Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

USHUL FIQH II
(NASKH DAN MANSUKH)

OLEH
KELOMPOK 8

HAYATI :18.23.590
LENI : 18.23.607

DOSEN PENGAMPU :
H. AHMAD LUTFI S.Ag, M.E.I

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Nasakh merupakan pembatalan pelaksanaan hukum dengan
hukum lain yang datang kemudian. Ada perbedaan pendapat
tentang ada tidaknya nasakh dalam Al-Qur’an. Ada ulama yang
mengatakan tidak ada nasak dalam Al-Qur’an,tetapi ada pula
yang mengatakan bahwa ada nasak dalam Al-Qur’an serta
mereka juga mengemukakan dalil yang mendukungnya.

B. Rumusan Masalah
1.Apa pengertian Al-Nasakh Wa al-Mansukh?
2.Bagaimanakah cara mengetahui Al-Nasakh Wa al-Mansukh?
3.Sebutkan macam dan jenis Al-Nasakh Wa al-Mansukh?
4. Apakah hikmah dari Al-Nasakh Wa al-Mansukh
5. Apa syarat-syarat nasakh?
6.Apa sajakah permasalahan dalam naskh dan mansukh?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Nasakh Wa al-Mansukh


Secara etimologi Nasakh dapat diartikan menghapus,
menghilangkan, yang memindahkan, menyalin, mengubah dan
menggganti. Sejalan dengan pengertian tersebut Ahmad Syadali
mengartikan nasakh dengan 2 macam yaitu :

1.pertama ‫االزلة‬: yang berarti hilangkan, hapuskan. Definisi ini


merujuk pada dialok orang Arab yang sering berkata ‫نسحت‬
‫( الشمس الظل‬Cahaya Matahari menghilangkan bayang-bayang).
Kedua ‫ نقل الشيئ الى موضع‬.yaitu memindahkan sesuatu dari satu
tempat ketempat yang lainnya. Definisi ini juga merujuk pada(
QS.al-Jaziyah:29)

Sedangkan secara istilah Nasakh dapat didefinisikan dengan


beberapa pengertian antara lain:
a. Hukum Syara’ atau dalil Syara’ yang menghapuskan dalil
Syara’ terdahulu dan menggantinya dengan ketentuan hukum
baru yang dibawahnya.
Contoh :( S. al-Mujadalah:12 yang di Nasakh oleh ayat 13)
tentang kewajiban bersedekah jika akan menghadap rasul
menjadi bebas.
b. Nasakh adalah Allah SWT. Artinya otoritas menghapus dan
menggantikan hukum syara’ hakikatnya adalah Allah SWT.
Definisi ini didasarkan pada:(S. al-Anam:5 dan al-Baqorah :106)
c. ‫ رفع الحكم الشرعي بخطاب شرعي شرحياعنه‬artinya mengangkatkan
hukum syara’ dengan perintah atau khitab Allah yang datang
kemudian dari padanya.
Dari definisi di atas dapat kita pahami bahwa pada dasarnya
Nasakh tidak lain sebagai proses penghapusan ayat dan hukum
yang tertuang dalam al-Qur’an. Selain itu kedatangan ayat yang
menghapus mutlak adanya setelah ayat yang di hapus.

2.Adapun Mansukh secara bahasa dapat diartikan dengan yang


dihapus, dipindah dan disalin/dinukil. Selain itu ada juga yang
mengartikan dengan ‫ الحكم المرتفع‬Hukum yang diangkat.
Contoh:(QS. Al-Nisa : 11 Menasakh QS. Al-Baqarah: 180)
tentang wasiat.
Artinya : “Allah mensyari’atkan bagimu tentang pembagian
pusaka untuk anak-anakmu. yaitu : bagian seorang anak lelaki
sama dengan bagian dua orang anak perempuan dan jika anak
itu semuanya perempuan lebih dari dua Maka bagi mereka dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu
seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua
orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak
jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia
diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat
sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara,
Maka ibunya mendapat seperenam. Pembagian-pembagian
tersebut di atas sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau dan
sesudah dibayar hutangnya. Tentang orang tuamu dan anak-
anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang
lebih dekat banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan
dari Allah.( Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.”)
Artinya :”Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu
kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang
banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara
ma’ruf Ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
Sedangkan secara istilah Mansukh adalah hukum syara’ yang
diambil dari dalil syara’ yang pertama yang belum diubah,
dengan dibatalkan dan diganti oleh hukum dari dalil syara’ baru
yang datang kemudian.
Dengan demikian, mengacu pada definisi Al-Nasakh Wa al-
Mansukh di atas baik secara bahasa maupun istilah pada
dasarnya secara eksplisit Al-Nasakh Wa al-Mansukh
mensyaratkan beberapa hal antara lain :
1.) Hukum di Mansukh adalah hukum Syara’. Artinya hukum
tersebut bukan hukum akal atau buatan manusia. Adapun yang
dimaksud hukum Syara’ adalah hukum yang tertuang dalam al-
Qur’an dan al-Hadis yang berkaitan dengan tindakan Mukalaf baik
berupa perintah (Wajib, Mubah) larangan (Haram, Makruh)
ataupun anjuran (Sunah).
2.) Dalil yang menghapus hukum Syara’ juga harus berupa dalil
Syara’. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah SWT
dalam(QS. Al-Nisa’: 59).
3.) Dalil/ayat yang di Mansukh harus datang setelah dalil yang di
hapus.
4.) Terdapat kontradiksi atau pertentangan yang nyata antara dalil
pertama dan kedua sehingga tidak bisa dikompromikan.

B.Macam- macam nasakh


Khalid Ramadhan hasan dalam kitabnya Mu’kjam fi Ushul
Fiqih ,membagi nasakh menjadi 4 jika dilihat dari segi nasakh
atau yang menghapus :
1.) Al-Qur’an di nasakh oleh Al-Qur’an : contohnya ayat yang
berbicara tentang seruan membakar semangat dua puluh orang
mukmin yang sabar akan mengalahkan musuh sebanyak dua
ratus orang terdapat dalam surat Al-Anfal ayat 65 :
َ َ‫ض ْال ُمؤْ ِّم ِّنينَ َعلَى ْال ِّقتَا ِّل ِّإ ْن َي ُك ْن ِّم ْن ُك ْم ِّع ْش ُرون‬
‫صا ِّب ُرونَ َي ْغ ِّلبُوا‬ ِّ ‫ي َح ِّر‬ ُّ ‫َيا أَيُّ َها النَّ ِّب‬
65( َ‫)مائَتَي ِّْن َو ِّإ ْن َي ُك ْن ِّم ْن ُك ْم ِّمئَةٌ َي ْغ ِّلبُوا أ َ ْلفًا ِّمنَ الَّذِّينَ َكفَ ُروا ِّبأَنَّ ُه ْم قَ ْو ٌم ََل َي ْفقَ ُهون‬ ِّ
Artinya : Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk
berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu,
niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang
musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu,
niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada
orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak
mengerti[623].[6]

Kemudian ayat diatas di nasakh atau dihapus dengan ayat lain


yang menegaskan bahwa membakar semangat 100 orang yang
sabar akan mengalahkan musuh sebanyak 200 orang terdapat
dalam surat Al-Anfal ayat 66 :
َ ٌ‫ض ْعفًا فَإ ِّ ْن يَ ُك ْن ِّم ْن ُك ْم ِّمئَة‬
‫صابِّ َرة ٌ يَ ْغ ِّلبُوا‬ َ ‫َّللاُ َع ْن ُك ْم َو َع ِّل َم أ َ َّن فِّي ُك ْم‬ َّ ‫ف‬ َ َّ‫ْاْلَنَ َخف‬
66( َ‫صا ِّب ِّرين‬ َّ ‫َّللاُ َم َع ال‬ َّ ‫ف يَ ْغ ِّلبُوا أ َ ْلفَي ِّْن ِّبإ ِّ ْذ ِّن‬
َّ ‫َّللاِّ َو‬ ٌ ‫ِّمائَتَي ِّْن َو ِّإ ْن يَ ُك ْن ِّم ْن ُك ْم أ َ ْل‬
Artinya : Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia
telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada
diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan
dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu
ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat
mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. dan Allah
beserta orang-orang yang sabar.

2.)Al-Qur’an di nasakh oleh As-Sunnah


Contohnya ayat tentang wasiat untuk kedua orang tua dan
kerabat telah dihapus hukum-hukumnya oleh hadis Nabi:
”Ketahuilah bahwa tidakah ada wasiat bagi ahli waris.contoh
lain ayat tentang “hukum cambuk(jilid) bagi laki- laki dan
perempuan yang berzina dengan 100 kali cambuk di nasakh oleh
hadis tentang rajam “rajam bagi pelaku yang berzinah.”
3). As-Sunnah di nasakh oleh Al-Qur’an
Contoh hadis nabi yang menyatakan “Menghadap ke baitul
maqdish ketika shalat selama 16-17 bulan.”(H.R.Bukhari). lalu
ketentuan itu dihapus oleh Al-Qur’an surat (Al- Baqarah ayat
144) yang menyerukan shalat menghadap ke Baitullah atau
Mekah.
(sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke
langit[96], Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke
kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu
ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan
Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah
benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari
apa yang mereka kerjakan).

4). As-Sunnah di nasakh oleh As-sunnah


Seperti larangan berziarah kubur pada waktu permulaan Islam.
Kemudian Rasul dengan hadisnya yang lain membolehkan
ziarah kubur setelah masyarakat mengetahui hakikat ziarah
kubur (H.R.Muslim)
Artinya : “dulu aku(nabi) melarang kalian untuk ziarah kubur,
sekarang berziarah kuburlah kamu.”(H.R. Muslim)

C. Bentuk Nasakh Dalam al-Qur’an


Al-Qattan dalam bukunya Mabahis Fi Ulumil Qur’an
membagi Nasakh dalam al-Qur’an dalam 3 macam, yaitu :
1). Nasakh Tilawah (bacaan) beserta Hukumnya.
Artinya keberadaan ayat dan hukumnya telah dihapus sehingga
tidak dapat kita jumpai lagi dalam al-Qur’an. Jenis Nasakh ini
menjadi detail, sebab apakah mungkin hal yang demikian itu
terjadi. Tentunya keraguan yang demikian itu adalah wajar,
sebab bisa jadi keberadaan jenis Nasakh ini tereduksi dengan
kepentingan tertentu. Namun demikian dalam literatur yang ada,
pada dasarnya bentuk Nasakh ini merujuk pada Hadis riwayat
Muslim yang menyatakan bahwa :
‫ فتف فى رسول‬.‫كان فيما أنزل عشر رضعات معلومات فنسخن بخمسى معلومات‬
)‫ (وهن مما يقرأ من القران‬.‫م‬.‫هللا ص‬

Menurut Qodi Abu Bakar, Nasakh yang demikian ini tidak dapat
diterima, sebab keberadaan jenis Nasakh ini ditentukan oleh
khabar Ahad. Namun bagi al-Qattan berpendapat bahwa
penetapan Nasakh dan penetapan sesuatu sebagai bagian dalam
Qur’an adalah dua hal yang berbeda. Artinya dalam penetapan
Nasakh cukup bisa dengan Khabar ahad sedangkan sesuatu
sebagai Qur’an harus dengan dalil qot’I atau khabar Muatawatir.

2.) Kedua Nasakh Hukum sedang tilawah (bacaannya) tetap.


Contoh Nasakh ini adalah ayat idah selama satu tahun yang
di Nasakh menjadi 4 bulan 10 hari. Sebagaimana yang terdapat
dalam (QS. Al-Baqarah: 240).
( “Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu
dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-
isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan
tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka
pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris
dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma’ruf
terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”)

Ayat tersebut di Nasakh QS. Al-Baqarah : 234 (“ Orang-orang


yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-
isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya
(ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila Telah
habis ‘iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali)
membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut
yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”)

Hikmah yang dapat kita petik atas keberadaan jenis Nasakh ini
adalah :
1). Bahwa al-Qur’an sebagai Kalamullah, ia bukan hanya untuk
diketahuai dan diamalkan hukumnya, namun ia juga untuk
dibaca untuk mendapatkan pahala.
2). Sebagai pengingat manusia atas segala nikmat Allah SWT,
sebab Nasakh pada dasarnya untuk meringankan.
3). Nasakh tilawah sedangkan hukum tetap.

Keberadaan Nasakh jenis ini merujuk pada Hadis dari Umar Bin
khatob dan Ubay Bin Ka’ab. Yang menyatakan :
‫كان فيما انزل من الق ران الشيخ والشيخة اذأ زنيا فارجمو هما البتة نكاال من هللا‬
Artinya :“Termasuk dari ayat al-Qur’an yang diturunkan ialah
ayat (Yang artinya) “orang tua laki-laki dan orang tua
perempuan itu kalau keduanya berzina, maka rajamlah
(dihukum lempar batu sampai mati ) sekaligus sebagai balasan
dari Allah.”
Ketentuan hukum rajam dari Hadis diatas apabila kita mencari
lafalnya dalam Mushaf Usmani (al-Qur’an) tentu kita tidak akan
menemukannnya, sebab ayat tersebut sudah dimansukh. Namun
ketentuan hukumnya ( Rajam bagi orang tua) masih tetap
berlaku. Menurut sebagian ahli ilmu jenis Nasakh ini tidak dapat
di terima, sebab khabarnya adalah khabar ahad. Padahal tidak
dibenarkan memastikan turunnya al-Qur’an dan Nasakhnya
dengan khabar ahad.

D. Nasakh Berpengganti Dan Tidak Berpengganti


1. Nasakh berpengganti
Di lihat dari sisis penggantinya jenis Nasakh ini terdapat 3
macam yaitu :
a. Nasakh dengan badal akhof ( pengganti yang lebih ringan )
b. Nasakh dengan badal Mumatsil ( pengganti serupa )
c. Nasakh dengan badal Atsqal ( pengganti yang lebih berat ).
2. Nasakh tanpa Badal.
Jenis Nasakh ini contohnya adalah sebagaimana yang
terdapat dalam penghapusan kewajiban bersedekah ketika
hendak menghadap Rasul sebagaimana yang terdapat dalam
(QS. Al-Mujadalah : 12 yang di Nasakh ayat 13)
E. Pandangan para ulama terhadap Al-Nasakh Wa al-
Mansukh
Keberadaan Al-Nasakh Wa al-Mansukh sebagai mana yang
telah diungkap dalam awal pembicaraan di atas, menunjukkan
bahwa Nasakh dan Mansukh sangat penting dalam kajian hukum
Islam, sebab ia bukan hanya terkait dengan aspek hukum syara’
melainkan juga tak jarang berkaitan dengan teologi. Oleh karena
itu Al-Nasakh Wa al-Mansukh dalam pandangan para ulama
tentunya beraneka ragam. Di antara pendapat-pendapat tersebut
adalah :
1. Nasakh secara akal bisa terjadi dan secara sam’I telah terjadi.
Pendapat pertama ini merupakan pendapat dari kalangan
Jumhur ulama’. Dasar hukum yang mereka pakai adalah :
Bahwa perbuatan Allah tidak bergantung pada alasan dan
tujuan. Sehingga dengan ketidak ketergantungan Allah pada
adanya tujuan dan alasan tersebut, maka adalah hak
prerogativeNya untuk menghapus ataupun tidak.
Adanya Nash Qur’an dan Hadis yang membolehkan, seperti :
a. Dalam Qur’an surat an-Nahl : 101
b. QS. Al-Baqarah:106
c. Hadis Dari Ibn Abbas yang menyatakan :
‫ اقرؤنا ابى واقعنانا وانا لتدع من قول ابى وذاك ان أبيا‬.‫قال عمر رضى هللا عنه‬
‫ وقد قال هللا عز وجل ننسخ من ايته‬.‫م‬.‫ ال ادع شئا سمعته من رسول هللا ص‬:‫يقول‬
)‫(رواه ابن عباس‬.…‫اوننسها‬
2. Nasakh secara akal mungkin terjadi namun secara syara’
tidak.
Pendapat ini di motori oleh abu Muslim al-Asfihani. Ia
berpendapat Nasakh mungkin terjadi secara logika namun secara
syara’ tidak. Sebab ia berpedoman pada (QS. Fushilat:42).
3. Nasakh tidak mungkin terjadi baik secara akal maupun
pandangan.
Pendapat ini berasal dari kaum Nasrani. Menurut
pandangan kaum Nasrani Nasakh mengandung konsep al-Ba’da
yang hal itu mustahil bagi Allah SWT. Dengan demikian adalah
mustahil Allah menghapus apa yang telah di FirmankanNya.
F. Hikmah Al-Nasakh Wa al-Mansukh
Dari uraian di atas, maka dapatlah kita pahami bahwa
kajian Nasakh dan Mansukh memiliki hikmah yang teramat
penting. Adapun hikmah tersebut dapat kita petakan menjadi 2
macam yaitu hikmah secara umum dan hikmah secara khusus
yang merujuk pada jenis penggati hukumnya. Hikmah-hikmah
tersebut adalah :
A.Secara umum hikmah Al-Nasakh Wa al-Mansukh
adalah :
1). Membuktikan Bahwa Syariat Agama Islam adalah Syari’at
yang sempurna.
2). Memelihara kepentingan hamba.
3). Cobaan bagi mukalaf untuk mengikuti ataupun tidak
mengikuti.
4). Sebagai bukti relevansi hukum syara’ di setiap kondisi umat
manusia.
5).Kemudahan dan kebaikan bagi umat.

B. Secara khusus hikmah Al-Nasakh Wa al-Mansukh di lihat


dari segi penggantinya adalah:
1).Nasakh tanpa pengganti memiliki hikmah untuk menjaga
kemaslahatan manusia. Sebagaimana yang terdapat dalam
penghapusan bersedekah ketika menghadap Rasul.
2).Nasakh dengan badal seimbang, hikmahnya adalah
menentukan hukum baru sebagaimana yang terdapat dalam
perintah untuk menghadap Baitul Maqdis.
3).Nasakh menghadap Ka’bah.
4).Nasakh dengan Badal Astqal hikmanya adalah untuk
menambah kebaikan dan pahala umat.

5).Nasakh dengan badal lebih ringan hikmanya adalah sebagai


bentuk dispensasi bagi umat manusia.
G. Kaidah- Kaidah yang Berkaitan dengan Nasakh

1.) Dalil qath’i tidak dapat dihapus oleh dalil zhanni.


Dalil qath’i hanya terdapat dalam Al-Qur’an, hadis, serta
sebagian ijma’.Sedangkan dalil zhanni seperti qiyas, istihsan,
maslahah mursalah, urf, dan syar’u manqablana.
2.)Yang menghapus diperbolehkan asalkan lebih ringan, atau
sepadan dengan yang dihapus. Contoh, iddah perempuan yang
ditinggal mati suaminya masa iddah nya adalah setahun.
ِّ‫لى ْال َح ْو ِّل َغي َْر ِّإ ْخ َراجٍ فَإ‬ ِّ ‫َوالَّ ِّذ ينَ يُتَوفَّ ْونَ ِّمن ُك ْم َويَذَ ُرونَ أ َ ْز َو ًجا َو‬
َ ‫صيَّةً ِّل َ ْز َو ِّج ِّه ْم َّمتَعًا ِّإ‬
‫يز َح ِّكي ٌم‬ ٌ ‫َّن خ ََر ْجنَ فَ ََل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم فِّي َما فَ َع ْلنَ فِّى أ َ ْنفُ ِّس ِّه َّن ِّم ْن َّم ْع ُر وفٍ َوهللاُ َع ِّز‬
Artinya : Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu
dan meninggalkan isteri, hendaklah Berwasiat untuk isteri-
isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan
tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka
pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris
dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf
terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.

Kemudian dihapus dengan iddah selama empat bulan sepuluh


hari(QS. Al-Baqarah ayat 234)
ْ َّ‫َوالَّذِّينَ يُت َ َوفَّ ْونَ ِّم ْن ُك ْم َويَذَ ُرونَ أ َ ْز َوا ًجا يَت َ َرب‬
‫صنَ بِّأ َ ْنفُ ِّس ِّه َّن أ َ ْربَعَةَ أ َ ْش ُه ٍر َو َع ْش ًرا ۖ فَإِّذَا‬
َ‫َّللاُ بِّ َما ت َ ْع َملُون‬
َّ ‫وف ۖ َو‬ِّ ‫بَلَ ْغنَ أ َ َجلَ ُه َّن فَ ََل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم فِّي َما فَ َع ْلنَ فِّي أ َ ْنفُ ِّس ِّه َّن بِّ ْال َم ْع ُر‬
ٌ ‫َخ ِّب‬
‫ير‬
Artinya : Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan istri-istri (hendaklah Para istri itu)
menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.
kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa
bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri
mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu
perbuat.
3.)Yang mengahpus boleh lebih berat dari yang dihapus. Hal ini
didasari oleh Al-Qur’an QS. Al-Baqarah ayat 106, tetapi
sebagian ulama ada yang tidak membolehkan. Contoh.
Pengahpusan puasa Asy-Syura dengan puasa ramadhan

4.) Ijma’ dan qiyas tidak dapat dijadikan sebagaipenghapus(nasikh)


Hukum Islam dapat menasakh hukum yang berlaku pada umat
sebelum Islam. Hal ini menunjukkan bahwa nasakh memang
dibutuhkan dikarenakan adanya perubahan zaman dan tempat.
Sehingga perlu hukum yang sejalan dengan zaman dan tempat.
Hukum umat terdahulu yang telah dinasakh oleh Islam, seperti
orang Yahudi dibolehkan menikah dengan perempuan tanpa
batas, maka Islam menghapus hukum tersebut dan diganti
dengan kebolehan menikah dengan perempuan maksimal empat.
Diharamkan bagi orang-orang Yahudi sebagian makanan
seperti, binatang yang berkuku, sapi, domba, dan lemak kedua
binatang tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Djalal, H. Abdul, Ulumul Qur’an, Surabaya : Dunia Ilmu, 1998.


Marzuki, Kamaluddin, Ulumul Qur’an, Bandung : PT. Remaja Rosdakarria, 1992.
Syadali, Ahmad, ulumul Qur’an, Bandung : Pustaka Setia, 2000.
Al-Qattan, Manna Khalil, Mabahist Fi Ulumil Qur’an, alih bahasa Mudzakir As Bogor:
Litera Antaranusa, 2007.
http://kajianislam.wordpress.com/2007/06/26/soal-nasikh-dan-mansukh/. Akses tanggal 15
Desember 2009.

Anda mungkin juga menyukai