Disusun Oleh :
RIRI HANIFAH WILDANI
2120080010
Dosen Pengampu :
Dr. Muhammad Irfan, Lc, M.A
PROGRAM PASCASARJANA
PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG
1444 H/2022 M
A. PENDAHULUAN
Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan menjadi petunjuk
bagi manusia. Al-Quran diturunkan dengan bahasa Arab melalui Malaikat
jibril kepada Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi terakhir -khatamu al-
nabiyyin- manusia yang paling fasih bahasanya. Al-Quran diturunkan pada
orang-orang Arab dikarenakan orang orang Arab memiliki kemahiran di
bidang bahasa dan sastra meskipun kebanyakan mereka adalah ummi
(tidak bisa membaca dan menulis). Mengenai hal ini terdapat pada surat
Al-Ra‟d ayat 37:
َ ص ٰهٕح َ َك
س َك ٌٍ نَّ ُٓ ْۗ ْى َ ٌَِّ ػهَ ٍْ ِٓ ْۗ ْى ا َ ُ صدَقَتً ح
َ َٔ ط ِ ّٓ ُس ُْ ْى َٔحُزَ ِ ّك ٍْ ِٓ ْى ِب َٓا
َ ص ِّم َ ُخ ْر ِي ٍْ ا َ ْي َٕا ِن ِٓ ْى
ػ ِه ٍْ ٌى
َ س ًِ ٍْ ٌغ
َ ُّٰللا
َٔ ه
Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan
menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu
(menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui.”
Kata shadaqah pada ayat diatas tidak dijelaskan bahwa maknanya adalah
zakat. Namun hal ini dapat diketahui melalui hadits Nabi. Adapun mujmal
menurut istilah ahli ushul adalah:
ِيا احخًم انًؼٍٍٍُ أٔ أكثس يٍ غٍس حسجٍح نغٍس ٔاحد يًُٓا أٔ يُٓا ػهى غٍس
Artinya: “Lafaz yang memungkinkan kepada dua makna atau lebih tanpa adanya
tarjih2.”
1
Khalid Utsman al-Sabt, Qawaid al-Tafsir Jam’an wa Dirasatan, Dar Utsman bin Affan, h. 672
2
Dalam ilmu usul fiqhh tarjih berarti melakukan penilaian terhadap suatu dalil syar‟i yang secara
zahir tampak bertentangan untuk menentukan mana yang lebih kuat.
Adapun mubayyan adalah lafaz yang memberikan dan menjelaskan lafaz-
lafaz yang mujmal atau upaya menyingkap makna dari suatu pembicaraan dan
menjelaskan secara jelas makna yang tersembunyi.3
3
Farid Naya, Al-Mujmal dan Al-Mubayyan dalam Kajian Ushul Fiqh, “Tahkim”, Vol.IX, No.2,
Desember 2013, h. 189
4
Op Cit, Khalid Ustman, h. 676-678
Kaidah 1:
Kedua, Zahir
Lafaz yang dibawakan bukan kepada makna zahirnya (makna
eksplisit). Dalam hal ini zahir terbagi menjadi dua: (1) Zahir dengan
ketetapan syariah. Seperti lafaz shiyam dan shalat. Maknanya lafaz ini
telah berpindah dari makna lughawi (bahasa) kepada makna syar’i5 karena
shalat dan puasa secara bahasa berbeda maknanya dengan makna shalat
dan puasa secara syariat. (2) Zahir dengan ketetapan bahasa. Contohnya
ketika ada kemungkinan sebuah ungkapan mengandung kewajiban atau
nadab (anjuran), maka dia tetap dipahami kepada kewajiban.
Adapun hukum zahir adalah harus tetap berpegang kepada makna
yang zahirnya kecuali ada dalil lain yang dapat memalingkannya daripada
makna zahirnya tadi.
ع
َ الز ْر َّ ت َّوالنَّ ْخ َل َو ٍ غٌ َْر َم ْع ُر ْو َٰش َ ت َّو ٍ ت َّم ْع ُر ْو َٰش َ ِي ا َ ْن
ٍ ّٰشا َ َجن ْٓ ۞ َو ُه َو الَّذ
ٓالر َّمانَ ُمتَشَا ِب ًها َّو َغٌ َْر ُمتَشَا ِب ٍۗ ٍه ُكلُ ْوا ِم ْن ث َ َم ِر ٓه اِ َذاُّ الز ٌْت ُ ْونَ َو َّ ُم ْخت َ ِلفًا ا ُ ُكلُهٗ َو
َ اَثْ َم َر َو ٰات ُ ْوا َحمَّه ٌَ ْو َم َح
َصاد ِٖۖه َو ََل تُس ِْرفُ ْوا ٍۗاِنَّهٗ ََل ٌ ُِحبُّ ْال ُمس ِْر ِفٌْن
“Dan Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang merambat dan yang tidak
merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam rasanya, zaitun dan delima
yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak serupa (rasanya). Makanlah buahnya
apabila ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya,
tapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebihan,”
6
Wahbah Al-Zuhaily,, al-tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj. Damaskus :
Dar al-Fikri al-Mu‟ashir, Jilid 8, 1418 H, h. 70
7
Ibid, Juz 18, h. 321
Wahnah Zuhaily menjelaskan bahwa iddah tsalatsah quru‟ (3
Quru‟) berlaku untuk salah satu kelompok perempuan yang ditalaq yaitu
al-hara-ir (perempuan merdeka) yang telah digauli. Adapun selain mereka
yaitu perempuan yang ditalaq sebelum digauli maka tidak ada iddahnya
dengan penjelasan firman Allah pada surat Al-Ahzab ayat 49.8
Kaidah Kedua:
Artinya: Al-Quran mencakup perkara ushul al-din (akidah) baik itu dalil-dalilnya
atau masalah-masalahnya. Adapun Al-Quran menerangkan masalah hukum
kebanyakannya bersifat kulliy (menyeluruh), bukan juz’i (sebagian).
Adapun penjelasan kaidah ini adalah bahwa segala sesuatu yang berkaitan
dengan ushul al-Din (akidah) telah dijelaskan sejelasnya dalam Al-Quran atau
Sunnah. Hal ini berbeda dengan Ahli Filsafat yang mengatakan bahwa ada ayat-
ayat yang isytibah (samar) yang tidak dapat dipastikan bahwa makna zahirnya
yang dikehendaki. Maksudnya adalah ada lafaz-lafaz di dalam Al-Quran yang
samar dan tidak bisa langsung dibawa kepada makna zahir.
ث َٔ َيا فِى ِ ٰٕ ًًَّٰ ْانقٍَ ُّْٕ ُو ەَۚ َال حَأ ْ ُخر ُ ِٗ ِسَُتٌ َّٔ َال َ َْٕ ْۗ ٌو نَّٗ َيا فِى انس ُّ ال ا ِٰنَّ ا َِّال ُْ َۚ َٕ ا َ ْن َح َه
ٓ َ ُّٰللا
ِي ٌَ ْش َف ُغ ِػ ُْدَ ٗ ِٓ ا َِّال ِب ِا ْذَِ ّْۗ ٌَ ْؼهَ ُى َيا َبٍٍَْ ا َ ٌْ ِد ٌْ ِٓ ْى َٔ َيا خ َْه َف ُٓ َۚ ْى َٔ َالْ ض َي ٍْ ذَا انَّر ْۗ ِ ْاالَ ْز
ِ ٰٕ ًَّٰش ًْءٍ ِ ّي ٍْ ِػ ْه ًِ ّٓ ا َِّال ِب ًَا ش َۤا َۚ َء َٔ ِس َغ ُك ْس ِسٍُُّّ انس
َ َۚ ث َٔ ْاالَ ْز
ُِٗ ض َٔ َال ٌَـُٔ ْٕد َ ِط ٌَْٕ ب ُ ٍْ ٌ ُِح
8
Ibid, Juz 2, h. 318
tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang
mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa
yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat
memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar.”
Dalam ayat ini dijelaskan mengenai perkara akidah yaitu mengenai sifat-
sifat Allah dengan sangat jelas. Allah dijelaskan dengan sifat yang dapat
dipahami. Jadi lafaz Allah sudah diketahui dan jelas Zat dan sifatnya.
Untuk perkara shalat dan zakat masih mujmal dan tidak dijelaskan di
dalam Al-Quran tatacara dan batasannya sehingga membutuhkan kepada penjelas
dari Hadits.
Kaidah Ketiga:
Artinya: Setiap ta’wil yang mengangkat hukum nash atau sebagian dari Nash
maka dianggap bathil (tidak diterima).9
ُ س ْٕ ِن ّْۗ َٔحِ ْه َك ُحد ُْٔد ِط َؼا ُو ِس ِخ ٍٍَّْ ِي ْس ِك ًٍُْ ْۗا ٰذ ِن َك ِنخُؤْ ِيُُ ْٕا ِب ه
ُ اّٰللِ َٔ َز ْ فَ ًَ ٍْ نَّ ْى ٌَ ْسخ َ ِط ْغ فَا
ٌ َ ػر
اب ا َ ِن ٍْ ٌى َ ٌٍَّْٰللاِ َْۗٔ ِن ْه ٰك ِف ِس
ه
Artinya:
“Tetapi barangsiapa tidak mampu, maka (wajib) memberi makan enam
puluh orang miskin.”
Sebagian berpendapat memberi makan 60 orang miskin sama dengan
memberi makan 1 orang selama 60 hari. Namun ini kurang tepat karena
lafaz يسكٍُاadalah tamyiz dari bilangan 60. Sehingga jika tidak diterima
bila memberi makan kurang dari 60. Orang miskin11 Maka lafaz ini tidak
lagi dikategorikan mujmal dan tidak menerima takwil.
2. Memalingkan makna lafaz dari lafaz zahirnya tanpa dalil. Ini dinamakan
dengan la’b (permainan).
Sebagaimana dalam Surat Al-Baqarah ayat 67
ّٰللا ٌَأ ْ ُم ُر ُك ْم ا َ ْن ت َ ْذ َب ُح ْوا َب َق َرة ً ٍۗ قَالُ ْٓوا اَتَت َّ ِخذُنَا ُه ُز ًوا ٍۗ َقا َل
َ ّٰ َواِ ْذ قَا َل ُم ْوسَٰ ى ِلقَ ْو ِم ٓه ا َِّن
َاّٰلل ا َ ْن ا َ ُك ْونَ ِمنَ ْالجَٰ ِه ِلٌْن
ِ ّٰ ِع ْوذُ ب
ُ َا
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Allah memerintahkan
kamu agar menyembelih seekor sapi betina.” Mereka bertanya, “Apakah engkau
akan menjadikan kami sebagai ejekan?” Dia (Musa) menjawab, “Aku berlindung
kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang bodoh.”
10
Op.cit, Khalid al-Sabt, h. 684
11
Ibid, h. 684-685
lafaz baqarah mujmal dan tidak menerima takwilan. Sehingga tidak dapat
dipalingkan maknanya dari „sapi betina‟ kepada makna lain.
"Bahwa Allah menyuruh mereka untuk menyembelih sapi betina, apapun sapi
betinanya. Akan tetapi mereka tidak menaatinya dan bersikap keras. Allah pun
bersikap keras kepada mereka.12"
Kata بقسةdisini awalnya tidak ditentukan jenis untanya. Akan tetapi mucul
penjelasnya bahwa mereka diharuskan menyembelih sapi betina dengan ciri-ciri
khusus sebagaimana firman Allah ta‟ala surat Al-Baqarah 68-71.
ض َٔ َال ِب ْك ٌس ِ ًَ َۚ قَا َل ِإََُّّ ٌَقُٕ ُل ِإََّ َٓا َبقَ َسة ٌ َّال ف
ٌ از َ ِْ قَانُٕا ا ْدعُ نََُا َزب ََّك ٌُ َب ٍٍِّ نََُّا َيا
ٌَٔػ َٕاٌَ َبٍٍَْ ٰذَ ِن َك ۖ فَا ْف َؼهُٕا َيا حُؤْ َي ُس
َ
ُ َ ص ْف َسا ُء فَا ِق ٌغ نَّ َُْٕ َٓا ح
س ُّس َ ٌ قَانُٕا ا ْدعُ نََُا َزب ََّك ٌُ َب ٍٍِّ نََُّا َيا نَ َُْٕ َٓا َۚ قَا َل ِإََُّّ ٌَقُٕ ُل ِإََّ َٓا َبقَ َسة
ِ َُّان
ٌٍَاظ ِس
12
Op.cit, Wahbah al-Zuhaily, Juz 1, h.189
itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat
petunjuk." Musa berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu
adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula
untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." Mereka berkata,
"Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya."
Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir mereka tidak melaksanakan
perintah itu.
Kaidah Keempat
Karena disini ada qayyid dan penjelas bahwa yang haram dinikahi adalah
anak tiri dari istri yang telah dicampuri. Sependapat dengan hal ini
pendapat Wahbah Zuhaily dalam tafsirnya:
D. KESIMPULAN
Lafaz Mujmal adalah lafaz yang mengandung beberapa
kemungkinan makna yang tidak ada tarjih sehingga memerlukan penjelas.
penjelas ini dinamakan dengan bayan. Ketika ada lafaz yang mujmal
penting untuk mencari penjelasnya baik dari Al-Quran, Hadits atau dapat
dipahami dari konteks ayat dan qarinah yang ada. Mengetahui mujmal dan
mubayyan sangat membantu mufassir dalam menafsirkan Al-Quran
sehingga tidak jatuh kepada takwil yang bathil.
E. SUMBER
Khalid Utsman al-Sabt, (1415 H). Qawaid al-Tafsir Jam’an wa Dirasatan. Dar
Utsman bin Affan.
Naya, Farid. (2013). Al-Mujmal dan Al-Mubayyan dalam Kajian Ushul Fiqh,
“Tahkim”, Vol.IX, No.2, Desember.
Al-Zuhaily, Wahbah. (1418 H). al-tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa
al-Manhaj. Damaskus : Dar al-Fikri al-Mu‟ashir.
13
Ibid, Jiz 4, h. 133