PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber Hukum Islam adalah Wahyu Allah yang dituangkan di
dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Ayat-ayat Al-Qur’an yang
berhubungan dengan hukum tidak banyak bila dibandingkan dengan
jumlah keseluruhan ayat (6.348 ayat menurut Mushaf Ustmani yang ada
sekarang). Demikian pula apabila dibandingkan dengan masalah yang
harus diberi ketetapan hukum, yang selalu muncul dalam kehidupan
didunia ini. Namun demikian secara umum Allah menerangkan bahwa
semua masalah (pokok-pokoknya) terdapat dalam Al-Qur’an. Allah
berfirman:
٣٨ .… … َّم ا َفَّر ۡط َنا ِفي ٱۡل ِكَٰت ِب ِم ن َش ۡي ٖۚء
Artinya: “Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab …”
(Q.S. Al-An’am:6: 38)
Dalam hokum Islam dikenal istilah Fiqh, Ushul Fiqh, Qawaid
Fiqhiyyah, maupun yang lainnya. Adapun Fiqh adalah produk yang
dihasilkan oleh Ushul Fiqh ataupun Qawa’id Fiqhiyyah.
Pembahasan pertama ini pemakalah akan membahas pengertian
qawa’id fiqhiyyah yang mencakup bahasan kaidah yang bersifat umum
dan biasa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang bersifat
praktis dalam kehidupan sehari-hari, dan perbedaannya dengan qawa’id
ushuliyyah & dhawabith fiqhiyyah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian qawa’id fiqhiyyah?
2. Apakah perbedaan antara qawa’id fiqhiyyah dengan qawa’id
1
ushuliyyah?
3. Apakah perbedaan antara qawa’id fiqhiyyah dengan dhawabith
fiqhiyyah?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian daripada qawa’id fiqhiyyah.
2. Dapat mengetahui perbedaan antara qawa’id fiqhiyyah dengan
qawa’id ushuliyyah.
3. Dapat mengetahui perbedaan antara qawa’id fiqhiyyah dengan
dhawabith fiqhiyyah.
BAB II
2
PEMBAHASAN
… َو ِإۡذ َيۡر َفُع ِإۡب َٰر ِۧهُم ٱۡل َقَو اِع َد ِم َن ٱۡل َبۡي ِت َو ِإۡس َٰم ِع يُل
1
Dalam bahasa Indonesia, kata kaidah yang mengandung arti rumusan dari
asas-asas yang menjadi hokum; aturan yang tentu; patokan;dalil. Tim Punyusun, Kamus,
hlm. 376. Selanjutnya dalam tulisan ini, kecuali dalam hal-hal tertentu, kata kaidah akan
dipakai untuk menunjuk pengertian qa’idah dalam bahasa Arab.
2
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: AMZAH, 2011), hlm. 10
3
Abd. Rahman Dahlan. hlm. 10
3
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (fondasi)
dasar-dasar Baitullah bersama Ismail … (QS. Al-Baqarah: [2]: 127).
ُتَس ِّبُح َلُه ٱلَّس َٰم َٰو ُت ٱلَّس ۡب ُع َو ٱَأۡلۡر ُض َو َم ن ِفيِهَّۚن َو ِإن ِّم ن َش ۡي ٍء ِإاَّل ُيَس ِّبُح ِبَح ۡم ِدِهۦ َو َٰل ِكن اَّل
٤٤ َتۡف َقُهوَن َتۡس ِبيَح ُهۚۡم ِإَّن ۥُه َك اَن َح ِليًم ا َغ ُفوٗر ا
Artinya: “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya
bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih
dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.”
الِع ُمْل اِب ْلَقَو اِعِد اَّليِت َيَتَو َّص ُل َهِبا ىَل ْس ِتْنَباِط اَألْح اَك ِم الْرَّش ِع َّيِة الَفْر ِع َّيِة ِم ْن َأِد َّلَهِتا
ِإ ِإ
الَتْف ِص ْي ِلَّيِة.
4
Artinya: “Pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ yang berkaitan
dengan perbuatan manusia yang diusahakan dari dalil-dalil syara’
yang spesifik.”
َهَّنا ُح ٌمْك ِّلُك ٌّي َيْنَط ِب ُق َعىَل ُج ْز ِئَّياَهِتا ِلُيَتَع َّر َف َأْح اَك ُم َها ِم ْنُه.
ِإ
Artinya: “Bahwasanya qawa’id fiqhiyyah adalah suatu hukum yang
bersifat universal (kulli) yang dapat diaplikasikan kepada seluruh
juz’i-nya (bagiannya) agar dapat diidentifikasi hukum-hukum juz’I
(bagian) tersebut darinya.”
َيِه اَألْم ُر الِّلُك ُّي اِذَّل ى َيْنَط ِب ُق َعَلْي ِه ُج ْز ِئَّياٌت َكِثَرْي ٌة ُتْفَهُم َأْح اَك ُم َها ِم ْنه.
4
Syarif Hidayatullah, Qawa’id Fiqhiyyah Dan Penerapannya Dalam Transaksi
Keuangan Syari’ah Kontemporer, (Jakarta: Gramata Publishing, 2012), hlm. 16-17.
5
Sedangkan al-Hamawy (w. 1098 H), mendefinisikan qawa’id
fiqhiyyah bersifat aghlabiyah (mayoritas), sebagai berikut:
َهَّنا ُح ٌمْك أْكِرَث ُي َال ِّلُك ٌّي َيْنَط ِب ُق َعىَل َأْكِرَث ُج ْز ِئَّياِتِه ِلُتْع َر َف َأْح اَك ُم َها.
ِإ
Artinya: “Qawa’id fiqhiyyah adalah hukum mayoritas (aktsari), bukan
hukum universal (kulli) yang dapat diaplikasikan kepada mayoritas
bagiannya (juz’iyyat) agar hukum-hukumnya dapat diketahui.”
5
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3, (Jakarta: PT. Ichtiar
Baru Van Houve, 1996), hlm. 860.
6
Kaidah usul fikih dalam Bahasa Arab al-qawa’id al-ushuliyah
merupakan tiang dari bangunan fikih, yang kehadirannya lebih dahulu dari
fikih itu sendiri.6
6
Abdul Aziz Dahlan, (Ensiklopedi Hukum Islam) jilid 3, Hlm. 866
7
Syarif Hidayatullah, hlm. 32
7
sekali yang dimiliki oleh para mufti dan qadhi (hakim) yang tidak
terdapat dalam kitab-kitab ushul fiqh.”8
8
Ade Dedi Rohayana, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah, (Jakarta: Gaya Media Pratama,
2008), hlm. 30
9
Ade Dedi Rohayana, hl. 31-32
8
dengan qawa’id fiqhiyyah yang merupakan kaidah aghlabiyah
(mayoritas) yang dapat diaplikasikan pada sebagian besar juz’inya,
karena ada pengecualiannya;
3. Qawa’id ushuliyyah merupakan zari’ah (jalan) untuk
mengeluarkan hukum syara’ amali. Qawa’id fiqhiyyah merupakan
kumpulan dari hokum-hukum serupa yang mempunyai ‘illat sama,
dimana tujuannya untuk mendekatkan berbagai persoalan dan
mempermudah mengetahuinya.
10
Ade Dedi Rohayana, hlm. 33
9
Kedua kaidah ini, yaitu kaidah ushuliyyah dengan qa’idah fiqhiyyah
terkadang bercampur baur. Misalnya dalam masalah saddu az-zari’ah dan
‘urf, apabila saddu az-zari’ah dipandang sebagai dalil syara’ karena
memperhatikan ruang lingkupnya, maka ia disebut qa’idah ushuliyyah.
Namun, apabila dipandang sebagai perbuatan mukallaf, maka ia disebut
kaidah fiqhiyyah. Dalam kasus ini, apabila dikatakan: “setiap mubah yang
dapat membawa kepada yang haram hukumnya haram” sebagai saddu az-
zari’ah, maka ia disebut kaidah fiqhiyyah. Namun, apabila dikatakan:
“Dalil yang menetapkan perkara yang haram menetapkan pula
keharaman perkara yang dapat membawa kepada yang haram”, maka ia
disebut kaidah ushuliyyah.
Oleh karena itu, kaitan antara qawa’id fiqhiyyah dengan ushul fiqh
sangat erat sekali terutama dalam kajian dalil-dalil, karena qawa’id
fiqhiyyah menyerupai dalil-dalil.11
Dari uraian diatas, tampak jelas perbedaan antara qawa’id fiqhiyyah
dengan qawa’id ushuliyyah. Meski pun ada perbedaan antara qawa’id
fiqhiyyah dengan qawa’id ushuliyyah, tidak menutup kemungkinan
adanya qawa’id ushuliyyah juga digunakan pada qawa’id fiqhiyyah,
seperti kaidah:12
" " َال ْج َهِتاَد ِع ْنَد ُو ُر ْو ِد الَّنّص
ِإ
“Tidak boleh berijtihad ketika berhadapan dengan nash.”
11
Ade Dedi Rohayana, hlm. 33
12
Syarif Hidayatullah, hlm. 26
10
Kaidah tersebut dipakai dalam qawa’id ushuliyyah dan qawa’id
fiqhiyyah.
11
Akan tetapi, jumhur ulama fikih dan ulama usul fikih membedakan
antara dhabit fikih dan kaidah fikih. Menurutnya, kaidah fikih ialah
ketentuan umum yang diatasnya tersusun bagian-bagian (hokum) yang
hukumnya dipahami dari kaidah tersebut.15
12
Contohnya antara lain:20
1. Kaidah
" " أَملَش َّقُة ْجَت ِلُب الَّتْيِس رْي21
Sedangkan kaidah:
2. Kaidah
20
Syarif Hidayatullah, hlm. 31
21
Jalaluddin al-Suyuthy, al-Asybah wa al-Nazha’ir, hlm. 76
22
‘Athiyah ‘Adlan ‘Athiyah Ramadhan, Mausu’ah al-Qawa’id al-Fiqhiyyah,
(al-Iskandariyah: Dar al Qimmah – Dar al Iman, t.th), hlm. 22
13
َذ ا اْج َتَم َع اَحلَالُل َو اَحلَر اُم ُغِّلَب اَحلَر اُم23
ِإ
“Apabila bertemu yang halal dan haram, maka yang dimenangkan
adalah yang haram”.
Sedangkan kaidah:
َم ا َال ُجَي ْو ُز الَّس ُمَل ِف ْيِه اَل ُجَي ْو ُز َقْر َض ُه24
“Apa yang tidak boleh menjadi objek jual-beli salam, tidak boleh
menjadi qardh (hutang-piutang).”
23
Jalaluddin al-Suyuthy, al-Asybah wa al-Nazha’ir, hlm. 105
24
‘Athiyah ‘Adlan, Mausu’ah al-Qawa’id al-Fiqhiyyah, hlm. 23
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan:
1. Al-Qawa’id al-fiqhiyyah (kaidah-kaidah fikih) adalah dasar-dasar
atau asas-asas yang bertalian/berkaitan dengan masalah-masalah
atau jenis-jenis fikih. Al-Qawa’id al-fiqhiyyah secara terminology
adalah kaidah-kaidah yang disimpulkan secara general dari materi
fikih dan kemudian digunakan pula untuk menentukan hokum
dari kasus-kasus baru yang timbul, yang tidak jelas hukumnya di
dalam nash.
15
2. Qawa’id ushuliyyah merupakan cabang keilmuan islam, yang
dilahirkan untuk digunakan oleh mujtahid dalam menggali dan
mengistinbathkan hokum dari dalil-dalil yang global untuk
mengeluarkan hukum syara’ amali. Sedangkan Qawa’id fiqhiyyah
merupakan kumpulan dari hukum-hukum serupa yang
mempunyai ‘illat sama, dimana tujuannya untuk mendekatkan
berbagai persoalan dan mempermudah mengetahuinya.
3. Qawa’id fiqhiyyah lebih umum dari dhawabith fiqhiyyah, karena
qawa’id fiqhiyyah tidak terbatas pada masalah dalam satu bab
fikih, tetapi kesemua masalah yang terdapat pada semua bab fikih.
Sedangkan dhawabith fiqhiyyah ruang lingkupnya terbatas pada
satu masalah dalam satu bab fikih. Karena itu qaidah fiqhiyyah
disebut qa’idah ‘ammah, atau kulliyah dan dhabith fiqh disebut
qa’idah khashshah.
DAFTAR PUSTAKA
16
Jalaluddin al-Suyuthy, al-Asybah wa an-Nazha’ir, (Beirut-Libnan: Dar al-
Kitab al-‘Ilmiyah, 911 H/ 1491 M).
17