Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PENGANTAR HUKUM ISLAM

(Kaidah Fiqih dan impelemntasinya dalam menetapkan hukum)

Disusun oleh :

Muhammad Farrel Abieza Kastamto

20230610144 | Semester 1 | D

FAKULTAS HUKUM PRODI ILMU HUKUM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
23
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kaidah fiqhiyyah sebagai salah satu disiplin ilmu tidak berdiri sendiri dalam tema dan
kajiannya. Sebagai derifasi dari fikih atau hukum Islam, kaidah fiqhiyyah merupakan
simpul-simpul umum dari beberapa per- masalahan hukum Islam yang dapat diguna- kan
oleh kalangan awam maupun fuqahâ dalam mencari solusi permasalahan hukum yang
muncul di tengah masyarakat dalam pelbagai tema baik ibadah, muamalah, maupun isu-isu
hukum Islam kontemporer. Kaidah fikih menjadi sesuatu yang begitu penting untuk
dikenali dan pahami sebagai modal dalam menelaah peristiwa pada masa kekinian yang
berbeda dengan era klasik. Dengan menguasai kaidah-kaidah fikih kita akan mengetahui
benang merah yang terdapat di berjuta masalah fikih, karena kaidah fiqh itu memang
menjadi titik temu dari masalah-masalah fikih. Penguasaan terhadapnya juga menjadikan
kita lebih arif di dalam menerapkan fikih dalam waktu dan tempat yang berbeda untuk
kasus, adat kebiasaan, keadaan yang berlainan.Tidak hanya itu, Qawaidul fiqhiyah juga
bisa dijadikan landasan aktifitas umat Islam sehari-hari dalam usaha memahami maksud-
maksud ajaran Islam (maqasid al- Syari’ah) secara lebih menyeluruh, keberadaan Qawa’id
fiqhiyyah menjadi sesuatu yang amat penting, termasuk dalam kehidupan berekonomi,
bersosial, beragama dan berbudaya. Baik di mata para ahli usul (usuliyyun) maupun fuqaha,
pemahaman terhadap qawa’id fiqhiyyah adalah mutlak diperlukan untuk melakukan suatu
“ijtihad” atau pembaharuan pemikiran dalam berbagai masalah.
Salah satu prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam bermuamalah atau beraktivitas
ekonomi secara syariah yakni prinsip ‘an taradhin (Suka sama suka/saling ridha). Artikel
ini akan membahas tentang kaidah fikih terkait prinsip ‘an taradhin yang berbunyi:
‫ََََََََ ا ل ر ض ى ب ل ش ي ء ر ض ى ب ا ي ت و ل د م ن ه‬
“Keridhaan dengan sesuatu adalah ridha dengan akibat yang terjadi padanya”

B. Rumus Masalah
Dari latar belakang yang telah saya paparkan diatas, maka saya merumuskan masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini, yakni:
1. Makna kata kunci yang ada dalam Kaidah
2. Makna umum dari Kaidah
3. Dalil-dalil Al-Qur’an Hadist
4. Kaidah-kaidah turunannya
5. Masalah hukum dari Kaidah tersebut

C. Tujuan
Dari pemaparan rumusan masalah diatas maka saya,menentukan tujuan pemakalahan ini
sebagai berikut:
1. Mengetahui apa itu pengertian dari Kaidah Fiqih
2. Mengetahui makna kata kunci yang ada dalam Kaidah
3. Mengetahui Dalil-dalil Al-Quran dan Hadist mengenai Kaidah
4. Permasalahan dalam hukum dari Kaidah
5. Mengetahui Implementasi dalam menetapkan hukum

BAB II
ISI

A. PENGERTIAN KAIDAH FIQIH


Secara terminologi, kaidah fiqhiyyah adalah ketentuan hukum yang bersifat umum
yang mencakup hukum-hukum derifasinya karena sifat keumumannya dan atau
totalitasnya. Adapun secara umum, fuqahâ terbagi kepada dua kelompok pendapat
berdasarkan pada penggunaan kata kullî di satu sisi dan kata aghlabî atau aktsari di sisi
lain. kaidah fiqhiyyah bersifat aghlabiyah atau aktsariyah, karena realitasnya kaidah
fiqhiyyah mempunyai keterbatasan cakupannya atau mempunyai pengecualian
cakupannya sehingga penyebutan kulli dari kaidah fiqhiyyah kurang tepat.
Adapun persamaan dan perbedaan qawâ’id fiqhiyyah dengan dhawâbith fiqhiyyah serta
nazhâriyah fiqhiyyah adalah sebagai berikut:
• Qawâ’id fiqhiyyah dengan dlawâbith fiqhiyyah
Keduanya memiliki kajian yang sama berupa kaidah yang terkait dengan fikih. Yang
membedakan adalah cakupan ke- duanya di mana qawâ’id fiqhiyyah, selanjutnya
disebut kaidah fikih, lebih luas cakupannya dari dlawâbith fiqhiyyah yang hanya
mengkhususkan diri pada satu bab fikih tertentu
• Qawâ’id fiqhiyyah dengan nazhâriyah fiqhiyyah
Keduanya memiliki kajian yang sama tentang pelbagai permasalahan fikih dalam
pelbagai bidang atau bab. Perbedaanya adalah kalau kaidah fikih mengandung hukum
fikih dan bersifat aplikatif sehingga dapat diterapkan pada cabangnya masing- masing,
sedangkan nazhâriyah fiqhiyyah berupa teori umum tentang hukum Islam yang dapat
diaplikasikan pada sistem, tema dan pengembangan perundang- undangan.

B. MAKNA KATA KUNCI YANG ADA DALAM KAIDAH


Istilah Penting dalam Kaidah: Makna Ridha dalam Bermuamalah
Kata kunci dalam kaidah fikih yang menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah
kata “ridha” yang perlu dipahami agar lebih mengerti makna dari kaidah fikih yang
dimaksud. Ridha secara bahasa berasal dari bahasa Arab radiya yang artinya senang
hati (rela). Ridha menurut syariah adalah menerima dengan senang hati atas segala yang
diberikan Allah swt. baik berupa hukum (peraturan-peraturan) maupun ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan-Nya.Pengertian di atas adalah pengertian dalam
perspektif fikih ibadah atau penjabaran atas dasar interaksi manusia kepada Allah swt.
(habluminallah). Sedangkan dalam perspektif fikih muamalah atau penjabaran atas
dasar interaksi manusia dengan manusia (habluminannas), maka ridha diartikan
menerima dan menyetujui dengan suka rela transaksi yang dilaksanakan antara
seseorang dengan orang lain pada akad yang dilangsungkan.
C. MAKNA UMUM DARI KAIDAH
Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata,
‫و(أل) تفيـد الكـل فـي العـمــوم‬
‫في الجمــع واإلفــراد كالعــليـم‬
“Kata yang mengandung alif lam memberikan makan umum (al-‘umum)
baik kata yang mengandung alif lam ini dalam bentuk mufrad ataukah jamak seperti
kata al-‘aliim.”
‫والنـكـرات فـي سـيـاق النـفــي‬
‫تعطـي العموم أو سيـاق النهــي‬
“Kata nakirah dalam konteks kalimat nafi (peniadaan)
menunjukkan makna umum, begitu pula nakirah dalam konteks kalimat nahi
(pelarangan).”
‫كذاك (مـن) و(مـا) تفيـدان معـا‬
‫كل العمـوم يـا أخــي فاسـمـعــا‬
“Begitu pula kata man (siapa) dan maa (apa),
keduanya memberikan makna umum wahai saudaraku, maka dengarkanlah.
‫ومثـلـــه الـمـفـــرد إذ يـضـــاف‬
‫الرشـد ما يضــاف‬
ُّ ‫فافهـم هديت‬
“Contoh lainnya, kata mufrad jika diidhafahkan (disandarkan pada kata lain,
memberikan makna umum),
maka pahamilah semoga kamu diberi petunjuk.”

Qawaid lughawiyah berarti kaidah-kaidah yang dipakai para ulama untuk menggali
hukum-hukum yang ada dalam alquran dan sunah yang mana kaidah-kaidah itu
sebenarnya berdasarkan makna dan tujuan yang telah diungkapkan oleh para ahli
Bahasa Arab (pakar linguistic Arab) (Amir, 2009).

Kaidah fikih “keridhaan dengan sesuatu adalah ridha dengan akibat yang terjadi
padanya,” memiliki makna sesungguhnya seseorang yang telah ridha (suka) terhadap
sesuatu atau telah menerima akan sesuatu atau mengizinkan untuk sesuatu, maka segala
konsekuensi yang timbul didalamnya maupun rentetan masalah yang ada dari apa yang
telah diterima maka harus diterima.
Makna Kaidah
Kaidah-kaidah tafsir asalnya adalah َ‫ (قَواهعد‬terjemah dari kata Bahasa Arab
yang berasal dari dua suku kata )‫ التفهسي‬yaitu Qawaid dan Al Tafsir. Qawaid
sendiri adalah bentuk plural atau jamak dari ‘Qāidah’ (‫ )قاهعدة‬yang secara bahasa
berarti pondasi. Di dalam Al-Mu’jam Al Wasith oleh Ibrahim Anis disebutkan,
‫هههه‬
َ‫َأساسه‬:‫القاعدةَمنَالبناء‬.
“Kata kaidah, dalam konteks sebuah bangunan adalah pondasinya.”

D. DALIL- DALIL AL-QUR’AN DAN HADIST


dikemukakan oleh Imam Jalaluddin Abdurrahman As- Suyuthi (t.t: 5) dalam kitabnya
al-Asybah wa an-Nazha‟ir, sebagai berikut :
ََََََََ ٌَ ٌ‫ؽَلنفن لصبهومنغئصفن ؼغي بويطوػؽل َضضَََض‬
‫حلئقمفلوومسرنوومأذشهوأسَرهوخ يف‬
َ َ ََََََ ‫فيََووسخَحلرهويَلذَسرؽىل لمَح قومخضَرصيَج‬
َ‫م ؾ صف ة أ ح ك م م س ئ ل م ض ت م ي س ت ب س ط و ر ٍة‬
َََ‫ ََ ََََ ََََض‬.‫ومحواثوموكئػمضتَلثنل ؽىلمصملمن‬
‫وميشكلبَؾغأصَبن مفلومؾصفةمنضغئص‬
Artinya: Ketahuilah, sesungguhnya ilmu al-asybah wa an-Nazha‟ir (kaidah-kaidah
fiqh) adalah ilmu yang agung, denganya dapat diketahui hakikat fiqh, tempat
didapatkannya, tempat pengambilannya dan rahasia-rahasianya. Dengan ilmu ini pula
orang akan lebih menonjol dalam pemahaman dan penghayatannya terhadap fiqih dan
mampu untuk menghubungkan, mengeluarkan hukum-hukum dan mengetahui hukum-
hukum masalah yang tidak tertulis, dan hukum kasus- kasus dan kejadian-kejadian yang
tidak akan habis sepanjang masa. Karena itulah, sebahagian ulama kita mengatakan,
bahwa fiqih adalah mengetahui persamaan-persamaannya.
Mencermati pernyataan di atas, dapat kita pahami bahwa kaidah-kaidah fiqih itu
menduduki fungsi signifikan dan peranan yang sangat urgen dalam pemeliharaan dan
pengembangan hukum Islam. Fungsi dan peranan kaidah-kaidah fiqih (al-qawa‟id al-
fiqhiyyah) bagi para pemikir hukum Islam.

E. KAIDAH-KAIDAH TURUNANYA
merupakan kaidah universal, yang berkembang dan membentuk beberapa kaidah
furu’(cabang):
a). Kaidah dalam masalah transaksi
.‫العبرةفيالعقودبالمقاصدوالمعانيالباأللفاظوالمباني‬.“
Yang diperhitungkan dalam transaksi adalah tujuan dan makna bukan kata-kata dan
bentuknya.”
b). Kaidah dalam masalah sumpah
.‫النيةفياليمينتخصصاللفظالعاموالتعممالخاص‬.“
Niat dalam sumpah dapat mengkhususkan lafaz. yang umum dan tidak menjadikan
umum lafaz yang khusus. Selain kaidah furu’ di atas, kaidah universal al-umu-ru
bimaqa idihamemiliki kaidah turunan yang disebut dengan kaidah parikular,
bahkan sebagaian ulama membentuk kaidah yang saling berbeda dalam bentuk
redaksi dan titik.
F. MASALAH HUKUM DARI KAIDAH TERSEBUT
a. Jika seseorang menyerahkan sejumlahuang kepada orang lain, lalu di
kemudian hari ia mengaku bahwa ia mengutangkannya (dengan sistem
qardh), sementara si penerima mengklaimnya sebagai akad mud rabah, maka
pendapat yang diambil adalah pendapat pihak kedua (si penerima) disertai
sumpah. Sebab prinsip dasar dalam transaksi adalah ketiadaan tanggungan, dan
qardh (akad utang-piutang) meniscayakan tanggungan (daman).

b. Apabila seorang istri menuntut pemberian nafkah atas dirinya yang telah
diputus oleh pengadilan sebagai kewajiban suami dengan ketetapan
hukum yang mengikat, sementara si suami mengaku telah mengirimkan nafkah
kepadanya dan istri telah mengambilnya, namunkeduanya sama-sama tidak
memiliki bukti maka pendapat yang diambil adalah pendapat istri disertai
sumpah, sebab status asalnya adalah tidak adanya pengiriman nafkah
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Imam Tajjuddin al-Subki (w.771 H) mendefinisikan kaidah adalah sesuatu yang bersifat
general yang meliputi bagian yang banyak sekali, yang bisa dipahami hukum bagian
tersebut dengan kaidah tadi..Dalam kitab al-asybah wa al-nazhair dengan singkat
mengatakan bahwa kaidah itu adalah sesuatu yang dikembalikan kepadanya hukum dan
dirinci dari padanya hukum. Sedangkan menurut Imam al-Suyuthi di dalam kitabnya
al-asybah wa al-nazhair, mendefinisikan kaidah adalah Hukum kulli (menyeluruh,
general) yang meliputi bagian-bagiannya.
B. Dari segi terminologi kaidah punya beberapa arti, menurut Dr. Ahmad asy- syafi’i
dalam buku Usul Fiqh Islami, mengatakan bahwa kaidah itu adalah: "Kaum yang
bersifat universal (kulli) yangh diakui oleh satuan-satuan hukum juz’i yang banyak".
Sedangkan mayoritas Ulama Ushul mendefinisikan kaidah dengan : "Hukum yang
biasa berlaku yang bersesuaian dengan sebagian besar bagiannya".
C. Qawa’id Al-Kulliyah yaitu qawa’id yang menyeluruh yang diterima oleh madzhab
madzhab, tetapi cabang-cabang dan cakupannya lebih sedikit dari pada qawa’id yang
lalu.

B. SARAN
Demikianlah makalah ini dibuat, sebagai pemula tentunya masih terdapat banyak
kekeliruan dan kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, saya selaku pemakalah
sangatlah mengharapkan saran membangun dari pembaca sekalian, agar tulisan ini bisa
lebih baik kedepannya dan dapat memberikan manfaat serta konstribusi dalam bidang
Pengantar Ilmu Hukum. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai