Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

Metode Isthinbat Hukum Islam

Tentang

Takwil

Disusun Oleh Kelompok 12:

Ridho Abdillah ( 2113010181 )

Keisya Alia Maharani ( 2113010100 )

M Zikri Syaputra ( 2113010198 )

Neli ( 2113010121 )

Aldi kurniawan ( 2113010175 )

Dosen Pembimbing :

Dr. Zainal Azwar M.Ag

JURUSAN HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

IMAM BONJOL PADANG


2023

TAKWIL

A. Pengertian takwil

Secara etimologi, takwil dirujuk dari kata ‫ أَو َل – يُ َؤ ّول‬yang berarti At-Tafsir, Al-Marja’,
Al-Mashir. Demikian pendapat Abu Ubaidah Ma’mar bin Al-Matsani dan keterangan yang
dikemukakan ole Abu Ja’far Al-Thabary (Adib Shalih, 1984: 356).
Disamping itu, takwil berarti Al-Jaza . seperti firman Allah SWT
ً ‫س ُن ت َأ ْ ِو‬
‫يل‬ َ ْ‫ذلِكَ َخي ُْر َواح‬
Artinya:
“... yang demikian itu, lebih utama dan lebih baik akibatnya.”(QS. An-Nisa:57)
Dengan demikian, dari sudut bahasa, takwil mengandung arti ATafsir (penjelasan,
uraian) atau Al-Marja’, Al-Mashir (kembali, tempat Kembali) atau Al-Jaza’ (balasan yang
kembali kepadanya) 1
Menurut ulama usul fiqih:
 Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa makna lain yang ditunjukkan oleh dalil itu
memiliki kedudukan yang lebih kuat dibanding makna zahir-nya. Dengan demikian, al-
Ghazali mendefinisikan ta'wil adalah "ungkapan tentang pengalihan makna dari lafaz
zahir yang didukung oleh dalil dan menjadikan arti itu lebih kuat di banding makna
yang ditunjukan oleh makna zahir. Contohnya:
‫يَد ُ َّللاه ِ فَ ْوقَ أ َ ْيدِي ِه ْم‬
Artinya:

“... tangan Allah di atas tangan mereka...” (QS. Al-Fath/48: 10)

Kata “yadullah” (tangan Allah) dalam surat al-Fath ayat 10 seba- gaimana tersebut di atas di-
tawil dengan “al-qudratu” artinya “kekua- saan Allah.”

 Abdul Wahab Khallaf menegaskan dalam kitabnya ilmu ushul fiqh bahwa ta’wil
dianggap sah/benar jika diperkuat oleh dalil syariat baik nas (al-Qur’an dan hadis) atau
qiyas, atau ruh tasyri’, dan dasar- dasarnya yang bersifat umum. Jika tidak didasari oleh
dalil syariat tetapi hanya didasari oleh hawa nafsu atau tujuan tertentu atau memperkuat
pendapat tertentu maka ta’wil seperti itu dihukum fasid atau tidak sah. 2

1
Prof.Dr.Rachmat syafe i,MA. Ilmu Ushul fiqh,( bandung, 2010), hlm 169
2
Dr. H . Sapiudin Shidiq,M.AG. usul fiqih, (kencana, jakarta: 2017), hlm 214
 Menurut Abu Zahrah:(abu Zahrah:130)
‫ْس هُ َو ال ه‬
‫ظاه ُِر فِيه‬ َ ‫ظاه ِِر َم ْعنَاهُ إِلَى َم ْعنَى آخ ََر يَ ْحتَمِ لُهُ َولَي‬ َ ِ‫ج الله ْفظ‬
َ ‫ع ْن‬ ُ ‫إِ ْخ َرا‬
Artinya:
“Takwil adalah mengeluarkan lafazh dari artinya yang zhahir kepada makna lain,
tetapi bukan zhahir-nya”.3

B. Syarat-syarat takwil
1. lafalnya harus menerima untuk ditakwilkan, seperti lafal yang zahir dan nash menurut
Mazhab Hanafi, bukan mufassar dan bukan pula muhkam.Pemalingan lafal yang umum
kepada sebagian satuan- satuannya yang didukung oleh dalil merupakan pentakwilan
yang sahih.Pemalingan lafal yang mutlak dari kemutlakannya kepada makna yang
terbatas disertai dalil adalah takwil yang sahih, sebab lafal yang mutlak mempunyai
makna majazi berdasarkan suatu qarinah juga merupakan takwil yang sahih.
2. harus ada hal yang mendorong untuk melakukan takwil, Misalnya: zahir suatu lafal
bertentangan dengan kaidah dan prinsip umum yang diketahui berasal dari agama
secara pasti, atau bertentangan dengan nash yang lebih kuat sanadnya, seperti hadis
ahad betentangan dengan nash Al-Qur’an, sementara hadis itu dapat menerima untuk
ditakwilkan; atau suatu nash bertentangan dengan nash lain yang lebih kuat dalalahnya,
seperti antara zahir dan nash, atau antara nash dan mufassar. Dalam beberapa contoh
tersebut, takwil harus dilakukan..
3. harus ada dalil yang sahih yang menjadi dasar untuk melakukan takwil,
Dalil ini harus lebih kuat dari makna zahir suatu lafal, karena pada dasarnya tidak ada
takwil dan harus mengamalkan makna yang zahir. Misalnya: lafal yang umum tidak
boleh dibatasi untuk sebagian satuan-satuannya kecuali berdasarkan dalil
4. lafal itu harus mengandung kemungkinan terhadap makna yang dirujuk dalam takwil,
meskipun kemungkinan itu lemah (marjuh) atau jauh. Maka itu tidak boleh sepenuhnya
asing bagi lafal yang ditakwilkan itu.4

C. Bentuk-bentuk takwil
 Dari segi diterima atau tidaknya suatu ta’wil, ada dua bentuk ta’wil, yaitu:

3
Prof.Dr.Rachmat syafe i,MA. Ilmu Ushul fiqh,( bandung, 2010), hlm 171
4
Dr. H. Ahmad Sanusi,M.A dan Dr. Sohari, M.A,M.M usul fiqih (Depok, 2015), hlm 189
a. Ta’wil maqbul atau ta’wil yang diterima, yaitu ta’wil yang telah memenuhi persyaratan
di atas. Ta’wil dalam bentuk ini diterima keberadaannya oleh ulama Ushul.
b. Ta’wil ghair al-maqbul atau ta’wil yang ditolak, yaitu ta'wil yang hanya didasarkan
kepada selera atau dorongan lain dan tidak terpenuhi syarat yang ditentukan.
 Dari segi dekat atau jauhnya pengalihan makna lafaz yang di- ta'wil dari makna
zhahimya, ta'wil dibagi kepada dua bentuk:
a. Ta'wil qarib , yaitu ta'wil yang tidak jauh beranjak dari arti chaber-nya, sehingga dengan
petunjuk yang sederhana dapat dipahami maksudnya. Ta'wil qarib ini termasuk ke
dalam bentuk ta'wil yang maqbul seperti diuraikan di atas.
b. Tawil ba'id, yaitu pengalihan dari makna lahir suatu lafaz yang sebegitu jauhnya,
sehingga tidak dapat diketahui dengan dalil yang sederhana. 5

D. Macam-macam takwil

Takwil ada dua macam, yaitu:

1. Takwil yang jauh dari pemahaman

Yaitu takwil yang dalam penetapannya tidak cukup dengan dalil atau argumen yang
sederhana. Misalnya ialah sabda Rasulullah Saw. Kepada Ghailan ats-Tsaqafi, ia masuk Islam
dengan mempunyai sepuluh orang istri:

‫سائ َِر ه هُن‬ ِ َ‫أمسِكُ أ َ ْربَعًا َوف‬


َ ‫ار ُق‬ ْ

“Tahanlah empat orang istri, dan ceraikanlah sisanya." (HR Baihaqi dan Ibnu Hibban)

Zahir perintah Nabi Saw. kepada Ghailan untuk menahan empat orang istri dan kepada
Fairuz untuk menahan seorang dari dua istrinya menunjukkan penerusan perkawinan, bukan
memperbaruinya. Akan tetapi, sebagian ulama Mazhab Hanafi mentakwilkan perintah untuk
menahan sebagian istri itu dengan memperbarui perkawinan dengan satu akad nikah baru
terhadap empat orang istri, atau dengan beberapa akad. Jadi kata "Tahanlah empat" diartikan
"Perbaruilah atau mulailah mengawini empat orang dari mereka". Sedangkan sabda Nabi:
"Tahanlah salah seorang dari keduanya" mereka takwilkan dengan arti "Perbaruilah
perkawinan salah seorang dari mereka". Ini merupakan takwil yang jauh dari pemahaman.

2. Takwil yang dekat kepada pemahaman

5
Prof . Dr. H. Amir Syarifuddin usul fiqih jilid 2, ( kencana: 2008) hlm 43
Yaitu takwil yang penetapannya cukup dengan dalil atau argumen yang sederhana.

Contohnya, firman Allah Swt.

ِ ‫صلوةِ فَا ْغ ِسلُوا ُو ُج ْو َهكُ ْم َوأ َ ْي ِديَكُ ْم إِلَى ْال َم َرا ِف‬
‫ق‬ ‫يَأَيُّ َها الهذِينَ آ َمنُوا إِذَا قُ ْمت ُ ْم إِلَى ال ه‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku”..... (QS Al-Maidah [5]: 6).

Dalam ayat tersebut, kata quntum dipalingkan dari makna lahiriahnya, yaitu "kamu
telah berdiri" kepada makna lain yang dekat yaitu "kamu hendak mengerjakan". Dalilnya,
bahwa Allah tidak memerintahkan wudhu' sesudah orang mulai mengerjakan shalat, sebab
wudhu merupakan syarat shalat, syarat harus telah ada sebelumnya.

Takwil merupakan salah satu cara istinbath hukum dari sumbernya, yaitu Al-Qur’an
dan Sunnah. Takwil tersebut ada yang sahih, yaitu takwil yang memenuhi beberapa syarat
tersebut dan ada pula takwil yang fasid atau batal, yaitu takwil yang tidak memenuhi beberapa
syarat di atas.6

6
Dr. H. Ahmad Sanusi,M.A dan Dr. Sohari, M.A,M.M usul fiqih (Depok, 2015), hlm 190-192
DAFTAR PUSTAKA

Syafe’i, Rachmat. (2010). Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia.

Sanusi, Ahmad & Sohari. (2015). Ushul Fiqh. Depok:Rajawali Pers.

Shidiq, Sapiudin. (2017). Ushul Fiqh. Jakarta:Kencana.

Syarifuddin, Amir. (2008). Ushul Fiqh Jilid 2, Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai