Anda di halaman 1dari 3

NAMA : M.

ARIF AL ICHSAN

KELAS : 2B IAT

NIM : 201111039

MATA KULIAH : ‘ULUMUL QUER’AN LANJUT

QATH’I DAN ZANNI

Istilah qath’i dan zhanni dalam Ushul Fikih digunakan untuk menjelaskan teks
sumber hukum Islam baik itu al-Qur’an maupun hadits dalam dua hal, yaitu altsubūt
(eksistensi) atau al-wurūd (bersumber dari kebenaran), dan al-dalālah (interpretasi).
Dalam hal qath’i dan zhanni al-tsubut dan al-wurūd para ulama sepakat bahwa Qur’an
dan hadis mutawatir adalah qath’i, sedangkan hadits ahad disebut zhanniy al-tsubut.

A. QATH’I

Secara bahasa yang dimaksud dengan qath’i adalah putus, pasti, atau diam.
qath’i dan zhanni merupakan salah satu pembahasan yang cukup rumit
dikalangan ahli ushul fiqh ketika mereka berhadapan dengan kekuatan suatu
hukum (hujjah suatu dalil) atau sumber suatu dalil (Zahrah, Muhammad, Ushul
Fiqih:30).

Sedangkan menurut Abdul Wahab Khallaf, qath’i adalah sesuatu yang


menunjukkan kepada makna tertentu yang harus dipahami dari teks (ayat atau
hadis). qath’i tidak mengandung kemungkinan takwil serta tidak ada tempat atau
peluang untuk memahami makna selain makna yang ditunjukkan teks1.

Contoh ayat ayat qath’i

َ‫صلَ ٰوة‬ ۟ ‫َوأَقِي ُم‬


َّ ‫وا ٱل‬

Artinya; “Laksanakanlah shalat”. Ayat ini belum pasti menunjuk kewajiban shalat
dan belum pasti juga yang dimaksud dengan shalat adalah kegiatan yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam, karena shalat menurut bahasa adalah

1
Khallaf, 'Abd al-Wahhab. 'Ilm Ushul al-Figh. Cet XII. Kuwait: Dar al-Fikr, 1398 H./1978M.
do’a. Namun demikian, menurut M. Quraish Shihab, melalui beberapa
argumentasi lain, dapat dipastikan bahwa yang dimaksud dengan perintah shalat
di sini adalah wajib dan bahwa ia adalah shalat lima kali sehari. Argumentasi itu
antara lain, dikuatkan oleh sikap Rasulullah dan sahabat-sahabat beliau yang
tidak pernah meninggalkannya, walaupun dalam keadaan kritis atau perang.
Beliau juga menegaskan bahwa perbedaan antara muslim dan kafir adalah shalat,
dan masih banyak lagi dalil-dalil lainnya. Setelah adanya berbagai argumentasi
yang menguatkan itu, barulah dinyatakan bahwa makna ayat tersebut adalah
qathi2.

‫َولَ ُك ْم نِصْ فُ َما تَ َركَ اَ ْز َوا ُج ُك ْم اِ ْن لَّ ْم يَ ُك ْن لَّه َُّن َولَ ٌد‬

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istri
kamu jika mereka tidak mempunyai anak” (Q.S. An Nisa’:12).

Penunjukkan makna (al-dalalah) ayat tersebut adalah qath’i, yaitu jelas dan
pasti, sehingga tidak boleh dita’wil dan dipahami selain yang ditunjukkan oleh
ayat tersebut. Dengan demikian, bagian seorang suami dalam mewarisi harta
peninggalan istrinya yang meninggal dengan tanpa ada anak adalah setengah dari
harta peninggalannya.

B. ZANNI
Secara bahasa yang dimaksud dengan zhanni adalah perkiraan, sangkaan (antara
benar dan salah). Adapun zhanni menurut kesepakatan ulama adalah dalil (ayat
atau hadis) yang menunjuk kepada suatu makna yang mengandung pengertian
lain.
Contoh Ayat-ayat Zhanni
‫ت يَتَ َربَّصْ نَ بِا َ ْنفُ ِس ِه َّن ثَ ٰلثَةَ قُر ُۤوْ ۗ ٍء‬
ُ ‫َو ْال ُمطَلَّ ٰق‬
“Wanita-wanita yang ditalak, hendaknya menunggu (tidak boleh menikah) dengan
menahan diri mereka, tiga kali quru” (Q.S. Al Baqarah:228).
Ayat tersebut tidak bersifat qath’i, tetapi zhanni, karena kata quru` pada ayat

2
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir…, hal. 158
tersebut dapat berarti suci dan dapat juga berarti haid. Tidak dapat dipastikan yang
mana yang dimaksud, karena tidak terhimpun argumentasi yang cukup yang
mendukung salah satu ulama3.

‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم‬


ْ ‫حُرِّ َم‬

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah…” (Q.S. Al Maidah:3)


Lafadz al-maitah pada ayat tersebut bersifat ‘Am, yang mempunyai
kemungkinan mengharamkan setiap bangkai atau keharaman itu dikecualikan
selain bangkai binatang laut/air. Karenanya nash yang dimaksud ganda atau lafadz
‘Am seperti itu maka disebut zhanni dalalahnya. Hal ini disebabkan karena lafadz
tersebut mempunyai suatu arti tetapi juga mungkin berarti lain4.

Kesimpulan

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ayat-ayat al-Qur`an itu ada yang
bersifat qath’i, ada juga yang zhanni. Dari segi al-tsubut atau ketetapan serta
kenukilannya dari Rasulullah kepada umat Islam adalah bersifat qath’i. Tetapi
dari segi al-dalalah atau kandungan redaksi ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan
dengan hukum, dapat dibedakan atas ayat-ayat qath’i dan zhanni. Ayat-ayat qath’i
aldalalah yaitu ayat-ayat yang pasti dan meyakinkan sehingga tidak ada lagi
kemungkinan lain, kecuali yang telah dipilih dan ditetapkan. Sementara ayat-ayat
zhanni al-dalalah adalah yang masih mengandung dua atau lebih kemungkinan.

3
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir…, hal. 159
4
Abdul Wahhab Khallaf, Ilm Ushul al-Fiqh… hal. 62

Anda mungkin juga menyukai