Ikhtishar
A. Pengertian
1. Qawaid
2. Makna Fiqih
B. Proses Pembentukan Qawaid Fiqhiyah
C. Manfaat, Objek dan Keuatamaan
1. Manfaat
2. Objek
3. Keutamaan
D. Hubungan Dengan Ilmu Lainnya
E. Perkembangan Kaidah
F. Kaidah Kubra dan Turunannya
1. Kaidah Kubra Pertama
2. Kaidah Kubra Kedua
3. Kaidah Kubra Ketiga
4. Kaidah Kubra Keempat
5. Kaidah Kubra Kelima
A. Pengertian
1. Qawaid
Kata qawa'id ( )ﻗﻮاﻋﺪadalah bentuk jamak dari kata qaidah
( )ﻗﺎﻋﺪةyang arti secara bahasa bermakna asas, dasar, atau pondasi.
179
Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
180
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah
ْ ِ ُﻧطﺑﻘﺔ ٌ ﻋﻠﻰ
ﺟﻣﯾﻊ ِ ﺟ ُْزﺋ ِﯾ ِّﺎﺗﮭﺎ ِ ْ ﻗﺿﯾّﺔ ٌﻛﻠ ُﯾ ﱢّﺔ ٌﻣ
ِ
"Ketetapan yang kulli (menyeluruh, general) yang mencakup
seluruh bagian-bagiannya"
c. As-Subki
Imam Tajjuddin As-Subki (w.771 H) mendefisikan kaidah
fiqhiyah sebagai :
ْ ُ ﻛﺛﯾرة ٌ ﯾ ُْﻔﮭم
أﺣﻛﺎﻣ ُﮭﺎ ْ ﻋﻠﯾﮫ ِ ﺟ
ْ ِ ٌُزﺋ ﱢﯾّﺎت ِ اﻟذي ْﯾﻧ
ْ ُ طﺑق اﻷﻣ ْر ُ ْ ُ ﱢ
ْ ِ ّ اﻟﻛﻠﻲ ﱡ ْ
ﻣﻧﮭﺎِْ
"Kaidah adalah sesuatu yang bersifat general yang meliputi
bagian yang banyak sekali, yang dipahami hukum bagian
tersebut dengan kaidah tadi"
d. Ibnu Abdin & Ibnu Nuzaim
Ibnu Abdin (w.1252 H) dalam muqaddimah-nya, dan Ibnu
Nuzaim (w.970 H) dalam kitab Al-Asybah Wa An-Nazhair
dengan singkat mengatakan bahwa kaidah itu adalah :
181
Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
ْ ِ أﺣﻛﺎﻣ ُﮭﺎ
ُ ﻣﻧﮫ ْ ُ ِ ِ ّﺎﺗﮫ
ْ ﻟﺗﻌرف ْ ُﻌظم ِﺟ
ِ ُزﺋ ِﯾ ِ ْ أﻏﻠﺑﻲ ِ ﱞ
ْ ﯾﻧطﺑق ُﻋﻠﻰ ﻣ ْ ٌ ْ ﺣ ُﻛم
“Hukum yang bersifat mayoritas dan mencakup sebagian besar
bagian-bagiannya supaya dapat diketahui hukum-hukumnya.”
Ada satu kata kunci definisi ini dengan yang lainnya yaitu
kalimat mayoritas bukan menyeluruh.
Karena dalam kaidah fiqih banyak sekali kasus hukum
yang menjadi pengecualian dari kaidah fiqih yang ada, sehingga
sifatnya mayoritas. Artinya menampung banyak hukum dari
permasalahan fiqih namun tidak mencakup secara keseluruhan.
Sifat menyeluruh sebenarnya dimiliki ilmu ushul fiqih yang
sifatnya memang mencakup secara keseluruhan.
Dengan demikian di dalam hukum Islam ada dua macam
kaidah, yaitu kaidah ushul ( )اﻟﻘﻮاﻋﺪ اﻷﺻﻮﻟﯿﺔdan kaidah fiqih ( اﻟﻘﻮاﻋﺪ
)اﻟﻔﻘﮭﯿﺔ:
182
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah
183
Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
184
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah
185
Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
ﻛﻧﺔ
ِ ِ واﻷﻣ ِ ِ ْ ْ ﺑﺣﺳب ﺗﻐﯾ ِﱡر
ْ ْ اﻷزﻣﻧﺔ ُ ِْ
ِ ْ ِ واﺧﺗﻼﻓﮭﺎ ْ ْ ُ ﺗﻐﯾ ﱡ ر
اﻟﻔﺗوى
ِ ِ ْ ّﺎت
واﻟﻌواﺋد ِ واﻷﺣوال واﻟﻧﱢﯾ
ِ ْ ْ
"Fatwa berubah dan berbeda sesuai dengan perubahan zaman,
tempat keadaan, niat, dan adat kebisaaan"
Ibnu Qayyim dianggap sebagai penemu kaidah tersebut,
demikian pula Ibnu Rusyd (w.520-595 H) dalam kitab Fiqihnya
Bidayat al-Mujtahid Wa Nihayat al-Muqtasid, sesudah menjelaskan
perbedaan pendapat ulama tentang masalah batas maksimal
kehamilan, beliau berkesimpulan dengan kaidah :
ٌ ْ ُ ّاﻋﯾﺔ
ِ ْ ْ ِ ﻣﻧوط
ﺑﺎﻟﻣﺻﻠﺣﺔ ِ ْ ُ ﺗﺻر ﱡ ف
ِ ِ اﻹﻣﺎم ِ ﻋﻠﻰ اﻟر
“Kebijakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya harus
berorientasi kepada kemaslahatan.”
Kaidah ini berasal dari kata-kata Imam al-Syafi'i yang
berbunyi :
ْ ِ ْ ِ ﻛﻣﻧزﻟﺔ
ِ ْ ِ ّاﻋﯾﺔ ِ ْ ُ ﻣﻧزﻟﺔ
ِ ْ
ِ ْ ِ اﻟوﻟﻲ ﱢ ِﻣن
اﻟﯾﺗﯾم ِ ْ اﻟواﻟﻲ
ِ ﻣن اﻟر
"Kedudukan seorang pemimpin terhadap rakyatnya seperti
kedudukan wali kepada anak yatim"
186
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah
َ ِ َﺿَرَر َوﻻ
ﺿرار َ َﻻ
"Jangan memudaratkan dan jangan dimudaratkan" (HR. Al-
Hakim).
Hadits ini digunakan untuk melegitimasi kaidah:
187
Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
Misalnya kaidah:
ُ
ِ ُ ْاﻷﻣ ُْور
ﺑﻣﻘﺎﺻدھﺎ
ِ ِ
“Semua perkara itu tergantung kepada maksudnya”
Kaidah ini berasal dari banyak materi Fiqih, karena di
dalam Fiqih, nilai suatu perbuatan tergantung kepada niatnya.
Di dalam ibadah, apakah niat ibadah itu wajib atau sunnah,
dilaksanakan tepat waktu atau dengan cara qadha.
Dalam muamalah, apakah menyerahkan barang itu dengan
niat memberi (hibah) atau meminjamkan.
Dalam jinayah apakah perbuatan criminal itu dilakukan
karena kesengajaan (dengan niat) atau kesalahan (tanpa niat)
dan seterusnya, semua itu hukumnya dilandaskan kepada niat,
maksud dan tujuannya.
Hukumnya berbeda sesuai dengan niat dan tujuan masing-
masing. Maka muncul kaidah tersebut di atas. Kaidah tersebut
dirujukkan kepada hadits:
ِ اﻷﻋﻤﺎل ِﺑﺎﻟﻨﱢ
ّ ُ ْ ْ ِّإﳕﺎ
ـﻴﺎت
"Setiap perbuatan tergantung niatnya" (HR. Bukhari Muslim dari
Umar bin Khattab)
Juga kepada Hadits:
ِ اﺳﺘﻜﺮﻩ ِر
ْ ِ ْ ُ ْ اﻟﻨﺴﻴﺎن وﻣﺎ
ﻋﻠﻴﻪ ُ ْ اﳋﻄﺄُ و ﱢ
ْ ُﻣﱵ
ْ
ِ ّ ﻋﻦ أ
ْ ﻓﻊُ
"Diangkat dari umatku (tidak dituliskan berdosa) perbuatan
karena keliru, lupa, dan terpaksa" (HR. Ibnu Majah dari Ibnu
'Abbas)
Tidak hanya dengan dalil itu saja tapi juga disandarkan
kepada ayat-ayat Al-Quran yang berubungan dengan niat,
seperti ayat berikut :
188
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah
"Dan tidaklah ada dosa atasmu terhadap apa yang kami khilaf
padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh
hatimu" (QS. Al-Ahzab : 5)
Demikian pula dalam surat an-Nisaa' ayat 92 dan 93 yang
menyatakan adanya pembunuhan karena kesalahan (tanpa niat)
dan pembunuhan karena sengaja (dengan niat).
Selain itu juga dirujukkan kepada tujuannya, baik atau
buruk, apakah tujuannya penipuan yang dilarang atau bertujuan
baik untuk memberi manfaat kepada manusia.
Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa;
Pertama, apabila dirujukkan kepada hadits, dan ternyata
hadits-hadits tadi sama dengan kaidah, maka hadits tadi bisa
menjadi kaidah di kalangan Ulama Fiqih.
Kedua, kaidah yang dirujukkan kepada pemahaman nash-
nash (Al-Quran dan Al-Hadits), maka substansi pemahaman
itulah yang jadi kaidah.
Seperti telah disinggung di muka, setelah menjadi kaidah
yang mapan, para ulama mengelompokkan kembali materi-
materi Fiqih yang masuk dalam kaidah tersebut dan apa-apa
yang keluar (pengecualian) sebagai contoh-contoh penerapan
kaidah.
Misalnya, dalam kitab al-Asybah wa al Nazhair, Imam al-
Suyuthi menjelaskan kaidah:
ُ
ِ ُ ْاﻷﻣ ُْور
ﺑﻣﻘﺎﺻدھﺎ
ِ ِ
"Setiap perkara tergantung kepada niatnya"
Al-Suyuthi, membahas masalah niat dalam beberapa sub
poko bahasan:
1. Kaidah-kaidah niat dilegimitasi oleh hadits niat;
2. Adanya masalah-masalah Fiqih yang lebih sempit di
kelompokkan dan disandarkan kepada kaidah tersebut,
seperti masalah-masalah ibadah mahdhah, munakahat, dan
189
Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
ْ ُ ﺗﻌﻣ ﱢم
ّ اﻟﺧﺎص ُ اﻟﻌﺎم ّوﻻ ْ ّﺗﺧﺻ ﱢص ُ اﻟﻠ
ْ ﻔظ ْ ِ ْ ﻓﻲ
ُ ِ اﻟﯾﻣﯾن ِ ُ اﻟﻧﯾ ﱢّﺔ
"Niat di dalam sumpah mengkhususkan (yang diucapkan) dengan
kata-kata yang umum dan tidak bisa mengumumkan kata-kata
yang khusus"
Bersumpah dengan tidak menyebutkan nama orang atau
sesuatu secara khusus maka harus dijelaskan apa yang diniatkan
itu siapa. Tetapi tidak sebaliknya, apa yang di niatkan kepada
seseorang, maka tidak bisa digeneralisir;
8. Pembahasan tentang kasus-kasus tertentu secara khusus
yang tersebut dalam kitab-kitab Fiqih mazhab Syafi'i.
Dalam kitab al-Qawa'id fi al-Fiqih, karangan Ibnu Rajab al-
Hanbali, ada kaidah yang berbunyi:
ْ ﻗﺑل
ِ ْ وﻗﺗﮫ ِ ِﻋﻠﻰ وﺟ ْﮫٍ ﻣ ُﺣر ّم ٍ ﻋ
ُوﻗب ْ ِ ُ ﻣن ْﺗﻌﺟ ّل ﺣﻘﮫ ُ ّ أو ْﻣﺎ
ْ ُ أﺑﯾﺢ ﻟﮫ
ِِ ِْ ِ
ﺑﺣرﻣﺎﻧﮫ
"Barangsiapa yang mempercepat haknya atau yang
membolehkannya sebelum waktunya dengan cara yang haram,
190
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah
ِ ِ ْ ِ ِ ُوﻗب
ﺑﺣرﻣﺎﻧﮫ ِ ْ أواﻧﮫ ِ ﻋ
ِ ْ ٍ ﻣن ْ ﺗﻌﺟ ّل ِﺑﺷﻲء
ﻗﺑل
"Barangsiapa yang mempercepat sesuatu sebelum waktunya,
diberi sanksi dengan haramnya hal tersebut"
C. Manfaat, Objek dan Keutamaan
1. Manfaat
Adapun manfaat dari mempelajari Kaidah Fiqih adalah
memberi kemudahan di dalam menemukan hukum-hukum
untuk kasus-kasus hukum yang baru dan tidak jelas nash-nya
dan memungkinkan menghubungkannya dengan materi-materi
Fiqih yang lain yang tersebar di berbagai kitab Fiqih serta lebih
memudahkan kita dalam menentukan hukum.
2. Objek
Adapun objek bahasan kaidah-kaidah Fiqih itu adalah
perbuatan mukallaf itu sendiri, dan materi Fiqih itu sendiri yang
dikeluarkan dari kaidah-kaidah Fiqih yang sudah mapan yang
tidak ditemukan nash-nya secara khusus di dalam Al-Quran
atau Sunnah atau Ijma (konsensus para ulama).
3. Keutamaan
Orang yang ingin memahami ilmu fiqih, akan mencapai
191
Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
192
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah
ِ ِ ْ ُ ودرء
اﻟﻣﻔﺎﺳد ْ ُ ﺟﻠب
ْ ِاﻟﻣﺻﺎﻟﺢ
ِ ْ
"Meraih yang maslahat dan menolak yang mafsadah"
Keseluruhan taklif yang tercermin di dalam konsep al-
ahkam al-khamsah, (wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram)
tujuan adalah kembali kepada kemaslahatan hamba Allah di
dunia dan akhirat.
Bagaimanapun ketaatan hamba, tidak akan menambah apa-
apa kepada kemahakuasaan dan kemahasempurnaan Allah.
Demikian pula sebaliknya, kemaksiatan hamba tidak akan
mengurangi apapun terhadap kemahakuasaan dan
kemahasempurnaan Allah.
F. Kaidah Kubra dan Turunannya
Para ulama yang menyusun berbagai kaidah fiqhiyah
mengumpulkan berbagai kaidah sesuai dengan tema utamanya,
yang disebut dengan kaidah kubra.
Masing-masing kaidah kubra ini memiliki kaidah-kaidah
turunan, yang menjelaskan lebih detail tiap pengembangan dari
masing-masing kaidah kubra.
1. Kaidah Kubra Pertama
193
Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
Contoh
Jika ada seseorang yang mengatakan kepada temannya,
“Aku hadiahkan mobil ini kepadamu dengan catatan berikan
mobilmu itu kepadaku”, maka akad yang terjadi disini bukanlah
hadiah, walaupun dia mengatakan itu hadiah.
Karena makna dan maksud akad tersebut sudah jelas, yaitu
jual beli (barter). Dan dalam akad, yang dijadikan pijakan adalah
maksud dan makna bukan lafadz dan bentuk perkataan.
Sedangkan yang dimaksud dengan hadiah adalah
pemberian yang tidak membutuhkan imbalan dalam bentuk apa
pun.
b. Kaidah Turunan Kedua
194
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah
195
Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
196
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah
197
Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
198
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah
199
Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
200
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah
201
Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
Contoh penerapannya :
Sebuah bahaya bisa saja terjadi pada siapa saja dan kapan
saja. Maka perlu dilakukan sebuah tindakan untuk menolak
bahaya tersebut. Jika kita tidak berhasil menolak semuanya,
maka setidaknya kita menolak sebagiannya.
Dan jika kita sudah berusaha menolaknya, namun bahaya
tersebut terjadi juga maka setidaknya kita bisa mengurangi efek
bahaya tersebut setelah terjadinya.
Maka penolakan bahaya bisa dibagi secara waktu menjadi
penolakan sebelum terjadi dan penolakan setelah terjadi.
Sedangkan secara prosentase penolakan bisa dibagi menjadi
penolakan secara keseluruhan atau penolakan sebagian bahaya.
Contoh penolakan sebelum terjadi adalah pensyariatan
khiyar majlis dan khiyar syart dalam transaksi jual beli. Untuk
menolak bahaya yang mungkin bisa terjadi setelah
dilakukannya transaksi jual beli.
Contoh penolakan setelah terjadi adalah adanya khiyar
ghibn, khiyar aib dan khiyar tadlis setelah transaksi jual beli
selesai dilakukan. Untuk menolak bahaya kerugian yang telah
dialami oleh salah satu pihak setelah transaksi tersebut.
Dua contoh diatas sekaligus sebagai contoh untuk
penolakan bahaya secara keseluruhan.
Sedangkan contoh penolakan bahaya sebagian adalah jika
ada seseorang yang suka mencelakai orang lain dan dia tidak
akan berhenti kecuali jika diberi uang, maka pemberian uang
dalam hal ini merupakan sebagian dari bahaya yang tidak
mungkin ditolak demi menolak bahaya yang lebih besar sebisa
mungkin.
b. Kaidah Turunan Kedua
202
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah
Contoh penerapannya :
Jika ada orang faqir yang memiliki kerabat yang dalam
tanggungannya yang juga faqir, maka keduanya tidak
berkewajiban untuk memberi nafkah bagi yang lain jika
memang dia bahkan susah menafkahi dirinya sendiri.
Karena kondisi faqir adalah baya bagi dirinya, dan
kewajiban memberi nafkah adalah bahaya yang lain yang tidak
bisa menghilangkan bahaya pertama.
Atau dengan contoh lain misalnya ada orang yang dipaksa
untuk membunuh orang lain, dan jika tidak mau maka ia yang
akan dibunuh, maka dia tetap tidak boleh membunuh orang lain
tersebut.
Karena ancaman pembunuhan atasnya adalah bahaya
serupa dan setara dengan bahaya pembunuhan terhadap orang
lain. Dan bahaya tidak dapat dihilangkan dengan bahaya serupa
atau setara.
c. Kaidah Turunan Ketiga
203
Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
204
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah
اﻟﻌﺎد َ ُة ﻣ ُ َﺣﱠﻛَﻣٌﺔ
َ
“Adat istiadat dapat dijadikan pijakan hukum”
Adat atau apa yang dianggap sebagai kebiasaan yang tidak
bertentangan dengan hukum Allah dan sudah berlaku secara
umum di tengah masyarakat, bisa dijadikan salah satu pedoman
dalam hukum.
a. Kaidah Turunan Pertama
205
Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
membedakan.
Bagi yang membedakan, perbedaannya adalah bahwa
kaidah kubra bersifat umum, sedangkan kaidah ini bersifat
khusus, yaitu khusus berlaku dalam tradisi berbahasa saja.
Perbedaan tersebut dipicu oleh perbedaan mereka dalam
memaknai kata isti’mal yang terdapat di awal kaidah.
Contohnya adalah ketika ada seseorang yang bersumpah
untuk tidak minum dari air sungai A. Dan sudah jamak
diketahui bahwa masyarakat di sekitar orang tersebut
menggunakan makna majazi lebih banyak dari pada
menggunakan makna hakiki.
Makna hakiki ‘minum dari sungai’ disini adalah langsung
meneguk dari sungai tersebut tanpa sarana apapun. Sedangkan
makna majazi ‘minum dari sungai’ adalah minum dari air yang
diambil atau bersumber dari sungai tersebut.
Jika orang tersebut kemudian minum dari sungai itu setelah
bersumpah untuk tidak minum darinya, maka hukumnya terjadi
perbedaan diantara para ulama menjadi tiga pendapat :
Pertama, dia dianggap melanggar sumpahnya hanya jika
meminumnya dengan sarana seperti minum air dirumahnya
yang bersumber dari sungai tersebut, bukan langsung meneguk
dari sungai.
Kedua, dia dianggap melanggar sumpahnya baik
meneguknya langsung dari sungai seperti para musafir
pedalaman, atau minum di rumahnya yang air minumnya
memang bersumber dari sungai tersebut.
Ketiga, dia dianggap melanggar sumpahnya hanya jika
meneguk langsung dari sungai sebagaimana para musafir
pedalaman.
b. Kaidah Turunan Kedua
206
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah
ْ ت أَ ْو َﻏَﻠَﺑ
ت اﻟﻌﺎد َ ُة إَِذا ﱠ
ْ َ اطَرد َ ُ إِﱠﻧَﻣﺎ ُﺗْﻌَﺗَﺑر
“Sebuah tradisi hanya akan bisa diterima sebagai pijakan hukum
ketika tradisi tersebut sudah berjalan berulang-ulang dan
mendominasi”
Contoh penerapannya :
Jika ada dua orang di dua negara yang sedang bertransaksi
dalam suatu bisnis internasional dan mereka sepakat bahwa
pembayarannya menggunakan mata uang dollar tanpa
menyebutkan dollar negara mana, maka dollar yang dimaksud
adalah dollar amerika. Karena transaksi dengan mata uang
tersebut sudah berulang-ulang dan mendominasi.
d. Kaidah Turunan Keempat
اﻟﺷِﺎﺋِﻊ ﻻَ ﻟِﱠﻠﻧِﺎدِر
ب ﱠ ِ ِاﻟﻌْﺑَرُة ﻟِْﻠَﻐﺎﻟ
ِ
“Yang dijadikan sandaran adalah kebiasaan dominan dan populer
bukan kebiasaan yang langka”
Contoh penerapannya :
Syariat telah menetapkan bahwa umur lima belas adalah
batasan dimulainya usia baligh bagi mereka yang tidak memiliki
207
Bab 8 : Qawaid Fiqhiyah Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
َ َ
ِ ﻻَ ﯾُْﻧَﻛر ُ َﺗَﻐﯾ ﱡر ُ اﻷْﺣَﻛِﺎم ِﺑَﺗَﻐﯾ ﱡ ِر اﻷْزَﻣ
ﺎن
“Perubahan hukum ijtihadi karena adanya perubahan zaman
sama sekali tidak boleh dicela”
Contoh penerapannya :
Sudah menjadi kebiasaan sejak dulu bahwa masjid tidaklah
ditutup pada saat kapan pun. Karena masjid adalah tempat suci
yang dipersiapkan untuk beribadah.
Namun, ketika zaman berubah, kejahatan merajalela, maka
para ulama kemudian menfatwakan bolehnya mengunci masjid
di luar waktu shalat, demi menjaga masjid dari kesia-sian atau
pencurian. Dan perubahan hukum ini sama sekali tidak boleh
untuk dicela.
208