghi berkata: Bagi
masyarakat dan tatanan sosial, Islam seperti hujan. Hujan memberikan air yang dapat
menghidupkan dan menyuburkan tanah. Dan aturan atau penataan terhadap aliran air
hujan (dengan irigasi) akan memberikan hasil tanaman yang sangat berguna bagi
masyarakat. Di dalam Islam ada seperangkat ajaran dan aturan bagi kehidupan dan
kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat, karena dengan ajaran dan aturan itu
51
Majma al-Bayan: 1/57
timbul keindahan bumi dengan keadilan, kedamaian, ketentraman dan hubungan
menjadikan Islam seperti hujan lebat, yang memuat kegelapan yang hebat, seperti
timbulnya peperangan dan permusuhan dari kaum musyrikin. Gemuruh hujan adalah
yang tidak sabar terhadap kaum yang berjiwa lapang dan terang yang memurahkan
diri mereka di jalan Allah dalam mencapai kebahagiaan. Bagi mereka yang berjiwa
yang menguntungkan, penjagaan dan pemberian (dari Allah) dengan mulia. Ketika
mendengar petir-petir peperangan, kaum musyrikin dikuasai oleh rasa takut dan
kengerian akan pembunuhan. Dalam hal ini kondisi mereka serupa dengan mereka
menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab
takut akan mati.... Mereka takut, seakan-akan hati mereka hendak lepas karena ngeri
mendengar suara petir. Pikiran mereka dungu, tak tahu harus ke mana melarikan diri
dari kematian. Rasa takut memberikan kengerian kepada mereka, dan Allah
tujuan di balik tamtsil ini ada tiga perkara yang kembali kepada penjelasan keadaan
kaum munafik.
secara tidak tertulis oleh ulama bahwa dua tamtsil itu merupakan keseluruhan dari
52
Al-kasysyaf: 1/162-163
Tiga perkara yang menerangkan keadaan kaum munafik yang dimaksud
adalah: Pertama: Rasa takut yang mendominasi (ihthah) kaum munafik terjadi
setelah tersebarnya Islam ke berbagai penjuru jazirah Arab. Kekuatan Islam semakin
bertambah yang antara lain disebabkan oleh banyaknya kabilah-kabilah Arab yang
datang memeluk Islam mendatangkan rasa takut dalam hati kaum musyrikin
perkembangan Islam yang datang seperti menghimpit, seolah mereka ditimpa hujan
lebat dari langit membuat suasana jadi gelap diiringi kilat dan petir. Dalam firman-
Nya: Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap
kepada masyarakat tentang masa depan yang gelap bagi orang-orang kafir dan mereka
yang menolak Islam dan iman, terutama setelah kematian, maka berita itu seperti petir
mendengar ayat-ayat Allah dan merasa takut pada petir argumentasi dan bukti-
cahaya kilat firman Tuhan, orang-orang kafir dan musyrik malah menjauhinya.
Menjauh dari kebenaran seperti ini adalah puncak kepandiran. Sebab, menyumbat
telinga bukanlah merupakan perisai dari sambaran petir dan datangnya maut. Allah
SWT mengisyaratkan tentang hal ini: Mereka menyumbat telinga dengan jari-
jemarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah
mengajak umat manusia kepada agama yang suci. Nabi saw melantunkan ayat-ayat
yang jelas dan membawakan hujjah-hujjah yang tak terbantahkan kepada mereka,
sehingga, saat itu teranglah kebenaran bagi mereka. Boleh jadi mereka telah berniat
tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama. Mereka cepat kembali mengikuti jejak
bapak-bapak mereka secara buta dan memilih tunduk pada kegelapan hawa nafsu dan
ketidakjelasan (syubht). Dalam hal ini Allah berfirman: Hampir-hampir kilat itu
menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka
berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti.
Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. Yakni bahwa Allah SWT mampu
menjadikan mereka tuli dan buta, sehingga nasihat tidak akan mempan bagi mereka
dan hidayah tidak akan masuk kepada mereka. Hilangnya pendengaran dan
penglihatan mereka tidak lain adalah akibat perbuatan buruk mereka sendiri, yang
mengakibatkan pintu taufik di hadapan mereka tertutup. Maka mereka menjadi tuli,
menguasai jiwa orang-orang munafik di tempat hijrah Nabi saw (Madinah). Mereka
gelisah, berjaga-jaga dan takut terhadap turunnya ayat yang dapat menyingkap niat-
niat jahat mereka. Allah SWT berfirman: Orang-orang yang munafik itu takut akan
diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi
Allah dan Rasul-Nya)! Sesungguhnya Allah akan menampakkan apa yang kalian
53
QS. at-Taubah: 64
Di sisi lain, mereka menyaksikan perkembangan kekuaasan dan bertambahnya
kekuatan Islam dalam bentuk kemampuan melenyapkan mereka dari muka bumi,
kabar bohong di Madinah itu, dari menyakitimu, niscaya Kami perintahkan kamu
Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar, dan dalam keadaan terlaknat.
Dimana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-
hebatnya 54.
tamtsil atas orang-orang munafik di masa kini adalah menjadi tugas terpenting bagi
para mufasir dalam mempelajari keadaan kaum munafik kontemporer. Yaitu, bahwa
hakikat kemunafikan adalah satu, ialah kembali pada menampakkan keimanan dan
Mereka selalu berada dalam ketakutan dan kekhawatiran, dan pada saat yang sama
mereka tuli, bisu, dan buta dan mereka tidak akan kembali.
Tamtsl 3
nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman maka
mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang
54
QS. al-Ahzab: 60-61
kafir mengatakan apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan? Dengan
perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu
(pula) banyak yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali
Tafsir Ayat
Kata al-hay` (akar kata istihy` dalam ayat) berarti perubahan dan kelemahan
yang menyertai manusia karena takut dicela. Dikatakan: Fulan yastahyi an yafla
kadz, yang artinya: fulan malu atau enggan berbuat demikian. Maksudnya, ia
Jadi, al-hay, atau malu, merupakan suatu reaksi. Maka, bagaimana mungkin
kata tersebut dinisbatkan kepada Allah SWT padahal mustahil bagi-Nya untuk
Jawab: Penisbatan kata atau sifat al-hay`, seperti penisbatan sifat al-ghadhab
(murka) dan ar-ridh kepada Allah, bahwa semua sifat itu dinisbatkan kepada Allah
tinggalkan prinsip. Jadi sifat al-hay` (malu) menahan manusia dari melontarkan
(manusia) itu. Artinya, tidak ada sesuatupun yang mencegah-Nya dari menampakkan
sesuatu yang benar (kebenaran). Allah berfirman: dan bila kamu selesai makan,
kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar (al-Ahzab: 53).
Dharbul matsal disebutkan di dalam pembicaraan ialah karena ada satu hal
kekeliruan, di mana sebelumnya tidak tampak. (Istilah) ini diambil dari kalimat
yang dapat menimbulkan dampak. Dengan kata lain, dharbul matsal mengetuk
tidak terkesan menghina dan menjelekkan pribadi siapa pun selain menyerupakan si
pendengar dengan sesuatu yang berlaku pada umumnya. Apabila kalimat dalam
dharbul masal itu mengandung argumentasi nyata maka siapa pun yang dituju
perumpamaan itu merasa terhina dan tidak senang (Tafsir al-Maraghi: 1/70).
bentuk belalainya mirip belalai gajah, berongga, dan dapat menghisap serta menyerap
darah. Allah SWT memberi nyamuk kekuatan menyerap dan membuang, serta telinga
dan sayap, yang sempurna sesuai dengan kondisi kehidupannya. Nyamuk sangat
sensitif, mampu melarikan diri dengan kemahiran yang menakjubkan ketika datang
bahaya mengancamnya. Bentuk tubuhnya yang kecil dan ringan menjadi kelebihan
mungkin? Sekalipun semua hewan bumi, burung atau hewan buas, ternak yang
dikandang atau yang merumput di padang, dari berbagai asal dan jenis, orang bodoh
hanya) seekor nyamuk, mereka tidak akan mampu membuatnya dan tidak pernah
takjub. Kekuatan mereka terlampau kurang, percobaan mereka gagal, dan akhirnya
kembali dengan letih dan kecewa. Mereka mendapati bahwa sesungguhnya mereka
Mereka menyadari pula bahwa mereka terlalu lemah (sekalipun) hanya untuk
Allah menciptakan segenap apa yang ada padanya juga seperti yang Dia ciptakan
pada gajah yang bertubuh besar, dan (dengan) tambahan dua anggota (tubuh) yang
Sampai di sini uraian penafsiran dari sisi kosakata ayat selesai. Adapun tafsir
ayat secara keseluruhan, para mufasir memilih cara penukilan sebab turun (asbabun
Pertama; ketika Allah SWT membuat dua perumpamaan bagi kaum munafik
sebelum ayat ini, yaitu pada ayat: Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang
menyalakan api dan Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari
langit. Orang-orang munafik berkata: Allah Maha Tinggi dan Maha Agung dari
Kedua; bahwa ketika Allah SWT membuat perumpamaan dengan lalat dan
dengan mencela penyebutannya. Lalu, Allah SWT menurunkan ayat ini (Majm al-
Bayan: 1/67).
tidak memungkiri dharbul matsal, tapi mereka mengingkari dua perumpamaan yang
mereka dengan dua matsal tadi. Padahal, tamtsil dengan nyamuk bukanlah sebuah
dua matsal yang datang membawa kebenaran itu. Maka tiadanya istihy (segan atau
penentangan mereka.
Dan segi kedua, (ayat) dharbul matsal dengan lalat dan laba-laba termasuk
dalam ayat-ayat Makkiyah. Yakni, ayat pertama (lalat) ada di dalam surat al-Hajj dan
ayat kedua (laba-laba) ada di dalam surat al-Ankabut yang keduanya turun di Mekah.
Sementara ayat ini (tentang nyamuk) turun di Madinah. Maka bagaimana mungkin
ayat yang turun di Madinah (tempat hijrah Nabi saw) menjadi jawaban atas penolakan
Alhasil, ayat di atas menjelaskan bahwa tolok ukur kebenaran tamtsil bukanlah
pada berat atau besarnya sesuatu yang diumpamakan dengannya. Jadi bukanlah
tamstil dengan nyamuk itu menjadi aib, dan bukan pula tamtsil dengan onta dan gajah
itu sempurna. Sesungguhnya yang bisa disebut kesempurnaan dalam perkara ini ialah
bila suatu matsal mampu menjadi penjelas bagi hakikat yang sebenarnya, yang
dilupakan oleh orang yang diajak bicara (mukhathab), tanpa membedakan komponen
Dengan ibarat lain; ketika target perumpamaan adalah kesan dan pengaruh
pada diri pihak yang dituju, maka kalimat yang digunakan menuntut perumpamaan-
yang mempunyai sifat rendah yang sifat rendahnya itu cenderung dijauhi dalam
kebiasaan masyarakat. Jadi, tolok ukurnya adalah kegunaan matsal untuk merealisasi
apa yang diinginkan si pembicara (mutakallim), tanpa perlu membedakan antara kecil
dan besarnya unsur perumpamaan yang dibawanya. Sebagaimana firman Allah SWT:
yang lebih kecil lagi, seperti kuman-kuman yang tak dapat dilihat kecuali dengan
menggunakan mikroskop. Persis seperti kalau kita mengatakan: Fulan tidak peduli
berbakhil dengan setengah dirham fa m fauqah (baca: atau bahkan lebih sedikit lagi
dari itu).
selayaknya digunakan adalah fadhlan an atau (apalagi) satu dan dua dirham.
Sebab, untuk membedakan antara kalimat fa m fauqah dan kalimat fadhlan ialah,
kalimat pertama yang di situ terdapat pasangan kata (qarinah) posisi, bermakna fa m
pendapat yang pertama (yakni fa m fauqah di dalam kecilnya) lebih sesuai bagi
maksud mutakallim. Sebagaimana dikatakan: Lantaran kau berbuat kejahatan untuk
satu dinar, bal fauqahu (bahkan di atasnya), yakni setengah dinar. Dan yang dimaksud
adalah binatang terkecil? Ia menjawab: Bahwa sayap nyamuk lebih rendah dan lebih
kecil kedudukannya, dan Rasulullah saw telah membuat perumpamaan bagi dunia.
Dalam ciptaan Allah terdapat binatang yang lebih kecil dari nyamuk dan bahkan lebih
kecil lagi dari sayapnya. Mungkin Anda telah melihat secara tekun dan jeli
keberadaan kitab-kitab kuno yang tulisannya nyaris tidak terang lagi bagi penglihatan
mata kita yang tajam, kecuali dengan cara digerak-gerakkan. Karena Bila didiamkan,
maka akan menyimpang dan miring. Mahasuci Dia yang mengetahui gambar itu dan
anggota-anggotanya yang lahir maupun yang batin berikut kedetailan bentuknya. Dia
paling kecil dan super kecil dalam ciptaan-Nya; Maha suci (Allah) Yang menciptakan
semuanya (makhluk) berpasangan dari apa yang ditumbuhkan tanah dan dari diri-diri
mereka serta dari apa yang tidak mereka ketahui. (al-Kasysyaf: 205-206).
keindahannya. Kebenaran apa yang dimiliki dan syarat apa yang ada di dalamnya
mempertemukan dengan dirinya. Makna itu sendiri dijangkau oleh akal disertai
perbedaan dan perselisihan pemahaman. Sebab, hal itu sudah merupakan tabiat
manusia yang condong pada indera dan senang pada persamaan. Oleh karena itu al-
amtsal populer di dalam kitab-kitab Ilahiyah dan tersebar dalam ibarat-ibarat para
hina dengan yang hina, sebagaimana orang besar dengan yang besar. Meskipun al-
mumatstsal (yang diumpamakan) lebih besar (agung) dari semua yang besar.
bahasa Arab misalnya dikenal perkataan: lebih mendengar dari kutu binatang, lebih
gegabah dari kupu-kupu dan lebih mulia dari otak nyamuk (al-Baidhawi: 1/43).
Barangkali ada pendapat yang mengatakan bahwa tamtsil dengan sesuatu yang
rendah dan hina tidak sesuai dengan kalam para sastrawan. Sehingga, al-Quran yang
mencantumkan semut, lalat, laba-laba, dan lebah di dalamnya, tidak bisa disebut fasih,
Sesungguhnya kehinaan seperti itu tidak bertentangan dengan tamtsil, jika syarat
dalam perumpamaan itu sesuai dengan mumatstsal lahu, yakni dari arah mana tamtsil
itu mengundangnya dengan sesuatu, seperti kebesaran dan kerendahan, kemuliaan dan
kehinaan, dan bukan atas dasar kesesuaian dengan sesuatu yang menjadi obyek
tamtsil dan yang dibuat permisalan. Karena tujuan asli dari tamtsil adalah
menjelaskan makna rasional dan menghapus kesamaran ketika muncul dalam bentuk
yang bisa diinderai, dengan maksud membantu akal untuk memahaminya. Sebab,
tidak dapat menjangkau kedalaman makna tanpa adanya waham dan persamaannya,
yang salah satu tabiatnya ialah seperti setan-setan yang bermain dalam takhayul tanpa
dalam ibarat orang-orang fasih Arab dan Ajam, dan termaktub dalam isyarat dan
imajinasi dan penglihatan indera. Di dalam tamtsil ada berlipat-lipat sentuhan yang
seperti dalam firman Allah SWT: Adapun orang-orang yang beriman maka mereka
dalam firman Allah SWT: tetapi mereka yang kafir mengatakan apakah maksud
Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?. Dalam ayat ini tampak bahwa ucapan
mereka, m arda llh (apa maksud Allah) adalah bermaksud mengejek seruan
disampaikannya adalah wahyu dari Allah SWT. Atau, lebih gamblangnya, orang-
sebab datangnya hidayah bagi satu golongan tapi juga dapat menimbulkan kesesatan
bagi golongan yang lain. Semua itu tidak lain karena adanya perbedaan penerimaan
pada tiap orang. Bagi orang yang siap menerima kebenaran dan hakikat, maka ayat-
ayat Ilahiyah menjadi sebab hidayah. Sedangkan bagi yang menentang, sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang tuli dari mendengar kalimat al-haq, mereka
Ayat al-Quran yang berbunyi, Dengan perumpamaan itu banyak orang yang
disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak yang diberi-Nya
petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik, ialah
kalam Allah SWT yang tidak ada kaitannya dengan perkataan kaum yang ingkar.
ini), berarti amtsal itu berkesan bagi satu kaum, namun tidak pada kaum yang lain.
tidak beriman dalam kalimat; Dengan perumpamaan itu banyak orang yang
disesatkan Allah. Al-fisq dalam etimologi adalah isi buah kurma, dan dalam
terminologi ialah orang yang keluar dari ketaatan Allah, baik itu seorang muslim biasa
Para mufasir merinci makna kalimat akhir ayat; Dengan perumpamaan itu
banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak
yang diberi-Nya petunjuk, dengan tafsiran bahwa bagian ayat tersebut ingin
mengisyaratkan pada konsep keterpaksaan (jabr). Meskipun tidak sedikit pula dari
mereka yang mencoba menafsirkan ayat ini dengan bentuk lain, yaitu yang selaras
dengan konsep ikhtiar. Namun demikian, ke mana maksud ayat ini tertuju ialah
akal menolak kesan negatif. Inilah barangkali tafsiran ayat yang di atas!.
Selain itu, dapat diduga pula bahwa ayat di atas tidak berada dalam posisi
menjelaskan dharbul matsal dengan nyamuk seperti dharbul matsal dengan laba-laba
dan lalat. Tetapi ayat itu keluar dari ruang dhabul matsal dalam makna
bahwa Allah tidak malu berargumentasi atas qudrat-Nya, keagungan dan keindahan-
Nya dengan menciptakan makhluk-makhluk-Nya, baik yang besar dan agung seperti
langit dan bumi, maupun yang kecil dan rendah seperti nyamuk dan lalat. Jadi makna
dharbul matsal di sini adalah mengagungkan Allah SWT dengan sifat-sifat agung dan
sempurna.
atas jalal dan kamal-Nya dengan menciptakan langit dan bumi: Hai manusia,
agar kamu bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan
langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia
menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; Karena
Pertama, apabila maksud dari dharbul matsal adalah penyifatan Allah dengan
qudrat yang agung, maka yang lazim setelah ayat 21-22 al-Baqarah ini ialah ayat di
atas (al-Baqarah 26-27). Sementara pemisah antara keduanya, yakni tiga ayat (ayat
23-25 al-Baqarah) terfokus pada mukjizat al-Quran dan tantangannya, dan berpaling
pada taman surga dan buah-buahannya, sebagaimana kita bisa merujuk al-Quran.
ayat di atas Allah SWT berfirman: Adapun orang-orang yang beriman maka mereka
yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka. Setelah menggambarkan
al-haqq dan al-bthil dengan matsal yang indah (yang nanti akan di bahas pada
tamtsil ke 21), Allah SWT berfirman: Allah telah menurunkan air (hujan) dari
orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu
adalah benar sama dengan orang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja
yang dapat mengambil pelajaran, (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan
Kita dapat mengatakan bahwa ayat-ayat dalam surat al-Baqarah dan ar-Rad
bagaikan satu batang emas, yang saling menafsirkan satu sama lain. Dalam surat al-
beriman maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka.
Dan di dalam surat ar-Rad, Allah berfirman: Adakah orang yang mengetahui bahwa
apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu adalah benar sama dengan orang
buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.
Firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah berbunyi: Dan tidak ada yang
disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik, ditafsirkan dengan ayat: (yaitu)
dengan: (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak
perjanjian.
dharbul matsal adalah makna yang sudah dikenal. Yakni, tamtsil dengan nyamuk
semacamnya.
Barangkali riwayat yang telah kami nukil dari Imam Jafar ash-Shadiq as di
muka dapat menguatkan maksud dari kesimpulan penjelasan ini. Maka renungilah!
Tamtsl 4
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.
daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air
daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut
kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan [al-
Baqarah: 74].
Tafsir Ayat
Ayat ini turun setelah kisah sapi yang disembelih Bani Israil. Masyarakat Bani
Israil membantah nabinya, Musa as, dengan maksud hendak berlepas diri dari perintah
menentukan secara tegas identitas seorang pembunuh licik, yang melontarkan tuduhan
pembunuhan kepada seseorang dari Bani Israil. Keluarga dari Bani Israil mengelak
dan membela diri dari tuduhan tersebut. Kemudian mereka datang kepada Nabi Musa
melewati perdebatan panjang lalu Nabi Musa as menyuruh mereka (atas perintah
Allah SWT) agar memukul (mayat) yang terbunuh dengan sebagian anggota sapi,
Allah SWT berfirman: Lalu Kami berfirman: Pukullah mayat itu dengan
Dengan melihat mukjizat agung Nabi Musa as itu, sempurnalah hujjah kepada
masyarakat. Mukjizat itu bertujuan untuk menambah keimanan dan ketaatan mereka
kepada Nabi Musa as. Tetapi sayangnya, hati mereka keras (qaswat), sebagaimana
terungkap dalam ayat, Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu,
Di satu sisi, masyarakat mengenal batu sebagai benda yang keras, dan Allah
SWT menyerupakan hati mereka dengan batu; yaitu hati mereka seperti batu,
bahkan lebih keras lagi. Huruf aw dalam ayat ini mengganti posisi huruf bal
(bahkan).
nufus an-nthiqah). Maka, dalam konteks seperti ini, hubungan kerasnya hati pada
ruh adalah hubungan atau nisbah yang bersifat hakiki. Atau, maksud dari al-quluub
adalah anggota (tubuh) yang terletak di dada sisi kiri, yang berperan sebagai
pembersih darah dan mengirimkan darah ke segenap anggota tubuh. Jika maksudnya
seperti penjelasan yang kedua ini maka hubungannya menjadi bersifat majazi. Dan
sebenarnya, kekerasan atau keras (qaswat) tersebut dinisbatkan pada bagian anggota
tubuh ini, karena anggota ini (hati atau quluub) adalah bagian dari fenomena
kehidupan insaniyah, dan merupakan anggota pertama yang tergerak oleh perkara-
perkara psikologis, seperti senang, marah, sedih, dan takut. Maka tidak ada
adalah jiwa yang berpikir, meskipun kaitan pencapaian (idrk) pada hati adalah benar.
Allah SWT menerangkan, hati para pengingkar kebenaran itu lebih keras dari
batu, dan menjelaskan penyebab kekerasan itu dengan tiga perkara: (1)- Padahal di
antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya. (2)-
Dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya.
(3)- Dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada
Allah.
air yang mengalir dari gunung yang berbatu. Yang kedua; seperti mata air yang
muncul ketika terjadi gempa yang menimbulkan pecahan tanah dan batu, lalu
memancar air dari celah batu itu, yang melancarkan aliran sungai-sungai. Dan ketiga;
seperti runtuhan batu dari bukit tinggi ke lembah yang menurun, karena takut kepada
Allah SWT.
Tidak menutup kemungkinan juga bahwa runtuhan batu itu (hubth) terjadi
karena sebab natural, seperti karena adanya sambaran petir yang menimpa bebatuan,
dan ada pula karena sebab spiritual, yakni ketika wahyu Ilahiah mengungkap
tentangnya. Atau, batu itu runtuh karena takut kepada Allah SWT. Dengan kata lain,
meskipun batu itu keras, tetapi ia bisa tergerak karena faktor-faktor di atas. Sementara
hati Bani Israil, tetap keras dan tidak bereaksi mendengar dan melihat wahyu serta
hujjah Ilahiah yang dibawa oleh Rasul-Nya. Jadilah jiwa mereka tidak merasa takut
Hal yang mengherankan ialah karena Bani Israil melihat dengan mata kepala
mereka sendiri kelunakan batu-batu tatkala Nabi Musa as mencari air untuk kaumnya,
lalu Nabi Musa as diperintah Allah SWT memukul batu itu dengan tongkatnya.
Ketika batu dipukul, memancarlah air darinya menjadi dua belas mata air sesuai
Ayat ini secara lahiriah menjelaskan kondisi batu yang bisa runtuh karena
takut kepada Allah SWT. Inilah hakikat ilmiah yang hendak diungkap oleh wahyu
Ilahi, meskipun orang-orang tidak dapat menjangkaunya melalui panca indera. Mulla
Shadra mengatakan: Alam ciptaan dengan segenap bagiannya bertasbih dan memuji
Allah SWT karena mereka berperasaan. Setiap wujud dari segala yang ada di alam
semesta ini memiliki perasaan dan pencapaian sendiri sesuai potensi yang dimilikinya.
Dengan perasaan itu, segala maujud bertasbih kepada penciptanya, yaitu Tuhan Yang
pada tingkatan-tingkatan wujud. Pertama bermula dari Wajibul Wujud (Allah) sampai
pada tetumbuhan dan benda-benda mati. Setiap maujud menunjukkan dirinya dengan
tingkatan wujud dan mendapat bagian berupa sifat-sifat umum seperti ilmu, perasaan,
hidup, dan lain sebagainya. Dan setiap maujud tidak pernah lepas dari kondisi
demikian. Tujuan dari rangkaian keterkaitan wujud ini ialah bahwa sifat-sifat itu
kadang-kadang tak tampak pada diri kita karena wujud kita sedang lemah dan surut.
Hal itu menunjukkan tentang posisi sesungguhnya dari setiap maujud ciptaan,
yakni semakin ia menjauh dari (tingkat) materi dan mendekati pada tajarrud (lepas
dari materi), atau menjadi mujarrad secara aktual, maka semakin besar, kuat, dan
jelaslah sifat-sifat tersebut baginya. Tapi sebaliknya, maujud yang semakin dekat
dengan materi dan hanyut di dalamnya, maka sifat-sifat miliknya itu semakin lemah
dan surut sehingga menghilang sekali waktu. Seolah-olah lenyap dan kosong dari
sebagaimana yang kita duga, sebab maujud tersebut tetap memiliki pengetahuan dan
perasaan, hanya saja ia berada dalam keadaan lemah dan surut. Dalam kondisi seperti
ini ia tidak mungkin mencapai kekuatan dan ketinggian dengan cepat dan mudah. (al-
Tidak hanya ayat di atas yang mengungkapkan tentang masalah ini. Tidak
sedikit ayat lain yang menguatkan keberadaan perasaan dalam setiap maujud alam
ciptaan, mulai dari atom-atom atau ion-ion hingga ke galaksi-galaksi. Allah SWT
berfirman: Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih
kepada Allah. Dan tak ada satupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi
kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah maha
Telah dipaparkan pada bagian pertama buku ini mengenai penisbatan perasaan
pada seluruh bagian alam. Oleh karena itu, di sini penjelasannya hanya singkat saja.
Bagi yang menginginkan pembahasan secara lebih rinci, hendaknya merujuk pada
Tamtsl 5
Artinya: Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah
panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka
Tafsir Ayat
khusus dari kata ad-du` (doa). Di dalam kata an-nid` ada pengerasan suara (jahr)
Penafsiran ulama terhadap ayat di atas ada beberapa macam: Pertama, ayat
pengembala itu tuli. Maka maknanya menjadi: sesungguhnya orang-orang kafir yang
tak mempedulikan dakwah Ilahiyah adalah seperti orang tuli yang berteriak
membentak dengan suara lantang yang dirinya tidak mendengar dan tidak dapat
kafir itu tuli, bisu dan buta, tidak menggunakan akal sehat. Dalam makna ini, maka
yang diserupakan adalah orang-orang kafir yang tidak mengerti seruan Nabi
Muhammad saw, kecuali hanya sebagai suara dan seruan yang tidak bermakna. Dan
Meskipun penafsiran pertama ini tampaknya sesuai dengan bunyi lahir ayat,
tetapi dari sisi makna masih kurang tepat. Karena seandainya tujuannya adalah bahwa
orang-orang kafir itu tuli, bisu dan buta, serta tidak berpikir, maka cukuplah
penyerupaan mereka dengan binatang yang keadaannya juga demikian. Lalu apa
bentuk bagi penyerupaan mereka dengan manusia berakal yang hilang pendengaran
dan tidak mendengar suara bentakannya sendiri kecuali sekadar suara dan seruan?
Kedua, bahwa yang diserupakan adalah Nabi Muhammad saw, dan yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad saw dalam menyeru orang-orang kafir adalah
yang tidak mendengar maksud panggilan itu kecuali hanya suara teriakan atau seruan
belaka. Lalu binatang itu terhalau hanya dengan bentakan suara yang didengarnya
tanpa memikirkan seruan tersebut. Dengan ungkapan lain, orang-orang kafir itu
menulikan diri tidak mendengar ucapan yang bermanfaat bagi mereka, membisukan
diri tidak berbicara sesuatu yang manfaat, dan membutakan diri tidak mau melihat
hujjah di depan mata. Jadilah, mereka tidak mengerti apapun. Seruan dan sentuhan
memanggil dengan sesuatu yang dia sendiri tidak mendengar kecuali sekadar seruan
semata. Seperti orang yang menyeru kepada hidayah, tapi bukan seperti kaum kafir
yang diseru kepada hidayah. Dari perumpamaan itu disimpulkan ada tiga sifat dari
mereka yang tidak mau mendengar, seperti disampaikan pada kalimat berikutnya pada
ayat, yaitu; tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.
perumpamaan itu ditujukan pada orang-orang kafir, bukan kepada Rasulullah (saw).
Penulis tafsir al-Manar menafsirkan ayat ini dengan bentuk yang pertama di
atas, bahwa: matsalu l-ladziina kafaruu (perumpamaan orang-orang yang kafir), yakni
sifat mereka dalam mengikuti (taklid buta kepada) ayah-ayah dan pemimpin-
pemimpin mereka, ialah seperti orang yang tidak mendengar kecuali panggilan dan
seruan saja. Yakni seperti sifat pengembala binatang ternaknya yang mendengar,
menuju air dan melindungi mereka dari kepanasan. Ternak itu mengindahkan seruan
dan tergerak oleh hentakan suara teriakan yang dilakukan secara berulang-ulang.
memanggil, dan kambing yang menyambut. Ia menghalau dan kambing pun terhalau.
Kambing itu tidak mengerti apapun yang dikatakan pengembalanya, tidak tahu arti
apa-apa. Ia hanya mendengar suara-suara yang datang, sebagian mengikuti yang lalu
diikuti sebagian yang lain secara kebiasaan, tanpa mengerti sebab datang dan perginya
orang-orang kafir. Mereka tidak berpegang pada keimanan dan tidak melaksanakan
perintah serta larangan Tuhan. Oleh karena itu, ayat tersebut menjadi semacam ujian
panggilan pengembala, dan tergerak dengan halauan seperti terhalaunya ternak oleh
halauan si pengembala. Demikian ini berbeda dengan apa yang dimaksud, karena
yang dimaksud adalah bahwa mereka dengan bukti firman Allah: tuli, bisu dan
buta, tidak mendengar perkataan Nabi saw, tidak memahami kebenaran dan tidak
melihat ayat-ayat Allah, mereka berada di satu lembah dan Nabi (saw) di lembah yang
Tamtsl 6
Artinya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
Ayat ini turun tatkala kaum muslimin berada dalam keadaan terkepung dan
mulai dihinggapi rasa takut yang mencekam di perang al-Ahzab. Lalu turunlah ayat
ini untuk meneguhkan hati mereka dan menjanjikan kemenangan kepada mereka.
Diriwayatkan pula; Abdullah bin Ubay berkata kepada kaum muslimin ketika
mereka gagal dalam perang Uhud: Sampai kapan kalian mengalami peperangan.
Seandainya Muhammad seorang nabi, kalian tidak akan menghadapi tawanan dan
Tafsir Ayat
Lafadz am pada ayat adalah kata pemutus dari kalimat sebelumnya dan
tadkhulu l-jannata... (baca: apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga)
Al-ba`s`, adalah malapetaka yang menimpa manusia dilihat dari sebelah luar
Ad-dharr`, ialah bencana yang menimpa diri manusia, seperti luka dan
dharr` adalah antonim as-sarr. Al-zalzalah adalah gerakan yang keras, al-zilzl
adalah karena kerasnya gerak, yang memiliki bentuk jamak zalzil, dan berakar dari
kata zalla as-sya`i an maknihi (baca: sesuatu yang menyimpang dari tempatnya).
Digandakan katanya dengan penggandaan makna, seperti kata shar dan sharshara,
shal dan shalshala. Jika guncangnya sedikit, maka maknanya adalah berulang-ulang
Selain itu, ada ayat-ayat lain yang mempunyai kedekatan arti, di antaranya
firman Allah SWT: Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan
dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan
Kami tidaklah mengutus seorang nabi pun kepada sebuah negeri, (lalu
kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk sambil merendahkan diri [al-
Araf: 94]. Ayat-ayat tersebut menunjukkan pemberian cobaan dan ujian secara terus-
Perlu diingat pula bahwa motif dari ujian bagi umat manusia salah satunya
adalah untuk penggalian ilmu dan kecakapan yang teruji. Dalam ujian itu Allah SWT
bermaksud mengeluarkan atau mewujudkan kesempurnaan yang masih berupa potensi
pada Nabi Ibrahim as, yang selalu merasa senang memberi yang dapat memfanakan
dirinya karena Allah. Nabi Ibrahim as selalu memberikan apa yang dimilikinya di
jalan Allah, namun pemberian itu belum tampak manfaat langsungnya secara faktual.
Ketika beliau masuk dalam arena ujian, maka tampak dan terasakanlah sifat rahman
(pemberi) itu secara aktual dan faktual setelah sebelumnya berupa bil quwah.
Sebagai tambahan dan penguat penjelasan dari petikan ayat-ayat di atas, perlu
kepada-Mu dari fitnah, karena tiada seorangpun yang tidak terkena fitnah; tetapi
(kepada Allah) dari fitnah-fitnah yang menyesatkan. Karena Allah SWT berfirman:
Dan ketahuilah bahwa harta bendamu dan anak-anakmu merupakan fitnah, yang
maknanya ialah bahwa Allah SWT menguji manusia dengan harta benda dan anak-
anak supaya menjadi jelas orang yang tidak senang pada rezki (yang diberikan)-Nya
dengan orang yang ridha atas bagian (yang diberikan)-Nya, meskipun Allah SWT
Maha Mengetahui tentang diri mereka. Namun, Allah menyuruh manusia untuk
melakukan hal itu untuk menampakkan perbuatan-perbuatan yang layak diberi pahala
Demikianlah penjelasan makna kosa kata ayat dan sebab turun ayat, selain
seluruh umat. Jika telah memahami penjelasan tersebut, kita kembali pada tafsir ayat.
Allah SWT mengatakan, bahwa cobaan dengan al-ba`s` dan adh-dharr`
adalah sunnatullah yang berlaku pada seluruh umat, dan tidak dikhususkan hanya
pada umat Islam saja. Jadi penyaringan dan pemisahan orang mukmin yang sabar
dengan yang tidak sabar adalah tergantung pada bagaimana menghadapi cobaan itu.
Tidak akan pernah mengkristal keimanan seorang muslim melainkan apabila ia telah
menempuh perjalanan hidup yang penuh ujian hingga mampu menyelesaikan ujian
dengan baik dan menjadi orang suci. Dan tidak akan kokoh keimanan dalam hatinya
kecuali dengan melalui keteguhan dan ketetapan menghadapi begitu sarat dan
Seolah-olah, ayat ini menjadi penghibur Nabi saw dan para sahabatnya dari
apa yang mereka alami, berupa gangguan kaum musyrikin dan semacamnya. Jika
dan penjelasan kepada umat. Dan bahwa cobaan tidak dikhususkan kepada mereka,
tetapi juga meliputi umat-umat lain selain mereka. Oleh karena itu dikatakan; am
hasibtum; atau apakah kalian pikir dan sangka wahai orang-orang yang beriman,
bahwa kalian akan masuk surga. Padahal belum datang kepadamu (cobaan)
yakni, sedangkan kalian belum diuji dengan cobaan seperti cobaan dan ujian yang
telah dialami umat-umat terdahulu. Maka hendaklah kalian tabah dan sabar
Dengan demikian, salah satu makna matsal adalah sifat pada manusia. Firman
Allah SWT yang berbunyi: padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana
kesengsaraan adalah, belum datang kepada kalian sifat orang-orang yang telah
berlalu sebelum kalian. Maka, mereka tidak akan masuk ke pagar iman yang
sempurna kecuali mereka mempunyai sifat seperti sifat orang-orang yang telah
menghadapi musibah-musibah dan fitnah-fitnah itu dengan sabar, tabah dan tegar.
11]. Dalam menunaikan ujian itu mereka menghabiskan segala daya upaya, dengan
terus mengharapkan turunnya rahmat melalui doa para rasul (salam atas mereka) dan
orang saleh dari kaum mukminin. Sebagaimana firman Allah SWT: sehingga
permohonan untuk kemenangan yang telah Allah janjikan bagi para rasul-Nya dan
sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi rasul,
171-172], dan: Allah telah menetapkan: Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang [al-
Mujadalah: 21].
dengan kesabaran selama berada dalam masa sulit hingga mencapai puncak kesulitan
dan panjangnya masalah dalam kesukaran. Apabila sudah tak tersisa lagi kesabaran
bagi para rasul hingga mereka menjerit, maka puncak kesulitan itu adalah keadaan
itu amat dekat. Yakni, inilah jawaban bagi mereka atas ketabahan dan permohonan
mereka akan pertolongan segera. (al-Kasyaf: 1/270, tentang tafsir ayat ini).
Di dalam ayat, bacaan yang dikenal adalah rafa; hatt yaquulu r-rasuul,
bukan yaquula. Sehingga jumlah kalimat menjadi sebuah hikayat tentang keadaan
umat-umat dahulu. Dan selain rafa, juga bisa dibaca nashab; yaquula, maka
dh-dharr`u dan zulziluu. Dan barangkali bacaan pertama, yaitu rafa, adalah yang
afdhal, karena jauhnya jumlah kalimat sebagai tujuan bagi massu l-ba`s`, adh-
Islam dengan umat-umat terdahulu ialah keadaan malapetaka, kesengsaraan, dan serta
digoncangkan. Dan jika telah dekat penghabisan daya dan upaya serta ketegaran
Selain itu, sebagian mufasir menetapkan tiga ayat yang termasuk al-amtsal al-
Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan
terbitkanlah matahari itu dari barat:. Lalu heran terdiamlah orang kafir itu; dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-rang yang zalim [al-Baqarah: 258].
55
DR Muhammad Husein Ali ash-Shaghir: ash-Shuratu al-Fanniyah fi al-Matsal al-Qurani:
negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya? Dia berkata: Bagaimana
Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah roboh?. Maka Allah mematikan
Berapa lama engkau tinggal di sini?. Ia menjawab: Saya telah tinggal di sini
sehari atau setengah hari. Allah berfirman: Sebenarnya kamu telah tinggal di sini
selama seratus tahun; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum
berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang);
Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah
kepada tulang belulang keledai itu. Kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian
Kami menutupnya dengan daging. Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana
Allah telah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: Saya yakin bahwa Allah
Apakah kamu belum percaya?. Ibrahim menjawab: Saya telah percaya, tetapi
agar bertambah tetap hati saya. Allah berfirman: (Kalau demikian) ambillah
letakkanlah tiap-tiap seekor daripadanya pada tiap-tiap bukit (itu). Setelah itu
panggillah dia, niscaya dia akan datang kepada kamu segera. Dan ketahuilah
Tidak samar lagi bahwa terdapat kelemahan dalam pandangan terhadap ayat-
ayat ini:
pikiran lawan bicara. Pada ayat pertama di atas, penyerupaan (tasybih) yang diangkat
oleh pendebat (munzhir) Nabi Ibrahim as, bukanlah penyerupaan yang benar. Sebab,
ketika Ibrahim as menyifati Tuhan bahwa Dia menghidupkan dan mematikan, yang
dimaksud adalah Siapakah yang memberikan kehidupan bagi janin, dan mencabut
bentuk umum melalui kalimat: aku juga menghidupkan dan mematikan. Kata
olehnya, atau membunuh orang yang ingin hidup. Karena itu, terdapat perbedaan yang
amat jauh antara menghidupkan dan mematikan dalam ucapan Ibrahim as dengan
ucapan munzhir. Sehingga kita dapat mengatakan bahwa tidak ada penyerupaan
perserupaan) secara spesies. Seperti taysbih seorang laki pemberani dengan singa.
Pada ayat kedua di atas, tidak ada penyerupaan di dalamnya. Ayat suci tersebut justru
mengadakan contoh bagi yang diserupakan. Seorang lelaki ketika melewati suatu
desa yang tiang-tiangnya telah runtuh, menyaksikan penduduknya binasa, dan melihat
tulang belulang setelah kematian ini? Lalu Allah mematikan orang itu selama seratus
uraian itu kemudian (Allah) mengadakan sebuah contoh (mitsl) bagi yang diserupakan
dengan satu spesies, yang perbedaannya hanyalah terletak pada sifat (ash-shinf).
Sementara yang kita ketahui bahwa keharusan dalam tamtsil ialah adanya perbedaan
dan kontradiksi spesies (tabyun naui) antara al-musyabbah dan al-musyabbah bihi.
Pada ayat ketiga, maknanya adalah bahwa Ibrahim as seorang yang
dalam hati. Ingin melihat ialah agar hatinya menjadi mantap dan keyakinan
Kalimat ini merupakan bukti bahwa Tuhan telah memerintahkan kepada Ibrahim as
berbunyi, Sesudah itu panggillah dia, niscaya dia akan datang kepada kamu
segera. Dan, tidak disebutkan di dalam ayat bagaimana sikap Nabi Ibrahim as
setelah itu.
Jadi, demikianlah pengertian ayat tersebut. Dan ayat-ayat ini bukanlah sebuah
Tamtsl 7
*
*
di jalan Allah adalah serupa dengan butir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada
tiap-tiap butir tumbuh seratus biji. Allah melipatgandakan (keuntungan) bagi siapa
yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (karuniaNya) lagi Maha mengetahui.
Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka
bersedih hati. Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang
Tafsir Ayat
Dalam banyak ayat al-Quran, dijelaskan mengenai janji yang berlipat ganda
dari Allah SWT kepada hambaNya. Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 245 berikut
ini: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak, dan Allah yang
berikut: Perumpamaan berinfak di jalan Allah ialah seperti menanam sebutir benih
yang menumbuhkan batang yang bercabang tujuh, setiap cabang keluar butir berisi
seratus butir, sehingga satu butir menjadi tujuh ratus butir. Jadi, satu butir kebaikan
yang ditanam itu dilipatgandakan oleh Allah SWT. Tamtsil yang menyebut bilangan
tujuh ini amat menyentuh batin. Ia mengisyaratkan tentang amal-amal saleh yang
dikaruniai Allah SWT sangat banyak seperti hasil yang diperoleh orang yang
dijadikan serupa adalah butir yang berkembang menjadi tujuh ratus butir. Namun
demikian, penurunan ayat di atas pada realitasnya ialah salah satu dari dua hal berikut:
imajiner, tetapi ia merupakan perkara nyata yang mungkin terjadi. Bahkan, bisa jadi,
satu butir itu tumbuh menjadi lebih dari jumlah bilangan yang disebutkan. Beberapa
petani menerangkan bahwa mereka memanen satu batang padi yang memiliki banyak
bulir berisi sekian ratus butir. Dengan demikian, kita meyakini sesungguhnya bahwa
Allah SWT adalah yang menyempitkan rizki (qbidh) dan yang melapangkan rizki
(basith).
lapang dada atau memberi maaf, tanpa menyertakan yang diinfakkan itu dengan
pemberian kepada orang yang diberi, dengan mengatakan: bukankah aku telah
memberimu, atau bukankah aku telah berbuat baik padamu. Yang demikian ini
Mereka para penginfak yang disebut dalam ayat yang tidak menyertakan
infak mereka dengan al-mann dan al-adz, akan memperoleh pahala di sisi Tuhan
mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati.
Lalu Allah SWT mengajarkan kepada orang-orang yang tak punya agar
berperilaku baik kepada kaum fakir yang meminta kepada mereka, yaitu dengan
memberi, dan mendoakan mereka. (2)- Memberikan maaf (maghfirah) atas desakan
para peminta dan mencemaskan mereka dalam meminta. Dengan mengamalkan dua
perilaku tersebut, akan lebih baik dari sedekah yang diiringi sesuatu yang
Sesungguhnyalah, atas segala keadaan, yang maha kaya adalah Allah SWT,
dunia dan akhirat, Allah SWT seakan meminjam tangan manusia yang lain dalam
bentuk sedekah dan pemberian. Dan Allah Maha Penyantun, maka hendaklah
kalian wahai hamba-hamba Allah, santun dan pemaaf atas desakan si peminta.
Tamtsl 8
seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia serta tidak
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu
licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu
menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa
yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
Tafsir Ayat
Ar-ri` (riya) berasal dari kata ar-ru`yah (melihat). Orang yang berbuat
Ash-shald artinya batu licin atau keras, dan dari tanah yang tidak
membalas perilaku para peminta dan menyatakan uzur kepadanya serta memberi maaf
atas desakan dan perbuatan mencemaskan darinya, adalah lebih utama ketimbang
Mengapa demikian? Allah SWT menjelaskan dalam tamtsil ini, bahwa al-
mann dan al-adz membatalkan infak tersebut. Sebab, syarat diterimanya pahala atas
dengan salah satu dari dua hal tersebut, maka pemberian atau infaknya tidak
Dengan ini, ayat di atas tidak menunjukkan apapun atas batalnya kebaikan
oleh keburukan. Karena makna habth (batal) adalah pembatalan pahala yang tertulis
oleh perbuatan buruk. Ayat ini tidak menunjukkan hal itu sebagaimana berlaku
kemungkinan pahala atas infak di awal pembahasan dengan syarat bahwa infak
yang dikeluarkan tersebut tidak disertai al-mann dan al-adz pada masa berikutnya.
Tapi jika seseorang menyertakan amal dengan salah satu dari keduanya, berarti ia
tidak melakukan kewajiban atau anjuran dalam bentuk yang diinginkan. Maka, tidak
ada pahala yang tertulis, atau pahala yang hendak diberikan itu dihapus oleh al-mann
dan al-adz.
sesuatu yang diperlukan (muqtadh) bagi terwujudnya pahala, yaitu infak. Meskipun
hal demikian bukan berarti pengharusan pewujudan pahala dan ketentuan-
serta pahala-pahala secara mutlak, padahal itu mengarah pada kezaliman, adalah batil
secara aqli dan syari. Secara aqli; ketika ditetapkan oleh akal bahwa hal itu
mengarah pada kezaliman, maka bagi orang yang berbuat buruk dan berbuat taat, jika
pahala), akan menjadi orang yang tidak pernah berbuat baik. Sebaliknya, jika
perbuatan baiknya lebih banyak, maka ia menjadi orang yang tidak pernah berbuat
buruk. Dan jika sama, tidak ada yang lebih banyak antara perbuatan baik dan
buruknya, maka ia menjadi orang yang berbuat baik dan berbuat buruk (atau tidak
pernah berbuat baik dan tidak pernah berbuat buruk, penerj.) (Kasyfu al-Murd:
Dalam hal ini Muhaqqiq ath-Thusi mengisyaratkan pada dua segi, dengan
mengatakan: Al-ihbt adalah batil, karena mengarah pada kezaliman. Juga karena
keterangan dari firman Allah SWT: Barangsiapa yang berbuat kebaikan seberat
dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (Kasyful Murad: Maqshad ke-6,
masalah ke-7).
Sementara itu bagi hamba, sebagai orang yang tidak memiliki sesuatupun
melainkan Allah SWT telah memberi dan mencukupinya; dia sebenarnya berinfak
dari perbendaharaan Allah SWT. Karena dia dan sesuatu yang ada di tangannya pada
hakikatnya adalah milik Allah. Dengan kata lain, dia adalah seorang hamba yang
tidak memiliki apapun kecuali Allah yang membuatnya memiliki sesuatu. Maka,
tuntutan dari kaidah tersebut ialah agar ia berinfak karena Allah dan di jalan Allah,
dan tidak mengiringi amalnya dengan al-mann dan al-adz. Artinya, hakikat
penghambaan (ubudiyah) adalah bergerak dan diam karena Allah SWT. Bagi seorang
abid adalah tidak mungkin ia membiarkan diri menyertakan amalnya dengan al-
Oleh karena itu Allah SWT berfirman: Hai orang-orang beriman, janganlah
(perasaan si penerima).
yang riya (mur`i), yang tidak menghendaki amalnya demi keridhaan Allah, dan tidak
pula berniat karena-Nya. Pelaku al-mann dan al-adz pada awalnya beramal demi
mur`i berarti beramal dengan tidak berniat karena Allah SWT, sehingga amalnya
batal sama sekali. Karena itu benarlah penyerupaan keduanya (pelaku al-mann dan al-
adz) dengan mur`i, seperti penyerupaan yang lemah dengan yang kuat.
Pertama, contoh dengan sebuah tanah bebatuan yang keras dan licin yang di atasnya
diberi tanah secukupnya. Sebut saja, pada awalnya tanah itu adalah tanah yang
bermanfaat dan cocok untuk tanam-tanaman. Kemudian tanah itu ditimpa hujan lebat
yang menghanyutkan tanah di permukaan batu itu, hingga menjadi bersih tidak
bertanah dan licin. Maka tempat itu tidak bisa ditanami apapun. Allah SWT
berfirman: seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa
hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai
Jadi amal pelaku riya (mur`i) memiliki lahir yang indah dan batin yang mati.
Manusia yang tidak mengetahui hakikat niat simil (orang beramal) tentu mengira
bahwa amal itu akan menghasilkan sesuatu. Seperti seseorang melihat batu licin yang
diatasnya tanah cukup, ia berkhayal bahwa tanah itu cocok untuk ditanami tanaman.
Namun ketika hujan lebat menimpanya dan melenyapkan tanah di permukaan batu
itu, menjadi teranglah bahwa batu licin itu tidak cocok lagi untuk ditanami. Demikian
kenyataan dan terangkat tirai-tirai penutup maka menjadi terang bahwa amal (yang
Selain itu, para pelaku al-mann dan pelaku al-adz setelah berinfak lebih
Tamtsl 9
mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, ialah seperti sebuah
kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu
menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan tidak menyiraminya, maka hujan
gerimis (pun memadai). Dan Allah maha melihat apa yang kamu perbuat [al-
Baqarah: 265].
Tafsir Ayat
menurunkan hujan gerimis). Raudhatun thallatun nadiyah (taman yang elok dan
basah).
Dalam tamtsil yang lalu Allah SWT telah menyerupakan amal pelaku al-mann
dan al-adz setelah berinfak dan pelaku amal yang riya dengan tanah keras yang di
atasnya terdapat tanah lembut dan subur. Lalu tanah lembut subur itu ditimpa hujan
lebat yang menghanyutkannya, hingga tidak tampak lagi kecuali tinggal permukaan
batu karena teksturnya yang keras. Kebalikan dari tamtsil dalam ayat ini, dengan
menyerupakan amal penginfak yang mencari keridhaan Allah SWT dengan taman
yang hijau dan matang. Taman yang berada di atas dataran tinggi yang subur,
menyambut angin sepoi berseri dan hujan yang sarat manfaat. Ini merupakan kaitan
antara yang dijadikan penyerupa dengan kebun di dataran tinggi, mengingat dampak
matahari dan hawa yang sempurna. Jadilah pemandangan yang paling indah dan
buahnya paling bersih. Adapun tempat-tempat dataran rendah (atau tanah miring),
pada ghalibnya tidak terkena matahari kecuali hanya sedikit sehingga tidak sebagus
yang semakin baik dengan turunnya hujan, sebagaimana firman Allah: ialah seperti
sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka
kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan tidak menyiraminya, maka
hujan gerimis (pun memadai). Proposisi ini diperkuat dengan pendapat bahwa matsal
ini merupakan kebalikan dari penjelasan tentang batu keras yang licin (shafwn) yang
Yang dimaksud adalah, jenis tanah bagus itu jika ditimpa atau disiram oleh
hujan lebat, akan menghasilkan buahnya dua kali lipat. Buah seperti yang dihasilkan
kebun-kebun subur sebagaimana biasanya. Dan jika hujan tidak menyiraminya, maka
hujan gerimis pun cukup memberikan zat-zat yang menghasilkan buah yang bisa
dan untuk keteguhan jiwa, menjelaskan tentang motivasi infak. Pertama, karena
mencari keridhaan Allah. Kedua, untuk menguatkan ruh keimanan dalam hati.
Mungkin rahasia di balik kata min pada kalimat min anfusihim yang
berkedudukan sebagai mafuul (atau obyek dalam nahwu) untuk kalimat tatsbiitan
(yang menjadi predikat), adalah untuk menjelaskan bahwa munfiq (yang berinfak)
menginfakkan hartanya berangkat dari dirinya sendiri yang ia latih dalam rangka
ketaatan. Ia mendermakan harta yang banyak karena Allah. Ia tetapkan niat dalam
infaknya, meneguhkan dirinya atas ketaatan kepada Allah SWT dan mencari
Tamtsl 10
Artinya: Apakah ada salah seorang di antara kamu yang ingin mempunyai kebun
kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam
kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu
sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin
keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-
Tafsir Ayat
Wadda syai` berarti mencintai sesuatu. Al-jannah berarti pohon-pohon
Dinamakan demikian karena pohon-pohon itu menutupi tanah (tajunnu l-ardh) dan
Al-anb adalah bentuk jamak dari kata inab, yang berarti buah anggur. Dan
al-Quran menyebut buah anggur dengan buahnya, dan pohon kurma dengan pohonnya
langit berbentuk seperti tiang dengan membawa debu-debu dan material lainnya. Kata
ini memiliki bentuk jamak alshiir. Kata ini digunakan khusus dengan mengandung
makna api di dalamnya. Kalimat dalam ayat yang berbunyi: ishrun fiihi nr,
1- Angin yang menyerap panas yang melewati sesuatu yang terbakar, lalu
2- Angin badai diiringi petir yang menimpa tanah dan mengubah tanah itu
menjadi abu.
Pengertian yang diambil, dalam konteks ini, ialah pada yang pertama dan
kedua, tanpa mengikutkan yang ketiga. Sebab, jika kemungkinan pengertian ketiga
diikutkan, maka ayat tersebut akan berbunyi; kamatsali riihin sharr (seperti angin
yang amat dingin). Tentang sedekah dan nafkah (yang dikeluarkan) oleh orang-orang
kafir, Allah SWT berfirman: Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam
kehidupan ini, adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang
sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin
itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya
mematikan (lihat, Majma al-Bayan: 1/491), maka dua ayat ini, yaitu al-Baqarah ayat
266 dan Al Imran ayat 117, mempunyai makna yang sama, dengan makna ayat di atas
secara cepat.
Di tengah ayat tersebut disebutkan: sebuah kebun kurma dan anggur; yang
tampak pada kebun itu adalah dikelilingi oleh pohon kurma dan buah anggur. Dan
dinyatakan pula: dalam kebun itu (ada) segala macam buah-buahan. Karenanya,
keduanya merupakan pohon yang terbaik dan terbanyak manfaatnya, tanaman itu
disebutkan secara khusus yang berarti kebun tersebut terdiri dari tanaman kurma dan
anggur. Yakni, meskipun kebun itu berisi semua pohon, namun keduanya (kurma dan
anggur) mendominasi tanaman yang lain. Sampai di sini selesailah tafsiran atas kosa
kata ayat.
penyerupa. Yang diserupakan adalah adalah orang yang beramal saleh tapi ditopang
pengertian ayat tersebut: orang yang berinfak lalu mengiringi amalnya dengan al-
Adapun yang dijadikan penyerupa adalah seorang laki-laki yang lanjut usia. Ia
mempunyai anak yang masih kecil-kecil yang tidak bisa berbuat apa-apa. Ia
mempunyai kebun yang dikelilingi pohon kurma dan buah anggur, di bawahnya
laki-laki tua itu menggantungkan harapan-harapan besar dan tinggi atas keberadaan
kebun itu, tapi secara tiba-tiba datang angin badai panas berhembus lalu membakar
lebur. Maka, orang yang berinfak di jalan Allah, yang membekali dirinya dengan
Allah SWT. Namun, jika ia mengiringi amalnya itu dengan kemaksiatan, maka amal-
amal baiknya itu tergulung angin badai yang membakar, yang membinasakan semua
Tamtsl 11
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan demikian itu disebabkan oleh perkataan mereka, sesungguhnya jual-beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhan itu, lalu
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
orang-orang yang mengulangi (terus mengambil riba), maka orang itu adalah
Tafsir Ayat
sesuatu yang bertambah). Riba adalah tambahan dalam modal, yakni: ketika si fulan
meminjamkan (nilai) sepuluh kepada seseorang dalam jangka waktu tertentu, lalu
pada akhir waktu itu si fulan mengambil lebih dari yang dipinjamkan, maka apabila
tambahan (lebihan) itu menjadi syarat dalam perjanjian, itu adalah riba.
At-takhabbuth; dan khabth adalah satu makna, yaitu berjalan secara tidak
stabil. Dikatakan khabatha l-bashiiru (tidak terarah jalannya) untuk orang yang
membantingnya.
sharaf, artinya: yang mendahului). Kata ini juga bermakna: umat-umat dahulu.
berkaitan dengan kalimat yaquum, artinya: mereka tidak berdiri melainkan seperti
Hasil makna ayat ini ialah pemakan riba tidak berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang dipukuli setan lalu dibanting. Sebagaimana orang yang tidak
karena kemasukan setan. Dari sini muncul dua pertanyaan: Pertama, apa maksud dari
pemakan riba tidak berdiri kecuali berdirinya orang terbanting? Kedua, apa maksud
berbeda: (1)- Mayoritas dari mereka berpendapat bahwa mereka berdiri pada hari
kiamat seperti orang-orang yang kerasukan. Para pemakan riba seolah dibangkitkan
dalam keadaan gila, dan gila itu sebagai tanda khusus bagi pemakan riba sehingga
mereka berdiri dalam kegilaan seperti orang yang ditekan oleh setan.
mereka keluar dari kuburan [al-Qamar: 7] kecuali pemakan riba. Pada hari kiamat,
pemakan riba berdiri lalu jatuh lagi, karena Allah menimpakan sesuatu dalam
perutnya sehingga memberatkannya untuk berdiri kokoh. Mereka berdiri lalu jatuh,
Pandangan ini dikuatkan oleh riwayat dari Nabi Muhammad saw, yang
perut-perut mereka seperti rumah, terlihat dari luar perut mereka di dalamnya terdapat
ular-ular. Aku bertanya: Siapa mereka hai Jibril? Jibril menjawab: Mereka adalah
pemakan riba.
3- Yang dimaksud al-mass bukanlah gila, meskipun kata ini juga bisa
digunakan pada makna (gila) ini. Kata al-mass di sini berarti orang yang mengikuti
setan dan menyambut seruannya. Seperti juga kata al-hl (keadaan) dalam ayat:
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan,
mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-
kesalahannya [al-Araf: 201]. Yang demikian itu ialah karena setan selalu mengajak
pada pencarian kesenangan, nafsu syahwat, dan kesibukan dengan selain Allah. Inilah
yang dimaksud massu sy-syaithn. Orang yang seperti ini selalu dirasuki setan dalam
urusan dunia. Kadang-kadang setan mendorongnya untuk mengikuti hawa nafsu, dan
Tak diragukan lagi bahwa si pemakan riba akan menjadi orang yang
berlebihan dalam cinta dunia dan ia akan hancur karenanya. Akibatnya, kehidupan
oleh Sayyid Husain Thabathaba`i, antara lain: Bahwa manusia yang tertekan atau gila,
yang telah rusak kekuatan pembedanya (akalnya) tidak dapat membedakan antara
yang baik dan yang buruk, yang bermanfaat dan yang merugikan, antara kebaikan dan
kejahatan. Demikian pula dengan keadaan periba dalam penerimaannya untuk riba.
Orang yang diseru fitrahnya supaya ber-muamalah dengan menukarkan harta yang
dimilikinya dengan rasa cukup mengambil harta sesuai yang dibutuhkan. Bagi mereka
yang memberi pinjaman harta dan menerima pengembalian senilai pemberian plus
tambahan (bunga), maka hal itu sama dengan menghancurkan kecenderungan fitrah
dan asas mata pencaharian. Oleh sebab itu, pemakan riba terseret pada penggelapan
harta dari tangan penghutang dan harta-harta pun tertimbun di tangan pemakan riba.
Harta seperti ini selalu berkembang dan bertambah, dan ia tidak berkembang kecuali
karena tambahan dari harta pinjaman itu. Di satu sisi ada harta yang berkurang dan
terpisah, dan di sisi lain ada harta yang bertambah dan terkumpul.
Di pihak peminjam riba, jelas akan memaksanya pada keadaan yang tertekan
seiring dengan bertambahnya pengeluaran, lewatnya waktu, sampai batas yang (boleh
jadi) tak terselesaikan seiring bertambahnya kebutuhan. Semakin banyak pengeluaran,
riba berkembang dan meningkat, maka kebutuhan semakin bertambah tanpa dapat
kehidupan si peminjam.
Jadi riba pada hakikatnya bertentangan dengan kestabilan sosial dan akan
merusak sistem yang berlaku di atas jalan lurus manusiawi yang ditunjukkan oleh
fitrah ilahiyiah.
Inilah al-khabth (kelabilan) yang menimpa para periba, seperti keadaan orang
gila. Riba mendorongnya untuk merusak asas muamalah dan penukaran (barang atau
uang), sehingga ia tidak dapat membedakan antara penjuaalan atau jual-beli (al-bai)
(penjualan) dan riba. Ketika ia diseru agar meninggalkan riba dan mengambil jual
beli, ia menjawab: bahwa al-bai seperti riba, tidak menambah keisitimewaan atas
riba, sehingga membuatnya mengambil riba dan meninggalkan jual beli. Karena itu,
Allah SWT berargumen atas labilnya para periba, dengan mengungkapkan perkataan
Dari kalimat itu timbul pertanyaan: Mengapa dikatakan bahwa jual-beli seperti
riba, bahkan mereka mengatakan: riba sama dengan jual-beli. Dan pembicaraannya
adalah mengenai riba, bukan jual-beli sehingga mereka harus menyerupakan riba
(hal yang dilebihkan), yakni mereka meletakkan riba sebagai bentuk asal dan jual-beli
sebagai cabangnya, sehingga mengatakan jual-beli seperti riba. Ini adalah perkara
pertama.
Perkara kedua ialah, menjadi gila karena setan telah merasukinya. Yang
tampak pada ayat, bahwa kegilaan merupakan akibat bertindak gila si orang gila.
Padahal ilmu pengetahuan (science) belakangan ini telah mengungkap sebab kegilaan,
bagaimana bisa berkumpul antara makna ayat dengan apa yang disingkap oleh ilmu
yang tidak benar, di mana mereka yakin atas tindakan gila terhadap orang-orang gila.
Dalam hal ini tentu tidak masalah, karena sekedar penyerupaan yang kosong dari
penilaian, sampai menjadi sesuatu yang salah dan tidak sesuai dengan realitas.
Hakikat makna ayat ialah, keadaan para pemakan riba itu seperti keadaan
orang gila yang dirasuki setan. Sedangkan menjadi gila dengan bersandar pada
kemasukan setan adalah hal yang tidak mungkin. Sebab Allah SWT Maha Adil dari
SWT Maha Agung dari sandaran pada firman-Nya yang batil, dan penyimpangan
dibawakan bersama pada si pembicara. Dan tentang sifat wahyu, Allah SWT
berfirman: Dan sesungguhnya al-Quran itu adalah kitab yang mulia, yang tidak
datang kepadanya kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang
diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji [Fushshilat: 41-42].
memisahkan antara yang haq dan yang batil, dan sekali-kali dia bukanlah senda
mereka ialah pada faktor-faktor alami, dan bahwa menghilangnya akal tersebut pada
2/412).
Dari keterangan tersebut ada ungkapan lain dari Sayyid Thaba`thaba`i yang
pada setan adalah lemah dan tanpa alasan, tetapi gila karena faktor-faktor alami
seperti karena kerusakan saraf otak adalah faktor-faktor yang lebih mendekati
pada malaikat dengan merasuknya faktor-faktor alami ke dalam diri seseorang. Hal
serupa terungkap dalam ayat tentang kisah Nabi Ayub as sebagai berikut:
Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan [Shad: 41]; dan:
sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau Tuhan Yang Maha penyayang
di antara semua penyayang. Kata adh-dhurr dalam ayat ini adalah penyakit dan
penyakit yang disandarkan pada sebab-sebab alami itu kepada setan (Al-Mizan:
2/413).
Surat Al Imran
Tamtsl 12
* *
(penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman
kepadanya: Jadilah (seorang manusia), maka jadilah dia. (Apa yang telah Kami
ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah
Tafsir Ayat
kelahiran seorang putra yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) dari pada-
berkata: Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum
Dengan demikian, tetaplah bahwa al-Masih adalah makhluk Allah SWT, yang
dilahirkan dari ibunya yang perawan dan tidak tersentuh oleh seorang laki-laki pun.
Dia (Isa) as adalah satu ayat (tanda kebesaran) dari ayat-ayat Allah SWT. Sementara
kaum Nasrani menuhankan al-Masih dan menetapkannya sebagai salah satu trinitas
ketuhanan; Tuhan, Putra dan Ruh Qudus. Kaum Nasrani meyakini bahwa dia adalah
Ketika kaum Nasrani berhujjah di hadapan Nabi Muhammad saw, ayat di atas
turun kepada beliau sebagai jawaban atas kesalahan argumentasi mereka. Rasulullah
saw menyampaikan wahyu bahwa bentuk penciptaan al-Masih itu menyerupai bentuk
penciptaan Adam. Di mana Adam (as) diciptakan dari tanah tanpa ayah dan ibu. Jika
ini adalah perkara yang mumkin (tidak mustahil bagi Allah), maka perkara kelahiran
al-Masih dari seorang ibu tanpa ayah adalah serupa. Maka ini adalah perkara yang
lebih mudah kemungkinannya (bil imkn) dari yang sebelumnya (yakni penciptaan
Adam as).
Dengan ibarat lain; bahwa al-Masih seperti Adam pada satu segi (yakni tanpa
ayah), dan cukuplah dalam persamaan itu sebagai sifat. Dan pada hakikatnya ini
termasuk dari tasybiih al-ghariib bil aghrb (penyerupaan yang langka dengan yang
lebih langka), agar lebih meyakinkan bagi pendebat dan lebih memastikan bagi hal
Salah satu pertanyaan yang mengejutkan ialah seputar firman Allah SWT:
kemudian Allah berfirman kepadanya: kun fa yakuun (jadilah, maka jadilah dia),
yang lebih sesuai seharusnya mengatakan; kun fa kn ( jadilah, maka telah jadi). Lalu
Jawab: Allah meletakkan mudhri (fiil yang mengandung masa sekarang dan
akan datang) di tempat mdhi (fiil mengandung masa lampau), dan itu dibolehkan.
penjadian Adam adalah perkara yang terjadi secara bertahap, bukan secara langsung.
menunjukkan atas tiadanya tahapan, tetapi itu (berlaku) bagi Allah SWT. Adapun bagi
(tingkatan) makhluk maka hal itu terjadi atas dua bagian; yakni bagian yang tidak
bertahap seperti jiwa dan akal universal, dan bagian yang menjadi perkara yang
bertahap sebagai hasil bagi sebab-sebab yang bertahap. Jika memperhatikan sesuatu
pada Allah SWT (sebagai wajibul-wujud), tidak ada tahapan dan tidak pula ada
senggangan. Sebab dalam tingkatan rubuubi (ketuhanan) tiada masa dan gerakan.
Karena itu Allah berfirman: Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti
kejapan mata [al-Qamar: 50]. Sedangkan jika memperhatikan sesuatu bagi wujud
mumkin (makhluk, sebagai mumkinulwujud) dan sebab-sebabnya, maka realitas
dalam menafsirkan ayat tersebut. Kalimat fa yakuun dalam ayat ini, kata al-Balaghi,
adalah pencabangan atas kalimat yaquulu. Ia bukanlah balasan (jaz`) bagi kalimat
kun (fiil amr). Karena kejadian (kaun) setelah huruf f adalah kejadian yang
diperintah melalui kun, bukan balasan bagi kun yang diurutkan atasnya, serta
disangka bahwa kejadian itu sebagai balasan bagi esensi permintaan jadilah!.
Sebab, jika benar demikian maka kalimat yakuunu pada akhir ayat harus nashab
(yakni dibaca yakuuna), sedangkan (kalimat yakuunu) adalah rafa (yakni dibaca
dengan Adam. Dan tamtsil di atas hendak menjelaskan perkara ini juga. Selain itu,
sebenarnya ayat di atas mengarah pada dua dalil yang tiap satu dari keduanya
1-Bahwa Isa adalah makhluk Allah, meskipun kelahirannya tak berayah. Dan
2-Bahwa kejadian Isa as tidak lebih di atas kejadian Adam as. Jika ini
menunjukkan asal penciptaannya untuk disebut tuhan dengan satu segi, maka
mereka jelas-jelas tidak pernah menyebut tuhan pada Adam as. Karena itu,
seharusnyalah mereka juga tidak mengatakan demikian pada Isa as, karena adanya
kemiripian.
Yang terang dari ayat di atas bahwa penciptaan Isa as adalah seperti
penciptaan Adam as yang terjadi secara natural, meskipun tidak biasa bagi
sunnatullah yang berlaku dalam keturunan umumnya; bahwa untuk lahir seorang anak
Tamtsl 13
mereka sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah dari mereka sedikitpun. Dan
yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini, adalah seperti perumpamaan
angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum
yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya
mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri (Al Imran 116-
117).
Tafsir Ayat
As-shirr atau angin dingin, seperti sharshar, angin kencang atau amat dingin.
Ath-Thabrasi menukil dari az-Zujaj yang berkata: Shirr adalah hembusan angin pada
api yang sedang melahap sesuatu. Dia menambahkan: boleh juga dikatakan bahwa
Dari segala kemungkinan itu, makna yang dapat digunakan untuk shirr ialah
angin beracun yang merusak tanaman. Dan makna dari ayat; tanaman kaum yang
menganiaya diri sendiri, ialah orang-orang yang bercocok tanam di tempat yang
salah dan bukan pada waktu yang tepat. Kemudian angin kencang menerpa tanaman
itu, lalu lenyaplah tanaman itu tanpa bekas. Sebagaimana kita tahu bahwa waktu atau
cuaca dan tempat atau kondisi tanah sangat menentukan pertumbuhan tanaman.
Sedangkan angin sepoi-sepoi yang berhembus membalut tanaman yang ditanam pada
waktu yang tepat dan tanah yang subur, menjadi faktor positif dalam pertumbuhan
Itulah al-musyabbah bihi (yang dijadikan penyerupa). Maka orang kafir ketika
harta dan semacamnya), maka ia tak ubahnya seperti orang yang menanam bukan
pada tempat dan waktu yang semestinya. Karena itu, ia tidak pernah memperoleh
manfaat apa-apa dari infaknya. Kekufuran dan kecenderungan hawa nafsu dapat
merusak setiap infaknya. Oleh sebab itu, Allah SWT memperingatkan anak Adam
sebagai berikut: Sesungguhnya orang-orang kafir baik harta mereka maupun anak-
anak mereka sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah dari mereka sedikitpun.
Tamtsl 14
Artinya: Dan apakah orang yang sudah mati kemudian Kami hidupkan dan Kami
berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di
dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah
Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan
[al-Anam: 122].
Tafsir Ayat
Ayat ini turun berkenaan dengan Hamzah bin Abdul Muthalib dan Abu Jahal
bin Hisyam. Ketika itu, Abu Jahal menyakiti Rasulullah saw, dan tindakan keterlaluan
Abu Jahal itu sampai kepada Hamzah. Hamzah (waktu itu) berada di pihak agama
kaumnya. Mendengar berita itu, Hamzah marah lalu bergegas mendatangi Abu Jahal
dengan membawa busur. Hamzah memukul Abu Jahal, dan Hamzah kemudian
Dalam riwayat lain dikatakan: Ayat ini turun berkenaan dengan Ammar bin
Yasir ketika telah beriman dan Abu Jahal. Ini diriwayatkan dari Abu Jafar.
Meskipun demikian, yang jelas bahwa ayat ini umumnya berkenaan dengan posisi
setiap orang mukmin dan orang kafir. Dan bersamaan dengan itu pula tidak menutup
kemungkinan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan dua pribadi tertentu.
Dalam ayat ini terdapat beberapa tamtsil dan tasybih, yang ditetapkan
1- Kalimat awal ayat menyatakan: Dan apakah orang yang sudah mati
kemudian Kami hidupkan; orang kafir diserupakan dengan orang mati atau al-mait
(y` tanpa tasydid) yang merupakan peringanan dari al-maiyit (y` bertasydid), dan
Ada juga ayat lain yang memperserupakan orang mukmin dengan orang hidup dan
orang kafir dengan orang mati, Allah SWT berfirman: Maka sesungguhnya kamu
tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar [ar-
Rum: 52], Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang
hidup (hatinya) [Yasin: 70] dan dan tidak sama orang-orang yang hidup dan
2- Kalimat kedua ayat berbunyi: dan Kami berikan kepadanya cahaya yang
terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat
manusia; Allah menyerupakan al-Quran dengan nuur (cahaya), dan dengan cahaya
al-Quran itu orang mukmin dapat menelusuri jalan kebahagiaan. Allah SWT
dari Tuhan, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu
cahaya yang terang benderang (al-Quran) [an-Nisa: 174]. Dan Allah SWT
tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Quran itu
mukmin.
keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar
daripadanya. Maka, kata azh-zhulmah (kegelapan) dalam ayat bisa bermakna kufr
(kekafiran) atau jahl (kebodohan). Bila maknanya kekafiran, ini didukung oleh ayat;
Selain itu, Allah SWT juga menyerupakan orang kafir dengan orang yang
berada dalam gelap gulita). Dan tidak mengatakan; ka man huwa fi zh-zhulumt
(orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita). Dalam ayat di atas disertakan
bentuk perumpamaan ini untuk menjelaskan bahwa orang yang dimaksud telah
sampai pada puncak kekafiran dan kebingungan. Demikianlah tafsir ayat secara rinci
(tafshil).
Sedangkan kesimpulan ayatnya adalah: perumpamaan bagi orang yang diberi
petunjuk oleh Allah SWT setelah berada dalam kesesatan, berarti ia diberi taufik
untuk yakin sehingga dapat membedakan antara yang membenarkan dan yang
Perumpamaannya adalah seperti orang yang tadinya mati lalu dihidupkan oleh Allah
SWT dan diberi cahaya yang menerangi jalannya sehingga dapat berjalan di tengah
mukmin seperti orang yang masih ada kekufuran padanya atau kekufuran tidak keluar
darinya, yang berjalan tanpa petunjuk dalam gelap gulita, yang kebingungan tidak
2- Penyerupaan orang kafir dengan orang mati yang kehilangan cahaya, yang
masih dalam gelap gulita. Dan fokusnya, bahwa orang mukmin termasuk dalam
Surat al-Araf
Tamtsl 15
(58-57 * )
Artinya: Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira
sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa
awan yang mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan
hujan di daerah itu, maka dengan sebab hujan itu Kami keluarkan pelbagai macam
mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan (pada) tanah yang baik, tanaman-
tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan (pada) tanah yang tidak subur,
Tafsir Ayat
Aqall, berasal dari kata al-iqll, berarti membawa sesuatu dengan amat mudah.
Al-naladu ath-thayib berarti bumi yang bagus tanahnya. Pada tanah seperti itu
tumbuh tanaman yang bersih tanpa usaha keras penanamnya. Semua itu terjadi karena
Al-balad al-khabits adalah tanah berair (yang lembab dan asin), tanah yang
buruk, tidak produktif kecuali amat sedikit. Tanah seperti ini tidak memberi (hasil)
kecuali sangat sedikit, dan itupun dengan kesulitan-kesulitan. Dan ungkapan tashriifu
Pada ayat pertama Allah SWT menyebutkan bahwa Dia mengirim angin
sebagai pembawa berita gembira sebagai rahmat-Nya. Jika angin itu membawa
mendung tebal berisi air, lalu menuangkan air (menurunkan hujan) ke negeri yang
Pada ayat kedua Allah SWT sekali lagi menjelaskan bahwa hujan yang turun
menyirami lahan-lahan tanah adalah bagian dari sesuatu yang sangat diperlukan untuk
keluarnya tumbuh-tumbuhan. Selain itu, ada syarat lain (yang harus dipenuhi) yakni
kondisi tanah yang harus subur jika digunakan untuk bercocok-tanam, bukan tanah
tanah yang baik, lembut oleh bilasan air hujan dan menghasilkan tanaman bagus dan
dengan tanah yang berair (lumpur) tidak menumbuhkan tanaman apapun. Jadi, hati
orang mukmin seperti tanah yang bagus, sedangkan hati orang kafir seperti tanah yang
jelek.
Tamtsl 16
* *
Artinya: Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan
melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda),
maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki,
cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka
(kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir. Amat buruklah perumpamaan
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah
Tafsir Ayat
Kata an-naba` berarti berita tentang perkara yang besar. Kata an-nubuwah
(kenabian) berasal dari akar kata an-naba ini. Istilah akhlada il l-ardhi bermakna
Kata as-salakh berarti mencabut, dan kalimat dalam ayat akhlada il l-arhdi
(dia cenderung kepada dunia) bermaknya melekat dengan dunia. Dan al-lahts berarti
(seperti anjing) menjulurkan lidahnya karena haus. Dan al-luhts berarti panas
kehausan.
Demikianlah tafsir dari kosa kata yang menjadi perhatian dalam ayat.
Kandungan ayatnya ialah: Ayat ini merupakan tamtsil yang mengandung musyabbah
(yang diserupakan) dan musyabbah bihi (yang dijadikan penyerupa). Para mufasir
mengatakan bahwa yang diserupakan itu adalah Balam bin Baaur`, konon seorang
alim dari Bani Israil yang berasal dari bangsa al-Kanniyun. Ia dianugerahi ilmu
berkedudukan tinggi dalam ilmu dan diryah (pengetahuan), yang terjatuh ke dalam
jurang yang dalam. Hal yang menunjukkan hal tersebut dalam ayat sebagai berikut:
seperti kulit menyelimuti (sekujur) badan, tetapi ia keluar darinya. Penafsiran seperti
ini didukung oleh keterangan ayat lain yang menggambar takwa dengan pakaian,
antara lain ayat: dan pakaian takwa itulah yang paling baik [al-Araf: 26].
4- Potongan ayat berikutnya lagi: lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda),
menunjukkan bahwa setan (telah) putus asa menyeret orang itu pada kekafiran dan
memutuskan hubungan dengannya. Namun ketika dia melepaskan diri dari pada ayat-
ayat Ilahi, maka setan pun (kembali) mengejarnya, mengikuti dan mewas-wasinya
setiap hari hingga berhasil membelenggu dan menyeretnya ke dalam golongan orang-
orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berpaling dari-Nya. Bagaimana mungkin
kehendak Allah SWT berhubungan dengan hidayah orang yang berpaling dari-Nya
Oleh sebab itu Allah SWT berfirman: Dan kalau Kami menghendaki,
sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Kami tidak
menghendaki, dan demikian itu bukan berarti kebakhilan dari-Nya, Sang Maha
Pemurah. Tetapi karena tiadanya wadah (ardhiyah) yang patut pada orang tersebut,
karena dia telah cenderung kepada dunia dan melekatkan diri dengannya. Ini seolah
hubungan kehendak-Nya dengan hidayah ini; yaitu, bahwa manusia yang tersesat itu
telah menjadikan kekafiran sebagai perangai dan tabiat baginya. Suatu tingkatan atau
keadaan di mana ruh, jiwa, dan fitrahnya telah bercampur penolakan terhadap ayat-
ayat Allah SWT. Sehingga ia mendustakan dan membelakangi ayat-ayat yang sampai
kepadanya. Oleh karena itu, nasihat dan siraman kebaikan dari orang yang menasihati
Untuk pendekatan perkara ini, kami bawakan sebuah tamtsil dalam tamtsil:
dan jika kamu membiarkan dia menjulurkan lidahnya (juga). Perumpamaan ini
digunakan karena penjuluran lidah (lahts) adalah dampak alami bagi perangai anjing,
Itulah yang dijadikan serupa yang menjelaskan bahwa hidayah dan kesesatan
(dhall) itu ada di tangan Allah SWT. Dan kehendak-Nya berhubungan dengan
hidayah manusia dengan syarat di dalamnya terpenuhi wadah atau lahan (ardhiyah)
yang subur yang bisa menerima hubungan kehendak Allah SWT dengannya. Jadi
orang yang cenderung pada dunia dan melekatkan diri dengannya, yakni cenderung
pada materi dan material, maka hidayah Ilahi tidak akan mendekatinya. Bahkan dia
pun berpredikat sesat yaitu kesesatan secara ikhtiyari atau kesesatan yang dipilihnya
penyerupa, dan kita telah mengetahui sebelumnya bahwa tamtsil bisa mengandung
pandangan. Di antara yang dimaksud itu adalah seorang penyair, Umayah bin Abu
mengetahui bahwa Allah SWT mengutus rasul-rasul, dia berharap bahwa waktu itu
dialah yang diangkat menjadi seorang rasul. Namun ketika Allah mengutus
Muhammad (sebagai Rasul-Nya), dia merasa iri, dengki, dan hasut kepada Nabi
Umayah pergi ke Thaif dan mati di sana. Lalu saudarinya, al-Friah, datang
kepada Rasulullah saw yang lalu menanyakan tentang kematian Umayah kepadanya.
Maka cepat berubanlah yang muda karena hari yang berat (itu)
Maka ia membaca:
Dan bila Engkau siksa aku, maka Engkau takkan menyiksa manusia
tapi kafir hatinya. Maka turunlah ayat ini. (Majma al-Bayan: 2/499-500).
Pandangan lain menyatakan bahwa orang (dalam ayat) itu adalah Abu Amir
bin an-Numan bin Shaifi, seorang rahib yang disebut fasik oleh Nabi. Ia adalah rahib
di masa jahiliyah dan mengubah gaya pakaiannya, lalu datang ke Madinah. Ia berkata
Aku datang dengan agama yang lurus, agama Ibrahim, jawab Nabi.
Abu Amir berkata: Semoga Allah mematikan si pendusta dari kami dengan
terusir dalam kesendirian. Kemudian Abu Amir pergi menemui penduduk Syam dan
mengirim (surat) kepada kaum munafik agar mereka menyiapkan senjata. Lalu Kaisar
datang dengan tentaranya untuk mengusir Nabi saw dari Madinah. Dan Abu amir
laki ini (Umayah si penyair dan Abu Amir si rahib), tetapi sebagaimana yang
disabdakan Imam Baqir as: Aslinya berkenaan dengan Balam, kemudian Allah
menjadikan ia sebagai perumpamaan bagi setiap orang dari ahli Kiblat 56 yang
Di dalam ayat terdapat sebuah petunjuk yang jelas bahwa ibrah dalam
menjadi seorang mukmin di masa mudanya dan murtad dari agama (Islam) di masa
tuanya. Maka kesalehan manusia dan keberhasilannya di masa awal dewasa, bukanlah
Oleh karena itu, yang dapat dimengerti bahwa tuntutan ridha al-Quran dari
kaum Muhajirin dan Anshar ialah dalam firman Allah SWT: Sesungguhnya Allah
telah ridha terhadap mereka orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia
kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka
lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka
Tambahan pula, seperti yang telah kami sebutkan bahwa Allah SWT
menentukan zharaf atau syarat ridha dengan firman-Nya: ketika mereka berjanji
setia kepadamu, dan itu bukan menjadi dalil atas ridha-Nya untuk sepanjang hidup
mereka. Kalaupun satu dalil menunjukkan ketergelinciran salah seorang dari mereka,
maka dalil kedua yang diambil (ini) telah menjamak di antara dua dalil.
Dan sungguh jelas firman Allah SWT: Orang-orang yang terdahulu lagi
yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan
56
Ialah Bani Israil. Penj
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan
mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga
Bahwa ayat ke 100 surat at-Taubah ini menunjukkan pencakupan ridha Allah
bagi mereka, dan ayat ini dipilih selama tidak ada dalil pasti yang menunjukkan atas
kebalikannya. Seandainya terbukti dengan dalil mutawtir atau dengan khabar yang
ditengahi dengan qarinah (pasangan kalimat) tentang murtadnya seorang dari mereka,
atau karena perbuatan dosa besar atau kecil yang dilakukannya, maka dalil kedua (ini)
yang diambil. Dan di antara dua dalil itu tidak saling bertentangan, dan bukan maqam
sahabat dan tabiin lebih tinggi dari maqam apa yang terkait dalam ayat itu. Maksud
penjelasan ini ialah menerangkan tentang keberadaan seseorang yang dikaruniai ayat-
ayat oleh Allah dan ia menjadi ulama ruhani (pada mulanya), tetapi (kemudian)
mengikuti hawa nafsunya lalu dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat kebenaran itu.
Barangkali, yang dapat kita perhatikan ialah persoalan ijmak beberapa mufasir
melalui ayat-ayat ini atas keadilan (adlah) semua sahabat Nabi, yang seakan-akan
melupakan makna keseluruhan ayat dan tidak menyelami apa yang dilakukan
beberapa sahabat berupa kesalahan dan kemaksiatan. Padahal, Allah SWT maha
mengetahui.
Tamtsl 17
*
Artinya: Dan di antara orang-orang munafik itu ada orang-orang yang mendirikan
menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak
kebaikan. Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah
Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di
dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai
atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan (Nya) itu yang baik, ataukah orang-
orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya
itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam? Dan Allah tidak
Tafsir Ayat
irshd artinya persiapan. Al-bunyn (bangunan), berasal dari kata ban (membangun).
Dan at-taqw berarti bagian dari taat, dengan takwa terjaga dari hukuman. Huruf wau
pada kata taqw sebagai ganti dari huruf y`, karena ia dari kata waqayat.
Kata syaf (contoh), dalam syaf l-bi`ri artinya tepi sumur. Dan matsal yang
dibuat untuk menggambarkan dekatnya dengan kehancuran. Dan kata juruf (contoh),
dalam jurfu al-wdi artinya samping lembah yang asalnya berlubang oleh air, hanyut
Para mufasir menyebutkan bahwa Bani Amr bin Auf mendirikan masjid
Quba. Mereka mengundang Rasulullah saw agar datang kepada mereka. Lalu beliau
datang dan melakukan salat di dalam masjid itu. Sekelompok orang munafik dari Bani
Ghanam bin Auf yang hasud kepada Bani Amr mengatakan: Kami membangun
sebuah masjid dan salat di dalamnya dan tidak hadir pada jemaah Muhammad.
Mereka ada 12 (atau) dikatakan 15 orang laki-laki: Tsalabah bin Hathib, Mutab bin
Qusyair dan Nabtal bin al-Harts. Mereka mendirikan sebuah masjid di samping
masjid Quba, setelah rampung mereka datang kepada Rasulullah saw yang sedang
bersiap-siap ke Tabuk.
ingin Anda datang kepada kami dan Anda salat di dalamnya untuk kami dan berdoa
dengan keberkahan.
Rasulullah saw bersabda: Aku sudah hendak pergi safar, kalau kami kembali,
kami akan datang kepada kalian insya Allah, kami akan salat untuk kalian di
dalamnya. Ketika Rasulullah saw pergi menuju Tabuk, turunlah ayat ini berkenaan
Ayat di atas mengisyaratkan pada perbedaan yang terang antara orang yang
membangun bangunan di atas dasar yang kokoh dengan orang yang membangun di
atas tepi jurang yang runtuh. Pembangun (atau bangunan) pertama itulah yang
yang kuat dan kokoh, maka itulah al-haqq, berupa ketakwaan dan keridhaan kepada
Allah SWT. Sedangkan orang munafik, ia membangun imannya di atas pondasi yang
amat lemah, dan amat lembek bangunannya, maka itulah al-bathil. Dengan kata lain,
iman dan agama seorang mukmin merupakan ekstensi dari firman Allah SWT: Maka
apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya di atas dasar takwa kepada Allah
dan keridhaan (Nya). Sedangkan iman dan agama orang munafik digambarkan
seperti: orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, maka
sangat mungkin bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka
jahannam.
Surat Yunus
Tamtsl 18
* *
(hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuh suburlah karena air itu tanam-
tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga
apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya,
datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan
(surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus
Tafsir Ayat
Firman Allah: fakhtalatha bihi nabtu l-ardhi, kalau kita katakan huruf b`
dalam ayat ini untuk penyertaan (mushhabah), maka maknanya menjadi bersama
adalah disebabkan air itu bercampurlah tanaman satu dengan yang lain, di mana air
t` di-idghom-kan dengan zai dan zai di-sukun-kan, dan diletakkan pada ta`
Kalimat dalam ayat yang berbunyi; bumi itu telah sempurna keindahannya,
dan memakai (pula) perhiasannya, adalah ungkapan indah di mana bumi berlaku
dari berbagai warna, ia mengenakannya dan berhias dengan aneka warna yang indah
mengambil hasil dan manfaat sesuai dengan aturan yang berlaku di bumi. Dan
kepadanya) adalah kiasan dari turunnya hama-hama (bala) atas kebun-kebun dan
darussalam menunjukkan tentang salah sifat surga, sebab penghuni surga selamat
dari segala hal yang tak disukai. Sedangkan lawan dari darussalam adalah drul
bal` (neraka). Demikianlah tafsir terhadap kosa kata dalam ayat di atas.
Selanjutnya, kita mengandaikan seperti ini: Ada sebidang tanah yang subur
dan bagus serta cocok untuk ditanami berbagai jenis tumbuhan. Si pemilik tanah ingin
memetik hasil dari semua tanaman yang ditanamnya, dan tanaman itu terus
dipeliharanya dan memperoleh siraman hujan yang cukup. Tak lama kemudian
sebidang tanah dengan tanaman-tanaman itu menjadi sebuah taman yang lebat penuh
dengan pepohonan dan aneka tumbuhan lainnya. Tampak areal tanah itu seolah
yang lain.
kehendaknya pula lahan-lahan bumi berhias. Mereka menganggap diri mereka sebagai
ahli dalam urusan itu yang tiada siapa dan apapun yang menandinginya. Lalu mereka
harapan-harapan itu tiba-tiba datanglah perkara Allah SWT di malam atau siang hari
yang menjadikan kebun, sawah, dan lahan-lahan mereka melemah dan kering, seolah-
kerap kali tertipu oleh dunia, dan berlebihan dalam mengharap dan
mengangankannya, padahal dunia amat cepat hilang dan lenyap, dan dunia tidak
dan membedakan dengan (kesenangan) kehidupan akhirat yang Dia namakan dengan
Selain itu, yang tampak dari ungkapan ath-Thabrasi bahwa tamtsil ini
tumbuhan yang sifatnya menipu, yang berakhir pada kelenyapan. (dari al-Juba`i dan
Abu Muslim).
yang ditetapkan sesuai dengan sifat-sifat yang dimilikinya. (Majma al-Bayan: 3/102).
ketetapan dan ketenangan, sebagaimana yang ada dalam matsal di atas. Dan yang
patut menjadi tempat sandaran keinginan adalah darussalam yang memiliki sifat
inda rabbihim (di sisi Tuhan mereka), sebagai petunjuk atas dekatnya kehadirannya
Matsal ini dekat dengan ayat 45 surat al-Kahfi yang berbunyi: Dan berilah
air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-
tumbuhan di muka bumi ini, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang
diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Begitu pula dalam surat al-Hadid ayat 20: Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan
harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani;
kemudian tanaman itu menjadi kering, dan kamu lihat warnanya kuning kemudian
menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah
serta keridhaan-Nya, dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang
menipu.
Surat Hud
Tamtsl 19
saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah penghuni-
(orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan
orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama
keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran (dari pada
perbandingan itu)?
Tafsir Ayat
Allah SWT menggambarkan orang kafir seperti orang buta dan tuli, dan
menyebutkan orang mukmin seperti yang dapat melihat dan mendengar, lalu
ayat menyajikan sifat yang diberikan oleh Allah terhadap dua golongan yang memiliki
sifat-sifat khas.
(kebenaran) dan mereka selalu tidak dapat melihat(nya) [Hud: 20]. Maknanya:
mereka memiliki telinga dan mata, tetapi mereka tidak menggunakannya untuk
mendengar dan melihat ayat-ayat Ilahi dan hakikat-hakikat. Penafian dengan sebutan
penglihatan.
Selanjutnya Allah SWT menyifati orang mukmin dengan tiga sifat, yaitu: (1)
beriman kepada Allah; (2) beramal saleh; dan (3) tunduk kepada Allah, ketika
mengatakan: dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka. Jadi, orang mukmin
yang saleh adalah buah dari pohon keimanan, sebagaimana tunduk dan pasrah
(tasliim) serta yakin akan janji Allah juga termasuk buah dari keimanan. Orang
mukmin selalu mau mendengar dan melihat ayat-ayat-Nya di jalan pengukuhan iman
dengan tamtsil berikut: Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan
orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat
dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka
mendengar, dan perumpamaan golongan kafir seperti orang yang buta dan tuli.
Karena orang beriman memanfaatkan panca inderanya dalam mengenal Sang pemberi
nyiakannya, sehingga jadilah mereka sebagai orang-orang yang tidak melihat dan
tidak mendengar.
Di tengah peletakan antara yang buta dan yang tuli sebagaimana di tengah
peletakan antara yang melihat dan yang mendengar, adalah untuk memberikan
Keadaan orang kafir seperti keadaan orang buta dan orang tuli. Sedangkan
keadaan orang mukmin seperti orang yang melihat dan mendengar. Kesimpulannya
adalah: tidak sama orang yang dapat melihat dan dapat mendengar dengan orang yang
buta dan tuli. Maka, orang mukmin dan kafir juga tidak sama.
Surat ar-Rad
Tamtsl 20
Artinya: Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-
berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun
bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke
dalam air supaya air sampai ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke
mulutnya. Dan doa (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka [ar-
Rad: 14].
Tafsir Ayat
dikuatkan oleh kalimat berikutnya yang menafikan seruan dari selain yang benar.
merupakan idhfah yang disifati (mausuuf) pada sifatnya; yakni ad-dawatu l-haqqu
lahu (seruan/doa yang benar bagi-Nya). Karena seruan atau doa (ad-dawah) itu
adalah pengarahan (atau pencarian) perhatian Yang diseru (al-maduu) pada yang
al-maduu pada ad-dii. Kedua hal ini khusus bagi Allah Yang Maha Agung nama-
Nya. Adapun selain-Nya, tidak dapat memberi madharrat dan manfaat, tidak dapat
memberi hidup dan mati, dan tidak punya hari kiamat, maka bagaimana mungkin ia
pengabulan hanyalah seruan yang ditujukan kepada Allah SWT, Yang Mahahidup,
Mahaberkehendak yang tidak dipaksa, Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Maha
Kaya.
Dengan demikian, seruan atau doa itu ada dua macam: (1) seruan yang benar
(dawah haqqah), dan (2) seruan yang batil (dawah bthilah). Seruan yang benar
adalah bagi Allah. Dan seruan selain kepada-Nya adalah seruan yang batil. Sebab
selain-Nya tidak mendengar dan tidak berkehendak, tidak melihat dan tidak kuasa.
Indikasi pada seruan yang batil ini terlihat dalam ayat: Dan berhala-berhala yang
mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka.
Jadi, telah diketahui bersama tentang wajah tiadanya pengabulan (istijabah) itu.
Allah SWT mengecualikan satu gambaran dari tiadanya pengabulan, dengan
pengecualian konseptual (istitsn` shuri) dalam ayat: melainkan seperti orang yang
membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya air sampai ke mulutnya,
padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Jadi, menyeru patung-patung
berhala dan meminta hajat kepada mereka, itu lebih mirip dengan keadaan orang
dahaga yang jauh dari air, seperti yang orang duduk di atas bibir sumur lalu ia
membuka kedua telapak tangannya ke dalam sumur supaya air sampai ke mulutnya,
Ath-Thabrasi berkata: Ini adalah matsal yang dibuat Allah bagi setiap orang
yang menyembah dan berdoa kepada selain-Nya, yang berharap dapat memberi
tangannya ke air dari jarak yang jauh, untuk diminumnya dan melepaskan dahaganya.
Dan air tersebut tidak sampai ke mulutnya lantaran jauhnya jarak antara keduanya.
memberi manfaat kepada mereka dan tidak dapat mengabulkan doa mereka (Majma
al-Bayan: 3/287).
Mungkin saja ayat di atas ditafsirkan dengan bentuk lain. Misalnya seperti ini:
Berhala itu tidak mengabulkan sebagaimana pengabulan air bagi orang dahaga yang
membuka kedua telapak tangan kepadanya, yang berharap agar air itu bergerak ke
mulut orang yang meminta atau mendekatkan mulut ke air. Padahal air adalah benda
mati yang tidak merasakan pembukaan kedua telapak tangan orang itu, kehausan dan
kebutuhannya, dan air itu pun tidak mampu mengabulkan doa dan menyampaikan
mulutnya. Demikian pula halnya dengan apa yang mereka seru adalah benda mati
yang tidak merasakan doa mereka, tidak mampu mengabulkan apapun dan tidak pula
tuhan, baik benda mati yang tidak berperasa, atau malaikat, atau jin, arwah, yang
Pandangan dari tafsir untuk ayat ini tertuju khusus pada tuhan-tuhan yang merupakan
Pada kalimat selanjutnya: Dan doa (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah
sia-sia belaka (dhall), menunjukkan bahwa dhall berarti keluar dari jalan dan/atau
perjalanan yang tidak menyampaikan seseorang pada tujuan. Doa kepada selain-Nya
adalah keluar dari jalan yang mengantar kepada tujuan. Sebab, tujuan dari berdoa
palsu itu sama saja, mereka itu hampa dari penghadapan dan juga tidak mampu
mengabulkan. Maka, kesia-siaan (dhall) manakah yang lebih jelas dari ini.
Tamtsl 21
Artinya: Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di
Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau
alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang
sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada
Tafsir Ayat
Al-wdi adalah kaki bukit besar, yang merendah yang menghimpun dan
menyimpan air hujan di dalamnya. Barangkali, kata al-wdi berasal dari kata ad-diyah
(diyat), karena diyat adalah pengumpulan harta dalam jumlah besar yang ditunaikan
karena pembunuhan.
dan pengurangan. Jika keduanya sama maka itulah al-qadar, dan qadr dan qadar
pembawa. Dan az-zabad berarti kotoran yang meluap, di antaranya kotoran buih dan
kotoran banjir.
melemparkan buihnya. Al-iiqd sama dengan menaruh kayu bakar dalam api. Al-
Al-haqq dalam etimologi berarti perkara yang tetap, yang berlawanan kata
dengan al-bathil. Mafhum al-haqq sangat luas meliputi segala maujud dan ajaran
yang tetap dan tidak berubah, termasuk kaidah-kaidah matematika, arsitek dan banyak
pada tingkatan tinggi maka itulah al-haqq yang tiada cacat baginya. Dan al-makts
Jika arti kata-kata di atas telah dimengerti, maka ketahuilah bahwa ayat ini
Pertama, bahwa air bah yang turun deras dari ketinggian bukit atau gunung,
yang mengalir di lembah-lembah itu juga membawa buih yang mengembang ikut
bersamanya. Al-haqq seperti air banjir, dan al-bathil seperti buih atau kotoran (zabad)
Kedua, bahwa barang tambang atau logam yang dicairkan dengan api yang
menyala dalam wadah atau tungku itu mencair dan luapan di atasnya ada berupa
kotoran. Tujuan mencairkan adalah untuk memisahkan logam yang bernilai dari
kotoran dan buihnya. Artinya, al-haqq seperti logam mulis, emas, perak dan tambang-
tambang berharga lainnya. Sedangkan al-bthil seperti kotoran dan buihnya yang
kotor.
bermanfaat bagi manusia seperti air dan sesuatu yang diambil untuk perhiasan dan
kesenangan menyerupai al-haqq. Dan sesuatu yang bukan demikian, seperti buih
menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah, yang
terjadi di lahan atau daerah hujan yang berlainan pada yang luas maupun sempit, pada
yang besar maupun yang kecil; menurut ukurannya, yakni semua teraliri dan
Allah SWT bersifat umum tanpa dibatasi apapun. Pembatasan terletak pada yang
tumbuhan berbeda dengan potensi binatang dan manusia. Tiap maujud dilimpahi
sesuai dengan potensinya. Sebagaimana banjir yang mengalir deras dari ketinggian
bukit adalah mutlak tanpa memilih, namun setiap lekukan lereng dan lembah
Maka arus itu membawa buih yang mengembang, yakni yang mengapung di
menghanyutkan saja, tetapi juga berarti buih yang mengapung di atas permukaan
berbagai logam dan tambang yang dicairkan, tempat dicelupkan antara lain permata
untuk perhiasan dan kesenangan. Begitu yang dapat diambil dari kalimat: Dan dari
apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat,
haqq dan al-bthil disifati untuk dapat diambil (dipilih) jalannya di antara manusia.
Selanjutnya, ayat memberi isyarat pada tamtsil ketiga, bahwa di antara tanda-
tanda al-haqq ialah kelanggengan dan manfaatnya bagi manusia. Namun sebaliknya,
Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya, yakni buih
air bah dan buih sesuatu yang mereka nyalakan, akan lenyap dalam waktu sekejap.
Seakan-akan tidak pernah disebut-sebut sebelumnya, hilang sia-sia, batil, dan musnah.
Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi, yakni air
yang bersih atau tambang yang murni, yang dimanfaatkan oleh manusia akan tetap
berada di bumi.
dan telah disebutkan bahwa yang dimaksud dharbu l-matsal adalah menggambarkan
Demikianlah mengenai tafsir makna lahiriyah ayat. Dan ayat ini termasuk
salah satu permulaan ayat-ayat Qur`niyah yang membahas tentang karakter al-haqq
dan al-bathil, tentang geraknya, bentuk kemunculannya, dan dampak-dampak yang
akan berlaku atasnya. Tak salah apabila kita merujuk pada ayat:
1- Bahwa keimanan dan kekufuran adalah salah satu mishdaq paling jelas bagi
kebenaran dan kebatilan. Di bawah naungan iman kepada Allah SWT terdapat
kehidupan bagi masyarakat, keadilan dan solidaritas kemanusiaan. Jadi suatu umat
yang tidak memiliki keimanan akan terjerambab dalam kezaliman, keegoisan dan
terlepas dari ikatan kemanusian yang akan segera menerbangkan masyarakat ke udara
2- Bahwa buih sangat mirip dengan hijab yang menutupi wajah al-haqq dalam waktu
sekejap. Ketika lenyap dengan cepat, muncul wajah hakikat, ialah air dan logam-
akan lama dan akan segera hilang bagai buih yang cepat menghilang. Allah SWT
berfirman: Dan katakanlah: Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.
Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap [al-Isra: 81].
Dan firman-Nya: Dan Allah menghapuskan yang batil dan membenarkan yang haq
3- Bahwa air dan logam-logam adalah sumber keberkahan dan kebaikan bagi
manusia, sedangkan buih adalah kotoran yang tidak bermanfaat. Demikian pula yang
benar dan yang batil. Yang benar itu seperti keimanan dan keadilan, yang bermanfaat
bagi manusia. Sedangkan yang batil itu seperti kufur dan kezaliman, yang tidak
bermanfaat.
4- Bahwa air adalah karunia material yang Allah limpahkan dari langit ke atas
lebih sedikit. Demikian pula keadaan dalam ruh dan jiwa. Setiap jiwa memperoleh
seperti Arsy ar-Rahman, dan ada jiwa yang sempit penampungannya. Allah SWT
tambang-tambang emas dan perak (Bihar al-Anwar: 4/405). Imam Ali bin Abi
wadah, dan kalbu yang terbaik adalah yang lebih luas (muatannya) (Nahjul
yang deras, dan kalbu-kalbu seperti lembah-lembah dengan berbagai macam bentuk
dan ukurannya).
Barangkali pula, kalimat bi qadrih pada bagian ayat adalah indikasi pada
maksud lainnya, yaitu bahwa air yang deras adalah air kehidupan yang menumbuhkan
5- Bahwa air berada di dalam perut bumi, menyerap dan menetap di sana sepanjang
kurun waktu yang lama, sehingga manusia dapat mengambil manfaat darinya dengan
mengeluarkannya. Begitu pula dengan al-haqq, ia tetap dan tidak lenyap. Al-haq
bersifat langgeng, tidak musnah, yang berlawanan dengan al-bthil. Jadi yang benar
berwilayah sedangkan yang batil berdebu dan beterbangan tak menentu dan lalu
lenyap.
mengapung di atas air dan di atas cairan-cairan tambang pada sisi-sisi yang berlainan.
Tetapi kebenaran adalah satu dan berwajah satu. Adapun yang batil beraneka ragam
wajah..
7- Kebatilan bergantung pada keberadaan haq. Ibarat tanpa keberadaan air, maka
wilayah, maka kebatilan tidak memiliki perjalanan sama sekali. Allah SWT
8- Penyerupaan al-haqq dengan air dan al-bthil dengan buih adalah sebuah petunjuk
yang halus, bahwa al-bthil seperti buih, sebagaimana ia berjalan di air deras yang
9- Gerak al-bthil meski sementara waktu, ia berada dalam sepanjang gerak al-haqq
dan menembus dalam hati. Al-bthil menunggangi gelombang al-haqq untuk sampai
keberadaannya.
10- Kebatilan di samping tidak memiliki tempat dalam hakikat, bilamana terlepas dari
hakikat, ia tidak akan berdaya untuk tampil diri meskipun dalam sekilas waktu.
Kebatilan mencari jati diri dengan berbaur dengan al-haqq sehingga ia bisa muncul di
tengah masyarakat. Buih terbentuk dari bagian-bagian yang berair, dan karena itu jika
terlepas sebagian darinya, niscaya ia binasa. Begitu pula kebathilan dalam pandangan
dan keyakinan.
Imam Ali bin Abi Thalib as berkata: Apabila kebatilan murni dan tidak
bercampur dengan haq, (maka) ia tidak sembunyi dari orang-orang yang mencarinya.
Dan apabila yang haq murni dan tidak bercampur dengan yang batil, orang-orang
yang menaruh kebencian kepadanya akan dibungkamkan. Namun, yang kerap terjadi
ialah sesuatu yang diambil dari sana, dan keduanya bercampur. Pada tahap ini iblis
sebelumnya telah diberi kebajikan oleh Allah SWT (Nahjul Balaghah: 49).
***
dalam al-amtsl:
berbuah sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-
orang yang bertakwa; sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah
Namun demikian, yang tampak dalam ayat ini bukanlah dalam kategori
musyabbah bihi (yang dijadikan penyerupa). Sementara ayat ini dalam menerangkan
balasan orang-orang yang takwa dan orang-orang kafir, dengan mengatakan: Balasan
orang-orang yang takwa adalah bahwa mereka menempati surga yang di bawahnya
(menaungi) .
Hal ini berbeda (keadaanya) dengan orang-orang kafir, yakni balasan mereka
adalah siksaan neraka. Dan di sini tidak ada empat perkara, tetapi hanya dua perkara.
Karena itu, matsal dalam ayat ini bermakna sifat, yakni beginilah keadaan surga dan
barangkali ayat ini merupakan sebuah matsal, karena itu perhatikanlah! (Majma al-
Bayan: 3/296).
Surat Ibrahim
Tamtsl 22
seperti abu (atau debu) yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang
berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang
telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh
[Ibrahim: 18].
Tafsir Ayat
Al-ashf adalah angin kencang, dan yaumun ashif ialah hari ketika banyak
angin ribut. Penggunaan kata al-ashf digunakan untuk memberi sifat pada hari, yang
angin kencang itu membuat hari berangin kencang, sebagaimana dikatakan; lailun
sia itu dengan abu dalam tiupan angin kencang. Sebagaimana halnya tiada seorang
pun yang mampu mengumpulkan abu yang berterbangan dihempas angin kencang,
maka begitu pula dengan upaya-upaya orang-orang kafir. Mereka tidak kuasa dari apa
yang telah mereka peroleh, sehingga amal-amal mereka tidak membawa manfaat
apapun.
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman: Dan Kami hadapi segala amal yang
mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan
[al-Furqan: 23].
Yang dimaksud amal-amal mereka adalah bentuk amal saleh dalam pandangan
menolong orang-orang teraniaya (dan lain-lain). Ini terjadi sebagai konsekuensi dari
amal-amal mereka yang dibangun di atas pondasi selain keimanan kepada Allah
SWT. Tanpa beriman kepada Allah SWT maka mereka tidak mendapatkan hak apa-
konteks dan kandungan ayat, mengingat begitu jelasnya maksud kandungannya. Dan
ayat di atas merupakan dalil atas orang kafir yang tidak mendapatkan pahala atas
amal-amal salehnya pada hari kiamat, disebabkan amal yang bukan karena Allah
SWT.
ridha dan keridhaan-Nya, maka mereka pasti dibalas dengan kebaikan pula dan akan
Tamtsl 23
kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya
(menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada tiap musim dengan seizin
Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya
Tafsir Ayat
Allah SWT memperumpamakan al-haqq dan al-bthil, atau kufur dan iman
dengan tamtsil-tamtsil yang bermacam-macam. Dalam ayat ini terdapat tamtsil yang
1- Thayyibah; pohon yang suci dan bersih, yang berbeda dengan pohon
khabiitsah. Pohon ada dua macam: pertama, pohon yang berbuah pilihan, seperti buah
tin, kurma, zaitun dan lain-lain. Kedua, pohon berbuah buruk, seperti jenis labu (yang
pahit rasanya).
dalam perut bumi, tak tergoyahkan oleh angin topan, dan tidak pula goyah oleh
ombak-ombak besar.
menjulang ke langit yang menyerap cahaya, udara, dan air. Juga memiliki akar-akar
yang kokoh bertahan dan menyerap air dan makanan dari tanah. Banyaknya cabang-
cabang atau ranting-ranting ini tidak mengganggu satu sama lain, sebagaimana ia juga
4- Tuthii ukulah kulla hiin (Pohon itu memberikan buahnya pada tiap
musim); pada setiap musim dan masa bukan berarti setiap hari dan setiap bulan ia
Dengan ibarat lain; bahwa pohon semacam ini tidak berkurang dengan
memberikan (buahnya). Tetapi selalu berbuah dalam setiap saat yang Allah tentukan
waktunya dan buah-buahnya untuk berbuah. Begitulah keadaan yang dijadikan
penyerupa.
ungkapan tetapi kurang dikuatkan oleh dalil. Yang tampak adalah bahwa yang
diserupakan adalah keyakinan akan al-haqq yang kokoh; yaitu Tauhid, Keadilan (al-
adl), dan konsekuensi dari keduanya yang disebut dengan al-mad (hari
kebangkitan).
Inilah aqidah yang kokoh lagi thayyibah, yang bersih dari setiap kesyirikan
dan kesesatan. Yakni aqidah yang mempunyai buah-buah (hasil) pada dua kehidupan
Yang menunjukkan atas hal demikian ialah firman Allah SWT pada ayat
yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.. [Ibrahim: 27]. Pernyataan
yang teguh bermakna aqidah yang lurus, yang mengejawantahkan kalimat tauhid
sebenarnya dan syahadat (kesaksian) akan al-mad dan lainnya. Allamah Sayyid
adalah kebenaran pernyataan yang memiliki akar yang kuat terpelihara dari segala
perubahan, kemusnahan dan kebatilan. Yakni, Allah Yang Agung nama-Nya dan
haq, akhlak yang mulia, dan amal-amal saleh, yang dengannya orang mukmin
mengantarkan pada keberadaan manusia yang tampak dengan keyakinan yang haq
agar mereka kembali pada fitrah mereka. Sehingga mereka dapat meyakinkan bahwa
kebahagiaan itu tergantung pada keyakinan yang benar yang memberi buah sehat bagi
Dengan demikian, dapat dimaklumi dari apa yang dikatakan oleh sebagian
mufasir, bahwa yang dimaksud kalimat tauhid oleh mereka tidak bertentangan dengan
apa yang telah kami katakan. Karena yang dimaksud di sini adalah tamtstsul
(pengamalan) kalimat tauhid, bukan sekedar ucapan lisan saja. Sebab Allah SWT
kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan mereka tiada (pula) berduka cita. [al-Ahqaf: 13]. Maksud firman ini adalah pada
pengucapan lisan semata. Dan Allah SWT telah memberikan indikasi pada aqidah
yang benar, seperti dalam firman-Nya: Siapa saja yang menghendaki kemuliaan,
yang baik, dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang
merencanakan kejahatan, bagi mereka azab yang keras, dan rencana jahat mereka
Ibarat dari kalimat al-kalimu th-thayyib adalah aqidah, dan amal saleh
Dan telah dimaklumi bahwa segenap aqidah yang benar pastilah memiliki
akar-akar kuat dalam hati. Ia juga memiliki cabang-cabang dan ranting-ranting dalam
Sampai di sini, selesailah uraian mastal pertama bagi orang mukmin dan orang
Dalam ibarat lain, dikatakan pula bahwa tokoh-tokoh mulia dari orang-orang
mereka adalah akar keberkahan, seruan mereka mengundang gerakan. Karya, tulisan,
orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat.... Yang dimaksud dengan al-qaul ats-tsbit (perkataan yang tetap) pada
ayat ini adalah al-kalimah ath-thayyibah. Sedangkan kalbu orang mukmin adalah
al-ardhu at-thayyibah (tanah yang baik), tempat akar-akar pohon tersebut melekat
kuat di dalamnya.
Tamtsl 24
Artinya: Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang
telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak)
Tafsir Ayat
Allah SWT memperumpamakan aqidah yang lurus dengan matsal yang telah
teguh akarnya). Kata ijtitsts bermakna melepaskan sesuatu dari akarnya, yakni
3- M lah min qarr (tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun); yakni pohon
itu tidak mempunyai ketetapan, sehingga sangat mudah dirobohkan dan diterbangkan
angin. Pohon itu juga tidak memiliki cabang-cabang dan ranting-ranting atau buah-
buahan.
berupa aqidah yang sesat dan kufur, yang tidak bersandar pada argumentasi dan dalil,
Maka sesuailah awal ayat ke-27 surat Ibrahim berikut ini dengan tamtsil
dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat...
Sedangkan akhir ayat ke-27 surat Ibrahim yang berbunyi; Dan Allah
menyesatkan orang-orang yang zalim dan berbuat apa yang Dia kehendaki sesuai
dengan tamtsil kedua ini (tamtsil ke-24). Yakni, Allah SWT menyesatkan Ahlulkitab
karena berpaling dari hidayah-Nya. Hal itu disebabkan oleh sikap dan perbuatan
mereka sendiri yang membatasi diri untuk tidak memanfaatkan petunjuk umum yang
diberikan kepada setiap manusia, yakni petunjuk fitrah dan seruan para nabi.
Dan pada akhir ayat 27 ini, yafalu man yasy` (berbuat apa yang Dia
yang zalim sesuai yang mereka lakukan. Dan kehendak Allah tidak pernah hampa
Tamtsl 25
* *
Artinya: Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada
waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim:
dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan
bersumpah dahulu (di dunia) bahwa, sekali-kali kamu tidak akan binasa?, dan kamu
sendiri, dan telah nyata bagimu bagaimana Kami berbuat terhadap mereka, dan
berbuat makar yang besar, padahal di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu. Dan
sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap
Tafsir Ayat
Sesungguhnya ayat memperumpamakan keadaan kaum yang telah
menyaksikan bagaimana turunnya bagian dari azab dan bala. Mereka mengaku
sehingga mereka dapat memperbaiki apa-apa yang telah mereka sia-siakan, berupa
keimanan dan amal saleh. Allah SWT berfirman: Dan berikanlah peringatan kepada
manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, yakni
seperti dalam kalimat: maka berkatalah orang-orang yang zalim: Ya Tuhan kami,
beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang
sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul.
kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa, sekali-kali kamu tidak akan
binasa?.
Dengan demikian, makna ayat menjadi: Kalian telah bersumpah sebelum azab
turun, bahwa kalian tidak akan binasa dalam kesenangan sampai diazab. Dan kalian
menyangka bahwa kalian dengan memiliki daya dan upaya adalah umat yang kekal
penangguhan? Juga dikatakan kepada mereka, dengan bentuk jawaban yang lain; dan
mereka sendiri, dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap
mereka dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan. Yakni kalian
Allah membinasakan mereka. Dan kalian mengetahui apa yang telah turun kepada
mereka berupa bala, kehancuran dan azab seperti kaum Ad dan Tsamud. Dan Kami
musyabbah adalah umat-umat setelah mereka, yang telah menyaksikan azab dan
memohon penangguhan untuk tidak dimatikan, sambil menyesal. Padahal, pada saat
Surat an-Nahl
Tamtsl 26
* *
Artinya: Dan mereka sediakan untuk berhala-berhala yang mereka tiada mengetahui
(kekuasaannya), satu bahagian dari rezki yang telah Kami berikan kepada mereka.
Demi Allah, sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang telah kamu ada-
adakan. Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan). Maha suci
Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu
anak laki-laki). Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran)
anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia
beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk; dan Allah
mempunyai sifat yang maha tinggi; dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Tafsir Ayat
Sesungguhnya Allah SWT adalah Maha Wajib lagi Maha Kaya dari segala
sesuatu. Allah berfirman: Hai orang-orang, kalian adalah fakir kepada Allah, dan
Allahlah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji [Fathir: 15]. Allah tidak menyifati diri-
Nya dengan sesuatu yang berbau kefakiran dan kebutuhan. Tetapi kaum musyrikin
yang tidak mengenal Allah telah menyifati-Nya dengan sifat-sifat yang berkesan
kefakiran dan kebutuhan. Allah SWT menceritakan tentang ini di dalam beberapa
ayat, antara lain; Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bahagian dari
tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata: Ini untuk
Allah dan ini untuk berhala-berhala kami. Maka sajian-sajian yang diperuntukkan
bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan sajian-sajian yang
diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka.
1- Tanah rendah antara dua anak bukit adalah bagian milik Allah, yang
berisikan tanaman dan ternak. Orang-orang ingkar menganggap seolah Allah fakir,
lalu mereka menyisihkan bagian untuk-Nya dari tanaman yang mereka tanam dan
Secara detail telah diisyaratkan surat al-Anam dalam bentuk yang ringkas:
(kekuasaannya), satu bahagian dari rezki yang telah kami berikan kepada mereka.
Demi Allah, sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang telah kamu ada-
adakan....
menetapkannya untuk diri mereka. Hal ini disebutkan dalam ayat: Dan mereka
menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha suci Allah, sedang untuk mereka
sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak laki-laki). Dan yang
dimaksud makna al-maushul (sebagai kata sambung dalam nahwu) dalam potongan
kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk, adalah kaum musyrikin yang
mengingkari hari akhirat, menyifati Allah dengan sifat-sifat yang buruk yang dicela
dan dihinakan oleh akal (sehat). Persis seperti bentuk penyifatan mereka terhadap
Allah dengan kefakiran, butuh, kekurangan, dan imkn (mungkin). Padahal Allah
SWT adalah Maha Kaya Mutlak, Dia Maha Tinggi dari disifati dengan sifat-sifat
buruk.
dengan kesempurnaan (sifat al-Kaml), antara lain: hidup, ilmu, qudrat, mulia, agung
dan perkasa. Dan Allah SWT dalam pandangan orang-orang mukmin adalah: Dialah
Allah Yang tiada tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha suci. Yang Maha sejahtera,
Yang Maha mengaruniakan keamanan, Yang Maha memelihara, Yang maha perkasa,
Yang Maha kuasa, yang memiliki segala keagungan, Maha suci Allah dari apa yang
Nyalah sifat yang Maha tinggi di langit dan di bumi [ar-Rum: 27] dan Dia
Dari penjelasan di atas, muncul jawab soal yang telah dilontarkan ath-Thabarsi
bergabung antara ayat; Dan bagi-Nyalah sifat (al-matsal) yang Maha tinggi dengan
telah disebutkan di atas bahwa kaum musyrikin telah menetapkan bagi Allah bagian
tanaman dan ternak, sebagaimana mereka juga menetapkan malaikat sebagai anak-
perempuan [az-Zukhruf: 19], dan; Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara
Allah dan antara jin [ash-Shaffat: 158], serta sifat-sifat lain. Maha Suci Allah dari
semua itu. Tamstil semacam ini adalah perkara terlarang, dan inilah yang dimaksud
Adapun penyifatan bagi Allah SWT dengan sesuatu yang patut seperti
keagungan, kebesaran, ilmu, qudrat dan lain sebagainya, al-Quran telah menjawab
atas itu dan tidak ada larangan di dalamnya. Dengan bukti bahwa setelah melarang
perumpamaan penyerupaan terhadap-Nya, melontarkan dua perumpamaan bagi diri-
Dalam jawaban disebutkan bahwa kata al-amtsl pada ayat di atas adalah
bentuk jamak dari kata al-mitsl, yang bermakna an-nidd (sepadan). Jadi ukuran
(wazn) ayat; l tadhribuu lllha l-amtsl seperti wazn ayat; l tajaluu li llhi
anddan (maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah) dalam al-
Baqarah ayat-22. Tetapi, ini makna yang jauh. Sebab kata al-matsal digunakan
bersama kata adh-dharb (menjadi kalimat dharbu l-matsl. Penerj.), bukan al-mitsl
yang bermakna sepadan, yang kata adh-dharb tidak pernah terlihat bersamanya.
Dan apa yang telah dijelaskan dalam keterangan buku ini tidak jauh dengan
dengan sesuatu. Dan yang dimaksud dengan al-matsalu l-al ialah al-wasfu l-
al (sifat yang tinggi), yang mana Dia Maha dahulu, Maha kuasa, Maha mengetahui
madhrub bi l-haqq (perumpamaan yang dibuat dengan kebenaran), dan kalimat dari
Di akhir pembahasan ini, disinggung pula satu hal, bahwa firman Allah SWT:
Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang
buruk; dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dia-lah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana yang dimasukkan dalam kategori al-amtsl al-
manusia yang amat butuh pada tanaman dan ternak, punya anak perempuan dan
berhubungan dengan jin dan sifat-sifat buruk lainnya. Karena itu ayat ini tidak
tergolong tamtsil yang diistilahkan. Atau, dapat dikatakan, pada hakikatnya adalah
Tamtsl 27
Artinya: Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat
memberikan rezki kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi, dan tidak berkuasa
perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat
bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami beri rezki yang baik dari
kamu, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan secara
terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi
Tafsir Ayat
menyembahnya sedangkan (berhala-berhala) itu tak ubahnya benda mati yang tidak
mereka. Sesungguhnya, setiap ibadah hanyalah hak Tuhan, Sang pemberi rezki dan
penjawab doa!?
musyrik dan al-Haqq yang patut disembah dengan tamtsil berikut ini:
Misalkan, yang termiliki (mamluuk) yang tidak kuasa atas segala sesuatu dan
tidak memiliki sesuatu bahkan dirinya adalah seutuhnya sebagai manifestasi kefakiran
dan kebutuhan. Sedangkan pemilik (mlik) ialah memiliki rezki dan kuasa atas
memberikan miliknya sekehendaknya. Nah, apakah dua karakter ini sama? Tentu saja,
tidak!
budak sahaya yang dimiliki, bukan pemilik apapun. Dan mengumpamakan Allah
Yang demikian ini ialah karena sifat al-wujud al-imkni (yakni selain Allah)
adalah kefakiran dan kebutuhan seutuhnya, yang tidak memiliki sesuatu dan tidak
Sedangkan Allah SWT, Dialah Yang Terpuji dengan segala puji, dan Pemberi
Nikmat kepada segala sesuatu. Dialah al-Mlik, Sang Pemilik ciptaan, rezki, rahmat,
ampunan, ihsn dan kenikmatan. Bagi-Nya segala pujian yang indah. Dialah Tuhan
Yang Memelihara (ar-Rabb). Yang selain-Nya adalah hamba yang dipelihara (al-
marbuub). Lalu, dari keduanya, manakah yang patut disembah dan ditunduki?
Allah SWT membatasi pujian hanya untuk-Nya; segala puji bagi Allah, yakni
bukan bagi selain-Nya. Jadi, pujian hanyalah milik Allah SWT. Bersamaan dengan itu
kita dapat dibenarkan memuji kepada yang lain atas perbuatan-perbuatan ikhtiyri
yang terpuji. Kita memuji si pemberi atas pemberian-Nya, memuji si pengajar karena
Bentuk keseluruhan pujian mereka itu adalah pujian majazi. Sebab, apapun
upaya si pemberi atau si pengajar atau si ayah tidak pernah sebagai pemilik pujian.
Sesungguhnya pujian hanyalah milik Allah SWT, Yang Maha Kuasa atas perbuatan-
perbuatan terpuji mereka. Maka pujian atas mereka kembali ke pujian-Nya. Karena
itulah benar ketika kita mengatakan, bahwa pujian hanyalah kepada Allah, bukan
kepada selain-Nya. Sehingga benarlah firman Allah dalam ayat di atas: Segala puji
hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui, yakni syukur bagi
Tamtsl 28
Artinya: Dan Allah membuat (pula) perumpamaan: dua orang lelaki yang seorang
bisu, tidak dapat berbuat sesuatupun dan dia menjadi beban atas penanggungnya, ke
mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu
kebajikanpun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan,
dan dia berada pula di atas jalan yang lurus? [an-Nahl: 76].
Tafsir Ayat
ibadah dan ketundukan, dan kedudukan Allah SWT atas segala sesuatu. Pada tamtsil
ayat ini menjelaskan tentang tindakan penyembah patung-patung berhala dan tindakan
orang-orang mukmin dan mereka yang tulus. Tindakan golongan pertama (kaum
musyrik) diserupakan dengan hamba sahaya yang bisu, yang tidak kuasa atas
sesuatupun. Dan tindakan golongan kedua (kaum mukmin) dan orang merdeka yang
1- Bisu, tidak bisa bicara dan sudah tentu tidak bisa mendengar, sebagaimana
kelaziman antara bisu dan tidak mendengar; bahkan bisu adalah akibat tuli. Bilamana
alat pendengaran tidak berfungsi maka alat bicara juga tidak berfungsi. Jika seseorang
2- Lemah, tidak kuasa atas sesuatupun. Dengan adanya sifat ini, boleh
dikatakan, dia juga tidak dapat melihat. Sebab, kalau dia melihat maka tidak dapat
4- Kalimat ainm yuwajjihuhu l ya`ti bi khairin (ke mana saja dia disuruh
oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikanpun), karena
kepada tuannya, seandainya dia diutus pada sebuah perkara, ia tidak bisa kembali
dengan kebaikan.
Dan berikut ini dua sifat bagi orang yang merdeka: (1)- Menyeru keadilan.
yang dapat berbicara, berkeinginan kuat, dan pejuang gigih yang ingin memperbaiki
masyarakat. Ini semua merupakan kumpulan sifat-sifat mulia. Maka, ia tidak bisu,
tidak pengecut, tidak lemah, dan tidak mudah putus asa untuk memperbaiki umat dan
sehingga ia menjadi seorang yang stabil dalam hidupnya, ibadah dan pergaulannya,
Yang kedua, ia berada di atas jalan yang lurus, yakni berperilaku hidup dengan
Matsal ini menjelaskan tentang sikap orang mukmin dan sikap orang kafir
terhadap hidayah Ilahiyah. Allah SWT memberi isyarat pada inti tamtsil ini dalam
ayat lain: maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran itu lebih
berhak diikuti atau orang-orang yang tidak dapat memberi petunjuk kecuali (bila)
Tafsir ini berdasar pada suatu pandangan bahwa perumpamaan ini hendak
menjelaskan sikap orang mukmin dan sikap orang kafir, sementara di dalamnya
terdapat kemungkinan lain; bahwa tamtsil ini adalah penekanan terhadap tamtsil yang
lalu, yang menjelaskan kedudukan tuhan-tuhan palsu dan kedudukan Tuhan yang
sesungguhnya.
Tamtsl 29
Artinya: Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan
sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. Dan janganlah kamu
seperti seorang perempuan yang menguraikan benang yang sudah dipintalnya
dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu
sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih
banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu
dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa
Tafsir Ayat
sesuatu yang menggagalkan setelah pembukaan. Atau mengurai (kembali) tali atau
benang.
kata ad-dakhl digunakan untuk penipuan. Sebenarnya kata ini digunakan untuk
kelanggengan. Menurut Abu Ubaidah, tiap perkara yang tidak pernah benar itulah ad-
dakhl. Dan setiap sesuatu yang dimasuki aib, disebut madkhuul (yang dirasuki).
Namanya Raithah binti Amr bin Kab bin Sad bin Tamim bin Murrah, dan ia
fithriyah yang atasnya manusia diciptakan. Karena itu, kita bisa melihat seorang ayah
yang menjanjikan sesuatu kepada anaknya lalu ia tidak menepatinya, maka si anak
melaksanakan akad dan perjanjian merupakan perkara fitrah yang atasnya manusia
diciptakan. Oleh karena itu, kewajiban melaksanakannya menjadi salah satu perbuatan
khususnya jika perjanjian itu dilakukan kepada Allah. Allah SWT berfirman: Dan
penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya [al-
Isra: 34].
yang diputuskan oleh manusia bersama Allah. Misalnya, perjanjian yang disepakati
bersama Nabi saw dan para Imam as. Semua itu adalah perjanjian-perjanjian ilahiyah
bersama Allah, seperti dikatakan: Telah kubuat perjanjian dengan Allah supaya aku
Sedangkan yang tampak pada ayat kedua, bahwa yang dimaksud sumpah ialah
Dengan memperhatikan dua kalimat ayat di atas dapat dimaklumi bahwa Allah
SWT menekankan pengamalan semua perjanjian yang ditetapkan atas nama Allah
keberadaan sumpah-sumpah itu ada dua macam: Pertama, bersumpah dengan tanpa
niat sungguh-sungguh dalam hati dan penekanan, seperti biasanya sumpah seseorang
Kedua, adalah sumpah yang ditegaskan. Yakni penekanan sumpah dengan niat
sungguh-sungguh dan berjanji atas sumpah itu. Dalam surat al-Maidah ayat-89
dalam firman-Nya: sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap
Orang yang bersumpah ketika mengatakan: Demi Allah, sungguh aku akan
apa yang telah ia sumpahkan semacam penegasan kepada Allah, bahwa ia telah
menjadikan (dirinya) sebagai penjaminan atasnya dalam menepati sumpah yang telah
ia ikatkan. Jika sumpah itu dilanggar dan tidak ditepati, maka si penanggung janji
Di dalam ayat, Allah SWT melukiskan perbuatan melanggar janji itu seperti
seorang perempuan yang mengurai benang setelah ia memintalnya dengan kuat, lalu
benang cerai berai. Seperti yang disebutkan: ....dan janganlah kamu seperti seorang
perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi
cerai berai kembali, mengisyaratkan pada seorang perempuan yang telah diceritakan
di atas dan menerangkan apa yang diperbuatnya, yaitu ketika wol dan benang telah
dipintal lalu ia uraikan (kembali) apa yang telah ia pintal itu. Sedangkan ungkapan
perjanjian dengan Allah atas nama-Nya, lalu ia melanggarnya. Maka perbuatan itu
seperti perbuatan perempuan tersebut, bahkan lebih buruk lagi ketika menunjukkan
manfaat lebih besar buat dirinya dan demi kepentingannya atas perjanjian itu. Allah
Kata arb dalam ayat ini berasal dari kata rib yang berarti tambah. Jadi, si
tertentu dengan jalan melanggar perjanjian dan dengan tidak melaksanakan apa yang
telah dijanjikan. Sebenarnya, si pelanggar (janji atau sumpah) telah melalaikan ujian
hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang
Artinya: demikian itu adalah ujian ilahi yang Allah ujikan kepada kalian. Dan
sungguh Dia akan menjelaskan pada hari kiamat kepada kalian apa yang telah kalian
perselisihkan. Ketika itu, kalian akan mengetahui hakikat atau kebenaran yang kalian
perbuat di hari itu, yaitu tamak atas dunia dan menempuh jalan kebatilan untuk
menjauhi dan membantah kebenaran. Lalu, menjadi jelas bagi kalian pada hari itu,
siapa yang sesat dan siapa yang mendapat petunjuk (al-Mizan: 12/336).
Tamtsl 30
Artinya: Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri
yang dahulunya aman lagi tentram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari
Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa
yang selalu mereka perbuat. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang
rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka
dimusnahkan oleh azab, dan mereka adalah orang-orang yang zalim [an-Nahl: 112-
113].
Tafsir Ayat
Kata raghad, yang dikatakan dalam aisy raghad dan raghiid bermakna hidup
yang baik dan lapang. Kalimat dalam ayat, ...wa kul minh raghadan... berarti
Allah SWT menerangkan sebuah negeri yang maju dengan tiga sifat:
1- minah; yakni negeri yang aman. Negeri yang memberikan rasa aman bagi
nyawa, menculik anak-anak dan merampas harta. Juga, negeri yang aman dari
bencana-bencana alam (karena ulah manusia, peny.), seperti banjir, longsor, dan lain-
lain.
2- Muthmainnah; yakni negeri yang nyaman dan tenteram bagi penghuninya. Mereka
tidak perlu berpindah dari negerinya karena rasa takut dan kesulitan. Sebenarnya,
berat adalah karena tiadanya kepercayaan akan hidup yang baik dan lapang di
negerinya, dan ketenangan merupakan salah satu jaminan ketetapan dan rasa aman.
3- Rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat. Kata ganti
(dhamir) ya`tiih pada kalimat kembali pada negeri dalam ayat bermakna
kehadiran apa-apa yang berada di sekitar negeri. Dalil atas makna ini adalah kisah
tentang putra Yaqub; Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada di situ,
dan kafilah yang kami datang bersamanya, dan sesungguhnya kami adalah orang-
orang yang benar [Yusuf: 82]. Dan yang dimaksud negeri di sini adalah Mesir,
yang berada di sekitarnya distrik-distrik, seperti berbagai komoditas yang ditanam dan
dipanen, yang datang ke negeri itu untuk diniagakan. Itu berarti, tiga sifat tersebut
Kemudian Allah SWT mengisyaratkan pada kenikmatan lain atas negeri itu
berupa kenikmatan spiritual. Yaitu dengan kehadiran seorang rasul pada mereka;
sebagaimana diisyaratkan dalam ayat kedua; Dan sesungguhnya telah datang kepada
mengganti syukur dengan kufur kepada Allah. Kenikmatan batin atau nikmat
spiritual yang mereka dustakan, adalah seorang rasul sebagaimana ketegasan ayat
kedua. Sedangkan kenikmatan lahir atau material tidak tampak dibicarakan dalam
ayat. Dan banyak riwayat yang mengungkapkan bentuk pengkufuran nikmat tersebut.
berkata: Ada satu kaum di Bani Israil; didatangkan kepada mereka makanan sampai
itu hingga mereka merasa perlu pada patung-patung itu. mereka pun menjualnya dan
memakannya, inilah firman Allah: Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan
(dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram, rezkinya datang
nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan
dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat (Tafsir Nur ats-
nikmat material dan spiritual; seperti diisyaratkan-Nya dalam dua ayat ini. Pertama:
Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan,
disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. Dan kedua: Karena itu mereka
Pada ayat pertama, mereka dibalas dengan rasa lapar dan ketakutan karena
tidak mensyukuri nikmat. Di sini muncul sebuah pertanyaan yang kerap diajukan
sejak dahulu; yaitu, pada ayat pertama Allah SWT menggabung antara kata dzauq
(rasa) dan libs (pakaian): karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian
kelaparan. Padahal penggunaan yang cocok bagi kata dzauq adalah kata tham
merasakan rasa kelaparan). Sementara itu, kata libs digunakan dalam kalimat; fa
kashumu llh libs l-juu (maka Allah memakaikan mereka pakaian kelaparan).
Lalu, mengapa berpindah dari dua kalimat ayat tersebut ke ayat ketiga, yang tiada
hubungannya menurut kaca mata lahir yaitu menggabungkan dua kata tersebut
Jawabannya adalah, untuk membuat arah yang jelas dari dua kata tersebut.
Penggunaan kata libs adalah untuk menjelaskan cakupan rasa lapar dan takut bagi
segenap sisi-sisi kehidupan mereka. Seolah lapar dan takut menguasai mereka dari
segala sisi seperti pakaian yang meliputi atau menutupi tubuh. Karena itu ada ayat
kata libs.
Sedangkan penggunaan kata dzauq ialah untuk menjelaskan keadaan rasa lapar
yang sangat. Manusia sangat dekat dengan perasaan terhadap makanan. Dan kata
dzauq (merasa) lapar digunakan ketika seseorang telah sampai pada kelaparan dan
kehausan serta ketakutan yang dirasakannya dari dalam dirinya. Oleh karena itu
dikatakan: fa adzqah llh libs l-juu wa l-khauf (maka Allah merasakan kepada
Demikianlah tafsiran untuk ayat di atas. Adapun makna negeri dengan tiga
sifat tersebut, kita telah mengetahui kekhususannya melalui riwayat dan hadis.
Mungkin saja, yang dimaksud negari adalah penduduk Mekah, karena waktu
itu mereka berada dalam keadaan aman, tenteram dan penuh kemewahan. Kemudian
Allah memberi nikmat kepada mereka dengan nikmat yang agung, yaitu Muhammad
saw. Lalu mereka tidak mengimaninya dan (bahkan) menyakitinya. Maka, kemudian
Para mufasir berkata: Allah memberi azab kepada mereka dengan kelaparan
(al-juu) selama tujuh tahun, sampai mereka memakan bangkai dan tulang. Sedangkan
ketakutan (al-khauf), ialah ketika Nabi Muhammad saw mengutus pasukan perang
yang berbunyi: Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam
daerah haram yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala
Surat al-Isra
Tamtsl 31
* :
Artinya: Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan
janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan
menyesal. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia
Tafsir Ayat
Al-ghull artinya belenggu (di tangan atau di leher). Kata jamaknya adalah
aghll. Dan makna ayat maghluulatan il unuqika ialah (lehermu) terikat olehnya.
(tercela). Akan tetapi kata hasrah, dalam bahasa, berarti menyingkap (perkara) yang
tertutup atau tidak jelas oleh sesuatu. Karena itu kata hasrah bermakna yang terbuka.
Ayat ini memuat tamtsil bagi pelitnya orang kikir dan royalnya orang boros,
dan ada kesederhanaan yang letaknya di antara pemborosan dan terlampau hemat.
Pelitnya orang bakhil serupa dengan orang yang tangannya terbelenggu pada
lehernya, tidak kuasa memberi dan menyumbang. Ini adalah sebuah penyerupaan
(harta). Demikian pula dengan pengeluaran orang boros (musrif) atas segala miliknya
yang serupa dengan orang yang mengobral tangannya sampai tak tersisa sesuatu
Kemudian yang ketiga, berupa kandungan lain dalam ayat meskipun tidak
dalam ayat lain; Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka
tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
meminta sebuah baju besi kepada Anda! Jika dia mengatakan: (Tunggulah) sampai
datang sesuatu kepada kami, maka katakan kepadanya: Bahwa dia (ibuku) meminta
Lalu datanglah ia (anak itu) dan mengatakan apa yang telah dikatakan (ibunya)
kepada Rasulullah saw. Maka Rasul pun melepaskan kemeja beliau lalu memberikan
rumah yang tidak ada satu pakaianpun yang dapat beliau pakai, dan beliau tidak dapat
keluar rumah untuk salat, hingga orang-orang kafir pun mencela beliau. Dan mereka
berkata: Muhammad (kini) sibuk dengan tidur dan lalai dari salat.
Al-Kulaini meriwayatkan dari Abdul Malik bin Amr al-Ahul, bahwa Abu
Abdillah (Imam Jafar ash-Shadiq as) melantunkan ayat ini: Dan orang-orang yang
apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir,
sambil berkata: Inilah kekikiran (iqtr) yang disebut Allah dalam kitab-Nya.
Kemudian beliau menggenggam segenggam pasir yang lain, lalu melepaskan telapak
berlaku atas adanya saling hubungan antara anggota atau bagian alam. Dan setiap
komponen di alam ini mengeluarkan apa yang lebih dari yang dibutuhkan kepada
anggota alam lain yang membutuhkannya. Matahari mengirim 450 juta ton dari
jisimnya dalam bentuk sinar panas (yang mengandung ultra violet) ke sekitar penjuru
tata surya, dan bumi memperoleh darinya saham yang terbatas sehingga sinar dan
tumbuhan, binatang dan seluruh isi bumi. Dengan itu, pepohonan dan bunga-bunga
menyumbangkan, sisa yang lebih dari kebutuhannya. Ini merupakan sunnatullah yang
dalam pengeluaran.
kekayaan, tetapi juga dalam urusan kehidupan manusia lainnya. Allah SWT
Bahkan, sifat dan sikap sederhana merupakan fitrah yang tampak dalam
perasaan manusia. Rasulullah saw menegaskan bahwa alamat lahiriyah orang mukmin
adalah cinta (kepada) Ali bin Abi Thalib as (lihat, Hilyatu al-Auliya: 1/86). Dan Imam
Ali bin Abi Thalib as berkata: Hancurlah karenaku dua (orang): Pertama, pecinta
yang gila dan kedua, pembenci yang anti (Bihar al-Anwar: 34/307).
menunjukkan dengan jelas bahwa dalam ajaran Islam, kesederhanaan dalam hidup
merupakan pondasi yang utama. Itulah sebabnya mengapa umat Islam juga disebut
dengan al-ummat al-wasath, dalam firman Allah: Dan demikian (pula) Kami telah
menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil agar kamu menjadi saksi atas
tengah): Imam datang mengunjungi seorang sahabatnya (ke rumahnya), al-Al` bin
Ziyad al-Haritsi. Ketika melihat besar rumah bin Ziyad beliau berkata: Apa yang
telah engkau perbuat dengan rumah ini di dunia, padahal engkau lebih
dan menjalankan semua kewajiban sesuai nilai besarnya. Dengan jalan itu kamu dapat
membawanya ke akhirat.
Ketika ia (Ashim) datang, Imam berkata: Hai musuh dirimu sendiri, Iblis
telah menyesatkanmu! Apakah kamu tidak merasa kasihan kepada istri dan anakmu?
Apakah kamu percaya bahwa apabila kamu mengenakan pakaian yang dihalalkan
Allah bagimu maka Dia lalu membencimu? Kamu terlalu tidak penting bagi Allah
untuk hal itu. Ia berkata: Wahai Amirul mukminin, Anda pun mengenakan pakaian
SWT telah mewajibkan pada setiap pemimpin yang sesungguhnya agar mereka
memelihara dan mengukur dirinya pada rakyat yang rendah, sehingga orang miskin
Surat al-Kahfi
Tamtsl 32
* :
*
*
* *
* *
Artinya: Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki,
Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur
yang Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma, dan di antara kedua
kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu menghasilkan buah, dan kebun
itu tiada kurang buahnya sedikitpun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua
kebun itu, dan dia mempunyai kekayaan besar. Maka ia berkata kepada kawannya
(yang mukmin) ketika sedang bertemu: Hartaku lebih banyak daripada hartamu,
dan pengikut-pengikutku lebih kuat. Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim
terhadap dirinya sendiri; ia berkata: Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-
lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku
dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih
Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian
dari setetes air mani lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?
Tetapi aku percaya bahwa Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan
seorangpun dengan Tuhanku. Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu
memasuki kebunmu (dengan berkata) masya Allah tidak ada kekuatan kecuali dengan
(pertolongan) Allah? Jika kamu anggap aku lebih kurang daripada kamu dalam hal
harta dan anak, maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun)
yang lebih baik daripada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan
ketentuan (petir) dari langit kepada kebun-kebunmu, hingga (kebun itu) menjadi
tanah yang licin; atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu
belanjakan untuk itu (selama ini), sedang pohon-pohon anggur itu roboh bersama
para-paranya dan dia berkata: Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan
seorangpun dengan Tuhanku. Dan tidak ada bagi dia segolonganpun yang akan
menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya [al-Kahfi:
32-43].
Tafsir Ayat
Kata al-haff; dalam haffa l-qaumu bi sy-syai` (kaum mengelilingi sesuatu) dan
haffu sy-syai` (sisi sesuatu) berarti (pada) dua sisinya, seolah keduanya mengelilingi
sesuatu. Maka ayat; wa hafafnhum, bermakna Kami jadikan pohon kurma
Kata husbnan, makna asli kata husbn, artinya: panah yang dilemparkan.
Husbn adalah sesuatu yang diperhitungkan (atau siksaan), atau dibalas sesuai
dengannya. Api dan angin menjadi salah satu siksaan itu. Dalam hadis tentang angin
Nabi Muhammad saw bersabda: Ya Allah, janganlah Engkau jadikan angin sebagai
Kata Ash-shaiid, dipakai untuk arti permukaan tanah. Kata zalaqan berarti
licin, lahan yang tidak ada tumbuhan di situ. Kata ini bersinonim dengan kata shald
(yang licin) seperti dalam ayat: fa tarakahu shaldan (lalu menjadilah ia bersedih
Adapun penjelasan tafsir ayatnya adalah: Ayat ini merupakan sebuah tamtsil
bagi orang mukmin dan orang kafir yang mengingkari kehidupan akhirat. Yang
mukmin bersandar pada keluasan rahmat-Nya, dan yang kafir berpegang pada dunia
Sebagian orang kafir membanggakan harta dan para pendukungnya atas kaum
fakir dan miskin dari muslimin. Allah SWT membuat perumpamaan, untuk
menjelaskan apa yang mereka banggakan itu, bahwa kekayaan sementara waktu tiada
berharga, dan itu akan lenyap dengan sia-sia. Yang harus dibanggakan ialah
Hakikat tamtsil tersebut, bahwa dua orang lelaki bersaudara, yang ayah
mereka meninggal dunia dan meninggalkan harta yang melimpah. Lalu salah satu dari
mereka berdua mengambil hak (waris) dari ayahnya, ia seorang mukmin yang
mendekatkan diri kepada Allah dengan berbuat ihsn dan shadaqah. Sementara orang
kedua yang juga mengambil haknya, dengan warisan itu hidup dalam limpahan harta
di antara dua taman. Lalu saudara yang kaya itu membanggakan diri terhadap
saudaranya yang fakir dengan mengatakan: Hartaku lebih banyak daripada hartamu
dan pengikut-pengikutku lebih kuat. Dia memiliki dua kebun anggur dan pohon
kurma yang mengelilingi kedua kebun itu, dan di antara dua kebun itu terdapat
banyak tanaman. Hasratnya terpaut dengan dua kebun yang menghasilkan buah-
buahan yang bagus dan tidak berkurang sedikitpun itu. Di celah-celah kebun terdapat
sungai yang airnya meluap, dan pemilik dua kebun itu merasa senang dan bangga
Setiap kali memasuki kebunnya, ia berkata: Aku tidak pernah percaya bahwa
kebunku dan buah-buahan ini akan binasa milikku ini akan kekal selamanya. Dan ia
mendustakan hari kiamat dengan mengatakan: Tidak pernah kukira kiamat akan
datang. Seandainya benar apa yang dikatakan oleh orang-orang yang bertauhid
tentang adanya kiamat, maka ketika aku dibangkitkan pada hari itu pun niscaya
Tuhanku akan memberiku taman yang lebih baik dari taman (dunia) ini, dengan
kesaksian bahwa aku memberi taman di dunia ini di hadapan kalian. Dan ini adalah
Inilah ucapan yang dilontarkannya dan dia berjalan di kebun dan tamannya
dengan sombong. Di saat itu saudaranya (yang mukmin) menuturkan kata hikmah dan
memberi nasihat yang baik, dengan perkataan: Bagaimana kamu kafir kepada Allah
SWT padahal kamu dulu adalah tanah lalu menjadi nuthfah kemudian menjadi
seorang laki-laki yang tegap. Lalu siapakah yang memindahkanmu dari satu keadaan
ke keadaan yang lain, dan menjadikanmu berpostur tegap dan kokoh ini?
Sesungguhnya, saudara yang kafir itu tidak secara langsung mengingkari Sang
bahwa aku adalah seorang hamba Allah, aku tidak mempersekutukan seorangpun
dengan Tuhanku. Dan dia (si mukmin) mengingatkan saudaranya akan akibat buruk
yang akan menimpanya dengan ucapan: Mengapa kamu ketika memasuki kebunmu
tidak mengucapkan msy Allah? Bahwasannya dua kebun itu adalah salah satu
nikmat Allah SWT, walaupun kamu berupaya keras dalam membangunnya, maka
sesungguhnya itu semua adalah karena kekuasaan Allah SWT, Yang Maha Kuasa dan
Bijaksana.
anakku lebih sedikit darimu, tetapi aku berharap Tuhanku memberiku pahala yang
lebih baik di akhirat ketimbang kebun duniamu ini. Aku pun berharap Allah
mengirim azab dari langit menimpa kebunmu, sehingga menjadilah (kebunmu itu)
tanah yang tandus tidak tumbuh sesuatupun. Atau menjadikan airnya lenyap ke bawah
akibat kekufuran dan kesesatan yang terus menerus, dan menyampaikan kepadanya
masa datang yang gelap. Maka ketika datang azab sebagai akibat kesombongannya, di
saat itu si kafir tergugah dari kelelapannya. Ia menyesal dan bersedih hati setelah
mengeluarkan harta untuk membangun dua tamannya, menyesali diri karena telah
Tuhanku. Akan tetapi penyesalan seperti itu tiada berguna, karena tidak menjadi
penghalang dari azab Allah, dan tidak ada seorangpun yang menjadi penolongnya.
Inilah kesimpulan tamtsil, dan Allah SWT menjelaskannya secara ringkas
dalam ayat: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-
amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih
Sesungguhnya aku dahulu (di dunia) mempunyai seorang teman, yang berkata:
berbangkit)? Apakah bila kita telah mati dan kita telah menjadi tanah dan tulang
Sampai di sini, jelaslah perngertian dan maksud tamtsil. Kita juga dapat
mendalami tafsiran kalimat dan kosa kata ayat seperti diuraikan di atas, yang cukup
jelas dan tampaknya tidak memerlukan pada tafsir ayat lagi. Namun, di bawah ini
perumpamaan dua orang laki, (yang) Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya
yakni yang kafir: jannatain (dua kebun). Kebun itu adalah min anbin wa
hafaffnhuma (kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-
pohon kurma). Lalu, wa jaaln bainahum zar (dan Kami buatkan di antara
kedua kebun itu tanaman yang dapat dikonsumsi). Dan kilt l-jannataini tat
ukulah (kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya), yang lam tazhlim minhu
syai`an (tiada berkurang sedikitpun darinya) wa fajjarn khillahum (dan
Kami alirkan di celah-celah kedua kebun itu sebuah sungai yang mengalir di antara
keduannya). Wa kna lahu (dan dengan dua kebun itu dia mempunyai),
mlan wa aazzu nafaran (hartaku lebih banyak dari hartamu dan orang-orang
dekatku lebih kuat). Wa dakhala jannatahu (dan dia memasuki kebunnya dengan
huwa zhlimun li nafsihi (sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri karena
kekufuran). Qla m azhunnu an tabiida (ia berkata: Aku kira kebun ini tidak
il rabbii) (.....selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang,
dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku (di akhirat atas dalihmu),
maka la ajidanna khairan minh muqalaban (pastilah aku akan mendapat tempat
kembali yang lebih baik dari kebun itu). Qla lahu shhibuhu wa huwa
(apakah kamu kafir kepada Tuhan yang menciptakanmu dari tanah (sebab Adam
setetes air mani, lalu Dia (meluruskan dan) menjadikanmu), rajulan (seorang laki-
laki). Adapun aku, kukatakan; lkinn huwa llahu rabbi l usyriku bi rabbii ahadan
wa laul izd dakhalta jannataka qulta (tetapi aku (percaya bahwa) Dia lah Allah,
kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah). Dan in tarani ana aqalla minka
alaih husbnan (jika kamu anggap aku lebih kurang daripada kamu dalam hal
harta dan anak maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun)
yang lebih baik daripada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan
langit kepada kebunmu, hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin; tanah yang tidak
lagi memiliki tumbuh-tumbuhan, yang tidak dapat dipijaki kaki, au yushbiha m`uh
ghauran (atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, kering). Fa lan tastathiia
lahu thalaban (maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi, siasat untuk
diri dan bersedih hati), al m anfaqa fiih (terhadap apa yang ia telah
tiang-tiang untuk pohon anggur, ketika bangunan kebun itu runtuh lalu pada
berkata: Aduhai kiranya dulu aku....; seolah ia mengingat nasihat saudaranya). Lam
seorangpun dengan Tuhanku. Dan tidak ada bagi dia segolong pun), yansuruunahu
min duuni llh (yang akan menolongnya selain Allah; di saat kebun hancur.), m
kna muntashiran (dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya; ketika kebun itu
binasa dengan sendirinya), hunlika (di sana, yakni hari kiamat). Al-wilyatu;
Tamtsl 33
dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur
menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha kuasa atas
Tafsir Ayat
dzurr dan at-tazdriyah ialah angin yang menerbangkan segala sesuatu yang ringan ke
setiap arah.
melalui tamtsil indah yang memuat turunnya rintik hujan di tanah-tanah yang subur
mula-mula bergerak dengan membelah tanah, tumbuh, dan dengan menyerap matahari
tiba angin kencang atau topan datang menerjangnya, jadilah bunga-bunga itu patah,
layu lalu mengering seperti rumput kering, dan rusaklah semuanya seakan-akan tak
pernah ada sebelumnya. Lalu hembusan angin menebarkan abunya ke segenap sisi.
Kehidupan dan kematian semacam ini berulang-ulang sepanjang tahun, dan manusia
tamtsil dibuat.
bahwa kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit,
maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini dalam bentuk
terus berubah dalam keadaan sedemikian sampai kita temukan hikmahnya. Inilah
tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering) yakni, banyak tumbuhan yang hancur diterpa
angin, lalu berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Begitulah ibarat perubahan
dunia, seperti perubahan tumbuh-tumbuhan ini; Dan adalah Allah Maha kuasa atas
segala sesuatu.
Kemudian Allah SWT memperserupakan harta dan anak seperti bunga atau
bahwa tanpa diduga bunga itu dapat lenyap dengan cepat. Begitu pula harta dan anak-
anak.
Ya, sesungguhnya itu semua hanyalah perhiasan bagi kehidupan di dunia, dan
jika hakikatnya adalah sementara waktu dan segera lenyap, maka apa sangkaan kita
terhadap perhiasan tersebut? Tidak akan ditetapkan kekekalan bagi sesuatu yang
kembali pada dunia. Artinya, tidak benarlah secara akal, jika kita bersandar pada
sesuatu yang segera hilang. Ayat al-Quran mengungkapkan: Harta dan anak-anak
yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya
(Maryam 76).
tamtsil ini telah disebutkan sebelumnya dalam surat Yunus (lihat: tamtsil ke 14 (surat
Yunus ayat-25). Begitu pula seperti kandungan yang disebutkan dalam tamtsil surat
al-Hadid ayat-20.
Perlu Diperhatikan
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang bagi manusia dalam al-
Tetapi, sebetulnya, ayat ini bukanlah tamtsil yang mandiri. Ayat di atas lebih
kembali pada kehidupan masa lampau yang ternyata mengandung banyak ibrah.
(pengungkapan yang menjelaskan) dengan kata tashrif (dalam ayat) adalah sebagai
berpikir dari sisi-sisi yang berlainan. Kalimat terakhir ayat, Dan manusia adalah
Surat al-Hajj
Tamtsl 34
*
*
dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain
Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu
untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah
mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah
dan amat lemah (pulalah) yang disembah. Mereka tidak mengenal Allah dengan
[al-Hajj: 73-74].
Tafsir Ayat
Pada masa Jahiliyah, bangsa Arab dapat dikatakan sudah bertauhid dalam
mereka itu dengan mengatakan bahwa tiada pencipta di alam semesta ini melainkan
Allah. Dan Allah SWT mengabarkan tentang hal itu dalam al-Quran, antara lain; dan
sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: Siapakah yang menciptakan langit dan
bumi?, niscaya mereka akan menjawab: Semuanya diciptakan oleh Yang Maha
menyatakan bahwa Allah SWT menciptakan langit dan bumi, dan (lalu) menyerahkan
tuhan) yang mereka cantumkan dalam semua perjanjian, yaitu atas (nama) tuhan-
tuhan yang mereka panggil. Allah SWT berfirman: manakah yang baik, tuhan-tuhan
yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa
[Yusuf: 39]. Meskipun ayat ini menjelaskan tentang keyakinan kaum musyrikin di
masa Nabi Yusuf as, namun keadaan serupa juga terjadi pada kaum musyrik di Mekah
pada masa Nabi Muhammad saw. Ayat ini turun sebagai bukti yang mengungkap cela
Ada juga ayat-ayat al-Quran lain yang menyingkap kesyirikan mereka dalam
Motif dari ketundukan di hadapan tuhan palsu itu adalah memohon kekuatan
dalam menghadapi berbagai masalah dari tuhan-tuhan itu. Di dalam beberapa ayat
lain juga ditunjukkan bahwa orang-orang musyrik di masa Rasulullah saw tidak
yang tidak mampu mengangkat madharat dan tidak mempunyai manfaat apapun. Dan
mereka tidak memberi kemenangan dalam perang, tidak pula kekuatan dalam hidup.
mereka memiliki kekuatan dan kekuasaan yang dapat melepaskan madharat dan
tuhan itu untuk kehidupan manusia, Allah SWT berfirman: Katakanlah: Panggillah
mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai
yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain
Serta ayat: Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu..
[Fathir: 14]. Dan ayat-ayat lain yang membatilkan tadbiir tuhan-tuhan palsu kaum
musyrik.
Tetapi, ternyata tuhan-tuhan mereka tidak mampu menciptakan lalat. Bahkan, apabila
lalat-lalat merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak dapat merebutnya kembali.
berhala mereka dengan zafaron dan memolesi bagian kepalanya dengan madu,
ekor lalat masuk dari lubang dan celah-celah yang luput dari tutup mereka dan
orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam
dalam keadaan hina dina [Ghafir: 60]. Maka, kata du` (menyeru) kepada Allah
palsu sebagai tuhan-tuhan orang musyrik juga adalah ibdah atau menyembah
kepada mereka.
menciptakannya meskipun lalat itu begitu kecil dan lemah dan jika lalat itu
merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat
itu. Dalam riwayat di atas, dapat diketahui bahwa lalat-lalat itu boleh jadi memakan
lemah pula yang disembah) dalam ayat ini memiliki beberapa kemungkinan
dan yang disembah. Ath-thlib atau manusia itu lemah, sebagaimana penjelasan
dalam ayat lain: Dan manusia dijadikan bersifat lemah [an-Nisa: 28]. Sedangkan
al-mathlub atau patung (seperti ath-thlib), karena ia benda mati yang tidak kuasa
atas sesuatupun.
Kedua, bahwa yang dimaksud ath-thlib adalah lalat yang mencari sesuatu
yang dioleskan pada patung. Dan al-mathlub adalah patung yang menuntut bebas dari
sesuatu yang merampas darinya. Dan ketiga, yang dimaksud ath-thlib adalah tuhan-
tuhan yang mereka tuntut untuk penciptaan lalat, namun tidak mampu menyelamatkan
sesuatu yang terampas dari mereka. Dan al-mathlub adalah lalat yang dituntut untuk
Tujuan tamtsil ini adalah menjelaskan kelemahan tuhan-tuhan itu dan untuk
merendahkannya pada kedudukan paling rendah dari binatang dalam perasaan dan
kemampuan.
dan kafir dari menyembah Allah itu sebagai berikut; mereka tidak mengenal Allah
Perkasa. Artinya, sebenarnya mereka tidak menempatkan Allah pada posisi yang
mereka lalu berpaling dari menyembah Sang Khalik, dan berpihak serta menyembah
pada makhluk yang tiada memberi manfaat dan madharat secuilpun. Sekiranya
mereka mengenal Allah SWT dan asmul husn serta sifat-sifat agung-Nya, niscaya
mereka mengakui bahwa tiada pencipta dan tiada tuhan (pemelihara) selain Dia. Atas
dasar itulah keyakinan bahwa tiada yang disembah melainkan Dia. Sayangnya,
mereka justru tidak memandang Allah SWT sebagaimana mestinya. Mereka memilih
sesungguhnya, Dia Maha Kuat lagi Maha Perkasa, yang berbeda dengan tuhan-
Surat an-Nur
Tamtsl 35
Artinya: Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya
Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita
besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya)
seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya,
(yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di
Tafsir Ayat
Al-misykt adalah sebuah lubang yang tak tembus. Dalam tradisi masyarakat
tertentu lubang ini dibuat pada dinding rumah tempat sebagian perabotan diletakkan,
antara lain pelita. Dari lubang itu pemilik rumah bisa mengawasi halamannya dan ia
dapat menutupi lubang itu dengan kaca untuk menjaga pelita dari angin sekaligus
Penjaga pelita (semacam semprong) dibuat dalam bentuk kerucut terbuat dari
kaca yang diletakkan melingkupi pelita agar terjaga dari angin dan di atasnya diberi
yang terdiri dari empat bahan: 1) wadah minyak; 2) sumbu lampu yang menyala
dengan minyak; 3) kaca yang mengitari nyala sumbu; dan 4) alat pengapit sumbu.
Jenis minyak yang paling bagus untuk nyala api diambil dari pohon zaitun
yang ditanam di tempat di mana cahaya matahari dapat menyinari pohon itu dari
segala sisi, sehingga (minyak dari pohon ini) menjadi minyak paling jernih dan cepat
menyala. Ini berbeda dengan kondisi pohon yang ditanam di sebelah timur atau di
sebelah barat, sebab posisi seperti ini tidak menerima sinar matahari melainkan hanya
Yang dimaksud dengan pohon yang tumbuh tidak di timur dan tidak di barat
ialah bahwa pohon itu tidak tumbuh di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat,
sehingga sinar matahari hanya mengenainya pada salah satu sisi (dari dua sisi) siang,
dan sisi lain cuma memperoleh bayangan. Keadaan seperti itu menjadikan pohon
tidak memberikan buah yang matang benar, minyak yang diambil tidak jernih dan
musyabbah adalah misykt yang terdiri dari; api atau lampu di bagian dalamnya dan
Al-musyabbah bihi adalah cahaya yang bersinar dari kaca yang menjaga
pelita, menyala dari minyak terpilih yang jernih yang ditaruh pada wadah misykt.
bersinar.
Adapun kalimat dalam ayat yang berbunyi nuur al nuur, atau cahaya yang
berlapis-lapis yang tersusun dari inti hingga bagian sinar terluar, dalam struktur
kalimat ayat ini ialah sinar atau cahaya dari kaca yang berasal dari cahaya lampu.
perhimpunan cahaya di pusat inti api misykt dan pemantulannya ke seluruh ruangan
gharbiyah, untuk menunjukkan atas nyala cahaya dari minyak jernih dan bagus yang
keberadaan minyaknya yang hampir menyinari walau tidak tersentuh api. Sedangkan
yaitu kenyataan adanya cahaya kaca sebagai hasil dari cahaya lampu. (al-Mizan:
15/125).
sebenarnya mengenai yang diserupakan dan setiap kelompok matsal tersebut sesuai
dengan apa yang diinginkan. Berikut ini ada beberapa perkataan (qaul) atau
Qaul pertama, al-musyabbah bihi adalah hidayah Allah. Ketika telah sampai
dalam kemunculan dan kejelasan(nya) pada puncak tujuan dan telah menjadi seperti
misykt yang berkaca bening dan di dalam kaca terdapat pelita yang menyala dengan
sinar sangat dominan pada bumi, namun yang dimaksud dalam konteks perumpamaan
ini ialah sifat cahaya yang sempurna di tengah kegelapan. Sebab, yang umum dalam
kekaburan yang bagaikan kegelapan, dan hidayah Allah SWT di tengah kondisi
demikian seperti sinar yang sempurna yang terang dan menerangi di tengah
kegelapan.
berfirman: Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang
Qaul ketiga, yang dimaksud adalah Rasulullah saw. Sebab, beliau adalah
seorang mursyid. Allah SWT berfirman tentang beliau: ....dan untuk menjadi cahaya
yang menerangi [al-Ahzab: 46]. Dan barangkali marja (sumber) dua qaul yang
akhir ini (kedua dan ketiga) adalah qaul yang pertama, karena al-Quran dan
Qaul keempat, yang dimaksud adalah marifat agama di dalam kalbu orang-
orang mukmin. Di dalam al-Quran, Allah SWT menyifati keimanan (al-iimn) adalah
cahaya dan kekafiran (al-kufr) adalah kegelapan, yakni: ....Maka apakah orang-
orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat
cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya).......? [az-
Zumar: 22].
dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang. Dan kesimpulannya, bahwa
keimanan seorang mukmin ialah yang telah mencapai batas cahaya pelita yang jernih
hidayah dengan sesuatu yang mendekatinya, yakni cahaya pelita. Dan ia tidak harus
menjadi pembeda semua perkara yang dimiliki musyabbah bihi itu ada di dalam
qudsiyah (kesucian).
Hal ini sebagaimana diisyaratkan oleh dalam ayat suci al-Quran: Dan
Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al-kitab (al-Quran) dan tidak pula
mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Quran itu cahaya, yang
Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami
[asy-Syura: 52].
karakter maujud. Lima tingkatan tersebut barangkali menyerupai lima perkara yang
disebutkan dalam ayat, yaitu: al-misykt, az-zujjah, al-mishbh, asy-syajarah dan az-
zait.
Atas penjelasan ini maka tamtsil dalam bentuk tersusun (murakkab) ialah
Qaul keenam, bahwa diri insani menerima makrifat dan pengetahuan non-
materi. Pada tahap pertama ia bersih dari segala pengetahuan, ini dinamakan akal
pengetahuan aksiomatis, yang dengan menyusun pengetahuan ini dapat sampai pada
itulah asy-syajarah (pohon), tapi bila lebih kuat maka itulah az-zait (minyak), bila
lebih besar kekuatannya maka itu adalah az-zujjah (kaca) yang laksana bintang
kejora, dan apabila berada dalam puncak tertinggi maka itulah an-nafsu al-qudsiyah
atau diri yang suci yang khusus bagi para nabi; itulah makna kalimat yang
pengetahuan aksiomatis. Pada tahap ini, tidak akan muncul secara aktual (bil fil),
kecuali ketika pemilik tahap ini menginginkan kehadirannya sesuai kemampuan, dan
secara aktual. Inilah yang dinamakan akal mutafdan (yang diperoleh). Dan begitulah
nuur al nuur (cahaya di atas cahaya). Sebab, al-hikmah adalah tabiat (malakah)
cahaya dan munculnya sesuatu di atas cahaya sebagai suatu tabiat adalah cahaya lain.
sebenarnya berasal dari subtansi ruhani, yang dinamakan akal yang efektif.
Qaul ketujuh, Allah SWT menyerupakan dada dengan misykt, hati dengan
zujjah dan makrifat dengan mishbh. Dan mishbh (pelita) ini akan menyala dari
syajarah mubrakah (pohon yang banyak berkah), yakni dari ilham-ilham malakuti.
manfaat mereka. Tetapi Allah menyifati syajarah ini tidak di sebelah timur sesuatu
dan tidak juga di sebelah baratnya, karena ia adalah ruhaniyah. Allah menyifati
misykt (lampu minyak) yang di dalamnya sebuah pelita. Al-misykt seperti sulbi
Abdullah (ayahanda Nabi), zujjah (kaca) adalah jasad Muhammad saw dan al-
mishbh seperti keimanan dalam hati Muhammad saw atau seperti kenabian di dalam
hati beliau.
Ismail as, al-mishbah seperti jasad Muhammad saw dan asy-syajarah seperti kenabian
dan risalah.
Qaul kesepuluh, bahwa kalimat matsalu nuurihi(perumpamaan cahaya-Nya)
adalah kembali pada orang mukmin. (Lihat, Tafsir al-Fakhru ar-Razi: 23/231-235).
dari kaca. Sementara kalimat yahdi llhu li nuurihi man yasy` (Allah
membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki) adalah suatu keadaan
permulaan yang didominasi secara khusus oleh orang-orang mukmin dengan cahaya
keimanan dan makrifat yang tidak dimiliki oleh selain mereka. Hal ini telah
dimaklumi sebelumnya bahwa yang dimaksud dalam kalimat man yasy` adalah
orang-orang yang disebut oleh Allah setelah ayat; laki-laki yang tidak dilalaikan oleh
perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah [an-Nur: 37]. Jadi
yang dimaksud dengan man yasy` ialah orang-orang mukmin dengan sifat
melebur dengan kesempurnaan keimanan ke dalam cahaya-Nya, dan ini tidak berlaku
Kalimat akhir dalam ayat yang kita bahas di atas: ..... dan Allah membuat
yang dibuat setelah itu adalah sebuah tingkatan ilmu. Sebenarnya, dipilihnya
hakikat dan rahasia kepada manusia. Di dalamnya berlaku baik bagi orang alim
Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang
Tamtsl 36
fatamorgana di atas tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang
dahaga, tetapi bila didatangi air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan
perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-
Tafsir Ayat
Kata as-sarb atau fatamorgana ialah sesuatu yang terlihat di tengah padang
sahara akibat sinar kuat matahari di siang hari, yang membentuk semacam aliran air di
atas permukaan tanah. Dari kejauhan tampaklah ia seperti air yang mengalir.
Sedangkan kata al-qiiah yang bermakna al-q (lembah) atau bentuk jamaknya q,
ialah tanah yang terbentang datar. Dan kata azh-zham`n berarti orang-orang yang
dahaga.
Dalam ayat ini Allah SWT menyerupakan amal-amal orang kafir dengan
fatamorgana, sebagaimana pada tamtsil yang akan datang. Dan barangkali, yang
diserupakan pada yang pertama adalah kebaikan-kebaikan mereka, dan pada yang
fatamorgana adalah air; laksana fatamorgana di atas tanah yang datar, yang
disangka air oleh orang-orang yang dahaga. Kedua, ketika orang dahaga itu sampai
air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Yang terjadi pada orang-orang
dahaga itu ialah fatamorgana itu terlihat seperti air setiap kali mereka memandangnya.
Keadaan yang dimaksud di sini adalah datangnya si pemandang fatmorgana, dan tidak
didatangi fatamorgana itu kecuali agar orang-orang dahaga dapat meminum air dan
melepaskan dahaganya. Ketiga, ketika mendekati fatamorgana, ternyata tidak ada air
yang dimaksud dalam konteks kalimat ini adalah orang-orang kafir, dan maknanya
adalah mereka mendapati ketetapan dan balasan Allah SWT. Hal tersebut rapat sekali
kurban dan bacaan-bacaan, akan memberikan manfaat baginya ketika mati dan setelah
kematiannya, dan tuhan-tuhan mereka akan memberikan syafaat. Namun yang tampak
oleh mereka itu adalah lain dari yang sebenarnya, dan bahwa ketentuan sesungguhnya
adalah ketentuan Allah SWT, bukan ketentuan selain-Nya. Nyatalah, bahwa mereka
Allah SWT menyifati diri-Nya dengan berfirman: dan Allah adalah sangat cepat
perhitungan-Nya.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa ayat ini menerangkan tentang keadaan
sesuatu apapun, dan kalimat: dan didapatinya.. adalah pada azh-zham`n namun
bermakna majzi.
Hasil dari perumpamaan yang dibuat ini adalah bahwa ketaatan, ibadah dan
taqarrub semua makhluk adalah karena Allah SWT. Oleh karena itu, bagi siapa saja
yang melaksanakannya kepada Allah dan karena Allah, maka ia telah menanam benih
dalam tanah yang subur yang dengan demikian kelak akan bermanfaat ketika
menemui-Nya.
taqarrub kepadanya dengan berharap manfaat, maka harapannya tak beda dengan
Demikianlah persamaan antara orang haus dengan orang kafir, yakni yang
menyerupakan dan yang diserupakan. Tetapi yang diserupakan, yakni orang kafir
yang menyerupai orang dahaga adalah khusus pada beberapa perkara lain: Pertama,
mendapati Allah, tiada lain sebagai sesuatu yang majazi. Kedua, bahwa Allah
kepadanya.
(hakiki). Dan yang dimaksud tiga dhair dalam kalimat wajada, waffhu dan hisbuhu
Artinya: Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi ombak, yang
di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih,
apabila dia mengeluarkan tangannya, dia tidak dapat melihatnya, (dan) barangsiapa
yang tidak diberi cahaya (petunjuk) Allah (maka) tiadalah ia mempunyai cahaya
Tafsir Ayat
Kata al-lujjiy dinisbatkan pada kata al-lujjah, yang dalam bahasa diartikan
sebagai laut yang luas dan dalam. Tapi kata ini biasanya digunakan pada makna
ombak lautan yang bergerak berbolak-balik. Keadaan laut, semakin dalam dan luas
maka ia semakin besar ombaknya. Maksud kalimat bahrin lujjiyin dalam ayat di
dengan kata al-ghaim (awan) yang memiliki makna lebih umum. Penggunaan kata as-
sahb dalam ayat adalah untuk menjadi sebab bagi bertambahnya kegelapan.
kafir dengan fatamorgana yang disangka air oleh orang-orang dahaga, untuk
mereka. Dalam ayat ini Allah menyerupakan amal-amal mereka dengan kegelapan
dan kekosongan dari cahaya kebenaran di laut yang amat dalam, di atasnya awan
berhujan yang gelap dan di atas airnya ada ombak di atas ombak. Orang yang berada
di laut seperti ini diliputi oleh kegelapan yang dahsyat. Ia tidak melihat sesuatu pun di
hadapannya, sehingga kalapun mengeluarkan tangannya ia tidak dapat melihatnya
bahwa amal-amal yang dilakukan oleh orang kafir adalah batil sepenuhnya, yang tiada
di dalamnya kebenaran sedikitpun, seperti laut yang dalam nan luas yang diliputi
Ayat di atas juga memberi isyarat melalui tiga kegelapan: Pertama, kegelapan
laut yang terhalang dari cahay; kedua, kegelapan ombak yang berbenturan; ketiga,
kafir atas amal-amalnya. Dan tiga isyarat kegelapan di atas mungkin juga dapat
dijelaskan dari sudut pandang lain sebagai berikut: Pertama: gelapnya keyakinan,
pada perkara lain, yaitu ketetapan bagi orang kafir yang berlipat-lipat atas
Karena itu Allah SWT menyifati orang kafir dengan; (dan) barangsiapa yang
tiada diberi cahaya (petunjuk) Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun.
Perlu Diperhatikan
Mengenai amtsl al-Quran, sebagian para penulis menyebut ayat berikut ini
pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu
yang dia dapat makan dari (hasil)nya?. Dan orang-orang yang zalim itu berkata:
Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang yang kena sihir.
kamu, lalu sesatlah mereka, mereka tidak sanggup (mendapatkan) jalan (untuk
termasuk tamtsil. Sesungguhnya ayat ini memberitahukan tentang apa yang dikatakan
orang-orang kafir ketika menyifati Nabi Muhammad saw, bahwa dia makan makanan
dan berjalan di pasar, sehingga menurut orang-orang kafir itu dia tidak patut
membawa risalah.
Mereka lalu mencela Nabi Muhammad saw dengan kata-kata tak berdasar
semacam: kami terima kalau dia seorang rasul, tetapi kenapa tidak turun kepadanya
seorang malaikat lalu dia menjadi seorang pemberi peringatan bersamanya, agar
turun kepadanya harta dari langit, sehingga dia dapat menggunakannya dalam
kebutuhan-kebutuhan materialnya? Atau mengapa tidak ada baginya surga yang dapat
ia makan darinya? Lalu pada bagian akhir ayat, mereka menyifati Nabi saw sebagai
Tetapi Allah SWT menolak perkataan mereka dan mengungkapkan aib mereka
lihatlah bagaimana mereka menyifati Muhammad saw yang: 1) makan dan berjalan di
mengkhayal bahwa dia (Muhammad saw) adalah seorang rasul yang didatangi
Di sini tidak ada musyabbah, tidak ada musyabbah bihi, dan tidak ada pula
tamtsil untuk menjelaskan sikap Nabi Muhammad saw. Dan untuk itu telah kami
jelaskan di dalam mukadimah bahwa bentuk seperti ini bukanlah merupakan amtsl
al-Quran.
Surat al-Ankabut
Tamtsl 38
*
*
Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang
paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui. Sesungguhnya Allah
mengetahui apa saja yang mereka seru selain Allah dan Dia Maha perkasa lagi Maha
Tafsir Ayat
musyrikin dengan lalat, di tempat lain dengan rumah laba-laba. Untuk perumpamaan
yang pertama telah dibahas sebelumnya. Sedangkan yang kedua ialah mengenai
penyerupaan tuhan-tuhan kaum musyrikin dan sesembahan-sesembahan buatan
kesan mendalam pada jiwa manusia, seperti pengaruh dalil dan argumentasi. Seperti
ghibah dengan: bahwa perumpamaan orang yang mengumpat itu seperti orang yang
memakan daging mayit, karena kamu telah mencaci orang ini dalam keadaan tidak
hadir, dan tidak mengetahui dan mendengar apa-apa yang kamu katakan sampai ia
mayit yang tidak mengetahui apa yang diperbuatnya (si pemakan) dan tidak dapat
menghindar.
Selain itu, tujuan dari penyerupaan tuhan-tuhan bikinan dengan singa dan
dikatakan, bentuk fisik laba-laba jantan lebih kecil dari yang betina. Laba-laba
termasuk hewan pemakan serangga yang terperangkap di sarang atau jala yang
terbuat dari bahan yang disaring dari bagian di dalam perutnya, mengandung cairan
lengket yang dikeluarkan dari lubang kecil tubuhnya. Bahan itu berubah sifat setelah
terkena udara dan berubah menjadi semacam benang dalam bentuk pintalan dengan
ketelitian tinggi. Mangsa akan terjerat di sarang itu sampai laba-laba dapat
laba itu adalah rumah yang paling lemah, bahkan tidak layak untuk sebutan rumah,
yang terdiri dari tembok besar, atap tinggi, pintu dan jendela. Rumah laba-laba bukan
hanya tidak mempunyai kelengkapan seperti itu, bahkan rumah laba-laba akan lenyap
hanya dengan sedikit terpaan angin dalam siklus fenomena alami. Sebuah hembusan
angin ringan yang menerpanya sudah dapat mengoyak rajutan atau sarang laba-laba
itu. Bisa juga, dengan setetes air yang jatuh tepat kepadanya jala-jala itu akan koyak.
Jala-jala atau sarang itu juga mudah terbakar bila dekat api, dan mudah tercabik bila
Inilah keadaan yang dijadikan penyerupa (yakni sarang laba-laba). Dan al-
perumpamaan yang memukau ini; bahwa tuhan-tuhan itu tidak bermanfaat, tidak
menciptakan, tidak memberi rezki, dan tidak mampu mengabulkan permintaan apa
pun.
Bahkan keadaan tuhan-tuhan palsu dan dusta itu lebih buruk dari rumah-
rumah laba-laba. Laba-laba merajut rumahnya untuk dapat memangsa serangga dan
tanpa melakukan itu ia akan mati kelaparan. Sedangkan patung-patung berhala tidak
kebesaran tamtsil ini dalam firman-Nya: Dan sesungguhnya rumah yang paling
terhadap ayat; Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-
laba.... Sebab, sudah jelas sekali tentang rumah laba-laba sebagai puncak kelemahan
rumah yang lemah, maka dengan begitu barangkali mereka dapat berpaling dari
(menyembah)nya.
Sesungguhnya Allah mngetahui apa saja yang mereka seru selain Allah dan Dia
Maha perkasa lagi Maha bijaksana. Yang tampak dalam kalimat ini, bahwa huruf
Allah SWT mengetahui apa yang disembah orang-orang kafir dan apa yang mereka
seandainya pun mereka tahu keadaan ini) tidak berpengaruh karena Dia Maha perkasa
yang tidak terkalahkan, dan Dia Maha Bijaksana dalam segala perbuatan-Nya.
perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya
kecuali orang yang berilmu. Yakni, disebutkan al-amtsal tersebut, dan tidak
Surat ar-Rum
Tamtsl 39
Artinya: Dan kepunyaan-Nya lah siapa saja yang ada di langit dan di bumi.
Semuanya hanya tunduk kepada-Nya. Dan Dia adalah yang menciptakan (manusia)
menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nya lah sifat
Yang Maha Tinggi di langit dan di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. Apakah ada
di antara hamba-sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam
(memiliki) rezki yang telah Kami berikan kepadamu; maka kamu sama dengan
mereka dalam (hak mempergunakan) rezki itu, kamu takut kepada mereka
sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri. Demikianlah kami jelaskan ayat-ayat
Tafsir Ayat
Kata al-qnit berarti yang tunduk, yang taat. Dalam Kalimat kullun lahu
qnituun; kata qnituun bermakna tunduk dan taat kepada-Nya dalam hidup, mati
dan kebangkitan. Artinya, semua yang ada di alam ciptaan tunduk kepada Allah SWT.
Sesungguhnya ayat di atas memuat sebuah dalil atas adanya hari kebangkitan
(al-mad) dan sebuah tamtsil atas kebatilan syirik dalam ibadah. Adapun muatan
dalil dalam kalimat: Dan kepunyaan-Nya lah siapa saja yang ada di langit dan di
bumi. Semuanya hanya tunduk kepada-Nya; huruf lm dalam kata lahu adalah
(takwini), sebagaimana ketundukan mereka pun secara takwini. Makna ayatnya adalah
bahwa tali kendali di alam ciptaan ini berada di tangan Allah, dan semuanya pasrah
kepada kehendak-Nya, baik orang-orang saleh maupun orang-orang thlih (yang keji).
Demikian itu karena Allah SWT adalah Pencipta yang mengurus alam ini sesuai
berfirman: Dan Dia lah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian
sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat dan Dia maha kuasa untuk
yang saling berkaitan dan menyusun kembali yang terpisah. Artinya, mencipta sesuatu
dari yang sebelumnya tiada lebih unggul daripada mencipta dari sesuatu yang pernah
ada sebelumnya.
Sifat keunggulan ini menurut pandangan dan pemikiran kita, atau perkara-
perkara yang bersifat mungkin bagi kehendak-Nya tidak memiliki perbedaan. Imam
Ali bin Abil Thalib as berkata: Dan tiada yang besar dan yang halus, yang berat dan
yang ringan, yang kuat dan yang lemah dalam ciptaan-Nya melainkan sama saja
Untuk menjelaskan makna ini, Allah SWT berfirman: Dan bagi-Nya lah sifat
Yang Maha Tinggi di langit dan di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. Kata al-matsal dalam ayat ini bermakna sifat, dan yang dimaksud al-
matsal al-al adalah sifat yang paling tinggi dan paling sempurna. Dialah Allah SWT
yang adalah ilmu seluruhnya, qudrah seluruhnya dan hidup seluruhnya. Tiada batas
bagi sifat-sifat-Nya.
pengingkaran (istifhm inkri), dan kesimpulannya, seperti ini: Apakah kalian rela
pada diri kalian sendiri bahwa budak-budak kalian itu menjadi serikat bagi kalian
(turut campur) dalam harta yang telah diberikan kepada kalian? Atau dalam arti kalian
takut menggunakan harta milik kalian itu tanpa seizin budak-budak itu dan kalian
ridha kepada mereka, sebagaimana kalian takut kepada para serikat yang merdeka.
Sebab, tidak mungkin yang termiliki atau budak menjadi serikat bagi tuannya di
dalam harta (milik tuannya). Maka, kalau demikian faktanya: (lalu) bagaimana kalian
membolehkan hal itu terhadap Allah, dan menjadikan sebagian dari hamba-hamba-
Nya seperti malaikat dan jin menjadi sekutu bagi-Nya, baik dalam mencipta,
Alhasil, dalam perumpamaan ini hamba yang dimiliki secara peletakan tidak
benar memiliki hak tuannya dan berserikat dengannya dalam harta. Demikian pula
dengan hamba yang dimiliki secara penciptaan, tidak mungkin memiliki derajat
Seolah ia menjadi Pencipta (Khliq) dan Pemelihara (Mudabbir), atau memiliki sifat
Jadi, sesuatu yang tidak kalian ridhai untuk diri kalian sendiri, bagaimana
mungkin kalian meridhainya untuk Allah SWT, sementara Dia adalah Tuhan semesta
alam. Matsal atau perumpamaan demikian ini diisyaratkan dalam ayat: Dia membuat
perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri; yakni Allah SWT membuat bagi
kalian perumpamaan yang diambil diri kalian, dan diangkat dari keadaan-keadaan
kalian, seperti: Apakah ada di antara hamba-sahaya yang dimiliki oleh tangan
kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezki yang telah Kami berikan kepadamu.
Kalimat hal lakum (apakah bagi kalian) merupakan permulaan pada perumpamaan
yang dibuat, dan pertanyaan itu adalah untuk pengingkaran. Huruf m dalam ayat
mimm malakat adalah mengisyaratkan pada suatu golongan (an-nau), yakni salah
satu golongan yang dimiliki oleh tangan kanan kalian berupa budak sahaya.
Kalimat dalam ayat: sekutu bagimu dalam (memiliki) rezki yang telah Kami
berikan kepadamu; maka kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan)
rezki itu adalah penjelas bagi persekutuan yang dimaksud. Kata syurak` pada ayat
ialah sebagai mubtada`, dan kata setelahnya, zharaf, sebagai khabar-nya. Yakni
sekutu di dalam apa yang telah Kami berikan, dalam arti bahwa kalian adalah sama.
Atas itu orang yang ada di dalam syurak` adalah sebagai tambahan.
kepada dirimu sendiri adalah keterangan (bayn) bagi persekutuan, yakni budak
sahaya menjadi seperti para sekutu yang merdeka. Sebagaimana seorang sekutu takut
kepada para sekutu (lain)nya yang merdeka, demikian pula ia takut kepada hambanya
ayat-ayat ini bagi kaum yang berakal. Atas penjelasan demikian maka al-musyabbah
Surat Fathir
Tamtsl 40
Artinya: Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum
dan yang lain asin lagi pahit. Dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan
daging yang segar dan dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya,
dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut agar
kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur [Fathir: 12]
Tafsir Ayat
Kata al-furt berarti air tawar, yang digunakan untuk kata tunggal dan jamak.
Dalam kalimat: wa asqainkum m`an furtan (dan Kami beri minum kamu
dengan air yang tawar), kata tawar menjadi syarat yang bersifat menjelaskan (qaid
taudhihi).
Kata al-ujj berarti sangat asin dan amat panas, sebagaimana perkataan orang-
orang, ajiiju n-nr yang berarti kerasnya panas api. Sedangkan kata mawkhir, dari
kata makhr, terdapat dalam kalimat makharati s-safiinatu makhran (kapal itu
berjalan membelah air, kapal itu membelah air dengan halauan di hadapannya.
Ayat di atas membuat perumpamaan tentang hak (atau akibat) kekufuran dan
keimanan, atau tentang keadaan orang kafir dan orang mukmin. Mereka tidak sama
dalam hal kebaikan dan manfaat, seperti dijelaskan dalam ayat: Dan tiada sama
(antara) dua laut; yang ini tawar, segar, dan sedap diminum, dan yang lain asin lagi
pahit. Orang kafir berada dalam keadaan paling buruk ketimbang air laut yang amat
asin, dan laut asin ini berbagi dengan laut yang tawar dalam dua hal: Pertama, keluar
dari keduanya daging segar yang dimakan manusia, sebagaimana ayat: Dari masing-
masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar. Dan kedua, keluar dari
keduanya suatu karunia (permata) yang muncul dari laut dengan cara menyelam, yang
masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu kamu dapat
mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur. Sedangkan untuk dalil bahwa
bagian ayat ini bukan termasuk dari matsal adalah berubahnya isi perkataan. Matsal
ini dimulai dalam bentuk lampau; wa m yastawi l-bahrn (dan tiada sama
(antara) dua laut). Namun kalimat berikutnya dalam bentuk lawan bicara
(mukhthab), wa tar l-fulka (kamu lihat kapal-kapal). Dan inilah dalil bahwa
berhubungan, seperti dalam surat an-Nahl: Dan Dialah, Allah yang menundukkan
lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan),
dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu
melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari
muatan pada ayat; Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan
lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-
sungai dari padanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah
mata air dari padanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena
takut kepada Allah. Dan sekali-kali Dia tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan
[al-Baqarah: 74]
Sebagaimana batu itu lebih lunak dari hati mereka, maka begitu pula dengan
garam yang amat asin masih lebih afdhal dari orang kafir, mengingat garam itu
bermanfaat.
Tamtsl 41
Artinya: Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat.
Dan tidak (pula) sama gelap gulita dengan cahaya. Dan tidak (pula) sama yang teduh
dengan yang panas. Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang
yang mati. Sesungguhnya Allah memberikan pendengaran kepada siapa yang
Tafsir Ayat
Kata al-harur yang berarti kerasnya panas matahari, mempunyai makna lain
Inilah tamtsil bagi orang kafir dan orang mukmin. Orang kafir menyerupakan sifat-
sifatnya seperti berikut ini: 1- Al-am (yang buta). 2- Azh-zhulumt (gelap gulita). 3-
yaitu: 1- Al-bashir (yang melihat). 2- An-nur (cahaya). 3- Azh-zhill (yang teduh). 4-Al-
Karena orang kafir tidak memiliki keimanan kepada Allah, sifat-Nya dan
melihat sesuatupun di balik dunia, dan dikelilingi api (neraka). Keadaan seperti ini
juga dijelaskan dalam ayat lain, seperti: Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-
benar meliputi orang-orang kafir [at-Taubah: 49]. Yang tampak pada ayat, bahwa
api meliputi mereka di dunia ini meskipun mereka tidak merasakannya, sebagaimana
orang mati tidak mendengar seruan para nabi. Berbeda dengan orang mukmin; yang
melihat sesuatu dengan cahaya Allah, dan jalannya diliputi cahaya yang bersinar.
Orang mukmin melihat pada keabadian hidup setelah kematian. Ia berada di bawah
naungan rahmat-Nya yang teduh dan selalu mendengarkan seruan para nabi dan
mengimaninya.
Pendek kata, bahwa orang-orang kafir menjadi petarung dan penentang
Surat Yasin
Tamtsl 42
Wa dhrib lahum matsalan ashhbu l-qaryati idz j`a h l-mursalun* idz arsaln
syai`in in antum ill takdzibun* qlu rabbun yalamu inn ilaikum lamur salun* wa
m alain ill l-balghu l-mubin* qlu inn tathayyarn bikum lain lam tantahu
maakum ain dzukkirtum bal antum qaumun musrifun* wa j`a min aqsh l-madinati
rajulun yas qla y qaumi ttabiu l-mursalin* ittabiu man l yas`alukum ajran wa
syai`an wa lyunqidzun* inni idzan lafi dhallin mubin* inni mantu bi rabbikum fa
smaun* qila dkhuli l-jannata qla y laitani qaumi yalamun* bi m ghafara li rabbi
mina s-sam`I wa m kunn munzalin* in knat ill shaihatan whidatan fa idz hum
yastahzi`un*
suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka; (yaitu) ketika Kami
mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya;
kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata:
Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu. Mereka menjawab:
Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah
tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka. Mereka
berkata: Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang
diutus kepada kamu. dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan
malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami),
niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih
dari kami. Utusan-utusan itu berkata: kemalangan kamu adalah karena kamu
sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)? Sebenarnya
kamu adalah kaum yang melampaui batas. Dan datanglah dari ujung kota, seorang
ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang
yang mendapat petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah
Mengapa aku menyembah tuhan-tuhan selain-Nya jika (Allah) Yang Maha Pemurah
manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku?
Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata.
ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan. Dan
Kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah dia (meninggal) suatu pasukanpun
dari langit dan tidak layak Kami menurunkannya. Tidak ada siksaan atas mereka
melainkan satu teriakan saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati. Alangkah
Tafsir Ayat
SWT mengabarkan tentang sifat Nabi Muhammad saw; Maka orang-orang yang
Kata thayyara berarti fulan meramalkan tidak baik. Makna asalnya adalah
optimis akan datangnya keburukan. Kemudian kata ini digunakan pada setiap
ungkapan meramalkan hal yang tidak baik. Jadi, kalimat ayat: inn tathayyarn
maakum atau kemalangan kamu adalah karena kamu sendiri, yaitu sesungguhnya
yang harus kalian malangkan adalah nasib kalian. Maksudnya adalah keadaan kalian
yang berpaling dari kebenaran (Tauhid), dan pilihan kalian menetap atas kebatilan.
Kata ar-rajm berarti melempar dengan batu. Dan kata ash-shaihah artinya
keadaan kaum tempat para rasul diutus Allah untuk menyeru mereka. Lalu mereka
mendustakan para rasul-Nya sambil mendebat dengan dalil-dalil yang amat lemah.
Kemudian seorang laki-laki datang kepada mereka dari ujung kota, yang
menyeru kepada mereka agar mengikuti para rasul itu dengan hujjah bahwa risalah
utusan Allah adalah risalah yang haq. Tetapi kaum itu menyia-nyiakannya dan bahkan
membunuhnya. Pada saat itu suara keras (teriakan) melingkupi para pendusta dan
berikut:
Para mufasir menyebutkan bahwa al-Masih (Nabi Isa as) mengutus dari al-
Hawariyun dua orang utusan bernama Syamun dan Yohanna ke wilayah Anthakiyah.
Mereka berdua menyeru penduduk Anthakiyah pada keesaan Tuhan dan mencela
keberhalaan, sementara kaum dan raja mereka hanyut dalam keberhalaan. Mereka
mereka berdua didustakan dan dipukuli oleh sebagian penduduk. Lalu Allah
menguatkan kedua utusan itu dengan utusan ketiga. Para mufasir berselisih mengenai
nama utusan yang ketiga, dan bagi kami tidak (terlalu) penting menentukan siapa
namanya. Beberapa mufasir mengatakan utusan yang ketiga itu bernama Bulis. Ketika
itu, kaum Anthakiyah mengambil sikap menantang, menentang, dan congkak, sambil
berhujjah dengan dalil-dalil yang lemah. Dalil yang mereka lontarkan antara lain:
a.) Bahwa kalian (hai para rasul) adalah manusia biasa seperti kami dan tiada
keistimewaan kalian atas kami. Dan risalah Tuhan yang kalian serukan itu adalah
dakwahan dusta. Para rasul menjawab dan berusaha meyakinkan penduduk, bahwa
Allah SWT mengetahui keberadaan mereka yang diutus kepada seluruh penduduk.
b.) Bahwa kami bernasib malang karena kalian. Berhujjah seperti ini adalah
hujjah orang lemah yang tidak mampu berdalil dengan sesuatupun, sehingga
bersandar pada tuduhan kepada para rasul dengan ramalan nasib buruk yang akan
dialaminya.
c.) Bahwa ancaman rajam bagi para utusan itu jika mereka tetap terus
menyembah berhala.
Para rasul itu menjawab dengan dua jawaban: Pertama; bernasib malang
adalah karena kalian sendiri. Yakni, sebagai akibat dari amal perbuatan dan sikap
kalian menjauh dari kebenaran, dan memilih menetap dengan kebatilan yang
menjerumuskan kalian pada celaka dan petaka. Kedua, sesungguhnya kalian adalah
Para rasul berhujjah menggunakan dalil yang terang dan membantah alasan-
seperti itu datanglah seorang laki-laki dari ujung kota yang akan menolong dan
menguatkan perkataan dua utusan dan dakwah mereka dengan berhujjah bahwa
mereka adalah utusan yang benar. Hal demikian karena beberapa perkara sebagai
jabatan. Ini adalah bukti keikhlasan mereka dalam berdakwah, dan mereka sungguh
telah menanggung beban perjalanan yang jauh dan tidak meminta sesuatu sedikitpun.
Kedua, sesungguhnya yang patut disembah adalah yang mencipta dan memelihara
Dia-lah Allah SWT yang memberiku manfaat. Maka bagaimana mungkin aku
tinggalkan menyembah Sang Khalik yang di tangan-Nya segala sesuatu, dan berpaling
pada menyembah makhluk (tuhan palsu) yang tidak mampu melindungiku dari
para rasul sebelumnya serta menjelaskan burhn keharusan mereka untuk taat, maka
Dari hubungan pasangan kata dan kalimat dalam ayat tampak bahwa kaum
pembangkang itu menyerang dan membunuh utusan tersebut. Allah SWT membalas
amalnya dan memasukkannya ke surga. Ia berbahagia dan senang andai kata kaumnya
Ketika telah jelas penentangan penduduk yang diseru, yang membunuh orang
yang menyampaikan hujjah kuat kepada mereka, maka turunlah azab Allah. Para
penentang itu dikalahkan oleh satu teriakan yang mematikan dan mereka menjadi
di atas kebenaran, maka tepatlah firman Allah SWT: Alangkah besarnya penyesalan
terhadap hamba-hamba itu, tiada datang seorang rasulpun kepada mereka melainkan
sehingga apa yang dibawa ahlulkitab itu tidak dapat dijadikan sandaran.
Dari Ayat-ayat di atas terdapat beberapa poin yang layak untuk ditelaah:
utusan dari Allah secara langsung. Akan tetapi mereka berdua diutus oleh al-Masih,
seperti juga utusan yang ketiga. Ketika al-Masih mengutus atas perintah Allah, maka
tindakan al-Masih dinisbatkan kepada Allah SWT; ketika Kami mengutus kepada
Mereka mengatakan: Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami, dan dari
kalimat itu kemungkinan muncul beberapa segi: 1) kalian hai para rasul adalah
manusia, sedangkan manusia bukanlah seorang rasul dari Allah. Karenanya tidaklah
pada diri para rasul itu yang mereka lihat sehingga harus mengutamakan para rasul
itu dari umat. Demikian yang tampak dari kata mitslun (seperti kami). Atau
paling tidak, seandainya para rasul itu dibekali sesuatu yang lain, barangkali tidak
Ketika kaum itu lemah dalam membalas burhn (para rasul), mereka lantas bersandar
pada logika kekuatan dengan membunuh para penyeru dan penegak kebenaran;
sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam
kamu.
nasib buruk mereka lantaran seorang hamba (penyembah Allah) dan yang lainnya.
5) yang tampak di permulaan ayat bahwa para rasul itu diutus ke suatu wilayah
atau desa. Dan kalimat seperti itu biasanya digunakan pada lingkup masyarakat yang
besar atau kecil, tetapi kalimat: Dan datanglah dari ujung kota seorang laki-laki...
menunjukkan bahwa wilayah itu adalah sebuah kota dan masyarakat besar atau kecil.
6) Allah menyifati seseorang yang datang kemudian dan bangkit mendukung
sikap para rasul, sebagai orang yang datang dari ujung kota. Hal ini menekankan
bahwa tidak ada hubungan antara ia dengan para rasul. Karena itu kata yang
terungkap; aqsh l-madinah (ujung kota) kepada si pelaku yang seorang laki-laki,
7) Ungkapan dalam ayat: Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah
menciptakanku... merupakan bukti bahwa ibadah adalah ketundukan yang lahir dari
keyakinan akan Dzat yang disembah yang mencipta dan memelihara (alam semesta),
sebagai sifat-sifat yang dekat dalam penglihatan hamba. Artinya, dengan keimanan
(Tuhan) yang telah menciptakanku.... Dan dengan itu pula ia membatasi ibadahnya
(hanya) kepada Allah SWT dan menolak menyembah selain-Nya, karena yang selain-
bangkit berdakwah di jalan para rasul itu terbunuh dalam dakwahnya, dan Allah
membalasnya dengan surga. Yang dimaksud surga dalam ayat itu adalah
kebahagiaan di alam barzakh, bukan surga abadi di mana manusia tidak akan
9) Dalam pesan yang disampaikan oleh orang laki-laki yang terbunuh itu;
memberi ampun kepadaku terkandung sebuah dalil atas adanya hubungan antara
kehidupan barzakh dan materi (dunia). Ia berharap agar kaumnya mengetahui apa
yang Allah berikan kepadanya berupa kenikmatan setelah kematian. Allah SWT
A wa lam yara l-insnu ann khalaqnhu min nuthfatin fa idz huwa khashimun
mubin* wa dharaba lan matslan wa nasiya khalqahu wa qla man yuhyi l-izhma wa
hiya ramim* qul yuhyih l-ladzi ansya`ah awwala marratin wa huwa bi kulli khalqin
alim*
menciptakannya dari air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!
Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia
kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk [Yasin: 77-79].
Tafsir Ayat
Para mufasir meriwayatkan: Ubay bin Khalaf atau al-Ash bin Wail menemui
Rasulullah saw dengan membawa tulang yang remuk dan rusak sambil berkata: Hai
Muhammad! Apakah kamu punya dalil bahwa Allah akan membangkitkan ini?.
Rasulullah saw menjawab: Ya!. Lalu turunlah ayat di atas: Dan apakah manusia
tidak memperhatikan...
dan mengawalinya. Ungkapan lebih mudah hanyalah dilihat dari kaca mata
manusia. Sedangkan bagi Allah Azza wa Jalla segala sesuatu adalah sama di hadapan-
Nya.
Allah SWT berfirman: Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami, yakni
mungkin Allah menghidupkan kembali tulang belulang yang sudah hancur luluh itu,
dan ia telah lupa pada kejadiannya sendiri: Siapakah yang dapat menghidupkan
Tapi Allah SWT membalasnya dengan ungkapan yang begitu indah dan kuat:
sebelumnya dengan kalimat yang lain: Dan Dia lah yang menciptakan (manusia)
Surat az-Zumar
Tamtsl 44
qur`nan arabiyya ghaira dzi iwajin laallahum yattaqun* dharaba l-llhu matsalan
Artinya: Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam al-Quran ini
dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka
dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang sedang berselisih dan seorang
budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak
itu sama keadaannya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak
Tafsir Ayat
akhlak mereka. Sedangkan kata salaman artinya (budak itu) murni hanya dimiliki
Ayat di atas memisalkan keadaan orang kafir dan orang mukmin. Jadi, ada
berserikat yang berakhlak buruk dan saling bertengkar. Yang satu memerintahkannya
dan yang lain melarangnya. Setiap dari mereka menginginkan budak itu hanya
berkhidmat padanya. Sebaliknya adalah keberadaan seorang budak bagi seorang laki-
laki. Si budak patuh dan mengabdi hanya padanya, dan si budak tidak menyekutukan
(orang laki-laki itu) dengan orang lain. Maka jelaslah, keadaan dua orang yang
budak yang dimiliki oleh orang-orang yang berserikat yang sedang berselisih. Ia
keinginan yang bermacam-macam itu. Hal ini berbeda dengan kondisi orang mukmin,
yang hanya mengerjakan perintah Sang Khalik saja, Sang Maha Bijaksana, Maha
dan mudah dipahami oleh semua lapisan manusia, tetapi di dalamnya terdapat rahasia
(makna batin) yang tidak diketahui melainkan hanya oleh mereka yang ber-tadabbur
tentang al-Quran. Allah SWT memberi argumentasi atas Tauhid seperti ini:
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah dua-duanya
telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai Arsy dari pada apa
Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang
Surat az-Zukhruf
Tamtsl 45
wa kam arsaln min nabiyyin fi l-awwalin* wa m ya`tihim min nabiyyin ill knu
awwalin.
Artinya: Berapa banyaknya nabi-nabi yang telah Kami utus kepada umat-
umat yang terdahulu. Dan tiada seorang nabipun yang datang kepada kecuali mereka
memiliki kekuatan lebih besar dari mereka itu (musyikin Mekkah) dan telah terdahulu
8]
Tafsir Ayat
Kata al-bathsy ialah sesuatu telah berkuasa, yang dan barangkali bermakna
kekuatan dan pertahanan. Dalam ayat ini disebutkan tentang umat-umat dahulu yang
telah diutus para rasul Allah kepada mereka. Tetapi dengan kejahilan dan kebodohan
mereka yang berlebihan, mereka meningkari dan mencemooh para utusan Allah
tersebut. Maka, akibat perbuatan itu, Allah membinasakan mereka dengan bermacam-
diserupai, ialah kaum musyrikin di masa risalah Muhammad saw diturunkan. Mereka,
kaum kafir dan musyrik Mekah memperolok-olok Nabi Muhammad saw. Maka Allah
SWT mengancam mereka dengan sesuatu yang pernah dialami umat-umat dahulu,
yang hancur binasa meskipun mempunyai kekuatan jauh lebih besar ketimbang yang
(kekuatan) dimiliki orang-orang Quraisy dan para pengikut mereka. Maka hendaklah
Allah SWT berfirman: Berapa banyaknya nabi-nabi yang telah Kami utus
kepada umat-umat yang terdahulu. Dan tiada seorang nabipun datang kepada
dahulu dalam sejarah, dan Allah, Yang Maha Bijaksana, tidak berpaling dari mereka.
Allah SWT memberikan hukuman kepada mereka; Maka telah Kami binasakan
orang-orang yang lebih besar kekuatannya dari mereka itu (musyikin Mekkah) dan
Allah mengabarkan keadaan kaum penentang risalah yang sangat mengherankan itu
Dengan kata lain, orang-orang kafir Mekah telah melangkah dalam pendustaan
dan kekufuran, seperti langkah orang-orang zalim sebelum mereka. Oleh karena itu,
Allah SWT memperingatkan agar mereka waspada terhadap turunnya bencana seperti
Perlu Diperhatikan
apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar gembira dengan apa yang
dijadikan misal bagi Allah Yang Maha Pemurah; jadilah mukanya hitam pekat
para perempuan dan sebagai putri-putri Tuhan, seperti disebutkan dalam ayat
Maha pemurah itu sebagai orang-orang perempuan. Atas pernyataan mereka itu
malaikat itu? Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai
pertanggung-jawaban.
Begitu pula dengan firman-Nya: Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-
anak perempuan. Maha suci Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan)
apa yang mereka sukai (yaitu anak-anak laki-laki) [an-Nahl: 57]. Ayat-ayat ini
Di samping itu, dalam ayat ke-17 Surat az-Zukhruf di atas juga menceritakan
tentang ciri khas kaum musyrikin, bahwa jika mereka dikaruniai anak-anak
antara mereka diberi kabar gembira dengan apa yang mereka jadikan misal pada
Allah Yang Maha pemurah......., karena mereka menyatakan bahwa Allah memiliki
bukan bersifat pengarangan (matsal insy`i). Sesungguhnya ayat ini bermakna sifat,
yakni mereka telah menyifati Allah bahwa Dia mempunyai anak-anak perempuan.
Dan mereka adalah para pembohong dalam sifat tersebut. Oleh sebab itu, maka tidak
Tamtsl 46
lkhirin*
mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.
Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka, lalu Kami
tenggelamkan mereka semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka sebagai
Tafsir Ayat
Kata safun diambil dari kata asafa - asafan (amat sedih), suasana ketika
kemarahan bertambah.
kata ini maknanya sedih saja atau marah saja. Pada ayat ini al-sif bermakna marah.
membuat Kami murka. Murka itu terjadi disebabkan oleh perbuatan mereka yang
(Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut)). Maka tiada seorangpun dari
yakni Kami jadikan mereka sebuah ibrah dan peringatan bagi orang yang datang
sedangkan yang diserupai adalah orang-orang musyrik dan kafir Mekah. Maka,
Tamtsl 47
qaalu aalihatunaa khairun am huwa maa dahrabuuhu laka illaa jadalan bal hum
kaummu (Quraiys) bersorak karenanya. Dan mereka berkata: Manakah yang lebih
baik tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)? Mereka tidak memberikan perumpamaan itu
kaum yang suka bertengkar. Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami
berikan kepadanya (nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti
(kekuasaan Allah) untuk Bani Israil. Dan kalau Kami kehendaki benar-benar Kami
jadikan sebagai gantimu di muka bumi malaikat-malaikat yang turun temurun. Dan
Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu dan ikutilah Aku, inilah
dimaksud dalam ayat di atas adalah teriakan seorang pembantah ketika merasakan
kemenangan. Dan kata tamtarunna dari kata miryah (atau muryah), yakni ragu-ragu
Para mufasir menyebutkan sebab turun ayat di atas, bahwa Rasulullah saw
ketika melantunkan ayat 98-100 surat al-Anbiya yang artinya: Sesungguhnya kamu
dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk
ke dalamnya. Andai kata berhala-berhala itu tuhan, tentulah mereka tidak masuk
neraka. Dan semuanya akan kekal di dalamnya. Mereka merintih di dalam api dan di
apakah itu khusus bagi kami dan tuhan-tuhan kami, atau bagi semua umat?
Rasulullah saw menjawab: Itu adalah bagi kalian dan tuhan-tuhan kalian serta untuk
semua umat.
Ibn az-Zibira berkata lagi: Demi Tuhan Kabah, aku memusuhi engkau!
Bukankah engkau menyatakan bahwa Isa putra maryam adalah seorang nabi dan
engkau memuji Isa dan ibunya. Sementara engkau tahu bahwa kaum Nashrani tetap
malaikat, meskipun mereka berada di neraka. Kami sungguh rela, diri kami dan tuhan-
tuhan kami tinggal bersama mereka (kaum Nashrani). Lalu mereka gembira dan
untuk menolak Nabi Muhammad saw dan membatilkan dakwah beliau, maka turunlah
ayat di atas sebagai jawaban atas bantahan mereka yang lemah itu. Allah SWT
berfirman: Dan tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan, yakni ketika
kaum musyrikin menyodorkan putra Maryam (Isa as) sebagai sebuah perumpamaan
sekali dan tertawa ketika mereka berusaha membuat Nabi Muhammad saw diam atas
bantahan mereka. Mereka mendebat Nabi saw dengan mengatakan: Manakah yang
lebih baik tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)?. Maksud pertanyaan mereka bahwa
tuhan-tuhan kami menurutmu tidak lebih baik dari Isa, dan apabila Isa merupakan
Karena itu lalu diketahui, bahwa kaum musyrikin adalah orang-orang yang
dan penyerupaan dengan tuhan-tuhan mereka. Dan mereka rela bila tuhan-tuhan
mereka (harus) berada di neraka. Apabila al-Masih juga demikian keadaannya maka
tamtsil ini dan tidak bertujuan mencari kebenaran. Itu dikarenakan watak mereka yang
suka menantang dan menentang. Allah SWT berfirman: Mereka tidak memberikan
mereka mengetahui kebatilan argumen mereka; karena tidak semua yang disembah
adalah umpan Jahannam. Akan tetapi yang disembah seperti Firaun yang mengajak
hamba Allah yang menentang kesyirikan. Jadi argumentasi mereka bersandar pada
membantah dan mengingkari kebenaran. Inilah yang dimaksud dalam ayat; Mereka
membantah saja.
Karena itu, Allah memulai penjelasannya tentang sikap al-Masih, ibadah dan
ketakwaannya kepada Allah, dan bahwa ia adalah salah satu ayat Allah SWT: Isa
tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya (nikmat (kenabian)
dan Kami jadikan dia sebuah matsal untuk Bani Israil; yakni sebagai ayat (tanda
bukti kekuasaan) Allah untuk Bani Israil. Maka kelahirannya adalah mukjizat,
perkataannya di masa bayi adalah mukjizat kedua dan ia mampu menghidupkan orang
mati sebagai mukjizat ketiga. Ia sama sekali tidak pernah menyeru siapa pun agar
menyembah dirinya.
manusia, Dia berfirman: Dan kalau Kami kehendaki benar-benar Kami jadikan
sebagai gantimu di muka bumi malaikat-malaikat yang turun temurun; yang mereka
itu taat dan selalu menyembah Allah. Jadi tidaklah Allah menekankan ibadah dan
ketauhidan manusia itu kecuali untuk kebahagiaan mereka, dan bukanlah manusia
menghendakinya).
Kemudian Allah mengisyaratkan pada kekhususan al-Masih, yaitu bahwa
turunnya Isa al-Masih as dari langit pada akhir zaman sebagai sebuah ayat (tanda)
al-Masih, dan mereka rela jika tuhan-tuhan itu bersama al-Masih berada di satu
tempat walaupun tempat itu adalah neraka. Yang cocok sebagai perumpamaan ialah
pada ayat; Dan tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan, dan Anda
mengetahui bahwa yang membuat perumpamaan dalam ayat adalah Ibn az-Zibira.
Adapun firman Allah; dan Kami jadikan dia sebuah matsal untuk Bani Israil, kata
Perlu Diperhatikan
Barangkali ayat berikut ini terhitung sebagai matsal qur`ni; Dan orang-
orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan amal-amal yang saleh serta
beriman (pula) kepada apa yang di turunkan kepada Muhammad dan itulah yang hak
orang kafir mengikuti yang batil dan orang-orang yang beriman mengikuti yang hak
perbandingan bagi mereka. [Muhammad: 2-3]. Yang tampak bahwa matsal pada
ayat ini bermakna sifat, bukan bermakna tamtsil yang diistilahkan (yakni
Tafsir Ayat
Kata baal berarti haal atau (keadaan) yang diperhatikan. Karena itu dalam
memperbaiki keadaan mereka, dan ayat lain: fa m blu l-qutuunn l-uul yang
adalah keterangan tentang keadaan dan kabar mereka. Dan kata al-bl diibaratkan
sebagai keadaan yang terpusat pada manusia, maka dikatakan; khathara kadza bi bli
yang artinya terlintas demikian ini dalam benakku. (Mufradt ar-Raghib; 67, materi
Bl).
Ayat ke 2-3 dalam Surat Muhammad ini, dengan melihat pada ayat
anggota masyarakat dari mendapatkan petunjuk dan hidayah Islam. Karena itu, Allah
Quraisy yang telah mengorbankan onta pada hari Badr itu bukan terjadi sekali saja,
Allah SWT: Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan amal-
amal saleh serta beriman (pula) kepada apa yang di turunkan kepada Muhammad
Di satu sisi, Allah SWT melenyapkan amal-amal kaum kafir dan menjadikan
sedekah-sedekah mereka sia-sia. Tapi di sisi lain, Dia menjadikan amal-amal saleh
orang-orang mukmin sebagai penghapus keburukan-keburukan mereka dan
Jadi, perbedaan yang jauh antara keadaan orang kafir dan yang berpaling dari
jalan Allah, yang amalnya disia-siakan, dengan orang mukmin billh dan mengimani
apa yang telah diturunkan kepada Muhammad saw, yang keburukannya dihapus dan
diperbaiki amal-amalnya.
dan orang mukmin, sebagaimana juga dimaklumi akibat-akibat dari amal perbuatan
kafir mengikuti yang batil dan sesungguhnya orang-orang yang beriman mengikuti
Dan pada akhir ayat kedua di atas Allah berfirman: Demikian Allah membuat
menjelaskan keadaan orang mukmin dan orang kafir serta akibat-akibat dari amal
Atas dasar itulah, ayat di atas tidak dapat dimasukkan dalam kelompok tamtsil
al-Quran. Tetapi ayat itu bermakna sifat, yakni: demikian itu Allah menyifati
(menerangkan) kepada umat manusia perihal keadaan orang kafir dan orang mukmin
berikut akibat dari (kekufuran atau keimanan) mereka. Jadi, tidak ada penyerupaan
dalam ayat dimaksud. Tapi, tiga ayat ini terkonotasi untuk menjelaskan hakikat. Ayat
pertama, mengisyaratkan pada orang kafir dan akibat dari amal perbuatannya. Ayat
kedua, mengisyaratkan pada orang mukmin dan dampak dari amal perbuatannya. Dan
ayat ketiga, bahwa orang kafir menyerap air yang keruh ketika mengikuti kebatilan,
sedang orang mukmin meminum air tawar (yang jernih dan segar), maka ia mengikuti
kebenaran.
Surat Muhammad
Tamtsl 48
Matsalu l-jannati llatii wuida l-muttaquun fiihaa anhaarun min m`in ghairi aasinin
wa anhaarun min labanin lam yataghayyar tahmuhu min khamrin ladzdzatin li sy-
syaaribin wa anhaarun min asalin mushfan wa lahum fiihaa min kulli ts-tsamaraati
bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan
baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari
khamar yang lezat rasanya bagi para peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang
ampunan dari Tuhan mereka, sama dengan orang yang kekal dalam neraka, dan
[Muhammad: 15]
Tafsir Ayat
Kata sin dalam ungkapan asina l-m`a berarti air telah berubah (rasa, bau dan
warnanya), dan pada kalimat m`u ghairu sin artinya air yang tidak bau.
Matsalu l-jannah menunjukkan sifat dan keadaan surga, yang dalam ilmu
nya, yang artinya: surga yang di dalamnya (mengalir) sungai-sungai. Jika kami
ingin menjadikan ayat ini termasuk dalam ayat-ayat tamtsil, maka ia harusl
dan yang diserupai (musyabbah bihi), yakni surga dunia dengan ciri-ciri khususnya.
Sementara yang tampak ialah bahwa ayat ini terbentuk untuk menjelaskan
keadaan surga, sifat-sifat dan tanda-tandanya, yang dapat dipilah sebagai berikut:
1) ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya dan warnanya,
2) sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya; yakni tidak akan rusak
3) sungai-sungai dari khamar yang terasa lezat bagi para peminumnya, (kata
khamar yang lezat bagi para peminumnya ialah untuk membedakan dari khamar
dunia. Dalam ayat lain Allah SWT menyebut khamar surga sebagai berikut;
Diedarkan kepada mereka gelas yang berisi khamar dari sungai yang mengalir.
(Warnanya) putih bersih, sedap rasanya bagi orang-orang yang minum. Tidak ada
dalam khamar itu alkohol dan mereka tiada mabuk karenanya [ash-Shaffat: 45-47].
Jadi kalimat: lezat terasa bagi para peminumnya; bermakna di dalamnya tiada
khamar dunia yang berasa pahit dan tidak disukai. Dan kalimat: tiada dalam khamar
itu alkohol, yakni minuman itu tidak merampas kesadaran dan menghilangkan akal;
dan mereka tiada mabuk karenanya. Oleh karena itu, khamar akhirat jauh berbeda
Pertama, air untuk diminum sepuasnya. Kedua, untuk dikonsumsi. Ketiga, untuk
mudah diambil oleh tangan-tangan para penghuninya, yang belum pernah tergambar
oleh mata, belum terdengar telinga dan belum terlintas dalam benak manusia
sebelumnya.
Setelah penjelasan tentang sifat surga dan keadaan orang-orang yang bertakwa
di dalamnya, pada bagian akhir ayat di atas dijelaskan tentang keadaan penghuni
neraka (al-Jahim); ....sama dengan orang yang kekal dalam neraka.... Inilah sifat
ahli neraka. Mereka meminum air yang amat panas, dan meminumnya bukan atas
kemauan diri mereka sendiri melainkan dituangkan kepada mereka; diberi minuman
surga akhirat dengan surga dunia yang di dalamnya demikian dan demikian, itu
termasuk tamtsil. Tapi jika bukan, maka ayat di atas dibentuk untuk menjelaskan sifat
Dan yang tampak sebenarnya adalah keterangan yang kedua, yakni tentang sifat
lainnya.
Surat al-Fath
Tamtsl 49
Huwa l-ladzii arsala rasuulahu bi l-hudaa wa diini l-haqqi li yuzhhirahu alaa d-diini
agama yang haq agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah
sebagai saksi. Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka:
kamu lihat mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-
tanda mereka tampak pada muka mereka bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka
dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
yang beriman dan mengerjakan amal saleh di antara mereka ampunan dan pahala
Tafsir Ayat
sesuatu dan bercabang di dua sisinya. Kata isyth` adalah bentuk jamak kata syath`,
Kata azr berarti kekuatan yang besar. Istilah zarahu bermakna membantu dan
menguatkannya. Kata ghilzhah (tebal, kasar) adalah lawan dari kata riqqah (tipis,
Dalam dua ayat ini, al-Quran berbicara tentang Nabi Muhammad saw dan para
sahabat beliau:
membawa petunjuk dan agama yang haq agar dimenangkan-Nya terhadap semua
agama, kata ganti (dhamir) dari kata li yuzhhirahu kembali kepada agama yang
haq, bukan kepada Rasulullah saw. Sebab maksud kata ini adalah keunggulah
(dhuhur) suatu agama atas agama yang lain, bukan keunggulan seseorang atas agama.
penyebaran. Dan Allah SWT memberikan karunia dengan mewujudkan hal itu dan
kelak wilayah penyebaran Islam akan meluas, sehingga Islam tetap kokoh di segala
saw yang akan memenangkan agama Islam atas semua agama. Pada ayat (kedua) ini
Allah menyebut nama-Nya secara jelas (rasulullh), sedangkan pada ayat pertama
Adapun sifat-sifat para sahabat, telah disebutkan tentang mereka di dalam Taurat dan
Injil.
orang-orang kafir yang tidak mengerti kecuali logika pemaksaan dengan kekuatan.
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam mencintai dan mengasihi satu sama lain
laksana satu badan, jika mengeluh satu anggota darinya maka seluruhnya saling
mengundang tidak tidur dan sakit (Musnad Ahmad bin Hambal: 4; 268, 270, dan
274).
3- Kamu lihat mereka ruku dan sujud, sifat ini meleburkan keadaan lahir mereka
dan bahwa mereka sangat tekun dalam beribadah. Karena itu ayat menyebutkan:
kamu lihat mereka ruku dan sujud, yakni, kamu melihat mereka dalam beribadah,
yang merupakan tanda sikap pasrah dan patuh kepada perintah Allah SWT.
Mungkin saja, pasangan kata (qaid) pada bagian akhir kalimat mengisyaratkan bahwa
mereka, yaitu; tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka bekas sujud. Jadi
mereka dikenali sebagai orang yang banyak ibadah dari wajah-wajah mereka, karena
mereka banyak ruku dan sujud kepada Allah SWT. Inilah sifat-sifat mereka yang
konsisten dalam potensi dan kekuatan, yang dengan itu mampu menjengkelkan orang-
orang kafir. Mereka bagaikan tanaman yang kuat, besar dan tegak di atas akar dan
mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya tanpa riy` dan sumah (pencarian reputasi). Dan
di sisi lain mereka berjihad di jalan Allah dengan berharap tersebarnya Islam, dengan
orang mukmin; sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
Jadi, masyarakat Islami ialah yang dengan keimanan, amal, jihad, dan gerak yang
kejengkelan lawan.
Tak hanya itu, Allah SWT pun menjanjikan ampunan dan pahala besar bagi
juga menyelinap di tengah barisan para sahabat secara umum. Maka, tidak benar jika
dikatakan bahwa Allah SWT menjanjikan ampunan bagi setiap atau semua sahabat
Nabi saw sementara hatinya kosong dari keimanan; (di mana sahabat di sini
didefinisikan sebagai orang yang telah melihat dan hidup bersama Nabi saw).
Oleh sebab itu, Allah SWT berfirman: Allah menjanjikan kepada orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan
dan pahala yang besar... Kata minhum pada ayat ini menerangkan tentang
ampunan yang tidak meliputi semua sahabat, tetapi dikhususkan pada kelompok
Apabila dikatakan bahwa kata min pada ayat di atas merupakan kata
ke dalam kata ganti (dhamir). Argumen ini didukung oleh kabar yang jelas dalam al-
Quran: wa min ahli l-madiinati maraduu alaa n-nifaaq laa talamuhum nahnu
Yang mudah dipahami ialah bahwa tidak mungkin ampunan dan pahala yang
besar dapat dikatakan meliputi seluruh sahabat Nabi (saw) tanpa kecuali, sementara
pada diri mereka terdapat bermacam-macam karakter, sifat dan amalan. Mereka itu
antara lain; pertama, ada orang munafik yang diketahui, sebagaimana firman Allah
Kedua, orang munafik lain yang tidak beliau ketahui; dan di antara penduduk
mengetahui mereka, (tetapi) Kami lah yang mengetahui mereka [at-Taubah: 101].
Ketiga, Allah menyifati mereka sebagai orang yang hatinya berpenyakit; Dan
ingatlah ketika orang-orang yang munafik dalam hatinya berkata: Allah dan rasul-
Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya [al-Ahzab: 12].
suara apa saja setiap kali berbunyi. Dan mereka itu seperti bulu dalam hembusan
angin, yang kadangkala condong pada muslimin dan kadang-kadang condong pada
orang-orang kafir. Allah SWT menyifati mereka seperti ini: Jika mereka berangkat
bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan
Kelima, mencampurkan amal saleh dengan keburukan, yakni: Dan (ada pula)
lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar
terhadap Allah seperti sangkaan Jahiliyah. Mereka berkata: Apakah ada bagi kita
barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?. Katakanlah: Sesungguhnya
urusan itu seluruhnya di tangan Allah. Mereka menyembunyikan dalam hati mereka
Ketujuh, al-Quran menyebut tentang orang fasik, yaitu: hai orang-orang yang
beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah
dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
[al-Hujurat: 6]. Dalam konteks asbabun nuzul ayat ini, orang yang dimaksud adalah
al-Walid bin Uqbah, seorang sahabat yang disebut fasik. Selain itu, Allah SWT juga
menegaskan perihal tiadanya iman dalam hati mereka, seperti ini: Orang-orang
badui itu berkata: Kami telah beriman!. Katakanlah (kepada mereka): Kamu belum
beriman, tetapi katakanlah kami telah tunduk, karena iman itu belum masuk ke
(zakat). Mereka disebut dengan orang yang terbujuk hatinya; Sesungguhnya zakat-
kambing menjauhi srigala. Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir yang sedang menyerangmu, maka
mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak
menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu
kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka
Fakta sejarah menyebutkan, tidak sedikit jumlah sahabat yang lari dari medan-
medan peperangan. Tentang perang Uhud, Allah SWT berfirman: Ketika kamu lari
dan tidak menoleh kepada seorangpun, sedang rasul yang berada di antara kawan-
kawanmu yang lain memanggil kamu [Al-Imran: 153]. Kata farrr (yang lari dari
perang) tidak hanya terjadi pada perang Uhud, tapi juga disebutkan terjadi di perang
jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu
sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke
saw yang dijelaskan al-Quran. Jika demikian, mungkinkah Allah SWT, Yang Maha
Bijaksana, menjanjikan ampunan bagi seluruh sahabat yang bermacam-macam sifat
itu tanpa terkecuali? Belum lagi penjelasan ayat-ayat al-Quran yang lain tentang amal
perbuatan mereka.
Tentu saja, di antara mereka tidak sedikit orang-orang yang ikhlas. Allah SWT
menjanjikan ampunan bagi kelompok tertentu dari mereka, tapi bukan untuk seluruh
mereka. Sebagaimana sifat adil mereka pun demikian, yakni, tidak semua sahabat itu
adil.
Surat al-Hadid
Tamtsl 50
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu
serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti)
ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya, dan kehidupan
dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (al-Hadid 20)
Tafsir Ayat
Kata al-kuffr; jamak dari al-kfir, berarti menutupi. Makna yang dimaksud
dalam konteks ayat ini ialah az-zri (yang menanam). Seorang disebut al-kfir billh
(yang tidak beriman kepada Allah) ialah karena ia menutupi kebenaran. Penggunaan
kata az-zri bermakna ia menutupi cintanya di bawah tanah. Kata ini terdapat dalam
Kata haij; seperti dikatakan dalam hja (-yahiiju) al-baqalu berarti sayur itu
layu. Kalimat tsumma yahiiju dalam ayat ini berarti kemudian menjadi kering,
Kata al-huthm bermakna pecahnya sesuatu atau hancur. Dalam ayat lain
diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari [an-
Naml: 18].
kehidupan dunia dan beberapa macam tingkatan yang akan dilalui manusia; 1)
tentang banyaknya harta dan anak. Kedua: penyerupaan awal-akhir dunia dengan
kehijauannya, yang dengan cepat berubah menjadi rumput kering yang dihamburkan
angin.
Yang dapat diambil dari tamtsil ini, bahwa: kehidupan dunia ialah kesenangan
yang menipu. Dunia hanyalah sebuah perantara bagi tipuan dan kesenangan. Para
penghuni dunia seringkali tertipu, sebab mereka membayangkan dunia juga sebagai
akhir dan tujuan kehidupan. Berbeda dengan sebagian orang mukmin, yang
menganggap dunia hanya sebagai sebuah jembatan untuk menuju kehidupan yang
lain. Karena itulah mereka tidak tertipu oleh dunia. Mereka bahkan mengambil (atau
tamtsil yang ada pada bagian kedua, kita kembali melihat pada penafsiran dari setiap
Perkara pertama: Kehidupan manusia mulai dari lahir hingga akhir hayatnya
terbentuk dari lima tingkatan: pertama; ialah laibun (permainan). Bermain adalah
tempat yang diatur untuk obyek fantasi (khayal) seperti permainan anak-anak.
Tingkatan ini menyertai kehidupan manusia sejak kanak-kanak dan masa belianya.
Permainan itu beraneka ragam bentuk sesuai tingkat usia. Dan permainan merupakan
melalaikan) manusia. Tingkatan ini berawal ketika manusia menginjak usai baligh
dan mulai tumbuh dewasa, yang dalam dirinya terdapat kecenderungan pada tempat-
tempat hiburan dan hal-hal yang melalaikan. Ketiga: Hubbuz ziinah (senang pada
perhiasan). Perhiasan seperti pakaian mahal, kendaraan mewah, rumah megah, dan
anak. Pada tingkatan ini, manusia sampai pada usia memikirkan tentang banyak harta
Pembagian tingkatan kehidupan yang dilalui manusia menjadi lima itu bukan
berarti bahwa semua manusia harus melewati semua tingkatan itu tanpa terkecuali.
Maksudnya adalah bahwa manusia secara garis besar akan mengalami lima tingkatan
tersebut.
Namun demikian, untuk sebagian manusia, bisa saja kepribadian mereka dari
awal sampai akhir hayatnya terbatas pada dua tingkatan yang pertama (yakni
tingkatan pertama dan kedua). Mereka, misalnya, menganggap bermain dan hiburan
adalah hal yang terpenting dalam kehidupan mereka. Sebagaimana ada sebagian lain
yang terbatas pada tingkat ketiga dan keempat saja. Mereka senang mengenakan
Di riwayatkan dari Syeikh al-Baha`i bahwa lima perkara yang disebut dalam
ayat tersebut merupakan tahapan menurut tingkatan usia manusia dan tingkat-tingkat
kehidupannya. Manusia pertama menyukai bermain; ia sebagai anak kecil atau ketika
berusia hendak memasuki baligh. Selanjutnya, ketika sudah baligh dan tumbuh
sibuk dengan perhiasan berupa pakaian mahal, kendaraan mewah dan rumah yang
menginjak masa tua (beruban), ia berusaha memperbanyak harta dan anak. (al-Mizan:
9/164).
menyerupai tanah subur yang ditimpa hujan lebat. Lalu tanamannya tumbuh, mekar
tanaman itu menjadi kuning dan mengering, yang di setiap sisinya mudah
dihamburkan angin. Tanaman-tanaman yang rusak itu pun tak lagi berbentuk
sebagaimana sebelumnya. Pada saat itu tampaklah hakikat di hadapan manusia,
hidup kekal di dalamnya. Padahal kehidupan dunia berlalu sangat cepat, wajah
hakikat pun tersingkap dalam waktu yang tak lama. Pendeknya, ayat di atas bertujuan
Surat al-Hasyr
Tamtsl 51
annahum qaumun l yaqilun. Ka matali l-ladzina min qablihim qariban dzqu wabla
Artinya; Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu,
antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka iu bersatu sementara
hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah
kaum yang tiada mengerti. (Mereka adalah) seperti orang-orang yang belum lama
sebelum mereka telah merasai akibat buruk dari perbuatan mereka, dan bagi mereka
Tafsir Ayat
Kata al-ba`s dan al-ba`s` berarti bencana. Kata al-wabl artinya adalah
telah diusir Rasulullah (saw), dan mereka berkomplot untuk membunuh beliau.
saw memerintahkan kepada Bani Nadhir agar berpindah dan meninggalkan harta
benda mereka. Namun mereka tidak mematuhi perintah tersebut. Sementara itu, kaum
munafik yang mendukung bani Nadhir tidak berpindah dan membantu mengobarkan
Bani an-Nadhir tinggal beberapa hari di dalam benteng-benteng mereka dan sengaja
tidak keluar sambil mengharap datangnya bala bantuan yang dapat memperkokoh
kekuatan mereka.
bahwa Mereka tidak akan memerangi kalian wahai orang-orang mukmin! Kecuali
akan menampakkan diri dalam memerangi kalian (mukminin) karena takut kepada
kalian. Mereka akan memerangi kalian dengan memakai baju besi di benteng-benteng
mereka, atau di balik tembok pertahanan mereka. Yakni, mereka akan menyerang
kalian (mukminin) dari balik tembok dengan anak panah dan batu.
qulubuhum syatt (sedang hati mereka berpecah belah). Hal yang demikian itu
yaqilun (yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada
mengerti).
Kemudian mereka diumpamakan dengan: Sesungguhnya perumpamaan bagi
mereka ialah tipuan mereka akan jumlah, potensi, dan kekuatan mereka. Kalimat ka
matsali l-ladzina min qablihim [(Mereka adalah) seperti orang-orang yang belum
lama sebelum mereka]; yaitu mereka adalah orang-orang musyrik Quraisy yang telah
lain yang dimaksud dengan mereka di sini adalah kabilah Bani Qainuq yang diusir
oleh Rasulullah saw sepulang dari perang Badr, karena mereka telah melanggar
perjanjian.
akibat buruk dari perbuatan mereka); yakni akibat kekufuran mereka; dan balasan
Tamtsl 52
Kamatsali sy-syaithni izd qla li l-insni kfur fa lamm kafara qla inni bari`un
ketika dia berkata kepada manusia: kafirlah kamu, maka tatkala manusia itu telah
kafir ia berkata: Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya
Tafsir Ayat
mereka agar keluar dari Madinah. Tetapi kaum munafik menjanjikan pertolongan
kepada mereka dengan mengatakan; Jika kalian diusir maka kamipun akan keluar
bersama kalian; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk
(menyusahkan) kalian, dan jika kalian memerangi (yang mengusir kalian) pasti kami
Tetapi janji itu adalah bohong, dan Allah SWT menegaskan: ..Dan Allah
mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan
sesungguhnya jika mereka berperang, niscaya orang-orang munafik itu tidak akan
niscaya akan berpaling lari ke belakang, kemudian mereka tiada akan mendapat
mengusir mereka (Bani an-Nadhir) dengan kuat dan keras. Dan ternyata tidak ada
pertolongan, bantuan, dan dukungan apapun dari kaum munafik. Janji mereka (kaum
munafik) dusta seperti janji setan, yang mengatakan kepada manusia kafirlah!. Lalu
setelah manusia kafir maka setan berkata; sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu,
karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam. Artinya, setan
menyuruh manusia untuk kafir, tetapi pada akhirnya ia akan berlepas diri dari manusia
Apakah mukhthab (yang diajak bicara) melalui kalimat kafirlah kamu! itu
adalah ditujukan kepada seluruh manusia yang tertipu oleh bujukan setan dan janji-
janji palsunya, yang kemudian setan akan meninggalkan dan berlepas diri dari
Jika kami katakan yang kedua, maka sesungguhnya setan telah menjanjikan
kemenangan bagi Quraisy di perang Badr. Sebagaimana yang terungkap dalam firman
Allah SWT: Dan ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan
mereka dan mengatakan: Tidak ada seorang manusia pun yang dapat menang
terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya kami ini adalah pelindungmu.
Maka tatakala kedua pasukan itu telah dapat saling melihat (berhadapan), setan pun
berbalik ke belakang sambil berkata: Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian;
sesungguhnya kami dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat;
sesungguhnya kami takut kepada Allah. Dan (sesungguhnya) Allah sangat keras
Selain itu, di sini masih ada pendapat ketiga. Yaitu, setan memberi janji
kepada seorang hamba ahli ibadah dari Bani Israil bernama Barshish, yang akhirnya
terpedaya oleh tipu daya setan dan menjadi kafir. Dan pada saat-saat yang
menentukan, setan berlepas dari dirinya. Para mufasir menyebutkan bahwa Barshish
dari Allah SWT, penj.) bisa menyembuhkan orang-orang gila yang datang kepadanya
hanya dengan doanya. Suatu hari ia kedatangan seorang perempuan terhormat yang
tempat Barshisha (untuk diobati). Ketika itulah, setan selalu membujuk Barshisha
sampai akhirnya Barshisha menzinahi perempuan itu, hingga kemudian hamil. Ketika
menguburnya. Setelah melakukan semua itu, setan pun pergi dan menemui salah
seorang saudara si perempuan. Setan menceritakan apa yang telah diperbuat si rahib
bernama Barshisha itu dan bahwa ia telah menguburnya di satu tempat. Kemudian
setan mendatangi saudara laki-lakinya yang lain satu persatu dan menceritakan hal
yang dialami saudara perempuan mereka. Sampai suatu ketika, seorang saudara laki-
laki dari mereka menemui saudaranya yang lain, dan mengatakan: Demi Allah, telah
datang orang asing kepadaku sambil mengatakan suatu hal yang sangat
mengejutkanku. Setiap dari mereka pun satu sama lain menyebutkan hal yang sama,
hingga masalah ini sampai di telinga raja mereka. Maka bangkitlah raja dan orang-
mensalibnya. Ketika Barshisha telah berada di atas kayu salibnya, setan menjelmakan
diri di hadapannya dan berkata: Akulah yang telah menjerumuskan kamu dalam hal
ini! Apakah kamu mentaatiku terhadap apa yang akan kukatakan kepadamu, lalu aku
diperintahkan untuk bersujud dan mau mengikuti perintah setan. Lalu, ia pun kafir
Tamtsl 53
gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada
Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka
Tafsir Ayat
yang sangat dengan merendahkan diri (tadharru). Al-khusyu lebih banyak digunakan
pada hal-hal yang bersifat lahiriyah (jawrih), sedangkan adh-dharah lebih banyak
berarti jika hati merendah maka tunduklah anggota-anggota badan. Hal ini
dikuatkan oleh pernyataan bahwa Allah SWT menyebutkan al-khusyu pada suara dan
Kata at-tashadduq pada ayat di atas berarti terpecah belah sesudah keadaan
stabil.
Dalam tafsir ayat ini para mufasir mempunyai dua pandangan: Pertama,
seandainya al-Quran diturunkan kepada sebuah gunung, yang amat keras, besar,
kokoh, dan tak tergoyahkan oleh bencana alam, niscaya gunung itu akan tergetar dan
terpecah belah karena takut kepada Allah. Jika demikian keadaan gunung, maka
semestinyalah manusia lebih patut tunduk kepada Allah SWT ketika melantunkan
ayat-ayat-Nya. Maka, betapa kerasnya hati mereka yang kafir dan betapa kerasnya
watak mereka yang tidak terpengaruh ketika mendengarkan, menyimak dan membaca
al-Quran.
sebagaimana firman Allah SWT: Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang
mengalir sungai-sungai dari padanya dan di antaranya ada yang terbelah lalu
keluarlah mata air dari padanya dan di antaranya ada yang meluncur jatuh, karena
Jadi, ayat di atas yang menyatakan bahwa sekiranya al-Quran turun kepada
sebuah gunung niscaya akan hancur lebur dan merendah diri karena takut kepada
Atas dua makna tersebut, maka ayat ini bukanlah termasuk tamtsil
(penyerupaan sesuatu dengan sesuatu), tetapi ini merupakan salah satu penyebutan
hakikat. Ayat di atas menunjukkan sifat berikut: Kalau sekiranya Kami menurunkan
al-Quran kepada sebuah gunung, pasti akan menjadi demikian dan demikian.
(tasybih), bahwa Allah SWT menyerupakan hati orang kafir dan shi (pelaku maksiat)
dengan gunung dan batu, yang tidak terpengaruh oleh sentuhan al-Quran. Dan,
kalaupun tidak begitu keras, hati mereka laksana batu. kenyataannya bahwa batu pun
bisa dipecahkan oleh (air) sungai atau dia terjatuh karena takut kepada Allah. Oleh
karena itu, ayat di atas dapat dikategorikan sebagai tamtsil jika dilihat dari adanya
Surat al-Jumuah
Tamtsl 54
yahmilu asfran bi`sa matsalu l-qaumi l-ladzina kadzdzabu bi yti l-llhi wa l-llhu
Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa
ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. [al-
Jumah: 5]
Tafsir Ayat
Kata al-asfr dari kata tunggal as-safar yang bermakna membuka tutup,
digunakan khusus untuk makna kepala, seperti pada kalimat: safara al-immatu
anir-ra`si, artinya, membuka serban dari kepala). Juga kalimat: wa l-khimr mina l-
wajhi, artinya, dan tudung dari wajah. Sedangkan kata as-sifr, berbentuk jamak asfr,
Para mufasir menyebutkan, ketika Allah SWT berfirman bahwa Dia mengutus
menjadikan ayat ini sebagai dalih pengingkar atas keluasan risalah Rasulullah saw.
Mereka mengatakan; Sesungguhnya Muhammad diutus khusus kepada Arab dan tidak
kepada mereka. Ketika itulah turun ayat ini, dan menyerupakan mereka seperti keledai
yang membawa kitab-kitab tetapi tidak pernah mengambil manfaat darinya. Sebab, di
dalam Taurat disebutkan tentang Muhammad saw dan memberi kabar gembira akan
tersebut.
Selain itu, perumpamaan ayat tersebut tertuju kepada keadaan orang yang
untuk mengamalkannya (Taurat). Disebutkan dalam riwayat bahwa kata ini bukanlah
berasal dari kata al-haml (membawa) di atas punggung, tetapi dari kata al-
hamlah yang bermakna al-kaflah wa adh-dhamn (jaminan, tanggungan). Oleh
sebab itu, al-kafil dikatakan bermakna al-hamil (yang menjamin, menanggung). Atau
lam yahmiluha (tidak memikulnya), yakni tidak menunaikan haknya dan tidak
seperti keledai, sebagaimana firman Allah SWT: seperti keledai yang membawa
rendah dan hina yang tidak dimiliki binatang lainnya, yang bodoh dan pandir, di
samping karena adanya kesesuaian kata antara kata al-asfr (kitab-kitab) dan al-himr
(keledai).
Jadi, ayat di atas mengungkapkan cela kaum Yahudi, dan pada saat yang sama
memperingatkan kepada seluruh kaum muslimin agar mereka tidak jatuh ke dalam
keadaan seperti yang terjadi pada kaum Yahudi. Sebuah keadaan merugi, disebabkan
tidak mau mengambil manfaat dari Al-Kitab yang diturunkan (al-Quran), yang di
dalamnya terdapat obat segala penyakit dan penyembuh setiap luka di dalam dada.
muslimin lalu ditinggalkan, dan hanya dijadikan pelengkap atau alat mencari berkah
di dalam pesta-pesta perkawinan, atau menjadi jimat-jimat bagi anak-anak kecil, atau
Sungguh, kerugian besar apabila mereka memandang al-Quran tidak dengan cara pikir
Surat at-Tahrim
Tamtsl 55
Dharaba l-llhu matsalan lilladzina kafaru mra`ata nuhin wa mra`ata luthin knat
tahta abdaini min ibdin shlihin fa khnathum fa lam yughniy anhum mina l-
Artinya: Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orng-
orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di
antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya,
maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah;
Tafsir Ayat
Salah satu metode pendidikan ialah dengan menampilkan contoh nyata dari
keberadaan orang yang telah mencapai puncak kemuliaan akhlak, atau orang yang
telah jatuh dalam titik rendah keburukan. Pada ayat ini al-Quran menampilkan dua
istri nabi (Nuh dan Luth salam atas mereka) yang telah berbuat munafik dan
melakukan pengkhianatan. Dan upaya untuk mendekati mereka tidak akan pernah
Motivasi dari tamtsil ini adalah mengungkapkan aib dua istri Rasulullah saw,
memberitahukan bahwa kedudukan mereka sebagai istri-istri Rasul sama sekali tidak
menjamin keselamatan mereka dari azab. Sebagaimana istri Nabi Nuh as dan Nabi
Luth as yang tidak memperoleh manfaat atas statusnya sebagai istri seorang nabi, dan
sebagian istri beliau; Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia
kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala
(Hafsah) menceritakan peristiwa itu kepada (Aisyah) dan Allah memberitahukan hal
itu (semua pembicaraan antara Hafsah dengan Aisyah) kepada Muhammad lalu
Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu? Nabi menjawab: Telah
diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha mengetahui lagi Maha mengenal.
[at-Tahrim: 3].
sebagian istri beliau, sebagaimana firman Allah: Dan ketika Nabi membicarakan
secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafsah) suatu peristiwa.
Adapun rahasia yang telah beliau bicarakan secara rahasia kepadanya tidaklah jelas,
sehingga kita tidak dapat begitu saja berpegang pada apa yang disebutkan di dalam
tafsir-tafsir mengenai pengharaman madu atas diri beliau dan orang lain.
Kedua, Nabi saw berbicara kepada istrinya secara rahasia tetapi dia tidak
kepada istri Nabi saw yang lain, seperti disebutkan dalam ayat: Maka tatkala ia
menceritakan peristiwa itu. Para mufasir sepakat bahwa dua perempuan itu, yang
pertama adalah Hafshah, dan yang kedua adalah Aisyah. Ia telah berbicara buruk dan
telah menyebarkan rahasia Rasulullah saw, padahal ia wajib menutupi rahasia itu.
yakni: dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafsah
yang telah ia sebut, dan beliau enggan menyebutkan semua (rahasia) yang telah ia
sebarkan. Nabi saw mengetahui semua percakapan itu namun beliau berpegang pada
pembicaraan. Dan, melupakan kesalahan orang termasuk akhlak yang mulia. Dalam
Hafshah bertanya: Siapakah yang telah memberitahumu akan hal ini?. Rasulullah
saw menjawab: Yang Maha Mengetahui dan Maha Mengerti yang telah
Hafsah dan Aisyah) lalu Hafsah bertanya: Siapakah yang telah memberitahukan hal
ini kepadamu? Nabi menjawab: Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang
Dalam hal ini, si pendengar rahasia juga berdosa seperti si penyebar. Lalu
Allah SWT mengungkapkan cela mereka dan memerintahkan agar mereka bertaubat
karena hati mereka telah menyimpan dosa. Dan seandainya mereka tidak berhenti
menyakiti Rasulullah saw, maka mereka memaklumi bahwa Allah adalah penjaga dan
penolongnya; amin al-wahy (Jibril as) juga penolong Nabi saw; dan orang-orang saleh
dari kaum mukminin, serta orang-orang pilihan, pasti akan membela beliau. Dan
setelah mereka lalu para malaikat Allah yang menolong beliau. Seperti disebutkan
dalam kelanjutan ayat di atas (at-Tahrim ayat 4): ....hendaknya kalian berdua
bertaubat kepada Allah, setelah hati kamu berdua condong (pada dosa). Dalam
kebaikan). Dan jika mereka bekerja sama untuk menyakiti Nabi saw, maka
sesungguhnya Allah SWT adalah pelindungnya, juga Jibril, orang saleh dari kaum
Dua ayat al-Quran [at-Tahrim: 3-4] ini memberitahukan tentang dua istri
(yang seharusnya) menunaikan tugas dan kewajiban sebagai istri, yakni menjaga
kepada mereka: Bertaubat dari dosa, atau tidak berhenti dalam kesesatan mereka. Jika
mereka tetap condong kepada dosa, maka akan sia-sia saja segala yang mereka
niatkan terhadap Nabi. Sebab, Nabi saw mempunyai pelindung dan penolong; yaitu
Allah SWT, para malaikat, dan orang saleh dari kaum mukmin.
keadaan mereka berdua seperti dua istri nabi sebelumnya (Nuh dan Luth salam atas
disebutkan dalam beberapa riwayat. Sebab, istri seorang nabi sama sekali tidak akan
Ibn Abbas berkata: Istri Nuh adalah kafir yang telah mengatakan kepada
orang-orang bahwa ia (Nuh) adalah orang gila. Dan apabila ada seseorang beriman
kepadanya, maka ia (istri Nuh) memberitahu kepada penguasa bahwa orang itu adalah
kaum Nuh. Sebagaimana istri Luth yang memberitahukan siapa orang-orang yang
rahasia suami-suami mereka. Karena itu, mereka telah menjadi contoh yang jelas
dalam pengkhianatan.
Mereka mengira bahwa kedekatan dengan para rasul bisa menjauhkan mereka
dari azab Allah. Mereka tidak menyadari bahwa sekedar kedekatan tidaklah cukup
untuk memberikan manfaat, tanpa adanya keimanan dan amal saleh. Allah SWT
berfirman: Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di
antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya [al-
Mu`minun: 101]. Allah SWT berfirman kepada anak keturunan Adam: Hai anak-
anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang menceritakan
perbaikan, tidak akan ada kekhawatiran bagi mereka dan tidak (pula) mereka
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kedekatan dengan Rasulullah saw tidak
akan bermanfaat bila tidak disertai keimanan yang tulus dan amal saleh. Menjadi
teman bergaul seorang Rasul bukanlah bukti satu-satunya bukan pula menjamin
bahwa ia seorang yang adil dan selamat. Di mata Allah, para sahabat Nabi saw tidak
beda dengan tbiin. Dia akan menghukum mereka sebagaimana menghukum tbiin,
sebagaimana golongan kedua (tbiin) di antara mereka ada yang saleh dan ada yang
thleh (yang keji). Para sahabat Nabi saw pun sebagian ada yang saleh dan sebagian
Tamtsl 56
Wa dharaba l-llhu matsalan li l-ladzina manu mra`ata firauna idz qlat rabbi bni li
indaka batan fi l-jannah wa najjini min firauna wa amalihi wa najjini mina l-qaumi
zh-zhlimin. Wa maryama bnata imrna l-lati ahshanat farjah fa nafakhn fihi min
di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan
selamatkanlah aku dari kaum yang zalim. Dan (ingatlah) Maryam putri Imran yang
ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya,
Tafsir Ayat
Kata hishn yang berbentuk jamak hushun berarti benteng. Kata ini
menjaga dirinya dengan cara menjauhi perbuatan hina (aff) , atau dengan menikah.
Sedangkan qunuth ialah keharusan taat yang disertai ketundukan. Makna kata
tentang kekejian sebagian perempuan, dalam ayat ini al-Quran menyebutkan contoh
lain, yaitu tentang ketakwaan dan keafifahan sebagian perempuan yang lain.
Al-Quran menampilkan Asiyah binti Muzahim, istri Firaun, sebagai perempuan yang
telah mencapai keimanan dan ketakwaan tinggi. Asiyah memohon kepada Allah SWT
Diriwayatkan bahwa Firaun menancapkan empat pasak pada tubuh Asiyah dan
Inilah perempuan sempurna yang telah berkorban (di jalan Allah) demi
sedikitpun tidak pernah menginginkan dunia dan segala kemilaunya. Tatkala kematian
sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, dan
Kata indaka (di sisi-Mu) yang diucapkan Asiyah mengarah pada dekatnya ia
dengan rahmat Allah, dan kata fi l-jannah (di surga) menjelaskan kedudukan qurb
(dekat) dengan-Nya.
Ia telah memilih berdekatan dan qurb dengan Allah SWT, dan lebih
yang tidak dapat dibandingkan dengan kenikmatan abadi (di sisi Allah SWT).
yaitu Maryam binti Imran; Dan (ingatlah) Maryam putri Imran yang memelihara
kehormatannya, maka Kami titipkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan)
Kami, dan dia membenarkan kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya, dan adalah dia
Dalam ayat ini, Allah SWT menyifati Maryam dengan sifat-sifat berikut:
menjadi seorang perempuan yang afifah dan mulia. Sifat ini melawan kebohongan
yang dibuat-buat kaum Yahudi terhadapnya, sebagaimana diungkapkan dalam firman
Allah: ..dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar [an-Nisa:
156]. Dan: .....Dan (Maryam) yang telah memelihara kehormantannya, lalu Kami
rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami); yakni keadaannya (Maryam) adalah
afifah dan terpelihara kesuciannya, ia patut dipuji dan dibalas kebaikan. Maka Allah
pun mengamanatkan ruh al-Masih kepadanya, hal mana menyandarkan ruh kepada
Allah berarti penyandaran pengagungan. Dia (Maryam) adalah perempuan yang tak
bersuami (tapi) beranak dan anaknya menjadi seorang nabi Allah yang agung.
Dua sifat ini telah disinggung dalam surat al-Anbiya: Dan (Maryam) yang
telah memelihara kehormantannya, lalu Kami tiupkan ke dalam (tubuh)nya ruh dari
Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya sebagai tanda (kekuasaan Allah) yang besar
Di dalam dua ayat di atas terdapat perbedaan kata ganti nama (dhamir):
nafakhn fih min ruhin. Dan dalam surat at-Tahrim ayat 12 ber-dhamir laki-laki
Berikut ini disebutkan bahwa dhamir pada ayat 91 surat al-Anbiya kembali
kepada Maryam, namun kedudukannya kembali pada Isa (as). Dan disebutkan (pula)
kata fih (dhamir muannats) kembali pada nafs (diri) Isa. Dan kata nafs (dalam
Menurut penulis, hal ini tidak sesuai dengan lahiriyah ayat. Sebab (dalam ayat
itu) Allah SWT hendak menerangkan balasan bagi Maryam karena ia telah
memelihara kehormatannya. Sedangkan kata nafkh (meniupkan ruh) pada ayat adalah
tentang Isa (al-Masih) yang merupakan pemuliaan baginya, bukan tentang balasan
bagi Maryam.
kalimt dalam ayat ini barangkali adalah syariat di masa lampau. Dan al-kutub
ialah kitab-kitab yang turun, yang kemungkinannya adalah wahyu yang tidak
berbentuk kitab.
kepada Allah dan dia termasuk orang-orang yang taat, tunduk dan konsisten dalam
dimasukkan dalam bentuk mudzakkar (seperti mina l-qanitin dan bukan mina l-
maryamu qnuti li rabbika wa sjudi wa rakai maa rliin [Al Imran: 43], dan bukan
Pembahasan ini kami akhiri dengan menyebutkan tiga riwayat sebagai berikut:
Banyak yang sempurna dari kaum laki-laki, dan tiada yang sempurna dari kaum
perempuan melainkan empat orang: Asiyah binti Muzahim istri Firaun, Maryam binti
Imran, Khadijah binti Khuwailid dan Fatimah binti Muhammad (saw) [Majm al-
Bayan: 5/320].
Kaum perempuan penghuni surga yang paling utama ialah: Khadijah binti
Khuwailid, Fatimah binti Muhammad (saw), Maryam binti Imran dan Asiyah binti
Muzahim istri Firaun, sebagaimana Allah mengisahkan kepada kita tentang mereka;
Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga. [Ad-Durr
al-Mantsur: 8/229].
perempuan Firaun (Asiyah binti Muzahim) dan saudari Musa [Ad-Durr al-Mantsur:
8/229].
Surat al-Mulk
Tamtsl 57
Amman hdz l-ladzi yarzuqukum in amsaka rizqahu bal lajju fi utuwwin wa nufur.
mustaqim.
Artinya: Atau siapakah dia ini yang memberi kamu rezki jika Allah menahan
diri? Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak
mendapat petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?.
Tafsir Ayat
Kata lajj diangkat dari kata lajj, bermakna terus menerus menentang di dalam
mengambil tindakan yang dihalangi. Kata utuww berarti durhaka, congkak; dan kata
pada wajahnya. Seperti dalam ayat: fa kubbat wujuhuhum fi n-nr, artinya: maka
kuda balap terkadang jatuh. Dan yang dimaksud dengan qarinah (pasangan) di sini
ialah lawan kata dari muqibban; yamsyi sawiyyan, yakni yang berjalan dan
mukanya (tunduk) ke tanah, bukan yang jatuh (ke tanah). Ath-Thabarsi mengatakan:
Menundukkan kepalanya ke tanah, dan ia tidak melihat jalan, atau bukan menghadap
ke jalan.
terus-menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri dari kebenaran serta masih
petunjuk yang berjalan di jalan lebar tauhid dan tidak menyembah apapun kecuali
Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, memberikan sebuah perumpamaan yang
khas.
Perumpamaan mereka (yang sesat dan tidak mendapat petunjuk) ialah seperti
orang yang berjalan di atas tanah yang berliku-liku dan tidak lurus yang sarat dengan
ke tanah. Sedangkan yang mendapat petunjuk seperti orang yang berjalan di atas
tanah lebar yang benar dan lurus tanpa mengalami halangan dan kesukaran, sehingga
Perbedaan antara dua golongan ini bukanlah pada cara berjalannya, tetapi pada
jalan yang mereka pilih; jalan orang-orang kafir itu berliku-liku dan banyak kesulitan,
sementara jalan orang-orang yang mendapat petunjuk lurus dan lapang. Akibatnya, ia
yang melewati jalan yang pertama akan tergelincir dan terjerembab di atas tanah,
sedangkan ia yang melalui jalan kedua sampai pada tujuan dengan aman dan selamat.
Jadi, ta`wil ayatnya ialah; Maka apakah orang yang berjalan di jalan yang tidak lurus
bahkan berliku-liku dan terjungkal di atas mukanya (terbalik) itu lebih banyak
mendapat petunjuk, ataukah orang yang berjalan tegap dan lurus di atas jalan yang
Seperti orang yang berjalan di sebuah jalan dalam keadaan wajahnya jatuh terjungkal,
yang tidak melihat ketinggian, kerendahan, kelicinan dan kesulitan jalan itu. Maka
yang berjalan ini bukanlah seperti orang yang berjalan secara tegap di jalan yang
lapang dan lurus, sehingga ia dapat melihat langkah kakinya dan jalan yang
dihadapinya dengan tertib serta dapat melihat tujuan yang ditempuh secara jelas.
yang mereka ketahui, sehingga mereka gelap dari pengetahuan kebenaran yang harus
diketahui dan jauh dari amal yang harus diamalkan. Mereka tidak tunduk pada
kebenaran meskipun mereka mengetahui perkara dengan jelas. Maka, mereka pun