Anda di halaman 1dari 16

FAKULTAS TARBIYAH IAIN AR-RANIRY BANDA ACEH

BAHAN UJIAN KOMPRENSIF


MATA KULIAH: TAFSIR
DOSEN PENGUJI: DR. H. HASAN BASRI, MA
Nama

: Muhammad Isa

Nim

: 210615826

Jurusan : TPA

1.ASBABUN NUZUL
A)Pengertian
Ada tiga definisi yang dikemukakan oleh ahli tafsir tentang Asbabun Nuzul :
1. Suatu peristiwa yang terjadi menjelang turunnya ayat. Sesuai dengan pendapat AlZarqoni :

2. Peristiwa-peristiwa pada masa ayat-alquran itu diturunkan (yaitu dalam waktu 23


tahun), baik peristiwa itu terjadi sebelum atau sesudah ayat itu diturunkan.
3. Peristiwa yang dicakup oleh suatu ayat, baik pada waktu 23 tahun itu maupun
yang terjadi sebelum atau sesudahnya. Ini sesuai dengan definisi yang
dikemukakan oleh Subhi Sholeh yang berbunyi :

Sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang
mengandung sebab itu, atau member jawaban terhadap sebab itu, atau
menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut.
Pengertian ketiga ini memberikan indikasi bahwa sebab turunnya suatu ayat
adakalanya berbentuk peristiwa dan adakalanya berbentuk pertanyaan. Satu ayat atau
beberapa ayat yang turun untuk menerangkan hal yang berhubungan dengan peristiwa
tertentu atau member jawaban terhadap pertanyaan tertentu. Dalam hal ini termasuk
pendapat al-wahidi, yang menyatakan bahwa latar belakang turunnya Surah Al Fiil
adalah kisah penyerbuaan Kabah oleh Raja Habsyah (Abrahah).

2).NASAKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN


Secara umum maqashid al-tasyri adalah untuk kemaslahatan manusia. Maka
dalam pembentukan kemaslahatan manusia tidak dapat dielakkan adanya nasakh
mansukh terhadap beberapa hukum terdahulu dan diganti dengan hukum yang sesuai
dengan tuntutan realitas zaman, waktu, dan kemaslahatan manusia. Proses serupa ini
disebut dengan nasakh mansukh.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa nasakh mansukh terjadi karena
alquran diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa yang
mengiringinya. Oleh karena itu, untuk mengetahui Alquran dengan baik harus
mengetahui ilmu nasakh mansukh dalam alquran. Sangat tepat apa yang dikemukakan
oleh Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitab Al-Itqan fi Ulumul Quran bahwa
seseorang tidak akan dapat menafsirkan Alquran dengan baik tanpa mengetahui
nasakh mansukh.
1. Pengertian Nasak secara Etimologi (Bahasa)
Terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai makna nasakh
secara etimologi. Karena memang kata tersebut memiliki makna yang lebih dari
satu. Nasakh dapat berarti

Artinya menghilangkan atau meniadakan.

Dalam alquran dinyatakan :

Kemudian Allah meniadakan atau menghilangkan apa yang dimasukkan oleh


setan, lalu Allah memperkuat ayat-ayat-Nya. Allah Maha Mengetahui dan
Mahabijaksana. (QS. Al-Hajj:52).
Dalam ungkapan orang Arab juga dikatakan : matahari menghilangkan
bayangan itu.
Kata nasakh juga berarti

artinya pengalihan. Seperti pengalihan

bagian harta warisan.


.Maksudnya perpindahan harta warisan dari seseorang kepada orang lain.
Kata nasakh juga berarti , artinya mengganti atau
menukar sesuatu yang lain. Ini

dapat

berbunyi :

kita

lihat

pada

ayat

yang

Dan jika Kami gantikan sebuah ayat dengan ayat yang lain (QS. Al Nahl:101)
Kata nasakh juga berarti .., artinya menyalin, memindahkan atau
mengutip apa yang ada dalam buku, sebagai contoh :
Aku memindahkan atau mengutip isi buku persis, menurut kata dan penulisannya.
2. Nasakh secara Terminologi (Istilah)
Secara terminology nasakh dapat dikategorikan pada dua kategori, yaitu
kategori menurut ulama Mutaqaddimin dan ulama Mutaakhirin.
a. Mutaqaddimin
Menurut ulama mutaqaddimin, nasakh adalah :
Mengangkat hukum syari (menghapuskan) hukum syara dengan dalil hukum
(kitab) syara yang lain.
b. Mutaakhirin
Pengertian begitu luas kemudian dipersempit oleh ulama yang dating
kemudian. Pengertian nasakh menurut ulama mutaakhirin diantaranya adalah
sebagaimana diungkapkan Quraish Shihab : Nasakh terbatas pada ketentuan
hukum yang dating kemudian, guna membatalkan, mencabut atau menyatakan
berakhirnya pemberlakuan hukum yang terdahulu, hingga ketentuan hukum
yang ada yang ditetapkan terakhir. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa dalam nasakh diperlukan syarat sebagai berikut :
- Hukum yang mansukh adalah hukum syara.
- Dalil penghapusan hukum tersebut adalah kitab syari yang datang lebih
kemudian dari kitab yang hukumnya mansukh.
- Kitab yang mansukh hukumnya tidak dibatasi dengan waktu tertentu.
Adapun manfaat nasakh mansukh adalah agar pengetahuan tentang hukum
tidak menjadi kacau dan kabur, sebagaimana perkataan Ali ra, kepada seorang
hakim :
3).AL-MUNASABAH
A. Pengertian
Menurut bahasa, Al-Munasabah berarti

dan

artinya keserasian

dan kedekatan. Selanjutnya Quraish Shihab menyatakan (menggarisbawahi As-

Suyuthi) bahwa munasabah adalah adanaya keserupaan dan kedekatan diantara


berbagai ayat, surah dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan. Hubungan
tersebut dapat berbentuk keterkaitan makna antar ayat dan macam-macam hubungan
atau kemestian dalam pikiran (nalar).
Makna tersebut dapat dipahami, bahwa apabila suatu ayat atau surah sulit
ditangkap maknanya secara utuh, maka menurut metode munasabah ini mungkin
dapat dicari penjelasannya di ayat atau diruah lain yang mempunyai kesamaan atau
kemiripan. Kenapa harus ke ayat atau surah lain? Karena pemahaman ayat secara
parsial (pemahaman ayat tanpa melihat ayat lain) sangat mungkin terjadinya
kekeliruan. Fazlurrahman mengatakan, apabila seseorang ingin memperoleh apresiasi
yang utuh mengenali Alquran, maka ia harus dipahami secara terkait. Selanjutnya
menurtu beliau apabila Alquran tidak dipahami secara utuh dan terkait, alquran akan
kehilangan relevansinya untuk masa sekarang dan akan datang. Sehingga alquran
tidak dapat menyajikan dan memenuhi kebutuhan manusia. Jadi, tidak heran kalau
dalam berbagai karya dalam bidang Ulumul Quran tema munasabah hamper tidak
pernah terlewatkan.
4). Pengertian tadarruj tasyri al-ahkam adalah hikmah ditirunkan hukum dalam Alquran secara beransur-ansur.
5). Pengertian tahrim al juzI dan tahrim al-kulli adalah pengharaman secara persial
dan pengharaman secara total.
2

Contoh al-tahrim a-juz`i dan al-tahrim al-kulli, yang berkaitan dengan


al-kamhamr dan al-maysir, dalam ayat di bawah ini ( bagian mana dari
ayat tersebut).



a). Al-tahrim al-juzi ialah pengharaman judi dan khamar secara parsial.
Bagian ayatnya adalah:


b).Al-tahrim al-kulli ialah pengaharaman judi dan khamar secara total.
Bagian ayatnya adalah:

3. Bentuk munasabah al-ayat bi hadits dan al-ayat bi al hadits (ayaat dan hadita
tentang wasiat dan hak ahli waris dibawah ini) serta hubungan al-nasikh wa almansukh.

TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG ILMU PENGETAHUAN


I.

Teks ayat





II.

Mana al-Mufradat
Tafassahu : tawassau artinya melempangkan atau melapangkan
Unsyuzu : qumu, inhadhu atau irtafiu artinya berdiri, bangkit, sesuatu yang
tinggi dari permukaan bumi
Yarfau
: meninggikan atau mengangkat
Majalis (jamak dari majlis) artinya tempat duduk atau forum pertemuan.
Alilmu
: ilmu pengetahuan
Darajat
: maratib artinya peringkat atau kedudukan.

III. Tarjamah Tafsiriyyah


Hai orang-orang beriman, apabila dikatakan kepadamu, saling beralpanglah
dalam majlis, maka lapakanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
kepadamu; dan apabila dikatakan, berdirilah maka berdirilah niscaya Allah akan
meninggikan derajat orang-orang beriman dan orang-orang berilmu diantaramu
beberapa derajat dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (alMujadilah/58:11).
IV.

Asbab al-Nuzul
Adapun sebab diturunkan ayat diatas adalah sebagai berikut :
Diriwayatkan bahwa apabila ada orang yang baru datang ke majlis
rasulullah, para sahabat tidak mau memberikan tempat duduk kepad
aorang lain, kemudian Allah menurunkan ayat tersebut (Al-Mujadilah :
11) sebagai perintah untuk memberikan tempat duduk kepada orang yang

baru datang (HR. Ibnu jarir dari Qatadah).


Dalam riwayat yang lain dikemukakan baha ayat tersebut ditruunkan pada
hari Jumat, di saat pahlawan-pahlawan Badar datang ke forum pertemuan
yang penuh sesak. Orang-orang yang hadir lebih awal tidak mau
memberikan tempat duduk kepada mereka, sehingga mereka terpaksa
berdiri. Lalu Rasulullah menyuruh para sahabat yang sedang duduk itu

supaya mereka berdiri agar tamu yang baru datang mendapat tempat
duduk. Namun, orang-orang yang diperintah berdiri itu merasa
tersinggung perasaan mereka. Kemudian, Allah menurunkan ayat di atas
(al-Mujadilah: 11) yang memerintahkan kepada untuk memberikan tempat
duduk kepada saudara-saudara mereka sesama mukmin (HR. Ibnu Abi
Hatim dan Muqatil).
V.

Tafsir al-Ayat

Allah memanggil orang-orang beriman dengan menggunakan huruf nida


sebagai suatu kemudian dan panggilan yang penuh kelembutan. Ini
menandakan bahwa orang-orang yang dipanggil itu adalah mereka benar-benar
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Ini berarti Allah memanggil orang yang
membenarkan Allah dan Rasul-Nya dan menghiasi mereka dengan iman yaitu
pehiasan manusia yang sangat berharga dalam kehidupan ini.
Apa ada orang yang memerintahkan kamu berikanlah kelapangan tempat duduk
kepada saudaramu dalam suatu majilis (forum pertemuan atau pengajian), baik
majilis pengajian Rasulullah maupun forum pertemuan selainnya, maka
hendaklah kamu memberikan ruang atau tempat duduk kepadanya.
Jika kamu memberi kelapangan atau kemudaha kepada orang lain, maka Allah
akan memberikan kemudahan kepadamu berupa rahmat dan surga-Nya. Dalam
kaitan ini, Mujahid menjelaskan bahwa jamaah yang hadir dalam majilis
Rasulullah dianjurkan untuk berlapang-lapang tempat duduk agar jamaah yang
datang terlambat juga mendapat duduk di dekat Rasulullah, sehingga samasama mendapat bagian tempat dalam majilis Rasulullah. Ayat ini menjelaskan
tentang perintah untuk berlapang-lapang itu tidak hanya terbatas pada tempat
tetapi juga berlapang dada dan orang yang memberikan kemudahan kepada
orang lain, maka Allah akan memberikan kepadanya kelapangan rizki, keluasan
kubur, dan bahkan akan memberikan kemudahan jalan ke surga.

Apabila diperintahkan kepadamu wahai orang-orang yang beriman, bangkit dan


berdirilah dari tempat untuk memberikan tempat duduk kepada orang lain,
maka patuhilah dan berikan kelapangan kepada saudaramu. Bagian ayat ini
mengandung du perintah: pertama, mereka diperintahka untuk melapangkan
tempat duduk dalam suatu majilis dan kedua, melaksanakan perintah dengan
mematuhi etika dan adab majilis.

Allah akan meninggikan derajat dan kedudukan orang-orang beriman yang mau
mematuhi dan menjalankan perintah-perintah-Nya dan Rasul-Nya. Orang-orang
yang berilmu di antara mereka diberikan keistimewaan berupa peringkat atau
kedudukan yang terhormat dan mulia dan akan diberikan kepada mereka derajat
yang paling tinggi dalam surga. Dalam hal ini, Ibnu Masud menyatakan: Allah
memberikan kemuliaan kepada para ulama sembari memberi dorongan kepada
manusia untuk menuntut ilmu karena Allah akan mengangkat orang berimani
yang mempunyai ilmu tinggi daripada orang yang beriman mempunyai ilmu.
Selanjutnya, al-Qurthubi menjelaskan bahwa ketinggian derajat orang beriman
yang berilmu di sisi Allah tidak hanya berlomba-lomba untuk mendapat tempat
dalam suatu majilis, tetapi memang Rasulullah telah bersabda :

Kelebihan orang berilmu dibandingkan yang tidak berilmu (awam) seperti


kelebihan bulan di malam purnama atas seluruh bintang-bintang.

Pada hari Kiamat akan diberikan pertolongan (syafaat) kepada tiga


golongan: para nabi ulama, dan syuhada (orang-orang syahid).

Allah maha mengetahui siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang berhak


mendapat keutamaan dan kemuliaan berupa derajat dan kedudukan yang lebih
tinggi; dan siapa saja yang berhak memperoleh pahala dari sisi-Nya. Tentu saja,

setiap orang beriman yang taat menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya dan
menunaikan kewajiban menuntut ilmu akan diberikan keistimewaan baik di
dunia maupun diakhirat. Di dunia diberikan kemudahan jalan hidup dan
diakhirat dilempangkan jalan ke surga.
VI.

Munasabah al-Ayat bi al-Ayat


Mereka berkata: Maha sempurna Engkau ya Allah, tidak ilmu bagi kami
kecuali apa saja yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya
Engkau maha mengetahui dan maha bijak (al-Baqarah/2:32)



Ayat ini menjelaskan tentang ilmu yang dimiliki malaikat begitu Allah selesai
menciptakan Adam dan mengajarkannya berbagai ilmu. Kemudian, Adam
diperintahkan oleh Allah untuk mengajarkan malaikat; dan malaikat pun
mendapat ilmu selesai Adam mengajarkannya. Namun, malaikat menyadari
bahwa semua ilmu berasal dari Allah, dan malaikat pun bertasbih kepad aallah
sebagai pernyataan rasa syukurnya atas ilmu yang diberikan kepadanya. Ayat
ini mengajarkan kepada kita bahwa setiap kita mendapatkan ilmu, kita wajib
bersyukur kepada Allah dengan tawadhu (ketundukan) dan tadharru
(kerendahan hati).

Dan Allah telah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu, dan Allah menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan,
dan hati agar kamu dapat mensyukuri nikmat (al-Nahl/16:72).
Ayat di atas menjelaskan tentang potensi atau kapasitas dasar yang diberikan
Allah kepada manusia berupa alat yang dapat digunakan untuk mendapatkan
ilmu. Allah mengingatkan manusia bahwa dia telah menghadirkan manusia ke
dunia ini dan ketika manusia dilahirkan dari rahim ibunya, manusia tidak
mengetahui apa pun. Dengan kata lain, manusia sama sekali tidak mempunyai
ilmu ketika baru dilahirkan. Maka dengan diberikan pendengaran, penglihatan,
dan hati kemudian manusia dapat mengetahui sesuatu yang ada di sekitarnya.

Pendengaran merupakan gerbang ilmu yang paling utama bagi manusia.


Dengan banyak mendengar manusia memperoleh ilmu. Demikian pula dengan
melihat sesuatu, melalui visualo manusia dapat menangkap fenomena di jagat
raya dan akan menjadi ilmu. Allah juga memberikan hati kepada manusia,
dengan hati manusia dapat merasa dan fungsi hati adalah sebagai filter
(penyaring) mana ilmu yang benar dan yang salah. Oleh sebab itu, tidak semua
yang didengar dan dilihat sesuai dengan kata hati. Dengan adanya tiga potensi
itu diharapkan manusia semakin menjadi hamba Allah yang bersyukur. Jadi,
tujuan ilmu adalah untuk mensyukuri nikmat Allah.
Dan janganlah kamu mengikuti suatu pendapat yang kamu sendiri tidak ada
ilmu tentang itu, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya
akan diminta pertanggungjawabannya (al-Isra/17:36).
Ayat 72 surat al-Nahl di atas mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
ayat 36 surat al-Isra, yaitu sama-sama menegaskan tentang pentingnya
pendengaran, penglihatan, dan hati. Karena manusia diberikan tiga kapasitas
sebagai gerbang ilmu, maka manusia tidak boleh mengikuti suatu pendapat,
ajaran, mazhab, pemikiran, atau aliran jika tanpa mempelajarinya terlebih
dahulu tingkat keabsahan dan kebenarannya. Ayat ini merupakan larangan
bertaqlid (mengikuti suatu paham tanpa mengetahui dalilnya) kepada orang
lain. Karena itu, manusia terutama orang beriman diwajibkan belajar agar
mendapatkan ilmu yang benar, tanpa harus mengikuti paham atau pendapat
orang lain. Ayat ini juga menyatakan bahwa pendengaran, penglihatan dan hati
akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat nanti. Setiap orang tidak bisa
bebas dari tanggung jawab ini karena Allah sudah memberikan alat yang paling
penting bagi manusia untuk mengetahui mana yang benar dan yang salah.
Kebenaran (al-haqq) wajib diikuti, sedangkan kesalahan (al-bathil) harus
dihindari.

10

Musa berdoa ya Tuhanku lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku, dan


lepaskanlah kekakuan lidahku agar mereka mudah memahami ucapanku
(Thaha/20:25-28).
Ayat di atas menerangkan bahwa ketika Nabi Musa mengalami kesulitan
berbicara di depan umatnya untuk menyampaikan dakwah, beliau berdoa
kepada Allah agar diberi kemudahan dalam urusannya. Dan Musa pun berdoa
agar diberi kelapangan dada dan dihilangkan kesulitan dalam mengungkapkan
pesan kepada umatnya. Doa ini dapat kita amalkan kjuga agar kita pun
diberikan kemudahan untuk mendapatkan ilmu yanig berguna baik untuk diri
kita maupun orang lain.

Maha tinggi Allah, Raja yang sebenarnya; dan janganlag kamu terburu-buru
membaca al-Quean sebelum selesai diwahyukan kepadamu, dan berdoalah;
ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu untukku, (Thaha/20:114).
Ayat ini mengisyaratkan bahwa al-Quran merupakan sumber utama ilmu. Dan
Allah adalah satu-satunya Raja yang menguasai seluruh alam ini. Jika manusia
ingin meraih ilmu hendaklah kembali mengkaji al-Quran, sebagaimana
Rasulullah yang pada mulanya tidak memiliki ilmu kemudian diturunkan alQuran kepadanya, dan beliau pun mendapatkan ilmu . agar ilmu al-Quran
dapat diperoleh dengan sempurna, maka dalam membaca al-Quran tidak boleh
tergesah-gesa karena ketergesaan itu tidak meninggalkan bekas dalam memori
tidak menyejukkan jiwa. Karena itu, membaca dan mengkaji al-Quran secara
cermat, penuh ketenagaan dan kesabaran maka kilmu akan lebih mudah
terserap ke dalam otak, hati dan jiwa. Pada akhir ayat itu, Allah mengajarkan
Rasul-Nya untuk berdoa agar ditambahkan ilmu.
Allah, tambahkanlah ilmu untukku). Doa ini sangat
bagus kita amalkan agar kita pun selalu ditambah ilmu oleh Allah.

11

(ya

Wahai jamaah jin dan manusia, jika kamu mampu menerobos seluruh penjuru
langit dan bumi, maka teroboslah, kamu tidak dapat menerobosnya kecuali
dengan sulthan (al-Rahman/55:33).
Ayat ini merupakan teguran dan sekaligus tantangan yang ditujukan kepada
kelompok jin dan manusia agar mereka membekali diri dengan sulthan. Kata
sulthan dalam ayat ini adalah a-quwwah (kekuatan). Dalam konteks sekarang
kata sulthan dapat diterjemahkan sebagai sains dan teknologi. Allah menjamin
bahwa jika jin dan manusia memiliki sulthan yang optimal, maka mereka dapat
menjelajah seluruh penjuru langit dan bumi walau sangat susah dan berat.
Karena itu, dengan ilmu dan teknologi itu manusia dapat melakukan sesuatu
yang sulit menjadi lebih mudah. Secara faktual dapat kita saksikan zaman kini
di mana manusia sudah meraih teknologi tinggi (high technology) dan manusia
pun sudah mampu merubah wajah dunia. Dengan menggunakan teknologi
canggih, segalanya menjadi serba mudah dan cepat; sesuatu yang pada zaman
dulu tidak mungkin, sekarang menjadi mungkin sebagai akibat dari kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi (telepon, televisi, komputer, internet, dan
sebagainya); bahkan tempat yang jauh menjadi dekat. Bagi kita umat Islam
wajib mensyukuri nikmat Allah yang sangat agung berupa ilmu dan teknologi
yang bersumber dari al-Quran. Sebab itulah al-Quran diturunkan melampaui
zamannya, di mana tingkat ilmu dan teknologi pada saat al-Quran diturunkan
masih tertinggal jauh dibandingkan dengan zaman modern sekarang ini. Ini
menandakan bahwa semakin tinggi ilmu dan teknologi manusia, akan semakin
mudah memahami makna atau isyarat yang terkandung dalam ayat-ayat alQuran.

.

Maka Kami telah memberikan pemahaman kepada Sulaiman tentang hikmah,
dan kepada masing-masing mereka (Dawud dan Sulaiman) kami berikan
hukum dan ilmu; Kami, dan Kamilah yaing melakukannya. Dan telah kami
ajarkan kepada Dawud cara membuat baju besi sebagai pelajaran bagimu,

12

untuk melindungimu dari bahaya peperangan, maka adakah kamu bersyukur


(al-Anbiya/21: 79-80).
Nabi Dawud dan Sulaiman, dalam sejarah dikisahkan sebagai nabi yang
dianugerahkan ilmu dan hikmah oleh Allah. Nabi Dawud selain Rasul, dia juga
seorang raja yanig memimpin umat manusia pada zamannya dan sekaligus
menetapkan hukum-hukum untuk dijalankan oleh umatnya. Demikian juga
anaknya, Nabi Sulaiman yang dianugerahkan oleh Allah ilmu dan kekuasaan
yang luar biasa yang belum pernah diberikan kepada seorang Rasul pun baik
sebelum maupun sesudahnya. Sebab itulah Nabi Sulaiman berdoa agar Allah
memberikan kekuasaan kepadanya berupa kekuasaan yaing tak dimiliki oleh
orang lain sesudahnya, yaitu kekuasaan yang meliputi alam insani, alam jin,
hewani, dan alam nabati; semuanya berada dibawah kendali dan kekuasaan
Nabi Sulaiman Doa Nabi Sulaiman tentang permohonan kekuasaan.



Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak layak Engkau
berikan kepada seorang pun sesudahku, sesungguhnya Engkau maha pemberi
(Shad/38:35).
Namun, Nabi Sulaiman tak pernah menyombongkan diri, bahkan terus menerus
bersyukur kepada Allah. Salah satu doa tenang pernyataan rasa syukurnya
yang sangat terkenal dicantumkan dalam al-Quran.

Ya Tuhanku, berilah kepadaku kekuatan untuk dapat menyukuri nikmat-Mu


yang telah Engkau berikan kepada-Ku dan kepada kedua orang tuaku, dan
berilah kekuatan kepadaku untuk dapat melakukan amal shalih yang Engkau
ridhai, dan masukkan aku dengan rahmat-Mu ke dalam kelompok hambahamba-Mu yang shalih (Al-Naml/27:19).

.

13

..Katakanlah , adakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang


yang tidak mengetahui; hanya orang-orang yang berakal cerdas yang dapat
mengambil pelajaran (al-Zumar/39:9).
Ayat 9 surat al-Zumar di atas menggunakan kata istifham inkari, yaitu
pertanyaan yang tak perlu dijawab karena dalam susunan kalimat sudah
terkandung jawabannya. Ini sebagai penegasan bahwa bagaimana pun juga
orang-oranig berilmu tidak sama dengan orang-orang yang tak berilmu
(juhala). Maka, dalam ayat 11 surat al-Mujadilah di atas ditegaskan bahwa
Allah menempatkan orang-orang beriman dan berilmu pada posisi yang sangat
terhormat dengan ala al-darajat (peringkat tertinggi). Untuk dapat
memperoleh ilmu, manusia harus menggunakan akalnya yang cerdas secara
maksimal. Kata ulu al-albab dalam hakikat dan kejelasannya ayat di atas secara
harfiah bermakna yang mempunyai hati atau akal yang cerdas. Ibnu Katsir
mendefenisikan ulu al-albab dengan dzu al-uqul wa al-afham (yang
mempunyai akal pikiran dan pemahaman) atau akal pikiran yaing sempurna dan
cerdas (al-uqul al-tammah al-zakiyyah) yang dapat mengetahui hakikat segala
sesuatu dengan jelas. Dengan demikian, berbahagialah orang-orang beriman
dan berilmu.
VII. Munasabah al-Ayat bil al-Hadist
Ayat 11 suraty al-Mujadilah ada korelasi dengan hadist-hadist Rasulullah
tentang etika menghadiri majilis ilmu dan zikir. Di antara hadist-hadist yang
berkenaan dengan motivasi ilmu pengetahuan adalah :

Hadist di atas menjelaskan bahwa orang beriman tidak dibolehkan


membangunkan orang lain dari tempat duduknya, kemudian ia jadikan tempat
itu sebagai tempat duduknya. Namun, dianjurkan setiap orang beriman
memiliki sikap kasih sayang kepada saudaranya dengan cara melapangkan
tempat duduknya agar orang lain mendapat tempat duduk. Tindakan ini

14

merupakan keluhuran dan kemuliaan akhlak yang diajarkan oleh Rasulullah


kepada umatnya.
Hadis ini menegaskan bahwa jika seorang mukmim memberikan kemudahan
kepada saudaranya baik memberikan atau melapangkan tempat duduk maupun
menolongnya dari kesusahan dan kesulitan hidup, maka Allah akan
menolongnya dan memudahkan jalan hidupnya di dunia dan di hari Kiamat
nanti. Prinsip tolong-menolong yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya
kepada umatnya merupakan akhlak yang sangat mulia sehingga memberi
pengaruh dan hikmah yang sangat tinggi. Bahkan Allah sangat mencintai
hamba-Nya yang senang menolong orang lain.

Hadist di atas menerangkan tentang pentingnya majilis zikir atau forum ilmiah.
Karena itu, barangsiapa yang menjumpai satu forum ilmiah, maka ia ikut serta
di dalamnya agar ia dapat mereguk hikmah ilmu, karena Rasulullah
mengambarkan majilis nilmu itu sebagai taman surga. Dan para malaikat pun
dikirim oleh Allah untuk menyampaikan rahmat-Nya dan sekaligus menghapus
dosa-dosa orang yang berada di majilis ilmu tersebut. Ini merupakan
penghargaan Allah kepada orang-orang yang berada di taman surga(riyadh
al-jannah) itu.
VIII. Khulashah: Hikmah Tasyri
Dari kajian ayat diatas, dapat diambil beberapa kesimpulan (khulashah) yang
merupakan hikmah tasyri diturunkan ayat tersebut kepada Rasulullah dan
orang-orang beriman:
Allah menurunkan wahyu berupa ayat al-Quran yang dilatarbelakangi
oleh satu satau beberapa sebab sebagai prolog suatu perintah yang wajib

oleh hamba-Nya.
Dengan ada sebab tersebut akan semakin mudah untuk mengingat atau
mengenang suatu perintah dan dapat dipraktikan langsung pada saat
terjadinya.

15

Salah satu metode pendidikan Qurani adalah dengan pendekatan


kasuistik (case study) di mana seseorang dapat belajar langsung dari suatu
peristiwa; dan jika terdapat kekurangan atau kesalahan dapat diperbaiki

pada saat itu juga.


Ayat tersebut diturunkan untuk memperbaiki perilaku masyarakat yanig
cenderung monopli atau menguasai suatu tempat sehingga orang lain tidak
mendapat bagiahn. Dilihat dari perspektif pendidikan, ayat tersebut
mengajarkan manusia agar bersifat lemah lembut terhadap sesama,
memaafkan orang lain, memuliahkan tamu, dan memudahkan urusan

orang lain.
Memotivasi setiap oraing beriman untuk menuntut ilmu. Allah
menjanjikan kepada orang beriman dan berilmu akan diberikan kemuliaan,
keistimewaan, dan kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

orang lain yang tidak mempunyai ilmu.


Ayat 11 surat al-Mujadilah di atas menegaskan bahwa mencari ilmu itu
tidak terbatas pada satu tempat saja, tetapi boleh di mana saja dan kapan
saja serta oleh siapa saja.

16

Anda mungkin juga menyukai