DZAHIR DA
DISUSUN OLEH :
EDO WARDI
R
M. EZRA ALY AKBA
M. YANTO
Pengertian Dzahir dan Mu’awwal
• Hukum Dzahir
Yang dimaksud dengan hukum dzahir adalah dalam hal bagaimana kita
boleh atau harus berpegang pada makna yang dzahir, dan dalam
keadaan bagaimana pula kita boleh meninggalkan arti dzahir.
Para ulama ushul fiqih memberi hukum tentang pemakaian lafaz dzahir
sebagai berikut:
Dzahir itu adalah dalil syar’i (yang) wajib diikuti, kecuali terdapat dalil
yang menunjukkan lain daripadanya.
Maksudnya adalah apabila tidak terdapat alasan yang kuat untuk
mendorong pentakwilan sesuatu lafazh, maka lafazh dzahirnyalah yang
dipakai sebagai dalil dan yang wajib kita ikuti
• Hukum Mu’awwal
Landasan umum takwil adalah mengamalkan dalil sesuai konteks
bahasanya dan mengambil ketetapan hukumnya. Takwil itu
mencakup berbagai kemungkinan yang berasal dari akal, bukan
bersumber dari bahasa. Takwil tidak akan ada kecuali dengan dalil.
Untuk menghindarkan dari kesalahan dalam berijtihad, juga sebagai
cara meng-istimbath hukum dari nash dengan menggunakan takwil
jika arti nash itu sudah tentu mengandung hukum, jelas dan
dalalahnya qath’i, maka tidak boleh ditakwilkan dengan akal.
Jika arti nash yang zahir itu berarti umum, atau berarti zhanni yang
tidak pasti, wajib mengamalkan sesuai maknanya.
Dibolehkan mengubah arti dari yang zahir kepada arti yang lain
sepanjang berdasar pada dalil, bahkan diwajibkan untuk untuk
mengompromikan berbagai nash yang saling bertentangan.
Implikasi Penerapan Hukum Dzahir dan Muawwal