Anda di halaman 1dari 11

PENGANTAR:

KERANGKA DASAR ILMU BALAGHAH


Oleh: Irfan Abu Naveed1

I
lmu balaghah merupakan satu dari tiga belas cabang ilmu-ilmu bahasa arab, dimana setiap fan ilmu,
memiliki sepuluh prinsip disiplin ilmu, sebagaimana dituturkan al-‘Allamah Abu al-’Irfan Muhammad
bin Ali al-Shabban al-Syafi’i (w. 1206 H)2 dalam bait-bait sya’irnya:

ْ‫ٍّ عشرةْ احلدُّ واملوضوعُ ثم الثمرة‬


‫إن مبادِي كلِّ فن‬
Sesungguhnya prinsip-prinsip setiap fan ilmu itu ada sepuluh macam * pengertian, topik pembahasan dan buah
pelajaran

ْ‫ونسبةٌ وفضلُهُ والواضعْ واالسمُ االستمدادُ حكمُ الشارع‬


Nisbat, keutaman dan peletak dasar keilmuan * nama, sumber rujukan dan hukum al-Syari’ atasnya

‫مسائلٌ والبعضُبالبعضِ اكتفى ومن درى اجلميعَ حازَ الشرفا‬


Masalah-masalah pembahasan, satu sama lain saling melengkapi * siapa saja memahami seluruhnya maka
tercapailah kemuliaan.3
Kesepuluh prinsip di atas jika diterapkan pada ilmu balaghah, maka penjelasannya sebagai berikut:

A. Definisi Ilmu Balaghah4


1. Definisi Lughawi
Lafal al-balâghah (‫ )البالغة‬secara bahasa (etimologis) mengandung dua konotasi, yakni:

Tabel 1

Definisi Balaghah Secara Etimologi

ً‫البالغة لغة‬
‫حسن البيان‬ ‫الوصول إىل الغاية‬

1 Penulis buku-buku kajian balaghah al-Qur’an & hadits nabawi, dosen bahasa arab, pengajar ilmu balaghah
2 Al-‘Allamah Abu al-’Irfan Muhammad bin Ali al-Shabban al-Syafi’i (w. 1206 H): ulama ahli bahasa arab dan sastra dari Mesir.
3 Sebagaimana dinukilkan para ulama dalam kutub mereka, lihat: Abu al-’Irfan Muhammad bin Ali al-Shabban, Hâsyiyat al-

Shabbân ‘alâ al-Syarh al-Shaghîr li al-Malawwi, Mesir: Mathba’ah Mushthafa al-Babi al-Halabi, cet. II, 1357 H, hlm. 35.
4 Dr. Ayman Amin Abdul Ghani menguraikan bahwa ilmu balaghah bukanlah ilmu dengan kaidah-kaidah yang stagnan seperti

jasad yang terbujur kaku, tidak peka penginderaannya, tidak bergerak, tidak ada ruh dan tidak ada kehidupan, lihat: Dr. Ayman Amin Abdul
Ghani, Al-Kâfî fî al-Balâghah (Al-Bayân wa Al-Badî’ wa Al-Ma’ânî), Kairo: Dar al-Taufiqiyyah li al-Turats, 1432 H, hlm. 19.

Pengantar Ilmu Balaghah :: Irfan Abu Naveed :: 1 |


Pertama, Al-Wushûl ilâ al-Ghâyah (‫)الوصول إىل الغاية‬

Yakni sampai pada tujuan, dari kata kerja balagha (َ‫ ) َبلَغ‬yang didefinisikan:

‫الوصول واالنتهاء إىل الغاية‬


“Sampai dan berakhir pada tujuan.”5

Dikatakan, balaghtu al-manzila yakni aku telah sampai padanya6, dikatakan pula:

‫ وبلغ الركب املدينة إذا انتهى إليها وَمبلغ الشيء منتهاه‬،‫بلغ فالن مراده إذا وصل إليه‬
Dikatakan pula balagha fulân[un] murâdahu jika ia sampai padanya, wa balagha al-rakbu al-madînata
jika kafilah telah berhenti sampai di sana, wa mablagh al-syay’i muntahâhu.

Sebagaimana tergambar pula dalam firman-Nya:


ُ َْ ْ َْ َ َ ُ ُ ْ ُ ُ ْ ُ َ َْْ َ ََ َ َ
‫وإِذا بلغ الأطفال ِمنكم الحلم فليستأ ِذنوا‬
“Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin.” (QS. Al-Nûr
[24]: 59)

Kalimat balagha al-athfâl yakni sampai pada usia baligh7, begitu pula dalam firman-Nya:
ْ ُ ُ ََْ َ َ َْ َ َ
‫ف ِإذا بَلغ َن أ َجل ُه َن فأم ِسكوه َن بِ َمع ُروف‬
“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik.” (QS. Al-Thalâq
[65]: 2)

Kalimat balaghna ajalahunna yakni tatkala mereka telah mendekatinya dan sampai padanya.8

Kedua, Husn al-Bayân (‫)حسن البيان‬

Yakni baiknya penjelasan, karena lafal al-balâghah adalah mashdar dengan wazan fa’âlah (‫)فَعَالَة‬,
musytaqq dari tsulatsi mujarrad dari lafal balugha-yablughu-balâghat[an],9 yakni fashuha lisânuhu wa hasuna
bayânuhu (ُ‫)فَصُحَ لِسَانُهُ َوحَسُنَ بَيَانُه‬10: perkataan yang fasih dan penjelasan yang baik.

‫ إذا أحسَن التّعبري عمَّا يف نفسه‬:‫وبلغ الرجل بالغة فهو بليغ‬


Dan balugha al-rajulu balâghat[an] maka ia balîgh: jika ia membaguskan pengungkapan apa yang ada
dalam benaknya.

5 Dr. Abdullah bin Hamid al-Hamid dkk, Al-Balâghah wa al-Naqd, Riyâdh: Jâmi’at al-Imâm Muhammad bin Su’ûd al-Islâmiyyah,
cet. II, 1425 H, hlm. 18.
6 Dr. Ayman Amin Abdul Ghani, Al-Kâfî fî al-Balâghah (Al-Bayân wa Al-Badî’ wa Al-Ma’ânî), hlm. 19.
7 Ibid.
8 Ibid.
9 Abu Ziyad Muhammad bin Sa’id al-Buhairi, Tasynîf al-Âdzân Bi Syarh Mi’at al-Ma’ânî wa al-Bayân fî ‘Ulûm al-Balâghah, t.t.,

hlm. 3.
10 Lihat: https://www.almaany.com

Pengantar Ilmu Balaghah :: Irfan Abu Naveed :: 2 |


Hingga digambarkan dalam lisan Rasulullah , dari Zaid bin Aslam r.a., ia berkata: “Aku mendengar
Ibn ’Umar r.a. berkata: Datang dua orang pria11 dari wilayah Timur12 lalu keduanya berkhutbah, Nabi  lalu
bersabda:
ْ َ ََ َ َ
»‫ان ل ِسح ًرا‬
ِ ‫« ِإن ِمن البي‬
“Sesungguhnya di antara al-bayân13 (penjelasan) itu ada yang benar-benar menyerupai sihir14.” (HR. Al-
Bukhari, Abu Dawud, Ibn Hibban, Malik)15

2. Definisi Ishthilâhi
Balaghah, secara istilah (terminologis) didefinisikan ulama balaghah yakni:

‫أن يكون الكالم مطابقًا ملقتضى أحوال املخاطبني مع فصاحته‬


“(Kemampuan) mewujudnya perkataan sesuai dengan keadaan pihak-pihak yang diseru disertai
kefasihannya.”16

Dalam pengertian yang lebih komperhensif memenuhi aspek mâni’ dan jâmi’:

‫ ووفائه باملعنى املراد مع مجال األسلوب‬،‫ مع مناسبته للمقام‬،‫العلمُ الذي تُعرَف به فصاحة الكالم‬
Suatu ilmu yang diketahui dengannya kefasihan dalam kalimat, disertai kesesuaiannya dengan al-
maqâm (keadaan orang yang diajak bicara), dan kemapanannya menyampaikan pada makna yang
dimaksud dengan memperhatikan keindahan uslûb-nya (cara pengungkapannya).17

Maka suatu perkataan yang mengandung unsur balaghah itu memiliki dua ciri:

Tabel 2
Definisi Balaghah Secara Terminologi

‫تعريف البالغة‬
‫) واضح املعنى‬1
‫) سهل اللفظ‬2
‫الفصاحة‬
‫) سليم التأليف‬3 ‫البالغة‬
‫) موافق لقواعد النحو والصرف‬4
‫لكل مقام مقال‬ ‫املطابق ملقتضى أحوال املخاطبني‬

11 Rajulâni: yakni Al-Zabriqan bin Badr al-Tamimi r.a. dan ‘Amru bin Al-Ahtam al-Tamimi r.a.
12 Al-Masyriq: Yakni masyriq al-Madînah (dari arah Timur Kota Madinah), yakni sisi kota Najd.
13 Al-Bayân: Al-Fashâhah fî al-qawl wa tahsînuhu (kefasihan pada lisan dan keindahannya).
14 Yakni menyerupai sihir dari sisi membolak-balikkan kalbu seseorang, serta menundukkan jiwanya serta memberikan pengaruh

padanya.
15 HR. Al-Bukhari dalam Shahîh-nya (no. 5146); Abu Dawud dalam Sunan-nya (no. 5009); Ibn Hibban dalam Shahîh-nya (no. 5795);

Malik dalam Al-Muwaththa’ (no. 164).


16 Dr. Abdullah bin Hamid al-Hamid dkk, Al-Balâghah wa al-Naqd, hlm. 18.
17 Dr. Abdul Syakur Mu’allim, Al-Balâghah al-Muyassarah: Al-Bayân wa al-Ma’ânî wa al-Badî’, Kairo: al-‘Ilm Nur, cet. I, 1441 H,

hlm. 5.

Pengantar Ilmu Balaghah :: Irfan Abu Naveed :: 3 |


Pertama, Al-Fashâhah (‫)الفصاحة‬: Kefasihan, yang secara bahasa berkonotasi tampak nan jelas (‫)الظهور والوضوح‬.
Sedangkan secara terminologi didefinisikan: perkataan yang jelas maknanya (tidak gharîb), mudah
pelafalannya (tidak sulit diucapkan), benar kalimat dan susunannya sesuai dengan kaidah-kaidah nahwu
dan sharaf, yakni:

‫ موافقًا لقواعد اللغة كالنحو‬،‫ سليم التأليف‬،‫ سهل اللفظ‬،‫أن يكون الكالم واضح املعنى‬
‫والصرف‬
Perkataan yang jelas maknanya, mudah pelafalannya, benar susunannya, sesuai dengan kaidah-
kaidah bahasa semisal nahwu dan sharaf.18

Dengan kata lain, ciri kefasihan adalah tidak mengandung hal-hal berikut ini:

Tabel 3

Ciri-Ciri Kalimat Tidak Fashih

‫األمثلة‬ ‫الفصاحة‬ ‫م‬


‫اطْلَخَمَّ وجَحْمَرِشْ وتَكَأْكَ ْأتُم‬ ‫ الغرابة‬١
ُ‫مُسْ َتشْجِرَات واهلُعْخَع‬ ‫ تنافر الكلمات‬٢
َ‫ما رأيتُ إالَّك‬ ‫ ضعف التأليف‬٣
‫اجلِرِشَّى‬ ‫ كراهية السمع هلا‬٤

Dengan perincian sebagai berikut:

1. Al-Gharâbah (‫)الغرابة‬: yakni kata-kata yang asing, samar, tidak jelas maknanya dan tidak biasa
digunakan dalam lisan fushahâ’ dan bulaghâ’, semisal: “َّ‫طَلخَم‬
ْ ‫ ”ا‬yang semakna dengan “َّ‫”اشْتَد‬, dan
“ْ‫حمَرِش‬
ْ ‫ج‬
َ ” yang bermakna “‫( ”املرأة العجوزة‬perempuan tua), atau “‫ ” َتكَ ْأكَأْتُم‬yang semakna dengan
“ْ‫;”اجْ َتمَعْتُم‬
2. Tanâfur al-kalimât (‫)تنافر الكلمات‬: yakni kata-kata yang sulit diucapkan, karena tumpang tindih huruf
yang makhraj huruf-nya berdekatan, semisal: “‫شجِرَات‬
ْ َ‫ ”مُسْت‬yang semakna dengan “‫ ”مرتفعات‬dan
“ُ‫( ”اهلُ ْعخَع‬nama tanaman), dan yang semisalnya;
3. Dha’f al-ta’lîf (‫ )ضعف التأليف‬atau Mukhâlafat al-Qiyâs al-Nahwî wa al-Sharfî (‫)خمالفة القياس النحوي والصريف‬:
yakni mengandung kata yang menyalahi rumus sharaf, atau susunan kalimat yang menyalahi
kaidah nahwu, semisal ungkapan: “َ‫( ”ما رأيتُ إالَّك‬tidak fasih), seharusnya: “َ‫( ”ما رأيتُ إالَّ إِيَّاك‬fasih);
4. Karâhiyyat al-Sam’i Lahâ (‫)كراهية السمع هلا‬: yakni mengandung kata yang kasar, liar, tidak disukai
untuk didengar dan dibaca, semisal kata “‫ ”اجلِرِشَّى‬yang semakna dengan kata “‫”النفس‬.19

18 Dr. Abdullah bin Hamid al-Hamid dkk, Al-Balâghah wa al-Naqd, hlm. 17.
19 Dr. Ayman Amin Abdul Ghani, Al-Kâfî fî al-Balâghah (Al-Bayân wa Al-Badî’ wa Al-Ma’ânî), hlm. 29-32.

Pengantar Ilmu Balaghah :: Irfan Abu Naveed :: 4 |


Kedua, Al-Muthâbiq li Muqtadhâ Ahwâl al-Mukhâthabîn (‫)املطابق ملقتضى أحوال املخاطبني‬: Kesesuaian perkataan
dengan keadaan pihak yang diseru (‫)املخاطب‬. Dari sinilah kita bisa memahami perkataan Arab:

‫لكل مقام مقال‬


“Untuk setiap maqâm (kedudukan) itu ada maqâl (perkataan yang sesuai) untuknya.”20

‫لكل حادث حديث‬


“Untuk setiap hâdits (orang yang berbicara) itu ada hadîts (perkataan yang relevan).”21

Kadangkala ada mukhâthab (objek yang diajak bicara) yang membutuhkan penjelasan rinci dengan
sisipan kalimat tambahan (al-ithnâb), sebaliknya ada pula yang cukup dengan kalimat ringkas (al-îjâz),
kadangkala ada mukhâthab yang membutuhkan informasi dengan penegasan (al-khabar al-mu’akkad)
adapula yang tidak, dan lain sebagainya. Maka ilmu balaghah merinci kaidah-kaidah penyusunan bentuk
ungkapan yang tepat, dan menunjukkan ragam pola penyusunan kalimat yang bermanfaat dan
berpengaruh kuat,22 yakni fashîh dan balîgh (sesuai untuk keadaan mukhâthab).

Di dalam magnum opusnya, Dalâil al-I’jâz fî ’Ilm al-Ma’ânî, Al-Imam Abdul Qahir al-Jurjani (w. 471
H) menceritakan sebuah kisah yang sangat menarik, tentang dialog seorang filosof dan ahli bahasa Arab.
Adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak al-Kindi (w. 260 H)23 seorang filosof arab pernah mengalami
kebingungan mendudukkan uslub kalimat dalam bahasa Arab. Menurutnya, orang-orang Arab kerap
mengungkapkan sebuah makna dengan beberapa uslub yang berbeda, padahal maknanya ia anggap
sama.24 Menurut al-Kindi, orang-orang Arab mengatakan tiga uslub yang berbeda tapi bermakna sama.
Ketiganya adalah:

(1) ’Abdullâh qâ’im [‫;]عبد اهلل قائم‬

(2) Inna ’Abdallâh qâ’im [‫;]إن عبد اهلل قائم‬

(3) Inna ’Abdallâh laqâ’im [‫]إن عبد اهلل لقائم‬.

Diriwayatkan oleh Ibn al-Anbari (w. 328 H)25 bahwa akhirnya, al-Kindi pergi menemui pakar
bahasa pada zamannya, Abu al-Abbas Muhammad bin Yazid bin Abdul Akbar, yang lebih dikenal dengan
julukan al-Mubarrad (w. 286 H) untuk menanyakan hal tersebut. Al-Mubarrad pun menjelaskan bahwa
ketiga kalimat tersebut berbeda karena memiliki makna yang berbeda pula.

Al-Mubarrad menguraikan bahwa kalimat pertama dipakai oleh orang-orang Arab untuk sekedar
memberitahu bahwa Abdullah berdiri (‫)عبد اهلل قائم‬. Sedangkan kalimat kedua digunakan untuk menjawab
sebuah pertanyaan: “Apakah Abdullah berdiri?” sehingga ditambahkan satu huruf taukid (penguat) demi

20 Dr. Abdul Aziz bin Ali al-Harbi, Al-Balâghah al-Muyassarah, Beirut: Dar Ibn Hazm, cet. II, 1432 H, hlm. 17
21 Ibid.
22 Sebagaimana digambarkan para ulama balaghah.
23 Dikenal sebagai filosof arab, ahli pengobatan, ahli musik dan selainnya
24 Abu Bakar ‘Abdul Qahir bin Abdurrahman al-Jurjani, Dalâ’il al-I’jâz fî ‘Ilm al-Ma’ânî, Ed: Dr. Abdul Hamid Hindawi, Beirut: Dar

al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet. I, 1422 H,


25 Ulama pakar bahasa arab, ahli nahwu, mufassir: Muhammad bin al-Qasim al-Anbari al-Adib, wafat tahun 328 H, di antara karya

tulisnya adalah Al-Kâfî fî al-Nahw dan Gharîb al-Hadîts.

Pengantar Ilmu Balaghah :: Irfan Abu Naveed :: 5 |


menghilangkan keraguan bagi si penanya (‫)إن عبد اهلل قائم‬. Dan kalimat ketiga digunakan untuk membantah
orang yang mengingkari bahwa Abdullah berdiri, karenanya ditambahkan dua huruf taukid demi
membantah pengingkaran itu (‫)إن عبد اهلل لقائم‬.26

Catatan Penting: Fashîh & Balîgh

Dari ulasan di atas jelas bisa disimpulkan sesuai kaidah:

‫ وليس كلُّ َفصِيح بَلِيغًا‬،‫كلُّ كالم بَلِيغ َفصِيح‬


“Setiap perkataan balîgh pasti fashîh, namun tidak setiap perkataan fashîh itu balîgh.”27

Setiap perkataan balîgh pasti fashîh, namun tidak semua perkataan fashîh pasti balîgh, yakni jika
perkataan fashîh tersebut tidak sesuai dengan keadaan objek yang diajak bicara. Dalam perinciannya,
penyifatan fashîh mencakup al-kalimah (kata), al-kalâm (kalimat sempurna) dan al-mutakallim (orang yang
berbicara).

Sedangkan penyifatan balîgh, perlu dipahami bahwa objek kajian utama ilmu balaghah adalah
kalimat itu sendiri, maka penyifatan balîgh mencakup al-kalâm (kalimat sempurna) dan al-mutakallim (orang
yang berbicara), maka diistilahkan al-kalâm al-balîgh dan al-mutakallim al-balîgh, tidak termasuk al-kalimah
(kata). Poin pentingnya, al-Qur’an dan hadits-hadits nabawiyyah, memiliki karakter perkataan balîgh[an],
maka ilmu balaghah berperan penting dalam mengungkap pesan-pesan mendalam di balik untaian kalimat
al-Qur’an dan hadits-hadits nabawiyyah tersebut.

Tabel 4

Ruang Lingkup Penyifatan Fashîh & Balîgh

‫البالغة‬ ‫الفصاحة‬
- ‫الكلمة‬
‫الكالم‬ ‫الكالم‬
‫املُتَكَلِّم‬ ‫املُتَكَلِّم‬

B. Topik Ilmu Balaghah


Topik ilmu balaghah adalah berbagai jenis cara pengungkapan ungkapan berbahasa arab (al-asâlîb
al-’arabiyyah) dengan tetap memperhatikan al-maqâm (keadaan pihak yang diajak bicara), yang diungkapkan
dengan susunan kalimat tertentu (yang sesuai)28, efektif menyampaikan kepada maksud, disertai
keindahannya. Maka, yang menjadi objek kajian ilmu balaghah arabiyyah adalah lisan arabi, ungkapan
berbahasa arab, bukan selainnya, mencakup bahasa al-Qur’an, hadits nabawi, sya’ir maupun natsr.

26 Pembedaan ini, diulas rinci dalam ilmu balaghah, yakni ‘ilm al-ma’ânî.
27 Dhiya’uddin bin al-Atsir al-Katib, Al-Mitsl al-Sâ’ir fî Adab al-Kâtib wa al-Syâ’ir, Ed: Muhammad Muhyiddin, Beirut: Al-Maktabah
al-‘Ashriyyah, 1420 H, hlm. 84.
28 Abu Ziyad Muhammad bin Sa’id al-Buhairi, Tasynîf al-Âdzân, hlm. 3.

Pengantar Ilmu Balaghah :: Irfan Abu Naveed :: 6 |


C. Faidah Mempelajari Ilmu Balaghah
Faidah atau buah memperlajari ilmu balaghah:
1. Membantu memahami al-Qur’an al-Karim dan al-Sunnah al-Nabawiyyah;
2. Membantu al-mutakallim (orang yang berbicara) agar mampu menyusun susunan kalimat yang
balîghah dalam bentuk sya’ir dan natsr;
3. Membantu orang yang membaca/mendengar kalimat membedakan antara perkataan fashih dan
tidak fashih;
4. Membantu al-mutakallim dalam penyusunan kalimatnya memperhatikan al-maqâm (kedudukan
orang yang diajak bicara), dan bersesuaian dengan keadaan;
5. Membantu mengkritisi teks-teks sastra dengan cara yang nema benar.29

Faidah lainnya yang dirinci oleh Dr. Ayman Amin Abdul Ghani:

1. Menjadi sarana memahami Kitabullah (al-Qur’an) dan petunjuk Rasul-Nya ;


2. Membuahkan kenikmatan dan kebahagiaan khususnya bagi pelajar ketika membaca (menela'ah)
berbagai variasi gaya bahasa orang arab;
3. Menjelaskan berbagai konteks keindahan ungkapan dan menyingkap rahasia-rahasia dari
perkataan (sesuatu yang tersembunyi-pen.);
4. Membantu orang yang menela'ah ketika membedakan antara ungkapan haqiqah dan majaz
(kiasan), ungkapan yang baik (jelas) dan samar;
5. Membentuk dzauq "cita rasa" berbahasa, menikmati dan memahaminya dengan pemahaman yang
mendalam;
6. Membantu orang ajam untuk memahami teks arab.30

D. Nisbat (Relevansi) Ilmu Balaghah dengan Ilmu Lainnya


Ilmu balaghah (ilmu al-ma’ânî, al-bayân dan al-badî’) mencakup tiga ilmu dari tiga belas cabang ilmu-
ilmu bahasa arab. Dimana relevansi ilmu ini dengan ilmu-ilmu lainnya adalah nisbat al-mutabâyin31, yakni
disiplin ilmu tersendiri yang berbeda dengan disiplin ilmu lainnya, meskipun ada irisan keterkaitan,
dimana sebagian sebagian pembahasan ilmu balaghah bersinggungan dengan ilmu-ilmu lainnya dalam
sebagian topik pembahasan32, semisal dengan ilmu ushul fikih, ilmu tafsir, dan ilmu nahwu 33.

Namun relevansinya secara umum dengan ilmu syar’i adalah: ilmu balaghah menyokong
pemahaman terhadap nas al-Qur’an dan hadits-hadits nabawiyyah, maka sangat besar peranannya dalam
membuktikan i’jaz al-Qur’an, dan dalam penafsiran al-Qur’an dan hadits-hadits nabawiyyah itu sendiri.34

29 Ibid, hlm. 4.
30 Dr. Ayman Amin Abdul Ghani, Mulakhkhash Qawâ’id al-Lughah al-‘Arabiyyah, Kairo: Dar al-Taufiqiyyah li al-Turats,
31 Disebutkan dalam catatan kaki kitab Al-Jawâhir al-Naqiyyah fî Fiqh al-Sâdat al-Syâfi’iyyah (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah),

hlm. 12 yakni “‫( ”المغايرة لها‬kontras, berbeda).


32 Abu Ziyad Muhammad bin Sa’id al-Buhairi, Tasynîf al-Âdzân, hlm. 4.
33 Misalnya pembahasan al-khabar al-mu’akkad, dimana perincian tentang jenis taukid diulas pula dalam ilmu nahwu, dan yang

semisalnya tidak sedikit.


34 Kehadiran referensi-referensi balaghah al-Qur’an dan hadits-hadits nabawiyyah sudah cukup menjadi buktinya, didukung

keberadaan tafsir al-Qur’an yang menyertakan sajian balaghah al-Qur’an, semisal kitab Al-Taysîr fî Ushûl al-Tafsîr karya al-‘Alim al-Syaikh
‘Atha bin Khalil Abu al-Rasytah, Shafwat al-Tafâsîr karya Prof. Dr. Ali al-Shabuni, Tafsir al-Munîr karya Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili (w. 1436
H), dan lain sebagainya banyak.

Pengantar Ilmu Balaghah :: Irfan Abu Naveed :: 7 |


E. Keutamaan Ilmu Balaghah
Salah satu ilmu terpenting berkaitan dengan ilmu lisan, dengan ilmu ini, diketahui kemukjizatan
Kitabullah (al-Qur’an) dan keistimewaan sunnah Nabi .35 Ilmu ini memiliki keutamaan sebagai salah
satu cabang terpenting dalam ilmu-ilmu bahasa arab, menyokong pemahaman terhadap nas al-Qur’an dan
hadits-hadits nabawiyyah, maka sangat besar peranannya dalam membuktikan i’jaz al-Qur’an dari sisi i’jaz
lughawi, dan dalam kerangka penafsiran al-Qur’an dan hadits-hadits nabawiyyah itu sendiri.

Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:


ْ َ ُ ْ َ َ ُ َ َ َ َْ َ َ ْ َ ً َ ً ْ ُ ُ َ ْ ْ َ َ َٰ َ َ
‫يد ل َعل ُه ْم يتَقون أ ْو يُح ِدث ل ُه ْم ِذك ًرا‬
ِ ‫َوكذلِك أن َزلناه قرآنا ع َربِيا َوص َرفنا ِفي ِه ِمن الو ِع‬
“Dan demikianlah Kami menurunkan al-Qur’an dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan
berulang kali, di dalamnya sebagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al-Quran itu
menimbulkan pengajaran bagi mereka.” (QS. Thâhâ [20]: 113)

Kalimat “yuhditsu lahum dzikr[an]” menunjukkan salah satu hikmah turunnya al-Qur’an dengan
Bahasa Arab, sekaligus menunjukkan pentingnya ilmu balaghah untuk menajamkan kepekaan terhadap
setiap diksi dan untaian kalimat dalam al-Qur’an, dimana tingkatan kepekaan seseorang bisa ditentukan
oleh tingkat pemahamannya terhadap Bahasa al-Qur’an itu sendiri, yakni Bahasa Arab, dalam hal ini bisa
diawali dengan memahami ilmu balaghah.36

Al-’Allamah al-Syaikh Makhluf bin Muhammad al-Badawi dalam Hasyiyah-nya atas Hilyat al-Lubb
Syarh al-Jawhar al-Maknûn karya al-’Allamah Ahmad al-Damanhuri menggambarkan:

‫ إذ غايته نيل السعادة‬،‫ ومنطو على قواعد الفالح‬،‫إنّ فنّ البالغة من بينها حمتو على أسباب النجاح‬
.‫العظمى من معرفة إعجاز القرآن‬
Sesungguhnya ilmu balaghah di antara kandungannya mengantarkan kepada sebab-sebab
keberhasilan hidup, mengandung kaidah-kaidah meraih keberuntungan, dimana tujuan akhirnya
adalah meraih kebahagian yang paling agung, yakni mengenal kemukjizatan al-Qur’an.37

F. Peletak Dasar Ilmu Balaghah


Terdapat perbedaan pendapat menyoal peletak dasar ilmu balaghah, dirinci sesuai dengan ruang
lingkup ilmu balaghah mencakup: ilmu al-ma’ânî, ilmu al-bayân dan ilmu al-badî’.

1. Peletak dasar pertama ilmu al-ma’ânî: para ulama ahli nahwu, semisal al-Imam al-Khalil bin Ahmad
(w. 170 H) dan muridnya, yakni Sibawaih, diikuti oleh al-Jahizh kemudian Qudamah bin Ja’far;
2. Peletak dasar ilmu al-bayân: Abu ’Ubaidah Ma’mar bin al-Mutsanna dengan kitabnya, Majâz al-
Qur’ân38, diikuti oleh al-Jahizh, Ibn al-Mu’tazz, Qudamah bin Ja’far, Abu Hilal al-’Askari kemudian
Abdul Qahir al-Jurjani39;

35
Abu Ziyad Muhammad bin Sa’id al-Buhairi, Tasynîf al-Âdzân, hlm. 4.
36
Sebagaimana diisyaratkan oleh Syaikh Dr. Ayman Amin Abdul Ghani menyoal salah satu faidah ilmu balaghah, yakni
membentuk dzauq ’cita rasa’ berbahasa, menikmati dan memahaminya dengan pemahaman yang mendalam.
37 Makhluf bin Muhammad al-Badawi, Hasyiyat Syarh Hilyat al-Lubb al-Mashûn, Beirut: Al-Maktabah al-‘Ashriyyah, t.t., hlm. 5.
38 Abu Ziyad Muhammad bin Sa’id al-Buhairi, Tasynîf al-Âdzân, hlm. 4-5.
39 Dr. Ayman Amin Abdul Ghani, Al-Kâfî fî al-Balâghah (Al-Bayân wa Al-Badî’ wa Al-Ma’ânî), hlm. 42.

Pengantar Ilmu Balaghah :: Irfan Abu Naveed :: 8 |


3. Peletak dasar ilmu al-badî’: disebut-sebut yakni Khalifah Bani Abbasiyyah, Abdullah bin al-Mu’tazz
al-’Abbasi (w. 274 H) dalam kitabnya, Al-Badî’, yang mengumpulkan dan menyajikan berbagai
bukti seni keindahan (al-muhassinât) dalam syar’ir, diikuti oleh Qudamah bin Ja’far (w. 319 H)
dengan kitabnya, Naqd al-Syi’r, diikuti oleh al-Imam Abu Hilal al-’Askari (w. 395 H) yang telah
mengumpulkan 37 jenis al-badî’, dan lain sebagainya.40

Adapun Abdul Qahir al-Jurjani (w. 471 H), maka ia merupakan peletak fondasi-fondasi bangunan
mapan ilmu-ilmu ini dalam dua kitabnya, Dalâ’il al-I’jâz dan Asrâr al-Balâghah.41

G. Penamaan Ilmu Balaghah


Ilmu ini dinamakan ’ilm al-balâghah, dengan tiga klasifikasi: ’ilm al-ma’ânî, ’ilm al-bayân dan ’ilm al-
badî’, maka terkadang dinamakan pula ’ilm al-bayân atau ’ilm al-badî’42 berdasarkan kaidah:

‫تسمية الشيء جبزئه‬


“Penamaan sesuatu dengan bagiannya.”

Seperti penamaan al-insân (manusia) dengan al-raqabah (leher)43, semisal dalam firman-Nya:
َ ُْ َََ ُ ْ ََ ً َ َ ً ُْ َََ ْ ََ
‫ومن قتل مؤ ِمنا خطأ فتح ِرير رقبة مؤ ِمنة‬
“Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah, maka (hendaklah) ia memerdekakan seorang
hamba sahaya yang beriman.” (QS. Al-Nisâ’ [4]: 92)

H. Sumber Rujukan Ilmu Balaghah


Sumber rujukan utama ilmu balaghah adalah ayat al-Qur’an, hadits-hadits nabawiyyah, serta lisan
arab (semisal sya’ir dan natsr arab).44

I. Hukum Mempelajari Ilmu Balaghah


Hukum mempelajari ilmu balaghah adalah fardhu kifayah, namun menjadi fardhu ’ain bagi
seseorang yang dikader menjadi seorang mujtahid jika terhalang memahami suatu masalah tertentu, atau
fatwa hukum atas suatu bagian darinya. Sebagaimana para ulama, semisal al-Qadhi Taqiyuddin al-Nabhani
9w. 1397 H), menjadikan penguasaan terhadap ilmu bahasa arab di antaranya nahwu, sharaf, balaghah
sebagai syarat mujtahid berijtihad (al-ma’ârif al-lughawiyyah).45 Sebagaimana ilmu ini pun menjadi syarat
mufassir, bahkan al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi (w. 911 H) menjadikannya pada 3 syarat dari syarat-syarat

40 Abu Ziyad Muhammad bin Sa’id al-Buhairi, Tasynîf al-Âdzân, hlm. 4-5; Dr. Ayman Amin Abdul Ghani, Al-Kâfî fî al-Balâghah (Al-

Bayân wa Al-Badî’ wa Al-Ma’ânî), hlm. 167-168.


41 Abu Ziyad Muhammad bin Sa’id al-Buhairi, Tasynîf al-Âdzân, hlm. 5.
42 Ibid, hlm. 5. Dimana sebagian ulama balaghah menggolongkan ‘ilm al-badî’ termasuk ‘ilm al-bayân.
43 Dalam ilmu balaghah, ini termasuk bentuk al-majâz al-mursal dengan ‘alâqah juz’iyyah: dzikr al-juz’I wa irâdat al-kull

(penyebutan sebagian namun yang dimaksud adalah keseluruhannya).


44 Abu Ziyad Muhammad bin Sa’id al-Buhairi, Tasynîf al-Âdzân, hlm. 5.
45 Taqiyuddin bin Ibrahim al-Nabhani, Al-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah – Al-Juz al-Awwal, Beirut: Dar al-Ummah, cet. VII, 1424 H,

hlm. 216-217.

Pengantar Ilmu Balaghah :: Irfan Abu Naveed :: 9 |


mufassir dalam Al-Itqân46, begitu pula ditegaskan Syaikhuna al-’Alim ’Atha bin Khalil Abu al-Rasytah
dalam pengantar kitab Al-Taysîr fî Ushûl al-Tafsîr.

J. Pembahasan-Pembahasan Ilmu Balaghah


Dalam penjabarannya, ilmu balaghah membahas kalimat bahasa arab, dari segi ma’ani, bayân dan
badî’-nya, dengan gambaran umum sebagai berikut:

1. Ilmu Al-Ma’ânî ( )
Definisi Ilmu Al-Ma’ânî:

‫ وهو علمٌ يعرَفُ به أحوال اللفظ العربيِّ اليت بها يطابقُ مقتضَى احلال‬: ‫علمُ املعاني‬
Ilmu al-Ma’ani adalah ilmu yang memperkenalkan lafal arab dimana dengan ilmu tersebut
perkataan sesuai dengan keadaannya.47

Ilmu yang membahas kesesuaian perkataan atau ungkapan dengan keadaan pihak yang diseru 48,
atau ilmu yang memahamkan kita terhadap pola kalimat yang benar yang sesuai dengan suatu keadaan 49,
atau dengan kata lain membahas tentang makna-makna dengan ragam pola untuk digunakan dalam
berbagai keadaan yang bersesuaian dengannya. Mencakup pembahasan: al-khabar wa al-insyâ’, al-musnad wa
al-musnad ilayh, al-qashr, al-fashl wa al-washl, al-îjâz wa al-ithnâb dan lain sebagainya.50

2. Ilmu Al-Bayân ( )
Definisi Ilmu al-Bayân:

ِ‫ يف وُضو ِح الدّاللة‬،‫ بطرٍ تختلفُ بعضُها عن بعض‬،ِ‫ يعرفُ بها إيرادُ املعنَى الواحد‬،ُ‫أصولٌ وقواعد‬
.ٍ‫ فاملعنَى الواحدُ يُستطاعُ أداههُ بأساليبَ مُختلفة‬،‫س ذلك املعنَى‬
ِ ‫العقلي ِة على نف‬
Ilmu yang membahas pokok-pokok prinsip dan kaidah, diketahui dengannya bagaimana suatu
makna diungkapkan dengan beragam gaya pengungkapan yang satu sama lain berbeda, jelas
berdasarkan kejelasan petunjuk ’aqliyyah-nya atas esensi dari makna tersebut, maka suatu makna
bisa diungkapkan dengan beragam gaya pengungkapan.

Intinya, yakni ilmu yang membahas pengungkapan atas suatu makna dengan gambaran atau
bentuk yang beragam.51 Mencakup pembahasan; al-tasybîh, al-isti’ârah, al-kinâyah wa al-ta’rîdh, al-majâz al-
mursal, al-majâz al-’aqli.

3. Ilmu Al-Badî ( )
Definisi Ilmu al-Badî’:

46 Abdurrahman bin Abu Bakar Jalaluddin al-Suyuthi, Al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Al-Hay’ah al-Mishriyyah al-‘Amah li al-Kitab,

1394 H, juz IV, hlm. 214.


47 Muhammad bin Abdurrahman al-Khathib al-Qazwaini, Al-Îdhâh fî ‘Ulûm al-Balâghah, Beirut: Dar al-Jil, cet. III, t.t, juz I, hlm. 52.
48 Dr. Abdullah bin Hamid al-Hamid dkk, Al-Balâghah wa al-Naqd, hlm. 36.
49 Dr. Abdul Aziz bin Ali al-Harbi, Al-Balâghah al-Muyassarah, Beirut: Dâr Ibn Hazm, cet. II, 1432 H, hlm. 21.
50 Dr. Abdullah bin Hamid al-Hamid dkk, Al-Balâghah wa al-Naqd, hlm. 36.
51 Dr. Abdullah bin Hamid al-Hamid dkk, Al-Balâghah wa al-Naqd, hlm. 126.

Pengantar Ilmu Balaghah :: Irfan Abu Naveed :: 10 |


‫هو علمٌ ُيعْرفُ به الوجوه واملزايا اليت تزيد الكالم حسْناً وطالوةً‪ ،‬وتكسوه بهاءً ورونقاً‪ ،‬بعدَ‬
‫مُطابقته ملقتضى احلال مع وُضوح داللته على املراد لفظ ًا ومعنى‪.‬‬
‫‪Ilmu yang diketahui dengannya berbagai sisi dan keistimewaan yang menghiasi perkataan menjadi‬‬
‫‪indah dan manis, menghiasinya dengan hiasan cantik dan kesempurnaan, setelah kalimat tersebut‬‬
‫‪memenuhi unsur kesesuaian dengan keadaan (pihak yang diajak bicara) disertai kejelasan petunjuk‬‬
‫‪yang dimaksud pada lafal dan maknanya.‬‬

‫‪Ilmu yang membahas pola-pola bentuk ungkapan yang mempercantik ungkapan, mencakup hiasan‬‬
‫‪yang bersifat lafzhiyyah atau ma’nawiyyah, mencakup pembahasan: al-thibâq, al-muqâbalah, al-saj’u, al-jinâs, al-‬‬
‫‪tauriyyah, ta’kîd al-madh bimâ yusybihu al-dzamm (dan sebaliknya), dan lain sebagainya.52‬‬

‫‪Tabel 5‬‬
‫‪Pembahasan-Pembahasan Ilmu Balaghah‬‬

‫املسائل‬ ‫التعريف‬ ‫علوم البالغة‬


‫األسلوب اخلربي واألسلوب اإلنشائي‪ ،‬واملسند‬
‫علمُ املعاني ‪ :‬وهو علمٌ يع َرفُ به أحوال واملسند إليه‪ ،‬والقصر‪ ،‬والوصل‬
‫اللفظ العربيِّ اليت بها يطابقُ مقتضَى والفصل‪،‬والذكر واحلذف‪ ،‬واإلجياز واإلطناب‬ ‫علم املعاني‬ ‫‪١‬‬
‫واملساواة‪ ،‬والتعريف والتنكري‪ ،‬والتقديم‬ ‫احلال‬
‫والتأخري‬
‫أصولٌ وقواعدُ‪ ،‬يعرفُ بها إيرادُ املعنَى‬
‫الواحدِ‪ ،‬بطرٍ تختلفُ بعضُها عن بعض‪،‬‬
‫التشبيه واالستعارة والكناية والتعريض واجملاز‬
‫يف وُضوحِ الدّاللةِ العقليةِ على نفسِ ذلك‬ ‫علم البيان‬ ‫‪٢‬‬
‫املرسل واجملاز العقلي‬
‫املعنَى‪ ،‬فاملعنَى الواحدُ يُستطاعُ أداههُ‬
‫بأساليبَ مُختلفةٍ‪.‬‬
‫هو علمٌ يُعْرفُ به الوجوه واملزايا اليت تزيد السجع واجلناس وردّ العجز على الصدر والطباٍ‬
‫الكالم حسْناً وطالوةً‪ ،‬وتكسوه بهاءً واملقابلة والتورية ومراعاة النظر واملشاكلة‬
‫ورونقاً‪ ،‬بعدَ مُطابقته ملقتضى احلال مع واللّفّ والنشر واملبالغة وتأكيد املدح مبا يشبه‬
‫علم البديع‬ ‫‪٣‬‬
‫الذمّ (والعكس) وأسلوب احلكيم وائتالف‬ ‫وُضوح داللته على املراد لفظاً ومعنى‪.‬‬
‫احملسنات البديعية‪ :‬احملسنات اللفظية اللفظ مع املعنى واالزدوا والتصريع وحسن‬
‫التقسيم وااللتفات‪ ،‬وبراعة االستهالل واالقتباس‬ ‫واحملسنات املعنوية‬

‫‪52‬‬ ‫‪Ibid, hlm. 102‬‬

‫| ‪Pengantar Ilmu Balaghah :: Irfan Abu Naveed :: 11‬‬

Anda mungkin juga menyukai